12
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI JAWA TIMUR Oleh: Rudi Saputro Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang E-mail/No. Hp: - /081553068210 Aries Soelistyo Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang E-mail/No. Hp: - /0818201879 Abstract The suggestion can be given relate to the finding obtained by during executing the research is: (1) With growth of high economics will be able to create opportunity of new job and unemployment can be permeated. the Unemployment amount decreasing hence unemployment storey;level will downhill also, (2) Government as taker of policy in the case of determination of minimum wage shall see do needed to take policy boost up the fee for the shake of prosperity of worker or don't boost up the governmental minimum wage can take correct policy so that worker good and entrepreneur is nothing that harmed, (3) Very relevant and complex Unemployment problem many matters, for that require to the existence of an sinergi and also cooperation from various side start dai governmental, private sector, society and individual to overcome the unemployment storey level increasing. Keywords: unemployment, government, and Jawa Timur PENDAHULUAN Situasi perekonomian di berbagai negara didunia pada bulan juli 1997 menunjukkan kondisi yang memprihatinkan, termasuk di Indonesia. ketidakstabilan mata uang yen terhadap dollar secara tidak langsung telah memperlemah posisi Rupiah. Janji akan diberikan hutang kepada Indonesia dari beberapa lembaga donor internasional juga tidak dapat memperkuat posisi rupiah, malah semakin melemahkan posisi mata uang Indonesia tersebut, yaitu dari Rp. 2.300 per satu dollar Amerika pada bulan juli 1997 sesaat sebelum krisis menjadi Rp. 15.000 per satu dollar Amerika pada bulan juni 1998. Tidak lama kemudian malah sempat menjadi Rp. 17.000 per satu dollar. Akibat banyaknya hutang luar negeri yang jatuh tempo padahal hutang tersebut belum menghasilkan keuntungan. Menyebabkan dollar Amerika dibutuhkan oleh banyak pihak secara serentak, akibatnya nilai tukar dollar melonjak. Melonjaknya nilai tukar dalam menyebabkan harga-harga ikut naik dan ini dirasakan oleh rakyat banyak. Daya beli masyarakat merosot dan ini berdampak pada rendahnya daya serap pasar yang melesukan perindustrian karena produknya tidak ada yang membeli. Lesunya produksi mengakibatkan pemasukan dari pajak menurun, padahal

964-1842-1-PB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tingkat inflasi terhadap pengangguran

Citation preview

Page 1: 964-1842-1-PB

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT PENGANGGURAN

DI PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh:

Rudi Saputro

Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang

E-mail/No. Hp: - /081553068210

Aries Soelistyo

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang

E-mail/No. Hp: - /0818201879

Abstract

The suggestion can be given relate to the finding obtained by during executing

the research is: (1) With growth of high economics will be able to create opportunity of

new job and unemployment can be permeated. the Unemployment amount decreasing

hence unemployment storey;level will downhill also, (2) Government as taker of policy

in the case of determination of minimum wage shall see do needed to take policy boost

up the fee for the shake of prosperity of worker or don't boost up the governmental

minimum wage can take correct policy so that worker good and entrepreneur is nothing

that harmed, (3) Very relevant and complex Unemployment problem many matters, for

that require to the existence of an sinergi and also cooperation from various side start

dai governmental, private sector, society and individual to overcome the unemployment

storey level increasing.

Keywords: unemployment, government, and Jawa Timur

PENDAHULUAN

Situasi perekonomian di berbagai

negara didunia pada bulan juli 1997

menunjukkan kondisi yang

memprihatinkan, termasuk di Indonesia.

ketidakstabilan mata uang yen terhadap

dollar secara tidak langsung telah

memperlemah posisi Rupiah.

Janji akan diberikan hutang kepada

Indonesia dari beberapa lembaga donor

internasional juga tidak dapat

memperkuat posisi rupiah, malah

semakin melemahkan posisi mata uang

Indonesia tersebut, yaitu dari Rp. 2.300

per satu dollar Amerika pada bulan juli

1997 sesaat sebelum krisis menjadi Rp.

15.000 per satu dollar Amerika pada

bulan juni 1998. Tidak lama kemudian

malah sempat menjadi Rp. 17.000 per

satu dollar.

Akibat banyaknya hutang luar

negeri yang jatuh tempo padahal hutang

tersebut belum menghasilkan

keuntungan. Menyebabkan dollar

Amerika dibutuhkan oleh banyak pihak

secara serentak, akibatnya nilai tukar

dollar melonjak. Melonjaknya nilai tukar

dalam menyebabkan harga-harga ikut

naik dan ini dirasakan oleh rakyat

banyak. Daya beli masyarakat merosot

dan ini berdampak pada rendahnya daya

serap pasar yang melesukan

perindustrian karena produknya tidak

ada yang membeli.

Lesunya produksi mengakibatkan

pemasukan dari pajak menurun, padahal

Page 2: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 102

pemerintah berkewajiban untuk

mengembalikan hutangnya dalam dollar

sehingga terjadi penipisan dana nasional

yang diselamatkan dengan menggali

lebih banyak hutang luar negri. Selain

devisa nilai mata uang rupiah dengan

anjloknya tingkat pertumbuhan output di

berbagai sektor kegiatan ekonomi, baik

sektor pertanian, manufakturing,

konstruksi, transportasi, perdagangan

dan jasa.

Pertumbuhan ekonomi nasional

yang pada tahun 1996 rata-rata mencapai

7% pertahun berubah drastis menjadi nol

bahkan minus saat terjadi krisis tahun

1997. Secara makro, menurutnya

pertumbuhan GDP riil saat krisis

disebabkan karena konsumsi nasional

rata-rata menurun tekanan impor yang

semakin berat akibat sistem pere-

konomian terbuka yang dianut sebagian

negara-negara yang dilanda krisis serta

ekspor yang juga merosot tajam akibat

devaluasi yang semakin parah.

Tingkat pertumbuhan ekonomi

yang tinggi pada masa sebelum krisis

ekonomi tidak diikuti dengan penguatan

fundamental sektor ekonomi. Strategi-

strategi halusnya yang menekankan pada

upah buruh yang murah. Berdampak

pada kurang siapnya kemampuan (labor)

dalam menghadapi kondisi moneter yang

berubah-ubah. Hal ini kurang sejalan

dengan salah satu tujuan yang penting

dalam pembangunan ekonomi yaitu

penyediaan lapangan pekerjaan yang

cukup untuk mengejar pertumbuhan

angkatan kerja.

Pada tahun 2003 jumlah penduduk

meningkat menjadi 36,206,060 jiwa

dengan jumlah angkatan kerja menjadi

18,699,203 jiwa dan jumlah pekerja

17,056,322 jiwa. Jumlah pengangguran

meningkat menjadi 1,642,881 jiwa

dengan tingkat pengangguran sebesar 4,5

%.

Pada tahun 2004 jumlah penduduk

meningkat menjadi 36,668,408 jiwa

dengan jumlah angkatan kerja yang

meningkat menjadi 18,822,218 jiwa dan

jumlah pekerja menurun menjadi

17,374,955 jiwa. Jumlah pengangguran

menurun menjadi 1,447,263 jiwa dengan

tingkat pengangguran sebesar 3,9 %.

Pada tahun 2005 jumlah penduduk

meningkat menjadi 37,070,731 jiwa

dengan jumlah angkatan kerja yang

meningkat menjadi 19,298,199 jiwa dan

jumlah pekerja menurun menjadi

17,668,317 jiwa. Jumlah pengangguran

meningkat menjadi 1,629,882 jiwa

dengan tingkat pengangguran sebesar 4.3

%.

Pada tahun 2006 jumlah penduduk

meningkat menjadi 37,478,737 jiwa

dengan jumlah angkatan kerja yang

menurun menjadi 19.244.959 jiwa dan

jumlah pekerja menurun menjadi

17,077,781 jiwa. Jumlah pengangguran

menurun menjadi 1.575.299 jiwa dengan

tingkat pengangguran sebesar 4,2 %.

Pada tahun 2007 jumlah penduduk

meningkat menjadi 37,691,077 jiwa

dengan jumlah angkatan kerja yang

meningkat menjadi 20.118.000 jiwa dan

jumlah pekerja menurun menjadi

1,142,351 jiwa. Jumlah pengangguran

turun menjadi 18.975.649 jiwa dengan

tingkat pengangguran sebesar 3,3 %.

Jumlah angkatan kerja, pekerja

maupun pengangguran dari tahun ke

tahun di provinsi Jawa Timur mengalami

peningkatan maupun penurunan dengan

jumlah yang berbeda-beda. Hal ini dapat

disebabkan oleh berbagai faktor yang

mempengaruhinya, antara lain dapat

disebabkan 3 hal: 1) Jumlahnya bertam-

bah dikarenakan pertambahan jumlah

angkatan kerja baru dan TKI ilegal yang

belum terserap dalam pasar tenaga kerja;

2) Jumlahnya berkurang karena sudah

terserap dalam pasar tenaga kerja; 3)

atau tidak terdaftar pada data yang

dimiliki depnakertrans karena tidak

memperpanjang kartu kuning yang

digunakan untuk melamar pekerjaan.

Untuk Mendapatkan full text artikel harap

menghubungi MS. Wahyudi (085697769266)

Page 3: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 103

Tabel 1. Jumlah Penduduk, Angkatan Kerja, Pekerja dan Pengangguran

Di Provinsi Jawa Timur 2003-2007

Tahun Populasi

(juta)

Jumlah Angkatan Kerja

(juta)

Jumlah

Orang

Bekerja

(juta)

Jumlah

pengangguran

(juta)

Tingkat

Pengangguran

(%)

2003 36,206,060 18,699,203 17,056,322 1,642,881 4.5

2004 36,668,408 18,822,218 17,374,955 1,447,263 3.9

2005 37,070,731 19,298,199 17,668,317 1,629,882 4.3

2006 37,478,737 19.244.959 17,077,781 1.575,299 4.2

2007 37,691,077 20.118.000 18,975.649 1.142,351 3.3

Sumber : Data Statistik Indonesia, diolah

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Dan

Upah Di Provinsi Jawa Timur

Tahun 2003-2007

Tahun Pertumbuhan

Ekonomi

(%)

Upah

Terendah Tertinggi

2003 4,78 Rp. 253.800 Rp. 515.750

2004 5,83 Rp. 310.000 Rp. 550.700

2005 5,84 Rp. 340.000 Rp. 578.500

2006 5,80 Rp. 400.000 Rp. 685.500

2007 6.29 Rp. 450.000 Rp. 746.500

Sumber : BPS, diolah

Pada tahun 2003 pertumbuhan

ekonomi 4,78% upah terendah Rp.

253.800 dan upah tertinggi Rp 515.750.

Pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi

menjadi 5,83 % upah terendah Rp.

310.000 dan upah tertinggi Rp. 550.570.

Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi

menjadi 5,84 % upah terendah Rp.

340.000 dan upah tertinggi Rp 578.500.

Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi

turun menjadi 5,80 % upah terendah Rp.

400.000 dan upah tertinggi Rp. 685.500.

Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi

naik menjadi 6,29 % upah terendah Rp

450.000 dan upah tertinggi Rp. 746.500

Dari keterangan diatas bahwa salah

satu masalah serius yang dihadpai

semenjak krisis ekonomi adalah tingkat

pengangguran yang terus bertambah.

Untuk lebih mempersempit permaslahan

serta memperdalam analaisis maka

peneliti hanya mengmbil permasalahan

tentang pengangguran di provinsi Jawa

Timur pada tahun 2005-2007.

Permasalahan yang akan dibahas serta

diteliti lebih lanjut oleh penulis adalah

“Bagaimana pengaruh faktor

pertumbuhan ekonomi dan tingkat upah

terhadap tingkat pengangguran di

provinsi Jawa Timur?”

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep pembangunan dianalogkan

dengan konsep pertumbuhan (growth)

modernisasi (modernization),

westernisasi (westernization), dan

industrialisasi (industrialization)

(Suyono, 2004).

Sebenarnya istilah-istilah diatas

mempunyai arti yang berbeda, walaupun

mempunyai kaitan atau hubungan yang

erat. Modernisasi (Koentjaraningrat

dalam siagian, 1982) adalah usaha

menyesuaikan diri dunia pada jaman

bangsa itu hidup. Namun tetap menjaga

sifat kekhusussannya masing-masing.

Sedangkan Westernisasi

(Koentjaraningrat dalam Siagian, 1982)

merupakan usaha meniru gaya hidup

orang barat, dimana bukan berarti unsur-

unsur yang datang dari orang barat boleh

diambil dan diadaptasi namun tidak

sampai meniru gaya hidup yang tidak

sesuai dengan budaya bangsa.

Selanjutnya adalah istilah

industrialisasi, dimana industrialisasi

hanyalah suatu periode dalam suatu

negara dimana semua bidang-bidang

penting yang strategis selalu

dihubungkan dengan hasil-hasil industri

atau manufakturing. Secara singkat dapat

Page 4: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 104

dikatakan hubungan antara

pembangunan, modernisasi dan

industrialisasi adalah sebagai berikut:

“ Pembangunan adalah perumpamaan

perusahaan sosial, sedang modernisasi

menjadi bidang khusus dari

pembangunan dan industrialisasi

merupakan salah satu aspek dari

modernisasi”.

Pada akhir dasawarsa 1960 an,

banyak negara sedang berkembang

mulai menyadari bahwa pertumbuhan

(growth) tidak identik dengan

pembangunan (development).

Pertumbuhan yang tinggi memang dapat

dicapai namun bersama-sama timbul

masalah seperti “pengangguran,

kemiskinan, distribusi pendapatan yang

timpang, dan ketidakseimbangan

struktural” (Sjahrir dalam Kuncoro,

1997).

Hal ini memperkuat keyakinan

bahwa pertumbuhan ekonomi

merupakan syarat yang diperlukan

(Necessary), tetapi tidak mencukupi

(sufficient) bagi proses pembangunan

(Esmara dan Meier dalam Kuncoro,

1997). Pertumbuhan ekonomi hanya

mencatat peningkatan produksi barang

dan jasa secara nasional, sedangkan

pembangunan berdimensi lebih luas dari

sekedar peningkatan pertumbuhan

ekonomi.

Pembangunan ekonomi hanya

meliputi usaha masyarakat untuk

mengembangkan kegiatan ekonomi dan

mempertinggi tingkat pendapatan

masyarakat, sedangkan keseluruhan

usaha-usaha pembangunan sosial, politik

dan kebudayaan. Secara umum

pembangunan ekonomi dapat

didefinisikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan pendapatan perkapita

penduduk suatu masyarakat meningkat

dalam jangka panjang.

Jadi pembangunan ekonomi perlu

dipandang sebagai proses supaya saling

berkaitan dan hubungan saling

mempengaruhi antara faktor-faktor yang

menghasilkan pembangunan ekonomi

tersebut dapat dianalisa. Dengan cara

tersebut dapat diketahui deretan

peristiwa yang timbul yang akan

mewujudkan peningkatan dalam

kegiatan ekonomi dan taraf

kesejahteraan masyarakat dari satu tahap

pembangunan ke tahap pembangunan

berikutnya (Sukirno, 1985).

Selanjutnya pembangunan

ekonomi perlu dipandang sebagai

kenaikan dalam pendapatan perkapita,

karena kenaikan ini merupakan suatu

pencerminan dari timbulnya perbaikan

dalam kesejahteraan ekonomi

masyarakat. Dalam praktek tingkat

lajunya pembangunan ekonomi suatu

negara dapat ditunjukkan dengan

menggunakan tingkat pertambahan

Produk Domestik Bruto (GDP) (Sukirno,

1985).

Apabila tingkat pertambahan

Produk Domestik Bruto sama dengan

atau lebih rendah daripada tingkat

pertambahan penduduk, maka

pendapatan perkapita akan tetap sama

atau menurun. Ini berarti pertambahan

PDB tidak memperbaiki tingkat

kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Karena terdapat kemungkinan timbulnya

keadaan seperti ini, maka beberapa ahli

ekonomi membedakan pengertian

pembangunan ekonomi (economic

development) dari pertumbuhan

ekonomi (economic growth). Para ahli

ekonomi yang membedakan kedua

pengertian tersebut mengartikan istilah

pembangunan ekonomi sebagai: 1)

peningkatan dalam pendapatan perkapita

masyarakat, yaitu tingkat pertambahan

PDB pada suatu tahun tertentu adalah

melebihi dari tingkat pertambahan

penduduk; 2) perkembangan PDB yang

berlaku dalam suatu masyarakat

dibarengi oleh perombakan dan

modernisasi dalam struktur ekonominya,

yang pada umunya masih bercorak

Page 5: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 105

tradisional (Sukirno, 1985). Terdapat

beberapa pengertian pembangunan

ekonomi yang akan dijabarkan sebagai

berikut:

Myrdal dalam Kuncoro (1997),

mengartikan bahwa pembangunan

sebagai pergerakan keatas dari seluruh

sistem sosial. Sedangkan Meier dalam

Kuncoro (1997), mengatakan bahwa

pembangunan ekonomi merupakan suatu

proses dimana pendapatan perkapita

suatu negara meningkat selama kurun

waktu yang panjang, dengan catatan

bahwa jumlah penduduk yang hidup

dibawah garis kemiskinan absolut tidak

meningkat dan distribusi pendapatan

tidak semakin timpang. Yang dimaksud

proses disini adalah berlangsungnya

kekuatan-kekuatan tertentu yang saling

berkaitan dan mempengaruhi. Dengan

kata lain pembangunan ekonomi lebih

dari sekedar pertumbuhan ekonomi yang

diikuti dengan perubahan (growth plus

change) dalam : (i) perubahan struktur

ekonomi: dari pertanian ke industri atau

jasa ; dan (ii) perubahan kelembagaan,

baik lewat regulasi maupun reformasi

kelembagaan itu sendiri.

Hirschman dalam Siagian (1982),

mengatakan bahwa pembangunan

ekonomi berarti proses perubahan dari

suatu tipe perekonomian menjadi tipe

perekonomian yang lain yang lebih

maju.

Menurut Irawan dan Suparmoko

(1990), mengartikan pembangunan

ekonomi sebagai usaha-usaha untuk

meningkatakan taraf hidup suatu bangsa

yang seringkali diukur dengan tinggi

rendahnya pendapatan perkapita. Jadi

tujuan pembangunan ekonomi disamping

menaikkan pendapatan riil juga untuk

meningkatakn produktifitas. Pada

umumnya dapat dikatakn bahwa tingkat

tingkat output pada suatu saat tertentu

ditentukan oleh tersediannya atau

digunakannya sumberdaya alam maupun

sumberdaya manusia, tingkat teknologi,

keadaan pasar dan kerangka kehidupan

ekonomi (sistem perekonomian).

Menurut Lincoln Arsyad (1988)

ekonomi pembangunan dapat

didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu

ekonomi yang bertujuan untuk

menganalisis masalah-masalah itu agar

negara-negara tersebut dapat

membangun ekonomominya dengan

baik.

Konsep pertumbuhan (growth)

adalah konsep ekonomi lengkapnya

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

berarti kenaikan pendapatan nasional

nyata dalam jangka waktu tertentu.

Rostow dalam Suyono (2004), dalam

“The stage of economic growth”

menjabarkan teorinya yang terkenal

tentang tahap-tahap pertumbuhan

ekonomi dari tahap masyarakat

tradisional, tahap transisional, tahap

tinggal landas, tahap pemantapan

(pendewasaan) dan tahap konsumsi masa

tinggi.

Todaro dalam Suyono (2004)

dalam pembagunan ekonomi didunia

ketiga menyebutkan bahwa terdapat tiga

faktor yang mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi, yaitu (a)

Akumulasi modal termasuk semua

investasi baru dalam bentuk tanah,

peralatan fisik, dan sumberdaya manusia

(b) Perkembangan penduduk dalam arti

peningkatan tenaga kerja, baik kuantitas

maupun kualitasnya :dan (c) Kemajuan

tekonologi, yaitu hasil cara baru yang

telah diperbaiki dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan tradisional.

Menurut Arthur Lewis dalam

Siagian (1992) pertumbuhan ekonomi

(economic growth adalah berhubungan

dengan kenaikan output). Dalam artian

barang dan jasa untuk tiap-tiap anggota

masyarakat. Dari pengertian ini dapat

dikatakan bahwa terdapat pertumbuhan

ekonomi apabila terdapat lebih banyak

output.

Page 6: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 106

Sukirno (1985), pertumbuhan

ekonomi diartikan sebagai kenaikan

dalam PDB tanpa memandang apakah

kenaikan itu lebih kecil dari tingkat

pertambahan penduduk atau apakah

perubahan dalam struktur ekonomi

perilaku atau tidak.. Suatu perekonomian

dapat dikatakan dalam keadaan

berkembang apabila pendapatan

perkapita menunjukkan kecenderungan

(trend) jangka panjang yang meningkat.

Pengertian bekerja menurut

indikator ketenagakerjaan (2003) adalah

“jika telah melakukan kegiatan ekonomi

dengan maksud memperoleh pendapatan

atau keuntungan paling sedikit satu jam

selama tidak terputus selama satu

minggu. Kegiatan tersebut termasuk pula

kegiatan pekerja tak dibayar yang

membantu dalam suatu usaha dalam

kegiatan ekonomi. Sedangkan

pengangguran adalah penduduk yang

tidak bekerja tetapi sedang mencari

pekerjaan atau sedang mempersiapkan

suatu usaha baru atau penduduk yang

tidak mencari pekerjaan karena tidak

mungkin mendapatkan pekejaan

(dicouraged workers) atau penduduk

yang tidak mencari pekerjaan karena

sudah diterima bekerja atau mempunyai

pekerjaan tetapi belum bekerja (future

starts).”

Definisi orang bekerja dengan

tidak bekerja sangat longgar sehingga

penentuan batas antara orang yang

bekerja dengan pengangguran sangat

tipis. Perbedaan definisi ini juga berbeda

antara negara yang satu dengan yang

lainnya, tergantung dari keadaan negara

tersebut, terutama dalam penentuan

berapa jam seseorang dapat digolongkan

menjadi kelompok yang telah bekerja.

BPS membagi tenaga kerja

(employed) atas 3 macam, yaitu 1)

Tenaga kerja penuh (full employed),

adalah tenaga kerja yang mempunyai

jumlah kerja ≥ 35 jam dalam seminggu

dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan

uraian tugas. 2) Tenaga kerja tidak

penuh atau setengah pengangguran

(Under employed), adalah tenaga kerja

dengan jam kerja < 35 jam dalam

seminggu. 3) Tenaga kerja yang belum

bekerja atau sementara tidak bekerja

(unemployed), adalah tenaga kerja

dengan dengan jam kerja 0 ≥ 1 jam per

minggu.

Untuk mengelompokan masing-

masing pengangguran, menurut edgar

O.Edwards (dalam Lincolin, 1999) perlu

diperhatikan beberpa dimensi antara lain

1) Waktu (banyak diantara mereka

yang bekerja ingin bekerja lebih lama,

misalnya jam kerja perhari, perminggu,

atau pertahun). 2) Intensitas (yang

berkaitan dengan kesehatan dan gizi

makanan). Produktifitas (kurangnya

produktifitas seringkali disebabkan oleh

kurangnya sumberdaya-sumberdaya

komplementer untuk melakukan

pekerjaan).

Edgar O.edwards (dalam todaro,

2000) membagi 5 (lima) jenis pokok

pengerahan tenaga kerja yang tidak

optimal (underutilization of labour)

antara lain: 1) Pengangguran terbuka

(open unemployement) yakni, mereka

yang benar-benar tidak bekerja, baik

secara sukarela maupun terpaksa; 2)

Pengangguran terselubung (under

employment) yakni, para pekerja yang

jumlah jam kerjanya lebih sedikit dari

yang sebenarnya mereka inginkan; 3)

Mereka yang nampak aktif bekerja tetapi

sebenarnya kurang produktif (the visibly

active but underutlized) mereka yang

tidak digolongkan dalam pengangguran

terbuka atau terselubung, namun bekerja

dibawah standar produktifitas optimal.

Jenisnya sendiri lebih dari satu, yakni:

a) Pengangguran terselubung yang

terlindungi (disguied underemployment)

b) Pengangguran yang tersembunyi

(hidden unemployment) c) Pensiun

terlalu dini (premature retirement).

Page 7: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 107

4) Mereka yang tidak mampu

bekerja secara penuh (the impaired)

yakni, para pekerja yang ingin bekerja

secara penuh tetapi terbentur pada

kondisi fisik yang lemah dan tidak

memungkinkan (misalnya : penyandang

cacat); 5) Mereka yang tidak

produktif (the unproductive) yakni,

mereka yang sesungguhnya memiliki

kemampuan untuk melakukan pekerjaan-

pekerjaan yang produktif, akan tetapi

mereka tidak memiliki sumber daya

komplemen yang memadai untuk

menghasilkan output.

Pada saat akan membagi jenis-

jenis pengangguran yang harus

diperhatikan adalah alasan-alasan

mengapa pengangguran itu terjadi,

kemudian baru kita akan dapat

mempertimbangkan penyebab dari

pengangguran, beberapa ahli membagi

jenis pengangguran dilihat dari segi

penyebabnya.

Samuelsen (1996) membagi

penyebab dari pengangguran dalam 3

jenis yaitu: pertama, Pengangguran

friksional, terjadi karena adanya

perpindahan orang-orang di satu daerah

ke daerah lain, dan dari satu jenis

pekerjaan ke pekerjaan lain dan melalui

berbagai tingkat siklus kehidupan yang

berbeda. Bahkan jika suatu

perekonomian berada pada tingkat

dimana tidak ada pengangguran (full

employment), akan terjadi perputaran

(turnover) karena adanya orang-orang

yang baru menyelesaikan studi dan

mencari pekerjaan. Atau karena adanya

perpindahan dari satu kota ke kota lain.

Kedua, Pengangguran struktural,

pengangguran ini terjadi karena

ketidaksesuaian antara penawaran dan

permintaan tenaga kerja.

Ketidaksesuaian ini terjadi karena

permintaan atas satu jenis pekerjaan

bertambah sementara permintaan atas

pekerjaan lain menurun dan penawaran

tidak dapat melakukan penyesuaian

dengan cepat atas situasi tersebut.

Ketiga, Pengangguran siklis,

terjadi apabila permintaan tenaga kerja

secara keseluruhan rendah. Apabila total

pembelanjaan dan output menurun maka

pengangguran akan meningkat dengan

segera di segala bidang. Pengangguran

ini terjadi bila jumlah kesempatan kerja

menurun sebagai akibat dan terjadinya

ketidakseimbangan antara penawaran

agregat dan permintaan agregat.

Simanjuntak (2001) membagi

penyebab dari pengangguran dalam 3

jenis yaitu: pertama, Pengangguran

friksional, terjadi karena kesulitan

temporer dalam mempertemukan pencari

kerja dengan lowongan pekerjaan yang

ada. Kesulitan temporer ini dapat

berbentuk sekedar waktu yang

diperlukan selama prosedur pelamaran

dan seleksi atau terjadi karena faktor

jarak atau kurangnya informasi.

Kedua, Pengangguran struktural,

terjadi karena perubahan dalam struktur

atau komposisi perekonomian,

perubahan struktur yang demikian

memerlukan perubahan dalam

keterampilan tenaga kerja yang

dibutuhkan sedangkan pihak pencari

kerja tidak mampu menyesuaikan diri

dengan keterampilan baru tersebut.

Ketiga, Pengangguran musiman,

terjadi karena pergantian musim. Diluar

musim panen banyak orang yang tidak

mempunyai kegiatan ekonomis, mereka

menunggu musim yang baru. Selama

masa menunggu tersebut mereka

digolongkan sebagai pengangguran

musiman.

Breadsaw (1989) membagi

penyebab dari pengangguran dalam 6

jenis, yaitu: Pertama, Pengangguran

friksional, jenis pengangguran

merupakan orang-orang yang

dipindahkan oleh ekonomi aktif yang

normal. Tidak bisa diacuhkan dengan

adanya perkembangan ekonomi orang

Page 8: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 108

akan berubah-ubah dalam jenis

pekerjaan dan mungkin akan

menganggur untuk beberapa saat untuk

menunggu mengambil pekerjan yang

cocok dengannya.

Kedua, Pengangguran musiman,

jenis pengangguran yang bergantung

pada cuaca dan musim. Pada saat musim

panen mereka dapat bekerja dan pada

saat musim panen telah usai mereka

menganggur lagi. Ketiga, Pengangguran

residu, terjadi karena adanya residu

pengangguran yang bila dikaitkan

dengan penyebabnya yaitu

pengangguran friksional dan musiman.

Pengangguran residu tidak bisa

dikurangi, yang termasuk dalam

pengangguran ini adalah orang-orang

yang menolak untuk bekerja tetapi untuk

mendaftarkan diri ketika menganggu

dalam rangka memperoleh keuntungan.

Keempat, Pengangguran struktural,

jenis pengangguran yang terjadi karena

adanya perubahan struktur atau

komposisi perekonomian. Kelima,

Pengangguran umum atau siklis, jenis

pengangguran yang disebabkan oleh

adanya perubahan hasil pada suatu

perekonomian. Keenam, Pengangguran

tekonologi, jenis pengangguran yang

disebabkan oleh adanya pembaharuan

dalam hal teknologi yang mengakibatkan

penurunan permintaan tenaga kerja.

Pass dan Lowes (1994) membagi

penyebab dari pengangguran dalam tiga

jenis yaitu: Pertama, Pengangguran yang

disebabkan oleh permintaan (musiman),

terjadi pada saat permintaan agregat

tidak bisa mengimbangi penawarn

agregat pada kesempatan kerja penuh.

Kedua, Pengangguran yang disebabkan

oleh perubahan dalam pola permintan,

sebagai contoh pengangguran struktural

yang timbul karena adanya penurunan

sekuler (jangka panjang) dalam

permintaan atas produk-produk tertentu,

yang mengakibatkan kontraksi industri-

industri yang menawarkan produk-

produk tersebut. Ketiga, Pengangguran

sisi penawaran (alami), meliputi

beberapa jenis sebagai berikut:

Penganguran teknologi, dimana

terjadinya kehilangan pekerjaan

disebabkan oleh pengenalan teknolgi

baru yang meningkatkan produktifitas

sehingga menurunkan jumlah tenaga

kerja yang dibutuhkan untuk

memproduksi sejumlah produk atau

mengakibatkan hilangnya keahlian

tenaga kerja tertentu.

Pengangguran pergeseran, yaitu

pengangguran yang timbul akibat adanya

proses perpindahan manusia dari suatu

pekerjaan ke pekerjaan lain.

Pengangguran diluar kemauan,

yaitu para pekerja yang dengan ketidak

kemampuannya mengakibatkan mereka

sulit untuk memperoleh pekerjaan.

Pengangguran sukarela, yaitu

pengangguran yang kurang intensif atau

tanggung jawab utnuk bekerja.

Pengangguran upah riil (klasik),

pengangguran yang terjadi apabila

tingkat upah riil terlalu tinggi, sehingga

para pekrja menetapkan harga terlalu

tinggi di atas upah minimum.

Sedangkan jenis-jenis penganggu-

ran dilihat dari penyebabnya menurut

departemen tenaga kerja dan

transmigrasi (Depnakertrans) antara lain:

Pertama, Pengangguran musiman, yaitu

seorang yang tidak mempunyai

pekerjaan karena pola kegiatannya

bersifat musiman. Kedua, Pengangguran

peralihan, yaitu mereka yang

menganggur karena tidak tahu bahwa

ada lowongan yang sesuai dengan

keinginannya.

Ketiga, Pengangguran sukarela,

yaitu seorang yang memilih untuk lebih

baik menganggur dari pada menerima

upah lebih rendah dari biasanya.

Keempat, Pengangguran terpaksa, yaitu

orang yang tidak dapat memperoleh

pekerjaan sekalipun mereka bersedia

Page 9: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 109

menerima upah lebih rendah dari tingkat

yang biasanya berlaku.

Kelima, Pengangguran bersiklus,

pengangguran yang terjadi karena

pengurangan pekrjaan sebagai akibat

fluktuasi berkala dalam tingkat kegiatan

perkekonomian. Pengangguran bersiklus

dikaitkan penurunan dalam keseluruhan

kegiatan ekonomi dan karenanya dapat

dikurangi dengan pemulihan yang

berkelanjutan dari resesi.

Keenam, Pengangguran kunjungtu-

ral, pengangguran yang terjadi

dikarenakan suatu kondisi pasang

surutnya produksi atau karena adnya

perubahan konjungtur (turunnya

permintaan efektif terhadap barang dan

jasa dalm masyarakat akan menurunkan

produksi sehingga mengakibatkan

pengurangan pada jumlah tenaga kerja).

Ketujuh, Pengangguran sektoral,

pengangguran sektoral ada dalam

industri-industri tertentu. Kedelapan,

Pengangguran sementara, yaitu keadaan

ketika pekerja untuk sementara

menganggur atau sedang tidak bekerja.

Kesembilan, Pengangguran

struktural, pengangguran yang disebakan

oleh perubahan didalam struktur

ekonomi yang berasal dari faktor tertentu

seperti perubahan teknologi atau relokasi

industri atau oleh perubahan dalam

komposisi angkatan kerja. Pengangguran

struktural terjadi ketika ada

ketidakseimbangan antara lowongan

pekerjaan dan pekerja yang menganggur

karena penganggur tersebut tidak

mempunyai kemampuan yang tepat atau

tidak tinggal di tempat yang tepat utnuk

mengisi lowongan pekerjaan itu.

Kesepuluh, Pengangguran

teknologi, Pengangguran yang terjadi

ketika peran manusia mulai digantikan

dengan mesin atau teknologi. Kesebelas,

Pengagguran tersamar, istilah

pengangguran tersamar menggambarkan

gejala dimana meskipun tidak

seorangpun yang menganggur, sejumlah

tenaga kerja dipekerjakan pada tugas-

tugas yang sebelumnya dapat dilakukan

dengan baik oleh lebih sedikit pekerja.

Keduabelas, Pengangguran

terselubung, keadaan menganggur suatu

angkatan kerja yang tidak dilaporkan

karena mereka tidak giat mencari kerja

disebabkan oleh alasan tertentu.

Pengangguran tersembunyi, gejala yang

meskipun tidak ada seorangpun yang

menganggur, sejumlah tenaga kerja

melakukan tugas yang seharusnya dapat

dilaksanakan dengan baik oleh tenaga

kerja yang lebih sedikit jumlahnya.

Pengangguran tersisa, pengangguran

yang terdiri dari orang-orang yang sukit

ditempatkan, orang cacat atau orang-

orang yang sedang tidk bekerja dan

karenanya secara teknis menganggur

(www.nakertrans.go.id).

METODE PENELITIAN

Ada dua macam variabel yang

diamati dalam menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat

pengangguran di provinsi jawa timur

tahun 2005-2007.

Yang pertama adalah variabel

bebas (independent variabel) yaitu suatu

variabel yang variasinya mempengaruhi

variabel lainnya. Dapat pula dikatakan

bahwa variabel bebas adalah variabel

yang pengaruhnya terhadap variabel

lainnya ingin diketahui. Dalam

penelitian ini yang termasuk ke dalam

variabel bebas adalah Pertumbuhan

ekonomi (persen) dan Upah (rupiah).

Variabel terikat (dependent

variabel) yaitu variabel yang dipengaruhi

oleh variabel lain. Dalam penelitian ini

yang termasuk ke dalam variabel terikat

adalah tingkat pengangguran (persen).

Untuk memperoleh nilai koefisien

regresi data terbaik tidak bias (BLUE

=Best Linear Unbiased Estimator)

digunakan metode kuadrat terkecil biasa

(ordinary least square) dengan asumsi-

asumsi berikut:

Page 10: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 110

(Gujarati dalam Sari, 2003) 1)E (ei) = 0,

untuk setiap I = 1, 2, 3, … n artinya nilai

rata-rata kesalahan pengganggu adalah 0.

2)2, artinya sama

untuk semua kesalahan pengganggu

(asumsi homoskedastisitas) 3)Kovarian

autorelasi antara kesalahan

pengganggu.3)Variabel bebas X2, X3,

…., Xk, konstan dalam sampling yang

terulang dan bebas terhadap kesalahan

pengganggu ie. 4)Tidak ada kolinieraitas

ganda (multikolinearitas) diantara

variabel bebas Xi. 5)2),

artinya kesalahan pengganggu mengikuti

distribusi normal dengan rata-rata nol 2. Model regresi data panel

dengan model sebagai berikut :

0 1 lnX1it 2 lnX2it 1

Dimana :

Yi = tingkat pengangguran

0 = koefisien regresi

1 = koefisien elastisitas X1 terhadap Y

2 = koefisien elastisitas X2 terhadap Y

X1 = tingkat pertumbuhan

X2 = tingkat upah

1 = standart eror

i = nama kota

t = waktu (tahun)

PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Regresi

\

Dari persamaan di atas dapat

diinterpretasikan sebagai berikut:

logY = -1.477204+ 0.327364log X1+

0.902719 logX2+ei

Tingkat pengangguran akan

meningkat sebesar 0.327364 satuan

(koefisien elastisitas) untuk setiap

tambahan satu satuan X1 (pertumbuhan

ekonomi) dengan asumsi variabel yang

lainnya konstan. Jadi apabila

pertumbuhan ekonomi mengalami

peningkatan 1 satuan, maka tingkat

pengangguran akan meningkat sebesar

0.327 satuan.

Tingkat pengangguran akan

meningkat sebesar 0.902719 satuan

(koefisien elastisitas) untuk setiap

tambahan satu satuan X2 (upah) dengan

asumsi variabel yang lainnya konstan.

Jadi apabila upah mengalami

peningkatan 1 satuan, maka tingkat

pengangguran akan meningkat sebesar

0.902719 satuan.

Berdasarkan interpretasi di atas,

dapat diketahui besarnya kontribusi

variabel bebas terhadap variabel terikat,

antara lain pertumbuhan ekonomi

0.327364, dan upah sebesar 0.902719.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi (X1) dan upah

(X2) berpengaruh positif terhadap tingkat

pengangguran. Dengan kata lain, apabila

pertumbuhan ekonomi, upah meningkat

maka akan diikuti peningkatan tingkat

pengangguran.

Untuk mengetahui diantara kedua

variabel bebas tersebut berpengaruh

paling dominan terhadap variabel terikat

dapat dilihat dari nilai koefisien

elastisitas masing-masing. Koefisien

elastisitas merupakan nilai dari regresi

data panel yang berguna untuk

membandingkan mana diantara variabel

bebas yang dominan terhadap variabel

terikat.

Dari Tabel 1 dapat dilihat nilai

koefisien beta untuk masing-masing

variabel bebas tersebut adalah 1)Nilai

koefisien elastisitas X1 (pertumbuhan

Method: Pooled Least Squares

Number of cross-sections used: 37

Total panel (balanced) observations: 111

Variable Coefficie

nt

Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.477204 1.838723 -0.803386 0.4235

LOG(X1?) 0.327364 0.168177 1.946540 0.0542

LOG(X2?) 0.902719 0.249358 3.620167 0.0004

R-squared 0.138851 Mean dependent var 6.160143

Adjusted R-squared 0.122904 S.D. dependent var 0.899338

S.E. of regression 0.842260 Sum squared resid 76.61548

F-statistic 8.706903 Durbin-Watson stat 0.996414

Prob(F-statistic) 0.000312

Page 11: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 111

ekonomi) adalah 0.327364.2) Nilai

koefisien elastisitas X2 (upah) adalah

0.902719. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa diantara ketiga variabel bebas

dalam penelitian ini yang lebih dominan

pengaruhnya adalah upah.

Pembahasan serta ulasan berikut di

bawah ini dimaksudkan untuk

menjembatani dan diharapkan dapat

menjelaskan hubungan antara tujuan

penelitian dengan hasil dari penelitian itu

sendiri. Dalam bab terdahulu telah

dijelaskan bahwa tujuan penelitian ini

adalah setelah mengetahui latar belakang

dan perumusan masalah yang telah

disebutkan diatas maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui bagaimana

pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi

dan upah terhadap tingkat pengangguran

dirpovinsi Jawa Tim060ur.

Dari hasil perhitungan analisa

regresi data panel diatas dapat diketahui

bahwa variabel-variabel bebas seperti

pertumbuhan ekonomi dan upah

berpengaruh signifikan terhadap

perkembangan tingkat pengangguran

diprovinsi Jawa Timur.

Hal ini terjadi karena masalah

tingkat pengangguran banyak berkaitan

dengan berbagai hal. Faktor-faktor lain

yang mungkin mempengaruhi tingkat

pengangguran di Provinsi Jawa Timur

yang tidak dimasukkan kedalam

persamaan regresi adalah :

Mengenai masalah kebijakan dari

pemerintah mengenai ketenagakerjaan

yang kurang konsisten, sebagai contoh

satu tahun setelah krisis pemerintah

melalui menteri tenaga kerja

mengeluarakan peraturan no.

1/MEN/1999 mengenai pengaturan upah

yang tidak lagi harian tetapi bulanan. Hal

ini sempat membingungkan karena

penentuan upah minimum untuk suatu

daerah masih mengacu pada peraturan

pengupahan nasional dimana tripartit

tingkat nasional ikut menentukan.

Padahhal upah antara suatu daerah

dengan daerah lain berbeda. Namun

ketika diberlakukannya otonomi daerah,

kebijakan penentuan upah berdasrkan

peraturan menteri tenaga kerja tidak lagi

dipakai, penentuan upah mengacu pada

kebutuhan provinsi (UMP). Kebijakan

pemerintah yang sering berubah-ubah

membuat para pelaku usaha dan pekerja

kebingungan untuk mengikuti kebijakan

dari pemerintah.

Rendahnya kualitas etos kerja

para pencari kerja, sehingga kesulitan

untuk memasuki lapangan pekerjaan

yang membutuhkan keahlian serta

spesifikasi tertentu. Faktor-faktor lain

yang mempengaruhi masalah tingkat

pengangguran di Provinsi Jawa timur.

PENUTUP

Dari hasil penelitian mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pengangguran di provinsi jawa

timur selama kurun waktu 2005-2007

dapat diambil kesimpulan. Faktor upah

memiliki pengaruh yang positif terhadap

tingkat pengangguran di provinsi Jawa

Timur. Ini terjadi jika upah mengalami

kenaikan maka jumlah pengangguran

akan meningkat, hal ini terjadi karena

dengan adanya kenaikan upah maka

hanya sebagian perusahaan saja yang

mampu membayar sedangkan yang lain

belum tentu bisa membayar upah yang

diminta oleh pekerja. Jumlah

pengangguran yang bertambah akan

meningkatkan tingkat pengangguran.

Variabel pertumbuhan ekonomi

memliki pengaruh positif terhadap

tingkat pengangguran. Yang berarti

apabila pertumbuhan ekonomi

mengalami kenaikan sebesar satu maka

tingkat pengangguran akan meningkat.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan

membuka kesempatan kerja baru

maupun pengangguran.

Page 12: 964-1842-1-PB

Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 112

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2002:58, titik tolak pemikiran

yang kebenarannya diterima oleh

penyelidik.

Asep suryhadi. 2003. Kebijakan upah

minimum dan dampaknya

terhadap pasar tenaga kerja,

kongres ke XV, ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia (ISEI), BATU.

Bambang widianto. 2003. Tekanan berat

pada pasar tenaga kerja formal

Indonesia kongres ke XV, Ikatan

Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI),

BATU.

Boediono , 1999, teori pertumbuhan

ekonomi. BPFE, YOGYAKARTA.

BPS, berbagai terbitan. Jawa timur

dalam angka, biro pusat statistik,

SURABAYA

BPS, berbagai terbitan. SUSEMAS, Biro

pusat statistik, JAKARTA.

BPS, Indikator ketenagakerjaan mei

2008, CV Rioma, JAKARTA.

Djojo hadikusumo, sumitro, 1993,

Perkembangan pemikiran ekonomi

dasar teori ekonomi pertumbuhan

dan ekonomi pembangunan,

LP3ES. JAKARTA.

Irawan dan Suparmoko, 1997,

Ekonomika pembagunan, LP3ES,

JAKARTA.

Kuncoro Mudrajad, 1997. Ekonomi

pembangunan teori, masalah dan

kebijakan unit penerbit dan

percetakan akademi manajemen

perusahaan YKPN,

YOGYAKARTA.

LEMHANAS (Lembaga ketahanan

nasional) 1997. Ketahanan

nasional, balai pustaka

JAKARTA.

Lincolin Arsyad, 1999. Ekonomi

pembangunan, sekolah tinggi ilmu

ekonomi YOGYAKARTA.

Sadono sukirno, 1985, Ekonomi

Pembangunan (proses, masalah,

dan dasar kebijakan), Lembaga

penerbit FAKULTAS EKONOMI

UI, JAKARTA.

Siagian, H. 1982, Pembangunan

ekonomi dalam cita-cita dan

realita, Penerbit

Alumni/1982/Bandung,

BANDUNG.

Simanjutak payaman, 1998, Pengantar

ekonomi sumber daya manusia.

Lembaga penerbit fakultas

ekonomi Universitas Indonesia,

JAKARTA.

Sjarir dan Kuncoro, 1997, Ekonomi

Pembangunan (Teori, masalah,

dan kebijakan), UPP AMP YKIN,

YOGYAKARTA.

Tambunan, tulus, 1999, Perekonomian

Indonesia, Ghalia Indonesia,

JAKARTA.

Todaro, Michael P. 2000, Pembangunan

ekonomi dunia ketiga, terjemahan

Haris A. Munandar, Erlangga,

JAKARTA.

Perpustakaan Indonesia, Data

pertumbuhan ekonomi dan tingkat

upah, MALANG