978-979-756-962-4-984

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    1/10

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    2/10

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    3/10

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    4/10

    KONSELING LINTAS BUDAYA

    Penulis: Dr. Anak Agung Ngurah Adhiputra, M.Pd.

    Edisi Pertama  Cetakan Pertama, 2013

    Hak Cipta  2013 pada penulis,Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi bukuini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknikperekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

    Ruko Jambusari No. 7A

    Yogyakarta 55283Telp. : 0274-889836; 0274-889398Fax. : 0274-889057E-mail : [email protected]

    Adhiputra, Anak Agung Ngurah, Dr. M.Pd.

    KONSELING LINTAS BUDAYA/Dr. Anak Agung Ngurah Adhiputra, M.Pd.

    - Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2013

      viii + 210 hlm, 1 Jil.: 26 cm.

    ISBN: 978-979-756-962-4

    1. Pendidikan 2. Bidaya I. Judul

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    5/10

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenaan-Nya, kami dapat

    menyelesaikan buku: Konseling Lintas-Budaya. Penulisan buku ini berdasarkan pada kebutuhan

    para mahasiswa program studi psikologi Bimbingan dan Konseling terhadap wawasan yang

    lebih dalam dan luas untuk dapat memahami secara komprehensif tentang konseling lintas-budaya.

    Artinya, hingga saat ini perhatian terhadap konseling lintas-budaya di Indonesia masih sangat kurang,

    dan apa yang disajikan dalam penulisan buku ini diharapkan dapat merangsang minat mahasiswa

    terhadap berbagai perspektif budaya dalam konseling.

    Buku ini terdiri atas empat bab. Bab Pertama berisi pendahuluan yang menjelaskan landasankonseling lintas-budaya, muatan budaya dalam konseling, bias budaya dan konselor peka-budaya,

    persepsi terhadap pluralisme budaya, perspektif global konseling lintas-budaya, dan relevansi

    kebutuhan akan konseling lintas-budaya. Bab Kedua berisi kerangka umum konseling lintas-budaya.

    Bab ini menjelaskan pemahaman manusia sebagai suatu dinamika, budaya sebagai hak paten manusia,

    pewarisan dan perkembangan budaya, perilaku sosial dan kepribadian, berbagai pendekatan dalam

    layanan bimbingan, persoalan teoritis dalam psikologi konseling lintas-budaya, akulturasi dan kontak

    budaya, dan tiga contoh studi lintas-budaya. Bab Ketiga  berisi konsep tentang kebudayaan dan

    komunikasi sebagai elemen kebudayaan. Bab ini menjelaskan komunikasi antar-budaya, stereotipe,

    dan prasangka, komunikasi non-verbal & bahasa sebagai ekspresi kebudayaan, bahasa sebagai kendala

    dan pengaruh kebudayaan, kontak antar-budaya dan imigrasi & akulturasi, asimilasi dan identitasbudaya, membangun kebudayaan & identitas sub-kelompok, dan multikulturalisme dan komunikasi

    antar-budaya. Bab.Keempat  berisi konsep tentang konseling lintas-budaya. Bab ini menjelaskan

    tentang tema umum dan pendekatan tertentu konseling lintas-budaya, Sensitifitas budaya konseling,

    pertimbangan dalam konseling lintas-budaya, dan riset dan praktik konseling lintas-budaya.

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    6/10

    vi Konseling Lintas buday

    Buku yang mengupas tentang bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan teknik

    dan prosedur bimbingan dan konseling sudah banyak ditemukan, tetapi yang membahas tentang

    konseling lintas-budaya masih kurang dibahas dalam relasi konseling.

    Buku ini ditulis sebagai jawaban untuk memenuhi kebutuhan peningkatan profesi konselo

    terutama dalam pengembangan wawasan dan perspektif yang melatarbelakangi konseling lintas

    budaya. Karena itu, buku ini disajikan dalam upaya memberikan pemahaman mengenai perspekti

    bimbingan dan konseling dalam kaitan dengan perubahan sosial-budaya, dan mengkaji kaitan BK

    dengan berbagai perkembangan masyarakat kontemporer. Dengan demikian, BK dipahami bukan

    semata-mata berkenaan dengan hubungan konselor-klien dalam konteks mikro, melainkan meliput

     juga kekuatan-kekuatan lingkungan yang membentuk perilaku konselor dan klien dalam kontek

    makro dan bagaimana BK memberikan nuansa pada pemikiran dan praktik pendidikan.

    Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penulisan buku ini, terutama

    kepada Bapak Prof. Dr. H. Dedi Supriadi (alm) yang mengajar mata kuliah ‘konseling lintas-budayadi program Doktor UPI Bandung, telah banyak memberikan rangsangan bagi penulis untuk selalu

    menyadari kiprah profesi seorang konselor yang selalu peka terhadap budaya klien yang dilayaniny

    dan konselor tidak harus memahami semua budaya klien, penulis mengucapkan banyak terima kasih

    Semoga buku ini dapat menambah pemahaman dan wawasan kita tentang semakin pentingny

    konseling lintas-budaya dan fokus yang diberikan pada situasi di Indonesia dan bagaimana konselin

    yang didasari kesadaran akan pluralisme budaya dapat memberikan kontribusi pada percapaian

    tujuan pendidikan.

    Bandung, Oktober 2013

    Penulis

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    7/10

    DAFTAR ISI

     

    KATA PENGANTAR v

    DAFTAR ISI vii

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1. Landasan Konseling Lintas Budaya 1

    2. Muatan Budaya dalam Konseling 3

    3. Bias Budaya dan Konselor Peka - Budaya 54. Persepsi terhadap Pluralisme Budaya 13

    5. Perspektif Global Konseling Lintas-Budaya 21

    6. Relevansi kebutuhan akan Konseling Lintas Budaya di Indonesia 28

    BAB II KERANGKA UMUM KONSELING LINTAS BUDAYA 31

    1. Memahami Manusia Sebagai Suatu Dinamika 31

    2. Budaya Sebagai Hak Paten Manusia 38

    3. Pewarisan dan Perkembangan Budaya 43

    4. Perilaku Sosial dan Kepribadian 465. Berbagai Pendekatan dalam Layanan Bimbingan 53

    6. Persoalan Teoritis dalam Psikologi Konseling Lintas-Budaya 63

    7. Akulturasi dan Kontak Budaya 67

    8. Tiga Contoh Studi Lintas-Budaya 72

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    8/10

    viii Konseling Lintas buday

     

    BAB III KEBUDAYAAN DAN KOMUNIKASI SEBAGAI ELEMEN BUDAYA 77

    1. Komunikasi Antar-Budaya, Stereotipe, dan Prasangka 77

    2. Komunikasi Non-verbal & Bahasa sebagai Ekspresi Kebudayaan 87

    3. Bahasa Sebagai Kendala dan Pengaruh Kebudayaan 95

    4. Kontak Antar-Budaya dan Imigrasi & Akulturasi 104

    5. Asimilasi dan Identitas Budaya 115

    6. Membangun Kebudayaan & Identitas Sub-Kelompok 131

    7. Multikulturalisme dan Komunikasi Antar-Budaya 142

    BAB IV KONSELING LINTAS BUDAYA 155

    1. Tema Umum dan Pendekatan Tertentu 155

    2. Sensitifitas Budaya dalam Konseling (Cultural Sensitivities in Counseling ) 166

    3. Pertimbangan dalam Konseling Lintas-Budaya 175

    4. Riset dan Praktik Konseling Lintas-Budaya 198

    DAFTAR PUSTAKA 203

    BIOGRAFI PENULIS 207

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    9/10

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Landasan Konseling Lintas Budaya

    Dalam konseling lintas budaya, budaya atau kebudayaan (culture) meliputi tradisi, kebiasaan,

    nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan dan berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan

    diwariskan dari generasi ke generasi serta memberikan identitas pada komunitas pendukungnya

    (Prosser, 1978). Secara singkat dapat pula diartikan bahwa budaya adalah pandangan hidup

    sekelompok orang (Berry, dkk.,1998), atau dalam rumusan yang lebih umum adalah “cara kita

    hidup seperti ini”, the way we are, yang diekspresikan dalam cara (sekelompok orang) berpikir,

    mempersepsikan, menilai, dan bertindak. Kata “sekelompok orang” (a group of people) perlu digarisbawahi untuk menunjukkan bahwa budaya selalu menunjukkan pada ciri-ciri yang melekat pada

    kelompok, tidak pada (seseorang) individu.

      Memang ada istilah yang dikenal dengan “ private culture” yang menunjuk pada dunia

    pribadi seseorang yang unik, atau pola-pola perilaku yang sangat bersifat pribadi, yang oleh Kurt

    Lewin disimbulkan dengan “P” (the person) dan oleh Carl Rogers disebut “the Self ”. Akan tetapi

    konsep “budaya pribadi” bukan yang dimaksudkan dalam penulisan ini yang lebih menekankan pada

    “budaya kelompok”. Bahkan dapat diasumsikan bahwa budaya pribadi itu sendiri pada dasarnya

    sangat dipengaruhi oleh refleksi dari budaya kolektif. Pengertian kelompok atau kolektif pun bisa

    berarti luas; ia bisa berupa kelompok peradaban, bangsa, ras,etnik, agama, sekte, pemakai bahasa,

    hingga kelompok partai politik, profesi atau kampus dan komunitas lainnya yang memiliki keunikan

    sendiri dan membentuk subkultur (subculture) dalam cakupan culture yang lebih luas. Budaya UPI,

    misalnya, dalam banyak hal berbeda dengan ITB dan Unpad; begitu juga budaya UI berbeda dengan

    UGM, UNAIR, dan UNUD; budaya komunitas profesi pendidikan berbeda dengan kedokteran,

    pengacara, dan psikolog; budaya PDI- P berbeda dengan PKB, PPP, PAN, Golkar, Demokrat, dan

    seterusnya.

  • 8/18/2019 978-979-756-962-4-984

    10/10

    2 Konseling Lintas buday

    Selanjutnya, menggunakan istilah “konseling lintas budaya” (cross-cu

    ture) ada juga istilah-istilah yang popular yang menunjukkan pada arti yang

    kurang lebih sama dan digunakan secara berganti-ganti dalam bidang ini, yaitu

    multi-kultural, inter-kultural, dan trans-kultural . Dalam hal ini penulis menggunakan istilah “lintas-budaya” untuk menegaskan adanya saling hubungan

    antar-budaya yang beragam, lebih dari sekedar terdapatnya diversitas budaya

    itu sendiri.

    Adapun yang dimaksud dengan konseling lintas budaya (cross-cultura

    counseling, counseling across cultures, multicultural counseling ) adalah kon

    seling yang melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar belakang bu

    daya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadi

    nya bias-bias budaya (cultural biases) pada pihak konselor yang mengakibatkan

    konseling tidak berjalan efektif (Draguns, 1986: Pedersen, 1986: dalam pidato

    pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. H. Dedi Supriadi, 2001). Agar berjalan efek

    tif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan

    diri dari bias-bias budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang re

    sponsif secara kultural. Dari segi ini, maka konseling pada dasarnya merupakan

    sebuah “perjumpaan budaya” (cultural  encounter ) antara konselor dan klien

    yang dilayaninya. Dalam konteks persekolahan, Yagi (1998) mengemukakan:

    By developing an awareness of the culturally diverse student population …,an understanding of cultural variables and values of students from culturallydiverse backgrounds, and a repertoire of culturally responsive skills, the

    school counselor can address cultural issues that affect the developmentneeds of children and youth … The culturally responsive school counseloruses acquires awareness, knowledge, and skills in multicultural contextto meet the academic, career, and personal/social development needs ofstudents from culturally diverse environment (h. 2-3).

    Seperti halnya pada kajian-kajian lintas-budaya umumnya, pengertian d

    atas berlaku untuk konseling antar-budaya (intercultural counseling ), konselin

    multi-budaya (multicultural counseling ), atau konseling trans-budaya (transcu

    tural counseling ) yang digunakan secara berganti-ganti dalam berbagai literatu

    untuk maksud yang sama. Disamping itu, dalam berbagai literatur digunakan

    pula istilah konseling untuk populasi khusus (counseling for special populations) dan konseling multi-etnik (multi-ethnic counseling ), konseling untu

    mahasiswa internasional (counseling for international students) yang melipu

    isu-isu yang sama dengan istilah yang lebih umum: “konseling lintas budaya”.

    Di samping itu, konseling lintas budaya meliputi isu tentang penerapan

    dan implikasi teori-teori, pendekatan-pendekatan dan prinsip-prinsip konseling