Upload
elin-taopan
View
11
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tumbuh Kembang
Citation preview
5
BAB II
LANDASAN TEORITIS
II.1 TINJAUAN PUSTAKA
II.1.2 Gangguan Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas (GPPH)
GPPH merupakan gangguan perilaku yang dapat berdampak pada berbagai
aspek kehidupan seorang individu, termasuk kesulitan akademik, masalah
keterampilan sosial dan ketegangan dalam relasi orang tua dengan anak. Anak
dengan gangguan ini beresiko tinggi untuk mengalami akibat negatif jangka
panjang yaitu rendahnya pencapaian pendidikan dan pekerjaan. Gejala GPPH tidak
hanya terjadi selama waktu sekolah, tetapi juga harus mempertimbangkan fungsi
dan kesejahteraan seluruh keluarga (Kusumaningrum, 2009).
II.1.2.1 Definisi GPPH
Gangguan Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas (GPPH) atau
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dalam DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder IV, 2000) atau Gangguan Hiperkinetik dalam
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, 1993)
adalah suatu diagnosis untuk pola perilaku anak yang berlangsung dalam jangka
waktu paling sedikit 6 bulan, dimulai sejak berusia sekitar 7 tahun, yang
menunjukkan sejumlah gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau
sejumlah gejala perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.
II.1.2.2 Epidemiologi GPPH
GPPH atau Gangguan Hiperkinatik timbul pada masa perkembangan dini,
biasanya pada umur 5 tahun (Greenhil, 1992). Tetapi sulit untuk mendiagnosis pada
usia tersebut, sebab ciri kepribadian mereka masih sangat mudah berubah. Pada
kriteria diagnosis DSM-IV, gejala-gejala telah timbul sebelum usia 7 tahun
(Laurentius, 1999).
5
6
Pada umumnya berbagai ahli mengemukakan prevalensi GPPH atau ADHD
pada anak sekolah berkisar 3%-10% (Pineda et al., 2001). Di Amerika Serikat para
ahli mempunyai kesepakatan bahwa prevalensi GPPH adalah 3%-5% pada populasi
anak (American Psychiatric Association, 1994). Penelitian prevalensi GPPH di
Kanada menunjukkan hasilnya sebesar 9% pada anak laki-laki dan 3.3% anak
perempuan (Szatmari et al., 1989).
Di Indonesia didapatkan pada penelitian
sebelumnya oleh Tanjung (2002) prevalensi GPPH sebesar 4.2%, sedangkan oleh
Kusumaningrum (2009) prevalensi GPPH di Sekolah Dasar Jakarta Pusat yang
terdiri dari 69 anak laki-laki dan 21 anak perempuan.
II.1.2.3 Etiologi GPPH
Penyebab dari GPPH belum diketahui dengan jelas. Sebagian besar anak
dengan GPPH tidak menunjukkan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada
sistem saraf pusat. Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan neurologis
yang diketahui disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukkan defisit atensi dan
hiperaktivitas. Faktor penyumbang yang diduga berperan terjadinya GPPH adalah
pemaparan toksin pranatal, prematuritas, dan kerusakan mekanis prenatal pada
sistem saraf janin. Penyedap makanan, zat pewarna, pengawet, dan gula telah juga
diperkirakan sebagai kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Serta
beberapa faktor yang mempengaruhi GPPH, yaitu:
1. Faktor genetik
Saudara kandung dari penderita anak-anak hiperaktif memiliki resiko dua
kali lebih besar dibandingkan populasi umum. GPPH umumnya lebih banyak
terjadi pada anak-anak yang orang tuanya menggunakan alkohol dan memiliki
gangguan kepribadian antisosial. Namun belum ada penelitian lebih lanjut tentang
faktor genetik ini.
2. Cedera otak
Telah lama diperkirakan bahwa beberapa anak dengan GPPH mendapatkan
cedera otak yang minimal pada sistem saraf pusat selama periode janin dan
perinatalnya. Cedera otak mungkin disebabkan oleh efek toksik, metabolik,
5
7
mekanik, dan efek lain yang merugikan serta stres dan kerusakan otak selama masa
bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma.
3. Faktor psikososial
Anak-anak di dalam kelas seringkali overaktif dan memiliki rentan atensi
yang buruk. Beberapa hal atau kejadian fisik yang menimbulkan stres, kurangnya
keharmonisan dalam keluarga, serta faktor-faktor lain yang menyebabkan gangguan
kecemasan kadang juga dapat merupakan awal terjadinya GPPH (Kaplan et al.,
1996).
II.1.2.4 Diagnosis
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder-IV-
Text Revision, 2000), gejala harus ditemukan pada sekurangnya dua keadaan seperti
di sekolah dan di rumah untuk memenuhi kriteria diagnostik GPPH.
Kriteria Diagnostik GPPH berdasarkan DSM-IV.
A. Salah satu (1) atau (2)
(1) Inatensi: terdapat enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap
selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak
konsisten dengan tingkat perkembangan.
a. Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau membuat kesalahan
yang ceroboh (tidak hati-hati) dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan, kegiatan
lain.
b. Sering sulit mempertahankam perhatian pada waktu melaksanakan tugas atau
kegiatan bermain .
c. Sering seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara langsung .
d. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah
dan tugas (tidak disebabkan oleh perilaku menentang atau kegagalan
memahami petunjuk).
e. Sering sulit mengatur tugas dan kegiatan. .
8
f. Sering menghindar, tidak suka atau enggan melibatkan diri dalam tugas yang
membutuhkan ketekunan yang berkesinambungan (seperti melakukan
pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
g. Sering menghilangkan benda-benda yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas atau kegiatan lain.
h. Perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari luar.
i. Sering lupa dalam kegiatan sehari-hari.
(2) Hiperaktivitas-impulsivitas: Enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-
impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai
tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
a. Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk diam.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau di situasi di mana
diharapkan untuk tetap diam.
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebut.
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau mengikuti kegiatan di waktu
senggang dengan tenang.
e. Sering dalam keadaan siap bergerak (atau bertindak seperti digerakkan oleh
mesin.
f. Sering bicara berlebihan.
Impulsivitas
g. Sering menjawab tanpa pikir dahulu terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan
selesai ditanyakan.
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyelak atau memaksakan diri terhadap orang lain (misalnya
memotong pembicaraan atau mengganggu permainan).
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan
telah ada sebelum usia 7 tahun.
9
Selain itu kurangnya perhatian anak terutama ketika duduk di bangku
sekolah, begitu pula ketika anak tersebut berada di rumah. Seringkali tidak
mematuhi peraturan orang tua. Mereka cenderung memperlihatkan perilaku
impulsif, emosional yang labil serta mudah tersinggung. Riwayat di sekolah dan
laporan guru sangatlah penting di dalam menilai apakah kesulitan anak dalam
belajar dan perilakunya selama di kelas. Hal ini disebabkan karena citra diri mereka
yang buruk terhadap dirinya sendiri memberikan petunjuk diagnostik yang berguna
terhadap GPPH (Kaplan et al., 1996).
II.1.2.5 Gambaran klinis
Untuk dapat disebut memiliki gangguan GPPH, harus ada tiga gejala utama
yang tampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.
Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga
mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain. Gejala hiperaktif
dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang
merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan
ke sana kemari, bahkan memanjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan
menimbulkan suara berisik. Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk
menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan atau melakukan
sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut diekspresikan dengan segera dan
tanpa pertimbangan.
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi (misalnya,
di sekolah (atau pekerjaan) dan di rumah).
D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam
fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan
pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih
baik oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan mood, gangguan
kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).
10
Beberapa masalah perilaku yang muncul dan dapat menghambat proses
belajar pada anak GPPH dan kesulitan belajar ini dapat digambarkan, yaitu:
1. Aktivitas motorik yang berlebihan
Masalah motorik pada anak ini disebabkan karena kesulitan mengontrol dan
melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat
membedakan kegiatan yang penting dan yang tidak penting.
2. Menjawab tanpa ditanya
Ciri impulsif demikian ini merupakan salah satu sifat yang dapat
menghambat proses belajar anak. Keadaan ini menunjukkan bahwa anak tidak
dapat mengendalikan dirinya untuk berespon secara tepat.
3. Menghindari tugas
Masalah ini muncul karena biasanya anak merasa cepat bosan, sekalipun
dengan tugas yang menarik. Tugas-tugas belajar kemungkinan sulit dikerjakan
karena anak mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri terhadap kegiatan
belajar yang diikutinya. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa frustasi, dan akibatnya
anak kehilangan motivasi untuk belajar.
4. Kurang perhatian
Kesulitan dalam mendengar, mengikuti arahan, dan memberikan perhatian
adalah merupakan masalah umum pada anak-anak ini. Perhatian yang mudah
teralihkan sangat menghambat dalam proses belajar.
5. Tugas yang tidak diselesaikan
Masalah ini berhubungan dengan penghargaan waktu yang kurang baik,
frustasi terhadap tugas, serta berbagai sikap yang merusak, namun membangun
kebiasaan yang baik secara konsisten merupakan langkah yang penting agar tugas
dapat diselesaikan dengan baik.
6. Bingung akan arahan
Masalah ini berpangkal pada perhatian, ketika perhatian pecah selama
kegiatan pembelajaran, terjadi perpecahan proses informasi yang mengakibatkan
kebingungan sehingga informasi yang diterima tidak utuh.
11
7. Disorganisasi
Pada umumnya anak-anak ini mengalami disorganisasi, impulsif, ceroboh,
dan terburu-buru dalam melakukan tugas yang mengakibatkan pekerjaan acak-
acakan, bingung, dan sering kali lupa beberapa bagian tugas.
8. Masalah-masalah sosial
Meskipun masalah dalam hubungan teman sebaya tidak ditemukan pada
semua anak-anak ini, namun kecenderungan impulsif, kesulitan menguasai diri
sendiri, serta toleransi rasa frustasi yang rendah, tidaklah mengherankan jika
sebagian anak mempunyai masalah dalam kehidupan sosial, kesulitan bermain
dengan aturan, dan aktivitas lainnya yang tidak hanya terbatas di sekolah saja tetapi
di lingkungan sosial lainnya (Sugiarmin, 2007).
Masalah ini biasanya menetap selama masa bersekolah dan bahkan sampai
umur dewasa, tetapi banyak penderita secara lambat laun menunjukkan perbaikan
dalam kegiatan dan perhatiannya. (Departemen Kesehatan RI, 1993).
II.1.2.6 Terapi
1. Farmakoterapi
Terapi yang efektif bagi GPPH adalah terapi perilaku dan farmakoterapi
khususnya dengan psikostimulan. Efektivitas keduanya dalam waktu singkat
(beberapa minggu atau bulan) telah terbukti. Peranan terapi perilaku penting dalam
pelaksanaan GPPH. Hal ini telah ditunjukkan oleh penelitian bahwa dengan
pemberian obat metilfenidat dosis rendah, disertai dengan pelatihan orang tua dan
juga pelatihan bagi anak untuk mengontrol dirinya. Hasil yang lebih baik pada anak
yang selama 2-3 tahun diterapi dengan multimodal (kombinasi dari pemberian
psikostimulan, memperhatikan aspek pendidikan, berbagai terapi psikososial, dan
termasuk terapi keluarga) daripada hanya memberikan psikostimulan saja
(Laurentius, 1999).
Pemberian psikostimulan dengan dosis yang adekuat pada anak hiperaktif
menunjukkan 35%-50% perbaikan yang dramatis, 30%-40% perbaikan yang
moderate dan 15%-20% tidak menunjukkan adanya perbaikan. Perbaikan yang
terjadi secara dramatis biasanya dilaporkan oleh guru bahwa muridnya tersebut
12
menjadi anak yang manis seperti lainnya (Greenhil, 1992). Perbedaan lain sebagai
respon utama antara anak hiperaktif dengan orang dewasa adalah adanya efek
euforia hanya pada orang dewasa. Serta anak hiperaktif menjadi kurang gelisah jika
diberikan psikosimulan, sedangkan pada orang dewasa dapat meningkatkan
aktivitasnya (Safer et al., 1996).
2. Terapi Perilaku
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik
dan menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multi disiplin ilmu yang
dilakukan antara dokter, psikologi, orangtua, guru dan lingkungan yang
berpengaruh terhadap penderita secara bersama-sama. Penanganan ideal harus
dilakukan terapi stimulasi dan terapi perilaku secara terpadu guna menjamin
keberhasilan terapi (Judarwanto, 2009).
Modifikasi perilaku juga melibatkan orang tua seperti yang dijelaskan oleh
Judarwato (2009) bahwa orang tua sebaiknya selalu mendampingi dan
mengarahkan kegiatan yang seharusnya dilakukan anak dengan melakukan
modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga lambat laun dapat
mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah hendaknya
mengajarkan anak dan memberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu
yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta
memberikan kesempatan mereka secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang
diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok
dari upaya perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak
bersedia melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan
keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu
mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik
berupa pujian ataupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak
13
berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus
segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai
(Hidayati, 2009).
II.1.3 Prestasi Belajar
Winkel (1996) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Setiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang tentu ada faktor-faktor yang
mempengaruhinya, baik yang cenderung mendorong maupun yang menghambat.
Demikian juga hal dalam belajar, faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
itu adalah sebagai berikut:
II.1.3.1 Faktor internal
Faktor internal ada1ah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini
dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Faktor lntelegensi
Intelegensi dalarn arti sernpit adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di
sekolah. Intelegensi ini memegang peranan yang sangat penting bagi prestasi
belajar siswa. Karena tingginya peranan intelegensi dalam mencapai prestasi
belajar maka guru harus memberikan perhatian yang sangat besar terhadap bidang
studi yang banyak membutuhkan berpikir rasiologi.
2. Faktor Minat
Minat adalah kecenderungan yang mantap untuk merasa tertarik pada
bidang tertentu. Siswa yang kurang berminat dalam pelajaran tertentu akan
rnenghambat dalam belajar.
14
3. Faktor Keadaan Fisik dan Psikis
Keadaan fisik rnenunjukkan pada tahap pertumbuhan (kekurangan gizi akan
menghambat pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan), kesehatan jasmani,
keadaan alat-alat indera dan lain sebagainya. Keadaan psikis menunjuk pada
keadaan mental siswa, karena fisik dan psikis yang sehat sangat berpengaruh positif
terhadap kegiatan belajar mengajar dan sebaliknya.
II.1.3.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor dan luar diri siswa yang mempengaruhi
prestasi belajar. Faktor eksternal dapat dibagi rnenjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Faktor Guru
Guru sebagai tenaga berpendidikan rnemiliki tugas menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar, membimbing, dan mengembangkan teknik belajar
karena itu setiap guru harus memiliki kemampuan profesional dan kepribadian
sehingga dapat rnenunjang tingkat prestasi siswa semaksimal mungkin.
2. Faktor Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga turut mempengaruhi kemajuan hasil kerja, karena
sebagian besar waktu belajar dilaksanakan di rumah. Jika terjadi kericuhan
keluarga, kurang perhatian orang tua, kurang perlengkapan belajar akan
mempengaruhi berhasil tidaknya belajar.
3. Faktor Sumber - Sumber Belajar
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar adalah
tersedianya sumber belajar yang memadai yang dapat berupa media atau alat bantu
belajar serta bahan baku penunjang (Ahmadi, 1998).
Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa
maka dilakukan melalui tes prestasi belajar berdasarkan tujuan dan ruang
lingkupnya. Tes prestasi belajar digolongkan dalam penilaian sebagai berikut:
15
1. Tes formatif
Tes yang diberikan kepada siswa pada akhir program satuan
pembelajaran. Fungsinya untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa
dalam penguasaan bahan atau materi yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa terhadap bahasan tersebut.
2. Tes sub sumatif
Tes yang diberikan kepada siswa pada tahap-tahap tertentu misalnya
dua minggu sekali atau satu bulan sekali selama catur wulan atau semester
yang bersangkutan. Tujuannya selain untuk mengetahui gambaran daya
serap materi yang telah diberikan, hasilnya akan digabungkan dengan nilai
tes sumatif yang akan menjadi nilai rapor.
3. Tes sumatif
Tes ini biasa diadakan tiap catur wulan sekali atau setiap semester.
Fungsi tes tersebut untuk menilai penguasaan siswa terhadap bahan
pelajaran yang telah diajarkan selama jangka waktu tertentu (Purwanto,
2002).
II.1.4 Hubungan GPPH dengan Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan
hasil belajar siswa. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor salah
satunya adalah keadaan psikis yang menunjukkan pada keadaan mental siswa
karena sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar (Ahmadi, 1998).
Penyebab tersering yang dapat mempengaruhi keadaan psikis pada anak
adalah gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) yang
menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian dengan
lebih sering dan persisten jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Keadaan tersebut menimbulkan hambatan bagi anak dalam aktivitas keseharian,
seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga, dan tentu akan mengganggu
dalam kesiapan belajar, selanjutnya mempengaruhi prestasi belajar dan secara
keseluruhan menurunkan kualitas hidup anak (Klassen, 2004).
16
Biasanya gejala tersebut berlangsung secara konsisten, sehingga hal ini
benar-benar dapat mengganggu kehidupan keseharian anak. Dampak yang
diakibatkan dari gangguan ini antara lain anak menjadi terhambat dalam proses
berpikir dan proses belajar, karena ia memiliki gangguan pemusatan perhatian,
yang membuat ia tidak fokus pada pelajaran apapun yang diberikan oleh orang
tuanya ataupun oleh gurunya (Osman, 2002).
17
II.2 KERANGKA TEORI
Bagan1. Kerangka Teori
GPPH (Gangguan Pemusatan
Perhatian dan/atau
Hiperaktivitas)
Internal Eksternal
- Intelegensi
- Minat
- Psikis
- Fisik
- Sikap dan cara guru
mendidik
- Lingkungan keluarga (motivasi, cara orang tua
mendidik)
- Sumbersumber belajar Faktor genetik
Cedera otak
Faktor psikososial
Prestasi Belajar
18
II.3 KERANGKA KONSEP
Bagan 2. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
II.4 HIPOTESIS PENELITIAN
- Ha : Ada hubungan antara GPPH dengan prestasi belajar siswa di SDN
Perumnas Bumi Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten
Tangerang.
GPPH (Gangguan
Pemusatan Perhatian
dan/atau
Hiperaktivitas)
0
Prestasi Belajar
Siswa