15

Click here to load reader

76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN

ALIH FUNGSI ATAU KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE LAHAN

NON PERTANIAN DI INDONESIA

“Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agribisnis Tanaman

Pangan”

Disusun Oleh :

Prestilia Ningrum 150310080098

Rakhmi Primadianthi 150310080103

Bernida H Munthe 150310080102

Ratna Puspita Dewi 150310080115

Fakhrizal Maulana 150310080119

Wendi Irawan Dediarta 150310080137

Kelas : Agribisnis B

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2011

Page 2: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan

nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa

jalan, bangunan industri dan pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung dengan

ketersediaan lahan. konversi lahan pertanian dilakukan secara langsung oleh

petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya

diawali dengan transaksi jual beli lahan pertanian. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan

pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas

lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah.

Kawasan perkotaan dapat diartikan sebagai kawasan yang mempunyai

kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial. Dalam rencana tata ruang kawasan perkotaan sendiri, diatur

alokasi pemanfaatan ruang untuk berbagai penggunaan (perumahan, perkantoran,

perdagangan, ruang terbuka hijau, industri, sempadan sungai, dsb) berdasarkan

prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserasian, keterbukaan (transparansi)

dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan. Rencana tata ruang merupakan landasan pengelolaan pembangunan

kawasan perkotaan atau ekonomi ( Anonimous, 2009).

Hal ini mulai terjadi sejak dikeluarkannya paket-paket kebijakan yang

mendorong investor dalam dan luar negeri menanamkan modalnya di bidang

nonpertanian sekitar pertengahan 1980-an. Keperluan lahan nonpertanian

mengikuti trend peningkatan investasi tersebut. Keperluan lahan untuk bidang

nonpertanian semakin meningkat pula seiring dengan booming pembangunan

perumahan pada awal tahun 1990-an. Pemerintah memberikan berbagai fasilitas

untuk mendorong pembangunan wilayah. Laju alih fungsi lahan dari yang semula

digunakan untuk pertanian menjadi perumahan dan industri tidak dapat dihindari.

Page 3: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Departemen Pertanian sudah memperkirakan tantangan berat sektor pertanian

terkait dengan keterbatasan lahan. (Sudaryanto, 2002).

Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik

berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman. Dengan kondisi demikian,

permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non pertanian tersebut semakin

meningkat, akibatnya banyak lahan sawah terutama yang berada di sekitar

perkotaan mengalami alih fungsi ke penggunaan lain. Kurangnya insentif pada

usahatani lahan sawah dapat menyebabkan terjadi alih fungsi lahan pertanian ke

fungsi lainnya (Ilham dkk, 2003).

Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan berkembangnya industri,

prasarana ekonomi, fasilitas umum, dan permukiman dimana semuanya

memerlukan lahan telah meningkatkan permintaan lahan untuk memenuhi

kebutuhan nonpertanian. Namun pertumbuhan ekonomi juga meningkatkan

kondisi sosial ekonomi pada lahan nonpertanian. Kondisi inilah yang membuat

konversi lahan pertanian terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi yang tidak mungkin dapat dihindari (Sudaryanto, 2002).

Konversi lahan pertanian tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sektor

pertanian karena dapat menurunkan kapasitas produksi dan daya serap tenaga

kerja yang selanjutnya berdampak pada penurunan produksi pangan, dan

pendapatan per kapita keluarga tani. Konversi lahan pertanian juga mempercepat

proses marjinalisasi usaha tani sehingga menggerogoti daya saing produk

pertanian domestik. Konversi lahan pertanian merupakan isu strategis dalam

rangka pemantapan ketahanan pangan nasional, peningkatan kesejahteraan petani

dan pengentasan kemiskinan, serta pembangunan ekonomi berbasis pertanian.

Berbagai peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan sebenarnya telah

diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan pertanian namun

pengalaman menunjukkan bahwa peraturan-peraturan tersebut kurang efektif.

Pada masa pemerintahan otonomi daerah, peraturan-peraturan yang umumnya

diterbitkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, semakin kurang

efektif karena pemerintah kabupaten/kotamadya memiliki kemandirian yang luas

dalam merumuskan kebijakan pembangunannya (Simatupang, 2001).

Page 4: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa paham

dan mengerti mengenai konversi atau alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non

pertanian. Hal ini merupakan masalah yang menarik untuk dibahas karena

menyangkut dengan keberlangsungan sistem pertanian yang ada di Indonesia.

1.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang kami gunakan adalah dengan studi literatur

melalui media elektronik yang kemudian kami bahas bersama dalam kelompok

belajar.

Page 5: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Alih Fungsi Lahan

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut

sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

berdampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan,

disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan

meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain telah menjadi salah satu

ancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Intensitas alih

fungsi lahan masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah yang

beralihfungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi –

sangat tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah lahan sawah beririgasi teknis atau semi

teknis dan berlokasi di kawasan pertanian dimana tingkat aplikasi teknologi dan

kelembagaan penunjang pengembangan produksi padi telah maju (Murniningtyas,

2007).

Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadi

pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga

faktor, yaitu:

(1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan,

pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada

tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering;

(2) akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan

produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah

persawahan daripada daerah tanah kering;

(3) daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen

atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah

Page 6: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan

pegunungan.

Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik

lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan

transaksi jual beli lahan sawah. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnya

berlangsung cepat jika akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan

kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent)

jauh lebih tinggi (misalnya untuk pembangunan kawasan industri, kawasan

perumahan, dan sebagainya) atau untuk pemenuhan kebutuhan mendasar

(prasarana umum yang diprogramkan pemerintah, atau untuk lahan tempat tinggal

pemilik lahan yang bersangkutan (Murniningtyas, 2007).

Secara ekonomi alih fungsi lahan yang dilakukan petani baik melalui transaksi

penjualan ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan

keputusan yang rasional. Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasi

pendapatan totalnya, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang

akan meningkat (Ilham dkk, 2003).

Penelitian Syafa’at (1995), pada sentra produksi padi utama di Jawa dan

Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor

ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian

adalah : (1) nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon

petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.

Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung

atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Dalam

proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga

sistem harga tidak mengandung semua informasi yang diperlukan untuk

mendasari suatu keputusan transaksi. Kegagalan mekanisme pasar dalam

mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor lainnya dari

keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan,

fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi

selanjutnya (Rahmanto dkk, 2008).

Page 7: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Hasil temuan Rusastra (1997), di Kalimantan Selatan, alasan utama petani

melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi,

skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan. Pada tahun yang sama

penelitian. Syafa’at (1995), di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani

melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam

kawasan industri, serta harga lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderung

mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian

terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung menghambat petani untuk

melakukan konversi. Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang, Jawa

Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara

signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di

lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan

industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan

peubah lain tidak berpengaruh signifikan.

Manan H, (2006) menyatakan bahwa belum ada peraturan yang khusus

mengatur perlindungan lahan pertanian produktif. Ketentuan perlindungan

tersebut saat ini tersebar dalam berbagai peraturan, antara lain:

1. UU 56 Prp 1960 (luas lahan maksimum dan minimum)

2.UU 12/1992 tentang Budidaya Tanaman (tata ruang memperhatikan rencana

produksi tanaman)

3. UU 26/2007 tentang Penataan Ruang (terdapat kawasan lahan pertanian

basah dalam Rencana Tata Ruang)

4. Keppres 53/1989 jo. 41/1996 jo. 98/1998 tentang Kawasan Industri

(dilarang mengurangi lahan pertanian)

5. Berbagai surat edaran Meneg Agraria/KaBPN, Meneg PPN/KaBappenas,

Mendagri tentang larangan konversi sawah irigasi teknis untuk penggunaan

lain.

Widjanarko dkk, (2006) menyatakan bahwa terjadinya perubahan

penggunaan lahan dapat disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang

wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar.

Pada masa lampau yang terjadi adalah lebih banyak karena dua hal yang terakhir,

karena kurangnya pengertian masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai

Page 8: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

tata ruang wilayah, atau rencana tata ruang wilayah yang sulit diwujudkan.

Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek

pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal

maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka perubahan penggunaan

tanah dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas. Tiga kebijakan

nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke

nonpertanian ialah:

1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan

Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada

pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan

industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak

kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak

tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari

ketersediaan infrastruktur ekonomi.

2. Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan

fungsi lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar

dan kota baru. Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya

spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya.

3. Selain dua kebijakan tersebut, kebijakan deregulasi dalam hal penanaman

modal dan perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun

1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan

perizinan lokasi. Akibat kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata

dalam hal permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman

skala besar, maupun kawasan pariwisata.

Page 9: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

2.2 Studi Kasus Alih Fungsi Lahan

STUDI KASUS PENURUNAN LUAS LAHAN PERTANIAN DI KOTA

MEDAN

Berdasarkan hasil penelitian penurunan luas lahan pertanian akibat

konversi lahan pertanian menjadi permukiman di Kota Medan dapat dilihat dari

berbagai tolak ukur seperti, penurunan luas areal pertanian, berkurangnya luasan

panen padi sawah, dan berkurangnya jumlah produksi padi. Disamping itu

penurunan luas lahan pertanian ini, dapat diindikasikan terhadap peningkatan

jumlah bangunan yang dibangun di Kota Medan.

Dari Tabel 11 dapat di lihat bahwa penurunan luas lahan pertanian di Kota

Medan dari tahun 2001 - 2008 sebesar 4.088 Ha atau berkurang sebesar 36,5%

dari luas lahan pertanian tahun 2001, dimana tercatat pada tahun 2001 luas lahan

pertanian di Kota Medan sebesar 11.200 Ha dan pada tahun 2008 sebesar 7.112

Ha. Penurunan luas lahan pertanian dapat dilihat dari gambar 2 di bawah ini:

Page 10: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Berdasarkan data luas panen tercatat penurunan luasan panen sawah di

Kota Medan dari tahun 2001 sampai tahun 2008 sebesar 2.288 Ha atau berkuarang

sebesar 36,4% dari jumlah luasan panen tahun 2001. Dari gambar 3 terlihat

penurunan luasan panen tiap tahunnya terlihat fluktuatif tetapi cenderung menurun.

Berdasarkan data produksi padi sawah tercatat pengurangan produksi padi

dari tahun 2001 sampai tahun 2008 sebesar 19.205 ton atau berkurang sebesar

52,15% dari produksi padi tahun 2001. Dari gambar 4 terlihat penurunan produksi

padi tiap tahunnya terlihat fluktuatif tetapi cenderung menurun.

Page 11: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Untuk megetahui perkembangan konversi lahan pertanian menjadi

pemukiman di gunakan tolak ukur lainnya yaitu jumlah bangunan yang dibangun

di Kota Medan tiap tahunnya. Berikut data pemberian izin pembangunan, jumlah

bangunan di bangun dan jumlah lokasi pembangunan di Kota Medan.

Berdasarkan Tabel 12 di atas, di Kota Medan tercatat akumulasi jumlah

total bangunan yang dibangun dari tahun 2001 - 2008 adalah sebesar 8.624 unit.

Jika dihubungkan antara jumlah penurunan luas lahan pertanian dan akumulasi

jumlah total bangunan dibangun di Kota Medan dari tahun 2001 sampai tahun

2008 membentuk hubungan yang negative, artinya penurunan luas lahan pertanian

diikuti dengan penambahan jumlah bangunan dibangun. Berikut grafik jumlah

bangunan dibangun di Kota Medan.

Page 12: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam

Mengkonversi Lahan Pertaniannya di Kota Medan

Dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam

mengkonversi lahan pertaniannya, peneliti menggunakan dua analisis yaitu

analisis dengan metode logit dan juga secara deskriptif. Untuk faktor harga jual

lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, dan status lahan dianalisis dengan

menggunakan metode logit atau binnary logistic. Sedangkan untuk kebijakan-

kebijakan pemerintah terkait tata ruang dan pajak dibahas secara deskriptif.

Sawah sebagai salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani, kini

luasnya menjadi sangat terbatas, khususnya di daerah perkotaan. Seperti Di kota

Medan dalam waktu 5 tahun lagi mungkin kita tidak akan menemukan lagi sawah.

Atas fenomena itu seharusnya pemerintah agar lebih selektif lagi memberikan izin

terkait dengan alih fungsi lahan sawah.

Pembangunan yang pesat di bidang industri dan perumahan serta

pertumbuhan penduduk yang tinggi mendorong terjadi alih fungsi penggunaan

sawah ke penggunaan nonsawah. Sawah umumnya bertopografi datar,

kemiringannya 0%, infrastruktur seperti jalan, saluran drainase (jaringan irigasi

sekunder, tersier), jaringan listrik, telepon, umumnya sudah tersedia. Unsur-unsur

itu yang menjadikan faktor yang berpengaruh besar untuk investasi karena

investor tidak perlu membangun infrastruktur tersebut.

Page 13: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

Berbagai macam alasan mengapa petani di perkotaan menjual tanah

sehingga terjadi alih fungsi, yakni usaha di bidang pertaian sawah dianggap tidak

efisien mengingat berdasarkan hasil penelitian land rent ratio atau perbandingan

nilai sewa tanah sawah dengan permukiman adalah 1:600. Demi memenuhi

kebutuhan dan kelangsungan hidup, termasuk gaya hidup, maka banyak petani

menjual tanahnya.

2.3 Dampak Negatif dari terjadinya Alih Fungsi lahan

Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi,

yang mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya

kerawanan pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari

sektor pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap

seluruhnya akan meningkatkan angka pengangguran.

Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan

menjadi tidak optimal pemanfaatannya.

Berkurangnya ekosistem sawah.

Page 14: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konversi lahan pertanian atau alih fungsi lahan pada dasarnya merupakan

akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan dan kepemilikan lahan antara sektor

pertanian maupun nonpertanian. Oleh karena itu, dengan adanya konversi lahan

maka akan berdampak pada kondisi perumahan dan lingkungan fisik, kesehatan

dan tingkat pendapatan, serta akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan

masyarakat petani itu sendiri. Selain itu konversi lahan pertanian juga akan

menyebabkan keterbatasan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk, dan

pertumbuhan ekonomi.

Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur

perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan

tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi

lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi

secara progresif.

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak

terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang

lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi,

sosial, budaya, dan politik masyarakat.

Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih

fungsi lahan sawah sudah banyak dibuat. Akan tetapi, hingga kini

implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal.

3.2 Saran

Disarankan agar pemerintah seharusnya dapat lebih selektif lagi

memberikan izin terkait dengan alih fungsi lahan sawah.

Page 15: 76350804 Alih Fungsi Atau Konversi Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Anton. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi

Lahan Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syafa’at, N., H.P. Saliem dan Saktyanu, K.D. 1995. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Konversi Sawah di Tingkat Petani.. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen

Pertanian. Bogor.

Jamal, E, 1999. Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah di

Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Jamal, E. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Lahan

Sawah pada Proses Alih Fungsi Lahan ke Penggunaan Non Pertanian. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor

Lestari, T, 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani.

IPB. Bogor

Anonimous, 2004. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tinjauan dari Aspek

Pemanfatan dan pengendalian E: umber.homepage. makalah

dirtunas_140604.doc.