Upload
muhammad-rizki-nugraha
View
222
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rrhrh
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ketentuan diberlakukannya kesepakatan perdagangan dunia yang
berlaku secara global memang tidak dapat kita elakkan. Dalam kehidupan
dunia yang serba modern dan terbuka, keterkaitan kebutuhan antar satu dan
yang lain sangatlah tinggi dan makin meningkat. Semuanya pada akhirnya
menghadapkan kita untuk mau tidak mau mengikuti ketentuan dan
kesepakatan yang diberlakukan secara umum pada keadaan antau interaksi
yang terjadi antarnegara. Dalam mana suatu negara tidak mengikuti aturan
perdagangan yang berlaku secara liberal, maka kemungkinan negara tersebut
akan tersisihkan dan terkucil dari sistem perdagangan internasional.
Globalisasi ekonomi adalah kehidupan ekonomi global yang bersifat
terbuka dan tidak mengenal batas-batas territorial, atau kewilayahan antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain. Disini dunia dianggap sebagai
suatu kesatuan yang semua daerah dapat terjangkau dengan cepat dan mudah.
Sisi perdagangan dan investaris menuju kearah liberalisasi dan kapitalisme
sehingga semua orang bebas untuk berusaha di mana saja dan kapan saja di
dunia ini. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan
ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi
suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas
territorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan
seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal barang dan jasa.
Mencermati persaingan yang makin tajam dan untuk menjaga
fairness, maka World Trade Organization (WTO) atas prakarsa negara-negara
pendiri, mengupayakan suatu kerjasama multilateral untuk mendorong semua
negara anggota memilih kebijakan perdagangan bebas, sehingga diharapkan
dapat memperoleh solusi kerjasama yang optimal. Sistem perdagangan
0
multilateral yang dijalankan WTO sesungguhnya merupakan pengembangan
dari kesepakatan perjanjian multilateral di bawah kerangka General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang dibentuk pada tahun 1947.
Dalam proses keikutsertaannya tersebut, telah banyak langkah-
langkah di bidang hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia,
mulai dari penyusunan, penetapan, sampai pelaksanaan beberapa peraturan
perundang-undangan yang khusus terkait pelaksanaan perdagangan bebas
tersebut.
I.2. Perumusan Masalah
Untuk membahas lebih jauh lagi tentang peran aktif pemerintah
Indonesia dalam perdagangan internasional yang nantinya apakah dampak
transplantasi kebijakan ini akan berbenturan dengan nilai-nilai pada sistem
hukum Indonesia jika dikaitkan dengan filsafat hukum pancasila, maka
menarik untuk mengkaji permasalahan berikut di bawah ini :
1. Apakah perdagangan internasional yang diikuti oleh pemerintah Indonesia
sejalan dengan nafas Pancasila?
2. Apakah dampak yang akan terjadi dalam transplantasi hukum mengenai
keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam perdagangan internasional?
I.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Hukum. Untuk itu makalah ini diberi judul “Filsafat Hukum
Pancasila dan Dampak Transplantasi Hukum Serta Benturan Nilai-nilai pada
Sistem Hukum Indonesia”.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Hukum Pancasila
Pancasila sebagai sendi keserasian hukum terbukti dalam benih
keserasian yang terdapat dalam tiap sila-silanya. Berikut diuraikan nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila tersebut yakni :
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Mengungkapkan hubungan yang serasi antara Pencipta dan
ciptaanNya. Wawasan tentang pencipta itu mungkin berbeda pada manusia
yang satu daripada manusia lainnya. Walaupun demikian manusia yang
mengakui dan yakin akan adanya Pencipta itu akan berikhtiar
memantapkan dan tidak mengganggu hubungan yang serasi antara
Pencipta dan ciptaanNya apakah itu dirinya sendiri sebagai makhluk
termulia maupun segala ciptaan pencipta yang ada dalam lingkungannya.
Hal inilah yang mengharuskan manusia untuk hidup serasi dalam
lingkungan yang serasi pula. Dengan demikian wajarlah kalau hukum itu
tidak hanya untuk keserasian hidup antara manusia, tetapi juga keserasian
lingkungan pergaulan hidup mereka.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya
dan api, bila apinya besar maka cahayanya terang; jadi, bila peradabannya
tinggi maka keadilanpun mantap.
Peradaban merupakan kodrat khusus manusiawi. Sesuai dengan
kodrat alami maka manusia mempunyai pikiran/cipta dan perasaan/rasa
yang bila dikombinasikan akan menjadi kehendak/karsa yang merupakan
motif daripada sikap tindak/karya. Karena penggunaan cipta, rasa dan
2
karsa itu maka terbentuklah kalbu atau geweten manusia. Namun kalbu
manusia ada kalanya berkeadaan positif atau negatif tergantung sarana
(cipta, rasa, karsa) pembentukannya yang juga mungkin positif atau
negatif karena itu ada sebutan orang biadab atau rendah peradabannya.
c. Sila Persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia tidak lain maksudnya ialah persatuan suku
serta golongan yang sekaligus pula terjelma sebagai satu bangsa, sehingga
tidak sewajarnya yang satu meniadakan yang lainnya, tetapi haruslah ada
keserasian antara kebinaan suku sertta golongan dan ketunggalan bangsa.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Manusia sebagaai pribadi maupun dalam kelompok pergaulan
hidup mempunyai aneka macam kepentingan. Pada suatu ketika
kepentingan itu mungkin berbeda bagi pribadi/kelompok yang satu dengan
yang lainnya. Bahkan kepentingan itu dapat bertentangan adanya,
misalnya, kelompok yang satu menyetujui pembaharuan sedang yang lain
menginginkan pelestarian dan sebagainya. Keadaan keolompok yang
berbeda kepentingan itu mungkin:
1. Sederajat atau
2. Berbeda derajat (Penguasa, atasan : warga, bawahan).
Dalam hubungan yang sederajat dapat timbul masalah mayoritas
dan minoritas dengan perbedaan kepentingan, tetapi manusia yang beradab
akan mencegah atau mengurangi kemungkinan perbedaan itu menjadi
meruncing sehingga pergaulan hidup dapat terpelihara dan tidak berubah
menjadi pergumulan hidup. Untuk mempertahankan kebersamaan dan
kebedaan diperlukan upaya yaitu ikhtiar mencapai keserasian dalam
consensus yang dapat bersifat substansial dan formil.
Dalam lingkup kenegaraan, maka sila ke IV daripada Pancasila
itulah yang merupakan upaya konsensus yang dalam (Ilmu) Hukum
3
Internasional dikenal sebagai konsultasi. Apabila pada suatu ketika
peruncingan perbedaan kepentingan terjadi tetapi masih diinginkan
penanggulangan melalui upaya damai agar dapat dipertahankan adanya
kebersamaan dalam kebedaan, maka di samping konsultasi masih ada
upaya: “Good offices, Mediation, dan Peradilan.
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Rumusan terakhir terarah pada tujuan setiap pribadi manusia yaitu
keserasian rohaniah dan jasmaniah. Komposisi manusia terdiri dari unsur
rohani/spiritual dan unsure jasmaniah/materiel serta unsur (antara) jalinan
saraf yang menyetarafkan ke dua unsur lainnya agar serasi dalam
kepribadiannya. Peranan kodrati manusia ialah memelihara dan
meningkatkan daya tahan ke tiga unsurnya. Daya tahan unsur jasmaniah
dipelihara dan ditingkatkan sarana kegiatan ekonomis (pangan, papan, dan
sandang), berolahraga dan sebagainya.
Daya tahan unsur rohaniah terdiri dari dua tingkat yaitu:
1. Taraf alami yang meliputi cipta, rasa, dan karsa, sebagai potensi; serta
2. Taraf budaya (kesadaran) yang berupa trias-spiritualia yaitu:
a. Logika – ilmu pengetahuan
b. Estetik – keseniana (sebagai daya kreasi), dan
c. Ethika – keimanan; keakhlakan; sopan santun; hukum.
Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti
bahwa secara merata dan berkesinambungan setiap manusia mengalami
sungguh keserasian rohaniah dan jasmaniah.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi tujuan
berdirinya negara Republik Indonesia hanya dapat dicapai melalui
pembangunan. Sebab pembangunan merupakan serangkaian usaha-usaha
peningkatan taraf hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai
masyarakat dalam segala aspeknya.
4
Dengan mengadakan pembangunan yang melibatkan seluruh rakyat
dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaanya maka keadilan sosial
akan tercapai. Dalam pembangunan itu rakyat tampil baik sebagai subjek
maupun sebagai objek. Tujuan pembangunan nasional adalah rakyat itu
sendiri pula.
Keberadaan negara bukanlah tujuan melainkan sebagai kesatuan
pribadi-pribadi negara yang adalah sarana untuk membantu para warganya
dan melengkapi mereka dengan segala sesuatu yang tidak dapat
diusahakan oleh mereka masing-masing secara sewajarnya. Negara
memang untuk kepentingan rakyat namun tidak berarti rakyat tidak perlu
berbuat sesuatu dan menantikan segala sesuatu dari negara. Tugas negara
adalah subsidier artinya memberikan subsidium (bantuan) kepada warga-
warganya yang tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
sendiri sewajarnya.
Berdasarkan sila kelima Pancasila di atas terdapat konsekuensi
nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama yakni :
Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara
terhadap warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib
memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam
bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam
hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajibannya ;
Keadilan legal (keadilan bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan
antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak
wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk menaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara ;
Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga
satu dengan lainnya secara timbal balik
Nilai-nilai keadilan haruslah merupakan suatu dasar yang harus
diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan
negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warga serta melindungi
5
seluruh warganya dan seluruh wilayahnya serta mencerdaskan seluruh
warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam
pergaulan antarnegara sesama bangsa di dunia ingin menciptakan
ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antarbangsa di dunia
dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa,
perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama ( keadilan sosial).1
Dengan demikian dapat disimpulkan keadilan sosial adalah
keadaan dalam mana semua orang dan semua golongan memperoleh apa
yang menjadi haknya dan hanya dapat dicapai melalui usaha-usaha
keadilan ialah kegiatan-kegiatan dan sikap untuk tetap dan terus–menerus
serta benar-benar memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya.
Kajian teori hukum terhadap status pancasila sebagai dasar negara
melalui alur dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum akan
sampai pada tingkat hukum yang menempatkan Pancasila sebagai
landasan filsafat hukum Indonesia. Dengan demikian filsafat hukum yang
berlandaskan Pancasila disebut sebagai filsafat hukum Pancasila.
Filsafat hukum Pancasila bila diterima dan dikembangkan akan
menjadi juridisme yang dianut. Artinya menjadi paham hukum nasional
yang disebut yuridisme Pancasila. Juridisme akan mengalir rechtsidee
yang mempunyai fungsi konstitutif dan regulatif terhadap hukum nasional.
B. Keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam Perdagangan Internasional
ditinjau dari nilai-nilai Pancasila.
Globalisasi pada awala abad 21 memberikan pengaruh dalam
pembangunan nasional pada umumnya khususnya di bidang perdagangan
yaitu terjadinya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas dunia baik
secara multilateral, regional maupun bilateral. Saat di mana Indonesia sebagai
bagian dari pelaku ekonomi internasional tidak terlepas dari dampak dinamika
1
6
percaturan ekonomi internasional, yang sarat dengan berbagai kepentingan
nasional masing-masing negara pelaku ekonomi internasional.
Saat ini perdagangan internasional sudah menjadi bagian yang tidak
mungkin dipisahkan dari kehidupan suatu negara di dunia, begitupula dengan
Indonesia sebagai bagian dari perekonomian dunia juga tidak mungkin
terlepas dari kegiatan perdagangan internasional, baik itu perdagangan barang
maupun jasa. Ide perdagangan bebas digagas pertama kali oleh David
Ricardo, yang kemudian menjadi cikal bakal teori perdagangan internasional.
Menurut David Ricardo dalam teorinya yang dikenal sebagai teori
keuntungan komparatif itu, pedagangan bebas antar bangsa pasti akan
menguntungan setiap negara yang terlibat.
Dalam membahas perdagangan bebas penting diketahui konteks yang
melatar belakangi munculnya ide perdagangan bebas dan teori yang
mendasari pengembangan ide tersebut. Alasannya adalah dengan
perdagangan bebas antar bangsa yang meliputi dua negara atau lebih, maka
masing-masing negara akan didesak untuk meningkatkan dan mengefisienkan
penggunaan sumberdaya produktif yang dimilikinya. Awal pangkal teori
David Ricardo ini adalah sekedar tenaga kerja yang bila asumsikan bahwa
dengan adanya perdagangan bebas, setiap negara akan menggeser
penggunaan tenaga kerjanya untuk hanya memproduksi barang yang dapat
diproduksi secara paling produktif dan efisien. Menurut ekonom dunia pada
umumnya, walaupun sudah berusia satu abad lebih tapi sampai sekarang teori
itu masih tetap terbukti kebenarannya sehingga masih relevan. Artinya para
ekonom yakin betul bahwa perdagangan bebas akan menguntungkan semua
negara. Namun ada hal-hal yang perlu diwaspadai dari ide David Ricardo itu
adalah,
pertama, secara ideologis, ide perdagangan bebas dikembangkan
dalam konteks kapitalisme. Sehingga ide itu tidak dapat berjalan
bila ideologinya bukan kapitalisme.
7
kedua, secara konseptual, sejak David Ricardo hingga saat ini, teori-
teori perdagangan internasional sama sekali tidak berbicara
mengenai siapa yang secara khusus paling diuntungkan dari
perdagangan bebas tersebut. Mengenai siapa yang paling
diuntungkan pada masing-masing negara adalah urusan lain,
karena ilmu ekonomi tidak berbicara mengenai siapa yang
diuntungkan atau dirugikan. Apakah yang diuntungkan itu kaum
kapitalis, buruh.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segala pembahasan terkait
dengan perdagangan bebas, secara ideologis tidak dapat dilepaskan dari
kapitalisme dan secara teori ekonomi ini termasuk kedalam kelompok teori
ekonomi klasik dan neoklasik atau yang belakangan ini dikenal sebagai
neoliberalisme.
Liberalisasi perdagangan akan sangat tergantung dengan kemampuan
daya saing bangsa, artinya makin tinggi tingkat daya saingnya, maka negara
tersebut akan makin siap untuk menjalankan persaingan perdagangan di pasar
internasional. Namun karena sistem liberalisasi perdagangan ini umumnya
muncul dari negara-negara maju, maka diperlukan kehati-hatian bagi negara
dunia ketiga atau negara berkembang untuk mengikatkan diri pada
kesepakatan liberalisasi perdagangan.
Tetapi yang seringkali kita temui dan terjadi pada umumnya, negara
berkembang ikut atau masuk dalam sistem liberalisasi perdagangan karena
adanya keterikatan aspek politik atau hutang misalnya, yang pada akhirnya
dengan terpaksa masuk dalam kesepakatan liberalisasi. Bukan hanya itu,
kecerobohan juga dapat terjadi karena kurangnya tingkat kemahiran dalam
bernegosiasi, sehingga pada akhirnya liberalisasi perdagangan memberatkan
negara berkembang.
Warisan budaya lndonesia memiliki peran penting dalam pembentukan
awal hukum perdagangan modern internasional, namun sebagian besar orang
8
lndonesia baru telah bertindak melawan aturan World Trade Organization
( selanjutnya disingkat dengan WTO), karena dalam evolusi ide dan praktek
perdagangan bebas telah tercemar oleh nilai-nilai ideologi yang bertentangan
dengan nilai-nilai budaya lndonesia. Sifat eksploitasi dalam pembentukan
hukum perdagangan internasional telah banyak dalam pembentukan aturan
WTO. Sejauh ini, aturan WTO telah diklaim sebagai sebuah rezim
"perdagangan bebas".
Hukum adat yang digunakan oleh Indonesia sebagai sistem hukum
yang didasarkan pada non-liberal yang terkondensasi dalam pancasila, di
mana lebih menghargai komunalisme daripada individualisme, lebih melekat
untuk romantisme daripada rasionalisme, dan lebih mematuhi spiritualisme
daripada nilai-nilai materialisme.
Jadi keikutsertaan Indonesia dalam percaturan perdagangan
internasional dikatakan tidak sejalan dengan Pancasila, dan juga ideologi dasar
negara Indonesia adalah Pancasila, dan pengamalannya dalam bidang ekonomi
dibimbing oleh Pasal 33, Pasal 27 ayat 2, dan Pasal 34 UUD 1945. Sesuai
dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, sistem perekonomian yang hendak
dikembangkan di Indonesia disebut sebagai sistem ekonomi kerakyatan.
Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 33 ayat 1, perekonomian Indonesia
harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Selain itu pula bahwa pada bagian penjelasan pasal 33 yang asli, terdapat
kalimat yang menyatakan bahwa produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
dibawah pimpinan bersama, lalu kemakmuran masyarakat yang diutamakan
bukan kemakmuran orang per orang, sebab itu perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan bangun perusahaan
yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
C. Apakah dampak yang akan terjadi dalam transplantasi hukum mengenai
keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam perdagangan internasional?
9
Problematika yang dihadapi oleh yurisdiksi penerima transplantasi
hukum itu sendiri di dalamnya memiliki pluralisme hukum sehingga
penyesuaian yang dilakukan memerlukan usaha yang dua kali lebih besar.
Indonesia merupakan negara yang di dalamnya memiliki pluralisme hukum
yang besar. Tradisi hukum yang ada bukan saja menyangkut Civil law, tetapi
juga terdapat hukum adat dan hukum Islam. Pluralisme hukum pula yang
menjadi sebab sulitnya melakukan transplantasi hukum tanpa “membedol
seluruh jaringan sistem institusional yang menjadi konteksnya”. Akan tetapi
bisa saja hal tersebut dipertimbangkan, jika pada suatu masyarakat sedang
terjadi proses perubahan sosial yang mengarah pada perubahan nilai-nilai di
mana nilai yang berubah menjadi lebih adaptif dengan nilai-nilai baru yang
diperkenalkan oleh hukum baru maka mungkin tidak akan timbul banyak
masalah.
Berdasarkan penjelasan dari UUD 1945 pasal 33 diketahui bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, jika tidak, tampuk produksi
jatuh ke tangan orang per orang dan rakyat yang banyak ditindasnya. Dari
penjelasan itu memperihatkan bahwa pasal 33 sangat anti kapitalisme.
Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat benturan ideologis yang sangat
mendasar antara perdagangan bebas dengan amanat konsitusi. Konteks
permasalahan kemudian adalah bagaimana sikap konstitusional bangsa
Indonesia jika ingin konsisten dengan pasal 33 UUD 1945, tetapi terus
menjalin hubungan antar bangsa. Untuk itu dasarnya adalah bahwa Indonesia
harus mengurus dan menata dahulu masalah dalam negeri sesuai dengan
amanat konstitusi, setelah itu baru berbicara hubungan dengan negara lain.
Sejak dahulu Bung Hatta mengatakan bahwa ekspor dilakukan setelah
kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Tapi yang terjadi sekarang semua produksi diutamakan untuk
diekspor, sehingga kebutuhan dalam negeri dikorbankan. Hal ini dilakukan
karena hutang yang besar dan dibuat dalam valuta asing, sehingga mau tidak
10
mau ekspor harus digenjot, karena itu satu-satunya cara untuk bisa membayar
hutang. Dan akibatnya pun seperti yang terjadi saat ini, di mana hasil gas
diekspor sehingga menyebabkan pabrik pupuk yang notabene BUMN
menjadi tutup, kebutuhan pupuk untuk petani tidak terpenuhi, dan kebutuhan
energi untuk industri menjadi tidak efisien karena harga BBM yang jauh lebih
mahal dibanding gas.
BAB III
PENUTUPKesimpulan
11
1. Bahwa pada dasarnya sistem perekonomian Indonesia didasarkan pada
asas-asas atau nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang
berorientasi pada terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.
2. Pada dasarnya sistem perekonomian suatu negara ditujukan untuk
meciptakan masyarakat yang sejahtera dan tidak ditujukan untuk
menjawab tantangan global. Pun demikian terciptanya perdagangan bebas
dan pasar bebas tidak hanya mendapat hambatan dari perekonomian
negara berkembang saja, melainkan juga dari seluruh bentuk
perekonomian negara konvensional. Kekhawatiran negara terhadap
pelaksanaan pasar bebas adalah terkikisnya kedaulatan negara hingga titik
minimum.
3. Terbukanya pasar bebas dalam keadaan negara Indonesia seperti sekarang
sangat berbahaya terhadap rakyat kecil dan para pelaku usaha lainnya yang
berskala kecil karena tidak mampu bersaing dengan produk global.
Saran
1. Negara harus berperan aktif dan campur tangan dalam perekonomian
rakyat dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera
sebagaimana amanat dalam sila-sila Pancasila dan UUD 1945
2. Dalam hal negara membuka diri terhadap pasar global untuk kemajuan dan
kepentingan negara, pemerintah harus dapat memberikan jaminan dan
keadilan sosial bagi rakyat kecil dan pelaku usaha yang tidak mampu
bersaing dengan produk global.
12
DAFTAR PUSTAKA
Agus Brotosusilo, Culture And Free Trade: The Indonesia Experience, Makalah
pada The International Conference on Law and Culture in South East Asia,
in cooperation between Hankuk University of Foreign Studies- Faculty of
Law University of Indonesia, Jakarta, July 13 2011.
A. Gunawan Setiardja Filsafat Pancasila Bagian I, (Badan Penerbit Univeristas
Diponegoro, 2009),
A. Gunawan Setiardja, Filsafat Pancasila Bagian II, (Badan Penerbit
Univeristas Diponegoro, 2010),
Kaelan M.S., Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, ( Yogkarta:
Paradigma, 2007
Makalah pada Lokakarya Perdagangan Bebas dan Kerjasama Internasional
Institute for Global Justice, Yogjakarta, 14-16 Desember 2010 Pandangan
Kalangan Akademisi (Universitas Gajah Mada)
Oetojo Oesman dan Alfian, penyunting, Pancasila Sebagai Ideologi Dalam
Berbagai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP 7-
Pusat, 1991)
Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994)
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
http://baubaupos.com/page.php?kat=10&id_berita=1104 (Artikel ini diakses pada
11 Desember 2011)
13
http://hukum.kompasiana.com/2011/01/24/globalisasi-ekonomi-dan-tantangan-
dalam-perdagangan internasional -sebagai-implementasi-dari-konvensi-
wina-1969/ (Artikel ini diakses pada 12 Desember 2011)
http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=liberalisasi%20perdagangan%20oleh
%20donny%20Adityawarman (Artikel ini diakses pada 10 Desember
2011)
14