7
KUMIS KUCING Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature. Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat terutama dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang tanaman obat. Informasi yang memadai akan membantu masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan. Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) mudah sekali ditemukan di seluruh nusantara. Tanaman ini sangat mudah tumbuh sehingga mudah dikembangbiakan. Kumis kucing sudah digunakan masyarakat untuk diuretik, pengobatan hipertensi, gout dan rematik (Barnes et al.,

88847878 Kumis Kucing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ku

Citation preview

  • KUMIS KUCING

    Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat,

    terlebih dengan adanya isu back to nature. Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan

    masyarakat terutama dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak orang

    beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan

    obat sintesis. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang

    tanaman obat. Informasi yang memadai akan membantu masyarakat lebih cermat untuk memilih dan

    menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan.

    Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) mudah sekali ditemukan di seluruh

    nusantara. Tanaman ini sangat mudah tumbuh sehingga mudah dikembangbiakan. Kumis kucing

    sudah digunakan masyarakat untuk diuretik, pengobatan hipertensi, gout dan rematik (Barnes et al.,

  • 1996). Pada penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi merupakan manifestasi

    dari kerusakan jaringan.

    Tanaman kumis kucing mengandung berbagai senyawa kimia, salah satunya adalah

    flavonoid. Penelitian terhadap flavonoid dari beberapa tanaman mempunyai efek farmakologis

    sebagai antiinflamasi (Narayana et al., 2001).

    1) Klasifikasi tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.).

    Divisio : Spermatophyta

    Sub divisio : Angiospermae

    Classis : Dicotyledoneae

    Sub Classis : Sympetalae

    Ordo : Tubiflorae / Solanales

    Famili : Labiatae

    Genus : Orthosiphon

    Species : Orthosiphon stamineus Benth

    (Van Steenis, 1947)

    2) Nama Botani tanaman kumis kucing

    Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus Benth., dan

    mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Mig., Orthosiphon spicatus B.Bs, Orthosiphon

    grandiflorus Bld. (Van Steenis, 1947).

    3) Nama lain kumis kucing

    Nama daerah tanaman kumis kucing di daerah antara lain, kumis kucing (Sunda),

    remujung (Jawa), se saleyan (Madura) songot koceng (Madura) (Heyne, 1987).

    Orthosiphon stamineus Benth. (sinonim O. aristatus (BI.) Miq.; O. grandiflorus Bold.;

    O. spicatus (Thumb) Bak.) termasuk family tumbuhan Lamiaceae. Di Indonesia tumbuhan ini

  • dikenal dengan nama kumis kucing. Di Negara lain tumbuhan ini terkenal dengan nama Java

    Tea (Anonim, 1995; Sangat, 2000)

    4) Uraian tentang tanaman

    Tanaman kumis kucing dapat dideskripsikan sebagai berikut. Herba berkayu naik

    perlahan lahan, pada pangkal sering bercabang, berakar kuat, tinggi 0,4-1,5m batang berambut,

    pendek bertangkai daun berbentuk baji diatas pangkal yang bertepi rata, bergerigi kasar dapat

    berbunga 6 dan terkumpul menjadi tandan ujung. Daun pelindung kecil. Tangkai bunga pendek,

    Kelopak berambut pendek panjang 5,5-7,5mm, taju atau hampir sampai pangkal tabung berakhir

    dengan 2 rusuk, bulat telur terbalik dan lebih lebar dari taju lainya, taju samping dengan ujung

    runcing ungu, kedua mahkota berbibir 2, bawah lurus menjulang kedepan, kepala sari berwarna

    ungu. Bakal buah gundul, kelopak buah kurang lebih panjangnya 1cm, buahnya keras

    memanjang, berkerut halus (Van Steenis, 1947).

    5) Daerah distribiusi, habitat dan budidayanya

    Tanaman kumis kucing dapat ditemukan pada daerah yang teduh tidak telalu kering; 1-

    700m (Van Steenis, 1947) di Jawa dan pulau pulau lainya dari nusantara, tumbuh menjulang

    sepanjang anak air dan selokan, karena daunya berkhasiat untuk pengobatan, sering dibiarkan

    tumbuh di halaman (Heyne, 1987).

    6) Penyebaran

    Menurut Cronquist (1981) family Lamiaceae terdiri dari 200 genus dan 3200 spesies,

    yang tersebar di berbagai Negara, terutama di wilayah Mediterania dan ke arah timur hingga

    Asia Tengah. Lebih dari 50% jumlah spesies tersebut termasuk ke dalam 8 genus utama, yaitu

    Salvia (500), Hyptis (350), Scutellaria (200), Coleus (200), Plectranthus (200), Stachys (200),

    Nepeta (150), dan Teucrium (100). Genus lain yang terkenal adalah Lavandula, Marrubium,

    Mentha, dan Thymus. Genus Orthosiphon termasuk famili Lamiaceae, dan salah satu spesies

  • yang termasuk genus ini ialah O. stamineus, suatu tumbuhan obat yang tersebar di Asia

    Tenggara dan Indonesia. (Cronquist. 1981)

    7) Kegunaan di masyarakat

    Di Indonesia, daun kumis kucing, O. stamineus, digunakan secara merata sebagai diuretic

    atau peluruh kencing, dan juga untuk pengobatan kencing manis, tekana darah tinggi,

    aterosklerosis, radang ginjal, rematik, tonslitis, epilepsi atau ayan, gangguan menstruasi, gonorea,

    sipilis, dan sebagainya. (Heyne. 1987; Sastroadmidjojo. 1988; Wiart. 2002)

    Di Taiwan, daun kumis kucing, O. stamineus, juga digunakan sebagai diuretic, dan di

    Malaysia digunakan untuk pengobatan berbagai gangguan penyakit seperti ginjal, aterosklerosis

    dan rematik. Di Vietnam, herba tumbuhan ini digunakan untuk pengobatan demam, influenza,

    hepatitis, dan sakit kuning, sedangkan di Burma digunakan sebagai obat antidiabetik dan

    penyakit saluran uriner. (de Padua. 1999; Perry. 1980)

    Tanaman kumis kucing mempunyai banyak manfaatnya untuk pengobatan. Bagian

    tanaman yang biasa digunakan adalah herba baik segar maupun yang telah dikeringkan. Teh yang

    dibuat dari daun yang dikeringkan mempunyai reputasi yang baik sebagai obat-obatan terhadap

    penyakit ginjal (Van Steenis, 1947).

    Kumis kucing berkhasiat diuretik, di Jawa digunakan untuk pengobatan hipertensi dan

    diabetes, tanaman ini juga sudah digunakan masyarakat untuk pengobatan pendarahan, ginjal,

    batu empedu, gout dan rematik (Barnes, 1996).

    7). Kandungan kimia

    Penyelidikan kimia terhadap tumbuhan O. stamineus sudah sejak lama dilakukan oleh

    banyak kelompok peneliti. Penyelidikan tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan ini

    menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid dan senyawa fenol, seperti diterpenoid jenis

  • isopimaran, flavanoid, benzokromen, dan turunan asam organik, yang merupakan cirri khas

    tumbuhan ini.

    Ciri khas senyawa diterpenoid yang diisolasi dari O. stamineus ialah mempunyai

    kerangka karbon jenis isopimaran yang terdiri dari tiga cincin dan mengadung banyak gugus

    fungsi oksigen. Umumnya, gugus fungsi oksigen terdapat pada atom karbon C-1, 2, 3, dan 7.

    Cincin C mengandung gugus hidroksi tersier pada C-8 dan gugus karbonil pada C-14, dan dapat

    pula mengandung gugus fungsi oksigen pada C-11, C-12, dan C-20. Gugus-gugus fungsi

    hidroksi ini seringkali teresterifikasi dengan asam asetat dan benzoat. (Awale. 2001)

    Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia antara lain minyak atsiri 0,02-

    0,06%, terdiri dari 60 macam seskuiterpen dan senyawa fenolik (Sudarsono dkk., 1996).

    Tanaman ini juga mengandung Benzokhromon, Orthokhromen A, methyl riparikhromen A dan

    asetovanillochromen. Diterpen, isopimarantype diterpen (orthosiphones dan orthosiphol),

    primarantype diterpen (neoorthosiphol dan staminol A). Flavonoid, sinensetin, tetrametil

    sculaterin dan tetramethoksiflavon, eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin, rhamnazin,

    trimethilapigenin, dan tetrametilluteonin, kadar flavonoid lipofilik pada daun kumis kucing ini

    antara 0,2-0,3%, kadar flavonoid glikosida juga sekitar itu. Kandungan lain pada tanaman ini

    antara lain asam kafeat dan turunannya (contoh asam rosmarat) inositol, fitosterol (contoh -

    sitosterol) dan garam kalium (Barnes et al., 1996).

    Penelitian yang dilakukan Anindhita (2007) menunjukkan infusa herba kumis kucing

    mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar. Berbagai zat kimia ada pada

    tanaman kumis kucing ini, salah satu zat yang terdapat dalam tanaman ini adalah flavonoid, baik

    flavonoid hidrofilik maupun flavonoid lipofilik. Flavonoid yang terdapat pada tanaman kumis kucing

    antara lain sinensetin, tetrametil sculaterin dan tetrametoksiflavon, eupatorin, salvigenin,

    circimaritrin, piloin, rhamnazin, trimetilapigenin, dan tetrametilluteonin. Kadar flavonoid lipofilik ini

  • berkisar antara 0,2-0,3%, sedangkan kadar flavonoid glikosida yang bersifat hidrofilik juga sekitar

    itu. Flavonoid diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi (Barnes et al., 1996). Hasil penelitian

    pada beberapa tanaman, diketahui flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi. Obat antiinflamasi

    adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Tanaman kumis kucing

    secara empiris telah dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati gout dan rematik (Barnes et al.,

    1996). Pada penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi merupakan manifestasi

    dari kerusakan jaringan.

    Aktivitas antiinflamasi ini bisa terjadi karena cincin bensopiron yang ada pada sruktur

    flavonoid bisa berikatan dengan enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, selain itu jika flavonoid

    mempunyai gugus hidroksil pada C5

    dan C7

    maka gugus ini juga bisa berikatan dengan enzim

    lipooksigenase (Narayana et al., 2001). Kandungan flavonoid lipofilik yang bersifat non polar, dan

    flavonoid glikosida yang bersifat polar pada tanaman kumis kucing ini. Etanol bisa menyari zat

    tersebut karena etanol merupakan pelarut universal yang bisa menarik zat dari yang mepunyai

    kepolaran relatif rendah sampai relatif tinggi. Ekstrak etanol daun kumis kucing memungkinkan

    mempunyai efek antiinflamasi karena sebagian zat yang terdapat pada ekstrak etanol daun kumis

    kucing sama dengan yang tersari dalam infusa herba kumis kucing, dan telah diketahui penelitian

    infusa herba kumis kucing menunjukkan efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anindhita, M. A., 2007, Efek Antiinflamasi Infusa Herba Kumis Kucing (Orthosiphon spicatus

    B.B.S) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas

    Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

    Barnes, J., Anderson L. A., and Philipson J. D., 1996, Herbal Medicine, 2nd

    edition, 126, 313,

    Pharmacetical Press,London.

    Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid III, diterjemahkan oleh Badan Litbang

    Kehutanan Jakarta, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

    Narayana, K. R., Reddy, M. R, and Chaluvadi, M. R., 2001, Bioflavonoids Classification,

    Pharmacological, Biochemical Effects and Therapeutic Potential, Indian Journal

    Pharmacology, (online), 2-16, (http://medind.nic.in/ibi/t01/i1/ibit01i1p2.pdf, diakses tanggal 8

    April 2012).

    Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Purnomo, Dradjad,

    M.,Wibowo, S., Ngatijan, 1996, Tumbuhan Obat, PPTO UGM, Yogyakarta.

    van Steenis, C. G. G. J, 1947, Flora Untuk Sekolah di Indonesia, diterjemahkan oleh Surjowinoto,

    M., dkk., Pradnya Paramita, Jakarta.