Upload
ledung
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Karakterisasi Wortel Segar
Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan
perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan
terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan. Analisis proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan atau produk seperti kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak. Informasi kandungan nilai gizi suatu produk sangat penting untuk
mengetahui jumlah kalori yang terdapat pada suatu produk. Selain itu, bagi konsumen yang tidak
mengonsumsi makanan berlemak tinggi atau memiliki penyakit kolesterol, berat badan tidak normal
(obesitas), dan lain-lain dapat mengetahui apakah suatu produk baik untuk dikonsumsi atau tidak
dilihat dari kadar lemak yang terkandung dalam produk tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wortel segar. Kandungan gizi dari produk dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis proksimat sayur wortel
Komponen Hasil (% bb)
Air 88.20
Abu 0.60
Protein 0,46
Lemak kasar 0.05
Serat Kasar 0.14
Air merupakan komponen yang mempunyai peranan penting dalam sayur untuk siklus
reproduksi dan proses fisiologi sehingga air akan mempengaruhi lama umur simpan sayur. Wortel
merupakan salah satu sayuran yang mempunyai kandungan air tinggi, dapat dilihat dari Tabel 3.
Kandungan air sayuran dan buah-buahan pada umumnya berkisar antara 80-90%. Kadar air hasil
penelitian yang diperoleh adalah 88,20%. Nilai tersebut sama seperti literatur dari Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI (1995).
Menurut Desrosier (1988), abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki
ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan bisa
mengalami perubahan, namun cenderung tetap. Hasil analisis kadar abu wortel adalah sebesar 0, 60%.
Rendahnya kadar abu pada wortel ini menunjukkan bahwa jumlah mineral-mineral organik yang
terkandung pada produk cukup rendah sehingga produk ini baik untuk dikonsumsi.
Wortel merupakan salah satu sayuran yang kandungan lemaknya rendah. Dapat dilihat pada
Tabel 3, bahwa kadar lemak wortel yaitu 0.05 (% bb). Selain lemak kandungan yang rendah dalam
sayuran wortel adalah protein dan serat. Nilai tersebut lebih rendah dari Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI (1995) sebesar 0,74%. Perbedaan nilai kadar protein ini dapat disebabkan oleh
lingkungan hidup komoditas wortel tersebut.
15
2. Pemilihan Metode Pembekuan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan “trial and error” proses pembekuan. Proses
tersebut diawali dengan mengupas wortel segar dan membentuk wortel tersebut menjadi bentuk
bunga, lalu mencuci dengan air. Wortel yang telah bersih dan telah ditiriskan, kemudian diiris dengan
ukuran ±5mm. Kemudian wortel yang telah diiris dilakukan pembekuan dengan dua parameter yaitu
pembekuan menggunakan CO2 kering dan pembekuan menggunakan freezer (-18oC). Setelah itu
diamati kecepatan pembekuan, suhu akhir produk, keseragaman pembekuan dan penampakan
permukaan. Dari hasil percobaan “trial and error” proses pembekuan diperoleh metode pembekuan
terbaik yaitu dengan menggunakan freezer (-18oC). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer
(-18oC) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu
menggunakan freezer (-18oC) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan
permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering
perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering. Jadi dapat
disimpulkan pembekuan yang digunakan adalah dengan menggunakan freezer (-18oC).
Tabel 4. Hasil metode pembekuan dengan CO2 kering dan freezer
Parameter CO2 kering freezer
Kecepatan pembekuan >15 jam 10-15 jam
Suhu akhir produk -9 oC -18oC
Keseragaman pembekuan
Penampakan permukaan
Tidak seragam
Kurang baik
Seragam
Baik
B. PENELITIAN UTAMA
1. Pengaruh Proses Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan sayuran wortel,
sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita
waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, maupun khamir pada produk pangan,
yang mempercepat proses kebusukan. Dengan pembekuan, makanan akan lebih awet karena aktivitas
mikroba terhenti dan aktivitas enzim juga terhambat. Terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan hasil pertanian yang beku disebabkan karena air tidak tersedia lagi, sedangkan
terhambatnya laju reaksi-reaksi kimia disebabkan karena sistem larutan telah berubah menjadi padat
sehingga air tidak lagi berfungsi sebagai zat pelarut. Dibandingkan dengan pengalengan, teknologi
pembekuan lebih dapat mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan apabila dilakukan
dengan benar (Desrosier, 1988). Irisan wortel yang telah di coating, kemudian dilakukan pembekuan
pada freezer (-18oC) selama 10-15 jam. Lamanya waktu pembekuan dapat mengakibatkan pencegahan
pertumbuhan mikroba dan penghambatan aktivitas enzim juga berlangsung lambat. Setelah
dibekukan, pada irisan wortel terlihat seperti adanya lemak yang menempel dan terbentuk kristal es
yang berukuran besar yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan. Sedangkan kondisi
irisan wortel beku setelah di thawing memiliki karakteristik berbeda dengan wortel segar yaitu irisan
wortel beku memiliki tekstur yang lebih lunak dan kenyal. Hal ini terjadi karena suhu pembekuan
yang kurang rendah dan waktu pembekuan yang tergolong relatif lambat sehingga dapat menyebabkan
kerusakan mekanis yang menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor
16
pada irisan wortel. Pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi
pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi
osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan dinding sel sehingga menyebabkan
kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan irisan wortel,
menyebabkan hilangnya water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat
diserap kembali oleh jaringan irisan wortel beku.
Gambar 3. Pembekuan irisan wortel
2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan
Penentuan perubahan mutu irisan wortel beku selama penyimpanan didasarkan atas perlakuan
coating berbagai jenis minyak (minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan
minyak jagung) dan kemasan (vakum dan normal). Karakteristik irisan wortel beku yang diamati
dalam penelitian ini adalah susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan warna.
a. Susut Bobot
Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang menggambarkan
tingkat kesegaran hasil pertanian. Perubahan susut bobot yang semakin tinggi menunjukkan bahwa
tingkat kesegaran bahan pertanian sudah semakin berkurang. Menurut Purwoko dan Juniarti (1998),
persentase susut bobot mengalami peningkatan selama pemasakan hasil pertanian. Hal ini disebabkan
karena hasil pertanian mengalami kehilangan air karena aktivitas respirasi dan transpirasi. Menurut
Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel
seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan
air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada
komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada
kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan
meningkat sejalan meningkatnya temperatur.
Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 4, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan
95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap susut bobot. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai perubahan % susut
bobot meningkat selama penyimpanan. Susut bobot meningkat dari 0.00% hingga 0.14%. Peningkatan
17
nilai susut bobot tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak
jagung dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai susut bobot terendah yaitu terdapat pada
irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak minyak sawit kemasan normal.
(a)
(b)
Gambar 4. Grafik perubahan % susut bobot irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum, dan (b) normal selama penyimpanan
Penyebab utama susut bobot hasil pertanian adalah kehilangan air atau transpirasi selama
penyimpanan dan dapat juga disebabkan oleh terjadinya evaporasi. Evaporasi ini dikarenakan
penyimpanan irisan wortel beku di freezer akan kehilangan air karena udara di dalam ruang pendingin
terlalu kering (RH-nya rendah) maka air dari wortel yang ada di ruang pendingin akan menguap untuk
mencapai keseimbangan dan wortel memiliki kadar air yang tinggi sehingga terjadi evaporasi.
Akibatnya, terjadi pengerutan atau layu, pengeringan, pengerasan dan susut bobot. Hal ini diperjelas
y = ‐0,000x
y = 0,001x
y = 0,002x
y = 0,001xy = 0,001x
‐0,1
‐0,05
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 10 20 30 40 50 60
% s
usut
bob
ot
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
y = 0,001x
y = 0,000x
y = 0,002x
y = 0,001x
y = 0,003x
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0 10 20 30 40 50 60
% S
usut
bob
ot
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
18
oleh Ryall dan Lipton (1983) yang menyatakan bahwa kehilangan air dari komoditas selain
dipengaruhi oleh suhu dipengaruhi juga oleh kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya. Susut bobot
yang berlebihan dari komoditas menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga kesegarannya pun
berkurang. Susut bobot yang semakin besar dengan semakin lamanya penyimpanan terjadi bukan
hanya kehilangan air selama proses transpirasi, tetapi dapat diakibatkan oleh kehilangan karbon
selama respirasi komoditas (Saesarsono, 1981). Menurut Woodroof (1982), untuk sebagian besar
sayuran susut bobot sekitar 3-6% dapat menyebabkan hilangnya kualitas dan pada sebagian kecil
sayuran susut bobot sebesar 10% menyebabkan sayuran tidak berharga lagi. Sedangkan Pantastico et
al. (1986) menyatakan bahwa batas kriteria kehilangan air sebesar 5-10% dari berat semula dapat
menyebabkan sayuran tidak laku dijual. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pembuatan produk
irisan wortel beku selama penyimpanan sampai hari ke 54 masih layak untuk di konsumsi dan dijual.
b. Kekerasan
Selama dalam penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, dan akan terjadi perubahan sifat
fisik. Penyimpanan yang dilakukan pada produk menyebabkan terjadinya perubahan kekerasan.
Selama pembekuan terbentuk kristal-kristal es yang besar yang akan membentuk pori-pori pada
produk yang akan menyebabkan tekstur produk kurang kompak. Menurut Muchtadi (1992), kekerasan
hasil pertanian menurun karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi. Protopektin menurun
jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam air. Sedangkan Szczesniak (1998)
berpendapat perubahan tekstur hasil pertanian selama penyimpanan terutama disebabkan perubahan
lamela tengah dan dinding sel primer yang disebabkan enzim pendegradasi serta pelarutan materi
pektin. Kondisi ini mendorong pemisahan sel dan berkurangnya ketahanan terhadap tekanan dari luar.
Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau
produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Kekerasan irisan wortel beku diukur
dengan menggunakan penetrometer dengan prinsip bahwa semakin besar jarak penembusan probe
(mm/s), nilai kekerasan semakin berkurang atau kelunakan semakin bertambah. Karena semakin lunak
sayur, probe penetrometer akan semakin mudah menembus sayur. Berikut merupakan gambar
perubahan kekerasan irisan wortel beku selama dalam kemasan vakum dan normal selama
penyimpanan.
(a)
y = 0.043x
y = 0.050xy = 0.051xy = 0.052x
y = 0.047x
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 10 20 30 40 50 60
Kek
eras
an (
mm
/s)
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
19
(b)
Gambar 5. Grafik perubahan kekerasan irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 5, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan
95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap kekerasan irisan wortel beku. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai
perubahan kekerasan meningkat atau dengan kata lain kekerasan irisan wortel beku menurun selama
penyimpanan. Kekerasan meningkat dari 1.00 mm/s hingga 3.24 mm/s. Peningkatan nilai kekerasan
tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak jagung dan
kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai kekerasan terendah yaitu terdapat pada irisan wortel
beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan menggunakan kemasan vakum.
Penilaian kekerasan untuk masing-masing produk mengalami peningkatan dengan lamanya
penyimpanan, dari grafik diatas memperlihatkan bahwa semakin lama penyimpanan maka kekerasan
menurun. Kekerasan irisan wortel beku pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih
lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor
pada irisan wortel. Jaringan wortel disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil, yang
integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel (dinding sel dan
lamela tengah) dan tekanan turgor sel ditentukan oleh kandungan air dalam vakuola (Chassagne-
Berces et al, 2009). Menurut Delgado et al (2005) tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat
kekerasan, dimana vakuola dan membran sel dapat mencegah terjadinya osmosis. Berdasarkan hasil
penelitian Chassagne et al (2009), pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan
sebesar 54% untuk pembekuan pada suhu -80˚C, 79% untuk pembekuan pada suhu -20˚C, dan 99%
untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing. Pada penilitian ini dilakukan
pembekuan pada suhu -18˚C dan waktu pembekuan 10-15 jam. Kurang cepatnya pembekuan menjadi
kelemahan penelitian ini sehingga sebaiknya menggunakan pembekuan cepat dan thawing lambat
yaitu dengan menggunakan alternatif pembekuan dengan blast freezer dan nitrogen cair. Pembekuan
dengan menggunakan blast freezer mempunyai kelebihan yaitu kristal es yang bentuk lebih kecil
sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga
berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti, selain itu dengan pembekuan cepat dapat
terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Begitu juga pembekuan dengan menggunakan nitrogen cair
y = 0.050x y = 0.050xy = 0.052x
y = 0.047x
y = 0.055x
00,51
1,52
2,53
3,54
4,5
0 10 20 30 40 50 60
Kek
eras
an (
mm
/s)
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
20
memiliki kelebihan yaitu mempunyai titik didih -195,8˚C, mempunyai kemampuan membekukan
bahan organik relatif efektif dibandingkan dengan pendingin berbahan amoniak maupun freon, pada
pembekuan cepat laju penguapan panas berjalan sangat cepat, sehingga jumlah inti kristal yang
terbentuk banyak dan kecil. Pada pembekuan pangan, kristal es yang semakin kecil agar dapat
terdistribusi lebih merata sangat diharapkan. Pembekuan dengan nitrogen cair pada beberapa tingkatan
pernah dilakukan untuk jus ceri dan apricot, dimana dengan pembekuan ini sifat fisiko kimia bahan
dapat dipertahankan. Hal ini diperjelas oleh Thajadi (2011) pengawetan dengan pembekuan terdiri
dari dua proses yaitu pembekuan pangan pada umumnya -40˚C dengan waktu 2-3 jam, kemudian
penyimpanan beku makanan tersebut pada suhu -18˚C.
Selain itu, kekerasan irisan wortel dapat disebabkan karena perubahan kekerasan terkait erat
dengan proses kehilangan air dan akibat degradasi pektin yang tidak larut air (protopektin) menjadi
pektin yang larut air. Zat-zat pektin yang terdapat dalam dinding sel dan lamela tengah berfungsi
sebagai bahan perekat. Zat-zat tersebut merupakan turunan poligalakturonat dan terdapat dalam
bentuk protopektin, asam-asam pektonat, pektin, dan asam pektat. Jumlah zat-zat pektat bertambah
selama perkembangan wortel. Pada waktu sayuran menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat
yang larut meningkat, sedangkan jumlah zat pektat sebelumnya menurun. Dengan perubahan pektin,
kekerasan sayuran menurun.
c. Total Padatan Terlarut
Sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan dan energi, yang selanjutnya
digunakan untuk menjalankan aktivitas sisa hidupnya. Oleh karena itu, dalam proses pematangan,
kandungan padatan seperti gula dan karbohidrat selalu berubah. Peningkatan total padatan terlarut
selama penyimpanan disebabkan karena terjadinya degradasi pati menjadi gula sederhana, sedangkan
penurunan disebabkan karena gula tersebut digunakan sebagai substrat respirasi untuk menghasilkan
energi.
(a)
y = ‐0.045x
y = ‐0.058x
y = ‐0.033x
y = ‐0.052x
y = ‐0.018x
‐2
‐1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 10 20 30 40 50 60
Tot
al p
adat
an te
rlar
ut (
Bri
x)
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
21
(b)
Gambar 6. Grafik perubahan % total padatan terlarut irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan
Kandungan utama total padatan terlarut wortel adalah gula. Komponen gula reduksi dan gula
total pada wortel menyebabkan wortel terasa manis. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran
6, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak memberikan
pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut irisan wortel beku. Sedangkan penggunaan kemasan
dan interaksi minyak dengan kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai total
padatan terlarut. Berdasarkan uji lanjut LSD, perlakuan kontrol dan minyak sawit memberikan
pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut dan mempunyai nilai rata-rata tertinggi dengan
perlakuan minyak lainnya. Namun, untuk perlakuan dengan menggunakan coating minyak jagung,
minyak kedelai dan minyak kelapa tidak memberikan pengaruh nyata. Pada Gambar 6 diperoleh
bahwa rata-rata total padatan terlarut tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan
menggunakan perlakuan kontrol, sedangkan rata-rata terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku
dengan menggunakan minyak jagung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan 54 hari, total padatan terlarut
cenderung menurun. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu
penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi
kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan.
Selain itu dimungkinkan karena terjadi dehidrasi dan kandungan gula mengalami penurunan sehingga
nilai total padatan terlarut juga menurun (Gambar 6). Selama pembekuan, terjadi penurunan minimal
kandungan total padatan terlarut (Bartolome et al.,1995). Pada saat proses pembekuan membutuhkan
waktu yang lama sehingga akan terjadinya kerusakan jaringan yang menyebabkan pecahnya sel.
Setelah dilakukan thawing irisan wortel akan tercuci yang mengakibatkan keluarnya air dan
komponen lain. Sehingga nilai padatan terlarut menurun selama penyimpanan. Selain itu penurunan
nilai total padatan terlarut juga terjadi karena selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim dan mikroba
tahan suhu beku yang merusak dan menguraikan zat-zat gizi sehingga mengakibatkan penurunan total
padatan terlarut (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Pada penelitian ini, produk irisan wortel beku
dengan kandungan total padatan terlarut yang berkisar sekitar 4 brix hingga 6 brix masih bagus dan
secara organoleptik masih dapat diterima konsumen.
y = ‐0,047x + 6
y = ‐0,034x + 6
y = ‐0,047x + 6
y = ‐0,047x + 6
y = ‐0,039x + 6
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 10 20 30 40 50 60
Tot
al p
adat
an te
rlar
ut (
Bri
x)
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
22
d. Warna
Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan. Peranan itu
sangat nyata terhadap daya tarik, tanda pengenal dan sebagai atribut mutu. Selain itu warna dapat
memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan
pengkaramelan. Intensitas kecerahan warna irisan wortel beku diukur dengan alat chromameter
dengan menggunakan notasi L menurut Hunter (Soekarto, 1990).
(a)
(b)
Gambar 7. Grafik perubahan warna irisan wortel beku selama penyimpanan terhadap kemasan (a)vakum dan (b) normal
Selama penyimpanan, nilai hue irisan wortel beku memiliki kecenderungan meningkat.
Peningkatan nilai hue masih berada pada nilai kisaran sudut 0˚-90˚ yang menunjukkan warna merah,
y = 0.029x
y = 0.034x y = 0.033x
y = 0.035x
y = 0.054x
66,567
67,568
68,569
69,570
70,571
0 10 20 30 40 50 60
War
na (
Hue
)
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
y = 0.022x
y = 0.044x
y = 0.060x
y = 0.033x
y = 0.043x
66
67
68
69
70
71
72
0 10 20 30 40 50 60
War
na (
Hue
)
Lama pengamatan (hari)
Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa
Minyak kedelai Minyak jagung
23
orange, dan kuning (Anonymous, 2003). Peningkatan nilai hue menunjukan bahwa irisan wortel beku
mengalami perubahan warna dari orange memudar menjadi kuning. Seperti juga yang terjadi pada
tomat dan wortel seperti yang dilakukan oleh (Patras et al., 2009).
Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan
95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi antara minyak dengan kemasan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap warna irisan wortel beku. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa
nilai perubahan warna meningkat selama penyimpanan. Nilai warna (Hue) meningkat dari 67.74 Hue
hingga 70.88 Hue. Peningkatan nilai Hue tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan
menggunakan coating minyak kelapa dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai Hue
terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan
menggunakan kemasan normal.
Warna orange pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karatenoid adalah kelompok pigmen non
polar yang menyebabkan warna orange pada wortel. Tanaman yang mengandung karbohidrat rendah
biasanya mengandung karetenoid sedikit, kecuali pada wortel dan ubi jalar. Kandungan karetenoid
setelah panen semakin rendah, karena sintesa karatenoid tidak terjadi setelah panen. Pada hasil
pertanian yang disimpan pada suhu rendah, terutama suhu chilling injury, sintesa karatenoid tidak
sebanyak yang dihasilkan pada hasil pertanian yang disimpan pada suhu kamar (Thomas, 1975 dalam
Mitra, 1997).
Persyaratan warna bagi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk pembekuan cepat sangat berbeda
dengan yang diperuntukkan pengalengan, oleh karena pada pembekuan dengan cepat kemungkinan
perubahan klorofil menjadi feofitin sangat kecil, tidak ada perubahan nyata pada leukoantosianin, dan
terlalu sedikitnya aliran antosianin dari buah ke cairan sirup. Meskipun demikian, warna dan
kenampakan merupakan atribut mutu yang sangat penting bagi hasil pertanian yang berasal dari pohon
yang tidak mengalami pemucatan, yang dibekukan, dan yang dipotong-potong, sebab hasil pertanian
itu akan menjadi perang oleh pengaruh enzin bila tidak dibekukan lagi (Pantastico, 1986).
3. Daya Terima Irisan Wortel Beku Selama Penyimpanan (Organoleptik)
Pengujian yang biasa dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen yang umum
dilakukan biasa disebut dengan uji organoleptik. Uji ini menggunakan panelis yang mempunyai
tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang akan menilai
dan memberikan kesan secara subyektif berdasarkan prosedur yang diujikan. Oleh karena itu, uji
organoleptik merupakan uji yang bersifat subyektif. Dalam pengujian ini yang menjadi panelis adalah
panelis semi terlatih dengan jumlah 30 orang.
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan konsumen. Dalam uji
ini, panelis diminta mengungkapkan anggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan
dengan skala hedonik. Metode yang digunakan adalah median extention. Pengujian akan dilakukan
terhadap warna, aroma, dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan untuk produk irisan wortel beku
dikonversikan dalam angka yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5
(sangat suka). Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, dan tekstur. Formulir
pengujian organoleptik irisan wortel beku dapat dilihat pada Lampiran 8.
a. Warna
Sifat mutu visual menjadi perhatian utama konsumen terhadap suatu produk yang baru
dikenalnya. Warna merupakan bentuk visual yang menjadi daya tarik suatu produk. Walaupun tidak
24
menunjukkan nilai gizi dan nilai fungsionalnya, akan tetapi warna memberikan kesan pertama
terhadap pandangan konsumen mengenai produk tersebut. Dengan demikian produk tersebut harus
memiliki warna yang khas agar banyak digemari konsumennya.
Warna irisan wortel beku yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar kuning kemerahan
(orange). Warna orang pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karotenoid adalah kelompok senyawa
yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu (tanpa
atom oksigen dalam molekulnya) yang berwarna orange yang terdapat pada wortel dan xantofil
(mempunyai atom oksigen dalam molekulnya) terdapat pada jagung (Muchtadi dan Sugiono, 1992).
Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna irisan wortel beku. Pada saat
penyimpanan nilai kesukaan warna dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel
beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi
didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan
perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai warna terbaik. Warna yang dihasilkan pada
saat organoleptik yaitu warna khas wortel/orange. Warna wortel yang relatif tidak berubah sangat
diharapkan oleh konsumen karena indikasi bahwa komoditas masih baik. Menurut Tindall (1987)
wortel yang mutunya baik adalah wortel yang berwarna kuning tua sampai orange.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, tingkat
kesukaan panelis terhadap warna menurun. Menurut Buckle et al. (1987), selama pembekuan dan
penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel termasuk enzim dan substratnya meningkat,
jadi kecepatan aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu rendah.
Melindungi produk terhadap udara dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu yang lebih
rendah, akan sangat mengurangi laju oksidasi dan perubahan warna.
b. Aroma
Komponen yang menyebabkan aroma pada sayuran antara lain ester-ester, alkohol, aldehid,
asam, keton, diasetil, asetilkarbinol, dan geraniol (Apandi, 1984). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi
(1997) kantong minyak dalam ruang antar sel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak
esensial yang menyebabkan aroma yang khas pada wortel. Berdasarkan analisis menggunakan median
extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%
(α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan
aroma irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai organoleptik aroma dengan teknik thawing
tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga,
nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan
coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan
wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai aroma terbaik.
Aroma yang dihasilkan pada saat organoleptik yaitu aroma khas wortel. Aroma yang khas pada irisan
wortel menunjukkan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam irisan wortel
lebih banyak. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim
pembentuk flavor (Alabran dan Mubrouk, 1973). Selama penyimpanan produk terbaik yang disimpan
selama 54 hari cenderung turun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu
penyimpanan maka aroma produk terbaik cenderung semakin sedikit disukai oleh panelis.
Selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es pada irisan wortel beku. Pada saat
produk di thawing (dilelehkan) kristal-kristal es itu mencair dan melarutkan komponen-komponen
25
pembentuk aroma sehingga aromanya sedikit berubah. Seperti perubahan citarasa, perubahan aroma
juga disebabkan oleh proses oksidatif oleh oksigen atau enzim pada produk lemak (Ilyas, 1993).
c. Tekstur
Penilaian organoleptik tekstur dari bahan hasil pertanian biasanya dihubungkan dengan “kesan
mulut”. Wortel yang bertekstur renyah sangat diharapkan konsumen karena menunjukkan wortel
masih segar dan wortel tidak akan rusak atau berubah bentuk bila diolah lebih lanjut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tindall (1987) yang menyatakan bahwa wortel yang mutunya baik adalah wortel
yang renyah. Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan tekstur irisan wortel beku. Pada saat
penyimpanan nilai kesukaan tekstur dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel
beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi
didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan
perlakuan coating minyak jagung karena mempunyai tekstur terbaik. Akan tetapi tekstur irisan wortel
dengan teknik thawing memiliki tekstur yang lembek/lunak tidak renyah seperti wortel segar. Hal ini
dikarenakan setelah sayur dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran
tersebut, yaitu proses respirasi dan enzim-enzim yang masih aktif bekerja. Kerja enzim tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang
merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari
keras menjadi lunak. Selain itu dikarenakan pada saat proses pembekuan suhu yang digunakan kurang
rendah, sehingga waktu yang diperlukan untuk pembekuan kurang cepat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, maka tekstur
semakin menurun. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pembekuan terbentuk kristal-kristal es
pada produk. Pada saat produk di thawing (dilelehkan), kristal-kristal es tersebut mencair dan
membebaskan zat alir (drip) sehingga teksturnya menurun. Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan
pembekuan cepat dan proses thawing yang lambat. Menurut Ilyas (1993), penyebab utama dari
perubahan tekstur adalah ketiadaan kemampuan pada jaringan produk yang dibekukan untuk menahan
air. Air pada produk beku mudah bebas selama pelelehan dan pemasakan.