12
ABSES PERITONSIL Oleh Taufik Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Mataram PENDAHULUAN Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun 4 . Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana yang terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan. Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat 1

Abses peritonsil

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jika sulit download langsung...ini link yg lainnya....http://www.4shared.com/document/za7TihvT/Abses-peritonsil.html

Citation preview

Page 1: Abses peritonsil

ABSES PERITONSIL

Oleh

Taufik Abidin

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

PENDAHULUAN

Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling

sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada

mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi

jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang

sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik

atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut

merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di

Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per

tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun4.

Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher

dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,

mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana

yang terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan.

Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana

selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses

submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina) 3.

Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada

bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah

peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerah

pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum superior4.

Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri

penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar

faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus kapsul

tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring5.

1

Page 2: Abses peritonsil

Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan

(accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan

peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

Gambar 1. Anatomi Tonsil Palatina dan jaringan sekitarnya.

ETIOLOGI

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau

infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya

kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral

dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda2.

Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun

yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses

peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),

Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme

anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas,

Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler

diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik6.

PATOLOGI

Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling

banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif

2

Page 3: Abses peritonsil

pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang

sebenarnya (frank abscess formation).

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat

longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering

menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses

peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak

juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak

dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,

uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.

Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan

menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses

dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.

Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis

kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu

gambaran (presentation) dari infeksi virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru

menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga

(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah

(hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka

mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher

(limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan

peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation)1.

Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration).

Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine

dan jarum besar (berukuran 16–18) yang biasa menempel pada syringe berukuran

10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan

material dapat dikirim untuk dibiakkan.

3

Page 4: Abses peritonsil

Gambar 2. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).

Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan7:

1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit

(electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures).

2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan

tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif,

penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver

function tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.

3. “Throat culture” atau “throat swab and culture”: diperlukan untuk

identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk

pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya

resistensi antibiotik.

4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue

views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam

menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal.

5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan

hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan

“peripheral rim enhancement”.

6. Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.

4

Page 5: Abses peritonsil

KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah2:

1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau

piema.

2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses

parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum

menimbulkan mediastinitis.

3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan

thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis PTA

diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression penyakit.

Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.

DIAGNOSIS BANDING

Infiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma

arteri karotis interna, infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi

gigi, dan adenitis tonsil2,8,9.

TERAPI

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat

simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada

leher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau

ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg,

metronidazol 3-4 x 250-500 mg2.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian

diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling

menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar

uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan

dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan

5

Page 6: Abses peritonsil

supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera

gejala-gejala pasien.

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia

lokal di ganglion sfenopalatum.

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila

tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a”

tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut

tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi

tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses2.

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita

abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan

sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses

peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu kemudian

mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi

menganjurkan tonsilektomi segera10.

Gambar 3. tonsilektomi

Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang

dilakukan Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous

dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikan

6

Page 7: Abses peritonsil

mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan

(throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya

diberi antibiotik parenteral.

PROGNOSIS

Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan

tonsilektomi., maka difunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut

peradangan telah mereda, biasanya terdapat jeringan fibrosa dan granulasi pada

saat oprasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam:

Boies, Buku Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta.

2. Fachruddin, darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan, Telinga-Hidung-Tenggorokan, hal. 185. Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.

3. Soepardi,E.A, Iskandar, H.N, Abses Peritonsiler, Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Jakarta: FKUl, 2000; 185-89.

4. Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from.

www.emedicine.com. Accessed at Juli 2007.

5. Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, 296, 308-

09. EGC, Jakarta.

6. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In :

Head and Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven

Publisher. Philadelphia. P :1224, 1233-34.

7. Anurogo, Dito. 2008. Tips Praktis Mengenali Abses Peritonsil. Accessed:

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080125161248.

8. Preston, M. 2008. Peritonsillar Abscess (Quinsy). accessed:

http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/.

9. STEYER, T. E. 2002. Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment.

accessed: http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html.

7

Page 8: Abses peritonsil

10. Hatmansjah. Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89, 1993. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, hal : 19-21.

8