Upload
vodung
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
THE RELATIONSHIP OF LEARNING ORIENTATION AND ACHIEVEMENT MOTIVATION OF PSYCHOLOGY
STUDENT, GUNDARMA UNIVERSITY
Yulifa Taslima, Awaluddin Tjalla, Dr.
Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2008
Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id
Key words : relationship, learning orientation, psychology, achievement Motivation ABSTRACT : Education is an important aspect of citizens, especially for developing countries like Indonesia. There is no exception in the world. Many companies require a minimum degree of education for their employees, so that individuals try to pursue higher education. But lately, there appeared an alarming phenomenon in the world of education with the problems the "motivation crisis" with the symptoms such as reduced interest shown at the time of study, negligence in duties, homework, delaying preparation for tests or exams, and so on. This study aims to determine the students achievement motivation. Besides, this study also aims to determine the relationships between the study orientation and the achievement motivation. This research was conducted on 70 students of Psychology, University Gunadarma Depok, aged 20 to 23 years. To collect the data, a questionnaire was administered to the subjects. The results of study shows that 5.71% of the respondents have a high achievement motivation, 84.29% of respondents were motivated achievers, while 10% of respondents have low achievement motivation. The results shows that there is a significant relationship between the orientation of learning achievement motivation and achievement motivation of the students.
Hubungan Orientasi Belaj ar Denganh Motivasi Berprestasi Mahasiswa Psikologi Gunadarma
Yulifa Taslima
Awaluddin Tjalla, Dr.
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi berprestasi mahasiswa. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi mahasiswa psikologi.
Penelitian ini dilakukan terhadap 70 mahasiswa Psikologi Universitas Gunadarma Depok, dengan kriteria: mahasiswa psikologi Gunadarma, dengan usia 20 – 23 tahun, angkatan 2003, 2004 dan 2005 yang masih aktif kuliah (tidak cuti). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang sign ifikan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi. Hal ini juga dapat diketahui dari tabel correlations, dimana nilai dari pearson correlation +, 557** sedangkan nilai Sig. (1-tailed) sebesar 0,000 (p< 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi mahasiswa. Orientasi belajar mahasiswa yang tinggi akan mengakibatkan motivasi berprestasi mahasiswa tinggi, demikian pula sebaliknya orientasi belajar mahasiswa rendah maka motivasi berprestasi mahasiswa juga rendah, diterima.
Kata kunci : Orientasi Belaj ar, Motivasi Berprestasi dan Mahasiswa Psikologi
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan aspek
penting bagi setiap Negara, terutama
bagi Negara berkembang seperti
Indonesia. Tak terkecuali dalam dunia
kerja, dimana banyak perusahaan yang
menuntut pegawainya yang
berpendidikan minimal sarj ana,
sehingga individu berusaha untuk
menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Namun akhir-akhir ini muncul suatu
gej ala yang cukup mengkhawatirkan
didalam dunia pendidikan dengan
adanya permasalahan yang dikemukakan
oleh Winkel (1991) yang adanya “krisis
mot ivas i” dengan ge j a la yang
ditunjukkan seperti berkurangnya
perhatian pada waktu belajar, kelalaian
dalam mengerjakan tugas-tugas,
pekerjaan rumah, menunda persiapan
bagi ulangan atau ujian, serta pandangan
asal lulus, asal cukup dan sebagainya.
Jenjang pendidikan yang cukup
dikhawatirkan dengan adanya krisis ini
adalah jenjang Perguruan Tinggi, karena
sebagai individu yang telah menjadi
mahasiswa dianggap sudah cukup
dewasa untuk mengatur dirinya sendiri.
Berbeda dengan jenjang pendidikan
sebelumnya, seperti SMU (Sekolah
Menengah Umum), SMP (Sekolah
Menengah Pertama dan SD (Sekolah
Dasar), dimana siswa lebih terkontrol
karena waktu belajar yang harus mereka
jalani lebih teratur. Di samping itu
fungsi pengajar bukan hanya sebagai
guru saja, tetapi juga berfungsi sebagai
pembimbing dan pengawas yang terus
memantau kedisiplinan serta hasil
belajar yang diperoleh setiap siswa.
Pada jenjang Perguruan Tinggi
mahasiswa lebih diberikan kebebasan
untuk memilih banyaknya jumlah kredit
matakuliah yang diambil walaupun
dibatasi dengan IPK (Indeks Prestasi
Kumulatif), begitu pula dengan waktu
atau jadwal kuliah yang dapat disusun
sendiri oleh mahasiswa sesuai dengan
waktu yang dimiliki mahasiswa. Dengan
adanya kebebasan-kebebasan lainnya
yang diberikan, tidak jarang membuat
mahasiswa menjadi tidak disiplin
terutama dalam hal kehadiran pada
perkuliahan atau kehadiran dikelas. Ada
b e b e r a p a m a t a k u l i a h y a n g
memungkinkan mahasiswa untuk tidak
disiplin, dimana mahasiswa dapat
menitipkan daftar hadir (absent) kepada
temannya yang hadir pada perkuliahan.
Jika hal itu dilakukan oleh mahasiswa
maka motivasi mahasiswa untuk
mengikuti pelajaran akan menurun,
sehingga membuat mahasiswa tidak siap
dalam menghadapi ulangan maupun
ujian dan cenderung untuk menumpuk
bahan pelajaran dan baru belajar jika
ulangan atau ujian sudah dekat. Hal-hal
diatas dapat merupakan penyebab
terjadinya masalah “krisis motivasi”.
Walaupun pokok permasalahan
yang dihadapi sudah jelas yaitu masalah
motivasi, namun apakah motivasi itu
sendiri, seperti apa motivasi yang harus
d imi l i k i mahas i swa . M o t iva s i
merupakan perubahan tenaga didalam
diri seseorang yang ditandai oleh
dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk
mencapai suatu tujuan (Donald dalam
Hardjo & Badjuri, 2004). Sedangkan
menurut Gage & Barliner (1992)
menyatakan bahwa motivasi merupakan
h a l - h a l y a n g m e n d o r o n g d a n
mengarahkan aktifitas seseorang.
Berdasarkan pendapat yang telah
dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa tingkah laku manusia yang
ditampilkan untuk mencapai tujuan
tertentu digerakkan dan diarahkan oleh
motivasi. Sedangkan motivasi yang
harus dimiliki oleh mahasiswa adalah
motivasi untuk mencapai prestasi belajar
yang baik dan motivasi seperti itu biasa
disebut dengan motivasi berprestasi.
Harapan orang tua untuk anak-
anak mereka juga penting dalam
perkembangan motivasi berprestasi
(Eccles & Morgan dalam Prabowo,
1998). Orang tua mengharapkan anak-
anak mereka bekerja keras dan berusaha
untuk sukses, mereka akan mendorong
anak-anak mereka untuk melakukan hal
itu dan memuji atau menghargai mereka
untuk perilaku yang mengarah ke
prestasi. Serangkaian harapan orang tua
yang berhubungan dengan motivasi
berprestasi berkenaan dengan gagasan-
gagasan ketika anak-anak harus menjadi
mandiri dalam suatu keterampilan.
McCllelland, (1987) mendefinisikan
motivasi berprestasi sebagai keinginan
untuk sukses dalam kompetisi, yang
berkeinginan untuk mengungguli orang
lain dengan mencapai suatu prestasi atau
suatu standar tertentu yang dianggap
berhasil. Penelitian yang dilakukan
McCllelland kalangan mahasiswa
membuktikan bahwa motivasi
berprestasi memberikan kontribusi
sampai dengan 64% terhadap prestasi
belajar mahasiswa (dalam Elfizar,
2002).
Sedangkan Winkel (1991)
m e n g e m u k a k a n “ a c h i e v e m e n t
motivation” ialah daya penggerak dalam
diri mahasiswa untuk mencapai taraf
yang setinggi mungkin , adapun ukuran
mengenai taraf yang setinggi mungkin
itu ditentukan oleh individu sendiri.
Apabila taraf prestasi itu tercapai ia akan
merasa puas dan memberikan pujian
kepada dirinya, kalau tidak ia akan
kecewa dan mencela dirinya sendiri.
Motivasi berprestasi itu tidak berdiri
sendiri dalam menghasilkan prestasi
belajar yang baik, tetapi harus melalui
proses dan usaha-usaha yang harus
dilakukan. Sehubungan dengan kegiatan
belajar-mengajar maka cara yang
diperlukan untuk memperoleh nilai
akademik yang baik adalah dengan cara
belajar.
Membangun komunitas belajar
yang produktif dan mahasiswa yang
termotivasi untuk terlibat dalam
aktivitas belajar yang bermakna
m e r u p a k a n t u j u a n u t a m a d a r i
pengajaran. Salah satu sasaran penting
dari pembelajaran adalah memiliki anak
yang mampu mengembangkan motivasi
intrinsik (Desyanti, 2002). Sekolah
merupakan tempat berlangsungnya
proses belajar secara formal. Dalam
dunia pendidikan formal, belajar tidak
lepas dari tujuan belajar. Mengapa
seseorang mau belajar di lembaga
pendidikan formal, tidak lepas dari
tujuannya untuk belajar. Setiap orang
memiliki orientasi belajar yang berbeda,
tergantung pada hasil yang ingin
dicapai. Orientasi belajar menentukan
bagaimana seseorang belajar dan usaha
yang dilakukannya untuk mencapai hasil
yang diinginkannya (Ames & Archer,
1998).
Entwistle dan Wilson (dalam
Suardhika, 2004) mendefinisikan
orientasi belajar dapat sebagai motivasi
belajar mahasiswa yang berpengaruh
terhadap pendekatan belajarnya dan
strategi belajar mahasiswa tersebut.
Mahasiswa dengan orientasi belajar,
menunjukkan ciri bahwa mahasiswa
tersebut melihat universitas sebagai
tempat untuk berkompetisi. Motif
belajar yang dominan adalah motivasi
berprestasi. Karenanya memainkan
peran sebaik mungkin sebagai seorang
mahasiswa. Mahasiswa dengan orientasi
belajar ini biasanya menaruh perhatian
yang besar dalam mengorganisasikan
cara belajar mereka sebaik mungkin.
Peserta didik bukan menguasai
berbagai mata pelajaran atau matakuliah
yang diajarkan dalam arti sesungguhnya
melainkan hanya sekedar mengetahui,
memiliki cara menjawab soal, sehingga
dalam ujian dapat menjawab seluruh
pertanyaan yang diberikan. Proses
belajar-mengajar didominasi oleh
tuntutan untuk menghafalkan dan
menguasai pelajaran sebanyak mungkin
guna menghadapi ujian atau tes, dimana
pada kesempatan tersebut peserta didik
harus mengeluarkan apa yang dihafalkan
( D e s y a n t i , 2 0 0 2 ) . P e n g e r t i a n
sederhananya adalah tolok ukur
keberhasilan belajar yang digunakan
adalah nilai tes yang diperoleh peserta
didik, bahkan yang lebih buruk, keadaan
dan kebiasaan ini berlangsung sampai di
Perguruan Tinggi.
Kegiatan belajar akan bermakna dan
berhasil jika individu itu merasa senang
dalam menjalankan tugas belajarnya.
Keing inan a taupun usaha yang
dilakukan oleh dirinya itu merupakan
t e n a g a y a n g m e n d o r o n g d a n
menggerakkan aktivitas untuk belajar
yang lebih berdaya guna dan tepat guna.
Ini berarti merupakan modal pertama
i n d i v i d u u n t u k m e m p e r o l e h
keberhasilan. Keberhasilan yang
diterima oleh individu akan menambah
semangat untuk meneruskan perjuangan
semangat belajarnya sebaliknya
kegagalan akan menjadi cambuk untuk
mendapatkan keberhasilan yang belum
didapat.
TINJAUAN PUSTAKA
Orientasi Belajar
Teori orientasi belajar
diciptakan oleh para ahli psikologi
perkembangan dan psikologi pendidikan
(Pintrich & Garcia, Nicholls, Bandura &
Dweck, Ames & Archer, Elliot, dalam
Midgley, 2001) untuk menjelaskan
proses belajar dan performa siswa pada
tugas-tugas akademik. Teori ini dapat
diaplikasikan untuk memahami dan
memperbaiki proses serta pemberian
instruksi dalam belajar.
Ames (1998) mengemukakan
definisi orientasi belajar yaitu suatu
orientasi dimana belajar sebagai sarana
untuk mencapai suatu tujuan lain dan
pembelajaran itu sendiri. Dengan kata
lain belajar merupakan suatu sarana
yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Namun disisi lain,
belajar dapat dipersepsikan sebagai
tu juan akhir (yai tu be la ja r dan
menguasai pelajaran).
Teori orientasi tujuan
diungkapkan Ames & Archer (1998) dan
Dweck & Legget (1988) dalam dua
dimensi, yaitu Learning Goal dan
Performance Goal. Berbeda dengan
Pintrich & Schunk (2002) mereka
membedakan orientasi tujuan dalam
Mastery Learning dan Performance
Goal, dan kedua orientasi ini paralel
dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Hal yang membedakan orientasi tujuan
dengan motivasi menurut kedua tokoh
ini adalah pada orientasi tujuan, lebih
bersifat kognitif-spesifik, situasional dan
tergantung konteks, sedangkan motivasi
ekstrinsik lebih bersifat seperti
karakteristik kepribadian umum, lebih
organismik dan tidak kontekstual.
Dari beberapa definisi yang
d i u r a i k a n s e b e l u m n y a , d a p a t
disimpulkan bahwa orientasi belajar
merupakan strategi yang digunakan
dalam melakukan aktivitas belajar,
misalnya bagaimana cara belajar dan
suasana seperti apa yang mendukung di
dalam belajar.
Karakteristik orientasi belaj ar
Menurut Ames & Archer (1998), ada
dua jenis orientasi belajar, yaitu :
1). Orientasi tujuan penguasaan
(Mastery Goal)
Orientasi tujuan penguasaan
merupakan suatu orientasi motivasional
y a n g d i m i l i k i i n d i v i d u , y a n g
menekankan diperolehnya pengetahuan
dan perbaikan diri. Woolfolk (2004)
memaksudkan orientasi ini sebagai
intensi pribadi untuk memperbaiki
kemampuan dan memahami apa yang
dipelajari, tanpa memperdulikan
buruknya performa yang ditampilkan
seorang individu yang memiliki
orientasi tujuan penguasaan akan
memfokuskan diri pada kegiatan belajar
itu sendiri, berusaha menguasai tugas,
mengembangkan keterampilan baru,
m e m p e r b a i k i k o m p e t e ns i ny a ,
menyelesaikan tugas yang menantang
dan berusaha untuk memperoleh
pengalaman terhadap apa yang
dipelajari.
Ormrod, 2000 (dalam Desyanti, 2002)
dar i berbaga i has i l pene l i t i an ,
memberikan gambaran yang lebih
lengkap mengenai karakteristik siswa
dengan orientasi mastery sebagai
berikut:
( a ) . P e r c a y a bahwa
kompetensi dapat
berkembang melalui
latihan dan usaha.
( b ) . Memilih tugas-tugas yang
dapat memaksimalkan
kesempatan untuk belajar.
( c ) . Bereaksi terhadap tugas
yang mudah dengan
perasaan yang bosan dan
kecewa.
( d ) . M e m a n d a n g usaha
sebagai sesuatu yang
penting untuk
meningkatkan
kompetensi.
(e). Lebih termotivasi secara
intrinsik untuk
mempelajari materi
pelajaran.
(f). Menampilkan perilaku
dan belajar yang lebih
bersifat Self-Regulated.
(g). Menggunakan strategi
belajar yang mengarah
pada pemahaman materi
yang sesungguhnya
(misalnya belajar yang
bermakna, dan monitoring
pemahaman.
(h). Mengevaluasi kinerja
sendiri dalam kerangka
kemajuan yang sudah
dibuat.
(i). Memandang kesalahan
sebagai sesuatu yang
normal dan bagian yang
bermanfaat dalam proses
belajar, memanfaatkan
kesalahan untuk
membantu perbaikan
kinerja.
(j). Merasa puas terhadap
kinerja jika sudah
berusaha keras, meskipun
usaha tersebut mengalami
kegagalan.
(k). Menginterpretasikan
kegagalan sebagai tanda
bahwa diperlukan usaha
yang lebih keras.
(l). Memandang guru sebagai
sumber daya dan
penuntun untuk
membantu individu
belajar.
2). Orientasi tujuan performa
(Performance Goal)
Dari berbagai literatur dan
penelitian mengenai orientasi belajar,
tampak bahwa orientasi ini akan
mempengaruhi kognisi dan perilaku
individu dalam konteks belajar
(akademik). Karakter individu dengan
orientasi performance digambarkan
Ormrod, 2000 (dalam Desyanti, 2002)
sebagai berikut :
( a ) . P e r c a y a bahwa
kompetensi merupakan
karakteristik yang bersifat
stabil. Ada orang yang
memilikinya dan ada yang
tidak.
( b ) . Memilih tugas yang
memaksimalkan
kesempatan untuk
mendemonstrasikan
kompetensi, menghindari
tugas dan
tindakan
(misalnya bertanya) yang
membuat mereka
kelihatan tidak kompeten.
( c ) . Bereaksi terhadap tugas
yang mudah dengan
perasaan bangga.
( d ) . M e m a n d a n g usaha
sebagai tanda kompetensi
yang rendah, beranggapan
bahwa orang yang
berkompeten seharusnya
t idak perlu berusaha
keras.
( e ) . Lebih termotivasi
secara ekstrinsik, seperti
penguat dan hukuman
eksternal, cenderung
menyontek
untuk mendapatkan nilai
yang tinggi.
( f ) . Kurang
menampilkan
belajar dan perilaku yang
self-regulated.
( g ) . Menggunakan strategi
b e l a j a r y a n g h a n y a
bersifat rote learning
(misalnya pengulangan,
mencontoh, mengingat
kata per kata).
( h ) . Mengevaluasi kinerjanya
dalam kerangka
perbandingan dengan
orang lain.
( i ) . Memandang
kesalahan
sebagai tanda kegagalan dan
tidak kompeten.
(j). Merasa puas dengan
kinerja hanya jika
berhasil.
(k). Menginterpretasikan
kegagalan sebagai tanda
rendahnya kemampuan
dan karena itu
meramalkan kegagalan
berulang di waktu yang
akan datang.
(l). Memandang guru
(pengajar) sebagai penilai,
pemberi hadiah atau
hukuman.
Motivasi Berprestasi
Gage dan Berliner (1992),
mengatakan bahwa motivasi berprestasi
adalah usaha untuk meraih sukses dan
menjadi yang terbaik dalam melakukan
sesuatu. Lebih lanjut dikatakan bahwa
motivasi ini dipengaruhi oleh budaya
dan pekerjaan seseorang. Motivasi ini
juga dapat muncul pada semua orang
yang berasal dari lingkungan budaya
atau jenis pekerjaan apapun.
Ciri-ciri Orang yang Memiliki
Motivasi Berprestasi
Menurut Edwards (dalam
Azwar, 2006) ciri-ciri orang yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi,
yaitu:
a. Melakukan sesuatu dengan
sebaik-baiknya.
b. Melakukan sesuatu dengan
sukses.
c. Mengerjakan sesuatu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang
memerlukan usaha dan
keterampilan.
d. Ingin menjadi penguasa yang
terkenal atau terpandang dalam
suatu bidang tertentu.
e. Mengerjakan sesuatu yang
sangat penting.
f. Melakukan suatu pekerjaan
yang sukar dengan baik.
g. Menyelesaikan teka-teki dan
sesuatu yang sukar dengan baik.
h. Melakukan sesuatu yang lebih
baik dari orang lain.
i. Menulis novel atau cerita yang
hebat dan bermutu.
METODOLOGI PENELITIAN
Identifikasi Variabel-Variabel
Peneitian
Dalam penelitian ini terdapat
beberapa variabel yang akan dianalisis,
yaitu:
1. Variabel Bebas (Independent):
Orientasi Belajar
2. Variabel Terikat (Dependent):
Motivasi Berprestasi
Partisipan
Partisipan penelitian adalah
seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma, peneliti
melakukan kontrol terhadap subjek yang
akan menjadi sampel penelitian ini.
Pengontrolan ini dilakukan dengan
memilih subjek yang sesuai dengan
karakteristik subjeknya telah ditetapkan.
Tujuannya adalah untuk memperoleh
sampel penelitian yang benar-benar
mewakili dan sesuai dengan tujuan.
Karakteristik penelitian ini adalah :
1. Mahasiswa psikologi
Universitas Gunadarma Depok
Sesuai dengan ruang lingkup
penelitian ini, dimana peneliti
melakukan penelitian ini di
Universitas Gunadarma Depok,
maka yang menjadi sampel
penelitian ini adalah mahasiswa
yang berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan Universitas
Gunadarma Depok yang masih
aktif kuliah (tidak cuti kuliah).
2. Usia 20 sampai 23 tahun
Dengan asumsi bahwa usia
tersebut adalah usia aktif
sebagai seorang mahasiswa-
mahasiswi. Dengan perkataan
la in bahwa usia 18 tahun
menurut tugas perkembangan
diharapkan sebagai siswa SMU
(sekolah menengah umum) telah
menyelesaikan sekolahnya dan
melanjutkan keperguruan tinggi.
Masa aktif kuliah sebagai
mahasiswa adalah paling lambat
7 tahun atau 14 semester. Oleh
ka rena i t u maka pe nu l i s
membatasi usia sampel dari 20
sampai 23 tahun.
3. Tahun angkatan
Tahun angkatan dari 2003, 2004
dan 2005 dengan jumlah subjek
penelitian 70 subjek. Hal ini
didasari bahwa mahasiswa
psikologi semakin tinggi tingkat
semesternya semakin banyak
matakuliah yang diambil dan
tugas yang dipelajarinya.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling yaitu teknik
sampling berdasarkan ketersediaan
subjek yang memenuhi karakteristik
yang telah ditentukan sebelumnya yang
dapat mewakili keseluruhan populasi
yang ingin diteliti (Sugiyono, 1999).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
akan digunakan dalam penelitian ini
adalah skala orientasi belajar dan skala
motivasi berprestasi.
Validitas dan Reliabilitas Alat
Pengumpul Data
Agar skala yang digunakan dapat
menjalankan fungsinya dengan baik,
harus mampu memberikan informasi
yang dapat dipercaya dan memenuhi
kriteria tertentu.
1. Validitas (Kesahihan)
Validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauhmana
ketepatan dan kecermatan suatu
instrumen pengukuran (tes) dalam
melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes
dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila tes tersebut menjalankan
fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur yang tepat dan akurat sesuai
dengan maksud yang dikenakannya tes
tersebut. Konsep validitas adalah
kecermatan pengukuran kriteria
koefisien validitas yang dianggap
memuaskan yaitu 0,3 telah memberikan
kotribusi yang baik (Azwar, 2005). Uji
validitas dalam penelitian ini adalah
v a l i d i t a s i s i (c o n te n t ) d e n g a n
menggunakan teknik analisis Product
Moment Pearson (Azwar, 2005). Uji
validitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan bantuan program
komputer SPSS for Windows versi 12.0.
2. Reliabilitas (Keandalan)
Reliabilitas adalah sejauh mana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya
(Anastasia & Urbina, 2003). Reliabilitas
alat ukur menunjukkan sifat suatu alat
ukur dalam pengertian apakah suatu alat
ukur cukup akurat, stabil atau konsisten
dalam mengukur apa yang ingin diukur
(Nazir, 2003). Reliabilitas yang
digunakan untuk menguji kedua alat
ukur dalam penelitian ini menggunakan
metode konsistensi internal, yaitu
reliabilitas yang didapatkan dengan cara
satu kali pengujian dan hasil pengujian
tersebut akan diolah dengan formula
tertentu (Azwar, 2005). Mengukur
reliabilitas, digunakan formula Alpha
Cronbach yang memiliki kriteria
reliabilitasnya lebih dari 0,7 (Azwar,
2005). Uji reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan
bantuan program komputer SPSS for
Windows versi 12.0.
HASIL PENELITIAN
UJI ASUMSI
Uji Normalitas
Untuk uji normalitas sebaran
skor digunakan uji Kolmogrof Smirnov
dan Shapiro Wilk . Dari hasil uji
normalitas menggunakan Kolmogrof
Smirnov pada skala orientasi belajar
diketahui nilai statistik sebesar 0,064
dengan nilai signifikansi sebesar 0,200
(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa
distribusi skor orientasi belajar pada
subjek penelitian adalah normal.
Sedangkan hasil uji normalitas
pada skala motivasi berprestasi
diketahui nilai statistik sebesar 0,110
dengan nilai signifikansi sebesar 0,037
(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa
distribusi skor motivasi berprestasi pada
subjek penelitian adalah normal.
Sedangkan dar i has i l u j i
normalitas menggunakan Shapiro-Wilk
pada skala orientasi belajar diketahui
nilai statistik sebesar 0,9 89 dengan nilai
signifikansi 0,784 (p<0,001). Hal ini
menunjukkan bahwa distribusi skor
orientasi belajar pada subjek penelitian
adalah normal.
Sedangkan hasil uji normalitas
pada skala motivasi berprestasi
diketahui nilai statistik sebesar 0,966
dengan nilai signifikansi sebesar 0,05 5
(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa
distribusi skor motivasi berprestasi pada
subjek penelitian adalah normal.
UJI HIPOTESIS
Dari hasil analisis data yang
dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi Pearson (1-tailed) diketahui
nilai koefisien korelasi sebesar r = +,557
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000
(p < 0,0 1). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa hipotesis penelitian ini diterima,
artinya ada hubungan yang positif (+)
dan signifikan orientasi belajar dengan
motivasi berprestasi pada mahasiswa
psikologi dimana orientasi belajar
mahasiswa tinggi maka motivasi
berprestasinya juga tinggi, sebaliknya
jika orientasi belajar rendah maka
motivasi berprestasinya juga rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Ames&Archer. (1998). Achievement goals in the classroom: Students Lea rn ing S t r a t eg i es and Motivation Processes. Journal Of Educational Psychology, 23, 64-66.
Anastasi, A., & Urbina. S. (2003). Tes psikologi. Alih bahasa: Robertus H. Imam. Jakarta: PT Indeks Gramedia Grup.
Atkinson, J. W. (1964). An introduction Gage, N.L., Berliner, D.C. (1992). to motivation. Canada: P. Van Educational psychologi (5th ed). Norstrand. Co. Inc.Boston: Houghton Mifflin
Company.
_____ . (1978). Introduction to motivation (2nd ed). New York: Litton Educational Publishing, Inc.
Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian. Jakarta: UMM Press.
Azwar, S. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka Pelajar.
_ . (2005). Sikap manusia: Teori dan pengukuranya. Edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin. J. P. (2005). Kamus lengkap psikologi. Edisi Revisi. Alih Bahasa : Kartono, K. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.
Desyanti. (2002). Hubungan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi tujuan belajar siswa. Tesis. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Elfizar. (2002). Saya dosenmu (!) [ O n l i n e ] . A v a i l a b l e :Http//:www.geocities.com/Bah ana_tetap/kolom 1001 .htm.
Eggen, P . Kauchak, D. (1997) . Educational psychologi : Window on Classrooms (3 rd ed). Prentice Hall, Inc.
Fransisca. (2000). Hubungan antara persepsi yang mengancam d e n g a n k e c e m a s a n p a d a masyarakat jakarta. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hadi, S. (2004). Statistik. Edisi ke-2. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hamidah. (2001). Hubungan antara persepsi mengenai harapan orang tua terhadap orientasi belajar dengan goal orientation pada siswa SD. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hollander. (1981). Principle and menthod of social psychology (4th ed). New York: Oxford University Press.
Leavitt , H. J. (2006). Psikologi manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
McClelland. (1987). The achievement motive. New York: Appleton- Century Crofts, Inc.
Midgley, dkk. (2001). Performance- approach goals: Good for what, F o r W h o m , U n d e r W h a t Circumstances, and At What Cost?. Journal Of Educational Psychology, 37, 63-65.
Morgan. (1998). An introduction to psychology, 7 ed. Singapore, Mc Grow Hill Book, Co.
Nazir, M. (2003). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Oktarina, A. (2002). Hubungan persepsi siswa terhadap dukungan social ortu, guru dan teman dengan motivasi berprestasi pada siswa SLTP peringkat atas dan bawah. Skripsi . Depok: Fakul tas Psikologi Universitas Indonesia.
Ormrod, J, E. (2003). Educational psycho logy : Deve lop ing learners (4th ed). New Jersey: Merril Prentice Hall, Inc.
Parson, R, D. (2001). Educational psychology: A practicioner – researcher model of teaching. Canada: Woodsworth.
Pintrich&Schunk. (2002). Motivation in educational: Theory, research, and applications. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Prabowo, H. (1998). Pengantar psikologi lingkungan. Depok: Universitas Gunadarma.
Rahmat, J. (2000). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Robbins, S. P. (2001). Organizational behavior (9th ed): San Deago State University: Prentice-Hall.
Santrock. J. W. (2001). Psychology, the science of mind and behavior. Io wa : W. C. Brom Publisher.
Sarwono, S. W. (1999). Psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Slavin, R.E. (1994). Educational
p s ycho log y : T he or y d an practice. (4th ed). Boston: Allyn dan Bacon.
Setawati, T, N. (1997). Hubungan antara intelegensi, kreativitas dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar pada mahasiswa S M U 8 . Skr ips i . D e po k : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Solmon. (1996). Impact of motivational climate on students’ behaviors
and perceptions in a physical education setting. Journal Of Educational Psychology.
Suardhika, G. D. (2004). Karakteristik orientasi belajar mahasiswa fakultas psikologi universitas indonesia dalam kaitannya dengan prestasi akademis dan persepsi terhadap aspek-aspek perguruan tinggi. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sugiyono. (1999). Metode penelitian administrasi. Bandung: CV Alfabeta.
Suryabrata, S. (2000). Pengembangan a l a t u k u r p s i k o l o g i s . Yogyakarta: ANDI.
Widyasari, P. (2005). Hubungan antara interaksi kelas dengan motivasi berprestasi pada murid SMA negeri peringkat atas. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Winkel, W. S. (1991). Psikologi pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.
Woolfolk, A. (2004). Educational psychology (9th ed). Boston: Allyn&Bacon.
Wulan, R. (1998). Tes frostig untuk mengukur kemampuan visual anak berumur 4-8 tahun. Jurnal Psikologi. No. 1,35-43. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
http://202. 159.1 8.43/Ip/12 Srihardjo. htm
www.gunadarma.co.id