Upload
nur-muhammad-zam-zam
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/19/2019 788_doc_2
1/46
1
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karet (Havea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan
penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong
pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet
maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara
dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat
yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan
yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber ). Indonesia
memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia yaitu sekitar 3,40 juta ha pada
tahun 2007, namun dari sisi produksi hanya berada posisi kedua setelah Thailand
yakni 2,76 juta Ton (Ditjenbun, 2008). Produktivitas karet rakyat masih relatif rendah
yaitu 700-900 kg/ha/tahun. Rendahnya produktivitas karet salah satunya disebabkan
penyakit tanaman (Siagian, 1995)
Penyakit pada tanaman karet merupakan salah satu faktor pengganggu yang
penting dari pada masalah gangguan lainnya, dan bahkan seringkali dapat
menggagalkan suatu usaha pertanaman. Penyakit tanaman karet dapat dijumpaisejak tanaman di pembibitan sampai di tanaman yang telah tua, dari bagian akar
sampai pada daun. Penyebab penyakit pada karet umumnya disebabkan oleh
cendawan dan sampai saat ini belum diketahui adanya penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, virus atau patogen lainnya. Diagnosa penyakit yang tepat dan cepat
akan sangat menentukan keberhasilan penanggulangan penyakit. Sampai saat ini,
cara-cara penanggulangan penyakit karet yang dianjurkan dapat berupa kombinasi
dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan, dan/atau penggunaan pestisida,
atau masing-masing aspek tersebut. Khusus dalam penggunaan pestisida, perlu
diperhatikan akan dampak negatifnya terhadap manusia, lingkungan, tanaman, dan
organisme pengganggunya itu sendiri. Pada tanaman karet, beberapa penyakit
yang sering menyerang tanaman dan merugikan pekebun antara lain penyakit
Jamur Akar Putih (JAP) (Rigidoporus microporus), Penyakit batang Kanker Garis
(Phytophthora palmivora butl), gugur (Colletotrichum, Corynespora), dan penyakit
layu Fusarium ( Fusarium sp) pada bibit karet. (Haryono, 1999).
8/19/2019 788_doc_2
2/46
2
Penyakit jamur akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus
merupakan penyakit utama pada pertanaman karet yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau
ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati.
Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan
agak tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi
berwarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan
berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati.
Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya (Haryono, 1989).
Pengendalian dengan penggunaan melalui pengolesan dan penyiraman seperti
fungisida.
Intensifikasi penggunaan pestisida sintetis ternyata memberikan berbagai
dampak yang tidak diinginkan khususnya terkait dengan kerusakan ekosistem lahan
pertanian, terganggunya eksistensi flora dan fauna di sekitar lahan pertanian dan
kesehatan petani pekerja. Kerusakan ekosistem pertanian pada akhirnya menekan
daya dukung lahan akibat merosotnya populasi mikroorganisme tanah yang berguna
membantu mempertahankan kesuburan lahan pertanian. Kondisi ini diperparah
dengan meningkatnya resistensi hama dan penyakit tanaman mengakibatkan petani
menggunakan dosis yang lebih tinggi lagi sehingga tingkat kerusakan ekosistem
menjadi semakin parah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut terus berlanjut perlu dilakukan
pembenahan terkait dengan cara budidaya tanaman yang lebih berwawasan
lingkungan. Cara tersebut pada prinsipnya lebih memperhatikan dan memanfaatkan
sumberdaya keanekaragaman hayati yang melimpah di alam sehingga perlahan-
lahan akan tercipta kembali keseimbangan ekologi yang berkesinambungan. Terkait
usaha pengendalian penyakit tanaman petani diharapkan dapat dan mampu
mengembangkan pestisida yang lebih ramah terhadap lingkungan dimana salah
diantaranya adalah dengan memanfaatkan pestisida nabati dan agensia hayati yang
dapat menghasilkan senyawa sekunder sebagai bahan aktif pestisida.
Pemanfaatan pestisida nabati dan agensia hayati diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan petani akan pestisida kimia sintetis yang sangat beracun dan
menyebabkan berbagai dampak negatif.
Banyak hasil penelitian melaporkan, bahwa minyak atsiri sebagai pestisida
nabati dapat memperlihatkan pengaruh penekanan atau penghambatan
8/19/2019 788_doc_2
3/46
3
pertumbuhan dan perkecambahan mikroorganisme (Kivanc dan Akgul, 1986 dalam
Sait, 1991). Pengaruh ini disebabkan adanya senyawa aktif di dalam minyak atsiri
yang mampu menembus dinding sel mikroorganisme seperti jamur (Knobloch dkk ,
1989).Diantaranya minyak seraiwangi dapat menghambat pertumbuhan
Colletotricum gluoesporioides (Penz) Sacc dan mengendalikan penyakit
antraknose pada buah mangga secara nyata (Duamkhanmannes dkk , 2002)
Berdasarkan sifat antifungal yang ada pada komponen minyak serai wangi
yaitu sitronelal, maka minyak atsiri ini dapat dikembangkan sebagai pestisida
nabati. Hal ini dilihat dari beberapa hasil penelitian terdahulu, di antaranya dari
pengujian secara in vitro menunjukkan minyak serai wangi mempunyai sifat
antifungal terhadap jamur Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii penyebab
penyakit rebah kecambah kebanyakan tanaman sayuran (Nasrun dkk , 1993). Begitu
pula dengan pemberian ekstrak daun serai wangi secara in vitro dapat
menghambat pertumbuhan S. rolfsii penyebab penyakit rebah kecambah
tanaman cabai (Nasrun, 1997). Selanjutnya Chrisnawati (1999) melaporkan
dengan pemberian minyak serai wangi pada konsentrasi 100-750 ppm, ternyata
dapat menekan pertumbuhan spora dan miselium Fusarium oxysporum f.s.p.
vanilae penyebab penyakit busuk batang panili. Begitu pula dari hasil pengujian
komponen sitronelal dari minyak serai wangi seperti yang dilaporkan Chrisnawati
dan Helti Andraini, 2000, bahwa dengan pemberian sitronellal pada konsentrasi 250
- 500 ppm secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum f.sp.
lycopersici penyebab penyakit layu Fusarium tomat Berikutnya Chrisnawati (2003)
melaporkan, bahwa dengan pemberian sitronelal pada konsentrasi 250 – 750 ppm
dapat mengendalikan penyakit layu fusarium tomat secara nyata. Selanjutnya dari
hasil pengujian formula pestisida nabati secara in vitro di laboratorium,
menunjukkan bahwa formula tersebut dapat menekan pertumbuhan jamur Fusarium
oxysporum f.sp. lycopersici penyebab penyakit layu fusarium tomat secara nyata
(Chrisnawati, 2004). Berbagai penelitian tentang pemanfaatan pestisida nabati serai
wangi telah banyak dilakukan diantaranya, Nasrun (1997) melaporkan bahwa
ekstrak daun seraiwangi dapat menekan pertumbuhan Sclerotium rofsii penyebab
penyakit rebah kecambah tanaman cabai Minyak serai wangi pada konsentrasi 2000
ppm untuk semua klon (G1, G2 dan G3) mampu menekan pertumbuhan jamur
Sclerotium rofsii 100% dan Fusarium oxysporum 87,18%.(Nurmansyah dan
Syamsu 2001). Kemudian Duamkhanmannes dkk, (2002), melaporkan bahawa
8/19/2019 788_doc_2
4/46
4
minyak serai wangi dapat menghambat pertumbuhan Colletotricum gloesporioides
dan pengendalian penyakit antraknose pada buah mangga. Sitronellal yang
merupakan komponen utama minyak serai wangi pada konsentrasi 750 ppm
mampu menekan pertumbuhan spora Fusarium oxysporum f.sp.lycopersici sebesar
71,36%. Chrisnawati (2004).
Minyak seraiwangi dan sitronellal pada konsentrasi 1000 ppm hasil pengujian
invitro mampu menekan pertumbuhan Phytophthora palmivora 100% (tidak
tumbuh). Senyawa sitronellal dapat bersifat antifungal terhadap beberapa jamur
termasuk patogen tanaman (Sait, 1991). Di antaranya senyawa sitronellal pada
konsentrasi 500 – 750 ppm, ternyata dapat menekan pertumbuhan spora dan
miselium Fusarium oxysporum f.sp. vanillae penyebab penyakit busuk pangkal
batang panili (Chrisnawati, 1999). Selanjutnya pada konsentrasi 250- 500 ppm
dapat menghambat pertumbuhan F.oxysporum f.sp. lycopersici penyebab
penyakit layu fusarium tomat secara in vitro dan in planta (Chrisnawati dan Helti
Andraini, 2000 dan Chrisnawati, 2002).
Agar pertanaman karet tidak musnah diserang oleh penyakit jamur akar
putih, maka perlu dicari metoda pengendalian yang efektif dan efisien yang aman
terhadap lingkungan dengan mengkombinasikan pemanfaatan pestisida nabati dan
agensia hayati. Dari pengendalian memanfaatkan agensia hayati adalah alternatif
pengendalian yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, terutama
pemanfaatan bakteri Rhizobakteria Indigenus diantaranya pseudomonad fluoresen
(Nasrun, 2005 dan Nasrun dkk, 2007) dan Bacillus spp (Chrisnawati dkk, 2009)
yang akhir-akhir ini sebagai mikroorganisme antagonis telah banyak dimanfaatkan
untuk pengendalian penyakit tanaman.
Pseudomonad fluoresen merupakan bakteri pengkolonisasi akar melalui
penginduksi ketahanan tanaman dan antagonisme melalui antibiosis dan kompetisi
dapat mengendalikan berbagai penyakit tanaman secara efektif dan efisien.
Seperti Pseudomonas fluorescens strain CHAO melalui siderofor yang dihasilkan,
diantaranya pyoverdine (Defago et al ., 1990 cit. Han et al ., 1994), asam salisilad
(Meyer et al ., 1992 cit. Han et al ., 1994), dan indol asetat (Defago et al ., 1990 cit.
Han et al ., 1994) dapat menginduksi ketahanan terhadap Gaeumannomyces
graminis var tritici penyebab penyakit take – all pada gandum di lapangan secara
efektif (Wuthrich, 1991 cit . Han et al ., 1994) dan patogen lain terbawa tanah dirumah kaca (Defago et al ., 1990 cit. Han et al ., 1994). Begitu pula dengan P.
8/19/2019 788_doc_2
5/46
5
fluorescens strain WCS417 dan WCS374 dapat menginduksi ketahanan ketimun
dari penyakit antraknose (Maurhofer et al ., 1998), dan penyakit layu bakteri
kentang yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum (Ralstonia
solanacearum) (Hoffland et al ., 1996). Pseudomonad fluoresen ini juga dapat
menghambat patogen secara langsung dengan menghasilkan antibiosis seperti
antibiotika pyoluteorin, 2,4- diacetyl phloroglucinol dan asam sianida (Defago et al .,
1990 cit. Han et al ., 1994). Diantara Pseudomonad fluoresen yang dapat menekan
perkembangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum adalah
pada tomat (Aspiras dan de la Cruz, 1985), kentang (Gunawan, 1995), tembakau
(Arwiyanto., 1998), jahe (Mulya et al ., 2000), pisang (Sumardiyono et al ., 2001),
nilam (Nasrun et al, 2004). Pseudomonad fluoresen selain sebagai bakteri
penginduksi ketahanan tanaman dan antagonis, juga sebagai Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR ) yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Schipper et al., 1987). Hal ini dikarenakan PGPR dapat melarutkan fosfat
(Premono, 1998) dan menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman diantaranya
indole acetic acid (IAA) , seperti strain pseudomonad fluoresen yang diisolasi dari
rizosfer dapat meningkatkan pertumbuhan kapas (Cook and Baker, 1989), serta
tembakau 88-92% (Arwiyanto, 1998). Nilam yang diperlakukan dengan
Pseudomonad fluoresen PF 19 dapat menghasilkan minyak nilam cukup tinggi yaitu
12,9ml/petak dengan rendemen minyak 2,31% dengan kadar patchouli alkohol
42,27% .(Nasrun, dkk, 2007). Pseudomonad fluoresen sebagai bakteri rizosfer
mempunyai kemampuan tinggi dalam pertumbuhan, pemanfaatan sumber nutrisi
dan kolonisasi akar dibandingkan mikroorganisme rizosfer lainnya termasuk
patogen tanaman. Hal ini dapat membuat pseudomonad fluoresen dapat hidup
dan bertahan lama di akar tanaman, sehingga pseudomonad fluoresen dapat
mengendalikan penyakit tanaman secara optimal dalam waktu yang panjang.
Begitu pula dengan Bacillus spp seperti Bacillus sp strain 1324-92
mempunyai kemampuan mengendalikan penyakit take-all pada akar gandum yang
disebabkan oleh Gaeumannomyces graminis dan busuk akar yang disebabkan
Pythium irregulare dan P. ultimum (Dai-Soo Kim et al , 1997). Selanjutnya Arwiyanto
dan Hartana (1999) mengemukakan bahwa perendaman akar tembakau dalam
suspensi Bacillus sp. (108
cfu/ml) selama 30 menit mampu menekan perkembangan
penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum.
8/19/2019 788_doc_2
6/46
6
Hasil penelitian terdahulu telah didapatkan Bacillus spp Bc 26 (Chrisnawati
dkk, 2009) efektif mengendalikan penyakit layu bakteri nilam secara langsung
(antagonis) melalui produksi antibiotik dan siderofor mulai dari laboratorium, rumah
kaca, sampai di lapang. Selanjutnya Pseudomonad fluorsen PF 19 dapat
menginduksi ketahanan tanaman nilam dari serangan penyakit layu bakteri nilam
(Nasrun, 2007), dan Pseudomonad fluoresen PF 147 dapat menginduksi ketahanan
tanaman nilam dari serangan penyakit budog (Nasrun dkk, 2009). Kombinasi
penggunaan fungisida nabati (cengkeh dan nimba) dan agensia hayati Bacillus spp,
Trichoderma sp dan Cytopaga sp dapat menekan serangan penyakit busuk akar
putih anatara 47-80% pada jambu mete (Tombe, 2008). Pestisida nabati ektrak daun
Neem, bawang dan African mari gold dan Pseudomonas fluorescens dan P.
Aeruginosa dapat mengendalikan nematoda Meloidogyne incognita pada tanaman
tomat (Abo-Elyouusr et al, 2010).
Formulasi Pestisida nabati ekstrak daun Datura metel dan agensia hayati
Pseduomonas fluoresen 1,PF1 dan Bacillus subtilis TRC54 dapat mengendalikan
penyakit layu fusarium tanaman pisang (Akila, et al. 2011)
Sehubungan telah didapatkannya Rhizobakteria Indigenus Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp dalam mengendalikan penyakit tanaman secara
antagonis (langsung) dan induksi ketahanan tanaman (tidak langsung), maka perlu
dilakukan pengembangan teknologi aplikasi formulasi pestisida nabati dan produk
kombinasi Rhizobakteria Indigenus tersebut yang mempunyai multi mekanisme
pengendalian (induksi ketahanan dan antagonis), untuk mengendalikan penyakit
tanaman karet terutama penyakit jamur akar putih (JAP) dan meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal.
Hipotesa penelitian adalah pengembangan teknologi pemanfaatan formulasi
pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria Indigenus (Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp) yang efektif, efisien dan stabilitas dalam mengendalikan
penyakit jamur akar putih (JAP) karet, diharapkan teknologi ini dapat mengatasi
masalah penyakit tanaman karet khuususnya penyakit jamur akar putih dan
meningkatkan produksi tanaman karet. Dari hasil ini ekonomi petani karet dan
pemerintah dapat meningkat terutama di beberapa lokasi sentral perkebunan karet
di Indonesia.
8/19/2019 788_doc_2
7/46
7
B. Pokok Permasalahan
Karet (Havea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan
penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong
pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet
maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara
dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat
yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan
yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Indonesia
memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia yaitu sekitar 3,40 juta ha pada
tahun 2007, namun dari sisi produksi hanya berada posisi kedua setelah Thailand
yakni 2,76 juta Ton (Ditjenbun, 2008). Produktivitas karet rakyat masih relatif rendah
yaitu 700-900 kg/ha/tahun. Rendahnya produktivitas karet salah satunya disebabkan
penyakit tanaman Jamur Akar Putih (JAP) disebabkan oleh Rigidoporus microporus
yang sering menyerang tanaman dan merugikan pekebunan.
Sampai saat ini, cara-cara penanggulangan penyakit Jamur Akar Putih karet
yang dianjurkan dapat berupa kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi
lingkungan, dan/atau penggunaan pestisida, atau masing-masing aspek tersebut.
Khusus dalam penggunaan pestisida, perlu diperhatikan akan dampak negatifnya
terhadap manusia, lingkungan, tanaman, dan organisme pengganggunya itu sendiri.
. Untuk mengatasi permasalahan tersebut terus berlanjut perlu dilakukan
pembenahan terkait dengan cara budidaya tanaman yang lebih berwawasan
lingkungan. Cara tersebut pada prinsipnya lebih memperhatikan dan memanfaatkan
sumberdaya keanekaragaman hayati yang melimpah di alam sehingga perlahan-
lahan akan tercipta kembali keseimbangan ekologi yang berkesinambungan. Terkait
usaha pengendalian penyakit tanaman petani diharapkan dapat dan mampu
mengembangkan pestisida yang lebih ramah terhadap lingkungan dimana salah
diantaranya adalah dengan memanfaatkan pestisida nabati dan agensia hayati yang
dapat menghasilkan senyawa sekunder sebagai bahan aktif pestisida.
Pemanfaatan pestisida nabati dan agensia hayati diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan petani akan pestisida kimia sintetis yang sangat beracun dan
menyebabkan berbagai dampak negatif.
8/19/2019 788_doc_2
8/46
8
C. Maksud dan Tujuan
Agar pertanaman karet tidak musnah diserang oleh penyakit jamur akar
putih, maka perlu dicari metoda pengendalian yang efektif dan efisien yang aman
terhadap lingkungan dengan mengkombinasikan pemanfaatan pestisida nabati dan
agensia hayati. Dari pengendalian memanfaatkan agensia hayati adalah alternatif
pengendalian yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, terutama
pemanfaatan bakteri Rhizobakteria Indigenus diantaranya pseudomonad fluoresen
(Nasrun, 2005 dan Nasrun dkk, 2007) dan Bacillus spp (Chrisnawati dkk, 2009)
yang akhir-akhir ini sebagai mikroorganisme antagonis telah banyak dimanfaatkan
untuk pengendalian penyakit tanaman.
Sehubungan telah didapatkannya Rhizobakteria Indigenus Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp dalam mengendalikan penyakit tanaman secara
antagonis (langsung) dan induksi ketahanan tanaman (tidak langsung), maka perlu
dilakukan pengembangan teknologi aplikasi formulasi pestisida nabati dan produk
kombinasi Rhizobakteria Indigenus tersebut yang mempunyai multi mekanisme
pengendalian (induksi ketahanan dan antagonis), untuk mengendalikan penyakit
tanaman karet terutama penyakit jamur akar putih (JAP) dan meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal.
Hipotesa penelitian adalah pengembangan teknologi pemanfaatan formulasi
pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria Indigenus (Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp) yang efektif, efisien dan stabilitas dalam mengendalikan
penyakit jamur akar putih (JAP) karet, diharapkan teknologi ini dapat mengatasi
masalah penyakit tanaman karet khuususnya penyakit jamur akar putih dan
meningkatkan produksi tanaman karet. Dari hasil ini ekonomi petani karet dan
pemerintah dapat meningkat terutama di beberapa lokasi sentral perkebunan karet
di Indonesia.
D. Metodologi Pelaksanaan
1.Lokus Kegiatan
Pemilihan daerah tempat penelitian di lakukan di Daerah Limo Koto Kabupaten
Sijunjung Sumatera Barat sebagai daerah sentra produksi karet yang di dasarkan
pada tingkat serangan penyakit Jamur Akar Putih Karet dengan kondisi endemik
(tingkat berat). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan agens hayati dan produk
8/19/2019 788_doc_2
9/46
9
formula pestisida nabati yang aktif, efektif dan efisien dalam mengandalikan penyakit
Jamur Akar putih.
2.Fokus Kegiatan
Pokok fokus kegiatan yang telah dilakukan adalah seleksi dan pengujian
formula pestisida nabati dan agens hayati secara in vitro di laboratorium dan
lapang, untuk mendapatkan paket bahan dan teknologi produk formula pestisida
nabati dan agens hayati dalam mengatasi permasalahan penyakit tanaman karet
terutama penyakit Jamur Akar Putih Karet.
3.Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian dilakukan pengujian secara in vitro dilaboratorium dan
in planta di lapang dengan menggunakan rancangan acak kelompok dan beberapa
ulangan untuk mendapatkan hasil yang terbaik produk formula pestisida nabati dan
agens hayati.
4.Bentuk Kegiatan
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium KP Balitro Laing Solok dan
Kebun Karet yang terserang penyakit jamur akar putih karet di daerah Kabupaten
Sijunjung pada bulan Februari sampai September 2012. Pengujian formulasi
pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria Indigenus (Pseudomonad fluresen
dan Bacillus spp) terhadap jamur patogen secara in vitro dilakukan di laboratorium.
Pengujian pemanfaatan formulasi pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria
indigenus mengendalikan penyakit tanaman karet di lapang dilakukan di kebun karet
terinfeksi penyakit tanaman karet. Penelitian ini direncanakan selama satu tahun
dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2012. Perlakuan yang diuji
berupa formulasi pestisida nabati berbahan aktif sitronellal, gerianiol, eugenol dan
katechin dengan bahan pelarut berbeda dan agensia hayati Rhizobakteria
Indigenus (Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp). Pengujian pengendalian
penyakit karet dilakukan untuk pengendalian penyakit Jamur Akar Putih
(Rigidoporus microporus) (JAP).
Perlakuan pada pengujian di lapang disusun dalam rancangan acak
kelompok (RAK) dengan 5 kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Pemberian
perlakuan dengan cara penyemprotan, penyiraman dan pengecatan bahan
perlakuan. Sebagai parameter pengamatan diamati tingkat serangan penyakit
dan pertumbuhan tanaman.
8/19/2019 788_doc_2
10/46
10
1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah minyak seraiwangi, cengkeh, ektrak daun
gambir sebagai sumber pestisida nabati, dan bahan kimia , dan tanaman karet dan
bahan lainnya berupa pupuk kandang, NPK, meteran, plastik dan bahan pembantu
lainnya. Alat yang digunakan berupa autoclave, water bath, laminar air flow,
erlenmeyer , mikroskop, tabung reaksi dan cawan petri,.jarum inokulasi, ember,
embrot, ATK dan alat pembantu lainnya.
2. Metode
Tahap-tahap pelaksanaan
Pada tahun 2012 kegiatan terdiri atas dua percobaan yaitu a) Percobaan
Pengujian efektifitas formulasi pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria
Indigenus (pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp) dalam menekan pertumbuhan
jamur patogen peneyabab penyakitr tanaman karet secara in vitro dan b)
Percobaan Pengendalian penyakit Jamur Akar Putih karet di lapang yang di
laksanakan sebagai berikut :
2.1. Persiapan isolat patogen dan agensia Hayati Rhizobakteria Indigenus
(Pseudomonad fluoresen dan Baci l lus spp )
2.1.1. Survey kebun karet terinfeksi penyakit jamur akar putih (JAP)
Untuk mengetahui permasalahan penyakit jamur akar putih karet yang
berkembang di Sumatera Barat maka dilakukan survey perkebunan karet yang
terinfeksi penyakit jamur akar putih untuk mengetahui tingkat serangan penyakit,
terutama di daerah sentra produksi tanaman karet
2.1.2. Pengambilan isolat patogen
Berdasarkan perkembangan penyakit dilapangan hasil survei dapat diketahui
jenis penyakit dan patogen yang berkembang dan berdasarkan hal ini dapat
ditentukan dan diambil isolat patogen melalui pengambilan bagaian tanaman karet
yang terinfeksi penyakit jamur akar putih yaitu bagian akar tanaman karet terinfeksi
jamur akar putih yang berkembang.
8/19/2019 788_doc_2
11/46
11
2.1.3. Pengambilan isolat agensia hayati Rhizobakteria Indigenus
(Pseudomonad fluotresen dan Baci l lus spp )
Agensia hayati Rhizobakteria Indigenus yaitu Pseudomonad fluoresen dan
Bacillus spp diperoleh dari rizosfer karet yang sehat pada perkebunan karet
terserang patogen jamur akar putih. Dari 2 kebun karet diambil 20 akar karet, dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan di tempat yang lembab.
2.2. Isolasi dan perbanyakan isolat jamur patogen (Jamur Akar Putih)
Berdasarkan hasil pengambilan sampel tanaman karet sakit sesuai dengan
jenis penyakit, dilakukan isolasi patogen dengan cara menumbuhkan patogen
tersebut pada medium Potato Dektrosa Agar (PDA) yang diinkubasikan selama 24
jam pada suhu 28oC.
2.3. Isolasi dan perbanyakan bakteri Pseudomonad fluoresen dan Baci l lus spp
Dari setiap sampel akar akert diambil 10 g akar dan dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer volume 250 ml yang berisi 90 ml 0,1 M buffer fosfat (pH 7,0) dan
0,1 % pepton. Erlenmeyer tersebut digojog selama 30 menit, dan dibiarkan
selama 10 menit. Dibuat sampel dengan pengenceran 103 dan 10
4,
dan
ditumbuhkan di atas medium King’s B untuk bakteri Pseudomonad fluoresen dan
TSA untuk bakteri Bacillus spp yang telah ditambah 100 ppm sikloheksimid, dan
diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 30oC. Koloni tunggal yang berpendar
pada medium King’sB di bawah UV di pindahkan ke medium King’s B dan berwarna
putih dipindahkan kemedium TSA dan selanjutnya kedua bakteri tersebut
diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 30oC. Setiap isolat bakteri yang
didapatkan diberi nomor 1 sampai 200 (Arwiyanto, 1998).
3. Pengujian koloni patogen oleh formula pestisida nabati dan agensia hayati
secara in vi t ro di laboratorium.
3.1. Pengujian penekanan diameter jamur patogen menggunakan formulasi
pestisida nabati
Pengujian secara in vitro dilakukan dengan cara pencampuran formulasi
pestisida nabatil dengan Formulasi : F1 : Sitronellal, geraniol, katekin; F2:
sitronellal, geraniol, eugenol ; F3:sitronellal, graniol, katekin; F4:Sitronellal,
eugenol, katekin; F5:Geraniol, Eugenol. Katekin; F6:Sitronellal dan geraniol;
8/19/2019 788_doc_2
12/46
12
F7:Sitronelal dan eugenol; F8:Sitronelal dan katekin; F9:Geraniol dan eugenol;
F10:Geraniol dan katekin; F11:Eugenol dan katekin; F12:Sitrronellal; F13:Geraniol;
F14:Eugenol; F15:Katekin; dan tanpa Formulasi pestisida nabati (kontrol), sebagai
perlakuan ke dalam media agar kentang dekstrosa (AKD) yang belum membeku
(suhu 40oC). Kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyang-goyangkan
tabung reaksi. Selanjutnya campuran tersebut dituangkan ke dalam cawan petri
(diameter 9 cm), dan dibiarkan sampai medium membeku. Setelah itu dibuat fungal
mat jamur patogen tersebut. Biakan yang berumur 7 hari diambil dengan bor gabus
berdiameter 5 mm. Setelah itu masing-masing fungal mat jamur patogen tersebut
diletakkan pada bagian tengah cawan petri. Setelah itu diinkubasikan di dalam
inkubator pada suhu kamar (29oC) selama 7 hari (Hardy and Sivasitthamparan,
1991). Pengamatan dilakukan dengan mengukur garis tengah koloni beberapa kali.
3.2. Pengujian penekanan biomassa koloni jamur patogen menggunakan
formulasi pestisida nabati terbaik.
Satu potongan biakan patogen berdiameter 5 mm dimasukkan ke dalam 60
ml medium kentang dektrosa cair pada erlemeyer 100 ml. Ke dalam media tesebut
ditambahkan 1 ml larutan formulasi pestisida nabati terbaik hasil pengujian
penekanan diameter koloni jamur JAP secara in vitro sesuai konsentrasi berbeda
(200;400;dan 500 ppm) sebagai perlakuan yang diuji. Biakan tersebut
diinkubasikan di atas shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 4 hari pada
temperatur kamar. Koloni jamur patogen yang tumbuh dipisahkan dari larutan
biakan dengan menempatkan massa jamur di atas kertas saring (watman) dan
dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada temperatur 80oC. Selanjutnya
ditimbang berat kering biomassa koloni jamur tersebut.
3.3. Pengujian penekanan diamater koloni patogen menggunakan agensia
hayati Rhizobakteria Indigenus (Pseudomonad fluoresen dan Baci l lus spp )
Isolat patogen yang diuji ditumbuhkan di atas medium agar kentang dektrosa
(AKD) yang diperlakuan dengan agensia hayati Rhziobakteria Indigenus. Koloni
isolat jamur patogen berdiameter 1 cm ditumbuhkan di atas medium PDA dengan
cara meletakan potongan koloni tersebut dibagian tengah permukaan medium AKD.
Selanjutnya koloni tunggal beberapa bakteri Rhziobakteria Indigenus terpilih (200
isolat) sebagai perlakuan ditempatkan di bahagian pingggir medium AKD. Setiap
8/19/2019 788_doc_2
13/46
13
cawan petri tersebut ditempatkan 4 koloni bakteri agensia hayati Rhizobaketria
Indigenus. Sebagai kontrol adalah media AKD yang diinokulasi dengan jamur
patogen tidak diberi perlakuan koloni agensia hayati Rhiozbakteria Indigenus diberi.
Selanjuntnya medium PDA yang telah diberi jamur patogen dan agensia hayati
Rhizobakteria Indigenus tersebut diinkubasikan di dalam inkubator pada temperatur
29oC selama 7 – 10 hari. Selanjutnya diamati daerah penekan pertumbuhan koloni
sebagai pengaruh penekanan dari agensia hayati Rhizobakteria Indigenus tersebut.
Isolat Rhizobakteria Indigenus ( Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp) terpilih
mempunyai daya antagonistik tinggi, dan akan digunakan untuk pengujian
pengendalian penyakit tanaman Karet di lapang.
3.4. Pengujian penekanan biomassa koloni patogen menggunakan agensia
hayati Rhizobakteria Indigenus.
Satu potongan biakan jamur patogen berdiameter 5 mm dimasukkan ke
dalam 60 ml medium kentang dektrosa cair pada erlemeyer 100 ml. Ke dalam
media tesebut ditambahkan 1 ml larutan agensia hayati Rhizobakteria Indingenus
sesuai jenis agensia Rhizobakteria Indigenus yang berbeda sebagai perlakuan
yang diuji. Biakan tersebut diinkubasikan di atas shaker dengan kecepatan 150
rpm selama 4 hari pada temperatur kamar. Koloni jamur patogen yang tumbuh
dipisahkan dari larutan biakan dengan menempatkan massa jamur patogen di
atas kertas saring (watman) dan dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada
temperatur 80oC. Selanjutnya ditimbang berat kering biomassa koloni jamur
tersebut.
4. Pengujian formulasi pestisida nabati dan agensia hayati mengendalikan
penyakit jamur akar putih tanaman karet di lapang
Tempat dan waktu
Penelitian Pengujian lapangan Formulasi pestisida nabati dan agensia
hayati pada kebun karet yang sudah terserang penyakit direncanakan dilakukan
dilaboratorium KP Laing Solok dan di kebun karet di Kabupaten Sijunjung Sumatera
Barat dari bulan Februari – September 2012.
8/19/2019 788_doc_2
14/46
14
Persiapan pelaksanaan kegiatan
a. Pembuatan formulasi pestisida
Formula dibuat dalam bentuk EC dengan bahan aktif 12,5%,(GS) Sebagai
bahan utama minyak sitronelal, gerniol, minyak cengkeh dan katekin dan bahan
tambahan minyak nilam, pelarut (methanol, etanol), pengemulsi tween 80, dan
perata teefol, dan agensia hayati Rhizobakteria Indigenus.
b. Perbanyakan Agensia hayati Rhizobakteria Indigenus
Isolat agensia hayati Rhizbakteria indigenus Pseudomonad fluoresen dan
Bacillus spp di perbanyak pada medium King’sB dan TSA dan disuspensi pada
medium TZC dan akuades.
Pelaksanaan Applikasi Formula pestisida nabati dan agensia hayati
Pohon karet yang digunakan untuk pengujian adalah pohon karet yang telah
terserang penyakit dilakukan pemberian perlakuan dengan cara penyiraman pada
akar tanaman karet. Sebagai parameter pengamatan diamati tingkat serangan,
pertumbuhan kulit baru dan pertumbuhan tanaman.
Perlakuan yang diuji adalah :
Faktor I Formulasi pestisida nabati :
F1 Bahan aktif + pelarut metanol + pengemulsi tween + perata teefol
F2 Bahan aktif + minyak nilam+pelarut metanol + Tween +teefol
F3 Tanpa Formulasi Pestisida nabati
F4. Fungisida Sintetis Benomil (dosis anjuran)
Faktor II Agensia hayati Rhizobakteria Indigenus
Rz1. Pseudomonad fluresen dan Bacillus spp
Rz2.Pseudomonad fluoresen
Rz3.Bacillus spp
Rz4. Tanpa Rhzibakteria Indigenus
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : medium Agar
Kentang dekstrosa (AKD), daun seraiwangi, alkohol 70%, akuades, kapas, kantong
plastik, kertas saring, spritus, pasir steril dan tepung jagung. , oli, terpentin, minyak
kemangi, tepol, tween 80, talk, aceton, trypan blue, minyak tanah, gas elpiji.
8/19/2019 788_doc_2
15/46
15
Alat-alat yang digunakan antara lain : cawan petri, test tube, erlenmeyer,
backer glass, gelas ukur, ketel penyulingan, satu set alat destilasi vacum, gelas
objek, batang pengaduk, lampu spritus, autoclave, kompor gas dan mikroskop.
Rancangan
-Rancangan perlakuan
Pengujian dilakukan di lapangan. Perlakuan yang diuji adalah kombinasi
formulasi pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria Indigenus
(Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp) hasil terbaik dari penelitian terdahulu
serta tanpa Formulasi Pestisida nabati dan agensia Hayati Rhizobakteria sebagai
kontrol. Jumlah semua plot 48 plot, ukuran plot 15x12 m dengan jumlah tanaman 2
batang/plot. Volume aplikasi formulasi pestisida nabati dan agensia hayati yaitu
250 ml/ pohon. Luas kebun yang terpakai ± 1,5 Ha.
-Rancangan Linkungan
Perlakuan yang diuji yang disusun dalam bentuk plot pengujian dengan
beberapa blok ulangan, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali yang
disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Setiap plot percobaan terdiri atas
5 tanaman. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik degan uji lanjut
(DMRT ) pada taraf 5%.
3.3.6. Pengamatan
Pengamatan : pengamatan dilakukan sekali 2 minggu terhadap : Prosentase
dan intensitas penyakit dan pertumbuhan tanaman karet.
Parameter pengamatan terdiri atas: pengamatan a) perkembangan penyakit
(masa inkubasi gejala penyakit dan intensitas penyakit, b) pertumbuhan tanaman di
lakukan pada saat tanaman karet yang telah diperlakukan dengan Formulasi
Pestisida nabati dan agensia hayati Rhizobakteria Indigenus di lapang, dan d).
analisis unsur hara tanah percobaan lapang. Parameter pengamatan dilakukan
seperti berikut ini:
a. Perkembangan penyakit (Tanaman karet berada di lapang)
8/19/2019 788_doc_2
16/46
16
Pengamatan perkembangan penyakit sesuai perkembangan penyakit jamur
akar putih ditentukan dengan penilaian masa inkubasi dan intensitas penyakit
dengan skor sebagai berikut:
Nilai Skore Penyakit :Skor 0 (sehat) = Bagian tanaman terserang 0 %
1 (ringan) = Bagian tanaman terserang 1 - 25 %2 (sedang) = Bagian tanaman terserang 26 -50%3 (berat) = Bagian tanaman terserang 51 – 75%.4 (sangat berat) = Bagian tanaman terserang > 75%
Intensitas Penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
∑(n x v)
Intensitas Penyakit = ---------------- x 100 %Z N
Keterangan :n = jumlah tanaman bergejala penyakit dari setiap skorv = nilai skor gejala penyakitN = jumlah tanaman yang diamatiZ = nilai skor gejala penyakit tertinggi
3.4. Pemeliharaan tanaman
Selama tanaman karet di lapangan dilakukan pemeliharaan tanaman yang
meliputi penyiraman, penyiangan, pemberian insektisida (Foctan) dan pemberian
pupuk kandang dengan dosis 2 kg/lobang tanam.
8/19/2019 788_doc_2
17/46
17
II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
1.Perkembangan Kegiatan
Hasil isolasi agen hayati di dapatkan 150 isolat bakteri agens hayati yaitu 84
isolat Pseudomonad fluoresen dan 66 isolat Bacillus spp. Dari hasil pengujian agen
hayati terhadap jamur patogen Jamur Akar Putih Karet secara in vitro di laboratorium
di dapatkan isolat Pseudomonad fluoresen PF 55 dan Bacillus spp Bc 94 terbaik
dalam menekan pertumbuhan Jamur Akar Putih Karet. Begitu juga dengan hasil
pengujian pestisida nabati terhadap Jamur Akjar Putih secara in vitro di
laboratorium di dapatkan Formula pestisida nabati efektif mengendalikan Jamur
Ajkar Putih karet. Dari hasil pengujian Produk Formula Pestisida nabati dan agens
hayati mengendalikan penyakit Jamur Akar Putih Karet di lapang didapatkan produk
formula pestisida nabati dan agens hayati yang aktif, efektif dan efisien
mengendalikan penyakit Jamur Akar Putih Karet.
2.Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Belum ada kendala dan hamabatan
B. Pengelolaan Administrasi Manajerial
1.Perencanaan Anggaran
Setelah pelaksanaan kegiatan penelitian ini dilaksanakan di lapang, maka akan
direncanakan kedepan penanganan produk formula pestisida nabati dan agens
hayati Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp untuk mengendalikan penyakit
jamur akar putih (JAP). Rencana kedepan adalah memperbanyak bahan produk
pestisida nabati dan agens hayati siap pakai, dalam bentuk paket dan teknologi
pemberian bahan produk formula pestisida nabati dan agens hayati yang
dikembangkan dan disosialisasikan di tingkat petani dan Dinas Terkait yaitu Dinas
Pertanian dan Perkebunan Daerah terutama didaerah sentra produksi Karet.
2. Mekanisme Pengelolan Anggaran
Anggaran diturunkan berdasarkan termen I, II dan III yang digunakan untuk
kebutuhan honor dan upah, bahan, perjalanan dan lain-lain yang disesuaikan
8/19/2019 788_doc_2
18/46
18
dengan perinciaan penggunaan anggaran. Dalam pelaksaan anggaran berjalan
lancar sesuai dengan yang direncanakan.
3.Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset
Anggaran dikelola melalui sistem keuangan Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat (Balittro) Bogor sesuai dengan aturan anggaran pemerintah. Di Balittro
Bogor telah dibentuk Tim pengelola keuangan.
Pada Termin II, anggaran lebih banyak difokuskan pada pelaksanaan pemberian
formula pestisida nabati dan agens hayati pada tanaman karet terserang penyakit
Jamur Akar Putih (JAP) di Lapangan yang berkoordinasi dengan Dinas Terkait di
tingkat Kabupaten Sijunjung. Terutama dalam pemberian pestisida nabati dan
agensia hayati di lapangan. Selanjutnya perbanyakan isolat patogen JAP dan
Rhizobakteria Indigenus (Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp) terpilih hasil
pengujian in vitro di laboratorium dipersiapkan untuk aplikasi pemberian agens
hayati tahap kedua dan ketiga, sebagai lanjutan pengujian efektifitas, efisiensi dan
stabilitas formulasi pestisida nabati dan agens hayati di lapang (daerah endemik
penyakit JAP). Pengadaan beberapa bahan yang diperlukan di laboratorium dan
lapangan seperti pengadaan bahan pestisida nabati minyak seraiwangi, minyak
cengkeh, sitronellal, geraniol dan katekin gambir, bahan pembantu dan penunjang
untuk laboratorium dan lapang.
Termin II dialokasikan anggaran sebesar Rp. 100.640.000 yang telah digunakan
untuk Perjalanan dinas sebesar Rp. 21.265.200 (96,66 %); Belanja gaji/Honorarium
pelaksana sebesar Rp. 63.180.000 (71,6 %); Bahan Rp.15.194.680 (88,51%); dan
Operasional lain-lainnya Rp. 1.000.120 (23,30%)
4.Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial
Pada umumnya, tidak ada kendala-hambatan yang berarti dalam pengelolaan
anggaran di Termin II. Namun demikian, dikhawatirkan apabila alokasi anggaran
Termin III terlambat maka hal ini dapat menghambat kelancaran kegiatan
selanjutnya.
8/19/2019 788_doc_2
19/46
19
III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
A. Metode Pencapaian Target Kinerja
1. Kerangka Rancangan Metode Penelitian
Kegiatan I yaitu isolasi dan memperbanyak isolat jamur akar putih dan agens
hayati (Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp), dan persiapan bahan formulasi
pestisida nabati. Selanjutnya dilakukan uji efektifitas bahan aktif pestisida nabati dan
agens hayati mengendalikan jamur akar putih secara in vitro di laboratorium.
Kegiaatan uji efektifitas pestisida nabati dan agens hayati pada saat ini telah selesai
dilakukan, dan formulasi pestisida nabati dan agens hayati telah dipersiapkan untuk
diuji pada tanaman karet dilapang.
Kegiatan II. Yaitu uji daya kendali produk formulasi pestisida nabati dan agens
hayati Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp mengendalikan penyakit jamur akar
putih pada tanaman karet di lapang telah dilakukan dengan melakukan pemberian
produk formula pestisida nabati dan agens hayati tersebut pada bulan Juni s/d Juli
2012 untuk tahap pertama dan bulan Agustus untuk tahap kedua dilapang di Desa
Limo Koto Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Saat ini kondisi tanaman karet
secara keseluruhan di lapang dalam kondisi baik, dan telah dilakukan penyiangan
dan pembersihan lahan serta pemupukkan tanaman karet. Selanjutnya aplikasi
produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati tahap ketiga akan dilakukan
pada bulan September 2012.
2. Indikator Keberhasilan Pencapaian
A. ISOLASI JAMUR PATOGENHasil isolasi jamur patogen dari tanaman karet terinfeksi penyakit Jamur Akar
Putih (Rigidoporus microporus) pada médium Potato Dektrosa Agar (PDA),
didapatkan isolat jamur patogen dengan koloni jamur berbentuk merah keputihan
(Gambar 1).
8/19/2019 788_doc_2
20/46
20
Gambar 1. Koloni jamur patogen Jamur Akar Putih (Rigidoporusmicroporus)
Isolat jamur patogen terpilih selanjutnya dilakukan pengujian pestisida nabati
dan agens hayati secara in vitro dilaboratorium.
B. Isolasi Pseduomonad fluoresen dan Bacillus spp
B1. Pseudomonad fluoresen
Hasil isolasi bakteriPseudomonad fluoresen dari tanaman karet menunjukkan
bahwa pseduomonad fluoresen yang didapatkan mempunyai habitat cukup baik
pada risosfer karet. Hal ini dapat dilihat dari isolasi strain Pseudomonad fluoresen
dari 14 sampel rizosfer karet didapatkan populasi Pseudomonad fluoresen cukup
tinggi dengan rata-rata populasi 107 cfu/g akar karet. Berdasarkan bentuk koloni
Pseudomonad fluoresen pada medium King,sB (Gambar 1) di dapatkan 50 strain
Pseudomnad fluoresen. Strain Pseudomonad fluoresen terpilih tersebut diseleksi
melalui pengujian antagonsitik terhadap jamur patogen JAP (Rigidoporus
microporus) secara in vitro pada medium PDA untuk mendapatkan strain
Pseudomonad fluoresen yang mempunyai daya antagonsitik yang tinggi dan stabil
dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen JAP.
B.2. Baci l lus spp
Hasil isolasi Bacillus spp dari tanaman karet menunjukkan bahwa Bacillus
sp yang didapatkan mempunyai habitat cukup baik pada risosfer karet. Hal ini
dapat dilihat dari isolasi strain Bacillus sp dari 14 sampel rizosfer karet didapatkan
populasi Bacillus sp cukup tinggi dengan rata-rata populasi 107 cfu/g akar nilam.
Berdasarkan bentuk koloni Bacillus sp pada medium Triptic Soy Agar (TSA)
(Gambar 2) di dapatkan 50 strain Bacillus sp. Strain Bacillus sp terpilih tersebut
diseleksi melalui pengujian antagonsitik terhadap jamur patogen JAP (Rigidoporus
microporus) pada medium PDA secara in vitro untuk mendapatkan strain Bacillus
sp yang mempunyai daya antagonsitik yang tinggi dan stabil dalam menghambat
pertumbuhan jamur patogen JAP Karet.
8/19/2019 788_doc_2
21/46
21
A BGambar 2. Koloni Pseudomonad fluoresen pada Medium King’sB (A) dan
Bacillus sp pada medium TSA (B) hasil isolasi dari rizosferkaret
C.Uji Formulasi Pestisda nabati terhadap JAP secara in vitro
a. Pengujian penekanan koloni jamur patogen JAP Karet menggunakan formulasi
pestisida nabati
Berdasarkan hasil pengujian beberapa formula pestisida nabati (500 ppm)
terhadap koloni jamur JAP Karet didapatkan data seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Daya Kendali Koloni JAP karet (Rigidoporus microporus )
Setelah Diperlakukan Dengan beberapa formula pestisida nabati dengan
tingkat konsentrasi berbeda di dalam medium PDA (7 HSI)
Perlakuan Formula Diameter koloni(cm)
Dayakendali(%)
Formula 1 : Sitronelal,geraniol,eugenol,katekin 1,6 81,39 e
Formula 2 : Sitronelal,geraniol,eugenol 3,4 60,46 dFormula 3 : Sitronelal,geraniol,katekin 3,9 54,65 c
Formula 4 : Sitronelal,eugenol,katekin 3,6 58,14 cd
Formula 5 : geraniol,eugenol,katekin 4,2 51,12 c
Formula 6 : Sitronelal,geraniol 4,4 48,84 c
Formula 7 : Sitronelal,eugenol 3,9 52,65 cFormula 8 : Sitronelal, katekin 4,8 44,19 bc
Formula 9 : Geraniol,eugenol 4,5 47,67 c
Formula 10 : Geraniol,katekin 5,9 31,36 b
Formula 11 : Eugenol,katekin 5,6 34,88 b
Formula 12 : Sitronelal 6,2 27,91 bFormula 13 : Geraniol 6,0 30,23 b
Formula 14 : Eugenol 6,8 20,93 a
Formula 15 : Katekin 7,2 16,28 a
Kontrol (Tanpa Formula Pestisida nabati) 8,6 -
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada tarafkepercayaan 5 % DNMRT
8/19/2019 788_doc_2
22/46
22
b. Pengujian penekanan biomassa koloni jamur patogen menggunakanformulasi pestisida nabati
Berdasarkan hasil pengujian formula pestisida nabati terbaik dengan tingkat
konsentrasi berbeda terhadap biomassa koloni jamur JAP Karet didapatkan data
seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Daya Kendali Biomassa Koloni jamur JAP Karet SetelahDiperlakukan Dengan Formula Pestisida nabati di dalam medium DKB (7HSI)
Konsentrasi Formula(ppm)
Biomassa(mg)
Daya kendali (%)
200 0,0201 72,69 a
400 0,0158 78,53 a
500 0,0070 90,49 b
Kontrol 0,0736 - Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada tarafkepercayaan 5 % DNMRT
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa daya kendali yang paling tinggi didapatkan
pada perlakuan konsentrasi 500 ppm (90,49 %). Berturut-turut besarnya daya
kendali diikuti oleh konsentrasi 400 dan 200 ppm. Dari kenyataan ini dapat
diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka daya kendalinya
juga akan semakin tinggi
Aktifnya Formula Pestisida nabati menekan pertumbuhan koloni JAP Karet
baik dalam bentuk penekanan diameter koloni maupun biomassa koloni JAP Karet
dapat dihubungkan dengan kemampuan komponen terpenoid yang terdapat pada
formula pestisida nabati dalam menghambat proses metabolisme, yaitu dengan
cara mengakumulasi globula lemak di dalam sitoplasma sel, mengurangi jumlah
organel-organel sel terutama mitokondria dan merusak membran nukleus sel jamur
(Susiana Purwantisari, 1995). Disamping itu senyawa terpenoid ini dapat juga
mempengaruhi pengambilan nutrien oleh sel dari lingkungannya (Larber and Muller,
1976 dalam Rice, 1984), sehingga akibatnya dapat menghambat kebutuhan energi
(ATP) dan selanjutnya pertumbuhan dan perkembangan hifa menjadi berkurang dan
hifa menjadi pendek-pendek. Akibatnya miselium yang terbentuk menjadi berkurang
dan pertumbuhan koloni menjadi tidak normal (Susiana Purwantisari, 1995).
Penekanan pertumbuhan diameter koloni JAP Karet yang terjadi disebabkan
senyawa terpenoid ini dapat mereduksi miselium sehingga terjadi pemendekan pada
ujung hifa. Disamping itu juga terjadi percabangan yang banyak tidak seperti
8/19/2019 788_doc_2
23/46
23
biasanya, sehingga akhirnya terbentuk pertumbuhan miselium yang tidak normal.
Baily, Vicent and Burden (1974) mengemukakan bahwa dengan tereduksinya hifa
jamur maka cabang-cabang hifa lateral memendek sehingga miselium yang tumbuh
diatas medium terlihat menipis sebagai akibat kehilangan pertumbuhan hifa diatas
permukaan medium.
Begitu juga aktifnya Sitronellal menekan biomassa koloni Fusarium
oxysporum f.sp. vanillae dan F. oxysporum f. sp lycopersici dapat dihubungkan
dengan kemampuan komponen terpenoid tersebut dalam menghambat proses
metabolisme,yaitu dengan cara mengakumulasi globula lemak di dalam sitoplasma
sel, mengurangi jumlah organel-organel sel terutama mitokondria dan merusak
membran nukleus sel jamur (Susiana Purwantisari, 1995).
D. PENGUJIAN DAYA ANTAGONISTIK Pseudomonad fluoresen DAN Baci l lussp TERHADAP BAKTERI PATOGEN (Ralstonia solanacearum ) secara in vi t ro
a. Seleksi Antagonistik Pseudomonad fluoresen dan Bacillus sppHasil seleksi isolat pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp terpilih
berdasarkan kemampuan pseudomonad fluoresen dan Bacilllus spp dalam
menghambat pertumbuhan diameter koloni jamur patogen JAP pada medium PDA
secara in vitro, didapatkan sebagihaan kecil strain yang dapat menghambat
pertumbuhan jamur patogen. Hal ini dapat terlihat dari zona penghambatan
pertumbuhan jamur patogen yang terbentuk berupa daerah bersih dan terang
(Gambar 2).
Gambar 3. Pengaruh Bacillus sp Bc 94 dan Pseudomonadfluoresen PF 54 dan PF 55 terhadap isolat Jamur AkarPutih pada medium PDA
8/19/2019 788_doc_2
24/46
24
Berdasarkan diameter zona penghambatan yang dihasilkan bervariasi. Hal
yang sama juga dilaporkan oleh Sakthivel dan Gnanamanickam (1987) bahwa
dari hasil uji antibiosis strain Pseudomonad fluorescen dan Bacillus spp secara in
vitro, diketahui patogen mempunyai tingkat sensitivitas yang bervariasi terhadap
Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp. Zona penghambatan yang terbentuk
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kelompok, yaitu berdiameter 0 mm; 1 – 10 mm;
11-20mm; 21 - 30 mm, dan 31- 40 mm.
Dari strain pseudomonad fluoresen yang diuji didapatkan jumlah strain
terbesar yang menghambat jamur patogen adalah pada kelompok zona
penghambatan berdiameter 21-30 mm yaitu 24 strain. Diikuti oleh zona
penghambatan berdiameter 1-10 mm yaitu 15 strain dan 11-20 mm yaitu 13
strain, sedangkan jumlah strain terendah adalah pada zona penghambatan
berdiameter 31- 40 mm diketahui hanya 4 strain (Tabel 3).
Untuk strain Bacillus spp penghambatan jamur patogen menunjukkan bahwa
jumlah strain terbesar menghambat jamur patogen juga pada kelompok zona
penghambatan berdiameter 21-30 mm yaitu 14 strain. Diikuti oleh zona
penghambatan berdiameter 1-10 mm yaitu 10 strain dan 11-20 mm yaitu 8
strain, sedangkan jumlah strain terendah adalah pada zona penghambatan
berdiameter 31- 40 mm yaitu hanya 5 strain (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh strain pseudomonad fluoresen dari rizosfer nilam terhadappertumbuhan R alstonia solanacearum Rs Ps11 pada medium King’s Bdan PDA
Diameter zona penghambatan(mm)
Jumlah strain
Pseudomonadfluoresen Bacillus spp
1 –10 15 1011 – 20 13 821 – 30 24 1431 – 40 4 4
Dari 150 strain pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp yang diuji terhadap
jamur patogen JAP Karet menunjukan jumlah strain yang mampu menghambat
pertumbuhan jamur patogen secara in vitro sangat rendah yaitu 66,6 % (52 strain)
pada Pseudomonad fluoresen dan 24,0 % (36 strain) pada Bacillus spp (Gambar 4).
8/19/2019 788_doc_2
25/46
25
0
10
20
30
40
50
60
70
PF BC
Jumlah strain (%)
Gambar 4 . Strain psudomonad fluoresen dan Bacillus spp menghambat
pertumbuhan jamur patogen JAP Karet (PF=Pseudomonad fluoresen dan BC = Bacillus spp)
Berdasarkan hasil pengujian beberapa isolat Pseudomonad fluoresen dan
Bacillus spp terpilih hasil pengujian penekanan diameter koloni jamur patogen JAP
secara in vitro yaitu 4 isolat Pseudomonad fluoresen dan 4 isolat Bacillus spp
dilakukan pengujian penekanan biomassa koloni jamur patogen JAP Karet . Hasil
pengujian penekanan biomassa koloni jamur patogen JAP didapatkan isolate
Pseudomonad fluoresen dan Bacillus terbaik seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Daya Kendali Biomassa Koloni jamur JAP Karet SetelahDiperlakukan Dengan Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp di dalammedium DKB (7 HSI)
Konsentrasi Formula(ppm)
Biomassa(mg)
Daya kendali (%)
Pseudomonad Fluoresen PF 44 0,0201 72,69 aPseudomonad Fluoresen PF 54 0,0158 78,53 a
Pseudomonad Fluoresen PF 55 0,0070 90,49 cPseudomonad Fluoresen PF 60 0,0122 83,42 ab
Pseudomonad Fluoresen PF 72 0,0146 80,16 a
Bacillus spp Bc 88 0,0188 75,13 a
Bacillus spp Bc 94 0,0096 86,96 bBacillus spp Bc 116 0,0174 76,36 a
Bacillus spp Bc 125 0,0186 74,73 a
Bacillus spp Bc 138 0,0088 88,04 bc
Kontrol 0,0736 - Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada tarafkepercayaan 5 % DNMRT
66,6
24
8/19/2019 788_doc_2
26/46
26
Penekanan bakteri patogen yang terjadi dapat dihubungkan dengan
peranan antibiosis sebagai senyawa penghambat pertumbuhan bakteri patogen
yang dihasilkan oleh Bacillus sp. (Xu dan Gross, 1986a dan Campbell, 1989).
Zona hambatan yang terjadi pada umumnya dihubungkan dengan perembesan
atau penyebaran antibiosis yang dihasilkan oleh Bacillus sp. Isolat
Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp terbaik adalah isolat Bacillus Bc 94 dan
Pseudomonad fluoresen Pf 55 yang mempunyai kemampuan tertinggi dalam
menekan pertumbuhan biomassa koloni jamur yaitu 86,96 dan 90,49%. Isolat
tersebut akan digunakan untuk percobaan pengendalian penyakit JAP karet di
lapangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan isolat yang
mempunyai daya antagonistik tinggi dan stabil serta dapat dikombinasikan dengan
Formula Pestisida Nabati
a.. Perkembangan Penyakit
Berdasarkan tingkat serangan penyakit (intensitas penyakit) tanaman karet
yang diperlakukan dengan produk formula pestisida nabati dan agens hayati
Pseudomonad fluoresen PF 55 dan Bacillus spp 94 terutama untuk Formula
pestisida nabati F2 sampai akhir pengamatan (70 Hari setelah aplikasi) tidak
menunjukkan gejala penyakit JAP (intensitas penyakit 0%), sementara itu perlakuan
Formula Pestisida nabati atau Agens Hayati secara terpisah menujukkan gejala
penyakit JAP dengan tingkat serangan penyakit masih sangat rendah yaitu
intesnistas penyakit 1,85 – 12,96 %. Sebaliknya pada karet yang tidak
diperlakukan dengan Produk Formula Pestisida nabati dan agens hayati (kontrol)
telah menunjukkan gejala penyakit dengan intensitas penyakit cukup tinggi yaitu
88,89 % seperti terlihat pada Tabel 5 dan Gambar 4.
8/19/2019 788_doc_2
27/46
27
Tabel 5. Intensitas penyakit layu bakteri (%) pada tanaman nilam yangdiperlakukan dengan produk kombinasi Rhizobakteria Indigenus didaerah endemik penyakit layu bakteri pada 161 hari setelah tanam (HST)
Perlakuan Intensitas penyakit layu bakteri (%)
F1R1 0
F1R2 1,85F1R3 9,72F1R4 12,96
F2R1 0
F2R2 0
F2R3 0
F2R4 9,72
F3R1 5,56F3R2 7,41
F3R3 11,11
F3R4 88,89F4R1 0
F4R2 5,56
F4R3 5,56F4R4 11,11
Keterangan : Formmula Pesisida Nabati 1 (F1); Formula Pestisida Nabati 2 (F2);Tanpa Formula Pestisida nabati (F3); Fungisida Sintetis (F4); Agens HayatiKombinasi Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp (R1); Pseudomonad fluoresen(R2); Bacillus spp (R3); Tanpa agens hayati (R4).Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyatamenurut uji DMRT 5%.
8/19/2019 788_doc_2
28/46
28
Gambar 4. Tanaman Karet terserang penyakit Jamur Akar Putih (JAP) (A) dan
tanaman Karet terserang penyakit JAP setelah diperlakukan dengan
produk formula pestisida nabati dan agens hayati (B) pada daerah
endemik penyakit JAP Karet
b. Pertumbuhan tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman sampai 70 hari
setelah aplikasi Formula pestisida nabati dan agens hayati, menunjukkan bahwa
karet diperlakukan dengan produk formula pestisida nabati dan agens hayati pada
daerah endemik penyakit JAP mempunyai kemampuan pertumbuhan tanaman
lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan produk formula pestisida nabati dan agens
hayati (kontrol) (Tabel 6). Selanjutnya karet diperlakukan dengan produk formula
pestisida nabati dan agens hayati (Pseudomonad fluoresen PF55 dan Bacillus spp
BC94) memperlihatkan pertumbuhan tanaman lebih baik dengan memperlihatkan
dimater batang 98,98 –122,10 cm; pertumbuhan tajuk tanaman dengan skor 26,13
– 38,20 dan pertumbuhan akar dengan skor 85,97 – 90,10 cm. dibandingkan
dengan karet yang tidak diperlakukan dengan produk formula pestisida nabati dan
agens hayati (kontrol) yang memperlihatkan diameter batang 80,93 cm;
pertumbuhan tajuk tanaman dengan skor 18,80; dan pertumbuhan akar dengan
skor 30,73.
Sebaliknya karet yang tidak diperlakukan dengan produk formula pestisida
nabati dan agens hayati menujukkan pertumbuhan paling rendah dengan
diameter batang 88,75 cm; pertumbuhan tajuk tanaman dengan skor 12,93; dan
pertumbuhan akar tanaman dengan skor 69,37 (Tabel 6).
BA
8/19/2019 788_doc_2
29/46
29
Tabel 6. Kondisi Pertumbuhan tanaman karet yang telah diaplikasi denganproduk formulas pestisida nabati dan agens hayati di daerah endemikpenyakit JAP di Desa Limo Koto Sijunjung Sumatera Barat pada 70hari setelah aplikasi produk formula pestisida nabati dan agens hayati.
Perlakuan Diameter batang(cm)
Pertumbuhan TajukTanaman Karet (skor
0-5)
Pertumbuhan AkarKaret (Skor 0-4)
F1R1 30,00 b 4,00 a 2,83 a
F1R2 32,50 b 4,33 a 3,17 a
F1R3 25,81 a 4,83 a 3,67 aF1R4 34,31 b 4,17 a 3,00 a
F2R1 36,94 b 4,67 a 3,33 a
F2R2 31,12 b 4,90 a 3,33 a
F2R3 28,00 ab 3,83 a 3,00 a
F2R4 32,44 b 4,10 a 3,50 a
F3R1 29,81 ab 4,70 a 3,00 a
F3R2 39,37 b 4,50 a 3,33 a
F3R3 32,69 b 4,67 a 3,50 aF3R4 32,06 b 4,50 a 3,00 a
F4R1 33,31 b 4,12 a 3,50 a
F4R2 32,44 b 4,67 a 3,33 a
F4R3 36,31 b 5,00 a 3,50 a
F4R4 33,69 b 4,67 a 3,25 a
Keterangan : Formula Pesisida Nabati 1 (F1); Formula Pestisida Nabati 2 (F2);Tanpa Formula Pestisida nabati (F3); Fungisida Sintetis (F4); Agens Hayati
Kombinasi Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp (R1); Pseudomonad fluoresen(R2); Bacillus spp (R3); Tanpa agens hayati (R4).Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyatamenurut uji DMRT 5%.
Dari hasil pengamatan gejala penyakit JAP terlihat pekembangan penyakit
dapat dikendalikan dengan menggunakan produk formula pestisida nabati yang
dikombinasi dengan agens hayati secara nyata. Terutama untuk formula pestisida
nabati yang ditambahkan minyak nilam sebagai bahan penahanatau pengikat
bahan aktif pestisdia nabati dan dikombinasikan dengan agens hayati Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp, hal ini jelas terlihat bila dibandingkakan dengan formula
pestisida nabati tanpa minyak nilam yang mempunayai kemampuan pengendalaian
penyakit JAP karet lebih rendah dibandingkan dengan formula ditambah minyak
nilam. Begitu juga kombinasi formula pestisida nabati dengan agens hayati
menunjukkan daya pengendalian lebih baik dibandingkan dengan formula pestisida
nabati dan agens hayati secara terpisah. Selanjutnya pemberian agens hayati
Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp secara terpadu ternyata lebih baik
8/19/2019 788_doc_2
30/46
30
dibandingkan dengan pemeberian agens hayati Pseudomonad fluiresen dan bacillus
spp secara terpisah. Penekanan perkembangan penyakit JAP Karet oleh formula
pestisida nabati dapat disebabkan oleh aktifitas antifungal yang sangat baik yang
dihasilkan sitronellal, greaniol, eugenol dan katekin (Nasrun dkk, 1997). Selanjutnya
antibiosis yang dihasilkan oleh agens hayati Pseudomonad fluiresen dan Bacillus
spp cukup tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur JAP Karet.
3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian (Litabngyasa )
Perkembangan Pencapaian Target Kinerja hingga akhir September 2012:
Produk pestisida nabati dan agens hayati hasil pengujian laboratorium telahdiaplikasikan pada tanaman karet terserang Jamur Akar Putih di lapang dikebun
Karet terserang penyakit Jamur Akar Putih di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat.
Pemberian produk formula pestisida nabati dan agens hayati tahap pertama telah
dilakukan pada bulan Juni s/d Juli 2012. Hasil pengujian menunjukkan tanaman
karet telah memperlihatkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya terutama dalam perkembangan penyakit JAP. Secara keseluruhan
tanaman karet tersebut dipelihara secara ekstensif dengan melakukan penyiangan
dan pemupukkan, dan kondisi tanaman karet dalam keadaan cukup baik dan siap
untuk dilakukan pemberian formula pestisida nabati dan agens hayati tahap kedua
pada bulan Agustus 2012. Hasil pengujian menunjukkan tanaman karet telah
memperlihatkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, dan
telah terlihat adanya penekanan perkembangan penyakit JAP. Selanjutnya akan
dilakukan pemberian produk formula pestisida nabati dan agens hayati tahap ketiga
pada bulan September 2012. Hingga saat ini target kinerja kegiatan ini diperkirakan
telah mendekati 85%. Hal ini dapat dinilai dengan berlangsungnya aplikasi teknologi
pengendalian penyakit JAP dilapang tahap kedua. Hasil pengamatan dilapang
menunjukkan kondisi tanaman karet terserang penyakit JAP telah mencapai kurang
dari 50% dan selanjutnya akan dilakukan pemberian produk formula pestisida nabati
dan agens hayati tahap ketiga. Pada Tabel 7 disajikan perkembangan pencapaian
target kinerja saat ini:
8/19/2019 788_doc_2
31/46
31
Tabel 7. Perkembangan pencapaian target kinerja hingga saat ini
No Pencapaian target/kegiatan (%) Bulan
2 3 4 5 6 7 8 9
1 Uji Efektifitas Formulasi Pestisida
nabati dan agens hayati secara invitro di laoboartorium
Survey penyakit jamur akar putih 5
Pengambilan isolat patogen danagens hayati
5
Isolasi dan perbanyakan jamur akarputih dan agen hayati
5
Persiapan bahan aktif formulapestisda nabati
5
Uji efektifitas bahan aktif pestsidanabati
5
Uji efektifitas bahan agens hayati 5
Pengamatan 5
Persiapan formulasi pestisida nabatidan agens hayati
Pelaporan 5
Total pencapaian target kinerja s/dbulan yang bersangkutan (%)
5 15 35 40
2 Uji Efektifitas produk formulasipestisida nabati dan agens hayatimengendalikan penyakit jamur akar
putih karet di lapangPersiapan lahan dan tanaman karetterserang penyakit jamur akar putih
5
Pemberian formula pestisida nabatidan agens hayati
5 5 5
Pemeliharaan tanaman 5Pengamatan 5 5
Pelaporan 5 5Total pencapaian target kinerja s/dbulan yang bersangkutan (%)
10 25 30 45
Total pencapaian kinerja kegiatan 1
dan 2 s/d bulan yang bersangkutan(%)
5 15 35 50 65 70 85
Hasil sementara menunjukkan bahwa produk formulasi pestisida nabati dan agens
hayati efektif menekan dan mengendalikan jamur akar putih secara in vitro di
laboratorium, dan dapat menekan perkembangan penyakit JAP pada tanaman karet
di lapang.
8/19/2019 788_doc_2
32/46
32
B. Potensi Pengembangan Ke Depan
1.Kerangka Pengembangan ke DepanKerangka strategi pengembangan ke depan setelah paket PKPP selesaidilaksanakan :
1. Pengembangan metoda pemberian produk formula pestisida nabati dan agens
hayati yang tediri dari atas dosis, waktu dan cara aplikasi pemberian produk
formula pestisida nabati dan agens hayati dalam mengendalikan penyakit JAP
Karet di lapang.
2. Penerapan teknologi pemberian produk formula pestisida nabati dan agens
hayati dalam mengendalikan penyakit JAP Karet di tingkat petani Sumatera
Barat pada khususnya dan Tingkat Nasional pada umumnya.
3. Sosialisasi Pemanfaatan produk formula pestisida nabati dan agens hayati
dalam mengendalikan penyakit JAP Karet pada petani Karet bersama
Lembaga Terkait terutama Dinas Pertanian dan Perkebunan Daerah untuk
meningkatkan produksi tanaman karet Daerah dan Nasional secara optimal.
2. Strategi Pengembangan Ke DepanRencana Strategi Pengembangan Kedepan setelah Paket PKPP selesaidilaksanakan :
Pengembangan pemanfaatan paket teknologi aplikasi produk formula pestisida
nabati dan agens hayati yang efektif, stabil dan efisien dalam mengandalikan
penyakit jamur akar putih karet di lapang pada kondisi yang berbeda di Propinsi
Sumatera Barat pada khususnya dan Nasional pada umumnya. Sehingga produk
formulasi pestisida nabati dan agens hayati tersebut dapat dikembangkan untuk
mengendalikan penyakit jamur akar putih (JAP) tanaman karet di tingkat Propinsi
Sumatera Barat pada khususnya dan Nasional pada umumnya.
8/19/2019 788_doc_2
33/46
33
IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
1.Kerangka Sinergi Koordinasi
Bentuk Pelaksanaan Koordinasi dengan Kelembagaan-Program Terkait:
Koordinasi dengan Kelembagaan - Program terkait dilaksanakan dengan
komunikasi melalui diskusi langsung dilokasi penelitian dan di kantor. Personal di
daerah yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Staf Dinas Tanaman Pangan dan
Perkebunan Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat (Ir.Syafialdi) dan Syapri
sebagai kelompok tani.
2.Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi
.Bentuk Pemanfaatan Hasil Litbangyasa:
Hasil penelitian in adalah berupa produk formulasi pestisida nabati berbasis
sitronellal, geraniol, eugenol dan katekin dan agens hayati berbasis Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp dari hasil pengujian efektifitas dan aktivitas secara in
vitro di laboraorium dan in planta di lapang. Hasil akhir yang diharapkan dari
penelitian ini adalah produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati yang efektif,
stabil dan efisien dalam mengendalikan penyakit jamur akar putih karet pada
berbagai lokasi perkebunan karet khususnya di Sumatera Barat. Produk formulasi
pestisida nabati dan agens hayati dapat dikembangkan dalam teknologi aplikasi
yang efisien dan stabil untuk mengatasi permasalahan penyakit jamur akar putih
sehingga produktivitas tanaman karet dapat meningkat secara optimal di tingkat
petani.
Kendala dan Hambatan Dalam Pelaksanaan Koordinasi hingga saat ini:
Sejauh ini belum terlihat adanya kendala dan hambatan yang berarti dalam
pelaksanaan koordinasi dengan Dinas Tekait. Pada umumnya tanggapan Dinas
terkait di kebupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat tempat dilaksanakan
kegiatan ini cukup kondusif.
8/19/2019 788_doc_2
34/46
34
3.Perkembangan Sinergi KoordinasiPerkembangan Koordinasi dengan Kelembagaan - Program Terkait Kurunwaktu Agustus-September 2012 :
Komunikasi dengan kelembagaan terkait berjalan lancar dengan baik.
Kelembagaan yang terkait dengan kegiatan ini adalah Dinas Tanaman Pangan dan
Perkebunan Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Koordinasi dilakukan untuk
mendukung pelaksanaan penelitian, mulai dari informasi pengembangan produk
formulasi pestisida nabati dan agens hayati untuk mengendalikan penyakit jamur
akar putih karet dalam pelaksanaan pemberian produk formula pestisida nabati dan
agens hayati pada tanaman karet terserang penyakit JAP di lapang di Kebun Karet
Petani di Desa Limo Koto Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat.
B.Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan HasilPerkembangan Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa:
Hasil penelitian ini adalah berupa produk formulasi pestisida nabati berbasis
sitronellal, geraniol, eugenol dan katekin dan agens hayati Pseudpmonad fluoresen
dan Bacillus spp terbaik hasil seleksi secara laboratorium dan lapang di kebun karet
di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Produk formula pestisida nabati dan agens
hayati tersebut pada tahun 2013 akan diuji daya kendali dan evaluasi produk dan
teknologi aplikasi produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati di berbagai
lokasi dengan kondisi tingkat serangan penyakit jamur akar putih karet dan
lingkungan berbeda di Sumatera Barat. Diharapkan dari hasil uji tersebut akan
didapatkan pemanfaatan paket teknologi aplikasi produk formula pestisida nabati
dan agens hayati yang efektif, stabil dan efisien dalam mengandalikan penyakit
jamur akar putih karet di lapang pada kondisi yang berbeda di Propinsi Sumatera
Barat. Sehingga produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati tersebut dapat
dikembangkan untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih karet di Propinsi
Sumatera Barat.
8/19/2019 788_doc_2
35/46
35
2.Indikator Keberhasilan PemanfaatanBentuk Pemanfaatan Hasil Litbangyasa:
Hasil penelitian in adalah berupa produk formulasi pestisida nabati berbasis
sitronellal, geraniol, eugenol dan katekin dan agens hayati berbasis Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp dari hasil pengujian efektifitas dan aktivitas secara in
vitro di laboraorium dan in planta di lapang. Hasil akhir yang diharapkan dari
penelitian ini adalah produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati yang efektif,
stabil dan efisien dalam mengendalikan penyakit jamur akar putih karet pada
berbagai lokasi perkebunan karet di Sumatera Barat pada khususnya dan
perkebunan karet Nasional pada umumnya. Produk formulasi pestisida nabati dan
agens hayati dapat dikembangkan dalam teknologi aplikasi yang efektif, efisien dan
stabil untuk mengatasi permasalahan penyakit jamur akar putih sehingga
produktivitas tanaman karet dapat meningkat secara optimal di tingkat petani pada
khususnya dan Nasional pada umumnya.
3.Perkembangan Pemanfaatan HasilPerkembangan Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa:
Hasil penelitian ini adalah berupa produk formulasi pestisida nabati berbasis
sitronellal, geraniol, eugenol dan katekin dan agens hayati Pseudomonad fluoresen
dan Bacillus spp terbaik hasil seleksi secara laboratorium dan lapang di kebun karet
di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Produk formula pestisida nabati dan agens
hayati tersebut pada tahun 2013 akan diuji daya kendali dan evaluasi produk dan
teknologi aplikasi produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati di berbagai
lokasi dengan kondisi tingkat serangan penyakit jamur akar putih karet dan
lingkungan berbeda di Sumatera Barat. Diharapkan dari hasil uji tersebut akan
didapatkan pemanfaatan paket teknologi aplikasi produk formula pestisida nabati
dan agens hayati yang efektif, stabil dan efisien dalam mengandalikan penyakit
jamur akar putih karet di lapang pada kondisi yang berbeda di Propinsi Sumatera
Barat. Sehingga produk formulasi pestisida nabati dan agens hayati tersebut dapat
dikembangkan untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih karet di Propinsi
Sumatera Baratpada khususnya dan Nasional pada umumnya.
8/19/2019 788_doc_2
36/46
36
V. PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran
Dari hasil isolasi agens hayati dari Rhizosfer tanaman karet di daerah
endemic penyakit Jamur Akar Putih (JAP) di dapatkan 150 isolat Pseudomonad
fluoresen dan Bacillus spp (84 isolat Pseudomonad fluoresen dan 66 isolat Bacillus
spp). Selanjutnya dari pengujian penekanan diameter dan biomassa jamur patogen
JAP secara in vitro di dapatkan 4 isolat Pseudomonad fluoresen dan 4 isolat Bacillus
spp cukup baik menekan pertumbuhan jamur patogen JAP. Dari isolat
Pseudomonad fluoreen dan Bacillus spp terpilih isolat terbaik yaitu isolat
Pseuomonad fluoresen PF 55 dan Bacillus spp Bc94. Dari hasil pengujian
pestisida nabati terhadap pertumbuhan jamur patogen JAP dalam bentuk
penekanan diameter dan biomassa koloni jamur patogen secara in vitro, terlihat
bahan aktif produk formula pestisida nabati (sitrolelal, geraniol, eugenol dan katekin)
sangat baik menekan pertumbuhan koloni jamur patogen JAP. Selanjutnya dari
hasil pengujian lapang produk formula pestisida nabati dan agens hayati
Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp dapat mengendalikan penyakit JAP karet
di daerah endemik penyakit JAP. Terutama untuk pemberian kombinasi produk
formula pestisida nabati dan agens hayati menunjukkan tingkat pengendalian
penyakit JAP karet lebih baik dibandingkan dengan pemberian formula pestisida
nabati dan agens hayati secara terpisah.
2.Metode Pencapaian Target Kinerja
Metode proses pencapaian target kerja dimulai dari pengujian secara in vitro
dilaboratorium dan in planta di lapang berjalan lancar. Dari hasil isolasi dan
pengujian agens hayati secara in vitro didapatkan isolat Pseudomonad fluoresen PF
55 dan Bacillus spp Bc 94 terbaaik menghambat pertumbuhan jamur patogen JAP
karet. Dari hasil pengujian pestisida nabati terhadap jamur patogen JAP secara in
vitro dilaboratorium didapatkan produk formula pestisida nabati yang aktif
menghambat pertumbuhan jamur patogen JAP. Selanjutnya dari hasil pengujian
secara in planta di lapang didapatkan kombinasi produk formula pestrisda nabati dan
agens hayati dalam megendalikan penyakit JAP dan meningkatkan pertumbhan
tanaman karet.
8/19/2019 788_doc_2
37/46
37
3.Potensi Pengembangan ke Depan
Potensi pengembangan ke depan memberkan gambaran sangat baik dengan
mengembangkan kegiatan dalam bentuk pengembasngan teknologi aplikasi
pemberian produk formula pestisida nabati dan agens hayati pada tanaman karet di
lapang yang efektif, stabil dan efisien di tingkat petani di Suamatera Barat pada
khususnya dan Nasional pada umumnya.
4.Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
Pengembangan koordinasi kelembagaan dan program sangat diharapkan untuk
kelancaran pengembangan dan penerapan teknologi pemanfaatan produk formula
pestisida nabati dan agens hayati dalam mengatasi permasalahan penyakit
tanaman karet terutama penyakit JAP Karet terutama di daerah sentra produksi
karet.
5.Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
Dimensi pemanfaatan produk formula pestisida nabati dan agens hayati
Pseudomonad fluoresen dan Bacillus spp memberikan gambaran ke depan sangat
baik dalam mengatasi permasalahan penyakit JAP Karet dan pencemaran
lingkungan dari residu pestisida sintetis.
B.Saran
1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Untuk kelanjutan pemanfaatan produk formula pestisida nabati ke depan dirasa
perlu untuk pengembangan penerapan teknologi pemnafaatan produk formula
pestisida nabati dan agens hayati secara terpadu efektif dan efisien ditingkat petani
terutama daerah sentra produksi karet.
2.Keberhasilan Dukungan Program Ristek
Untuk keberhasilan penerapan teknologi pemanfaatan produk pestisida nabati
dan agens hayati dalam mengatasi penyakit tanaman karet terutama penyakit JAP
Karet perlu dukungan dari pihak terkait terutama program Ristek dan Pemerintah
Pusat dan Daerah. Sehingga permasalahan penyakit tanaman karet terutama
penyakit JAP dapat diatasi dan dapat meningkat produksi karet dan ekonomi
masyarakat.
8/19/2019 788_doc_2
38/46
38
DAFTAR PUSTAKA
Arwiyanto, T. 1998. Pengendalian Secara Hayati Penyakit Layu Bakteri PadaTembakau. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV (1996-1998). Kantor
Menteri Negara Riset dan Teknologi Dewan Riset Nasional. 58p.
Abo-Elyousri., Karnal,A., Zakaullah Khan., Magd El-Morsi Award, and MontaserFawzy-Morsi-Abedel-Moneim., 2010. Evaluation of plant extracts andPseudomonas spp for control of root knot nematode, Meloidogyue incognita on tomato. Nematotropica. 40: 289-299
Akila.R, L. Rajendran, S. Harish, K. Saveetha, T. Raguchander and R. Samiyappan
. 2011. Combined application of botanical formulations and biocontrol agentsfor the management of Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) causingFusarium wilt in banana. Department of Plant Pathology, Centre for Plant
Protection Studies, Tamil Nadu Agricultural University, Lawley Road,Coimbatore 641 003, TamilNadu, India
Aspiras, R.B. and A.R. de La.Cruz. 1985. Potential Biological Control of BacterialWilt in Tomato and Potato with Bacillus polymyxa FU6 and Pseudomonasfluorescens. Proceedings of an International Workshop PCARRD, LosBanos, Philippines 8-10 October 1985. 89-92.
Chrisnawati. 1999. Uji Daya Kendali Minyak Serai Wangi dan KomponennyaTerhadap Pertumbuhan Fusarium Oxysporum f. sp. vanilae Secara in vitro.Tesis Pasca Sarjana. Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan
Program Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang.
Chrisnawati dan Helti Andraini. 2000. Studi efektifitas beberapa fraksi minyak seraiwangi terhadap Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici penyebab penyakitlayu fusarium tanaman tomat. Laporan penelitian dosen muda. DirektoratJenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional Tahun2000.(No.104/P2IPT/DM/ VI/1999). Fakultas Pertanian UniversitasMahaputra Muhammad Yamin. Solok. p.26
Chrisnawati, 2003. Studi efektifitas pestisida nabati sitronelal terhadap Fusarium
oxysporum f.sp. lycopersici penyebab penyakit layu fusarium tanaman tomatsecara in planta. Laporan Penelitian Dosen Muda. Direktorat JenderalPendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2002 (No.149/LIT/BPPK-SDM/IV/2002). p 30.
Chrisnawati. 2004. Studi Efikasi Formula Pestisida Nabati SitronelalterhadapFusarium oxysporum f.sp. lycopersici Penyebab Penyakit LayuFusarium Tomat secara in vitro. Laporan Penelitian Dosen Muda Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional(Kontrak No. 304/P4T/DPPM/DM, SKW,
8/19/2019 788_doc_2
39/46
39
Chrisnawati, Nasrun dan Triiwidodo. A. 2009. Pengendalian Penyakit Layu BakteriNilam Menggunakan Bacillus spp dan Pseudomonad fluoresen. JurnalPenelitian Tanaman Industri. Bogor , Vol, 15.(3): 116-123.
Cook, R.J. and K.F. Baker. 1989. The Nature and Practice of Biological Control of
Plant Pathogens. APS Press, St.Paul, Minnesota. 505p.
Duamkhanmane,R. 2002. Effect of Essential oil from some Herbal Plant Extract onColletotrichum gloesporioides (Penz) Sacc. Summary the first InternationalConference on Tropical and Sub tropical Plant diseases. Chiang Mai.
ThailandDai-Soo Kim, . Cook, R,J., and Weller, D.M,. 1997. Bacillus sp L324-92 for
biological control of three root disease of wheat grown with reduced tillage.
Phytopathology 87: 551-558
Gunawan, O.S., 1995. Pengaruh Mikroorganisme Antagonis dalam Mengendalikan
Bakteri Layu Pseudomonas solanacearum pada Tanaman Kentang.
Risalah Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah PFI XII, Mataram.
Han, D.Y., D.L. Bauer., W.D.Bauer and H.A.J. Hoitink., 1994. A Rapid biossay for
Screening Rhizosphere Microorganisms for Their Ability to Induce systemic
resistance. Phytopatholgy . 90: 327-332.
Haryono. 1989.Penyakit –Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah
Mada Press. 8911166-C2E. ISBN 979-420-107-3.
Hoffland.E., J.Hakulinen., and J.A. van Pelt. 1996. Comparison of systemicresistance induced by avirulen and nonpathogenic Pseudomonas species..
Phytopathology 86: 757-762
Kelment., Z., K.Rudolph and D.C. Sands. 1990. Methods in Phytobacteriology.
Academiai Klado. Budafest ..
Knobloch, K.A.,B.Paul.,H.Ilber., Weigand and W.Weil.1989. Antibacterial and
Antifungal properties of essential oil components. J.Ess-Oil.1:119-128.
Maurhofer.M., C. Reimmann., P. Schmiddli-Sacherer., S.Heeb., D.Hans., and
G.Dafago., 1998. Salicylic Acid biosynthetic Genes Expressed in
Pseudomonas fluoresens Strain P3 Improve the Induction of Systemic
Resistance in Tobacco Against Tobacco necrosis virus. Phytopathology 88:
678-684.
Mulya, K., and S. Tsuyuma. 2001. Some Physiological Factor Influencing AntibioticProduction by Pseudomonas fluorescens PfG32. Jurnal BiotechnologiPertanian 3 (1): 23-28
Nasun, Jamalius dan Nurmansyah, 1993. Pengaruh minyak atsiri sebagai antifungal
dalam menekan perkembangan beberapa patogen tanah. Proseding
8/19/2019 788_doc_2
40/46
40
Seminar Mikrobiologi Se Sumatera. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia Di
Padang.
Nasrun, 1997. Pengujian ekstrak daun serai wangi terhadap Scelrotium rolfsii
penyebab penyakait busuk batang tanaman cabai. Kongres Nasional ke XIV
dan Seminr Ilmiah PFI , di Palembang.
Nasrun., S. Christanti.., T. Arwiyanto., dan I.Mariska., 2004. Seleksi antagonistik
pseudomonad fluoresen terhadap Ralstonoa solanacearum penyebab
penyakit layu bakteri nilam secara in vitro. Jurnal Stigma. XII (2): 228-231.
Nasrun, Christanti, T.Arwiyanto, dan I.Mariska., 2005. Pengendalian Penyakit Layu
Bakteri Nilam Menggunakan Pseudomonad fluoresen. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri. (11 (1): 19-24.
Nasrun 2005. Studi Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri (Ralstoniasolanacearum) Nilam dengan Pseudomonad fluoresen. Disertasi Doktoral
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. 129 p (Tidak publikasi )
Nasrun, Christanti, T.Arwiyanto, dan I.Mariska, 2007. Karakteristik Fisiologis
Ralstonia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri Nilam. Jurnal
Penelitian Tanaman Industri (Industrial Crops Research Journal ). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.. Volume 13 No.2; 43-48
Nasrun,Nurmansyah dan Burhanudin, 2009. Pemanfaatan Pseudomonad fluoresenSebagai Agens Pengimbas Ketahanan Tanaman Dalam Mengendalikan
Penyakit Budog Nilam Laporan Akhir Program Insentif Diknas Tahun
Anggaran 2009. Diknas dan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2008.
49pp.(Tidak Pubilikasi)
Nurmansyah dan H, Syamsu. 2001. Pengaruh minyak atsiri beberapa klon unggul
seraiwangi terhadap pathogen penyebab penyakit layu dan busuk pangkal
batang tanaman cabai. Stigma. Vol IV No4. Faperta Universitas Andal;as
Padang
Nurmansyah, Nasrun dan Jamalius. 2008. Pengujian pestisida nabati seraiwangi
terhadap hama dan penyakit 473-479.
Premono. E. 1998. Mikroba Pelarut Fosfat untuk Mengefesienkan Pupuk Fosfat dan
Prospeknya di Indonesia. Hayati. Vol 11 pp 13-23.
Sait,S. 1991. Potensi minyak atsiiri daun Indonesia sebagai sumber bahan obat.
Proseding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera,
Bukit Tinggi. Balittro Bogor.
8/19/2019 788_doc_2
41/46
41
Schippers, B., B. Lugtenberg, and P.J. Weisbeek. 1987. Plant Growth Control by
Fluorescent pseudomonads. Innovative Approaches to Plant Disease
Control 30-34.
Semangun,H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia, Yayasan
Pembina Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yokyakarta.
Souza,D,T,M and R,H,N, Couto. 2004. Efficiency of n-octyl acetat, 2-heptanone and
citronellal in repelling Bees from Basil (Ocimum sellowii -labiatae). Brazilian
Archives of Biology and Technology. Vol 47. no 1. Printed in Brazil p 121-125
Sumardiyono, C., S.M. Widyastuti., and Y.Assi., 2001. Pengimbasan ketahanan
pisang terhadap penyakit layu Fusarium dengan Pseudomonas fluorescens.
Prosiding Kongres XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi
Indonesia. 22 -24 Agustus 2001. Bogor p 257-259.
Tombe.M. 2008. Pemanfaatan Pestisida nabati fungisida nabati dan agensia hayatiUntuk
Mengendalikan Penyakit Busuk Jamur akar putih pada jambu mete.Bul.Littro. Vol XIX No.1: Hal 68-77
8/19/2019 788_doc_2
42/46
42
8/19/2019 788_doc_2
43/46
43
8/19/2019 788_doc_2
44/46
44
8/19/2019 788_doc_2
45/46
45
8/19/2019 788_doc_2
46/46
46