Upload
lamdung
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Umum
Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air atau
dengan menambah zat aditif yang kemudian mengeras membentuk benda padat.
Untuk mendapatkkan mutu beton yang baik maka harus memilih material yang
baik dan melakukan perawatan beton sampai beton mencapai kekuatan rencana
(28 hari). Keuntungan menggunakan beton dalam struktur bangunan yaitu beton
memiliki kuat tekan yang tinggi, tahan terhadap api, dan mudah dalam
pelaksanaannya. Beton memiliki kekurangan yaitu beton tidak kuat menahan gaya
tarik yang terjadi sehingga untuk menahan gaya tarik beton memerlukan tulangan.
2.2 Beton Ringan
Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan
daripada beton pada umumnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
mengurangi berat jenis beton atau membuat beton menjadi lebih ringan yaitu
sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1996) :
a. dengan membuat gelembung-gelembung gas atau udara dalam adukan semen
sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam beton.
b. dengan menggunakan agregat ringan, misalnya dengan menggunakan batu
apung, agregat buatan, butiran plastik, atau expanded polystyrene (Styrofoam)
sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa.
c. dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau
pasir yang disebut beton non pasir.
6
Untuk mendapatkan beton ringan pada penelitian ini digunakan agregat
ringan untuk menurunkan berat jenis beton. Agregat ringan yang umum digunakan
dalam campuran beton memiliki berbagai macam jenis yaitu expanded polystyrene,
butiran plastik, agregat buatan, batu apung dan lain-lain. Sehingga ditetapkan
Agregat ringan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan expanded
polystyrene (Styrofoam). Pemilihan penggunaan expanded polystyrene dalam
penelitian ini sebagai agregat ringan yaitu expanded polystyrene sangat ringan
yaitu berkisar antara 13-22 kg/m3 dan penggunaan expanded polystyrene dapat
meningkatkan permeabilitas beton ( I Gusti K.S., Ketut S. (2009). )
2.3 Bahan - Bahan Beton
Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton yaitu semen, agregat
halus, agregat kasar, air, dan bahan tambahan lain.
2.3.1 Semen
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesive maupun kohesif, yaitu
bahan perekat. Menurut standar Indonesia, SII 0013-1989, definisi semen Portland
adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang
terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan
yang biasa digunakan, yaitu gypsum.
Ada dua macam semen yaitu semen hidraulis dan semen non-hidraulis.
Semen non-hidraulis adalah semen (perekat) yang dapat mengeras tetapi tidak
stabil dalam air. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bisa bereaksi
dengan air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil didalam air setelah
mengeras.
7
Menurut SII 0013-1989 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5
(lima) jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V.
Tabel 2.1 Tipe Semen dan Fungsinya
Tipe
Semen Deskripsi
I
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak
memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll.
II
Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified
Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah
dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal
seperti pilar, kolom, dll.
III
Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength
PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar
pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak
untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton.
IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah -
rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti
bendungan dll
V
Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang
khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang
kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain.
Sumber: SII 0013-1989 semen Portland 2.3.2 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.4 dan tertahan saringan
No.200 (standar dari AASHTO), atau lolos saringan 2,36 mm dan tertahan
disaringan 0,075 mm. Fungsi agregat halus yaitu sebagai pengisi rongga antara
agregat kasar.
8
Gambar 2.1 Agregat Halus
2.3.3 Agregat Kasar
Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi batuan atau berupa
batu pecah yang di peroleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran
butir antara 5 – 40 mm atau agregat yang tertahan pada saringan No.4, komposisi
dari agregat harus memenuhi persyaratan gradasi yaitu melalui analisis saringan
dengan nomor sebagai berikut :
Tabel 2.2 Analisis Saringan Agregat Kasar
Ukuran saringan
(mm)
Persentase Lolos (%)
Gradasi Agregat
40 mm 20 mm 10 mm
76 100 – –
38 95 – 100 100 –
19 35 – 70 95 – 100 100
9,6 10 – 40 30 – 60 50 – 85
4,8 0 – 5 0 – 10 0 – 10
Sumber : SNI. 03-2834-2000
9
Agregat kasar juga harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengandung zat
organik yang bersifat reaktif seperti zat alkali dan sebagainya.
Gambar 2.2 Agregat Kasar
2.3.4 Air
Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk penuangan
beton. Jumlah air yang diperlukan dalam kelecakan tertentu tergantung pada sifat
material yang digunakan. “Hukum kadar air konstan mengatakan :”kadar air yang
diperlukan untuk kelecakan tertentu hamper konstan tanpa tergantung pada jumlah
semen, untuk kombinasi agregat halus dan kasar tertentu. Hukum ini tidak
sepenuhnya berlaku untuk seluru kisaran (range), namun cukup praktis untuk
penyesuaian perencana dan koreksi (Nugraha dan Antony, 2007).
Berdasarkan SNI 03-6817-2002, air yang dapat digunakan dalam proses
pencampuran beton adalah sebagai berikut:
a. air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik,
atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
10
b. air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di
dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung
dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan.
c. air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
i. pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama.
ii. hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai
kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji
yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan
tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air
pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan ”Metode uji kuat tekan
untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran
sisi 50 mm)”(ASTM C 109).
2.3.5 Bahan Tambahan
a. Expanded Polystyrene (Styrofoam)
Expanded polystyrene atau Styrofoam biasa dikenal dengan gabus putih
yang digunakan untuk membungkus barang-barang elektronik. Polystyrene ini
dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2) yang mempunyai gugus phenyl yang
tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Dalam
bentuk butiran (granular) Expanded polystyrene mempunyai berat jenis sangat
kecil yaitu 13-22 kg/m3. Sehingga penggunaan Expanded polystyrene dalam
11
campuran beton sangat cocok digunakan untuk mendapatkan berat jenis beton
yang ringan.
Gambar 2.3 Styrofoam
Pada penelitian ini digunakan Expanded polystyrene yang memiliki
ukuran butiran sebesar 3mm-5mm. Persentase penggunaan Expanded
polystyrene yaitu sebesar 20% dari volume penggunaan agregat halus.
Penetapan persentase Expanded polystyrene sebesar 20% yaitu karena dari
penelitian sebelumnya didapatkan persentase optimum untuk memiliki kuat
tekan beton yang baik yaitu penambahan Expanded polystyrene sebesar 20%
( Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T. (2008). ) sedangkan penelitian yang
dilakukan (Yusuf.(2011)) yang melakukan analisa tentang perbandingan antara
berat jenis beton dengan harga produksi beton dan kuat tekan beton dengan
harga harga produksi beton didapatkan persentase optimum penggunaan
styrofoam yaitu berkisar antara 17% sampai 27% penggunaan styrofoam
sebagai pengganti agregat halus (pasir).
Keuntungan menggunakan Styrofoam dalam campuran beton yaitu
sebagai berikut :
i. pemanfaatan limbah Styrofoam dapat menurunkan biaya kontruksi
beton.
ii. dapat memperlambat timbulnya panas hidrasi.
12
iii. penggunaan Styrofoam sebagai agregat ringan dapat dianggap sebagai
rongga udara dalam campuran beton karena berat jenis Styrofoam
sangat kecil sehingga dapat menurunkan berat jenis beton.
iv. dapat mengurangi beban gempa yang berkerja lebih kecil karena berat
struktur beton berkurang.
Kerugian menggunakan Styrofoam dalam campuran beton yaitu sebagai
berikut :
i. dapat mengurangi kekuatan beton.
ii. dapat mengurangi workabilitas (pekerjaan lebih susah).
Expanded polystyrene (styrofoam) yang digunakan pada penelitian ini
tidak memiliki spesifikasi dari pabrik, seharusnya Expanded polystyrene
(styrofoam) yang digunakan memiliki spesifikasi secara umum sebagai berikut:
Tabel 2.3 Spesifikasi Expanded polystyrene (styrofoam)
Spesifikasi
Ukuran butiran styrofoam 3 mm - 5 mm
Berat jenis styrofoam (Density) 13-22 kg/m3
Modulus young’s (E) 3000-3600 MPa
Kuat tarik styrofoam ( Tensile strength) 46-60 MPa
Specific heat styrofoam (c) 1,3 kJ/(kg.K)
Thermal conductivity styrofoam (k) 0,08 W/(m.K)
b. Fly Ash
Fly Ash (abu terbang) adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada
tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar, dan
bersifar pozolanik yang terbawa gas buangan cerobong asap (SNI 06-6867-
13
2002). Fly ash dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi
sebagai pengisi rongga udara pada campuran beton.
Gambar 2.4 Fly Ash
Fly Ash dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice
1993) yaitu sebagai berikut:
a. Kelas C
Fly Ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari
pembakaran liqnite atau sub-bitumen batu bara. Pada campuran beton
digunakan sebanyak 15% - 35% dari total berat binder.
b. Kelas F
Fly Ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari
pembakaran anthracite atau bitumen batu bara. Pada campuran beton
digunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat binder.
c. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain
tanah diatomic dan abu vulkanik, yang diperoses melalui pembakaran.
14
Berdasarkan ASTM C618-686 Fly Ash dibedakan menjadi 2 macam
yaitu fly ash kelas C dan fly ash kelas F. Campuran beton dengan
menggunakan fly ash kelas F memiliki ikatan lebih baik dari pada
menggunakan fly ash kelas C dikarenakan fly ash tipe C berasal dari
pembakaran batubara muda sedangkan fly ash tipe F dihasilkan dari
pembakaran batubara antrasit dan fly ash tipe C memiliki karakteristik ringan
dan berwarna lebih terang dari fly ash tipe F (Standart ASTM C618-686).
Sehingga Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini adalah fly ash kelas F
dengan persentase antara 10% - 25%. Perbedaannya fly ash tipe C dan fly ash
tipe F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Kandungan Mineral Fly Ash
Kandungan mineral fly ash Kelas F Kelas C
Silikon Dioksida (SiO2) + Alumunium Oksida
(Al2O3) + Besi Oksida (Fe2O3), minimal
70% 50%
Sulfur Trioksida (SO3), maksimal 5% 5%
Kalsium Oksida (CaO) 1%-12% 30%-40%
Sumber: Annual Book of ASTM Standard Volume 04.02 Standard Specification for Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolans for Use as a mineral Admixture in Portland Cement Concrete, 1994.
15
keuntungan menggunakan fly ash dalam campuran beton yaitu sebagai
berikut:
i. dapat meningkatkan workabilitas (kemudahan dalam pekerjaan).
ii. mengurangi terjadinya penyusutan pada beton.
iii. dapat meningkatkan kuat tekan beton.
iv. dapat memperkecil biaya kontruksi beton karena fly ash digunakan
sebagai subtitusi dari semen yang digunakan.
v. dapat memanfaatkan limbah fly ash.
Kerugian menggunakan fly ash dalam campuran beton yaitu sebagai
berikut:
i. fly ash memiliki kualitas yang berbeda-beda yang disebabkan oleh
proses pembakaran dan jenis batu bara yang digunakan.
ii. pemakaian fly ash tidak dapat digunakan untuk pekerjaan beton yang
memerlukan waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi.
2.4 Pengujian Material
Pengujian material yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan Modul
Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Beton Universitas Bina Nusantara yaitu
sebagai berikut:
a. Agregat halus
i. Pemeriksaan isi lepas agregat halus
Menentukan berat isi agregat halus yang didefinisikan sebagai nilai
banding antara berat dan volume contoh pasir kering.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
16
Berat isi agregat halus = )..........(..............................).........dm/kg(VW
1233 (Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi) Dimana :
V = Volume wadah (dm3)
3W = Berat sample agregat halus (kg)
ii. Berat isi padat agregat halus
Menentukan berat isi agregat halus yang didefinisikan sebagai nilai
banding antara berat dan volume pasir.
iii. Kadar air agregat halus
Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat
adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan
berat agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk
koreksi tekaran air dalam perancanganadukan beton disesuaikan dengan
kondisi agregat di lapangan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
Kadar air agregat = %W
WW 1004
54 ×− .....................................................(2.2)
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi) Dimana :
W4 = Berat contoh semula (gram)
W5 = Berat contoh kering (gram)
iv. Pemeriksaan kadar organik agregat halus
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan apakah pasir dapat
dipergunakan untuk adukan berdasarkan kandungan zat organik di dalam
pasir tersebut.
17
v. Berat jenis dan penyerapan air pada agregat halus
Menentukan berat jenis dan persentase berat air yang dapat diserap agregat
halus, dihitung terhadap berat kering agregat.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
)........(..................................................B250B
Bkering jenis Berat13
2 32−+
=
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
( ) )........(..........B250B
250SSD permukaan kering jenuh jenis Berat13
42−+
=
).....(..................................................%.........B
BPenyerapan 52100
250
2
2 ×−
=
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
B1 = Berat piknometer, air, dan benda uji
B2 = Berat sampel kondisi kering (gram)
B3 = Berat piknometer dan air (gram)
vi. Gradasi dan modulus butir agregat halus
Menghitung perbandingan agregat halus dan kasar menjadi gabungan yang
mempunyai gradasi yang diinginkan dengan cara analisa saringan atau
ayakan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
.(2.6)..................................................%......... 100BAuji bendaPersentase ×=
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi) Keterangan :
A = Berat benda uji yang tertahan di atas saringan
B = Berat benda uji total
18
b. Agregat kasar
i. Berat isi agregat kasar
Untuk menunjukan berat isi dari agregat kasar yang akan dipergunakan
sebagai bahan campuran beton.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
Berat isi agregat kasar = ).....(............................................................VW
723 (Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
V = Volume wadah (dm3)
W3 = Berat contoh agregat kasar (kg)
ii. Pemeriksaan kadar air agregat kasar
Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar nilai agregat
adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan
agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi
takaran air dalam perancangan adukan beton disesuaikan dengan kondisi di
lapangan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
Kadar air agregat = )..........(..............................%.........W
821001000
1000 5 ×−
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi) Dimana :
W5 = Berat agregat kasar kering oven (gram)
iii. Pemeriksaan kadar lumpur agregat kasar
Menentukan kadar lumpur yang terdapat dalam agregat kasar
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
19
Kadar Lumpur agregat kasar = )........(....................%.........X
YX 92100×−
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
X = Berat agregat (gram)
Y = Berat agregat kasar kering oven setelah dicuci (gram)
iv. Berat jenis dan penyerapan agregat kasar
Menentukan berat jenis dan prosentase berat air yang dapat diserap agregat
halus, dihitung, terhadap berat kering agregat.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
Berat jenis kering ).(..................................................)WW(B
B
j
k 10221 −−
=
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Berat jenis jenuh kering permukaan )...(....................)WW(B
B
j
j 11221 −−
=
Penyerapan )..(..................................................%.........B
BB
k
kj 122100×−
=
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
Bk = Berat agregat kasar kondisi kering (gram)
Bj = Berat agregat kasar kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W1 = Berat bejana, air, dan agregat kasar (gram)
W2 = Berat piknometer dan air (gram)
v. Gradasi dan modulus butir agregat kasar
Menghitung perbandingan agregat halus dan kasar menjadi gabungan yang
mempunyai gradasi yang diinginkan dengan cara analisa saringan atau
ayakan.
20
Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
Presentase benda uji = BA x 100 %.......................................................(2.13)
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana:
A = Berat benda uji yang tertahan di atas saringan
B = Berat benda uji total
c. Air, Pengujian kualitas air ditentukan oleh pengujian pH air.
2.5 Mix Desain
Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton dengan
metode SNI. 03-2834-2000
a. Penetapan Kuat Tekan Beton
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c) pada umur tertentu,
(f'c=…MPa pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan
sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.
b. Penetapan Nilai Standar (s)
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di
lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi
standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil
perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan
dasar yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus:
11
2
−
−=∑
n
)'f'f(s
n
crc
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)………………...…...(2.14)
21
Dengan: f’c = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
f’cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi
terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2.5 Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data ≥30 25 20 15 <15
Faktor pengali 1,00 1,03 1,08 1,16 Lihat langkah 2
Sumber : SNI. 03-2834-2000
Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi
persyaratan langkah b di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang
ditargetkan sebesar:
MPaf'f c'
cr 12+= (Sumber : SNI. 03-2834-
2000)………….…….(2.15)
Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu pekerjaan
beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut:
22
Tabel 2.6 Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian
Mutu Pekerjaan di Lapangan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan s (MPa)
Sangat Memuaskan 2.8
Memuaskan 3.5
Baik 4.2
Cukup 5.0
Jelek 7.0
Tanpa Kendali 8.4
Sumber : SNI. 03-2834-2000
c. Perhitungan Nilai Tambah/Margin (m)
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus
berikut:
skm ⋅= (Sumber : SNI. 03-2834-2000)……………………………...…(2.16)
Dimana: m = Nilai tambah (MPa)
k = 1.64
s = Deviasi standar (MPa)
d. Penetapan Kuat Tekan Reta-rata yang Direncanakan
Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
mff ccr +′=′ (Sumber : SNI. 03-2834-2000)……………………...……(2.17)
Dimana: f'c = Kuat tekan rata-rata (MPa)
f'cr = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
m = Nilai tambah (MPa)
23
e. Penetaapan Jenis Semen Portland
Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 (lima)
jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V. Jenis I merupakan jenis biasa atau semen
Portland.
Tabel 2.7 Tipe Semen dan Fungsinya
Tipe
Semen Deskripsi
I
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan
sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll.
II
Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified
Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah
dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal
seperti pilar, kolom, dll.
III
Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength PC).
Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar pada
waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak untuk
digunakan, misalnya perbaikan jalan beton.
IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah - rendahnya.
Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan dll
V
Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang khusus
dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang kena
sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain.
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
f. Penetapan Jenis Agregat
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak
terpecahkan) ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).
24
g. Penetapan FAS
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-
rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai
faktor air semen dengan Tabel 2.8 dan gambar 2.5.
Tabel 2.8 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50
Jenis semen Jenis agregat kasar
Kekuatan tekan (Mpa)
Umur (hari) Bentuk
benda uji 3 7 28 91
Semen
Portland Tipe
I
Batu tak dipecah 17 23 33 40 Silinder
Batu pecah 19 27 37 45
Semen
Portland Tipe
II dan IV
Batu tak dipecah 20 28 40 48 Kubus
Batu pecah 23 32 45 54
Semen
Portland Tipe
III
Batu tak dipecah 21 28 38 44 Silinder
Batu pecah 25 33 44 48
Batu tak dipecah 25 31 46 53 Kubus
Batu pecah 30 40 53 60
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
25
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda
Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm)
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
26
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
i. tentukan nilai kuat tekan beton pada unur 28 hari dengan menggunakan
tabel 2.8 sesuai dengan semen dan agregat yang dipakai.
ii. pada gambar 2.5 (SNI 03-2834-2000), grafik untuk benda uji berbentuk
silinder dilakukan penarikan garis tegak lurus ke atas melalui faktor air-
semen 0,5 sampai memotong kurva kuat tekan yang ditentukan pada tabel
2.8.
iii. tarik garis lengkung secara profesional.
iv. tarik garis mendatar melalui kuat tekan beton yang akan direncanakan
sampai memotong kurva yang baru ditentukan.
v. tarik garis tegak lurus ke bawah melalui titik potong tersebut untuk
mendapatkan faktor air-semen yang diperlukan.
h. Penetapan FAS Maksimum
Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan tabel 2.9.
Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah daripada nilai faktor air semen dari
langkah g, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk
perhitungan selanjutnya
27
Tabel 2.9 Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Jenis pembetonan Semen min per
m3 beton (kg) FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
tanah
325
0,55
Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar
b. Air laut
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
28
i. Penetapan Nilai Slump
Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan tabel 2.10.
Tabel 2.10 Penetapan Nilai Slump (cm)
Pemakaian Beton Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi
telapak bertulang 12,5 5,0
Pondasi telapak tidak bertulang,
kaison dan struktur di bawah tanah 9,0 2,5
Plat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal 7,5 2,5
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
j. Penetapan Butir Agregat Maksimum
Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm,
atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan
nilai terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut:
i. 3/4 kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja
tulangan.
ii. sepertiga kali tebal plat.
iii. 1/5 jarak terkecil antar sisi cetakan.
k. Penetapan Jumlah Air yang Diperlukan Per Meter Kubik Beton
Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang
diinginkan, lihat tabel 2.11.
29
Tabel 2.11 Perkiraan Kebutuhan Air per m3 Beton (liter)
Ukuran
agregat
maks
Jenis Batuan
Slump (mm)
0 – 10 10 –
30
30 –
60
60 –
180
10 mm
Batu tak
dipecah
Batu Pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 mm
Batu tak
dipecah
Batu Pecah
135
170
160
190
180
210
195
225
40 mm
Batu tak
dipecah
Batu Pecah
115
155
140
175
160
190
175
205
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Dalam tabel 2.11 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari
jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
kh A,A,A ⋅+⋅= 330670 (Sumber : SNI. 03-2834-2000)……….…(2.18)
Dimana:
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
30
l. Perhitungan Berat Semen yang Diperlukan
Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah
k) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah g dan h.
Tabel 2.12 Kebutuhan semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus
Jenis pembetonan Semen min per
m3 beton (kg)
FAS
maks
Beton di dalam ruang bangunan
c. Keadaan keliling non korosif
d. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
c. Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
d. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
c. Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
d. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
tanah
325
0,55
Beton yang selalu berhubungan dengan:
c. Air tawar
d. Air laut
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
31
m. Penentuan Kebutuhan Semen Minimum
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari
kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan
dengan tabel 2.12.
n. Penyesuaian Kebutuhan Semen
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah a ternyata lebih sedikit
daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah m), maka kebutuhan
semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar.
o. Penyesuaian Air dan FAS
Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah n maka nilai faktor air semen
berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut:
i. faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan
jumlah semen minimum.
ii. jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan
faktor air semen.
p. Penentuan Gradasi Agregat Halus
Berdasarkan gradasinya, agregat halus yang akan dipakai dapat
diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu didasarkan atas
grafik gradasi yang diberikan dalam tabel 2.13.
32
Tabel 2.13 Batas Gradasi Agregat Halus
Lubang Ayakan
(mm)
Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
10 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 –59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
q. Penentuan Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat
kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus.
Berdasarkan data tersebut dan grafik pada gambar 2.6 atau gambar 2.7 atau
gambar 2.8.
33
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm (Sumber : SNI. 03-2834-2000
Gambar 2.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
34
Gambar 2.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
r. Penentuan Berat Jenis Agregat Campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
akahcamp BJKBJPBJ ⋅+⋅= (Sumber : SNI. 03-2834-2000)…….(2.19)
Dimana:
BJcamp = Berat jenis agregat campuran
BJah = Berat jenis agregat halus
BJak = Berat jenis agregat kasar
P = Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
K = Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
s. Penentuan Berat Jenis Beton
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah r dan kebutuhan air tiap
m3 beton, maka dengan gambar 2.9 dapat diperkirakan berat jenis betonnya.
Caranya adalah sebagai berikut:
35
i. dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat garis miring berat
jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada
gambar 2.9.
ii. kebutuhan air yang diperoleh pada langkah k dimasukkan ke dalam sumbu
horizontal pada gambar 2.9, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke
atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di
atas.
iii. dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai
berat jenis beton.
Gambar 2.9 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
36
t. Penentuan Kebutuhan Agregat Campuran
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per
m3 dengan kebutuhan air dan semen.
u. Penentuan Berat Agregat Halus yang Diperlukan Berdasarkan Hasil pada
Langkah q dan t
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat
campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
v. Penentuan Berat Agregat Kasar yang Diperlukan Berdasarkan Hasil pada
Langkah t dan u
Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat
campuran dengan kebutuhan agregat halus.
Catatan:
Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering muka. sehingga apabila agregatnya tidak kering muka,
maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Air = CAA
BAA
A kh ⋅⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−⋅⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−100100
21 (Sumber : SNI. 03-2834-2000)..(2.20)
Agregat halus = B100
AAB 1h ⋅⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+ (Sumber : SNI. 03-2834-2000) ………….(2.21)
Agregat kasar = C100
AAC 2k ⋅⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+ (Sumber : SNI. 03-2834-2000) …………(2.22)
Dimana:
A = Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
37
Ah = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi (%)
A2 = Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi (%)
2.6 Kuat Tekan
2.6.1 Kuat Tekan Karakteristik
Kekuatan tekan karakteristik adalah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah
besar hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang
kurang dari itu terbatas sampai 5% saja (PBI-1971).
Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai sifat kekuatan tekan
yang khas yaitu jika diperiksa sejumlah besar benda-benda uji, nilainya akan
menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebaran dari hasil-hasil
pemeriksaan ini akan kecil atau besar tergantung pada tingkat kesempurnaan dari
pelaksanaannya. Dengan menganggap nilai-nilai dari hasil pemeriksaan benda uji
menyebar normal (mengikuti lengkung dari gauss), maka ukuran dari besar
kecilnya penyebaran dari nilai-nilai hasil pemeriksaan tersebut, jadi ukuran dari
mutu pelaksanaannya adalah nilai deviasi standar (PBI-1971) :
s = Standar deviasi
f'c = Kuat tekan beton masing-masing hasil uji (MPa)
f'cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
kuat tekan beton rata-rata dapat dihitung berdasarkan rumus (PBI-1971):
).....(2.23..............................1971).....-PBI : (Sumber n
)'f'f(s
n
crc
11
2
−
−=∑
....(2.24)........................................1071).....-PBI : (Sumber n
'f'f
n
c
cr
∑= 1
38
n = Jumlah seluruh benda uji yang diperiksa (minimum 20 buah benda uji)
Dengan menganggap nilai-nilai dari hasil pemeriksaan benda uji menyebar
normal (mengikuti lengkung dari gauss), maka kekuatan tekan beton karakteristik
(f'ck) dengan adanya kekuatan tekan yang tidak memenuhi syarat sebesar 5% maka
untuk kuat tekan beton karakteristik dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut (PBI-1971) :
f'ck = f'cr - 1,64s ( Sumber : PBI-1971) …………….………….…(2.25)
Dimana : f'ck: Kuat tekan beton karakteristik (MPa)
f'cr: Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
s : standar deviasi (MPa)
2.6.2 Kuat Tekan Beton yang Digunakan Dalam Penelitian
Kuat tekan adalah kemampuan untuk menahan beban yang berada diatasnya.
Kuat tekan rancana pada penelitian ini menggunakan f’c 24,9 MPa. Beton dengan
mutu K 300 menyatakan kekuatan tekan karakteristik yang kemungkinan adanya
kekuatan tekan yang kurang dari 300 kg/cm2 terbatas sampai 5% saja pada umur
beton 28 hari, dengan menggunakan kubus beton ukuran 15 × 15 × 15 cm
(mengacu pada standar PBI 1971), sedangkan untuk beton dengan mutu f’c = 24,9
MPa menyatakan kekuatan tekan karakteristik yang kemungkinan adanya kekuatan
tekan yang kurang dari 24,9 MPa terbatas sampai 5% saja pada umur beton 28
hari, dengan menggunakan silinder beton diameter 15 cm, tinggi 30 cm (mengacu
pada standar PBI 1971).
Berdasarkan SNI T-15-1991-03 untuk mengkonversikan kuat tekan benda uji
kubus ke benda uji silinder dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
39
fc’= ( 0,76 + 0,2 log ( fck / 15 )) fck ( Sumber : PBI-1971) …..….…(2.26)
Dimana : fc’ : Kuat tekan beton benda uji silinder dengan diameter 15cm (MPa)
fck : Kuat tekan beton dengan benda uji kubus bersisi 15cm (MPa)
Tabel 2.14 Perbandingan Kekuatan Tekan Beton Pada berbagai Benda Uji Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan Kubus 15 × 15 × 15 cm 1,00 Kubus 20 × 20 × 20 cm 0,95 Silinder 15 × 30 cm 0,83 Sumber : PBI-1971 (Peraturan Beton Indonesia)
Sebagai contoh beton yang memiliki kuat tekan karakteristik sebesar 300
kg/cm2 (benda uji kubus), bila dikonversi ke benda uji silinder maka kuat tekan
karakteristiknya menjadi 300 × 0,83 = 249 kg/cm2 (benda uji silinder). Karena 1
MPa = 10 kg/cm2 maka kuat tekan beton karakteristik 300/10 = 30 MPa (benda uji
kubus) setara dengan kuat tekan karakteristik 249/10 = 24,9 MPa (benda uji
silinder).
Tabel 2.15 Hubungan Kuat Tekan Beton dengan Kegunaannya
Mutu Beton Penggunaan Secara Umum BO Lantai Kerja K 125 Lantai Kerja, Kolom Praktis / Non Struktur K 175 Kolom Praktis, meja dapur dan Bangunan Konstruksi Ringan K 200 Kolom Praktis, meja dapur dan Bangunan Konstruksi Ringan K 225 Konstruksi Bangunan Bertingkat 2 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) K 250 Konstruksi Bangunan Bertingkat 2 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standartK 275 Konstruksi Bangunan Bertingkat 2 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standartK 300 Konstruksi Bangunan Bertingkat 3 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standartK 325 Konstruksi Bangunan Bertingkat 3 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standartK 350 Beton untuk lantai & bangunan pabrik / rigit jalan K 400 Beton untuk lantai & bangunan pabrik / rigit jalan K 425 Beton untuk lantai & bangunan pabrik / rigit jalan K 450 Beton untuk rigit jalan klas 1 ( jalan negara / jalan tol ) K 475 Beton untuk rigit jalan klas 1 ( jalan negara / jalan tol ) K 500 Beton untuk Precast ( grider /spun piler )
(Sumber : Indokon)
40
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 syarat untuk kuat tekan beton struktur yaitu
sebagai berikut:
i. Untuk beton struktur nilai kuat tekan beton tidak boleh kurang dari
f’c = 17,5 MPa
ii. Untuk beton struktur tahan gempa kuat tekan beton tidak boleh
kurang dari f’c = 20 MPa
Pemilihan kuat tekan rencana f’c = 24,9 MPa dikarenakan pada penelitian
sebelumnya dengan menggunaan Expanded polystyrene akan mengurangi
kekuatan beton ( Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T. (2008). ), sehingga
diharapkan walaupun kekuatan beton yang dihasilkan pada penelitian ini menurun
masih dapat digunakan sebagai beton struktur untuk bangunan tingkat.
Kuat tekan beton sama dengan beban tekan maksimum (P) dibagi dengan
luas penampang benda uji (A) (Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan
Konstruksi).
( )MPaAPf c
' = ………………………………………………………………..(2.27) Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi
dengan:
f'c = Tegangan maksimal tekan benda uji (MPa)
P = Beban tekan maksimum (kN)
A = Luas tampang melintang benda uji (cm2)
Perhitungan tegangan tekan benda uji dilakukan semua benda uji dan
hasilnya dicatat. Pada jenis mesin uji tekan beton tertentu, dilengkapi dengan alat
pencatat otomatis yang langsung memberikan gambar kurva hubungan antara
beban dan perpendekan yang terjadi pada setiap pertambahan beban dari 0 hingga
41
mencapai kuat tekan tertentu atau benda uji sampai hancur (Modul Praktikum
S0793 Teknologi Bahan Konstruksi).
2.7 Perumusan Hipotesis
Hipotesis alternatif yang dapat disusun dari model penelitian ini dan akan
diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut :
Ha2 : Dengan penambahan expanded polystyrene mengurangi berat jenis beton.
Ha1 : Dengan penambahan fly ash, maka akan berpengaruh secara signifikan
terhadap kuat tekan beton.
2.8 Kuat Tekan dan Berat Jenis Beton Normal
Beton normal pada penelitian ini digunakan untuk membandingkan kuat
tekan dan berat jenis beton normal dengan beton yang menggunakan Styrofoam
sebagai pengganti sebagian agregat halus dan penggunaan fly ash sebagai
pengganti sebagian semen.
Tabel 2.16 Komposisi Campuran Beton Normal
Volume Air (lt)
Semen (kg)
Agregat Halus (kg)
Agregat Kasar (kg)
1 m3 201,71 410 700,34 929,96 Berdasarkan komposisi campuran beton normal pada tabel 2.16 maka
didapatkan hasil pengujian berat jenis dan kuat tekan beton (f’c = 24,9 MPa ) yang
disajikan dalam tabel 2.17 berikut ini :
Tabel 2.17 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Kuat Tekan Beton Normal
Campuran Umur (hari)
Volume Beton (cm3)
Berat (kg)
Berat Isi (kg/m3)
Berat Isi Rata-rata
(kg/m3)
Beban max (kN)
Kuat Tekan
Uji (MPa)
Kuat Tekan
Rata-rata (MPa)
Normal 28 5298,75 12,290 2319,41
2299,41 450 25,48
25,48 12,011 2266,76 440 24,91 12,251 2312,05 460 26,04
42