Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU
MENURUT K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.)
Disusun oleh
AFRA FADLILAH MEYLIMA
111-14-232
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
i
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan,
arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa :
Nama : Afra Fadlilah Meylima
NIM : 111 14 232
Judul : ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT
ILMU MENURUT K.H AHMAD RIFA’I DALAM
KITAB ATHLAB
Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya
segera dimuqosahkan. Demikian agar menjdi perhatian.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 18 Februari 2018
Pembimbing,
Prof. Dr. H. Mansur ,M.Ag.
NIP. 19680613 199403 1004
ii
SKRIPSI
ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU
MENURUT K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
Oleh
AFRA FADLILAH MEYLIMA
NIM: 111 14 232
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Skripsi Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada
tanggal 26 Maret 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh
gelar sarjana pendidikan
Susunan Panitia Penguji :
Salatiga, 18 Februari 2018
Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan
Suwardi, M.Pd.
NIP. 1967021 199903 1 002
Ketua Penguji : Suwardi, M.Pd.
Sekretaris Penguji : Prof. Dr. Mansur, M.Ag.
Penguji I : Dr. Budiyono Saputro, M.Pd.
Penguji II : Drs. Sumarno Widjadipa, M.Pd.
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Afra Fadlilah Meylima
NIM : 111 14 232
Fakultas : TARBIYAHDAN ILMU KEGURUAN
Jurusan : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Judul Skripsi : ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU
MENURUT K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Salatiga, 18 Februari 2018
Yang menyatakan
AFRA FADLILAH. M
111 14 232
iv
MOTTO
NOTHING IS IMPOSIBLE IF YOU CAN BELIEVE IT
v
PERSEMBAHAN
Karya Ilmiah berupa skripsi ini ku persembahkan kepada :
1. Alm. KH. Zoemri RWS dan Ibi Nyai Hj. Latifah Zoemry beserta keluarga
yang mendidikku di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah, untuk
menjadi orang yang lebih baik.
2. Kedua Orang tuaku Sukiman dan Suprihatin yang telah mendoakan dan
memberi kasih sayang serta semangat kepadaku selama ini.
3. Saudara-saudaraku terutama bulikku mbok Sukas yang saya sayangi.
4. Guru-guruku di Madrasah Islamiyah Matholi’ul Hidayah ( MIMH)
Sapuran Wonosobo, terutama kepada Bp. Kyai. Miftahul Amin dan dewan
asatidz Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Alfalah ( PPTI ) Al-Falah
Salatiga.
5. Semua santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah.
6. Kepada seseorang yang selalu memberi aku semangat dan doa
7. Kepada teman-teman PPTI Al-Falah angkatan 2014 yang senantiasa
memberi dukungan pula.
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis lantunkan dalam lisan dan hati atas segala
ni’mat dzohir dan bathin yang telah Allah berikan. Shalawat serta salam penulis
sanjungkan kepada manusia sempurna dan penyempurna segala kema’rufan Nabi
Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Adab Peserta
Didik dalam Menuntut Ilmu Menurut K.H Ahmad Rifa’i dalam Kitab Athlab”
dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak berbagai pihak
yang turut serta membantu kelancaran proses pembuatan skripsi, baik secara
material, maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr.H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Drs. H. Ahmad Sulthoni, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis dalam menempuh studi di IAIN Salatiga
5. Bapak Prof. Dr.H. Mansur, M.Ag. selalu Dosen Pembimbing Skripsi yang
dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan pada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Alm.KH. Zoemri RWS dan Ibi Nyai Hj. Latifah Zoemry beserta keluarga
yang mendidikku di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah, untuk
menjadi orang yang lebih baik.
7. Kedua Orang tuaku Sukiman dan Suprihatin yang telah mendoakan dan
memberi kasihsayang serta semangat kepadaku selama ini.
8. Saudara-saudaraku di rumah dan terutama kepada bulikku mbok Sukas yang
saya sayangi yang senantiasa memberi doa dan dorongan.
9. Guru-guruku di Madrasah Islamiyah Matholi’ul Hidayah ( MIMH) Sapuran
Wonosobo, terutama kepada Bp. Kyai. Miftahul Amin dan dewan asatidz
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Alfalah ( PPTI ) Al-Falah Salatiga.
vii
10. Semua santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah.
11. Kepada seseorang yang selalu memberi aku semangat dan doa
12. Kepada teman-teman PPTI Al-Falah angkatan 2014 yang senantiasa memberi
dukungan pula dan Miladil yang selalu setia menemaniku dan membantuku
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Salatiga, 18 Februari 2018
Yang menyatakan
AFRA FADLILAH. M
111 14 232
viii
ABSTRAK
Meylima, Afra Fadlilah. 2018. Adab Peserta Didik dalam Menuntut Ilmu Menurut
K.H Ahmad Rifa’i dalam Kitab Athlab. Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing Prof. Dr. Mansyur, M.Ag.
Kata Kunci : athlab, menuntut ilmu, peserta didik.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui Adab peserta didik
dalam menuntut ilmu dalam kitab Athlab karya K.H Ahmad Rifa’i. Pertanyaan
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah biografi K.H Ahmad Rifa’i,
Adab peserta didik dalam menuntut ilmu menurut K.H Ahmad Rifa’i dalam kitab
Athlab, dan relevansi Adab peserta didik dalam menuntut ilmu di era modern.
Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan
cara mengamati pada sumber-sumber tertentu ,mencari, menelaah buku-buku,
artikel atau lainya yang bersangkutan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi
menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Adab peserta didik dalam menuntut
menurut K.H Ahmad Rifa’i dalam kitab Athlab meliputi : kewajiban menuntut
ilmu, dalam menuntut ilmu harus mencari guru yang ‘alim dan adil, tidak boleh
menyakiti perasaan guru, mencari keberkahan guru dengan selalu menaati
perintah dan menjauhi larangan dari guru. Menuntut ilmu harus memiliki etika
terhadap guru, tidak pernah melawan guru, tidak menyakiti perasaan guru, karena
keberkahan sebuah ilmu ada pada ridho seorang guru. Relevansi Adab peserta
didik dalam mennutut ilmu menurut K.H Ahmad Rifa’i dalam menuntut ilmu
dalam kitab Athlab di era modern dapat menjadi solusi dalam memperbaiki
akhlak anak di era modern.
ix
DAFTAR ISI
NOTA PEMBIMBING .......................................................................................... i
PENGESAHAN .................................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIN ............................................................................... iii
MOTTO ............................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
D. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................. 7
E. Definisi Operasional ................................................................................... 8
F. Metode Penelitian ..................................................................................... 10
G. Sistematika Penelitian ............................................................................... 13
BAB II : BIOGRAFI K.H AHMAD RIFA’I IBN MUHAMMAD
A. Latar Belakang Historis ............................................................................ 14
B. Waktu dan Tempat Kelahiran K.H Ahmad Rifa’i ................................... 16
x
C. Riwayat Pendidikan dan Karir K.H Ahmad Rifa’i .................................. 22
D. Guru-Guru K.H Ahmad Rifa’i .................................................................. 26
E. Murid-Murid K.H Ahmad Rifa’i .............................................................. 28
F. Hasil Karya K.H Ahmad Rifa’i ............................................................... 31
G. Gambaran Kitab Athlab ............................................................................ 44
BAB III : PEMIKIRAN K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
MENGENAI ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU
A. Pengertian Peserta Didik .......................................................................... 49
B. Menuntut Ilmu ......................................................................................... 52
C. Adab Peserta Didik dalam Menuntut Ilmu dalam Kitab Athlab............... 55
BAB IV : ANALISIS ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT
ILMU MENURUT K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
Analisis adap Peserta Didik dalam Menuntut Ilmu Menurut K.H Ahmad
Rifa’i dalam Kitab Athlab .............................................................................. 66
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 87
B. Saran ......................................................................................................... 89
C. Penutup ..................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................91
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan di Indonesia saat memang menghadapi problematika
yang sangat kompleks dan menuntut pembenahan secara seksama. Suatu sistem
pendidikan dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar mengajar berlangsung
secara menari dan menantang, sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak
mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, telah menyebabkan
berkembangnya gaya hidup meterialistik dan hedonistik dikalangan warga
masyarakat. dampak yang lebih jauh dari gaya hidup tersebut merebaknya
dekadensi moral ataupelecehan nilai-nilai agama, baik dikalangan orang dewasa,
remaja, maupun anak-anak. Akan tetapi, banyak dikalangan remaja, karena secara
psikologis masa remaja merupakan masa yang penuh teka-teki (pertumbuhanya
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sehingga perkembangan jiwa mereka ataupun
karakter mereka berbeda-beda, kepribadian mereka susah ditebak), dilematis
(merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa sehingga
cenderung coba-coba) dan sangat rentan.
Perilaku-perilaku reaktif, semakin meresahkan jika diakaitkan dengan
masa depan diperkirakan akan segera kompleks dan penuh tantangan. Tantangan
kompleksitas memberikan dua alternatif, yaitu pasrah kepada nasib atau
mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan yang juga berdimensi masa
depan tentu saja menjatuhkan pilihanya pada aternatif kedua, artinya pendidikan
2
mengemban tugas untuk mempersiapkan perananya dimasa yang akan datang agar
kelak menjadi manusia yang berkulaitas ( Ali dan Asrori, 2006:107).
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan
dunia maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib. Mengkaji ilmu itu
merupakan pekerjaan mulia, karena banyak orang yang keluar mencari ilmu
dengan didasari iman kepada Allah SWT. Maka semua dibumi mendoakannya.
Karena mencari ilmu itu memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka Nabi
pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu akan mendapatkan
pertolongan dari Allah SWT, karena Allah suka menolong orang yang mau
bersusah payahdalam menjalankan kewajiban agama ( Juwariyah, 2010: 141).
Rasulullah SAW bersabda :
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
“Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim dan muslimat” (H.R
Ibnu Majah no 223)
Dalam hadis di atas telah dijelaskan bahwa menuntut ilmu hukumnya
wajib bagi semua orang Islam, dalam Islam mewajibkan untuk menuntut ilmu
bukan tanpa alasan akan tetapi Islam memerintahkan hal tersebut karena ada
keutaman yang terkandung bagi seseorang yang memiliki ilmu.
Keutamaan ilmu sudah tidak diragukan lagi bagi siapapun, karena ilmu
merupakan sesuatu yang khusus yang dimiliki manusia. Sebab segala hal di luar
ilmu itu tidak dimiliki oleh manusia dan segala macam binatang, seperti
3
keberanian, ketegasan, kedermawana, dan kasih sayang. Dengan ilmu pula Allah
memberikan keunggulan kepada Nabi Adam As atas para Malaikat. Dan Allah
menyuruh para Malaikat untuk besujud kepada Adam. Keutamaan ilmu hanya
kerena menjadi pengantar menuju ketaqwaan yang menyebabkan orang berhak
mendapat kemulyaan disisi Allah dan kebahagiaan yang abadi, dalam syair
Muhammad bin Hasan bin Abdillah menjelaskan :
تعلم فان العلم زين ألهله # وفضل وعنوان لكل المحا مد
وكن مستفيدا كل يوم زيادة #من العلم واسبح في بخور الفواءد
“ Tuntutlah ilmu karena ilmu merupakan perhiasan bagi pemiliknya, keunggulan
dan pertanda segala pujian , jadikankanlah dirimu sebagai orang yang selalu
menambah ilmu setiap hari, dan berenanglah di lautan makna “(Ma’ruf Asrori,
2012 : 12-15).
Emha Ainun Najdib ( Cak Nun) berkata “ jika ilmu meningkat maka jiwa
akan meluas”, menurutnya orang pintar itu harus menyesuaikan diri dengan orang
bodoh, bukan orang bodoh yang harus menyesuaikan orang pandai. Karena apa
gunanya kepandaian kalau tidak digunakan untuk menampung orang bodoh, apa
gunanya mempunyai ilmu kalau tidak bisa menyesuaikan diri dengan orang bodoh
( Emha Ainun Nadjib, 2015:223).
Dalam hal ini telah dipahami betapa pentingnya menuntut ilmu, dan dapat
ditegaskan pula dengan adanya perkembangan tekhnologi tidak dapat dipungkiri
bahwa menuntut ilmu bagi para pelajar sudah sangat mudah dalam mencari
informasi untuk belajar serta sumber belajar yang di sekolah belum diajarkan
secara totalitas. Dalam hal menuntut ilmu tidak ada dua ikon penting yaitu guru
4
dan peserta didik, dan dua ikon tersebut memiliki kewajiban tersendiri. Terutaman
kaitannya dengan kewajiban ataupun etika peserta didik.
Dalam hal ini telah dipahami bahwa peserta didik memiliki beberapa
kewajiban dalam menuntut ilmu, menurut Imam al-Ghazali (Muhammad Jawwad
Ridla,2002:124-127) kewajiban atau wadlifah anatalain pertama,
memprioritaskan penyucian diri dari akhlak tercela dan sifat buruk, kedua,
menjaga diri dari kesibukan duniawi dan seyogyanya berkelana jauh dari tempat
tinggalnya, dalam kitab alala karangan Al’alamah Syaikh Burhanuddin Az-
zaarnuji :
“Lungoho songko deso perlu ngudi kamulyan
Kerono limang faidah den temu ing pelungan
Siji ilange susah loro rizkine tambah
Kaping telu merkoleh ilmu nyebabake bungah”
Artinya :
“ Pergilah kamu keluar adri desamu
Karena ada lima manfaat yang akan kamu dapat
Satu hilangnya ksesdihan dua tambah rizki
Ketiga mendaptkan ilmu yang membuat bahagia”
ketiga,tidak membusungkan dada terhadap orang alim (guru), melainkan bersedia
patuh dalam segala urusan dan bersedia mendengarkan nasihatnya, keempat,bagi
penuntut ilmu pemula hendanya menghindarkan diri dari mengkaji variasi
pemikiran tokoh, baik menyangkut ilmu ilmu-ilmu duniawi maupun ilmun
ukhrowi. Sebab hal ini dapat mengacaukan pikiran, membuat bingung dan
5
memecah konsentrasi, kelima, penuntut ilmu tidak mengabaikan suatu disiplin
ilmu apapun yang terpuji, melainkan bersedia mempelajarinya hingga tahu akan
orientasi dan disiplin ilmu yang diamaksud, keenam, penuntut ilmu dalam usaha
mendalimi suatu ilmu tidak dilakukan secara sekaligus, akan tetapi perlu bertahap
dan memprioritaskan yang terpenting (Muhammad Jawwad Ridla, 2002: 124-
127).
Berkaitan dengan hal tersebut, kedudukan etika murid atau peserta didik
dalam menuntut ilmu menempati posisi yang sangat penting. Sebab apabila murid
mempunyai etika yang baik maka akan pula lahir dan batinya, akan tetapi apa bila
etika dan akhlaknya buruk, maka rusaklah lahir dan batinya.
Pada masa sekarang ini banyak ditemukan adanya kekeliruan bagaimana
dalam menuntut ilmu yang baik dengan tatakrama yang ada. Pada saat di sekolah
anak sering tidak patuh dengan guru, ketika guru menjelaskan mereka asik
berbicara dengan temanya, sehingga mereka tidak memperhatikan guru ketika
menjelaskan. Padahal guru merupakan spiritual father (bapak ruhani) bagi
muridnya yang senatiasa memberi santapan jiwa dengan ilmunya (Soeharto,
2006:120)
Padahal, etika dalam kegiatan belajar mengajar antara guru dan murid
merupakan suatu hal yang sampai saat ini masih menjadi buah bibir pendidikan di
Indonesia. Sering kita dapati dalam media masa tentang rusaknya etika yang telah
mengikiskan praktisi pendidikan, di Kabupaten Bengkulu Utara. Di SMP Negeri 3
Kerkap di Desa Tanjung Putus Kecamatan Kerkap. Seorang guru harus menderita
6
patah tulang hidung setelah ditinjau oleh muridnya sendiri yang tidak terima
setelah ditegur lantaran berbuat kesalahan di ruang kelas
(http://pojoksatu.id:27/09/2017).
Melihat kasus di atas menunjukkan bahwa kewajiban seorang peserta
didik kurang diterapkan secara baik dan belum dipahami oleh peserta didik
sehingga menjadikan peserta didik berani dengan guru.
Salah satu kitab yang membahas tentang menuntut ilmu yaitu kitab Athlab
karya K.H Ahmad Rifa’i ibn Muhammad yang dikarang pada tahun 1842 )اطلب )
Tentang Kewajiban Menuntut Ilmu yang terdiri dari 1 koras (Ridlo, 2016:88).
Ridlo, Muhammad Amin. 2016. USFITA (Usul, Fiqh, Tasawuf).
Wonosobo:Manba’ul Anwar Press. KH Ahmad Rifa’i bin RKH. Muhammad
Marhum bin RKH. Abisuja’ alias Raden Soetjowidjojo yang brasal dari Kendal,
Semarang, Jawa Tengah adalah seorang pejuang sekaligus ulama besar di
Indonesia pada abad ke XIX dalam menentang pemerintah kolonial Hindia
Belanda(Amin, 1996:9). Beliau merupakan penulis yang sangat produktif, karena
beliau telah menulis berpuluh-puluh kitab semasa hidupnya. Kitab-kitab yang
dikarang memuat hukum-hukum Islam yang sangat penting dan yang unik dari
kitab-kitab beliau adalah berupa nadzom atau syair dari segi bahasa karena
menggunakan bahasa Jawa Pegon atau sering disebut bahasa Tarajumah karena
kitab tersebut merupakan hasil terjemahan dari kitab-kitab berbahasa Arab. Salah
satu kitabnya yaitu Athlab yang membahas tentang kewajiban menuntut ilmu
yang berisi tentang etika menuntut ilmu serta etika para santri atau peserta didik
(Muhammad Amin Ridlo, 2016:88).
7
Beranjak dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas maka
penulis mencoba menulis sebuah skripsi dengan mengangkat judul tentang “
ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU MENURUT K.H
AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi K.H Ahmad Rifa’i ibn Muhammad?
2. Bagaimana adab peserta didik dalam menuntut ilmu menurut K.H
Ahmad Rifa’i dalam kitab Athlab?
3. Bagaimana relevansi adab peserta didik dalam menuntut ilmu di era
modern dalam kitab Athlab
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui bigrafi K.H Ahmd Rifa’i
2. Untuk menjelaskan adab peserta didik dalam menuntut ilmu dalam kitab
Athlab karangan K.H Ahmad Rifa’i
3. Untuk mengetahui relevansi adab peserta didik dalam menuntut ilmu di
era modern dalam kitab Athlab
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penulisan skripsi ini yaitu:
8
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
para akademis khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut
tentang adab peserta didik dalam menuntut ilmu dalam kitab
Athlab. Dengan ini dapat memperluas kepustakaan yang dapat
menjadi referensi penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Untuk memberikan wawasan bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Agar dapat memberikan gambaran pada peserta didik betapa
pentinganya menuntut ilmu.
b. Memberikan pengetahuan tentang adabp peserta didik dalam
menuntut ilmu
c. Bahan acuan bagi para peserta didik agar memiliki semangat dalam
menuntut ilmu.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan pembaca dalam memahami istilah
dalan judul penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan-penjelasan
definisi operasionalnya. Beberapa istilah yang dipandang perlu
untuk dijelaskan adalah sebagai berikut:
1. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok
9
peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang membutuhkan
bantuan oran lain untuk bisa tumbuh dan berkembang menuju
kedewasaan (Siswoyo,2007:87).
Menurut Khoiron Rosyadi (2004) Anak didik sebagai
komponen pendidikan yang tidak bisa terlepas dari sistem
kependidikan, sehingga ada aliran pendidikan yang menempatkan
anak didik sebagi pusat segala usaha pendidikan. Meningat
pendidikan itu merupakn proses pembinaan dan perkembangan
terhdap profesi fitrah yang dimiliki anak didik, maka ada hal-hal
yang penting yang harus dipahami seorang pendidik. Rosyadi,
Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2. Kitab Athlab
Kitab Athlab merupakan salah satu kitab karangan K.H
Ahmad Rifa’i,kitab ini berisi tentang kewajiban menuntut ilmu.
Kitab Athlab menggunakan bahasa terjemah atau biasa disebut
bahas Tarajumah karena kitab tersebut merupakan kitab
terjemahan dari kitab-kitab arab yang berupa syair atau
nadzom. Adapun beberapa pembahasan yang ada dalam kitab
Athlab diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kewajiban mencari ilmu
b. kewajiban saling tolong-menolong dalam mencari ilmu
c. kewajiban orang yang alim untuk berbagi ilmunya
d. orang bodoh taqsir tidak boleh mengajar
10
e. beberapa santri yang dianggap bodoh taqsir ( bodoh tidak
ada usaha untuk belajar)
f. tanda-tanda mukmin yang jujur
g. mengistiqomahkan syukur kepada Allah SWT
h. Hati orang kafir adalah hati yang penuh dengan penyakit
karena tanpa iman
F. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitiaan keputakaan
(Library Research), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur
dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku
tentang K.H Ahmad Rifa’i dan kitab-kitab karangan K.H Ahmad
Rifa’i yang berkaitan dengan pemikiran mengenai peserta didik dalam
menuntut ilmu, yang ada di perpustakaan dan materi pustaka lainya.
Dalam hal ini Arif Furchan,(1982:98), menegaskan bahwa
penelitian kepustakaan yang dimaksud adalah studi yang sebenarnya
digali dari buku-buku, disertai dengan indeks penerbitan berkala
(majalah atau surat kabar), sistem penyimpanan dan pencarian
informasi.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
11
Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan
dikaji dalam permasalahan. Karena sifat dari penelitian literer,
maka datanya besumber dari literatur. Adapun yang menjadi
sumber data primer adalah dari kitab karangan K.H Ahmad
Rifa’i dalam kitab Athlab.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang
berkaitan dengan peserta didik dan menuntut ilmu sebagai
pendukung dalam pembahasan skripsi ini yang ada di dalamnya
di anataranya:
1). Dwi Siswoyo, dkk. Ilmu Pendidikan.
2). Muhammad Jawwad Ridla. Tiga Aliran Utama Teori
Pendidkan Islam
3). Khoiron Rosyadi. Pendidikan Profetik.
4). Buku-buku pendukung lainya
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami isi yang ada dalam
buku sumber
12
c. Menganalisis sekaligus mengidentifikasi serta mengelompokan
sesuai dengan masing-masing bab
4. Metode Analisi Data
Metode anslisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah analisi atau content analysis. Analisis ini adalah metode yang
digunakan untuk menganalisis teks, sifatnya terus terang dan
mengandung makna yang tersurat (Sarosa, 2012:71). Dalam
menganalisis data dari pengumpulan data yang telah dilakukan penulis
menggunakan analisis data sebagai berikut :
a. Deskriptif
Sebagai sebuah karya ilmiah yang bersifat literal, maka
segala sesuatu yang terkait topik pembahasan hasilnya apa
adanya sejauh yang dipahami penulis. Adapun tekhnik
diskriptif yang penulis gunakan adalah analisis kualitatif.
Dengan analisis ini akan diperoleh gambaran mengenai isi
buku yang diteliti.
b. Content Analysis
Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman isi dan
makna dari berbagai data dalam penelitian, analisis objektifitas,
pendekatan sistematis, dan generalisasi, baik yang mengarah
pada makana, terutama dalam penarikan kesimpulan.
13
G. Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah harus bersifat sistematis,di dalam penulisan
skripsi ini pun harus dibangun secara berkesinambungan. Dalam penulisan
skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Biografi tentang K.H Ahmad Rifa’i meliputi nasabnya,
kelahiran K.H Ahmad Rifa’i, masa kanak-kanak , cikal bakal menjadi
ulama, riwayat pendidikan, karya-karya serta ringkasan tentang kitab
Athlab.
Bab III : Pemikiran K.H Ahmad Rifa’i dalam kitab Athlab
mengenai peserta didik dalam menuntut ilmu.
Bab IV : Analisis adab Peserta Didik dalam Menuntutt Ilmu dalam
kitab Athlab karya K.H Ahmad Rifa’i.
Bab V : Penutup, bab ini berisi kesimpulan, saran.
14
BAB II
BIOGRAFI K.H AHMAD RIFA’I IBN MUHAMMAD
A. Latar Belakang Historis
Seorang ulama terkenal di Jawa Tengah bernama KH Ahamad
Rifa’i ibn Muhammad, pada abad 19 M, pasca perang Diponegoro. Beliau
dilahirkan di desa Tempuran Kendal, pada 9 Muharam 1208 H / 1786 M,
dalam buku (Ahmad Syadzirin Amin,1995:40), disebutkan bahwa pada 9
Muharam adalah hari kamis, dan beliau wafat pada usia 84 tahun hari
Ahad 6 Rabiul Akhir 1286 H/ 1870 M (Muhammad Amin
Ridlo,2008:103). Dalam buku Gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i dalam
Menentang Kolonial Belanda (Ahmad Syadzirin Amin,1995:40),
disebutkan bahwa ada tiga macan perbedaan mengenai tanggal dan tahun
wafatnya K.H Ahmad Rifa’i. Pertama,ia meninggal pada hari Ahad manis
tanggal 6 Rabiul Akhir 1286 H, dalam usia 85 tahun dalam hitungan tahun
Hijriyah. Kedua, hari Ahad Rabiul Awwal 1070 M dalam usia 84 tahun
menurut kalender Masehi. ketiga, menurut ulama generasi kedua, setelah
generasi Haji Abdul Qahhar, Syekh Ain Abdul Muthalib Kendal, Ahmad
Bajuri yang berasal dari Batang, mengatakan bahwa Syaikh Ahmad Rifa’i
meninggal pada hari Kamis manis 25 Rabiul Awwal 1286 H, atau tahun
Jim Awwal, dalam usia 84 tahun (Ahmad Syadzirin Amin,1995:99).
Seorang ulama ahli Fikih dan Tasawuf yang terkenal anti
penjajahan Belanda. Sehingga diasingkan sampai ke Ambon, bahkan
sampai wafat di sana. Seorang penulis kitab (mualif), yang sangat
15
produktif baik karya asli maupun terjemahan. Bisa dikatakan beliau
sebagai tokoh ulama yang menulis kitab dengan Jawa Pegon. KH Ahmad
Rifa’i yang terkenal dengan sebutan mbah Ripangi, merupakan ulama
yang mempunyai pengaruh kuat di kalangan santri-santrinya dan
masyarakat luas. Santrinya terkenal dengan santri Tarajumah (Muhammad
Bibit Suprapto, 2003:202).
Syaikh Ahmad Rifa’i seorang ulama intelektual lulusan Makkah
dan Mesir yang mempunyai reputasi tinggi, yang berjiwa patriotik,
seorang ulama ahli fiqh, penyair, pengarang paling produktif, mubaligh
handal, juru dakwah ulung, ahli sufi berorientasi fiqh, dan pendidik yang
banyak muridnya. Ada sekitar 65 kitab yang dikarang beliau (Ahmad
Syadzirin Amin, 1996:25).
Sebagai pembaharu dan pemurni Islam, KH Ahmad Rifa’i merasa
tidak puas dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Ia
menanamkan kesadaran umat bahwa praktek kehidupan agama sudah jauh
menyimpang dari tatanan syariah (Ahmad Syadzirin Amin, 1996:25-26).
Jelaslah bahwa K.H Ahamad Rifa’i atau mbah Ripangi adalah
seorang ulama besar, dan pengarang kitab yang produktif, baik dalam bab
Ushul, Fikih, dan Tasawuf dalam (Muhammad Amin Ridlo,2008:106),
kitabnya adalah Riayatul Himmah, kitab tersebut ada dua jilid yaitu yang
terdiri dari 25 koras, dalam kitab tersebut membahas mengenai Ushul,fiqh
dan Tasawuf (Muhammad Amin Ridlo,2008:106), kitab Abyanal Hawaij
juga berisi juga berisi Ushul, Fikih,dan Tasawuf. Rincinya bab Fikih ada
16
dalam Riayatul Himmah jilid I , Tasawuf ada dalam kitab Riayatul
Himmah jilid II (Muhammad Amin Ridlo,2008:106). Seorang ulama
penantang penjajah Belanda yang radikal dan non cooperative, hingga rela
hidup dalam pembuangan nan jauh dari tanah kelahirannya, tetapi
pengaruhnya tetap hidup dan berkembang sampai sekarang (Muhammad
Bibit Suprapto, 2003:208).
B. Waktu dan Tempat Kelahiran K.H Ahmad Rifa’i
Syekh Haji Ahmad Rifa’i lahir di desa Tempuran yang teletak di
sebelah selatan Masjid Agung Kendal pada hari kamis 9 Muharam 1208
H/1786 M dan meninggal pada usia 84 tahun hari ahad 6 Rabi’ul Akhir
1286 H/ 1870 M. Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak seorang
penghulu landeraad Kendal bernama RKH. Abu Sujak alias Sutowidjojo
(Muhammad Amin Ridlo,2008:103).
Sejak lahir hingga usia enam tahun Ahmad Rifa’i hidup diasuh
langsung oleh kedua orang tuanya. Sesuai dengan tradisi di kalangan
santri, setiap anak dikenalkan huruf-huruf Arab, Alif, Ba’, Ta’, Tsa’, Jim,
Ha’diajarkan tulis menulis dan merangkai huruf menjadi bentuk kalimat
lalu dibaca. Dan diajari pula bacaan surat Fatihah, Al-Ikhlas, surat Falaq
bin Nas hingga hafal. Dikenalkan siapa pencipta dirinya dan alam semesta,
diajarkan bahasa kromo inggil, bahasa sopan santun pada orangtua pada
kawan sebaya yang lazim digunakan di kalangan bangsawan keturunan
keraton. Selain itu Ahmad Rifa’i dilatih tatacara melaksanakan sholat
fardhu dan bacaan yang wajib dibaca serta bacaan yang sunah dibaca. Dan
17
mengkaji Al-Qur’an bin Nadlar kepada seorang guru desa di Tempuran
(Ahmad Syadzirin Amin,1995:42).
Ayahnya meninggal pada tahun 1207 H/ 1794 M, ketika beliau
masih berusia 6 tahun, kemudian beliau diasuh oleh kakak iparnya
bernama KH. Asy’ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu. Dua
Tahun setelah ayahnya meninggal kakeknya meninggal dan dimakamkan
di pemakaman Masjid Agung Kendal. Hanya dari ibunya saja Ahmad
Rifa’i mendapat asuhan dan bimbingan serta pengawasan selanjutnya.
Ibunya yang bernama Siti Rahmah semakin bertambah berat beban hidup
yang ditanggung. Tujuh anak dalam rumah tangga sederhana, biaya
hidupnya masih membutuhkan belas kasih ibundanya (Ahmad Syadzirin
Amin,1995:42).
Sesuai dengan pesan Nabi :
مروا أوال دكم با لصال ة وهم أبنا ء سبع سنين واضربو هم عليها وهم أبنا ء عشر وفرقوا بينهم في المضا جع
”Perintahlah kamu pada anak-anakmu untuk mengerjakan shalat
setelah usia tujuh tahun dan memukulah kamu (karena pendidikan) pada
anak-anakmu setelah berusia sepuluh tahun jika meninggalkanya” (Hadis
Shohih riwayat Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Umar (Jalaluddin
Suyuthi: Al Jamius Shaghir: Bairut, Darulfikri,1981,jld.II.hal.535.).
Maka untuk mengurangi beban berat Siti Rahmah dan demi
kelangsungan pendidikan masa depan, setelah memasuki usia tujuh tahun,
Ahmad Rifa’i dibawa oleh kakak kandungnya Nyai Radjiyah ke
Kaliwungu dan tinggal di rumahnya. Selama di kaliwungu ia mendapatkan
pendidikan dan pembinaan dari kakak iparnya KH. Asy’ari seorang ulama
18
kharismatik pendiri dan pengasuh pondok pesantren Kaliwungu, dalam
sumber tidak dijelaskan nama pondoknya, dan dapat disimpulkan pondok
K.H Asy’ari masih apa tidak tidak disebutkan dalam sumber. Dari
permulaan mengaji ilmu agama sampai cabang-cabang dan rantingnya,
Ahmad rifa’i hampir tak pernah lepas dari binaan ulama Kaliwungu
(Ahmad Syadzirin Amin,1995:42-43).
Cikal bakal menjadi ulama besar ada pada diri Ahmad Rifa’i
dikisahkan :
Oleh ulama terkemuka generasi kedua Syaikh Ahmad Bajuri bin
Abdul Mutholib Kendal, bahwa pada diri Ahamd Rifa’i ada suatu
keistimewaan yang merupakan tanda kekuasaan kebesaran Allah sebagai
alamat cikal bakal ulama besar dikemudian hari, diperlihatkan kepada
masyarakat kaum santri di Kaliwungu, terutama pada kakak iparnya Kiai
Asy’ari. “pada suatu malam gelap gulita Kiai Asy’ari secara diam-diam
memeriksa para santri yang sedang berada dalam asrama pondok, tiba-tiba
dikejutkan dengan seberkas cahaya menerangi asrama dan memancar
tinggi ke atas. Dia menyangka cahaya itu berasal dari lampu milik anak
santri yang sedang menelaah kitab, tetapi sangkaan itu meleset karena
ternyata cahaya itu berasal dari lekuk di tengah-tengah perut (pusar)
seorang santri kecil yang belum diketahui identitasnya. Kiai Asy’ari
terheran karena belum pernah menyaksikan kejadian seperti itu, kemudian
beliau bersiasat untuk menyobek sarung anak tersebut dengan dugaan
besok ada salah satu anak yang akan menangis karena sarungnya
sobek,alasan mengapa sarung anak tersebut disobek karena K.H Asya’ri
benar-benar tidak tahu siapa anak kecil itu, sehingga inisiatif yang muncul
adalah dengan cara menyobek sarung bagian bawahnya, sehingga nanti
akan ketahuan siapa anak itu. Dan sungguh tepat sekali dugaan sang Kiai
asrama santri geger karena Ahmad Rifa’i menangis dan marah-marah
karena sarungya sobek, kemudia diatasi oleh Kiai Asy’ari dan diganti
dengan sarung yang baru. Dan ternyata santri yang memancarkan cahaya
dari pusarnya adalah adik iparnya sendiri, yang menurut kepercayaan
masyarakat sekitar adalah tanda cikal bakal menjadi ulama besar
dikemudian hari” (Ahmad Syadzirin Amin,1995:43-44).
Pada masa remaja Ahmad Rifa’i, atas pola dasar pemikiran itu.
Ahmad Rifa’i hampir sama sekali tidak meluangkan waktunya untuk
19
keperluan lain kecuali menuntut ilmu agama pada kiai Asy’ari dan kiai
lainnya. Tiada hari tanpa mengaji, tiada waktu tanpa menuntut ilmu, tiada
saat tanpa belajar semangat dan tiada hidup tanpa amar ma’ruf. KH
Ahmad Rifa’i mendasarkan pula pada cita-cita suci yaitu Pemuda
sekarang! Pemimping di masa mendatang!.
KH Ahmad Rifa’i di Kaliwungu Kendal belajar ilmu agama yaitu:
nahwu, shorof, fiqh, badi’, bayan, dan ilmu hadis Alqur’an ( Muhammad
Amin Ridla, 2016:84). Dalam buku Gerakan Syaih Ahmad Rifa’i dalam
menentang Kolonial Belanda karya Ahmad Syadzirin Amin,1995:45, ilmu
pokok yang dipelajari KH Ahmad Rifa’i adalah ada 3 yaitu Ilmu Fiqh,
Ilmu Tasawuf dan Ketuhanan. Untuk memperluas pemahaman tentang
ilmu-ilmu agama, KH Ahmad Rifa’i kemudian mendalami cabang-cabang
beserta ranting-ranting yang berkaitan dengan tiga ilmu di atas, cabang-
cabangnya di antaranya adalah :Ulumul Qur’an, Mushthalahuh Hadist,
Lugahotul Arabiyah, Balaghoh, Mantiq, Falak, Arudl, dan lain-lain.
Setelah melampaui masa pancaroba dengan selamat menjadi orang
dewasa, Ahmad Rifa’i memulai babak baru di dalam meneruskan cita-
citanya. Yaitu mempersunting seorang gadis desa bernama Umul Umroh,
mereka menikah dengan adat kebiasaan di sana. Semua kegiatan resepsi
dilaksanakan dengan tertib.
Permualan dakwah KH Ahmad Rifa’i perlu perjuangan keras,
berangkat dari firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125 :
هي بالتي وجادله م الحسنة والموعظة بالحكمة ربك سبيل إلى ادع
20
هتدين أعلم وه و سبيله عن ضل بمن أعلم ه و ربك إن أحسن (٥٢١) بالم
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
Kiai Ahmad Rifa’i menyayangkan banyak orang mukmin yang
tergolong ahli agama (‘alim), bersekutu dengan pihak Hindia-Belanda,
dalam kitab Sawalih , beliau menulis :
“Satengah alim akeh podo sarekat
Maring raja negara dosa dhalim
Lan raja kafir atine tan taslim
Tan ngistoaken ing quran Adzim
Nyatru ing panutan adil alim
Artinya :
Diantara orang alim ada yang bersekutu
Kepada raja yang berdosa dan dzalim
Dan kepada raja yang kafir hatinya tidak Islam
Tidak mempertimbangkan Al-Quran Adzim
Membenci panutan yang adil alim (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2010:396).
Sebagai tokoh yang terisolasi dari lingkungan pejabat pemerintah
kolonial, Kiai Rifa’i tidak saja menentang pemerintah Hindia-Belanda,
tetapi menentang juga para pejabat seperti para penghulu, demang, dan
bupati. Para pejabat itu telah sesat menurut beliau karena tunduk dengan
pemerintah kafir yaitu Belanda. Ia sangat ingin melaksanakan Syariah
21
Islam secara murni dan konsekuen. Dan ia juga menentang para pengulu
yang berserikat dengan pemerintah Belanda, sehingga dalam kitab
karangannya yaitu Riayatul Himmah beliau menuliskan :
Utawi wali fasik iku sah tinutur
Mlakeaken ing wong wadon sebab uzur
Ora nang sekabehe wali adil lan jujur
Ikulah werdi syara’ kang pitutur
Artinya :
Bila wali fasik itu sah ucapanya
Menikahkan yang perempuan karena uzur
Tidak semua wali itu adil dan jujur
Itulah tuntunan syarak yang benar
Sebagai protes keras beliau terhadap para penghulu yang dianggap
tidak adil sehingga menurut beliau pernikahan tidak sah (Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2010:396).Maka KH
Ahmad Rifa’i merasa terpanggil umtuk segera menyampaikan dakwah
kepada masyarakat Islam di sekitar Kendal. Bahwa sempat pula
berdakwah keluar daerah, seperti ke Wonosobo. Dakwah Ahmad Rifa’i
lebih mengajarkan ke masalah-masalah dasar seperti ibadah sholat, jamaah
dan shalat jum’at, serta tentang arah kiblat, penikahan dan muamalah.
Akan tetapi dakwah keras Ahmad Rifa’i tidak disukai oleh para ulama di
derah Kendal, oleh karena itu Ahmad Rifa’i di usir dari Kendal beliau
diusir oleh para ulama yang pro dengan Belanda dan pihak pemerintahan
Belanda , tetapi menurut Ahmad Rifa’i kewajiban dakwah tidak terbatas
22
hanya di Kendal saja, melainkan di mana saja, kapan saja selama hukum-
hukum Allah belum ditegakakkan secara maksimal (Ahmad Syadzirin
Amin,1995:47-49).
K.H Ahmad Rifa’i juga pernah dipenjarakan di Wonosono gara-
gara pihak Belanda menganggap bahwa tindakan KH Ahmad Rifa’i terlalu
berlebihan ketika berdakwah di Wonosobo, beliau ditangkap dan
dipenjarakan di Wonosobo tanpa melalui peradilan resmi, karena
penahanan hanya bersifat preventif . akan tetapi ruapaya penjara bukan
menjadi penghalang dakwah, menurutnya lebih baik di penjara daripada
harus menaati peraturan pemerintah kafir yang merobek tatanan sayriat
Islam dan tatanan budaya leluhur di bumi Nusantara ini (Ahmad Syadzirin
Amin,1995:47-49).
C. Riwayat Pendidikan dan Karir KH Ahmad Rifa’i
Kebiasaan KH Ahmad Rifa’i dengan dakwah yang tegas tersebut
membuat was-was keluarga yang ada di Kendal, sebenarnya keluarga
Ahmad Rifa’i sudah sering menasehati beliau agar tidak bersifat keras
terhadap pemerintah agar dapat terhindar dari resiko yang membahayakan.
Ahmad Rifa’i adalah seorang ulama dan kader tangguh yang sudah
banyak makan asam garam perjuangan dakwah. Kendari resiko matipun
akan dihadapi dengan sikap kesatria. Nampaknya dia diilhami semboyan :
Hiduplah merdeka! Atau matilah syahid!, sehingga dalam kancah
kehidupan Ahmad Rifa’i lebih mementingkan keselamatan agama dari
segala-galanya.
23
Ketika Ahmad Rifa’i berusia 30-an tahun meminta restu dari
keluarga di Kaliwungu dan Kendal untuk pergi menuntut ilmu ke Makkah.
Mereka merestui permintaan tersebut, bahkan mereka berharap agar ia
tidak cepat kembali ke kampung sampai suasana sudah tenang kembali.
Namun sebenarnya keluarga kurang ikhlas dalam melepaskan Ahmad
Rifa’i ke Makkah karena mereka harus hidup jauh dengan Rifa’i (Ahmad
Syadzirin Amin,1995:51-52), tapi mereka harus merelakan sebab
kepergian tersebut untuk maksud baik dan terhormat, yaitu untuk
melaksanakan ibadah haji dan umroh, ziarah ke makam Rasulullah SAW,
dan menuntut Ilmu Agama yang selama ini belum tersebar di Jawa.
Sekitar tahun 1230 H atau 1826 M Ahmad Rifa’i memutuskan
untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah dan menuntut ilmu di Makkah
selama 8 tahun. Di Makkah Ahmad Rifa’i menerima ilmu agama dari
Syaikh Isa al Barawi, Syaikh Faqih Muhammad bin Abdul Azizi Al Jaisyi
(al Habisyi) dan Syaikhul A’dham Ahmad Utsman. Guru-guru tersebut
mengajari mengenai Ahlusunnah (Ahmad Syadzirin Amin,1995:51-52).
KH Ahmad Rifa’i melanjutkan studinya ke Mesir, maksud beliau
pindah ke Mesir karena ingin menambah ilmu agama yang lebih banyak
pada guru-guru yang berafiliasi dengan faham Imam Syafi’i, karena ia
sadar bahwa sebagian besar masyarakat di Negaranya adalah penganut
Madzhab tersebut terutama di daerah Jawa. Beliau sempat berziarah ke
makan Imam Syafi’i di Qurafah yang terkenal dengan sebutan Qurabah
24
Mesir. Imam Syafi’i wafat pada malam jum’at selesai shalat maghrib, 29
Rajab 204 H atau 19 juni 820 M dalam usia 54 tahun
Selama 12 tahun bermukim di Mesir, Ahmad Rifa’i berguru
kepada guru kenamaan di sana. Di antara guru-gurunya ialah Syaikh
Ibrahim al Bajuri, penyusun kitab Hasyiah Al Bajuri Syarah Fathul Qarib
al Mujib, atau Ghayatul ikhyishar karya Syaikh Abi Suja’ dalam madzhab
Syafi’i (Ahmad Syadzirin Amin,1995:52-53).
Setelah KH Ahmad Rifa’i telah beberapa lama tinggal di Makkah
beliau berjumpa dengan Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Muhammad
Kholil dari Madura. Mereka sering berdiskusi tentang keadaan tanah air
yang sangat memeprihatinkan terutama dalam hal pendidikan Islam.
Sewaktu pulang ke tanah air, ketika ulama ini bertemu di atas kapal dan
membicarakan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari belenggu
kebodohan. Dalam diskusi tersebut mereka menetapkan, bahwa mereka
berkewajiban menyusun kitab memakai metode yang sesuai dengan
keadaan setempat, dengan pembagian : Syekh Haji Ahmad Rifa’i
menerjemahkan fikih, Syekh Nawawi menerjemahkan ushuluddin,syekh
Kholil menerjemahkan tasawuf.
Kesimpulan dari hasil diskusi mereka adalah: Menerjemahkan dan
menulis kitab dalam bahasa daerah, mendirikan pondok pesantren di
daerah masing-masing, melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah
(Muhammad Amin Ridlo, 2008:104). Ahmad Rifa’i setelah pulang dari
25
Makkah, pulang ke Kendal ke kampung halamanya, dan pindah ke
Kalisalak dan mendirikan pondok di sana ( Abdul Djamil, 2001: 16). Dan
menurut Shadiq Abdullah ( 2006:32), dengan pendapat yang sama dengan
Abdul Jamil bahwa setelah menuntut ilmu ke Makkah K.H Ahmad Rifa’i
langsung pulang ke Kendal dan kemudian menetap di Kalisalak, Batang.
Sekembali dari Makkah beliau kembali ke Kendal dan ahirnya
pindah ke Kalisalak Kabupaten Batang, kemudian mendirikan pesantren,
selama 18 tahun (tahun 1255-1273 H), beliau mangajar santri-santrinya
yang berasal dari berbagai daerah di pulau Jawa. Selama di Kalisalak
beliau telah menulis lebih dari 60 kitab dan 500 tanbih yang berbentuk
nadhom dan atsar, yang meliputi berbagai ilmu-ilmu ke-Islaman
(Muhammad Amin Ridlo, 2008:104).
Tetapi Syekh Ahmad Rifa’i tidak hanya mengerjakan apa yang
telah disepakati bersama, karena sampai di kampung halaman beliau
segera mengarang kitab yang tidak hanya berfokus pada masalah fikih,
namun menyangkut semua problematika umat.
Banyak isi kitab belaiu yang mengecam pemerintah Belanda dan
mengecam para ulama yang mau bekerja sama dengan pemerintah
Belanda, akhirnya beliau dibuang ke Ambon pada tanggal 16 Syawal 1275
H/ 16 Mei 1859 M, dan meninggal di sana. Selama di Ambon beliau
menulis kitab sebanyak 4 judul yang berbahasa Melayu ( Muhammad
Amin Ridlo, 2008:104-105).
26
D. Guru-guru KH Ahmad Rifa’i
Silsilah guru-guru KH Ahmad Rifa’i, sebagaimana disebutkan
bahwa Syekh Ahmad Rifa’i di Makkah berguru dengan Syaikh Ahmad
Utsman dan di Mesir berguru dengan Syaikh Ibrahim al- Bajuri. Bila
ditelusuri Silsilah Masikhah (matarantai guru-guru) kedua ulama besar itu
akan bertemu dengan Imam Syafi’i urutan ke-30 dari bawah, kemudian ke
atas dari imam tersebut akan brmuara kepada Rasulullah sebagai pembawa
risalah kerasulan terahir dan termulya, seperti tersebut di bawah ini:
1. Allah SWT sebagai sumber pemilik wahyu
2. Malaikat Jibril pembawa wahyu dari Allah kepada Nabi
Muhammad SAW
3. Nabi Muhammad penerima wahyu Alqur’an ( wafat 1H.)
4. Imam Abdullah bin Abbas As-Shahabi (w: 68H.)
5. Imam ‘Atho’ bin Abi Rabbah al Maki al Quraisy( 115H.)
6. Imam Abdul Muluk bin Juraij (125H. )
7. Iman Muslim bin Khalid az-Zanji (160-an H)
8. Imam al-Mujtahid Muhammad bin Idris as-Syafi’i (204H.)
9. Syaikh Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzani (264H.)
10. Syaik Abul Qasim Utsman bin Said bin Bayar al- Anmari
11. Syaikh Abul Abbas Ahmad bin Suraji (306H.)
12. Syaikh Abu Ishaq al-Marwazi( 417H.)
13. Syaikh Abu Yazid al Mawarzi (350-an H.)
14. Syaikh Abu Bakar al Qaffal al Mawarzi ( 417H.)
27
15. Syaikh Abdullah bin Yusuf al Juwaini (438H.)
16. Imamul Haramain Abdul Muluk bin Abdullah al Juwaini
(478H.)
17. Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad al Ghazali ( 505H.)
18. Syaikh Abu Fadhol bin Yahya(560-an H.)
19. Syaikh Abul Qasim Abdul Karim al Rafi’i (623H.)
20. Syaikh Abdul Rahman bin Abdul Ghaffar al Quzwaini (665H.)
21. Syaikh Muhammad bi Muhammad Shahibus Syamil Shaghir
22. Syaikh al Kamal Siral al Ardabili
23. Syaikh Muhyiddin Syaraf al Nawawi(676H.)
24. Syaikh Islam ‘Ulauddin al Athar (750-an H.)
25. Al Hafidl Abdurahim bin Husaini al Iraqi (806H.)
26. Al Hafidl Ahmad bi Hajar al Asqolani(852H.)
27. Syaikhul Islam Zakaria al Anshari (925H.)
28. Syaikh Syihabuddin Ahmadbin Hamzah al Ramli (981H.)
29. Syaikh Ibnu Hajar al Haitami (983H.)
30. Syaikh Jamaluddin al Jamal Muhammad al Ramli (1004H.)
Al Ramli ini mempunyai murid banyak, diantaranya Ali bin Isa
al Halabi dan Ahmad bin Muhammad al Ghanami,kemudia:
31. Syaikh Ali bin Isa al Halabi (1010H.)
32. Syaikh Sultan al Mujazi
33. Syaikh Ahmad al Basybisyi (Sybsyiri:1019H.)
34. Syaikh Ahmad al Khalifi(1100H.)
28
35. Syaikh al Syamsu al Hifni (1178H.)
36. Syaikh Abdullah bin Hijazi al Syarqowi (1227H.)
37. Syaikh Ibrahim al Bajuri (1276H.)
Syaikh Ahmad Rifa’i bin Muhammad bin Abi Sujak (286H.)
(Ahmad Syadzirin Amin,1995:54-55).
E. Murid-murid KH Ahmad Rifa’i
Selama menetap di Jawa, Syaikh Ahmad Rifa’i mendirikan
pondok,pesantren di Kaliwungu Kendal dan kemudian di Kalisalak
Batang, akan tetapi penulis belum menemukan nama pondok yang
didiriakan beliau. Akan tetapi penulis menemukan sumber dari Ahmamad
Syadzirin Amin (1996 : 13), di Kalisalak, Pondok tempat santri-santri
mengaji dirusak, dan sebagian kitab yang tersisa diangkut Batang.
Menurut Muhammad Bibit Suprapto (2003: 204), sekembalinya dari
Makkah Rifa’i mengasuh Pesantren kakak iparnya Kyai Asy’ari,
kemudian setelah itu pindah ke Kalisalak dan mendirikan Pondok
Pesantren di sana, santrinya dari berbagai kota sperti Wonosobo,
Pekalongan, hingga Pati.
Dari penulisan di atas dan berdasarkan sumber yang ada penulis
tidak menemukann nama pondok yang didirikan oleh K.H Ahmad
Rifa’i,baik di Kendal maupun Batang, akan tetapi berdasarkan sumber di
atas hampir semua sumber menyatakan bahwa memang di dua daerah
tersebut K.H Ahmad Rifa’i mempunyai pondok pesantren.
29
Di kalisalak beliau mengajar santri-santri dari berbagai penjuru
pulau Jawa ( Muhammad Amin Ridlo, 2008:104-107). Murid-murid KH
Ahmad Rifa’i di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kiai Ilham (Abu Ilham), Kalipucang Batang
2. Kiai Maufuro bin Nawawi, Keranggonan Limpung, Batang
3. KH Abdul Qahar, Bekinkin, Cepiring, Kendal
4. Kiai Abdul Aziz, Tempusari, Wonosobo
5. KH Muhammad Thubo bin Radan, Purwasari, Kendal
6. Kiai Abu Hasan, Tangkilan, Kepil, Wonosobo
7. Kiai Hasan Dimedjo bin Abu Hasan, Tangkilan, Kepil,
Wonosobo
8. Kiai Abdul Hamid, Karangsambo, Wonosobo
9. Kiai Manshur, Sapuran, Wonosobo
10. Kiai Manshur, Ngadisalam , Wonosobo
11. Kiai Muhammad Iskaq, Candi, Wonosobo
12. Kiai Abdul Ghani, Ngadisalam, Wonosobo
13. Kiai Abdul Hadi, Dalangan, Kertek, Wonosobo
14. Kiai Muhammad Thayib, Kalibening, Wonosobo
15. Kiai Muhammad Hasan, Bugangan, Wonosobo
16. Kiai Muharrar, Bengkek, Purworejo
17. Kiai Imam Tani ( Mantani), Kutawinangun, Kebumen
18. Kiai Muhsin, Cempokomulya, Gemuh, Kendal
19. Kiai Abu Salim, Paesan, Kedungwuni, Pekalongan
30
20. Kiai Asnawi, Wonoyoso, Buaran, Pekalongan
21. Kiai Idris bin Ilham, Kalipucang, Batang, Indramayu
22. Kiai Abdul Hadi, Karangsemut
23. Kiai Muhammad Ilyas Sembung, Kampil, Wiradesa,
Pekalongan
24. Kiai Ahmad Hasan, Wiyanggong, Wiradesa, Pekalongan
25. Kiai Muhammad Thayib, Kalibari, Batang
26. Kiai Munawir, Wonobodro, Batang, Pekalongan
27. Kiai Abdul Manan, Terpuro, purwodadi, Grobogan
28. Kiai Abdul Fatah, Sikidang. Wonosobo
29. Kiai Kertoyudho, Plandi, Kertek, Wonosobo
30. Kiai Murdoko, Krakal, Karangluhur, Wonosobo
31. Kiai Kentol Jariyah, Wonoyoso, Buaran, Pekalongan
32. Kiai Cholifah, Longkeyan, Pemalang
33. Kiai Salamon, Wonosobo
34. Kiai Abdul Muhyi, Bekinkin, Cepiring, Wonosobo
35. Kiai Hasan Madjakir, Wonosobo
36. Kiai Mas Soemodiwerjo, Salatiga
37. Kiai Abdul Saman, Trobo, Kendal
38. Kiai Hasan Moecharam, Limbang, Wonosobo
39. Kiai Hasan Iman, Wonosobo
40. Kiai Chasan Monada, Wonosobo
41. Kiai Dolak( Abdullah), Magelang
31
42. Kiai Srie Kasri, Wonosobo
43. Kiai Abdul Yahya
44. Kiai Mangoenpoetip
45. Kiai Abdoel Jalil
46. Sayyid Abdurrahman, Saparua, Ambon
47. Sayyid Abdullah, Ambon, Maluku
48. Sayyid Abu Bakar, Ambon, Maluku
49. Kiai Abdursyid, Tursino, Kutorajo, Kebumen, Puworejo
50. Kiai Hasan Murtojo, Tursino, Kutorajo, Kebumen, Puworejo
51. Kiai Hasan Mukmin
Hampir bisa dikatakan semua murid tersebut mengembangkan
ajaran Islam dan pemikiran Ahmad Rifa’i di daerah masing-masing
melalui sarana pondok pesantren dan majlis taklim.
F. Hasil Karya K.H Ahmad Rifa’i
Sebagai tradisi ulama-ulama Mutaqaddimin (dahulu) dan ulama-
ulama Mutaakhirin (kumudian). Syaikh Ahmad Rifa’i disamping mengajar
dan mendidik para murid juga sebagian waktunya dimanfaatkan untuk
menulis. Karya-karya ilmiahnya mencapai sekitar 65 judul, kitab-kitab
tersebut dikarang dari tahun 1254H sampai 1275H, di desa Kalisalak,
Batang, Pekalongan.
Karya-karya ilmiah yang dihasilkan dari kecerdasan dan kemahiran
Syaikh Ahmad Rifa’i di Kalisalak antara lain:
32
1. Surat undang-undang Biyawara (Maklumat) untuk anak murid
di mana saja, sebuah surat yang berisi fatwa Syaikh Ahmad
Rifa’i tentang pentingnya mengamalkan Tarjamah Syari’ah
karangannya, tebal 20 halaman, 178 baris, berbentuk natsar,
selesai tahun 1254 H.
2. Nasihatul Awam ( nasihat untuk kaum awam), kitab yang
membicarakan amar ma’ruf nahi mungkar, bentuk natsar, dan
selesai tahun 1254H atau 1837 M.
3. Syarihul Iman (penjelasan tentang Iman), membicarakan Iman,
Islam, Ihsan, bentuk natsar, tebal 16 koras, 330 halaman, selesai
tahun 1255H atau 1838M
4. Taisir (kemudahan), kitab yang membahas tentang shalat
jum’at menurut Imam Syafi’i qaul qadim dan qaul muktamad,
bentuk natsar, tebal 20 halaman atau satu koras, selesai tahun
1256H atau 1839M.
5. ‘Inayah (Pertolongan) sebuah kitab yang membahas tentang
khalifah Syar’iyah dan Dunyawiyah, berbentuk syair atau
nadzom, selesai tahun 1256H atau 1839H.
6. Bayan (penjelasan), sebuah kitab besar yang membahas ilmu
pendidikan dan dakwah Islam mencakup amar ma’ruf,
berbentuk syair atau nadzom, 19 koras atau 176 halaman.
Selesai 1256H atau 1839 M, dua jilid untuk di Indonesia dan 4
jilid di Univ. Leiden Belanda.
33
7. Targhib ( kegemaran ibadah), sebuah kitab tetang mengetahui
tatacara mengetahui keagungan dan kekuasaan Allah (Ma’rifat)
8. dan rasa kecintaan kepada Allah berbentuk nadzom atau syair
selesai tahun 1257H atau 1840 M.
9. Thariqod ( jalan kebenaran), kitab besar yang berisi tentang
cara menempuh keridhoan Allah, berbentuk nadzon atau syair.
Selesai tahun 1257H atau 1840M.
10. Thariqat ( jalan kebenaran), sebuah kitab yang membahas
tentang jalan kebenaran dan pegangan hidup untuk menempuh
keselamtan dunia dan ahirat, berbentuk natsar( prosa), selesai
tahun 1257 H atau 1840 M.
11. Athlab ( menuntut), sebuah kitab kecil yang membicarakan hal
menuntut ilmu agama, 1 koras atau 20 halaman, berbentuk
nadzam, selesai 1259H atau 1842 M.
12. Husnul Mithalab (kebaikan ilmu yang dituntut), membahas
ilmu Ushuluddin, Fikih dan Tsawuf. Berbentuk syair , 12 koras
atau 136 halaman, dengan13 x 2 baris, selesai 1259H atau 1842
M.
13. Thulab (pencari kebenaran), kitab yang menjelaskan tentang
kiblat di Jawa, berbentuk nadzam, selesai 1259 H atau 1842 M.
14. Abysar (mengupas), sebuah kitab kecil mengupas tentang arah
kiblat di Jawa, 20 halaman berbentuk syair, dan selesai tahun
1259 H atau 1842 M.
34
15. Tafriqah (pemisah hak dan batil), membicarakan soal
kewajiban mukallaf kepada Allah dan masyarakat, berbentuk
syair atau nadzom, 30 koras atau 596 halaman, selesai 1260 H
atau 1843 M.
16. Asnal Miqasad ( ketetapan yang harus dikerjakan),
menguraikan ilmu Ushuluddin, fikih, dan Tasawuf , terdiri dari
30 koras dengan 2 jilid besar, selaesai tahun 1261 H atau 1845
M.
17. Tafshilah ( perincian), tentang Iman, Islam dan Ibadah,
berbentuk syair, selesai tahun 126H atau atau 1845 M.
18. Imdad (pertolongan), membahas sifat takabur dan segala
akibatnya, berbentuk nadzam dan 22 halaman atau 226 x 2
baris, selesai tahun 1261 H atau 1845 M.
19. Irsyad (petunjuk), membahas tentang ma’rifat kepada Allah,
berbentuk nadzom 11 x 12 baris, selesai tahun 1261 H atau
1845 M.
20. Irfaq (memberi manfaat), membicarakan Iman dan Islam,
merupakan ringkasan dari kitab-kitab aqidah Islamiyah, mirip
dengan Takhyiroh Mukhtasor, berbentuk nadzam, satu koras
atau 19 halaman, atau 186 x 2 baris, selesai tahun 1261 H atau
1845 M.
21. Nadzom arja’ (pengharapan, penangguhan), kitab tentang
artikel yang berisi hikayah Isra’ Mi’roj Nabi Muhammad,
35
berbentuk syair, sebanyak 5 koras ataun 96 halaman ( termasuk
syair dan doa) selasai tahun 1261 H atau 1845 M.
22. Jam’ul Masail (kumpulan masalah-maslah),membicarakan tiga
bidang ilmu agama yaitu Ushuluddin, Fikih dan Taswuf,
berbentuk syair sebanyak 376 halaman atau 19 koras, selesai
tahun 1261 H atau 1845 M. Kitab ini masih tersimpan di
perpustakaan pribadi milik Prof. Dr. Snouck Hourgronje di
Negeri Belanda ( saudara Drs. Abdul Djamil MA. Pada tahun
1991 telah melakukan penelitian tentang K.H Ahmad Rifa’i di
Universitas Leiden dan tempat lain di Negara Belanda, ia
berhasil memfoto copy kita-kitab Ahmad Rif’i dan data-data
lain. Kemudian dibawa pulang ke Indonesia sebagai bukti
otentik. Beliau juga menemukan adamya kitab Jam’ul Masail19
koras, di perpustakaan milik Prof. Dr. Snouck Hurgronje d
Belanda) (Ahmad Syadzirin Amin,1995:54-55).
23. Jam’ul Masail (II), membicarakan bidang ilmu Tasawuf dan
Fikih dengan bentuk prosa atau natsar, sebanyak 7 koras atau
136 halaman , selesai 1261 H atau 1845 M Jam’ul Masail ( III),
membicarakan tentang ilmu Tasawuf dengan bentuk natsar,
sebanyak 6 koras atau 116 halaman, selesai tahun 1261 H atau
1845 M.
24. Qowa’id (pilar-pilar agama), kitab yang mencakup bab akhlak,
berbentuk nadzam,selesai tahun 1261 H atau 1845 M.
36
25. Tahsin (memperbaiki, mempercantik), menerangkan tentang
kewajiban fidyah puasa, berbentuk syair 11 x 2 baris 22
halaman atau 208x 2 baris juga, selesai tahun 1260 H atau 1844
M.
26. Shawalih (perdamaian), membicarakan soal kerukunan ummat
dan Ukhuwah Islamiyah, berbentuk nadzom selesai tahun 1262
H atau 1846
27. Miqshadi (tujuan), membahas soal bacaan surat Al-Fatihah
yang benar, berbentuk nadzom selesai tahun 1262 H atau 1846
M.
28. As’ad (membahagiakan, menolong), kitab yang membahas soal
Iman dan Ma’rifat kepada Allah, berbentuk syair, selesai tahun
1262 H atau 1846 M.
29. Fauziah (keberuntungan, kemenangan), membicarakan
sebagian dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil, berbentuk
nadzom, selesai tahun 1262 H atau 1846 M.
30. Hasaniyah (kebagusan), membicarakan tentang fardhu
mubadaroh bagi mukallap, berbentuk syair dengan 11 x 2 baris,
selesai tahun 1262 H atau 1846 M.
31. Fadhliyah (keutamaan, kebaikan), membicarakn tentang zikit
kepada Allah, 46 halaman atau 2 sepertiga koras dengan 466 x
2 baris, selesai tahun 1263 H atau 1847 M.
37
32. Tabyianal Islah (perbaikan hubungan), menerangkan khusus
fasal Nikah, Thalaq, Rujuk, dan lain-lain, berbentuk nadzom
atau syair ,11 koras atau 216 halaman, selesai tahun selesai
tahun 1263 H atau 1847 M.
33. Abyanal Hawaij (penjelasan beberapa hajat pokok),
membicarakan bidang ilmu Ushuluddin (Teologi), Fikih dan
Tasawuf,berbentuk nadzom, berisi 6 jilid besar, tebal 82 koras,
35.992 baris atau 1636 halaman dengan 11 x 2 baris, selasai
tahun 1264 H atau 18478 M.
34. Tashriyatal Muhtaj(penguraian bagi yang membutuhkan),
membicarakan tentang muammalah atau bai’, dan lain-lain, satu
jilid besar, tebal 10 koras atau 196 halaman dengan 11 x 2,
selesai tahun 1265 H atau 1879 M.
35. Takhyiroh Muhtashar (pilihan akidah yang diringkas), kitab
kecil yang menerangkan soal Iman, Islam, dan Ihsan, berbentuk
natsar, tebal 1 koras atau 20 halaman selesai tahun 1265 H atau
1848 M.
36. Kaifiyah (metode, tatacara), kitab yang menerangkan tentang
ibadah shalat fardhu, dan puasa ramadhan tebal 7 koras, atau
136 halaman, dengan 11 x 2 baris atau atau 70 halaman (3,5)
koras dengan 15 x 2 baris , kitab tersebut berbentuk syair dan
selesai tahun 1265 H atau 1848 M.
38
37. Mishbahah (lampu petunjuk), kitab membahas tentang orang
yang meninggalkan shalat fardhu, berbentuk nadzam, tebal 23
halaman atau 390 baris dengan 19 x 2 baris, selesai tahun 1266
H atau 1849M.
38. Riayatul Himmah (penjagaan hendak mengerjakan ibadah),
kitab ini membicarakan ilmu Ushuluddin, Fiqh, dan Tasawuf,
berbentuk syair tebal 25 koras atau 496 halaman dengan 11x 2
atau 10.602 baris, selesai tahun 1266 H atau 1849 M.
39. Ma’uniyah ( bantuan, pertolongan), kitab yang membahas
mukmin dan kafir, berbentu syair atau nadzom tebal 22
halaman dengan 19 x 2 baris atau 392 x 2 baris, selesai tahun
1266 H atau 1849 M.
40. ‘Uluwiyah (kemulyaan, ketinggian), sifat orang takabur dan
akibat dari orang-orang yang menumpuk harta, berbentuk
nadzom, tebal 22 halaman, dengan 19 x 2 dengan 390 baris,
selesai tahun 1266 H atau 1849 M.
41. Rujumiyah (pelemparan), membicarakan akibat orang yang anti
agama dan mengikuti adat maksiat, berbentuk syair dan tebal
39 halam dengan 19 x 2 atau 1378 baris, selesai tahun 1266 H
atau 1849 M.
42. Mafhamah (difahamkan), kitab yang menjelaskan kebenaran
mukmin dan kesalahan kafir, berbentuk nadzom dengan 22
39
halaman, terdiri dari 790 baris, selesai tahun 1266 H atau 1849
M.
43. Basthiyah (keluasan dalam ilmu), kitab yang berisi tentang
kebenaran hujjah Alqur’an, dan sunah Rasul dan mencegah
bid’ah sesat, berbentuk syair dengan 11 x 2 baris, tebal 7 koras,
atau 136 halaman atau 2989 baris, selesai tahun 1267 H atau
1850 M.
44. Tahsinah (memperbaiki bacaan), menerangkan tajwid bacaan,
menurut Imam ‘Asham dengan bersandaran Imam Jazariy,
berbentuk nadzom tebal 5 koras atau 98 halaman 11 x 2 baris
atau 2139 baris, selesai tahun 1268 H atau 1851 M.
45. Tazkiyah (penyembelihan binatang), menejelaskan hukum dan
tatacara penyembelihan binatang dan yang berkaitan dengan
perkara halal-haram dalam Islam, berbentuk syair, tebal 6 koras
atau 120 halaman dengan 11 x 2 baris atau 2584 baris, selesai
tahun 1269 H atau 1852 M.
46. Fatawiyah (fatwa-fatwa Agama), menjelaskan orang yang
berhak mendapat gelar mufti dan penasehat agama yang
penting untuk kaum awam, berbentuk nazdzom dengan 11 x 2
baris, selesai tahun 1269 H atau 1852 M.
47. Samhiyah (kemurahn hati), kitab mengenai shalat jumat, dan
kemudahan cara mendirikanya dengan qaul qadim, berbentuk
nadzom, selesai dikarang tahun 1269 H atau 1853 M.
40
48. Rukhsinah (kemudahan hukum), menerangkan kemudahan
musafir dalam shalat jamak qasar, berbentuk syair, dengan 11
x 2 baris atau 40 baris, tebal 20 halaman, selesai dikarang
tahun 1269 H atau 1853 M.
49. Maslahah (pembaharuan keadaa, reformasi), kitab yang
membicarakan hukum pembagian harta pusaka, berbentuk
syair, tebal 10 koras atau 200 halaman, dengan 11 x 2 baris atau
4360 halaman, selesai dikarang tahun 1269 H atau 1853 M.
50. Wadlilah (yang tampak jelas), membicarakan khusus manasik
haji, berbentuk syair, 12 koras atau 240 halaman, 11 x 2 atau
5244 baris, selesai dikarang tahun 1272 H atau 1855 M.
51. Munawirl Himmah (minwaril himmah: lampu penerang cita-
cita), kitab yang berisi kalimat-kalimat yang mengingatkan
orang yang baru meninggal dan orang yang masih hidup, 6
halaman, berbentuk nadzom, selesai dikarang tahun 1272 H
atau 1855 M.
52. Tasyrihatal (penyiarab, penyebaran berita), kitab yang memuat
tentang kewajiban esensial seorang pemuka agama, sebanyak
10 fasal, berbentuk syair, tebal 20 halaman dengan 11 x 2 baris,
selesai dikarang tahun 1273 H atau 1856 M.
53. Mahabbatullah (cinta kepada Allah), menerangkan atas nikmat
Allah dan kewajiban bersyukur atas hamba-NYA. Tebal 30
41
halaman denga 11 x 2 atau 624 baris, berbentuk syair dan
selesai dikarang tahun 1273 H atau 1857 M.
54. Mirghabut Ta’at (yang menimbulkan keinginan patuh),
membahas kebenaran Iman dan Islam, berbentuk syair dan
merupakan kitab ringkasan, tebal 26 halaman attau 536 baris,
dengan 11 x 2 baris, selesai dikarang tahun 1273 H atau 1857
M.
55. Hujahiyah (Hujajiyah: mengalahkan), menerangkan tatacara
dialog dan diskusi menurut Islam. Berbentuk nadzom dengan
19 x 2 baris. Selesai tahun 1273 H atau 1857 M.
56. Tashfiyah (penjernihan), menerangkan makna surat Fatihah,
berbentuk syair dengan 19 x 2 baris, Selesai tahun 1273 H atau
1857 M.
57. 700 Nadzom doa dan jawabnya,berisi berbagai bacaan yang
muktabarah, bahasa Arab dan terjemahannya berbahasa Jawa.
Berbentuk syair dengan 8 x 2 baris ditulis mulai 1270 H sampai
1273 M.
58. 500 Tanbih Bahasa Jawa, setiap satu tanbihun berisi satu
masalah agama. Berbentuk nadzom dengan 19 x 2 baris. Setiap
tanbihun berisi 3 halaman atau 114 baris, dikarang sejak 1260-
an sampai 1273 H. Maksud dari Tanbihun adalah (pengeleng-
eleng) dalam jawanya dalam kitab KH Ahmad Rifa’i memang
42
banyak kitab yangb berisi kata Tanbihun dan itu maksudnya
adanya pergantian judul pembahasan dalam setiap kitab.
59. Sihhatun Nikah, (keabsahan nikah), merupakan ringkasan dari
kitab Tabyanal Islah .
60. Nadzom Wiqayah (pemeliharaan, penjagaan), kitab yang
menerangkan amar ma’ruf dan perang fisabilillah, berbentuk
nadzom, dikarang sekitar tahun 1273 H atau 1857 M.
61. Tanbih Rejeng (miring), tanbih tulisan miring berisi fatwa-
fatwa agama, berbentuk natsar terdiri dari puluhan judul, yang
tidak menyebut tahun karangan.
62. Surat-surat penting, berisi fatwa-fatwa agama, yang ditunjukan
kepada penghulu di Pekalongan dan di daerah lain. Disebutkan
pula dalam surat tersebut sejumlah kitab karangan yang disita
oleh penghulu, dan penolakan mereka terhadap ajaran-ajaranya.
63. Kitab tajwid , merupakan ringkasan kitab Tahsinah, tebal 41
halaman, dengan 11 x 2 baris tanpa tahun.
64. Kitab tanpa Judul ,(kemungkinan tersobek), yang berisi fatwa-
fatwa agama, tebal 300 halaman dengan 11 x 2 baris tanpa
tahun.
65. Puluhan lembar tulisan KH Ahmad Rifa’i, dengan bahasa
krama inggil memakai dua ahiran yang sama (Ahmad Syadzirin
Amin,1995:119-127)
43
Apabila diamati mulai tahun 1254 H samapi 1275 H, Syaikh Ahmad Rifa’i
telah menulis karangan kitab sebanyak 65 karya tulis. Diantara tahun yang tidak
mengarang kitab adalah 1258, 1264, 1268, 1271, 1274 dan 1275H, karena
kesibukan beliau mengajar para santri, dan juga sulit untuk mendapatkan tinta.
Tetapi bisa jadi juga karena tekanan politik dri Belanda. Atau juga bisa jadi kitab-
kitab yang karang beliau pada tahun itu disita pihak Belanda (Ahmad Syadzirin
Amin,1995:119-127).
Dari penulisan di atas, dapat diketahui bahwa K.H Ahmad Rifa’i
merupakan seseorang yang mempunyai cikal bakal seorang ulama, dari nasab
keluarga beliau saja sudah dapat diketahui bahwa dia berasal dari keluarga yang
kental dalam ilmu Agamnya, disebutkan pula kakek serta ayahnya selalu
mengajarinya bab agama baik membaca ataupun menulis Al-Qur’an. Bahkan
setelah ayah dan kakeknya meninggal beliau tinggal bersama kakak kandungnya
di mana kakak kandung Rifa’i adalah istri dari seorang kiai di daerah Kendal yaitu
H. Asy’ari, kakak iparnyapun mengajari Rifa’i dengan berbagai ilmu pokok dan
Rifa’i juga belajar dengan para ulama di daerah sana. Setelah beliau menjadi
ulama santrinya pun banyak datang dari berbagai daerah di dekitar Jawa.
Dari riwayat pendidikan K.H Ahmad Rifa’i dapat diketahui bahwa belaiu
merupakan orang yang sangat rajin belajar dan selalu ingin belajar dan terus
belajar, sembari dia sudah berkeluarga tidak menyurutkan semangatnya untuk
pergi belajar ke Makkah dan Mesir, bahkan di sana sampai sekitar 2 tahun
lamanya, dan jelasnya Rifa’i meninggalkan sanak keluarga di Kendal. Tidak
44
dipungkiri pula Rifa’i adalah seorang yang sangat cerdas, dapat diukur dari
berbagai kitab yang telah beliau tulis, memang beliau terkenal sebagai seorang
penulis yang produktif dengan berbagai karyanya di bidang Ushul, Fikih, maupun
Tasawuf tertamanya, bahkan sampai sekitar 65 kitab yang beliau tulis. K.H
Ahmad Rifa’i merupakan seorang ulama yang tegas dalam berprinsip dan tidak
takut tantangan dari manusia, keculai yang beliau takuti hanya Allah semata,
bahka pemerintahan Belanda belaiu tidak sedikitpun takut. Dan beliau mempunyai
semangat keras untuk menegakkan hukum Allah yang sudah banyak
diselewengakan terutama di daerah Jawa, dakwahnya memang agak keras tapi
semua itu demi tegaknya syariat Allah.
G. Gambaran Kitab Athlab (اطلب)
Kitab Athlab adalah kitab yang berisi tentang kewajiban menuntut
ilmu bagi semua orang. Dalam hal semua orang diwajibkan menuntut ilmu
apabila tidak mau belajar (menuntut ilmu), maka mengajarlah (menjadi
guru). Dalam syair K.H Ahmad Rifa’i :
مكى ايكى له نظم أطلب نمني # ترجمه جروساءكن شرع علموني
سكع حاج احمد الرفاعي ابن محمد #شافعية مذهبي اهل سنة طرقتي
ءكن عوفيا علم شريعةنجاعالكوني فرنتهي هللا دحاجة # يتا
Mongko ikilah nadzom athlab namane
Terjemah jurusaken syarak ngilmune
Saking haji ahmad rifa’i ibn muhammad
Syafi’iyah madzhabe ahli sunah thariqote
Nejo ngelakoni parintahe Allah dihajat
Nyataaken ngupoyo ngilmu syariat
Artinya:
Maka inilah nadzom athlab namanya
45
Terjemahan yang menuju pada ilmu syarak
Dari Kyai Haji Ahmad Rifa’i ibn Muhammad
Yang bermadhab syafi’i ahli tariqat
Berniat menjalankan perintah Allah
Menyatakan untuk menuntut ilmu syari’at
Dalam syair di atas menyatakan bahwa kita Athlab pembahasannya
mengenai kewajiban menuntut ilmu.
وجب اتس أسالم سكوساني # كع قوة تولوع تنولوعي هللا فكوني
اتس اكون بجيكى لن ويد اع فعيرني #ميروهكى اع بودو بيجيك لن الني
Wajib atas ahli Islam sakuwasane
Tulung tinulunge Allah pakune
Atas akon becike lan wedi ing Allah
Meruhake ing bodo becik lan alane
Artinya :
Wajib untuk semua ahli agama dalam kuasanya
Yang mampu saling tolong menolong karena Allah
Dengan perintah kebaikan dan takut pada Allah
Memberi pengetahuan pada orang yang bodoh baik dan buruknya
Dalam syair di atas, menyatakan bahwa orang yang berilmu tidak
diwajibkan menuntut ilmu, akan tetapi dia diwajibkan mengajarkan ilmu
pada orang yang bodoh ( Ahmad Rifa’i, 1842: 1-2).
Dalam kitab Bayan Awwal menjelaskan :
فد ع دنيا ني # حجهير كا بيه ارف بنر ففعكرني سير كا بيه ابنهوها
كارن ستوني سير كا بيه تنموني # تنا كونن كابيه بيسوء اخرة فرتيالني
Podo binahuo siro kabeh
Hujjah iro kabeh arep bener pepanggerane
Kerono satuhune siro kabeh tinamune
Tinakonan kabeh bisuk ahirat pertelane
Artinya :
Belajarlah kalian semua di dunia
46
Karena hujjah untuk kebenaran
Karena sesungguhnya kalian semua
Akan menjadi pertanyaan diahirat nanti
Dalam nadzam di atas menjelaskan bahwa, mencari ilmu di dunia
itu diwajibkan demi hujjah kebenaran, karena sesungguhnya nanti akan
menjadi pertanyaan di ahirat. Maksudnya, menuntut ilmu itu diwajibkan
ketika di dunia, agar nanti akan menjadi bekal di ahirat (Ahmad Rifa’i,
jilid awwal :22)
Kitab Athlab sebuah kitab kecil yang membicarakan hal menuntut
ilmu agama, 1 koras atau 20 halaman, berbentuk nadzam, selesai 1259H
atau 1842 M. Kitab ini merupakan kitab kecil yang isinya mengenai
kewajiban menuntut ilmu. Kitab dalam bahasa Jawa Pegon, atau biasa
disebut dengan kitab Tarajumah .
Gambaran mengenai isi kitab Athlab antara lain adalah :
a. Kewajiban mencari ilmu
b. kewajiban saling tolong-menolong dalam mencari ilmu
c. kewajiban orang yang alim untuk berbagi ilmunya
d. orang bodoh taqsir tidak boleh mengajar
e. beberapa santri yang dianggap bodoh taqsir (bodoh
tidak ada usaha untuk belajar)
f. tanda-tanda mukmin yang jujur
g. mengistiqomahkan syukur kepada Allah SWT
47
h. Hati orang kafir adalah hati yang penuh dengan
penyakit karena tanpa iman.
i. Kewajiban orang yang sudah Mukallaf
j. Tata krama seorang santri (Ahmad Rifa’i, 1842: 1-18).
Dapat dikatakan bahwa dalam kitab Athlab berisi mengenai
kewajiban menuntut ilmu bagi siapapun, bagi mereka yang sudah pintar
diwajibkan mengajar, dan diwajibkan tolong menolong dalam mencari
ilmu, jadi bagi orang yang faham tentang suatu ilmu diwajibkan untuk
mengajarkan kepada orang lain bukan hanya menyimpannya sendiri.
Dalam kitab juga menyebutkan syarat seorang guru harus adil dan alim.
Dalam kegiatan belajar mengajar tentunya ada etika-etika atau tata krama
bagi seorang santri (peserta didik).
Dari biografi mengenai K.H Ahmad Rifa’i tersbut dapat diketahui
kelebihan dan kekurangan kitab karya Ahmad Rifa’i serta kelemahan serta
kelebihan pribadi seorang K.H Ahmad Rifa’i. Kelebihan kitab karya
beliau yaitu : pembahasan mengenai bab yang dibahas sangat lengkap,
pembahasan masih relevan sampai zaman sekarang. Kekurangan dari kitab
karya Ahmad Rifa’i yaitu: bahasa yang digunakan menggunakan bahasa
terjemah Jawa yang sangat klasik sehingga tidak mudah dipahami,
khususnya bagi anak-anak zaman sekarang, penggunaan bahasa Jawa
pegon juga kurang efektif untuk pembelajaran umum.
48
Kelebihan sosok K.H Ahmad Rifa’i yaitu beliau merupakan
seseorang yang gigih dalam belajar, memiliki tekad yang kuat, selalu
berpegang teguh terhadap keyakinannya, tidak mudah putus asa, cerdas
dan tegas, selalu mementingkan kepentingan umat dibanding kepentingan
pribadi. Kekurangan beliau yaitu, beliau merupakan orang yang sangat
keras kepala, fanatik dalam penyampaian dakwah, keras dalam
penyampaian dakwah.
Berkaitan dengan penulisan skripsi ini, peserta didik zaman
sekarang yaitu peserta didik yang berada pada zaman serba modern,
penulis berharap agar peserta didik tetap memahami posisi sebagai peserta
didik, memahami kewajibannya, seperti tetap belajar denga rajin, selalu
menghormati orang tua dan menghormati guru-guru di mana pun mereka
belajar. Diharapkan pula untuk peserta didik di era modern ini dapat
menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya agar tidak salah pergaulan
karena semakin maraknya kebebasan penggunaan android serta internet,
diharapkan pula mereka selalu memiliki semangat dalam menuntut ilmu
agar kelak menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama dan
bermaRtabat serta berbobot dalam segala bidang.
BAB III
PEMIKIRAN K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
49
MENGENAI ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU
A. Pengertian Pesera Didik
Dalam pengelolaan belajar mengajar, guru dan murid memiliki
peranan yang penting. Peserta didik adalah pribadi yang unik, yang
mempunyai potensi dan dan mengalami proses perkembangan. Dalam
proses berkembang itu peserta didik membutuhkan bantuan yang sifat dan
coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh peserta didik itu sendiri,
dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu lain. Dalam
interaksi belajar peserta didik berfungsi sebagai subyek dan obyek.
Sebagai subyek, karena peserta didik yang menentukan hasil sendiri sesuai
dengan kemampuanya sendiri dalam rangka mencapai hasil belajar dan
sebagai obyek, karena peserta didik yang menerima pelajaran dari guru,
murid menerima pelajaran, bimbingan dan berbagai tugas dan perintah
dari guru (Zakiah Daradjat, 1984 :210-211).
Peserta didik dalam pendidikan Islam selalu terkait dengan
pandangan Islam tentang hakikat manusia (Moh. Roqib, 2009 : 59). Salah
satu dimensi penting dalam sistem pendidikan adalah peserta didik. Dalam
proses pendidikan, peserta didik merupakan subjek dan objek yang aktif.
Dikatakan sebagai subjek karena mereka berperan sebagai pelaku utama
dalam proses belajar dan pembelajaran, sedangkan dikatakan sebagai
objek karena mereka sebagai sasaran didik untuk ditumbuh kembangkan
50
oleh pendidik. Aktivitas pendidikan tidak akan terlaksana tanpa
keterlibatan peserta didik di dalamnya (A. Fatah Yasin, 2008 : 94).
Peserta didik merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses
pendidikan. Hal tersebut mengingat, fokus utama proses pendidikan adalah
pembentukan anak didik menjadi manusia-manusia baru. Menjadikannya
menyadari tentang potensi-potensi kemanusiaan yang dimiliki, dan
menggunakan potensinya itu sesuai dengan norma budaya dan agama yang
dianutnya. Pada tahap lanjut, anak diharapkan menyadari pula posisi
kemanusiaan yang melekat pada dirinya melalui proses pendidikan yang
dijalani. Yaitu, dapat lebih mengenal dirimya dan penciptanya, sekaligus
mengerti posisi di antara keduanya serta melakukan hubungan-hubungan
manusia- Tuhan sebagaimana seharusnya (Muslih Usa dan Aden Widjan
SZ, 1997: 43).
Character education does not marely teach what is right and what
is wrong, more than that character education inculcates habituation about
good things so learners become (cognitive domain) about which is right
and wrong, able to feel (affective domain) value good and commonly do it
(psycomotor domain)( Awalina Maftukhah, 2017: 169).
Terjemah :” pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan apa yang benar
dan apa yang salah lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan
habituasi tentang hal-hal baik sehingga peserta didik menjadi (domain
kognitif) dimana yang benar dan salah mampu meraskan ( domain afektif)
nilai yang baik dan yang biasa melakukanya (domain psikomotor).
Dalam hal ini masih berkaitan dengan paragraf di atas yaitu mengenai
norma budaya yang harus dimiliki peserta didik, pendidikan karakter juga
harus dimiliki seorang peserta didik.
51
Berkaitan dengan amal, maka anak akan terdorong dengan kreasi
dan menerapkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam konteks yang
demikian, bekal normatif yang dimilikinya harus terlebih dahulu
dikuatkan. Artinya anak harus memiliki keteguhan diri untuk tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan agama
yang diyakinimya (Muslih Usa dan Aden Widjan SZ, 1997: 44).
Anak didik dalam komponen pendidikan yang tidak bisa terlepas
dari sistem kependidikan, sehingga ada aliran pendidikan yeng
menempatkan anak didik sebagai pusat segala usaha pendidikan (aliran
child centered ). Mengingat pendidikan itu merupakan proses pembinaan
dan perkembangan terhadap potensi fitrah yang dimiliki peserta didik
(Khoiron Rosyadi, 2004 :192).
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok peserta
didik umumnya merupakan sosok anak yang membutuhkan bantuan orang
lain untuk bisa tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan. Ia adalah
sosok yang selalu mengalami perkrmbangan sejak lahir sampai meninggal
dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar. Menurut Sutari
Burnadi dalam buku yang berjudul Ilmu Pendidikan karya Dwi Siswoyo,
peserta didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain
yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan (Dwi Siswoyo, dkk, 2008:
87).
52
Pengertian peserta didik dalam arti luas adalah siapa saja yang
berusaha untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan
pendidikan, sehingga tumbuh dan berkembang potensinya, baik yang
masih berstatus anak maupun orang yang sudah dewasa. Dalam UU
Sisdikanas 2003 pasal 1, dijelaskan bahwa yang disebut peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan. Dalam konteks ini berarti siapa saja bisa menjadi peserta
didik, apabila mereka mengikuti proses pembelajaran pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat
maupun pemerintah (A. Fatah Yasin, 2008 : 95).
Peserta didik menurut K.H Ahmad Rifa’i adalah seseorang yang
ingin mencari ilmu dan seseorang yang ingin mengetahui suatu hukum
syariat menuju jalan ridha Allah ( Ahmad Rifa’i :2).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa peserta
didik adalah siapa saja pihak yang mengikuti pembelajaran dalam
pendidikan formal maupun non-formal, baik diselenggarakan oleh
masyarakat maupun pemerintah, tidak terbatas umur dan bertujuan untuk
meningkatkan potensi-potensi individu.
B. Menuntut Ilmu
أطلب العلم ولو بالصينو , فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم , أن المال كة تضع
أجنحتها لطلب العلم رضا ء بما يطلب )رواه ابن عبد البر(
53
“carilah ilmu sekalipun ke negeri Cina, karena sesungguhnya
mencari ilmu adalah wajib atas setia muslim,. Sesungguhnya para
Malaikat menanungkan sayapnya kepada orang yang mencari ilmu
karena ridha terhadap amal perbuatan itu”
Mencari ilmu itu wajib hukumnya, terlebih ilmu agama karena
ilmu agama dapat menghantarkan pemiliknya kepada kebahagiaan di
dunia dan ahirat. Orang yang mencari ilmu didoakan oleh semua malaikat
sehingga digambarkan dalam hadis di atas bahwa mereka mengangkat
sayapnya pada orang-orang yang sedang menuntut ilmu, karena mereka
ridha terhadapnya. Dalam hadis lain disebutkan pula bahwa orang-orang
yang mencari ilmu itu didoakan oleh semua makhluk yang hidup hingga
ikan-ikan yang ada di laut pun ikut mendoakannya. Sayyid Ahmad Al-
Hasyimi( 1987: 565), Hadisnya adalah:
طلب العلم فريضة على كل مسلم وإن طا لب العلم يستغفر له كل شيئ حتى
البحر )رواه ابن عبد البر عن أنس( الحيتان في
“menuntut ilmu itu wajib bagi semua muslim sesungguhnya orang
yang menuntut ilmu dimintakan ampunan baginya semua makhluk
hingga ikan-ikan yang ada di laut”
Menuntut ilmu agama itu fadhu ‘ain, sedangkan menuntut ilmu
yang menyangkut kemaslahatan hukumnya fardhu kifayah. Segala sesuatu
ikut mendoakan orang yang sedang menuntut ilmu dan memintakan
ampunan pada Allah untuknya hingga ikan yang ada di laut pun ikut
memohonkan ampun.
54
Cina dalam hadis ini menunjukan pengertian negeri terjauh, hadis
ini merupakan bukti sejarah bahwa bangsa Arab pada saat itu telah
mengenal negeri Cina. Demikian pula sebaliknya, orang-orang Cina pun
telah mengenal negeri Arab. Atau makna yang dimaksud ialah mencari
ilmu yang berkaitan dengan maslahat orang banyak karena sejak zaman
dahulu di negeri Cina terkenal sebagai negeri pembuat kertas dan lain-lain
yang tidak dapat dibuat di negeri Arab. Berdasarkan pengertian ini maka
makna yang dimaksud adalah carilah ilmu apapun yang bermanfaat bagi
kepentingan orang banyak ( Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, 1987:143).
Keutamaan mencari ilmu dalam, Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri
(2004: 67), pelajarilah ilmu karena mempelajari ilmu menambah rasa takut
kepada Allah, mancarinya merupakan ibadah, mengingatkannya sebagai
tasbih, mendalaminya merupakan jihad, mengingatkan pada orang yang
sudah mengerti-taqarub, mengajarkannya pada orang yang belum mengerti
adalah shadaqah.
Keutamaan yang lain disebutkan pula dalam hadis :
خرج في طلب العلم فهو في سبيل اهللا حتى يرجع )رواه الترمذ(من
“ barang siapa yang keluar dari rumahnya, dalam rangka
menuntut ilmu, maka ia termasuk fisaالilillahhingga ia pulang ke
rumahnya (H.R Tirmidzi).
ى الجنة )رواه مسلم(من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل هللا له طريقا ال
“Barang siapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka
akan akan memudahkan jalanya menuju surga”
(Edi Purwanto dan Siti Safiroh, 2008:11).
55
Pengertian ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang berasal dari
pengamatan panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan
pengetahuan empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berfikir manusia
dengan menggunakan rasio, ilmu tersebutdisebut dengan ilmu rasional
(Beni dan Abdul, 2012:17).
Menurut K.H Ahmad Rifai menuntut Ilmu dengan memberikan
pengetahuan kepada orang yang bodoh, dan mengingatkan orang ynag
alim fasiq yang lalai, dan mengingatkan pada orang yang lalai dalam
menjalankan perintah Allah (Ahmad Rifa’i :3).
C. Adab Peserta Didik dalam Menuntut Ilmu dalam kitab Athlab
Kitab Athlab adalah kitab yang berisi tentang kewajiban menuntut
ilmu bagi semua orang. Dalam hal semua orang diwajibkan menuntut ilmu
apabila tidak mau belajar (menuntut ilmu), maka mengajarlah (menjadi
guru). Dalam syair K.H Ahmad Rifa’i :
مكى ايكى له نظم أطلب نمني # ترجمه جروساءكن شرع علموني
سكع حاج احمد الرفاعي ابن محمد #شافعية مذهبي اهل سنة طرقتي
نجاعالكوني فرنتهي هللا دحاجة # يتا ءكن عوفيا علم شريعة
Mongko ikilah nadzom athlab namane
Terjemah jurusaken syarak ngilmune
Saking haji ahmad rifa’i ibn muhammad
Syafi’iyah madzhabe ahli sunah thariqote
Nejo ngelakoni parintahe Allah dihajat
Nyataaken ngupoyo ngilmu syariat
Artinya:
Maka inilah nadzom athlab namanya
Terjemahan yang menuju pada ilmu syarak
Dari Kyai Haji Ahmad Rifa’i ibn Muhammad
Yang bermadhab syafi’i ahli tariqat
56
Berniat menjalankan perintah Allah
Menyatakan untuk menuntut ilmu syari’at
Dalam syair di atas menyatakan bahwa kitab Athlab
pembahasannya mengenai kewajiban menuntut ilmu.
سكوساني # كع قوة تولوع تنولوعي هللا فكونيوجب اتس أسالم
اتس اكون بجيكى لن ويد اع فعيرني #ميروهكى اع بودو بيجيك لن الني
Wajib atas ahli Islam sakuwasane
Tulung tinulunge Allah pakune
Atas akon becike lan wedi ing Allah
Meruhake ing bodo becik lan alane
Artinya :
Wajib untuk semua ahli agama dalam kuasanya
Yang mampu saling tolong menolong karena Allah
Dengan perintah kebaikan dan takut pada Allah
Memberi pengetahuan pada orang yang bodoh baik dan buruknya
Dalam syair di atas, menyatakan bahwa orang yang berilmu tidak
diwajibkan menuntut ilmu, akan tetapi dia diwajibkan mengajarkan ilmu
pada orang yang bodoh ( Ahmad Rifa’i, 1842: 1-2).
Kitab Athlab sebuah kitab kecil yang membicarakan hal menuntut
ilmu agama, 1 koras atau 20 halaman, berbentuk nadzam, selesai 1259H
atau 1842 M. Kitab ini merupakan kitab kecil yang isinya mengenai
kewajiban menuntut ilmu. Kitab dalam bahasa Jawa Pegon, atau biasa
disebut dengan kitab Tarajumah (Ahmad Rifa’i, 1842: 1-18).
ريد ادب رمة الم ته ولميت حيا في # لشيخه حفظ الح
اتوي تتكرماني انق مريد تنموني # ايكو واجب رمكسا حرمة انني
57
ملياءكن كدوي كوروني سكوسني #اعدلم نلكاني اوريفي لن ماتني
فرنتهي كوردي توت بوري#ايكيله تيفعي عرف تنيمو نتور واجب
ه في حقه بقد ر # طا قته كذا اتباع االمر قيا م
جنعاكن مريد ايك تنموني#اعدلم كروحقي كروتنمو واجب
كواجبني
كلون سقدر كوساني مريد سررني#كيامعكونو نكانيفكوني كوروني
رف عدوهي سكع جكهن كنيرا #ايكي له ما له تفوعي عواجب
وجارا
وان له خال ف ه قد ظهرا # كذا اجتنا ب نهيه بال مرا
كع وس ظاهراورا ۲سند ينكدوي كورونلياني كالكون#تمنلن
كوي كسونتني
فون واجب انوت اع كورو فرنتهن#كيا معكونو عدوهي سكع
جكهن
(Ahmad Rifa’i,:29-30 ).
Adabul muriidi khifdhul hurmati
Listaihihii fiihaayatihii walmayyiti
utawi tatakramane anak murid tinamune
iku wajib rumekso hormat anane
mulyaaken kaduwe gurune sakuwasane
ing dalem nalikane uripe lan wus matine
wajib parintahe guru ditut buri
ikilah tepunge ngarep tinemu nutur
qiyaamuhu fihaqqihi biqodrin
thaaqatihii kadhaa itbaa’ul amri
wajib jenengaken murid iku tinamune
ingdalem guru haqe guru tinemu kewajiban
kelawan sekodar kuosone murid sarirane
koyo mengkono nekani pakune gurune
58
wajib ngedohi saking cegahan kiniro
ikilah malih tepunge ngarep wicara
wainlahuu khilaafuhuu qoddhoharoo
kadhaa ijtinaabunahiihi bilaa miraa
lan sanadyan kaduwe guru nulayani kelakuhan
temen-temen kang wus dhohir ora gawe kasunatan
pun wajib anut ing guru parintahan
kaya mengkono ngedohi saking cegahan
artinya :
Adabul muriidi khifdhul hurmati
Listaihihii fiihaayatihii walmayyiti
Tatakrama bagi seorang murid atau anak didik
Yaitu wajib menghormati gurunya
Memulyakan pula seorang guru
Ketika masih hidup maupun sudah meninggal
Dan wajib mengikuti apapunyang diperintahkan oleh guru
Inilah gabungan untuk syair di atas
qiyaamuhu fihaqqihi biqodrin
thaaqatihii kadhaa itbaa’ul amri
wajib bagi seorang murid
dengan sebisa murid dalam melakukan
seperti menjalankan perintah dari guru
dan menhauhi larangan yang dilarang oleh sang guru
wainlahuu khilaafuhuu qoddhoharoo
kadhaa ijtinaabunahiihi bilaa miraa
meskipun periaku sang guru tidak seperti adat biasanya
sungguh semua itu bukan hanya sebuah sunah
akan tetapi wajib menjalankan perintahnya
seperti menjauhi larangan yang dilarang guru
Dalam Nadzom di atas menyatakan bahwa peserta
didik dalam menuntut ilmu harus mempunyai tatakrama,
yaitu menghormati dan memuliakan guru, bahkan
disebutkan pula meskipun sang guru sudah tidak hidup lagi
rasa hormat terhadap guru harus tetap ada, tidak hanya
kepada guru tetapi kepada anak turun dari sang guru. Dan
sebagai murid harus hormat salah satu caranya adalah
59
dengan selalu melaksanakan perintah guru dan menjauhi
larangannya, meskipun apa yang diperintahkan kita tidak
suka, tetapi atas dasar rasa ta’zim kita harus melaksanakan
karena keberkahan ilmu bisa jadi kita dapatkan dari hal
tersebut. Dan disebutkan pula dalam syair yang terahir
meskipun terkadang perintah seorang guru tidak sesuai
dengan adat kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari atau
biasa diebut “nulayani adat” dalam bahasa Jawa, kita
sebagai seorang penuntut ilmu harus melaksanakan perintah
tersebut. Dalam buku Etika Menuntut Ilmu terjemah kitab
Ta’lim Muta’alim ( Imam Burhanul Islam Azzarnuji, 2012:
70), seseorang yang mencari ilmu tidak akan manfaat
ilmuny kecuali dengan mengagungkan ilmu dan orang yang
berilmu (guru), mengagungkan dan menghormati guru,
seperti dikatakan : “ tidaklah seseorang mancapai
keberhasilan melainkan dengan penghormatan dan
tidaklah seseorang mengalami kegagalan karena ia tidak
hormat” . berakhlak baik terhadap guru adalah kewajiban
bagi sorang peserta didik. Dalam kitab Washoya Al-Aba’
Lil Abnaa’ menyatakan “ wahai anakku tidak ada sesuatu
yang lebih membahayakan pelajar dari pada amarah para
guru dan ulama. Oleh karena itu wahai anakku, janganlah
engkau membuat marah seorang guru atau bersikap tidak
60
sopan padanya, sekurang-kurangnya dari akibat yang
ditimbulkan oleh amarah para guru adalah terputus
pelajaran dan pemutusan hubungan” (Muhammad Syakir,
2011:51).
مموروء كفايه كواجبا ني #تركدع ددفرض عين تنموني حكومي
سبب ايجين اورننا ووع ليا ني #كع بسا مموروء سرت كوسا فمردني
ووع جالؤ وروء كنورهن #ايكوفرض عين سبين ووع ككورعن حكمي
دوجبكن ارف فتاكو نن #اعتسي ووعكع فد كتكليفنكع
Hukume memuruk kifayah kewajibane
Terkadang dadi fardhu ‘ain tinamune
Sebab ijen ora ana wong liyane
Kang bisa memuruk sarta kuasa pamerdine
Hukume wong jaluk wuruk kinawaruhan
Iku fardhu ‘ain saben wong kekurangan
Kang diwajibaken arep pitakonan
Ingatase wongkang podo kataklifan
Artinya :
Hukum bagi orang yang mencari ilmu adalah wajib kifayah
Terkadang menjadi fadhu ‘ain pula
Sebab tidak ada orang yang lain
Yang bisa mencari ilmu yang kuasa segalanya
Hukum bagi orang yang mencari ilmu
61
Yaitu fardhu ‘ain bagi yang kekurangan
Yang diwajibkan menanyakan
Bagi orang yang taklif
K. H Ahmad Rifa’i dalam syair menyebutkan mengenai
hukum mencari ilmu dalam kitab Bayan jilid 1 ini menyebutkan bahwa
menutut ilmu hukumnya adalah fardhu kifayah, yang dimaksud dengan
fardhu kifayah adalah fardhu yang sudah menggugurkan kewajiban semua
orang apabila sudah ada salah seorang yang melakukannya. Jadi apabila
sudah ada menuntut ilmu maka sudah gugurlah kewajiban orang lain.
Akan tetapi apabila tidak ada seorang pun yang mencari ilmu maka
menjadi kewajiban bagi orang yang ada di suatu daerah yang tidak ada
yang mencari ilmu menjadi fardhu ‘ain.
اناني ديهن ياكعووع مموروء تنموني#ايكو فتع فركار ركوني سكيه
ني #ووعكع دوروء كال كوها ني كفندوكع مموروء ووع
فرتكالي نندء كن كفعتعلم كع دورو كا كن # كفعتلو
اوكا شرطي ارف فهما كي #سبن ركون سرطي دي كنطياءكن
صح مموروءتنموني #ايكو تلوع فركار وويالعا ني شرط سيكه
ارف وروه اع حكوماني كفعتلو# كفندونياسالم عاقل ديهن كع
(Ahmad Rifa’i, : 3-4). Bayan
Sekeh rukune wong memuruk tinamune
Iku patang perkoro ya kangdihin anane
Wongkang memuruk kapindone
Wongkang diwuruk kelakuhane
Kaping telu ngilmu kang diwuruaken
62
Kapingpat pertikele nindaaken
Uga syarate arep mahamaken
Saben rukun syarate diganteake
Sekeh syarat memuruk tinamune
Iku telung parkoro wewilangane
Kangdihin islam ‘aqil kapindone
Kapingtelu arep weruh ing hukumane
Artinya:
Rukun orang yang mencari ilmu itu
Ada empat, pertama adanya
Ada orang yang mencari kedua
Adanya orang yang mengajar
Yang ketiga adanya ilmu yang dicari
Yang keempat kemauan mau melakukan
Juga syarat yang akan dipahamkan
Setiap rukun dan syarat harus diperhatikan
Syarat orang yang mencari ilmu
Ada tiga perkara
Yang pertama islam yang kedua ‘aqil
Yang ketiga ingin mengetahui suatu hukum
Dalam penjelasan di atas menyatakan bahwa rukun dari
orang yang mencari ilmu ada empat :
1. Adanya orang yang mencari ilmu, maksudnya adalah santri
atau peserta didik. Jadi dalam proses pembelajaran harus ada
peserta didik di dalamnya sebagai komponen dalam proses
pembelajaran.
2. Adanya pengajar(guru), guru sebagai seorang pendidik
sekaligu pengajar dalam proses pembelajaran.
3. Adanya ilmu yang dicari, yang dimaksud adalah adanya ilmu
yang akan dipelajari atau materi yang akan dipelajari.
4. Adanya kemauan untuk belajar dan mencoba untuk memahami
apa yang dipelajari.
63
Selanjutnya adalah syarat orang yang mencari ilmu ada 3
yaitu: Islam, Aqil, sessorang itu mempunyai keinginan untuk
memahami dan mempelajari ilmu.
ووع مموروء ايكو نصيحة #سو فيا نريمها اع علم منفعة فرتيكلي
كع ددي رضاني هللا واجب دهمة #لن ييكها اع عوم ككرفني جلونة
اع علم نوروتي اع هواني #كارانا دنيا فنيجا اعدلم اتني عوفيا
علم لن عمل كنوي الة عوفياني #مارع ارت لن كمليان دنياني
)Ahmad Rifa’i, : 5)
Pertikele wong memuruk iku nasihat
Supoyo nerimoho ing ‘alim manfaat
Kang dadi ridhane Allah wajib dihimmat
Lan nyegaho ing ‘awam kekarepane jelunat
Ngupoyo ing ‘alim nuruti ing hawane
Kerono duna peneja ingdalem atine
‘alim lan ‘amal ginawe alat ngupayane
Maring arto lan kamulyan dunyane
Artinya :
Baiknya bagi orang yang mencari ilmu adalah nasihat
Agar bisa mendapatkan ilmu yang manfaat
Yang di ridhoi oleh Allah SWT
Dan hindarilah sifat keawaman yang menjeruskan pada keburukan
Mencari ilmu dengan memenuhi keinginan
Karena dunia sebagai niat di dalam hatinya
Ilmu dan amal sebagai alat mencari
Arta harta dan kemulyaan dunia
Syair di atas membahas mengenai sesorang yang mencari
ilmu harus siap menerima semua nasihat dari guru agar
mendapatkan ilmu yang bermanfaat, atas keridhaan Allah SWT
dan ridha dari guru. Dan agar dapat dihindarkan dari sifat
keawaman, maksudnya sama sekali tidak mengerti ilmu agar
64
nantinya tidak terjerumus kepada keburukan, mencari ilmu diniati
agar mendapatkan pengetahuan dan dapat diamalkan. Ilmu dan
amal sebagai alat untuk mencari kemulyaan baik kemulyaan dunia
maupun akhirat.
كواجباني #ووعكع جلوء وورؤتنموني شرط كهسي اتوي
ايكو لمع فركارويلعن فرتيالني #اسالم عاقل بالغ يتا ككورعني
كفعلما ني ارف فتاكونن #ميله اع علم عدل كنورونن شرط
كع ددي كفرجيا ءني فعيرن #اوكا دد خليفه رسول هللا كنورهن
واجب اعتماد فتواني #علم عدل سبب صدق فتوترني سرت
Utawi sekeh syarat kewajibane
Wongkang jaluk wuruk tinamune
Iku limang perkoro wilangan partelane
Islam ‘aqil baligh nyata kekurangane
Syarat kapinglimane arep pitakonan
Milih ing ‘alim ‘adil kinawaruhan
Kang dadi kaparcayaan pangeran
Uga dadi khalifah rasulullah kinawaruhan
Sarta wajib i’timad fatwane
‘alim adil sebab adil pituturane
Artinya :
Beberapa syarat kewajibanya
Bagi orang yang mencari ilmu
Ada lima perkara
Islam, ‘aqil, baligh, yang kekurangan
Syarat yang kelima menanyakan
Memilih pada alim adil
Yang menjadi kepercayaan pangeran
Juga menjadi pengganti Rasulullah
Juga wajib mengikuti fatwanya
65
Karena orang yang alim,adil benar perkataanya.
Selanjutnya dalam syair di atas membahas mengenai, syarat
wajib orang yang mencari ilmu ada lima perkara, yaitu Islam, Aqil,
Baligh orang yang masih belum mengerti agama, dan harus
mencari guru yang alim dan adil. Syarat yang kelima ini
merupakan hal yang sangat penting karena alim yang adil
merupakan kepercayaan Allah, dan sebagai pengganti dari
Rasulullah SAW, dan alim yang adil wajib diikuti fatwanya, yaitu
melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, orang alim
dan adil pasti selalu jujur dalam perkatan dan dalam segala hal.
Berdasarkan penulisan di atas, dapat dikatakan bahwa
“Adab Pesrta Didik dalam Mentutut Ilmu menurut K.H Ahmad
Rifa’i adalah sebagi berikut :
1. Adab seorang peserta didik terhadap guru adalah selalu
menaati perintah guru serta menjauhi semua yang
dilarang oleh guru, meskipun perintah tersebut tidak
disukai.
2. Ta’zim pada guru dalam segala hal
3. Jangan sampai menyakiti perasaan guru
4. Jangan sampai membuat marah seorang guru
5. Selalu mengormati guru, karena kemanfaatan ilmu di
dapat dari ridho seorang guru
66
6. Hukum mencari ilmu adalah fardhu ‘ain, karena ilmu
merupakan pedoman kita dalam melakukan segala hal.
Seorang penuntut ilmu wajib mendengarkan nasehat
orang lain, terutama nasehat seorang guru. Karena ridho
guru adalah ridho Allah ketika mencari ilmu. Ilmu yang
disertai dengan amal akan membawa kemulyaan dunia
dan ahirat. Wajib mencari guru yang alim dan adil,
karena seorang guru yang alim dan adil adalah kekasih
Allah dan pengganti para Rasul.
67
BAB IV
ANALISIS ADAB PESERTA DIDIK DALAM MENUNTUT ILMU
MENURUT K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB ATHLAB
A. Analisis Adab Pesera Didik dalam Menuntut Ilmu Menurut K.H Ahmad
Rifa’i dalam Kitab Athlab
Peserta didik yang ingin memperoleh ilmu pengetahuan harus
selalu mengikhlaskan niat dalam belajar, sebab niat yang baik dan ikhlas
dapat mengubah suatu kebiasaan menjadi amal ibadah (Sayyid Idrus bin
Salim Jufri,2002 : 113). Sabar dan patuh dan tidak mengingkarinya
terhadap apa yang diberikan guru merupakan salah satu sifat yang harus
dimiliki peserta didik dalam menuntut ilmu, dalam buku Pengajaran dan
Pendidikan Islam (202: 113) Imam Syafi’i pernah menulis syair yang patut
untuk direnungkan oleh peserta didik
Hendaklah kamu berlaku sabar dalam mengahadapi kemarahan guru
Karena selalu kegagalan belajar adalah karena meninggalkan guru
(Sayyid Idrus bin Salim Jufri,2002 : 113).
Maksud dari syair di atas adalah bahwa kesabaran dalam
mengahadapi kemarahan guru akan memberkahi peserta didik dalam
menuntut ilmu, dan kebanyakan seseorang gagal mendapatkan ilmu yang
bermanfaat karena meninggalkan guru atau tidak ta’zim dengan perintah
guru, sehingga tidak mendapat kridhoan dari guru ketika menuntut ilmu.
Menurut Az-Zarnuji dalam buku Pengajaran dan Pendidikan Islam karya
68
Sayyid Idrus bin Salim, mengatakan bahwa memuliakan guru pada
hakikatnya sama dengan memuliakan ilmu.
Kewajiban peserta didik dalam menuntut ilmu menurut Imam
Ghazali dalam buku Tiga Aliran Utama Pendidikan Islam (2002: 124-128)
:
1. Mempriotaskan penyucian diri dari akhlak tercela dan sifat buruk, sebab
itu bentuk peribadatan hati, shalat rohani dan pendekatan batin kepada
Allah. Sebagimana sholat merupakan amaliyah lahir saja tidak sah tanpa
adanya thaharah dari hadas dan kotoran demikian halnya ibadah batin
tidak sah kecuali dengan penyucian diri dari noda-noda akhlak.
2. Peserta didik menjaga diri dari kesibukan duniawi.sebab bergelut dengan
kesibukan duniawi dapat memalingkan konsentrasi belajarnya, sehingga
kemampuan menguasai ilmu menjdi tumpul.
3. Tidak membusungkan dada terhadap orang alim, melainkan bersedia
melaksanakan tugas dan nasihatnya. Sebab pasien sudah sewajarnya
mematuhu anjuran dari dokter seperti itu analoginya. Murid juga
dianjurkan untuk rendah hati dan berhikmad pada guru.
4. Bagi penuntut ilmu pemula hendaknya menghindarkan diri dari mengkaji
variasi pemikiran dan tokoh, baik menyangkut ilmu duniawi maupun
akhirat. Sebab hal ini dapat menimbulkan kekacaun dan memecah
konsentrasi. Ia harus lebih dahulu menguasai disiplin ilmu dengan seorang
guru baru mengkaji ragam pikiran yang lainya.
69
5. Penuntut ilmu tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu apapun yang terpuji,
melaikan bersedia mengkajinya hingga tau akan orientasi dari disiplin
ilmu yang dimaksud. Apabila usia dan kesempatan mengizinkan ia bisa
mendalaminya lebih lanjut. Namun jika tidak bisa mempriotaskan ilmu
yang terpenting untuk didalami.
6. Menuntut ilmu tidak dilakukan secara sekaligus, akan tetapi perlu bertahap
dan diperiotaskan untuk yang lebih penting. Sebab sekiranyan umur sudah
tidak mencukupi makan diperiotaskan untuk mempelajari ilmu yang
terpenting dan terbaik, sehingga bisa menjadi pakar ilmu yang mulia, yaitu
ilmu muamalah, maupun ilmu ahirat.
7. Penuntut ilmu tidak melangkah mendalami tahap ilmu berikutnya hingga
dia benar benar sudah menguasai ilmu sebelumnya. Sebab ilmu itu
bersinambung secara linier satu sama saling terkait.
8. Penuntut ilmu hendaknya mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
dapat memperoleh ilmu yang paling mulia. Kriteria kemuliaan dan
keutamaan ilmu didasarkan pada dua hal: pertama, keutaman hasil dan
yang kedua realibitas landasan argumentasinya.
9. Tujuan belajar penuntut ilmu adalah pembersihan batin dan menghiasinya
dengan keutamaan serta pendekatan diri kepada Allah serta meningkatkan
maqam spiritualnya. Sebaliknya bukan bertujuan mencari kedudukan,
kekayaan dan popularitas. Dengan demikian maka prioritas utama adalah
ilmu ahirat tapi jangan meremehkan ilmu-ilmu lain.
70
10. Mampu mengetahui relasi ilmu yang dikajinya dengan orientasi yang
dituju sehingga dapat memilih ilmu yang akan diperiotaskan ( Muhammad
Jawwad Ridlo, 2002: 124-128).
Peserta didik juga harus mencari seorang guru yang paling
alim, paling wara’, dan lebih tua, seperti halnya Abu Hanifah memilih
Hammad bin Sulaiman Rahimahullah setelah beliau berfikir panjang
dan beliau mengatakan “ Aku mendapati beliau sebagai seorang guru
yang berwibawa, lembut dan penyabar.” (Imam Burhanul Islam
Azzarnuji, 2012:49). Alasan mengapa harus mencari yang lebih tua
karena jika guru lebih tua dari peserta didik akan lebih punya rasa
hormat terhadapnya, dibandingkan dengan yang sebaya atau lebih
muda, secara tidak langsung apabila guru sebaya atau lebih muda dari
pesrtta didik akan sedikit punya rasa hormat terhadapnya.
Dalam kitab Takhyiroh Mukhtasor karya Ahmad Rifa’i syarat
sah seorang guru ada dua, yaitu :
كع ديهن عالم ويروه اع فعكارني شرعتي نبى محمد كفند عادل
وراعال كوني ستعهي دوسا كدي لن اورا عالكوءكين رواية ا
ستعهي حرام جليك ارن عادل روية كومفول ففت اسالم عاقل بالغ
اورا فاسقKangdihin alim weruh panggerane sayriate nabi Muhammad,
kapindo adil riwayat ora ngelakoni satengahe dosa gede lan ora
ngelakoni satengahe haram cilik, aran adil riwayat kumpuk papat
Islam, aqil, bailigh, ora fasiq.
Artinya :
Yang pertama alim yang mengetahui syariat nabi Muhammad Saw,
yang kedua adilyang tidak melakukan dosa besar ataupu dosa kecil,
71
yang dimaksud dengan adil riwayat ada empat yaitu : Islam, aqil,
baligh, dan tidak fasiq ( Ahmad Rifa’i, 2006: 5).
Bedasarkan syair di atas dapat dikatakan bahwa syarat seorang
ada dua yaitu adil, alim. Yaitu alim adil, yang faham dengan syariat
nabi Muhammad, dan tidak melakukan dosa besar maupun kecil.
Mengapa mencari guru harus yang adil dan alim karena telah
banyak diketahi sekarang ini banyak orang yang kealimanan
diragukan serta keadilannya kurang dapat diandalkan. Yang
dimaksud adil dalam kitab ini ada empat yaitu:
1. Islam, seorang yang dikatakan adil dalam pembahasan ini
adalah seseoeang yang beragama islam
2. Aqil, seorang yang berakal sehat
3. Baligh, orang yang sudah baligh atau sudah dalam umur
baligh, sudah dapat membedakan mana yang haq dan mana
yang bathil.
4. Tidak fasiq, bukan orang fasiq, yaitu bukan orang yang
selalu mengerjakan dosa kecil secara terus-terusan padahal
sudah tau bahwa hal yang dilakukan adalah dosa (Rifai,
2006 : 5-6).
Al- Hakim berkata : Bila engkau pergi ke kota Bukhara
jangan tergesa-gesa mengunjungi para imam, tapi tinggalah dua
bulan sambil engkau amati dan engkau pilih seorang guru,
karena bila engaku tergesa-gesa mendatangi seorang alim bisa
72
jadi pelajaranya tidak menarik bagimu lalu engkau
meninggalkannya dan beralih kepada alim yang lainya dengan
demikian engaku tidak akan diberkahi dalam belajarmu. Oleh
karena itu seorang peserta didik harus sabar dan tekun dalam
menghadapi seorang guru, dan buku pelajaran agar jangan
sampai meninggalkannya (Imam Burhanul Islam Azzarnuji,
2012:50).
Jadi dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa
mencari ilmu harus memilih guru yang benar-benar alim,adil,
dan sabar ketika mengajar, jangan sampai tidak sabar dalam
menghadapi guru atau pelajaran, karena apabila peserta didik
bosan dengan keduanya maka akan hilanglah kebarkahan dari
sebuah ilmu.
Adab peserta didik dalam menuntut ilmu menurut
K.H Ahmad Rifai dalam kitab Athlab dapat dianalisis dalam
pembahasannya sebagai berikut:
1. Adab seorang peserta didik terhadap guru.
Sesorang yang mencari ilmu tidak akan mendapat ilmu dan
tidak akan manfaat ilmunya kecuali dengan mengagungkan
ilmu dan orang- orang yang berilmu yaitu seorang guru. Di
antara penghormatan terhadap ilmu adalah menghormati guru.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata:
73
“ aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajarkan
satu huruf kepada ku, kalau mau ia boleh jual , ia boleh
membebaskan atau memperjualkan ku”
( Imam Burhanul Islam Azzarnuji, 2012 : 70).
Dalam syairnya adalah :
# لتعلم حرف وا حد الف درهم د حق ان يهدى اليه كرا مة لق
Sungguh ia berhak diberi kemuliaan
Untuk belajar satu huruf saja biaya satu dirham.
Maksudnya adalah bahwa siapapun yang mengajari satu
huruf yang kamu butuhkan untuk ibadahmu berarti ia adalah
ayahmu dalam agama. Syaikh Al-Imam Sadiddudin Asy Syairazi
Rahimahullah pernah berkata :
“barang siapa yang anaknya ingin menjadi orang alim hendaknya
ia memperhatikan guru-guru yang asing, memuliakan mereka,
memberi mereka makan, memeberiakn mereka sesuatu dan dan
menghormati mereka, karean kelak jika anaknya tidak menjadi
orang alim maka cucunya yang akan menjadi orang alim”
( Imam Burhanul Islam Azzarnuji, 2012 : 71)
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa betapa
pentingnya serta wajibnya menghormati sorang guru, karena guru
adalah sosok penuntun peserta didik di dalam agama sebagai bekal
kehidupan ahirat kelak. Bahkan dikatakan bahwa seseorang yang
mengajarkan peserta didik meskipun satu huruf berarti seharusnya
membayar satu dirham, maksudnya adalah satu huruf yang telah
diajarkan oleh seorang guru akan menjadi penuntun di ahirat kelak,
74
itulah mengapa Sayyidina Ali mengatakan bayaran bagi orang yang
mengajar satu huruf adalah dirham.
Ketika guru telah memulai pelajaran jangan sampai peserta
didik terlarut berbicara atau bercerita dengan teman sendiri, sebagai
peserta didik harus sungguh-sungguh dalam memperhatikan pelajaran.
Bahkan ketika peserta didik tidak paham dengan pelajaran apabila mau
bertanya harus dengan sopan. Dan jangan sampai melantangkan suara
di hadapan gurumu dan jangan sekali-kali membantah penjelasan
gurumu (Muhammad Syakir, 2011: 48).
Menghormati guru dan keluarganya juga akan membawa
keberkahan tersendiri,telah dikatakan di atas karena seumpama nanti
anak tidak bisa menjadi orang alim, maka nanti setidaknya cucunya
yang akan menjadi orang alim. dan masuknya suatu ilmu salah satunya
adalah dengan menghormati guru serta memuliakannya (Muhammad
Syakir, 2011: 48). Dalam kitab Al- Ahlaqul Al-Baninin Juz 1
dikatakan, Sebagai seorang peserta didik karena sudah dididik maka
wajib menghormati guru seperti menghormti orang tua sendiri (Umar
Ibn Ahmad Barajai, 1382 H : 44).
Salah satu keharusan yang dimiliki oleh seorang peserta didik
adalah bermusyawarah. Nabi Muhammad SAW pun selalu melakukan
musyawarah dengan para sahabatnya ketika akan melakukan sesuatu.
75
Mencari ilmu termasuk kepentingan tertinggi dan paling sulit, maka
dalam hal ini musyawarah lebih penting dan lebih wajib.
2. Ta’zim pada guru dalam segala hal, Jangan sampai menyakiti
perasaan guru dan membuat guru marah.
Dalam proses belajar mengajar tentulah terdapat seorang peserta
didik dan seorang guru, dimana guru sebagai seorang yang patut untuk
dita’zimi oleh peserta didik karena seorang guru telah mentransfer
ilmunya kepada seorang peserta didik. Dan dalam pendidikan Islam
seringkali dinyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar sebagai
peserta didik harus memiliki sifat ta’zim kepada guru.
Menurut W. J. S Poerwadarminta mengatakan bahwa ta’zim
adalah perbuatan atau perilaku yang mencerminkan kesopanan dan
menghormati orang lain terlebih pada orang yang lebih tua atau
seorang guru yang dimuliakan (W.J. S Poerwadaminta,1976 : 995).
Menurut A. Ma’ruf Asrori Ta’zim adalah suatu totalitas
dari kegiatan ruhani ( jiwa) yang direalisasikan lewat perilaku dengan
wujud sopan santun, menghormati orang lain dan mengagungkan guru
( A. Ma’ruf Asrori, 1996: 12).
Menurut K.H Ahmad Rifa’i Ta’zim digambarkan lewat syair di
bawah ini :
76
رمة # لشيخه في حيا ته ريد حفظ الح ادب الم
ولميت
اتوي تتكرماني انق مريد تنموني # ايكو واجب رمكسا
حرمة انني
ملياءكن كدوي كوروني سكوسني #اعدلم نلكاني اوريفي
ي لن ماتن
كوردي توت بوري#ايكيله تيفعي عرف فرنتهي واجب
تنيمو نتور
(Ahmad Rifa’i,:29-30 ).
Adabul muriidi khifdhul hurmati
Listaihihii fiihaayatihii walmayyiti
utawi tatakramane anak murid tinamune
iku wajib rumekso hormat anane
mulyaaken kaduwe gurune sakuwasane
ing dalem nalikane uripe lan wus matine
wajib parintahe guru ditut buri
ikilah tepunge ngarep tinemu nutur
artinya :
Adabul muriidi khifdhul hurmati
Listaihihii fiihaayatihii walmayyiti
Tatakrama bagi seorang murid atau anak didik
Yaitu wajib menghormati gurunya
Memulyakan pula seorang guru
Ketika masih hidup maupun sudah meninggal
Dan wajib mengikuti apapunyang diperintahkan oleh guru
Inilah gabungan untuk syair di atas
Dalam Nadzom di atas menyatakan bahwa peserta didik
dalam menuntut ilmu harus mempunyai tatakrama, yaitu
menghormati dan memuliakan guru, bahkan disebutkan
pula meskipun sang guru sudah tidak hidup lagi rasa
hormat terhadap guru harus tetap ada, tidak hanya kepada
guru tetapi kepada anak turun dari sang guru. Dan sebagai
77
murid harus hormat salah satu caranya adalah dengan selalu
melaksanakan perintah guru dan menjauhi larangannya,
meskipun apa yang diperintahkan tidak suka, tetapi atas
dasar rasa ta’zim peserta didik harus melaksanakan karena
keberkahan ilmu bisa jadi peserta didik dapatkan dari hal
tersebut. Dalam Nadzom di atas menyatakan bahwa peserta
didik dalam menuntut ilmu harus mempunyai tatakrama,
yaitu menghormati dan memuliakan guru, bahkan
disebutkan pula meskipun sang guru sudah tidak hidup lagi
rasa hormat terhadap guru harus tetap ada, tidak hanya
kepada guru tetapi kepada anak turun dari sang guru. Dan
sebagai murid harus hormat salah satu caranya adalah
dengan selalu melaksanakan perintah guru dan menjauhi
larangannya, meskipun apa yang diperintahkan peserta
didik tidak suka, tetapi atas dasar rasa ta’zim peserata didik
harus melaksanakan karena keberkahan ilmu bisa jadi
pesera didik dapatkan dari hal tersebut.
Dalam pendapat Al-Ghazali menjelaskan dalam buku
Pendidikan Profetik (Khoiron Rosyadi, 2004: 207), bentuk
keta’ziman peserta didik terhadap guru yang dirinci dalam
kitab Bidayatul Hidayah diantaranya adalah :
78
1. Jangan bertanya kepada guru apabila belum ijin, ketika
dalam proses pembelajaran apabila peserta didik akan
bertanya harus meminta ijin dahulu kepada guru, jangan
tiba-tiba bertanya dengan sikap yang kurang sopan.
Bahkan jangan peserta didik bertannya selagi guru
sedang dalam keadaan tidak enak atau sedang bosan.
2. Ketika guru sudah akan pergi jangan mengajukan
pertanyaan, jadi ketika guru sudah ijin untuk
meninggalkan kelas jangan sampai menghentikan
langkah guru hanya sekedar untuk bertanya.
3. Jangan bergurau dengan teman sendiri, ketika guru
sedang menjelaskan jangan sampai mengobrol dengan
teman apalagi sampai tertawa keras di dalam kelas
ketika guru sedang menjelaskan.
4. Jangan sekali-kali menegur ucapan guru, apabila guru
sedang menjelaskan jangan sampai peserta didik
menyalahkan ucapan guru karena itu akan menykiti
perasaan guru.
Dalam kitab Al-Mar’atu Al-Shalihah desebutkan bahwa
adab atau bentuk tazim peserta didik terhadap guru adalah
menaati segala perintah guru asalkan bukan perintah dalam
ma’siat, jangan sampai menolak dengan alasan apapun, apabila
diberi amanah harus disampaikan dengan sejujurnya. Meskipun
79
terkadang peserta didik sedang sibuk sebagai peserta didik
harus lebih mengutamakan perintah guru terlebih dahulu,
karena di situlah letak keberkahan ilmu. (Masrukhan
Almaghfuri, 22-23).
Sabagai peserta didik seharusya jangan sampai membuat
marah seorang guru, bahkan meskipun guru marah, sebagai
peserta harus diam dan jangan membantah sedikitpun
(Masrukhan Almaghfuri, 22-23). Selalu mengormati guru,
karena kemanfaatan ilmu di dapat dari ridho seorang guru.
Salah satu kewajiban seorang peserta terhadap gurunya
adalah, tidak menyombongkan ilmunya dengan menentang
guru. Al-Ghazali dalam buku Pendidikan Profentik (Khoiron
Rosyadi, 2004: 204) :
“Seorang pelajar seharusnya jangan menyombongkan diri
dengan ilmu pengetahuan dan jangan menentang gurunya.
Akan tetapi patuhlah terhadap guru seluruhnya (yang baik),
seperti patuhnya seorang pasien yang bodoh terhadap
doktprnya yang ahli dan pengalaman”
Yang dimaksud guru di atas adalah seseorang yang
mempunyai keahlian yang tinggi dan pengalaman yang luas,
telah menyelidiki dengan teliti keadaan peserta didik sehingga
dapat mengetahui kelemahan dan penyakitnya, setelah itu baru
memberikan nasehat, petunjuk pada peserta didik yang sesuai
80
dengan keadaan dan kebutuhan anak didik. Jangan pernah
meremehkan seorang guru, apalagi sampai mencela apabila ada
kesalahan jangan sampai peserta didik menyalahkan di
depannya dengan jelas karena itu akan menyakiti perasaan
seoang guru. Bahkan betapa utamanya menghormati seorang
guru meskipun peserta didik telah berpulu-puluh kali mendapat
cerita yang sama dari guru ketika peserta sedang dalam proses
pembelajaran,peserta didik harus tetap mendengarkan seperti
belum pernah mendengar, hal itu untuk menghargai seorang
guru.
3. Hukum mencari ilmu adalah fardhu ‘ain, karena ilmu merupakan
pedoman dalam melakukan segala hal.
Dalam satu syair dikatakan :
لها# من رامه رام ف ل المط الما آرب ك ا ومن حا زه قدحاز ك
لب
Barang siapa yang mencarinya berarti ia mencarisegala-
galanya
Barang siapa yang meraihnya berarti ia meraih segala
keberuntungan
(Ali Maghfur Syadzili Iskandar, 1436 H: 46).
تعلم فانالعلم زين ألهله # وفضل وعنوغ ن لكل
المحا مد
هوالعلم الها دى الى سنن اله دى # ه و الحصن ي نجى من
جميع الشداءدBelajarlah karena sesungguhnya ilmu adalah perhiasan bagi
pemiliknya
81
Keutamaan dan tanda segala tingkah terpuji
Dialah ilmu yang membimbing ke jalan kebenaran
Dialah benteng pelindung dari segala kesengsaraan
(Ali Maghfur Syadzili Iskandar, 1436 H: 19-20).
Dalam syair di atas, merupakan perintah untuk menuntut ilmu
karena orang yang berilmu akan menjadi perhiasan bagi pemiliknya,
maksudnya pemiliknya yaitu membuat bangga orangtuanya, dan
memiliki ilmu adalah sesuatu yang sangat terpuji. Ilmu merupakan
petunjuk jalan kebenaran, karena orang yang memiliki ilmu akan tahu
mana sesuatu yang benar dan mana sesuatu yang salah. Ilmu
merupakan pelindung dari kesalahan juga.
Mengenai kewajiban memperdalam ilmu, khususnya ilmu agama
ada dalam Q.S . Al- Taubah, 9:122) :
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
Menurut al- Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban
memperdalam ilmu agama (Wujub al-tafaqquh fial-din) serta menyiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah
didirikan serta mengajarkanya kepada manusia berdasarkan kadar yang
diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak
82
membiarkan mereka tidak megetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya
harus diketahui oleh orang-orang yang beriman (Abuddin Nata, 2010 : 158-159).
Dalam Q.S al- Mujadilah, 58:11, yang membahas mengenai keutamaan
orang yang menuntut ilmu :
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Abuddin Nata, 2010 : 151).
Dalam ayat di atas maksudnya bahwa Allah akan mengangkat orang-orang
mukmin yang melaksanakan segala perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dengan
memberikan kedudukan yang khusus, baik dari segi pahalanya maupun keridlaan-
Nya (Abuddin Nata, 2010 : 154). Jadi dalam ayat tersebut Allah telah menjanjikan
derajat bagi orang-orang yang memiliki ilmu dan dijanjikan pula akan mendapat
kemulyaan di dunia maupun di ahirat. Dan dipastikan tidak akan pernah rugi bagi
orang yang memiliki ilmu, lebih-lebih ilmu tidak hanya untuk dimiliki saja akan
tetap harus diamalkan pula.
عمل # اعما ل ه مرد و دة ال ي قبل وك ل من بغير علم ي
83
كا وي عمل ايكو سيكيه عمل تنموني وع اورا كلوان علموني #و لن سبي
تينولك اورا تينمو كتريما ني # بلك سنكسا اعدلم اخراة تمهاني
(Ahmad Rifa’i :10).
Wakullu man bighoiri ‘ilmin ya’malu
A’maaluhuu mardudatun laa yuqbalu
Lan saben wong ora kelawan ngilmune
Gawe amal iku sekeh amal tinamune
Tinulak ora tinemu katarimane
Balik sinikso ingdalem ahirat temahane
Artinya :
Dan setiap orang tidak dengan ilmunya
Berbuat amal dari amal yang ada
Itu akan tertolak
Dan akan menjadi siksa di ahirat
Dalam syair di atas dijelaskan bahwa sesorang yang berbuat
tindakan tanpa ilmu akan tertolak, maksudnya amal yang tidak disertai
dengan ilmu maka amal itu akan tertolak, karena amal tanpa dasar adalah
sesuatu yang salah. Bahkan dijelaskan pula bahwa amal, yaitu amal ibadah
yang tanpa ada dasar ilmu akan ditolk akan akan menjadi
pertanggungjawan di ahirat nanti.
4. Relevansi Adab Peserta Didik dalam Menuntut Ilmu di Era
Modern dalam Kitab Athlab.
84
Kitab Athlab karya K.H Ahmad Rifa’i pada tahun 1259 H,
dengan jumlah satu koras dengan 20 halaman. Kitab tersebut
adalah kitab yang membahas mengenai menuntut ilmu, dan di
dalamnya terdapat pula adab ketika menuntut ilmu bagi para
peserta didik agar para peserta didik memiliki adab terhadap guru
dan adab terhadap ilmu. Termasuk dalam pembahasan kitab
Athlab keutamaan dan manfaat menuntut ilmu.
Dalam kitab Athlab, adab seorang peserta didik terhadap
guru adalah selalu menaati perintah guru serta menjauhi semua
yang dilarang oleh guru, meskipun perintah tersebut tidak
disukai, meskipun peserta didik dalam keadaan sesibuk apapun
harus mengutamakan perintah guru. Ta’zim pada guru dalam
segala hal, tidak menyakiti perasaan guru, selalu menghormati
guru karena kemanfaat ilmu ada pada ridho seorang guru.
Menurut penulis relevansi adab peserta didik dalam
menuntut ilmu dalam kitab Athlab, pada era modern saat itu yaitu
di mana era yang penuh dengan android dan media digital yang
tidak dapat dipungkiri lagi betapa melesatnya penggunaannya di
masa sekarang ini. Di kalangan para peserta didik utamanya
perkembangan era modern yang tidak dapat dibendung
kehadiranya dan banyak sekali dari pihak para peserta didik yang
kurang bisa memanfaatkan dengan baik berbagai perkembangan
85
elektronik seperti android dan sebagainya, sehingga kebanyakan
dari para peserta didik sering kali menyalahgunakan penggunaan
tekhnologi modern yang menyebabkan rusakya moral mereka
dalam banyak hal.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
perkembangan tekhnologi di era modern di kalangan peserta
didik lebih banyak berdampak negatif, karena para peserta didik
lebih banyak menggunakan tekhnologi tersebut untuk kebutuhan
yang tidak seharusnya dibutuhkan oleh mereka, seperti
pornografi dan lain sebagainya. Dan tidak dapat dipungkiri pula
bahwa pesera didik zaman sekarang ini banyak sekali yang sudah
tidak tahu adab terhadap ilmu dan juga terhadap guru.
Jadi penulis mengangkat tema di atas yaitu adab peserta
didik dalam menuntut ilmu dalam kitab Athlab, di era modern ini
diharapkan dengan adanya skripsi ini dapat menjadi solusi dalam
memperbaiki akhlak anak didik di era sekarang ini yang sudah
penuh dengan tekhnologi modern di sekelilingnya. Dan dalam
mendidik peserta didik memanglah harus diterapkan mulai dini
agar di masa yang lebih modern akhlak peserta didik dapat
tertata sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
Wujud konkrit Pemikiran K.H Ahmad Rifa’i yang bisa
diterapkan pendidikan sekarang , yaitu penggunaan metode
86
pembelajaran atau pengajian yang diterapkan dalam pengkaji
kitab K.H Ahmad Rifa'i i dengan empat tahapan yaitu :
1. Tahapan pertama adalah peserta didik harus membaca
ngaji irengan, maksudnya ngaji irengan adalah
membaca kitab dengan dibaca pada bagian tulisan
yang bertinta hitam.
2. Tahapan yang kedua, mengkaji dan membaca dalil-
dalil, hadist, dan qoul ulama’ yang terdapat dalam
kitab Tarajumah yang biasa disebut dengan ngaji
abang, yang biasanya tertulis dengan tinta warna
merah.
3. Tahapan ketiga adalah membaca dalil, hadist, qoul
dan maknanya, maknanya adalah tulisan dengan tinta
warna hitam sedang dalil, hadist, dan qoul ulama’
adalah berwarna hitam. Tahapan ini dinamakan ngaji
lafal makno dalam bahasa orang Rifai’iyah.
4. Tahapan keempat, memahami isi yang terdapat dalam
kitab tersebut. Dengan dijelaskan oleh guru.
Dalam pengkajian empat tahapan tersebut
kebanyakan dengan metode sorogan,jadi satu peserta
didik diajari atau dibacakan dahulu lalu kemudian peserta
didik menirukan, tahap kemudian guru menjelaskan pada
peserta didik isi kandungan yang ada di dalam kitab.
87
Hampir semua orang-orang Tarajumah menggunakan
empat tahapan tersebut. Selain dengan metode sorogan
metode yang selalu diterapkan lagi adalah hafalan, yaitu
hafalan nadzom-nadzom atau syair karangan K.H Ahmad
Rifa’i. Dengan hafalan merekan nanti akan ingat dan
akan mudah faham maksud dari isi kitab yang ada.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui
bahwa metode sorogan dan hafalan model K.H Ahmad
Rifa’i masih dapat diterapkan di zaman sekarang, karena
kedua metode tersebut mudah dalam memahamkan
peserta didik dan sudah umum dipakai dalam
pembelajaran.
88
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan analisa pada bab-bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Biografi K.H Ahmad Rifa’i ibn Muhammad
KH Ahamad Rifa’i ibn Muhammad dilahirkan di desa
Tempuran Kendal, pada 9 Muharam 1208 H / 1870 M. dan
meninggal pada usia 84 tahun hari ahad 6 Rabi’ul Akhir 1286 H/
1870 M. Beliau diasuh oleh kedua orangtuanya dengan tradisi
daerah sana dengan belajar ilmu agama denganpara kiyai di daerah
kendal. Setelah ayahnya meninggal Ahmad Rifa’i diasuh oleh
kakak iparnya yang bernama Asy’ari. Syaikh Ahmad Rifa’i
seorang ulama intelektual lulusan Makkah dan Mesir. Ada sekitar
65 kitab yang dikarang beliau dan banyak pula muridnya.
2. Adab Peserta didik dalam menuntut ilmu menurut K.H Ahmad
Rifa’i dalam kitab Athlab
Adab peserta didik dalam menuntut menurut K.H
Ahmad Rifa’i dalam kitab Athlab meliputi : kewajiban
menuntut ilmu, dalam menuntut ilmu harus mencari guru yang
‘alim dan adil, tidak boleh menyakiti perasaan guru, mencari
89
keberkahan guru dengan selalu menaati perintah dan menjauhi
larangan dari guru.
3. Relevansi Adab Peserta Didik dalam Menuntut Ilmu di Era
Modern dalam Kitab Athlab.
Relevansi skripsi dengan judul Adab peserta didik
dalam menuntut ilmu merurut K.H Ahmad Rifa’i dalam kitab
Athlab di era modern ini sesuai sekali dengan keaadan peserta
didik di zaman sekarang ini yang kebanyakan kurang
mengetahui adab, sopan santun kepada guru sehingga
penelitian ini diharapkan bisa menjadi tolak ukur atau pedoman
untuk peserta didik di zaman sekarang yang sudah terlibat
dalam era tekhnologi yang sangat modern.
B. SARAN
Begitu besar manfaat dalam menuntut ilmu bagi para peserta didik,
serta ketaatan pserta didik terhadap guru ketika dalam proses belajar, maka
penulis memberikan pertama, saran kepada guru sebagai berikut :
1. Sebagai seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,
kita seharusnya selalu menaati segala perintah dan menjauhi
larangan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2. Apabila memiliki ilmu harus menularkan ilmunya kepada orang
lain.
Selanjutnya saran kepada peserta didik sebagai berikut :
90
1. Wajib menuntut ilmu bagi orang yang masih bodoh dengan
mencari guru yang alim dan adil. Apabila sudah pintar maka wajib
menjadi pengajar (guru) agar ilmunya dapat bermanfaat.
2. Agar ilmu dapat bermanfaat dan barakah maka sebagai peserta
didik harus selalu menaati perintah guru, ta’zim kepada guru, dan
selalu menghormati guru.
C. PENUTUP
Dengan mengucapkan syukur Alkhamdulillah kehadirat Allah
SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akademik yaitu
penulisan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd.).
Mengingat kemampuan penulis, tentulah penulisan skripsi ini jauh
dari kata sempurna. Apabila ada kebenaran semata-mata dari Allah SWT,
akan tetapi apabila banyak kesalahan merupakan murni kesalahan dari
penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk selanjutnya agar lebih baik. Akhirnya semoga skripsi
ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
umumnya yaitu terutama bagi para peserta didik di dunia pendidikan di
zaman sekarang ini. Amiin.
91
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah , Shadiq. 2006. Islam Tarjumah : Komunitas, Doktrin , dan Tradisi.
Semarang : Rasall
Ali dan Asrori. 20o6. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta didik. (Jakarta:PT
Bumi Aksara
Al-Jufri, Idrus bin Salim. 2014. Pengajaran dan Pendidikan Islam.
Semarang : Fatawa Publishing.
Amin, Ahmad Syadzirin. 1996. Gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i dalam Menentang
Kolonial Belanda. Jakarta : Jamaah Masjid Baiturrahman.
Asrori, A. Ma’ruf. 1996. Etika Bermasyarakat. Surabaya : Al-Miftah
Asrori, Ma’ruf. 2012. Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu. Surabaya: Al-Miftah.
Azzarnuji, Muhammad Burhanul Islam. 2012. Etika Menuntut Ilmu ,
Terjemah Ta’lim Muta’alim. Surabaya : Al-Miftah.
Barajak, Umar Ibn Ahmad.1372 H. Al-Ahlaqul Baniin. Surabaya
Daradjat, Zakiah. 1984. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Djamil, Abdul. 2001. Perlawanan Kiyai Desa (Pemikiran dan Gerakan K.H
Ahmad Rifai Kalisalak). Yogyakarta : LKIS Yogyakarta.
Furchan, Arif. 1982. Pengantar Penelitian dalam Penelitian. Surabaya : Usaha
Nasional.
Iskandar, Ali Maghfur Syadzili. 1436 H . Syair Alala dan Nadzom Ta’lim Mutiara
Hikmah Mencari Ilmu. Surabaya : Al Miftah.
Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Teras.
Kementrian Penidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2010. Indonesia
dalam Arus Sejarah. Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Maftukhah, Awalina. 2017. Value education and character in textbook of PAI and
Character on junior high school year 2017 ( Analysis content,
implementation, and strategy). Mudarissa : Jurnal Kajian Pendidikan
Islam, Vol 9, No. 2. 169.
92
Maksum, Ali. Kitab Alala. Krapyak Yogyakarta
Muhammad Jawwad Ridlo. 2002. Tiga Alira Utama Teori Pendidikan Islam,
Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Nadjib, Emha Ainun. 2015. Gelandangan di Kampung Sendiri Pengaduan Orang-
orang Pinggiran. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka.
Nata, Abuddin. 2010. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Ayat-ayat Tarbawy)
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Poerwadaminta, W.J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Purwano, Edi dan Siti Safuroh. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT
Piranti Darma Kalokatama.
Ridla, Muhammad Jawwad. 2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam.
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Ridlo, Muhammad Amin. 2008. USFITA (Ushul, Fikih, Tasawuf). Wonosobo :
Manbaul Anwar Press.
Rifa’i, Ahmad. 1842 H. Athlab. Wonosobo: Ma’had Al- Islami Tanbih Al-
Ghofilin.
Rifai, Ahmad. 1256 H. Bayan Awwal.
Rifa’i, Ahmad. 2006. Mukhtasor Takhyiroh .
Rina Atmasari. 2016. 5 Kasus Penganiayaan Guru oleh Murid.
http://pojoksatu.id/news/berita-nasioanal/2017/27/09/5-kasus-
penganiayaan-guru-oleh-murid-inikah-mental-pelajar-indonesia/
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan
Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta : PT.
Rosyadi, Khoiron .2004. Pendidikan Profentik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Offset
Sarosa, Samiaji.2012. Penelitian Kulitatif Dasar-Dasar. Jakarta: PT. Indeks.
Siswoyo, Dwi.2007. Ilmu Penididikan. Yogyakarta:uny-press.
Soeharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
93
Suprapto, Muhammad Bibit.2003. Ulama’ Nusantara dalam Lintasan
Sejarah ( Riwayat Hidup dan Perjuangan 144 Ulama Nusantara.
Malang
Syakir, Muhammad. 2011. Nasehat Orang Tua Kepada Anaknya,
Terjemah Washaya Al-Aba’ Lil Abnaa’. Surabaya :Al- Miftah.
Usa, Muslih dan Adin Widjan SZ. 1997. Pendidikan Islam dalam Peradaban
Industrial. Yogyakarta : Aditya Media.
Yasin, A. Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Yogyakarta : Sukses
Offset.