Upload
qonnita
View
267
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat singkat tentang suatu kelainan genetik akibat defisiensi zinc dalam tubuh
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akrodermatitis enteropatika merupakan suatu kelainan langka yang
diturunkan secara autosomal resesif yang biasanya timbul pada bayi pada
masa penyapihan, pertama kali dikenali pada tahun 1936 oleh seorang
dermatologis dari Swedia bernama Thore Brandt dan mulai dikenalkan secara
luas pada tahun 1942 oleh Danbolt dan Closs, sampai pada tahun 1973 dua
orang ilmuwan bernama Moynahan dan Barnes mengidentifikasi kaitan
kelainan ini dengan kadar zinc plasma yang rendah1,2,3. Akrodermatitis
enteropatika biasanya muncul beberepa hari atau minggu setelah kelahiran
pada bayi yang diberi susu sapi, atau segera setelah penyapihan (peralihan dari
ASI eksklusif ke susu sapi). Insidensinya diperkirakan sebesar 1 per 500.000
anak3.
Sindrom klinisnya ditandai dengan trias fenotipe yang meliputi
dermatitis akral, alopesia, dan diare, walaupun trias ini hanya ditemui pada
20% kasus1,2,3. Distribusi lesi vesikobulosa dan bersisik pada wajah, tangan,
kaki dan area anogenital merupakan tanda patognomonik kelainan ini1,2.
Absorpsi zinc pada pasien muda penderita dermatitis enteropatika
sangat rendah, yaitu sebesar 2-3% jika dibandingkan dengan absorpsi pada
orang dewasa sebesar 27-65%. Sebelum diketahui bahwa penyebabnya
disebabkan oleh defisiensi zinc (Zn), penyakit ini bersifat fatal pada bayi dan
anak. Saat ini, pengobatan dilakukan dengan suplementasi melalui diet dan
pemberian garam Zn1,2.
Kasus akrodermatitis enteropatika membutuhkan diagnosis dini
dan terapi segera untuk mengembalikan penderitanya ke kondisi awal,
mengurangi mortalitas, dan mencegah konsekuensi jangka panjang akibat
defisiensi zinc.
1
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan tentang etiologi akrodermatitis enteropatika
2. Untuk menjelaskan tentang patogenesis akrodermatitis enteropatika
3. Untuk menjelaskan tentang manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika
4. Untuk memberi pemahaman tentang pengelolaan pasien dengan
akrodermatitis enteropatika
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
,
A. Definisi
Akrodermatitis enteropatika adalah suatu penyakit langka yang
diturunkan secara autosomal resesif yang disebabkan oleh terhambatnya
absorpsi zinc dalam traktus digestivus1,3.
B. Etiologi
Akrodermatitis enteropatika disebabkan oleh mutasi gen SLC39A4
pada kromosom 8. SLC39A4 merupakan protein spesifik yang berperan dalam
transportasi Zn dan Fe. Defisiensi Zn didapat terutama disebabkan oleh nutrisi
parenteral jangka panjang, eksisi traktus digestivus, diare kronis atau muntah
yang terus-menerus, dan dapat disebabkan oleh obat-obatan anti rheumatoid
dan penicillamin oral 1,3.
C. Peran Zinc dalam Tubuh
Zinc merupakan salah satu elemen mikro terpenting yang
terkandung dalam kacang-kacangan, padi-padian, keju, sayuran hijau dan
protein hewani terutama daging merah. Zinc yang diperoleh dari diet sehari-
hari sebesar 10-15 µg/hari. Kebutuhan zinc untuk anak, laki-laki dewasa dan
wanita dewasa berturut-turut sebesar 10 mg, 15 mg, dan 12 mg hari1,4.
Zinc terkandung dalam seluruh organ, jaringan, dan cairan dalm
tubuh manusia. Kulit dan jaringan sekitarnya kaya akan zinc, yang
mengandung sekitar 20% dari total zinc tubuh. Zinc berikatan dengan
sejumlah molekul biologic dan mempengaruhi stabilitas dan aktivitas molekul
tersebut. Zinc berfungsi sebagai katalisator bagi ensim yang bertanggung
jawab terhadap replikasi DNA, transkripsi gen, serta sintesis RNA dan
protein. Pada tingkat seluler, zinc sangat penting untuk ketahanan hidup sel
dan mempengaruhi transduksi sinyal, transkripsi, dan replikasi. Zinc berperan
dalam banyak fungsi tubuh manusia, yaitu dalam pertumbuhan dan
3
perkembangan, metabolism tulang, fungsi imunitas dan neuropsikiatri, serta
dalam proses penyembuhan luka5.
Dalam tubuh, zinc diserap di jejunum dan ileum. Untu
memaksimalkan absorpsi, suplemen oral harus mengandung methionin,
sedangkan vitamin B6 membantu memudahkan asimilasi zinc. Kalsium dapat
menghambat absorpsi zinc, sehingga kalsium dan suplemen zinc sebaiknya
tidak dikonsumsi pada saat yang bersamaan5.
D. Patogenesis
Penyebab defisiensi zinc dapat digolongkan dalam 2 kategori
utama, yaitu akibat konsumsi makanan dengan kadar zinc yang rendah atau
sama sekali tidak mengandung zinc, serta defisiensi sekunder yang
berhubungan dengan suatu penyakit dan malfungsi genetik yang mengganggu
absorpsi zinc intestinal dan/atau meningkatkan kehilangan zinc intestinal6.
Defisiensi zinc terjadi secara genetik dan didapat. Bentuk genetik
dikenal sebagai dermatitis enteropatika yang merupakan kondisi autosomal
resesif yang langka. Bentuk defisiensi zinc didapat dikenal sebagai ‘dermatitis
yang berhubungan dengan defisiensi zinc’ dan terjadi pada pasien yang
mendapat nutrisi parenteral total secara berkepanjangan pada pasien dengan
diare kronis atau pasien inflammatory bowel syndrome 1,4.
Kondisi ini biasanya muncul beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah kelahiran pada bayi yang hanya diberi susu sapi atau segera
muncul pada bayi yang lebih besar saat peralihan dari ASI ke susu sapi.
Walaupun ASI dan susu sapi mengandung zinc kadar dalam kadar yang sama,
zinc pada ASI memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dalam tubuh bayi.
Zinc dalam ASI berikatan dengan ligan berberat molekul rendah yang
diproduksi oleh pancreas, sedangkan susu sapi berikatan dengan ligan yang
berat molekulnya tinggi. Ikatan zinc-ligan ini terbentuk di lumen intestinal dan
berfungsi membantu transportasi zinc di mukosa. Malfungsi pada produksi,
strktur, atau fungsi ligan berberat molekul rendah ini dapat menjadi defek
dasar pada akrodermatitis enteropatika4.
4
Gen yang dianggap terlibat pada akrodermatitis enteropatika adalah
gen SLC39A4 yang berlokasi di kromosom 8q24.3 yang berfungsi mengkode
Zip4, suatu protein yang berfungsi dalam transportasi zinc. Mekanisme pasti
gen ini dan signifikansinya dalam proses terjadinya akrodermatitis
enteropatika belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Gen ini berhasil
diidentifikasi pada delapan keluarga yang mengalami akrodermatitis
enteropatika3,4.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika ditandai dengan trias
yang meliputi tiga hal berikut 1,2,6,7:
1. Dermatitis akral
Perubahan kulit awal berupa eritema dan skuama pada lipatan nasolabial
dan retroaurikula, yang berkembang ke leher, inguinal, axilla, dan
perineum. Secara bersamaan, cheilitis angular, stomatitis, dan glossitis
dapat terjadi. Lesi juga sering melibatkan area yang rentan terhadap
gesekan dan trauma seperti lutut, siku, tumit, dan kulit kepala belakang.
Lesi bersifat simetris, berupa plak eritematosa kecoklatan annular yang
berskuama dan berkrusta dengan batas tegas. Seiring waktu. plak ini dapat
menjadi hiperkeratotik dan menyerupai psoriasis. Seiring perkembangan
penyakit, plak ini menjadi plak vesikobulosa, pustule, dan erosif. Vesikel
atau bula dapat timbul pada ujung jari dan telapak tangan. Perubahan pada
kuku dapat terlihat sebagai perubahan warna menjadi kecoklatan, dan
paronikia sering ditemukan1,5,6. Distribusi ruam pada wajah, tangan,
tungkai dan area anogenital merupakan tanda patognomonik kelainan ini2.
Gambar 1. Erosi dan krusta pada wajah1
5
Gambar 2. Lesi berkrusta di sekitar daerah anogenital dan tungkai1
Gambar 3. Lesi simetris8
2. Alopesia
Hilangnya rambut terjadi secara difus pada kulit kepala, alis, dan bulu
mata9.
Gambar 3. Lesi simetris
Gambar 4. Alopesia pada kepala dan bulu mata10
6
3. Diare
Diare dengan defisiensi zinc berat pada anak telah dilaporkan di berbagai
negara berkembang. Terdapat data dari banyak penelitian klinis bahwa
suplementasi zinc, baik digunakan terpisah maupun bersamaan dengan
cairan rehidrasi oral dapat menurunkan durasi dan tingkat keparahan diare
akut dan diare persisten serta disentri pada anak secara signifikan. Efek
menguntungkan suplementasi zinc dalam penyembuhan diare dilaporkan
lebih banyak pada anak dengan gangguan pertumbuhan, suatu kondisi
yang berhubungan dengan defisiensi zinc6.
Selain tiga hal tersebut, manifestasi klinis yang lain meliputi
adanya konjunctivitis, sensitivitas terhadap cahaya, stomatitis, gangguan nafsu
makan, apatis, mood yang irritabel (bayi menangis dan merengek terus-
menerus), gangguan pertumbuhan, kegagalan berkembang, dan kelambatan
penyembuhan luka. Pubertas yang terlambat dan hipogonadisme pada remaja
laki-laki merupakan efek jangka panjang yang dapat terjadi1,9.
F. Kriteria Diagnosis
Diagnosis definitif ditentukan oleh kadar zinc yang rendah. Pada
orang normal, kadar Zn serum sebesar 60-130 µg/dl, dan kadarnya dalam urin
sebesar 300-600 µg/hari. Keadaan ini juga disertai kadar ekskresi zinc dalam
urin dan kadar alkali fosfatase serum yang rendah akibat kadar Zn yang
rendah. Biopsi pada lesi bermanfaat untuk menunjang diagnosis lebih jauh dan
menyingkirkan diagnosis banding4,9.
G. Diagnosis Diferensial
1. Impetigo1
2. Dermatitis seboroik1,10
3. Kandidiasis kutan1,10
4. Dermatitis akibat defisiensi asam lemak atau isoleusin1,10
5. Dermatitis akibat defisiensi riboflavin
7
Ujud kelainan kulit yang ada menyerupai dermatitis enteropatika, namun
ditambah dengan gambaran yang menyerupai dermatitis seboroik,
vaskularisasi kornea dan keratitis interstitial1.
H. Penatalaksanaan
Sebelum pengobatan dengan zinc sulfat pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1973, akrodermatitis enteropatika biasanya berakibat fatal.
Penatalaksanaan meliputi asupan Zn yang adekuat dengan suplementasi zinc
oral. Zinc glukonat dapat ditoleransi tubuh dengan lebih baik daripasa zinc
sulfat. Respon terapi biasanya tampak pada hari ke-2 sampai ke-7. Lesi
biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu4,9. Zinc oral yang diberikan dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari terbukti menyembuhkan seluruh manifestasi klinis
dalam 1-2 minggu. Kadar zinc serum meningkat dari sebesar 6 µg/dl menjadi
sebesar 75 µg/dl setelah 3 hari terapi zinc. Dalam laporan kasus yang lain,
zinc sulfat yang diberikan dalam dosis 5 mg/kgBB/hari mengakibatkan
penyembuhan cepat diare dalam 24 jam dan penyembuhan lesi dalam 1-2
minggu1.
Walaupun zinc tidak bersifat toksik dan aman diberikan bagi ibu
hamil, dosis tinggi jangka panjang dapat menyebabkan efek samping berupa
nyeri kepala dan defisiensi tembaga yang dapat mengarah pada anemia.
Infeksi sekunder pada lesi akibat bakteri ditangani dengan terapi antibiotik
yang sesuai9.
8
BAB III
KESIMPULAN
1. Akrodermatitis enteropatika adalah penyakit langka yang diturunkan secara
autosomal resesif dan disebabkan oleh terganggunya absorpsi zinc dalam
traktus digestivus
2. Akrodermatitis enteropatika disebabkan karena defek pada gen SLC39A4
yang berfungsi mengkode Zip4, protein yang berfungsi dalam transportasi
zinc
3. Manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika meliputi dermatitis, diare, dan
alopesia
4. Penatalaksanaan akrodermatitis enteropatika meliputi pemberian suplemen
zinc secara oral
5. Zinc bersifat esensial bagi perkembangan dan fungsi tubuh manusia.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S.
Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of
Medicine. 2007; 1: 57-9.
2. Mashhod, AA. Role of correct dose of zinc sulphate in the treatment of
acrodermatitis enteropathica in two siblings. Journal of Pakistan Association
of Dermatologist. 2007; 17: 116-21.
3. Gonzales G. Acrodermatitis enteropathica in a breast-fed infant. Actas Dermo-
Sifiliograficas. 2012; 103: 170-2.
4. Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in
acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of
two cases and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008;
35: 1-13.
5. Rostan EF, DeBuys HV, Madey DL, Pinnel SR. Evidence supporting zinc as
an important antioxidant for skin. International Journal of Dermatology. 2002;
41: 606-11.
6. Nriagu, Jerome. Zinc Deficiency in Human Health. University of Michigan.
2007.
7. Ackland ML, Michalczyk A. Zinc deficiency and its inherited disorders-a
review. Genes and Nutrition. 2006; 1: 41-50.
8. Hoffnung LA, Bilavsky E, Amir J. Acrodermatitis enteropathica in a 9 month
old infant. IMA Journal. 2011; 13: 258.
9. Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological
Society. 2008.
10. Roman MAT, Arroyo AEH. Acrodermatitis enteropathica. Bol Med Hosp
Infant Mex. 2012; 89 (6); 584-9.
10