Upload
marianoangga
View
149
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS
PERCOBAAN
BROMATOMETRI
O L E H
KELOMPOK : I
GOLONGAN : II
ASISTEN : FITRIANI FAJRI AHMAD
LABORATORIUM KIMIA FARMASI
JURUSAN FARMASI FIKES
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA – GOWA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode Analisis Kimis Farmasi Kuantitatif merupakan penganalisaan prosedur kimia
analisis kuantitatif terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bidang farmasi terutama
dalam menentukan kadar dan mutu obat-obatan dan senyawa kimia.
Bromometri merupakan salah satu metode titrimetri. Pada metode ini digunakan
bromin, sebagai oksidator. Brom akan direduksi oleh zat-zat organik dan terbentuk senyawa
hasil subtitusi yang tidak larut dalam air. Brom juga dapat digunakan untuk menetaplam kadar
senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi secara adisi atau subtitusi dengan brom.
Titrasi Redoks berdasarkan pada perpindahan elektron titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasa
menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir. Meskipun demikian, penggunaan
indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering
digunakan.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar dan reaksi ion bromat
(BrO3) oksidasi potensiometri yang relative tinggi dan sistem ini menunjukkan bahwa kalium
bromat adalah oksidator kuat.
Dalam larutan, kadar bahan yang terlarut (solut) dinyatakan dengan konsentrasi. Istilah ini berarti
banyaknya massa yang terlarut dihitung sebagai berat (gram) tiap satuan volume (milliliter)
atau setiap satuan larutan, sehingga satuan kadar seperti ini adalah gram/milliliter. Cara ini
disebut dengan berat/volume b/v. Disamping cara ini, ada cara yang menyatakan kadar gram
zat terlarut tiap gram pelarut atau tiap gram larutan yang disebut dengan cara berat/berat atau
b/b.
Metode bromo-bromatometri banyak digunakan dalam industri obat-obatan, dalam bidang farmasi
terutama dalam menentukan kadar dan mutu obat-obatan dari senyawa kimia, digunakan pula
dalam penentuan stabilitas vitamin c dalam industri obat-obatan.
B.Maksud dan Tujuan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa dengan menggunakan
metode volumetri.
2. Tujuan Percobaan
Untuk menetapkan kadar asam salisilat dengan menggunakan metode bromatometri.
C. Prinsip Percobaan
Penentuan kadar asam salisilat berdasarkan metode bromatometri dengan mereaksikan
sampel dengan bromin. Kemudian dilakukan penambahan KI yang ditandai dengan perubahan
warna pada sampel yaitu menjadi warna merah coklat. Kemudian ditambahkan indikator kanji
dan dititrasi dengan Na2S2O3. Titik akhir titrasi ditandai dengan warna merah berubah menjadi
bening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis
titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir meskipun
demikian pengunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran
juga sering digunakan. Bromometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar
reaksi dari ion bromat ( BrO3 ). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya
tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi ini dilakukan dalam keadaan panas
dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan
akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat dan bromin yang dibebaskan
akan merubah larutan menjadi kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah
untuk menetapkan titik akhir.
Dalam larutan, kadar bahan yang terlarut (solut) dinyatakan dengan konsentrasi. Istilah
ini berarti banyaknya massa yang terlarut dihitung sebagai berat (gram) tiap satuan volume
(mililiter) atau setiap satuan larutan. Sehingga satuan kadar seperti ini adalah grammililiter cara ini disebut cara beratvolum. Disamping cara ini, ada cara yang
menyatakan kadar dengan gram zat terlarut setiap gram pelarut atau tiap gram larutan yang
disebut cara beratberat secara matematis, perhitungan kadar suatu senyawa yang
ditetapkan secara volumetri. (Rohman. 2007; 215).
Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya
satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi,
keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat
yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut direduksi.
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron
atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi
berubah menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang
kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.
Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas karena
elektron yang dilepaskan oleh sebuah zat harus diambil oleh zat yang lain.jika orang
membicarakan oksidasi suatu zat, ia harus ingat bahwa pada saat yang sama reduksi dari suatu
zat juga berlangsung.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion
bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa
kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi.
Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan
asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion
bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan
menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan
titik akhir.
Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi
dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah mungkin,
serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.
Bromo-Bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya
satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur dioksida,
keadaan oksidasinya berubah keharga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat
yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu tersebut direduksi. (H. Rivai.1995; 58).
Reduksi sebaiknya adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron
atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi keadaan oksidasi
berubah menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang
kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. (H. Rivai. 1995; 58).
Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas karena
elektron yang dilepaskan oleh suatu zat harus diambil oleh zat yang lain. Jika orang
membicarakan oksidasi suatu zat .Ia harus ingat bahwa pada saat yang sama reduksi dari
suatu zat yang berlangsung. (Underwood. 1999; 302-303).
Bromin yang disebabkan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi
dan mudah menguap. Karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu serendah mungkin,
serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama untuk menetapkan senyawa-
senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga
digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent tercampur
dengan stanum valensi empat. (J. Wunas. 1986; 123).
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara
dirinya direduksi menjadi bromida.
BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mungkin mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi
asam basa (penetral H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap reduksinya. Namun tampak
bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion
bromat tunggal.(J. Roth.1998:271-272).
Brom dapat digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi oleh
zat-zat organik dengan terbentuknya senyawa hasil substitusi yang tidak larut dalam air
misalnya tribromofenol, tribrom anilin dan sebagainya yang reaksinya berlangsung secara
kuantitatif. Brom juga dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik
yang mampu bereaksi secara adisi atau substitusi dengan brom.
Selain bromnya sendiri, brom juga dapat diperoleh dari hasil pencampuran kalium kromat
dan kalium bromida dalam asam kuat sesuai reaksi berikut:
KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl 3 Br2 + 6 KCl + 3H2O
Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodida yang setara dengan jumlah
iodium yang dihasilkan menurut reaksi:
Br2 + 2 KI I2 + 2 KBr
Iodium selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut reaksi:
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + NO4S4O6
Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat dikarenakan perbedaan
potensialnya sangat besar, akibatnya jika brom langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat
maka yang dihasilkan tidak hanya tetrationat (S4O62-) tetapi juga sulfat (SO4
2-) bahkan
mungkin sulfida yang berupa endapan kuning.
Ketika asam klorida pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan dan bromin akan
bereaksi menghasilkan endapan putih. (Abdul. 2001; 159-160).
Bromatometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi oksidasi dari
ion bromat.
BrO3- + 6 H+ + 6 e- Br- + 3 H2O
Kalium bromat adalah oksidator kuat, namun kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi
untuk menaikkan kecepatan titrasi yang dilakukan dalam suasana asam kuat dan dalam
keadaan panas. Pada titrasi ini dengan adanya kelebihan ion bromat maka akan bereaksi
dengan bromid membentuk bromin (Br2) yang berwarna kuning pucat. Bromin ini mudah
menguap dan sehingga titrasi harus dalam suhu rendah.
Jika senyawa reduktor dan bromin berjalan cepat dalam suasana asam maka dapat
ditentukan secara langsung. Namun bila lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung
yaitu larutan bromin ditambah berlebih dan kelebihan bromin ditentukan secara iodometri.
Bromin dapat diperoleh dari penambahan asam ke dalam larutan yang mengandung 3 g
kalium bromat dan 5 g kalium bromida.
5 KBr + KBrO4 + 6 HCl 6 KCl + 3 Br2 + 3 H2O
(Tim asisten unhas. 2007; 17)
Metode bromometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa
organik aromatis seperti fenol-fenol, asam salisilat, resorsionol, perak klorofenol, dan lain-
lain dengan membentuk tribrom substitusi suatu larutan standar kalium bromat dapat
dipergunakan untuk brominasi, secara kuantitatif berbagai senyawa organic. Bromide
berlebih (terhadap bromat ada dalam hal demikian, sehingga jumlah brom yang ditimbulkan
dapat dihitung dari benyaknya KBrO3 yang diambil. Biasanya brom ditimbulkan dalam
jumlah yang berlebih terhadap jumlah yang diperlukan untuk brominasi senyawa organik
agar membantu memaksa reaksi ini berlangsung sempurna.
Dalam metode bromometri ini terdapat dua cara titrasi yaitu titrasi langsung dan titrasi
tidak langsung dan hasilnya tidak selalu sama. Dalam analisa suatu senyawa organik,
campuran KBr-KBrO3 dalam jumlah berlebih yang terukur, ditambahkan dan campuran
diasamkan, yang membebaskan Br2. Setelah reaksi brominasi sempurna kelebihan brom
ditentukan dengan penambahan kalium iodida, diikuti dengan titrasiiodium yang disebabkan
dengan menggunakan natrium tiosulfat standar. Reaksi brom dengan senyawa organik adalah
substitusi atau adisi.
Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium
bromat adalah oksidator kuat.Hanya saja kecepatan reaksi tidak cukup tinggi untuk
menaikkan kecepatan reaksi ini. Titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam
lingkungan asam kuat. Reaksinya seperti di atas dengan Eo = 1,44 v. BrO3 adalah standar
primer dan sifatnya stabil. Metal orange atau merah digunakan sebagai indikator tetapi tidak
sebaik alfa, nafthafloran, quinalin yellow, kalium kromat banyak digunakan dalam kimia
organic, misalnya titrasi dengan oksin. Sebagian besar titrasi meliputi titrasi kembali dengan
asam arsenik.(Tim asisten unhas. 2007; 17-18).
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat
juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent
walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara
dirinya direduksi menjadi brimida :
BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi asam
basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun nampak bahwa 6
ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat
tunggal.
Bromo-Bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar zat dengan prinsip reaksi
reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang berakibat hilangnya satu elektron atau
lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsure di oksidasi, keadaan
oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif suatu zat pengoksidasi adalah zat yang
memperoleh elektron dan dalam proses itu zat tersebut direduksi.
Reduksi sebaliknya, adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh suatu elektron atau lebih
zat (atom, ion dan molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi
lebih negatif (kurang positif). Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron,
dalam proses itu, zat ini di oksidasi. (Rival. 1995; 118).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidometri dengan dasar reaksi dan ion bromat
(BrO2). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dan sistem oksidasi ini menunjukkan bahwa
kalium bromat adalah oksidator kuat hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi.
Untuk menaikkan kecepatan ini, titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan
asam kuat.
Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida
bereaksi dengan ion bromat dan bromin yang dibahas merubah larutan menjadi warna kuning
pucat. Warna ini sangat lemah, sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. (Wunas.
1986; 122).
Broma yang dibebaskan ini, tidak stabil karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah
menguap, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Karena itu,
penetapan harus dilakukan pada suhu serendah mungkin serta labu yang dipakai untuk titrasi
harus ditutup.
Metode bromatometri, dan bromometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa
arsen dan stibium untuk bentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.
(Wunas. 1996; 123).
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi ion sementara dirinya
direduksi menjadi bromida.
BrO3- + 6H+ + 6H+ Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi asam basa
(penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap reduknya namun tampak bahwa 6 ion
iodida kehilangan 6 elektron yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.
(Roth. 1988; 271).
Larutan yang sedikit mengandung asam kuat yakni HCL 1 M, titik akhir titrasi ditandai oleh
munculnya brom, menurut reaksi;
BrO3- + 5 Br- + 6 H+ 3Br + 3H2O
Munculnya brom kadang-kadang cocok untuk penetapan titik akhir titrasi. Telah dipelajari
beberapa indikator organik-organik yang bereaksi dengan brom dengan disertai perubahan
warna itu tidak reversibel dan orang harus berhati-hati benar agar diperoleh hasil yang baik.
Terdapat tiga indikator yang dijumpai berperilaku reversibel, yaitu:
- Naftol - Flavor (Kuning Kuinolina)
- Etioksi (Krisolsidina)
Bromatometri merupakan salah satu metode ion bromat (BrO2-) dengan persamaan reaksi :
BrO3- + 6H+ + 6e+ Br- + 3H2O
Dari persamaan reaksi ini, ternyata bahwa 1 gram ekuivalen sama dengan 1/6 gram molekul disini
dibutuhkan lingkungan asam karena kepekatan ion H+ berpengaruh terhadap perubahan ion
bromat menjadi ion bromida (BrO-). Oksida potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator yang kuat. (Underwood. 1992; 80).
Hanya kecepatan reaksi yang tidak cukup tinggi untuk meningkatkan kecepatan ini, titrasi
dilakukan dalam keadaan panas dan dalam (lingkungan asam kuat). Seperti yang terlibat dari
reaksi berikut, ion bromat (BrO3) direduksi menjadi ion bromida bereaksi menjadi ion bromat.
BrO3- + 5Br + 6H+ 3Br2 + 3H2O
Bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat. Warna ini sangat
lemah sehingga tidak mudah menetapkan titik akhir. Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil,
karena mempunyai tekanan uap karena itu, penetapan harus dilakukan pada suhu rendah.
Mungkin karena mempunyai tekanan rendah, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus
ditutupi. Jika reaksi antara senyawa indikator dan bromin dalam lingkungan asam berjalan
dengan cepat, maka titrasi dapat dijalankan langsung, ditunjukkan dengan munculnya
perubahan warna bromin dalam larutan atau dengan menggunakan indikator jingga metil,
perubahan warna akan jelas dalam larutan yang sangat encer. Tetapi jika reaksi antara bromin
tersebut dan zat yang akan ditetapkan berjalan lambat atau tidak spontan. Maka dilakukan
titrasi tidak langsung dengan menambahkan bromin yang berlebih. (Day & Underwood. 1999
;303).
Kalium bromat (KBrO3) adalah oksidator kuat, reagen ini dapat digunakan dengan dua cara, yaitu
sebagian semua oksidator langsung untuk zat-zat reduktor untuk tertentu dan untuk
menghasilkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat
digunakan untuk membronisasi secara kuantitatif senyawa organik. Meskipun kalium bromat
merupakan oksidator kuat, namun kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi untuk menaikan
kecepatan reaksi titrasi yang dilakukan dalam suasana asam dan dalam keadaan basah. Reaksi
bromin dengan senyawa organik dapat berupa subtitusi atau bias juga adisi. (Haeria. 2011;
39).
Brom dapat digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi oleh zat-zat organik
dengan terbentuknya senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam air, misalnya tri-
bromofenol-tri-broanilin dan sebagainya yang reaksinya berlangsung secara kuantitatif.
Brom juga dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang mampu
bereaksi secara adisi atau subtitusi dengan brom. Brom dapat diperoleh dari hasil
pencampuran kalium bromida dalam lingkungan asam kuat. Brom yang dibebaskan ini
kemudian mengoksidasi ionida yang setara dengan jumlah iodine yang dihasilkan menurut
reaksi;
Br2 + 2 KI I2 + 2 KBr
Iodin ini selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat menurut reaksi ;
Ion Bromat (BrO3)
BrO3- + 6H+ + 6e- Br- + 3H2O
Dari persamaan reaksi ini, ditemukan bahwa 1 gram ekuivalen sama dengan 1/6 gram molekul.
Disini dibutuhkan lingkungan asam, karena kepekatan ion H+ berpengaruh terhadap
perubahan ion bromat menjadi ion bromida (BrO-). Oksipotensiometri yang relatif tinggi dari
sistem ini menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat.
Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi untuk meningkatkan kecepatan ini titrasi
dilakukan dalam keadaan panas. (Svehla. 1995; 221).
B.Uraian Bahan
1. Asam Salisilat (Dirjen POM. 1979; 56)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama Lain : Asam Salisilat
Rumus Molekul : C7H6O3
Berat Molekul : 138,12
Rumus Bangun :
Pemerian : Hablur ringan, tidak berwarna, serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau, rasa agak
manis.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P dalam kloroform P
dan dalam eter P larut dalam larutan ammonium asetat P,
dinatrium hydrogen fosfat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
Persaratan kadar : Tidak kurang dari 98,08% dan tidak lebih dari 102%
Berat setara : Tiap ml Bromin 0,1 N setara dengan 2,302 mg C7H6O3
2. Bromin (Dirjem POM. 1979; 663)
Nama Resmi : BROM
Nama Lain : Bromin
Rumus Molekul : Br2
Berat Molekul : 159,82
Pemerian : Cairan coklat, kemerahan berasap, korosif.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam pelarut organik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pereaksi.
Etanol (Dirjen POM. 1979; 65)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,08
Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap dan bergerak, bau khas, rasa panas.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan kloroform P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut dalam pembuatan larutan stok.
Asam Klorida (Dirjen POM. 1979; 53)
Nama Resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Asam Klorida
Rumus Molekul : HCl
Berat Molekul : 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian
air, asap dan bau hilang
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pereaksi dan pemberi suasana asam
Kalium Iodida (Dirjen POM. 1979; 630)
Nama Resmi : KALII IODIDUM
Nama Lain : Kalium Iodida
Rumus Molekul : KI
Berat Molekul : 166,00
Pemerian : Hablur hexahedral, transparan, serbuk cairan putih, higroskopik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pereaksi.
6. Kloroform (Dirjen POM. 1979; 151 )
Nama Resmi : CHLOROFORMUM
Nama Lain : Kloroform
Rumus Molekul : CHCl3
Berat Molekul : 115,38
Pemerian : Cairan mudah menguap, tidak berwarna, rasa manis dan membakar.
Kelarutan : Larut dalam ± 200 bagian air, mudah menguao dan bergerak, bau khas rasa panas,
mudah terbakar dengan memberikan nyala biru tak berasap.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut agar endapan tribromfenol dan I2 dengan indikator kanji dapat larut.
7. Natrium Tiosulfat (Dirjen POM. 1979; 428)
Nama Resmi : NATRII THIOSULFAS
Nama Lain : Natrium Tiosulfat
Rumus Molekul : Na2S2O3 5H2O
Berat Molekul : 248,17
Pemerian : Hablur besar, tidak berwarna atau serbuk hablur kasar, dalam udara lembab akan
meleleh basah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai titran
C. Prosedur Kerja (Haeria, 2011 ; 12 – 13)
1. Pembuatan larutan baku
a. Bromin 0,1 N
Timbang dengan teliti 3 g KBrO3 dan 15 g KBr masukkan kedalam labu ukur
1000 ml dan tambahkan 250 ml air suling, kocok hingga larut, cukupkan volumenya
hingga 1000 ml. Pindahkan ke dalam botol, bubuhi etiket.
b. Na2S2O3 0,1 N
Larutkan 25 g kristal Natrium tiosulfat pentahidrat ke dalam 1000 ml air yang baru saja
didinginkan. Tambahkan 0,2 g Natrium karbonat sebagai pengawet dan simpan dalam
sebuah botol yang bersih
2. Standarisasi Larutan Baku
a. Standarisasi larutan bromin 0,1 N dengan Na2S2O3
Pipet secara seksama 254 ml larutan bromin ke dalam erlenmeyer 250 ml.
Encerkan dengan 120 ml air suling dan tambahkan dengan 5 ml larutan HCL P, tutup
baik-baik, kocok pelan–pelan. Tambahkan 5 ml KI (16,5 KI dalam 100 ml air),
homogenkan, biarkan 5 menit dalam suhu kamar. Titrasi iodin bebas dengan larutan
natrium tiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikator kanji. Ulangi perlakuan 2 kali
lagi.
b. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dengan K2Cr2O7
Timbang tiga porsi kalium bikromat murni dan kering masing-masing 200 mg,
masukkan kedalam erlenmeyer 500 ml. Larutkan dengan 100 ml air suling dan
tambahkan 4 ml asam sulfat pekat. Tambahkan 2 gr natrium karbonat, aduk perlahan-
lahan. Tambahkan 5 gr kalium iodida yang dilarutkan dalam 5 ml air. Tutup erlenmeyer
sekitar 3 menit, encerkan dengan air hingga 200 ml. Titrasi dengan Natrium Tiosulfat
sampai warna kuning dari iodium hampir hilang. Tambahkan 3 ml larutan kanji dan
lanjutkan titrasi warna biru hilang. Warna terakhir akan berwarna hijau jamrud jernih
3. Penetapan kadar asam salisilat
Timbang teliti 2 g asam salisilat, masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml, larutkan
dengan etanol secukupnya. Cukupkan volumenya hingga 1000 ml. Pipet 25 ml larutan
tersebut ke dalam erlenmeyer tersumbat kaca 250 ml. Tambahkan 30 ml larutan bromin 0,1
N dan 5 ml asam klorida pekat dan tutup labu dengan segera. Kocok selama 30 menit dan
biarkan 15 menit, tambahkan dengan cepat 5 ml KI 20% sambil dijaga hati-hati penguapan
bromin. Kocok baik-baik dan buka bibir labudan bilas tutup dan mulut labu dengan sedikit
air. Tambahkan 1 ml kloroform, kocok dan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan
menggunakan indikator kanji. Lakukan penetapan blangko. Ulangi perlakuan 1 kali lagi.
Hitung kadar asam salisilat dalam sampel.
Tiap ml bromin 0,1 N setara dengan 2,302 mg C7H603.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah buret (pyrex), corong (pyrex), Erlenmeyer
(pyrex), gelas kimia (pyrex), gelas ukur (pyrex), pipet tetes, labu ukur (pyrex), pipet volume,
sendok tanduk, statif dan klem serta timbangan analitik.
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah aluminium Foil, asam salisilat, etanol, bromin
0,0895 N, HCl pekat, KI, kloroform, Natrium tiosulfat 0,1067 N , dan indikator kanji.
B. Cara Kerja
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Lalu dimasukkan 1 gram asam
salisilat ke labu ukur berisi 500 ml etanol. Dari larutan stok diambil 25 ml larutan asam
salisilat dan dimasukkan ke Erlenmeyer. Ditambahkan bromin 30 ml lalu ditutup dengan
alumunium foil, ditambahkan KI 5 ml lalu dikocok sekitar 5 menit dan didiamkan selama 5
menit dalam ruangan gelap. Setelah itu diangkat dan ditambahkan 5 ml indikator kanji dan
ditambah 1 ml kloroform. Lalu di titrasi dengan Na2S2O3 0,1067 N. Di ulangi percobaan
dengan tanpa analit (blanko). Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah
coklat ke bening.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel pengamatan
Sampel Berat Vol. titrasi Vol. blanko Perubahan warna
Asam Salisilat
1,905 g 18,2 ml 24 ml Kuning
Tidak berwarna
B. Perhitungan
Mgrek sampel = Mgrek Br2 – Mgrek Na2S2O3
Mg/BE = ((VxN)Br tot - (VxN)Na2S2O3)tit –((VxN)Br tot -(VxN)Na2S2O3)bla
Mg = ((30x0,1) – (18,2 x 0,1067)) – ((30x0.1) – (24 x0,1067)) x 23,02
= (3 – 1,941) – (3 – 2,5608) x 23,02
= (1,059 – 0,4392) x 23,02
= 0,2455 x 23,02
= 14,2677 mg
Sampel dalam 500 ml zat uji = 500 ml25 ml x 14,2677 mg
= 285,34 mg
% kadar = 285,34 mg1000 mg x 100%
= 28,534 %
C. Reaksi
1. Reaksi pembentukan Br2
KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl 3 Br2 + 6 KCl + 3 H2O
2. Reaksi asam salisilat dengan bromin
As. Salisilat
3. Reaksi KI dengan kelebihan bromin
2 KI + Br2 2 KBr + I2 (kuning pucat)
4. Reaksi iodium dengan kanji
+ I2
5. Reaksi dengan Na2S2O3 atau kelebihan I dititrasi dengan Na2S2O3
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6 ( warna biru hilang)
BAB V
P E M B A H A S A N
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion
bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa
kalium bromat adalah oksidator kuat, reagen ini dapat digunakan dengan dua cara sebagai salah
satu oksidator langsung untuk zat-zat reduktor tertentu dan untuk menghasilkan sejumlah bromin
yang kuantitasnya diketahui.
Bromatometri merupakan salah satu aplikasi dari titrasi redoks, dimana bromin digunakan
sebagai oksidator. Kalium bromat (KBrO3) adalah agen pengoksidasi yang kuat dengan potensial
dari reaksinya.
BrO3- + 6H+ + 6e BF
- + 3A2O
adalah +.1,44 V. Dengan nilai potensial reduksi yang tinggi ini sehingga bromin merupakan
pengoksidasi (oksidator) yang kuat.
Titrasi redoks ditandai dengan perubahan/pemindahan elektron antara titran dengan
analit. Jenis titrasi ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang mengubah
warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.
Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi
dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan
kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan
bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat
lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.
Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan
mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah mungkin, serta labu
yang dipakai untuk titrasi harus ditutup
Reaksi autoredoks adalah reaksi reduksi-oksidasi dimana pereaksi yang sama mengalami
oksidasi sekaligus reduksi. Reaksi ini juga disebut dengan reaksi disproporsionasi.
Reaksi koproporsionasi adalah kebalikan dari reaksi autoredoks. Dalam reaksi ini reduksi
maupun reaksi oksidasi menghasilkan spesi yang sama.
Pada percobaan ini, yaitu pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
bahan yang digunakan adalah asam salisilat yang merupakan hablur ringan tidak berwarna,
serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau dan rasanya agak manis. Lalu dimasukkan 1 gr asam
salisilat ke labu ukur 500 ml yang dicampurkan dengan etanol secukupnya dan tambahkan
dengan aquadest, cukupkan volumenya hingga 1000 ml, dan dibuat sebagai larutan stok. Alasan
penambahan etanol bertujuan untuk melarutkan asam salisilat yang sangat mudah larut dengan
etanol. Dari larutan stok diambil 25 ml larutan asam salisilat dan dimasukkan dalam erlenmeyer
dan ditutup aluminium foil. Lalu ditambahkan 30 ml bromin. Ditambahkan dengan bromin
dimana brom ini diperoleh terlebih dahulu dengan mereaksikan KBrO3, KBr, dan HCl P. Dalam
hal ini, dibutuhkan lingkungan asam karena kepekatan ion H+ berpengaruh terhadap perubahan
ion bromat menjadi ion bromida. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan
menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat dan bromin yang dibebaskan akan
merubah larutan menjadi kuning pucat. Bromin di sini dibutuhkan untuk membromisasi asam
salisilat sehingga akan terbentuk tribromfenol. Lalu ditambahkan 5 ml HCl pekat dan tutup
dengan aluminium foil segera agar sampel tidak teroksidasi oleh udara, dikocok selama 30 menit
dan didiamkan selama 5 menit agar reaksi fenol dengan brom berlangsung dengan sempurna
untuk menghasilkan endapan putih tribromfenol dan asam bromida. Pada penambahan HCl
pekat, bertujuan untuk mempercepat reaksi karena bromin optimal dalam suasana asam.
Erlenmeyer ditutup rapat untuk mengurangi penguapan bromin. Kemudian ditambahkan 5 ml KI
20%, penambahan KI untuk mengubah brom yang bereaksi dengan KI menghasilkan iodium.
Setelah itu ditetesi indikator kanji dan 1 ml kloroform. Penambahan kloroform agar endapan
tribromfenol dan I2 yang direaksikan dengan indikator kanji dapat larut. Indikator kanji yang
membentuk warna biru digunakan untuk memperjelas titik akhir titrasi. Setelah itu dititrasi
dengan Na2S2O3 0,1067 N dan diamati perubahan yang terjadi, sampai larutan menjadi bening.
Setelah dititrasi, Na2S2O3 memutus ikatan antara I2 dan kanji dengan cara mereduksi iodium,
sehingga larutan menjadi bening.
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, harus selalu dalam keadaan
segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan
indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.
Pengawet yang bisa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam format.
Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan
organik seperti metil dan etil alkohol.
Berdasarkan hasil percobaan, maka diperoleh hasil kadar asam salisilat pada titrasi 7,2 ml dan
blanko 9,5 ml adalah % kadar sebesar 28,534 % Pada literatur seharusnya persen kadar sebesar
99,5 %. Terjadinya penyimpangan 70,966 %..
Hubungan percobaan ini, dalam dunia farmasi yaitu pada penentuan kadar senyawa pada sediaan
obat yang dapat diperoleh persen kadar suatu senyawa dengan metode bromatometri
Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan adalah dalam proses praktikum
sampel teroksidasi, yaitu pada penutupan mulut erlenmeyer menggunakan aluminium foil tidak
rapat, sampel yang teroksidasi oleh cahaya serta bahan yang digunakan tidak murni atau
terkontaminasi dengan zat lain
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut, yaitu persen kadar asam salisilat yaitu
sebesar 28,534 %. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan kadar yang tertera pada literature
(Farmakope Indonesia Edisi III), yaitu tidak kurang dari 98,08% dan tidak lebih dari 102,0%.
B. Saran
1. Untuk laboratorium
Alat dan bahannya lebih dilengkapi lagi.
2. Untuk asisten
Tingkatkan cara membimbingnya.
.
SKEMA KERJA
1 gram asam salisilat
Dilarutkan etanol
+ air suling hingga 500 ml
+ 25 ml asam salisilat
+ 30 ml bromin
+ 5 ml HCL pekat
Tutup dengan aluminium foil segera
Kocok selama 30 menit
dan diamkan selama 5 menit
+ 5 ml KI 20%
+ 1 ml kloroform
Titrasi dengan
Na2S2O3
Titrasi Blanko
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A & Underwood. Kimia Analisa Kuantitatif. Edisi VI. Jakarta : Erlangga. 1992
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI. 1979
Haeria. Penuntun Praktikum Kimia Analis. Makassar: UIN Alauuddin Press. 2011
Khopkar, S. M. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. 1990
Rival, dkk. Analisis Kimia Farmasi. Jakarta : EGC. 2009
Rivai, H. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press: Jakarta.1995
Roth, J., Blaschke, G. Analisa Farmasi. UGM Press: Yogyakarta. 1988.
Svehla, G. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Makro. Jakarta : Media
Pustaka, 1995
Wunas. D. Aktif Belajar Kimia. Bandung : Setia Purna, 2007
27