14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akrodermatitis enteropatika merupakan suatu kelainan langka yang diturunkan secara autosomal resesif yang biasanya timbul pada bayi pada masa penyapihan, pertama kali dikenali pada tahun 1936 oleh seorang dermatologis dari Swedia bernama Thore Brandt dan mulai dikenalkan secara luas pada tahun 1942 oleh Danbolt dan Closs, sampai pada tahun 1973 dua orang ilmuwan bernama Moynahan dan Barnes mengidentifikasi kaitan kelainan ini dengan kadar zinc plasma yang rendah 1,2,3 . Akrodermatitis enteropatika biasanya muncul beberepa hari atau minggu setelah kelahiran pada bayi yang diberi susu sapi, atau segera setelah penyapihan (peralihan dari ASI eksklusif ke susu sapi). Insidensinya diperkirakan sebesar 1 per 500.000 anak 3 . Sindrom klinisnya ditandai dengan trias fenotipe yang meliputi dermatitis akral, alopesia, dan diare, walaupun trias ini hanya ditemui pada 20% kasus 1,2,3 . Distribusi lesi vesikobulosa dan bersisik pada wajah, tangan, kaki dan area anogenital merupakan tanda patognomonik kelainan ini 1,2 . Absorpsi zinc pada pasien muda penderita dermatitis enteropatika sangat rendah, yaitu sebesar 1

Acrodermatitis Enteropathica

  • Upload
    qonnita

  • View
    267

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat singkat tentang suatu kelainan genetik akibat defisiensi zinc dalam tubuh

Citation preview

Page 1: Acrodermatitis Enteropathica

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akrodermatitis enteropatika merupakan suatu kelainan langka yang

diturunkan secara autosomal resesif yang biasanya timbul pada bayi pada

masa penyapihan, pertama kali dikenali pada tahun 1936 oleh seorang

dermatologis dari Swedia bernama Thore Brandt dan mulai dikenalkan secara

luas pada tahun 1942 oleh Danbolt dan Closs, sampai pada tahun 1973 dua

orang ilmuwan bernama Moynahan dan Barnes mengidentifikasi kaitan

kelainan ini dengan kadar zinc plasma yang rendah1,2,3. Akrodermatitis

enteropatika biasanya muncul beberepa hari atau minggu setelah kelahiran

pada bayi yang diberi susu sapi, atau segera setelah penyapihan (peralihan dari

ASI eksklusif ke susu sapi). Insidensinya diperkirakan sebesar 1 per 500.000

anak3.

Sindrom klinisnya ditandai dengan trias fenotipe yang meliputi

dermatitis akral, alopesia, dan diare, walaupun trias ini hanya ditemui pada

20% kasus1,2,3. Distribusi lesi vesikobulosa dan bersisik pada wajah, tangan,

kaki dan area anogenital merupakan tanda patognomonik kelainan ini1,2.

Absorpsi zinc pada pasien muda penderita dermatitis enteropatika

sangat rendah, yaitu sebesar 2-3% jika dibandingkan dengan absorpsi pada

orang dewasa sebesar 27-65%. Sebelum diketahui bahwa penyebabnya

disebabkan oleh defisiensi zinc (Zn), penyakit ini bersifat fatal pada bayi dan

anak. Saat ini, pengobatan dilakukan dengan suplementasi melalui diet dan

pemberian garam Zn1,2.

Kasus akrodermatitis enteropatika membutuhkan diagnosis dini

dan terapi segera untuk mengembalikan penderitanya ke kondisi awal,

mengurangi mortalitas, dan mencegah konsekuensi jangka panjang akibat

defisiensi zinc.

1

Page 2: Acrodermatitis Enteropathica

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan tentang etiologi akrodermatitis enteropatika

2. Untuk menjelaskan tentang patogenesis akrodermatitis enteropatika

3. Untuk menjelaskan tentang manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika

4. Untuk memberi pemahaman tentang pengelolaan pasien dengan

akrodermatitis enteropatika

2

Page 3: Acrodermatitis Enteropathica

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

,

A. Definisi

Akrodermatitis enteropatika adalah suatu penyakit langka yang

diturunkan secara autosomal resesif yang disebabkan oleh terhambatnya

absorpsi zinc dalam traktus digestivus1,3.

B. Etiologi

Akrodermatitis enteropatika disebabkan oleh mutasi gen SLC39A4

pada kromosom 8. SLC39A4 merupakan protein spesifik yang berperan dalam

transportasi Zn dan Fe. Defisiensi Zn didapat terutama disebabkan oleh nutrisi

parenteral jangka panjang, eksisi traktus digestivus, diare kronis atau muntah

yang terus-menerus, dan dapat disebabkan oleh obat-obatan anti rheumatoid

dan penicillamin oral 1,3.

C. Peran Zinc dalam Tubuh

Zinc merupakan salah satu elemen mikro terpenting yang

terkandung dalam kacang-kacangan, padi-padian, keju, sayuran hijau dan

protein hewani terutama daging merah. Zinc yang diperoleh dari diet sehari-

hari sebesar 10-15 µg/hari. Kebutuhan zinc untuk anak, laki-laki dewasa dan

wanita dewasa berturut-turut sebesar 10 mg, 15 mg, dan 12 mg hari1,4.

Zinc terkandung dalam seluruh organ, jaringan, dan cairan dalm

tubuh manusia. Kulit dan jaringan sekitarnya kaya akan zinc, yang

mengandung sekitar 20% dari total zinc tubuh. Zinc berikatan dengan

sejumlah molekul biologic dan mempengaruhi stabilitas dan aktivitas molekul

tersebut. Zinc berfungsi sebagai katalisator bagi ensim yang bertanggung

jawab terhadap replikasi DNA, transkripsi gen, serta sintesis RNA dan

protein. Pada tingkat seluler, zinc sangat penting untuk ketahanan hidup sel

dan mempengaruhi transduksi sinyal, transkripsi, dan replikasi. Zinc berperan

dalam banyak fungsi tubuh manusia, yaitu dalam pertumbuhan dan

3

Page 4: Acrodermatitis Enteropathica

perkembangan, metabolism tulang, fungsi imunitas dan neuropsikiatri, serta

dalam proses penyembuhan luka5.

Dalam tubuh, zinc diserap di jejunum dan ileum. Untu

memaksimalkan absorpsi, suplemen oral harus mengandung methionin,

sedangkan vitamin B6 membantu memudahkan asimilasi zinc. Kalsium dapat

menghambat absorpsi zinc, sehingga kalsium dan suplemen zinc sebaiknya

tidak dikonsumsi pada saat yang bersamaan5.

D. Patogenesis

Penyebab defisiensi zinc dapat digolongkan dalam 2 kategori

utama, yaitu akibat konsumsi makanan dengan kadar zinc yang rendah atau

sama sekali tidak mengandung zinc, serta defisiensi sekunder yang

berhubungan dengan suatu penyakit dan malfungsi genetik yang mengganggu

absorpsi zinc intestinal dan/atau meningkatkan kehilangan zinc intestinal6.

Defisiensi zinc terjadi secara genetik dan didapat. Bentuk genetik

dikenal sebagai dermatitis enteropatika yang merupakan kondisi autosomal

resesif yang langka. Bentuk defisiensi zinc didapat dikenal sebagai ‘dermatitis

yang berhubungan dengan defisiensi zinc’ dan terjadi pada pasien yang

mendapat nutrisi parenteral total secara berkepanjangan pada pasien dengan

diare kronis atau pasien inflammatory bowel syndrome 1,4.

Kondisi ini biasanya muncul beberapa hari sampai beberapa

minggu setelah kelahiran pada bayi yang hanya diberi susu sapi atau segera

muncul pada bayi yang lebih besar saat peralihan dari ASI ke susu sapi.

Walaupun ASI dan susu sapi mengandung zinc kadar dalam kadar yang sama,

zinc pada ASI memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dalam tubuh bayi.

Zinc dalam ASI berikatan dengan ligan berberat molekul rendah yang

diproduksi oleh pancreas, sedangkan susu sapi berikatan dengan ligan yang

berat molekulnya tinggi. Ikatan zinc-ligan ini terbentuk di lumen intestinal dan

berfungsi membantu transportasi zinc di mukosa. Malfungsi pada produksi,

strktur, atau fungsi ligan berberat molekul rendah ini dapat menjadi defek

dasar pada akrodermatitis enteropatika4.

4

Page 5: Acrodermatitis Enteropathica

Gen yang dianggap terlibat pada akrodermatitis enteropatika adalah

gen SLC39A4 yang berlokasi di kromosom 8q24.3 yang berfungsi mengkode

Zip4, suatu protein yang berfungsi dalam transportasi zinc. Mekanisme pasti

gen ini dan signifikansinya dalam proses terjadinya akrodermatitis

enteropatika belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Gen ini berhasil

diidentifikasi pada delapan keluarga yang mengalami akrodermatitis

enteropatika3,4.

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika ditandai dengan trias

yang meliputi tiga hal berikut 1,2,6,7:

1. Dermatitis akral

Perubahan kulit awal berupa eritema dan skuama pada lipatan nasolabial

dan retroaurikula, yang berkembang ke leher, inguinal, axilla, dan

perineum. Secara bersamaan, cheilitis angular, stomatitis, dan glossitis

dapat terjadi. Lesi juga sering melibatkan area yang rentan terhadap

gesekan dan trauma seperti lutut, siku, tumit, dan kulit kepala belakang.

Lesi bersifat simetris, berupa plak eritematosa kecoklatan annular yang

berskuama dan berkrusta dengan batas tegas. Seiring waktu. plak ini dapat

menjadi hiperkeratotik dan menyerupai psoriasis. Seiring perkembangan

penyakit, plak ini menjadi plak vesikobulosa, pustule, dan erosif. Vesikel

atau bula dapat timbul pada ujung jari dan telapak tangan. Perubahan pada

kuku dapat terlihat sebagai perubahan warna menjadi kecoklatan, dan

paronikia sering ditemukan1,5,6. Distribusi ruam pada wajah, tangan,

tungkai dan area anogenital merupakan tanda patognomonik kelainan ini2.

Gambar 1. Erosi dan krusta pada wajah1

5

Page 6: Acrodermatitis Enteropathica

Gambar 2. Lesi berkrusta di sekitar daerah anogenital dan tungkai1

Gambar 3. Lesi simetris8

2. Alopesia

Hilangnya rambut terjadi secara difus pada kulit kepala, alis, dan bulu

mata9.

Gambar 3. Lesi simetris

Gambar 4. Alopesia pada kepala dan bulu mata10

6

Page 7: Acrodermatitis Enteropathica

3. Diare

Diare dengan defisiensi zinc berat pada anak telah dilaporkan di berbagai

negara berkembang. Terdapat data dari banyak penelitian klinis bahwa

suplementasi zinc, baik digunakan terpisah maupun bersamaan dengan

cairan rehidrasi oral dapat menurunkan durasi dan tingkat keparahan diare

akut dan diare persisten serta disentri pada anak secara signifikan. Efek

menguntungkan suplementasi zinc dalam penyembuhan diare dilaporkan

lebih banyak pada anak dengan gangguan pertumbuhan, suatu kondisi

yang berhubungan dengan defisiensi zinc6.

Selain tiga hal tersebut, manifestasi klinis yang lain meliputi

adanya konjunctivitis, sensitivitas terhadap cahaya, stomatitis, gangguan nafsu

makan, apatis, mood yang irritabel (bayi menangis dan merengek terus-

menerus), gangguan pertumbuhan, kegagalan berkembang, dan kelambatan

penyembuhan luka. Pubertas yang terlambat dan hipogonadisme pada remaja

laki-laki merupakan efek jangka panjang yang dapat terjadi1,9.

F. Kriteria Diagnosis

Diagnosis definitif ditentukan oleh kadar zinc yang rendah. Pada

orang normal, kadar Zn serum sebesar 60-130 µg/dl, dan kadarnya dalam urin

sebesar 300-600 µg/hari. Keadaan ini juga disertai kadar ekskresi zinc dalam

urin dan kadar alkali fosfatase serum yang rendah akibat kadar Zn yang

rendah. Biopsi pada lesi bermanfaat untuk menunjang diagnosis lebih jauh dan

menyingkirkan diagnosis banding4,9.

G. Diagnosis Diferensial

1. Impetigo1

2. Dermatitis seboroik1,10

3. Kandidiasis kutan1,10

4. Dermatitis akibat defisiensi asam lemak atau isoleusin1,10

5. Dermatitis akibat defisiensi riboflavin

7

Page 8: Acrodermatitis Enteropathica

Ujud kelainan kulit yang ada menyerupai dermatitis enteropatika, namun

ditambah dengan gambaran yang menyerupai dermatitis seboroik,

vaskularisasi kornea dan keratitis interstitial1.

H. Penatalaksanaan

Sebelum pengobatan dengan zinc sulfat pertama kali diperkenalkan

pada tahun 1973, akrodermatitis enteropatika biasanya berakibat fatal.

Penatalaksanaan meliputi asupan Zn yang adekuat dengan suplementasi zinc

oral. Zinc glukonat dapat ditoleransi tubuh dengan lebih baik daripasa zinc

sulfat. Respon terapi biasanya tampak pada hari ke-2 sampai ke-7. Lesi

biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu4,9. Zinc oral yang diberikan dengan

dosis 2 mg/kgBB/hari terbukti menyembuhkan seluruh manifestasi klinis

dalam 1-2 minggu. Kadar zinc serum meningkat dari sebesar 6 µg/dl menjadi

sebesar 75 µg/dl setelah 3 hari terapi zinc. Dalam laporan kasus yang lain,

zinc sulfat yang diberikan dalam dosis 5 mg/kgBB/hari mengakibatkan

penyembuhan cepat diare dalam 24 jam dan penyembuhan lesi dalam 1-2

minggu1.

Walaupun zinc tidak bersifat toksik dan aman diberikan bagi ibu

hamil, dosis tinggi jangka panjang dapat menyebabkan efek samping berupa

nyeri kepala dan defisiensi tembaga yang dapat mengarah pada anemia.

Infeksi sekunder pada lesi akibat bakteri ditangani dengan terapi antibiotik

yang sesuai9.

8

Page 9: Acrodermatitis Enteropathica

BAB III

KESIMPULAN

1. Akrodermatitis enteropatika adalah penyakit langka yang diturunkan secara

autosomal resesif dan disebabkan oleh terganggunya absorpsi zinc dalam

traktus digestivus

2. Akrodermatitis enteropatika disebabkan karena defek pada gen SLC39A4

yang berfungsi mengkode Zip4, protein yang berfungsi dalam transportasi

zinc

3. Manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika meliputi dermatitis, diare, dan

alopesia

4. Penatalaksanaan akrodermatitis enteropatika meliputi pemberian suplemen

zinc secara oral

5. Zinc bersifat esensial bagi perkembangan dan fungsi tubuh manusia.

9

Page 10: Acrodermatitis Enteropathica

DAFTAR PUSTAKA

1. Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S.

Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of

Medicine. 2007; 1: 57-9.

2. Mashhod, AA. Role of correct dose of zinc sulphate in the treatment of

acrodermatitis enteropathica in two siblings. Journal of Pakistan Association

of Dermatologist. 2007; 17: 116-21.

3. Gonzales G. Acrodermatitis enteropathica in a breast-fed infant. Actas Dermo-

Sifiliograficas. 2012; 103: 170-2.

4. Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in

acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of

two cases and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008;

35: 1-13.

5. Rostan EF, DeBuys HV, Madey DL, Pinnel SR. Evidence supporting zinc as

an important antioxidant for skin. International Journal of Dermatology. 2002;

41: 606-11.

6. Nriagu, Jerome. Zinc Deficiency in Human Health. University of Michigan.

2007.

7. Ackland ML, Michalczyk A. Zinc deficiency and its inherited disorders-a

review. Genes and Nutrition. 2006; 1: 41-50.

8. Hoffnung LA, Bilavsky E, Amir J. Acrodermatitis enteropathica in a 9 month

old infant. IMA Journal. 2011; 13: 258.

9. Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological

Society. 2008.

10. Roman MAT, Arroyo AEH. Acrodermatitis enteropathica. Bol Med Hosp

Infant Mex. 2012; 89 (6); 584-9.

10