Upload
rickyriccardo
View
9
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tingkat inflasi terhadap pengangguran
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT PENGANGGURAN
DI PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh:
Rudi Saputro
Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang
E-mail/No. Hp: - /081553068210
Aries Soelistyo
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang
E-mail/No. Hp: - /0818201879
Abstract
The suggestion can be given relate to the finding obtained by during executing
the research is: (1) With growth of high economics will be able to create opportunity of
new job and unemployment can be permeated. the Unemployment amount decreasing
hence unemployment storey;level will downhill also, (2) Government as taker of policy
in the case of determination of minimum wage shall see do needed to take policy boost
up the fee for the shake of prosperity of worker or don't boost up the governmental
minimum wage can take correct policy so that worker good and entrepreneur is nothing
that harmed, (3) Very relevant and complex Unemployment problem many matters, for
that require to the existence of an sinergi and also cooperation from various side start
dai governmental, private sector, society and individual to overcome the unemployment
storey level increasing.
Keywords: unemployment, government, and Jawa Timur
PENDAHULUAN
Situasi perekonomian di berbagai
negara didunia pada bulan juli 1997
menunjukkan kondisi yang
memprihatinkan, termasuk di Indonesia.
ketidakstabilan mata uang yen terhadap
dollar secara tidak langsung telah
memperlemah posisi Rupiah.
Janji akan diberikan hutang kepada
Indonesia dari beberapa lembaga donor
internasional juga tidak dapat
memperkuat posisi rupiah, malah
semakin melemahkan posisi mata uang
Indonesia tersebut, yaitu dari Rp. 2.300
per satu dollar Amerika pada bulan juli
1997 sesaat sebelum krisis menjadi Rp.
15.000 per satu dollar Amerika pada
bulan juni 1998. Tidak lama kemudian
malah sempat menjadi Rp. 17.000 per
satu dollar.
Akibat banyaknya hutang luar
negeri yang jatuh tempo padahal hutang
tersebut belum menghasilkan
keuntungan. Menyebabkan dollar
Amerika dibutuhkan oleh banyak pihak
secara serentak, akibatnya nilai tukar
dollar melonjak. Melonjaknya nilai tukar
dalam menyebabkan harga-harga ikut
naik dan ini dirasakan oleh rakyat
banyak. Daya beli masyarakat merosot
dan ini berdampak pada rendahnya daya
serap pasar yang melesukan
perindustrian karena produknya tidak
ada yang membeli.
Lesunya produksi mengakibatkan
pemasukan dari pajak menurun, padahal
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 102
pemerintah berkewajiban untuk
mengembalikan hutangnya dalam dollar
sehingga terjadi penipisan dana nasional
yang diselamatkan dengan menggali
lebih banyak hutang luar negri. Selain
devisa nilai mata uang rupiah dengan
anjloknya tingkat pertumbuhan output di
berbagai sektor kegiatan ekonomi, baik
sektor pertanian, manufakturing,
konstruksi, transportasi, perdagangan
dan jasa.
Pertumbuhan ekonomi nasional
yang pada tahun 1996 rata-rata mencapai
7% pertahun berubah drastis menjadi nol
bahkan minus saat terjadi krisis tahun
1997. Secara makro, menurutnya
pertumbuhan GDP riil saat krisis
disebabkan karena konsumsi nasional
rata-rata menurun tekanan impor yang
semakin berat akibat sistem pere-
konomian terbuka yang dianut sebagian
negara-negara yang dilanda krisis serta
ekspor yang juga merosot tajam akibat
devaluasi yang semakin parah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi pada masa sebelum krisis
ekonomi tidak diikuti dengan penguatan
fundamental sektor ekonomi. Strategi-
strategi halusnya yang menekankan pada
upah buruh yang murah. Berdampak
pada kurang siapnya kemampuan (labor)
dalam menghadapi kondisi moneter yang
berubah-ubah. Hal ini kurang sejalan
dengan salah satu tujuan yang penting
dalam pembangunan ekonomi yaitu
penyediaan lapangan pekerjaan yang
cukup untuk mengejar pertumbuhan
angkatan kerja.
Pada tahun 2003 jumlah penduduk
meningkat menjadi 36,206,060 jiwa
dengan jumlah angkatan kerja menjadi
18,699,203 jiwa dan jumlah pekerja
17,056,322 jiwa. Jumlah pengangguran
meningkat menjadi 1,642,881 jiwa
dengan tingkat pengangguran sebesar 4,5
%.
Pada tahun 2004 jumlah penduduk
meningkat menjadi 36,668,408 jiwa
dengan jumlah angkatan kerja yang
meningkat menjadi 18,822,218 jiwa dan
jumlah pekerja menurun menjadi
17,374,955 jiwa. Jumlah pengangguran
menurun menjadi 1,447,263 jiwa dengan
tingkat pengangguran sebesar 3,9 %.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk
meningkat menjadi 37,070,731 jiwa
dengan jumlah angkatan kerja yang
meningkat menjadi 19,298,199 jiwa dan
jumlah pekerja menurun menjadi
17,668,317 jiwa. Jumlah pengangguran
meningkat menjadi 1,629,882 jiwa
dengan tingkat pengangguran sebesar 4.3
%.
Pada tahun 2006 jumlah penduduk
meningkat menjadi 37,478,737 jiwa
dengan jumlah angkatan kerja yang
menurun menjadi 19.244.959 jiwa dan
jumlah pekerja menurun menjadi
17,077,781 jiwa. Jumlah pengangguran
menurun menjadi 1.575.299 jiwa dengan
tingkat pengangguran sebesar 4,2 %.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk
meningkat menjadi 37,691,077 jiwa
dengan jumlah angkatan kerja yang
meningkat menjadi 20.118.000 jiwa dan
jumlah pekerja menurun menjadi
1,142,351 jiwa. Jumlah pengangguran
turun menjadi 18.975.649 jiwa dengan
tingkat pengangguran sebesar 3,3 %.
Jumlah angkatan kerja, pekerja
maupun pengangguran dari tahun ke
tahun di provinsi Jawa Timur mengalami
peningkatan maupun penurunan dengan
jumlah yang berbeda-beda. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor yang
mempengaruhinya, antara lain dapat
disebabkan 3 hal: 1) Jumlahnya bertam-
bah dikarenakan pertambahan jumlah
angkatan kerja baru dan TKI ilegal yang
belum terserap dalam pasar tenaga kerja;
2) Jumlahnya berkurang karena sudah
terserap dalam pasar tenaga kerja; 3)
atau tidak terdaftar pada data yang
dimiliki depnakertrans karena tidak
memperpanjang kartu kuning yang
digunakan untuk melamar pekerjaan.
Untuk Mendapatkan full text artikel harap
menghubungi MS. Wahyudi (085697769266)
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 103
Tabel 1. Jumlah Penduduk, Angkatan Kerja, Pekerja dan Pengangguran
Di Provinsi Jawa Timur 2003-2007
Tahun Populasi
(juta)
Jumlah Angkatan Kerja
(juta)
Jumlah
Orang
Bekerja
(juta)
Jumlah
pengangguran
(juta)
Tingkat
Pengangguran
(%)
2003 36,206,060 18,699,203 17,056,322 1,642,881 4.5
2004 36,668,408 18,822,218 17,374,955 1,447,263 3.9
2005 37,070,731 19,298,199 17,668,317 1,629,882 4.3
2006 37,478,737 19.244.959 17,077,781 1.575,299 4.2
2007 37,691,077 20.118.000 18,975.649 1.142,351 3.3
Sumber : Data Statistik Indonesia, diolah
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Dan
Upah Di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2003-2007
Tahun Pertumbuhan
Ekonomi
(%)
Upah
Terendah Tertinggi
2003 4,78 Rp. 253.800 Rp. 515.750
2004 5,83 Rp. 310.000 Rp. 550.700
2005 5,84 Rp. 340.000 Rp. 578.500
2006 5,80 Rp. 400.000 Rp. 685.500
2007 6.29 Rp. 450.000 Rp. 746.500
Sumber : BPS, diolah
Pada tahun 2003 pertumbuhan
ekonomi 4,78% upah terendah Rp.
253.800 dan upah tertinggi Rp 515.750.
Pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi
menjadi 5,83 % upah terendah Rp.
310.000 dan upah tertinggi Rp. 550.570.
Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi
menjadi 5,84 % upah terendah Rp.
340.000 dan upah tertinggi Rp 578.500.
Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi
turun menjadi 5,80 % upah terendah Rp.
400.000 dan upah tertinggi Rp. 685.500.
Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi
naik menjadi 6,29 % upah terendah Rp
450.000 dan upah tertinggi Rp. 746.500
Dari keterangan diatas bahwa salah
satu masalah serius yang dihadpai
semenjak krisis ekonomi adalah tingkat
pengangguran yang terus bertambah.
Untuk lebih mempersempit permaslahan
serta memperdalam analaisis maka
peneliti hanya mengmbil permasalahan
tentang pengangguran di provinsi Jawa
Timur pada tahun 2005-2007.
Permasalahan yang akan dibahas serta
diteliti lebih lanjut oleh penulis adalah
“Bagaimana pengaruh faktor
pertumbuhan ekonomi dan tingkat upah
terhadap tingkat pengangguran di
provinsi Jawa Timur?”
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep pembangunan dianalogkan
dengan konsep pertumbuhan (growth)
modernisasi (modernization),
westernisasi (westernization), dan
industrialisasi (industrialization)
(Suyono, 2004).
Sebenarnya istilah-istilah diatas
mempunyai arti yang berbeda, walaupun
mempunyai kaitan atau hubungan yang
erat. Modernisasi (Koentjaraningrat
dalam siagian, 1982) adalah usaha
menyesuaikan diri dunia pada jaman
bangsa itu hidup. Namun tetap menjaga
sifat kekhusussannya masing-masing.
Sedangkan Westernisasi
(Koentjaraningrat dalam Siagian, 1982)
merupakan usaha meniru gaya hidup
orang barat, dimana bukan berarti unsur-
unsur yang datang dari orang barat boleh
diambil dan diadaptasi namun tidak
sampai meniru gaya hidup yang tidak
sesuai dengan budaya bangsa.
Selanjutnya adalah istilah
industrialisasi, dimana industrialisasi
hanyalah suatu periode dalam suatu
negara dimana semua bidang-bidang
penting yang strategis selalu
dihubungkan dengan hasil-hasil industri
atau manufakturing. Secara singkat dapat
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 104
dikatakan hubungan antara
pembangunan, modernisasi dan
industrialisasi adalah sebagai berikut:
“ Pembangunan adalah perumpamaan
perusahaan sosial, sedang modernisasi
menjadi bidang khusus dari
pembangunan dan industrialisasi
merupakan salah satu aspek dari
modernisasi”.
Pada akhir dasawarsa 1960 an,
banyak negara sedang berkembang
mulai menyadari bahwa pertumbuhan
(growth) tidak identik dengan
pembangunan (development).
Pertumbuhan yang tinggi memang dapat
dicapai namun bersama-sama timbul
masalah seperti “pengangguran,
kemiskinan, distribusi pendapatan yang
timpang, dan ketidakseimbangan
struktural” (Sjahrir dalam Kuncoro,
1997).
Hal ini memperkuat keyakinan
bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat yang diperlukan
(Necessary), tetapi tidak mencukupi
(sufficient) bagi proses pembangunan
(Esmara dan Meier dalam Kuncoro,
1997). Pertumbuhan ekonomi hanya
mencatat peningkatan produksi barang
dan jasa secara nasional, sedangkan
pembangunan berdimensi lebih luas dari
sekedar peningkatan pertumbuhan
ekonomi.
Pembangunan ekonomi hanya
meliputi usaha masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi dan
mempertinggi tingkat pendapatan
masyarakat, sedangkan keseluruhan
usaha-usaha pembangunan sosial, politik
dan kebudayaan. Secara umum
pembangunan ekonomi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita
penduduk suatu masyarakat meningkat
dalam jangka panjang.
Jadi pembangunan ekonomi perlu
dipandang sebagai proses supaya saling
berkaitan dan hubungan saling
mempengaruhi antara faktor-faktor yang
menghasilkan pembangunan ekonomi
tersebut dapat dianalisa. Dengan cara
tersebut dapat diketahui deretan
peristiwa yang timbul yang akan
mewujudkan peningkatan dalam
kegiatan ekonomi dan taraf
kesejahteraan masyarakat dari satu tahap
pembangunan ke tahap pembangunan
berikutnya (Sukirno, 1985).
Selanjutnya pembangunan
ekonomi perlu dipandang sebagai
kenaikan dalam pendapatan perkapita,
karena kenaikan ini merupakan suatu
pencerminan dari timbulnya perbaikan
dalam kesejahteraan ekonomi
masyarakat. Dalam praktek tingkat
lajunya pembangunan ekonomi suatu
negara dapat ditunjukkan dengan
menggunakan tingkat pertambahan
Produk Domestik Bruto (GDP) (Sukirno,
1985).
Apabila tingkat pertambahan
Produk Domestik Bruto sama dengan
atau lebih rendah daripada tingkat
pertambahan penduduk, maka
pendapatan perkapita akan tetap sama
atau menurun. Ini berarti pertambahan
PDB tidak memperbaiki tingkat
kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Karena terdapat kemungkinan timbulnya
keadaan seperti ini, maka beberapa ahli
ekonomi membedakan pengertian
pembangunan ekonomi (economic
development) dari pertumbuhan
ekonomi (economic growth). Para ahli
ekonomi yang membedakan kedua
pengertian tersebut mengartikan istilah
pembangunan ekonomi sebagai: 1)
peningkatan dalam pendapatan perkapita
masyarakat, yaitu tingkat pertambahan
PDB pada suatu tahun tertentu adalah
melebihi dari tingkat pertambahan
penduduk; 2) perkembangan PDB yang
berlaku dalam suatu masyarakat
dibarengi oleh perombakan dan
modernisasi dalam struktur ekonominya,
yang pada umunya masih bercorak
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 105
tradisional (Sukirno, 1985). Terdapat
beberapa pengertian pembangunan
ekonomi yang akan dijabarkan sebagai
berikut:
Myrdal dalam Kuncoro (1997),
mengartikan bahwa pembangunan
sebagai pergerakan keatas dari seluruh
sistem sosial. Sedangkan Meier dalam
Kuncoro (1997), mengatakan bahwa
pembangunan ekonomi merupakan suatu
proses dimana pendapatan perkapita
suatu negara meningkat selama kurun
waktu yang panjang, dengan catatan
bahwa jumlah penduduk yang hidup
dibawah garis kemiskinan absolut tidak
meningkat dan distribusi pendapatan
tidak semakin timpang. Yang dimaksud
proses disini adalah berlangsungnya
kekuatan-kekuatan tertentu yang saling
berkaitan dan mempengaruhi. Dengan
kata lain pembangunan ekonomi lebih
dari sekedar pertumbuhan ekonomi yang
diikuti dengan perubahan (growth plus
change) dalam : (i) perubahan struktur
ekonomi: dari pertanian ke industri atau
jasa ; dan (ii) perubahan kelembagaan,
baik lewat regulasi maupun reformasi
kelembagaan itu sendiri.
Hirschman dalam Siagian (1982),
mengatakan bahwa pembangunan
ekonomi berarti proses perubahan dari
suatu tipe perekonomian menjadi tipe
perekonomian yang lain yang lebih
maju.
Menurut Irawan dan Suparmoko
(1990), mengartikan pembangunan
ekonomi sebagai usaha-usaha untuk
meningkatakan taraf hidup suatu bangsa
yang seringkali diukur dengan tinggi
rendahnya pendapatan perkapita. Jadi
tujuan pembangunan ekonomi disamping
menaikkan pendapatan riil juga untuk
meningkatakn produktifitas. Pada
umumnya dapat dikatakn bahwa tingkat
tingkat output pada suatu saat tertentu
ditentukan oleh tersediannya atau
digunakannya sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia, tingkat teknologi,
keadaan pasar dan kerangka kehidupan
ekonomi (sistem perekonomian).
Menurut Lincoln Arsyad (1988)
ekonomi pembangunan dapat
didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu
ekonomi yang bertujuan untuk
menganalisis masalah-masalah itu agar
negara-negara tersebut dapat
membangun ekonomominya dengan
baik.
Konsep pertumbuhan (growth)
adalah konsep ekonomi lengkapnya
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
berarti kenaikan pendapatan nasional
nyata dalam jangka waktu tertentu.
Rostow dalam Suyono (2004), dalam
“The stage of economic growth”
menjabarkan teorinya yang terkenal
tentang tahap-tahap pertumbuhan
ekonomi dari tahap masyarakat
tradisional, tahap transisional, tahap
tinggal landas, tahap pemantapan
(pendewasaan) dan tahap konsumsi masa
tinggi.
Todaro dalam Suyono (2004)
dalam pembagunan ekonomi didunia
ketiga menyebutkan bahwa terdapat tiga
faktor yang mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi, yaitu (a)
Akumulasi modal termasuk semua
investasi baru dalam bentuk tanah,
peralatan fisik, dan sumberdaya manusia
(b) Perkembangan penduduk dalam arti
peningkatan tenaga kerja, baik kuantitas
maupun kualitasnya :dan (c) Kemajuan
tekonologi, yaitu hasil cara baru yang
telah diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan tradisional.
Menurut Arthur Lewis dalam
Siagian (1992) pertumbuhan ekonomi
(economic growth adalah berhubungan
dengan kenaikan output). Dalam artian
barang dan jasa untuk tiap-tiap anggota
masyarakat. Dari pengertian ini dapat
dikatakan bahwa terdapat pertumbuhan
ekonomi apabila terdapat lebih banyak
output.
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 106
Sukirno (1985), pertumbuhan
ekonomi diartikan sebagai kenaikan
dalam PDB tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih kecil dari tingkat
pertambahan penduduk atau apakah
perubahan dalam struktur ekonomi
perilaku atau tidak.. Suatu perekonomian
dapat dikatakan dalam keadaan
berkembang apabila pendapatan
perkapita menunjukkan kecenderungan
(trend) jangka panjang yang meningkat.
Pengertian bekerja menurut
indikator ketenagakerjaan (2003) adalah
“jika telah melakukan kegiatan ekonomi
dengan maksud memperoleh pendapatan
atau keuntungan paling sedikit satu jam
selama tidak terputus selama satu
minggu. Kegiatan tersebut termasuk pula
kegiatan pekerja tak dibayar yang
membantu dalam suatu usaha dalam
kegiatan ekonomi. Sedangkan
pengangguran adalah penduduk yang
tidak bekerja tetapi sedang mencari
pekerjaan atau sedang mempersiapkan
suatu usaha baru atau penduduk yang
tidak mencari pekerjaan karena tidak
mungkin mendapatkan pekejaan
(dicouraged workers) atau penduduk
yang tidak mencari pekerjaan karena
sudah diterima bekerja atau mempunyai
pekerjaan tetapi belum bekerja (future
starts).”
Definisi orang bekerja dengan
tidak bekerja sangat longgar sehingga
penentuan batas antara orang yang
bekerja dengan pengangguran sangat
tipis. Perbedaan definisi ini juga berbeda
antara negara yang satu dengan yang
lainnya, tergantung dari keadaan negara
tersebut, terutama dalam penentuan
berapa jam seseorang dapat digolongkan
menjadi kelompok yang telah bekerja.
BPS membagi tenaga kerja
(employed) atas 3 macam, yaitu 1)
Tenaga kerja penuh (full employed),
adalah tenaga kerja yang mempunyai
jumlah kerja ≥ 35 jam dalam seminggu
dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan
uraian tugas. 2) Tenaga kerja tidak
penuh atau setengah pengangguran
(Under employed), adalah tenaga kerja
dengan jam kerja < 35 jam dalam
seminggu. 3) Tenaga kerja yang belum
bekerja atau sementara tidak bekerja
(unemployed), adalah tenaga kerja
dengan dengan jam kerja 0 ≥ 1 jam per
minggu.
Untuk mengelompokan masing-
masing pengangguran, menurut edgar
O.Edwards (dalam Lincolin, 1999) perlu
diperhatikan beberpa dimensi antara lain
1) Waktu (banyak diantara mereka
yang bekerja ingin bekerja lebih lama,
misalnya jam kerja perhari, perminggu,
atau pertahun). 2) Intensitas (yang
berkaitan dengan kesehatan dan gizi
makanan). Produktifitas (kurangnya
produktifitas seringkali disebabkan oleh
kurangnya sumberdaya-sumberdaya
komplementer untuk melakukan
pekerjaan).
Edgar O.edwards (dalam todaro,
2000) membagi 5 (lima) jenis pokok
pengerahan tenaga kerja yang tidak
optimal (underutilization of labour)
antara lain: 1) Pengangguran terbuka
(open unemployement) yakni, mereka
yang benar-benar tidak bekerja, baik
secara sukarela maupun terpaksa; 2)
Pengangguran terselubung (under
employment) yakni, para pekerja yang
jumlah jam kerjanya lebih sedikit dari
yang sebenarnya mereka inginkan; 3)
Mereka yang nampak aktif bekerja tetapi
sebenarnya kurang produktif (the visibly
active but underutlized) mereka yang
tidak digolongkan dalam pengangguran
terbuka atau terselubung, namun bekerja
dibawah standar produktifitas optimal.
Jenisnya sendiri lebih dari satu, yakni:
a) Pengangguran terselubung yang
terlindungi (disguied underemployment)
b) Pengangguran yang tersembunyi
(hidden unemployment) c) Pensiun
terlalu dini (premature retirement).
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 107
4) Mereka yang tidak mampu
bekerja secara penuh (the impaired)
yakni, para pekerja yang ingin bekerja
secara penuh tetapi terbentur pada
kondisi fisik yang lemah dan tidak
memungkinkan (misalnya : penyandang
cacat); 5) Mereka yang tidak
produktif (the unproductive) yakni,
mereka yang sesungguhnya memiliki
kemampuan untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang produktif, akan tetapi
mereka tidak memiliki sumber daya
komplemen yang memadai untuk
menghasilkan output.
Pada saat akan membagi jenis-
jenis pengangguran yang harus
diperhatikan adalah alasan-alasan
mengapa pengangguran itu terjadi,
kemudian baru kita akan dapat
mempertimbangkan penyebab dari
pengangguran, beberapa ahli membagi
jenis pengangguran dilihat dari segi
penyebabnya.
Samuelsen (1996) membagi
penyebab dari pengangguran dalam 3
jenis yaitu: pertama, Pengangguran
friksional, terjadi karena adanya
perpindahan orang-orang di satu daerah
ke daerah lain, dan dari satu jenis
pekerjaan ke pekerjaan lain dan melalui
berbagai tingkat siklus kehidupan yang
berbeda. Bahkan jika suatu
perekonomian berada pada tingkat
dimana tidak ada pengangguran (full
employment), akan terjadi perputaran
(turnover) karena adanya orang-orang
yang baru menyelesaikan studi dan
mencari pekerjaan. Atau karena adanya
perpindahan dari satu kota ke kota lain.
Kedua, Pengangguran struktural,
pengangguran ini terjadi karena
ketidaksesuaian antara penawaran dan
permintaan tenaga kerja.
Ketidaksesuaian ini terjadi karena
permintaan atas satu jenis pekerjaan
bertambah sementara permintaan atas
pekerjaan lain menurun dan penawaran
tidak dapat melakukan penyesuaian
dengan cepat atas situasi tersebut.
Ketiga, Pengangguran siklis,
terjadi apabila permintaan tenaga kerja
secara keseluruhan rendah. Apabila total
pembelanjaan dan output menurun maka
pengangguran akan meningkat dengan
segera di segala bidang. Pengangguran
ini terjadi bila jumlah kesempatan kerja
menurun sebagai akibat dan terjadinya
ketidakseimbangan antara penawaran
agregat dan permintaan agregat.
Simanjuntak (2001) membagi
penyebab dari pengangguran dalam 3
jenis yaitu: pertama, Pengangguran
friksional, terjadi karena kesulitan
temporer dalam mempertemukan pencari
kerja dengan lowongan pekerjaan yang
ada. Kesulitan temporer ini dapat
berbentuk sekedar waktu yang
diperlukan selama prosedur pelamaran
dan seleksi atau terjadi karena faktor
jarak atau kurangnya informasi.
Kedua, Pengangguran struktural,
terjadi karena perubahan dalam struktur
atau komposisi perekonomian,
perubahan struktur yang demikian
memerlukan perubahan dalam
keterampilan tenaga kerja yang
dibutuhkan sedangkan pihak pencari
kerja tidak mampu menyesuaikan diri
dengan keterampilan baru tersebut.
Ketiga, Pengangguran musiman,
terjadi karena pergantian musim. Diluar
musim panen banyak orang yang tidak
mempunyai kegiatan ekonomis, mereka
menunggu musim yang baru. Selama
masa menunggu tersebut mereka
digolongkan sebagai pengangguran
musiman.
Breadsaw (1989) membagi
penyebab dari pengangguran dalam 6
jenis, yaitu: Pertama, Pengangguran
friksional, jenis pengangguran
merupakan orang-orang yang
dipindahkan oleh ekonomi aktif yang
normal. Tidak bisa diacuhkan dengan
adanya perkembangan ekonomi orang
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 108
akan berubah-ubah dalam jenis
pekerjaan dan mungkin akan
menganggur untuk beberapa saat untuk
menunggu mengambil pekerjan yang
cocok dengannya.
Kedua, Pengangguran musiman,
jenis pengangguran yang bergantung
pada cuaca dan musim. Pada saat musim
panen mereka dapat bekerja dan pada
saat musim panen telah usai mereka
menganggur lagi. Ketiga, Pengangguran
residu, terjadi karena adanya residu
pengangguran yang bila dikaitkan
dengan penyebabnya yaitu
pengangguran friksional dan musiman.
Pengangguran residu tidak bisa
dikurangi, yang termasuk dalam
pengangguran ini adalah orang-orang
yang menolak untuk bekerja tetapi untuk
mendaftarkan diri ketika menganggu
dalam rangka memperoleh keuntungan.
Keempat, Pengangguran struktural,
jenis pengangguran yang terjadi karena
adanya perubahan struktur atau
komposisi perekonomian. Kelima,
Pengangguran umum atau siklis, jenis
pengangguran yang disebabkan oleh
adanya perubahan hasil pada suatu
perekonomian. Keenam, Pengangguran
tekonologi, jenis pengangguran yang
disebabkan oleh adanya pembaharuan
dalam hal teknologi yang mengakibatkan
penurunan permintaan tenaga kerja.
Pass dan Lowes (1994) membagi
penyebab dari pengangguran dalam tiga
jenis yaitu: Pertama, Pengangguran yang
disebabkan oleh permintaan (musiman),
terjadi pada saat permintaan agregat
tidak bisa mengimbangi penawarn
agregat pada kesempatan kerja penuh.
Kedua, Pengangguran yang disebabkan
oleh perubahan dalam pola permintan,
sebagai contoh pengangguran struktural
yang timbul karena adanya penurunan
sekuler (jangka panjang) dalam
permintaan atas produk-produk tertentu,
yang mengakibatkan kontraksi industri-
industri yang menawarkan produk-
produk tersebut. Ketiga, Pengangguran
sisi penawaran (alami), meliputi
beberapa jenis sebagai berikut:
Penganguran teknologi, dimana
terjadinya kehilangan pekerjaan
disebabkan oleh pengenalan teknolgi
baru yang meningkatkan produktifitas
sehingga menurunkan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan untuk
memproduksi sejumlah produk atau
mengakibatkan hilangnya keahlian
tenaga kerja tertentu.
Pengangguran pergeseran, yaitu
pengangguran yang timbul akibat adanya
proses perpindahan manusia dari suatu
pekerjaan ke pekerjaan lain.
Pengangguran diluar kemauan,
yaitu para pekerja yang dengan ketidak
kemampuannya mengakibatkan mereka
sulit untuk memperoleh pekerjaan.
Pengangguran sukarela, yaitu
pengangguran yang kurang intensif atau
tanggung jawab utnuk bekerja.
Pengangguran upah riil (klasik),
pengangguran yang terjadi apabila
tingkat upah riil terlalu tinggi, sehingga
para pekrja menetapkan harga terlalu
tinggi di atas upah minimum.
Sedangkan jenis-jenis penganggu-
ran dilihat dari penyebabnya menurut
departemen tenaga kerja dan
transmigrasi (Depnakertrans) antara lain:
Pertama, Pengangguran musiman, yaitu
seorang yang tidak mempunyai
pekerjaan karena pola kegiatannya
bersifat musiman. Kedua, Pengangguran
peralihan, yaitu mereka yang
menganggur karena tidak tahu bahwa
ada lowongan yang sesuai dengan
keinginannya.
Ketiga, Pengangguran sukarela,
yaitu seorang yang memilih untuk lebih
baik menganggur dari pada menerima
upah lebih rendah dari biasanya.
Keempat, Pengangguran terpaksa, yaitu
orang yang tidak dapat memperoleh
pekerjaan sekalipun mereka bersedia
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 109
menerima upah lebih rendah dari tingkat
yang biasanya berlaku.
Kelima, Pengangguran bersiklus,
pengangguran yang terjadi karena
pengurangan pekrjaan sebagai akibat
fluktuasi berkala dalam tingkat kegiatan
perkekonomian. Pengangguran bersiklus
dikaitkan penurunan dalam keseluruhan
kegiatan ekonomi dan karenanya dapat
dikurangi dengan pemulihan yang
berkelanjutan dari resesi.
Keenam, Pengangguran kunjungtu-
ral, pengangguran yang terjadi
dikarenakan suatu kondisi pasang
surutnya produksi atau karena adnya
perubahan konjungtur (turunnya
permintaan efektif terhadap barang dan
jasa dalm masyarakat akan menurunkan
produksi sehingga mengakibatkan
pengurangan pada jumlah tenaga kerja).
Ketujuh, Pengangguran sektoral,
pengangguran sektoral ada dalam
industri-industri tertentu. Kedelapan,
Pengangguran sementara, yaitu keadaan
ketika pekerja untuk sementara
menganggur atau sedang tidak bekerja.
Kesembilan, Pengangguran
struktural, pengangguran yang disebakan
oleh perubahan didalam struktur
ekonomi yang berasal dari faktor tertentu
seperti perubahan teknologi atau relokasi
industri atau oleh perubahan dalam
komposisi angkatan kerja. Pengangguran
struktural terjadi ketika ada
ketidakseimbangan antara lowongan
pekerjaan dan pekerja yang menganggur
karena penganggur tersebut tidak
mempunyai kemampuan yang tepat atau
tidak tinggal di tempat yang tepat utnuk
mengisi lowongan pekerjaan itu.
Kesepuluh, Pengangguran
teknologi, Pengangguran yang terjadi
ketika peran manusia mulai digantikan
dengan mesin atau teknologi. Kesebelas,
Pengagguran tersamar, istilah
pengangguran tersamar menggambarkan
gejala dimana meskipun tidak
seorangpun yang menganggur, sejumlah
tenaga kerja dipekerjakan pada tugas-
tugas yang sebelumnya dapat dilakukan
dengan baik oleh lebih sedikit pekerja.
Keduabelas, Pengangguran
terselubung, keadaan menganggur suatu
angkatan kerja yang tidak dilaporkan
karena mereka tidak giat mencari kerja
disebabkan oleh alasan tertentu.
Pengangguran tersembunyi, gejala yang
meskipun tidak ada seorangpun yang
menganggur, sejumlah tenaga kerja
melakukan tugas yang seharusnya dapat
dilaksanakan dengan baik oleh tenaga
kerja yang lebih sedikit jumlahnya.
Pengangguran tersisa, pengangguran
yang terdiri dari orang-orang yang sukit
ditempatkan, orang cacat atau orang-
orang yang sedang tidk bekerja dan
karenanya secara teknis menganggur
(www.nakertrans.go.id).
METODE PENELITIAN
Ada dua macam variabel yang
diamati dalam menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat
pengangguran di provinsi jawa timur
tahun 2005-2007.
Yang pertama adalah variabel
bebas (independent variabel) yaitu suatu
variabel yang variasinya mempengaruhi
variabel lainnya. Dapat pula dikatakan
bahwa variabel bebas adalah variabel
yang pengaruhnya terhadap variabel
lainnya ingin diketahui. Dalam
penelitian ini yang termasuk ke dalam
variabel bebas adalah Pertumbuhan
ekonomi (persen) dan Upah (rupiah).
Variabel terikat (dependent
variabel) yaitu variabel yang dipengaruhi
oleh variabel lain. Dalam penelitian ini
yang termasuk ke dalam variabel terikat
adalah tingkat pengangguran (persen).
Untuk memperoleh nilai koefisien
regresi data terbaik tidak bias (BLUE
=Best Linear Unbiased Estimator)
digunakan metode kuadrat terkecil biasa
(ordinary least square) dengan asumsi-
asumsi berikut:
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 110
(Gujarati dalam Sari, 2003) 1)E (ei) = 0,
untuk setiap I = 1, 2, 3, … n artinya nilai
rata-rata kesalahan pengganggu adalah 0.
2)2, artinya sama
untuk semua kesalahan pengganggu
(asumsi homoskedastisitas) 3)Kovarian
autorelasi antara kesalahan
pengganggu.3)Variabel bebas X2, X3,
…., Xk, konstan dalam sampling yang
terulang dan bebas terhadap kesalahan
pengganggu ie. 4)Tidak ada kolinieraitas
ganda (multikolinearitas) diantara
variabel bebas Xi. 5)2),
artinya kesalahan pengganggu mengikuti
distribusi normal dengan rata-rata nol 2. Model regresi data panel
dengan model sebagai berikut :
0 1 lnX1it 2 lnX2it 1
Dimana :
Yi = tingkat pengangguran
0 = koefisien regresi
1 = koefisien elastisitas X1 terhadap Y
2 = koefisien elastisitas X2 terhadap Y
X1 = tingkat pertumbuhan
X2 = tingkat upah
1 = standart eror
i = nama kota
t = waktu (tahun)
PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Regresi
\
Dari persamaan di atas dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
logY = -1.477204+ 0.327364log X1+
0.902719 logX2+ei
Tingkat pengangguran akan
meningkat sebesar 0.327364 satuan
(koefisien elastisitas) untuk setiap
tambahan satu satuan X1 (pertumbuhan
ekonomi) dengan asumsi variabel yang
lainnya konstan. Jadi apabila
pertumbuhan ekonomi mengalami
peningkatan 1 satuan, maka tingkat
pengangguran akan meningkat sebesar
0.327 satuan.
Tingkat pengangguran akan
meningkat sebesar 0.902719 satuan
(koefisien elastisitas) untuk setiap
tambahan satu satuan X2 (upah) dengan
asumsi variabel yang lainnya konstan.
Jadi apabila upah mengalami
peningkatan 1 satuan, maka tingkat
pengangguran akan meningkat sebesar
0.902719 satuan.
Berdasarkan interpretasi di atas,
dapat diketahui besarnya kontribusi
variabel bebas terhadap variabel terikat,
antara lain pertumbuhan ekonomi
0.327364, dan upah sebesar 0.902719.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi (X1) dan upah
(X2) berpengaruh positif terhadap tingkat
pengangguran. Dengan kata lain, apabila
pertumbuhan ekonomi, upah meningkat
maka akan diikuti peningkatan tingkat
pengangguran.
Untuk mengetahui diantara kedua
variabel bebas tersebut berpengaruh
paling dominan terhadap variabel terikat
dapat dilihat dari nilai koefisien
elastisitas masing-masing. Koefisien
elastisitas merupakan nilai dari regresi
data panel yang berguna untuk
membandingkan mana diantara variabel
bebas yang dominan terhadap variabel
terikat.
Dari Tabel 1 dapat dilihat nilai
koefisien beta untuk masing-masing
variabel bebas tersebut adalah 1)Nilai
koefisien elastisitas X1 (pertumbuhan
Method: Pooled Least Squares
Number of cross-sections used: 37
Total panel (balanced) observations: 111
Variable Coefficie
nt
Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.477204 1.838723 -0.803386 0.4235
LOG(X1?) 0.327364 0.168177 1.946540 0.0542
LOG(X2?) 0.902719 0.249358 3.620167 0.0004
R-squared 0.138851 Mean dependent var 6.160143
Adjusted R-squared 0.122904 S.D. dependent var 0.899338
S.E. of regression 0.842260 Sum squared resid 76.61548
F-statistic 8.706903 Durbin-Watson stat 0.996414
Prob(F-statistic) 0.000312
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 111
ekonomi) adalah 0.327364.2) Nilai
koefisien elastisitas X2 (upah) adalah
0.902719. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa diantara ketiga variabel bebas
dalam penelitian ini yang lebih dominan
pengaruhnya adalah upah.
Pembahasan serta ulasan berikut di
bawah ini dimaksudkan untuk
menjembatani dan diharapkan dapat
menjelaskan hubungan antara tujuan
penelitian dengan hasil dari penelitian itu
sendiri. Dalam bab terdahulu telah
dijelaskan bahwa tujuan penelitian ini
adalah setelah mengetahui latar belakang
dan perumusan masalah yang telah
disebutkan diatas maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi
dan upah terhadap tingkat pengangguran
dirpovinsi Jawa Tim060ur.
Dari hasil perhitungan analisa
regresi data panel diatas dapat diketahui
bahwa variabel-variabel bebas seperti
pertumbuhan ekonomi dan upah
berpengaruh signifikan terhadap
perkembangan tingkat pengangguran
diprovinsi Jawa Timur.
Hal ini terjadi karena masalah
tingkat pengangguran banyak berkaitan
dengan berbagai hal. Faktor-faktor lain
yang mungkin mempengaruhi tingkat
pengangguran di Provinsi Jawa Timur
yang tidak dimasukkan kedalam
persamaan regresi adalah :
Mengenai masalah kebijakan dari
pemerintah mengenai ketenagakerjaan
yang kurang konsisten, sebagai contoh
satu tahun setelah krisis pemerintah
melalui menteri tenaga kerja
mengeluarakan peraturan no.
1/MEN/1999 mengenai pengaturan upah
yang tidak lagi harian tetapi bulanan. Hal
ini sempat membingungkan karena
penentuan upah minimum untuk suatu
daerah masih mengacu pada peraturan
pengupahan nasional dimana tripartit
tingkat nasional ikut menentukan.
Padahhal upah antara suatu daerah
dengan daerah lain berbeda. Namun
ketika diberlakukannya otonomi daerah,
kebijakan penentuan upah berdasrkan
peraturan menteri tenaga kerja tidak lagi
dipakai, penentuan upah mengacu pada
kebutuhan provinsi (UMP). Kebijakan
pemerintah yang sering berubah-ubah
membuat para pelaku usaha dan pekerja
kebingungan untuk mengikuti kebijakan
dari pemerintah.
Rendahnya kualitas etos kerja
para pencari kerja, sehingga kesulitan
untuk memasuki lapangan pekerjaan
yang membutuhkan keahlian serta
spesifikasi tertentu. Faktor-faktor lain
yang mempengaruhi masalah tingkat
pengangguran di Provinsi Jawa timur.
PENUTUP
Dari hasil penelitian mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pengangguran di provinsi jawa
timur selama kurun waktu 2005-2007
dapat diambil kesimpulan. Faktor upah
memiliki pengaruh yang positif terhadap
tingkat pengangguran di provinsi Jawa
Timur. Ini terjadi jika upah mengalami
kenaikan maka jumlah pengangguran
akan meningkat, hal ini terjadi karena
dengan adanya kenaikan upah maka
hanya sebagian perusahaan saja yang
mampu membayar sedangkan yang lain
belum tentu bisa membayar upah yang
diminta oleh pekerja. Jumlah
pengangguran yang bertambah akan
meningkatkan tingkat pengangguran.
Variabel pertumbuhan ekonomi
memliki pengaruh positif terhadap
tingkat pengangguran. Yang berarti
apabila pertumbuhan ekonomi
mengalami kenaikan sebesar satu maka
tingkat pengangguran akan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan
membuka kesempatan kerja baru
maupun pengangguran.
Analisis Faktor-Faktor yang …. (Rudi Saputro dan Aries Soelistyo)
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 2 Desember 2009 112
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2002:58, titik tolak pemikiran
yang kebenarannya diterima oleh
penyelidik.
Asep suryhadi. 2003. Kebijakan upah
minimum dan dampaknya
terhadap pasar tenaga kerja,
kongres ke XV, ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia (ISEI), BATU.
Bambang widianto. 2003. Tekanan berat
pada pasar tenaga kerja formal
Indonesia kongres ke XV, Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI),
BATU.
Boediono , 1999, teori pertumbuhan
ekonomi. BPFE, YOGYAKARTA.
BPS, berbagai terbitan. Jawa timur
dalam angka, biro pusat statistik,
SURABAYA
BPS, berbagai terbitan. SUSEMAS, Biro
pusat statistik, JAKARTA.
BPS, Indikator ketenagakerjaan mei
2008, CV Rioma, JAKARTA.
Djojo hadikusumo, sumitro, 1993,
Perkembangan pemikiran ekonomi
dasar teori ekonomi pertumbuhan
dan ekonomi pembangunan,
LP3ES. JAKARTA.
Irawan dan Suparmoko, 1997,
Ekonomika pembagunan, LP3ES,
JAKARTA.
Kuncoro Mudrajad, 1997. Ekonomi
pembangunan teori, masalah dan
kebijakan unit penerbit dan
percetakan akademi manajemen
perusahaan YKPN,
YOGYAKARTA.
LEMHANAS (Lembaga ketahanan
nasional) 1997. Ketahanan
nasional, balai pustaka
JAKARTA.
Lincolin Arsyad, 1999. Ekonomi
pembangunan, sekolah tinggi ilmu
ekonomi YOGYAKARTA.
Sadono sukirno, 1985, Ekonomi
Pembangunan (proses, masalah,
dan dasar kebijakan), Lembaga
penerbit FAKULTAS EKONOMI
UI, JAKARTA.
Siagian, H. 1982, Pembangunan
ekonomi dalam cita-cita dan
realita, Penerbit
Alumni/1982/Bandung,
BANDUNG.
Simanjutak payaman, 1998, Pengantar
ekonomi sumber daya manusia.
Lembaga penerbit fakultas
ekonomi Universitas Indonesia,
JAKARTA.
Sjarir dan Kuncoro, 1997, Ekonomi
Pembangunan (Teori, masalah,
dan kebijakan), UPP AMP YKIN,
YOGYAKARTA.
Tambunan, tulus, 1999, Perekonomian
Indonesia, Ghalia Indonesia,
JAKARTA.
Todaro, Michael P. 2000, Pembangunan
ekonomi dunia ketiga, terjemahan
Haris A. Munandar, Erlangga,
JAKARTA.
Perpustakaan Indonesia, Data
pertumbuhan ekonomi dan tingkat
upah, MALANG