20
Kumpulan Abstrak Tesis Semester Genap 2008/2009 Pendidikan Biologi (BIO)

7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Kumpulan Abstrak Tesis

Semester Genap 2008/2009

Pendidikan Biologi (BIO)

Page 2: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

280 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Keanekaragaman Gastropoda Pada Daerah Pasang Surut Kawasan Konservasi Hutan Mangrove Kota Tarakan dan Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dengan Manifestasi

Perilaku Masyarakat Terhadap Pelestariannya

Ibrahim

Abstrak

Penelitian tentang keanekaragaman, karakteristik populasi Gastropoda, pengeta-huan, sikap, dan manifestasi perilaku masyarakat terhadap pelestariannya pada daerah pasang surut di kawasan konservasi hutan mangrove Kota Tarakan telah dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2009. Daerah yang ditetapkan sebagai lokasi pengambilan data jenis Gastropoda adalah daerah pasang surut substrat dominan lumpur di kawasan konservasi hutan mangrove Kecamatan Tarakan Barat dan daerah pasang surut substrat dominan pasir di kawasan konservasi hutan mangrove Tanjung Batu Kecamatan Tarakan Timur. Daerah yang ditetapkan sebagai lokasi pengambilan data pengetahuan, sikap, dan manifestasi perilaku masyarakat dalam pelestarian Gastropoda adalah masyarakat yang bermukim dengan radius 500-1000 meter dari daerah pasang surut di kawasan konservasi hutan mangrove.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif untuk mendeskripsikan keanekaragaman Gastropoda, karakteristik populasi Gastropoda, pengetahuan, sikap, dan manifestasi perilaku masyarakat dalam pelestarian Gastropoda. Deskripitif komparatif untuk mendeskripsikan perbedaan antara keanekaragaman dan karakteristik populasi Gastropoda pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur dengan keanekaragaman dan karakteristik populasi Gastropoda pada daerah pasang surut substrat dominan pasir. Deskriptif korelasional untuk mendeskripsikan hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan manifestasi perilaku masyarakat dalam pelestarian Gastropoda. Pengambilan sampel untuk mengetahui keanekaragaman dan karakteristik populasi Gastropoda adalah seluruh jenis Gastropoda yang terdapat pada masing-masing plot di dua stasiun pengamatan, yaitu 100 plot pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur dan 100 plot pada daerah pasang surut substrat dominan pasir di kawasan konservasi hutan mangrove Kota Tarakan. Sampel untuk menjaring pengetahuan, sikap, dan manifestasi perilaku masyarakat, ditentukan sebanyak 100 kepala keluarga yang ditentukan secara proporsional dengan memperoleh jumlah responden sebanyak 70 kepala keluarga yang bermukim pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur dan 30 kepala keluarga yang bermukim pada daerah pasang surut substrat dominan pasir. Penentuan responden dilakukan dengan purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for Windows.

Hasil penelitian keanekaragaman dan karakteristik populasi Gastropoda menun-jukkan bahwa Gastropoda yang ditemukan pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur berjumlah 15 jenis dengan indeks keanekaragaman (H’)= 2,003, rerata kemerataan (E)=0,740, rerata kekayaan (R)=0,614, kepadatan relatif (RF) berkisar antara 0,168-39,934% individu per m2, dominansi relatif (DR) berkisar antara 0,0013%-75,214% individu per m2, frekuensi relatif (FR) berkisar antara 0,568%-21,023% individu per m2, nilai penting (NP) berkisar antara 0,737%-136,171% individu per m2. Pola sebaran jenis Gastropoda pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur yaitu, 11 spesies pola sebarannya merata dan 4 spesies pola sebarannya mengelompok. Sedangkan, keanekaragaman dan karakteristik populasi Gastropoda, berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa Gastropoda yang ditemukan pada daerah pasang surut substrat dominan pasir berjumlah 12 jenis dengan indeks keanekaragaman (H’)= 1,465, rerata kemerataan (E)=0,590, rerata kekayaan (R)=0,237, kepadatan relatif (RF) berkisar antara 0,039%-47,721% individu per m2, dominansi relatif (DR) berkisar antara 0,0001%-74,651% individu per m2, frekuensi relatif (FR) berkisar antara 1,176%-29,412% individu per m2, nilai penting (NP) berkisar antara 0,737%-136,171% individu per m2. Pola sebaran jenis Gastropoda pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur yaitu, 6 spesies pola sebarannya merata dan 6 spesies pola sebarannya mengelompok.

Hasil penelitian perbedaan keanekaragaman, karakteristik populasi, tingkat pengetahuan, sikap, manifestasi perilaku, dan hubungan antara pengetahuan, sikap dengan manifestasi perilaku masyarakat dalam pelestarian Gastropoda menunjukkan: (1) terdapat perbedaan yang signifikan indeks keanekaragaman jenis Gastropoda antara daerah pasang surut substrat dominan lumpur dengan daerah pasang surut substrat dominan pasir, (2) terdapat perbedaan pola distribusi jenis Gastropoda antara daerah pasang surut substrat dominan lumpur dengan daerah pasang surut substrat dominan pasir, (3) terdapat perbedaan nilai penting jenis Gastropoda antara daerah pasang surut substrat dominan lumpur dengan daerah pasang surut substrat dominan pasir, (4) rerata tingkat pengetahuan tergolong tinggi (75,65%), sikap tergolong cukup (69,37%), dan manifestasi perilaku masyarakat dalam pelestarian Gastropoda tergolong tinggi (82,44%), (5) terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan, sikap dengan manifestasi perilaku masyarakat dalam

279

Page 3: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Program Studi S2 BIO 281

pelestarian Gastropoda pada daerah pasang surut substrat dominan lumpur dan substrat dominan pasir di kawasan konservasi hutan mangrove Kota Tarakan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) perlu dilanjutkan penelitian untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik-kimia lingkungan seperti suhu, salinitas, dan kelembaban tanah dengan keanekaragaman dan karakteristik populasi Gastropoda pada daerah pasang surut kawasan mangrove Kota Tarakan, (2) perlu adanya penelitian lanjutan tentang jenis-jenis Gatsropoda yang memi-liki nilai gizi tinggi, (3) perlu kerjasama dari semua pihak baik dari dinas-dinas peme-rintah yang terkait, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang membidangi lingkungan untuk melakukan sosialisi ataupun penyuluhan kepada masyarakat masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan manifestasi perilaku masyarakat tentang pelestarian lingkungan khususnya pelestarian Gastropoda, (4) perlu adanya program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian biota-biota laut bagi kehidupan mereka sehari-hari.

Kata kunci: keanekaragaman gastropoda, pengetahuan, sikap, dan manifestasi perilaku, pelestarian

Efek Toksik Bioinsektisida Ekstrak Etanol Biji Hutun (Barringtonia asiatica) terhadap Mortalitas Nyamuk Anopheles maculatus Serta Implikasinya dalam Pembelajaran

Masyarakat Di Kabupaten Maluku Tengah

Johanes Pelamonia

Abstrak

Penyakit Malaria saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di 90 negara, yang dihuni oleh 2,4 milyar penduduk atau 40% populasi penduduk dunia. Diperkirakan sekitar 1,5-2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Sejak 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh negara di benua Eropa, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Namun, di beberapa negara di benua Afrika dan Asia Tenggara penyakit ini masih menjadi masalah besar. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya, 1% di antaranya berakibat fatal. Indonesia merupakan daerah endemis malaria dan berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 terdapat 15 juta penderita malaria setiap tahun dan menimbulkan mortalitas 1,2% atau 23.483 orang. Berdasarkan data, di Provinsi Maluku pada tahun 2004 jumlah penderita malaria di kota Ambon 7.285 orang, Kabupaten Maluku Tengah 16.611 orang, Kabupaten Maluku Tenggara Barat 4.402 orang, Kabupaten Maluku Tenggara 8.782 orang, dan Kabupaten Pulau Buru 4.663 orang, sehingga angka kesakitan malaria di provinsi Maluku sebanyak 41.473 orang.

Laporan penelitian WHO menunjukan bahwa resistensi nyamuk terhadap insektisida terus meningkat. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan insektisida hayati untuk meminimalkan resistensi nyamuk dan lebih ramah lingkungan. Salah satu jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida adalah tanaman hutun. Hutun merupakan tanaman yang digunakan secara tradisional sebagai racun ikan dan penghalau nyamuk.

Kegiatan penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yakni tahap: 1) Pengaruh ekstrak etanol biji hutun terhadap mortalitas Anopheles maculatus stadium larva; Hubungan antara peningkatan setiap level konsentrasi ekstrak etanol biji hutun dengan jumlah mortalitas Anopheles maculatus stadium larva. 2) Pengaruh ekstrak etanol biji hutun terhadap mortalitas Anopheles maculatus stadium dewasa; Hubungan antara peningkatan setiap level konsentrasi ekstrak etanol biji hutun dengan jumlah mortalitas Anopheles maculatus stadium dewasa.

Uji toksisitas dilakukan pada masing-masing stadium dimana stadium larva menggunakan 7 tingkatan berdasarkan standar pengujian WHO. Konsentrasi ekstrak biji hutun yang digunakan untuk stadium larva yaitu: 0,0078%; 0,0156%; 0,0312%; 0,0625%; 0,125%; 0,25%; dan 0,5%, sedangkan pada stadium dewasa menggunakan tingkatan konsentrasi ekstrak biji hutun yaitu: 1,25%; 2,5%; 3,75%; 5%; 6,25%; 7,5%; dan 8,75%. Uji toksisitas yang dilakukan terhadap nyamuk Anopheles maculatus stadium larva dan stadium dewasa diamati selama 24 jam. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan mortalitas Anopeheles maculatus stadium larva dan stadium dewasa setelah terpapar berbagai level konsentrasi ekstrak biji hutun. Nilai rata-rata mortalitas stadium larva di bawah 50% dapat terjadi apabila konsentrasi ekstrak biji hutun diberikan pada level konsentrasi 0,0625% atau di bawahnya sedangkan jumlah mortalitas akan terjadi di atas 50% apabila konsetrasi ekstrak biji hutun diberikan pada level antara 0,0625%-0,5%.

Hasil analisis anava satu arah terlihat bahwa nilai Fhitung adalah 733.300 dengan sig, 000 (P=0,000 > α = 0,005). Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan ekstrak etanol biji hutun terhadap

Page 4: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

282 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

mortalitas nyamuk Anopeheles maculatus stadium larva. Uji LSD menunjukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pada setiap pada level konsentrasi yang digunakan dalam pengujian larvasidal. Analisis regresi menunjukan bahwa koefisien regresi yang dihasilkan adalah r = 0,996 dengan signifikansi p=0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05. Demikian bahwa adanya hubungan linier antara tingkat konsentrasi ekstrak biji hutun dengan besarnya mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium larva. Nilai LC50 dan LC90 konsentrasi ekstrak biji hutun pada nyamuk Anopheles maculatus stadium larva terlihat bahwa nilai LC50 dan LC90 (50% dan 90%) pada nyamuk Anopheles maculatus stadium larva masing-masing 0,061% dan 0,395%.

Peningkatan level konsentrasi ekstrak biji hutun diikuti oleh meningkatnya jumlah mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa. Jumlah mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa akan terjadi di bawah 50% apabila konsetrasi ekstrak biji hutun diberikan pada konsentrasi 5% atau dibawahnya, sedangkan jumlah mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa akan terjadi diatas 50% apabila diberikan konsentrasi ekstrak biji hutun pada level konsentrasi antara 5%-8,75%.

Hasil analisis anava satu arah terlihat bahwa nilai Fhitung adalah 426.404 dengan sig, 000 (P=0,000 > α = 0,005). Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan ekstrak biji hutun terhadap mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa. Setiap level konsentrasi yang diujicobakan kepada nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa memperlihatkan adanya mortalitas. Konsentrasi ekstrak biji hutun baik pada level tertinggi maupun level terendah seluruhnya atau tingkat toksisitas di atas 50% maupun di bawah 50% seluruhnya memiliki efek toksik sesuai dengan tingkat konsentrasi yang digunakan. Analisis regresi menunjukan bahwa koefisien regresi yang dihasilkan adalah r = 0,990 dengan signifikansi p=0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05. Dengan demikian adanya hubungan linier antara tingkat konsentrasi ekstrak biji hutun dengan besarnya jumlah mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa. Hasil analisis menunjukan hubungan yang kuat berpola yang positif, semakin tinggi level konsentrasi ekstrak biji hutun maka semakin tinggi pula tingkat mortalitas nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa. Nilai LC50 dan LC90 (50% dan 90%) pada nyamuk Anopheles maculatus stadium dewasa masing-masing 4,303% dan 10,701%.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan beberapa saran untuk penelitian lanjutan, antara lain: 1) perlu dilakukan uji toksisitas terhadap stadium larva dan stadium dewasa spesies lain yang merupakan vektor penyakit sehingga diharapkan dapat menjadi alternatif pengendalian alami bagi nyamuk, 2) perlu dilakukan penelitian lanjut tentang proses isolasi atau pemurnian pemisahan kandungan senyawa kimia biji hutun yang merupakan kandungan metabolit sekunder sehingga dapat mengetahui senyawa kimia yang efektif, 3) perlu dilakukan penelitian lanjut uji keamanan atau keselamatan sebelum digunakan oleh masyarakat.

Kata kunci: bioinsektisida, ekstrak biji hutun, Anopheles maculatus, pembelajaran masyarakat

Analisis Keragaman Genetik Kerbau Rawa Kalimantan Berbasis Restriction Fragment Length Polymorphisms-DNA (RFLP-DNA) sebagai Sumber Belajar di Sekolah Menengah

Atas dan Perguruan Tinggi di Kalimantan Selatan

Khairunnisa

Abstrak

Kerbau rawa Kalimantan merupakan fauna endemik, sebagai plasma nutfah di Kalimantan Selatan (Kalsel). Kerbau ini tersebar di beberapa daerah rawa. Sebagai plasma nutfah populasi kerbau ini perlu dijaga dan dilestarikan. Sayangnya selama ini hanya dilakukan pendataan keragaman fenotip saja, belum ada genetik untuk mengetahui tingkat keragaman genetik yang bisa memperbaiki mutu genetiknya. Salah satu teknik molekuler untuk analisis keragaman genetik ini adalah RFLP-DNA.

Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui keragaman fenotip kerbau rawa Kalimantan di beberapa daerah rawa di Kalimantan selatan; (2) mengetahui keragaman genetik berbasis RFLP-DNA kerbau rawa Kalimantan di beberapa daerah rawa di Kalimantan selatan; (3) mengetahui implikasi hasil penelitian ini sebagai sumber belajar di sekolah menengah atas dan perguruan tinggi di Kalimantan selatan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mengungkap keragaman fenotip dan keragaman genetik kerbau rawa Kalimantan melalui analisis DNA dengan teknik RFLP-DNA. Data keragaman fenotip yang dikaji berupa data pengamatan dan pengukuran fenotip, sedangkan keragaman genetik dilihat dari variasi jumlah dan ukuran fragmen, proporsi lokus polimorfik, frekuensi alel, serta kekerabatan (jarak genetik) diantara individu-individu dari beberapa populasi yang diambil menggunakan software Multi Variate Statistical Package (MVSP) yang ditampilkan dalam bentuk dendogram menggunakan metode Unweighted Pair Group Methode with Arithmatic Average (UPGMA). Penelitian dilakukan di Laboratorium Universitas Negeri

Page 5: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Program Studi S2 BIO 283

Malang, laboratorium biotek Universitas Muhammadiyah Malang, dan laboratorium biologi molekuler Universitas Brawijaya Malang pada bulan Juni sampai Desember 2008.

Hasil analisis data keragaman fenotip berdasarkan pengukuran dengan parameter lingkar badan, ukuran kepala, panjang leher, panjang ekor, panjang tanduk, panjang kaki, dan panjang tubuh total menunjukkan dari 7 sampel yang dianalisis terdapat variasi ukuran, namun tidak berbeda jauh. Begitupula data pengamatan fenotip berdasarkan parameter yang diamati seperti bentuk tubuh, warna tubuh, warna mata, bentuk ekor, dan bentuk tanduk menunjukkan adanya variasi yang cukup terlihat pada warna tubuh dan bentuk tanduk, sedangkan parameter lainnya tidak jauh berbeda. Selanjutnya untuk data genetik terdapat keragaman genetik kerbau rawa Kalimantan pada tiga populasi yang diambil yaitu Awayan, Telaga Selaba dan Sungai Buluh. Keragaman ini ditunjukkan oleh (1) adanya variasi ukuran fragmen DNA dengan menggunakan enzim HaeIII total variasi fragmen adalah 31 sedangkan PstI 38, (2) nilai lokus polimorfik tertinggi pada restriksi menggunakan HaeIII adalah 0,60 pada populasi Awayan, dan terendah adalah 0,33 pada populasi Telaga Selaba. Sedangkan pada restriksi menggunakan enzim PstI proporsi lokus polimorfik tertinggi senilai 0,85 pada populasi Telaga Selaba dan terendah pada populasi Sungai Buluh yaitu 0,33. (3) Nilai frekuensi alel juga menunjukkan adanya polimorfisme relatif tinggi pada tiga populasi karena prosentase frekuensi alel baik menggunakan HaeIII maupun PstI nilainya ada berkisar 50%, (4) data kekerabatan pada masingmasing individu baik menggunakan gabungan enzim HaeIII dan PstI menunjukkan adanya hubungan kekerabatan pada tiga populasi. Jarak genetik tertinggi dengan nilai similaritas 0,457 anatar sampel K4 dari populasi Telaga Selaba dan K5 dari Sungai Buluh. Jarak genetik terendah dari kekerabatan seluruh populasi dengan nilai 0,196.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan (1) Perlunya manajemen pemeliharaan kerbau rawa Kalimantan termasuk sistem perkawinannya agar diperoleh mutu genetik yang berkualitas dan tidak meningkatnya individu-individu homozigot yang bisa menurunkan perfomansi kerbau dan rentan penyakit. Hal ini karena walaupun data keragaman genetik yang diperoleh masih tinggi namun mekanisme inbreeding di lapanagan masih tinggi, (2) Untuk menganalisis keragaman genetik kerbau rawa Kalimantan sebaiknya digunaan enzim HaeIII sebab rentangan variasi lebih tinggi jika dibandingkan enzim PstI, (3) Untuk memperoleh akurasi yang lebih tinggi dari data keragaman genetik kerbau rawa Kalimantan sebaiknya diambil jumlah sampel yang lebih besar pada masing-masing populasi bahkan kalau perlu jumlah populasinya ditambah, (4) Sebaiknya dilakukan teknik analisis keragaman yang lebih tinggi sampai tataran gen tertentu misalnya teknik PCR-RFLP menggunakan gen pertumbuhan (growth hormone) agar diperoleh akurasi data genetik yang tinggi dan bisa dikaitkan lebih jauh dengan keragaman fenotipnya, (5) Implementasi hasil penelitian berupa modul pembelajaran untuk SMA dan modul praktikum untuk perguruan tinggi sebagiknya diuji cobakan ke SMA dan PT agar bisa diketahui efektifitas dan responnya terhadap modul tersebut.

Kata kunci: keragaman genetik, kerbau rawa kalimantan, RFLP-DNA

Pengaruh Lama Waktu Pengasapan dan Penyimpanan terhadap Kualitas Mikrobiologi MakananTradisional Kofo-kofo sebagai Sarana Penunjang Materi Praktikum Mikrobiologi

Pangan

Kulian Duha

Abstrak

Makanan tradsional kofo-kofo merupakan salah satu produk olahan ikan yang berasal dari Nias Selatan yang digemari oleh masyarakat di sana. Hal ini disebabkan karena rasanya lezat, di samping itu ikan sebagai bahan baku utama dan pisang sebagai bahan perekat mudah diperoleh di wilayah Nias Selatan, sehingga mendukung usaha para pengerajin dalam memproduksi makanan tradisional kofo-kofo. Ikan tongkol (Scomber australisicus) dan pisang kepok (Musa balbisiana), merupakan salah satu jenis ikan dan pisang yang dapat digunakan untuk pembuatan makanan tradisonal kofo-kofo.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan makanan tradisional kófó-kófó dapat dijadikan sebagai makanan simpanan dengan waktu relatif cukup lama yang disertai dengan pengasapan. Pengasapan merupakan usaha mencegah kerusakan pada makanan tradisional kofo-kofo selama masa penyimpanan, karena ikan dan pisang sebagai bahan baku cepat mengalami kerusakan. Kerusakan makanan dapat disebabkan oleh kapang kontaminan, dan akibatnya nilai gizi dan mutu makanan tradisional kofo-kofo cepat mengalami penurunan.

Page 6: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

284 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Penelitian ini bertujuan untuk, (1) untuk mengetahui perbedaan pengaruh lama waktu pengasapan dan penyimpanan terhadap daya awet makanan tradisional kofo-kofo berdasarkan hasil uji organoleptik, (2) untuk mengetahui perbedaan pengaruh lama waktu pengasapan dan penyimpanan terhadap kualitas mikrobiologi makanan tradisional kofo-kofo berdasarkan jumlah total koloni kapang, (3) untuk mengetahui spesies kapang kontaminan yang paling dominan pada makanan tradisional kofo-kofo, dan (4) untuk mengetahui kelayakan penyusunan dan pengembangan materi penuntun praktikum pengasapan dan penyimpanan makanan tradisional kofo-kofo sebagai materi praktikum Mikrobiologi Pangan. Penelitian ini adalah penelitian korelasional dan penelitian pengembangan. Penelitian korelasional, menggunakan pendekatan eksperi-men untuk melihat pengaruh lama pengasapan dan penyimpanan makanan tradisional kofo-kofo terhadap kualitas mikrobiologi berdasarkan jumlah total koloni kapang, nilai organoleptik dan daya awet; sedangkan penelitian pengembangan menggunakan pendekatan deskriptif development yang bertujuan untuk melihat kelayakan materi pengasapan dan penyimpanan makanan tradisional kofo-kofo sebagai materi praktikum matakuliah Mikrobiologi Pangan.

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial 2x3, yaitu lama pengasapan 1 jam dan 2 jam, serta lama penyimpanan 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisi dengan menggunakan Analisis Varians berganda dan Uji Lanjut Tukey pada taraf signifikan 5%.

Sampel kofo-kofo sebanyak 10 gram dihaluskan dan dilarutkan dalam larutan air pepton 0,1%, lalu dilakukan pengenceran sampai tahap pengenceran 10-6. Selanjutnya masing-masing suspensi pada tahap pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6 diinokulasikan pada medium lempeng Czapek Agar sebanyak 0,1 ml, lalu diinkubasikan pada suhu 250 C selama 7x24 jam. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah total koloni kapang dan jumlah koloni tiap spesies kapang untuk menentukan spesies kapang kontaminan yang paling dominan. Selanjutnya dilakukan analisis pengaruh lama waktu pengasapan dan penyimpanan kofo-kofo terhadap kualitas mikrobiologi berdasarkan jumlah total koloni kapang yang dirujukkan pada ketentuan kelayakan konsumsi menurut DIRJEN POM. Kemudian dilakukan analisis pengaruh lama waktu pengasapan dan penyimpanan kofo-kofo berdasarkan hasil uji organoleptik dengan 17 orang responden.

Hasil Penelitian ini menunjukan: (1) tidak terdapat perbedaan pengaruh lama waktu pengasapan dan penyimpanan terhadap daya awet makanan tradisional kofo-kofo berdasarkan hasil uji organoleptik; adapun hasil Uji Tukey pada taraf sigifikan 5% menunjukan kecenderungan panelis untuk memilih berdasarkan kesukaan mereka, yaitu yang mendapat nilai tertinggi ialah kofo-kofo yang berwarna coklat, tekstur padat, kompak, dan kering, aroma harum, serta rasa enak. (2) terdapat perbedaan pengaruh lama waktu pengasapan dan penyimpanan terhadap kualitas mikrobiologi makanan tradisional kofo-kofo; lama waktu pengasapan terbaik ialah 2 jam dan lama waktu penyimpanan terbaik ialah selama 1 hari ditinjau berdasarkan batas jumlah total koloni kapang maksimum yang diizinkan oleh DIRJEN POM, yaitu maksimum 105 cfu/gram sampel. (3) terdapat satu spesies kapang kontaminan yang paling dominan pada makanan tradisional kofo-kofo, yaitu Aspergillus niger Van Tieghem dengan jumlah koloni 2,60x106 cfu/gram sampel. (4) materi praktikum pengasapan dan penyimpanan makanan tradisional kofo-kofo layak digunakan sebagai materi praktikum matakuliah Mikrobiologi Pangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pembelajaran pada matakuliah Mikrobiologi Pangan dan masukan bagi para pengrajin makanan tradisional kofo-kofo khususnya, jika dalam membuat makanan tradisional kofo-kofo sebaiknya menggunakan lama pengasapan 2 jam dan lama penyimpanan maksimum 1 hari karena memenuhi syarat konsumsi berdasarkan kententuan Dirjen POM 1989.

Kata kunci: kapang, kofo-kofo, kualitas mikrobiologi, daya awet, lama waktu pengasapan, lama waktu penyimpanan

Perebedaan Karakter Fenotip dan Genotip Sapi Peranakan Ongole antara Pejantan di BBIB Singosari dengan Induk dan Anak di UPA Pasuruan dan Penyusunan Bahan Ajar Mata

Kuliah Genetika Molekuler

Mariana Rengkuan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbedaan karateristik fenotipe dan genotipe serta untuk mengetahui variasi genetik dan hubungan kekerabatan antara pejantan unggul di BBIB Singosari dengan

iiii ii

Page 7: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Program Studi S2 BIO 285

Induk dan anak sapi peranakan ongole di UPA Pasuruan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga bulan Februari 2009, yang bertempat di BBIB Singosari dan UPA Pasuruan untuk pengambilan data karakter kualitaif dan kuantitaif. Pengamatan genotipe dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang. Penelitian dilakukan pada induk dan anak sapi peranakan ongole di UPA Pasuruan yang telah disurvei dan diambil sampelnya secara purposive sampling, masing-masing sebanyak 4 ekor, sebagai standart atau pembanding adalah sapi peranakan ongole dari BBIB Sigosari sebanyak 2 ekor. Sampel darah diambil kemudian diisolasi DNA dari limfositnya dengan metode salting out. Kemudian diukur kemurniannya dan ditentukan jumlah pasangan basanya. Isolat DNA kemudian dipotong dengan enzim EcoR1, Pst1, HindIII dan HaeIII melalaui metode RFLP. Fragmen DNA hasil RFLP kemudian menjadi indikator dalam penentuan varisi genetik dan melihat hubungan kekerabatan atara ke 10 sampel menggunakan metode Unweigted Pair Group Methode with Arichmatic Avarage (UPGMA).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) terdapat kesamaan pada karakter fenotip antara sapi pejantan peranakan ongole di BBIB Singosari dengan induk dan anak di UPA Pasuruan, kecuali pola warna pada anak sapi PO di UPA Pasuruan, ini disebabkan karena anak sapi PO di UPA Pasuruan merupakan hasil persilangan antara induk sapi PO di UPA Pasuruan dengan sapi Brahman American, 2) terdapat persamaan potensi genotip antara pejantan unggul dari BBIB Singosari dengan induk sapi PO dari UPA Pasuruan dengan tingkat kesamaan antara 50% sampai dengan 92,31%.Terdapat persamaan potensi genotip antara pejantan unggul dari BBIB Singosari dengan anak sapi PO dari UPA Pasuruan dengan tingkat kesamaan antara 50% sampai dengan 53,8%, 3) terdapat kontribusi yang tinggi dari pejantan dalam pewarisan potensi genetik kepada anak pada enzim Pst1, HindIII dan HaeIII, berbeda pada hasil RFLP dengan menggunakan enzim EcoR1 terdapat kontribusi yang sama antara induk dan pejantan kepada anaknya, 4) variasi genetik tertinggi terdapat pada pejantan unggul sapi PO di BBIB Singosari dengan rata-rata polimorfisme adalah 7 pada enzim Pst1, 6 pada enzim EcoR1, 6,5 pada enzim HindIII, dan 8 pada enzim retriksi HaeIII. Kemudian diikuti oleh induk dengan rata-rata polimorfisme sebagai berikut: 2,5 pada enzim Pst1, 2 pada enzim EcoR1, 5,5 pada enzim Mariana Rengkuan adalah Dosen Perguruan Tinggi UNIMA, Artikel ini Diangkat dari Tesis MagisterPendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang, 2009 HindIII dan 5,75 pada enzim retriksi HaeIII. Polimorfisme yang terendah terdapat pada anak, yaitu rata-rata polimorfime pada masing-masing enzim sebagai berikut: 2,5 pada enzim Pst1, 2,75 pada enzim EcoR1, 4 pada enzim HindIII dan 3,75 pada enzim retriksi HaeIII, 5) terdapat hubungan kekerabatan antara induk dan anak sapi PO di UPA pasuruan senilai 40% pada enzim Pst1 dan EcoR, 20% pada enzim HindIII dan tidak ditemukan hubungan tersebut pada enzim HaeIII dari keseluruhan sampel, sementara hubungan kekerabatan antara pejantan dan induk sangat bervariasi dan tidak terlihat suatu hubungan sebagai induk dan anak.

Penelitian ini menghasilkan bahan ajar pada mata kuliah genetika lanjut yang dilengkapi media belajar, dan penuntun praktikum genetika molekuler pada tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan hasil analisis ahli isi, bahan ajar berada pada kualifikasi baik sehingga tidak perlu direvisi lagi. Berdasarkan kesimpulan dia atas disarankan untuk dilakukan seleksi yang ketat dalam mendapatkan parental stock dengan fenotipe yang unggul dalam populasi sapi tersebut sebelum dialkukan perkawinan. Untuk meperoleh potensi genetik yang lebih spesifik maka analisa genotipe perlu dilajutkan menggunakan primer dan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk melihat variasi genetik sapi PO ke tingkat nukleotida. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini, berupa bahan ajar, penuntun praktikum dan VCD untuk perguruan tinggi, perlu dilakukan penelitian pengembangan untuk paket pembelajaran yang lebih lanjut.

Kata kunci: bahan ajar, karakter fenotip, hubungan kekarabatan, RFLP-DNA, variasi genetik

Komparasi Penciri Biologis dan Variasi Genotip Sapi Madura Antara Induk, Pedet di Kabupaten Sampang Dengan Pejantan Unggul di BBIB Singosari dan Pengembangan Bahan

Ajar Mata Kuliah Genetika Molekuler

Marleny Leasa

Abstrak

Sapi Madura adalah sapi potong asli Indonesia. Sapi Madura mempunyai keunggulan yang patut dibanggakan dan diberdayakan. Keunggulan itu antara lain, memiliki kemampuan daya adaptasi yang baik terhadap stress pada lingkungan tropis, mampu hidup dalam keadaan pakan yang kurang baik, tumbuh dan berkembang dengan baik, serta tahan terhadap investasi serangan caplak dan memiliki kualitas karkasnya

Page 8: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

286 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

yang tinggi dan ketahanannya terhadap parasit tertentu. Hingga kini beberapa sumber menyebutkan bahwa sapi Madura telah mengalami degradasi produktivitas karena seleksi negatif dan inbreeding.

Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatan produktivitas sapi Madura adalah dengan jalan memperbaiki mutu genetiknya. Selama ini upaya tersebut telah dilaksanakan melalui inseminasi buatan dan crossbreeding atau perkawinan silang antara induk sapi Madura secara tidak langsung dengan semen yang berasal dari pejantan unggul yang ada di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB Singosari). Harapannya dihasilkan pedet atau keturunan yang memiliki karakeristik unggul. Selain itu upaya yang mesti dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas sapi Madura yang unggul adalah melalui identifikasi variasi genetik. Variasi genetik dapat dilakukan melalui kajian penciri biologis secara keseluruhan dan kajian molekuler yang difokuskan pada analisis DNA. Dari kajian ini diharapkan dapat dilakukan komparasi penciri biologis dan variasi genotip dalam bentuk pola fragmen-fragmen DNA antara induk dan pedet sapi Madura di kabupaten Sampang serta pejantan unggul di BBIB Singosari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan penciri biologis sapi Madura antara induk dan pedet di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari, (2) variasi genotip induk dan pedet sapi Madura di kabupaten Sampang berdasarkan RFLP dengan menggunakan enzim EcoRI, PstI, dan HindIII, (3) variasi genotip pejantan unggul sapi Madura di BBIB Singosari berdasarkan RFLP dengan menggunakan enzim EcoRI, PstI, dan HindIII, (4) perbedaan variasi genotip sapi Madura antara induk dan pedet di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari, (5) jarak genetik antara induk dan pedet sapi Madura di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari, (6) variasi genetik antara induk dan pedet sapi Madura di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari, dan 7) untuk mengembangkan bahan ajar mata kuliah genetika molekuler.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif developmental untuk mengungkap komparasi penciri biologis dan variasi genotip induk dan pedet (F1) sapi Madura di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul BBIB Singosari. Analisis DNA dilakukan dengan teknik RFLP. Data variasi genotip selanjutnya dianalisis dengan teknik MVSP1 (Multi Variate Statistic Package), metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arichmatic Average untuk mengungkap jarak genetik. Variasi genetik didapatkan melalui perhitungan frekuensi alel pada setiap sampel. Hasil penelitian ini digunakan untuk mengembangkan bahan ajar genetika molekuler dengan mengikuti beberapa tahap dalam model Dick & Carey.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) perbedaan penciri biologis sapi Madura antara induk dan pedet di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari terdapat hanya pada sifat kuantitatif, (2) variasi genotip induk dan pedet sapi Madura di Kabupaten Sampang yang menggunakan enzim EcoRI, PstI, dan HindIII menunjukkan adanya variasi dalam ukuran pasang basa. Enzim EcoRI menghasilkan 27 fragmen DNA dengan ukuran antara 980 bp – 10000 bp. Enzim PstI menghasilkan 25 fragmen DNA dengan ukuran antara 1250 bp – 10000 bp. Sementara enzim HindIII menghasilkan 34 fragmen DNA dengan ukuran antara 400 bp – 10000 bp, (3) terdapat juga variasi genotip DNA pejantan unggul sapi Madura di BBIB Singosari dengan menggunakan enzim EcoRI, PstI, dan HindIII. Enzim EcoRI menghasilkan 16 fragmen DNA dengan ukuran antara 1000 bp – 10000 bp. Enzim PstI menghasilkan 6 fragmen DNA dengan ukuran antara 2800 bp – 10000 bp. Sementara enzim HindIII menghasilkan 14 fragmen DNA dengan ukuran antara 500 bp – 10000 bp, (4) terdapat perbedaan variasi genotip sapi Madura antara induk dan pedet di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari, (5) jarak genetik antara induk dan pedet sapi Madura di kabupaten Sampang dengan pejantan unggul di BBIB Singosari tidak seperti yang diharapkan. Jarak genetik induk dan pedet berkisar antara 0-25%, dan (6) variasi genetik tertinggi dimiliki oleh pejantan unggul, kemudian diikuti oleh pedet dan induk sapi Madura, 7) telah dikembangkan bahan ajar genetika molekuler dengan menggunakan model Dick & Carey, yang juga dilengkapi dengan penuntun praktikum.

Dari hasil penelitian ini, beberapa usul disampaikan antara lain: (1) Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengkaji variasi genotip sapi Madura di BBIB Singosari dan di Kabupaten Sampang dengan menggunakan enzim restriksi yang lain atau primer tertentu melalui teknik PCR-RFLP. (2) Bagi peneliti lain, supaya memperhatikan dengan baik kemurnian dan konsentrasi DNA sebelum dilakukan pemotongan DNA. (3) Perlu adanya penelitian serupa untuk mengkaji keefektifan penggunaan teknik RFLP dalam analisis DNA. (4) Bagi peneliti lain yang menggunakan teknik RFLP dalam analisis DNA dapat menggunakan enzim restriksi EcoRI dan HindIII karena menghasilkan sejumlah fragmen polimorfik. (5) Bagi pihak terkait supaya dapat mengupayakan induk sapi yang unggul untuk tujuan inseminasi buatan. (6) Dosen dan mahasiswa dapat menggunakan bahan ajar genetika molekuler yang sudah dikembangkan, di samping perlu melakukan penelitian pengembangan terhadap produk bahan ajar yang sudah ada. Analisis statistik yang digunakan adalah Anakova. Uji lanjut menggunakan uji beda LSD. Pengujian terhadap konsistensi pelaksanaan strategi pembelajaran digunakan analisis regresi. Pengujian hipotesis nol dilakukan pada taraf signifikansi 0,5 %.

Berdasarkan analisis data diketahui bahwa strategi pembelajaran dan kemampuan akademik tidak berpengaruh terhadap kemampuan metakognisi, tetapi strategi pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif. Berdasarkan uji konsistensi diketahui bahwa ketiga garis regresi pada strategi pembelajaran

Page 9: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Program Studi S2 BIO 287

PT dan PS sejajar dan berhimpit. Hasil ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian eksperimen berlangsung konsisten dari awal, tengah, hingga akhir. Berdasarkan hasil ini dapat dikemukakan:1) tidak ada strategi yang paling baik dari yang lain sehingga guru harus menyesuaikan penggunaan strategi pembelajaran dengan karakteristik materi yang akan diajarkan, 2) setiap individu mempunyai perbedaan karateristik atau individual deferensis. Oleh karena itu kecenderungan untuk lebih menguasai strategi tertentu sangat mungkin terjadi. Diketahui juga bahwa kelas yang penulis teliti ini kemampuan akademiknya homogen.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: 1) strategi pembelajaran tidak berpengaruh terhadap kemampuan metakognisi, 2) strategi pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif, dalam hal ini adalah MS yang konstruktivistik, 3) kemampuan akademik tidak berpengaruh terhadap kemampuan metakognisi, 4) kemampuan akademik tidak berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif, 5) interaksi strategi pembelajaran dan kemampuan akademik tidak berpengaruh terhadap kemampuan metakognisi. Namun interaksi yang lebih baik adalah PS-KAT, dan 6) interaksi strategi pembelajaran dan kemampuan akademik tidak berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif. Namun interaksi yang lebih baik adalah PT-KAR.

Dengan demikian disarankan: 1) supaya peneliti lain menindaklanjuti hasil penelitian ini, 2) nilai ujian nasional belum sepenuhnya menggambarkan kemampuan akademik, untuk memastikan kemampuan akademik siswa dapt dilakukan tes skolastik berupa tes numerik dan tes verbal, 3) perlu alat pengumpul data metakognisi selain tes berupa nontes melalui wawancara sehingga think aloud siswa dapat diketahui, dan 4) PBMP+TPS direkomendasikan untuk diterapkan di kelas berkemampuan akademik rendah.

Kata kunci: penciri biologis, variasi genotip, sapi Madura, RFLP, pengembangan bahan ajar

Kajian Tentang Kualitas Mikrobiologi Berdasarkan Nilai MPN Coliform, Coliform fekal, dan Jumlah Koloni Bakteri Escherihia coli, Kualitas Fisik dan Kimia Air Minum Isi Ulang

Di Kota Palangkaraya Sebagai Bahan Penunjang Praktikum Mikrobiologi

Noor Hujjatusnaini

Abstrak

Air merupakan kebutuhan esensial bagi seluruh makhluk hidup dan merupakan habitat yang secara alaminya sangat mudah tercemar oleh faktor biotik dan abiotik. Air permukaan relatif telah terkontaminasi oleh bakteri Coliform, khususnya pada daerah perkotaan. Demikian pula halnya dengan kota Palangkaraya dengan luas wilayah 153,567 Km2 dan jumlah penduduk 1,935 juta jiwa, mempunyai sungai Kahayan yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan pemukian sebagian besar masyarakat Palangkaraya, sehingga tingkat pencemaran limbah dan MCK cukup besar. Fenomena tersebut menyebabkan masyarakat lebih cenderung menggunakan air kemasan sebagai pemenuh kebutuhan konsumsi air.

Kualitas air dapat dilihat dari indikator mikrobiologi, fisik dan kimia di dalamnya. Kehadiran bakteri Coliform merupakan indikator biologi adanya kontaminasi sampah atau feses terhadap sumber air. Kualitas mikrobiologi air dapat ditentukan berdasarkan nilai MPN Coliform, nilai MPN Coliform fekal dan jumlah koloni Escherichia coli. Kontaminasi Coliform dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare dan gangguang pencernaan lain. Indikator kualitas fisik (kekeruhan, warna, rasa dan aroma/bau air) dan indikator kualitas kimia (pH, kesadahan, nilai BOD dan COD) air merupakan indikator kualitas air yang tidak secara langsung berhubungan dengan kesehatan. Kendati demikian, kualitas fisik dan kimia berhubungan dengan penentuan kelayakan air untuk dikonsumsi, sedangkan kontaminasi logam berat seperti Pb (timbal) dalam kondisi minimum berdampak buruk bagi kesehatan.

Penelitian mengenai “Kajian Tentang Kualitas Mikrobiologi Berdasarkan Nilai MPN Coliform, Coliform fekal, dan Jumlah Koloni Bakteri Escherihia coli, Kualitas Fisik dan Kimia Air Minum Isi Ulang di Kota Palangkaraya Sebagai Bahan Penunjang Praktikum Mikrobiologi” ini bertujuan untuk mengetahui (1) kualitas mikrobiologi air minum isi ulang dari sumber air tanah di daerah perkotaan dan di daerah perbukitan berdasarkan nilai MPN Coliform, Coliform fekal dan jumlah koloni Eschericia coli di kota Palangkaraya (2) kualitas fisik air minum isi ulang dari sumber air tanah di daerah perkotaan dan di daerah perbukitan berdasarkan tingkat kekeruhan, warna, rasa dan aroma/bau air di kota Palangkaraya (3) kualitas kimia air minum isi ulang dari sumber air di daerah perkotaan dan di daerah perbukitan berdasarkan tingkat kesadahan, pH, BOD, COD dan kadar timbal air di kota Palangkaraya.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Universitas Negeri Malang pada bulan Febuari sampai dengan Maret 2009. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparasi eksploratif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan perbandingan kualitas mikrobiologi, fisik, dan

Page 10: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

288 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

kimia air minum isi ulang berbahan baku air tanah di daerah perkotaan dan dari daerah perbukitan. Sampel air diambil dari sumber air di daerah perkotaan dan dari daerah perbukitan di kota Palangkaraya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara porposive random sampling. Uji kualitas mikrobiologi sampel air dilakukan melalui (1) uji pendugaan untuk menentukan nilai MPN Coliform, (2) uji penegasan untuk menentukan nilai MPN Coliform fekal, dan (3) uji kepastian untuk menentukan jumlah koloni Escherichia coli. Penentuan kualitas air minum isi ulang secara keseluruhan mengacu pada ketentuan dari Dirjen POM.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa (1) Ada perbedaan yang signifikan antara air minum isi ulang berbahan baku air tanah di daerah perkotaan dan dari daerah perbukitan berdasarkan nilai MPN Coliform, nilai MPN Coliform fekal dan jumlah koloni Escherichia coli; Pada air minum isi ulang berbahan baku air tanah terdapat bakteri Coliform,Coliform fekal dan koloni Escherichia coli, sedangkan pada air minum isi ulang berbahan baku air perbukitan tidak terdapat bakteri Coliform fekal dan koloni Escherichia coli. Kualitas mikrobiologi air minum isi ulang berbahan baku air perbukitan layak dikonsumsi, sedangkan air minum isi ulang dari air tanah tidak layak dikonsumsi berdasarkan nilai MPN Coliform, nilai MPN Coliform fekal dan jumlah koloni Escherichia coli. (2) terdapat perbedaan yang signifikan kualitas fisik air berdasarkan tingkat kekeruhan, warna, rasa, dan aroma(bau) antara air minum isi ulang yang berbahan baku sumber air tanah di daerah perkotaan dan di daerah perbukitan. (3) terdapat perbedaan yang signifikan kualitas kimia air berdasarkan pH, tingkat kesadahan, nilai BOD dan COD, sedangkan berdasarkan kadar timbal (Pb) tidak terdapat perbedaan antara air minum isi ulang yang berbahan baku air tanah di daerah perkotaan dan di daerah perbukitan.

Implikasi penelitian ini berupa penuntun praktikum mikrobiologi yang sistematis, runtun, taat azas, sehingga layak digunakan, dengan tujuan dapat membentuk situasi pembelajaran bermakna dan menyenangkan dalam pola pembelajaran kontekstual di tingkat Perguruan Tinggi (PT), khususnya dalam mata kuliah mikrobiologi.

Kata kunci: coliform, jumlah koloni bakteri escherihia coli, kualitas air

Keterampilan Metakognitif Pada Pembelajaran IPA Biologi di Kalangan Siswa SMP Kota Blitar

Nurul Purwandari

Abstrak

Konsep pembelajaran IPA Biologi mengutamakan keaktifan siswa membangun pengetahuannya sendiri, membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang telah dimiliki, dan menggunakan semua pengetahuan atau pengalaman untuk belajar melalui perbedaan-perbedaan yang ada pada pengetahuan baru dan lama untuk mencapai pemahaman baru. Hal ini menunjukkan adanya perubahan paradigma pendidikan, yaitu perubahan dari paradigma behavioristik menjadi paradigma konstruktivistik. Paradigma konstruktivistik menekankan pada refleksi diri dan pembentukan pengetahuan yang memiliki konstribusi bagi perkembangan keterampilan-keterampilan metakognitif. Strategi pembelajaran konstruktivistik terbukti dapat mendorong atau memberdayakan perkembangan keterampilan metakognitif. Strategi pembelajaran konstruktivistik sudah banyak disosialisasikan dan diintegrasikan ke dalam kurikulum-kurikulum terbaru: namun, kenyataan kegiatan pembelajaran di lingkungan sekolah tidaklah demikian.

Berdasarkan observasi di beberapa sekolah menengah pertama di Kota Blitar menunjukkan sebagian besar guru masih banyak yang menekankan pada pemberian materi saja dan kurang memperhatikan proses bagaimana informasi tersebut diterima oleh siswa. Guru juga kurang mengetahui aspek-aspek kualitas individu yang berupa bakat, motivasi belajar atau kemampuan awal yang dimiliki siswa; dengan mengetahui aspek-aspek tersebut seorang guru dapat menata pembelajaran khususnya komponen-komponen strategi pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik individu siswa. Atas dasar temuan sementara tersebut penulis berkeinginan untuk mengetahui lebih lanjut tentang strategi pembelajaran yang digunakan guru, karakteristik siswa dan keterampilan metakognitif siswa. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan instrumen penelitian yang berupa lembar kuisioner, observasi, dokumen, dan wawancara.

Temuan pada penelitian “Keterampilan Metakognitif Pada Pembelajaran IPA Biologi di Kalangan Siswa SMP Kota Blitar” adalah: pertama, strategi pembelajaran yang mengarah pada penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi masih belum optimal untuk mendorong munculnya diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari. Kesempatan siswa

Page 11: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Program Studi S2 BIO 289

menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya kurang mendapatkan kesempatan yang cukup. Hal ini disebabkan pencapaian kompetensi dasar dan nilai akhir yang tinggi pada suatu tes dan ujian sebagai tolak ukur keberhasilan. Kedua, model belajar yang banyak diminati siswa adalah melakukan latihan di kelas, mengerjakan PR, mendengarkan guru dan mancatat, belajar bersama dan mengikuti buku teks. Sebagian besar siswa termotivasi belajarnya karena mereka ingin mendapatkan nilai yang baik. Ada kecenderungan bahwa setiap materi yang dipelajari lebih mudah dipahami dan harapan mereka soal tes yang diberikan sama dengan yang diajarkan di kelas. Rata-rata siswa memiliki minat yang besar terhadap mata pelajaran IPA Biologi. Ketiga, berdasarkan perhitungan anakova (1) variabel sekolah menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan metakognitif; (2) variabel kelas untuk seluruh sekolah menunjukkan tidak ada beda yang signifikan terhadap keterampilan metakognitif; (3) interaksi sekolah dengan kelas ada beda yang signifikan terhadap keterampilan metakognitif siswa, dengan kata lain ada perbedaan keterampilan metakognitif antara kelompok siswa pada jenjang tingkatan yang sama dengan sekolah yang berbeda; (4) Berdasarkan hasil uji anakova keterampilan metakognitif dengan kelas diperoleh kesimpulan tidak ada beda yang signifikan antar kelas VII, VIII, dan IX; (5) kemampuan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap keterampilan metakognitif; (6) ada beda yang signifikan antara interaksi kelas dengan kemampuan akademik terhadap keterampilan metakognitif siswa.

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa strategi-strategi kognitif yang diterapkan oleh para guru belum mengintervensi dalam mempengaruhi siswa bertindak secara mandiri karena siswa belum dibiasakan untuk mengetahui kapan untuk meringkas, mengelaborasi, mengorganisasi yang sesuai dengan karakteristik siswa. Petunjuk dalam mengenali dan praktik dalam menerapkan strategi-strategi metakognitif akan membantu siswa dengan sukses memecahkan masalah-masalah sepanjang hidupnya.

Kata kunci: strategi pembelajaran, karakteristik siswa, keterampilan metakognitif

Pemetaan Variasi Genetik Kerbau Lokal Tana Toraja Berbasis Restriction Fragment Lenght Polymorphisms- DNA (RFLPDNA) sebagai Sumber Belajar Di Sekolah Menengah Atas dan

Perguruan Tinggi

Sitti Saenab

Abstrak

Penelitian mengenai Pemetaan Variasi Genetik Kerbau Lokal Tana Toraja Berbasis Restriction Fragment Lenght Polymorphisms-DNA (RFLP-DNA) sebagai Sumber Belajar Di Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi ini bertujuan untuk mengetahui (1) keragaman/variasi fenotip kerbau lokal Tana Toraja (2) keragaman/variasi genotip kerbau lokal Tana Toraja berbasis RFLP (3) pemetaan variasi genetik kerbau lokal pada berbagai wilayah di Tana Toraja dan (4) implikasi hasil penelitian sebagai usulan sumber belajar biologi pada Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi.

Penelitian ini adalah penelitian eksploratif untuk mengungkap keragaman fenotip kerbau lokal Tana Toraja dengan mengkaji variasi genetiknya melalui analisis DNA dengan teknik RFLP dan mengkaji hubungan Variasi fenotip dan variasi genotipnya pada berbagai wilayah di Tana Toraja. Teknik RFLP yang dilakukan melalui tahapan isolasi DNA, pengukuran konsentrasi dan kemurnian dengan menggunakan spectrophotometer, pemotongan DNA dengan menggunakan enzim HaeIII dan PstI serta elektroforesis gel agarosa untuk analisis DNA secara kualitatif. Hasil RFLP tersebut dianalisis dengan menggunakan software Multivariate Statistical Package (MVSP) dan untuk jarak genetik kedelapan sampel dari berbagai wilayah ditampilkan dalam bentuk dendogram dengan menggunakan metode Unweighted Pair Group method with arichmatic Avarage (UPGMA).

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 1) keanekaragaman/variasi fenotip kerbau lokal Tana Toraja relatif tinggi yang ditunjukkan dengan adanya beberapa variasi kerbau yaitu Belang, kerbau Pudu dan kerbau Sambao 2) keanekaragaman/variasi genotip kerbau lokal Tana Toraja relatif tinggi yang ditunjukkan dengan jumlah fragmen yang polimorfik berkisar 5 s/d 21 fragmen, frekuensi alel berkisar antara 22% s/d 83% dan rata-rata polimorfisme berkisar 2,5 s/d 10,5 3) Pemetaan variasi genetik kerbau lokal pada berbagai wilayah di Tana Toraja tergambar dengan keragaman genetik dan jarak genetik. Keragaman genetik kerbau lokal Tana Toraja relatif tinggi yang ditunjukkan dengan keragaman pita fragmen DNA sampel dalam satu wilayah. Jarak genetik (genetic distance) menunjukkan bahwa secara umum kedelapan sampel terbagi menjadi 2 cluster baik dengan menggunakan HaeIII maupun dengan menggunakan PstI.

Page 12: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

290 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Hasil analisis dendogram dengan menggunakan enzim HaeIII dibagi dalam dua cluster. Cluster I terdiri dari sampel 2 yang memiliki nilai similarity dengan cluster II sebesar 1, 9%. Cluster II yang terdiri dari sampel 1, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 Begitupun dengan menggunakan enzim PstI dibagi ke dalam 2 cluster besar, cluster I terdiri dari sampel 4 dan 6. Cluster II yang terdiri dari sampel 1, 2, 3, 5, 7 dan 8. Dengan menggunakan enzim HaeIII terlihat nilai similarity tiap sampel berkisar antara 1, 9% s/d 46, 2%. Sedangkan dengan menggunakan enzim PstI nilai similarity berkisar antara 8, 3% s/d 46, 2%. Dengan menggabungkan dua enzim HaeIII dan PstI dendogram dibagi menjadi dua cluster yaitu; Cluster I terdiri dari sampel 2 dengan nilai similarity dengan cluster II sebesar 9, 1%. Sedangkan cluster II terdiri yang dari sampel 1, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Dari hasil analisis dendogram ini didapatkan bahwa pada dasarnya kedelapan sampel dari berbagai wilayah tersebut masih mempunyai jarak genetik yang relatif dekat.

Selanjutnya, dari jarak genetik tersebut diketahui bahwa kerbau Sambao dengan kerbau Pudu memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat yang ditunjukan dengan nilai similarity sebesar 37% dengan demikian, subspesies Sambao dan Pudu dipertimbangkan untuk tidak disilangkan (Breeding) karena meningkatkan gen yang homozigot. Sebaliknya dianjurkan persilangan antara subspesies Belang dengan Pudu atau persilangan antara Belang dengan Sambao karena kemungkinan munculnya gen homozigot lebih kecil sehingga gen heterozigot semakin sering muncul yang nantinya akan berakibat tingginya keanekaragaman genetik dalam populasi.

Implikasi dari penelitian ini adalah menghasilkan 2 jenis produk yang yaitu modul pembelajaran biologi dengan judul ”Keanekaragan Hayati Kabupaten Tana Toraja” untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan produk yang kedua adalah penuntun pelaksanaan praktikum biologi molekuler pada Perguruan Tinggi (PT). Diharapkan modul pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat diuji coba di SMA dan PT.

Kata kunci: variasi genetik, kerbau lokal Tana Toraja, RFLP-DNA, MVSP, sumber belajar

Pengembangan Modul Pembelajaran Struktur dan Perkecambahan Biji Berbasis Kontekstual Konstruktivistik Bagi Mahasiswa S1 Pendidikan Biologi

FKIP Universitas Jember

Sulifah Aprilya Hariani

Abstrak

Pembelajaran biologi di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk memahami konsep-konsep dasar, prinsip dasar dan bukan hanya menghafal fakta-fakta ataupun prosedur. Mahasiswa biologi dituntut untuk memahami proses yang terjadi dari fakta yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar dapat bermanfaat sebagai sumber belajar dengan prinsip alam tak ambang jadi guru. Mahasiswa pendidikan biologi dituntut untuk mengikuti perkuliahan-perkuliahan wajib bidang studi biologi. Salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa S1 Pendidikan Biologi adalah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan I dan II (SPT I dan II). SPT II membahas tentang konsep-konsep struktur anatomi tumbuhan khususnya Angiospermae yang meliputi organisasi tingkat sel (sitologi), jaringan (histologi), organ (organologi) serta membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, khususnya pergiliran keturunan dan perkecambahan biji pada Angiospermae.

Materi kuliah SPT II, khususnya pada topik pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan lebih sulit dibandingkan dengan materi pada topik yang lain. Alokasi waktu tidak sesuai dengan banyaknya materi yang harus dipelajari mahasiswa. Kesulitan tersebut juga dibuktikan dengan hasil belajar mahasiswa beberapa angkatan pada mata kuliah SPT II pada topik tersebut lebih rendah dibanding dengan topik yang lain

Mata kuliah SPT II sangat penting bagi pengembangan kompetensi profesional calon guru biologi, terutama dalam mengembangkan bidang ilmunya sesuai konteks daerah tempat pembelajaran berlangsung; ketersediaan buku-buku (referensi) yang menunjang mata kuliah SPT II terutama yang mencontohkan berbagai perkembangan embrio tumbuhan pada matakuliah SPT II yang ada di lingkungan sekitar mahasiswa selama ini terbatas jumlahnya; pelaksanaan pembelajaran selama ini cenderung berpusat pada dosen (teacher centered) dan kurang menarik perhatian mahasiswa; dan belum banyak sumber belajar yang dapat meningkatkan motivasi mahasiswa, maka perlu dikembangkan modul pembelajaran yang berkualitas, aplikatif dan berbasis kontekstual konstruktivistik serta sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan mahasiswa terutama bagi mahasiswa S1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember.

Page 13: 7-kumpul abstrak BIO-S2-2.doc

Program Studi S2 BIO 291

Permasalahan-permasalahan tersebut harus segera mendapat perhatian dan pemecahan. Pemecahan masalah yang harus ditangani adalah pengadaan bahan ajar (modul) yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mahasiswa. Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk mengembangkan modul pembelajaran struktur dan perkecambahan biji berbasis kontekstual konstruktivistik bagi mahasiswa S1 Pendidikan Biologi.

Model pengembangan modul pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan yang diadopsi dari Dick & Carey (2001). Kerangka penyusunan modul pembelajaran pada pengembangan ini diadopsi dari Depdiknas (2006). Prosedur pengembangan modul pembelajaran yang dilakukan terdiri atas tiga (3) tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penyusunan modul, tahap validasi dan uji coba.

Hasil pegembangan berupa draft modul pembelajaran diujicobakan. Uji coba yang telah dilakukan meliputi uji coba ahli isi, ahli modul, uji perorangan, uji kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Hasil uji coba ahli modul berada pada kategori sangat baik/sangat menarik/sangat sesuai dan tidak perlu direvisi, dengan persentase 87,9 dan komponen penyusun modul sudah lengkap. Hasil uji coba uji ahli juga berada pada kategori sangat baik/sangat menarik/sangat sesuai dengan persentase 85 dan tidak perlu direvisi.

Hasil uji coba perorangan, kelompok kecil, dan uji lapangan pengembang mendapat saran dan masukan yang banyak. Saran-saran tersebut misalnya tentang perbaikan dalam evaluasi, warna cover, konsistensi dalam penggunaan warna, konsistensi dalam penggunaan warna di kata-kata yang penting dan lain sebagainya. Hasil uji coba perorangan modul berada pada kategori baik dengan persentase 78,6. Hasil uji coba kelompok kecil berada pada kategori sangat baik/sangat menarik/sangat sesuai dan tidak perlu direvisi dengan persentase 81,9. Tes kemampuan rata-rata mahasiswa meningkat dari 53,1 menjadi 70,3. Hasil uji lapangan modul pembelajaran berada pada kategori baik/menarik/sesuai dan sedikit perlu ada revisi, khususnya tentang kemudahan memahami isi modul. Penilaian/tanggapan dosen pembina mata kuliah terhadap modul pembelajaran persentasenya 87 dengan kategori sangat baik/sangat menarik/sangat sesuai. Modul Pembelajaran yang dikembangkan efektif bagi mahasiswa, terbukti dengan peningkatan hasil belajar. Rerata pre-test sebesar 53,7 dan rerata post-test sebesar 71,3, sehingga Gain score sebesar 0,39. Modul pembelajaran dapat meningkatkan rata-rata hasil belajar pre-test dan post-test.

Kata kunci: pengembangan, modul pembelajaran, struktur dan perkecambahan biji, kontekstual, konstruk-tivistik