Upload
ester-yunita-puspitasari
View
26
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
askep
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
DI RUANG 13 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
DISUSUN OLEH:
HENDRA PRIYADI
1514314901017
STIKES MAHARANI MALANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2015
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
DI RUANG 13 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners
Telah Disahkan Dan Disetujui Pada:
Hari:
Tanggal:
Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi
............................................... ................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS : Cedera Kepala
DEFINISI:
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. Cedera kepala adalah trauma pada otak yang
diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran
tanpa terputusnya kontinuitas otak.
Lapisan kulit kepala jika diurut dari luar ke dalam biasa disingkat dengan
SCALP, yang merupakan singkatan dari : Skin atau kulit, Connective Tissue atau
jaringan penyambung, Aponeurosis atau galea aponeurotika, merupakan jaringan
ikat yang berhubungan langsung dengan tulang tengkorak, Loose areolar tissue
atau jaringan penunjang longgar, Merupakan tempat yang biasa terjadinya
perdarahan subgaleal (hematom subgaleal) pada trauma/benturan kepala,
Perikranium, merupakan lapisan yang membungkus dan berhubungan langsung
dengan permukaan luar tulang tengkorak.
ETIOLOGI:
Menurut Corwin, (2001) penyebab dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olah raga. Cedera kepala terbuka sering
disebabkan oleh peluru atau pisau.
Kecelakaan; jatuh, kecelakaan kendaraan motor atau sepeda, dan
mobil. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan dapat
terjadi pada anak yang cedera akibat kekerasan.
KLASIFIKASI:
1. Berdasarkan mekanisme cedera
a. Trauma tumpul
1) Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
2) Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b. Trauma tembus
Luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya
2. Berdasarkan keparahan cedera
a. Cedera kepala ringan
1) Skor skala koma Glasgow (GCS) 14-15
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30
menit
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusio serebral.
b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
1) Skor skala koma Glasgow (GCS) 9-13
2) Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
4) Diikuti kontusio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
c. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
1) Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial
(Nurarif, 2015)
MANIFESTASI KLINIK:
Manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan cedera kepala yaitu : gangguan
kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, defisit neurologik, perubahan tanda-tanda
vital, mual dan muntah, vertigo, gangguan pergerakan, mungkin ada gangguan
penglihatan dan pendengaran
KOMPLIKASI:
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos, kemosis,dan
bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera
kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan
neurologis atau akibat dari sindrom distres pernapasan dewasa.
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi
pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya
karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga
dan rekreasi.
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap,
terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB.
Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS,
sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal. Tindakan operasi pada
kasus CKB hanya dilakukan pada sebagian kecil pasien (<5%) misalnya pada
hematoma subdural dan hematoma epidural dengan fungsi batang otak yang
masih baik. Lebih dari 2 juta pasien dengan cedera kepala setiap tahunnya di
ruang gawat darurat AS, dan merupakan 25% dari pasien yang dirawat di rumah
sakit.
Hampir 10% dari seluruh kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh
cedera, dan sekitar separuh dari kematian traumatis melibatkan otak. Di Amerika
Serikat, cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan kematian setiap 5 menit. Sekitar
200.000 orang tewas atau cacat permanen setiap tahun sebagai akibatnya.Cedera
kepala terjadi pada segala usia, tetapi puncak adalah pada orang dewasa muda
antara usia 15 dan 24. Cedera kepala adalah penyebab utama kematian di antara
orang di bawah usia 24 tahun. Pria tiga atau empat kali lebih sering dibanding
wanita.
Penyebab utama dari cedera otak berbeda di berbagai bagian Amerika
Serikat; di semua daerah, kecelakaan kendaraan bermotor yang menonjol, dan di
daerah metropolitan kekerasan pribadi sering terjadi. Hubungan sebab-akibat
antara mekanisme cedera dan cedera kepala merupakan hal yang rumit Misalnya,
orang tua yang memiliki kejadian jatuh yang lebih tinggi dibandingkan usia
lainnya. Mungkin faktor efek samping obat, pendengaran dan penglihatan yang
kurang, lambatnya respon terhadap suatu kejadian, keseimbangan dan mobilitas
menjadi pengaruh terjadinya cedera.
PATHOFISIOLOGI:
Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah,jaringan otak dan
jaringan serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti
oksigen, glukosa. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada trauma kranium
atau otak. Cedera yang dialami dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur
dan atau hematoma.
Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (aselerasi) atau
perlambatan (deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder. Trauma primer
adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan trauma
sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder dapat
terjadi meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi dan edema
cerebral.
Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya
fraktur pada tulang tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura.
Perdarahan ini dapat meluas hingga menekan cerebral oleh karena adanya tekanan
arteri yang tinggi. Gejalanya akan tampak seperti kebingungan atau kesadaran
delirium, letargi, sukar untuk dibangunkan dan akhirnya bisa koma. Nadi dan
nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparese.
Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur
pembuluh vena dan perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara
duramater dan lapisan arakhnoid. Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut
dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio atau laserasi yang
berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya
kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa kejang, sakit kepala, muntah,
meningkatnya lingkar kepala, iritabel dan perasaan mengantuk.
Cerebral hematoma adalah merupakan perdarahan yang terjadi akibat
adanya memar dan robekan pada cerebral yang akan berdampak pada perubahan
vaskularisasi, anoxia dan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan
terjadilah herniasi otak yang mendesak ruang disekitarnya dan menyebabkan
meningkatnya tekanan intrakranial. Dalam jangka waktu 24 – 72 jam akan tampak
perubahan status neurologi.
Fraktur yang terjadi pada cedera kepala dapat berupa fraktur linear,
farktur depresi, fraktur basiler, fraktur compound (laserasi kulit dan fraktur
tulang)
PROGNOSIS
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,
terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit
memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan
meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan
GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10%. Sindrom
pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,
ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang
perkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali bertumpang-
tindih dengan gejala depresi.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi
hasil yang cukup.
b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang patologis
c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang
tengkorak yang akan meningkatkan TIK
e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan / perubahan mental
PENATALAKSANAAN
a. Umum
Airway:
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
Breathing:
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
Circulation:
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis
pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output
b. Khusus
1) Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
2) Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
3) Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala
hebat, muntah proyektil dan papil edema
4) Pemberian diet/nutrisi
5) Rehabilitasi, fisioterapi
c. Prioritas Keperawatan
1) Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
2) Mencegah/meminimalkan komplikasi
3) Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum
trauma
4) Meningkatkan koping individu dan keluarga
5) Memberikan informasi
Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :
a. Cedera Kepala Ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa
perlu dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :
1) Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya
berjalan) dalam batas normal.
2) Foto servikal jelas normal
3) Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam
pertama, dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat
jika timbul gejala yang lebih buruk.
Kriteria perawatan di rumah sakit :
1) Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.
2) Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun
3) Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
4) Intoksikasi obat atau alkohol
5) Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
6) Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di
rumah.
b. Cedera Kepala Sedang
Pasien yang menderita konkusi otak (comotio cerebri), dengan skala GCS 15
(sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan normal,
tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di
rumah,meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia.
Resiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan
cedera kepala sedang adalah minimal.
c. Cedera Kepala Berat
Setelah penilaian awal dan stabilitasi tanda vital,keputusan segera pada pasien
ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma
intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke
bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat
sebaiknya perawatan dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali
yang dapat dilakukan untuk kerusakan primer akibat cedera kepala, tetapi
sebaiknya dapat mengurangi kerusakan otaksekunder akibat hipoksia,
hipertensi, atau tekanan intrakranial yang meningkat.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEDERA KEPALA
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: Merasa lemah, lelah, kaku, hilang kesimbangan
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma)
ortopedi, kehilangan tonus otot. Penurunan kekuatan, ketahanan,
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit. Gangguan massa otot,
perubahan tonus.
b. Sirkulasi
Gejala: Hipotensi (syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cedera, vaokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit
putih dan dingin, takikardi (syok/ ansietas/ nyeri). Disritmia (syok)
pembentukan edema jaringan
Tanda : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan
bradikardi, disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis),
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan
fungsi
Tanda : Pengeluaran urine menurun atau tak ada selama fase darurat.
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi. Penurunan bising usus/ tak ada
e. Makanan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Gangguan menelan, (batuk, air liur keluar, disfagia), edema
jaringan umum, anoreksia, mual/muntah
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, bingung, baal pada
ekstremitas, perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya yang
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan
pengecapan dan penciuman. Kesemutan.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental
orientasi kewaspadaan, perhatian, konsentrasi pemecahan masalah,
perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti kehilangan pengindraan seperti pengecapan,
penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Gangguan lemah
tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia,
hemiparese quadreplegia, postur (dekortikasi desebrasi). Kejang sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan kehilangan sensasi sebagai
posisi tubuh. Perubahan orientasi, efek perilaku. Penurunan refleks
tendon dalam pada cedera extremitas.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
lama
Tanda :Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur/ dislokasi. Gangguan penglihatan. Kulit laserasi, abrasi,
perubahan warna.Tanda battle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya
trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/ hidung
serebrospinal (CSS). Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang kekuatan secara umum mengalami paralisis. Demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
i. Interaksi Sosial.
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartia, anomia.
j. Pernapasan
Gejala : Serak, batuk, mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral, sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya edema serebri
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekresi dan sumbatan jalan napas
3. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi
Kerusakan perfusi
jaringan serebral
NOC Outcome :
- Perfusi jaringan
cerebral
- Balance cairan
Client Outcome :
- Vital sign
membaik
- Fungsi motorik
sensorik membaik
NIC : Circulatory care
1. Monitor vital sign
2. Moniror status neurologi
3. Monitor status hemodinamik
4. Posisikan kepala klien head Up
30o
5. Kolaborasi pemberian manitol
sesuai order
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
NOC Outcome :
- Status respirasi :
pertukaran gas
- Status respirasi :
kepatenan jalan
napas
- Status respirasi :
ventilasi
- Kontrol aspirasi
Client Outcome :
- Jalan napas paten
- Sekret dapat
dikeluarkan
- Suara napas bersih
NIC : Manajemen jalan napas
1.Monitor status respirasi dan
Oksigenasi
2. Bersihkan jalan napas
3. Auskultasi suara pernapasan
4. Berikan Oksigen sesuai
Program
NIC : Suctioning air way
1. Observasi sekret yang keluar
2. Auskultasi seblum dan sesudah
melakukan suction
3. Gunakan pealatan steril pada
saat melakukan suction
4. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang tindakan
suction
4. IMPLEMENTASI
Implementasi pada asuhan keperawatan cedra kepala dilakukan sesuai dengan
intervensi yang telah di buat.
5. EVALUASI
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner and suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2, Jakarta: EGC.
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Corwin (2001) . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.
Doenges E.Marilyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan , Jakarta: EGC
Mansjoer. 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.