Upload
trancong
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
x
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis wacana resistensi perempuan Batak yang
direpresentasikan oleh film Demi Ucok yang menentang adanya dominasi-
dominasi sistem patrilineal dalam etnis Batak. Penelitian ini menggunakan
analisis wacana (discourse analysis) berperspektif kritis yang meliputi teks,
discourse practice (pelibat teks) dan sociocultural practice sebagai bahan analisis.
Pisau analisis tersebut digunakan peneliti untuk mengungkap bagaimana resistensi
perempuan Batak tersebut diwacanakan sekaligus melihat dominasi-dominasi
yang diwacanakan dalam film sehingga menyebabkan munculnya wacana
resistensi tersebut.
Untuk dapat menjelaskan bagaimana wacana dominasi dan resistensi
perempuan Batak diartikulasikan dalam film, peneliti mengaitkan dengan wacana-
wacana lain yang saling berkorelasi dengan penelitian. Wacana kekuasaan
(power), konsep mayoritas dan minoritas, stereotipe hingga mengaitkan dengan
identitas etnis khususnya kaitannya dengan sikap etnosentrisme etnis Batak.
Selain itu, dalam menganalisis peneliti memandang melalui kacamata feminisme
untuk membongkar dominasi-dominasi yang diwacanakan dan kacamata
postfeminisme dalam melihat bentuk resistensinya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa teks kultural yang direproduksi film
Demi Ucok ternyata memperlihatkan adanya bentuk-bentuk resistensi yang
dilakukan kaum perempuan. Tiap kaum perempuan memiliki bentuk-bentuk
resistensi yang beragam seperti halnya yang dibicarakan dalam perspektif post-
feminisme. Namun, ternyata resistensi perempuan tersebut tidak dapat lepas dari
peran laki-laki. Dalam hal ini, resistensi kaum perempuan tersebut justru
menguatkan dominasi sistem patrilineal tersebut. Sehingga sebenarnya wacana
resistensi perempuan Batak terhadap sistem patrilineal ini masih dilematis karena
resistensi perempuan sebenarnya hanya mengukuhkan sistem patrilineal itu
sendiri.
Kata kunci: perempuan Batak, film, dominasi, resistensi, analisis wacana,
etnis Batak.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
xi
ABSTRACT
This research analyzes Batak’s female resistence discourse which is
represented by movie “Demi Ucok” which is against domination of patrilineal
system in Batak ethnic.This research uses critical perspective discourse analysis
which includes discourse, discourse practice, and sociocultural practice as
materials analysis.The researcher uses those methods to reveal the Batak's female
resistence is discoursed and to see the dominations, which is discoursed in the
movie, which is giving rise to the resistence discourse.
The researcher connects to the other discoures which corelates each other
with the research to explain the domination discourse and resistence of Batak's
women in the movie. Power discourse, majority and minority concept, stereotype,
up to ethnic identities, specifically those connection with the Batak ethnic
ethnocentrism attitude.Moreover, the researcher uses 2 methods of analyzation,
feminism perspective to reveal the dominations and post-feminism perspective to
know the resistence's form.
This research indicates that cultural text which is reproduced by movie
Demi Ucok shows many resistence forms which is done by the women. Every
female has different resistence forms which is informed at post-feminism
perspective.Truthfully, the female resistence can't be separated from males's role.
On the contrary, female resistence even strengthen the domination of patrilineal
system.So that the actual Batak's female resistence discourse towards the
patrilineal is still dilematic, because it is just strengthened the patrilineal system.
Keywords: Batak’s female, movie, domination, resistence, discourse analysis,
Batak ethnic.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-41
peneliti semakin diperjelas melalui arti tersebut, ditambah dengan adanya
pelabelan harga yang diberikan pada kedua anjing peliharaan tersebut.
Manohara bernilai Rp 1.200.000 sedangkan Bobot bernilai jauh di
bawah harga Manohara yaitu senilai Rp 40.000. Ditambah lagi, Bobot
menggunakan baju persib (tim sepak bola Bandung) yang bernilai Rp
70.000. Baju persib tersebut memiliki harga yang lebih tinggi dibanding
Bobot sendiri. Dapat diartikan Manohara memiliki harga yang jauh lebih
tinggi dibandingkan Bobot. Dalam dimensi tekstual, apabila dihubungkan
dengan konteks perkawinan, pesan yang hendak disampaikan disini ialah
perkawinan satu suku memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
perkawinan beda suku.
Gambar 3. 10 Mak Gondut Dan Kedua
Anjing Peliharaannya Dalam Nilai Harga
Masing-Masing
Dari pelabelan nilai yang cukup jauh tersebut, peneliti juga menemukan
adanya penggolongan ke dalam kelas yang berbeda antara yang keturunan
murni dan keturunan campuran. Adanya anggapan bahwa keturunan yang
memiliki ras yang sama dianggap keturunan baik memperjelas bahwa
harkat atau martabat seseorang bergantung juga dari latar belakang ia
berasal. Burhanuddin (2008, hal.192) memperkuat interpretasi peneliti
dengan mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-42
adanya prasangka dan diskriminasi yang terjadi pada kelompok mayoritas
(dominan) dengan minoritas ialah etnosentrisme itu sendiri.
Produsen teks (Mak Gondut) merupakan perempuan Batak yang
juga merupakan keturunan murni Batak. Dalam perkawinannya pun, ia
berhasil menikah dengan laki-laki satu suku. Disini peneliti
menginterpretasi bahwa Mak Gondut hendak memberikan pesan bahwa ia
merupakan salah seorang perempuan yang mahal (memiliki nilai tinggi)
karena melalui perkawinan satu suku dan memiliki keturunan murni Batak
(Gloria). Perilaku ini sebenarnya ialah untuk mengokohkan sistem
patrilineal itu sendiri bahwa kenyataanya kaum Batak memiliki
keunggulan yang memandang bahwa kaum Batak seharusnya memilih
untuk menikah dengan kaum Batak lainnya untuk memperoleh
peningkatkan harkat (kenaikan harga kalau dalam perumpamaan tersebut)
dibandingkan kaum lain sehingga masyarakat Batak seharusnya memiliki
sikap etnosentrisme tersebut.
Scene tersebut seakan menjelaskan mengenai komentar-komentar
dari orang-orang mengenai perkawinan (dalam scene sebelumnya) dimana
nikah seharusnya pilihan dan ibadah sehingga adat seharusnya tidak
membatasi seseorang memilih untuk menikah dengan kaum Batak atau
tidak. Peneliti menginterpretasi bahwa scene Mak Gondut ini menutup
dengan jawaban tegas mengenai pertanyaan pada scene sebelumnya
“mengapa kawin dengan Batak?”. Hal ini karena Mak Gondut melihat
bahwa kaum Batak merupakan kaum yang unggul dilihat dari pandangan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-43
mengenai ras murni yang dianggap lebih mahal dibandingkan ras
campuran.
Gambar 3. 11 Glo Bersama Dengan Tompul
Di Rumah Niki
Scene ini ketika Tompul, laki-laki Batak yang dijodohkan dengan
Gloria, bimbang untuk memilih mengikuti kata hatinya atau mengikuti
permintaan orang tuanya yang menginginkan untuk menikah dengan
perempuan Batak. Ia merasa berat hati untuk menikah dengan perempuan
Batak karena Tompul sudah terlanjur mencintai seorang perempuan asal
Padang. Hubungan mereka kandas karena orang tua Tompul tidak
mengizinkannya. Tompul telah berjanji untuk menikah dengan perempuan
Batak sebelum sesaat setelah ibunya meninggal. Namun kemudian Gloria
berusaha menyadarkan Tompul untuk mengikuti kata hatinya, yaitu
dengan mempertahankan hubungannya dengan perempua Padang tersebut.
Tompul kemudian merenung. Tak lama kemudian, Glo mengatakan seperti
dibawah ini:
“Udah, lagian kalo elo kawin sama gue elo harus bayar
sinamot 2 juta perkilo.
Ya kan? Kalau ama orang padang, elo yang dibayar.”
Scene ini menggunakan close-up shot dimana produsen teks sendiri
sebenarnya hendak menunjukkan eskpresi Glo ketika mengatakan hal
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-44
tersebut. Scene ini menunjukkan penekanan ekspresi dimana Glo seakan
mengajari (menuntun) Tompul. Ekspresi Tompul yang tersenyum dan
menundukkan sedikit kepalanya tanpa melihat ke arah Glo sementara Glo
memfokuskan matanya melihat Tompul dengan seakan hendak
menampilkan adanya posisi “pengajar” sedang bercengkraman dengan
“yang didik”. “Pengajar” disini diartikan peneliti sebagai seseorang yang
dianggap benar sedangkan “yang didik” dianggap tidak mengerti apa-apa
dan sebaiknya mendengarkan “pengajar”. Secara implisit menjelaskan
bahwa pernyataan Glo merupakan kebenaran dimana perempuan Batak
memiliki keistimewaan melalui sinamot yang lebih tinggi dibandingkan
perempuan Padang. Sikap etnosentrisme ini sudah dimunculkan melalui
non verbal yang ditunjukkan tersebut.
Sinamot adalah harga yang harus dibayar oleh pihak laki-laki
kepada perempuan ketika hendak menikahi perempuan tersebut. Sinamot
disini memiliki arti serupa dengan ‘mahar’. Melalui kutipan diatas, peneliti
menginterpretasikan bahwa perempuan Batak dianggap lebih mahal
dibandingkan perempuan Padang. Hal itu karena perempuan bernilai lebih
dari 2 juta, dibandingkan perempuan padang yang justru membayar
kepada pihak laki-laki yang melamarnya (tidak memiliki harga).
Sebagaimana yang dikatakan Liliweri (2003, hal. 15), konsep etnosentris
ini mewakili semangat dan ideologi untuk menyatakan bahwa
kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras lain.
Kalimat tersebut diucapkan Gloria karena lawan bicara juga merupakan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-45
kaum yang sama dengannya (sama-sama Batak) sehingga Gloria tidak
sungkan atau takut menyinggung ketika mengucapkan kalimat tersebut.
Burhanuddin (2008, hal.192) juga mengemukakan bahwa
etnosentrisme bersifat arbiter, artinya etnis manapun bisa bersikap
etnosentris karena persoalannya hanya pada mayoritas dan minoritas.
Dalam kondisi sosial seperti ini, etnis yang minoritas selalu menjadi
bulan-bulanan etnosentrisme dari etnis mayoritas. Hal ini karena mereka
(etnis minoritas) tidak memiliki kekuatan apa-apa. Selain itu disisi lain,
kelompok mayoritas selalu merasa lebih unggul (superior) dari kelompok
minoritas. Kritik Gloria terhadap perilaku Tompul yang malah mengikuti
kemauan orang tua menikah dengan kaum sendiri (suku Batak) justru
menampilkan wacana kecintaan pada suku sendiri (suku Batak).
Penguatan etnosentrisme terekspresi melalui bahasa yang digunakan,
walau dalam hal ini sebenarnya Gloria dalam posisi menentang
perkawinan satu suku tersebut. Hal ini diinterpretasi peneliti sebagai
bagian dari bentuk sikap etnosentrisme tersebut dimana sikap tersebut
diwujudkan dengan mengaburkan identitas lain, dalam hal ini etnis
Padang, dengan cara membandingkan kaum Batak dengan kaum padang
itu sendiri. Menariknya, perempuan bahkan menjadi objek yang
dibanding-bandingkan. Perempuan ikut sebagai korban dalam pengaburan
identitas kaum lainnya yang tujuannya sebenarnya untuk mengukuhkan
identitas kaum Batak itu sendiri.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-46
Etnosentrisme membawa pengabdian individu ke titik ekstrim
dimana individu tersebut tidak dapat mempercayai bahwa budaya lain
yang terkait perilaku, norma-norma, cara berpikir, dan cara-cara menjadi
sebagai baik atau layak bagi individu tersebut (Priandono, 2014, hal. 201).
Sebagaimana kutipan dibawah ini:
“Jadi harimau itu sekarang sudah menjelajah jakarta
untuk menaklukan lebih banyak lagi Batak-Batak
cantik.”
Kutipan tersebut merupakan scene dimana terjadi percakapan antara opung
dengan Gloria, sesaat setelah Gloria hendak mengucapkan salam pamit
untuk bekerja. Harimau disini yang dimaksudkan ialah Acun, teman
Gloria yang sedang menunggu Gloria saat itu, yang merupakan peranakan
Cina. Arti harimau disini diinterpretasikan oleh penulis sebagai binatang
buas yang menangkap mangsanya dengan gigi tajam dan tubuh yang kuat.
Batak-Batak cantik diinterpretasikan sebagai mangsa dari daripada
harimau tersebut. Sehingga, pernyataan Opung ini menyiratkan tanda
peringatan kepada Batak-Batak cantik tersebut agar waspada terhadap
harimau tersebut. Hati-hati disini bila dikaitkan dengan konteks
perkawinan dapat bermakna hati-hati agar tidak jatuh cinta (menaruh rasa)
kepada lawan jenis yang tidak satu suku (berbeda suku).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-47
Gambar 3. 12 Glo Bersama Opung Sedang
Ngobrol
Opung merupakan salah seorang perempuan Batak yang pada akhirnya
mengambil pilihan untuk menikah dan melahirkan serta mengasuh anak.
Pilihan itu diambil opung dengan konsekuensi menguburkan impiannya
menjadi seorang opera Batak.
“Lagi mencari Batak-Batak cantik. Nyari aku dong
pung? Bukan kau, mamak kau.”
Sebagaimana diungkapkan dalam kutipan diatas, tersirat bahwa
Batak cantik yang dimaksud oleh Opung ialah bukan Gloria, melainkan
mama Gloria yang tidak lain dan tidak bukan ialah Mak Gondut. Peneliti
melihat bahwa pesan peringatan itu ditujukan khusus kepada siapa saja
yang termasuk dalam kategori Batak cantik. Gloria yang juga merupakan
perempuan Batak bahkan bukan termasuk dalam kategori Batak cantik
seperti yang diungkap Opung. Hal ini berarti tidak semua perempuan
Batak disebut atau termasuk dalam kategori Batak cantik.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-48
Gambar 3. 13 Gloria Heran Dengan
Jawaban Opung Tentang Konsep Batak
Cantik
Lantas yang membedakan Gloria dengan Mak Gondut sebenarnya
hanya kepada prinsip atau pola pikir. Gloria dengan mindset mengejar dan
meraih mimpi sedangkan Mak Gondut yang memilih untuk menikah dan
berperan sebagai ibu rumah tangga. Apabila dihubungkan, maka peneliti
menginterpretasikan bahwa yang termasuk dalam Batak cantik ialah
perempuan Batak yang menikah dan melahirkan anak. Maka, pesan
peringatan tersebut dimaknai sebagai pesan agar perempuan Batak (yang
memilih menikah dan melahirkan anak) dapat lebih waspada terhadap
daya tarik laki-laki suku lain. Ini yang disebut peneliti dengan
pengesklusifan suatu kaum, dalam hal ini kaum Batak itu sendiri.
Perempuan lagi lagi menjadi objek untuk dapat menjelaskan ekslusivitas
kelompok tertentu (pemisahan kelompok satu dengan lainnya). Dikatakan
bahwa perempuan Batak seharusnya masuk dalam “Perempuan Batak
Cantik” dan “Perempuan Batak Cantik” harus berhati-hati dengan kaum
lainnya. Ini semua hanya untuk memberikan jarak dimana kaum Batak
berbeda dengan kaum lainnya sehingga etnosentrisme itu wajar bagi kaum
Batak.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-49
3.2 Resistensi Perempuan Batak dalam Film Demi Ucok
Sistem patrilineal yang terus mengakar dan cenderung mendominasi
sehingga mendiskreditkan perempuan mengakibatkan perempuan semakin kritis
dan berhati-hati mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sistem patrilineal itu
sendiri termasuk kehati-hatian memasuki institusi perkawinan. Ketidakadilan
gender yang seringkali terjadi ketika perempuan memasuki tahap perkawinan
ialah kekerasan. Telah cukup banyak kasus yang berkaitan dengan bentuk
kekerasan yang dialami oleh perempuan dalam keluarga. Kekerasan berupa fisik
maupun dominasi laki-laki dalam menentukan peran perempuan itu sendiri.
Anggapan mengenai perempuan yang hanya memiliki peran dalam ranah
domestik dan tidak memiliki kemampuan untuk memasuki ranah publik juga salah
satunya. Pertentangan atau konflik seperti hal itu seringkali kemudian
menimbulkan kekerasann fisik. Maka tak asing lagi bila mendengar istilah
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam hal ini terjadi ketidakdilan
gender dimana tidak adanya kesetaran antara perempuan dan laki-laki. Hal ini
cenderung dikarenakan:
3. perempuan tidak diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki
4. perempuan tidak diberi penghargaan yang sama dengan laki-laki
Bahwa masih cukup banyak kelompok masyarakat yang menggunakan
pola pemikiran tradisional-patriarkhi dimana perempuan sesuai dengan
kodratnya yaitu mengurus ranah domestik, bukan ranah publik seperti laki-laki.
Padahal gender dan kodrat adalah dua aspek berbeda dan seharusnya tidak
disamakan. Karena kodrat menyangkut kondisi biologis, sedangkan gender bukan.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-50
Seperti halnya, seorang perempuan yang seharusnya pintar masak, karena itu
adalah kodratnya. Asumsi itu tidaklah benar karena tidak ada unsur biologis yang
berkaitan dengan hal masak-memasak dalam diri seorang perempuan, begitu pula
dengan laki-laki. Maka, sewajarnya kegiatan memasak ini dapat dilakukan oleh
kedua sepasang suami istri, mereka dapat saling bertukar peran sehingga relasi
gender terjalin dengan baik.
Ketiadaan bertukar peran yang seharusnya dilakukan inilah yang
seringkali membawa perempuan pada posisi inferior, dimana perempuan berada
pada kondisi yang tersubordinasi oleh laki-laki. Kedudukan kepala keluarga
biasanya diberikan kepada laki-laki. Kuasa tersebut menyebabkan laki-laki
menjadi kaum superior dalam keluarga. Laki-laki dapat mengatur seisi keluarga,
termasuk sosok yang menjadi pendampingnya (istri). Perempuan diletakan dalam
posisi pendamping suami, dalam hal ini saja sudah nampak jelas bentuk
subordinasi terhadap perempuan pada kedudukan perempuan dalam institusi
keluarga.
Hal-hal semacam itulah yang kemudian menimbulkan perlawanan atau
resistensi perempuan itu sendiri. Namun, perlawanan tidak serta merta
menghasilkan suatu wacana alternatif yang radikal. Seringkali ada pandangan
bahwa perlawanan didasarkan atas struktur yang ganda seringkali bersifat
kontradiktif, tidak selalu mudah dipilah karena bersifat tidak lengkap, tidak
selesai, ambigu, dan seringkali berkompromi dengan aparatus yang ingin
dibongkar (Lo and Gilbert dalam Susanto, 2008, hal 25). Walau resistensi
seringkali bersifat radikal, terlihat secara fisik namun resistensi tidaklah harus
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-51
muncul dalam cara-cara yang baku. Resistensi dapat terbuka, implisir, segera atau
tertunda. Maka, peneliti tertarik untuk mengelompokkan bentuk perlawanan yang
dilakukan oleh kaum-kaum perempuan yang ada dalam film Demi Ucok, seperti
dibawah ini:
3.2.1 Perempuan sebagai Pemimpi
Perempuan dapat melakukan resistensi dalam berbagai bentuk.
Resistensi atau perlawanan yang dilakukan dapat melalui kekerasan,
seperti balas memukul, mencakar, menampar, dsb. Namun juga ada
perlawanan yang hanya sebatas melawan secara verbal dengan kata-kata
kasar dan suara dengan intonasi tinggi. Tidak hanya itu, perlawanan juga
dapat dilakukan dengan diam membisu ketika diperlakukan tidak
berkenan, dalam hal ini perempuan hanya menerima saja (Irianto dkk,
2006, hal.59). Begitu juga halnya dengan wujud perlawanan dalam film
Demi Ucok yang beragam. Sebagaimana komentar Sammaria mengenai
resistensi yang dimunculkan dalam film:
Sammaria (sutradara): Saya selalu suka semua film
perlawanan karena membuat dunia menjadi lebih
dinamis.
Sammaria tidak menafik bahwa resistensi merupakan bagian dari
kehidupan itu sendiri. Kehidupan sebagaimana kita ketahui dinamis
(berubah-berubah) membuka peluang besar muncul resistensi-resistensi
tersebut, baik dari perempuan bahkan laki-laki. Semua itu merupakan satu
kesatuan yang menjadi bukti nyata tentang kedinamisan kehidupan. Film
sebagai perantara atau media agar tiap manusia dapat menyadari akan hal
itu. Film membantu manusia untuk mengilahmi arti kedinamisan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-52
kehidupan, dimana resistensi juga menjadi bagian dari kehidupan yang
dinamis tersebut.
Perempuan sebagai seorang pemimpi adalah konsep yang paling
sering ditampilkan dalam film ini. Konsep ini beberapa kali ditampilkan
dalam beberapa scene dengan tokoh dan sudut pandang yang berbeda pula.
Seperti halnya scene dibawah ini:
“Once upon a time di kampung Angrum
hiduplah seorang pemimpi yang pengen
jadi artis.”
Gambar 3. 14 Halaman Pertama (Hal.1)
Cerita Glo tentang Perempuan Pemimpi
“Dia pergi ke ibu kota mengejar
mimpinya.”
Gambar 3. 15 Hal. 2 Cerita Perempuan
Pemimpi
“Si pemimpi bertemu seorang Batak
ganteng dan dijanjikan hidup happily
ever after.”
Gambar 3. 16 Hal. 3 Cerita Perempuan
Pemimpi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-53
“Seseram-seramnya ibu kota, lebih seram
mimpi sendiri. Si pemimpi takut gagal.”
Gambar 3. 17 Hal. 4 Cerita Perempuan
Pemimpi
“Dia memilih get married, forget her
dream, and live boringly ever after.”
Gambar 3. 18 Hal. 5 Cerita Perempuan
Pemimpi
Kisah ini diceritakan oleh Glo sebagai awalan atau pembuka film Demi
Ucok. Kisah yang menceritakan seorang perempuan yang senang
bermimpi namun nampak menyesal karena tidak melanjutkan meraih
mimpinya sebagai seorang artis. Keputusannya menikah membuatnya
kemudian meninggalkan mimpinya dan menguburnya dalam-dalam.
Dalam hal ini, secara implisit kisah yang diceritakan oleh Glo hendak
membuat pernyataan tegas bahwa institusi perkawinan sebagai
penghambat perempuan untuk mengembangkan diri. Perkawinan dianggap
tidak dapat membantu perempuan untuk mengeluarkan potensi diri yang
dimiliki oleh perempuan itu sendiri. Perkawinan dianggap mengikat
(Sutardi, 2007 hal.83), membatasi serta mengekang perempuan
berekspresi. Sebagaimana dikatakan Suhelmi (2007, hal.40) bahwa melalui
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-54
lembaga perkawinan, perempuan terinstitusionalisasi secara sosial sebagai
pekerja rumah tangga.
Kalimat akhir yang mengatakan “get married, forget her dream,
and live boringly ever after” secara eksplisit memperlihatkan kondisi serta
posisi setelah perempuan memiliki unit sistem baru, yaitu keluarga.
Bagaimana perempuan sesungguhnya dalam keluarga berkaitan pula
dengan peran yang dilakukan sebagai istri. Pengambilalihan kekuasaan
yang seharusnya dimiliki keduanya, saat ini hanya dimiliki laki-laki yang
mendapat kedudukan atau posisi baru selain jadi suami, yaitu sebagai
kepala rumah tangga. Pembagian peran tidak lagi rata dan adil seperti yang
dibayangkan. Plato (dalam Suhelmi, 2007, hal.40) juga melihat bahwa
lembaga perkawinan telah menciptakan ketidaksamaan antara laki-laki dan
perempuan. Perempuan tidak memiliki kekuatan, ia hanya makhluk
inferior bagi suaminya. Pada akhirnya, perempuan “terpaksa”
meninggalkan atau melupakan mimpinya.
Konsep mimpi bagi perempuan sebagai sebuah titik cerah yang
dapat mengatasi kekelaman nasib perempuan ketika mengambil keputusan
memasuki perkawinan. Bagi Glo, perkawinan bukanlah satu-satunya
tujuan hidup atau mimpi perempuan. Masih ada beragam tujuan atau
mimpi yang dapat dicapai oleh kaum perempuan. Inilah bentuk resistensi
perempuan yang secara implisit hendak disampaikan dalam kisah seorang
pemimpi yang diceritakan Glo, dimana Glo dapat menentang, melawan
atau melakukan resistensi terhadap kuatnya sistem patrilineal perkawinan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-55
Batak ialah dengan mewujudkan mimpi tersebut. Dengan mengusung
konsep perempuan sebagai pemimpi, sebenarnya terselip harapan untuk
dapat meresisten atau melawan dominasi laki-laki dalam sistem patrilineal
Batak dalam perkawinan. Salah satunya ialah mengambil peran (bekerja)
dalam ranah publik. Konsep yang dimaksudkan ialah perempuan juga
dapat bekerja layaknya laki-laki lakukan dan itu bukan hanya sekedar
mimpi belaka. Perempuan tidak hanya bisa mengonsep mimpinya tetapi
melaksanakan atau mewujudkan mimpinya. Sebagaimana diungkapkan
oleh sutradara:
Sammaria (sutradara): film sebaiknya memberikan
harapan.
Disini, kata “harapan“ yang sebenarnya hendak ditekankan oleh
Sammaria. Film sebagai medium dimana istilah “harapan” hendak
diwacanakan sebagai salah satu bentuk resistensi perempuan dalam konsep
perempuan pemimpi. Bahwa resistensi tidak berarti dalam bentuk
kekerasan atau dengan bentuk anarkis, mimpi dapat menjadi bentuk
resistensi baru yang dapat digunakan perempuan dalam mewacanakan
harapan yang dimiliki oleh setiap manusia, terutama perempuan itu
sendiri.
Dalam kisah perempuan pemimpi diatas, mimpi disimbolkan
dengan pekerjaan dalam ranah publik yaitu penghibur (artis). Artis
merupakan salah satu pekerjaan yang berhubungan dengan publik atau
orang banyak, karena salah satu peran artis ialah menghibur publik
(entertain people). Berbeda halnya dengan ranah domestik, dimana peran
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-56
yang dijalankan ialah mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan rumah
tangga seperti merawat anak, memasak, dsb. Perempuan yang bekerja
sebagai seorang artis (penghibur) kerap kali dikaitkan dengan isu-isu
sensualitas/erotisme (Munti, 2005, hal. 118). Perempuan sebagai artis
dimaknai konotasi, seperti misalnya mengumbar dan mempertunjukkan
auratnya.
Masih berkaitan dengan pembahasan sebelumnya, terdapat kalimat
dalam kisah perempuan pemimpi itu yang mengatakan seperti ini:
“Seseram-seramnya ibu kota, lebih seram mimpi sendiri.
Si pemimpi takut gagal.”
Mimpi disimbolkan dalam bentuk yang menyeramkan, bahkan lebih
menyeramkan dari ibukota. Mimpi memiliki pengertian yang berbeda-
beda. Novel karya Lan (2006) mengisahkan kehidupan manusia yang
penuh dengan uang, seks, sekaligus cinta dan kebersamaan melihat mimpi
sebagai tanda dimana kehidupan itu ada, Maka seperti inilah kutipan
dalam novel tersebut:
Aku butuh mimpi. Aku butuh hidup. Aku butuh asa. Ku
butuh cinta. Aku butuh mimpi yang hidup tentang asaan
cinta. Karena mimpi, hidup itu ada (Lan, 2006, hal.271).
Mimpi diartikan sebagai sebuah pengharapan dimana kehidupan manusia
sebenarnya menggantungkan diri pada mimpi. Hidup tak memiliki kaki
kokoh untuk dapat berdiri apabila mimpi tidak dapat menyokongnya. Itu
sebabnya, perempuan akan terus hidup bila memiliki mimpi, atau
sebaliknya. Mimpi hadir dari alam pikir manusia, sehingga orang yang
terbaik yang mampu menyikap tabirnya ialah diri sendiri. Perempuan yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-57
dapat memahami mimpi, berarti mampu memahami diri sendiri (Dee dkk,
2005, hal.1). Mimpi memiliki berbagai tafsir dan cenderung memiliki
makna pribadi berdasarkan pengalaman, keyakinan agama, tradisi budaya
setempat dan kehidupan masyarakat kini. Dominasi laki-laki dalam sistem
patrilinealnya yang diwujudkan dalam sosok Mak Gondut dengan
ambisinya mengawinkan Glo dengan laki-laki Batak disadari oleh Glo
sebagai kenyataan yang tak terelakkan. Sehingga muncul konsep kisah
perempuan pemimpi yang disampaikan Glo sebagai bentuk resistensinya
atas kenyataan tersebut.
Masih dalam konteks mimpi, ketika seseorang dalam keadaan
penuh kita memandang segala permasalahan dari sudut pandang praktis
dan harafiah, namun pada saat tidur dan bermimpi, masalah yang sama
akan dilihat secara intuitif dan simbolis (Dee dkk, 2005, hal.2). Hal inilah
yang dimaksud dengan “melihat” kehidupan dari dalam diri. Glo “melihat”
kehidupan dari dalam dirinya bahwa perempuan bukanlah mahluk yang
tanpa pilihan. Perempuan memiliki berbagai pilihan untuk “melihat”
kehidupannya. Bagi Glo, kehidupannya ialah menjadi sutradara
profesional. Perempuan memiliki kesempatan memiliki kehidupan bekerja
dalam ranah publik, tidak melulu dalam ranah domestik seperti stereotipe-
stereotipe yang ada. Sekali lagi, Glo memaknai konsep mimpi seperti
kutipan perbincangan dibawah ini:
“Masa sih dia ga gay? Kata emak gue sih dia mau ama
gue. Terus kenapa elo ga mau?Gue itu mau bikin film.”
“Mau buktiin ke emak gue, kalo gue bisa hidup dari
mimpi gue. Ga cari aman kayak dia, kawin.”
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-58
Kutipan dialog tersebut ketika Glo sedang berbincang dengan Niki
mengenai Tampubolon, laki-laki yang dijodohkan-jodohkan oleh Mak
Gondut kepada Glo. Semalam sebelumnya, Glo mengalami perdebatan
yang panjang dengan Mak Gondut tentang laki-laki yang seringkali
dijodohkan Mak Gondut. Karena kesal, Glo kemudian kabur dari rumah.
Ia kemudian menginap dirumah Niki. Dalam perbincangannya, Glo
sempat menyelipkan perkataan “Ga cari aman kayak dia, kawin”.
Dibalik mimpi tersimpan makna simbolis yang mana mengandung
pesan agar kita tidak “melarikan diri” dari kenyataan (Dee dkk, 2005,
hal.9). Perempuan yang memutuskan untuk berhenti berimpi (memilih
opsi kawin) ialah perempuan yang memilih bermain aman atau dapat
disebut “melarikan diri”. Kenyataannya bahwa meraih mimpi memerlukan
upaya serta usaha dalam perwujudannya, atau tidak mudah seperti
membalikkan telapak tangan. Penerimaan perempuan dalam ranah publik
tak sebaik penerimaan terhadap laki-laki, bahkan dalam segi upah yang
diperoleh, perempuan memperoleh upah yang lebih sedikit bila
dibandingkan laki-laki (Sunarto, 2009, hal.41). Perempuan belum
mendapat pengakuan akan potensi yang dimiliknya. Pandangan ini
merujuk pada isu perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, yang
menempatkan biologis laki-laki sebagai yang utama atau superior daripada
yang lainnya sehingga berimbas pada masalah gender (Munti, 2005,
hal.168). Hal itu dianggap sebagai ketimpangan gender. Sementara itu,
sebagian besar perempuan memilih kawin untuk mendapatkan jaminan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-59
keamanan keuangan sama seperti mereka mendambakan cinta dan
persahabatan (Then, 2008, hal.68). Sehingga perkawinan seakan
memberikan alternatif pilihan untuk melarikan diri dengan cara aman dari
persaingan yang begitu ketat melawan dominasi laki-laki yang besar
dalam ranah publik.
Konsep perempuan pemimpi juga disampaikan oleh tokoh lain,
Mak Gondut, dalam menunjukan makna secara implisit mengenai
perempuan serta mimpi-mimpinya. Kutipan kisah tersebut ialah seperti
dibawah ini:
“Once upon a time di kampung Angrum
hiduplah seorang pemimpi yang pengen
jadi artis.”
Gambar 3.19 Halaman Pertama (Hal.1)
Cerita Mak Gondut
“Dia pergi ke ibu kota mengejar
mimpinya.”
Gambar 3. 20 Hal. 2 Cerita Mak Gondut
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-60
“Untung mamanya selalu mendoakan
anaknya yang sok tau ini.”
Gambar 3. 21 Hal. 3 Cerita Mak Gondut
“Si pemimpi menikah sementara adik-
adiknya sibuk mengejar karir”
Gambar 3. 22 Hal. 4 Cerita Mak Gondut
“Akhirnya si adik-adik berhenti nya juga
bekerja. Sementara di pemimpi hidup
happily ever after.”
Gambar 3. 23 Hal. 5 Cerita Mak Gondut
Mak Gondut menceritakan kisah mengenai seorang perempuan pemimpi
yang memilih untuk berhenti mengejar mimpinya kemudian menikah.
Walau awalnya perempuan tersebut sempat memilih pergi ke ibu kota
hanya untuk mengejar mimpi, namun karena doa ibunya maka ia
kemudian berubah pikiran. Ia memutuskan untuk berhenti bermimpi dan
menikah sementara adik-adiknya masih tetap bermimpi. Keputusannya
menikah menjadi keputusan yang tepat karena disamping hidupnya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-61
bahagia setelah menikah, adik-adiknya pun akhirnya berhenti bermimpi
seperti yang ia lakukan dulu. Menurut kisah tersebut, pekerjaan
diinterpretasi peneliti sebagai pembuang waktu, karena pekerjaan tidak
memberikan atau tidak mengarahkan pada titik kebahagiaan. Disamping
itu, keluarga (khususnya orang tua) memiliki pengaruh yang besar dalam
menentukan perilaku anaknya.
Institusi perkawinan membuka kesempatan pada perempuan untuk
mencapai kebahagiaan. Makna bahagia disini disandingkan dengan kata-
kata “ever after” dimana berarti kebahagiaan yang didapat tidak
sementara, melainkan berkelanjutan. Perempuan tidak seharusnya bersusah
payah mencapai mimpinya. Perempuan tidak seharusnya bekerja dalam
ranah publik. Menilik tahun 1950-an, perkawinan merupakan satu-satunya
tujuan untuk mencapai standar hidup yang layak (Then, 2008, hal. 68).
Mimpi yang sesungguhnya diinginkan perempuan ialah kebahagiaan yang
berkelanjutan, yaitu ketika ia berhasil memasuki institusi perkawinan itu
sendiri. Institusi perkawinan memberikan perlindungan pada setiap hak-
hak perempuan (Burhanudin, 2002, hal.168). Relasi perkawinan
memberikan hak dan kewajiban yang sama bagi kedua belah pihak dalam
mencapai kebahagiaan. Institusi perkawinan menciptakan keluarga dimana
keluarga merupakan unit terkecil masyarakat.
Dalam kehidupan keluarga, peran perempuan sebagai istri dan ibu
sangat strategis. Perempuan akan sedapat mungkin menjaga nama baik
keluarga serta suami. Perempuan bahkan menjadi pasrah, takut serta malu
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-62
apabila kejadian atau peristiwa yang menimpa dirinya (yang masih dalam
lingkup keluarga) diketahui orang lain. Rasa malu ini muncul karena ada
anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan yang mengalami hal
tersebut dari laki-laki sebagian besar disebabkan karena kecerobohan atau
perbuatan perempuan sendiri yang tidak berkenan di hati laki-laki.
Pembiaran (lumping it) terjadi karena bermacam-macam alasan.
Perempuan yang merasa bahwa hal tersebut juga bagian dari kesalahan
yang dilakukannya, ketergantungan yang besar terhadap laki-laki, dsb.
Keenganan atau pembiaran tersebut akan terus menjadi silence violence
(Irianto dkk, 2006, hal, 69).
Itu sebabnya, perlu pertimbangan yang disandarkan pada akal sehat
dan pikiran rasional mengenai untung ruginya mengingat ada kendala dan
hambatan dalam praktiknya memasuki institusi perkawinan itu sendiri
(Munti, 2005, hal.173). Untuk itu, bahkan ada kiat-kiat yang harus
disiapkan sebelum memutuskan membentuk suatu sistem baru yang
disebut dengan keluarga. Misalnya, selain aspek emosional, ada
kesepakatan mengenai jangka waktu hidup bersama, kepemilikan atas
barang dan perlunya mengkomunikasikan segala sesuatu, termasuk
masalah kehadiran anak.
Di sini nilai-nilai otonomi individu, kesetaraan dan rasionalitas,
serta pentingnya kesepakatan keduanya yang tidak merugikan satu sama
lain, komunikasi dan komitmen yang menjadi landasan kehidupan
inidividu di era ini, menggantikan nilai-nilai lama menyangkut moralitas.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-63
Gambaran sosok Glo dalam hal ini memperlihatkan betapa individu-
individu di era globalisasi ini semakin refleksif dan semakin terlepas dari
cengkeraman tradisi.
“Ga mau. Glo ga mau hidup Glo sia-sia, Glo mau kejar
mimpi!”
Berkali-kali kalimat seperti kutipan diatas diucapkan oleh Glo. Kata sia-sia
dipertegas oleh Glo ketika ia sedang berdebat dengan Mak Gondut. Sia sia
ditujukan kepada perempuan yang kemudian mengambil keputusan untuk
menikah dan meninggalkan keinginannya untuk mengejar mimpinya.
Dengan tegasnya Glo memperlihatkan bahwa perempuan dapat melepas
cengkraman tradisi etnis Batak yang begitu kuat dengan sistem
patrilinealnya dengan mempertahankan konsep perempuan sebagai
pemimpi. Mimpi menjadi bentuk resistensi itu sendiri, ketika Glo berusaha
dengan keras dan begitu ambisius untuk mengejar mimpi tersebut.
“Yang dipersatukan Tuhan bisa dipisahkan pengadilan
negeri, kenapa kita harus kawin?”
Kutipan ini menjadi penanda bahwa ternyata ada pula proses
seleksi terhadap nilai-nilai baru yang diwacanakan. Dimana dalam hal ini,
Glo melihat pengadilan negeri mengambil bagian atau peran pada institusi
perkawinan. Menurut Munti (2005, hal. 174) dalam proses tersebut
terdapat dua bentuk sikap yang ditunjukkan. Pertama, merumuskan cara
hidup baru dengan mengambil bagian tertentu dari budaya global, sambil
tetap mempertahankan tradisi meski dengan substansi yang terus dikritisi.
“Mi, harusnya tuh semua orang tu kayak inang uda.
Keliling dunia dulu, nyobain semuanya dulu, baru
terakhir nentuin pilihan.”
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-64
Sikap yang ditampilkan melalui kutipan diatas ini misalnya,
ditunjukkan oleh beberapa perempuan yang menikmati kehidupan mereka
sebagai lajang, meski mereka tetap mempertahankan idealisasi
perkawinan. Ada konsep atau rumusan cara hidup yang berbeda yang
menjadi pemandu dalam menjalankan kehidupan, disamping tidak ada
elakan mengenai konsep perkawinan tersebut dalam etnis Batak. Kutipan
tersebut merupakan perkataan Glo yang secara eksplisit mengiyakan
perilaku Tante Nora (namboru Glo).
Namboru memiliki pilihan untuk menikmati kehidupannya, dengan
meraih mimpinya terlebih dahulu melalui keliling dunia.
Gambar 3. 24 Tante Nora (Namboru Glo)
Namboru hingga saat ini belum memiliki pasangan karena obsesinya
mencapai impian-impiannya untuk dapat berkeliling dunia. Ia memilih
untuk menomorduakan masalah perkawinan karena prioritasnya untuk
bekerja dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya perilaku ini merupakan
salah satu bentuk resistensinya terhadap keterbatasan perempuan untuk
harus memenuhi tuntutan budaya mengenai perkawinan dan sistem
patrilineal budaya Batak. Hal ini dapat terlihat dari kutipan sebagai
berikut:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-65
“Siapa bilang harus, nikah itu pilihan tau.”
Baginya nikah merupakan pilihan. Perempuan tidak harus mencapai titik
memiliki pasangan, memasuki perkawinan dan memiliki keturunan.
Kalimat ini diucapkan olehnya ketika Glo bertanya tentang konsep
perkawinan. Namboru tidak beda jauh dengan Glo, kaum perempuan yang
tidak menyukai kekangan atas batas-batas yang dimiliki perempuan.
Perkawinan berpotensi besar untuk mengekang kebebasan perempuan.
Perkawinan melahirkan bentuk-bentuk dominasi melalui sistem patrilineal
yang dipegang teguh etnis Batak sehingga yang menjadi korban hanya
perempuan. Seperti halnya pendapat yang dikemukakan Munti (2005,
hal.174) mengenai perempuan lajang kosmopolit:
Sebagai lajang kosmopolit, mereka mengidentikkan diri
mereka dengan nilai-nilai yang membentuk hasrat
terhadap kehidupan lajang, yakni gambaran (prototip)
tentang perempuan yang cerdas dan berkualitas,
memiliki wawasan luas, bebas dan mandiri, sukses juga
aktif, memiliki karir yang cemerlang dibidangnya, serta
memiliki komunikasi dan relasi yang luas dengan
banyak orang. Di atas semua itu, kehidupan lajang
dikaitkan dengan hasrat menikmati hidup sepuas-
puasnya tanpa beban, sekaligus memiliki kemampuan
dalam mewujudkan keinginan-keinginannya, sebagai
individu yang bebas dan percaya diri (Munti, 2005, hal.
174).
Mimpi menciptakan nilai-nilai yang membentuk hasrat terhadap
kehidupan lajang. Namboru menjadi individu yang bebas dan percaya diri
dalam mengembangkan diri melalui karir dan prestasi dalam berkarir. Itu
lah yang hendak pula ditunjukkan Glo dengan sifat ambisiusnya membuat
film keduanya, sekaligus menjadi bentuk resistensi Glo terhadap
dominasi laki-laki. Perempuan tidak lagi diciptakan untuk mengurusi
rumah tangga dan berbakti di dalam keluarga di bawah kekuasaan laki-
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-66
laki. Bahkan pekerjaan tidak lagi dipandang oleh perempuan sebagai
usaha sampingan dari pekerjaan utama di rumah yang mensyaratkan
kepatuhan menaat aturan-aturan, yang berada dalam kendali laki-laki (Al-
Sa’dawi, 2000, hal.52).
Bentuk resistensi Glo ini didorong pula pada kepercayaannya
terhadap idolanya. Mengutip perkataan Qasrina Umi, seorang sutradara
inspiratif yang diidolakannya, mengenai kehidupan:
“Kata Qasrina Umi live by your passion, and the whole
world will conspire to help you”
Bahwa kehidupan seharusnya dijalani dengan apa yang diinginkan oleh
manusia itu sendiri, khususnya perempuan. Kata “passion’ disini dapat
berarti keinginan besar yang seringkali disebut juga dengan nafsu.
Perempuan memiliki kemampuan untuk mencapai mimpi-mimpinya.
Perempuan memilki nafsu yang sebenarnya mampu mencapai mimpi-
mimpi tersebut.
“Elo itu cuman mau menyenangkan orang tua elu, emak
elu. Kalau kita menyenangkan orang lain terus, kapan
kita happy? Kita harus menyenangkan diri kita. Live by
your passion.”
Maka seperti kutipan percakapan diatas, Glo memperlihatkan
bahwa sebenarnya cengkraman tradisi perkawinan bahkan sistem
patrilineal itu dapat dilepas melalui bentuk resistensi atau perlawanan.
Caranya ialah dengan menjalankan kehidupan dengan berpedoman pada
keinginan diri sendiri. Dengan menikmati kehidupan lajang, Glo lebih
memiliki otonomi atas dirinya, dan pada gilirannya mampu mengambil
jarak dengan harapan dan tuntutan budaya (khususnya orang tua, dalam
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-67
hal ini Mak Gondut) terhadap peran perempuan di dalam perkawinan yang
diidealisasikan.
Sammaria (sutradara): Saya percaya kita tidak bisa
mengubah orang lain. Yang bisa diubah hanya diri
sendiri. Jadi jikalau memang ada nilai-nilai suatu
kelompok tidak sesuai dengan hati nurani kitaa,
sebaiknya kita yang mencari kelompok lain yang sesuai
dengan nilai yang kita yakini.
Pada kutipan pernyataan sutradara sekaligus penulis skenario film
Demi Ucok ini nampak jelas adanya pengakuan mengenai perbedaan
ideologi-ideologi antara kaum tidak dapat terelakkan, dimana ideologi
tersebut menjadi dasar pendiri kaum tersebut sehingga sulit untuk
mengubah bahkan menghilangkan ideologi tersebut. Yang dapat dilakukan
ialah mengubah diri sendiri. Kalimat “mencari kelompok lain yang sesuai
dengan nilai yang kita yakini” merupakan salah satu bentuk resistensi atau
perlawanan yang seharusnya dilakuakan perempuan menghadapi dominasi
sistem patrilineal. Solusi terbaik yang ditawarkan oleh produsen teks ini
ialah perempuan Batak memiliki kesempatan untuk meristensi atau
melawan dengan mencari kelompok lain yang sesuai dengann nilai yang
diyakini, dimana hal ini mengungkapkan adanya nilai yang tidak sesuai
dalam konsep perkawinan etnis Batak yang diakui oleh sutradara.
Itulah mengapa dalam film, secara jelas dan cenderung berulang
(meski tidak dengan kalimat yang benar-benar sama) kalimat seperti
dibawah ini:
“Gue ga mau jadi emak gue”
Kalimat tak ingin menjadi Mak Gondut, tak ingin kawin dan kalimat
negasi lainnya seakan menegaskan adanya ketidaksesuaian yang dialami
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-68
dan dirasakan oleh perempuan Batak terhadap sisten patrilineal yang
disodorkan oleh etnis Batak. Perempuan Batak seakan terbatas atau
terkungkung dalam sistem patrilineal itu sendiri.
Meski tak sepenuhnya terbebas, Glo menyikap perkawinan secara
berbeda. Misalnya, terhadap status perkawinan sebagai satu-satunya tujuan
yang dikejar, Glo tidak memenuhi tuntutan orang tuanya apabila tidak
bersesuaian dengan keinginannya. Bagi Glo, perkawinan bukanlah
keinginannya walaupun seringkali hal tersebut malah menjadi dambaan
sebagian besar perempuan. Maka kutipan diatas merupakan bentuk
resistensi langsung yang dilakukan oleh Glo terhadap tekanan dan
dominasi sistem patrilineal yang telah mendarah daging di dalam Mak
Gondut.
Kuatnya pengaruh orang tua dan budaya pada etnis dapat
mengubah perilaku perilaku anak. Pengaruh tersebut bisa berupa tekanan
dan dominasi seperti halnya pada kondisi Glo ditengah kuatnya tekanan
dari Mak Gondut untuk menyuruhnya kawin dengan laki-laki Batak.
Tekanan bisa berupa harapan yang tinggi pada anak, menuntut prestasi
yang tinggi pada anak, ikut campur berlebihan terhadap tujuan yang akan
dicapai anak, dsb (Fahmi, 2010, hal.222). Ekspektasi yang tinggi Mak
Gondut terhadap Glo untuk segera kawin dan memberikan keturunan
menyebabkan adanya perubahan perilaku, yaitu dengan perlawanan atau
resistensi itu sendiri. Kondisi ini berusaha digambarkan oleh sepasang
penulis kabat-Zinn (Fahmi, 2010, hal.222) seperti ini:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-69
Di antara orang tua dan anak terjadi penumpangan yang
tak kentara-sepenuhnya di luar kesadaran dan niat orang
tua- di mana anak belajar menyimak kebutuhan
emosional orang tuanya, sering terjadi tanpa
pembicaraan. Bukannya orang tua yang bersikap penuh
empati dan bela rasa, malah anak yang mengambil peran
itu dan diharapkan berempati terhadap perasaan,
masalah, dan tekanan orang tua... berbagai perasaan,
kebutuhan, dan hasrat anak jadi terkubur.
Inilah mengapa muncul kutipan dialog dalam scene seperti
dibawah ini:
“Tiap hari nonton aja kau, ga kerjanya kau?”
“Ini kan kerja mi.”
“Sambil kau jual lah Doketr Clear itu, kan lumayan
dapat lima juta sebulan. Atau ikut mami lah ke partai,
nanti kau dapat demo satu juta sebulan kalau kau masuk
DPR.”
“Hidup dicela-cela, mati masuk neraka.”
“Mami masuk neraka? Glo, ada yang mau kubilang
sama kau glo. Kata dokter, umur mama ini tinggal
sebulan lagi.”
“Dokter mana? Dokter Clear bukan. Kawin lah kau Glo.
“Ya cariin lah.”
“Hah? Mau model apa ama kau.”
“Apa aja, asal emaknya ga ada. Satu aja susah apalagi
dua.”
Kutipan percakapan ini terjadi ketika Glo resmi berhenti dari pekerjaannya
menjadi dosen. Semenjak keluar dari tempat kerjaanya, aktivitas Glo
setiap hari hanya menonton film di kamarnya. Mak Gondut akhirnya
memuali percakapan tersebut dengan menawarkan untuk ikut bekerja
dengannya menjadi MLM atau politisi. Mak Dalam percakapan tersebut
Mak Gondut juga tak lupa mengingatkan Glo untuk kawin dengan
mengancam mengenai umurnya yang tak lama lagi. Jawaban Glo hanya
“ya cariin lah”, semacam sebuah isyarat atas kelelahan Glo dan keputusaan
dalam menghadapi tekanan yang terus-menerus diberikan Mak Gondut.
Ditambah lagi dengan jawaban Glo dalam kutipan kalimat paling terakhir
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-70
ketika Mak Gondut hendak menanyakan ciri laki-laki yang diidamkan oleh
Glo :
“Apa aja, asal emaknya ga ada. Satu aja susah apalagi dua.”
Kalimat tersebut seakan memperjelas peran Glo (sebagai kaum minoritas)
yang tengah menghadapi Mak Gondut yang mana merupakan kaum
mayoritas. Kelompok yang “menguasai” akan menghegemoni kelompok
‘subordinat” dengan menggunakan kekuasaannya (Lembaga Untuk
Transformasi Sosial Indonesia, 2005, hal.122).
Gambar 3. 25 Mak Gondut Tampak Bahagia
Melihat Glo Bersedia Kawin
Bukannya Mak Gondut yang bersikap penuh empati dan bela rasa, tetapi
Glo yang mengambil peran itu dan diharapkan berempati terhadap
perasaan, masalah, dan tekanan sehingga berbagai perasaan, kebutuhan,
dan hasrat jadi terkubur. Resistensi Glo pun kembali diperlihatkan lagi
dalam kutipan dialog dibawah ini:
“Kalau elo kangen, samperin dong.”
“Gue cuma ngecek doang, doi uda mati atau belum.”
“Hush.”
“Kan lumayan uangnya, bisa dipakai buat gue bikin
film.”
“Ingat surga dibawah telapak kaki ibu.”
“Hah, jangan lupa elo ingation gue ama obat jamur kalo
gitu sebelum gue mati.”
“Entar kalo uda ga ada baru nyari-nyari.”
“Susah tau punya emak. Elo enak ga punya emak.”
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-71
Perbedaan ideologi antara Mak Gondut dan Glo menyebabkan Glo
akhirnya meninggalkan rumah dan tinggal di rumah Niki. Pada suatu saat,
Niki memergoki Glo memantau Mak Gondut yang tengah berolahraga
dirumahnya, kebetulan rumah Niki dan Glo tidak begitu jauh. Tindakan
Glo untuk meninggalkan rumah sebagai perlawanan Glo melihat Mak
Gondut yang kian menekan untuk kawin dengan laki-laki Batak. Bagi Glo,
perkawinan tidak lagi menjadi target utama pembuktian keberhasilan
perempuan, sebagaimana disosialisasikan selama ini, bahwa “perempuan
belum dikatakan sempurna dan berhasil jika belum menikah” (menjadi
ibu) (Munti, 2005, hal. 175). Glo akan kawin bila merasa telah
menemukan jodoh atau orang yang tepat. Di sini, kebutuhan bukan terletak
pada status perkawinan itu sendiri melainkan pada kehadiran pasangan
hidup, soulmate.
Meski Glo tidak kunjung menggenapi keinginan Mak Gondut,
dominasi masih terlihat jelas melalui sikap dan perilaku Glo yang terkesan
resisten namun tetap tunduk pada beberapa budaya etnis Batak. Seperti
halnya mengenai keperawanan. Bagi Niki, menjadi perawan atau tidak
adalah pilihan dan hak pribadi yang harus dihormati. Meski Niki
memaknai keperawanan dengan cara baru, yakni menempatkannya sebagai
pilihan, namun ketika diminta untuk memilih bagi niki, sikap yang dipilih
ialah untuk mempertahankan keperawanan sampai menikah kelak. Begitu
pula dengan Glo. Ini berarti, cara pandang baru yang mengoreksi mitos
keperawanan tersebut tidak sampai mempengaruhi pilihan Glo untuk
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-72
berani mengambil resiko keluar dari kungkungan tradisi, yang
menempatkan keperawanan sebagai sesuatu yang berharga dan penting
untuk dipertahankan hingga “dipersembahkan” khusus bagi suaminya
kelak. Entah karena keperawanan identik dengan kesucian dan
menyangkut harga diri seorang perempuan, sehingga memotivasi mereka
untuk mempertahankannya.
Pada penghujung film, konsep perempuan sebagai pemimpi juga
ditampilkan melalui film kedua Glo sendiri, dimana tokoh utamanya
diperankan sendiri oleh Mak Gondut. Berikut kutipan cerita yang
disampaikan oleh Glo mengenai film keduanya:
“Seorang wanna be bermimpi jadi artis. Kemudian
ketemu cowok, lalu menikah dan melupakan mimpinya.
Uda tua, masih gelisah. Akhirnya nyari-nyari kesibukan.
Arisan diberbagai tempat, rapat di tiga partai, pagelaran
wayang. tapi ga ada yang peduli. Akibat ga mengejar
mimpi dimasa muda.”
Resistensi Glo melalui konsep perempuan pemimpi diwujudkan dalam
bentuk film keduanya. Film diciptakan sebagai subjek, mengkonstruk
realitas yang ada, kemudian diproyeksikannya kedalam layar. Sedangkan
realitas hanyalah objek. Seturut pendapat Karl Heider mengenai film
bahwa “film hanya refleksi pasif dari budaya (bukan pembentuk
budaya)”(Heider, 1991). Film kedua Glo merupakan hasil konstruksi
realitas, dimana realitas ini mengenai perempuan yang terkekang oleh
perkawinan. Hal tersebut yang dirasakan oleh Glo sebagai perempuan
minoritas yang berusaha meresistensi atau melawan dominasi laki-laki
pada sistem patrilineal melalui filmnya tersebut. Ashadi Siregar (dalam
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-73
Nugroho, G 20005) mendefinisikan film sebagai teks kultural yang
menawarkan suatu nilai alternatif di antara dominasi tersebut. film
merupakan teks-struktur linguistik yang kompleks dan kode-kode visual
yang disusun untuk memproduksi makna-makna khusus (Gamble, S
2010).
Namun, seperti halnya kutipan percakapan dibawah ini:
“Jadi sekarang ceritanya ganti lagi nih.”
“Ini beda skrip, buat produser yang lain. Gue disuruh
bikin skrip yang Indonesia banget.”
“Indonesia banget kok, bencong sih.”
“Film Indonesia itu harus ada banci, hantu ama susu.
Udah deh bikin aja, biar dia seneng.”
Kutipan percakapan ini saat Glo sedang menyelesaikan naskah film untuk
diberikan kepada kliennya. Film telah menjadi lahan industri strategis
bagi para pembuat film. Sebagaimana dikutip oleh Said mengenai
produksi film bahwa:
“Pembuatan film kita pada umumnya tidak mempunyai
kesadaran lingkungan, geografis, maupun sosial,
sehingga mereka tidak pernah membuat film tentang
lingkungannya yang Indonesia, karena itu film mereka
bukan film Indonesia. Film-film mereka cuma rekaan
dangkal dari impian dan obsesi mereka yang ditopang
oleh semangat dagang yang berlebihan” (dikutip dalam
Said 1991b: 193).
Film telah menjadi ‘bisnis pertunjukan’ (Denis McQuail, 2011, hal.35)
dimana value atau pesan inti seringkali menjadi terabaikan karena
mendahulukan profit film. bahwa Film-film saat ini “masih digerogoti
penyakit deintelektualisasi” (Darmawan, 2007). Film hanya berfokus pada
keuntungan saja sehingga hanya melihat permintaan pasar. Permintaan
pasar terhadap film biasanya merujuk pada tema-tema seks, horor bahkan
ada yang mengkombinasikan keduanya ini hanya untuk meraup
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-74
keuntungan yang besar. Esensi film dinomorduakan. Ada suatu perubahan
dari pembuat film (film-maker) yang bermula menawarkan gagasan atau
ide lalu berubah karena berorientasi pada keuntungan saja. Sehingga ide
cerita hendak disampaikan seringkali terabaikan.
Dikatakan
3.2.2 Negosiasi Peran Perempuan dalam Ranah Domestik dan Publik
Melihat film secara keseluruhan serta memaknai resistensi lebih
dalam, sosok Mak Gondut hadir sebagai kaum perempuan yang
menguatkan dominasi laki-laki melalui perkawinan, dimana Glo, anaknya
sendiri, sebagai objek yang terdominasi. Kesetiaannya pada suaminya
menghegemoni Mak Gondut untuk melanggengkan sistem patrilineal.
Namun peneliti melihat bahwa tidak semua bentuk perilaku Mak Gondut
merupakan hasil kepatuhannya atas dominasi laki laki tersebut. Dalam
kepatuhan tersebut resistensi sebenarnya telah hadir secara implisit untuk
menunjukkan bentuk penolakan secara terselubung terhadap dominasi
sistem patrilineal yang berlaku.
Mak Gondut mendapatkan dua posisi atau kedudukan jika dilihat
dari sudut pandang yang berbeda. Pertama, sebagai seorang istri dimana
suami yang mendominasi sehingga istri menjadi kaum minoritas dalam hal
ini. Kedua, sebagai ibu dimana anak (Glo) memiliki kedudukan sebagai
kaum minoritas sementara ibu memiliki kemampuan mendominasi
anaknya. Posisi yang berlainan ini menjadikan Mak Gondut menunjukkan
resistensi “tidak pada tempatnya”. Maksudnya ialah resistensi yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-75
dilakukan terhadap dominasi kaum laki-laki, yakni suaminya sendiri,
mendorong Mak Gondut untuk melakukan resistensi (dalam hal ini
pembalasan) melalui bentuk-bentuk dominasi yang dilakukannya pada
kaum minoritas (kaum dibawahnya), dalam hal ini Glo (anaknya sendiri).
Hal ini bisa dilihat dalam kutipan dibawah ini:
“Mi, harusnya tuh semua orang tu kayak inang uda.
Keliling dunia dulu, nyobain semuanya dulu, baru
terakhir nentuin pilihan.”
“Tapi kawin dulu lah kau, baru kau kejar mimpi-
mimpimu.”
“Ah mami habis kawin juga ga bikin film kok.”
“Kalau mami mau, bisa mami bikin. Bikinlah kau dulu.
Kucarikan pun nanti kau 1 M tapi kawin dulu lah kau.”
“Ga mau. Glo ga mau hidup Glo sia-sia, Glo mau kejar
mimpi.”
“Egois kali kau itu, hidup itu untuk sesama baru berarti,
heh!”
Kutipan tersebut merupakan kutipan dialog antara Mak Gondut dan
Glo. Pada waktu itu, namboru (tante Glo) memutuskan akan pergi ke
Kutub Utara untuk mengejar mimpinya yaitu keliling dunia. Mak Gondut
tidak menyetujuinya, ia menyarankan agar namboru memikirkan pasangan
lalu kawin dan punya keturunan sebagai prioritas utama karena hingga saat
itu namboru belum juga kawin apalagi memperoleh keturunan, bahkan
masa pacaran belum juga dirasakan dalam usianya yang sudah tak lagi
muda. Disini, Glo kemudian membantah kalimat Mak Gondut dengan
mengatakan keputusan namboru adalah keputusan yang tepat, karena
perempuan seharusnya mengejar cita-citanya terlebih dahulu baru
kemudian memilih untuk kawin. Sedang Mak Gondut tidak menyetujui
hal tersebut. Perdebatan sengit tersebut dianggap menarik oleh peneliti
khususnya pada kutipan kalimat ini:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-76
“Tapi kawin dulu lah kau, baru kau kejar mimpi-
mimpimu.”
“Ah mami habis kawin juga ga bikin film kok.”
“Kalau mami mau, bisa mami bikin. Bikinlah kau dulu.
Kucarikan pun nanti kau 1 M tapi kawin dulu lah kau.”
Peneliti menginterpretasi bahwa ada sebuah bentuk pembelaan dari Mak
Gondut mengenai keputusannya untuk memilih kawin dan tidak mengejar
cita-citanya membuat film atau menjadi artis terkenal. Walau begitu,
ekspresi Mak Gondut dalam bentuk visual pada film tidak dapat menipu
dimana ada bentuk penyesalan yang tersembunyi dalam pembelaannya.
Ekspresi Mak Gondut berubah, dari yang melotot dengan intonasi kuat,
sampai kepala menunduk seakan “malu” dengan intonasi yang mulai
mengecil ketika Glo mulai membahas mimpi Mak Gondut yang tak
kunjung direalisasikannya.
Gambar 3. 26 Mak Gondut Saat Meminta Glo
Untuk Kawin
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-77
Gambar 3. 27 Mak Gondut Saat Menjawab
Glo Mengenai Mimpinya Yang Tak Kunjung
Tercapai
Yang menarik, pada percakapan tersebut pengambilan gambar
dibuat close up, sehingga ekspresi atau mimik wajah Mak Gondut dapat
terlihat sangat jelas. Pengambilan gambar seperti ini biasanya digunakan
untuk memperlihatkan ekspresi dari tokoh atau benda yang hendak dilihat
secara lebih jelas dan fokus. Hal ini dilakukan bukan tanpa maksud,
peneliti melihat ada bentuk kesengajaan untuk dapat melihat detail
ekspresi tokoh-tokoh yang sedang berbicara dalam scene tersebut,
khususnya ekspresi penyesalan Mak Gondut meski dalam verbal Mak
Gondut seakan melakukan pembelaan diri. Sebenarnya poinnya tidak
hanya itu, tetapi juga pada percakapan setelahnya:
“Ga mau. Glo ga mau hidup Glo sia-sia, Glo mau kejar
mimpi.”
“Egois kali kau itu, hidup itu untuk sesama baru berarti,
heh!”
Ketika itu, Glo mengatakan dengan tegas bahwa ia tidak mau kawin
karena dianggap sebagai hal yang sia-sia. Ia memilih untuk tetap mengejar
mimpinya. Mengetahui hal itu, Mak Gondut kemudian membalas dengan
intonasi yang lebih kuat dibanding sebelumnya dengan mengatakan Glo
sebagai manusia egois yang tidak memikirkan orang lain.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-78
Gambar 3. 28 Mak Gondut Melotot Dan
Mengigit Bibirnya Seperti Dongkol (Kesal)
Dengan Perkataan Glo
Mendengar jawaban Glo yang tak sesuai keinginan, Mak Gondut
kemudian menjawab dengan kembali menaikkan kepala (setelag
sebelumnya menunduk) sebagai bentuk kekesalannya. Disinilah bentuk
resistensi sekaligus dominasi yang dilakukan Mak Gondut baik sebagai
kaum minoritas (dari keputusannya memilih kawin) dan kaum mayoritas
(ambisinya mengawinkan anaknya).
Ibu (Mak Gondut) memiliki kuasa atas kontrol keuangan keluarga,
apalagi setelah melihat suami (ayah Glo) telah meninggal sehingga kuasa
melimpah pada sang istri. Ia memiliki peranan yang besar dan kuasa
dalam mengurus kebutuhan rumah tangga. Hal ini karena perempuan
dianggap memiliki keahilan bekerja dalam ranah domestik. Segala urusan
rumah tangga baik memasak, mencuci, mengantur keuangan keluarga
merupakan tanggung jawab perempuan sehingga disinilah bentuk
resistensi yang dilakukan perempuan (istri) terhadap dominasi kaum laki-
laki. Secara implisit terlihat kombinasi verbal dan non verbal (produksi
teks tersebut) bahwa adanya bentuk pembalasan Mak Gondut pada
ketidakberdayaannya dulu saat memilih menikah dan tidak mengejar
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-79
mimpi melalui bentuk ancamannya pada Glo dengan syarat tidak akan
membiayai Glo dalam proses produksi filmnya apabila tidak melakukan
hal yang sama dengan yang ia lakukan, yaitu kawin. Pembalasan ini
menjadi bentuk resistensi itu sendiri yang ditunjukan pada segmentasi
yang berbeda, bukan pada pelaku yang memicu Mak Gondut meresistensi
tetapi pada objek lain yang menjadi kaum tertindas. Menariknya, kaum
perempuan lagi yang menjadi kaum minoritas turunan atas dominasi awal
dimana lagi-lagi kaum laki-laki yang menjadi biang keladi.
Resistensi Mak Gondut tidak dilampiskan dan bahkan tidak
berdampak pada kaum yang mendominasi. Ia menunjukkan pada kaum
lain dimana ia memiliki kuasa pada ranah domestiknya yang dapat
mengontrol bahkan menindas kaum dibawahnya. Pelampiasan ini
ditunjukkan juga dalam scene ini:
“Pake kartu kredit mami aja Glo. Kan ada kau pegang
kartu tambahan. Que-que”
Ini merupakan salah satu perkataan Mak Gondut yang cukup menunjukkan
kuasa perempuan (ibu) atas kaum tertentu (dalam hal ini Glo, anaknya).
Kuasa yang sebelumnya tidak dimiliki oleh istri, kemudian dilimpahkan
pada istri semenjak kepergiaan suami. Resistensi yang dilakukan dengan
perilaku “meniru” kekuasaan yang dahulu sempat mendominasinya.
Pelampisan tidak berhenti begitu saja, adanya pengulangan bentuk
pelampiasan seperti halnya kutipan dialog dibawah ini:
“Mami aja kawin. Bukannya jadi artis. Cari aman.”
“Banyak kali cakap kau. Tak bisanya kau nyari duit.”
“Siapa bilang Glo ga bisa nyari duit?”
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-80
“Tinggal pun masih sama mami. Makan sama mami.
Kartu kredit masih tambahan, Que-que.”
Kutipan tersebut lagi-lagi saat Mak Gondut dan Glo sedang
berdebat panjang mengenai konsep perkawinan, dimana Mak Gondut
begitu keras memaksa Glo untuk menikah sementara Glo pun keras
menolak kemauan ibunya tersebut. Pemaksaan Mak Gondut mengawinkan
Glo dalam hal ini dapat dilihat sebagai bentuk resistensi yang
dilampiaskan oleh Mak Gondut pada kaum diluar yang mendominasinya.
Seperti halnya kisah yang diceritakan Mak Gondut yang merupakan
cerminan kisahnya dulu sewaktu muda.
“Once upon a time dikampung Angrum, hiduplah
seorang pemimpi yang pengen jadi artis. Dia pergi ke
Ibu kota mengejar mimpinya. Untung mamanya selalu
mendoakan anaknya yang sok tau ini. Akhinya, si
pemimpi menikah sementara adik-adiknya sibuk
mengejar karir. Akhirnya si adik-adik berhentinya juga
bekerja. Sementara di pemimpi hidup happily ever after.
Dikatakan bahwa Opung (Ibunya Mak Gondut, Opung dalam
bahasa Indonesia berarti kakek/nenek) mendoakan anaknya (Mak Gondut)
agar menikah. Sebenarnya mendoakan disini masih mengacu pada salah
satu bentuk dominasi yaitu dimana orang tua dapat mempengaruhi
perilaku anaknya. Pihak yang terdominasi disini ialah Mak Gondut (anak).
Inilah yang kemudian dilakukan oleh Mak Gondut (perwakilan orang tua)
terhadap Glo (anak) yang sebenarnya merupakan wujud dari resistensi itu
sendiri dimana perkawinan tersebutlah yang menyebabkan Mak Gondut
akhirnya menggugurkan mimpinya menjadi seorang artis. Pelampisan ini
dilimpahkan pada anaknya sebagai bentuk pembalasan terhadap
ketidakberdayaannya dulu dalam dominasi orang tua yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-81
menginginkannya kawin dan memperoleh anak. Resistensi ini pun
dilakukan dengan dorongan sifat ambisius Mak Gondut yang semata-mata
agar dapat melanggengkan tujuannya mengawinkan Glo. Seperti halnya
kutipan dibawah ini:
“Bereng jo. Anon dikuhara ni lesbi.tambal maon rupa
mulih (Lihatlah! Nanti disangka orang dia lesbi.
Tambah susah kujodohkan).”
“Tutup aja kartu kreditnya, Nanti balik sendiri dia
kerumah.”
Resistensi ini diwujudkannya Mak Gondut dengan pembalasan
pada Glo, salah satunya melalui penutupan kartu kredit Glo. Hal tersebut
dilakukan Mak Gondut setelah mendengar saran dari namboru agar
kemudian Glo kemudian kembali ke rumah. Glo pada waktu itu memilih
kabur dari rumah karena tidak kuat dengan sikap Mak Gondut yang selalu
beradu mulut dengannya mengenai konsep perkawinan dan mimpi.
Dikatakan Moore (dalam Irianto, 2003, hal. 83) bahwa bagi orang miskin
dan lemah, mengetahui kapan saatnya untuk mengalah adalah suatu bagian
integral dari mengetahui bagaimana dan kapan saatnya untuk melawan.
Mak Gondut memilih mengalah terhadap dominasi yang dirasakannya
ketika itu sehingga akhirnya ia memutuskan menikah. Namun dalam
kutipan Irianto tersebut terdapat kata integral, dalam kamus Bahasa
Indonesia berarti: (1) mengenai keseluruhannya/meliputi seluruh bagian
yang perlu untuk menjadikan lengkap, utuh, bulat dan sempurna; (2) tidak
terpisahkan/terpadu. Ini berarti dalam perilaku mengalah tersebut
sebenarnya juga terdapat bentuk perlawanan, sehingga sulit untuk
dipisahkan karena merupakan kesatuan/utuh. Irianto memberi contoh
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-82
bentuk perlawanan perempuan dalam keluarga (terhadap suami) yaitu
misalnya penolakan untuk memasak, berhubungan seksual, meninggalkan
pekerjaan rumah tangga dan pertanian (kegiatan produksi lainnya), dan
menyebarkan gosip tentang pasangan mereka. Dalam film ini, Mak
Gondut melakukan bentuk perlawanan dengan membuat anaknya
melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan.
Resistensi perempuan ini juga diwujudkan pula oleh Mak Gondut
dalam menentukan pilihan pekerjaan yang hendak dilakukan. Menariknya
dalam sub bab ini ialah bahwa resistensi menyebabkan perempuan dapat
menegosiasikan perannya yang distereotipekan dalam ranah domestik
menjadi suatu kebebasan untuk memilih peran dalam ranah publik. Istri
memiliki kuasa atas dirinya sendiri bahkan ia dapat menguasai
(mengatur/mengontrol) perilaku orang lain, dalam hal ini biasanya anak.
Melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Mak Gondut sangat jelas
ditampilkan tidak adanya kegiatan yang merujuk pada ranah domestik.
Resistensi ini ditunjukan melalui perilaku Mak Gondut yang tidak benar-
benar menjadi istri tersubordinasi suami, ia dapat dengan bebas memilih
aktivitas yang ia lakukan bahkan sampai pada ranah publik. Kegiatan Mak
Gondut antara lain:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-83
Gambar 3. 29 Segelintir aktivitas Mak
Gondut
Gambar 3. 30 Mak Gondut Sebagai Pelaku
Sosial
Gambar 3. 31 Kegiatan Mak Gondut Sebagai Politisi
Perkawinan tidak melulu melihat perempuan yang terperangkap dalam
kotak dominasi laki-laki. Yang menarik disini ialah ketika peneliti tidak
menemukan adanya kegiatan dalam ranah domestik yang sifatnya
memaksa yang seharusnya dilakukan oleh istri sebagai bentuk dominasi
suami, seperti misalnya menyapu, memasak, dsb. Mak Gondut malah
melakukan pekerjaan seperti mengikuti arisan/pesta, melakukan kegiatan
sosial, mengikuti kegiatan partai sebagai politisi dan berjualan. Ada
sebuah bentuk negosiasi peran perempuan (istri) untuk keluar dari
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-84
kekangan stereotipe dimana perempuan seharusnya berperan hanya dalam
ranah domestik.
Sebagaimana yang dikatakan oleh James Scott mengenai apa yang
disebutnya sebagai ‘everyday forms’ of women’s resistance (bentuk
perlawanan sehari-hari) berdasarkan kajiannya di kalangan para petani.
Bahwa penolakan yang dilakukan para petani dalam menghadapi
ambiguitas dan kontradiksi dalam hukum negara sehingga menyebabkan
tidak efektifnya perubahan hukum negara menciptakan kesetaran antara
perempuan dan laki-laki. Menjadi penyebab perempuan pada akhirnya
melakukan penolakan dengan caranya sendiri.
“Such forms of resistance required little or no-coordination
or planning; they can be classed as a type of self-help; and
they avoid any direct questioning of the authority or the
norms of dominant/elite groups (Scott dalam Irianto, 2003,
hal.2)
Scott memaparkan bahwa penolakan perempuan petani berupa
penyimpangan kolektif yang seketika dan berciri “senjata biasa” dari
kelompok-kelompok yang relatif tidak berdaya, dengan cara seperti
keterlambatan, pembakaran dengan sengaja, sabotase, pencopetan, gosip
dan sebagainya. Bahwa tidak perlu meromantisir “senjata kaum lemah”,
tetapi yang sama pentingnya adalah bahwa mereka tidak boleh diabaikan.
Perlawanan yang dilakukan perempuan tidak merupakan konfontasi
langsung, karena perempuan memahami lemahnya kedudukan mereka,
dan segan terlibat dalam konfrontasi terbuka ketika keadaan sudah
menjadi genting. Kepasrahan seperti halnya perlawanan harus dipandang
sebagai sebuah strategi, bagian dari satu proses tawar-menawar yang tidak
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
III-85
mempunyai awal dan akhir. Sementara, sifat eksploitatif masih tetap
berlangsung dari hubungan-hubungan kelas tersebut. Dalam hal ini,
kepasrahan untuk kawin yang telah dilakukan oleh Mak Gondut
merupakan sebuah strategi yang mana merupakan bentuk strategi untuk
dapat melakukan resistensi dalam bentuk lain, yaitu negosiasi peran yang
dilakukan Mak Gondut sebagai istri yang tidak benar-benar bekerja dalam
ranah domestik tetapi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dalam ranah
publik seperti kaum laki-laki.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
IV-1
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Wacana resistensi perempuan Batak dalam film bertemakan etnis Batak
memang masih dilematis. Hal ini karena budaya patriarki yang masih
dominan secara jelas nampak dalam film tersebut. Film digunakan sebagai
instrumen untuk mengambarkan atau menampilkan dominasi atas
kedudukan perempuan yang masih tersubrodinasi oleh kaum laki-laki walau
kenyataanya perempuan telah menjadi tokoh sentral maupun sebagian besar
peran didomminasi oleh kaum perempuan dalam film. Hal ini dilihat
melalui dominasi dalam sistem patrilineal dimana adanya struktur yang
menyebabkan kondisi dominasi kaum laki-laki tersebut semakin kuat.
Bahkan kuasa author atau produsen teks (sutradara) yang juga merupakan
bagian dari kaum perempuan itu sendiri pun tidak mampu meruntuhkan
tekanan dominasi sistem tersebut untuk mengukuhkan resistensi kaum
perempuan itu sendiri. Adanya suatu penguasaan wacana laki-laki yang
menghegemoni kaum perempuan ini kenyataannya menyebabkan
munculnya kaum perempuan yang justru melanggengkan sistem tersebut.
Penguasaan wacana yang dilakukan oleh kaum laki-laki (suami Mak
Gondut) menyebabkan Mak Gondut bersiteguh untuk tetap terus hidup dan
melawan kematian untuk mewujudkan tujuannya tersebut. Kematian tidak
lagi didefinisikan sebagai takdir apabila hal tersebut menghambat proses
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
IV-2
pelanggengan sistem patrilineal. Selain itu, struktur dalam sistem tersebut
juga melahirkan konsep mayoritas dan minoritas dimana laki-laki mendapat
kesempatan menjadi kaum mayoritas sementara perempuan mendapatkan
bagian sisa (minoritas). Perempuan yang turut melanggengkan sistem
patrilineal masuk dalam kelompok mayoritas karena berperan sebagai
perantara dalam pembentukan wacana dominasi kaum laki-laki. Stereotipe
juga menandai dominasi kaum laki-laki Batak dimana dalam stereotipe
tersebut perempuan dikategorikan atau dikelompokkan kedalam kaum
perempuan Batak ideal (yang pantas) dan sebaliknya. Dikatakan sebagai
perempuan Batak ideal ketika perempuan tersebut berhasil memasuki
institusi perkawinan dan memiliki keturunan. Stereotipe ini juga
menyebabkan sikap etnosentrisme muncul, seperti munculnya pembedaan
antara kaum perempuan Batak dengan identitas perempuan lainnya dan
perbedaan laki-laki Batak dengan identitas laki-laki lainnya. Hal-hal seperti
inilah yang kemudian memunculkan wacana mengenai resistensi yang
dilakukan oleh perempuan sebagai pihak yang paling sering (cenderung)
terdominasi.
Resistensi muncul sebagai respon atau tanggapan akan ketidaksesuaian
atas perilaku kaum tertentu yang memisahkan diri (memberi jarak) dengan
melibatkan aspek-aspek tertentu seperti kekuasaan (power), kontrol, dsb.
Namun, resistensi perempuan beragam, baik kaum perempuan satu dengan
kaum perempuan lainnya memiliki bentuk resistensi yang berbeda-beda.
Resistensi yang nampak diwujudkan dalam bentuk keteguhan dan kegigihan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
IV-3
memaknai konsep mimpi dimana sistem patrineal diasumsikan sebagai
penghambat mewujudkan konsep mimpi tersebut. Selain itu resistensi juga
dilakukan dengan mendiamkan dominasi tersebut diawal dan kemudian
membentuk strategi baru untuk mewujudkan bentuk resistensinya, seperti:
mendobrak stereotipe mengenai istri yang hanya bekerja di ranah domestik.
Perbedaan ini membenarkan kaum postfeminisme yang melihat
perempuan dalam narasi-narasi kecil dimana dominasi kaum perempuan
tersebut tergantung pada cara pandang perempuan memandang apakah
perilaku-perilaku yang diterimanya tersebut dianggap sebagai bentuk
dominasi atau malah sebaliknya. Perbedaan tersebut diartikulasikan oleh
produsen teks (sutradara) dalam film sebagai bagian dari pengalamannya
sebagai perempuan yang resisten terhadap dominasi struktur tersebut.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa memang resistensi-resistensi yang
ditampilkan masih tidak dapat lepas dari dominasi-dominasi kaum laki-laki
pada sistem patrilineal konsep perkawinan. Hal ini karena kenyataanya tiap
perempuan memiliki keberagaman usia, gender role (peran gender) serta
pengalaman yang berbeda antar satu sama lain yang memungkin adanya
keberagaman perlakuaan atau respon terhadap dominasi tersebut.
2. Saran
Peneliti sulit mendapatkan data yg mendalam berkaitan dengan film
Batak atau film dengan setting Batak serta penjelasan mendalam dan
terperinci mengenai konsep etnisitas, khususnya dalam etnis Batak. Maka
dari itu, peneliti menyarankan adanya penelitian lebih lanjut oleh peneliti
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
IV-4
selanjutnya yang mengaitkan penelitian dengan audience untuk melihat
pemaknaan audience tentang identitas etnis Batak yang diwacanakan
dalam film-film Indonesia. Terakhir, disarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk memperkirakan waktu penelitian dengan baik agar
mendapat dukungan materi serta referensi yang lebih banyak sehingga
memungkinkan hasil analisis yang diperoleh lebih mendalam.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Sa’dawi, N 2000, Perempuan, agama dan moralitas: antara nalar feminis &
islam revivalis, Gelora Aksara Pratama.
Barker, C 2013, Cultural studies: teori dan praktik, Kreasi Wacana, Yogyakarta
Burhanudin, J 2002, Ulama perempuan indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Chandler, D 1994, Semiotics for Beginner. Paradigms and Syntagms.
Dee, N 2005, Memahami mimpi, LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta, Yogyakarta.
Dhakidae, D 2003, Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara orde baru,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
El Fadi, K M A 2001, Atas nama Tuhan, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.
Eriyanto, 2001, Analisis wacana, Lkis Pelangi Aksara, Yogyakarta.
Fahmi, A B 2010, Menit untuk anakku, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Fan Lan, 2006, Perempuan kembang jepun, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fiske, J 1987, Teknology culture: popular pleasure and politics, Routledge, New
York.
Handayani,C S, Novianto, A, 2004, Kuasa wanita jawa, Lkis Pelangi Aksara,
Yogyakarta.
Haryatmoko, J 2010, Dominasi penuh muslihat: akar kekerasan dan diskriminasi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Irianto, S 2003, Perempuan di antara berbagai pilihan hukum: studi mengenai
strategi perempuan Batak Toba untuk mendapatkan akses kepada harta
waris melalui proses penyelesaian sengketa, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Irianto, S. 2006, Perempuan dan hukum: menuju hukum yang berperspektif
kesetaraan dan keadilan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Irianto dkk, 2006, Perempuan di persidangan: pemantauan peradilan berperspektif
perempuan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
Kaplan, E (ed.) 2000, Feminism & film, Oxford University Press, Great Britain.
Kriyantono, R 2006, Teknik praktis riset komunikasi: disertai contoh praktis riset
media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi
pemasaran, Kencana, Jakarta.
Kuntjara, E, 2003, Gender, bahasa, dan kekuasaan, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Lembaga Untuk Transformasi Sosial Indonesia, 2005, Wacana, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Liliweri, A 2005, Prasangka & konflik: komunikasi lintas budaya masyarakat
multikultur, LkiS Pelangi Aksara, Yogyakarta.
McLuhan, M 1967, Understanding media-the extension of man, Random House,
New York.
McQuail, D 2011, Teori komunikasi masa McQuail 1 ed 6, Penerbit Salemba
Humanika, Jakarta.
Munawar, B Rachman, 1996, Rekonstruksi fiqh perempuan dalam peradaban
masyarakat modern, Ababil, Yogyakarta.
Munti, R B 2005, Demokrasi keintiman: seksualitas di era global, LkiS Pelangi
Aksara, Yogyakarta
Murniati, A N P 2004, Getar gender [perempuan indonesia dalam perspektif
agama, budaya dan keluarga], IndonesiaTera, Magelang.
Mustafid, F (ed.) 2004, Masyarakat dan hukum adat Batak toba, Lkis Pelangi
Aksara, Yogyakarta.
Nanda, S Warms, R 2013, Cultural Anthropology.
Nurudin, 2007, Pengantar komunikasi massa, Rajawali Pers, Jakarta.
Simanjuntak, B A 2006, Struktur sosial dan sistem politik Batak toba hingga
1945:suatu pendekatan antropologi budaya dan politik, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Sadli, S 2010, Berbeda tetapi setara: pemikiran tentang kajian perempuan,
Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Stokes, J 2006, How to do media and cultural studies: panduan untuk
melaksanakan penelitian dalam kajian media dan budaya, Bentang Pustaka,
Yogyakarta.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
Suhelmi, A 2007, Pemikiran politik barat: kajian sejarah perkembangan pemikiran
negara, masyarakat dan kekuasaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sukri, SS 2001, Perempun seksualitas dalam tradisi jawa, Gama Media,
Yogyakarta.
Sunarto, 2009, Televisi, kekerasan, dan perempuan, Penerbut Buku Kompas,
Jakarta.
Supriatno, 2009, Merentang sejarah, memaknai kemandirian menjadi gereja bagi
sesama, BPK Gunung Mulia.
Susanto, B 2008, Membaca postkolonialitas (di) indonesia, Kanisius,
Yogyakarta.
Sutardi, T 2007, Antroplogi mengungkap keragaman budaya untuk kelas xii
sekolah menengah atas/madrasah aliyah program bahasa, Grafindo Pratama,
Bandung.
Then, D 2008, Kisah-kisah perempuan yang bertahan dalam perkawinan, BPK
Gunung Mulia, Jakarta
Tinambunan, D Toruan, R, 2010, Orang Batak kasar?:membangun citra &
karakter: gunakan 7 falsafah Batak merestorasi jati diri, hubungan seks,
sosial, budaya, demokrasi, bisnis, dan melibas dosa, korupsi & mafia
hukum, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Vergouwen, J C 2004, Masyarakat dan hukum adat Batak toba, LkiS Pelangi
Aksara, Yogyakarta.
Jurnal, Laporan Penelitian/Skripsi/Thesis
Astuti, AP 2013, ‘Representasi perempuan dalam film 7 hati 7 cinta 7 wanita
karya Robby Ertanto studi analisis semiotik, Skripsi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dianingtyas, EA 2010, ‘Representasi perempuan jawa dalam film r.a.kartini’,
Skripsi, Universitas Diponegoro.
Gamble, S 2010, ‘Feminisme dan film’, Pengantar Memahami Feminisme &
Postfeminisme, Vol. 1, 117-130.
Janji joni 2005, videorecording, Kalyana Shira Films, Jakarta.
Loetoeng kasaroeng 1926, videorecording, NV Java Film Company, Bandung.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
Prayogo, WA 2009, ‘Kebijakan Pemerintah Orde Baru Terhadap Perfilman
Indonesia Tahun 1966-1980’, Skripsi, Universitas Indonesia.
Siburian, R 2008, ‘Kearifan Ekologi dalam Budaya Batak sebagai Upaya
Mencegah Bencana Alam’, Masyarakat Indonesia : Majalah Ilmu-Ilmu
Sosial Indonesia, Vol.34, Hal.63-86.
Website
Efendi, Y 2010, Marga: keluarga dan keekrabatan dalam pengetahuan orang
Batak toba, sumatera utara. Diakses pada 2 Mei 2012 dari
melayuonline.co/ind/culture/dig/2598/marga-keluarga-dan-kekerabatan-
dalam-pengetahuan-orang-Batak-toba-sumatera-utara
Film Indonesia, 2012, Sinopsis Di Timur Matahari. Diakses 29 November 2014
dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-d015-12-622431_di-timur-
matahari#.VHoBHdKsWSo
Film Indonesia, 2004, Sinopsis Gie. Diakses 29 November 2014 dari
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-g003-04-
997552_gie#.VHoG9NKsWSo
Film Indonesia, 2012, Sinopsis Merantau. Diakses 29 November 2014 dari
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-m008-09-952589_merantau
Film Indonesia, 2013, Sinopsis Mursala. Diakses 29 November 2014 dari
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-m007-13-
321287_mursala#.VHoH6dKsWSo
Film Indonesia, 2010, Sinopsis Rokkap. Diakses 29 November 2014 dari
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-r013-10-208721_rokkap-
rongkap#.VHoIE9KsWSo
Film Indonesia, 1973, Sinopsis Bulan di Atas Kuburan. Diakses 29 November
2014 dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-b018-73-839339_bulan-
di-atas-kuburan#.VHoI7tKsWSo
Film Indonesia, 1984, Sinopsis Secangkir Kopi Pahit. Diakses 29 November 2014
dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s018-84-157965_secangkir-
kopi-pahit#.VHoI3NKsWSo
Film Indonesia, 1986, Sinopsis Naga Bonar. Diakses 29 November 2014 dari
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-n009-86-195721_naga-
bonar#.VHoI29KsWSo
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
Film Indonesia, 1963, Sinopsis A Sing Sing So. Diakses 29 November 2014 dari
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a011-63-062041_a-sing-sing-
so#.VHoJd9KsWSo
Mahasiswa Batak, Daftar Film Bertemakan Batak. Diakses 28 November 2014
dari http://www.mahasiswaBatak.com/2013/08/daftar-film-bertemakan-
Batak-bagian-1.html
Gerakan Indonesia Baru, 2009. Diakses 18 Mei 2014 dari
http://gerakanindonesiabaru.blogspot.com/2009/02/diskriminasi-terhadap-
etnis-tionghoa.html
Kebudayaan Indonesia.Diakses pada 2 Mei 2014 dari
kebudayaanindonesia.net/id/culture/942/sistem-kekerabatan-suku-Batak
Silaban, C 2007, Peranan perempuan dalam adat dan budaya Batak
diseminarkan. Diakses 28 April 2014 dari
http://www.silaban.net/2007/10/10/peranan-perempuan-dalam-adat-dan-
budaya-Batak-diseminarkan/
Salim, E Y dkk, 2012, Potret indonesia-tionghoa: ambiguitas di tengah era
kebebasan. Diakses pada 17 Mei 2014 dari
http://www.indonesiamedia.com/2012/12/22/potret-indonesia-tionghoa-
ambiguitas-di-tengah-era-kebebasan/
Silaban, C 2007, Ende siboru tombaga i. Diakses 28 April 2014 dari
http://www.silaban.net/2007/10/04/ende-siboru-tombaga-i/
Sidabutar, Y 2012, Legenda sigale-gale.Diakses 29 April 2014 dari
http://sidabutar.info/2012/04/26/legenda-sigale-gale/
Zakky, A, Nasionalisme dan etnis cina dalam film gie. Diakses 29 November
2014 dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/300
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Transkrip Wawancara via Email (4 November 2014)
Narasumber : Sammaria Simanjuntak (Sutradara Film Demi Ucok)
1. Apa sebenarnya ide dasar (tema) dari film Demi Ucok?
Kasih Ibu
2. Apa yang mendasari pembuatan film Demi Ucok? Adakah
permasalahan khusus yang menjadi alasan untuk memproduksi film
tsb, misal pengalaman pribadi?
Saya resign dari pekerjaan saya sebagai arsitek karena yakin kunci sukses
hidup adalah ‘live by your passion’. Saya belajar film dari membaca
blog seorang sutradara Malaysia bernama Yasmin Ahmad. Suatu hari dia
bertanya dalam blognya, apa kunci sukses hidup? Ternyata jawaban dia
sangat sederhana yaitu, ‘Be nice to your parent’. Saat itu saya sulit sekali
akur dengan mama saya yang pola pikirnya sangat berbeda dengan saya.
3. Mengapa membuat film yang membahas etnis? Mengapa condong
memperlihatkan etnis?
Tidak disengaja. Saya rasa kalau mau membuat karakter film di
Indonesia yang multikultur ini sedikit banyak pasti akan membahas etnis.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
4. Mengapa menggunakan etnis Batak? Mengapa tidak etnis lain?
Apakah karena film Batak tidak begitu banyak beredar atau adakah
alasan lain?
Karena saya orang Batak
5. Mengapa yang ditampilkan dalam film hanya ada suku Batak, cina,
dan padang?
Niki campuran Batak Sunda. Settingnya sendiri Bandung. Tidak
dimaksudkan untuk hanya ada karkater ini. Kebetulan saja.
6. Mengapa judulnya Demi Ucok? Mengapa tidak Demi Butet
(perempuan)?
Draft 1 film Demi Ucok ini awalnya tentang Gloria yang mencari jodoh
(Ucok). Seiring berjalannya waktu, skenarionya berubah jadi lebih
berfokus pada hubungan Glo dan mamanya. Tapi judulnya tidak ikut
berubah
7. Mengapa perempuan tokoh utamanya? Mengapa bukan laki-laki?
Karena saya perempuan. Namanya juga film curhat.
8. Mengapa tokoh lawannya perempuan (Glo) adalah perempuan (Mak
Gondut)?
Karena yang pengen main film mama saya, bukan papa saya.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
9. Mengapa tidak ada tokoh laki-laki (Bapak Glo)? (diceritakan bahwa
bapak Glo sudah meninggal)
Semakin sedikit karakter, semakin mudah dan murah untuk produksi.
Lagipula, stake Glo akan lebih tinggi jika ayahnya sudah tidak ada.
Sehingga tidak ada safety net kalau dia dan mamanya bermasalah.
10. Mengapa ada tokoh perempuan (Mak Gondut) yang kuat dengan
sifat etnosentrisnya (bangga pada suku Batak)? Apa yang hendak
disampaikan?
Karena memang banyak tokoh seperti itu.
11. Mengapa bukan laki-laki (Bapak Glo) yang kuat dengan sifat
etnosentrinya?
Mungkin banyak juga karakter laki-laki yang kuat etnosentrisnya. Hanya
tidak diceritakan dalam film ini.
12. Apa maksud yang hendak disampaikan dari pernyataan Mak
Gondut tentang perempuan Batak yang harus menikah dengan
orang Batak, punya anak Batak, dan punya menantu Batak?
(disampaikan diawal film)
Karena ada karakter yang seperti itu cara pikirnya.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
13. Apakah Glo tidak mau menikah dengan laki-laki Batak ataukah Glo
hanya tidak mau menikah dulu sebelum meraih mimpi? Apakah
setelah meraih mimpi Glo akan menikah?
Di film ini, itu menjadi tidak penting lagi buat saya. Yang hendak
diceritakan adalah perbedaan cara pikir ibu dan anak, dan bagaimana cara
mereka menjembatani perbedaan itu.
14. Sebenarnya Glo mau atau tidak kah menikah dengan laki-laki
Batak?
Sudah tidak penting lagi untuk film ini.
15. Siapa BK Marpaung? Punya hubungan apa dengan Glo dan Mak
Gondut sampai- sampai mau memberikan uang 1M?
BK Marpaung mewakili mafia-mafia Batak kaya raya yang sekarang
banyak di penjara tapi tetap menjalankan bisnis dengan tenang. 1 M buat
mereka bukan uang besar.
Hubungannya saudara. Saudaranya tidak dijelaskan sedekat apa, karena
bagi orang Batak tidak ada saudara jauh. Semua saudara.
16. Sebenarnya apa pekerjaan utama Mak Gondut? (Dari sekian
banyak kerja yang dilakukan Mak Gondut)
Ibu rumah tangga. Uang sehari-hari ya dari bunga deposito atau tanah.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
17. Pekerjaan Acun sebelum jadi penyanyi apa? (peneliti tidak dapat
mendengar dengan jelas ketika menonton film tersebut)
Pekerja kantoran di sebuah multinational company yang menjual sabun.
18. Dikatakan dalam film bahwa Niki berasal dari keluarga campuran
Batak. Marga apa menikah dengan suku apa? (belum dijelaskan
secara jelas didalam film tersebut)
Batak Sunda. Marganya memang tidak dijelaskan.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
Transkrip Wawancara via Email (17 November 2014)
Narasumber : Sammaria Simanjuntak (Sutradara Film Demi Ucok)
1. Apakah dominasi patrilineal dalam budaya Batak masih ada hingga
saat ini? Mengapa?
Masih ada. Mungkin karena banyak wanita Batak belum bisa independen
dalam berbagai hal, sehingga dominasi sulit dihilangkan.
2. Bagaimana tanggapannya melihat fenomena bahwa masih ada
perempuan Batak yang diharuskan menikah dengan laki-laki Batak
oleh orang tua sendiri?
Saya percaya setiap manusia bertanggung jawab terhadap kehidupan dan
kebahagiannnya masing-masing, sehingga setiap bentuk pemaksaan
sebenarnya melanggar hak asasi manusia.
3. Bagaimana tanggapannya mengenai perempuan yang menikah dan
menjadi ibu rumah tangga? Apa dapat disebut bentuk diskriminasi
terhadap perempuan?
Tidak selama itu adalah pilihannya sendiri.
4. Bagaimana seharusnya perempuan ketika diposisikan sebagai istri?
Saya percaya manusia diciptakan setara. Apapun posisinya. Jadi istri
seharusnya setara dengan suami.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
5. Bagaimana perilaku perempuan seharusnya dalam menanggapi
dominasi-dominasi yang hingga saat ini masih diberlakukan, salah
satunya oleh kaum Batak?
Saya percaya kita tidak bisa mengubah orang lain. Yang bisa diubah
hanya diri sendiri. Jadi jikalau memang ada nilai-nilai suatu kelompok
tidak sesuai dengan hati nurani kitaa, sebaiknya kita yang mencari
kelompok lain yang sesuai dengan nilai yang kita yakini.
6. Bagaimana tanggapannya mengenai perempuan yang menolak
menikah ?
Semua manusia berhak menentukan jalan kehidupan dan kebahagiaannya
masing-masing.
7. Sebagai perempuan, apakah patriarki masih harus dilanggengkan
atau dilenyapkan? Mengapa?
Sebagai manusia yang kebetulan perempuan, saya yakin kita harus
menemukan kebahagiaan pribadi dan tidak berusaha melawan nilai yang
dianut orang lain, termasuk patriarki.
8. Bagaimana tanggapannya melihat perkembangan film Indonesia saat
ini?
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
Sedih karena film Indonesia belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sebenarnya tidak hanya film. Hampir semua produk Indonesia belum
menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
9. Bagaimana tanggapannya mengenai film-film yang masih
menyudutkan atau mendiskrimasikan perempuan?
Sebaiknya ditonton setelah semua film bagus di dunia ini sudah kita
tonton. Karena film bagus banyak sekali, saya tidak pernah ingin
membuang waktu menonton film-film yang menyudutkan perempuan
hanya karena dia perempuan.
10. Sudah banyak pula film yang memunculkan bentuk perlawanan
perempuan, bagaimana tanggapannya?
Saya selalu suka semua film perlawanan karena membuat dunia menjadi
lebih dinamis.
11. Lalu, bagaimana seharusnya peran film sebagai salah satu media
massa?
Film sebaiknya memberikan harapan.
12. Satu pertanyaan terakhir, sebenarnya film Demi Ucok ini bercerita
tentang perjuangan perempuan Batak kah atau bukan?
Iya, lebih tepatnya perjuangan seorang perempuan Batak.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM
PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA
SAMMARIA SIMANJUNTAK
Oleh : Riste Isabella (071115023) - A
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada wacana resistensi perempuan Batak yang
direpresentasikan oleh film Demi Ucok ditengah dominasi kaum laki-laki yang
mengukuhkan sistem patrilineal budaya Batak. Penelitian ini menggunakan
analisis wacana berperspektif kritis milik Fairclough yang meliputi teks, discourse
practice (pelibat teks) dan sociocultural practic. Peneliti mengaitkan penelitian
dengan wacana-wacana seperti: kekuasaan (power), konsep mayoritas dan
minoritas, stereotipe hingga identitas etnis termasuk sikap etnosentrisme etnis
Batak. Peneliti menggunakan kacamata feminisme untuk membongkar dominasi-
dominasi, dan kacamata postfeminisme untuk menganalisis resistensinya.
Berdasarkan analisis, peneliti menemukan bahwa teks kultural yang direproduksi
ternyata memperlihatkan adanya bentuk-bentuk resistensi yang mana tiap kaum
perempuan memiliki bentuk-bentuk resistensi yang berbeda-beda. Namun,
resistensi tersebut tidak dapat lepas dari peran laki-laki dimana resistensi tersebut
justru menguatkan dominasi sistem patrilineal tersebut.
Kata kunci: Perempuan Batak, Film, Dominasi dan Resistensi, Analisis
Wacana, Etnis Batak.
PENDAHULUAN
Penelitian ini menganalisis resistensi perempuan Batak terhadap dominasi
sistem patrilineal budaya Batak. Peneliti tertarik karena film tersebut
menampilkan perlawanan atau resistensi kaum perempuan Batak terhadap
kekuatan dominasi sistem patrilineal dalam konsep perkawinan etnis Batak yang
justru diperkuat kaum perempuan Batak lainnya. Menariknya, kaum laki-laki
tidak nampak begitu jelas menguasai wacana sistem patrilineal dalam film. Hal ini
karena sebagian besar tokoh dalam film diperankan oleh kaum perempuan. Dalam
Film Demi Ucok, perempuan menjadi tokoh sentral dimana kecenderungan film,
temasuk film bertemakan etnis Batak, menggunakan kaum laki-laki sebagai tokoh
sentral. Inilah yang menjadi titik tolak penelitian ini. Peneliti hendak melihat
bagaimana resistensi diwacanakan ditengah tekanan dominasi kaum laki-laki
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
melalui sistem patrilinealnya dalam film tersebut. Penelitian ini akan berusaha
mengungkap fenomena yang hendak diwacanakan dalam film.
Sistem patrilineal etnis Batak terus mengakar hingga saat ini, hal itu
ditunjukkan dalam berbagai ritual yang hingga saat ini masih terus dijalankan
seperti: dalam perkawinan terdapat 9 (sembilan) ritual yang dijalankan, dalam
memasuki rumah baru, upacara kematian, dsb. Sistem patrilineal tersebut masih
dipegang erat oleh masyarakat Batak untuk menentukan kelompok kekerabatan
masyarakat Batak. Artinya, memiliki anak laki-laki dianggap sebagai sebuah
peningkatan harkat serta martabat keluarga bagi adat Batak. Latar belakang
patung ukir Sigale-gale juga menggambarkan bahwa betapa berharganya anak
laki-laki bagi keluarga dalam adat Batak.
Posisi perempuan dalam suku Batak tidak jauh berbeda dengan kedudukan
perempuan dalam kebudayaan tradisional Jawa. Perempuan disebut sebagai kanca
wingking yang berarti anggota keluarga yang “hanya” mengurusi urusan belakang
sehingga tidak boleh tampil didepan (Munawar, B Rachman, 1996). Ada pula
gambaran ideal perempuan Jawa yang diharuskan memiliki sifat gemi, ati-ati
nastiti. Sifat ini merupakan bentuk dari bakti istri pada suami (Sukri, SS 2001).
Salah satu media yang cukup efektif untuk menunjukkan resistensi
perempuan ialah film. Selain sifatnya menghibur, film mudah diterima oleh
masyarakat karena dapat mengungkapkan realitas yang kemudian diproyeksikan
kedalam layar. Film dapat menjadi produk propaganda yang disengaja maupun
hasil fantasi bawah sadar. Secara tidak sadar, film secara terus menerus
menghegemoni masyarakat. Dalam film, perempuan seringkali dijadikan sebagai
alat untuk memenuhi kesenangan laki-laki. Perempuan diperankan sebagai
pendamping laki-laki misal seperti kekasih, tunangan, atau istri. Perempuan hanya
menjadi kaum pendukung dalam film, tidak seperti laki-laki. Laki-laki menjadi
hero bagi kaum perempuan.
Film Demi Ucok merupakan film karya Sammaria Simanjuntak yang
berkisah tentang seorang perempuan Batak ambisius. Perempuan ini bernama
Glori Sinaga atau Glo (diperankan oleh Geraldine Sianturi). Ia tidak ingin seperti
ibunya yang menikah kemudian melupakan mimpinya karena harus menjalankan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella
hidup rutin selamanya. Ibunya, Mak Gondut bersikeras mencarikan anaknya
“Ucok” disisa hidupnya karena ia telah divonis sakit dan umurnya tinggal setahun.
“Ucok” yang dimaksud ialah sosok laki laki Batak idaman untuk Glo. Namun Glo
bersikeras untuk tidak menikah dulu, ia hendak mengejar mimpinya untuk
membuat film keduanya. Film ini mengungkapkan bahwa sistem patrilineal masih
eksis dalam budaya Batak. Kekuatan sistem patrilineal tersebut dibentuk oleh Mak
Gondut yang termasuk dalam kaum perempuan Batak juga.
Menariknya, dalam film ini, perlawanan yang dilakukan oleh perempuan
dalam cerita film ini bukan untuk menghadapi kaum laki-laki, melainkan melawan
kaum perempuan yang justru mendukung sistem patrilineal yang berlaku tersebut.
Perlawanan kaum perempuan melawan kaum sejenisnya ini menjadi keunikan
dalam film ini yang membedakannya dengan film-film lainnya. Perempuan dalam
film ini juga tidak digambarkan memiliki bentuk fisik yang ideal seperti yang
ditampilkan pada film. Mulai dari bentuk tubuh, sifat dan perilaku yang cenderung
maskulin dan memiliki keterkaitan dengan penggambaran perempuan Batak
dalam film. Dimana perempuan Batak digambarkan memiliki karakteristik yang
dominan dan melawan.
PEMBAHASAN
Demi Ucok memang tidak memperlihatkan secara gamblang adanya
hubungan kekuasaan yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Hal itu karena
tokoh utama dan lawan main adalah perempuan. Bahkan peran pendukung
kebanyakan perempuan dalam film ini. Namun, sadar atau tidak, dominasi kerap
terjadi demi memperkuat sistem patrilineal tersebut. Dominasi ini kerap dilakukan
oleh kaum perempuan itu sendiri demi memperkuat sistem patrilineal yang ada.
Dalam film, ditunjukkan adanya perbedaan ideologi atau pandangan antar
perempuan mengenai konsep perkawinan, dimana sistem patrilineal turut campur
didalamnya. Gloria (Glo) dan Mak Gondut (mama Glo) adalah kaum perempuan
yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep perkawinan tersebut.
Mak Gondut, sebagai kaum perempuan yang masih patriarkis mendukung adanya
ketimpangan tersebut.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi RESISTENSI PEREMPUAN BATAK TERHADAP DOMINASI SISTEM PATRILINEAL BUDAYA BATAK PADA FILM DEMI UCOK KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Riste Isabella