68
1 LAPORAN PENELITIAN PERANAN PENGELOLA DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KESETARAAN PAKET B DI SKB KOTA BANJARMASIN oleh : Dra. Rabiatul Adawiah, M.Si FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2013

6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perarana pengelola

Citation preview

Page 1: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

1

LAPORAN PENELITIAN

PERANAN PENGELOLA DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KESETARAAN PAKET B DI SKB KOTA BANJARMASIN

oleh :

Dra. Rabiatul Adawiah, M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2013

Page 2: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sektor penting yang berperan aktif dalam

meningkatkan pembangunan bangsa. Apabila melihat kondisi masyarakat Indonesia

sekarang ini masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan terutama

untuk masyarakat ekonomi menengah kebawah. Mahalnya biaya pendidikan menjadi

faktor utama bagi masyarakat sehingga mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk

mengenyam pendidikan bahkan sampai sekolah dasar sekalipun.

Randahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan mengakibatkan semakin

meningkatnya angka kemiskinan dan kebodohan. Tidak jarang masyarakat yang

mengalami buta huruf sebagai konsekuensi dari kurangnya pendidikan bagi mereka.

Untuk mengurangi masalah tersebut perlu adanya layanan pendidikan yang dapat

menyentuh masyarakat hingga lapisan bawah, dimana pendidikan tidak hanya

memusatkan pada jalur pendidikan formal saja, melainkan melalui jalur pendidikan

lain yaitu pendidikan non formal dan pendidikan informal.

Program Pendidikan nonformal ini ditujukan bagi peserta didik berasal dari

masyarakat yang kurang beruntung, tidak sekolah, putus sekolah dan putus lanjutan,

serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup,

dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam memenuhi

kebutuhan belajarnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Page 3: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

3

Salah satu program pendidikan nonformal adalah pendidikan kesetaraan

Paket B. Program Paket B Setara SMP/MTs berfungsi untuk menuntaskan wajib

belajar 9 tahun. Di Kalimantan Selatan, kelompok belajar dan jumlah warga belajar

Paket B tersebar di seluruh Kabupaten/Kota, sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Kelompok Belajar dan Jumlah Warga belajar Program Paket B

di Kalimantan Selatan

No Kabupaten/Kota Jumlah Kelompok

Belajar Jumlah Warga Belajar

1 Banjarmasin 51 1.335

2 Banjarbaru 34 890

3 Banjar 69 1.810

4 Tapin 48 1.255

5 Hulu Sungai selatan 52 1.330

6 Hulu Sungai tengah 58 1.500

7 Hulu Sungai Utara 57 1.485

8 Balangan 46 1.180

9 Tabalong 50 1.290

10 Barito Kuala 56 1.425

11 Tanah Laut 62 1.565

12 Tanah Bumbu 58 1.470

13 Kotabaru 57 1.435

Jumlah 698 17.970

Sumber : Profil Kesetaraan Provinsi Kalimantan Selatan, 2010

Salah satu lembaga yang cukup lama menyelenggarakan program kejar Paket

B di Kota Banjarmasin adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang dikelola oleh

Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin. Walaupun lembaga ini sudah lama

menyelenggarakan program Paket B, namun masih banyak ditemukan anak yang

belum tuntas wajar Sembilan tahun. Oleh karena itu hal ini perlu dikaji secara

mendalam.

Page 4: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik warga belajar Kejar Paket B di SKB Dinas Pendidikan

Kota Banjarmasin ?

2. Bagaimanakah peran pengelola dalam mendukung manajemen pembelajaran

Kejar Paket B di SKB Dinas Pendidikan Banjarmasin ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum

bertujuan untuk mengevalusi manajemen pembelajaran Kejar Paket B di Sanggar

Kegiatan Belajar (SKB) Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin. Secara khusus, tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan karakteristik warga belajar Kejar Paket B di SKB

Dinas Pendidikan Banjarmasin

2. Untuk mengetahui peran pengelola dalam mendukung manajemen pembelajaran

Kejar Paket B di SKB Dinas Pendidikan Banjarmasin

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

pengetahuan tentang pendidikan dan pembelajaran;

b. Memberikan informasi tentang manajemen pembelajaran Kejar Paket B

Page 5: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

5

c. Sebagai bahan referensi bagi penelitian-penelitian sejenis selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi SKB Banjarmasin, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

masukan untuk lebih meningkatkan kualitas manajemen pembelajaran

b. Bagi Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, hasil penelitian ini dapat

dijadikan masukan untuk memperbaiki pelaksanaan program Kejar Paket B

yang ada, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas tutor dan kualitas

hasil belajar program Paket B

c. Bagi Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan, hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk perencanaan pembinaan di

masa datang.

Page 6: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian, Dasar Hukum dan Tujuan Pendidikan Kesetaraan

1. Pengertian Kesetaraan

Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang

mencakup program Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs, dan Paket

C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan,

keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional

peserta didik.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program

pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga

yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada

Standar Nasional Pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Pasal 26 Ayat (6)}.

Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B atau

Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang

ijazah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan

pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak

eligibilitas yang sama dengan lulusan pendidikan formal dalam memasuki

lapangan kerja.

a. Program Paket A.

Program Paket A adalah program pendidikan dasar pada jalur

pendidikan nonformal setara SD/MI bagi siapapun yang terkendala ke

pendidikan formal atau berminat dan memilih Pendidikan Kesetaraan untuk

Page 7: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

7

ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah Program Paket A memiliki hak

eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SD/MI.

b. Program Paket B

Program Paket B adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan

nonformal setara SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan

formal atau berminat dan memilih Pendidikan Kesetaraan untuk ketuntasan

pendidikan dasar. Pemegang ijazah Program Paket B memiliki hak eligibilitas

yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs.

c. Program Paket C

Program Paket C adalah program pendidikan menengah pada jalur

pendidikan nonformal setara SMA/MA bagi siapapun yang terkendala ke

pendidikan formal atau berminat dan memilih Pendidikan Kesetaraan untuk

ketuntasan pendidikan menengah. Pemegang ijazah Program Paket C memiliki

hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.

2. Dasar Hukum

Dasar hukum penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan program Paket A,

Paket B dan Paket C adalah:

a. Undang-Undang Dasar 1945.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan.

d. Instruksi Presiden:

Page 8: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

8

1) No. 1 tahun 1994 Tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun.

2) No. 5 Tahun 2006Tentan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan

Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan

Buta Aksara.

e. Keputusan Mendikbud No. 0131/U/1994 Tentang Program Paket A dan

Paket B.

f. Keputusan Mendiknas No. 86/U/2003Tentang Penghapusan UPERS.

g. Keputusan Mendiknas No. 0132/U/2004 Tentang Program Paket C.

h. Surat Edaran Mendiknas No. 107/MPN/MS/2006 Tentang Eligibilitas

Program Kesetaraan.

3. Tujuan Pendidikan Kesetaraan

Tujuan Pendidikan Kesetaraan adalah:

a. Memperluas akses pendidikan dasar sembilan tahun melalui pendidikan

nonformal program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs yang

menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian profesional.

b. Memperluas akses pendidikan menengah melalui jalur pendidikan nonformal

program Paket C setara SMA/MA yang menekankan pada keterampilan

fungsional dan kepribadian profesional.

c. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan serta relevansi program dan daya

saing Pendidikan Kesetaraan program Paket A, Paket B dan Paket C

d. Menguatkan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik terhadap penyelenggaraan

dan penilaian program Pendidikan Kesetaraan (Depdiknas, 2006)

Page 9: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

9

B. Karakteristik Sasaran dan Komunitas Belajar Pendidikan Kesetaraan

Menurut Depdiknas (2007) karakteristik sasaran dan komunitas belajar

Pendidikan Kesetaraan dapat beragam sesuai dengan potensi dan kebutuhan, yakni

sebagai berikut

1. Kelompok Masyarakat Usia 15-44 Tahun

Salah satu kendala untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun pada

skala national adalah keragaman pencapaian pendidikan masyarakat pada

kelompok usia yang beragam. Pada kelompok usia 15-44 tahun masih banyak

yang belum tamat SD/MI, SMP/MTs, atau lulus SD/MI tetapi tidak

melanjutkan. Menurut data BPS (2004) pada kelompok usia 13-l5 tahun (3 tahun

diatas usia SD/MTs) terdapat 583.487 orang putus sekolah SD/MI, dan 1,6 juta

lebih yang tidak sekolah SD/MI. Kemudian pada kelompok usia 16-18 tahun

terdapat 871.875 orang putus sekolah SMP/MTs, dan 2,3 juta lebih yang lulus

SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke SMP/MTs. Kelampok usia 15-44 ini

merupakan potensi usia produktif yang dapat ditingkatkan kualitas manusianya

melalui penuntasan pendidikan dasar

Perioritas sasaran sampai dengan tahun 2009 adalah 2.509.989 orang

yanq terdiri atas jumlah dari putus sekolah SD/MI, dan SMP/ MTs serta

sebagian dari usia 16-18 tahun yang putus lanjut ke SMP/ MTs.

2. Komunitas Belajar Mandiri

Kelompok masyarakat yang membentuk dengan pembelajaran yang

luwes, Terdiri atas :

Page 10: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

10

a. Kelompok masyarakat belajar mandiri atau kelurga memberikan layanan

pembelajaran terbaik bagi anak-anaknya melalui sekolah rumah tunggal,

sekolah rumah majemuk, dan komunitas sekolah rumah

b. Kelompok masyarakat yang hidup ditengah kemajuan teknologi informasi

dan komunikasi yang membentuk komunitas belajar secara on-line (e-

learning)

c. Kelompok masyarakat yang mengaktualisasikan diri dalam mewujudkan

aspirasi secara mandiri dalam bentuk berbagi sekolah altematif (sekolah

alam, sekolah kelas campuran dan sejenisnya).

d. Kelompok masyarakat yang melihat pentingnya mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

professional.

e. Kelompok masyarakat yang berpotensi khusus seperti, pemusik, pelukis, dan

lain-lain.

3. Penduduk Yang Terkendala Ke Jalur Formal Karena Beberapa Faktor

a. Faktor Waktu

Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin buruh,

dan pekerja lainnya.

b. Faktor Geografi

Penduduk terkendala geografi, mereka adalah etnik minoritas, suku terasing

dan terisolir

c. Faktor Ekonomi

Page 11: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

11

Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani,

penduduk kumuh dan miskin perkotaan, rumah tangga dan tenaga kerja

wanita.

d. Faktor Keyakinan

Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak

menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah).

e. Faktor sosial/ hukum

Yaitu mereka yang bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, anak

Lapas, dan korban Napza

C. Karakteristik Penyelenggara Komunitas Belajar Pendidikan Kesetaraan

Sebagai pendidikan berbasis masyarakat dan meluas program

Pendidikan Kesetaraan dapat diselenggarakan oleh berbagai bentuk lembaga,

organisasi, dan komunitas belajar, yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

2. SKB (Sanggar Kegiatan Belajar)

3. Pondok Pesantren

4. Majlis Taklim

5. Sekolah rumah

6. Sekolah Alam

7. Sekolah Kelas Campuran

8. Susteran

9. Diklat-diklat dan UPT

Page 12: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

12

D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kesetaraan

Kurikulum tingkat satuan Pendidikan Kesetaraan program Paket A, Paket

B, dan Paket C dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut; berpusat

pada kehidupan, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni, menyeluruh dan berkesinambungan, dan prinsip

belajar sepanjang hayat.

Struktur kurikulum tingkat satuan Pendidikan Kesetaraan memuat

komponen mata pelajaran baik yang diujikan pada Ujian Nasional maupun yang

tidak diujikan, keterampilan fungsional, muatan lokal, seni budaya,.pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan dan pendidikan pengembangan diri. Kedalaman

muatan kurikulum pada program Pendidikan Kesetaraan dituangkan dalam

kompetensi yang terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD) pada setiap tingkat dan/ atau semester. SK dan KD ditentukan sesuai dengan

kebutuhan minimal untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sementara, pemenuhan kebutuhan maksimal SK dan KD diisi dengan keterampilan

fungsional.

Beban belajar pada Pendidikan Kesetaraan dinyatakan dalam Satuan Kredit

Kompetensi (SKK) yang menunjukkan satuan kompetensi yang dicapai oleh

peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka,

praktek keterampilan, dan kegiatan mandiri yang terstruktur.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus Pendidikan Kesetaraan

ditetapkan oleh Dinas yang bertanggungjawab di bidang pendidikan sesuai dengan

tingkat kewenangannya, berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar

kompetensi lulusan, dan dikembangkan dengan melibatkan pemangku kepentingan

Page 13: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

13

(stakeholders) serta berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum tingkat

satuan Pendidikan Kesetaraan yang disusun oleh BSNP (Badan Standarisasi

Nasional Pendidikan}.

E. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kesetaraan

Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus memiliki kompetensi

pedagogik, personal, profesional dan sosial serta didukung dengan kualifikasi

pendidikan yang sesuai:

1. Kompetensi Pedagogik, Personal, Profesional dan Sosial

Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus memiliki kompetensi pedagogik dan

andragogik. Dengan demikian dapat mengelola pembelajaran nonformal

menggunakan metode partisipatif, kelas campuran, ketuntasan belajar, dan

melayani perbedaan individual dalam menerapkan maju berkelanjutan.

2. Kualifikasi Akademik

Syarat kualifikasi akademik yang harus dimiliki pendidik pada Pendidikan

Kesetaraan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan minimal D-IV atau S1 dan yang sederajat untuk Paket A, Paket

B dan Paket C. Namun untuk daerah yang tidak memiliki sumber daya

manusia (SDM) yang sesuai, pendidikan minimal D-II dan yang sederajat

untuk Paket A dan Paket B, dan D-III untuk Paket C

b. Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/MTs untuk Paket B dan guru

SMA/MA untuk Paket C.

c. Kyai, ustadz di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi

yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan.

Page 14: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

14

d. Nara sumber teknis (NST) dengan kompetensi/kualifikasi sesuai dengan

mata pelajaran keterampilan yang dimampunya.

Tenaga kependidikan pada Pendidikan Kesetaraan sekurang-kurangnya

terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administratif, tenaga

perpustakaan dan tenaga laboran.

F. Sarana, Prasarana dan Pengolahan Pendidikan Kesetaraan

1. Tempat Belajar

Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan di berbagai tokasi dan tempat yang

sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung

sekolah, madrasah, sarana-prasarana yang dimiliki pondok pesantren, Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Masyarakat (SKB),

masjid, pusat-pusat majlis taklim, gereja, balai desa, kantor organisasi-

organisasi kemasyarakatan, rumah penduduk dan tempat-tempat lainnya yang

layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

2. Administrasi

Untuk menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar diperlukan sarana

administrasi sebagai berikut:

1) Papan nama kelompok belajar.

2) Papan struktur organisasi penyelenggara.

3) Kelengkapan administrasi penyelenggaraan dan pembelajaran yang meliputi:

a. Buku induk peserta didik, tutor dan tenaga kependidikan.

b. Buku daftar hadir peserta didik, tutor dan tenaga kependidikan.

c. Buku keuangan/Kas umum.

Page 15: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

15

d. Buku daftar inventaris.

e. Buku agenda pembelajaran.

f. Buku laporan bulanan tutor,

g. Buku agenda surat masuk dan keluar.

h. Buku daftar nilai peserta didik.

i. Buku tanda terima ijazah.

G. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kesetaraan

a. Pendekatan

Proses pembelajaran Pendidikan Kesetaraan menggunakan pendekatan induktif,

tematik, partisipatif (andragogis), konstruktif dan berbasis lingkungan.

1) Induktif; adalah pendekatan yang membangun pengetahuan melalui

kejadian atau fenomena empirik dengan menekankan pada belajar pada

pengalaman langsung. Pendekatan ini mengembangkan pengetahuan peserta

didik dari permasalahan yang paling dekat dengan dirinya. Membangun

pengetahuan dari serangkaian permasalahan dan fenomena yang dialami

oleh peserta didik dan yang diberikan oleh tutor, sehingga peserta didik

dapat membuat kesimpulan dari serangkaian penyelesaian masalah yang

dibuat.

2) Tematik; adaiah pendekatan yang mengorganisasikan pengalaman-

pengalaman dan mendorong terjadinya pengalaman belajar yang meluas

tidak hanya tersekat-sekat oleh batasan pokok bahasan, sehingga dapat

mengaktifkan peserta didik dan menumbuhkan kerjasama

Page 16: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

16

3) Konstruktif; merupakan satu pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran

berbasis kompetensi, di mana peserta didik membangun pengetahuannya

sendiri. Dalam pendekatan ini peserta didik telah mempunyai ide tersendiri

tentang suatu konsep yang belum dipelajari. Ide tersebut mungkin benar

atau tidak. Peranan tutor yaitu untuk membetulkan konsep yang ada pada

peserta didik atau untuk membentuk konsep baru.

4) Partisipatif andragogis; adalah pendekatan yang membantu menumbuhkan

kerjasama dalam menemukan dan menggunakan hasil-hasil temuannya yang

berkaitan dengan lingkungan sosial, situasi pendidikan yang dapat

merangsang pertumbuhan dan kesehatan individu, maupun masyarakat.

5) Berbasis lingkungan/kontekstual; adalah pendekatan yang meningkatkan

relevansi dan kebermanfaatan pembelajaran bagi peserta didik sesuai potensi

dan kebutuhan lokal.

b. Metode

Pembelajaran hendaknya menekankan kegiatan yang berpusat pada

peserta didik. Fokus pembelajaran adalah untuk mengoptimalkan penguasaan

hasil pembelajaran secara tuntas. Kegiatan pembelajaran ini hendaknya dapat

meningkatkan perolehan pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh

peserta didik dalam menyelesaikan masalah atau membuat keputusan yang bijak.

di antara metode-metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk tujuan

tersebut adalah : pembelajaran kooperatif, interaktif, peta konsep, berbasis

penugasan, eksperimen, disksusi, simulasi, dan kajian lapangan

Page 17: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

17

c. Pembelajaran dengan Modul

Pembelajaran dengan menggunakan modul adalah satu pendekatan

pembelajaran, mandiri yang berfokuskan penguasaan kompetensi dari bahan

kajian yang dipepajari peserta didik dengan waktu tertentu sesuai dengan

potensi dan kondisinya.

Fungsi pembelajaran dengan menggunakan modul adalah untuk

memastikan semua peserta didik menguasai kompetensi yang diharapkan dalam

suatu materi ajar sebelum pindah ke materi ajar selanjutnya melalui

pembelajaran mandiri.

Tujuan pembelajaran dengan menggunakan modul adalah untuk

mengurangi keragaman kecepatan belajar dari peserta didik agar mencapai suatu

tingkat pencapaian kompetensi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

telah disusun secara sistematis dan terstruktur.

H. Wajib Belajar Sembilan Tahun

1. Kebijakan wajib belajar 9 tahun

Pada bangsa-bangsa yang telah maju wajar telah mulai sejak lama. Di

Amerika Serikat misalnya, Wajar telah dimulai sejak tahun (De Young &

Wyhnn, dalam Bentri, dkk.2008). Wajar ini dimulai dengan Belajar di sekolah

dasar, dan terus berkembang sampai umur anak mencapai18 tahun. Wajib

Belajar ini dikenakan kepada anak pada umur-umur yang dimaksudkan itu, dan

pertanggungjawabannya diletakkan pada orang tua, termasuk didalamnya para

wali atau orang tua asuh anak yang bersangkutan (Brishen, dalam Bentri,

dkk.2008).

Page 18: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

18

Sejak awal 1970-an pendidikan memag sudah diprioritas kebijakan

Pemerintah Indonesia. Pada tahun 1973 berdasarkan Inpres Nomor 10

pemerintah secara terencana meningkatkan pembangunan sarana pendidikan

dasar. Tahun 1983 dimulai program wajib belajar 6 tahun untuk anak usia 7-12

tahun secara nasional. Sukses yang dicapai program wajib belajar menjadi 9

tahun sejak bulan Mei 1994 yang lalu. Hal ini sesuai dengan Amanat UU Nomor

2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kebijaksanaan Pendidikan

Dasar 9 tahun sampai dengan tingkat SLTP/Satuan Pendidikan Sederajat adalah

wajib belajar bagi semua warga Negara. Timbulnya kebijakan tersebut karena

berbagai kondisi yang terjadi di lapangan, seperti : 1) lebih dari 80% angkatan

kerja hanya berpendidikan SD atau kurang, atau SMP tidak tamat; 2) Program

Pendidikan Wajib Belajar 9 tahun akan meningkatkan kualitas SDM dan dapat

memberi nilai tambah pula pada pertumbuhan ekonomi; 3) semakin banyak

tingkat pendidikan akan semakin besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-

sektor yang produktif; 4) dengan peningkatan program Wajib Belajar 6 tahun ke

wajib belajar 9 tahun akan meningkatkan kematangan dan keterampilan siswa;

5) peningkatan wajib belajar 9 akan meningkatkan umur kerja minimum dari 10

sampai 15 tahun(Syarif, 1994).

Gerakan Wajar mendapat pijakan yang lebih kuat lagi pada UU No.20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penekanan yang lebih

dirasakan tampak pada tanggungjawab pembiayaan Wajib Belajar itu sendiri

dan peyelenggaraanya, yaitu pemerintah pusat dan daerah. Mudah-mudahan

peningkatan Wajar ini dapat mengejar ketertinggalan pelaksanaan Wajar dari

bangsa yang telah maju.

Page 19: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

19

2. Tujuan Wajib Belajar

Program Wajib belajar 9 tahun didasari konsep “Pendidikan dasar untu

semua” (universal basic education), yang pada hakekatnya berarti penyediaan

akses yang sama untuk semua anak. Hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah yang

tercantum dalam Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia, tentang Hak anak,

dan tentang Hak dan Kewaiban Pendidikan Anak (Prayitno, 2000). Melalui

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun diharapkan dapat

mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu

dimiliki semua warga Negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak di

masyarakat dan dapat melanjutkan pendidikan sekolah maupun luar sekolah.

Dengan Wajib belajar, mereka akan dapat menjalani hidup dan menghadapi

kehidupan dalam masyarakat. Di samping itu, menurut May (dalam Bentri, dkk.

2008) adalah merangsang aspirasi pendidikan orang tua dan anak yang pada

gilirannya diharapkan meningkatkan produktivitas kerja penduduk secara

nasional. Untuk itu, target penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun bukan semata-

mata untuk mencapai target angka partisipasi secara maksimal, namun perhatian

yang sama ditujukan juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar yang

sekarang ini masih jauh dari standar nasional.

Agar sasaran tersebut terwujud secara optimal perlu diupayakan adanya

kesinambungan penyelenggaraan pendidikan SD/MI dan SMP/MTs serta satuan

pendidikan sederajat berkenaan dengan berbagai komponen pendidikan yang

mendukung.

Page 20: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

20

3. Pelaksanaan Wajib Belajar

Menurut Bentri, dkk. (2008) pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun

di Indonesia memiliki empat ciri utama, yaitu: 1) dilakukan tidak melalui

paksaan tetapi bersifat himbauan, 2) tidak memiliki sanksi hokum tetapi

menekankan tanggung jawab moral dari orang tua untuk menyekolahkan

anaknya, 3) tidak memiliki undang-undang khusus dalam implementasi

program, 4) keberhasilan dan kegagalan program diukur dari peningkatan

partisipasi bersekolah anak usia 6-15 tahun. Menurut Ibrahim (1992)

pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dilakukan melalui jalur sekolah maupun luar

sekolah. Melalui jalur sekolah meliputi program 6 tahun di SD dan program 3

tahun di SLTP. Untuk tingkat SD diberlakukan pada SD regular, SD kecil, SD

Pamong, SD terpadu, MI, Pondok Pesantren, SDLT, dan Kelompok Belajar

Paket A. Sedangkan untuk tingkatan SLTP dilaksanakan SLTP Regular, SLTP

Kecil, SLTP Terbuka dan SLTP-LB dan Kelompok Belajar Paket B.

Tahun 2000 adalah mulai diberlakukannya Otonomi Daerah di

Indonesia. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam

mengelola pemerintahan di daerah, termasuk pengelolaan pendidikan (PP No.

25 Tahun 2000). Dengan Kebijakan Otonomi Daerah ini terbuka kesempatan

bagi para ahli, praktisi, dan pengamat pendidikan untuk bersama-sama

memberdayakan pendidikan secara menyeluruh, termasuk wajib belajar 9 tahun.

Otonomi pendidikan merupakan salah satu kesempatan yang sangat baik bagi

daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing yang

merupakan tolak ukur kualitas sumber daya manusia. Ada keberagaman daerah

dalam menyikapi diberlakukannya otonomi pendidikan. Di satu pihak ada

Page 21: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

21

daerah yang optimis, dan di pihak lain ada yang pesimis. Daerah yang merasa

pesimis disebabkan oleh realitas kondisi daerahnya, khususnya kemampuan

masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan yang berbeda-beda (Suyanto

dalam Bentri dkk. 2008).

Diyakini atau tidak, pendidikan dasar 9 tahun merupakan wahana yang

paling efektif untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dan peningkatan

mutu sumber daya manusia di Indonesia pada umumnya. Bagaimanapun berat

dan sulitnya permasalahan yang ada pada awalnya, dengan adanya kebijakan

desentralisasi penyelenggaraan pendidikan akan dapat dikelola dengan lebih

murah dan lebih cepat. Desentralisasi pendidikan dapat mengembangkan

kreativitas siswa, guru, kepala sekolah, dan masyarakat. Untuk itu perlu

diberlakukan manajemen berbasis sekolah (school based management) dengan

tujuan agar sekolah dapat mengelola proses belajar mengajar dengan lebih baik

sehingga dapat meningkatkan pembelajaran siswa. Artinya, manajemen berbasis

sekolah harus mampu melaksanakan perbaikan proses belajar mengajar di kelas

(classroom change) agar membuahkan pengalaman yang menyenangkan dan

bermanfaat bagi kehidupan siswa (Zais dalam Bentri, dkk. 2008).

4. Penyelenggaraan Wajib Belajar 9 Tahun

Dalam pasal 3 Bab III Peraturan Pemerintah RI No. 47 Tahun 2008

tentang Wajib belajar, pasal 3 menjelaskan bahwa:

(a) Diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan

pendidikan informal.

Page 22: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

22

(b) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur formal dilaksanakan minimal

pada jenjang pendidikan dasar yang meliputi SD, MI, SMP, MTs, dan

bentuk lain yang sederajat.

(c) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur pendidikan nonformal

dilaksanakan melalui program Paket A, program Paket B, dan bentuk lain

yang sederajat.

(d) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur pendidikan informal

dilaksanakan melalui pendidikan keluarga dan/atau pendidikan

lingkungan.

(e) Ketentuan mengenai penyetaraan pendidikan nonformal dan pengakuan

hasil pendidikan informal penyelenggara program wajib belajar terhadap

pendidikan dasar jalur formal diatur dalam peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.

Selanjutnya pasal 4 menjelaskan bahwa Program wajib belajar

diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah sesuai kewenangannya,

atau masyarakat.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa

program Paket A dan paket B merupakan penyelenggara wajib belajar pada jalur

pendidikan nonformal.

I. Pendidikan Orang Dewasa

1. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa

UNESCO mendefinisikan pendidikan orang dewasa sebagai seluruh proses

pendidikan yang teroganisasi di luar sekolah dengan berbagai bahan belajar,

Page 23: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

23

tingkatan, dan metode, baik bersifat resmi maupun tidak yang diperoleh dari

sekolah, akademi, universitas atau magang. Pendidikan tersebut diperuntukkan

bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat

mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualitas

teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru, serta

mengubah sikap dan perilakunya. Tujuannya ialah agar orang-orang dewasa

mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara seimbangang

dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berkembang.

Menurut Coombs (Anisah Basleman, 2005:20) pendidikan orang dewasa

merupakan kegiatan yang terorganisasi dengan sistematik. Aktivitas

pendidikannya berbeda dengan sistem formal yang tidak memiliki struktur

hierarkis, lebih menekankan pada pengalaman pembelajaran, perhitungan waktu

yang tidak terlalu ketat, dan semua aktivitas diadakan di luar system institusi

formal.

Menurut Liveright dan Havygood (Basleman, 2005:20) pendidikan orang

dewasa adalah pendidikan bagi orang tidak tamat sekolah regular dengan

aktivitasnya yang terorganisasi dan mengarahkan kepada pemberian informasi,

pegetahuan, sikap, keterampilan, dan mengarah tingkah laku agar peserta mampu

mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah perorangan dan komutitas.

Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan

ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and

arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat

diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the

science and arts of teaching children).

Page 24: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

24

Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga

dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa

apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut

dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan

kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila

telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.

Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang bahwa

seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan

telah memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Dengan demikian orang

dewasa diartikan sebagai orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi

biologis, sosial dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab,

dan peran dalam kehidupan. Namun kedewasaan seseorang akan bergantung pula

pada konteks sosio-kulturalnya. Kedewasaan itupun merupakan suatu gejala yang

selalu mengalami perubahan dan perkembangan untuk menjadi dewasa. Istilah

“andogogi” berasal dari “andr” dan “agogos” berarti memimpin, mengamong,

atau membimbing.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pendidikan orang

dewasa adalah belajar dari pengalaman yang didesaian untuk orang dewasa

dengan tidak memberikan materi dan metode baku yang digunakan.

Pendidikan orang dewasa dalam kenyataan di lapangan memiliki variasi

aktivitas yang dilaksanakan oleh orang dewasa. Pendidikan orang dewasa muncul

karena mengingat orang dewasa memiliki sekian banyak kegiatan.

2. Tujuan Pendidikan Orang Dewasa

Page 25: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

25

Lawrance (Basleman, 2005:24) mengemukakan bahwa pendidikan orang

dewasa pada dasarnya adalah pendidikan yang lebih menitik beratkan pada

mendorong masyarakat sesuai dengan potensi. Pendidikan orang dewasa

mengembangkan rasionalitas keberadaan individu. Mendidik mereka untuk

mampu mengambil keputusan dengan penuh tanggung jawab. Pendidikan orang

dewasa lebih memperhatikan kepada kontribusi kegiatan yang dapat

mengembangkan pemikiran (mind), perasaan yang rasional dari individu sehingga

dari mereka akan muncul materi dan keterampilan yang didasarkan pada

pengetahuanda perilaku intelegensinya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa pendidikan orang dewasa mempunyai tiga tujuan seperti berikut:

a. Peningkatan Intelektual

Orang dewasa memerlukan alat atau instrument yang memungkinkan

mereka untuk mengembangkan diri menjadi individu yang meningkat, dengan

menekankan pada pengembangan segi instrinsik atau bahan dasar/esensial di suatu

masyarakat.

b. Aktualisasi Diri

Abraham Maslow dan Carl Rogers (Basleman, 2005:25) menyatakan

bahwa pendidikan mempunyai makna pengarahan ke aktualisasi diri dan

menjadikan individu berfungsi secara penuh. Maslow menekankan bahwa

pendidikan membantu seseorang menjadi manusia yang terbaik.

Knowles (Basleman, 2005) mengemukakan bahwa pendidikan adalah

suatu proses belajar agar perkembangan emosi dan intelektual individu menjadi

baik. Ini adalah tujuan dan misi pendidikan orang dewasa untuk mendorong orang

dewasa mengembangkan potensi mereka secara penuh. Oleh karena itu,

Page 26: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

26

andragogfi merupakan seni dan ilmu untuk membangun orang dewasa belajar,

untuk memvasilitasi individu tersebut. Selanjutnya Knowles menyampaikan

bahwa karakteristik pendidikan orang dewasa sebagai berikut. Pendidikan orang

dewasa mementingkan perkembangan setiap individu, memberikan perbaikan

yang santat berharga bagi individu yang bersalah, dan menimbulkan

kepercayaan/keyakinan bahwa manusia mampu membuat keputusan yang baru

bila diberi informasi yang baik serta dorongan, juga memungkinkan individu

untuk berkembang dan memutuskan sesuatu apabila dihadapkan pada pilihan nilai

yang saling bertentangan. Pendidikan orang dewasa menekankan kepada potensi

setiap individu yang perlu dikembangkan dan dikontrol melalui aktivitasnya”.

Knowless menjelaskan tujuan pendidikan orang dewasa “untuk menjadikan orang

dewasa menyadari tentang kesulitan yang dihadapi dalam perannya dan mampu

mengatasinya”. Orang dewasa adalah mereka yang sensitive tentang kesulitan

yang dihadapi dan komitmen serta berusaha untuk mengatasi sendiri. Khowles

mengemukakan bahwa yang terpenting dalam pembelajaran orang dewasa ialah

efek atau dampaknya bagi peserta diklat.

Kallen dan Gray (Basleman, 2005:28) mengemukakan bahwa program

pendidikan orang dewasa adalah mendorong seseorang untuk mengembangkan

inteletual, moral, dan estetika. Untuk itu, perlu diajarkan masalah sosial, politik

dan agama, serta nilai-nilai yang perlu diajarkan dalam suatu kebudayaan. Hal ini

akan memberi kontribusi pengembangan individu, kemampuan individu untuk

menyaring nilai yang ada di masyarakatnya, bersikap dan memiliki perasaan

sesuai dengan nilai tersebut. Dengan demikian, masyarakat memerlukan

Page 27: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

27

seseorang yang mampu mengklarifikasi nilai, membuat analisis, dan

mengembangkan potensi individu.

Apabila pengembangan individu diterima sebagai tujaun pendidikan orang

dewasa, maka yang diajakan harus berpusat pada pengalaman individu, sedangkan

widyaiswara berfungsi sebagai fasilitator, dan proses pembelajarannya melalui

eksperimen dan penemuan. Jadi, pendekatan dalam pendidikan orang dewasa

lebih bersifat student centered.

Berkaitan dengan fungsi pendidik dikemukakan bahwa pendidikan orang

dewasa merupakan teknik yang sesuai dengan orang dewasa yakni

pendidik/widyaiswara berfungsi sebagai fasilitator untuk menjadikan orang

dewasa menjadi peserta diklat yang mampu mengarahkan dirinya sendiri.

Tujuan pendidikan orang dewasa tidak hanya menjadikan seseorang

mampu mengatasi kondisi yang sulit pada masyarakat modern tetapi pendidikan

orang dewasa juga harus mampu memberi semangat peserta didik/peserta diklat

untuk lebih maju. Oleh karena itu, ia yakin perlu adanya proaktif memfasilitasi

pengembangan individu, menjadikan individu mampu mengarahkan dirinya

sendiri yang menjadi tanggung jawabnya untuk lebih memungkinkan eksistensi

sebagai manusia. Tujuan pendidikan orang dewasa untuk mengembangkan dan

menumbuhkan individu, agar tujuan tersebut berhasil perlu keikutsertaan

lingkungan di dalam kurikulum serta materi pendidikan orang dewasa yang terjadi

dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu, pengetahuan yang diberikan

hendaknya terkait dengan pengalaman individu tersebut. Oleh karena itu, proses

pembelajaran hendaknya lebih bersifat individual.

c. Transformasi Sosial

Page 28: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

28

Ivan lllich (Basleman, 2005:29) menyarankan untuk mengadakan revolusi

belajar dalam masyarakat untuk mendorong perubahan budaya. Ia menyatakan

sikapnya bahwa upaya untuk mengadakan perubahan yang tambal sulam terhadap

komponen dan proses belajar dalam pendidikan yang ada sekarang tidak akan

menjamin tumbuhnya masyarakat baru yang dapat dengan segera memecahkan

masalah-masalah yang dihadapinya. Untuk mengadakan revolusi belajar.

Lllich (Anisah Baslemank, 2005:30) menganjurkan perubahan secara

menyeluruh dalam system pendidikan yang ada sekarang dengan

menyelenggarakan jaringan-jaringan belajar (learning webs) di masyarakat.

Program jaringan belajar ini mencakup pertukaran keterampilan dan keahlian, dan

mempertemukan peserta didik/peserta diklagt yang memiliki kebutuhan belajar

dengan sumber belajar yang tepat untuk melayaninya.

Tujuan pendidikan orang dewasa tidak dapat dilepaskan dari suatu proses

pendidikan. Hal tersebut mencakup materi, sikap, keterampilan, metode,

pandangan pendidikan dan peserta diklat yang harus dipertimbangkan dalam

proses pendidikan tersebut. Pendidikan tidak ada yang membuat statemen tertentu

tentang tujuan, baik maksud, tujuan umum, maupun tujuan khusus karena

pendidikan orang dewasa memiliki karakteristisk yang berbeda antara satu tempat

dengan lainnya baik sumber belajarnya, peserta diklat, proses, dan hasilnya. Oleh

karena itu dalam buku Adult Education and Action beberapa pakar pendidikan

orang dewasa mengemukakan filosofi dan tujuan pendidikan orang dewasa sesuai

dengan area dari pendidikan orang dewasa. Tokoh-tokoh tersebut antara lain

Kohberg dan Myer yang mengidentifikasi tiga kategori pemikiran tentang

pendidikan orang dewasa, seperti berikut. Pertama bersifat romantis, dengan

Page 29: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

29

penekanan pada kesehatan, pertumbuhan, dan pemeliharaan serta bimbingan yang

merupakan bagian terdalam dari individu itu sendiri, yaitu inspirasinya. Kedua

transmisi kebudayaan dengan penekanannya para transmisi pengetahuan, sikap,

nilai, dan keterampilan dari suatu kebudayaan. Ketiga yang bersifat progresif

dengan memfokuskan pada pelaksanaan pemecahan masalah serta peningkatan

kualitas kehidupan seseorang di dalam suatu masyarakat.

Page 30: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu

penelitian yang dilakukan secara langsung di lapangan untuk memperoleh data

yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena dari

sifat data (jenis informasi) yang dicari atau dikumpulkan bersifat kualitatif. Di

samping itu fenomena yang dihadapi adalah fenomena sosial yang berhubungan

dengan perilaku dan interaksi sosial yang terjadi di SKB Disdik Kota Banjarmasin

yang menjadi tempat penyelenggarakan pembelajaran kesetaraan program

Paket B.

Penelitian kualitatif di samping dapat mengungkap dan mendeskripsikan

peristiwa-peristiwa riil di lapangan, juga dapat mengungkapkan nilai-nilai

tersembunyi (hidden value) dari penelitian ini. Di samping itu penelitian ini juga

peka terhadap informasi-informasi yang bersifat deskriptif dan berusaha

mempertahankan keutuhan objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti

berada pada posisi sebagai instrumen kunci (Lincoln dan Guba, 1985 : 198).

B. Penetapan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Dinas

Pendidikan Kota Banjarmasin. Dipilihnya SKB Dinas Pendidikan Kota

Banjarmasin ini sebagai lokasi penelitian karena :

Page 31: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

31

1. Dibandingkan dengan lembaga-lembaga lainnya yang ada di Kota Banjarmasin

SKB merupakan lembaga yang sudah lama melaksanakan pembelajaran

kesetaraan

2. SKB Kota Banjarmasin secara rutin dan kuntinu menyelenggarakan program

pembelajaran kesetaraan.

3. Dilihat dari jumlah tutor dan warga belajar, SKB lebih banyak dibanding

dengan lembaga lainnya.

Pelaksanaan penelitian ini juga berdasarkan pendapatnya Moleong

(1999:86) yang mengatakan bahwa ,”cara terbaik yang perlu ditempuh dalam

penentuan lapangan penelitian adalah dengan jalan mempertimbangkan teori

substantif, pergilah dan jajakilah lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian

dengan kenyataan yang berada di lapanagan. Keterbatasan geografis dan praktis

seperti waktu, biaya, tenaga, perlu pula dijadikan pertimbangan dalam menentukan

lokasi penelitian.

C. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

a. Key informan, yaitu informan awal atau informan kunci yang dipilih seara

purposif (purposive sampling). Pemilihan informan ini didasarkan atas

subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia

memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan masalah

penelitian. Dari informan kunci kemudian peneliti meneruskan pengumpulan

data keinforman berikutnya dan seterusnya sampai peneliti merasa bahwa

informan sudah cukup yakni jika sudah menunjukkan kejenuhan informasi.

Page 32: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

32

Sebagaimana dikatakan Muhadjir (2000) bahwa bila dengan menambah

informan hanya memperoleh informasi yang sama, berarti jumlah informan

sudah cukup (sebagai informan terakhir) karena informasinya sudah jenuh.

Cara seperti ini disebut dengan teknik Snowball Sampling yaitu informasi

dipilih secara bergulir sampai menunjukkan tingkat kejenuhan informasi

atau disebut juga dengan theoritical sampling.

b. Tempat dan peristiwa, sebagai sumber data tambahan yang dilakukan

melalui observasi langsung terhadap tempat dan peristiwa yang berkaitan

dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Paket Paket B

c. Dokumen yang relevan, yaitu berbagai dokumen yang berkaitan dengan

data-data Paket B baik menyangkut tentang tutor maupun tentang peserta

didik.

2. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi kata-kata atau cerita langsung dari

para informan penelitian, tulisan dari berbagai dokumen kelompok penyelenggara

paket B baik yang berkaitan dengan peserta didik maupun .Keterangan berupa kata-

kata atau cerita laangsung dari informan dijadikan sebagai data primer (utama),

sedangkan tulisan atau data dari berbagai dokumen dijadikan data sekunder

(pelengkap).

Page 33: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

33

D. Proses Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif ini peneliti sendiri yang menjadi instrumen

utama yang turun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi baik

melalui observasi maupun wawancara.

Untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat bantu

berupa catatan lapangan, kamera foto dan pedoman wawancara. Dalam penelitian

ini, proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti meliputi tiga kegiatan :

1. Proses memasuki lokasi penelitian (gettting in)

Dalam tahap ini, peneliti memasuki lokasi penelitian dengan membawa izin formal

dari instansi terkait, sebagai bukti bahwa peneliti benar-benar akan mengadakan

penelitian. Kemudian peneliti terlebih dahulu menemui staf Sanggar Kegiatan

Belajar (SKB) Kota Banjarmasin, setelah itu baru menemui para penyelenggara dan

tutor program Paket B di kelompok belajar masing-masing. Dalam hal ini peneliti

berusaha menjalin hubungan baik khususnya dengan para pengelola lembaga

penyelenggara Paket B untuk mendapatkan data yang benar-benar valid.

2. Ketika berada di lokasi penelitian (getting along)

Pada tahap ini, peneliti menjalin hubungan dengan responden penelitian. Melalui

teknik snowball peneliti mencari informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan

program Paket B. Di samping itu juga, peneliti mengadakan pengamatan secara

langsung terhadap kelompok belajar yang menjadi objek penelitian.

3. Mengumpulkan Data

Dalam tahap ini, ada tiga macam teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan,

yaitu :

Page 34: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

34

a. Wawancara (interview)

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat

yang dinamakan interview guide (penduan wawancara) (Nazir, 1983: 234).

Menurut Patton (Supiani, 2009) teknik wawancara dalam penelitian

kualitatif terbagai atas tiga kategori, yaitu 1) wawancara dengan cara melakukan

pembicaraan informal (informal conversational inteview), 2) wawancara umum

yang terarah (general interview guide approach), dan 3) wawancara terbuka

yang standar (standardized open-ended interview)). Dari tiga kategori tersebut,

teknik yang penulis gunakan adalah teknik pembicaraan informal dan

wawancara terbuka yang standar.

Wawancara ini dilakukan dengan kepala SKB, staf SKB yang

menangani program Paket B, ketua penyelenggara program, para tutor dan juga

dengan warga belajar. Tujuan wawancara ini adalah untuk menggali data

tentang input warga belajar, manajemen penyelenggaraan program, dan kualitas

hasil belajar para warga belajar.

b. Observasi Langsung

Pengumpulan data dengan observasi /pengamatan secara langsung

adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan

alat standar lain untuk kepentingan tersebut (Nazir, 1983: 212). Tidak jauh

berbeda dengan definisi tersebut, Hadi (2002:136) mengatakan bahwa observasi

adalah merupakan metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan

dan pencatatan yang sistemik mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki.

Page 35: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

35

Teknik observasi ini dilakukan untuk mengamati suasana belajar

mengajar di kelompok belajar yang menjadi objek penelitian.

c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis. Lincoln dan Guba (1985) mengatakan bahwa dokumen ialah setiap

bahan tertulis ataupun film yang sering digunakan untuk keperluan penelitian.

Moleong (1999) menyatakan bahwa dokumen dapat dibagi dua yaitu dokumen

pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi berisi catatan-catatan yang

bersifat pribadi, sedangkan dokumen resmi berisi catatan-catatan yang sifatnya

formal.

Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik

dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang

sudah ada. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang Sanggar

Kegiatan Belajar di Kota Banjarmasin. Selain itu juga digunakan untuk

menghimpun data yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kelompok

belajar, tutor, warga belajar dan hasil belajar.

E. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknis analisis model interaktif (interactive

model of analysis) dari Miles dan Huberman. Pada model analaisis interaktif ini

peneliti bergerak pada tiga komponen, yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (verification).

Page 36: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

36

Proses analisis interaktif ini dapat disajikan dalam bentuk gambar sebagai

berikut :

Gambar 1. Analisis data Model Interaktif

Sumber : Miles dan Huberman (1992:20)

Reduksi data diartikan bahwa data yang diperoleh dari lokasi penelitian

atau data lapangan dituangkan dalam uraianatau laporan lengkapdan terinci.

Laporan lapangan oleh peneliti akan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok,

difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya (melalui

proses penyuntingan, pemberian kode, dan pentabelan). Reduksi data ini

dilakukan terus menerus selama proses penelitian berlangsung.

Penyajian data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk

melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

Dengan kata lain merupakan pengorganisasian data ke dalam bentuk tertentu

sehingga kelihatan dengan sosoknya yang lebih utuh.

Pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

bukan sesuatu yang berlangsung linier, melainkan merupakan suatu siklus yang

interaktif, karena menunjukkan adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk

Penyajian data

Reduksi Data

Kesimpulan/Verifikasi

Pengumpulan data

Page 37: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

37

memahami atau mendapatkan gambaran dan pengertian yang mendalam

komprehensif, yang rinci mengenai suatu masalah sehingga dapat melahirkan

suatu kesimpulan yang induktif.

Penarikan kesimpulan/verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini

dilakukan seara terus menerus sepanjang penelitian berlangsung. Sejak awal

memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk

menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola,

tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya

yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih tentatif. Akan tetapi, dengan

bertrambahnya data melalui verifikasi seara terus menerus, maka akan diperoleh

kesimpulan yang bersifat “ grounded”. Dengan kata lain setiap kesimpulan

senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung melibatkan

inpretasi peneliti. Komponen-komponen analisis data tersebut di atas oleh Miles

dan Huberman (1992:20) disebut sebagai “model interaktif”

F. Keabsahan data

Setiap penelitianmemerlukan adanya standar untuk melihat derajat

keperayaan atau kebenaran terhadap hasil penelitian tersebut. Di dalam penelitian

kualitatif standar tersebut sering disebut dengan keabsahan data. Moleong

(1999:173) mengemukakan bahwa ada empat kriteria yang digunakan untuk

memeriksa keabsahan data, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan

(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Untuk memeriksa keabsahan data dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Kredibilitas

Page 38: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

38

Untuk memeriksa kredibilitas dilakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Memperpanjang masa observasi

Dengan cara ini, peneliti mempunyai waktu beberapa Minggu untuk betul-

betul mengenal situasi lingkungan, untuk mengadakan hubungan baik

dengan para informan. Dengan keadaan yang demikian, peneliti bisa

mengeek data yang diperoleh dari informan sehingga data yang diperoleh

sudah dirasa benar

b. Melakukan Peer debriefing

Hasil kajian didiskusikan dengan orang lain yang mempunyai pengetahuan

tentang pokok penelitian dan metode penelitian yang diterapkan. Hal ini

dilakukan untuk memperoleh masukan, saran dan kritik berkaiatan

dengan hasil penelitian.

c. Melakukan Triangulasi

Hal ini dilakukan dengan maksud mengeek kebenaran data tertentu dan

membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada

berbagai fase penelitian di lapangan, pada waktu yang berlainan, dan

sering dengan menggunakan metode yang berlainan

2. Keteralihan

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan

antara konteks pengirim dn penerima. Untuk melakukan keteralihan tersebut,

peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam

konteks yang sama. Keteralihan hasil penelitian ini berkenaan dengan

Page 39: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

39

pertanyaan, hingga manakah hasil penelitian ini dapat dipublikasikan atau

digunakan dalam situasi-situasi lain.

3. Ketergantungan dan Kepastian

Untuk mengecek apakah hasil penelitian ini benar atau salah, peneliti

akan mendiskusikannya dengan semua tim setahap demi setahap, mengenai

konsep-konsep yang dihasilkan di lapangan. Setelah hasil penelitian dianggap

benar, kemudian dibuat dalam satu laporan untuk diseminarkan. Dengan

seminar diharapkan diperoleh banyak masukan untuk menambah kualitas dari

hasil kajian

Page 40: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Warga Belajar Kejar Paket B di SKB Banjarmasin

1. Jumlah Warga Belajar

Sama halnya dengan sekolah formal, setiap tahunnya SKB Dinas

Pendidikan Kota Banjarmasin secara rutin melakukan penerimaan warga

belajar yang baru.

Setiap tahun sebenarnya cukup banyak warga belajar yang ingin

masuk di program Paket B SKB Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin,

tetapi karena anggaran untuk penyelenggaraan tidak tersedia, maka

untuk tahun ajaran 2012/2013 tidak menyelenggarakan program Paket B

kelas baru. Sebagaimana yang dikatakan oleh kepala SKB yaitu

Hikmatullah bahwa :

“ penerimaan warga belajar di SKB disesuaikan dengan daya

tampung dan ketersediaan dana dari pemerintah, dan yang lebih

diutamakan adalah usia prioritas, selebihnya biasanya kami

arahkan ke lembaga lain yang juga menyelenggarakan

pendidikan nonformal yang terdekat dengan tempat tinggal

mereka. Untuk tahun ajaran 2012/2013 SKB tidak melakukan

penerimaan siswa baru karena tidak memperoleh bantuan dana

dari pemerintah baik dari APBD maupun APBN (W/KSKB/28-

12-2012).

Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Henry Firdaus Agus salah seorang pamong belajar di SKB bahwa :

“ tahun ajaran baru tadi (2012/2013) kami tidak melakukan

penerimaan warga belajar baru untuk kelas VII karena

anggaran dari pemerintah tidak ada, jadi untuk program paket

B yang sekarang berjalan hanya kelas VIII dan kelas IX.

Selama ini pembelajaran paket B secara rutin mendapatkan

dana dari pemerintah, jadi warga belajar semuanya

digratiskan” (W/PHFA/10-03-2013).

Page 41: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

41

Apa yang telah dikemukakan oleh informan tersebut di atas juga

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hikmatullah mengatakan bahwa

“ pembelajaran Paket B di SKB saat ini hanya kelas VIII dan

kelas IX, kelas VIII dilaksanakan di gedung SKB dan kelas IX

dilakasanakan di tempat lain yaitu di gedung madrasah

Ibtidaiyah yang terletak di gang perjuangan jalan Pangeran

Muhammad Nur Pelambuan. Tidak adanya kelas VII karena

tahun ajaran baru tadi SKB tidak mendapatkan bantuan dana

dari pemerintah. Kalau mereka harus membayar tidak

mungkin, karena mereka kebanyakan dari masyarakat yang

tidak mampu. Jadi kalaupun dibuka pendaftaran yang

swadana, maka sudah bisa ditebak tidak ada juga yag

mendaftar” (W/KSKBH/6-03-2013)

Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh penyelenggara yaitu Mardiana. Beliau menyatakan :

“ warga belajar program paket B di SKB Dinas Pendidikan Kota

Banjarmasin saat ini berjumlah 40 orang, dimana kelas VIII

berjumlah 20 orang dan kelas IX berjumlah 20 orang. Untuk

kelas VII tahun tadi tidak membuka pendaftaran warga belajar

yang baru karena tidak mendapat bantauan dana

penyelenggaraan dari pemerintah” (W/PM/02-01-2013)

Selain menyelenggarakan program Paket B, SKB Kota

Banjarmasin juga menyelenggarakan program pembelajaran Paket A

dan Paket C. Karena keterbatasan ruang kelas, maka tempat

penyelenggaraan program Paket B tidak bisa sebaik di gedung yang

lama. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hikmatullah :

“ sejak gedung SKB dipindah ke gedung yang sekarang ini, maka

pembelajaran program Paket B kondisinya tidak bisa seperti

yang dulu, karena gedung yang sekarang ruangannya sangat

terbatas, khususnya untuk yang kelas VIII”. (W/KSKB/28-12-

2012).

Page 42: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

42

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa SKB

sebagai lembaga pemerintah sudah lama menyelenggarakan pendidikan

nonformal termasuk program Paket B. Dengan kata lain SKB Dinas Pendidikan

Kota Banjarmasin sudah dikenal oleh masyarakat kota Banjarmasin sebagai

lembaga yang konsisten menyelenggarakan pendidikan nonformal. Oleh karena

itu saat ini tidak sesulit waktu dulu untuk mencari warga belajar, sebagaimana

yang dikatakan oleh kepala SKB Hikmatullah bahwa :

“ pada awal-awal pelaksanaan program Paket B rekruitmen warga belajar

kami lakukan melalui ketua RT ketua RT dan juga melalui selebaran

yang kami sebarkan ke masyarakat. Sekarang ini mereka datang sendiri

untuk ikut belajar di Paket B. Biasanya mereka mengetahui dari

informasi kawannya yang sudah terdahulu belajar di sini”

(W/KSKBH28-12-2012)

Keterangan senada juga dikemukakan oleh Mardiana bahwa :

“ sekarang masyarakat sudah mengetahui tentang program Paket B

artinya sudah tersosialisasi dengan baik ke masyarakat. Dulu susah

sekali mencari warga belajar yang mau sekolah di Paket B, kadang-

kadang mereka kami jemput agar mau datang. Atau bisa juga pada awal-

awal mereka rajin belajar, namun tidak berapa lama kemudian tidak

muncul-muncul lagi” (W/PM/28-12-2012)

Dari penjelasan infroman di atas dapat diketahui bahwa sekarang ini

sudah adanya kesadaran dari masyarakat untuk mau masuk di program Paket B.

Ini terbukti dengan adanya pendaftar pada setiap tahunnya.

a. Usia

Sasaran program kesetaraan paket B adalah setiap warga Negara

Indonesia lulusan SD/MI, program paket A, ujian persamaan SD dan yang putus

sekolah menengah pertama berusia 13 tahun ke atas dengan prioritas usia 13

sampai dengan 24 tahun . Dengan demikian usia warga belajar program

Page 43: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

43

kesetaraan paket B umumnya di atas rata-rata usia siswa di sekolah formal

(SMP/MTs) yang berkisar antara 12 sampai dengan 20 tahun. Berdasarkan

observasi yang peneliti lakukan di kelas VIII (O/TBSKB/06-03-2013) terlihat

hampir semuanya masih usia sekolah, tetapi saat peneliti melakukan observasi

di kelas IX (O/TBMI/17-03-2013) terlihat banyak yang sudah berumur (di atas

usia sekolah).

Salah seorang informan yang menjadi tutor di SKB yaitu Hikmatullah

mengatakan bahwa :

“ warga belajar program paket B sebagian besar di atas 16 tahun, bahkan

kelas IX sudah ada yang berusia 45 tahun. Tidak seperti halnya di

sekolah formal , kami memang tidak membatasi usia mereka. Selama

mereka mau belajar di paket B kami akan menerimanya. Usia di bawah

15 tahun sebenarnya juga ada, namun hanya beberapa orang aja.

Biasanya mereka yang pindahan dari sekolah formal usianya lebih

muda ” (W/KSKBH/6-03-2013)

Apa yang dikemukakan oleh Hikmatullah tidak jauh berbeda dengan apa

yang dikemukakan oleh Mardiana yang juga sebagai penyelenggara sekaligus

sebagai tutor bahwa:

“ usia warga belajar di program paket B sebagian besar antara 16 sampai

dengan 20 tahun, namun ada juga warga belajar yang berusia di atas 25

tahun” (W/TM/18-01-2013)

Keterangan lainnya yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh

Abdurrahman yang sudah duduk di kelas IX bahwa

“ wahini umur ulun sudah 27 tahun. Ulun dahulunya sabalum umpat

belajar di paket B ini umpat belajar di Paket A, imbah lulus Paket A

manarusakan ka Paket B (saat ini usia saya sudah 27 tahun, saya

dulunya sebelum ikut belajar di paket B ikut belajar di Paket A.

Setelah lulus Paket A meneruskan ke Paket B) (W/WBA/17-03-2013)

Page 44: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

44

Warga belajar yang duduk di kelas IX usianya memang banyak yang

sudah di atas 20 tahun, bahkan ada yang sudah berusia 45 tahun.

b. Status Perkawinan

Jika di sekolah formal siswa tidak diperbolehkan menikah, berbeda

halnya dengan di sekolah nonformal. Di sekolah nonformal siapapun

diperbolehkan untuk belajar termasuk mereka yang sudah berkeluarga.

Sebagaimana keterangan dari Mardiana bahwa :

“ warga belajar di Paket B ini sebagian memang sudah berkeluarga,

karena memang tidak ada larangan untuk itu. Bagi mereka yang sudah

berkeluarga tentunya harus ada ijin dari suami atau isterinya.

Sepengetahuan saya, untuk kelas IX warga yang sudah berkeluarga

sekitar 40% (W/PM/17-03-2013).

Pernyataan lainnya dikemukakan oleh Henry Agus Firdaus bahwa “

karena di pendidikan nonformal ini tidak membatasi status perkawinan

seseorang, maka banyak juga warga belajar yang sudah menikah ikut Paket B”

(W/PHAF/06-03-2013)

Keterangan di atas diperkuat oleh penyataan salah seorang warga belajar

yaitu Abdur Rahim

“ ulun sudah menikah dan baisi anak. Dulu ulun tamasuk sungsung

kawin. Kakawanan ulun di kelas IX ini banyakai jua nang sudah

kawin. Amun di sakulahan biasa kada kawa umpat masuk, makanya

ulun masuk sakulah di sini”. (“saya sudah menikah dan punya anak.

Dulu saya termasuk cepat kawin. Teman-teman saya di kelas IX ini

banyak juga yang sudsh kawin. Kalau di sekolah biasa (sekolah

formal) tentu tidak bisa masuk, makanya saya masuk di sekolah ini

(Paket B)” (W/WBA/17-03-2013)

Page 45: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

45

c. Status Pekerjaan

Tidak seperti halnya di sekolah formal dimana siswa lebih fokus untuk

belajar,` namun di sekolah nonformal ini warga belajar program Paket B

umumnya sambil bekerja. Hal ini dikemukakan oleh kepala SKB bahwa

“sebagian warga belajar Paket B di SKB bekerja, ada yang bekerja sebagai

tukang bangunan, ada yang bekerja sebagai penjaga toko dan ada yang

membantu orang tua berjualan” (W/KSKBH/06-03-2013)

Berkaitan dengan status pekerjaan warga belajar ini, Henry Agus

Firdaus juga mengatakan :

“ warga belajar memang banyak juga yang bekerja, ada yang bekerja di

pabrik udang, pabrik rotan dan ada juga yang bekerja di pabrik kayu.

Biasanya jika sudah berijasah Paket B, kedudukan mereka di tempat

kerja akan semakin baik. Oleh karena itulah mereka termotivasi untuk

belajar sampai selesai di paket B” (W/PHAF/06-03-2013)

Pernyataan di atas dikuatkan oleh salah seorang warga belajar yaitu

Akhmad Rizki yang mengatakan :

“ ulun sakulah sambil bagawi karena kuwitan kada mampu. Gawian

ulun kada manantu ae, kadang-kadang umpat orang bagawai di

bangunan. Mun pas bagawi paksa ae ulun kada masuk (“saya

sekolah sambil bekerja karena orang tua tidak mampu. Pekerjaan ulun

kada menentu, kadang-kadang ikut orang bekerja dibangunan. Kalau

kebetulan bekerja terpaksa saya tidak masuk”) (W/WBAR/06-03-

2013)

Pernyataan warga belajar lainnya dikemukakan oleh Abdurrahman yang

mengatakan :

“ ulun sudah bagawi dan bagawinya di swasta haja, gawian ulun jadi

cleaning service (saya sudah bekerja dan bekerjanya hanya di swasta,

pekerjaan saya di cleaning service) (W/WBA/17-03-2013)

Page 46: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

46

Seperti yang sudah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa tempat

belajar paket B ada yang di gedung SKB dan ada juga yang di luar SKB. Untuk

yang belajar di SKB, pembelajaran dilaksanakan pada pagi hari dan yang belajar

di tempat lain dilaksanakan mulai jam 14.00 wita. Untuk yang belajar pagi hari

memang hanya sebagian kecil saja yang bekerja, tetapi yang belajar sore hari

kebanyakan memang bekerja.

d. Latar Belakang Pendidikan Warga Belajar

Program Paket B adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan

nonformal setara SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan

formal atau berminat dan memilih Pendidikan Kesetaraan untuk ketuntasan

pendidikan dasar. Pemegang ijazah Program Paket B memiliki hak eligibilitas

yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka warga belajar yang bisa masuk ke

program Paket B adalah mereka yang sudah lulus Paket A, lulus SD atau

pindahan dari SLTP.

Berkaitan dengan latar belakang pendidikan warga belajar ini,

Hikmatullah mengatakan

“ sebagian besar warga belajar Paket B di SKB ini adalah lulusan

sekolah formal (SD), namun ada juga yang berasal dari lulusan Paket A,

namun yang lulusan dari Paket A hanya sebagian kecil, dan ada juga

beberapa orang pindahan dari sekolah formal. Untuk yang lulusan

sekolah formal (SD) biasanya sudah lulus beberapa tahun”

(W/KSKBH/06-03-2013)

Senada dengan pernyataan tersebut Mardiana juga mengatakan :

“ mayoritas warga belajar Paket B adalah lulusan SD, tapi karena

terkendala biaya kemudian tidak melanjutkan ke sekolah formal yang

Page 47: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

47

lebih tinggi (SMP). Terkadang mereka sempat berhenti satu atau dua

tahun tidak sekolah, kemudian baru masuk ke program Paket B. Selain

dari lulusan sekolah formal sebagian lagi pindahan dari sekolah formal”

(W/PM/30-01-2013)

Berkaitan dengan adanya warga belajar yang pindahan dari sekolah

formal, Henry Agus Fairdaus mengatakan :

“ warga belajar Paket B sebagian besar adalah lulusan SD, namun ada

juga berasal dari pindahan sekolah formal (SMP). Dia pindah ke

program Paket B karena sudah menikah. Walaupun sudah menikah

tetapi mereka tetap mempunyai motivasi yang kuat untuk terus

sekolah. Oleh keluarganya diberikan alternative melanjutkan di Paket

B “ (W/PHAF/06-03-2013)

e. Status Sosial Ekonomi Warga Belajar

Sosial ekonomi keluarga warga belajar didasarkan atas pekerjaan orang

tua dan jenis pekerjaan warga belajar sendiri (jika sudah bekerja). Status

ekonomi seseorang memang menentukan pilihan sekolah/tempat belajar orang

tersebut. Sehubungan dengan status ekonomi ini Mardiana mengatakan:

“ gambaran status ekonomi warga belajar Paket B sebagian besar

tergolong kurang mampu. Kondisi ini dapat dilihat dari pekerjaan

orang tua mereka yang kebanyakan bekerja sebagai buruh kasar atau

sebagai tukang ojek, yang tentu saja berpenghasilan tidak menentu”

(W/P/06-03-2013).

Tentang gambaran status sosial ekonomi warga belajar Paket B,

informan lainnya yaitu Idawati mengatakan:

“ berdasarkan pengamatan saya, keadaan ekonomi warga belajar Paket

B di SKB ini tergolong ekonomi lemah. Hal ini dapat diketahui dari

pekerjaan orang tua mereka yang serabutan dan tidak menentu”

(W/TMU/17-03-2013)

Pernyataan lainnya tentang kondisi ekonomi warga belajar dikemukakan

oleh Henry Agus Firdaus bahwa :

Page 48: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

48

“ warga belajar Paket B umumnya tergolong rendah, karena kondisi

yang demikianlah makanya itu merupakan salah satu alasan mereka

memilih sekolah di Paket B. Selama ini, penyelenggaraan program

Paket B di SKB tidak pernah memungut biaya, karena sudah dibiayai

oleh pemerintah (W/PHAF/06-03-2013).

Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa :

“ warga belajar paket B kebanyakan berasal dari ekonomi lemah,

memang ada saja yang naik kenderaan ke sini (SKB) tetapi itu hanya

beberapa orang. Warga belajar di sini banyak yang berasal dari

pinggiran kota Banjarmasin seperti daerah Simpang Jagung dan Teluk

Tiram” (W/PHFA/06-03-2013).

Pernyataan tersebut di atas dikuatkan oleh pernyataan salah seorang

warga belajar yaitu Akhmad Rezki yang mengatakan :

“ ulun sakulah di sini kawa sambil bagawi, karena orang tua ulun

kurang mampu. Ulun bagawinya di Ramayana” (saya sekolah di sini

bisa sambil bekerja, karena orang tua saya kurang mampu. Saya

bekerjanya di Ramayana”) (W/WBAR/06-03-2013)

Warga belajar lainnya yaitu Ahmad Alkaderi juga mengatakan :

“ sekolah di Paket B menurut ulun lebih praktis, karena ulun kawa

sambil bagawi membantu orang tua. Belajar di sini tiga hari aja

dalam seminggu yaitu Senin, Selasa dan Rabu. Orang tua ulun

usahanya bajaualan, jadi banyak waktunya ulun kawa membantu sidin

bajualan” ( “sekolah di Paket B menurut saya lebih praktis, karena

saya bisa sambil bekerja membantu orang tua. Belajar di sini tiga hari

saja dalam seminggu yaitu Senin, Selasa dan Rabu. Orang tua saya

usahanya berjualan, jadi banyak waktunya saya bisa membantu mereka

berjualan”) (W/WBAA/06-03-2013)

f. Jarak Tempat Tinggal Warga Belajar dengan SKB

Berdasarkan keterangan dari salah seorang pamong di SKB yang

sekaligus sebagai tutor yaitu Henry Firdaus Agus bahwa :

“ kebanyakan warga belajar yang ada di SKB adalah warga masyarakat

yang tinggal di pinggiran kota Banjarmasin, namun ada juga yang

bertempat tinggal di sekitar SKB (W/PHAF/06-0-2013)

Page 49: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

49

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa

karena terbatasnya tempat belajar di SKB, maka untuk program Paket B yang

dilaksanakan di degung SKB hanya untuk kelas VIII, sedangkan untuk kelas IX

tempat belajarnya meminjam sekolah madrasah yang terletak di Jl. Pangeran M.

Noor Kecamatan Banjarmasin Barat, yang berjarak sekitar lima km dari gedung

SKB.

Sebagaimana halnya yang dikemukakan oleh Hikmatullah bahwa :

“ Untuk yang belajar di gedung SKB berasal dari berbagai kecamatan di

wilayah Kota Banjarmasin, ada yang berasal dari kecamatan Alalak,

Jalan Pramuka km 6, jalan Keramat dll, tetapi untuk mereka yang belajar

di sekolah madrasah Alfalah umumnya warga sekitar” (W/KSKBH/17-

03-2013)

Untuk warga belajar kelas VIII yang tempat belajarnya di gedung SKB,

sebagian bertempat tinggal di sekitar SKB, namun yang banyak justru

bertempat tinggal di kecamatan lain, seperti yang dikemukakan oleh Akhmad

Rezki : “ rumah ulun di Basirih, jauh jua pang ke sini” (rumah saya di Basirih,

jauh juga kalau ke sini) (W/WBR/06-03-2013)

Berbeda halnya dengan warga belajar kelas IX, hampir semua warga

belajarnya bertempat tinggal tidak jauh dari tempat belajar (gang sederhana

kecamatan pelambuan kecamatan Banjarmasin Barat)

2. Peran Pengelola dalam Pembelajaran Kejar Paket B di SKB Banjarmasin

a. Mempersiapkan Sarana dan Prasarana Pembelajaran

Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara

langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan khususnya proses

belajar-mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan

Page 50: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

50

media pengajaran. Sedangkan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara

tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti

kebun, halaman, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan

secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk

pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai lapangan olah raga, komponen

tersebut merupakan sarana pendidikan. Sarana pendidikan dipandang dapat

membantu keberhasilan proses pendidikan. Selain itu, sarana pendidikan

mempermudah proses pendidikan.

Mengenai kelengkapan sarana pembelajaran yang ada di Sanggar

Kegiatan Belajar Disdik Kota Banjarmasin, Hikmatullah mengatakan :

“ sarana pembelajaran yang ada di SKB ini sudah tersedia, dan itu

memang disediakan oleh pemerintah. Namun kalau dilihat dari

kecukupan jumlah kelas, memang belum cukup, karena kami juga

menyelenggarakan program Paket A dan Paket C. Oleh karena

keterbatasan ruang belajar, maka untuk berbagai peralatan pembelajaran

keterampilan seperti gitar dan drum terpaksa diletakkan di ruang kantor

SKB (W/KSKB/28-12-2012).

Hikmatullah selanjutnya menjelaskan bahwa

“ yang ditempati sekarang adalah gedung SKB yang baru. Gedung SKB

yang lama sekarang lagi direnovasi. Gedung dulu cukup banyak ruang

belajarnya, sehingga kegiatan-kegiatan nonformal lainnyapun bisa

dilaksanakan, karena tempatnya yang cukup memadai” (W/KSKB/06-03-2013).

Selain tersedianya sarana sebagaimana yang dikemukakan oleh informan

di atas, informan lainnya yaitu Henry Firdaus Agus mengatakan :

“ bahwa kelengkapan lainnya yang dimiliki SKB adalah berbagai alat

keterampilan, khususnya alat-alat musik, seperti gitar dan drum. Di

samping itu juga SKB mempunyai ruang pembelajaran computer yang

semuanya bisa digunakan oleh warga belajar khususnya saat

pembelajaran keterampilan” (W/PHAF/06-03-2013).

Page 51: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

51

Apa yang dikatakan oleh Hikmatullah dan Henry Agus Firdaus sesuai

dengan apa yang peneliti lihat saat melakukan observasi langsung ke SKB.

Berbeda dengan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan nonformal

lainnya, sarana yang dimiliki SKB tergolong lebih lengkap dalam arti

tersedianya ruang belajar yang dilengkapi dengan meja dan kursi, walaupun

tidak selengkap di lembaga pendidikan formal. Salah satu ruangan

menyediakan adalah ruang pembelajaran computer.

Namun di sisi lain ruang belajar yang ada terlihat kurang mendukung

pelaksanaan pembelajaran yang kondusif, karena berdekatan dengan ruang

pembelajaran Paket B adalah ruang taman kanak-kanak. Sebagaimana diketahui

bahwa pembelajaran di taman kanak-kanak sering dengan permainan dan penuh

dengan keramaian yang terkadang juga sangat ribut. Hal ini tentu saja sangat

mengganggu di ruang Paket B yang pada saat bersamaan juga sedang

melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini jelas sekali terlihat pada saat peneliti

mengadakan observasi ke kelas Paket B ketika pembelajaran sedang

berlangsung, dimana warga belajar Paket B sangat tidak konsentrasi dalam

belajar, karena terganggu oleh ramainya kegaduhan di kelas sebelah (di ruang

Taman Kanak-Kanak). Ditambah lagi ruang pembelajaran Paket B yang sangat

sempit hanya sekitar 3m x 4 m.

Berbeda halnya dengan tempat pembelajaran Paket B yang kelas IX,

walaupun meminjam sekolah lain, namun ruang pembelajarannya cukup

memadai. yaitu gedung Madrasah Ibtidaiyah yang terletak di jalan Pangeran M.

Noor Gang Sederhana Kota Banjarmasin Barat.

Page 52: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

52

Selain dilengkapi dengan berbagai sarana pembelajaran, kelengkapan

lainnya yang disediakan adalah modul pembelajaran. Hikmatullah mengatakan

bahwa :

“ ketersediaan modul pembelajaran sangat penting bagi warga belajar

program paket B, karena mereka lebih banyak dituntut untuk belajar

mandiri. Pembelajaran tatap muka dengan tutor untuk kelas VIII hanya

tiga kali seminggu, dan untuk kelas IX hanya 2 x seminggu, selebihnya

tentu saja mereka harus belajar sendiri. Namun sekarang ini modul yang

ada sangat terbatas, sehingga warga belajar tidak semuanya bisa

membawa modul ke rumah ” (W/KSKBH/06-03-2013).

Tidak jauh beda dengan pernyataan informan di atas, Henry Agus

Firdaus juga mengatakan bahwa

“ Menurut saya modul yang tersedia sangat jauh dari mencukupi, padahal

warga belajar sangat membutuhkannya. Untuk mengatasinya terpaksa

mereka bergantian untuk menggunakan modul yang ada “ (W/PHAF/06-

03-2013)

Selain ruang belajar yang dilengkapi dengan fasilitas belajar lainnya

seperti meja, kursi dan papan tulis, modul pembelajaran, hal lain yang

dilengkapi oleh pengelola adalah berkaitan dengan administrasi. Berbagai

kelengkapan administrasi yang sudah dilengkapi, Hikmatullah mengatakan

“Untuk kelengkapan administrasi, kami mengacu pada ketentuan yang

sudah ada. Jadi semua kami lengkapi seperti papan nama, daftar hadir,

laporan keuangan, buku kemajuan belajar dan sebagainya”

(W/KSKBH/29-03-2013)

b. Melaksanakan Pembelajaran pada Pagi dan Sore Hari

Seperti di ketehui bahwa salah satu karakteristik pendidikan luar sekolah

adalah adanya keluwesan dalam penentuan waktu pelaksanaan belajar

mengajarnya. Untuk meningkatkan kehadiran warga belajar perlu dilakukan

Page 53: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

53

perjadwalan yang sesuai dengan kondisi warga belajar dan pemilihan waktu

dilakukan semaksimal mungkin dapat diikuti oleh semua warga belajar tanpa

harus merugikan mereka dengan meninggalkan pekerjaan, pemilihan waktu ini

akan lebih baik jika melibatkan seluruh warga belajar dengan musyawarah agar

kesepakatan penjadwalan dapat dipertanggungjawabkan secara bersama-sama.

Menurut Hikmatullah bahwa pembelajaran di SKB ada dua, ada yang

dilaksanakan pagi hari dan ada juga yang dilaksanakan sore hari. Selanjutnya

Hikmatullah mengatakan :

“ khusus untuk pembelajaran di gedung SKB semuanya dilaksanakan

pada pagi hari, sama halnya dengan waktu pembelajaran di sekolah

formal. Hal ini bukan hanya untuk program Paket B, tetapi juga untuk

pembelajaran program Paket A dan Paket C” (W/KSKBH/06-03-2013)

Informan lainnya yaitu Mardiana menambahkan :

“ lembaga penyelenggara pendidikan nonformal lainnya memang jarang ada

yang menyelenggarakan pembelajaran waktu pagi hari, tetapi khusus di SKB

kami melaksanakannya di pagi hari. Ternyata cukup banyak juga peminat

yang belajar di pagi hari. Warga belajar yang memilih pagi hari umumnya

usia sekolah atau bekerja sore dan malam hari” (W/TM/06-03-2013).

Senada dengan apa yang dikatakan oleh informan di atas, informan lain

yaitu Agus Henry Firdaus mengatakan bahwa :

“Jadual pembelajaran ada yang pagi hari sama dengan sekolah formal, dan

ada juga yang sore hari. Hal ini ditempuh agar warga belajar bisa

menyesuaikan dengan waktu kerja mereka. Untuk yang pagi hari, mulai

jam 08.00 wita s.d jam 12.00 wita sedangkan yang sore hari mulai jam

14.00 wita s.d jam 17.00. wita” (W/PHAF/06-03-201).

Selain melaksanakan pembelajaran pagi hari SKB juga menylenggarakan

pembelajaran sore hari, namun tempat belajarnya bukan di gedung SKB tetapi

meminjam gedung sekolah formal.

Page 54: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

54

Sehubungan dengan pembelajaran yang dilaksanakan pada sore hari

Hikmatullah menyatakan :

“ pembelajaran Paket B yang sore hari dilaksanakan hanya dalam dua kali

seminggu, yaitu Sabtu dan Minggu, dan ini berdasarkan kesepatakan dengan

warga belajarnya. Waktu pembelajaran dimulai pokul 14.00 sd pukul 18.00.

Bergeda dengan pembelajaran pagi hari yang dilaksanakan di gedung SKB,

warga belajar yang sore hari ini sebagian besar sudah berkeluarga dan

bekerja” (W/KSKBH/06-03-2013).

Dengan adanya pilihan waktu belajar tersebut, maka warga belajar bisa

memilihnya disesuaikan dengan kesibukan masing-masing. Hal ini juga

merupakan salah satu strategi yang diterapkan oleh SKB agar masyarakat

mempunyai pilihan sesuai dengan kesibukan masing-masing. Dengan kata lain jika

masyarakat mempunyai kesibukan pagi hari, maka dia bila bersekolah pada sore

hari begitu pula sebaliknya.

c. Mengirimkan tutor untuk mengikuti berbagai diklat

Untuk meningkatkan mutu dan kualitas mengajar para tutor sehingga mampu

mendampingi warga belajar secara profesional, tutor perlu memperdalam pengetahuannya

khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran non formal. Salah satu upaya yang bisa

dilakukan adalah dengan mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan. Secara umum

pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses

dalam pengembangan individu, masyarakat, lembaga dan organisasi. Pendidikan

dengan pelatihanm merupakan dua bagian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem

pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,

penempatan, dan pengembangan tenaga manusia.

Mengingat begitu pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi tutor ini, maka

SKB pun sering mengikutsertakan para tutor untuk mengikuti berbagai pendidikan

dan latihan tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Hikmatullah bahwa :

Page 55: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

55

“ kami sering mengirimkan tutor untuk mengikuti berebagai macam

pelatihan yang berhubungan dengan pembelajaran nonformal, baik yang

dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan maupun

yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan Kota Banjarmasin. Memang

tidak semua tutor yang ada di sini pernah mengikutinya, karena biasanya

pesertanya dibatasi” (W/KSKBH/06-03-2013)

Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Mardiana :

“ para turor yang ada di SKB sebagian sudah mengikuti berbagai pendidikan

dan pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran nonformal, misalnya

pendidikan dan pelatihan untuk pembelajaran progtam Paket B, diklat

pembelajaran Paket A dan diklat pembuatan kisi-kisi untuk Ujian Akhir

Sekolah. Hal ini merupakan upaya kami untuk meningkatkan kompetensi

para tutor” (W/PM/06-03-2013)

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa SKB selaku lembaga yang

menyelenggarakan pendidikan Paket B selalu berupaya meningkatkan kemampuan

para tutor.

Berbagai diklat yang diikuti oleh para tutor memang sangat membantu

mereka dalam mengembangkan pembelajaran di Paket B. Hal ini diakui oleh

informan lainnya yaitu Zainuddin yang mengatakan bahwa :

“ saya beberapa kali ditugaskan untuk mengikuti diklat pendidikan

nonformal, dan itu sangat membantu sekali bagi kami yang menjadi tutor di

program Paket B ini” (W/TZ/09-03-2013)

d. Mewajibkan Warga Belajar Memakai Baju Seragam

Dalam pembelajaran nonformal sebenarnya tidak ada ketentuan bahwa

warga belajar menggunakan baju seragam. Namun berbeda dengan yang

diterapkan oleh pengelola di SKB Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin. Semua

warga belajar diwajibkan memakai baju seragam yaitu seragam hitam putih, dan

ini diberlakukan terhadap semua warga belajar program paket baik Paket A,

Paket B dan Paket C.

Page 56: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

56

Seperti yang dikemukakan oleh Henry Agus Firdaus bahwa :

“ Awal mereka mendaftar sudah kami suguhkan dengan berbagai

peraturan, antara lain mereka wajib memakai seragam hitam putih saaat

mengikuti pelajaran. Ini kami berlakukan khusus bagi mereka yang

tempat belajarnya di SKB” (W/PHAF/06-03-2013)

Sehubungan dengan pemberlakuan ketentuan memakai baju seragam ini

kepala SKB juga mengatakan bahwa :

“ warga belajar program paket di SKB ini wajib memakai baju seragam,

dan peraturan itu sudah kami sampaikan pada saat mereka datang

mendaftar di sini. Diantara beberapa persyaratan yang harus mereka

penuhi adalah bahwa dalam mengikuti pembelajaran mereka harus

menggunakan seragam hitam putih, namun tidak untuk pembelajaran

yang dilaksanakan di tempat lain. Ini salah satu upaya kami untuk

mendisiplinkan warga belajar” (W/KSKBH/06-03-2013)

Ketika ditanya alasan pengelola mewajibkan penggunaan baju seragam,

Hikmatullah selanjutnya menjelaskan :

“ gedung SKB inikan lokasinya berdekatan dengan sekolah-sekolah formal

lainnya seperti SMAN 1, SMAN 2, SMKN 1, SMPN 1 dan SMPN 2

Banjarmasin. Siswa yang bersekolah di sekolah formal tersebut

terkadang ada yang terlambat masuk, atau ada yang sengaja terlambat

masuk. Sebagian dari mereka ada yang membawa baju bebas, dan

mereka berganti baju bebas kemudian nongkrong di depan SKB. Kami

sering salah tegur, kami mengira mereka adalah warga belajar kami,

ternyata siswa di sekolah formal. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

tersebut kami pengelola mengambil inisiatif membuat peraturan warga

belajar di SKB wajib menggunakan seragam” (W/KSKB/28-12-2012)

Melihat dampak positif dari pemakaian baju seragam tersebut, maka sampai

sekarang SKB Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin tetap memberlakukannya

khususnya untuk pembelajaran yang dilaksanakan di SKB.

Page 57: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

57

BAB V

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Warga Belajar Program Paket B di SKB Dinas Pendidikan

Kota Banjarmasin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari sisi jumlah warga

belajar bahwa warga belajar Paket B yang ada di SKB Disdik Kota Banjarmasin

setiap tahunnya rata-rata 20 orang. Karena tahun pelajaran 2012/2013 tidak

menerima warga belajar yang baru, maka jumlah warga belajar saat ini adalah

40 orang. Penerimaan warga belajar yang dibatasi hanya 20 orang berkaitan

dengan bantuan penyelenggaraan dari pemerintah, dimana setiap kelas yang

dibiayai hanya untuk 20 orang. Oleh karena itu jika yang mendaftar lebih dari

20 orang, maka akan disarankan untuk mendaftar program Paket B di tempat

lembaga lain yang juga menyelenggarakan program Paket B.

Dari segi usia warga belajar di Paket B SKB Dinas Pendidikan Kota

Banjarmasin berkisar antara 16 sampai dengan 45 tahun. Hal ini sesuai dengan

kelompok sasaran yang dikemukakan oleh Depdiknas (2007) bahwa

karakteristik sasaran dan komunitas belajar Pendidikan Kesetaraan dapat

beragam sesuai dengan potensi dan kebutuhan, dimana jika dilihat dari segi usia

bekisar antara 15 sd 44 tahun.

Selanjutnya disebutkan bahwa pada kelompok usia 15-44 tahun masih

banyak yang belum tamat SD/MI, SMP/MTs, atau lulus SD/MI tetapi tidak

melanjutkan. Menurut data BPS (Depdiknas, 2007) pada kelompok usia 13-l5

tahun (3 tahun diatas usia SD/MTs) terdapat 583.487 orang putus sekolah

Page 58: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

58

SD/MI, dan 1,6 juta lebih yang tidak sekolah SD/MI. Kemudian pada kelompok

usia 16-18 tahun terdapat 871.875 orang putus sekolah SMP/MTs, dan 2,3 juta

lebih yang lulus SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke SMP/MTs. Kelampok usia

15-44 ini merupakan potensi usia produktif yang dapat ditingkatkan kualitas

manusianya melalui penuntasan pendidikan dasar.

Ditjen Pendidikan Dasar melalui surat nomor 2122/C.C3/DS/2011

tanggal 29 Juli 2011 membatasi usia syarat masuk peserta didik program Paket

B. Batas minimal usia yang diperbolehkan mengikuti program Paket B adalah

18 tahun. Namun demikian kenyataan di lapangan Kejar Paket B mengalami

dilema jika menolak warga belajar usia wajib belajar atau usia sekolah.

Hal ini juga terjadi di Kejar Paket B SKB Disdik Kota Banjarmasin,

bebarapa warga belajar Paket B adalah anak usia sekolah, khususnya yang

pembelajarannya di gedung SKB. Saat mengadakan observasi ke ruang

pembelajaran kelas VIII di SKB Disdik Kota Banjarmasin pemandangan yang

ada nampak seperti layaknya anak-anak usia SMP di sekolah formal, terlebih

mereka diwajibkan oleh pengelola untuk memakai seragam sekolah (hitam

putih). Padahal kegiatan tersebut adalah aktivitas kegiatan belajar pada Paket B

di SKB Disdik Kota Banjarmasin. Pelaksanaan waktu pembelajaran pun

berlangsung seperti layaknya sekolah formal. Paket B SKB Disdik Kota

Banjarmasin ini masuk setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu mulai pukul 08.00

sampai dengan 12.00. Setiap hari warga belajar mengikuti empat jam pelajaran.

Pengampu mata pelajaran adalah para tutor yang sebagian berasal dari pamong

belajar SKB Disdik Kota Banjarmasin.

Page 59: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

59

Adanya warga belajar paket B yang usia sekolah (bisa sekolah di formal)

diduga karena alasan biaya. Walaupun pemerintah sudah menyatakan bahwa

pendidikan dasar (SD-SMP) adalah gratis, namun terkadang masih saja ada

biaya atau pungutan yang harus dibayar oleh mereka. Sebagian besar dari

mereka adalah dari masyarakat yang kurang mampu, dan mereka mengikuti

program Paket B karena tidak ingin semakin termarjinalkan.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa warga belajar Paket di

SKB Banjarmasin, sebagian besar sambil bekerja, mayoritas berstatus sosial

ekonomi rendah dan sebagian sudah berkeluarga, dan ini merupakan kelompok

masyarakat yang tentu saja mempunyai kendala jika ingin ke sekolah formal.

Temuan ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Depdiknas (2007)

bahwa penduduk yang terkendala ke Jalur pendidikan formal biasanya

disebabkan oleh beberapa factor , diantaranya adalah factor waktu. Mereka

umumnya punya keterbatasan waktu untuk belajar, karena waktunya banyak

dihabiskan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga yang tersisa

biasanya hanya hari-hari libur seperti Sabtu atau Minggu atau hari libur lainnya.

Dengan belajar di sekolah nonformal yang waktu belajarnya bisa

dimusyawarahkan, maka mereka bisa ikut belajar, dan kegiatan mereka bekerja

tidak akan terganggu. Di samping itu juga dikatakan bahwa masyarakat yang

belajar di sekolah nonformal biasanya dibebani tanggungjawab untukm

membantu ekonomi keluarga. Hal ini juga sesuai dengan temuan penelitian

bahwa dari beberapa warga belajar yang mengatakan sudah bekerja, umumnya

dibebani tanggung jawab oleh keluarganya sebagai pencari nafkah. Hal ini

terjadi bukan hanya kepada warga belajar yang sudah berkeluarga, namun juga

Page 60: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

60

terjadi terhadap warga belajar yang belum berkeluarga. Sebagaimana hasil

penelitian ini warga belajar yang belum berkeluarga juga dibebani tanggung

jawab untuk membantu mencari nafkah keluarga. Bagi warga belajar yang

sudah berkeluarga, dia merupakan tulang punggung keluarga (sebagai suami)

dan bagi warga belajar yang belum berkeluarga, mereka terpangggil untuk

membantu ekonomi orang tuanya yang kurang mampu.

Hal lainnya yang terungkap dalam penelitian ini adalah bahwa ternyata

warga belajar yang mengikuti pembelajaran di gedung SKB ternyata sebagian

besar tinggal tidak di lingkungan sekitar SKB, tetapi di pinggiran kota

Banjarmasin seperti di Basirih, Teluk Tiram dan Pelambuan.

B. Peran Pengelola dalam Pembelajaran Kejar Paket B di SKB Dinas

Pendidikan Kota Banjarmasin

Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran program

Paket B, pengelola tentunya memegang peranan yang sangat penting. Salah

satu diantaranya adalah berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang sudah dilakukan

oleh pengelola paket B di SKB Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin dalam

rangka mendukung kegiatan pembelajaran di antaranya adalah mempersiapkan

ruang atau tempat belajar.

Menurut Depdiknas (2007) bahwa proses belajar mengajar dapat

dilaksanakan di berbagai tokasi dan tempat yang sudah ada baik milik

pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah,

Page 61: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

61

sarana-prasarana yang dimiliki pondok pesantren, Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Masyarakat (SKB), masjid, pusat-pusat

majlis taklim, gereja, balai desa, kantor organisasi-organisasi kemasyarakatan,

rumah penduduk dan tempat-tempat lainnya yang layak digunakan untuk

kegiatan belajar mengajar.

Sebagaimana diketahui bahwa gedung SKB adalah gedung milik

pemerintah, dimana gedung tersebut sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas

pembelajaran. Peran pengelola atau penyelenggara di sini adalah mengatur atau

menata ruang belajar yang telah tersedia tersebut sebaik mungkin sehingga

pembelajaran bisa berlangsung dengan suasana yang menyenangkan.

Berkaitan dengan penataan ruang belajar yang menyenangkan, hasil

penelitian ini menunjukkan ternyata masih belum maksimal dilakukan oleh

pihak pengelola. Ruang belajar yang ada terlihat kurang mendukung

pelaksanaan pembelajaran yang kondusif, karena berdekatan dengan ruang

pembelajaran Paket B adalah ruang taman kanak-kanak. Sebagaimana diketahui

bahwa pembelajaran di taman kanak-kanak sering dengan permainan dan penuh

dengan keramaian yang terkadang juga sangat ribut. Hal ini tentu saja sangat

mengganggu di ruang Paket B yang pada saat bersamaan juga sedang

melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini jelas sekali terlihat pada saat peneliti

mengadakan observasi ke kelas Paket B ketika pembelajaran sedang

berlangsung, dimana warga belajar Paket B sangat tidak konsentrasi dalam

belajar, karena terganggu oleh ramainya kegaduhan di kelas sebelah (di ruang

Taman Kanak-Kanak). Ditambah lagi ruang pembelajaran Paket B yang sangat

sempit hanya sekitar 3m x 4 m. Seharusnya pihak pengelola menata lagi ruang

Page 62: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

62

pembelajaran yang memadai, paling tidak jangan sampai bersebelahan dengan

ruang taman kanak-kanak.

Untuk memberikan pilihan waktu belajar kepada masyarakat pihak SKB

menyelenggarakan pembelajaran pagi dan sore hari. Hal ini tentu saja sangat

membantu warga belajar dalam menentukan pilihan waktu belajar. Di samping itu

juga, dalam upaya memotivasi masyarakat agar mau belajar di paket B, pihak SKB

melibatkan tenaga sukarelawan dari Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat

(PKPSM). Peran dari tenaga sukarelawan ini ternyata cukup berhasil memotivasi

masyarakat, khususnya masyarakat di luar usia sekolah. Menurut Sihombing ( 1999)

bahwa “motivasi adalah daya dorong untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan,

kemauan dan kepuasan”. Menurut Prasetyo (2007) motivasi menjadi penyebab

adanya perilaku warga belajar. Dengan demikian dapat dikatakan motivasi itu

adalah dorongan dan usaha kepada seseorang berbuat sesuatu untuk mencapai suatu

prestasi.

Motivasi dipengaruhi oleh factor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor

intrinsic adalah factor yang ada pada dalam diri seseorang, sedangkan factor

ekstrinsik adalah factor yang berasal dari luar seperti gaya kepemimpinan, sesama

teman atau dorongan dari orang lain (Wahjosumidjo, 1984).

Memberikan motivasi kepada warga belajar berarti menggerakkan warga

belajar untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya

akan menyebabkan warga belajar merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan

sesuatu kegiatan belajar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Daniel C. Feldman dan

Hugh J. Arnold (Prasetyo, 2007) bahwa motivasi merupakan rangsangan yang

diperlukan oleh setiap warga belajar sehingga mereka memiliki dorongan untuk

Page 63: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

63

belajar secara sungguh-sungguh dan rangsangan untuk mencapai sesuatu yang

terbaik bagi dirinya. Memang rangsangan yang diperlukan warga belajar berbeda

antara seseorang dngena yang lain, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan

sebagai individu yang sudah memiliki sesuatu inheren pada dirinya dan oleh karena

itu sangat perlu diperhatikan.

Warga belajar sebagai insane yang sangat dinamis, namun demikian bukan

berarti wargta belajar tidak perlu rangsangan. Justru di dalam kedinamisannya itulah

ada suatu dorongan yang ada kalanya tidak terarah, tidak terkendali. Oleh karena itu

warga belajar perlu diarahkan untuk mencapai tujuan program yang diinginkan, dan

untuk inilah diperlukan motivasi.

Page 64: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

64

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan :

1. Karakteristik Warga Belajar Kejar Paket B di SKB Banjarmasin

Secara keseluruhan warga belajar Paket B di SKB Disdik Kota

Banjarmasin berjumlah 40 orang terdiri atas 34 orang laki-laki dan perempuan

6 orang. 40 warga belajar tersebut jumlah dari kelas VIII dan kelas IX, karena

tahun pelajaran 2012/2013 SKB tidak melakukan penerimaan warga belajar

yang baru.

Dilihat dari sisi usia, 7,5 % berusia sampai dengan 15 tahun, usia 16

sampai dengan 20 tahun= 67,5 % dan berusia di atas 20 tahun = 25%. Untuk

status perkawinan, 20% warga belajar sudah berstatus menikah.

Sedangkan dilihat dari status pekerjaan, sebagian besar (70%)

menyatakan sudah bekerja dengan bidang pekerjaan yang beraneka ragam

seperti tukang, berjualan air, bekerja di toko, dan sebagai cleaning service.

Latar belakang pendidikan warga belajar yaitu berasal dari lulusan Paket

A, lulusan sekolah formal (SD/Madrasah) dan ada juga yang berasal dari

pindahan SLTP. Status Sosial Ekonomi Warga Belajar kebanyakan berasal dari

ekonomi yang kurang mampu.

Warga belajar kelas VIII yang tempat belajarnya di gedung SKB,

sebagian bertempat tinggal di sekitar SKB, namun yang banyak justru

bertempat tinggal di kecamatan lain. Berbeda halnya dengan warga belajar kelas

Page 65: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

65

IX, hampir semua warga belajarnya bertempat tinggal tidak jauh dari tempat

belajar (gang sederhana kecamatan pelambuan kecamatan Banjarmasin Barat)

2. Peran pengelola dalam Pembelajaran Kejar Paket B di SKB Banjarmasin

a. Mempersiapkan Sarana dan Prasarana Pembelajaran

b. Melaksanakan Pembelajaran pada Pagi dan Sore Hari

c. Mengirimkan tutor untuk mengikuti berbagai diklat

d. Mewajibkan Warga Belajar Memakai Baju Seragam

B. Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan :

1. Kepada warga belajar hendaknya lebih disiplin dalam mengikuti pembelajaran,

karena kedisiplinan warga belajar merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan keberhasilan dari suatu program pembelajaran.

2. Dalam manajemen pembelajaran, aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

merupakan hal yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu

kepada para tutor jangan sampai mengabaikan ketiga hal tersebut. Di samping itu

pula, karena warga belajar sebagian besar adalah orang dewasa maka pendekatan

pembelajaran orang dewasa hendaknya diperhatikan.

3. Proses pengelolaan warga belajar dalam Program Kejar Paket B, sangat erat

kaitannya dengan pengelolaan kelas atau tempat belajar dan penciptaan iklim

lingkungan belajar yang kondusif untuk kelancaran proses pembelajaran. Untuk itu

kepada penyelenggara dan pengelola untuk meningkatkan lagi penyediaan tempat

belajar yang lebih kondusif dan melengkapi sarana belajar lainya yang masih

kurang seperti modul dan media pembelajaran

Page 66: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

66

DAFTAR PUSTAKA

Bambang S dan Lukman. 2009. Kelemahan dan Keunggulan Teori Belajar Andragogi.

Artikel.(online)(http//www.oocities.org/teknologipembelajaran/andragogi.html,

diakses 11-12-2012)

Basleman, Anisah. 2005. Pendidikan Orang Dewasa, LAN RI. Jakarta.

Bentri, Alwen, dkk. 2008. Efektivitas Pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun di Sumatra

Barat. (Online), (http://Puslit jaknov.org /data/file/2008, diakses 20 Maret

2009).

Depdiknas. 2007. Acuan perluasan Akses Wajar Dikdas PNF dengan Tutor Kunjung

dan Sepeda/Perahu Motor pembelajaran. Dirjen Pendidikan Kesetaraan Dirjen

Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas, Jakarta.

Depdiknas. 2006. Acuan Proses Pelaksanaan dan Pembelajaran Pendidikan

Kesetaraan Program Paket A, Paket B dan Paket C. Direktorat Pendidikan

Kesetaraan Dirjen PLS Depdiknas, Jakarta

Dinas Pendidikan Propinsi Kalsel. 2010. Profil pendidikan Kesetaraan Kalsel

2006/2007. Dinas Pendidikan Kalsel.

Eisenhard, Kathburn, M. 1985. Building Theories from ase Study Research. Academy of

Management Review, Vol 14 PP 532-536

Hadi, Sutrisno. 2002. Metodologi Research jilid 2. Andi Offset. Yogyakarta

Ibrahim, R. 1992. Penyelenggaraan Pendidikan Dasar. Mimbar Pendidikan No.1 Tahun

XI April 1992. Bandung University Press IKIP Bandung.

Kementerian Pendidikan Nasional.2010. Pedoman Diversifikasi Layanan Pendidikan

Kesetaraan. Subdit Pengembangan Teknologi Direktorat Pendidikan

Kesetaraan, Ditjen PNFI Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.

Lincoln, Ys dan Guba, FG. 1985. Naturalistik Inguiry. Beverly. Hill Sage Publication.

Miles,M.B dan Huberman, Mihael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjetjep

Rohendi Rohidi. Universitas Indonesia Pers, Jakarta.

Moleong, Lexy.J. 1999. Metodologi penelitian Kualitatif. Rakesarasin, Yogyakarta.

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Rake Sarasin.

Yogyakarta.

Page 67: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

67

Mulyono, M.A. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Ar-Ruzz

Media. Yogyakarta.

Nazir, Mohamad. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Yogyakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

Prasetyo, Iis. 2007. Peran Pamong Belajar dalam Meningkatkan Motivasi Warga

Belajar Program Paket B. Artikel. Diklus. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah.

Jurusan PLS, Universitas Negeri Yogyakarta.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Peranan Guru Sebagai Fasilitator. Artikel (Online)

(Akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 04 April 2013)

Sudjana, H.D. 2005. Strategi Pembelajaran. Falah Production. Bandung

Syarif, Hidayat. 1994. Wajib Belajar 9 Tahun dan Pemerataan Pendidikan dalam

Upaya Memajukan Desa Tertinggal. Makalah:IKIP Bandung

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Usman, Husaini. 2009. Manajeme Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. PT. Bumi

Aksara. Jakarta.

Wahjosumijo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi, cetakan keempat, Ghalia Indonesia,

Jakarta

Page 68: 6 Peranan Pengelola Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kesetaraan Paket b Di Skb Kota Banjarmasin

68