Upload
dangnhu
View
253
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR
PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
AA AYU DWI ADELIA YASMIN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
TESIS
NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR
PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
AA AYU DWI ADELIA YASMIN 1014138102
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2015
NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC
EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR
PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
AA AYU DWI ADELIA YASMIN 1014138102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 9 FEBRUARI 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. dr. Ketut Rina Sp.PD, SP.JP (K) Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH NIP. 19470610 197802 1 002 NIP. 19560707 198211 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik-Combine Degree Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) NIP. 195902151985102001
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP 19461213 197107 1001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 9 Februari 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 316/ UN14.4/ HK/ 2015, Tanggal 29 Januari 2015
Ketua : DR. dr. I Ketut Rina Sp.PD, Sp.JP (K) Anggota :
1. Prof. DR. dr. I Gede Raka Widiana Sp.PD-KGH
2. Prof. DR. dr. I Wayan Wita, Sp.JP (K)
3. DR. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes
4. dr. Ketut Badjra Nadha, Sp.JP (K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terwujudnya tesis yang berjudul “Nilai Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA)” tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak, sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada:
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk menjadi mahasiswa program pasca sarjana, program studi kekhususan kedokteran klinik (combined degree).
3. Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree), Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And.,FAACS, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pasca Sarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree).
4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. A.A.A Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.
5. Kepala Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran VaskularFakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Dr. IGN Putra Gunadhi, SpJP(K) yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UNUD/RSUP Sanglah dan telah memberikan dukungan, semangat serta masukan selama pembuatan tesis.
6. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-I) Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Prof. Dr. dr. Wayan Wita, SpJP(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan dukungan sejak awal sampai akhir pendidikan penulis. Terima kasih karena telah menjadi orang tua yang senantiasa mengarahkan, membimbing dan memberikan dukungan selama penulis menjalani pendidikan PPDS I Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.
7. DR. dr. I Ketut Rina, Sp.PD, Sp.JP (K) selaku pembimbing pertama yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta perhatian yang tinggi untuk memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.
8. Prof. DR. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH selaku pembimbing kedua yang dengan kesediaan penuh meluangkan waktu, tenaga, dan perhatian yang tinggi untuk membimbing penulis dengan sabar, terutama dalam masalah statistik, sehingga penulis dapat mengerti dengan baik dan menyelesaikan tesis ini.
9. dr. Ketut Badjra Nadha, Sp.JP (K) selaku Ketua Divisi Non Invasif yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga berhubungan dengan penelitian ini serta menjadi salah satu observer dalam pengukuran nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang merupakan variabel sentral dalam penelitian ini sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik.
10. Seluruh staf pengajar Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah mendidik, memberikan kesempatan, ijin, serta fasilitas kepada penulis untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Kardiologi dan Kedokteran Vaskular serta menyelesaikan tesis ini.
11. Ketua Tim dan anggota Tim Penguji tesis ini yang telah memberikan pemecahan serta masukan yang bermanfaat guna perbaikan tesis ini.
12. Yang teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta, Ir. IGA Ngurah Oka dan AA Ayu Indrawaty SS, yang telah memberikan, doa, kasih sayang tanpa batas, semangat, dan dukungan moril materil kepada penulis selama mengikuti pendidikan ini sehingga dapat dijalani dengan lancar.
13. dr. IB Rangga Wibhuti, Sp.JP, sebagai senior dan rekan seperjuangan yang telah banyak memberikan semangat untuk berjuang menyelesaikan tesis ini, serta mau meluangkan waktu dan tenaga untuk menjadi salah satu observer dalam pengukuran nilai MAPSE dan nilai TAPSE sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik.
14. dr. Vianney Tedjamulia, sebagai rekan PPDS yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, dari memasukkan variabel MAPSE dan TAPSE ke alat ekokardiografi sehingga memudahkan dalam pengukuran, memberikan program-program praktis yang memudahkan penulis dalam penyusunan tesis, serta mau meluangkan waktu dan tenaga untuk menjadi salah satu observer dalam pengukuran nilai MAPSE dan nilai TAPSE sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik.
15. Rekan-rekan residen kardiologi yang saya cintai, terutama satu-satunya teman seangkatan saya, dr. Putu Agus Wismantara, yang telah berjuang bersama-sama dari awal masa pendidikan yang sangat berat ini, baik dalam suka maupun duka. Kepada teman-teman PPDS yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, antara lain dr. Kiki, dr. Wulan, dr. Mirah, dr. Widya, dr. Hendy, dr. Rani, dr. Cindy, dr. Suma, dan dr. Sudiarta. Kepada rekan-rekan karaoke dan jalan-jalan Karna (dr. Tumas, dr. Widya, dr. Mirah, dr. Laurentia, dr. Sany Sp.JP, dr. Eko, Sp.JP, dan lain-lain) yang
telah memberikan senyuman dan keceriaan sehingga menguatkan saya dalam menjalani proses pendidikan ini.
16. Teman-teman sekretariat tercinta, Mbak Candra, Mbak Dian, Mbak Andi, dan Pak Ketut yang selalu mendukung, membantu, dan bekerja sama dalam segala hal selama pendidikan spesialis ini.
17. Teman-teman perawat di UGD, ICCU, dan Poliklinik PJT yang bersama-sama bahu-membahu dalam bekerja sehingga membuat masa pendidikan ini menyenangkan bila bekerja bersama kalian.
Akhir kata, dengan iringan doa semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala amal baik yang diberikan kepada penulis, dan semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Denpasar, 9 Februari 2015
Penulis,
dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin
ABSTRAK
NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE)
YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARD
AKUT (IMA)
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang utama di negara maju serta menjadi masalah kesehatan yang sangat penting di negara berkembang. Penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri dan fungsi sistolik ventrikel kanan pada pasien IMA diketahui berhubungan dengan prognosis yang buruk. Nilai Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) merupakan parameter ekokardiografi sederhana yang menunjukkan fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan, serta dapat diperoleh dengan mudah pada pasien-pasien dalam kondisi kritis atau gawat darurat. Belum terdapat studi yang meneliti nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada populasi pasien IMA sebagai satu entitas klinis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA.
Penelitian ini merupakan studi observasional kohort prospektif yang mengikutsertakan 72 pasien IMA sebagai subjek penelitian berdasarkan consecutive sampling. Pengambilan gambar MAPSE dan TAPSE dilakukan dalam 24 jam pertama setelah pasien masuk rumah sakit menggunakan ekokardiografi transthorakal dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine dan GE 3S Ultrasound Probe. Selanjutnya, dilakukan observasi terhadap adanya kejadian kardiovaskular mayor yang terdiri dari kematian kardiovaskular dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna dan/atau angina pasca infark selama perawatan di rumah sakit.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa nilai MAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor sebesar hampir 7 kali lipat (HR = 6,68, 95% CI = 2,37-18,83, nilai p = <0,0001), nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor sebesar 3 kali lipat (HR = 3,29, 95% CI = 1,10-9,84, nilai p = 0,033), dan gabungan keduanya merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor sebesar 4 kali lipat (HR = 4,26, 95% CI = 1,52-11,93, nilai p = 0,006) pada pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, dan gabungan keduanya merupakan prediktor independen kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
Kata Kunci: Infark Miokard Akut, Mitral Annular Plane Systolic Excursion dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion
ABSTRACT DECREASED MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION
(MAPSE) AND TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) AS PREDICTORS OF MAJOR CARDIOVASCULAR EVENTS
IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION (AMI)
Acute Myocardial Infarction (AMI) is a leading cause of morbidity and mortality in developed countries, as well as emerged as a very important health problem in developing countries. Decreased left ventricular systolic function and right ventricular systolic function were known to be associated with poor prognosis in IMA. Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) and Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) were the simple echocardiograpic parameters that indicates left and right ventricular systolic function, and can be easily obtained in patients in critical care or emergency settings. There has been no study that examines the decreased MAPSE and TAPSE as predictors of major cardiovascular events in AMI population as one clinical entity. The purpose of this study was to determine decreased MAPSE and TAPSE as a predictor of major cardiovascular events in AMI patients.
This study was a prospective cohort observational study that enrolled 72 patients with AMI as the subject of research by consecutive sampling. MAPSE and TAPSE were obtained within the first 24 hours after admission using transthoracal echocardiography with a GE Vivid E Portable Ultrasound Machine and 3S GE Ultrasound Probe. Then, we did the observation of the presence of major cardiovascular events, which consist of cardiovascular death and / or heart failure and / or cardiogenic shock and / or malignant arrhythmias and / or post-infarction angina during hospitalization.
In this study, it was found that decreased MAPSE is a predictor of major cardiovascular events by almost 7-fold (HR = 6.68, 95% CI = 2.37-18.83, p = <0.0001), decreased TAPSE is a predictor of major cardiovascular events by 3-fold (HR = 3.29, 95% CI = 1.10-9.84, p = 0.033), and combination of both is a predictor of major cardiovascular events by 4-fold (HR = 4.26, 95% CI = 1.52-11.93, p = 0.006) in patients with AMI that were treated at Sanglah General Hospital.
This study concludes that the decreased MAPSE, decreased TAPSE, and a combination of both were independent predictors of in-hospital major cardiovascular events in patients with AMI.
Keywords: Acute Myocardial Infarction, Mitral Annular Plane Systolic Excursion and Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i
PRASYARAT GELAR. .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................v
ABSTRAK ...........................................................................................................viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ....................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7
1.3Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 9
2.1 Definisi Infark Miokard Akut ................................................................ 9
2.2 Patofisiologi Infark Miokard Akut ....................................................... 10
2.3 Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut....................................... 12
2.4 Diagnosis Infark Miokard Akut ........................................................... 13
2.5 Stratifikasi Risiko pada Infark Miokard Akut ...................................... 15
2.6 Komplikasi pada Infark Miokard Akut ................................................ 16
2.7 Fungsi Sistolik Ventrikel yang Normal................................................ 17
2.8 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri setelah Infark Miokard Akut ............... 18
2.9 Fungsi Sistolik Ventrikel Kanan setelah Infark Miokard Akut ........... 19
2.10Parameter Ekokardiografi untuk Stratifikasi Risiko pada Infark
Miokard Akur ............................................................................................. 21
2.11Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) .......................... 24
2.12Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) ...................... 29
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................ 34
3.2 Kerangka Konsep ................................................................................. 36
3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 37
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 38
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 38
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 40
4.3 Penentuan Sumber Data ....................................................................... 40
4.3.1 Populasi Penelitian ..................................................................... 40
4.3.1.1 Populasi Target .................................................................. 41
4.3.1.2 Populasi Terjangkau ........................................................... 41
4.3.1.3 Sampel Penelitian ............................................................... 41
4.3.2 Penentuan Sampel ...................................................................... 41
4.3.2.1 Kriteria Inklusi ................................................................... 41
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi ................................................................ 41
4.3.2.3 Jumlah Sampel ................................................................... 41
4.4Variabel Penelitian ................................................................................ 42
4.4.1 Variabel Bebas ........................................................................... 42
4.4.2 Variabel Tergantung .................................................................. 42
4.4.3 Variabel Kendali ........................................................................ 42
4.4.4 Hubungan Antar Variabel .......................................................... 43
4.4.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................... 43
4.5 Bahan Penelitian .................................................................................. 50
4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................ 50
4.7 Prosedur Penelitian .............................................................................. 51
4.7.1 Tata Cara Penelitian ................................................................... 51
4.7.2 Alur Penelitian .......................................................................... 53
4.8 Analisis Data ........................................................................................ 55
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 58
5.1 Analisis Reliabilitas ............................................................................. 59
5.2 Analisis Kurva ROC ............................................................................ 63
5.3 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................ 65
5.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada
Pasien IMA ................................................................................................ 68
5.5 Pengaruh nilai MAPSE yang Rendah terhadap Kejadian
Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit setelah Dikontrol
dengan Variabel Lain ................................................................................. 70
5.6 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA.......................... 71
5.7 Pengaruh nilai TAPSE yang Rendah terhadap Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit setelah Dikontrol dengan Variabel
Lain ........................................................................................................ 73
5.8 Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor
Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada
Pasien IMA ................................................................................................ 74
5.9 Pengaruh nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang Rendah terhadap
Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit setelah
Dikontrol dengan Variabel Lain................................................................. 75
BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................... 77
6.1 Analisis Reliabilitas ............................................................................. 79
6.2 Analisis Kurva ROC ............................................................................ 82
6.3 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................ 83
6.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada
Pasien IMA ................................................................................................ 88
6.5 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA.......................... 90
6.6 Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor
Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada
Pasien IMA ................................................................................................ 92
6.7 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 94
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 96
7.1 Simpulan ............................................................................................. 96
7.2 Saran .................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 98
LAMPIRAN ...................................................................................................... 105
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Definisi Universal IMA.................................................................................... 9
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai MAPSE) ....... 65
5.2 Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai TAPSE) ........ 67
5.3 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE yang Rendah sebagai
Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ....................... 71
5.4 Hasil Analisis Cox Regression Nilai TAPSE yang Rendah sebagai
Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ....................... 73
5.5 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang
Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien
IMA ................................................................................................................ 78
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Patofisiologi IMA .......................................................................................... 11
2.2 Waktu Pelepasan Biomarker Setelah Onset IMA .......................................... 15
2.3 Cara Pengukuran MAPSE melalui Apical-four Chamber View .................... 25
2.4 Cara Pengukuran TAPSE ............................................................................... 30
3.2 Kerangka Konsep Penelitian .......................................................................... 36
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 39
4.2 Hubungan antar Variabel ............................................................................... 43
4.3 Alur Penelitian ............................................................................................... 54
5.1 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai MAPSE yang
Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan
Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah) ........... 60
5.2 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement antara
Nilai MAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),
Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3
(Bawah) .......................................................................................................... 61
5.3 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai TAPSE yang
Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan
Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah) ........... 62
5.4 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement antara
Nilai TAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),
Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3
(Bawah) .......................................................................................................... 63
5.5 Kurva ROC dalam Menentukan Cut-off Point Nilai MAPSE yang rendah
(kiri) dan Nilai TAPSE yang rendah (kanan) ................................................. 64
5.6 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah 68
5.7 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai TAPSE yang Rendah . 71
5.8 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah
dan Nilai TAPSE yang Rendah ...................................................................... 74
DAFTAR SINGKATAN
ACC/AHA : The American College of Cardiology/American Heart
Association
ADA : American Diabetes Association
APVD : Atrioventricular Plane Displacement
CABG : Coronary Artery Bypass Grafting
CK : Creatine Kinase
DM : Diabetes Melitus
DWI : D Wave Integral
EF : Ejection Fraction
EKG : Elektrokardiografi
ESC : The European Society of Cardiology
GISSI-3 : Gruppo Italiano per lo Studio della Soprawivenza
nell’Infarto Miacardico
GRACE : The Global Registry in Acute Coronary Events
HT : Hipertensi
IMA : Infark Miokard Akut
IMT : Indeks Massa Tubuh
LAD : Left Anterior Descending
MAPSE : Mitral Annular Plane Systolic Excursion
MPI : Myocardial Performance Index
MRI : Magnetic Resonance Imaging
NSTEMI : Non ST-Elevation Myocardial Infarction
OPERA : Observatoire sur la Prise en charge hospitaliere,
l’Evolution a un an et les caRacteristiques de patients
pre´sentant un infArctus du myocarde avec ou sans onde Q
PCI : Percutaneous Coronary Intervention
RCA : Right Coronary Artery
ROC : Receiving Operating Characteristic
SKA : Sindroma Koroner Akut
SPVDW : Standardized Peak Velocity of the D Wave
STEMI : ST-Elevation Myocardial Infarction
TAM : Tricuspid Annular Motion
TAPSE : Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion
TIMI : The Thrombolysis in Myocardial Infarction
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
UAP : Unstable Angina Pectoris
WMSI : Wall Motion Score Index
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Informasi Pasien dan Formulir Persetujuan ............................................. 105
2. Lembar Pengumpulan Data ...................................................................... 109
3. Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi Bedside ............................................. 111
4. Cara Pemeriksaan Laboratorium untuk Penunjang Tesis ........................ 112
5. Data Penelitian ......................................................................................... 113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang
disebabkan oleh kejadian iskemia miokard yang akut. SKA dapat diklasifikasikan
menjadi Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST-Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI), dan ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Hingga
saat ini sudah terdapat banyak kemajuan dalam pemahaman patofisiologi penyakit
arteri koroner serta perbaikan dalam penatalaksanaan dan pencegahannya.
Namun, SKA masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas yang
utama di negara maju serta menjadi masalah kesehatan yang sangat penting di
negara berkembang.
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan suatu kondisi nekrosis miokardial
yang disebabkan oleh iskemia. Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, secara umum
IMA dapat diklasifikasikan menjadi STEMI dan NSTEMI. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Registry GRACE (The Global Registry in Acute Coronary Events),
diketahui bahwa frekuensi diagnosis STEMI adalah 30%, sedangkan frekuensi
diagnosis NSTEMI adalah 25% dari keseluruhan SKA. Kedua kondisi klinis
tersebut diketahui memiliki patogenesis yang sama. Terapi yang diberikan juga
serupa, yaitu untuk mengatasi dan mencegah terjadinya ruptur plak
atherosklerosis, walaupun adanya ST elevasi pada gambaran EKG menyebabkan
keputusan untuk melakukan terapi reperfusi diambil dengan lebih segera
dibandingkan dengan pasien NSTEMI (Dziewierz dkk., 2009).
Data yang diperoleh dari Registry OPERA (Observatoire sur la Prise en
charge hospitaliere, l’Evolution a un an et les caRacteristiques de patients
pre´sentant un infArctus du myocarde avec ou sans onde Q) menemukan bahwa
luaran di rumah sakit dan luaran klinis jangka panjang pada pasien NSTEMI dan
STEMI adalah sama. Oleh karena itu, definisi universal IMA yang dikemukakan
oleh ESC (European Society of Cardiology) dan ACC (American College of
Cardiology), yang menggabungkan STEMI dan NSTEMI menjadi satu entitas
klinis dianggap sudah tepat (Montalescot dkk., 2007).
Morbiditas dan mortalitas yang terjadi pada penderita IMA sangat
dipengaruhi oleh berbagai komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA.
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi komplikasi mekanik, aritmia, iskemik, inflamasi, dan embolik. Kejadian
kardiovaskular mayor merupakan komplikasi IMA yang berhubungan secara
langsung dengan tingkat survival pasien. Disfungsi ventrikel kiri yang
menyebabkan kegagalan pompa jantung merupakan prediktor mortalitas
terpenting pada pasien IMA. Syok kardiogenik merupakan prediktor utama
kematian di rumah sakit, dan didapatkan prevalensi syok kardiogenik yang serupa
pada kelompok pasien NSTEMI dan STEMI. Komplikasi IMA yang juga
berhubungan dengan tingkat survival adalah berbagai aritmia maligna yang dapat
menyebabkan gangguan hemodinamik pada pasien, contohnya takiaritmia
supraventrikular dan takiaritmia ventrikular yang menetap, serta blok
atrioventrikular derajat tinggi. Komplikasi iskemik yang termasuk dalam kejadian
kardiovaskular mayor adalah angina pasca infark, yang mengambarkan adanya
suatu perluasan infark, infark berulang pada teritori arteri koroner yang lain, atau
reoklusi pada arteri koroner yang berhubungan dengan infark. Angina pasca infark
harus dibedakan dengan nyeri dada yang tidak disebabkan oleh kausa iskemia,
seperti perikarditis atau emboli paru (Abu-Assi dkk., 2010, Nonogi, 2002,
Mullasari dkk., 2011).
Stratifikasi risiko yang efektif merupakan suatu bagian yang integral terhadap
penatalaksanaan IMA. Sistem stratifikasi sebaiknya dikerjakan pada seluruh
pasien yang datang dengan presentasi IMA dengan menggunakan alat yang
sederhana dan dapat dilakukan bedside sehingga dapat ditentukan manajemen
yang sesuai, keputusan untuk terapi intervensi, dan penentuan prognosis pasien.
Sistem skoring yang banyak digunakan untuk stratifikasi risiko antara lain skor
The Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) dan skor GRACE yang
menggabungkan kriteria klinis, komorbidiras, parameter hemodinamik, perubahan
segmen ST, dan nilai troponin untuk memprediksi risiko morbiditas dan mortalitas
pada pasien-pasien IMA (Masood dkk., 2009).
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dan
diinterpretasikan dalam situasi klinis dan efektif untuk stratifikasi risiko pasien-
pasien IMA. Parameter-parameter ekokardiografi dapat digunakan untuk
memperkirakan risiko mortalitas atau infark miokard berulang pada saat
perawatan di rumah sakit dan 6 bulan pasca dipulangkan dari rumah sakit.
Kekuatan stratifikasi prognostik parameter ekokardiografi lebih bermakna bila
dibandingkan dengan skor klinis yang telah banyak direkomendasikan, contohnya
skor TIMI dan GRACE. Pada kondisi IMA, direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan ekokardiografi transthorakal dalam 24-48 jam pertama.(Bedetti dkk.,
2010, Flachskampf dkk., 2011).
Berdasarkan berbagai penelitian, sudah terbukti bahwa prognosis setelah
kejadian IMA sangat berhubungan dengan derajat disfungsi ventrikel kiri yang
terjadi. Fungsi ventrikel kiri biasanya digambarkan dengan fraksi ejeksi (ejection
fraction/EF). Pengukuran EF menggunakan metode M-mode secara linear kurang
reliabel bila dilakukan pada kondisi kontraksi ventrikel kiri yang asimetris akibat
abnormalitas gerakan dinding jantung regional yang sering terjadi setelah IMA.
Pengukuran EF menggunakan metode biplane dua dimensi dapat digunakan pada
kasus kontraktilitas ventrikel kiri yang asimetris, namun metode tersebut
membutuhkan kualitas gambar yang baik untuk dapat mengidentifikasi tepian
endokardial secara adekuat (Nammas & El-Okda, 2012).
Pemendekan longitudinal ventrikel kiri merupakan suatu komponen yang
penting dalam fungsi pompa jantung. Pada fase sistolik, annulus katup mitral
bergerak menuju apeks jantung yang relatif tidak bergerak (Manouras dkk., 2009).
Komponen tersebut dapat dievaluasi dengan pengukuran pada long-axis, M-mode
derived, Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) (Hu dkk., 2013a).
MAPSE dapat menggambarkan fungsi longitudinal ventrikel kiri secara global,
walaupun terdapat kontraksi ventrikel kiri yang asimetris pada IMA. Hal tersebut
disebabkan karena MAPSE diukur pada empat area yang berbeda pada ventrikel
kiri, yaitu regio septal, lateral, anterior, dan inferior. Pemeriksaan MAPSE juga
tidak memerlukan kualitas gambar yang baik, karena sifat bidang atrioventrikular
yang sangat echogenik, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat pada
kondisi gawat darurat. Penelitian yang dilakukan oleh Nammas & El-Okda
menunjukkan bahwa nilai MAPSE < 10 mm yang diukur dalam waktu 24 jam
setelah masuk rumah sakit akibat STEMI dapat digunakan untuk memprediksi
kejadian kardiovaskular mayor pada saat perawatan di rumah sakit dengan
sensitivitas 72,7%, spesifisitas 91,5%, nilai prediktif negatif 91,5%, dan nilai
prediktif positif 72,7% (Nammas & El-Okda, 2012).
Penilaian fungsional pada ventrikel kanan lebih sulit dilakukan dibandingkan
pada ventrikel kiri, karena ventrikel kanan memiliki bentuk yang lebih kompleks.
Walaupun sudah terdapat teknik terbaru untuk menilai fungsi ventrikel kanan
seperti ekokardiografi tiga dimensi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
kardiak, dibutuhkan keahlian dan biaya yang tinggi untuk memanfaatkan
modalitas tersebut, sehingga tidak praktis untuk dilakukan pada kondisi gawat
darurat. Pergerakan annulus katup trikuspid yang dinilai menggunakan M-mode,
yang disebut juga dengan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)
merupakan metode yang sederhana dan digunakan secara luas untuk menilai
fungsi ventrikel kanan menggunakan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal.
Penelitian yang dilakukan oleh Lossnitzer dkk. juga menunjukkan adanya korelasi
yang baik antara nilai TAPSE dan EF ventrikel kanan yang diukur menggunakan
MRI (r= 0,52; p <0,001) (Bruhl dkk., 2011, Lossnitzer dkk., 2008). Penelitian
yang dilakukan oleh Lamia dkk. memperoleh hasil bahwa penurunan TAPSE juga
berhubungan dengan prognosis buruk pada pasien-pasien dengan penyakit jantung
iskemik, hipertensi pulmonal, dan gagal jantung (Lamia dkk., 2007).
Sebuah penelitian eksperimental menunjukkan bahwa fungsi ventrikel kanan
dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas septum ventrikel kiri yang ditransmisikan
melalui interaksi sistolik ventrikel. Berdasarkan studi tersebut, diketahui bahwa
septum intraventrikuler, yang telah lama dianggap sebagai bagian fungsional dari
ventrikel kiri, sebenarnya berkontribusi terhadap fungsi sistolik kedua ventrikel.
Terdapat istilah ventricle interdependence yang mendeskripsikan suatu konsep
bahwa bentuk, ukuran, dan komplians dari salah satu ventrikel dapat
mempengaruhi bentuk, ukuran, dan hubungan tekanan-volume pada ventrikel
yang lain melalui interaksi mekanik secara langsung (Haddad dkk., 2008, Lamia
dkk., 2007). Penelitian GISSI-3 echo substudy yang dilakukan oleh Popescu dkk.
juga menunjukkan bahwa nilai TAPSE lebih rendah secara signifikan pada pasien
dengan EF ventrikel kiri <45% dibandingkan pasien dengan EF ventrikel kiri
≥45% yang diukur dalam 24-48 jam pertama pasca kejadian IMA (Popescu dkk.,
2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk. menunjukkan bahwa
penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan yang ditunjukkan dengan nilai TAPSE
bila dikombinasikan dengan penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri yang
ditunjukkan dengan nilai Myocardial Performance Index (MPI) dapat menambah
nilai prognostik untuk memprediksi luaran pada pasien STEMI dibandingkan
dengan hanya memeriksa hanya salah satu parameter saja (Hayrapetyan dkk.,
2014).
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, akan dilakukan
penelitian mengenai peranan nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah sebagai
prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA selama perawatan di
rumah sakit. Penelitian ini dilakukan karena belum terdapat studi yang meneliti
penurunan fungsi ventrikel kiri dan kanan yang ditunjukkan oleh nilai MAPSE
dan TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada
populasi pasien IMA sebagai satu entitas klinis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rangkuman konsep diatas, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut:
1.2.1 Apakah nilai MAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian
kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA?
1.2.2 Apakah nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian
kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA?
1.2.3 Apakah gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah
merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah
sakit pada pasien IMA?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah, serta
gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah sebagai
prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada
pasien IMA.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui nilai MAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian
kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
1.3.2.2 Mengetahui nilai TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian
kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
1.3.2.3 Mengetahui gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang
rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah
sakit pada pasien IMA.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik/Ilmiah
Jika pada penelitian ini terbukti bahwa nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang
rendah, serta gabungan keduanya merupakan prediktor kejadian kardiovaskular
mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA, maka penelitian ini dapat
memberikan kontribusi ilmiah berkaitan:
1.4.1.1 Sebagai data dasar dan sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien IMA.
1.4.1.2 Sebagai dasar untuk memperkaya bukti ilmiah mengenai penggunaan nilai
MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah untuk memprediksi prognosis pasien
IMA.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Memberikan kontribusi berkaitan dengan penggunaan nilai MAPSE dan
nilai TAPSE sebagai parameter ekokardiografi yang sederhana untuk stratifikasi
risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infark Miokard Akut
Definisi infark miokard adalah kematian sel miokard yang disebabkan oleh
kondisi iskemia yang berkepanjangan. Dengan menggunakan mikroskop, infark
miokard dapat dikategorikan sebagai suatu proses nekrosis koagulasi. Pada
eksperimen hewan, kematian sel dapat terjadi dalam waktu 20 menit setelah
oklusi pada arteri koroner, namun penyelesaian proses infark dapat membutuhkan
waktu hingga 2-4 jam. Adanya sirkulasi kolateral atau kondisi oklusi intermiten
pada arteri koroner dengan lesi culprit dapat menyebabkan pemanjangan proses
infark miokard (Senter & Francis, 2009).
Konsensus internasional saat ini menyatakan bahwa istilah IMA dapat
digunakan bila terdapat bukti adanya nekrosis miokard pada kondisi klinis yang
konsisten dengan iskemia miokard. Definisi universal IMA dapat dilihat pada
tabel 2.1 (Steg dkk., 2012).
Tabel 2.1
Definisi Universal IMA (Steg dkk., 2012)
1. Deteksi adanya kenaikan dan/atau penurunan nilai biomarker kardiak (terutama troponin) dengan minimal satu nilai diatas persentil 99 dari batas atas nilai referensi ditambah minimal salah satu dari kriteria dibawah ini:
- Gejala-gejala iskemia. - Perubahan segmen ST-T yang baru/diperkirakan baru atau LBBB baru. - Perubahan gelombang Q patologis pada Elektrokardiografi (EKG). - Bukti pada pemeriksaan pencitraan bahwa terdapat hilangnya area
miokard viabel yang baru, atau abnormalitas regional pada dinding miokard yang baru.
- Identifikasi thrombus intrakoroner menggunakan pemeriksaan angiografi atau otopsi.
2. Kematian kardiak dengan gejala yang mengarah kepada iskemia miokard dan terdapat perubahan EKG yang diduga baru atau LBBB baru, namun
kematian terjadi sebelum terdapat nilai biomarker jantung dalam darah atau sebelum nilai biomarker jantung mengalami peningkatan.
3. Thrombosis pada stent yang berhubungan dengan infark miokard yang terdeteksi menggunakan angiografi koroner atau otopsi pada kondisi iskemia miokard disertai peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung dengan minimal satu nilai diatas persentil 99 dari batas atas nilai referensi.
2.2 Patofisiologi Infark Miokard Akut
Definisi infark merupakan kematian jaringan yang disebabkan oleh kondisi
iskemia. IMA terjadi bila area iskemia miokard yang terlokalisir menyebabkan
terbentuknya area nekrosis. Hampir seluruh kasus IMA disebabkan oleh proses
atherosklerosis yang berhubungan dengan thrombosis pada arteri koroner. Pada
kondisi ruptur plak atherosklerosis, terjadi proses aktivasi dan agregasi platelet,
pengeluaran thrombin, dan pada akhirnya menyebabkan pembentukan thrombus.
Adanya thrombus akan menyebabkan terganggunya aliran darah koroner sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Kondisi
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen yang berat dan persisten akan
menyebabkan terjadinya nekrosis miokardial. Bila terbentuk thrombus yang
bersifat oklusif akan terjadi STEMI, sedangkan bila thrombus yang terbentuk
tidak bersifat oklusif akan terjadi NSTEMI atau UAP (Antman & Braunwald,
2007, Aaronson dkk., 2012, Topol & Werf, 2007).
Gambar 2.1
Patofisiologi IMA (Aaronson dkk., 2012)
Iskemia yang berat dan berkepanjangan menyebabkan terbentuknya area
nekrosis yang mencakup seluruh ketebalan dinding miokard, yang disebut juga
dengan infark transmural. Iskemia yang tidak terlalu berat namun berkepanjangan
dapat terjadi pada kondisi-kondisi tertentu, antara lain: 1) Oklusi arteri koroner
yang diikuti oleh reperfusi spontan; 2) Infarct-related artery yang tidak teroklusi
secara komplet; 3) Oklusi arteri koroner terjadi secara komplet, namun terdapat
suplai aliran darah dari kolateral sehingga mencegah terjadinya iskemia yang
komplet; 4) Kebutuhan oksigen pada area miokardium yang terkena tidak terlalu
besar. (Aaronson dkk., 2012).
Pada area miokard, baik yang terjadi infark maupun tidak akan mengalami
perubahan-perubahan yang progresif dalam waktu beberapa jam, hari, dan minggu
setelah terjadinya thrombosis pada arteri koroner. Perubahan makroskopis pada
miokardium sulit untuk diidentifikasi hingga 6-12 jam setelah onset nekrosis.
Pada awalnya, miokardium di area yang mengalami infark akan tampak pucat dan
sedikit membengkak. Dalam waktu 18 hingga 36 jam pasca infark, miokardium
akan berwarna cokelat atau merah keunguan dengan eksudat serofibrin yang
terdapat di miokardium pada kondisi infark transmural. Perubahan tersebut akan
bertahan dalam waktu 48 jam, setelah itu area infark akan menjadi berwarna abu-
abu dengan garis-garis halus kekuningan akibat infiltrasi neutrofil pada bagian
perifernya (Antman & Braunwald, 2007, Aaronson dkk., 2012).
2.3 Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut
Untuk menentukan strategi penatalaksanaan segera pada kondisi IMA,
contohnya terapi reperfusi, biasanya dilakukan klasifikasi IMA dengan
menggunakan kriteria EKG. STEMI didefinisikan sebagai pasien dengan nyeri
dada atau gejala iskemik yang lain serta terdapat elevasi segmen ST pada dua
sadapan yang berhubungan, dengan kriteria elevasi segmen ST ≥ 0,2 mV pada
sadapan V2-V3 (pada pria); ≥ 0,15 mV pada sadapan V2-V3 (pada wanita); dan ≥
0,1 mV pada sadapan yang lain. Di lain pihak, pasien dengan gejala iskemik dan
peningkatan biomarker namun tanpa adanya elevasi segmen ST digolongkan
sebagai penderita NSTEMI. Klasifikasi tersebut berguna secara klinis, karena
pasien dengan STEMI biasanya akan langsung dirujuk ke laboratorium
kateterisasi atau diberikan terapi fibrinolitik untuk tujuan revaskularisasi segera,
sedangkan perujukan pasien dengan NSTEMI ke laboratorium kateterisasi
biasanya tidak terlalu mendesak dan tergantung dari skor stratifikasi risiko yang
berhubungan (Thygesen dkk., 2012, Senter & Francis, 2009).
2.4 Diagnosis Infark Miokard Akut
IMA merupakan suatu sindrom klinis yang membutuhkan penilaian
parameter subjektif dan objektif untuk dapat menegakkan diagnosis. Diagnosis
IMA harus dibuat dengan cepat dan akurat, agar dapat dilakukan penatalaksanaan
yang optimal. Evaluasi awal yang dilakukan pada pasien yang diduga menderita
IMA sebaiknya meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah,
pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan biomarker kardiak (Panjrath dkk., 2008).
Gejala klasik IMA adalah nyeri dada retrosternal dengan kualitas tumpul dan
intensitas yang berat, dapat menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung, atau kedua
tangan. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual dan muntah dapat terjadi
pada IMA inferior. Pasien juga dapat mengeluhkan keringat dingin yang
menyertai keluhan nyeri dada. Adanya faktor risiko, seperti merokok, peningkatan
kadar kolesterol, Diabetes Melitus (DM), hipertensi, dan riwayat keluarga
merupakan faktor suportif yang dapat meningkatkan kecurigaan akan kondisi
IMA (Topol & Werf, 2007, Antman & Braunwald, 2007).
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan secepat mungkin pada pasien
yang diduga menderita IMA untuk menegakan diagnosis. Adanya perubahan
gelombang T yang tinggi dan hiperakut merupakan manifestasi pertama dari
oklusi arteri koroner yang akut. Adanya elevasi segmen ST pada gambaran EKG
menunjukkan suatu STEMI, sedangkan adanya depresi segmen ST atau inversi
gelombang T dapat menunjukkan suatu NSTEMI atau UAP. Pasien dengan EKG
yang normal namun dengan gejala yang sugestif terhadap IMA sebaiknya
menjalani observasi dengan durasi yang lebih lama untuk memperoleh EKG serial
atau pemeriksaan lebih lanjut (Topol & Werf, 2007).
Biomarker jantung merupakan salah satu komponen yang penting pada
evaluasi awal pasien-pasien yang diduga menderita IMA. Biomarker jantung
merupakan makromolekul intraseluler yang dikeluarkan menuju sirkulasi akibat
jejas pada miokardial, sehingga dapat terdeteksi di darah tepi. Marker tersebut
akan dikeluarkan dengan cepat menuju darah setelah episode IMA, sehingga
konsentrasi biomarker pada plasma biasanya berhubungan dengan luasnya area
infark. Biomarker jantung yang sering digunakan untuk evaluasi pasien-pasien
dengan kecurigaan IMA adalah CK-MB dan Troponin (I dan T). CK-MB
merupakan salah satu dari tiga isoenzim Creatine Kinase (CK). CK terdiri dari dua
subunit, yaitu B yang paling banyak terdapat pada jaringan otak dan M yang
paling banyak terdapat di jaringan otot. Kombinasi dari kedua subunit tersebut
akan menghasilkan tiga isoenzim CK, yaitu CK-BB, CK-MB, dan CK-MM. CK-
MB akan terdeteksi di sirkulasi dalam waktu 4-6 jam setelah onset IMA,
mencapai puncak dalam waktu 12-24 jam, dan kembali ke kadar baseline dalam
2-3 hari. Pada kondisi IMA, kadar CK-MB biasanya meningkat 10-20 kali lipat
dari nilai normal. Troponin T dan troponin I merupakan marker yang sangat
spesifik untuk suatu jejas pada miokardial. Kadar troponin biasanya terdeteksi
dalam waktu 4-6 jam setelah onset IMA. Pada kasus IMA, troponin biasanya
meningkat 20-50 kali nilai normal. Peningkatan troponin juga dapat terjadi pada
kondisi klinis yang lain. Oleh karena itu, peningkatan kadar troponin harus selalu
diinterpretasikan berdasarkan konteks situasi klinis. Bila hasil biomarker jantung
tidak mengalami peningkatan pada sampel darah yang pertama, dapat dilakukan
pemeriksaan serial dalam waktu 6-9 jam dan setelah 12-24 jam (Panjrath dkk.,
2008, Katritsis dkk., 2013, Daga dkk., 2011).
Gambar 2.2
Waktu Peningkatan Biomarker setelah Onset IMA
(Antman & Braunwald, 2007)
2.5 Stratifikasi Risiko pada Infark Miokard Akut
Panduan yang dikeluarkan oleh ACC/AHA dan ESC mengenai SKA telah
merekomendasikan stratifikasi risiko secara dini dengan menggunakan berbagai
skor risiko klinis untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok pasien dengan
risiko tinggi. Semua skor risiko yang telah tersedia, seperti skor TIMI dan
GRACE memiliki nilai prediktif yang relatif tinggi terhadap mortalitas saat
perawatan di rumah sakit serta dalam waktu 1 dan 12 bulan. Stratifikasi risiko
yang akurat sangat penting untuk evaluasi pasien dengan SKA untuk pengambilan
keputusan yang sesuai mengenai pemilihan tempat dan tingkat perawatan,
kebutuhan akan intervensi terapeutik, serta lama rawat. Secara umum, pasien yang
memiliki faktor risiko multipel untuk menderita IMA, usia tua, angina pada saat
istirahat, terdapat riwayat tindakan revaskularisasi sebelumnya, terdapat
perubahan segmen ST-T yang dinamis, serta peningkatan biomarker jantung yang
mengindikasikan adanya nekrosis miokardial termasuk dalam kelompok pasien
berisiko tinggi (Bedetti dkk., 2010, Daga dkk., 2011).
2.6 Komplikasi pada Infark Miokard Akut
Sebagian besar mortalitas yang disebabkan oleh IMA merupakan akibat dari
perubahan-perubahan patofisiologi yang terjadi pada kondisi IMA. Tingginya
angka komplikasi akibat IMA menyebabkan dibutuhkannya penegakkan diagnosis
segera dan penatalaksanaan yang agresif untuk mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas. Komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi komplikasi mekanik, aritmia, iskemik, inflamasi, dan
embolik. Disfungsi ventrikel kiri yang menyebabkan kegagalan pompa jantung
merupakan prediktor mortalitas terpenting pada pasien IMA. Definisi dari
kegagalan pompa jantung merupakan kondisi dimana curah jantung tidak
mencukupi untuk perfusi berbagai organ tubuh karena adanya disfungsi
kontraktilitas ventrikel kiri yang akut akibat IMA. Syok kardiogenik didefinisikan
sebagai penurunan tekanan darah arteri disertai hipoperfusi jaringan (Nonogi,
2002). Angka mortalitas dalam 30 hari pada pasien IMA dengan syok kardiogenik
pada penelitian GUSTO I adalah 58%. Komplikasi iskemik yang sering terjadi
pada pasien IMA adalah angina pasca infark. Mekanisme patofisiologi yang
mendasari terjadinya angina pasca infark adalah adanya ruptur pada plak
atherosklerosis. Pasien IMA dengan komplikasi angina pasca infark memiliki
prognosis yang lebih buruk untuk terjadinya kematian mendadak dan reinfark.
Komplikasi lain yang juga dapat terjadi pada pasien IMA adalah aritmia.
Mekanisme utama yang mendasari terjadinya aritmia pada pasien IMA adalah re-
entry yang disebabkan oleh inhomogenitas elektrik pada miokardium yang
mengalami iskemik. Aritmia juga dapat disebabkan oleh reperfusi akibat proses
washout dari berbagai substansi seperti laktat, kalium, dan substansi metabolik
toksik yang sebelumnya berakumulasi pada zona iskemik. (Mullasari dkk., 2011).
2.7 Fungsi Sistolik Ventrikel yang Normal
Ventrikel kanan dan kiri memiliki korelasi yang erat karena dihubungkan
dengan septum interventrikular yang terutama berfungsi sebagai bagian ventrikel
kiri pada jantung yang normal. Selain itu, ventrikel kanan dan kiri juga
diselubungi oleh satu perikardium (Bluzaitė dkk., 2012). Terdapat istilah ventricle
interdependence yang mendeskripsikan suatu konsep bahwa bentuk, ukuran, dan
komplians dari salah satu ventrikel dapat mempengaruhi bentuk, ukuran, dan
hubungan tekanan-volume pada ventrikel yang lain melalui interaksi mekanik
secara langsung (Haddad dkk., 2008). Perbedaan antara ventrikel kanan dan kiri
tidak hanya meliputi perbedaan bentuk dan ketebalan, namun juga termasuk
adanya perbedaan konsentrasi dan orientasi miofibril jantung. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya perbedaan yang kompleks dalam cara masing-masing
ventrikel mengejeksikan darah (Bruhl dkk., 2011).
Kemampuan memompa pada ventrikel kiri dipengaruhi oleh performa
diastolik (kemampuan ventrikel kiri untuk terisi darah) dan performa sistolik
(kemampuan ventrikel kiri untuk mengejeksikan darah). Kontraktilitas miokard
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa sistolik ventrikel kiri
secara signifikan. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi performa sistolik
ventrikel kiri adalah beban jantung dan konfigurasi ventrikel (Fukuta & Little,
2008).
Proses kontraksi ventrikel kanan berjalan secara sekuensial, dimulai dari
kontraksi bagian inlet dan miokardium yang bertrabekulasi, dan diakhiri dengan
kontraksi infundibulum. Kontraksi ventrikel kanan dapat terjadi akibat 3
mekanisme yang terpisah, antara lain: (1) Pergerakan dinding bebas ventrikel
kanan ke arah dalam yang menghasilkan bellows effect, (2) Kontraksi serat-serat
longitudinal yang menyebabkan pemendekan aksis panjang jantung dan menarik
annulus katup trikuspid menuju apeks, dan (3) Traksi dinding bebas ventrikel
kanan akibat kontraksi ventrikel kiri. Pemendekan ventrikel kanan lebih signifikan
secara longitudinal dibandingkan dengan radial. Berbeda dengan ventrikel kiri,
pergerakan rotasional tidak berkontribusi secara signifikan terhadap kontraksi
ventrikel kanan (Haddad dkk., 2008).
2.8 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri setelah Infark Miokard Akut
Perubahan patofisiologi utama yang mendasari terjadinya disfungsi ventrikel
kiri pada kondisi IMA adalah terjadinya kehilangan segmen-segmen fungsional
pada miokardium. Derajat penurunan fungsi jantung pada infark miokard
berhubungan secara langsung dengan luas kerusakan pada ventrikel kiri (Alam,
1991). Pada fase akut dari infark miokard, terjadi perubahan yang cepat pada
fungsi ventrikel kiri yang dipengaruhi oleh luas dan reversibilitas kondisi iskemia,
penggunaan terapi reperfusi, adanya edema, luasnya peregangan miokardial pasif,
beban pada miokardial, dan faktor-faktor lain. Area yang mengalami infark akan
meluas dalam waktu beberapa detik sejak onset iskemia. Selama beberapa jam
sampai beberapa hari berikutnya, terjadi perluasan area infark di subendokardial,
proses tersebut disebut dengan ekspansi infark. Sebagai respon terhadap hilangnya
jaringan kontraktil secara bermakna, akan terjadi area hiperkinesia dan dilatasi
pada ventrikel kiri dalam hitungan hari hingga minggu. Proses tersebut, yang
diikuti dengan adanya regurgitasi katup mitral akibat proses dilatasi ventrikel dan
diikuti oleh perubahan-perubahan biokimia dan neuroendokrin yang kompleks,
merupakan inti dari suatu siklus yang disebut dengan remodelling infark. Tujuan
pemeriksaan pencitraan pada IMA adalah menilai fungsi sistolik ventrikel kiri
secara segmental dan global, adanya pembentukan thrombus intrakavitas, dan
komplikasi mekanik lain akibat IMA Oleh karena itu, pada kondisi IMA,
direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi dalam waktu 24-
48 jam pertama (Flachskampf dkk., 2011).
2.9 Fungsi Sistolik Ventrikel Kanan setelah Infark Miokard Akut
Pada kondisi IMA sering ditemukan adanya keterlibatan ventrikel kanan, dan
paling sering berhubungan dengan infark miokard inferior. Disfungsi ventrikel
kanan dapat ditemukan pada sepertiga pasien yang menderita infark miokard
inferior (Bluzaitė dkk., 2012). Pada infark miokard akut di ventrikel kanan, pola
disfungsi segmental yang terjadi tergantung pada arteri culprit. Pada keterlibatan
arteri koroner kanan (right coronary artery/RCA) proksimal terhadap cabang
marginal (pada sistem arteri koroner yang dominan kanan), dapat terlihat
hipokinesis segmenal pada dinding lateral dan inferior. Pada keterlibatan arteri
posterior desenden, dapat terlihat hipokinesis pada segmen inferior. Pada infark
miokard anterior yang melibatkan arteri koroner left anterior descending (LAD),
biasanya terdapat hipokinesis ventrikel kanan yang terbatas pada dinding anterior
(Haddad dkk., 2008).
Penurunan fungsi ventrikel kanan tidak hanya ditemukan pada kondisi infark
miokard inferior, namun juga pada kondisi infark miokard akut di area yang lain.
Hal tersebut disebabkan karena ventrikel kanan dan kiri tidak hanya terhubung
secara anatomis, namun tergantung secara fungsional satu sama lain. Selama
irama sinus normal, tegangan yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel kiri dan
peningkatan gradien tekanan transseptal dari kiri kekanan pada saat fase sistolik
berkontribusi terhadap fungsi sistolik ventrikel kanan. Hal tersebut dapat
menjelaskan kausa terjadinya penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan pada
pasien-pasien dengan IMA anterior pada penelitian yang dilakukan oleh Karakurt
& Akdemir (Karakurt & Akdemir, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Moller dkk., didapatkan bahwa pada kondisi IMA, fungsi ventrikel kanan
berhubungan secara signifikan dengan fungsi ventrikel kiri. Pada penelitian
tersebut juga diperoleh korelasi yang lemah antara Myocardial Performance Index
(MPI) pada ventrikel kanan dengan Wall Motion Score Index (WMSI) global pada
ventrikel kiri. (Moller dkk., 2001).
Terdapat beberapa bukti bahwa disfungsi ventrikel kanan berhubungan
dengan prognosis yang buruk pada pasien-pasien pasca IMA yang disertai dengan
disfungsi ventrikel kiri yang sedang hingga berat. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Antoni dkk., diperoleh bahwa selain berdasarkan karakteristik
klinis dan pengukuran fungsi ventrikel kiri menggunakan pemeriksaan
ekokardiografi, fungsi ventrikel kanan dapat digunakan untuk memprediksi luaran
yang buruk pada pasien pasca IMA secara signifikan. Selain itu, didapatkan nilai
TAPSE yang lebih rendah secara bermakna pada pasien-pasien IMA yang
mengalami disfungsi ventrikel kiri dibandingkan dengan tanpa disfungsi ventrikel
kiri (Antoni dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Bedetti dkk. juga
menunjukkan bahwa pergerakan katup trikuspid pada fase sistolik dapat
memberikan informasi prognostik yang signifikan bila dilakukan bersamaan
dengan evaluasi fungsi ventrikel kiri dan memiliki nilai prediktif yang kuat pada
pasien-pasien dengan SKA (Bedetti dkk., 2010).
2.10 Parameter Ekokardiografi untuk Stratifikasi Risiko pada Infark
Miokard Akut
Pada fase akut dari infark miokard, pemeriksaan ekokardiografi harus
dilakukan secepat mungkin untuk menilai fungsi regional dan global ventrikel kiri
dan kanan serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya suatu komplikasi
mekanik. Pemeriksaan ekokardiografi segera juga diindikasikan pada pasien yang
mengalami perburukan kondisi secara mendadak, hipotensi atau syok, gagal
jantung akut, serta murmur yang baru. Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat
digunakan untuk stratifikasi risiko dan menentukan penatalaksanaan pada pasien
dengan IMA (Flachskampf dkk., 2011). Ekokardiografi merupakan pemeriksaan
yang paling sederhana, murah, tidak membutuhkan banyak waktu pengerjaan, dan
tersedia secara luas (Brand dkk., 2002). Berdasarkan berbagai penelitian,
ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dan
diinterpretasikan dalam situasi klinis dan efektif untuk stratifikasi risiko pasien-
pasien IMA. Parameter-parameter ekokardiografi dapat digunakan untuk
memperkirakan risiko mortalitas atau infark miokard berulang pada saat
perawatan di rumah sakit dan 6 bulan pasca dipulangkan dari rumah sakit.
Kekuatan stratifikasi prognostik parameter ekokardiografi lebih bermakna bila
dibandingkan dengan skor klinis yang telah banyak direkomendasikan, contohnya
skor TIMI dan GRACE (Bedetti dkk., 2010).
Panduan mengenai SKA telah merekomendasikan agar pemeriksaan
ekokardiografi dikerjakan secara rutin di unit gawat darurat untuk memperoleh
diagnostik banding pada pasien-pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada
dan untuk stratifikasi risiko pasien-pasien dengan SKA. Banyak parameter
ekokardiografi yang diketahui berhubungan dengan prognosis pasien IMA, salah
satunya adalah fungsi sistolik ventrikel kiri. Prognosis pasien setelah IMA sangat
berhubungan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri. Fungsi sistolik ventrikel kiri
paling sering dinyatakan dengan EF dan dapat diukur menggunakan pemeriksaan
radionuclide ventriculography, contrast cineangiography, dan ekokardiografi.
Adanya nilai EF ventrikel kiri yang ≤ 40% diketahui berhubungan dengan
prognosis yang buruk. Adanya regurgitasi katup mitral yang teridentifikasi dari
pemeriksaan ekokardiografi pada fase awal IMA berhubungan dengan prognosis
yang buruk (Bedetti dkk., 2010).
Pemeriksaan ekokardiografi transthorakal merupakan salah satu pemeriksaan
pencitraan yang paling sering digunakan untuk menilai fungsi sistolik ventrikel
kiri. Beberapa teknik ekokardiografi dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
global ventrikel kiri. Semua metode untuk menilai EF memerlukan operator yang
berpengalaman, merupakan pemeriksaan yang subjektif dan mudah untuk terjadi
variabilitas interobserver (Matos dkk., 2012). Pengukuran fractional shortening
(FS) dan teknik Teichholtz memberikan hasil yang tidak reliabel bila terdapat
kontraksi ventrikel kiri yang asimetris. Pengukuran EF dengan menggunakan
ekokardiografi dua dimensi dapat mentoleransi kontraktilitas yang asimetris,
namun membutuhkan gambaran tepi endokardial yang adekuat dan kualitas
gambar yang baik, yang tidak dapat diperoleh pada semua pasien serta
memerlukan operator yang berpengalaman untuk pengerjaannya (Brand dkk.,
2002).
Parameter ekokardiografi lain yang juga memiliki nilai prognostik yang
independen terhadap mortalitas dan perawatan di rumah sakit lanjutan akibat
kondisi gagal jantung adalah WMSI. WMSI merupakan rerata dari skor
pergerakan dinding jantung yang dihitung pada seluruh segmen dinding ventrikel
kiri. Skor 1 melambangkan nomokinesia, skor 2 untuk hipokinesia, skor 3 untuk
akinesia, dan skor 4 untuk diskinesia. Oleh karena itu, ventrikel kiri yang normal
memiliki nilai WMSI 1, dan nilai yang lebih tinggi menunjukkan bahwa telah
terjadi abnormalitas. Fungsi diastolik juga diketahui berpengaruh terhadap terapi
dan diagnosis setelah IMA. Adanya komplikasi mekanik yang ditimbulkan oleh
kondisi IMA seperti regurgitasi katup mitral akibat iskemik dan ruptur pada
dinding jantung juga berhubungan dengan prognosis yang buruk (Flachskampf
dkk., 2011).
2.11 Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE)
Annulus katup mitral merupakan suatu komponen yang penting, dinamis, dan
komponen yang menghubungkan kompleks katup mitral, atrium kiri, dan ventrikel
kiri. Annulus katup mitral berfungsi untuk membantu penutupan katup serta
pengisian ventrikel kiri secara efektif dan efisien. Annulus katup mitral memiliki
bentuk dan pergerakan yang kompleks, dan pergerakannya diketahui berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri. Terdapat beberapa pemeriksaan pencitraan yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi area dan dinamika annulus katup mitral,
contohnya MRI dan ekokardiografi dua dimensi (Elnoamany & Abdelhameed,
2006).
MAPSE, atau yang sering disebut juga dengan Mitral Annulus Excursion
(MAE), left Atrioventricular Plane Displacement (APVD), atau mitral ring
displacement merupakan suatu parameter ekokardiografi yang berguna untuk
menilai fungsi longitudinal ventrikel kiri secara klinis dan memiliki korelasi yang
baik dengan fungsi sistolik global pada ventrikel kiri (Bergenzaun dkk., 2013).
MAPSE pertama kali diukur pada tahun 1967 oleh Zaky dkk. yang
mendeskripsikan suatu “curve contour” pada pemeriksaan ekokardiografi M-mode
melalui annulus katup mitral. Mereka menemukan adanya deviasi dari nilai
normal pada pergerakan annulus katup mitral pasien dengan kelainan jantung
(Zaky dkk., 1967).
MAPSE dapat diukur pada sebagian besar pasien tanpa membutuhkan
kualitas gambar yang baik, karena annulus katup atrioventrikular memiliki
ekogenitas yang tinggi (Hu dkk., 2013b). Oleh karena itu, pengukuran MAPSE
dapat membantu untuk mengevaluasi fungsi sistolik ventrikel kiri pada kasus
dengan sonographic window yang buruk. Studi klinis sebelumnya menunjukkan
bahwa MAPSE yang menggambarkan pergeseran annulus katup mitral saat fase
sistolik merupakan suatu parameter yang sensitif untuk menentukan abnormalitas
ringan pada pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular stadium awal (Hu dkk.,
2013a). Hal tersebut disebabkan karena pada kondisi patologis, contohnya iskemia
atau hipertrofi miokardial, fungsi longitudinal ventrikel kiri dipengaruhi lebih
awal dibandingkan komponen yang lain, yang bahkan dapat mengalami
peningkatan akibat proses kompensasi (Elnoamany & Abdelhameed, 2006)
Gambar 2.3
Cara Pengukuran MAPSE melalui Apical-four Chamber View
(Hu dkk., 2013a)
Pengukuran MAPSE dilakukan dengan menggunakan ekokardiografi M-
mode pada apical view. MAPSE dapat diukur dari empat area pada bidang
atrioventrikular yang berhubungan dengan dinding septal, lateral, anterior, dan
posterior menggunakan apical four-chamber dan two-chamber view dengan
ekokardiografi M-mode. Kursor M-mode harus selalu diletakkan paralel terhadap
dinding ventrikel kiri. MAPSE harus diukur dari titik terendah pada akhir
diastolik hingga penutupan katup aorta (dapat diperoleh pada akhir gelombang T
pada elektrokardiogram). Pada umumnya, pengukuran MAPSE harus dilakukan
dari annulus katup septal dan lateral (Hu dkk., 2013a)
MAPSE menunjukkan nilai pergeseran bidang annulus katup mitral menuju
apeks, sehingga dapat menilai perubahan global dalam ukuran kavitas ventrikel
kiri (searah long axis). Oleh karena itu, MAPSE dapat diinterpretasikan sebagai
perubahan volume pada saat ejeksi serta ditunjukkan memiliki hubungan yang
signifikan terhadap long-axis shortening dan ejection fraction (EF) pada berbagai
kelompok pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang normal atau menurun. Rerata
nilai normal MAPSE yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya untuk
empat regio annulus (septal, anterior, lateral, dan posterior) berkisar antara 12 dan
15 mm, dan nilai MAPSE <8 mm berhubungan dengan LVEF yang menurun
(<50%) dengan spesifisitas 82% dan sensitivitas 98%. Rerata nilai MAPSE ≥ 10
mm berhubungan dengan EF yang normal (≥ 55% dengan sensitivitas 90-92% dan
spesifisitas 87%. Selain itu, rerata nilai MAPSE <7 mm dapat digunakan untuk
mendeteksi nilai EF <30% dengan sensitivitas 92% dan spesifisitas 67% pada
pasien kardiomiopati dilatasi dengan gagal jantung kongestif berat (Hu dkk.,
2013b). Penelitian yang dilakukan oleh Matos dkk. menunjukkan bahwa
pengukuran MAPSE yang dilakukan oleh pengamat yang tidak terlatih merupakan
prediktor yang sangat akurat terhadap EF yang ditentukan oleh operator
ekokardiografi yang berpengalaman. Oleh karena itu, pengukuran MAPSE dapat
menjadi suatu cara alternatif untuk menilai fungsi ventrikel kiri bila pemeriksaan
ekokardiografi dilakukan tenaga yang kurang berpengalaman dan tidak terdapat
ahli ekokardiografi yang tersedia dengan segera untuk memberikan konsultasi
(Matos dkk., 2012). Hal yang serupa juga ditemukan pada studi yang dilakukan
oleh Mjolstad dkk., yang menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara nilai MAPSE yang diukur oleh dokter umum dengan kardiolog
(Mjølstad dkk., 2012). Pada studi yang dilakukan oleh Bergenzaun dkk., MAPSE
merupakan parameter yang sederhana untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
dan dapat diperoleh dengan mudah di ruang intensif dengan variabilitas
interobserver sebesar 4,4% dan variabilitas intraobserver sebesar 5,3%
(Bergenzaun dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Sharif dkk. Menunjukkan bahwa MAPSE
dapat digunakan untuk menggambarkan abnormalitas fungsi longitudinal sistolik
ventrikel kiri dan pergerakan dinding jantung pada saat istirahat secara reliabel
(Sharif dkk., 2011). MAPSE juga dapat digunakan sebagai indeks ekokardiografi
yang sederhana dan sensitif untuk menilai abnormalitas miokardial yang
melibatkan perubahan-perubahan longitudinal, terutama pada penyakit stadium
awal. Selain itu, Willenheimer dkk. menemukan bahwa pasien dengan
abnormalitas diastolik pada ventrikel kiri memiliki nilai MAPSE yang lebih
rendah dibandingkan pasien dengan fungsi diastolik yang sama, walaupun kedua
kelompok tersebut memiliki nilai fractional shortening (FS) yang sama. Oleh
karena itu, MAPSE juga diduga dapat menggambarkan fungsi diastolik pada
ventrikel kiri (Hu dkk., 2013a).
Penelitian yang dilakukan oleh Nammas dan El-Okda menunjukkan bahwa
nilai MAPSE < 10 mm yang diukur dalam waktu 24 jam setelah masuk rumah
sakit akibat STEMI dapat digunakan untuk memprediksi kejadian kardiovaskular
mayor pada saat perawatan di rumah sakit dengan sensitivitas 72,7%, spesifisitas
91,5%, nilai prediktif negatif 91,5%, dan nilai prediktif positif 72,7%. Pengukuran
MAPSE juga dapat merefleksikan fungsi longitudinal sistolik global pada
ventrikel kiri walaupun terdapat kondisi kontraksi ventrikel kiri yang asimetris
pada IMA karena dilakukan di empat regio ventrikel kiri yang berbeda, yaitu
septal, lateral, anterior, dan inferior. Berdasarkan penelitian tersebut juga
didapatkan nilai CKMB yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok pasien
dengan nilai MAPSE < 10 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya area
nekrosis miokardial yang lebih luas yang berhubungan dengan fungsi sistolik
ventrikel kiri yang lebih buruk (Nammas & El-Okda, 2012). Pada studi lain juga
ditunjukkan bahwa pada pasien IMA, terdapat penurunan nilai MAPSE yang lebih
bermakna pada area annulus yang berhubungan dengan dinding jantung yang
mengalami infark (Elnoamany & Abdelhameed, 2006). Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Brand dkk., penurunan nilai MAPSE merupakan variabel
prognostik yang signifikan dan independen pada pasien pasca IMA. Pengukuran
MAPSE dapat dilakukan pada semua pasien dan dapat memfasilitasi proses
identifikasi kelompok pasien berisiko tinggi pada praktek klinis (Brand dkk.,
2002). Penelitian yang dilakukan oleh Willenheimer dkk. menunjukkan bahwa
penurunan nilai MAPSE < 10 mm merupakan suatu penanda disfungsi miokard,
walaupun pasien tersebut memiliki gerakan dinding jantung regional yang normal.
Hal tersebut disebabkan karena MAPSE terutama berhubungan dengan fungsi
serabut miokardial longitudinal yang terdapat di area subendokardial, sedangkan
abnormalitas gerakan dinding jantung regional yang dinilai secara visual terutama
berhubungan dengan fungsi serabut miokardial sirkuler yang terdapat di regio
subepikardial (Willenheimer dkk., 2002).
2.12 Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)
Ventrikel kanan memiliki struktur yang kompleks dan bentuk yang asimetris,
sehingga sulit dilakukan pengukuran EF untuk mengetahui fungsi sistoliknya.
Berbeda dengan ventrikel kiri, kavitas ventrikel kanan tidak memiliki bentuk
geometris tiga dimensi yang jelas dan solid sehingga sulit untuk dilakukan
pengukuran. Pengukuran EF menggunakan pemeriksaan radionuclide
angiography merupakan salah satu metode baku emas untuk menentukan fungsi
sistolik ventrikel kanan. Kaul dkk. menyatakan bahwa pergerakan bidang katup
trikuspid dalam arah longitudinal dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi
sistolik ventrikel kanan. Pergerakan bidang annulus katup trikuspid pada fase
sistolik tidak dipengaruhi oleh struktur yang kompleks dan bentuk asimetris dari
ventrikel kanan. Penelitian yang dilakukan oleh Ueti dkk. menunjukkan bahwa
parameter yang menunjukkan pergerakan annulus trikuspid berhubungan secara
signifikan dengan EF ventrikel kanan yang dihitung menggunakan radionuclide.
Parameter tersebut, diantaranya TAPSE, D Wave Integral (DWI), dan
Standardized Peak Velocity of the D Wave (SPVDW) dapat digunakan untuk
membedakan fungsi ventrikel kanan yang normal dan abnormal dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang baik (Ueti dkk., 2002). Pemeriksaan MRI kardiak
juga merupakan salah satu baku emas untuk menilai EF venrikel kanan. MRI
dapat digunakan untuk menentukan volume, fungsi, dan massa ventrikel kanan
dengan tepat dan memiliki reprodusibilitas yang baik. Di lain pihak, penggunaan
MRI kardiak secara rutin untuk menentukan volume dan fungsi ventrikel kanan
membutuhkan banyak waktu untuk pengerjaan dan tidak tersedia secara luas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Speiser dkk., diperoleh bahwa
pengukuran TAPSE menggunakan ekokardiografi memiliki korelasi yang baik
dengan pengukuran TAPSE menggunakan MRI dengan variabilitas interobserver
dan intraobserver yang baik. Pada penelitian tersebut juga diperoleh bahwa EF
ventrikel kanan dapat dihitung secara semikuantitatif menggunakan nilai TAPSE
dikalikan dengan 2,5 (Speiser dkk., 2012a).
TAPSE atau yang sering disebut juga dengan Tricuspid Annular Motion
(TAM) merupakan suatu metode pada pemeriksaan ekokardiografi yang
sederhana dan banyak digunakan untuk penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan.
Selain itu, TAPSE juga sudah tervalidasi sebagai pemeriksaan yang baik untuk
menilai fungsi sistolik ventrikel kanan berdasarkan berbagai penelitian yang
menggunakan pemeriksaan MRI dan ekokardiografi (Bruhl dkk., 2011). TAPSE
merupakan suatu metode untuk mengukur jarak pergerakan segmen annulus katup
trikuspid pada fase sistolik di sepanjang bidang longitudinal. TAPSE dapat diukur
dari 4-chamber view dengan cara menempatkan kursor M-mode melalui lateral
annulus katup trikuspid dan mengukur pergerakan longitudinal annulus pada
puncak fase sistolik. Kontraksi ventrikel kanan terutama terjadi dalam arah
longitudinal. Oleh karena itu, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa semakin
besar pergerakan longitudinal bidang katup trikuspid pada saat fase sistolik, maka
lebih baik juga fungsi ventrikel kanan. TAPSE merupakan parameter
ekokardiografi yang sederhana, tidak membutuhkan kualitas gambar yang
optimal, peralatan yang canggih, dan analisis yang lama. American Society of
Echocardiography merekomendasikan bahwa pengukuran TAPSE dapat
digunakan secara rutin sebagai metode yang sederhana untuk memperkirakan
fungsi ventrikel kanan, dengan nilai referensi untuk gangguan fungsi sistolik
ventrikel kanan adalah dibawah 16 mm (Rudski dkk., 2010b).
Gambar 2.4
Cara Pengukuran TAPSE (Rudski dkk., 2010b)
Berdasarkan beberapa penelitian, TAPSE dapat dipengaruhi oleh pergerakan
longitudinal septal ventrikel kiri pada pasien-pasien dengan kondisi gagal jantung
yang simtomatik. Penurunan EF juga berpengaruh terhadap nilai TAPSE.
Pergerakan longitudinal septal dan segmen-segmen yang berdekatan berhubungan
lebih erat dengan TAPSE dibandingkan pergerakan secara radialis yang dinilai
oleh pergerakan dinding jantung dan segmen-segmen lateral. Adanya konsep
ventricular interdependence yang ditemukan pada model eksperimental juga
dapat menjelaskan adanya hubungan antara TAPSE dan EF ventrikel kiri.
(Kjaergaard dkk., 2009). Penelitian GISSI-3 echo substudy yang dilakukan oleh
Popescu dkk. juga menunjukkan bahwa nilai TAPSE lebih rendah secara
signifikan pada pasien dengan EF ventrikel kiri <45% dibandingkan pasien
dengan EF ventrikel kiri ≥45% yang diukur dalam 24-48 jam pertama pasca
kejadian IMA (Popescu dkk., 2005).
TAPSE merupakan suatu parameter yang tidak tergantung dengan usia dan
jenis kelamin, baik pada individu yang sehat maupun pada penderita gagal
jantung. TAPSE juga tidak memiliki hubungan dengan ukuran tubuh, sehingga
pengukuran TAPSE dapat dilakukan secara rutin tanpa memerlukan koreksi
terhadap luas permukaan tubuh (Kjaergaard dkk., 2009). Pengukuran TAPSE
dapat dilakukan dengan mudah pada semua pasien tanpa memandang kecepatan
denyut jantung dan irama jantung, sehingga pemeriksaan TAPSE dapat dilakukan
pada pasien dengan kondisi takikardi atau fibrilasi atrium. TAPSE juga diketahui
memiliki kekuatan prognostik yang lebih superior dibandingkan dengan parameter
fungsi sistolik ventrikel kanan pada pemeriksaan ekokardiografi yang lain. Hal ini
dapat dijelaskan oleh adanya hipotesis bahwa penurunan nilai TAPSE dapat
menggambarkan gangguan fungsi ventrikel kanan dengan lebih baik (Ghio dkk.,
2000). Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa TAPSE berhubungan
secara linear dengan fraksi ejeksi dan/atau perubahan area fraksional pada
ventrikel kanan pada berbagai jenis penyakit jantung dan kondisi klinis termasuk
iskemia miokard, gagal jantung kongestif, kardiomiopati, dan hipertensi
pulmonal. Selain itu, penurunan TAPSE juga berhubungan dengan prognosis
buruk pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemik, hipertensi pulmonal,
dan gagal jantung (Lamia dkk., 2007).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Pada IMA, akan terjadi penurunan fungsi global ventrikel akibat disfungsi
regional segmen-segmen miokardial yang mengalami infark. Setelah terjadi oklusi
pembuluh darah koroner yang akut, fungsi sistolik dan diastolik ventrikel akan
mengalami perubahan dalam waktu beberapa menit, beberapa jam, hingga
beberapa minggu. Penurunan fungsi ventrikel disebabkan karena terjadi
perubahan-perubahan pada: 1) tingkat seluler, karena adenosine triphosphate
merupakan suatu substansi yang diperlukan untuk proses kontraksi dan relaksasi
miokard, 2) tingkat miokardial, karena adanya asinkroni pergerakan regional
dinding jantung yang akan mempengaruhi fungsi ventrikel kiri secara global, 3)
tingkat hemodinamik, karena fungsi sistolik secara tidak langsung akan
mempengaruhi tekanan pengisian ventrikel. Morbiditas dan mortalitas yang terjadi
pada penderita IMA sangat dipengaruhi oleh berbagai komplikasi yang dapat
disebabkan oleh IMA. Kejadian kardiovaskular mayor yang terdiri dari kematian
kardiovaskular, gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia maligna, dan angina
pasca infark merupakan komplikasi IMA yang berhubungan secara langsung
dengan tingkat survival pasien. Pada kondisi IMA, direkomendasikan untuk
melakukan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal dalam 24-48 jam pertama.
Parameter-parameter pada ekokardiografi transthorakal dapat digunakan untuk
memperkirakan fungsi jantung pada pasien-pasien dengan IMA. Prognosis pada
pasien IMA dipengaruhi oleh disfungsi sistolik ventrikel kanan dan kiri yang
terjadi, yang dapat dinilai dengan pengukuran MAPSE dan TAPSE. MAPSE dan
TAPSE merupakan parameter pada pemeriksaan ekokardiografi transthorakal
yang menggambarkan fungsi sistolik longitudinal ventrikel kiri dan kanan. Nilai
MAPSE yang rendah juga dapat terjadi pada kondisi gagal jantung kiri yang
disebabkan oleh berbagai kelainan struktural pada jantung. Nilai TAPSE yang
rendah juga dapat terjadi pada kondisi gagal jantung kanan yang dapat disebabkan
oleh gagal jantung kiri yang berat, hipertensi pulmonal primer atau sekunder, dan
penyakit jantung kongenital. Beberapa faktor lain diketahui berpengaruh terhadap
morbiditas dan mortalitas pasien dengan IMA. Faktor-faktor tersebut antara lain
umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dislipidemia, obesitas, hipertensi, dan
pemberian terapi reperfusi.
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat kerangka konsep penelitian sebagai
berikut :
Keterangan : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Variabel kendali
Gambar 3.2
Kerangka Konsep Penelitian
IMA
Penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri
& ventrikel kanan
Kejadian Kardiovaskular Mayor 1. Kematian
Kardiovaskular 2. Gagal Jantung 3. Syok Kardiogenik 4. Aritmia Maligna 5. Angina
Pascainfark
1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Merokok 4. Terapi Reperfusi 5. Dislipidemia 6. Obesitas 7. Hipertensi 8. Diabetes Melitus
1. Riwayat Gagal Jantung Kiri
2. Riwayat Gagal Jantung Kanan
Penurunan nilai MAPSE dan nilai
TAPSE
3.3 Hipotesis Penelitian
• Nilai MAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular
mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
• Nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular
mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
• Gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah
merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di
rumah sakit pada pasien IMA.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort
prospektif untuk membuktikan/re-evaluasi peranan nilai MAPSE dan nilai TAPSE
yang rendah, serta gabungan keduanya sebagai prediktor kejadian kardiovaskular
mayor yang lebih tinggi pada penderita IMA. Penderita IMA dikelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok penderita IMA dengan faktor prognostik
yang positif (nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta
gabungan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah) dan kelompok penderita
IMA tanpa faktor prognostik (nilai MAPSE dan TAPSE yang normal), kemudian
dilakukan pengamatan selama perawatan pasien di rumah sakit. Luaran (outcome)
yang dimonitor adalah kejadian kardiovaskular mayor. Penelitian ini
menghasilkan Hazard Ratio (HR) dan kurve survival dari faktor prognostik
tersebut terhadap kejadian kardiovaskular mayor. Semua penderita dikelola
dengan memberikan terapi standar sesuai dengan panduan ESC.
Skema rancangan penelitian sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismail, 2008):
Penderita IMA
MRS
MRS
Faktor Prognostik (+) - Nilai MAPSE yang rendah (abnormal)
Kejadian KV (+)
Kejadian KV (-)
Kejadian KV (-)
Faktor Prognostik (-) - Nilai MAPSE yang normal
Kejadian KV (+)
Penderita IMA
MRS
MRS
Faktor Prognostik (+) - Nilai TAPSE yang rendah (abnormal)
Kejadian KV (+)
Kejadian KV (-)
Kejadian KV (-)
Faktor Prognostik (-) - Nilai TAPSE yang normal
Kejadian KV (+)
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Unit Gawat Darurat (UGD) dan Unit Perawatan
Intensif Jantung (UPIJ) RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan November 2014 – Januari 2015.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi Penelitian
4.3.1.1 Populasi Target
Semua penderita IMA.
4.3.1.2 Populasi Terjangkau
Semua penderita IMA yang dirawat di UGD dan UPIJ RSUP Sanglah
Denpasar.
MRS
MRS
Penderita IMA
Faktor Prognostik (+) - Gabungan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal)
Kejadian KV (+)
Kejadian KV (-)
Kejadian KV (-)
Faktor Prognostik (-) - Gabungan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang tidak termasuk dalam kelompok abnormal
Kejadian KV (+)
4.3.1.3 Sampel Penelitian
Sampel yang dipilih dari populasi terjangkau, setelah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Subyek yang benar-benar diteliti (actual study subjects)
adalah sampel yang benar-benar bersedia ikut serta dalam penelitian.
4.3.2 Penentuan Sampel
Sampel ditentukan secara consecutive, dengan memakai semua penderita
IMA yang memenuhi kriteria sebagai sampel hingga mencapai jumlah yang
direncanakan.
4.3.2.1 Kriteria Inklusi
Semua penderita IMA yang dirawat di UGD dan UPIJ RSUP Sanglah
Denpasar. Penderita bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent.
4.2.2.2 Kriteria Eksklusi
Penderita dengan kriteria sebagai berikut:
1. Riwayat gagal jantung kiri.
2. Riwayat gagal jantung kanan.
4.3.2.3 Jumlah Sampel
Perkiraan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus berikut :
(Sastroasmoro, 2008)
(zα √ 2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2)2
n1 = n2 = (P1 – P2)2
Bila RR: 1,75 dianggap bermakna, proporsi pada hipotesis no 3: 20 %;
α: 0,05; dan power: 80 %; zα = 1,96; z β = 0,842
n1 = n2 = 29,9
= 30 + 20%
= 36
Jumlah sampel (n) = n1 + n2 = 72
4.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah merupakan karakteristik sampel penelitian yang
diukur baik secara numerik atau kategorikal (Sastroasmoro dan Ismail, 2008).
Variabel tersebut ditentukan sesuai rancangan penelitian yang direncanakan.
Variabel tersebut sebagai berikut :
4.4.1 Variabel Bebas:
• Nilai MAPSE yang rendah.
• Nilai TAPSE yang rendah.
• Gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah.
4.4.2 Variabel Tergantung
Kejadian kardiovaskular mayor (kematian akibat kausa kardiovaskular
dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna
dan/atau angina pascainfark).
4.4.3 Variabel Kendali
Umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dislipidemia, obesitas, hipertensi,
dan pemberian terapi reperfusi.
4.4.4 Hubungan Antar Variabel
Hubungan variabel penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram
berikut:
Gambar 4.2
Hubungan Antar Variabel
4.4.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Infark Miokard Akut: terdapat minimal dua dari kriteria adanya: 1) Bukti
nekrosis miokard (ditandai dengan adanya peningkatan biomarker jantung),
pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokard akut yaitu 2)
Adanya nyeri dada tipikal angina dan/atau 3) Perubahan EKG yang diagnostik
Variabel Bebas
- Nilai MAPSE yang rendah - Nilai TAPSE yang rendah - Gabungan nilai MAPSE
yang rendah & nilai TAPSE yang rendah
Variabel Tergantung
Kejadian Kardiovaskular Mayor - Kematian
Kardiovaskular - Gagal Jantung - Syok Kardiogenik - Aritmia Maligna - Angina Pasca Infark
Variabel Kendali
- Umur - Jenis Kelamin - Merokok - Terapi
Reperfusi - Dislipidemia - Obesitas - Hipertensi - DM
untuk IMA (adanya ST elevasi). IMA terdiri dari 2 subgrup yaitu STEMI dan
NSTEMI (Cannon dkk., 2013, Senter & Francis, 2009).
i. STEMI: Pasien dengan klinis iskemia miokard dengan
peningkatan kadar biomarker jantung disertai perubahan EKG
berupa ST elevasi yang baru di dua sadapan yang berhubungan
dengan kriteria sebagai berikut:
• ST elevasi ≥ 0,2 mV pada sadapan V2-V3 (pada pria) atau
ST elevasi ≥ 0,15 mV pada sadapan V2-V3 (pada wanita)
dan/atau,
• ST elevasi ≥ 0,1 mV pada sadapan yang lain.
ii. NSTEMI: Pasien dengan klinis iskemia miokard dengan
peningkatan biomarker jantung dan gambaran EKG tidak
menunjukkan ST elevasi. Gambaran EKG yang diagnostik adalah
adanya ST depresi/perubahan gelombang T yang baru di dua
sadapan yang berhubungan dengan kriteria sebagai berikut:
• ST depresi yang horizontal/down-slopping ≥ 0,05 mV
dan/atau,
• T inversi ≥ 0,1 mV dengan gelombang R yang prominen,
atau rasio R/S >1.
2. Kejadian Kardiovaskular Mayor: luaran selama pemantauan saat
perawatan di rumah sakit yang terdiri dari kematian dengan kausa
kardiovaskular dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau
aritmia maligna dan/atau angina pasca infark.
i. Kematian dengan kausa kardiovaskular: kematian yang terjadi
akibat mekanisme kardiovaskular (aritmia, kematian mendadak,
gagal jantung, syok kardiogenik, stroke, emboli paru, penyakit
arteri perifer) yang terjadi setelah IMA (Hicks dkk., 2014, Cannon
dkk., 2013).
ii. Gagal Jantung: kondisi kegagalan pompa jantung akut yang
timbul sebagai komplikasi IMA, paling sering bermanifestasi
sebagai kondisi kongesti paru yang ditegakkan berdasarkan
anamnesis adanya keluhan sesak nafas, dari pemeriksaan fisik
ditemukan tanda seperti takikardia dan/atau S3 gallop pada
auskultasi jantung dan/atau rhonki di kedua lapangan paru, dan
dibuktikan dengan adanya kongesti pulmonal dengan edema
interstisial pada pemeriksaan foto thoraks (Steg dkk., 2012).
iii. Syok Kardiogenik: syok yang ditemukan pada kondisi IMA,
dimana terdapat episode hipotensi sistemik dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg yang menetap (<30 menit), disertai bukti
adanya hipoperfusi organ seperti ekstremitas yang dingin dan
oliguria, tanpa disertai kondisi hipovolemik dan sepsis. Syok
kardiogenik juga dianggap ada bila dibutuhkan inotropik atau
pemasangan Intra Aortic Ballon Pump (IABP) untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg (Katritsis dkk.,
2013, Cannon dkk., 2013).
iv. Aritmia Maligna: Gangguan irama jantung yang dapat
memberikan gangguan hemodinamik pada pasien IMA, berupa
aritmia supraventrikular (takikardi supraventrikular, atrial flutter,
fibrilasi atrium), aritmia ventrikular (takikardi ventrikel, fibrilasi
ventrikel) dan blok atrioventrikular (derajat dua dan total) onset
baru yang dinilai berdasarkan hasil rekam jantung yang
terdokumentasi (Kondur dkk., 2013).
v. Angina Pasca Infark: nyeri dada tipikal angina yang terjadi
selama perawatan di rumah sakit pada saat istirahat/aktivitas ringan
setelah hilangnya nyeri dada yang terjadi pada saat episode IMA
(Kondur dkk., 2013).
3. Waktu: durasi sejak pasien terdiagnosis IMA sampai mengalami luaran,
dinilai dalam jam.
4. MAPSE: merupakan suatu parameter ekokardiografi yang berguna untuk
menilai fungsi longitudinal global pada ventrikel kiri. Metode ini
menggunakan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal untuk mengukur
jarak pergerakan segmen annulus katup mitral pada fase sistolik di sepanjang
bidang longitudinal. MAPSE dapat diukur dari 4-chamber & 2 chamber view
dengan cara menempatkan kursor M-mode melalui 4 regio (septal, lateral,
anterior, dan inferior) annulus katup mitral dan mengukur jarak antara titik
terendah pada awal sistolik (awal kompleks QRS) hingga titik tertinggi pada
akhir sistolik (akhir gelombang T). Setelah didapatkan keempat nilai MAPSE
dari seluruh regio, diambil rerata nilai MAPSE yang mencerminkan fungsi
longitudinal global pada ventrikel kiri (Hu dkk., 2013a). Batas nilai untuk
menentukan nilai MAPSE yang rendah menggunakan data yang dikumpulkan
dari penelitian ini dengan cara membuat kurva Receiving Operating
Characteristic (ROC) dan dinilai cut-off point terbaik dari nilai MAPSE untuk
memprediksi kejadian kardiovaskular mayor. Nilai MAPSE yang merupakan
skala numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu nilai
MAPSE yang rendah (abnormal) dan nilai MAPSE yang normal.
5. TAPSE: merupakan suatu parameter ekokardiografi yang berguna untuk
menilai fungsi longitudinal global pada ventrikel kanan. Metode ini
menggunakan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal untuk mengukur
jarak pergerakan segmen annulus katup tricuspid pada fase sistolik di
sepanjang bidang longitudinal. TAPSE dapat diukur dari 4-chamber view
dengan cara menempatkan kursor M-mode melalui regio lateral annulus katup
trikuspid dan mengukur jarak antara titik terendah pada awal sistolik (awal
kompleks QRS) hingga titik tertinggi pada akhir sistolik (akhir gelombang T).
(Rudski dkk., 2010b). Batas nilai untuk menentukan nilai TAPSE yang rendah
menggunakan data yang dikumpulkan dari penelitian ini dengan cara membuat
kurva Receiving Operating Characteristic (ROC) dan dinilai cut-off point
terbaik dari nilai TAPSE untuk memprediksi kejadian kardiovaskular mayor.
Nilai TAPSE yang merupakan skala numerik dirubah menjadi skala nominal
dengan dua kategori yaitu nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan nilai
TAPSE yang normal.
6. Gagal Jantung Kiri: kegagalan fungsi pompa jantung kiri yang disebabkan
oleh abnormalitas struktural/fungsi jantung. Gagal jantung kiri secara klinis
ditentukan berdasarkan adanya riwayat gejala (sesak nafas saat aktivitas,
paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea) dan tanda (rhonki pada kedua
lapang paru) serta terdapat bukti adanya abnormalitas struktural/fungsi jantung
yang mendasari (McMurray dkk., 2012).
7. Gagal Jantung Kanan: sindroma klinis yang ditandai dengan adanya
kongesti jaringan, antara lain distensi vena jugularis, edema perifer, ascites,
dan kongesti pada organ abdominal yang disebabkan oleh gangguan fungsi
sistolik ventrikel kanan. Kondisi gagal jantung kanan dapat disebabkan oleh
gagal jantung kiri yang berat, hipertensi pulmonal sekunder akibat penyakit
paru yang berat dan kronis, hipertensi pulmonal primer, atau penyakit jantung
kongenital (Fuster dkk., 2011).
8. Terapi Reperfusi: terapi yang bertujuan untuk mengembalikan patensi arteri
koroner dan aliran darah pada kondisi IMA. Terapi reperfusi dapat dicapai
dengan menggunakan fibrinolitik atau Percutaneous Coronary Intervention
(PCI) atau Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) (Bassand dkk., 2005).
9. Dislipidemia: kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid antara lain: kadar
kolesterol LDL > 100 mg/dl, dan/atau kadar kolesterol total > 200 mg/dl,
dan/atau kadar trigliserida >150 mg/dl dan/atau kadar kolesterol HDL <40
mg/dl sesuai kriteria ATP III. (NCEP, 2002). Data kadar fraksi lipid dapat
diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik di RSUP
Sanglah atau dari rekam medis pasien.
10. Hipertensi (HT): adalah penderita dengan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg, dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang diperiksa pada saat
masuk rumah sakit menggunakan alat sphygmomanometer air raksa,
berdasarkan klasifikasi JNC VII (Seventh Joint National Committee
Clasification), atau penderita dengan riwayat HT dan sedang mengkonsumsi
obat antihipertensi (Chobanian dkk., 2003). Riwayat HT dan konsumsi obat
antihipertensi dapat diketahui berdasarkan anamnesis dan rekam medis pasien.
11. Diabetes Melitus (DM): didiagnosis berdasarkan kriteria American Diabetes
Association (ADA) 2010, yaitu bila terdapat riwayat polidipsia, poliuria, dan
polifagia ditambah salah satu dari kriteria kadar gula darah puasa > 126 mg/dl,
dan/atau atau gula darah sewaktu > 200 mg/dl, atau gula darah 2 jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl.
(ADA, 2010). Data kadar gula darah dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan
laboratorium patologi klinik di RSUP Sanglah atau dari rekam medis pasien.
Pasien juga terdiagnosis DM bila terdapat riwayat menderita DM dan/atau
mengkonsumsi obat-obatan DM berdasarkan anamnesis atau rekam medis
pasien.
12. Merokok: ditentukan berdasarkan anamnesis. Status perokok ditentukan bila
merokok paling sedikit satu batang perhari selama lebih dari 1 bulan terakhir
atau berhenti merokok kurang dari 3 bulan. Kriteria merokok sebagi berikut
(Wita, 1992)
a. Perokok ringan : merokok 1-9 batang per hari.
b. Perokok sedang : merokok 10-19 batang per hari.
c. Perokok berat : merokok 20 batang per hari atau lebih.
d. Bekas perokok : berhenti merokok lebih dari 3 bulan.
13. Obesitas: adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2, yang dapat diukur
berdasarkan rumus dibawah ini (Chan & Woo, 2010):
BB (Kg)
IMT =
TB2 (m)
14. Umur: umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir berdasarkan KTP sampai
dengan saat masuk RS, dengan satuan tahun (dibulatkan pada tahun terdekat).
4.5 Bahan Penelitian
Darah untuk pemeriksaan laboratorium seperti :Troponin-1, CKMB, LDH,
gula darah, Kolesterol total, LDL, HDL, Trigliserida, SGOT, SGPT, Ureum,
kreatinin sesuai lampiran 5.
4.6 Instrumen Penelitian
1. Pengukuran tekanan darah dengan Sphygmomanometer air raksa.
2. Penghitungan IMT dengan menimbang berat badan menggunakan
timbangan digital dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan
skala tinggi, dan rumus penghitungan IMT.
Keterangan :
IMT = Indeks Massa Tubuh
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
3. Pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE menggunakan ekokardiografi
transthorakal dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine dan
GE 3S ultrasound probe (1,5-3,6 MHz).
4. Kuisioner dan rekam medik.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Tata Cara Penelitian
Bila terdapat pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi, kepada pasien dan
pihak keluarga yang bertanggung jawab diberikan informasi mengenai penelitian
ini. Setelah pasien/keluarga setuju untuk berpartisipasi, pasien diminta untuk
menandatangani formulir persetujuan yang telah disediakan. Selanjutnya, semua
sampel penelitian dikelola sesuai dengan prosedur. Penanganan pasien IMA
dilakukan sesuai Pedoman Terapi Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. Data yang diperoleh dari catatan
medis penderita antara lain, nama, nomor rekam medis, jenis kelamin, umur,
diagnosis, hasil laboratorium, serta kejadian kardiovaskular mayor pada pasien
IMA selama perawatan di RSUP Sanglah Denpasar.
Pengambilan gambar MAPSE dan TAPSE dilakukan menggunakan
ekokardiografi transthorakal oleh peneliti dengan alat GE Vivid E Portable
Ultrasound Machine dan GE 3S ultrasound probe (1,5-3,6 MHz) dalam waktu 24
jam setelah pasien masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan ekokardiografi
disimpan dalam alat dan diverifikasi oleh Kardiolog Konsultan, untuk selanjutnya
dilakukan pengukuran nilai TAPSE dan MAPSE oleh tiga observer, antara lain
Observer 1/PPDS Senior (dr. Vianney Tedjamulia), Observer 2/Kardiolog (dr. IB
Rangga Wibhuti, Sp.JP), dan Observer 3/Kardiolog Konsultan yang memiliki
ekspertise di bidang ekokardiografi (dr. K. Badjra Nadha, SpJP (K)). Pasien
diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat adanya kejadian
kardiovaskular mayor yaitu kematian akibat kausa kardiovaskular dan/atau gagal
jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna dan/atau angina
pascainfark. Pasien yang meninggal saat perawatan akibat mekanisme
kardiovaskular (aritmia, kematian mendadak, gagal jantung, stroke, emboli paru,
penyakit arteri perifer) maka pasien didiagnosis sebagai kematian akibat kausa
kardiovaskular dan dimasukkan sebagai luaran. Pada pasien yang mengeluh sesak
nafas, dilakukan evaluasi klinis yaitu anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thoraks. Bila ditemukan tanda gagal
jantung dari pemeriksaan klinis dan/atau dari penunjang rontgen thoraks, maka
pasien didiagnosis sebagai gagal jantung akibat infark miokard dan dimasukkan
sebagai luaran. Pasien yang selama perawatan didapatkan tekanan darah sistolik
turun <90 mmHg disertai tanda hipoperfusi jaringan, tanpa adanya bukti
hipovolemik ataupun sepsis dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang mengeluh
berdebar dan didapatkan aritmia dari monitor berupa aritmia supraventrikular
(takikardi supraventrikular, atrial flutter, fibrilasi atrium), aritmia ventrikular
(takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel) dan blok atrioventrikular (derajat dua dan
total) onset baru dilakukan perekaman jantung satu atau 12 sadapan untuk
dokumentasi terjadinya aritmia. Pasien dengan jenis aritmia yang telah disebutkan
diatas dan telah terdokumentasi dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang
mengeluh nyeri dada tipikal selama perawatan di rumah sakit pada saat
istirahat/aktivitas ringan setelah hilangnya nyeri dada yang terjadi pada saat
episode IMA dmasukkan sebagai luaran. Setiap luaran yang didapatkan dicatat
jam keberapa munculnya, terhitung sejak hari pasien dirawat. Pasien yang tidak
mengalami luaran akan diikuti hingga pulang dari rumah sakit. Hasil pemeriksaan
dikumpulkan oleh peneliti untuk selanjutnya dilakukan analisis.
4.7.2 Alur Penelitian
Pasien yang terdiagnosis IMA berdasarkan manifestasi klinis dan data dari
pemeriksaan penunjang di UGD dan UPIJ RSUP Sanglah merupakan populasi
terjangkau dari penelitian ini. Dari populasi ini, pasien yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi diambil sebagai sampel secara
consecutive sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Pada pasien
tersebut dilakukan pengisian lembar pengumpulan data, pemeriksaan laboratorium
dan pengambilan gambar MAPSE dan TAPSE menggunakan ekokardiografi
transthorakal oleh peneliti dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine
dan GE 3S ultrasound probe (1,5-3,6 MHz) dalam waktu 24 jam setelah pasien
masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan disimpan dan diverifikasi oleh Kardiolog
Konsultan, untuk selanjutnya dilakukan pengukuran oleh PPDS Senior,
Kardiolog, dan Kardiolog Konsultan yang memiliki ekspertise di bidang
ekokardiografi. Data kemudian dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya
dilakukan analisis. Alur penelitian dapat ditunjukkan pada gambar 4.3 dibawah
ini.
Gambar 4.3 Alur Penelitian
Populasi Terjangkau Semua penderita IMA yang dirawat di RSUP
Sanglah Denpasar
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Informed Consent
Eligible study subject
Lembar Pengumpulan Data
Pengambilan gambar MAPSE & TAPSE dalam waktu 24 jam
setelah masuk Rumah Sakit oleh Peneliti
Analisis Data
Kejadian Kardiovaskular Mayor: Kematian Kardiovaskular
Gagal Jantung Syok Kardiogenik Aritmia Maligna
Angina Pascainfark
• Identitas • Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan
Penunjang • Diagnosis • Terapi
Populasi Target Pasien IMA
Pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE oleh PPDS Senior,
Kardiolog dan Kardiolog Konsultan
4.8 Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Analisis reliabilitas, bertujuan untuk mengetahui konsistensi antara hasil
pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE yang dilakukan oleh Observer
1/PPDS Senior, Observer 2/Kardiolog, dan Observer 3/Kardiolog
Konsultan. Teknik yang digunakan antara lain analisis korelasi untuk
memberikan informasi mengenai kekuatan hubungan/asosiasi antara nilai
MAPSE dan TAPSE yang diukur oleh ketiga observer dan dinyatakan
dalam bentuk grafik scatter plot dan penghitungan koefisien korelasi
Pearson (r). Selanjutnya akn dilakukan analisis Bland-Altman untuk
mengetahui limit of agreement (tingkat kesesuaian) nilai MAPSE dan
TAPSE yang diukur oleh ketiga observer dan dinyatakan dalam bentuk
kurva Bland-Altman dan rerata beda ± 1,96 Standar Deviasi. Nilai
MAPSE dan TAPSE yang akan digunakan pada analisis selanjutnya
adalah rerata nilai MAPSE dan TAPSE yang diukur oleh ketiga observer.
2. Analisis kurva ROC. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan cut-off
point terbaik untuk menyatakan penurunan nilai MAPSE dan TAPSE.
Pada analisis ini nilai MAPSE dan nilai TAPSE akan menjadi variabel
kategorikal, dan kejadian kardiovaskular mayor sebagai variabel referensi.
Kemudian akan terbentuk kurva ROC yang terdiri dari sumbu X dan Y.
Sumbu X adalah 1-spesifisitas, dan sumbu Y adalah sensitivitas. Cut-off
point terbaik adalah nilai MAPSE dan nilai TAPSE tertentu yang
menghasilkan nilai akurasi tertinggi sebagai prediktor kejadian
kardiovaskular mayor.
3. Analisis univariat, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik subjek
penelitian dalam bentuk tabel, dan akan membagi subjek penelitian
menjadi dua kelompok berdasarkan kategori nilai MAPSE dan kategori
nilai TAPSE yang cut-off pointnya telah ditentukan sebelumnya. Data
yang bersifat numerik akan disajikan dalam bentuk mean ± Standar
Deviasi. Data yang bersifat kategorikal akan disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi [f (%)].
4. Analisis bivariat, bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu variabel
bebas terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini
adalah nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta
gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah.
Variabel tergantung adalah kejadian kardiovaskular mayor. Pada analisis
ini akan diperoleh nilai Hazard Ratio (HR) dari nilai MAPSE yang rendah,
nilai TAPSE yang rendah, serta gabungan nilai MAPSE yang rendah dan
nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor. Hasil
analisis bivariat juga akan ditampilkan menggunakan grafik estimasi
survival Kaplan-Meier kemudian dinilai perbedaan median time dan
probabilitas survival berdasarkan variabel bebas. Uji statistik yang
digunakan pada analisis bivariat adalah Logrank test.
5. Analisis multivariat, bertujuan untuk menganalisis apakah nilai MAPSE
yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, atau gabungan nilai MAPSE yang
rendah dan nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor independen
terjadinya kejadian kardiovaskular mayor dengan mengontrol variabel lain
yang diduga sebagai confounder. Uji statistik yang digunakan pada
analisis multivariat dalam penelitian ini adalah uji Cox regression,
sehingga dapat diketahui Hazard Ratio (HR) independen dari nilai
MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta gabungan nilai
MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien IMA
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama periode bulan November 2014 sampai dengan Januari 2015, telah
dilakukan studi observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang
bertempat di RSUP Sanglah, Denpasar. Penelitian ini dimulai setelah mendapat
persetujuan dari unit penelitian dan pengembangan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dengan surat Kelaikan Etik
(Ethical Clearance) dan surat ijin penelitian dari Direktur Sumber Daya manusia
(SDM) dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar.
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita IMA baik STEMI maupun
NSTEMI yang memenuhi kriteria inklusi dan diambil secara consecutive sampling
dari populasi penelitian. Terhadap 72 pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah
serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan pengambilan gambar
MAPSE dan TAPSE dilakukan menggunakan ekokardiografi transthorakal oleh
peneliti dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine dan GE 3S
ultrasound probe (1,5-3,6 MHz). Pemeriksaan dilakukan dalam waktu 24 jam
setelah pasien masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan ekokardiografi disimpan
dalam alat, dan telah dilakukan pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE oleh tiga
observer independen, yaitu Observer 1/PPDS Senior (dr. Vianney Tedjamulia),
Observer 2/Kardiolog (dr. IB Rangga Wibhuti, Sp.JP), dan Observer 3/Kardiolog
Konsultan yang memiliki ekspertise di bidang ekokardiografi (dr. K. Badjra
Nadha, SpJP (K)). Pasien diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat
adanya kejadian kardiovaskular mayor yaitu kematian akibat kausa kardiovaskular
dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna
dan/atau angina pasca infark. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:
nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta gabungan nilai
MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah sebagai variabel bebas, dan kejadian
kardiovaskular mayor (komposit) sebagai variabel tergantung. Penderita IMA
yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari 42 orang (58,3%) pasien STEMI
dan 30 orang (41,7%) pasien NSTEMI.
5.1 Analisis Reliabilitas
Analisis reliabilitas pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
konsistensi serta variabilitas interobserver antara nilai MAPSE dan TAPSE yang
diukur oleh tiga observer secara independen, yaitu Observer 1 (dr. Vianney
Tedjamulia/PPDS Senior), Observer 2 (dr. Rangga Wibhuti, Sp. JP/Kardiolog),
dan Observer 3 (dr. K. Badjra Nadha, Sp.JP (K)/Kardiolog Konsultan). Analisis
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan dua metode, antara lain dengan
analisis korelasi Pearson untuk mengetahui korelasi antara nilai MAPSE dan
TAPSE yang diukur oleh ketiga observer serta analisis Bland-Altman untuk
mengetahui rerata perbedaan nilai MAPSE dan TAPSE yang diukur oleh ketiga
observer. Grafik scatter plot dan kurva Bland-Altman yang menggambarkan uji
reliabilitas untuk nilai MAPSE dapat dilihat pada gambar 5.1 dan 5.2, sedangkan
grafik scatter plot dan kurva Bland-Altman yang menggambarkan uji reliabilitas
untuk nilai TAPSE dapat dilihat pada gambar 5.3 dan 5.4
Berdasarkan gambar 5.1, terlihat bahwa terdapat korelasi positif yang kuat
antara nilai MAPSE yang diukur oleh Observer 1, Observer 2, dan Observer 3.
Hal tersebut juga ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi Pearson (r) yang tinggi,
yaitu berturut-turut sebesar 0,958 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2,
0,974 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 3, dan 0,971 (nilai p <0,001)
untuk Observer 2 & Observer 3.
Gambar 5.1 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai MAPSE
yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan
Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah)
Limit of agreement antara pengukuran nilai MAPSE yang dilakukan oleh
ketiga observer dapat dilihat lebih lanjut pada kurva Bland-Altman yang
ditunjukkan pada gambar 5.4. Berdasarkan kurva tersebut terlihat bahwa nilai
MAPSE yang diukur oleh ketiga observer memiliki rerata beda yang sangat kecil
dan tidak bermakna secara statistik, yaitu berturut-turut sebesar 0,02 ± (-1,05) –
1,01 mm antara Observer 1 & Observer 2 (nilai p = 0,755), sebesar 0,08 ± (-0,73)
– 0,90 mm antara Observer 1 & Observer 3 (nilai p = 0,095), dan sebesar 0,1 ± (-
0,76) – 0,97 mm antara Observer 2 & Observer 3 (nilai p = 0,052).
6 8 10 12 14 16-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Mean of MAPSE1 and MAPSE2
MA
PS
E1
- MA
PS
E2
Mean-0.02
-1.96 SD-1.05
+1.96 SD1.01
6 8 10 12 14 16-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Mean of MAPSE1 and MAPSE3
MAP
SE1
- MAP
SE3
Mean0.08
-1.96 SD-0.73
+1.96 SD0.90
6 8 10 12 14 16-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Mean of MAPSE2 and MAPSE3
MA
PS
E2
- MA
PS
E3
Mean0.10
-1.96 SD-0.76
+1.96 SD0.97
Gambar 5.2 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement
antara Nilai MAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),
Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3
(Bawah)
Gambar 5.3 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai TAPSE
yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan
Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah)
Berdasarkan Gambar 5.3, terlihat bahwa terdapat korelasi positif yang kuat
antara nilai TAPSE yang diukur oleh Observer 1, Observer 2, dan Observer 3. Hal
tersebut juga ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi Pearson (r) yang tinggi,
yaitu berturut-turut sebesar 0,956 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2,
0,960 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 3, dan 0,961 (nilai p <0,001)
untuk Observer 2 & Observer 3.
Interobserver agreement antara pengukuran nilai TAPSE yang dilakukan
oleh ketiga observer dapat dilihat lebih lanjut pada kurva Bland-Altman yang
ditunjukkan pada Gambar 5.4. Berdasarkan kurva tersebut terlihat bahwa nilai
TAPSE yang diukur oleh ketiga observer memiliki rerata beda yang sangat kecil
dan tidak bermakna secara statistik , yaitu berturut-turut sebesar 0,1 ± (-2,1) – 2,3
mm antara Observer 1 & Observer 2 (nilai p = 0,270), sebesar 0,1 ± (-2,0) – 2,1
mm antara Observer 1 & Observer 3 (nilai p = 0,581), dan sebesar 0,1 ± (-2,1) –
1,9 mm antara Observer 2 & Observer 3 (nilai p = 0,523).
10 15 20 25 30-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Mean of TAPSE1 and TAPSE2
TAP
SE
1 - T
AP
SE
2
Mean0.1
-1.96 SD-2.1
+1.96 SD2.3
5 10 15 20 25 30-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Mean of TAPSE1 and TAPSE3
TAPS
E1 -
TAPS
E3 Mean0.1
-1.96 SD-2.0
+1.96 SD2.2
10 15 20 25 30-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Mean of TAPSE2 and TAPSE3
TAP
SE
2 - T
AP
SE
3
Mean-0.1
-1.96 SD-2.1
+1.96 SD1.9
Gambar 5.4 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement
antara Nilai TAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),
Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3
(Bawah)
5.2 Analisis Kurva ROC
Batas nilai untuk menentukan kategori nilai MAPSE yang rendah (abnormal),
nilai MAPSE yang normal, nilai TAPSE yang rendah (abnormal), dan nilai
TAPSE yang normal menggunakan data yang dikumpulkan dari penelitian ini
dengan cara membuat kurva ROC. Kurva ROC dibuat menggunakan rerata nilai
MAPSE dan Nilai TAPSE yang telah diukur oleh ketiga observer diatas.
Gambar 5.5 Kurva ROC dalam Menentukan Cut-off Point Nilai MAPSE yang
rendah (kiri) dan Nilai TAPSE yang rendah (kanan)
Berdasarkan analisis kurva ROC, diperoleh nilai cut-off point terbaik dalam
menyatakan nilai MAPSE yang rendah untuk memprediksi luaran dengan
mendapatkan hubungan optimal antara sensitivitas dan spesifisitas yaitu 8,75 mm.
Area Under Curve (AUC) yaitu 0,871, Standard Error 0,047, (95% CI = 0.778-
0,964), dan P-value <0,001.
Dengan menggunakan nilai cut-off point 8,75 mm, maka didapatkan
sebanyak 23 pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal), dan 49 pasien
dengan nilai MAPSE yang normal. Nilai MAPSE yang merupakan skala numerik
dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu nilai MAPSE yang
rendah (abnormal) dan nilai MAPSE yang normal.
Dengan menggunakan metode yang sama, yaitu analisis kurva ROC,
diperoleh nilai cut-off point terbaik dalam menyatakan nilai TAPSE yang rendah
untuk memprediksi luaran dengan mendapatkan hubungan optimal antara
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 16,15 mm. Area Under Curve (AUC) yaitu
0,701, Standard Error 0,069, (95% CI = 0,565-0,837), dan P-value 0,005.
Dengan menggunakan nilai cut-off point 16,15 mm, maka didapatkan
sebanyak 24 pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal), dan 48 pasien
dengan nilai TAPSE yang normal. Nilai TAPSE yang merupakan skala numerik
dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu nilai TAPSE yang
rendah (abnormal) dan nilai TAPSE yang normal.
5.3 Karakteristik Subyek Penelitian
Hasil analisis deskriptif populasi penelitian ditunjukkan pada tabel 5.1 dan
tabel 5.2. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan ada tidaknya
nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah. Cut-off point dalam
menyatakan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah diperoleh dengan
membuat kurva ROC seperti yang telah disebutkan diatas.
Tabel 5.1
Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai MAPSE)
Variabel Nilai MAPSE P Nilai MAPSE yang
Rendah Nilai MAPSE yang
Normal n= 23 n= 49 Umur (tahun) 64,87 ± 12,89 58,63 ± 11,48 0,055 Jenis Kelamin 0,329 Laki-laki (%) 29,3% (n=17) 70,7% (n=41) Perempuan (%) 42,9% (n=6) 57,1% (n=8) Merokok (%) 31,9% (n=15) 68,1% (n=32) 0,994 Dislipidemia 26,1% (n=12) 73,9% (n=34) 0,156 TC (mg/dl) 193,80 ± 58,04 198,10 ± 46,67 0,758
LDL (mg/dl) 133,88 ± 72,00 131,84 ± 41,59 0,872 TG (mg/dl) 158,00 ± 66,48 158.42 ± 80,87 0,981 HDL (mg/dl) 36,77 ± 11,44 36,96 ± 11,43 0,951 DM 59,3% (n=16) 40,7% (n=11) <0,001 GDS (mg/dl) 241,02 ± 72,00 176,79 ± 101,56 0,003 Hipertensi 34,9% (n=15) 65,1% (n=28) 0,515 TDS (mmHg) 138,70 ± 29,60 135,33 ± 23,42 0,634 TDD (mmHg) 83,48 ± 16,13 84,69 ± 15,46 0,764 Obesitas (%) 33,3% (n=2) 66,7% (n=4) 0,939 IMT (kg/m2) 25,67 ± 3,70 25,12 ± 3,50 0,548 Diagnosis Kerja 0,215 STEMI (%) 26,2% (n=11) 73,8% (n=31) NSTEMI (%) 40,0% (n=12) 60,0% (n=18) CKMB 26,21 ± 15,07 23,11 ± 15,03 0,421 Troponin T 1.182,48 ± 641,97 616.76 ± 646.08 0,001 Terapi Reperfusi 12,5% (n=3) 87,5% (n=21) 0,012 Onset (Jam) 23,93 ± 22,60 10,02 ± 14,06 0,011 EF (%) 36,32 ± 5,54 54,79 ± 7,98 <0,001
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa karakteristik dasar antara pasien
dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna dibandingkan pasien dengan nilai MAPSE yang normal, kecuali
variabel Diabetes Melitus. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa pasien dengan
nilai MAPSE yang rendah memiliki kadar Troponin T yang lebih tinggi secara
bermakna, dan lebih sedikit menerima terapi reperfusi bila dibandingkan dengan
pasien dengan nilai MAPSE yang normal. Kelompok pasien dengan nilai MAPSE
yang rendah memiliki nilai EF yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan
pasien dengan nilai MAPSE yang normal.
Tabel 5.2
Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai TAPSE)
Variabel Nilai TAPSE P Nilai TAPSE yang
Rendah Nilai TAPSE yang
Normal n= 24 n= 48 Umur (tahun) 64,25 ± 14,53 58,81 ± 10,59 0,112 Jenis Kelamin 0,006 Laki-laki (%) 25,9% (n=15) 74,1% (n=43) Perempuan (%) 64,3% (n=9) 35,7% (n=5) Merokok (%) 29,8% (n=14) 70,2% (n=33) 0,381 Dislipidemia 30,4% (n=14) 69,6% (n=32) 0,488 TC (mg/dl) 194,19 ± 47,62 197,81 ± 52,97 0,930 LDL (mg/dl) 137,47 ± 42,51 130,01 ± 46,63 0,500 TG (mg/dl) 162,46 ± 71,40 156.20 ± 78,99 0,737 HDL (mg/dl) 36,50 ± 10,70 37,10 ±11,78 0,828 DM 66,7% (n=18) 33,3% (n=9) <0,001 GDS (mg/dl) 269,27 ± 105,72 161,33 ± 69,99 <0,001 Hipertensi 34,9% (n=15) 65,1% (n=28) 0,734 TDS (mmHg) 132,67 ± 26,21 138,27 ± 25,04 0,390 TDD (mmHg) 83,25 ± 14,46 84,83 ± 16,23 0,676 Obesitas (%) 33,3% (n=2) 66,7% (n=4) 1,000 IMT (kg/m2) 25,18 ± 3,41 25,34 ± 3,65 0,848 Diagnosis Kerja 0,612 STEMI (%) 31,0% (n=13) 69,0% (n=29) NSTEMI (%) 36,7% (n=11) 63,3% (n=19) CKMB 23,70 ± 14,53 24,30 ± 15,38 0,873 Troponin T 1.069,79 ± 743,86 661,31 ± 631,05 0,026 Terapi Reperfusi 12,5% (n=3) 87,5% (n=21) 0,008 Onset (Jam) 15,42 ± 5,90 13,99 ± 9,51 0,741 EF (%) 42,40 ± 5,87 53,17 ± 11,50 <0,001
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa karakteristik dasar antara pasien
dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna dibandingkan pasien dengan nilai TAPSE yang normal, kecuali variabel
jenis kelamin dan DM. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa pasien dengan nilai
TAPSE yang rendah memiliki kadar Troponin T yang lebih tinggi secara
bermakna, dan lebih sedikit menerima terapi reperfusi bila dibandingkan dengan
pasien dengan nilai TAPSE yang normal. Kelompok pasien dengan nilai TAPSE
yang rendah memiliki nilai EF yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan
pasien dengan nilai TAPSE yang normal.
5.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA
Dari 72 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 25
pasien mengalami kejadian kardiovaskular mayor Sebanyak 18 pasien diantaranya
memiliki nilai MAPSE yang rendah (abnormal), sedangkan sebanyak 7 pasien
memiliki nilai MAPSE yang normal. Gambaran estimasi survival Kaplan Meier
terjadinya kejadian kardiovaskular mayor berdasarkan kategori nilai MAPSE
ditunjukkan pada gambar 5.6 dibawah ini.
Gambar 5.6 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah
Survival rate pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal)
didapatkan 46,50 (95% CI = 26,75-66,25) jam, sedangkan survival rate pasien
dengan nilai MAPSE yang normal adalah 104,52 (95% CI = 93,78-115,27) jam
Setelah dilakukan Uji Log Rank, ditemukan bahwa survival rate antara pasien
dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) dan dengan nilai TAPSE yang
normal berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar <0,001.
Pada pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal), probabilitas
survival dalam 24 jam pertama adalah sebesar 0,52, sedangkan pada pasien
dengan nilai MAPSE yang normal sebesar 0,88. Hal ini berarti bahwa dalam 24
jam pertama, sebanyak 52% pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal)
tidak mengalami kejadian kardiovaskular mayor, sedangkan pada pasien dengan
nilai MAPSE yang normal, sebanyak 88% pasien tidak mengalami kejadian
kardiovaskular mayor. Dalam 48 jam pertama, diperoleh bahwa probabilitas
survival pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) sebesar 0,30,
sedangkan pada pasien dengan nilai MAPSE yang normal sebesar 0,86.
Pengaruh nilai MAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor
dapat diketahui dengan menggunakan Hazard Ratio (HR) yaitu sebesar 8,19 (95%
CI 3,38-19,82). Hal tersebut berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor
pada pasien IMA didapatkan 8,19 kali lipat pada pasien dengan nilai MAPSE
yang rendah (abnormal) dibandingkan pasien dengan nilai MAPSE yang normal.
Perbedaan risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p < 0,0001. Nilai HR
ini masih bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap
sebagai perancu.
5.5 Pengaruh Nilai MAPSE yang rendah terhadap Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit Setelah Dikontrol dengan
Variabel Lain
Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai
MAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara independen
adalah adalah Cox Regression. Berdasarkan tabel 5.3, ditemukan bahwa nilai
MAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor independen terjadinya kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Hal ini berarti bahwa risiko kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan nilai MAPSE yang rendah setelah
mengontrol faktor perancu adalah 6,68 kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai
MAPSE yang normal.
Tabel 5.3 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE yang Rendah sebagai
Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA
Variabel Exp (B) 95% CI P-value Nilai MAPSE yang rendah 6,68 2,37-18,83 <0,0001 Umur 1,01 0,98-1,05 0,474 Jenis Kelamin 0,89 0,17-4,54 0,885 Merokok 0,80 0,20-3,15 0,749 Terapi Reperfusi 1,02 0,31-3,36 0,969 Dislipidemia 0,65 0,25-1,71 0,383 Obesitas 0,55 0,83-3,66 0,536 Hipertensi 0,51 0,18-1,45 0,207 Diabetes Melitus 1,52 0,58-3,95 0,395
5.6 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA
Untuk mengetahui pengaruh nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian
kardiovaskular mayor pada penelitian ini, dilakukan analisis bivariat. Metode
analisis yang digunakan adalah metode estimasi survival dari Kaplan-Meier yang
disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier.
Gambar 5.7 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai TAPSE yang Rendah
Pada Gambar 5.7 grafik estimasi survival dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan dengan nilai TAPSE
yang normal.
Dari 72 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 25
pasien mengalami kejadian kardiovaskular mayor Sebanyak 14 pasien diantaranya
memiliki nilai TAPSE yang rendah (abnormal), sedangkan sebanyak 11 pasien
memiliki nilai TAPSE yang normal. Dapat terlihat dari gambar 5.6 bahwa
kelompok pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) lebih banyak yang
mengalami event dibandingkan dengan kelompok pasien dengan nilai TAPSE
yang normal.
Survival rate pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) adalah
57,51 (95% CI = 35,95-79,08) jam, sedangkan survival rate pasien dengan nilai
TAPSE yang normal adalah 100,22 (95% CI = 88,36-112,08) jam Setelah
dilakukan Uji Log Rank, ditemukan bahwa survival rate antara pasien dengan
nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan dengan nilai TAPSE yang normal
berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar 0,001.
Pada pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal), probabilitas
survival dalam 24 jam pertama adalah sebesar 0,54, sedangkan pada pasien
dengan nilai TAPSE yang normal sebesar 0,88. Hal ini berarti bahwa dalam 24
jam pertama, sebanyak 54% pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal)
tidak mengalami kejadian kardiovaskular mayor, sedangkan pada pasien dengan
nilai TAPSE yang normal, sebanyak 88% pasien tidak mengalami kejadian
kardiovaskular mayor. Dalam 48 jam pertama, diperoleh bahwa probabilitas
survival pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) sebesar 0,42,
sedangkan pada pasien dengan nilai TAPSE yang normal didapatkan probabilitas
survival sebesar 0,81.
Pengaruh nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor
dapat diketahui dengan menggunakan Hazard Ratio (HR) yaitu sebesar 3,63 (95%
CI 1,64-8,03). Hal tersebut berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor
pada pasien IMA didapatkan 3,63 kali lipat pada pasien dengan nilai TAPSE yang
rendah (abnormal) dibandingkan pasien dengan nilai TAPSE yang normal.
Perbedaan risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p = 0,001. Nilai HR ini
masih bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai
perancu.
5.7 Pengaruh Nilai TAPSE yang rendah terhadap Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumab Sakit Setelah Dikontrol dengan
Variabel Lain
Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai TAPSE
yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara independen adalah
adalah Cox Regression. Berdasarkan tabel 5.4, ditemukan bahwa nilai TAPSE
yang rendah terbukti sebagai prediktor independen terjadinya kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Hal ini berarti bahwa risiko kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan nilai TAPSE yang rendah setelah
mengontrol faktor perancu adalah 3,29 kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai
TAPSE yang normal.
Tabel 5.4 Hasil Analisis Cox Regression Nilai TAPSE yang Rendah sebagai
Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA
Variabel Exp (B) 95% CI P-value Nilai TAPSE yang rendah 3,29 1,10-9,84 0,033 Umur 1,02 0,98-1,06 0,328 Jenis Kelamin 2,26 0,45-11,46 0,325 Merokok 0,58 0,15-2,21 0,421 Terapi Reperfusi 0,76 0,23-2,50 0,654 Dislipidemia 0,59 0,22-1,56 0,289 Obesitas 0,97 0,19-4,91 0,968 Hipertensi 0,52 0,20-1,37 0,187 Diabetes Melitus 1,73 0,67-4,49 0,257
5.8 Nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian
Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA
Dari 72 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 25
pasien mengalami kejadian kardiovaskular mayor Sebanyak 10 pasien diantaranya
memiliki nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal),
sedangkan sebanyak 15 pasien tidak termasuk dalam kelompok tersebut.
Gambaran estimasi survival Kaplan Meier terjadinya kejadian kardiovaskular
mayor berdasarkan kategori nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah
(abnormal) ditunjukkan pada gambar 5.8 dibawah ini.
Gambar 5.8 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian
Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah
dan Nilai TAPSE yang Rendah
Survival rate pasien dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah
(abnormal) adalah 39,92 (95% CI = 14,99-64,86) jam, sedangkan survival rate
pasien selain kelompok tersebut adalah 96,14 (95% CI = 84,48-107,78) jam
Setelah dilakukan Uji Log Rank, didapatkan bahwa survival rate antara pasien
dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan pasien selain
kelompok tersebut berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar <0,001.
Pada pasien dengan nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah (abnormal),
probabilitas survival dalam 24 jam pertama adalah sebesar 0,46, sedangkan pada
pasien yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut sebesar 0,83. Dalam 48 jam
pertama, diperoleh bahwa probabilitas survival pasien dengan nilai MAPSE dan
nilai TAPSE yang rendah (abnormal) sebesar 0,23, sedangkan pada pasien yang
tidak termasuk dalam kelompok tersebut sebesar 0,78.
Pengaruh nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian
kardiovaskular mayor dapat diketahui dengan menggunakan Hazard Ratio (HR)
yaitu sebesar 4,80 (95% CI 2,13-10,80). Hal tersebut berarti bahwa risiko kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien IMA adalah sebesar 4,80 kali lipat pada pasien
dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dibandingkan
pasien selain kelompok tersebut. Perbedaan risiko tersebut bermakna secara
statistik dengan p < 0,0001. Nilai HR ini masih bersifat kasar dan belum
mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai perancu.
5.9 Pengaruh Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang rendah terhadap
Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit Setelah
Dikontrol dengan Variabel Lain
Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai MAPSE
dan nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara
independen adalah adalah Cox Regression. Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat
bahwa nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor
independen terjadinya kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Hal ini
berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan
nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah setelah mengontrol faktor perancu adalah
4,26 kali lipat dibandingkan yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut.
Tabel 5.5 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang
Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA
Variabel Exp (B) 95% CI P-value Nilai TAPSE dan nilai MAPSE yang rendah
4,26 1,52-11,93 0,006
Umur 1,02 0,98-1,06 0,189 Jenis Kelamin 0,20 0,27-5,28 0,809 Merokok 0,61 0,16-2,74 0,464 Terapi Reperfusi 0,84 0,26-2,74 0,778 Dislipidemia 0,59 0,23-1,48 0,257 Obesitas 0,77 0,14-4,18 0,765 Hipertensi 0,47 0,18-1,29 0,146 Diabetes Melitus 1,72 0,65-4,55 0,272
BAB VI
PEMBAHASAN
Selama periode bulan November 2014 hingga Januari 2015, dilakukan
penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di
RSUP Sanglah Denpasar. Temuan yang penting dari penelitian ini adalah nilai
MAPSE sebagai parameter fungsi ventrikel kiri yang rendah dan nilai TAPSE
sebagai parameter fungsi ventrikel kanan yang rendah serta gabungan keduanya
sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit
pada IMA. Penelitian ini bertujuan untuk dapat meningkatkan stratifikasi risiko
selama perawatan di rumah sakit pada penderita IMA.
Penyakit jantung koroner adalah penyebab hampir 1 juta kematian di
Amerika Serikat setiap tahunnya. Keseluruhan angka mortalitas pada pasien IMA
adalah kurang lebh sebanyak 30%. Sebagian kematian terjadi dalam waktu 2 jam
pertama, dan sebanyak 14% pasien meninggal sebelum menerima pertolongan
medis (Pesaro dkk., 2008).
Penatalaksanaan pasien IMA memerlukan suatu stratifikasi risiko secara dini
untuk memperkirakan risiko terjadinya komplikasi (kematian, reinfark, stroke,
revaskularisasi dini, dan perawatan rumah sakit ulang akibat SKA). Proses ini
merupakan suatu proses yang penting untuk menentukan strategi terapi yang
terbaik. Beberapa sistem skoring telah dikembangkan untuk tujuan stratifikasi
risiko, antara lain skor GRACE, TIMI, PURSUIT, dan klasifikasi berdasarkan
ACC/AHA (Pesaro dkk., 2008). Sistem skoring yang ideal adalah sistem skoring
yang sudah tervalidasi, praktis, dan mudah digunakan pada pasien secara bedside
dalam praktek klinis (Lakhani dkk., 2010). Sistem skoring tersebut dibuat dan
direkomendasikan oleh guideline untuk mengidentifikasi pasien dengan
kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih tinggi, sehingga dapat diberikan
rekomendasi untuk terapi yang lebih intensif dan tindakan invasif yang lebih dini
untuk populasi pasien tersebut (Santos dkk., 2013).
Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat digunakan untuk stratifikasi risiko
dan menentukan penatalaksanaan pada pasien dengan IMA (Flachskampf dkk.,
2011). Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang paling sederhana, murah,
tidak membutuhkan banyak waktu pengerjaan, dan tersedia secara luas (Brand
dkk., 2002). Berdasarkan berbagai penelitian, ekokardiografi merupakan
pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan dalam situasi
klinis dan efektif untuk stratifikasi risiko pasien-pasien IMA. Parameter-parameter
ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan risiko mortalitas atau
infark miokard berulang pada saat perawatan di rumah sakit dan 6 bulan pasca
dipulangkan dari rumah sakit. Kekuatan stratifikasi prognostik parameter
ekokardiografi lebih bermakna bila dibandingkan dengan skor klinis yang telah
banyak direkomendasikan, contohnya skor TIMI dan GRACE (Bedetti dkk.,
2010). Salah satu parameter ekokardiografi yang sederhana, tidak memerlukan
operator yang berpengalaman, dan dapat diperoleh dengan mudah pada pasien-
pasien yang dalam kondisi gawat darurat atau dirawat di ruang intensif adalah
MAPSE yang menggambarkan fungsi sistolik ventrikel kiri dan TAPSE yang
menggambarkan fungsi sistolik ventrikel kanan.
6.1 Analisis Reliabilitas
Definisi reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil pengukuran dari suatu
alat ukur, bila pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda, pada saat yang
berbeda, atau dalam kondisi yang berbeda. Reliabilitas itu sendiri merupakan
suatu fungsi dari stabilitas alat ukur dalam berbagai kondisi. Teknik yang paling
sering digunakan untuk memperkirakan reliabilitas suatu alat ukur adalah dengan
pengukuran koefisien korelasi. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan korelasi
antara dua atau lebih variabel (dalam konteks ini adalah alat ukur atau orang yang
mengukur) yang mengukur sesuatu yang sama (Drost, 1998). Koefisien korelasi
yang sering digunakan pada data numerik dengan distribusi yang normal adalah
koefisien korelasi dari Pearson, yang biasanya ditulis sebagai “r”. Koefisien
korelasi dapat memberikan informasi mengenai asosiasi antara dua variabel, baik
positif maupun negatif, namun tidak memberikan informasi mengenai tingkat
kedekatan nilai antar variabel (tingkat agreement), sehingga koefisien korelasi
tidak dapat digunakan sebagai metode tunggal untuk mengetahui reliabilitas
(Bruton dkk., 2000). Berdasarkan penelitian ini, dapat terlihat bahwa dapat terlihat
bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara nilai MAPSE yang diukur oleh
Observer 1, Observer 2, dan Observer 3. Hal tersebut juga dapat ditunjukkan dari
nilai koefisien korelasi Pearson yang tinggi, yaitu berturut-turut sebesar 0,958
(nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2, 0,974 (nilai p <0,001) untuk
Observer 1 & Observer 3, dan 0,971 (nilai p <0,001) untuk Observer 2 &
Observer 3. Hal yang sama juga terjadi pada pengukuran nilai TAPSE dalam
penelitian ini. Terdapat pula korelasi positif yang kuat antara nilai TAPSE yang
diukur oleh Observer 1, Observer 2, dan Observer 3. Hal tersebut juga dapat
ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi Pearson yang tinggi, yaitu berturut-turut
sebesar 0,956 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2, 0,960 (nilai p
<0,001) untuk Observer 1 & Observer 3, dan 0,961 (nilai p <0,001) untuk
Observer 2 & Observer 3.
Salah satu metode statistik yang sering digunakan untuk menentukan
reprodusibilitas suatu alat ukur dan interobserver agreement adalah prosedur yang
dikemukakan oleh Bland dan Altman. Kurva Bland-Altman, atau yang sering
disebut juga dengan difference plot, merupakan suatu metode grafis untuk
membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dari dua pemeriksaan. Garis
horizontal yang pada grafik menunjukkan rerata perbedaan antara dua hasil
pengukuran serta limit of agreement, yang dinyatakan sebagai rerata perbedaan ±
1,96 standar deviasi dari nilai beda (Hamilton & Stamey, 2007).
Pada penelitian ini, dapat terlihat bahwa nilai MAPSE yang diukur oleh
ketiga observer memiliki rerata beda yang sangat kecil dan tidak bermakna secara
statistik, yaitu berturut-turut sebesar 0,02 ± (-1,05) – 1,01 mm antara Observer 1
& Observer 2 (nilai p = 0,755), sebesar 0,08 ± (-0,73) – 0,90 mm antara
Observer 1 & Observer 3 (nilai p = 0,095), dan sebesar 0,1 ± (-0,76) – 0,97 mm
antara Observer 2 & Observer 3 (nilai p = 0,052).
Hal yang sama juga terjadi pada pengukuran nilai TAPSE. Berdasarkan kurva
Bland-Altman, dapat terlihat bahwa nilai TAPSE yang diukur oleh ketiga observer
memiliki rerata beda yang sangat kecil dan tidak bermakna secara statistik , yaitu
berturut-turut sebesar 0,1 ± (-2,1) – 2,3 mm antara Observer 1 & Observer 2
(nilai p = 0,270), sebesar 0,1 ± (-2,0) – 2,1 mm antara Observer 1 & Observer 3
(nilai p = 0,581), dan sebesar 0,1 ± (-2,1) – 1,9 mm antara Observer 2 &
Observer 3 (nilai p = 0,523).
MAPSE merupakan parameter ekokardiografi yang berkorelasi sangat baik
dengan fungsi sistolik ventrikel kiri. MAPSE juga merupakan parameter yang
sangat mudah diperoleh, bahkan oleh operator yang tidak berpengalaman atau
pada pasien dengan accoustic window yang buruk. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bergenzaun dkk., diperoleh bahwa nilai MAPSE berkorelasi
secara signifikan dengan EF ventrikel kiri pada pasien di ruang intensif, dan
memiliki variabilitas intraobserver sebesar 4,4% dan variabilitas interobserver
sebesar 5,3% (Bergenzaun dkk., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Taşolar
dkk. juga memperoleh hasil yang serupa, yaitu nilai MAPSE memiliki variabilitas
intraobserver dan interobserver yang rendah, dengan nilai berturut-turut 3,7% dan
4,2% (Taşolar dkk., 2014).
Ventrikel kanan memiliki bentuk tiga dimensi yang kompleks, dengan
kavitas seperti bulan sabit bila dilihat dalam area potong lintang. Evaluasi fungsi
sistolik ventrikel kanan dengan menggunakan ekokardiografi merupakan suatu
tantangan tersendiri, karena adanya keunikan anatomi dari ventrikel kanan.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui fungsi sistolik
ventrikel kanan. Pergerakan ventrikel kanan dalam long-axis yang digambarkan
dengan nilai TAPSE merupakan metode yang sederhana dan berkorelasi sangat
baik dengan EF ventrikel kanan yang diukur menggunakan metode radionuclide.
Pemeriksaan TAPSE juga tidak dipengaruhi oleh asumsi geometris yang
kompleks dari ventrikel kanan (Karaye dkk., 2010). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pinedo dkk., parameter ekokardiografi yang paling reliabel dan
reprodusibel untuk mengetahu fungsi sistolik ventrikel kanan adalah TAPSE dan
tricuspid anular peak systolic velocity (Pinedo dkk., 2010). Pemeriksaan TAPSE
juga telah direkomendasikan oleh American Society of Echocardiography (ASE)
sebagai pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan secara rutin sebagai metode yang
sederhana untuk memperkirakan fungsi sistolik ventrikel kanan (Rudski dkk.,
2010a). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Speiser dkk., didapatkan
bahwa nilai TAPSE memiliki variabilitas intraobserver dan interobserver yang
rendah, yaitu berturut-turut sebesar 3,1% dan 1,8% (Speiser dkk., 2012b).
6.2 Analisis Kurva ROC
Sensitivitas dan spesifisitas merupakan tolak ukur utama akurasi dari suatu
pemeriksaan. Pada tahun 1971, Lusted telah menunjukkan bahwa kurva Receiver
Operating Characteristic (ROC) dapat digunakan untuk menilai akurasi dari
sebuah pemeriksaan. Kurva ROC menggambarkan nilai sensitivitas (sumbu y) dan
1 – spesifisitas (sumbu x). Penetapan nilai cut-off yang rendah untuk suatu
pemeriksaan akan meningkatkan sensitivitas namun menurunkan spesifisitas, dan
sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena terdapat hubungan timbal balik antara
sensitivitas dan spesifisitas. Dengan menggunakan kurva ROC, dapat ditentukan
nilai cut-off dengan sensitivitas dan spesifisitas yang terbaik dari suatu
pemeriksaan (Obuchowski, 2003, van Erkel & Pattynama, 1998). Pada studi ini,
nilai cut-off point untuk menyatakan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah
didapatkan dari kurva ROC. Berdasarkan kurva ROC, didapatkan cut-off point
terbaik untuk menyatakan nilai MAPSE yang rendah adalah 8,75 mm, sedangkan
cut-off point terbaik untuk menyatakan nilai TAPSE yang rendah adalah 16,15
mm.
Salah satu parameter akurasi alat diagnostik yang paling sering digunakan
adalah Area Under ROC Curve (AUC). Suatu kurva ROC dengan nilai AUC 1,0
menggambarkan pemeriksaan yang sangat akurat, dengan sensitivitas dan
spesifisitas 100%, sedangkan suatu kurva ROC dengan nilai AUC 0,0
menggambarkan pemeriksaan yang sama sekali tidak akurat. Oleh karena itu, nilai
AUC yang semakin dekat dengan angka 1,0 menggambarkan suatu pemeriksaan
diagnostik yang lebih akurat (Obuchowski, 2003). Nilai AUC yang didapatkan
pada penelitian ini yaitu 0,871 (95% CI 0,778-0,964) untuk nilai MAPSE dan
0,701 (95% CI 0,565-0,837%) untuk nilai TAPSE.
Nilai cut-off yang diperoleh dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nammas dan El-
Okda menggunakan cut-off point <10 mm untuk menyatakan nilai MAPSE yang
rendah pada pasien STEMI. Studi yang dilakukan oleh Antoni dkk. menggunakan
cut-off point <16 mm, sedangkan studi yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk.
menggunakan cut-off point <14 mm untuk menyatakan nilai TAPSE yang rendah
pada pasien STEMI (Antoni dkk., 2010, Nammas & El-Okda, 2012, Hayrapetyan
dkk., 2014).
6.3 Karakteristik Subyek Penelitian
Selama penelitian, sebanyak 72 penderita IMA yang memenuhi kriteria
inklusi diambil dengan cara consecutive sampling dari populasi penelitian. Pada
penelitian ini, diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam
karakteristik dasar pasien bila dikelompokkan berdasarkan nilai MAPSE, kecuali
dalam hal prevalensi DM, onset IMA, nilai troponin T, terapi reperfusi, dan EF
ventrikel kiri. Hal yang sama juga ditemukan bila pasien dikelompokkan
berdasarkan nilai TAPSE. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam
karakteristik dasar pasien kecuali dalam hal jenis kelamin, prevalensi DM, nilai
troponin T, terapi reperfusi, dan EF ventrikel kiri.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa, pada pasien IMA lebih banyak wanita
yang memiliki nilai TAPSE yang rendah dibandingkan pria. Sedangkan, pada
kategori nilai MAPSE tidak didapatkan perbedaan yang bermakna berdasarkan
jenis kelamin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Woodfield dkk.,
didapatkan bahwa wanita memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi setelah
mengalami episode IMA dibandingkan dengan pria. Hal tersebut disebabkan
karena wanita yang mengalami IMA biasanya berusia lebih tua dan memiliki lebih
banyak faktor risiko (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia) dibandingkan pria.
Dari penelitian tersebut juga diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan fungsi
sistolik ventrikel kiri yang signifikan pada pria dan wanita yang mengalami IMA,
karena wanita memiliki respon hiperkinetik yang lebih tinggi dibandingkan pria
pada area yang tidak mengalami infark (Woodfield dkk., 1997).
Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa terdapat lebih banyak pasien IMA
yang juga menderita DM pada kategori nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang
rendah. Pada pasien DM terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit jantung iskemik, seperti yang telah diungkapkan dalam berbagai studi
epidemiologis, termasuk studi Framingham. DM juga diketahui berhubungan
dengan insiden IMA yang lebih tinggi. Selain itu, pasien dengan DM memiliki
angka morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi setelah episode IMA,
dibandingkan pasien yang tidak menderita DM. Kondisi tersebut diketahui
berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel yang sering terjadi pada pasien
DM, sehingga memudahkan terjadinya gagal jantung. Hal tersebut disebabkan
karena pada pasien DM biasanya terjadi proses atherosklerosis yang lebih berat
dan adanya proses awal dari kardiomiopati diabetikum akibat peningkatan fibrosis
pada miokardium (Gustafsson dkk., 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Hsu dkk., didapatkan bahwa pasien STEMI yang juga menderita DM
memiliki luaran yang lebih buruk selama perawatan di rumah sakit, dibandingkan
dengan pasien yang tidak menderita DM. Hal tersebut disebabkan karena adanya
peningkatan insiden gagal jantung, reinfark, perluasan area infark, dan iskemia
yang rekuren (Hsu dkk., 2011).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan nilai MAPSE dan nilai
TAPSE yang rendah lebih sedikit yang menjalani terapi reperfusi dibandingkan
dengan pasien dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang normal. SKA
merupakan sindroma yang meliputi suatu spektrum presentasi klinis. Pada pasien
dengan oklusi pembuluh darah yang total akan terjadi STEMI, yang memerlukan
terapi reperfusi segera. Obstruksi pembuluh darah koroner secara parsial akan
menyebabkan terjadinya NSTEMI atau UAP yang biasanya memerlukan
stabilisasi menggunakan medikamentosa pada awal presentasi dan diikuti dengan
stratifikasi risiko untuk menentukan strategi terapi (invasif atau konservatif).
Terapi reperfusi merupakan dasar dari terapi STEMI, dan dapat meliputi terapi
fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan. Terapi reperfusi harus dilakukan
secepat mungkin untuk meminimalkan kerusakan pada miokard (Pesaro dkk.,
2008). Berdasarkan studi oleh Harrison dkk., didapatkan bahwa perbaikan sistolik
ventrikel secara global dan regional dapat terjadi pada pasien yang memperoleh
terapi reperfusi, terutama pada kelompok pasien dengan fungsi ventrikel yang
menurun secara akut dan diikuti dengan rekanalisasi arteri koroner yang berhasil
dengan cepat juga (Harrison dkk., 1993). Terapi reperfusi juga dapat mengurangi
perluasan infark, sehingga mempertahankan fungsi sistolik ventrikel dan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi akibat IMA (Mateus dkk., 2005).
Temuan lain dari penelitian ini adalah, pasien dengan nilai MAPSE dan nilai
TAPSE yang rendah memiliki kadar Troponin T yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang normal.
Biomarker jantung merupakan suatu makromolekul yang dikeluarkan ke sirkulasi
perifer sebagai respon terhadap iskemia miokard. Diagnosis IMA secara
enzimatik terutama berdasarkan pengukuran CKMB dan Troponin (I dan T)
(Babcock dkk., 2009). Troponin diketahui memiliki spesifisitas dan sensitivisitas
analitik yang lebih tinggi dibandingkan CKMB untuk mendeteksi suatu jejas pada
miokard dan stratifikasi risiko. Kedua marker tersebut dapat digunakan baik
sebagai penanda diagnostik dan prognostik. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Joarder dkk., didapatkan bahwa Troponin serum merupakan
biomarker yang lebih baik dibandingkan CKMB untuk memprediksi risiko dan
evaluasi prognosis pada pasien-pasien IMA (Joarder dkk., 2011). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bergenzaun dkk. juga diperoleh bahwa nilai hs-
Troponin T memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan nilai MAPSE (r = -
0,478; nilai p = 0,033) (Bergenzaun dkk., 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa
adanya area nekrosis miokardial yang lebih luas yang berhubungan dengan fungsi
sistolik ventrikel kiri yang lebih buruk pada pasien dengan nilai MAPSE yang
rendah. (Nammas & El-Okda, 2012).
Pada penelitian ini juga diperoleh data bahwa pasien dengan nilai MAPSE
dan nilai TAPSE yang rendah juga memiliki EF yang lebih rendah secara
signifikan bila dibandingkan dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang normal.
MAPSE itu sendiri merupakan penanda fungsi sistolik ventrikel kiri dan memiliki
korelasi yang sangat baik dengan EF ventrikel kiri. Penelitian yang dilakukan oleh
Matos dkk. menunjukkan bahwa pengukuran MAPSE yang dilakukan oleh
pengamat yang tidak terlatih merupakan prediktor yang sangat akurat terhadap EF
yang ditentukan oleh operator ekokardiografi yang berpengalaman. Oleh karena
itu, pengukuran MAPSE dapat menjadi suatu cara alternatif untuk menilai fungsi
ventrikel kiri bila pemeriksaan ekokardiografi dilakukan tenaga yang kurang
berpengalaman dan tidak terdapat ahli ekokardiografi yang tersedia dengan segera
untuk memberikan konsultasi (Matos dkk., 2012). Fungsi sistolik ventrikel kanan
yang dinyatakan dengan TAPSE juga diketahui berkorelasi dengan fungsi sistolik
ventrikel kiri. Studi yang dilakukan oleh Izzo dkk., memperoleh hasil bahwa
derajat penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan yang dinyatakan dengan nilai
TAPSE setelah kejadian IMA dipengaruhi oleh tingkat disfungsi ventrikel kiri.
Pasien dengan nilai TAPSE yang rendah cenderung juga memiliki EF ventrikel
kiri yang rendah dan wall motion score index (WMSI) yang tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena terdapat konsep ventricular interdependence, sehingga bila
terjadi gangguan pada ventrikel kiri, akan terjadi perubahan beban hemodinamik
juga pada ventrikel kanan (Izzo dkk., 1998).
6.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai MAPSE yang rendah terbukti sebagai
prediktor terjadinya kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit
pada penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 6,68 (HR = 6,68, 95% CI =
2,37-18,83, nilai p = <0,0001). Artinya, penderita IMA dengan nilai MAPSE yang
rendah memiliki risiko untuk mengalami kejadian kardiovaskular mayor sebanyak
hampir 7 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok pasien dengan nilai
MAPSE yang normal.
Kejadian kardiovaskular mayor merupakan komplikasi IMA yang
berhubungan secara langsung dengan tingkat survival pasien. Derajat penurunan
fungsi jantung pada infark miokard berhubungan secara langsung dengan luas
kerusakan pada ventrikel kiri, sehingga pada pasien IMA dengan area infark yang
luas, terjadi pula penurunan fungsi ventrikel secara akut. Disfungsi ventrikel kiri
yang menyebabkan kegagalan pompa jantung merupakan prediktor mortalitas
terpenting pada pasien IMA. Salah satu parameter ekokardiografi yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan IMA
adalah MAPSE (Topol & Werf, 2007).
MAPSE merupakan parameter yang dapat diperiksa dengan mudah pada
setting perawatan intensif, mengingat pada kondisi tersebut biasanya sulit
diperoleh accoustic window yang optimal. Penurunan nilai MAPSE diketahui
berhubungan dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhi fungsi ventrikel kiri,
contohnya infark miokard akut (Bergenzaun dkk., 2013).
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini konsisten dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Nammas dan El-Okda, yang menunjukkan
bahwa nilai MAPSE < 10 mm yang diukur dalam waktu 24 jam setelah masuk
rumah sakit akibat STEMI dapat digunakan untuk memprediksi kejadian
kardiovaskular mayor pada saat perawatan di rumah sakit dengan sensitivitas
72,7%, spesifisitas 91,5%, nilai prediktif negatif 91,5%, dan nilai prediktif positif
72,7%. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa pasien STEMI dengan
nilai MAPSE yang rendah memiliki risiko terjadinya kejadian kardiovaskular
mayor sebesar 8,6 kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai MAPSE yang
normal. Pengukuran MAPSE juga dapat merefleksikan fungsi longitudinal sistolik
global pada ventrikel kiri walaupun terdapat kondisi kontraksi ventrikel kiri yang
asimetris pada IMA karena dilakukan di empat regio ventrikel kiri yang berbeda,
yaitu septal, lateral, anterior, dan inferior. (Nammas & El-Okda, 2012). Pada
penelitian ini juga diperoleh korelasi yang sangat baik antara nilai MAPSE dengan
EF ventrikel kiri yang diukur menggunakan metode Biplane, dengan koefisien
korelasi (r) sebesar 0,943 (nilai p < 0,001). Pada studi lain juga ditunjukkan
bahwa pada pasien IMA, terdapat penurunan nilai MAPSE yang lebih bermakna
pada area annulus yang berhubungan dengan dinding jantung yang mengalami
infark. Penurunan nilai MAPSE berhubungan dengan luas infark yang lebih
ekstensif dan lesi atherosklerosis yang lebih bermakna, sehingga dapat
memperburuk prognosis pada pasien dengan IMA (Elnoamany & Abdelhameed,
2006).
6.4 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular
Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai TAPSE yang rendah terbukti sebagai
prediktor terjadinya kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit
pada penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 3 kali (HR = 3,29, 95% CI =
1,10-9,84, nilai p = 0,033). Artinya, penderita IMA dengan nilai TAPSE yang
rendah memiliki risiko untuk mengalami kejadian kardiovaskular mayor sebanyak
3 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok pasien dengan nilai TAPSE yang
normal.
TAPSE merupakan suatu parameter yang tidak tergantung dengan usia dan
jenis kelamin, baik pada individu yang sehat maupun pada penderita gagal
jantung. TAPSE juga tidak memiliki hubungan dengan ukuran tubuh, sehingga
pengukuran TAPSE dapat dilakukan secara rutin tanpa memerlukan koreksi
terhadap luas permukaan tubuh (Kjaergaard dkk., 2009). Pengukuran TAPSE
dapat dilakukan dengan mudah pada semua pasien tanpa memandang kecepatan
denyut jantung dan irama jantung, sehingga pemeriksaan TAPSE dapat dilakukan
pada pasien dengan kondisi takikardi atau fibrilasi atrium. TAPSE juga diketahui
memiliki kekuatan prognostik yang lebih superior dibandingkan dengan parameter
fungsi sistolik ventrikel kanan pada pemeriksaan ekokardiografi yang lain. Hal ini
dapat dijelaskan oleh adanya hipotesis bahwa penurunan nilai TAPSE dapat
menggambarkan gangguan fungsi ventrikel kanan dengan lebih baik (Ghio dkk.,
2000). Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa TAPSE berhubungan
secara linear dengan fraksi ejeksi dan/atau perubahan area fraksional pada
ventrikel kanan pada berbagai jenis penyakit jantung dan kondisi klinis termasuk
iskemia miokard, gagal jantung kongestif, kardiomiopati, dan hipertensi
pulmonal. Selain itu, penurunan TAPSE juga berhubungan dengan prognosis
buruk pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemik, hipertensi pulmonal,
dan gagal jantung (Lamia dkk., 2007).
Disfungsi ventrikel kanan yang digambarkan dengan penurunan nilai TAPSE
pada pasien IMA dapat disebabkan oleh gangguan langsung terhadap fungsi
ventrikel kanan akibat iskemia pada teritori inferior yang disebabkan oleh oklusi
right coronary artery, atau bisa juga merupakan akibat sekunder karena
peningkatan afterload akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri pada
infark yang melibatkan ventrikel kiri (Russ dkk., 2009). Terdapat beberapa bukti
bahwa disfungsi ventrikel kanan berhubungan dengan prognosis yang buruk pada
pasien-pasien pasca IMA yang disertai dengan disfungsi ventrikel kiri yang
sedang hingga berat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Antoni dkk.,
diperoleh bahwa selain berdasarkan karakteristik klinis dan pengukuran fungsi
ventrikel kiri menggunakan pemeriksaan ekokardiografi, fungsi ventrikel kanan
dapat digunakan untuk memprediksi luaran yang buruk pada pasien pasca IMA
secara signifikan. Selain itu, didapatkan nilai TAPSE yang lebih rendah secara
bermakna pada pasien-pasien IMA yang mengalami disfungsi ventrikel kiri
dibandingkan dengan tanpa disfungsi ventrikel kiri (Antoni dkk., 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bedetti dkk., didapatkan bahwa nilai
TAPSE yang rendah merupakan prediktor independen kejadian kardiovaskular
mayor pada pasien IMA dengan HR sebesar 1,66 (95% CI 1,13-2,45; nilai p =
0,010) (Bedetti dkk., 2010). Studi lain yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk.
memperoleh bahwa nilai TAPSE ≤ 14 mm dapat digunakan untuk memprediksi
mortalitas di rumah sakit pada pasien STEMi dengan OR 2,89 dan nilai p < 0,05
(Hayrapetyan dkk., 2014).
6.6 Nilai TAPSE dan Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian
Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai TAPSE dan nilai MAPSE yang
rendah terbukti sebagai prediktor terjadinya kejadian kardiovaskular mayor saat
perawatan di rumah sakit pada penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 4 kali
(RR = 4,26, 95% CI = 1,52-11,93, nilai p = 0,006). Artinya, penderita IMA
dengan nilai TAPSE dan nilai MAPSE yang rendah memiliki risiko untuk
mengalami kejadian kardiovaskular mayor sebanyak 4 kali lipat lebih besar
dibandingkan pasien yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut.
Ventrikel kanan dan kiri diketahui memiliki korelasi yang erat karena
dihubungkan dengan septum interventrikular yang terutama berfungsi sebagai
bagian ventrikel kiri pada jantung yang normal. Selain itu, ventrikel kanan dan
kiri juga diselubungi oleh satu perikardium (Bluzaitė dkk., 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Karaye dkk., memperoleh hasil bahwa nilai TAPSE memiliki
korelasi yang signifikan dengan nilai MAPSE di area septal (r = 0,541; p <0,001)
dan lateral (r = 0,534; p <0,001) (Karaye dkk., 2010). Penurunan fungsi ventrikel
kanan yang dinyatakan dengan nilai TAPSE dapat terjadi akibat gangguan pada
ventrikel kiri. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh proses ventricular
interdependence, yang didefinisikan sebagai suatu konsep bahwa bentuk, ukuran,
dan komplians dari salah satu ventrikel dapat mempengaruhi bentuk, ukuran, dan
hubungan tekanan-volume pada ventrikel yang lain melalui interaksi mekanik
secara langsung, independen terhadap pengaruh neural, humoral, atau sirkulasi
(Lamia dkk., 2007).
Penurunan EF juga diketahui berpengaruh terhadap nilai TAPSE. Pergerakan
longitudinal septal dan segmen-segmen yang berdekatan berhubungan lebih erat
dengan TAPSE dibandingkan pergerakan secara radialis yang dinilai oleh
pergerakan dinding jantung dan segmen-segmen lateral. Adanya konsep
ventricular interdependence yang ditemukan pada model eksperimental juga
dapat menjelaskan adanya hubungan antara TAPSE dan EF ventrikel kiri.
(Kjaergaard dkk., 2009). Penelitian GISSI-3 echo substudy yang dilakukan oleh
Popescu dkk. juga menunjukkan bahwa nilai TAPSE lebih rendah secara
signifikan pada pasien dengan EF ventrikel kiri <45% dibandingkan pasien
dengan EF ventrikel kiri ≥45% yang diukur dalam 24-48 jam pertama pasca
kejadian IMA (Popescu dkk., 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Bedetti dkk. menunjukkan bahwa pengukuran
nilai TAPSE dapat memberikan informasi prognostik yang signifikan bila
dilakukan bersamaan dengan evaluasi fungsi ventrikel kiri dan memiliki nilai
prediktif yang kuat pada pasien-pasien dengan SKA (Bedetti dkk., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk. juga menunjukkan bahwa
penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan yang ditunjukkan dengan nilai TAPSE
bila dikombinasikan dengan penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri yang
ditunjukkan dengan nilai Myocardial Performance Index (MPI) dapat menambah
nilai prognostik untuk memprediksi luaran pada pasien STEMI dibandingkan
dengan hanya memeriksa salah satu parameter saja (Hayrapetyan dkk., 2014).
6.7 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan kohort prospektif terhadap 72 orang penderita IMA
pada satu pusat pelayanan kesehatan, yaitu RSUP Sanglah. Penelitian
dilaksanakan antara bulan November 2014 hingga Januari 2015. Temuan pada
penelitian ini berdasarkan studi yang dilakukan pada satu center saja dengan
jumlah sampel yang relatif kecil, sehingga sulit untuk melakukan generalisasi
hasil penelitian ini pada semua pasien IMA. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
multicenter menggunakan protokol yang sama dengan jumlah sampel yang lebih
besar. Penelitian ini juga menggunakan parameter ekokardiografi sebagai variabel
bebas, dengan sifat operator-dependent yang dimilikinya, sehingga penelitian
lanjutan yang membandingkan antara nilai MAPSE dan TAPSE dengan baku
emas untuk menilai fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan pada populasi IMA
akan meningkatkan validitas hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Penelitian
ini juga hanya memberikan informasi mengenai kejadian kardiovaskular mayor
yang dialami selama perawatan di rumah sakit, yang mungkin tidak
menggambarkan prognosis pasien IMA secara keseluruhan. Oleh karena itu, dapat
dilakukan pengembangan penelitian dengan masa follow-up yang lebih panjang
sehingga dapat dinilai juga prognosis jangka menengah dan jangka panjang pada
pasien IMA dengan berdasarkan pada kategori nilai MAPSE dan nilai TAPSE.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Sebuah studi kohort prospektif telah dilakukan untuk membuktikan nilai
TAPSE yang rendah, nilai MAPSE yang rendah, serta gabungan nilai TAPSE dan
nilai MAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada
pasien IMA di RSUP Sanglah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Nilai MAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor kejadian
kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
2. Nilai TAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor kejadian
kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.
3. Gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah
terbukti sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan
di rumah sakit pada pasien IMA.
7.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini
antara lain sebagai berikut:
1. Sebaiknya dilakukan pengukuran MAPSE dan TAPSE secara rutin,
sebagai parameter ekokardiografi yang sederhana dan reliabel, pada pasien
yang dirawat dengan IMA untuk stratifikasi risiko dan mengetahui
prognosis pasien.
2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui validitas
pengukuran nilai TAPSE dan MAPSE terhadap penilaian fungsi sistolik
ventrikel kanan dan kiri pada populasi IMA dengan cara membandingkan
dengan parameter baku emas yang secara objektif dapat menilai fungsi
sistolik ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
3. Dapat dilakukan penelitian yang serupa dengan masa follow-up yang lebih
panjang, sehingga dapat dinilai juga prognosis jangka menengah dan
jangka panjang pada pasien IMA dengan berdasarkan pada kategori nilai
MAPSE dan nilai TAPSE.
4. Dapat dilakukan suatu studi intervensional untuk menentukan apakah
pemberian terapi medikamentosa yang lebih agresif atau tindakan
intervensi dini dapat memperbaiki luaran pada pasien dengan nilai
MAPSE dan TAPSE yang rendah. Nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah
menunjukkan terjadinya disfungsi ventrikel kiri dan kanan, yang pada
populasi IMA berhubungan dengan adanya penurunan perfusi miokard
akibat insufisiensi koroner, sehingga semua terapi yang dapat
meningkatkan perfusi miokard dapat memiliki pengaruh yang positif
terhadap fungsi kedua ventrikel, sehingga dapat memperbaiki prognosis
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P. I., Ward, J. P. T. & Connolly, M. J. 2012. Pathophysiology of acute myocardial infarction. The Cardiovascular System at a Glance. Wiley-Blackwell.
Abu-Assi, E., Ferreira-Gonza´lez, I., Ribera, A., Marsal, J. R., Cascant, P., Heras, M., dkk. 2010. “Do GRACE (Global Registry of Acute Coronary events) risk scores still maintain their performance for predicting mortality in the era of contemporary management of acute coronary syndromes?”. (Am Heart J, 160.
ADA 2010. Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2010. Diabetes Care, 33 Suppl 1, S4-10.
Alam, M. 1991. The Atrioventricular Plane Displacement as a Means of Evaluating Left Ventricular Systolic Function in Acute Myocardial Infarction. Clin Cardiol, 14, 588-594.
Antman, E. M. & Braunwald, E. 2007. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. In: LIBBY, P., BONOW, R. O., MANN, D. L. & ZIPES, D. P. (eds.) Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
Antoni, M. L., Scherptong, R. W., Atary, J. Z., Boersma, E., Holman, E. R., van der Wall, E. E., dkk. 2010. Prognostic value of right ventricular function in patients after acute myocardial infarction treated with primary percutaneous coronary intervention. Circ Cardiovasc Imaging, 3, 264-271.
Babcock, M. J., Drafts, B. & Sane, D. C. 2009. Unstable Angina and Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. Hospital Physician, 17-28.
Bassand, J. P., Danchin, N., Filippatos, G., Gitt, A., Hamm, C., Silber, S., dkk. 2005. Implementation of reperfusion therapy in acute myocardial infarction. A policy statement from the European Society of Cardiology. Eur Heart J, 26, 2733-2741.
Bedetti, G., Gargani, L., Sicari, R., Gianfaldoni, M. L., Molinaro, S. & Picano, E. 2010. Comparison of Prognostic Value of Echocardiacgraphic Risk Score With the Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI) and Global Registry In Acute Coronary Events (GRACE) Risk Scores in Acute Coronary Syndrome. Am J Cardiol, 106, 1709-1716.
Bergenzaun, L., Ohlin, H., Gudmundsson, P., Willenheimer, R. & Chew, M. S. 2013. Mitral annular plane systolic excursion (MAPSE) in shock: a valuable echocardiographic parameter in intensive care patients. Cardiovasc Ultrasound, 11, 16.
Bluzaitė, I., Vaskelytė, J., Marcinkevicienė, J., Rickli, H. & Haager, P. K. 2012. Practical aspects and challenges in the echocardiographic assessment of right ventricle and its function. Cardiovascular Medicine, 15, 345-353.
Brand, B., Rydberg, E., Ericsson, G., Gudmundsson, P. & Willenheimer, R. 2002. Prognostication and risk stratification by assessment of left atrioventricular plane displacement in patients with myocardial infarction. Int J Cardiol, 83, 35-41.
Bruhl, S. R., Chahal, M. & Khouri, S. J. 2011. A novel approach to standard techniques in the assessment and quantification of the interventricular systolic relationship. Cardiovasc Ultrasound, 9, 42.
Bruton, A., Conway, J. H. & Holgate, S. T. 2000. Reliability: What is it, and how is it measured? Physiotheraphy, 86, 94-99.
Cannon, C. P., Brindis, R. G., Chaitman, B. R., Cohen, D. J., Cross, J. T., Jr., Drozda, J. P., Jr., dkk. 2013. 2013 ACCF/AHA key data elements and definitions for measuring the clinical management and outcomes of patients with acute coronary syndromes and coronary artery disease: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Clinical Data Standards (Writing Committee to Develop Acute Coronary Syndromes and Coronary Artery Disease Clinical Data Standards). Crit Pathw Cardiol, 12, 65-105.
Chan, R. S. & Woo, J. 2010. Prevention of overweight and obesity: how effective is the current public health approach. Int J Environ Res Public Health, 7, 765-783.
Chobanian, A. V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green, L. A., Izzo, J. L., Jr., dkk. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA, 289, 2560-2572.
Daga, L. C., Kaul, U. & Mansoor, A. 2011. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India, 59 Suppl, 19-25.
Drost, E. A. 1998. Validity and Reliability in Social Science Research. Education Research and Perspectives.
Dziewierz, A., Siudak, Z., Dykla, D., Rakowski, T., Mielecki, W., Dubiel, J. S., dkk. 2009. Management and mortality in patients with non-ST-segment elevation vs. ST-segment elevation myocardial infarction. Data from the Malopolska Registry of Acute Coronary Syndromes. Kardiol Pol, 67, 115-120; discussion 121-112.
Elnoamany, M. F. & Abdelhameed, A. K. 2006. Mitral annular motion as a surrogate for left ventricular function: Correlation with brain natriuretic peptide levels. Eur J Echocardiography, 7, 187-198.
Flachskampf, F. A., Schmid, M., Rost, C., Achenbach, S., DeMaria, A. N. & Daniel, W. G. 2011. Cardiac imaging after myocardial infarction. Eur Heart J, 32, 272-283.
Fukuta, H. & Little, W. C. 2008. The Cardiac Cycle and the Physiological Basis of Left Ventricular Contraction, Ejection, Relaxation, and Filling. Heart Fail Clin, 4, 1-11.
Fuster, V., Walsh, R. A. & Harring, R. A. 2011. Pathophysiology of Heart Failure. In: FUSTER, V., WALSH, R. A. & HARRING, R. A. (eds.) Hurst's The Heart United States: The McGraw-Hill Companies.
Ghio, S., Recusani, F., Klersy, C., Sebastiani, R., Laudisa, M. L., Campana, C., dkk. 2000. Prognostic Usefulness of the Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion in Patients With Congestive Heart Failure Secondary to Idiopathic or Ischemic Dilated Cardiomyopathy. Am J Cardiol, 85.
Gustafsson, I., Hildebrandt, P., Seibaek, M., Melchior, T., Torp-Pedersen, C., Kober, L., dkk. 2000. Long-term prognosis of diabetic patients with myocardial infarction: relation to antidiabetic treatment regimen. The TRACE Study Group. Eur Heart J, 21, 1937-1943.
Haddad, F., Hunt, S. A., Rosenthal, D. N. & Murphy, D. J. 2008. Right ventricular function in cardiovascular disease, part I: Anatomy, physiology, aging, and functional assessment of the right ventricle. Circulation, 117, 1436-1448.
Hamilton, C. & Stamey, J. 2007. Using Bland-Altman to assess agreement between two medical devices--don't forget the confidence intervals! J Clin Monit Comput, 21, 331-333.
Harrison, J. K., Califf, R. M., Woodlief, L. H., Kereiakes, D., George, B. S., Stack, R. S., dkk. 1993. Systolic left ventricular function after reperfusion therapy for acute myocardial infarction. Analysis of determinants of improvement. The TAMI Study Group. Circulation, 87, 1531-1541.
Hayrapetyan, H. G., Adamyan, K. G. & Arakelyan, I. A. 2014. Is combined myocardial performance index and tricuspid annular plane systolic excursion a better predictive estimator than each of them alone in patients with inferior ST-elevation myocardial infarction? Arch Turk Soc Cardiol, 42, 131-138.
Hicks, K. A., Tcheng, J. E., Bozkurt, B., Chaitman, B. R., Cutlip, D. E., Farb, A., dkk. 2014. ACC/AHA Key Data Elements and Definitions for Cardiovascular and Stroke End Point Events for Clinical Trials. Circulation, 1-102.
Hsu, H.-P., Jou, Y.-L., Lin, S.-J., Charng, M.-J., Chen, Y.-H., Lee, W.-S., dkk. 2011. Comparison of In-Hospital Outcome of Acute ST Elevation Myocardial Infarction in Patients with versus without Diabetes Mellitus. Acta Cardiol Sin, 27, 145-151.
Hu, K., Liu, D., Herrmann, S., Niemann, M., Gaudron, P. D., Voelker, W., dkk. 2013a. Clinical implication of mitral annular plane systolic excursion for patients with cardiovascular disease. Eur Heart J Cardiovasc Imaging, 14, 205-212.
Hu, K., Liu, D., Niemann, M., Herrmann, S., Gaudron, P. D., Ertl, G., dkk. 2013b. Methods for assessment of left ventricular systolic function in technically difficult patients with poor imaging quality. J Am Soc Echocardiogr, 26, 105-113.
Izzo, A., Galderisi, M. & Divitiis, O. d. 1998. The influence of left systolic ventricular function on right ventricular function after an acute myocardial infarct. Cardiologia, 43, 173-180.
Joarder, S., Hoque, M., Towhiduzzaman, M., Salehuddin, A., Islam, N., Akter, M., dkk. 2011. Cardiac Troponin-I And CK-MB for Risk Stratification in Acute Myocardial Infarction (First Attack): A Comparative Study. Bangladesh J Med Biochem, 4, 10-15.
Karakurt, O. & Akdemir, R. 2009. Right ventricular function in ST elevation myocardial infarction: effect of reperfusion. Clin Invest Med, 32, E285-292.
Karaye, K., Habib, A., Mohammed, S., Rabiu, M. & Shehu, M. 2010. Assessment of right ventricular systolic function using tricuspid annular-plane systolic excursion in Nigerians with systemic hypertension. Cardiovascular Journal of Africa, 21, 186-190.
Katritsis, D. G., Gersh, B. J. & Camm, A. J. 2013. Acute myocardial infarction. In: KATRITSIS, D. G., GERSH, B. J. & CAMM, A. J. (eds.) Clinical Cardiology: Current Practice Guidelines. United Kingdom: Oxford University Press.
Kjaergaard, J., Iversen, K. K., Akkan, D., Møller, J. E., Køber, L. V., Torp-Pedersen, C., dkk. 2009. Predictors of right ventricular function as measured by tricuspid annular plane systolic excursion in heart failure. Cardiovasc Ultrasound, 7, 1-7.
Kondur, A. K., Hari, P. & Afonso, L. C. 2013. Complications of Myocardial Infarction [Online]. Medscape. Available: http://emedicine.medscape.com/article/164924-overview [Accessed 24th August 2014].
Lakhani, M. S., Qadir, F., Hanif, B., Farooq, S. & Khan, M. 2010. Correlation of thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) risk score with extent of coronary artery disease in patients with acute coronary syndrome. J Pak Med Assoc, 60, 197-200.
Lamia, B., Teboul, J.-L., Monnet, X., Richard, C. & Chemla, D. 2007. Relationship between the tricuspid annular plane systolic excursion and right and left ventricular function in critically ill patients. Intensive Care Med, 33, 2143-2149.
Lossnitzer, D., Steen, H., Lehrke, S., Korosoglou, G., Merten, C., Giannitsis, E., dkk. 2008. MAPSE and TAPSE measured by MRI correlate with left and right ventricular ejection fraction and NTproBNP in patients with dilated cardiomyopathy. Journal of Cardiovascular Magnetic Resonance, 10, A238.
Manouras, A., Shahgaldi, K., Winter, R., Brodin, L. A. & Nowak, J. 2009. Measurements of left ventricular myocardial longitudinal systolic displacement using spectral and colour tissue Doppler: time for a reassessment? Cardiovasc Ultrasound, 7, 12.
Masood, A., Naqvi, M. A., Jafar, S. S., Mufti, A. A. & Akram, Z. 2009. In-hospital outcome of acute myocardial infarction in correlation with 'thrombolysis in myocardial infarction' risk score. J Ayub Med Coll Abbottabad, 21, 24-27.
Mateus, P. S., Dias, C. C., Betrencourt, N., Adao, L., Santos, L., Sampaio, F., dkk. 2005. Left ventricular dysfunction after acute myocardial infarction--the impact of cardiovascular risk factors. Rev Port Cardiol, 24, 727-734.
Matos, J., Kronzon, I., Panagopoulos, G. & Perk, G. 2012. Mitral Annular Plane Systolic Excursion as a Surrogate for Left Ventricular Ejection Fraction. J Am Soc Echocardiogr, 25, 969-974.
McMurray, J. J., Adamopoulos, S., Anker, S. D., Auricchio, A., Bohm, M., Dickstein, K., dkk. 2012. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur J Heart Fail, 14, 803-869.
Mjølstad, O. C., Snare, S. R., Folkvord, L., Helland, F., Grimsmo, A., Torp, H., dkk. 2012. Assessment of left ventricular function by GPs using pocket-sized ultrasound. Family Practice, 29, 534-540.
Moller, J., Sondergaard, E. & Poulsen, S. 2001. Serial Doppler echocardiographic assessment of left and right ventricular performance after a first myocardial infarction. J Am Soc Echocardiogr, 14, 249-255.
Montalescot, G., Dallongeville, J., Van Belle, E., Rouanet, S., Baulac, C., Degrandsart, A., dkk. 2007. STEMI and NSTEMI: are they so different? 1 year outcomes in acute myocardial infarction as defined by the ESC/ACC definition (the OPERA registry). Eur Heart J, 28, 1409-1417.
Mullasari, A. S., Balaji, P. & Khando, T. 2011. Managing complications in acute myocardial infarction. J Assoc Physicians India, 59 Suppl, 43-48.
Nammas, W. & El-Okda, E. 2012. Atrioventricular plane displacement: does it predict in-hospital outcome after acute myocardial infarction? European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 16, 16-21.
NCEP 2002. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III) final report. Circulation, 106, 3143-3421.
Nonogi, H. 2002. Complications of Acute Myocardial Infarction: Diagnosis and Treatment. JMAJ, 45, 149-154.
Obuchowski, N. A. 2003. Receiver Operating Characteristic Curves and Their Use in Radiology. Radiology, 3-8.
Panjrath, G., Josephson, E. B. & Herzog, E. 2008. Evaluation in the Emergency Department and Cardiac Biomarkers. In: HONG, M. K. & HERZOG, E. (eds.) Acute Coronary Syndrome: Multidisciplinary and Pathway-Based Approach. London: Springer-Verlag.
Pesaro, A. E., Campos, P. C., Katz, M., Correa, T. D. & Knobel, E. 2008. Acute coronary syndromes: treatment and risk stratification. Rev Bras Ter Intensiva, 20, 197-204.
Pinedo, M., Villacorta, E., Tapia, C., Arnold, R., Lopez, J., Revilla, A., dkk. 2010. Inter- and intra-observer variability in the echocardiographic evaluation of right ventricular function. Rev Esp Cardiol, 63, 802-809.
Popescu, B. A., Antonini-Canterin, F., Temporelli, P. L., Giannuzzi, P., Bosimini, E., Gentile, F., dkk. 2005. Right ventricular functional recovery after acute myocardial infarction: relation with left ventricular function and interventricular septum motion. GISSI-3 echo substudy. Heart, 91, 484-488.
Rudski, L. G., Lai, W. W., Afilalo, J., Hua, L., Handschumacher, M. D., Chandrasekaran, K., dkk. 2010a. Guidelines for the echocardiographic assessment of the right heart in adults: a report from the American Society of Echocardiography endorsed by the European Association of Echocardiography, a registered branch of the European Society of Cardiology, and the Canadian Society of Echocardiography. J Am Soc Echocardiogr, 23, 685-713; quiz 786-688.
Russ, M. A., Prondzinsky, R., Carter, J. M., Schlitt, A., Ebelt, H., Schmidt, H., dkk. 2009. Right ventricular function in myocardial infarction complicated by cardiogenic shock: Improvement with levosimendan. Crit Care Med, 37, 3017-3023.
Santos, E. S., Aguiar Filho Lde, F., Fonseca, D. M., Londero, H. J., Xavier, R. M., Pereira, M. P., dkk. 2013. Correlation of risk scores with coronary anatomy in non-ST-elevation acute coronary syndrome. Arq Bras Cardiol, 100, 511-517.
Senter, S. & Francis, G. S. 2009. A new, precise definition of acute myocardial infarction. Cleve Clin J Med, 76, 159-166.
Sharif, D., Sharif-Rasslan, A., Shahla, C. & Rosenschein, U. 2011. Application of Mitral Annular Systolic Displacements and Velocities for the Evaluation of Left Ventricular Systolic Function and Reserve. Cardiol Res, 2, 36-41.
Speiser, U., Hirschberger, M., Pilz, G., Heer, T., Sievers, B., Strasser, R. H., dkk. 2012. Tricuspid annular plane systolic excursion assessed using MRI for semi-quantification of right ventricular ejection fraction. The British Journal of Radiology, 85, 716-721.
Steg, P. G., James, S. K., Atar, D., Badano, L. P., Blomstrom-Lundqvist, C., Borger, M. A., dkk. 2012. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J, 33, 2569-2619.
Taşolar, H., Mete, T., Çetin, M., Altun, B., Ballı, M., Bayramoğlu, A., dkk. 2014. Mitral annular plane systolic excursion in the assesment of the left ventricular diastolic dysunction in obese adults. Anadolu Kardiyol Derg, 14, 10-15.
Thygesen, K., Alpert, J. S., Jaffe, A. S., Simoons, M. L., Chaitman, B. R., White, H. D., dkk. 2012. Third universal definition of myocardial infarction. Circulation, 126, 2020-2035.
Topol, E. J. & Werf, F. J. V. D. 2007. Acute Myocardial Infarction: Early Diagnosis and Management. In: TOPOL, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine. 3rd ed.: Lippincott Williams & Wilkins.
Ueti, O. M., Camargo, E. E., Ueti Ade, A., de Lima-Filho, E. C. & Nogueira, E. A. 2002. Assessment of right ventricular function with Doppler echocardiographic indices derived from tricuspid annular motion: comparison with radionuclide angiography. Heart, 88, 244-248.
van Erkel, A. R. & Pattynama, P. M. 1998. Receiver operating characteristic (ROC) analysis: basic principles and applications in radiology. Eur J Radiol, 27, 88-94.
Willenheimer, R., Rydberg, E., Stagmo, M., Gudmundsson, P., Ericsson, G. & Erhardt, L. 2002. Echocardiographic assessment of left atrioventricular plane displacement as a complement to left ventricular regional wall motion evaluation in the detection of myocardial dysfunction. Int J Cardiovasc Imaging, 18, 181-186.
Woodfield, S. L., Lundergan, C. F., Reiner, J. S., Thompson, M. A., Rohrbeck, S. C., Deychak, Y., dkk. 1997. Gender and acute myocardial infarction: is there a different response to thrombolysis? J Am Coll Cardiol, 29, 35-42.
Zaky, A., Grabhorn, L. & Feigenbaum, H. 1967. Movement of the mitral ring: a study in ultrasoundcardiography. Cardiovasc Res, 1, 121-131.
Lampiran 1
INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN
Kami mengharapkan kesediaan anda untuk ikut serta dalam penelitian yang
akan dilaksanakan oleh dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin
Penelitian ini akan mengikut sertakan 72 orang termasuk anda. Mohon dibaca
informasi ini dengan seksama sebelum anda memutuskan apakah anda bersedia
ikut serta dalam penelitian ini. Apabila ada hal-hal yang belum jelas mengenai
informasi ini, dapat ditanyakan kembali kepada kami sehingga informasi yang
dimaksudkan benar-benar dapat diketahui secara memadai.
Pada saat ini anda sedang dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) atau Unit
Perawatan Intensif Jantung (UPIJ) RSUP Sanglah Denpasar oleh karena anda
sedang mengalami gangguan/serangan jantung. Serangan yang ditandai oleh nyeri
dada hebat, seperti: ditekan, terbakar, ditindih, ditusuk, diperas, yang dapat
dirasakan sampai 20 menit atau lebih. Nyeri dada juga dapat dirasakan sampai di
leher, lengan kiri, dagu, gigi, punggung, terkadang ke lengan kanan dan sering
disertai rasa mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin serta lemas. Keluhan
nyeri dada timbul akibat ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan
oksigen dari otot jantung oleh karena adanya penyempitan dan bahkan dapat
terjadi penyumbatan dari pembuluh darah otot jantung (pembuluh darah koroner).
Berbagai faktor risiko yang berpengaruh seperti; tingginya kadar kolesterol/lemak
darah, kencing manis, darah tinggi, merokok, kegemukan, umur. Kolesterol akan
menumpuk/berakumulasi pada dinding pembuluh darah koroner serta pada
permukaannya dilapisi oleh lapisan otot dan jaringan ikat, menyebabkan dinding
menonjol ke dalam saluran pembuluh darah (plak ateromatus).
Fungsi pompa jantung pasca terjadinya serangan sangat mempengaruhi
luaran yang terjadi pada pasien-pasien yang menderita serangan jantung. Terdapat
berbagai pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui fungsi pompa
jantung, salah satunya dengan menggunakan alat ekokardiografi (USG jantung).
MAPSE dan TAPSE merupakan parameter ekokardiografi yang sederhana, tidak
membutuhkan waktu lama untuk pengerjaannya, dan dapat digunakan untuk
mengetahui fungsi pompa jantung pasca terjadinya serangan.
Berkaitan dengan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor timbulnya
kejadian kardiovaskular. Kejadian kardiovaskular dapat berupa: kematian, gagal
jantung, syok kardiogenik, gangguan irama jantung, dan nyeri dada berulang pada
penderita yang pernah menderita serangan jantung.
Bila nanti diketahui/terbukti seperti yang telah diuraikan diatas, maka dengan
melakukan pemeriksaan MAPSE dan TAPSE secara rutin pada penderita serangan
jantung dapat dilakukan stratifikasi risiko, sehingga dapat menentukan tatalaksana
yang optimal bagi penderita yang telah mengalami serangan jantung untuk
mencegah terjadinya kejadian kardiovaskular.
Penelitian ini tidak merubah prosedur dan penatalaksanaan yang ditetapkan
oleh dokter anda. Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini antara lain:
1. Pemeriksaan ekokardiografi transthorakal untuk melakukan pengukuran nilai
MAPSE dan TAPSE. Untuk pemeriksaan yang berkaitan dengan penelitian
ini, anda tidak akan dikenakan biaya.
2. Pemeriksaan darah sesuai standar.
3. Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah Foto Rontgen Thoraks dan perekamam
Elektrokardiogram.
Petugas di UGD dan UPIJ serta petugas laboratorium akan melaksanakan
segala prosedur di atas dengan menjaga kerahasiaan data kesehatan anda
sedemikian rupa agar penelitian ini dapat berjalan baik.
Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda dan
dengan menandatangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti
maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini.
Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam
komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya
dokter peneliti yang mengetahui data kesehatan anda yang berkaitan dengan
penelitian ini. Namun bila anda ingin mengetahuinya, dapat memperolehnya dari
kami. Data ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas sumber
data.
Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang
dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau
membatalkan keikutsertaan anda, tanpa prasyarat apapun.
Untuk dapat berlangsungnya penelitian ini sesuai yang diharapkan,
diperlukan kerjasama yang baik antara anda/keluarga, tim medis dan peneliti.
Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih
lanjut anda dapat menghubungi dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin.
129
Surat Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian
Yang bertandatangan dibawah ini : Nama : ..................................................................................................... Umur : ..................................................................................................... Jenis Kelamin : ..................................................................................................... Etnis : ..................................................................................................... Pekerjaan : ..................................................................................................... Alamat : ..................................................................................................... No. KTP : ..................................................................................................... No. Telp/HP : ..................................................................................................... Nama Pendamping : ..................................................................................... No. Telp/HP pendamping : ..................................................................................... Setelah mendapatkan keterangan secukupnya dan memahami serta menyadari manfaat maupun risiko penelitian tentang:
NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG
RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian tersebut serta mematuhi segala ketentuan penelitian yang sudah dipahami, dengan catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini. Denpasar, 2014 Mengetahui Yang menyetujui Penanggung jawab penelitian Peserta penelitian (dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin) (....................................................)
130
Lampiran 2
Lembar Pengumpulan Data
Nama Umur Jenis Kelamin No Rekam Medis Suku Pekerjaan Tanggal MRS Berat badan Tinggi badan IMT Riwayat penyakit sebelumnya :
Hipertensi ( Ya/ Tidak ) Diabetes Melitus (Ya/Tidak) Dislipidemia (Ya/Tidak) Gagal Jantung (Ya/Tidak)
Kebiasaan merokok ( Ya/ Tidak ) ,,,,,,, batang/hari, durasi: Diagnosis Onset Skor TIMI/GRACE Tekanan Darah EKG ST elevasi (Ya/Tidak) ST depresi (Ya/Tidak) T inversi
(ya/tidak) Revaskularisasi Fibrinolitik (Ya/Tidak) PCI (Ya/Tidak) CABG
(Ya/Tidak) Troponin T CKMB Gula darah sewaktu Gula darah puasa Gula darah 2 jam pp Leukosit Hb Ht Trombosit Ureum Kreatinin Asam urat SGOT SGPT Natrium Kalium LDL HDL Trigliserida Kolesterol total
131
Pengamatan Penderita
Kejadian Kardiovaskular Mayor Waktu Kejadian
1. Kematian Kardiovaskular 2. Gagal Jantung 3. Syok Kardiogenik 4. Aritmia 5. Angina Pascainfark
Denpasar,…………………2014 Pemeriksa
(…………………………………..)
Pengamatan dilakukan saat penderita MRS dengan cara :
• Kunjungan tiap hari • Berkomunikasi dengan penderita • Berkoordinasi dengan tim medis
132
Lampiran 3: HASIL PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI BEDSIDE
NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC
EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR
PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
I. Identitas Pasien
a. Nama :
b. Umur :
c. No RM :
d. Alamat :
e. Diagnosis :
II. Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi
No Pemeriksaan Nilai (mm)
1. MAPSE
- Septal
- Lateral
- Anterior
- Inferior
Rerata MAPSE
2. TAPSE
Nama Pemeriksa, ( )
133
Lampiran 4:
Cara Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penunjang Tesis
a. Troponin T: pemeriksaan dilakukan pada plasma darah dengan metode
immunochromotography.
b. CKMB: pemeriksaan dilakukan pada plasma darah dengan metode
immunochromotography.
c. Gula Darah: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode
Heksokinase.
d. Kolesterol Total: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan
metode CHOD PAP.
e. Kolesterol LDL: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan
metode Enzymatik (homogenous).
f. Kolesterol HDL: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan
metode Enzymatik (homogenous).
g. Trigliserida: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode
enzimatik.
h. SGOT: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode IFCC
(International Federation of Clinical Chemistry).
i. SGPT: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode IFCC
(International Federation of Clinical Chemistry).
j. Ureum: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode kinetik
GLDH.
k. Kreatinin: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode
enzimatik colorimetric.
134
Lampiran 5. Data Penelitian
Correlations
TAPSE (DR VIANNEY)
TAPSE (DR RANGGA)
TAPSE (DR VIANNEY) Pearson Correlation 1 .956**
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 TAPSE (DR RANGGA) Pearson Correlation .956** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72
Correlations
TAPSE (DR VIANNEY)
TAPSE (DR BADJRA)
TAPSE (DR VIANNEY) Pearson Correlation 1 .960**
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 TAPSE (DR BADJRA) Pearson Correlation .960** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
135
Correlations
TAPSE (DR RANGGA)
TAPSE (DR BADJRA)
TAPSE (DR RANGGA) Pearson Correlation 1 .961**
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 TAPSE (DR BADJRA) Pearson Correlation .961** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
136
Correlations
MAPSE (DR VIANNEY)
MAPSE (DR. BADJRA)
MAPSE (DR VIANNEY) Pearson Correlation 1 .974**
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 MAPSE (DR. BADJRA) Pearson Correlation .974** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
137
Correlations
MAPSE (DR RANGGA)
MAPSE (DR. BADJRA)
MAPSE (DR RANGGA) Pearson Correlation 1 .971**
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 MAPSE (DR. BADJRA) Pearson Correlation .971** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
6 8 10 12 14 16-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Mean of MAPSE1 and MAPSE2
MA
PS
E1
- MA
PS
E2
Mean-0.02
-1.96 SD-1.05
+1.96 SD1.01
Bland-Altman plot
Method A MAPSE1 Method B MAPSE2 Differences Sample size 72
138
Arithmetic mean -0.01944 95% CI -0.1430 to 0.1041 P (H0: Mean=0) 0.7546 Standard deviation 0.5258 Lower limit -1.0500 95% CI -1.2621 to -0.8378 Upper limit 1.0111 95% CI 0.7990 to 1.2232
6 8 10 12 14 16-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Mean of MAPSE1 and MAPSE3
MA
PS
E1
- MA
PS
E3
Mean0.08
-1.96 SD-0.73
+1.96 SD0.90
Bland-Altman plot
Method A MAPSE1 Method B MAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.08319 95% CI -0.01458 to 0.1810 P (H0: Mean=0) 0.0941 Standard deviation 0.4161 Lower limit -0.7323 95% CI -0.9002 to -0.5644 Upper limit 0.8987 95% CI 0.7308 to 1.0666
139
6 8 10 12 14 16-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Mean of MAPSE2 and MAPSE3
MA
PS
E2
- MA
PS
E3
Mean0.10
-1.96 SD-0.76
+1.96 SD0.97
Bland-Altman plot
Method A MAPSE2 Method B MAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.1026 95% CI -0.0007748 to 0.2061 P (H0: Mean=0) 0.0517 Standard deviation 0.4401 Lower limit -0.7599 95% CI -0.9375 to -0.5824 Upper limit 0.9652 95% CI 0.7876 to 1.1427
10 15 20 25 30-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Mean of TAPSE1 and TAPSE2
TAP
SE
1 - T
AP
SE
2
Mean0.1
-1.96 SD-2.1
+1.96 SD2.3
Bland-Altman plot
Method A TAPSE1 Method B TAPSE2 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.1472
140
95% CI -0.1166 to 0.4110 P (H0: Mean=0) 0.2696 Standard deviation 1.1226 Lower limit -2.0531 95% CI -2.5060 to -1.6002 Upper limit 2.3476 95% CI 1.8946 to 2.8005
5 10 15 20 25 30-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Mean of TAPSE1 and TAPSE3
TAP
SE
1 - T
AP
SE
3
Mean0.1
-1.96 SD-2.0
+1.96 SD2.2
Bland-Altman plot
Method A TAPSE1 Method B TAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.07042 95% CI -0.1827 to 0.3235 P (H0: Mean=0) 0.5808 Standard deviation 1.0770 Lower limit -2.0405 95% CI -2.4750 to -1.6060 Upper limit 2.1813 95% CI 1.7468 to 2.6158
141
10 15 20 25 30-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Mean of TAPSE2 and TAPSE3
TAP
SE
2 - T
AP
SE
3
Mean-0.1
-1.96 SD-2.1
+1.96 SD1.9
Bland-Altman plot
Method A TAPSE2 Method B TAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean -0.07681 95% CI -0.3194 to 0.1658 P (H0: Mean=0) 0.5299 Standard deviation 1.0324 Lower limit -2.1002 95% CI -2.5168 to -1.6837 Upper limit 1.9466 95% CI 1.5301 to 2.3631
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):MEAN TAPSE
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
.701 .069 .005 .565 .837
142
The test result variable(s): MEAN TAPSE has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased. a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5
Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):MEAN TAPSE
Positive if Greater Than or Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity
8.8000 1.000 1.000 10.1000 1.000 .960 10.7000 1.000 .920 11.7000 .979 .920 12.5500 .979 .880 12.9000 .936 .880 13.2000 .936 .840 13.4500 .936 .800 13.7500 .936 .760 13.9500 .936 .720 14.0500 .936 .680 14.1500 .936 .640 14.2500 .894 .640 14.3500 .894 .600 14.4150 .894 .560 14.4650 .872 .560 14.5500 .851 .560 14.8000 .851 .480 15.2000 .830 .480 15.5500 .787 .480 16.1500 .787 .440 16.8000 .745 .440 17.1000 .723 .400 17.2500 .702 .400 17.3500 .702 .360 17.4500 .660 .320 17.6500 .638 .280 17.8150 .617 .280 17.9650 .596 .280 18.2000 .574 .280 18.4000 .574 .240 18.5500 .532 .240 18.6500 .511 .240 18.8500 .489 .240 19.1500 .489 .200 19.4000 .447 .200 19.7000 .426 .200 20.0000 .383 .200 20.1500 .383 .160 20.3000 .362 .160 20.4500 .298 .160 20.7000 .277 .160 21.1000 .255 .160 21.3500 .234 .160
143
21.5500 .213 .160 21.8500 .191 .160 22.0500 .191 .120 22.2500 .191 .080 22.5000 .149 .080 22.8000 .128 .080 23.2000 .085 .080 23.4500 .064 .080 23.6000 .043 .080 24.0000 .043 .040 24.3500 .021 .040 25.4000 .000 .000
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):MEAN MAPSE
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
.871 .047 .000 .778 .964 The test result variable(s): MEAN MAPSE has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased. a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5
Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):MEAN MAPSE
Positive if Greater Than or Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity
5.5100 1.000 1.000 6.5900 1.000 .960 6.6900 1.000 .920 6.7300 1.000 .880 6.8000 1.000 .800 7.0250 .979 .800 7.2150 .979 .760 7.2800 .979 .720 7.3600 .979 .680 7.4200 .957 .680
144
7.4600 .957 .640 7.4750 .957 .600 7.5000 .957 .560 7.5350 .957 .520 7.6100 .936 .480 7.7650 .936 .440 7.8700 .936 .400 7.9500 .936 .360 8.0300 .915 .360 8.2550 .915 .320 8.4750 .915 .280 8.5200 .894 .280 8.6350 .872 .280 8.7250 .872 .240 8.7450 .872 .200 8.7750 .851 .200 8.8350 .830 .200 8.8850 .809 .200 8.9100 .787 .200 8.9300 .787 .160 8.9900 .766 .160 9.0700 .745 .160 9.1500 .745 .120 9.2600 .723 .120 9.4350 .702 .120 9.6200 .681 .120 9.8100 .660 .120
10.0050 .638 .120 10.0950 .596 .120 10.1150 .574 .120 10.1400 .574 .080 10.1750 .553 .080 10.2050 .532 .080 10.2750 .511 .080 10.3700 .468 .080 10.4200 .468 .040 10.4400 .447 .040 10.4550 .426 .040 10.4750 .404 .040 10.5750 .383 .040 10.6750 .362 .040 10.7300 .340 .040 10.9100 .319 .040 11.0750 .298 .040 11.1950 .277 .040 11.3600 .255 .040 11.4550 .213 .040 11.5050 .191 .040 11.6350 .149 .040 11.8000 .128 .040 11.8850 .106 .040 11.9550 .106 .000
145
12.3400 .085 .000 12.7500 .064 .000 12.9250 .043 .000 13.5650 .021 .000 15.1000 .000 .000
The test result variable(s): MEAN MAPSE has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. JENIS KELAMIN * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI MAPSE YANG NORMAL
JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Count 17 41
% within JENIS KELAMIN 29.3% 70.7%
% within MAPSE_CAT 73.9% 83.7%
PEREMPUAN Count 6 8
% within JENIS KELAMIN 42.9% 57.1%
% within MAPSE_CAT 26.1% 16.3% Total Count 23 49
% within JENIS KELAMIN 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .952a 1 .329 Continuity Correctionb .431 1 .512 Likelihood Ratio .918 1 .338 Fisher's Exact Test .352 .252 N of Valid Casesb 72 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.47. b. Computed only for a 2x2 table RIWAYAT MEROKOK * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI MAPSE YANG NORMAL
RIWAYAT MEROKOK YA Count 15 32
% within RIWAYAT MEROKOK 31.9% 68.1%
% within MAPSE_CAT 65.2% 65.3%
TIDAK Count 8 17
% within RIWAYAT MEROKOK 32.0% 68.0%
% within MAPSE_CAT 34.8% 34.7% Total Count 23 49
% within RIWAYAT MEROKOK 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%
146
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 .994 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .000 1 .994 Fisher's Exact Test 1.000 .598 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.99. b. Computed only for a 2x2 table DISLIPIDEMIA * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT
Total
NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI MAPSE YANG
NORMAL
DISLIPIDEMIA YA Count 12 34 46
% within DISLIPIDEMIA 26.1% 73.9% 100.0%
% within MAPSE_CAT 52.2% 69.4% 63.9%
TIDAK Count 11 15 26
% within DISLIPIDEMIA 42.3% 57.7% 100.0%
% within MAPSE_CAT 47.8% 30.6% 36.1% Total Count 23 49 72
% within DISLIPIDEMIA 31.9% 68.1% 100.0% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.010a 1 .156 Continuity Correctionb 1.333 1 .248 Likelihood Ratio 1.978 1 .160 Fisher's Exact Test .192 .125 Linear-by-Linear Association 1.982 1 .159 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.31. b. Computed only for a 2x2 table OBESITAS * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT
Total
NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI MAPSE YANG
NORMAL
OBESITAS 1 Count 2 4 6
% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0%
% within MAPSE_CAT 8.7% 8.2% 8.3%
2 Count 21 45 66
% within OBESITAS 31.8% 68.2% 100.0%
% within MAPSE_CAT 91.3% 91.8% 91.7%
147
Total Count 23 49 72 % within OBESITAS 31.9% 68.1% 100.0% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .006a 1 .939 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .006 1 .939 Fisher's Exact Test 1.000 .630 Linear-by-Linear Association .006 1 .940 N of Valid Casesb 72 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92. b. Computed only for a 2x2 table HIPERTENSI * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT
Total
NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI MAPSE YANG
NORMAL
HIPERTENSI 1 Count 15 28 43
% within HIPERTENSI 34.9% 65.1% 100.0%
% within MAPSE_CAT 65.2% 57.1% 59.7%
2 Count 8 21 29
% within HIPERTENSI 27.6% 72.4% 100.0%
% within MAPSE_CAT 34.8% 42.9% 40.3% Total Count 23 49 72
% within HIPERTENSI 31.9% 68.1% 100.0% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .424a 1 .515 Continuity Correctionb .155 1 .694 Likelihood Ratio .428 1 .513 Fisher's Exact Test .610 .349 Linear-by-Linear Association .418 1 .518 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.26. b. Computed only for a 2x2 table DIABETESMELITUS * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI MAPSE YANG NORMAL
DIABETESMELITUS 1 Count 16 11
% within DIABETESMELITUS 59.3% 40.7%
% within MAPSE_CAT 69.6% 22.4%
148
2 Count 7 38
% within DIABETESMELITUS 15.6% 84.4%
% within MAPSE_CAT 30.4% 77.6% Total Count 23 49
% within DIABETESMELITUS 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 14.826a 1 .000 Continuity Correctionb 12.884 1 .000 Likelihood Ratio 14.810 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 14.620 1 .000 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.63. b. Computed only for a 2x2 table DIAGNOSIS KERJA * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI MAPSE YANG NORMAL
DIAGNOSIS KERJA STEMI Count 11 31
% within DIAGNOSIS KERJA 26.2% 73.8%
% within MAPSE_CAT 47.8% 63.3%
NSTEMI Count 12 18
% within DIAGNOSIS KERJA 40.0% 60.0%
% within MAPSE_CAT 52.2% 36.7% Total Count 23 49
% within DIAGNOSIS KERJA 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.535a 1 .215 Continuity Correctionb .966 1 .326 Likelihood Ratio 1.525 1 .217 Fisher's Exact Test .305 .163 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.58. b. Computed only for a 2x2 table TERAPI REPERFUSI * MAPSE_CAT
Crosstab
MAPSE_CAT
NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI
TERAPI REPERFUSI DENGAN REVASKULARISASI Count 3
149
% within TERAPI REPERFUSI 12.5%
% within MAPSE_CAT 13.0%
TANPA REVASKULARISASI Count 20
% within TERAPI REPERFUSI 41.7%
% within MAPSE_CAT 87.0% Total Count 23
% within TERAPI REPERFUSI 31.9% % within MAPSE_CAT 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.261a 1 .012 Continuity Correctionb 4.991 1 .025 Likelihood Ratio 6.921 1 .009 Fisher's Exact Test .016 .010 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.67. b. Computed only for a 2x2 table JENIS KELAMIN * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT NILAI TAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI TAPSE YANG NORMAL
JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Count 15 43
% within JENIS KELAMIN 25.9% 74.1%
% within TAPSE_CAT 62.5% 89.6%
PEREMPUAN Count 9 5
% within JENIS KELAMIN 64.3% 35.7%
% within TAPSE_CAT 37.5% 10.4% Total Count 24 48
% within JENIS KELAMIN 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.493a 1 .006 Continuity Correctionb 5.863 1 .015 Likelihood Ratio 7.102 1 .008 Fisher's Exact Test .011 .009 N of Valid Casesb 72 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67. b. Computed only for a 2x2 table RIWAYAT MEROKOK * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT
150
NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG
NORMAL
RIWAYAT MEROKOK YA Count 14 33
% within RIWAYAT MEROKOK 29.8% 70.2%
% within TAPSE_CAT 58.3% 68.8%
TIDAK Count 10 15
% within RIWAYAT MEROKOK 40.0% 60.0%
% within TAPSE_CAT 41.7% 31.2% Total Count 24 48
% within RIWAYAT MEROKOK 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .766a 1 .381 Continuity Correctionb .375 1 .540 Likelihood Ratio .757 1 .384 Fisher's Exact Test .437 .268 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33. b. Computed only for a 2x2 table DISLIPIDEMIA * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT
Total
NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG
NORMAL
DISLIPIDEMIA YA Count 14 32 46
% within DISLIPIDEMIA 30.4% 69.6% 100.0%
% within TAPSE_CAT 58.3% 66.7% 63.9%
TIDAK Count 10 16 26
% within DISLIPIDEMIA 38.5% 61.5% 100.0%
% within TAPSE_CAT 41.7% 33.3% 36.1% Total Count 24 48 72
% within DISLIPIDEMIA 33.3% 66.7% 100.0% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .482a 1 .488 Continuity Correctionb .188 1 .664 Likelihood Ratio .477 1 .490 Fisher's Exact Test .604 .330 Linear-by-Linear Association .475 1 .491 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.67. b. Computed only for a 2x2 table
151
OBESITAS * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT
Total
NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG
NORMAL
OBESITAS 1 Count 2 4 6
% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0%
% within TAPSE_CAT 8.3% 8.3% 8.3%
2 Count 22 44 66
% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0%
% within TAPSE_CAT 91.7% 91.7% 91.7% Total Count 24 48 72
% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 1.000 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .000 1 1.000 Fisher's Exact Test 1.000 .685 Linear-by-Linear Association .000 1 1.000 N of Valid Casesb 72 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00. b. Computed only for a 2x2 table HIPERTENSI * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT
Total
NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG
NORMAL
HIPERTENSI 1 Count 15 28 43
% within HIPERTENSI 34.9% 65.1% 100.0%
% within TAPSE_CAT 62.5% 58.3% 59.7%
2 Count 9 20 29
% within HIPERTENSI 31.0% 69.0% 100.0%
% within TAPSE_CAT 37.5% 41.7% 40.3% Total Count 24 48 72
% within HIPERTENSI 33.3% 66.7% 100.0% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .115a 1 .734 Continuity Correctionb .007 1 .932 Likelihood Ratio .116 1 .733 Fisher's Exact Test .803 .468
152
Linear-by-Linear Association .114 1 .736 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.67. b. Computed only for a 2x2 table DIABETESMELITUS * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT NILAI TAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI TAPSE YANG NORMAL
DIABETESMELITUS 1 Count 18 9
% within DIABETESMELITUS 66.7% 33.3%
% within TAPSE_CAT 75.0% 18.8%
2 Count 6 39
% within DIABETESMELITUS 13.3% 86.7%
% within TAPSE_CAT 25.0% 81.2% Total Count 24 48
% within DIABETESMELITUS 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 21.600a 1 .000 Continuity Correctionb 19.267 1 .000 Likelihood Ratio 21.946 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 21.300 1 .000 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00. b. Computed only for a 2x2 table DIAGNOSIS KERJA * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT NILAI TAPSE YANG
RENDAH (ABNORMAL)
NILAI TAPSE YANG NORMAL
DIAGNOSIS KERJA STEMI Count 13 29
% within DIAGNOSIS KERJA 31.0% 69.0%
% within TAPSE_CAT 54.2% 60.4%
NSTEMI Count 11 19
% within DIAGNOSIS KERJA 36.7% 63.3%
% within TAPSE_CAT 45.8% 39.6% Total Count 24 48
% within DIAGNOSIS KERJA 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .257a 1 .612 Continuity Correctionb .064 1 .800
153
Likelihood Ratio .256 1 .613 Fisher's Exact Test .623 .398 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00. b. Computed only for a 2x2 table TERAPI REPERFUSI * TAPSE_CAT
Crosstab
TAPSE_CAT
NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) NILAI
TERAPI REPERFUSI DENGAN REVASKULARISASI Count 3
% within TERAPI REPERFUSI 12.5%
% within TAPSE_CAT 12.5%
TANPA REVASKULARISASI Count 21
% within TERAPI REPERFUSI 43.8%
% within TAPSE_CAT 87.5% Total Count 24
% within TERAPI REPERFUSI 33.3% % within TAPSE_CAT 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.031a 1 .008 Continuity Correctionb 5.695 1 .017 Likelihood Ratio 7.783 1 .005 Fisher's Exact Test .009 .007 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00. b. Computed only for a 2x2 table
Group Statistics
MAPSE_CAT N Mean Std. Deviation Std
UMUR SUBJEK NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 23 64.87 12.899
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 58.63 11.481 LDL NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 1.3388E2 52.90502
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.3184E2 41.59168 HDL NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 36.7783 11.44457
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 36.9553 11.43810 TRIGLISERIDA NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 1.5800E2 66.48103
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.5842E2 80.87512 KOLESTEROL TOTAL NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 1.93809E2 58.039531
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.98103E2 46.671738 GULA DARAH SEWAKTU NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 2.4102E2 72.00150
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.7679E2 101.55794
154
TEKANAN DARAH SISTOLIK NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 23 138.70 29.589
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 135.33 23.418 TEKANAN DARAH DIASTOLIK NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 83.48 16.127
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 84.69 15.463 INDEKS MASSA TUBUH NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 25.6726 3.70294
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 25.1155 3.50484 ONSET DALAM JAM NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 23.93 22.597
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 10.02 14.058 CKMB NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 26.2057 15.06747
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 23.1120 15.02682 TROPONIN T NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 23 1182.48 641.970
NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 616.76 646.080 EJECTION FRACTION NILAI MAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 16 3.63281E1 5.537355
NILAI MAPSE YANG NORMAL 40 5.47870E1 7.977279
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval of the Differe
Lower Upper
UMUR SUBJEK Equal variances assumed .043 .215 1
Equal variances not assumed .055 -.136 1 LDL Equal variances assumed .860 -20.87765 24.9
Equal variances not assumed .872 -23.39530 27.4 HDL Equal variances assumed .951 -5.94412 5.5
Equal variances not assumed .951 -6.00921 5.6 TRIGLISERIDA Equal variances assumed .983 -39.05711 38.2
Equal variances not assumed .981 -36.63633 35.7 KOLESTEROL TOTAL Equal variances assumed .738 -29.762190 21.17
Equal variances not assumed .758 -32.320298 23.73 GULA DARAH SEWAKTU Equal variances assumed .008 17.20289 111.2
Equal variances not assumed .003 22.44787 106.0 TEKANAN DARAH SISTOLIK Equal variances assumed .603 -9.495 1
Equal variances not assumed .634 -10.873 1 TEKANAN DARAH DIASTOLIK Equal variances assumed .760 -9.117
Equal variances not assumed .764 -9.338 INDEKS MASSA TUBUH Equal variances assumed .539 -1.24173 2.3
Equal variances not assumed .548 -1.30131 2.4 ONSET DALAM JAM Equal variances assumed .002 5.241 2
Equal variances not assumed .011 3.458 2 CKMB Equal variances assumed .419 -4.48800 10.6
Equal variances not assumed .421 -4.57999 10.7 TROPONIN T Equal variances assumed .001 240.678 89
Equal variances not assumed .001 237.905 89
155
EJECTION FRACTION Equal variances assumed .000 -22.836114 -14.08 Equal variances not assumed .000 -22.244757 -14.67
Group Statistics
TAPSE_CAT N Mean Std. Deviation Std
UMUR SUBJEK NILAI TAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 24 64.25 14.525
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 58.81 10.590 LDL NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 1.3747E2 42.51783
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.3001E2 46.63259 HDL NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 36.4958 10.70057
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 37.1002 11.78031 TRIGLISERIDA NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 1.6246E2 71.40027
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.5620E2 78.99823 KOLESTEROL TOTAL NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 1.97442E2 46.214283
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.96376E2 52.554521 GULA DARAH SEWAKTU NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 2.6927E2 105.71793
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.6133E2 69.98956 TEKANAN DARAH SISTOLIK NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 132.67 26.209
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 138.27 25.036 TEKANAN DARAH DIASTOLIK NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 83.25 14.456
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 84.83 16.226 INDEKS MASSA TUBUH NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 25.1811 3.41423
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 25.3496 3.65414 ONSET DALAM JAM NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 15.42 15.900
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 13.99 19.517 CKMB NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 23.7033 14.53130
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 24.2988 15.38221 TROPONIN T NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 24 1069.79 743.859
NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 661.31 631.046 EJECTION FRACTION NILAI TAPSE YANG RENDAH
(ABNORMAL) 19 4.23958E1 5.865082
NILAI TAPSE YANG NORMAL 37 5.31678E1 11.498756
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval of the Differe
Lower Upper
UMUR SUBJEK Equal variances assumed .075 -.559 1
156
Equal variances not assumed .112 -1.330 1 LDL Equal variances assumed .512 -15.13788 30.0
Equal variances not assumed .500 -14.59887 29.5 HDL Equal variances assumed .833 -6.30687 5.0
Equal variances not assumed .828 -6.16338 4.9 TRIGLISERIDA Equal variances assumed .745 -31.92784 44.4
Equal variances not assumed .737 -30.90075 43.4 KOLESTEROL TOTAL Equal variances assumed .933 -24.143392 26.27
Equal variances not assumed .930 -23.227230 25.35 GULA DARAH SEWAKTU Equal variances assumed .000 66.33739 149.5
Equal variances not assumed .000 59.48378 156.3 TEKANAN DARAH SISTOLIK Equal variances assumed .381 -18.283
Equal variances not assumed .390 -18.613 TEKANAN DARAH DIASTOLIK Equal variances assumed .687 -9.395
Equal variances not assumed .676 -9.146 INDEKS MASSA TUBUH Equal variances assumed .851 -1.95210 1.6
Equal variances not assumed .848 -1.92490 1.5 ONSET DALAM JAM Equal variances assumed .757 -7.751 1
Equal variances not assumed .741 -7.184 1 CKMB Equal variances assumed .875 -8.12836 6.9
Equal variances not assumed .873 -8.04287 6.8 TROPONIN T Equal variances assumed .017 74.306 74
Equal variances not assumed .026 50.620 76 EJECTION FRACTION Equal variances assumed .000 -16.419659 -5.12
Equal variances not assumed .000 -15.424079 -6.12
Survival Table
MAPSE_CAT Time Status
Cumulative Proportion Surviving at the Time
Estimate Std. Error
NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL)
1 .200 YA .957 .043
2 .400 YA . .
3 .400 YA .870 .070
4 2.500 YA .826 .079
5 3.000 YA .783 .086
6 8.000 YA .739 .092
7 10.000 YA .696 .096
8 12.000 YA . .
9 12.000 YA .609 .102
10 20.000 YA .565 .103
11 24.000 YA .522 .104
12 25.000 YA .478 .104
13 30.000 YA .435 .103
14 32.000 YA .391 .102
15 48.000 YA . .
16 48.000 YA .304 .096
157
17 74.000 YA .261 .092
18 120.000 YA .217 .086
19 120.000 TIDAK . .
20 120.000 TIDAK . .
21 120.000 TIDAK . .
22 120.000 TIDAK . .
23 120.000 TIDAK . . NILAI MAPSE YANG NORMAL 1 .330 YA .980 .020
2 2.000 YA .959 .028 3 2.180 YA .939 .034 4 4.000 YA .918 .039 5 10.000 YA .898 .043 6 15.000 YA .878 .047 7 48.000 YA .857 .050 8 120.000 TIDAK . . 9 120.000 TIDAK . . 10 120.000 TIDAK . . 11 120.000 TIDAK . . 12 120.000 TIDAK . . 13 120.000 TIDAK . . 14 120.000 TIDAK . . 15 120.000 TIDAK . . 16 120.000 TIDAK . . 17 120.000 TIDAK . . 18 120.000 TIDAK . . 19 120.000 TIDAK . . 20 120.000 TIDAK . . 21 120.000 TIDAK . . 22 120.000 TIDAK . . 23 120.000 TIDAK . . 24 120.000 TIDAK . . 25 120.000 TIDAK . . 26 120.000 TIDAK . . 27 120.000 TIDAK . . 28 120.000 TIDAK . . 29 120.000 TIDAK . . 30 120.000 TIDAK . . 31 120.000 TIDAK . . 32 120.000 TIDAK . . 33 120.000 TIDAK . . 34 120.000 TIDAK . . 35 120.000 TIDAK . . 36 120.000 TIDAK . . 37 120.000 TIDAK . . 38 120.000 TIDAK . . 39 120.000 TIDAK . . 40 120.000 TIDAK . . 41 120.000 TIDAK . .
158
42 120.000 TIDAK . . 43 120.000 TIDAK . . 44 120.000 TIDAK . . 45 120.000 TIDAK . . 46 120.000 TIDAK . . 47 120.000 TIDAK . . 48 120.000 TIDAK . . 49 120.000 TIDAK . .
Means and Medians for Survival Time
MAPSE_CAT
Meana
Estimate Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 46.500 10.078 26.747 66.253
NILAI MAPSE YANG NORMAL 104.521 5.482 93.776 115.265 Overall 85.986 5.940 74.344 97.628 a. Estimation is limited to the largest survival time if it is censored.
Overall Comparisons
Chi-Square df Sig.
Log Rank (Mantel-Cox) 30.542 1 .000 Test of equality of survival distributions for the different levels of MAPSE_CAT.
Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b
-2 Log Likelihood
Overall (score)
Chi-square df Sig.
179.503 30.301 1 .000 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter
159
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
MAPSE_CAT .000 8.189 3.383 19.820
Survival Table
TAPSE_CAT Time Status
Cumulative Proportion Surviving at the Time
Estimate Std. Error
NILAI TAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL)
1 .200 YA .958 .041
2 .330 YA .917 .056
3 .400 YA . .
4 .400 YA .833 .076
5 2.000 YA .792 .083
6 3.000 YA .750 .088
7 4.000 YA .708 .093
8 8.000 YA .667 .096
9 15.000 YA .625 .099
10 20.000 YA .583 .101
11 24.000 YA .542 .102
12 25.000 YA .500 .102
13 30.000 YA .458 .102
14 48.000 YA .417 .101
15 120.000 TIDAK . .
16 120.000 TIDAK . .
17 120.000 TIDAK . .
18 120.000 TIDAK . .
19 120.000 TIDAK . .
20 120.000 TIDAK . .
21 120.000 TIDAK . .
22 120.000 TIDAK . .
23 120.000 TIDAK . .
24 120.000 TIDAK . . NILAI TAPSE YANG NORMAL 1 2.180 YA .979 .021
2 2.500 YA .958 .029 3 10.000 YA . . 4 10.000 YA .917 .040 5 12.000 YA . . 6 12.000 YA .875 .048 7 32.000 YA .854 .051 8 48.000 YA . . 9 48.000 YA .812 .056 10 74.000 YA .792 .059 11 120.000 YA .771 .061
160
12 120.000 TIDAK . . 13 120.000 TIDAK . . 14 120.000 TIDAK . . 15 120.000 TIDAK . . 16 120.000 TIDAK . . 17 120.000 TIDAK . . 18 120.000 TIDAK . . 19 120.000 TIDAK . . 20 120.000 TIDAK . . 21 120.000 TIDAK . . 22 120.000 TIDAK . . 23 120.000 TIDAK . . 24 120.000 TIDAK . . 25 120.000 TIDAK . . 26 120.000 TIDAK . . 27 120.000 TIDAK . . 28 120.000 TIDAK . . 29 120.000 TIDAK . . 30 120.000 TIDAK . . 31 120.000 TIDAK . . 32 120.000 TIDAK . . 33 120.000 TIDAK . . 34 120.000 TIDAK . . 35 120.000 TIDAK . . 36 120.000 TIDAK . . 37 120.000 TIDAK . . 38 120.000 TIDAK . . 39 120.000 TIDAK . . 40 120.000 TIDAK . . 41 120.000 TIDAK . . 42 120.000 TIDAK . . 43 120.000 TIDAK . . 44 120.000 TIDAK . . 45 120.000 TIDAK . . 46 120.000 TIDAK . . 47 120.000 TIDAK . . 48 120.000 TIDAK . .
Means and Medians for Survival Time
TAPSE_CAT
Meana
Estimate Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
NILAI TAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 57.514 11.003 35.948 79.080
NILAI TAPSE YANG NORMAL 100.222 6.050 88.364 112.081 Overall 85.986 5.940 74.344 97.628 a. Estimation is limited to the largest survival time if it is censored.
161
Overall Comparisons
Chi-Square df Sig.
Log Rank (Mantel-Cox) 11.681 1 .001 Test of equality of survival distributions for the different levels of TAPSE_CAT.
Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b
-2 Log Likelihood
Overall (score)
Chi-square df Sig.
194.572 11.586 1 .001 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
TAPSE_CAT .001 3.631 1.642 8.031
Survival Table
GABUNGAN_TAPSE_MAPSE Time Status
Cumulative Proportion Surviving at the Time
Estimate Std. Error
1 1 .200 YA .923 .074
2 .400 YA . .
3 .400 YA .769 .117
4 3.000 YA .692 .128
5 8.000 YA .615 .135
6 20.000 YA .538 .138
7 24.000 YA .462 .138
8 25.000 YA .385 .135
162
9 30.000 YA .308 .128
10 48.000 YA .231 .117
11 120.000 TIDAK . .
12 120.000 TIDAK . .
13 120.000 TIDAK . . 2 1 .330 YA .983 .017
2 2.000 YA .966 .024 3 2.180 YA .949 .029 4 2.500 YA .932 .033 5 4.000 YA .915 .036 6 10.000 YA . . 7 10.000 YA .881 .042 8 12.000 YA . . 9 12.000 YA .847 .047 10 15.000 YA .831 .049 11 32.000 YA .814 .051 12 48.000 YA . . 13 48.000 YA .780 .054 14 74.000 YA .763 .055 15 120.000 YA .746 .057 16 120.000 TIDAK . . 17 120.000 TIDAK . . 18 120.000 TIDAK . . 19 120.000 TIDAK . . 20 120.000 TIDAK . . 21 120.000 TIDAK . . 22 120.000 TIDAK . . 23 120.000 TIDAK . . 24 120.000 TIDAK . . 25 120.000 TIDAK . . 26 120.000 TIDAK . . 27 120.000 TIDAK . . 28 120.000 TIDAK . . 29 120.000 TIDAK . . 30 120.000 TIDAK . . 31 120.000 TIDAK . . 32 120.000 TIDAK . . 33 120.000 TIDAK . . 34 120.000 TIDAK . . 35 120.000 TIDAK . . 36 120.000 TIDAK . . 37 120.000 TIDAK . . 38 120.000 TIDAK . . 39 120.000 TIDAK . . 40 120.000 TIDAK . . 41 120.000 TIDAK . . 42 120.000 TIDAK . . 43 120.000 TIDAK . .
163
44 120.000 TIDAK . . 45 120.000 TIDAK . . 46 120.000 TIDAK . . 47 120.000 TIDAK . . 48 120.000 TIDAK . . 49 120.000 TIDAK . . 50 120.000 TIDAK . . 51 120.000 TIDAK . . 52 120.000 TIDAK . . 53 120.000 TIDAK . . 54 120.000 TIDAK . . 55 120.000 TIDAK . . 56 120.000 TIDAK . . 57 120.000 TIDAK . . 58 120.000 TIDAK . . 59 120.000 TIDAK . .
Overall Comparisons
Chi-Square df Sig.
Log Rank (Mantel-Cox) 17.497 1 .000 Test of equality of survival distributions for the different levels of GABUNGAN_TAPSE_MAPSE.
Means and Medians for Survival Time
GABUNGAN_TAPSE_MAPSE
Meana
Estimate Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 39.923 12.723 14.985 64.861 2 96.136 5.938 84.497 107.775 Overall 85.986 5.940 74.344 97.628 a. Estimation is limited to the largest survival time if it is censored.
164
Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b
-2 Log Likelihood
Overall (score)
Chi-square df Sig.
192.469 17.368 1 .000 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
GABUNGAN_TAPSE_MAPSE .000 4.795 2.129 10.800
Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b
-2 Log Likelihood
Overall (score)
Chi-square df Sig.
172.977 36.482 9 .000 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
MAPSE_CAT .000 6.680 2.370 18.826 UMUR .474 1.014 .976 1.053 JK .885 .886 .173 4.540 MEROKOK .749 .800 .203 3.151 REPERFUSI .969 1.024 .312 3.363 DISLIPIDEMIA .383 .651 .248 1.710 OBESITAS .536 .550 .083 3.656 HIPERTENSI .207 .511 .180 1.450
165
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
MAPSE_CAT .000 6.680 2.370 18.826 UMUR .474 1.014 .976 1.053 JK .885 .886 .173 4.540 MEROKOK .749 .800 .203 3.151 REPERFUSI .969 1.024 .312 3.363 DISLIPIDEMIA .383 .651 .248 1.710 OBESITAS .536 .550 .083 3.656 HIPERTENSI .207 .511 .180 1.450 DIABETESMELITUS .395 1.515 .582 3.945
Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b
-2 Log Likelihood
Overall (score)
Chi-square df Sig.
184.012 21.561 9 .010 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
TAPSE_CAT .033 3.287 1.098 9.843 UMUR .328 1.019 .981 1.059 JK .325 2.259 .445 11.457 MEROKOK .421 .575 .150 2.208 REPERFUSI .654 .763 .233 2.497 DISLIPIDEMIA .289 .592 .224 1.562 OBESITAS .968 .967 .191 4.906 HIPERTENSI .187 .523 .199 1.370 DIABETESMELITUS .257 1.734 .670 4.491
Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b
-2 Log Likelihood
Overall (score)
Chi-square df Sig.
181.002 27.361 9 .001 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter
Variables in the Equation
Sig. Exp(B)
95.0% CI for Exp(B)
Lower Upper
GABUNGAN_TAPSE_MAPSE .006 4.261 1.522 11.927 UMUR .189 1.024 .988 1.062 JK .809 1.201 .273 5.281 MEROKOK .464 .612 .164 2.279 REPERFUSI .778 .844 .260 2.744 DISLIPIDEMIA .257 .587 .234 1.475 OBESITAS .765 .773 .143 4.176
166
HIPERTENSI .146 .476 .175 1.294 DIABETESMELITUS .272 1.724 .653 4.550