6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    1/22

    BAB I

    HEALTH BELIEF MODEL

    (Model Kepercayaan Kesehatan)

    Model kognitif merupakan model yang meninjau prediktor dan prekusor dari

    perilaku-perilaku kesehatan. Model kognitif diperoleh dari teori subjective

    expected utility   (SEU), Edward 1954, yang menyampaikan bahwa perilaku-

    perilaku merupakan hasil pertimbangan dari  potential costs dan benefits. Model

    kognitif menggambarkan perilaku sebagai hasil dari proses informasi yang

    rasional dan menekankan pada kognitif individual, tidak pada konteks sosial.

    A. Sejarah Health Belief Model

    Salah satu model paling awal yang dikembangkan untuk menjelaskan terkait

    perilaku kesehatan adalah Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).

    Health Belief Model adalah model psikologikal yang mencoba untuk menjelaskan

    dan memprediksikan perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada

    attitudes (sikap) dan beliefs (keyakinan/kepercayaan) dari seorang individu.

    Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem

    kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima

    usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh

    provider kesehatan. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang

    menjelaskan perilaku pencegahan penyakit atau preventif behavior, yang oleh

    Becker tahun 1974 mengembangkan dari teori lapangan (field theory ) oleh Lewin

    tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan/ health belief model.

    Health Belief Model awal mulanya dikembangkan oleh Rosenstock pada

    tahun 1966 dan selanjutnya oleh Becker dan rekannya sepanjang tahun 1970

    dan 1980 agar dapat memprediksikan perilaku kesehatan yang bersifat

    pencegahan dan juga respon perilaku untuk mengobati atau merawat penyakit

    pasien baik akut maupun kronis.

    Irwin Rosenstock  –  Lahir pada tanggal 15 Januari 1925. Merupakan

    Psychologist US Public Health Service pada tahun (1951-1961). Associate

    Professor Health Behavior, School of Public Health , University of Michigan

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    2/22

    (1961-1965). Professor of Health Behavior and Chairman, Dept. Of Health

    Behavior. And Education, University of Michigan (1975- ).

    Pada awalnya HBM dipahami oleh para psikolog sosial di Dinas Kesehatan

    Masyarakat AS pada tahun 1950 untuk menjelaskan kegagalan luas partisipasi

    masyarakat dalam program pencegahan dan deteksi dini penyakit. HBM

    mengembangkan sebuah pendekatan untuk memahami perilaku yang tumbuh

    dari teori-teori belajar yang berasal dari dua sumber utama yaitu teori Stimulus

    Respon (SR) dan Teori Kognitif. Teori SR percaya bahwa hasil belajar dari

    peristiwa yang mengurangi peran fisiologis yang mengaktifkan perilaku.

    Sedangkan teori kognitif berdasarkan nilai teori harapan merupakan hasil perilaku

    berdasarkan nilai dari suatu hasil (subyektif, individu) dan harapan bahwa perilaku

    tersebut akan mencapai hasil yang diinginkan, pemikiran penalaran (kritis).

    Dalam beberapa tahun kemudian, HBM telah direvisi untuk memasukkan

    motivasi kesehatan umum untuk tujuan membedakan penyakit dan peran

    perilaku sakit dari perilaku kesehatan. Berasal sekitar tahun 1952. Hal ini

    umumnya dianggap sebagai awal dari penelitian sistematis, teori berbasis

    perilaku kesehatan. HBM telah digunakan untuk memprediksi perilaku yang

    berhubungan dengan kesehatan. Model ini dikembangkan untuk menanggapikegagalan program kesehatan, seperti skrining TBC (TB). Sejak itu,

    HBM telah disesuaikan dengan mengeksplorasi berbagai perilaku kesehatan

     jangka panjang dan jangka pendek, termasuk perilaku seksual berisiko dan

    penularan HIV / AIDS.

    B. Tujuan Health Belief Model

    Health Belief Model  (HBM) menjadi salah satu kerangka konseptual yang

    digunakan secara luas di dalam perilaku kesehatan selama 5 dasawarsa. Health

    Belief Model juga digunakan untuk :

    a. menjelaskan perubahan dan pemeliharaan dari perilaku yang berhubungan

    dengan kesehatan,

    b. sebagai kerangka pedoman dari intervensi perilaku kesehatan.

    c. menggambarkan, membandingkan, dan menganalisa dengan

    menggunakan sebuah aturan yang luas dari beraneka ragam teknik

    analitik.

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    3/22

    C. Komponen Health Belief Model

    Menurut HBM, kemungkinan bahwa seseorang akan mengambil tindakan

    untuk mencegah penyakit tergantung pada persepsi individu bahwa:

    1. Mereka adalah pribadi yang rentan terhadap kondisi/penyakit;

    2. Konsekuensi dari kondisi tersebut akan menjadi serius;

    3. Perilaku pencegahan efektif mencegah kondisi tersebut, dan

    4. Manfaat dari mengurangi ancaman terhadap kondisi melebihi biaya dari

    melakukan tindakan pencegahan.

    Keempat faktor, yang dipengaruhi oleh variabel mediasi, secara tidak

    langsung mempengaruhi kemungkinan melakukan perilaku kesehatan dengan

    mempengaruhi ancaman yang dirasakan dari penyakit dan harapan tentang

    hasilnya. HBM telah digunakan untuk melakukan intervensi dengan pemeriksaan

    kesehatan, penyakit, peran sakit, dan perilaku pencegahan. Model ini telah

    mengalami beberapa modifikasi sejak perumusan semula. Empat model

    komponen kunci secara konsep seperti yang dirasakan terhadap: 1) tingkat

    kerentanan, 2) keparahan, 3) efektivitas, dan 4) biaya.

    a. Perceived Susceptibility

    Perceived Susceptibility / Kerentanan yang dirasakan mengacu padakeyakinan tentang kemungkinan mendapatkan penyakit atau kondisi. Setiap

    individu memiliki persepsinya sendiri dari kemungkinan mengalami suatu kondisi

    yang akan merugikan kesehatannya. Individu bervariasi dalam persepsi mereka

    tentang kerentanan terhadap penyakit. Mereka yang menganggap dirinya

    berisiko rendah menyangkal kemungkinan tertular suatu kondisi yang merugikan.

    Individu dalam kategori moderat mengakui kemungkinan statistik kerentanan

    penyakit. Orang-orang yang memiliki risiko tinggi terhadap kerentanan merasa

    ada bahaya nyata bahwa mereka akan mengalami kondisi yang merugikan atau

    terjangkit penyakit tertentu. Dari perspektif HBM, seseorang kemungkinan akan

    terlibat dalam perilaku pencegahan untuk mencegah kanker (misalnya, berhenti

    merokok, makan makanan rendah lemak dan tinggi serat, olahraga,

    mendapatkan pemeriksaan mammogram atau prostat) tergantung pada berapa

    banyak mereka percaya bahwa mereka rentan atau berisiko untuk terkena

    kanker. Secara umum, ditemukan bahwa orang cenderung meremehkan

    kerentanan mereka sendiri terhadap penyakit.

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    4/22

    b. Perceived Severity

    Perceived Severity mengacu pada seberapa serius individu percaya terhadap

    konsekuensi atau keparahan jika kondisi berkembang. Seorang individu lebih

    mungkin mengambil tindakan untuk mencegah kanker jika dia percaya bahwa

    dampak negatif yang muncul terhadap fisik, efek psikologis, dan atau sosial

    akibat terserang penyakit itu menimbulkan konsekuensi serius (misalnya,

    hubungan sosial yang berubah, kemandirian berkurang, rasa sakit, penderitaan,

    cacat, atau bahkan kematian). Model Kepercayaan Kesehatan sering merujuk

    pada ancaman kesehatan yang dirasakan. Kombinasi kerentanan yang

    dirasakan dan keparahan yang dirasakan merupakan sebuah ancaman.

    c. Perceived Barrier/ Cost

    Biaya yang dirasakan mengacu pada hambatan atau kerugian yang

    mengganggu perubahan perilaku kesehatan. Kombinasi efektivitas yang

    dirasakan dan biaya yang dirasakan merupakan gagasan dari hasil yang

    diharapkan. Percaya saja tidak cukup untuk memotivasi individu untuk bertindak.

    Mengambil tindakan kognitif melibatkan penimbangan biaya pribadi terkait

    dengan perilaku terhadap manfaat yang diharapkan sebagai hasil dari perilaku

    kesehatan yang dilakukan. Manfaat harus lebih besar daripada biaya yangdikeluarkan.

    d. Perceived Effectiveness/ Perceived Benefits

    Efektivitas yang dirasakan mengacu pada manfaat terlibat dalam perilaku

    pelindung. Motivasi mengambil tindakan untuk mengubah perilaku membutuhkan

    keyakinan bahwa perilaku pencegahan efektif mencegah kondisi tersebut.

    Sebagai contoh, individu yang tidak yakin bahwa ada hubungan sebab akibat

    antara merokok dan kanker tidak mungkin untuk berhenti merokok, karena

    mereka percaya berhenti merokok tidak akan melindungi mereka terhadap

    penyakit.

    e. Cues to Action

    Cues to action melibatkan rangsangan yang memotivasi seseorang untuk

    terlibat dalam perilaku kesehatan. Stimulus yang memicu tindakan mungkin

    berasal dari internal maupun eksternal. Sebagai contoh, fikiran dan gejala yang

    dirasakan dapat bertindak sebagai isyarat internal untuk melakukan tindakan.

    Isyarat eksternal seperti penyakit yang diderita pasangan atau kematian orang

    tua juga dapat memicu perubahan perilaku kesehatan dalam individu yang tidak

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    5/22

    dinyatakan dalam mempertimbangkannya. Faktor-faktor HBM juga berinteraksi

    untuk memicu sebuah tindakan. Misalnya, ketika persepsi kerentanan dan tingkat

    keparahan tinggi, mungkin hanya dibutuhkan sedikit stimulus untuk memulai

    sebuah tindakan. Namun, rangsangan yang dibutuhkan kemungkinan lebih

    banyak untuk menimbulkan sebuah tindakan baru jika kerentanan dan

    keparahan yang dirasakan rendah. Ini berarti cue to action pada persepsi

    individu terhadap tingkat kerentanan dan keseriusan memberikan kekuatan untuk

    bertindak. Manfaat (minus hambatan) menyediakan jalur tindakan. Namun,

    mungkin memerlukan sebuah 'isyarat untuk bertindak' untuk terjadinya perilaku

    yang diinginkan. Isyarat ini mungkin internal atau eksternal. HBM menyarankan

    bahwa keyakinan inti harus digunakan untuk memprediksi kemungkinan bahwa

    perilaku akan terjadi.

    f. Self Efficacy

    Formulasi terbaru dari HBM telah memasukkan self-efficacy sebagai faktor

    kunci. Self-efficacy dipengaruhi oleh variabel mediasi dan dalam gilirannya

    dipengaruhi harapan. Self-efficacy menurut Bandura didefinisikan sebagai

    "keyakinan bahwa dapat berhasil melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk

    memproduksi hasil". Bandura membedakan harapan self-efficacy dari harapanhasil, didefinisikan sebagai perkiraan seseorang bahwa perilaku tertentu akan

    memberikan hasil tertentu. Harapan hasil memiliki kemiripan tapi berbeda dari

    konsep HBM perceived benefits. Pada tahun 1988, Rosenstock, Strecher, dan

    Becker menyarankan bahwa self-efficacy ditambahkan ke HBM sebagai

    konstruksi yang terpisah, dari konsep asli termasuk kerentanan, keparahan,

    manfaat, dan hambatan.

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    6/22

    D. Kerangka Health Belief Model

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    7/22

     

    E. Pengukuran Health Belief Model

    Salah satu keterbatasan yang paling penting dalam penelitian baik deskriptif

    dan intervensi pada HBM yaitu dalam pengukuran variabilitas konstruk dari HBM.

    Beberapa prinsip penting dipahami dalam pengembangan pengukuran HBM.Definisi harus dibuat konsisten dengan konsep awal dari teori HBM, dan langkah-

    langkah harus spesifik dengan perilaku yang ditangani (hambatan untuk

    mamografi mungkin sangat berbeda dari hambatan untuk kolonoskopi) dan

    relevan dengan penduduk dimana konsep akan digunakan. Untuk memastikan

    validitas isi, penting untuk mengukur berbagai faktor yang dapat mempengaruhi

    perilaku. Menggunakan beberapa item untuk setiap skala akan mengurangi

    kesalahan pengukuran dan meningkatkan kemungkinan termasuk semua

    komponen relatif dari masing-masing konstruk. Akhirnya, validitas dan reliabilitas

    tindakan yang perlu diperiksa ulang dengan studi masing-masing. Perbedaan

    budaya dan populasi membuat skala yang diterapkan tanpa pemeriksaan akan

    rentan terhadap kesalahan. Hanya beberapa penelitian yang menggunakan

    instrument HBM yang dikembangkan atau dimodifikasi untuk mengukur konstruk

    HBM yang telah melakukan keandalan yang memadai dan pengujian validitas

    sebelum penelitian.

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    8/22

    F. Penggunaan Health Belief Model

    HBM telah digunakan secara luas untuk menentukan hubungan antara

    keyakinan kesehatan dan perilaku kesehatan, serta untuk menginformasikan

    intervensi. Jika diterapkan pada kesehatan berkaitan dengan perilaku seperti

    skrining untuk kanker serviks, jika seseorang merasakan bahwa ia sangat rentan

    terhadap kanker leher rahim, dan menurutnya kanker serviks adalah ancaman

    kesehatan yang serius, manfaat dari skrining rutin yang tinggi, dan biaya

    tindakan yang dirasakan relatif rendah. Ini juga akan menjadi tindakan nyata jika

    dia mengalami isyarat untuk bertindak yang bersifat eksternal, seperti selebaran

    di ruang tunggu dokter, maupun internal, seperti gejala yang dirasakan yang

    berhubungan dengan kanker serviks (baik benar maupun tidak), seperti rasa

    sakit atau iritasi.

    G. Dukungan Health Belief Model

    Beberapa studi mendukung prediksi dari teori HBM. Penelitian menunjukkan

    bahwa kepatuhan diet, seks yang aman, mendapatkan vaksinasi, melakukan

    pemeriksaan gigi teratur dan mengambil bagian dalam program olahraga teratur

    berkaitan dengan persepsi individu dari kerentanan terhadap masalah kesehatanyang terkait, dengan kepercayaan mereka bahwa masalah ini serius dan

    persepsi mereka bahwa keuntungan dari tindakan pencegahan lebih besar

    daripada biaya yang dikeluarkan. Penelitian juga menyediakan dukungan untuk

    masing-masing komponen model. Norman dan Fitter (1989) meneliti perilaku

    kesehatan skrining dan menemukan bahwa hambatan yang dirasakan adalah

    prediktor terbesar dari kehadiran klinik. Beberapa studi telah meneliti perilaku

    pemeriksaan payudara sendiri (BSE) dan melaporkan bahwa hambatan dan

    kerentanan yang dirasakan adalah prediktor terbaik untuk perilaku sehat.

    Pada tahun 1984, Champion memelopori suatu instrumen penelitian yang

    berkaitan terhadap perilaku skrining kanker payudara dengan HBM. Dia telah

    lebih jauh meneliti berbagai populasi dan metode skrining kanker payudara

    spesifik berdasarkan konstruksi HBM. Hasil penelitian Champion menetapkan

    bahwa ukuran untuk kerentanan, keseriusan, dan hambatan adalah koefisien

    internal yang konsisten dan dapat diandalkan. Individu melaporkan beberapa

    hambatan yang dirasakan lebih mungkin untuk melaporkan peningkatan

    frekuensi BSE. Selain itu, peserta dengan motivasi kesehatan melaporkan lebih

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    9/22

    sering melakukan BSE. Berdasarkan pekerjaan sebelumnya dari Champion

    (1984) dalam meneliti HBM dan BSE, pada tahun 1999 Champion merevisi skala

    yang digunakan untuk mengukur kerentanan, manfaat, dan hambatan yang

    dirasakan untuk perilaku skrining kanker payudara seperti mamografi. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa peserta yang tidak pernah mammogram memiliki

    skor penghalang signifikan lebih tinggi daripada mereka yang telah memiliki

    minimal satu mammogram sebelumnya.

    Penelitian Champion juga memberikan dukungan untuk peran cue to action

    dalam memprediksi perilaku kesehatan, dalam isyarat eksternal tertentu seperti

    masukan informasi baru. Bahkan, promosi kesehatan menggunakan masukan

    informasi seperti untuk mengubah keyakinan dan akibatnya mempromosikan

    perilaku sehat di masa depan. Informasi dalam bentuk rasa takut, akan

    membangkitkan peringatan yang dapat mengubah sikap dan perilaku kesehatan

    misalnya di bidang kesehatan gigi, mengemudi yang aman dan

    merokok. Informasi umum mengenai konsekuensi negatif dari perilaku juga

    digunakan, baik dalam pencegahan dan penghentian perilaku merokok.

    Beberapa penelitian juga menunjukkan korelasi positif antara pengetahuan

    tentang BSE, kanker payudara dan melakukan BSE. Pada estudy, yangdimanipulasi pengetahuan tentang tes pap untuk kanker serviks dengan

    menunjukkan sebuah rekaman video subyek informatif, melaporkan bahwa

    peningkatan pengetahuan yang dihasilkan terkait dengan perilaku sehat di masa

    depan.

    H. Konflik/Pertentangan Health Belief Model

    Namun, beberapa penelitian telah melaporkan temuan yang bertentangan.

    Janz Becker (1984) menemukan bahwa niat perilaku sehat terkait dengan

    keseriusan yang dirasakan rendah atau tidak tinggi seperti yang diperkirakan dan

    beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara kerentanan rendah

    (tidak tinggi) dan perilaku sehat. Hill dkk menerapkan HBM untuk kanker serviks,

    untuk meneliti faktor-faktor yang memprediksi perilaku skrining serviks. Hasil dari

    sugesti hambatan untuk bertindak adalah predictor terbaik dari niat perilaku dan

    kerentanan yang dianggap kanker serviks juga secara signifikan berhubungan

    dengan perilaku skrining. Namun, manfaat dan keseriusan dirasakan tidak

    terkait. Janz dan Becker melakukan studi menggunakan HBM dan menemukan

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    10/22

    prediktor terbaik untuk perilaku kesehatan adalah hambatan dan kerentanan

    yang dirasakan terhadap penyakit. Namun, Becker dan Rosenstock (1984),

    dalam review dari 19 studi menggunakan meta-analisis bahwa prediktor terbaik

    dari kepatuhan perilaku kesehatan adalah biaya, manfaat dan keparahan yang

    dirasakan.

    I. Kritik Terhadap Health Belief Model

    HBM telah dikritik karena hasil yang bertentangan. Teori ini juga dikritik

    karena kelemahan lain, termasuk:

    1. Fokusnya pada pengolahan informasi rasional;

    2. Penekanannya pada individu (peran apa yang dimainkan oleh lingkungan

    sosial dan ekonomi?);

    3. Keterkaitan antara keyakinan inti yang berbeda (bagaimana seharusnya

    diukur dan bagaimana seharusnya mereka berhubungan satu sama lain?

     Apakah model linier atau multifaktorial?);

    4. Tidak adanya peran faktor emosional seperti takut dan penolakan;

    5. Telah mengemukakan bahwa faktor alternatif mungkin dapat

    memprediksi perilaku kesehatan, seperti harapan hasil dan self efficacy;6. Schwarzer (1992) telah mengkritik HBM untuk pendekatan statis dengan

    keyakinan kesehatan dan menunjukkan bahwa, dalam HBM, keyakinan

    digambarkan terjadi secara bersamaan dengan tidak adanya ruang untuk

    perubahan, pengembangan maupun proses.

    Leventhal dkk berpendapat bahwa kesehatan terkait perilaku disebabkan

    oleh persepsi gejala bukan pada faktor individu seperti yang disarankan oleh

    teori HBM.

    J. Keterbatasan Health Belief Model

    Salah satu masalah pada teori HBM yaitu digunakan pertanyaan yang

    berbeda dalam studi yang berbeda untuk menentukan keyakinan yang sama,

    akibatnya, sulit untuk merancang tes yang sesuai dan untuk membandingkan

    hasil seluruh penelitian dari HBM. Alasan lain mengapa penelitian tidak selalu

    mendukung teori HBM adalah faktor lain selain keyakinan kesehatan juga sangat

    mempengaruhi praktek perilaku kesehatan. Faktor-faktor ini meliputi: pengaruh

    khusus, faktor budaya, status sosial ekonomi, dan pengalaman sebelumnya.

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    11/22

    K. Aplikasi Health Belief Model Pada Jurnal

    Associations of demographic variables and the Health Belief Modelconstructs with Pap smear screening among urban women in Botswana

    Purpose: Papanicolaou (Pap) smear services are available in most urban

    areas in Botswana. Yet most women in such areas do not screen regularly for

    cancer of the cervix. The purpose of this article is to present findings on the

    associations of demographic variables and Health Belief Model constructs with

    Pap smear screening among urban women in Botswana.

    Sample and methods: The study included a convenience sample of 353

    asymptomatic women aged 30 years and older who were living in Gaborone,

    Botswana. Data were collected using a demographic questionnaire and items of

    the Health Belief Model. Data analysis included descriptive statistics for

    demographic variables and bivariate and ordinal (logit) regression to determine

    the associations of demographic variables.

    Results: Having health insurance and having a regular health care provider

    were significant predictors of whether or not women had a Pap smear. Women

    with health insurance were more likely to have had a Pap smear test than women

    without health insurance (91% vs 36%). Similarly, women who had a regular

    health care provider were more likely to have had a Pap smear test than women

    without a regular health care provider (94% vs 42%). Major barriers to screening

    included what was described as “laziness” for women who had ever had a Pap

    smear (57%) and limited information about Pap smear screening for women who

    had never had a Pap smear (44%). 

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    12/22

    BAB II

    PROTECTION MOTIVATION THEORY

    (TEORI MOTIVASI PERLINDUNGAN)

    A. Sejarah Protection Motivation Theory

    Pentingnya faktor psikososial dalam kesehatan telah meningkatkan

    pemahaman tentang model-model perilaku promosi kesehatan dan pencegahan

    terhadap penyakit. Berkaitan dengan itu pula penelitian tentang Promosi

    Kesehatan dan Pencegahan Penyakit ikut menentukan berbagai metode untukmempengaruhi orang-orang dalam mengadopsi perilaku kesehatan. Banyak teori

    yang menjelaskan perilaku dan perubahan perilaku (Weinstein,1993).

    Protection Motivation Theory (PMT) atau teori motivasi perlindungan adalah

    salah satu yang paling populer dari teori-teori ini karena secara eksplisit

    menggabungkan peran pesan kesehatan yang terkait dalam mempengaruhi

    perubahan perilaku. Menurut PMT, pesan yang berhubungan dengan kesehatan

    akan menimbulkan dorongan bagi seorang individu untuk menilai keparahan

    suatu kejadian, kemungkinan terjadinya peristiwa, kepercayaan kemanjuran dari

    rekomendasi yang diberikan, dan keyakinan bahwa seseorang memiliki

    kemampuan untuk melakukan perilaku yang direkomendasikan. Persepsi tentang

    keempat faktor yang membangkitkan motivasi akan memberikan pengaruh untuk

    berperilaku sehat (Rogers, 1975,1983).

    Teori Motivasi Perlindungan (Prevention Motivation Theory atau disingkat

    PMT) pada awalnya dikembangkan oleh Rogers (1975, 1983, 1985) yang

    memperluas Teori Health Belief Model   (HBM) dengan melibatkan faktor-faktor

    tambahan dan penekanannya pada proses kognitif mediasi perubahan sikap dan

    perilaku untuk memberikan kejelasan konseptual untuk memahami rasa takut

    (Prentice-Dunn & Rogers, 1986; Rogers, 1975). PMT pada awalnya

    dikembangkan oleh Dr RW Rogers pada tahun 1975 dalam rangka untuk lebih

    memahami rasa ketakutan dan bagaimana orang mengatasi rasa takut mereka.

    Namun Dr Rogers kemudian memperluas teori pada tahun 1983 di mana ia

    diperpanjang teori ke teori yang lebih umum dari komunikasi persuasif. Teori ini

    awalnya didasarkan pada karya Richard Lazarus yang menghabiskan sebagian

    besar waktunya meneliti bagaimana orang berperilaku dan mengatasi situasi

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    13/22

    selama stres. Dalam bukunya, "Stress, Appraisal, and Coping ”, Richard Lazarus

    membahas ide proses penilaian kognitif dan bagaimana mereka berhubungan

    dengan cara mengatasi stres. Dia menyatakan bahwa orang-orang, "berbeda

    dalam sensitivitas dan kerentanan, serta interpretasi dan reaksi mereka terhadap

    beberapa jenis kegiatan ".

    Sementara Richard Lazarus mengemukakan banyak ide dasar yang

    digunakan dalam perkembangan teori PMT, Dr Rogers adalah orang pertama

    yang menerapkan terminologi ini ketika membahas rasa ketakutan. PMT ini

    terutama digunakan ketika membahas suatu masalah kesehatan dan bagaimana

    orang bereaksi ketika didiagnosis dengan penyakit kesehatan yang terkait. 

    B. Komponen Protect ion Motivat ion Theory

    Pada tahun 1983 PMT direvisi sebagai deskripsi lengkap dari teori, yang

    terdiri dari tiga proses kognitif: sumber informasi, proses mediasi kognitif, dan

    mode koping. Karena PMT memiliki tiga proses kognitif dengan banyak

    konstruksi, sebagian besar penelitian sebelumnya hanya menggunakan

    sebagian dari konstruksi (Prentice-Dunn & Rogers 1986). Boer & Seydel (1996)

    menjelaskan konstruksi utama dari teori ini: keparahan, kerentanan, respon-efficacy, self-efficacy , motivasi perlindungan (niat), dan perilaku perlindungan. 

    Figure 1. Origin ali ty of Protection Motiv ation Theory con cept.

    (Source: Ro gers, 1983)

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    14/22

    Menurut teori PMT, ada dua sumber informasi: (1) lingkungan atau

    environmental   (misalnya persuasi verbal, pembelajaran observasional) dan (2)

    intrapersonal (misalnya pengalaman sebelumnya dan variabel-variabel personal).

    Informasi ini mempengaruhi komponen-komponen PMT (self efficacy, efektivitas

    respon, keparahan, kerentanan, rasa takut), yang kemudian menimbulkan baik

    respon koping adaptif (yaitu niat perilaku) atau respons koping 'maladaptif'

    (misalnya penghindaran atau penolakan)

    Dalam Protection Motivation Theory , Rogers menyatakan bahwa perilaku-

    perilaku yang berhubungan dengan kesehatan adalah karena individu memiliki

    niat berperilaku, sedangkan niat perilaku dipengaruhi oleh 4 (empat) komponen

    yaitu :

    1. Self efficacy

     Adalah kemampuan diri sendiri. Orang yang memiliki self-efficacy  yang

    tinggi yakin bahwa dia akan berhasil merubah perilaku dirinya sendiri.

    Contoh: “saya percaya bahwa saya dapat merubah pola diet saya”.

    Sedangkan orang dengan self-efficacy   yang rendah maka yakin bahwa

    dirinya akan gagal, sehingga akan mecoba menghindarinya dengan

    berbagai cara. Perceived self-efficacy  adalah keyakinan seseorang bahwa

    ia memiliki kemampuan untuk melakukan perilaku yang direkomendasikan

    Severity

    Vulnerability

    Respon effectiveness

    Self-efficacy

    Behaviouralintentions

    Behaviour

    Figu re 2. Komponen dasar  Protect ion Mot ivat ion Theory

    (Source: Ogd en, 1996)  

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    15/22

    (ia dapat mengatasi cost ). Semakin tinggi efektivitas diri, semakin positif

    responnya.

    2. Respon efektiv itas

    Merupakan keyakinan seseorang bahwa perilaku yang

    direkomendasikan akan efektif dalam mengurangi atau menghilangkan

    bahaya. Respon ini secara efektif akan mempengaruhi seseorang untuk

    merubah perilaku sesuai anjuran. Contoh: “perubahan pada pola diet saya

    akan meningkatkan kesehatan saya”. Dalam hal ini, rekomendasi untuk

    menjauhkan diri dari mengemudi dalam keadaan mabuk secara signifikan

    akan mengurangi peluang seseorang untuk terjadi kecelakaan. Semakin

    positif respon efektivitas, maka semakin positif responnya.

    Di sini kita menggunakan 'tanggapan positif' sebagai ungkapan untuk

    menyebut berbagai variabel termasuk sikap, niat, dan adopsi yang

    sebenarnya dari perilaku kesehatan yang direkomendasikan (yang

    persuasif dari rekomendasi kesehatan). Respon lebih rendah mungkin

    dialami ketika seseorang mengikuti diet dengan tujuan kehilangan berat

    badan tapi tidak yakin tentang hasilnya.

    3. Vuln erabil i ty

     Adalah kerentanan yang dianggap sebagai hasil yang tidak diinginkan

    mengacu pada persepsi subjektif seseorang tentang risiko kejadian negatif

    yang terjadi kepada mereka atau kerawanan terserang suatu penyakit.

    Kerentanan ini yang dirasakan sebagai ancaman. Contoh: “kemungkinan

    saya terkena kanker usus sangat tinggi”. Semakin tinggi seseorang

    menganggap kerentanan, maka semakin tinggi niat seseorang untuk

    mengikuti hal yang direkomendasikan. Dalam contoh di atas, tingkat

    kerentanan tinggi mungkin akan dirasakan ketika dokter menyediakan data

    statistik tentang jumlah orang yang menderita kanker usus pada orang

    yang tidak mengkonsumsi pengaturan diet tinggi serat.

    4. Severity

     Adalah tingkat kegawatan atau cara pandang seseorang terhadap

    bahaya dan tidaknya suatu penyakit. Contoh: “kanker usus adalah penyakit

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    16/22

    yang serius”. Keparahan dianggap peristiwa negatif mencakup perasaan

    tentang keseriusan menyebabkan kecelakaan saat mengemudi di bawah

    pengaruh alkohol. Dimensi ini meliputi evaluasi baik konsekuensi medis

    (misalnya, kematian, cacat, dan nyeri) dan konsekuensi sosial yang

    mungkin terjadi (misalnya, dampak kondisi pada pekerjaan, kehidupan

    keluarga, dan hubungan sosial). Keseriusan juga bervariasi dari orang ke

    orang. Semakin menganggap tinggi tingkat keparahan dari suatu kondisi

    kesehatan, atau hasil negatif lainnya, maka semakin tinggi niat seseorang

    untuk mengikuti rekomendasi.

    Keempat komponen tersebut dapat memprediksi niat perilaku (misal,

    “saya ingin merubah perilaku saya”) yang berhubungan dengan perilaku

    seseorang. Rogers juga meyakini ada peran dari komponen lain yaitu

    perasaan takut (fear ) sebagai respon emosional dalam pendidikan atau

    informasi.

    PMT ini menggambarkan 4 komponen tersebut dalam dua kategori.

    Kategori pertama berkaitan dengan penilaian ancaman (threat appraisal ),

    terdiri dari keparahan, kerentanan, dan ketakutan (yaitu menilai ancaman dariluar). Keparahan mengacu pada tingkat bahaya dari perilaku yang tidak sehat.

    Kerentanan adalah probabilitas bahwa seseorang akan mengalami bahaya.

    Kategori kedua adalah yang berkaitan dengan penilaian koping (coping

    appraisal ) seperti respon efektivitas dan self efficacy (yaitu penilaian atas

    keyakinan dalam individu sendiri). Respon efektivitas adalah efektivitas dari

    perilaku yang dianjurkan dalam menghilangkan atau mencegah bahaya yang

    mungkin terjadi. Self-efficacy  adalah keyakinan bahwa seseorang mampu dan

    sanggup menetapkan perilaku yang direkomendasikan.

    Selanjutnya, informasi akan mempengaruhi komponen-komponen teori

    PMT, yang kemudian dapat mendatangkan respon koping, baik respon koping

    yang adaptif (niat berperilaku) atau respon koping yang maladaptif

    (menghindar, menolak), yang semua ini disebut sebagai proses mediasi

    kognitif (cognitive mediating processes)

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    17/22

     

    Teori PMT menyatakan bahwa niat berperilaku adalah sebuah

    konsekuensi dari penilaian terhadap ancaman dan penilaian terhadap

    sumber-sumber koping individu. Penilaian ini menimbulkan suatu keadaan

    yang disebut “ protection motivation” yang memelihara aktifitas respon untuk

    mengatasi ancaman. Berdasarkan teori Protection Motivation Theory   yangdikemukakan Rogers dan Prentice Dunn (1997) tentang Proses Mediasi

    Kognitif tersebut diatas, pada tahun 2003 Wu et. al mengembangkan skema

    Protection Motivation Theory  menjadi berikut:

    Figure 3. Proses Mediasi Ko gnit i f

    (Source: Rogers, 1983; Fry & Prentice-Dunn,  2005, 2006)

    Figure 4. Protect ion Mot ivat ion Theory b ased on Cogni t ive Mediat ing Processes

    (Sourc e: Wu et-al, 2003)

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    18/22

    Dalam perkembangan teori Protection Motivatin Theory   selanjutnya,

    informasi yang dapat menimbulkan perilaku yang diharapkan tidak muncul serta

    merta namun ada proses komunikasi dalam diri individu yang menyebabkan

    individu memutuskan untuk berespon adaptif atau maladaptif. Witte (1992),

    menerapkan PMT dengan menganalisis pesan (informasi) melalui komunikasi

    persuasi sebagai berikut :

     Analisa dari suatu pesan:

    INCOMING MESSAGE

    Perceived Vulnerability Am I at risk for this problem?

    No response

    Danger Controlresponse :

     Adopt recommandedaction

    Perceived Efficacy Higher thanPerceived Threat ?

    Perceived SeverityIs this problem serious?

    Self-efficacyDo I believe I am capable of performingthe recommanded action ?

    Perceived Response EfficacyDo I believe the recommandedaction would effectively avert thedanger? Fear Control Response

     Avoidance, denial,anger, mocking, orboomerang effect.

    PERCEIVED EFFICACY

    PERCEIVED THREAT

    EFFICACY/THREAT COMPARISON

    NO

    NO

    NO

    NO

    NO

    YES

    YES

    YES

    YES

    YES

    (Adapted from Witte (1992), cited by the centre for Health Promotion University of  Toronto, 2000)

    Figure 5. Message analys is

    (Sourc e: Witte,1992)

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    19/22

    C. Penggunaan teori PMT

    Roger (1985), mengaplikasikan teori PMT pada individu yang menderita

    penyakit jantung koroner dengan memberikan informasi tentang perubahan

    diet, sehingga teori PMT akan memprediksi perilaku sebagai berikut :

    informasi tentang pengaruh diit tinggi lemak pada penyakit jantung koroner

    akan meningkatkan perasaan takut (fear), meningkatkan persepsi individu

    tentang bahayanya penyakit jantung koroner (perceived severity)  dan

    meningkatkan keyakinan mereka bahwa mereka memiliki risiko mudah

    terkena serangan jantung (perceived vulnerebility). Jika individu juga merasa

    percaya diri bahwa mereka dapat merubah pola diit mereka (self-efficacy) dan

    perubahan ini akan memberikan manfaat (response effectiveness), maka

    mereka akan menunjukkan niat yang tinggi untuk merubah perilaku mereka

    (behavioral intentions). Keaadaan tersebut akan muncul sebagai respon

    koping yang adaptif terhadap informasi (Roger,1985).

    Figure 6. Conto h Penerapan Protection Motivation th eory

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    20/22

    PMT juga dapat diaplikasikan dalam memprediksi atau merubah perilaku

    seseorang yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, HIV/AIDS. Misalnya,

    informasi tentang perilaku sex yang tidak aman dengan tidak menggunakan

    kondom dapat terserang HIV/AIDS, hal ini dapat meningkatkan rasa

    kekhawatiran, yang selanjutnya akan meningkatkan persepsi individu tentang

    bahayanya HIV/AIDS (perceived severity)  dan meningkatkan keyakinan

    mereka bahwa mereka memiliki risiko/rentan tertular HIV/AIDS (perceived

    vulnerability). Jika individu juga merasa percaya diri bahwa mereka dapat

    merubah perilaku hubungan seks mereka menjadi perilaku seks yang aman

    (self-efficacy) maka hal ini akan memberikan kesadaran terhadap perubahan

    perilaku (response effectiveness), yang pada akhirnya mereka akan

    menunjukkan niat yang tinggi (behavioral intentions) untuk merubah perilaku

    mereka (behaviour/action). Keadaan tersebut muncul sebagai respon koping

    yang adaptif terhadap informasi yang telah diberikan.

    D. Dukungan terhadap teori PMT

    Rippetoe dan Rogers (1987), memberikan informasi terhadap wanita

    tentang kanker payudara kemudian menguji efek informasi tersebut sebagaikomponen teori PMT dan hubungannya dengan niat wanita tersebut untuk

    melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Breast self-examination/BSE).

    Hasilnya menunjukkan bahwa prediktor terbaik dari niat untuk melakukan BSE

    adalah response efectiveness, severity and self-efficacy.  Dalam studi

    selanjutnya, efek permintaan persuasif untuk melakukan olahraga terhadap

    niat untuk melakukan olahraga telah dievaluasi dengan menggunakan

    komponen teori PMT. Hasil menunjukkan bahwa vurnerability dan self

    efficacy   memprediksi niat berolahraga tetapi tidak satupun variabel-variabel

    berhubungan dengan self-reports dari perilaku aktual.

    Pada studi selanjutnya, Beck dan Lund (1981), memanipulasi keyakinan

    mahasiswa kedokteran gigi tentang kerusakan gigi (tooth decay)  dengan

    menggunakan komunikasi persuasif. Hasilnya menunjukkan bahwa informasi

    telah meningkatkan rasa takut, kemudian severity   dan self-efficacy  

    berhubungan dengan niat perilaku (floosing dan sikat gigi secara teratur

    terutama setelah makan dapat mencegah kerusakan gigi).

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    21/22

     

    E. Kritikan terhadap teori PMT

    Teori PMT lebih sedikit mendapat kritikan dibanding teori HBM.

    Bagaimanapun banyaknya kritikan terhadap teori HBM juga berhubungan

    dengan teori PMT. Sebagai contoh, Teori PMT mengangggap bahwa individu-

    individu dapat mengelola informasi secara rasional (meskipun tidak termasuk

    elemen irrasional dalam komponen rasa takut), ini tidak melaporkan perilaku

    kebiasaan, juga tidak termasuk peran dari faktor-faktor sosial dan lingkungan.

    Schwarzer (1992), juga mengkritik teori PMT yang tidak secara explisitmenguji perillaku selama waktu proses dan perubahan.

    F. Aplikasi Protection Motivation Theory Pada Jurnal

    Objective To assess health protection motivation as explained by the constructs

    of protection motivation theory (PMT) and its association with drug trafficking over

    2 years.

    Methods  The sample included 817 African American youth (13 –16 years old)

    participating in an adolescent risk-reduction program. We developed an

    instrument measuring the level of health protection motivation (LHPM) using

    factor analysis. Changes in LHPM over time were examined among drug

    traffickers, abstainers, initiators, and nonrisk youths.

    Results In sum, 151 participants reported selling and/or delivering drugs during

    the study period. The significant inverse correlation between drug-trafficking

    intention and health protection motivation was consistent with PMT. Changes in

    LHPM were strongly associated with the dynamics of behavior over 2 years.

    Conclusions Adolescent drug trafficking can be predicted by an overall level of

    health protection motivation. PMT and related theories should be considered in

    the design of drug-trafficking prevention intervention.

  • 8/20/2019 6-PARAMYTHA-HBM-PROTECTION MOTIVATION THEORY.pdf

    22/22

    REFERENCE

    Glanz, Lewis & Rimer, Health. 1990. Behavior and Health Ecucation . Google

    book  

    Gochman, David S. 1985. Health Behaviour Emerging Research Perspectives.

    New York and London: Plenum Press

    Ogden, Jane. 1996. Health Psycology, A Text Book. Philadelpia: Open University

    Press

    Ogden, Jane. 2004. Health Psycology, A Text Book. Philadelpia: Open University

    Press

    Watkins, Elizabeth L, Audreye E Johnson. 1985. Removing Cultural and Ethnic

    Barriers to Health Care. Washington DC: The University of Nrth Carolina at

    Chapel Hill

    Wolinsky, Fredric D. 1988. The Sociology of Health, Principles, Practitioners, and

    Issues. Second Edition. California: Wadsworth Publishing Company