2
 Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.4 ISBN 978-602-14272-0-0 E-86 Penentuan Lokasi SPBG CNG Di Wilayah Dki Jakarta Dengan Memperhatikan Sudut Pandang Investor dan Konsumen Secara Bersamaan  Harumi Diah Wijayanti Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia DTI UI Depok, Indonesia [email protected]  Farizal, PhD Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia DTI UI Depok, Indonesia [email protected]   Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi SPBG CNG di wilayah DKI Jakarta dengan memperhatikan sudut pandang investor dan konsumen. Fungsi tujuan yang akan dicapai adalah meminimumkan nilai objective yang merupakan hasil perkalian jarak dengan jumlah permintaan dan biaya transportasi serta biaya investasi dan operasional yang menjadi sudut pandang investor. Selain itu, penelitian ini akan dibandingkan dengan model P-Median yang hanya memperhatikan faktor konsumen.Variabel keputusan dalam pembangunan SPBG CNG baru yang digunakan adalah binary integer linier programming. Terdapat 2 variabel keputusan pada penelitian ini, yang pertama adalah penentuan lokasi SPBG dan yang kedua penentuan suplai CNG. Penelitian ini menggunakan software LINGO 10 untuk menentukan solusi penyelesainnya. Selain model dasar, penelitian ini juga menggunakan 2 skenario; penentuan lokasi SPBG CNG dengan jumlah SPBG yang paling optimum; penentuan lokasi dan jumlah SPBG CNG yang sedikitnya harus dibangun di wilayah DKI Jakarta. Dari 46 kandidat lokasi, diperoleh hasil 11 lokasi SPBG baru untuk skenario dasar, sedikitnya 8 lokasi SPBG baru harus dibangun untuk dapat memenuhi permintaan, dan 12 SPBG baru untuk solusi skenario 2. Sedangkan untuk permasalahan p median,  jumlah S PBG y ang optimu m diban gun ber jumlah 16 SPBG. Kata Kunci: Capacitated Facility Location Problem; Program Linier; Optimasi; P-Median; SPBG CNG; Rantai Suplai I. PENDAHULUAN Indonesia resmi menjadi negara pengimpor minyak sejak tahun 2004. Hal ini dikarenakan menurunnya tingkat produksi minyak sementara tingkat konsumsi minyak terus bertambah. Selain itu saat ini penggunaan energi alternatif juga belum  berkembang di Indonesia, salah satu contohnya adalah gas. Pada tahun 2008, cadangan terbukti gas di Indonesia mencapai 112.3 TSCF namun produksi gas hanya sebesar 7.88 TSCF atau hanya 7% dari cadangan yang ada. Infrastruktur merupakan salah satu faktor pendukung dalam hal distribusi energi dan mempunyai peran yang sangat  penting. Namun, saat ini infrastruktur di Indonesia masih  belum memadai. Sebagai akibatnya penyediaan dan  pendistribusian energi masih menjadi kendala. Permasalah an infrastruktur ini juga mengakibatkan tidak meratanya akses masyarakat terhadap energi. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang mengamanatkan agar sumber daya energi dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat, maka infrastruktur merupakan faktor penting untuk mewujudkan amanat tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh LIPI pada tahun 2010, salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan program  pemerintah untuk melakukan konversi BBM k e BBG adalah faktor ketersediaan infrastruktur, seperti SPBG, bengkel untuk kendaraan BBG, dll. Jakarta sebagai daerah inisiasi bagi  program kebijakan nasional ini dianggap masih gagal dalam mencapai target yang di tetapkan. Di Jakarta sendiri saat ini terapat 5061 kendaraan umum yang menggunakan BBG dari total 62694 kendaraan atau hanya sekitar 8.1% nya saja. Hal ini tentunya perlu didorong untuk dapat mencapai target yang ditetapkan pemerintah yaitu melalui Pergub No 141 tahun 2007 yang menetapkan bahwa kendaraan umum di DKI Jakarta wajib menggunakan bahan bakar gas, dan dan ditetapkannya target pemerintah dalam Kebijakan Energi  Nasional untuk kendaraan yang me nggunakan BBG yaitu 70% untuk Angkutan Umum dan 20% untuk kendaraan pribadi, maka faktor ketersediaan infrastruktur ini menjadi  permasalahan y ang paling utama untuk diselesaikan. Pada tahun 2010, dalam jurnalnya yang berjudul Research on Site Selection for Urban CNG Station,Liang Tao melakukan penelitian terhadap teori lokasi untuk menentukan lokasi SPBG CNG dengan menggunakan QFD (Qualitiy Function Deployment) dan HOQ (House of Quality). Kekurangan dari penentuan lokasi dengan cara ini adalah hanya dapat digunakan dalam skala kecil, serta tidak memperhitungkan adanya fasilitas sejenis yang sudah ada. Masih di tahun 2010, Abtin Bostani mencoba menyelesaikan  problem lokasi dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi. Pada jurnalnya yang berjudul Optimal Location of CNG Refuelling Station Using Arc Demand Coverage Model,Bostani menganggap bahwa dalam penentuan lokasi faktor geografis merupakan hal yang sangat penting.

Document79

Embed Size (px)

DESCRIPTION

79

Citation preview

  • Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.4 ISBN 978-602-14272-0-0

    E-86

    Penentuan Lokasi SPBG CNG Di Wilayah Dki Jakarta Dengan Memperhatikan Sudut Pandang

    Investor dan Konsumen Secara Bersamaan

    Harumi Diah Wijayanti Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia

    DTI UI Depok, Indonesia

    [email protected]

    Farizal, PhD Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia

    DTI UI Depok, Indonesia [email protected]

    Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi SPBG CNG di wilayah DKI Jakarta dengan memperhatikan sudut pandang investor dan konsumen. Fungsi tujuan yang akan dicapai adalah meminimumkan nilai objective yang merupakan hasil perkalian jarak dengan jumlah permintaan dan biaya transportasi serta biaya investasi dan operasional yang menjadi sudut pandang investor. Selain itu, penelitian ini akan dibandingkan dengan model P-Median yang hanya memperhatikan faktor konsumen.Variabel keputusan dalam pembangunan SPBG CNG baru yang digunakan adalah binary integer linier programming. Terdapat 2 variabel keputusan pada penelitian ini, yang pertama adalah penentuan lokasi SPBG dan yang kedua penentuan suplai CNG. Penelitian ini menggunakan software LINGO 10 untuk menentukan solusi penyelesainnya. Selain model dasar, penelitian ini juga menggunakan 2 skenario; penentuan lokasi SPBG CNG dengan jumlah SPBG yang paling optimum; penentuan lokasi dan jumlah SPBG CNG yang sedikitnya harus dibangun di wilayah DKI Jakarta. Dari 46 kandidat lokasi, diperoleh hasil 11 lokasi SPBG baru untuk skenario dasar, sedikitnya 8 lokasi SPBG baru harus dibangun untuk dapat memenuhi permintaan, dan 12 SPBG baru untuk solusi skenario 2. Sedangkan untuk permasalahan p median, jumlah SPBG yang optimum dibangun berjumlah 16 SPBG.

    Kata Kunci: Capacitated Facility Location Problem; Program Linier; Optimasi; P-Median; SPBG CNG; Rantai Suplai

    I. PENDAHULUAN Indonesia resmi menjadi negara pengimpor minyak sejak

    tahun 2004. Hal ini dikarenakan menurunnya tingkat produksi minyak sementara tingkat konsumsi minyak terus bertambah. Selain itu saat ini penggunaan energi alternatif juga belum berkembang di Indonesia, salah satu contohnya adalah gas. Pada tahun 2008, cadangan terbukti gas di Indonesia mencapai 112.3 TSCF namun produksi gas hanya sebesar 7.88 TSCF atau hanya 7% dari cadangan yang ada.

    Infrastruktur merupakan salah satu faktor pendukung dalam hal distribusi energi dan mempunyai peran yang sangat penting. Namun, saat ini infrastruktur di Indonesia masih belum memadai. Sebagai akibatnya penyediaan dan

    pendistribusian energi masih menjadi kendala. Permasalahan infrastruktur ini juga mengakibatkan tidak meratanya akses masyarakat terhadap energi. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang mengamanatkan agar sumber daya energi dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat, maka infrastruktur merupakan faktor penting untuk mewujudkan amanat tersebut.

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh LIPI pada tahun 2010, salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan program pemerintah untuk melakukan konversi BBM ke BBG adalah faktor ketersediaan infrastruktur, seperti SPBG, bengkel untuk kendaraan BBG, dll. Jakarta sebagai daerah inisiasi bagi program kebijakan nasional ini dianggap masih gagal dalam mencapai target yang di tetapkan. Di Jakarta sendiri saat ini terapat 5061 kendaraan umum yang menggunakan BBG dari total 62694 kendaraan atau hanya sekitar 8.1% nya saja. Hal ini tentunya perlu didorong untuk dapat mencapai target yang ditetapkan pemerintah yaitu melalui Pergub No 141 tahun 2007 yang menetapkan bahwa kendaraan umum di DKI Jakarta wajib menggunakan bahan bakar gas, dan dan ditetapkannya target pemerintah dalam Kebijakan Energi Nasional untuk kendaraan yang menggunakan BBG yaitu 70% untuk Angkutan Umum dan 20% untuk kendaraan pribadi, maka faktor ketersediaan infrastruktur ini menjadi permasalahan yang paling utama untuk diselesaikan.

    Pada tahun 2010, dalam jurnalnya yang berjudul Research on Site Selection for Urban CNG Station,Liang Tao melakukan penelitian terhadap teori lokasi untuk menentukan lokasi SPBG CNG dengan menggunakan QFD (Qualitiy Function Deployment) dan HOQ (House of Quality). Kekurangan dari penentuan lokasi dengan cara ini adalah hanya dapat digunakan dalam skala kecil, serta tidak memperhitungkan adanya fasilitas sejenis yang sudah ada. Masih di tahun 2010, Abtin Bostani mencoba menyelesaikan problem lokasi dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi. Pada jurnalnya yang berjudul Optimal Location of CNG Refuelling Station Using Arc Demand Coverage Model,Bostani menganggap bahwa dalam penentuan lokasi faktor geografis merupakan hal yang sangat penting.