Upload
bang-yadhi
View
923
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
1
GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL YANG DIBERIKAN KELUARGA
DALAM PERAWATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI INSTALASI
RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
Linda Permatasari1 Aat Sriati
1 Metty Widiastuti
2
1Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
2Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Sampai saat ini penanganan skizofrenia belum memuaskan dan salah satu
penyebabnya adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di
rumah. Dukungan sosial yang diberikan keluarga terhadap penderita skizofrenia
menjadi hal penting dalam proses penyembuhan penderita. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam
perawatan penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang
merupakan hasil pengembangan dari teori Smet (1994:136), kepada 96 orang dari
keluarga penderita skizofrenia. Dari pengumpulan data tersebut didapatkan hasil
bahwa sebagian responden 48.96% memberikan dukungan sosial dalam perawatan
penderita skizofrenia dan sebagian responden 51.04% tidak memberikan dukungan
sosial dalam perawatan penderita skizofrenia. Dukungan emosional menjadi
persentasi tertinggi keluarga tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan
penderita skizofrenia.
Kata Kunci : Dukungan Sosial, Keluarga, Skizofrenia, Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat
ABSTRACT
Until recently the treatment of schizophrenia has not been satisfying, the
causing factor is due to nescience from family to treat patient at home. Social support
from family to schizophrenia patient became important matter in the healing process.
This research purpose is to study the social support given from family in the
treatment process of schizophrenia patient in Ambulatory Installation of Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat. Data collection conduted using questionnaire, which is the
developed result of Smet theory (1994:136), to 96 persons from schizophrenia
patient’s family. Research results showed half amount of the respondents 48.96%
provide social support in the treatment of patients with schizophrenia and half
amount of the respondents 51.04% did not provide social support in the treatment of
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
2
patients with schizophrenia. Emotional support give the highest percentage of family
not to give social support in the treatment of patients with schizophrenia.
Keywords : Social Support, Family, Schizophrenia, Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah
gangguan jiwa skizofrenia. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan
hendaya berat dalam kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah,
kehidupan afek dan menganggu relasi sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan pasien
skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani
hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan
orang lain, (Arif, 2006).
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi
skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar
18 – 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 – 12 tahun sudah menderita
skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan
sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia, (Sosrosumihardjo, 2000, dalam Arif, 2006).
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Alma Lucyati, penderita
gangguan jiwa di Jawa Barat tahun 2011 masih tertinggi secara nasional. Jawa Barat
menduduki peringkat pertama dengan angka mencapai 20% atau lebih besar dari
angka rata-rata nasional 11,6% atau sekitar 19 juta orang mengalami gangguan jiwa,
(http://www.seputar-indonesia.com, 2011). Pada dasarnya penderita gangguan jiwa
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
3
kronis tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri misalnya kebersihan diri,
penampilan dan sosialisasi, (Keliat, 1992). Peran perawat dibutuhkan untuk
memberikan pendidikan, informasi dan dukungan kepada penderita serta keluarga
mengenai apa yang dibutuhkannya dalam pemenuhan perawatan diri sehingga
penderita mampu melaksanakan perawatan mandiri. Perawat dapat menggunakan
hubungan mereka dengan penderita untuk memberikan dukungan sosial yang
ditujukan untuk membantu penderita menanggulangi masalah dan secara tidak
langsung mendorong penderita untuk mencari sumber dukungan sosial lain, (Charles,
1997).
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa
ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya, (Cohen & Syme,
1996:241, dalam Setiadi, 2008). Individu yang mendapat dukungan sosial terbukti
lebih sehat daripada individu yang tidak mendapat dukungan sosial, (Buchanan,
1995). Knisely dan Northouse (1994) dalam Videbeck (2008) juga mengungkapkan
dengan meminta serta menerima dukungan sosial ketika penderita membutuhkan
merupakan langkah vital dalam proses penyembuhan. Dukungan sosial yang dimiliki
oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat tekanan yang
dihadapi.
Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam
penyembuhan penderita gangguan jiwa. Walaupun anggota keluarga tidak selalu
merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
4
bagian penting dalam penyembuhan, (Kumfo, 1995, dalam Videbeck, 2008).
Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan penderita di
rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di
rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh).
Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan
kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh
dapat dicegah, (Keliat, 1992).
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab
terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta dukungan
sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang
menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang
tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti
proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit
dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga, (Keliat, 1992).
Disinilah dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam memberikan perawatan pada
penderita skizofrenia, karena dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga
dan akan menambah semangat hidupnya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat, penderita gangguan jiwa skizofrenia semakin meningkat
setiap tahunnya, hal ini terlihat dari jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun
2010 berjumlah 12033 orang dan bertambah pada tahun 2011 menjadi 13967 orang.
Skizofrenia menempati urutan tertinggi dalam sepuluh besar diagnosa Rumah Sakit
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
5
Jiwa Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dengan kunjungan pasien di instalasi rawat
jalan berjumlah 11206 orang dimana jumlah pasien skizofrenia hebefrenik 5951
orang, skizofrenia residual berjumlah 3800 orang, skizofrenia paranoid berjumlah 942
orang, skizofrenia hebefrenik kronik berjumlah 424 orang, skizofrenia paranoid
kronik berjumlah 51 orang, skizofrenia ketatonik berjumlah 22 orang, skizofrenia tak
terinci 12 orang, skizofrenia berjumlah 2 orang, sisanya untuk skizofrenia YTT
berjumlah 1 orang dan skizofrenia residual kronik berjumlah 1 orang, (Rekam Medik
RSJ Prov. Jawa Barat, 2012).
Dari hasil wawancara peneliti dengan keluarga yang memiliki anggota
keluarga penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat, didapatkan data enam dari delapan keluarga penderita skizofrenia tidak
memberikan dukungan sosial dalam perawatan pada penderita. Beberapa keluarga
mengatakan merasa terbebani dengan kondisi seperti ini dan merasa penderita tidak
memiliki harapan untuk sembuh. Hampir semua penderita yang diwawancarai oleh
peneliti mengatakan lebih dari satu kali menjalani rawat inap di rumah sakit. Dari
hasil wawancara juga ditemukan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit
penderita dan cara melakukan perawatan yang seharusnya pada penderita skizofrenia
di rumah. Beberapa penderita lebih senang berdiam diri di rumah, seperti tidur dan
melamun daripada melakukan aktifitas diluar rumah. Penderita juga tidak terbuka
dengan permasalahan yang dihadapinya.
Dari beberapa uraian diatas yang dikemukakan oleh peneliti yaitu bahwa
penderita skizofrenia yang mendapatkan dukungan sosial yang diperoleh dari
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
6
keluarga mempunyai kesempatan berkembang kearah positif secara maksimal,
sehingga penderita skizofrenia akan bersikap positif, baik terhadap dirinya maupun
lingkungannya karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal.
Dengan dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita
skizofrenia yang seimbang diharapkan baginya agar dapat meningkatkan keinginan
untuk sembuh dan memperkecil kekambuhannya. Maka diambillah judul penelitian
“Gambaran Dukungan Sosial yang Diberikan Keluarga dalam Perawatan Penderita
Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang dukungan sosial yang
diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan khusus pada penelitian ini
untuk mengidentifikasi dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan
penilaian dan dukungan emosional yang diberikan keluarga dalam perawatan
penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif sedangkan variabel dalam penelitian ini adalah dukungan sosial yang
diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia dan sub variabel penelitian
ini adalah dimensi yang terdapat pada dukungan sosial yaitu : (1) dukungan
instrumental, (2) dukungan informasi, (3) dukungan penilaian, dan (4) dukungan
emosional. Dukungan sosial pada penelitian ini adalah bagaimana dukungan sosial
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
7
yang diberikan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita skizofrenia
dalam merawat penderita. Keluarga memiliki hubungan darah atau ikatan perkawinan
dan tinggal serumah dengan penderita skizofrenia.
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga dari penderita skizofrenia yang
mendampingi penderita berobat ke Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat yang berjumlah 934 orang dengan menggunakan teknik consecutive
sampling didapatkan jumlah sampel dalam kurun waktu satu bulan sebanyak 96
orang.
Untuk menggali mengenai dukungan sosial yang diberikan keluarga pada
penderita skizofrenia digunakan kuesioner yang merupakan hasil pengembangan dari
teori Smet (1994:136) mengenai bentuk-bentuk dukungan sosial dengan
menggunakan skala likert. Pada uji validitas dan uji reliabilitas instrumen penelitian,
jumlah pernyataan yang valid dan reliabel pada kuesioner adalah sebanyak 22
pernyataan terdiri dari 19 pernyataan posotif dan 3 pernyataan negatif dengan nilai R-
Alpha sebesar 0.860.
Responden diminta untuk memberikan responnya pada 4 penilaian berskala
ordinal yaitu 1 = tidak pernah, 2 = kadang-kadang, 3 = sering, 4 = selalu, dengan
memberikan tanda √ (ceklis) pada kolom yang tersedia.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan informed concent kepada
petugas yang berada di ruang amnanesa (perawat), kemudian peneliti melihat status
pasien. Pasien yang dipilih oleh peneliti adalah pasien yang menderita skizofrenia,
kemudian pasien beserta keluarganya dipanggil untuk memasuki ruang amnanesa,
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
8
keluarga yang sesuai dengan kriteria yang peneliti harapkan menjadi responden
dalam penelitian ini. Selanjutnya, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
kepada responden. Peneliti menjelaskan cara-cara pengisian kuesioner dan apabila
responden sudah mengerti lalu peneliti menanyakan kesediaannya untuk mengisi
kuesioner (bersedia atau tidak responden tetap mengisi informed concent dilembar
kuesioner). Setelah itu, peneliti membagikan kuesioner yang akan diisi oleh
responden. Selama pengisian kuesioner, responden akan didampingi oleh peneliti,
sehingga ketika ada hal-hal yang membingungkan responden akan segera dapat
dijelaskan oleh peneliti.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, membuat
lembaran kartu kode, processing, kemudian data ditabulasi untuk mendapatkan skor
dari jawaban responden berdasarkan item pernyataan yang menggunakan skala likert
dengan menggunakan gradasi scoring, selalu, sering, jarang, tidak pernah. Untuk
setiap pernyataan, responden akan diberi skor sesuai dengan nilai skala katagori
jawaban yang diberikannya. Skor dari setiap pernyataan kemudian diubah ke dalam
skala interval. Skor responden pada setiap pernyataan kemudian dijumlahkan
sehingga merupakan skor responden pada skala sikap, (Azwar, 2011). Salah satu skor
standar yang digunakan dalam skala model Likert adalah skor T, yaitu:
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
9
Selanjutnya dilakukan penentuan skor dengan kriteria:
1. Skor T ≥ 50, maka dukungan sosial dikatagorikan keluarga mendukung dalam
perawatan penderita skizofrenia (favorable).
2. Skor T < 50, maka dukungan sosial dikatagorikan keluarga tidak mendukung
dalam perawatan penderita skizofrenia (unfavorable).
Setelah itu data dikelompokkan kedalam masing-masing kategori subvariabel
dari responden dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi relatif atau f (%),
(Steven, 2005) :
Selanjutnya dari persentasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut :
0% : Tidak seorangpun dari responden
1% - 19% : Sangat sedikit responden
20% - 39% : Sebagian kecil dari responden
40% - 59% : Sebagian responden
60% - 79% : Sebagian besar dari responden
80% - 99% : Hampir seluruh responden
100% : Seluruh responden
(Al Rasyid, 1994)
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari pengambilan data digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial yang Diberikan Keluarga
dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa 51.04% dinyatakan sebagian
responden tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia.
Dari hasil yang diperoleh, responden yang tidak mendukung lebih besar dibandingkan
responden yang mendukung, tetapi perbedaan jumlah responden yang tidak
mendukung dengan yang mendukung dalam perawatan penderita skizofrenia tidak
begitu signifikan dan terlihat cenderung seimbang. Dimana hasil penelitian
menunjukkan dukungan emosional (57.29%) menjadi persentasi tertinggi keluarga
tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia, kedua
pada dukungan informasi (53.13%), dan ketiga pada dukungan penilaian (51.04%).
Dari interpretasi hasil yang sudah disebutkan bahwa dari 96 responden,
sebanyak 49 responden (51.04%) dikategorikan tidak memberikan dukungan sosial
dalam perawatan penderita skizofrenia. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang
bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
Kategori F %
Mendukung 47 48.96
Tidak Mendukung 49 51.04
Jumlah 96 100
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
11
menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996:241). Menurut Smet (1994:136)
dalam Setiadi (2008) setiap bentuk dukungan sosial yang diberikan keluarga
mempunyai 4 bentuk dukungan antara lain: dukungan instrumental, dukungan
informasi, dukungan penilaian dan dukungan emosional. Dimana keempat bentuk
dukungan ini memiliki peran penting dalam proses penyembuhan penderita
skizofrenia.
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi
kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan
sosial yang diberikan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stres, (Setiadi, 2008). Knisely dan Northouse (1994)
dalam Videbeck (2008) juga mengungkapkan dengan meminta serta menerima
dukungan sosial ketika penderita membutuhkan merupakan langkah vital dalam
proses penyembuhan. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor
kunci dalam penyembuhan klien gangguan jiwa. Walaupun anggota keluarga tidak
selalu merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi
bagian penting dalam penyembuhan, (Kumfo, 1995, dalam Videbeck, 2008).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang tidak memberikan
dukungan sosial lebih besar dibandingkan responden yang memberikan dukungan
sosial. Dukungan emosional menjadi persentasi pertama keluarga tidak memberikan
dukungan sosialnya dalam perawatan penderita skizofrenia. Hal ini bisa disebabkan
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
12
karena faktor dari pemberi dukungan dan faktor dari penerima dukungan, seseorang
terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak
memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres,
harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga
tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya, (Sarafino, 2004).
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa keluarga masih belum memahami
tentang dukungan emosional, dukungan informasi, serta dukungan penilaian. Hal ini
dikarenakan, keluarga masih belum memahami cara memperlakukan serta merawat
penderita skizofrenia. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita
karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit dan tim kesehatan di rumah sakit
juga jarang melibatkan keluarga, (Keliat, 1992).
Dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini,
bukan hanya tanggung jawab pihak lembaga kesehatan semata, tetapi menjadi
tanggung jawab bersama. Keluarga dan masyarakat, agar tidak memberikan stigma
negatif dan mendiskrimisi seseorang yang memiliki masalah kejiwaan. Mereka juga
memiliki hak hidup layaknya orang normal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan
sosial dari berbagai pihak agar mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita
skizofrenia.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan bahwa
sebagian responden 48.96% memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
13
skizofrenia dan sebagian responden 51.04% tidak memberikan dukungan sosial
dalam perawatan penderita skizofrenia. Sebagian responden 57.29% dikategorikan
tidak memberikan dukungan emosional dalam perawatan penderita skizofrenia,
sebagian responden 53.13% dikategorikan tidak memberikan dukungan informasi
dalam perawatan penderita skizofrenia, sebagian responden 51.04% dikategorikan
tidak memberikan dukungan penilaian dalam perawatan penderita skizofrenia,
sedangkan sebagian responden 51.04% dikategorikan memberikan dukungan
instrumental dalam perawatan penderita skizofrenia. Dukungan emosional menjadi
persentasi tertinggi keluarga tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan
penderita skizofrenia.
SARAN
1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Disarankan kepada Instansi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk
mengadakan pelayanan kesehatan terhadap keluarga yang datang ke rawat jalan
mendampingi penderita skizofrenia berobat, pelaksanaan dapat dilakukan dengan
dengan memberikan penyuluhan kepada keluarga terkait pengaruh dukungan
sosial terhadap kesehatan jiwa penderita skizofrenia serta melakukan pembinaan
dan pemberdayaan kesehatan keluarga dan penderita skizofrenia.
2. Bagi Perawat
Pada penelitian ini, terlihat bahwa banyak keluarga yang belum memahami cara
memperlakukan penderita skizofrenia di rumah, maka disarankan kepada perawat
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
14
untuk memberikan pembinaan pada keluarga penderita skizofrenia dengan cara
konseling dan pendidikan mengenai dukungan sosial yang diberikan keluarga
baik secara dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penilaian dan
dukungan emosional serta meningkatkan pemberdayaan kesehatan keluarga dan
penderita skizofrenia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dalam penelitian ini menyinggung beberapa hal yang mempengaruhi dukungan
sosial, maka disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan untuk membahas
faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial yang diberikan keluarga
dalam perawatan penderita skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, H. 1994. Dasar - Dasar Statistika Terapan. Program Pasca Sarjana.
Bandung : Universitas Padjadjaran.
Arif, I.S. 2006. Skizofrenia; Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung :
Refika Aditama.
Azwar, S. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Buchanan, J. (1995). Social support and schizophrenia: A review of the literature.
Archives of Psychiatric Nursing.Vol. IX, No. 2:68-76. Available at :
http://www.sciencedirect.com.ezp01.library.qut.edu.au/science/article/pii/S088
3941795800034 (diakses 18 November 2011).
Charles, A. 1997. Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Haryudi dan Ulfah. 2011. Gangguan Jiwa di Jabar Tertinggi. Available at :
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/434822/ (diakses 29
Januari 2011).
Linda Permatasari, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor - Sumedang)
Email : [email protected]
15
Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, B.A. 1992. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta : EGC.
Sarafino, E.P. 2004. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions Third Edition.
New York : John Willey and Sons.
Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Steven, P. 2005. Pengantar Riset : Pendekatan Ilmiah Untuk Profesi Kesehatan.
Jakarta : EGC.
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.