Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
Daftar Isi - i
Sambutan Kepala BPCB Sulsel - ii
Kata Pengantar - iii
Perkenalan Singkat BPCB Sulsel- 1
Visi dan Misi BPCB Sulsel- 7
Tugas dan Fungsi BPCB Sulsel- 7
Cagar Budaya dalam Register BPCB Sulsel - 9
Karst Maros Pangkep - 9
Benteng Kerajaan Gowa - 14
Pemukiman Tradisional Tana Toraja - 18
Kompleks Makam Raja-Raja Banggae Ondongan - 24
Situs Prasejarah Kalumpang - 26
Kerajaan Buton - 29
Kawasan Gua Prasejarah di Sulawesi Tenggara - 34
Pelestarian Cagar Budaya yang dilakukan BPCB Sul-Sel - 40
Apa itu Cagar Budaya? - 61
Kriteria dan Klasifikasi Cagar Budaya - 62
Apa Peran Masyarakat terhadap Cagar Budaya - 64
Apa Kewajiban Pemilik Cagar Budaya - 65
Penemuan Cagar Budaya - 65
Pencarian Cagar Budaya - 66
Pendaftaran Cagar Budaya -68
Pengkajian Cagar Budaya - 69
Proses Penetapan Cagar Budaya - 69
Pemugaran Cagar Budaya -71
Penghapusan Cagar Budaya - 73
Tugas dan Wewenang Pemerintah - 74
Pendanaan Cagar Budaya - 77
Pelanggaran terhadap Cagar Budaya - 78
Kejahatan terhadap Cagar Budaya - 79
Sanksi Pidana - 79
DaftarIsi:
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
Sambutan Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan
Regulasi mengenai Cagar Budaya terus mengalami perkembangan sejak masa kolonial, dengan Monumenten Ordonantie No. 19 tahun 1931 kemudian menjadi Undang-Undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang disusun oleh Bangsa Indonesia. Selanjutnya dibuat Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya untuk mempertegas pengaturan mengenai Cagar Budaya, dan menegaskan mengenai peran masyarakat serta Pemerintah Daerah terhadap Cagar Budaya.
Sebagai lembaga yang bergerak pada Pelestarian Cagar Budaya, Balai Pelestarian Cagar Budaya berperan mendorong pembangunan kebudayaan dan jati diri bangsa. Lembaga ini, sejak awal berdirinya konsisten melakukan Pelestarian dari ragam bentuk Cagar Budaya mulai periode periode prasejarah hingga periode Kemerdekaan Republik Indonesia.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia akan terus berusaha melakukan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya dalam wilayah kerjanya, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.
Penerbitan Profil Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan diharapkan akan memberikan pemahaman terhadap masyarakat mengenai Balai Pelestarian Cagar Budaya dan pentingnya Pelestarian Cagar Budaya yang menjadi tanggung jawab kita bersama.
Mari bersama menjadi ujung tombak dalam pelestarian Cagar Budaya karena kebudayaan adalah hulu dalam pembangunan suatu bangsa.
Makassar, 25 November 2017Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan
Drs. Laode Muhammad Aksa, M.Hum
ii
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala daya yang
diberikan sehingga penerbitan profil lembaga ini bisa kami
hadirkan. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan dalam
rangka menjalankan tugas dan fungsi dalam bidang Pelestarian
Cagar Budaya, melingkupi wilayah kerja Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Barat, terus berupaya membangun dan
mendorong sinergitas dengan berbagai elemen masyarakat dan
segenap pemangku kepentingan. Langkah tersebut tidak terlepas
dari implementasi dari amanah Undang-Undang Cagar Budaya No.
11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang memberikan ruang dan
menekankan peranan penting setiap elemen masyarakat untuk
mengambil peran bersama melestarikan Cagar Budaya bangsa.
Dalam kerangka tersebut, penerbitan profil ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan sejarah
lembaga, struktur, tugas dan fungsi, ragam objek Cagar budaya,
regulasi serta program-program pengelolaan Cagar Budaya yang
telah dilakukan. Diharapkan dari informasi tersebut dapat
memberikan pemahaman dan manfaat yang mengarah pada
meningkatnya partisipasi masyarakat untuk secara bersama
mengambil peran dalam mewujudkan kelestarian Cagar Budaya
kita.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih atas segala
perha�an. Mari Kunjungi, Lindungi dan Lestarikan Cagar
Budaya bangsa kita!
Makassar, November 2017
iii
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
Kunjungi,Lindungi,
Lestarikan
Ben
teng
Ujungp
andan
g
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
1
PerkenalanSingkatApakah Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan?
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) adalah unit pelaksana
teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang
Pelestarian Cagar Budaya yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan.
RiwayatBalaiPelestarianCagarBudayaS ulawesiSelatanSebagai Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal
Kebudayaan maka kehadiran Balai Pelestarian Cagar Budaya
Sulawesi Selatan tidak terlepas dari upaya penanganan
kepurbakalaan di Indonesia yang dimulai sejak masa Penjajahan
Belanda dengan pembentukan suatu Komisi non pemerintah
yang bernama “Commisie in Nederlanddsch Indie Voor
Oedheikundig Onderzoek Op Java en Madura“ Komisi ini masih
bersifat sementara dirintis pada tahun 1901 dipimpin oleh Dr.
J.L.A Branders, berkedudhukan di Jakarta dengan wilayah kerja
Jawa dan Madura. Pada tahun 1910 kedudukan J.L.A Branders
digantikan oleh Dr. N.J.Krom. Melihat kompleksnya masalah
kepurbakalaan di wilayah india Belanda sehingga N.J. Krom
berusaha merintis pembentukan lembaga purbakala secara
sasdasa
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
2
resmi. Komisi sementara yang ada dianggap tidak mampu lagi
menangani masalah kepurbakalaan yang memelukan peneltiian,
pemeliharaan dan perlindungan secara kontinyu dan
berkesinambungan. Komisi itu menuntut penanganan
kepurbakalaan yang didasari oleh ilmu tersendiri.
Usaha yang dirintis oleh N.J. Krom sejak tahun 1910 itu,
berhasil dengan terbitnya Surat Keputusan Pemerintah Hindia
Belanda No. 62 tanggal 14 Juni 1913. Surat keputusan ini
menyatakan resmi didirikan suatu lembaga khusus menangani
masalah kepurbakalaan yang bernama “Oudheidkundige Dients
in Nederlandsch Indie”. Lembaga itu biasa disingkat O.D.
Berdasarkan surat keputusan itulah, sampai sekarang diperingat i
sebagai hari Purbakala di Indonesia.
Sejak berdirinya lembaga khusus keperbukalaan tahun 1913,
penyelidikan dan penelitian peninggalan purbakala di nusantara
(wilayah Hindia Belanda waktu itu), mulai dilaksanakan secara
menyeluruh. Sasaran para ahli-ahli purbakala masa itu, bukan
saja di wilayah Jawa dan Madura, akan tetapi meliputi wilayah
Sumatra, Kalimantan dan bagian Timur wilayah Hindia Belanda.
Penyelidikan dan penelitian kepurbukalaan semakin
ditingkatkan pada periode-periode selanjutnya seperti pada
masa Dr. F.D.K. Bosch dan Dr. WT Stutterheim.
Melihat semakin kompleks dan semakin banyaknya pelanggaran -
pelanggaran terhadap upaya perlindungan dan pemeliharaan
kepurbakalaan, berupa penggalian-penggalian dan pengerusakan
3
peninggalan-peninggalan purbakala, maka perlu didukung oleh
aturan sebagai payung hukum dalam penanganannya. Pada masa
kepemimpinan Dr. F.D.K. Bosch, beliau mengusulkan kepada
pemerintah Hindia Belanda agar dibentuk suatu undang-undang
mengenai kepurbakalaan. Upaya itu berhasil dengan terbitnya
Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal
13 Juni 1931 No.31 berupa Monumenten Ordonantie (Staatsblad
1931 No. 238). Peraturan mengenai peninggalan keperbukalaan
ini berlangsung hingga tahun 1934 dengan terbitnya
Monumenten Ordonantie No.21 tahun 1934 (Staatsblad 1934 No.
515) sebagai perubahannya. Undang-undang kepurbukalaan
itulah yang menjadi dasar penelitian, pemeliharaan.
Perlindungan terhadap peninggalan-peninggalan kepurbukalaan
di tanah air sampai pada tahun 1992.
Pada tahun 1992 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
suatu Undang-Undang yang mengatur tentang Benda Cagar
Budaya, yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1992. Undang-Undang
itu lahir karena Monumenten Ordonantie No. 19 tahun 1931
(Staatsblad 1931 No. 238 ) dan perubahannya Monumenten
Ordonantie No. 21 tahun 1934 (Staatsblad tahun 1934 No. 515)
dianggap tidak sesuai lagi dengan upaya perlindungan,
pemeliharaan, dan pelestarian benda cagar budaya. Undang-
Undang No. 5 tahun 1992, tersebut merupakan produk hukum d i
bidang keperbukalan yang disusun oleh Bangsa Indonesia.
Sejak masa penyerahan kedaulatan pada tahun 1949/1950 dari
pemerintah Belanda kepada Indonesia yang melahirkan negara
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
4
Republik Indonesia Serikat (RIS)., Jawatan Barang -barang
purbakala di ubah. Menjadi Jawatan Purbakala Republik
Indonesia selanjutnya pada tahun 1951 Jawatan Purbakala
diubah lagi menjadi Dinas Purbakala yang secara administratif
berada dibawah naungan jawatan Kebudayaan Departemen
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (P.P.dan K.).
Pada tahun 1956, Dinas Purbakala diubah lagi menjadi Lembaga
Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN), selanjutnya pada
tahun 1973 LPPN yang berada dibawah naungan Direktorat
‘ Jenderal Kebudayaan Departemen P dan K hanya terdiri dari
kantor cabang Prambanan Jawa Tengah, Mojokerto Jawa Timur,
Gianyar Bali dan Ujung Pandang Sulawesi.
Mengenai Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di
Sulawesi Selatan. Pada awalnya disebut LPPN Cabang IV Ujung
Pandang. LPPN Cabang IV Ujung Pandang masa itu, wilayah
kerjanya meliputi seluruh Sulawesi. LPPN Cabang IV itu dibentuk
pada tanggal 20 Maret 1971.
Pada awal pembentukan LPPN Cabang IV Ujung Pandang, berada
dibawah pengawasan Asisten Kepala Perwakilan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Dengan strukt ur
seperti itu, penanganan pelestarian peninggalan purbakala
belum dapat dilaksanakan dengan baik dan maksimal.
LPPN Cabang IV Sulawesi yang berkedudukan di Ujung Pandang.
Pertama kali dipimpin oleh Drs, Hadimulyono. Pengangkatan itu,
berdasarkan Surat keputusan Menteri Pendidikan dan
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
5
Kebudayaan Republik Indonesia No. 335/C/2/1973 tanggal 23
Januari 1973. Bersamaan dengan pembentukan LPPN Cabang IV,
dibentuk pula 3 (tiga) buah LPPN lainnya. Masing -masing LPPN
Cabang I Prambanan Jogyakarta, LPPN Cabang II Gi anyar Bali
dan LPPN Cabang III Mojokerto Jawa Timur.
Berdasarkan Keputusan Presiden tentang perubahan struktur
departemen-departemen,, No. 44//45 tahun 1974, maka
Menteri P dan K menindak lanjuti dengan Surat Keputusan No.
079/0/75 dan No.094/0/75 tentang pembagian Lembaga
Purbakala dan Peninggalan Nasional menjadi dua yakni;
Pertama, Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional
yang sekarang bernama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Untuk cabang-cabang di daerah diberi nama Balai Arkeologi.
Kedua, Direktorat Sejarah dan Purbakala, pada tingkat daerah
sekarang disebut Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
kedua lembaga diatas berada dibawah naungan Direktorat
Jederal Kebudayaan Departemen P dan K.
Perubahan bentuk organisasi LPPN menjadi Suaka Pe ninggalan
Sejarah dan Purbakala, dilakukan dengan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 079/0/I/1975
tanggal April 1975. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, LPPN
Cabang IV Ujung Pandang dengan wilayah kerja Sulawesi,
berubah menjadi Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, sampai tahun 2002.
Pro
fil B
alai
Pel
esta
rian
Cag
ar B
ud
aya
S uls
el
6
Pada tahun 2002 Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
diubah namanya, menjadi Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Makassar, dengan wilayah kerja Propinsi Sulawesi
Selatan, Tenggara dan Sulawesi Tengah. Lembaga Purbakala
sampai tahun 2012 tersebut, dipindahkan kedudukannya dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke Kementerian
Kebudayaan dan Pariwasata Republik Indonesia. Pada tahun
2008 wilayah kerja balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Makassar, yakni meliputi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara, berubah dengan dibentuknya
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Gorontalo, yang
wilayah kerjanya meliputi Propinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Utara. Sejak itu juga wilayah kerja Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar, meliputi Sulawesi
Selatan, Tenggara dan Sulawesi Barat.
Pada tahun 2012, kembali berada di bawah naungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudaya an berdasarkan Surat
Keputusan No. 1 Tahun 2012 sekaligus diubah namanya menjadi
Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar dengan wilayah kerja
meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Barat, dengan tetap berkantor di kompleks Benteng
Ujung Pandang (Fort Rotterdam) Makassar sejak
pembentukannya 1973.
Dan sejak tahun 2015 berdasarkan Permendikbud Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Cagar BUdaya nomor
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
7
30, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar berubah
menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.
SusunanOrganisasiBalaiPelestarianCagarBudaya:a. Kepala;
b. Subbagian Tata Usaha;
c. Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan
d. Kelompok Jabatan Fungsional.
VisidanMisiBalai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan dengan wilayah
kerja di 3 wilayah Provinsi yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Barat mempunyai Visi dan Misi yaitu;
Visi
Lestarinya Cagar Budaya, baik di darat maupun di bawah air
untuk mewujudkan rasa bangga dan bermanfaat bagi sejarah,
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan ekonomi.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
8
Misi
a. Mendokumentir, melindungi, dan memelihara seluruh Cagar
Budaya di wilayah kerja;
b. Memberikan informasi yang bermutu tentang Cagar Budaya
kepada masyarakat;
c. Meningkatkan pemanfaatan Cagar Budaya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk berbagai kepentingan; dan
d. Meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
TugasdanFungsiBalaiPelestarian
CagarBudayaSulawesiSelatan
Balai Pelestarian Cagar Budaya mempunyai tugas melaksanakan
“Pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya
dan yang diduga cagar budaya yang berada di wilayah
kerjanya.”
Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPCB menyelenggarakan
fungsi :
a. Pelaksanaan penyelamatan dan pengamanan cagar budaya dan
yang diduga cagar budaya
b. Pelaksanaan Zonasi cagar budaya dan yang diduga cagara
budaya
c. Peaksanaan pemeliharaan cagar budaya dan yang diduga
cagar budaya
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
9
d. Pelaksanaan pengembangan cagar budaya dan yang diduga
cagar budaya
e. Pelaksanaan pemanfaatan cagar budaya dan yang diduga
cagar budaya
f. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi cagar budaya dan
yang diduga aar budaya
g. Pelaksanaan kemitraan dibidang pelestarian cagar budaya
dan yang diduga cagar budaya, dan
h. Pelaksanaan urusan ketatausahaan BPCB.
CagarBudayadalamRegisterBalaiPelestarianCagarBudayaSulawesiSelatanCagar Budaya berupa struktur, bangunan dan situs yang
terdaftar dalam wilayah kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya
Sulawesi Selatan:
� Sulawesi Selatan : 772 Cagar Budaya
� Sulawesi Barat : 79 Cagar Budaya
� Sulawesi Tenggara : 165 Cagar Budaya
Cagar Budaya berupa benda yang terdaftar pada Balai
Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan berjumlah 2.166
Cagar Budaya yang terdiri atas arca, batu landasan, daun pintu,
gunungan, jirat, keramik, keranjang, lesung, lumping, nisan,
patung, peti mati, pipa, tembaga dan mumi.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
10
CagarBudayadiProvinsiSulawesiSelatan
KarstMarosPangkep
Kawasan Karst Maros-Pangkep, yang terbentang pada Kabupaten
Maros dan Kabupaten Pangkep di Sulawesi Selatan telah dikenal
dunia sejak 1857 melalui The Malay Archipelago yang ditulis
oleh seorang naturalis berkebangsaan Inggris bernama Alfred
Russel Wallace. Wallace menyebutkan dalam jurnalnya bahwa
Bantimurung (Maros) dan kawasannya merupakan Kingdom of
Butterfly.
Pada bukit karst terdapat lubang-lubang di kaki dan lereng
perbukitan yang menarik beberapa peneliti asing untuk
melakukan penelusuran terhadap jejak-jejak prasejarah yang
pernah terjadi pada kawasan ini. Pertama kalinya ditemukan
lukisan dinding yang berwarna merah di Leang Pettae oleh Van
Heekeren dan Heeren Palm pada tahun 1950.
Penelitian mengenai umur dari temuan-temuan arkeologis
tersebut terus dilakukan hingga saat ini. Seiring dengan
perkembangan zaman, metode yang digunakan untuk
menentukan umur tinggalan arkeologi juga berkembang.
sasdasa
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
11
Peneliti menggunakan metode uranium series untuk mengetahui
umur lukisan dinding gua (rock art painting).
Penelitian terbaru yang dilakukan sejak 2011 hingga 2014 yang
dilakukan oleh kolaborasi antara peneliti Australia dan Indonesia
memberikan hasil yang mengubah pandangan dunia mengenai
sejarah penyebaran dan peradaban manusia. Penanggalan
tertua dengan umur minimum terhadap lukisan telapak tangan
berasal dari ±39.900 tahun yang lalu dan lukisan babi rusa
memiliki umur minimum ±35.400 tahun yang lalu ditemukan
pada Leang Timpuseng.
Mengingat nilai penting yang dimiliki Kawasan Karst Maros -
Pangkep, saat ini Kawasan Karst Maros Pangkep telah masuk
dalam daftar usulan calon nominasi (tentative list) World
Heritage UNESCO.
Saat ini telah terdaftar sebanyak 127 gua prasejarah di
Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep. Dua taman
prasejarah telah di bangun untuk dikunjungi masyarakat, yaitu
Taman Prasejarah Leang -Leang pada Kabupaten Maros dan
Taman Prasejarah Sumpang Bita pada Kabupaten Pangkep.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
12
TamanPrasejarah Leang-LeangDua gua prasejarah yang dapat ditemui pada Taman Prasejarah
Leang-Leang yaitu Leang Pettakere dan Leang Pettae. Lukisan
dinding gua berupa gambar telapak tangan berwarna merah
pertama kali ditemukan di Leang Pettae pada tahun 1950.
Kemudian gambar babi rusa yang sedang melompat dengan
garis-garis berwarna merah kecokelatan juga ditemukan.
Sedangkan pada Leang Pettakere, dapat ditemukan lukisan
dinding gua berupa gambar babi rusa dan gambar cap telapak
tangan, alat batu microlith, dan mata anak panah bergerigi
yang dikenal dengan Maros Point.
LukisanPrasejarahdiLeangPettae
LukisanPrasejarahdiLeang
Maros Point
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
13
TamanPrasejarah SumpangBitaTaman Prasejarah Sumpang Bita memiliki 2 gua prasejarah,
yaitu Leang Sumpang Bita dan Leang Bulu Sumi. Leang Sumpang
Bita, merupakan gua terbesar di Kabupaten Pangkep, bahkan di
Sulawesi Selatan.
Lukisan dinding gua berupa 33 telapak tangan dewasa, 24
telapak tangan anak-anak, 2 telapak kaki anak-anak, 10 gambar
menyerupai babi rusa terlukis pada dinding Gua Sumpang Bita.
Selain itu pada lantai gua ditemukan cangkang moluska,
fragmen gerabah polos dan berhias serta fragmen tulang dan
gigi manusia.
Pada Leang Bulu Sumi, tingggalan arkeologi yang ditemukan 2
lukisan telapak tangan, artefak batu, fragmen tulang, gerabah
dan cangkang moluska.
Cangkang Moluska
LukisanPrasejarahdiLeangSumpangB ita
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
14
BentengKerajaanG owa
Kerajaan Gowa memiliki 14 Benteng. Namun, ketika Belanda
menaklukkan Kerajaan Gowa melalui Perang Makassar pada 1667
yang kemudian di kukuhkan dengan Perjanjian Bungayya
(Bongaisch Verdrag), 12 benteng-benteng yang dimiliki Kerajaan
Gowa dihancurkan kecuali Benteng Somba Opu dan Benteng
Ujungpandang.
BentengUjungpandang
Benteng Ujung Pandang dibangun pertama kali oleh Raja Gowa
ke-9, Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapparisi
Kalonna, pada tahun 1545. Tujuan pembangunannya adalah
untuk memperkuat basis pertahanan Kerajaan Gowa di
sepanjang pantai Makassar alam rangka menghadapi ekspansi
kekuasaan VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) yang terus
berupaya meluaskan pengaruhnya dalam bidang politik dan
ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. Setelah Tumapparisi
Kallonna wafat, pembangunannya dilanjutkan oleh Raja-Raja
Gowa berikutnya. Bangunan dalam benteng pada awalnya terdiri
dari rumah-rumah panggung bertiang kayu, berdinding bambu
dengan atap daun nipah yang ditempati oleh prajurit dan
bangsawan Kerajaan Gowa.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
15
Setelah Perjanjian Bungayya, Benteng Ujungpandang kemudian
diduduki oleh Belanda dan diganti namanya menjadi Fort
Rotterdam. Setelah benteng diduduki, struktur dan disain
benteng mulai dirombak dengan menambahkan lima bastion
bastion Amboina, bastion Mandarsyah, bastion Bacan, bastion
Bone dan bastion Buton.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Benteng Ujung
Pandang berfungsi sebagai markas komando pertahanan, pusat
perdagangan, pusat pemerintahan dan pemukiman pejabat-
pejabat Belanda serta tahanan bagi penentang Belanda, seperti
Pangeran Diponegoro.
Meskipun telah berusia lebih dari 4 abad, benteng ini menjadi
salah satu bukti kejayaan dan kebesaran Kerajaan Gowa di
Sulawesi Selatan, yang masih berdiri dengan utuh dan megah
hingga sekarang.
21
BentengUjungpandang(FortRotterdam)
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
16
BentengSombaOpuBenteng Somba Opu merupakan benteng induk dari Kerajaaan
Gowa. Pembangunan Benteng Somba Opu diawali pada masa
pemerintahan Raja Gowa IX. Pada tahun 1525, Raja Gowa ini
memerintahkan memasang tembok dari tanah liat di seke liling
Kota Somba Opu. Setelah itu, pusat pemerintahan Kerajaan
Gowa yang semula berada di Benteng Kale Gowa dipindahkan ke
Benteng Somba Opu.
Kemudian Raja-Raja Gowa selanjutnya memperkuat dinding
Benteng dengan bata dan mempersenjatai dengan sejumlah
meriam. Benteng Somba Opu dipergunakan sebagai benteng
utama sekaligus bandar niaga. Beberapa pemukiman pedagang
Melayu dan perwakilan dagang Portugis telah didirikan di
sebelah selatan Benteng Somba Opu.
Pada masa Raja Gowa XIV Sultan Alauddin, pusat pemeri ntahan
dikembalikan ke Benteng Kale Gowa dan Benteng Somba Opu
hanya menjadi kota raja dan bandar niaga yang diurus oleh
syahbandar. Perkembangan Somba opu menjadi bandar niaga
yang semakin besar dan ramai, tidak lepas dari pengaruh
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, sehingga
kegiatan perniagaan bergeser ke timur.
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, banyak dilakukan
penyempurnaan dan perkuatan bagian luar benteng ini. Ia juga
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
17
memindahkan kembali pusat pemerintahan ke Benteng Somba
Opu. Dengan demikian, benteng ini menjadi tempat kediaman
raja sekaligus pusat pemerintahan dan perniagaan.
Setelah itu Benteng Somba Opu mengalami kehancuran setelah
Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan dari Belanda pada
Perang Makassar. Pada tanggal 24 Juni 1669 seluruh Benteng
Somba Opu dapat dikuasai oleh Belanda. Benteng dan istana
Somba Opu diratakan dengan tanah.
Pada tahun 1980, Balai Pelestarian Cagar Budaya melakukan
pemugaran dan merekonstruksi Benteng Somba Opu. Saat ini,
Benteng Somba Opu menjadi objek wisata sejarah dan budaya.
21
BentengSombaOpu
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
18
PemukimanTradisionalToraja
Pemukiman Tradisional Toraja telah masuk dalam
daftar usulan calon nominasi (tentative list) World
Heritage UNESCO. Pemukiman Tradisional Toraja
merupakan tradisi yang terus hidup dari
generasi ke generasi setidaknya 700 tahun
atau lebih. Hal ini didasari oleh sistem
kepercayaan Toraja yang mengatur
kehidupan masyarakat yang dikenal
dengan kepercayaan Aluk Todolo.
Terdapat elemen -elemen fisik yang membentuk pemukiman
ini, antara lain Tongkonan (rumah adat), alang (lumbung padi),
liang (penguburan), rante (dataran upacara/dataran dengan
menhir), tanah gembala atau padang rumput untuk kerbau dan
babi.
Tongkonan selalu menghadap ke utara yang dipercayai bahwa
bagian utara merupakan penjuru yang paling utama dan tempat
yang paling mulia. Setiap Tongkonan selalu berpasangan dengan
Alang, namun satu tongkonan dapat memiliki beberapa Alang.
Pada Tongkonan dan Alang terdapat ukiran -ukiran khas yang
memiliki makna dan arti tersendiri. Ukir an dasar yang harus ada
pada setiap bangunan Tongkonan adalah ukiran matahari,
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
19
ukiran ayam jantan, ukiran kerbau, dan ukiran garis/geometris.
Bahan dasar bangunan Tongkonan adalah kayu dan bambu. Kayu
yang digunakan berasal dari pohon nangka, pohon cendana,
pohon aru. Bambu juga digunakan untuk atap yang dilengkapi
dengan ornamen kepala kerbau.
KeteKesu Kawasan Ke’te’ Kesu’ memiliki seluruh komponen dalam sebuah
pemukiman adat Toraja. Komponen seperti tongkonan, alang,
liang, rante, sawah dan areal penggembalaan. Hutan bambu
sebagai bahan utama dalam setiap upacara maupun bahan baku
rumah juga masih bisa ditemukan diantara areal pemukiman
dan areal pemakaman. Ke’te’ Kesu’ memiliki 5 tongkonan dan
15 lumbung yang dibangun sesuai dengan tradisi. Terdapat 17
menhir berdiri di rante dengan ukuran bervariasi.
Tongkonan terbesar dan tertua adalah Tongkonan Puang Ri
Kesu’, berada pada bagian tengah jejeran rumah yang dibangun
oleh pemimpin pertama di wilayah Kesu’.
21
TongkonanKe’te’K esu’
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
20
BuntuPune
Buntu Pune merupakan area perkampungan dengan Rante
Karassik sebagai lokasi pelaksanaan upacara khususnya untuk
upacara Rambu Solo’ (kematian).
Pemukiman Buntu Pune dibangun pertama kali pada tahun 1880
oleh Siambe’ Pong Maramba’, salah satu pimpinan atau
bangsawan yang berpengaruh Di Tora ja pada tahun 1880-1916.
Buntu Pune memiliki dua tongkonan. Area pekuburan berada
diperbukitan karst sisi barat tongkonan. Hutan bambu ditanam
di sekitar tongkonan. Selain itu juga terdapat beberapa
Peralatan Perang peninggalan leluhur masyarakat Buntu Pun e
seperti, tombak, tameng, parang, baju perisai lengkap dengan
helmnya; serta peralatan sehari-hari, seperti peralatan makan,
kain dari kulit kayu serta serat / benang dari serat nenas
2
1
TongkonanBuntuPune
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
21
PapaBatu
Papa Batu dibangun oleh
Nek Buntu Batu dan telah
berdiri sekitar kurang lebih
10 abad. Tongkonan
memiliki 1 buah lumbung.
Atap tongkonan terbuat
dari batu, berbeda dengan
tongkonan lainnya di
Toraja. Di bagian depan tongkonan yakni di keempat tiang
rumah dan tiang utama tongkonan dipenuhi oleh tanduk kerbau.
Sillanan
Terdapat 8 tongkonan induk, 5 tongkonan berada satu areal dan
3 tongkonan masing-masing terpisah letaknya. Areal yang
pertama di data adalah lokasi dengan 5 tongkonan, dengan luas
wilayah 3,17 Ha. Lokasi ini berada di atas bukit.
TongkonanPapaB atu
TongkonanSillanan
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
22
BoriParinding
Bori Parinding yang juga
dikenal sebagai Rante
Kalimbuang, mulai
digunakan pertama kali
pada tahun 1717 oleh Ne’
Ramba’. Bori Parinding
merupakan tempat
pelaksanaan upacara kematian rapasan bagi delapan tongkonan
yang tersebar disekitarnya. Tongkonan tertua adalah Tongkonan
Lumika yang berada di sisi barat laut rante dan memiliki luas
sekitar 736 m2. Situs Bori Parinding merupakan kombinasi antara
lapangan upacara dan lokasi pekuburan.
Londa
Londa memiliki lorong gua alami yang sangat panjang, dan
menurut penuturan masyarakat panjangnya bisa mencapai 1.2
km. Peti-peti kubur dalam
jumlah yang banyak bisa
dijumpai di dalam lorong-
lorong gua yang diletakkan
di lantai dan dinding gua.
Bekal kubur juga banyak
BoriParinding
PekuburanLonda
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
23
dijumpai disekitar peti kubur dan biasanya merupakan benda-
benda kesenangan dari orang yang dikuburkan.
Area ini merupakan lokasi penguburan bagi masyarakat umum.
Orang dengan status sosial tinggi dikuburkan lubang gua di
bagian atas perbukitan atau ditebing bukit karst yang tinggi dan
dibuatkan patung (tau–tau) sebagai personifikasi orang yang
dimakamkan dan ditempatkan tidak jauh dari peti kuburnya
(erong). Peti kubur mereka ada yang digantung ditebing dan ada
pula yang dibuatkan lubang (liang pa’a) sebagai tempat
menyimpan peti kuburnya.
Bagi bayi yang belum tumbuh giginya, dikuburkan di pohon
(passilliran) yang oleh masyarakat Toraja disebut dengan
pohon Sipate.
LiangPia( BabyGrave )
Liang Pia merupakan kuburan bayi yang
diletakkan dalam pohon. Pohon yang
digunakan adalah jenis Tarra. Sekeliling
pohon atau kuburan bayi ini merupakan
kebun bambu. Pemakaman pohon ini
diperuntukkan bagi bayi yang meninggal
dalam keadaan belum sempurna, seperti
misalnya belum tumbuh gigi. Terdapat sebanyak 11 buah lubang
yang ditutupi dengan ijuk pada Liang Pia.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
24
CagarBudayadiProvinsiSulawesiBarat
Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae
Kompleks Makam ini merupakan kompleks pemakaman bagi
raja-raja atau mara’dia dan anggota hadat Banggae.
Kemunculan hadat Banggae diperkirakan pada masa
pemerintahan Daenta Melanto (Mara’dia Banggae II) ketika
bergabungnya Totoli ke dalam kerajaan Banggae.
secara keseluruhan makam yang terdapat didalam kompleks ini
berjumlah 480 buah makam dengan luas 10.589 m²,, kontruksi
makam dibuat dengan teknik pasang sambung dan memiliki
tiang penyangga pada setiap sudutnya, ada juga teknik pahat
pada sebuah batu utuh (monolit). Bentuk ini ada yang
bertingkat dan pada bagian tengah atas makam diberi lubang
untuk menancapkan nisan.
Secara umum, nisan berbahan kayu lebih banyak dibandingkan
dengan nisan berbahan batu. Bentuk-bentuknya terdiri dari
berbagai jenis, yaitu; tipe silindrik berbentuk mahkota, gada
dan bulat, sedangkan tipe pipih berupa hulu badik/hulu keris
dan bentuk mata panah/hulu pedang, serta tipe persegi /balok.
sasdasa
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
25
Untuk bentuk nisan pipih didominasi oleh nisan yang berbahan
kayu, sedangkan bentuk mahkota jumlahnya hanya sedikit.
Dari aspek ragam hias, kompleks makam ini sangat kaya akan
ragam hias maupun kaligrafi, baik itu pada jirat maupun pada
nisan. Motif-motif yang ada berupa flora (berbagai bentuk sulur,
daun, dan bunga) serta geometris berupa garis -garis dan motif
banji. Terdapat juga inskripsi kaligrafi yang dibuat dengan
teknik ukir dan teknik gores. Inskripsi memuat kalimat
syahadat, sedangkan pada nisan yang lain terbaca beberapa
kata “Allah” dan “Muhammad”.
Kompleks makam ini telah ditetapkan sebagai situs dengan
Nomor : 240/M/1999, tanggal 4 Oktober 1999. Oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Juwono Sudarsono.
21
KompleksM akamOndongan
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
26
SitusprasejarahKalumpang
Pada wilayah ini terdapat beberapa
tempat yang memiliki situs arkeologi,
di antaranya Situs Prasejarah (Neolitik)
Bukit Kamasi dan Minanga. Situs-situs
ini mulai dieksplorasi sejak jaman
Pemerintahan Kolonial Belanda di awal
Abad ke-20. Pada tahun 1933, van Stein
Callenfel dan dilanjutkan oleh Van
Heekeren pada tahun 1949 dengan
temuan berupa beliung persegi, kapak
lonjong, mata panah, pahat batu, batu asah, batu pipisan,
pemukul kulit kayu, dan tembikar.
MinangaSipakko
Situs Neolitik Minanga Sipakko berada tepat di tepi 2 sungai,
berupa dataran yang terbentuk akibat sedimentasi sungai
dengan ditandai Sungai Karama di sebelah selatan yang mengalir
dari hulu di sebelah timur ke muara di sebelah barat, dan di
sebelah barat anak Sungai Karama (Minanga Sipakko).
Permukaan situs tertutup dengan vegetasi tumbuhan tingkat
tinggi berupa pohon berbatang keras dan jenis-jenis palm
2
1
Temuand isitusKalumpang
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
27
(enau), bambu, serta semak belukar. Di sebelah utara berupa
perbukitan dengan lereng yang landai. Permukaan tanah
mencirikan tanah berpasir akibat sedimentasi sungai.
Tidak ada temuan di
permukaan yang dapat
diidentifikasi, kecuali pada
tebing sungai yang tergerus
arus air. Pada bagian ini dapat
dengan mudah ditemukan
singkapan-singkapan fragmen
tembikar dan artefak batu.
Bahkan sebagian temuan masih ditemukan di bagian
pendangkalan sungai berupa dataran berbatu. Sebagian temuan
fragmen tembikar masih juga dapat ditemukan pada bagian
tebing muara Sungai Sipakko sebelah timur, berdasarkan
kesamaan kondisi dengan dataran sebelah barat muara,
diperkirakan lokasi ini masih mengandung temuan yang masih
terpendam di dalam tanah.
BukitKamasi
Situs Bukit Kamasi berada di salah satu lereng perbukitan yang
oleh masyarakat setempat dikenal dengan Bukit Kamansi.
Di bagian punggung dan lereng bukit di bagian selatan yang
sebagian besar tertutup belukar telah pula dijadikan sebagai
2
1
Fragment embikard isitusMinangaS ipakko
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
28
lahan pemakaman bagi penduduk sekitar lokasi. Pemakaman
sekarang ini tampaknya cukup intensif sehingga areal
pemakaman ini telah mencapai bagian dataran lereng dekat
sungai. Di bagian punggung bukit ini masih dapat diidentifikasi
bekas galian ekskavasi van Stein Callenfels seorang pionir
kepurbakalaan di Indonesia, di daerah ini dikenal dengan Tuang
Karuwa.
Beberapa temuan mengindikasikan situs arkeologi yang
mencirikan zaman neolitik, yaitu beberapa fragmen tembikar
dan serpihan alat batu. Temuan tersingkap kepermukaan akibat
erosi tanah ataupun akibat penggalian, baik oleh peneliti
maupun karena penggarapan lahan oleh penduduk untuk
pertanian atau aktivitas rutin masyarakat setempat.
Di beberapa bagian lereng yang cukup terjal dan cukup terbuka
masih kadang dijumpai temuan berupa fragmen tembikar dalam
kondisi sangat aus.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
29
CagarBudayadi Provinsi
SulawesiTenggara
Kerajaan Buton
Kerajaan Buton mulai dikenal pada abad XV sebagai
salah satu wilayah di dalam taklukan Kerajaan
Majapahit, kerajaan tersebut kemudian berkembang
dengan masuknya agama islam sebagai agama resmi
kerajaan. Tinggalan dari Kerajaan Buton yang sampai
saat ini masih kita dapat jumpai adalah berupa Benteng-
Benteng, Rumah Adat Kamali, Makam para Sultan dan
perangkat kerajaan dan lain-lainnya. Dari data yang
diperoleh Kerajaan Buton memiliki sekitar 88 buah
benteng pertahanan.
BentengKeratonButon
Benteng Keraton Buton dibangun sekitar abad ke -16 hingga abad
ke-17 oleh masyarakat Buton pada masa pemerintahan Sultan
Buton IV, Sultan La Elangi yang bergelar Dayanu Ikhsanuddin
(1597-1631 M). Benteng ini kemudian diselesaikan pada masa
pemerintahan Sultan Buton VI, Sultan La Buke yang bergelar
Gafur Wadudu (1632-1645 M). Benteng tersebut terbuat dari
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
30
batu karang yang disusun dengan menggunakan spesi yang
terbuat dari batu kapur yang dihaluskan sebagai bahan perekat.
Tata letak benteng mengikuti bentang lahan sehingga bentuknya
menyerupai huruf “Dal” dalam aksara Arab.
Benteng Keraton Buton mempunyai 12 pintu gerbang ( lawa) dan
16 bastion (baluara). Penamaan untuk tiap pintu gerbang
disesuaikan dengan nama atau gelar orang yang mengawasinya.
Temuan lain yang masih terdapat didalam benteng adalah
Masjid, Makam-makam Raja, Meriam dan Sebaran keramik.
Benteng Keraton Buton telah ditetapkan sebagai cagar budaya
dengan nomor: KM.8/PW.007/MKP-03, tanggal 4 Maret 2003,
oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Benteng Keraton Buton
31
KawasanBentengSorawolioBenteng Sorawolio merupakan salah satu benteng pertahanan
Kerajaan Buton berada di area perbukitan di sisi timur dari
Benteng Keraton Buton. Di dalam kawasan Benteng Sorawolio
terdapat 2 buah benteng besar, benteng yang pertama terletak
di bagian utara sedangkan benteng yang kedua terletak bagian
selatan. Kedua benteng besar tersebut dihubungkan oleh
struktur (dinding) pada bagian timur yang memanjang dari utara
ke selatan, dan dilengkapi dengan parit
BentengSorawalio1
Benteng Sorowalio 1 merupakan benteng tradisional yang
difungsikan sebagai benteng pertahanan, dibuat dari susunan
batu alam (karang). Benteng tersebut berbentuk persegi
Benteng Sorawalia 1
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
32
panjang yang memanjang dari arah barat daya ke tenggara,
benteng tersebut dilengkapi dengan jalan patrol lubang
bidik/intai, Bastion (Baluara), pintu (Lawa) selain itu benteng
tersebut dilengkapi dengan meriam.
Pada bagian luar terdapat parit, disisi timur dan selatan
mengelilingi hamper setengah dari bagian benteng. Pada sisi
barat terdapat jurang dan sungai yang kemungkinan besar
dijadikan sebagai benteng alam., sedangkan pada sisis selatan
lebih terbuka dan dihubungkan dengan struktur pada sudut
Bastion Tenggara
Temuan lain di dalam benteng berupa temuan fragmen keramik
asing, fragmen tembikar, umpak batu, Tatap pelandas, dan
makam.
BentengSorawolio2
Teknik pembuatan benteng menggunakan teknik susun timbun
dengan bahan material dari batu karang yang pada bagian -
Benteng Sorawali 2
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
33
bagian tertentu dicampur dengan kapur, benteng tersebut
dilengkapi dengan jalan patroli, lubang bidik/intai, bastion
(baluara), pintu (lawa), selain itu benteng tersebut juga
dilengkapi dengan meriam.
Bagian dalam dan luar benteng dulunya digunakan sebagai
kebun oleh warga, sehingga temuan permukaan yang ada sudah
tidak insite lagi, temuan lepas yang banyak berserakan dapat
diidentifikasi berupa fragmen keramik dan fosil kerang,
demikian pula pada bagian luar benteng terdapat juga temuan
fragmen keramik, fragmen gerabah dan meriam.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
34
KawasanGuaprasejarahSulawesi tenggara juga terkenal dengan kawasan gua-
gua prasejarahnya, tersebar di Konawe Utara dan Muna,
berdasarkan hasil pendataan yang telah dilakukan,
terdapat sekitar 26 Gua, 12 Gua di Konawe utara dan 14
gua di Muna.
GuaPondoa
Orientasi gua menghadap ke timur laut, terdapat dua buah
mulut gua yaitu mulut pertama berukuran lebar sekitar 4 meter
dan tinggi sekitar 3 meter. Gua ini terbagi atas dua ruangan
yaitu ruangan pertama pada bagian depan dengan intensitas
cahaya terang dan remang-remang, kondisi permukaan tidak
terlalu rata, dan terdapat bongkahan batu besar pada bagian
tengah. Ruangan kedua berbentuk lorong memanjang ke arah
tenggara. Permukaan gua cenderung datar dan terdapat
Lukisan Gua Pondo
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
35
beberapa pilar yang terletak pada sisi kiri dan kanan dinding
gua.
Potensi cagar budaya yang terdapat pada gua ini adalah lukisan
dinding berwarna hitam dengan berbagai bentuk, secara
keseluruhan jumlah lukisan sebanyak 56, berdasarhan hasil
identifikasi bentuk lukisan terdiri dari manusia, menyerupai
hewan sebanyak, menyerupai matahari, garis-garis . Potensi lain
berupa tulang yang terdiri dari bagian tengkorak, tibia,
humerus dan longbone yang berada di ruangan pertama
tepatnya pada sisi kiri. Pada ruangan pertama juga ditemukan
keramik berupa pecahan tembikar (badan) terbuat dari tanah
liat, warna coklat kehitaman dengan hiasan titik.
GuaAnabahi
Orientasi gua menghadap ke selatan dan terdiri dari dua
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
36
ruangan, ruangan pertama berada lebih rendah dari ruangan
kedua, ruangan ini berbentuk lorong memanjang ke utara dan
tembus ke ruangan kedua, panjang lorong sekitar 15 meter,
dengan intensitas cahaya kurang sehingga kondisi ruangan
remang-remang dan lembab. Ruangan kedua berada di sebelah
kanan ruangan pertama. Bentuk permukaan gua pada bagian
dalam landai dan terdapat dua bekas kotak ekskavasi yang
berukuran 1X1 meter, pada bagian depan permukaan gua agak
miring dan terdapat beberapa bongkahan batu yang berasal dari
runtuhan langit-langit.
Potensi cagar budaya yang terdapat pada gua ini adalah lukisan
dinding berupa cap tangan berwarna merah dan beberapa
goresan berwarna hitam yang menyerupai kaki hewan, lukisan
dinding tersebut sebagian besar menyebar pada dinding sebelah
kiri terdiri dari empat panel dengan jumlah lukisan tangan
sebanyak 22 buah dan gambar berupa goresan sebanyak empat
buah. Pada dinding sebelah kanan hanya terdapat satu luk isan
cap tangan berwarna hitam yang sudah mulai memudar, potensi
lain berupa pecahan tulang yang ditemukan di sisi kanan
permukaan tepatnya di atas bongkahan batu dan bekas -bekas
tetesan air yang berasosiasi dengan pecahan keramik, temuan
tulang terdiri dari Dental, Molar, Thoracic vertebratae, Femur,
Phalanges, dan fragmen atas Cranium. Pecahan keramik berupa
gerabah dan stoneware, yang diidentifikasi sebagai tempayan.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
37
GuaKabori
Gua Kabori berada satu kompleks dengan Gua
Metanduno, Ceruk Idamalanga, dan Ceruk Uhu.
Gua Kabori menhadap arah 2750 (barat) dengan
ketinggian langit-langit mencapai 6-7 meter,
dikategorikan sebagai gia yang memiliki elemen-elemen
seperti pilar, stalaktit, stalakmit, dan diselingi boulder
dan tanah berwarna cokelat gelap. Tinggalan arkeologis
yang ditemukan pada gua Kabori berupa gambar
berbagai bentuk yang terdiri dari beberapa panel.
Sebaran gambar ditemukan mulai dari sisi kiri gua
hingga kanan dan diatas mulut gua. Penggambaran
figurative yang dapat diidentifikasi antara lain manusia
Mulut G ua K abori
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
38
kangkang, hewan berkaki empat. Selain itu juga
ditemukan beberapa gambar non figurative berupa garis
tebal vertical dan horizontal dan beberapa gambar yang
tidak dapat di identifikasi
GuaSugiPatani
Gua ini merupakan ceruk yang berada di puncak bukit yang
Lukisan Dinding di Gua Kabori, Muna
Lukisan di G ua S ugi Patani
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
39
cukup terjal, arah hadap ke utara dengan lebar gua mulut gua
2.9 meter, lebar gua 4 (empat) meter dan tinggi langit -langit 2
(dua) meter. kondisi gua cukup kering dengan intensitas cahaya
besar.
Tinggalan arkeologi yang terdapat pada gua ini berupa lukisan
dengan jumlah sekitar sepuluh buah. Salah satunya adalah
lukisan manusia bermain layangan. Lukisan manusia yang
digambarkan terdapat dua type yakni manusia yang
menggunakan pakaian hingga sebatas lutut dan manusia berupa
garis sederhana membentuk kaki, tangan dan kepala.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
40
PelestarianCagarBudayayangtelahdilakukanBalaiPelestarianCagarBudayaSulsel
Pelestarian Cagar Budaya yang telah dilakukan sesuai dengan
Fungsi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan,
adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan penyelamatan dan pengamanan cagar
budaya dan yang diduga cagar budaya, yang meliputi:
1. Ekskavasi Penyelamatan
� Situs Neolitik Minanga Sipakko Desa Kalumpang, Kec.
Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, 2011
� Benteng Tanuntung, Kec. Kahu , Kabupaten Bone, 2012
� Makam No. 18 dan Nomor 31 Kompleks Makam Datu
Golla, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2012
� Leang Takeppung dan Leang Saluka di Siloro, Kabupaten
Pangkep, Sulawesi Selatan, 2014
� Kompleks Makam Sulewatang Kebo, Kabupaten Soppeng,
Sulawesi Selatan, 2014
� Ekskavasi penyelamatan tindak lanjut temuan keramik di
Pulau Barrang Lompo, Kec. Ujung Tanah, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
41
� Leang Panning Dusun Batu Putih, Desa Batu Putih dan
Desa Wanua Waru, Kec. Mallawa, Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan, 2015
� Gua Uhallie Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 2016
2. Survei Penyelamatan
� Bangunan Peninggalan Jepang di Pomala, Kabupaten
Kolakka, Sulawesi Tenggara, 2011
� Situs Neolitik Mallawa Desa Sabila Kec. Mallawa,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, 2012
� Situs-Situs Neolitik di daerah aliran Sungai Karama,
Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, 2013
� Situs-situs Paleolitik di Lembah Walanae Cabbenge,
Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, 2013
� Survey Penyelamatan Lanjutan Situs Neolitik Mallawa,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, 2013
� Kawasan sekitar Danau Towoti, Kabupaten Luwu Timur,
Sulawesi Selatan, 2013
� Gua Uhalie dan Gua Batti, Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan, 2013
� Temuan Batu Nisan / Bertulis desa Dungkait Kec.
Tapalang Barat, Kabupaten Mam uju, Sulawesi Selatan,
2014
� Cagar Budaya Kec. Rampi, Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
42
� Situs-Situs Gua Prasejarah Asera, Kabupaten Konawe
Utara, Sulawesi Tenggara, 2014
� Gua Walenrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan,
2014
� Situs di Kecamatan Tapalang Barat, Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat, 2014
� Situs di Pulau Binongko Kabupaten Wakatobi, Sulawesi
Tenggara, 2014
� Gua-gua prasejarah di Lamoncong, Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan, 2015
� Situs-Situs di Mallawa, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan, 2015
� Situs-Situs di Kecamatan Pana Desa Manipi Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat, 2015
� Situs-Situs di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan, 2015
� Gua-Gua Prasejarah di Kawasan Maros Pangkep, Sulawesi
Selatan, 2016
� Gua-Gua Prasejarah di Kawasan Maros Pangkep, Sulawesi
Selatan, 2016
� Gua-Gua Prasejarah dan Benteng di Kabupaten Muna,
Sulawesi tenggara, 2016
� Gua-Gua Prasejarah di Kecamatan Lohia, Kabupaten
Muna, Sulawesi Tenggara, 2017
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
43
3. Survey Tinggalan Bawah Air
� Perairan Majene, Kabupaten Majene, Su lawesi Selatan,
2011
� Situs Air Taka Sagori, Kabupaten Bombana, Sulawesi
Barat, 2012
� Perairan Padamarang, Kabupaten Kolaka, Sulawesi
Tenggara, 2012
� Kodingareng Keke, Kota Makassar, Sulawesi Selatan,
2013
� Karang Gurita dan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi,
Sulawesi Tenggara, 2013
� Perairan Samalona, Kota Makassar, Sulawesi Selatan,
2013
� Lagoari, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, 2014
� Tanjung Makalihat, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara,
2015
� Pulau Lae-Lae dan Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan,
2016
� Danau Matano, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi
Selatan, 2017
� Perairan Pulau Sagori, Kabupaten Bombana, Sulawesi
Tenggara, 2017
4. Simulasi Peninggalan Bawah Air di Pulau Salemo,
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, 201
5. Pembuatan Pos Jaga pada Masjid Katangka, Kabup aten
Gowa, Sulawesi Selatan, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
44
6. Pembuatan Replika Nisan makam Arung Labonggo,
Kabupaten Barru. Sulawesi Selatan, 2014
7. Pengecekan dan Kerusakan Cagar Budaya
� Gua Kabori dan Gua Metanduno, Kabupaten Muna,
Sulawesi Tenggara, 2014
� Mayat Kering, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan,
2014
� Leang Bubbuka, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan,
2014
� Kompleks Makam Tuang Nuh, Kabupaten Jeneponto,
Sulawesi Selatan, 2014
� Benteng Garassi dan Makam Somba Garassi, Kabupaten
Gowa, Sulawesi Selatan, 2014
� Keramik Asing di Barang Lompo, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan, 2014
b. Pelaksanaan Zonasi cagar budaya dan yang diduga cagar budaya
� Zonasi Benteng Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan, 2011
� Zonasi Gua-Gua Prasejarah, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan, 2011
� Zonasi Gua-Gua Prasejarah, Kabupaten Pangkep, Sulawesi
Selatan, 2011
� Rumah Jabatan Gubernur, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan, 2011
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
45
� Zonasi Benteng Balangnipa, Situs Batu Pake Gojeng dan
Sekitarnya, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, 2013
� Zonasi Benteng Kale Gowa dan Sekitarnya, Kabupaten
Gowa, Sulawesi Selatan, 2013
� Zonasi Kawasan Rumah Adat Rambu Saratu, Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat, 2014
� Zonasi Kompleks Makam Raja-Raja Banggae dan
Sekitarnya, Kabupaten Majene, Sulawesi Selatan, 2014
� Zonasi Pengadilan Negeri Makassar dan Sekitarnya, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, 2014
� Zonasi Benteng Sarwolio 1 dan 2 dan Benteng Baadia, Kota
Baubau, Sulawesi Tenggara, 2014
� Zonasi Kompleks Makam Raja-Raja Binamu, Joko dan Situs
Terkait Lainnya, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Sel atan,
2014
� Zonasi Tinggalan Kolonial (lanjutan), Kota Palopo,
Sulawesi Selatan, 2015
� Zonasi Rumah Adat Banga Kabupaten Tana Toraja,
Sulawesi Selatan, 2016
c. Pelaksanaan pemeliharaan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya, yang meliputi: 1. Pemugaran
� Teknis Pemugaran Bangunan Kubah Makam Mara’dia
Parappe, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, 2011
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
46
� Teknis Pemugaran Rumah Adat Tongkonan Papabatu,
Tana Toraja, Sulawesi Selatan, 2016
� Revitalisasi Kompleks Makam Sultan Hasanuddin,
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 2016
2. Pembasmian tumbuhan liar dalam rangka pengawetan
Bangunan pada atap Bangunan Gedung M, D dan J
kompleks Benteng Rotterdam, kota Makassar
3. Studi Konservasi Cagar Budaya
� Benteng Balangnipa, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan,
2011
� Kompleks Makam Latenri Ruwa, Kabupaten Bantaeng,
Sulawesi Selatan, 2013
� Kompleks Makam Dea Dg. Lita, Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan, 2013
� Istana Datu Luwu, Mesjid Kuno Palopo dan Kompleks
Raja-Raja Luwu Lokkoe, Kota Palopo, Sulawesi Selatan,
2013
� Kompleks Makam Leoran, Kompleks Makam Tandijaling
dan Megalitik Tandon, Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan, 2013
� Benteng Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
2017
� Dinding Sisi Selatan Benteng Ujungpandang, Rehabilis
Bangunan dan Lingkungan Benteng Ujungpandang, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, 2017
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
47
4. Studi Pasca Pemugaran Benteng Balanipa, Kabupaten
Sinjai, Sulawesi Selatan, 2017
5. Konservasi Cagar Budaya
� Gong Nekara Perunggu dan Penataan Benda Cagar Budaya
Koleksi Museum Tana Doang, Kabupaten Selayar, Sulawesi
Selatan, 2012
� Rumah Adat Buntu Pune, Kabupaten Toraja Utara,
Sulawesi Selatan, 2012
� Benteng Balangnipa, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan,
2012
� Mumi di Aikima, Distrik Kurulu, Kab. Jaya Wijaya, Papua,
2012
� Kompleks Makam Nagauleng, Kab.Bone, Suawesi Selatan,
2012
� Rumah Adat Papabatu Tumakke’, Kabupaten Tana Toraja,
Sulawesi Selatan
� Kompleks makam Raja-Raja Binamu, Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan, 2013
� Kompleks Makam Raja-Raja Lamuru, Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan
� Kompleks Makam Jera Lompoe, Kabupaten Soppeng,
Sulawesi Selatan, 2013
� Rumah Adat Palawa, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi
Selatan, 2013
� Makam Lamuru dan Bola Soba, Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
48
� Kompleks Makam Latenri Ruwa, Kabupaten Bantaeng,
Sulawesi Selatan, 2014
� Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae ondongan,
Maradia Parappe, dan Tambulese, Kabupaten Majene,
Sulawesi Barat, 2014
� Kompleks Makam Tedong -Tedong, Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat, 2015
� Masjid Tua Keraton, Rumah Adat Kamali Bata dan Kamali
Kara, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, 2016
� Rumah Adat Kamali kara dan Rumah Adat Kamali Bata,
Kabupaten Baubau, Sulawesi Tenggara, 2017
� Bangunan Kolonial Gedung C, E dan O Kompleks Benteng
Ujungpandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 2017
� Benda Cagar Budaya Koleksi BPCB Sulawesi Selatan, 2017
6. Evaluasi Pasca Konservasi
� Situs Makam Lamaddusila, We Tenri Olle, We Tenri
Leleang, Datu Golla, dan Situs Rumah Adat Lapinceng,
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2013
� Kompleks Makam Raja-Raja Lamuru dan Rumah Adat Bola
Soba, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 2014
� Evaluasi Keterawatan KM Nenek Rano, Nenek Lintik, Gua
Tontonan dan KM Ma’dia Batu, Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan, 2017
7. Pengawasan Pemasangan Tiang dan Pagar
� Pemagaran Lanjutan Kompleks Makam raja -Raja Binamu,
Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, 2011
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
49
� Pengawasan Pemasangan Tiang Pagar dan Kawat Duri
Komp. Makam Dampang Marana dan Anak Kodayya,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, 2015
� Pemasangan Pagar Situs Leang Caddia dan Leang Bubbuka,
Kabupaten Pangkep; Leang Karrasa, Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan, 2016
8. Pembuatan Abklast Makam
� Kompleks Makam Katangka, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan, 2015
� Kompleks Makam Kuno Pulau Barrang Lompo, Kabupaten
Makassar, Sulawesi Selatan, 2015
9. Teknis Pekerjaan Kompleks Makam Jera Palette, Kabupaten
Takalar, S ulawesi Selatan, 2013
10. Perawatan Cagar Budaya
� Pengecetan Benteng Ujungpandang, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan, 2014
� Kompleks Makam Raja-Raja Binamu, Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan, 2014
� Rumah Informasi Kompleks Makam Jera Lompoe,
Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, 2014
� Pengecatan Pagar Kompleks Makam Raja Lamuru,
Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 2014
� Pengecatan Pagar Kompleks Makam La Tenri Ruwa,
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2014
� Pengecatan Pagar Kompleks Makam Maddusila, Kabupaten
Barru, Sulawesi Selatan, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
50
� Rumah Adat Balla Lompoa, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan, 2015
� Pengecetan Dinding Gedung E, Benteng Rotterdam,
Sulawesi Selatan, 2016
d. Pelaksanaan pengembangan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya, yang meliputi: 1. Studi Teknis
� Benteng Liya, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi tenggara,
2011
� Studi Teknis 3 Kawasan, Kabupaten Toraja Utara,
Sulawesi Selatan, 2012
� Kompleks Makam Kalokkoe Watu, Kabupaten Soppeng,
Sulawesi Selatan, 2013
� Kawasan Tosora dan Sekitarnya, Kabupaten Wajo,
Sulawesi Selatan, 2013
� Kompleks Makam Dea Dg. Lita, Raowa dan Possi Tanah
Kec. Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan,
2013
� Kompleks Makam To Salama dan Arung Kaballangang,
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, 2013
� Studi Teknis 3 Kawasan (Tongkonan To Kayu Utara,
Tongkonan Bamba, Tongkonan Pala Tokke), Kabupaten
Toraja Utara, Sulawesi Selatan, 2014
� Studi Teknis di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
51
� Tongkonan Papabatu – Tumakke, Tana Toraja, Sulawesi
Selatan, 2016
� Studi Teknis Tongkonan Kete Kesu, Toraja Utara,
Sulawesi Selatan, 2016.
� Benteng Bangkudu, Kabupaten Buton Utara, 2017
2. Studi Kelayakan
� Rumah Adat Andi Sultan Raja, Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan, 2014
� Bunker Jepang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan,
2015
� Kawasan Butta Toa Kel. Buluta na Kec. Tinggi Moncong,
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 2015
� Studi Kelayakan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi
Barat, 2015
3. Kajian
� Kajian Keterawatan Lukisan Dinding Gua Prasejarah,
Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep, Sulawesi
Selatan, 2013
� Kajian Metode Tradisional Perawatan Bangunan Kayu,
Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan, 2013
� Kajian Sistem Perawatan Dinding Benteng Rotterdam,
Kota Makassar, 2013
� Kajian Keterawatan Dinding dan Bangunan Kolonial
Benteng Rotterdam, Kota Makassar, 2014
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
52
� Kajian Gua-Gua Prasejarah di Belae, Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan, 2015
� Kajian Pelestarian Situs-Situs Paleolitik Lembah Wallenae,
Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, 2016
� Kajian Pelindungan Cagar Budaya di Lembah Walennae,
Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, 2017
� Kajian Zonasi Rumah Adat Tradisional Sillanan, Kabupaten
Tana Toraja, Sulawesi Selatan, 2017
� Kajian Zonasi Makam-Makam Islan, Kabupaten Barru,
Sulawesi Selatan, 2017
4. Penataan Lingkungan
� Kompleks Makam Kassi Bumbung, Kabupaten Tak alar,
Sulawesi Selatan, 2011
� Kompleks Makam Jera Palette, Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan, 2013
� Kete Kesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, 2014
� Kompleks Makam Tambulese, Kabupaten Majene, Sulawesi
Barat, 2016
e. Pelaksanaan pemanfaatan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya � Evaluasi Pengendalian Pemanfaatan Benteng Balanipa
Kabupaten Sinjai dan Villa Yuliana Kabupaten Soppeng,
2015.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
53
� Evaluasi Pengendalian Pemanfaatan Museum Lapawawoi di
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dan Museum Mandari di
Kabupaten Majene Sulawesi Barat, 2016
� Evaluasi Pengendalian Pemanfaatan Taman Prasejarah
Leang-Leang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, 2017
f. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi cagar budaya dan yang diduga cagar budaya, yang meliputi: 1. Pendataan Cagar Budaya
� Pendataan di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara,
Sulawesi Selatan, 2011
� Pendataan di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara,
2012
� Pendataan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 2013
� Pendataan di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi
Tenggara, 2013
� Pendataan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi
Tenggara, 2013
� Pendataan di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan,
2013
� Pendataan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, 2014
� Pendataan di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara,
2014
� Pendataan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, 201 4
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
54
� Pendataan di Kabupaten Takalar, Sinjai, Wajo dan
Parepare, Sulawesi Selatan, 2016
2. Pemetaan/Pengukuran Situs
� Situs Penampungan Tua Balla Peu, Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat, 2011
� Kompleks Makam Dea Dg. Lita dan Raowa Kajang,
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, 2011
� 20 situs di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan,
2011
� Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, 2011
� Petta Palase Lase'e, KM We Tenri Leleang, dan KM La
Maddusila, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2011
� Tiga Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Toraja Utara,
Sulawesi Selatan
� Kompleks Makam Kalokkoe Watu, Kabupaten Soppeng,
Sulawesi Selatan, 2012
� Kompleks Makam Tambulese, Kabupaten Majene,
Sulawesi Selatan, 2012
� Situs Benteng Balang Nipa, Situs batu Pake Gojeng dan
KM Arung Bulo-Bulo, Kabupaten Sinjai, Sulawesi
Selatan, 2013
� Situs Neolitik Mallawa di Kec. Mallawa, Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan, 2013
� Kawasan Benteng Kalegowa dan sekitarnya, Kabupaten
Gowa, Sulawesi Selatan, 2013
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
55
� Istana Raja Bone dan Gua Prasejarah, Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan, 2013
� Situs goa Tontonan, Makam Nek Lintik dan Makam
Puang Cambang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan, 2013
� Kawasan Istana Datu Luwu dan Sekitarnya, Kabupaten
Palopo, Sulawesi Selatan, 2013
� Kompleks Makam Kuno Arung Kaballangang dan
Kompleks Makam Arung Kapallangang Lapanatta Daeng
Patombong, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, 2013
� Rumah Adat Makuang Kec. Messawa, Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat, 2013
� Kompleks Makam Beluwu, Kompleks Makam Tosalama
Lampoko dan Kompleks Makam Pallabuang, Kabupaten
Polewali Mandar, Sulawesi Barat, 2014
� Kawasan Sanggala, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi
Selatan
� Lima Lokasi Cagar Budaya di Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan, 2014
� Benteng Mardadi di Kota Bau-bau, Benteng Takimpu
lipu Ogena dan Benteng Rongi di Kabupaten Buton,
Sulawesi Selatan, 2014
� Makam Maddikae ri Barabba, KM. Somba'e di Palioi, dan
KM. Raja-Raja Gowa di Campagayya, Kabupaten
Bulukumba, Sulawesi Selatan, 2015
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
56
� Kompleks Makam Raja-Raja Sibulue (Jera'e), Kompleks
Makam Dulung Awang Tangka, dan Kompleks Makam
Paijo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 2015
� Gua Prasejarah di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara,
2015
� Kompleks Makam Datuk Patimang, Rumah Adat
Banuwasalu dan Megalitik Sassa, Kabupaten Luwu
Utara, Sulawesi Selatan, 2015
� Rumah Adat Banua Sulu, Kompleks Makam Datu
Patimang, Datu Sulaiman, Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan, 2016
� Pemetaan Bawah Air Perairan Bulango, Kabupaten
Pangkep, Sulawesi Selatan, 2016
� Gua-Gua Prasejarah di Kawasan Leang Kabori,
Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, 2017
� Pemetaan Bawah Air Di Danau Matano, Kabupaten
Luwu Timur, Sulawesi Selatan, 2017
3. Penggambaran Cagar Budaya
� Kompleks Makam Latenri Ruwa, Kabupaten Bantaeng,
Sulawesi Selatan, 2016
� Gedung Mulo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 2017
� Pengadilan Negeri Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 2017
� Penggambaran Tinggalan Bawah Air di Perairan lae -Lae,
Kota Makassar, 2017
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
57
4. Updating Cagar Budaya
� Situs Bawah Air di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
2011
� Situs di Kabupaten Takalar, Jeneponto, Bantaeng,
Bulukumba, Wajo dan Sidrap, Sulawesi Selatan, 2012
� Situs di Kota Makassar, Kabupaten Barru, Pinrang dan
Polewali Mandar, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat,
2013
� Situs di Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara, 2014
� Gua-Gua Prasejarah di Maros dan Pangkep, Sulawesi
Selatan, 2017
5. Penjaringan Informasi
� Penjaringan Informasi Bawah Air di Kabupaten Buton,
Sulawesi Tenggara, 2013
� Penjaringan Informasi Bawah Air di Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan, 2014
� Penjaringan Informasi Bawah Air di Kabupaten Pin rang,
Parepare, dan Barru, Sulawesi Selatan, 2015
� Penjaringan Informasi Bawah Air di Kabupaten Mamuju
dan Majene, Sulawesi Barat, 2015
� Penjaringan Informasi Bawah Air di Kabupaten Bombana,
Kabupaten Muna dan Kota Kendari, Sulawesi Tenggara,
2016
� Peninjauan Penemuan Arca di Desa Mampu, Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan, 2016
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
58
6. Inventarisasi Benda Cagar Budaya di Museum Caleo,
Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, 2014
7. Pameran Cagar Budaya
� Pameran Cagar Budaya di Pantai Losari, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan, 2011
� Pameran Cagar Budaya di Kabupaten Sinjai, Sulawesi
Selatan, 2011
� Pameran Cagar Budaya di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi
Selatan, 2012
� Pameran Cagar Budaya di Mall Panakukang, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan, 2013
� Pameran Cagar Budaya di Kota Goro ntalo, Gorontalo, 2013
� Pameran Cagar Budaya di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi
Selatan, 2014
� Pameran Cagar Budaya di Kabupaten Buton, Sulawesi
Tenggara, 2014
� Pameran Cagar Budaya di Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan, 2016
� Pameran Cagar Budaya Bawah Air di Be nteng
Ujungpandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 2017
8. Penataan Ruang Informasi Taman Prasejarah Leang -Leang,
Kabupaten Maros dan Sumpang Bita, Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan, 2013
9. Sosialisasi
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, 2011
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
59
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, 2012
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, 2012
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, 2012
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2013
� Sosialisasi Hasil Zonasi Benteng Rotterdam di Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, 2013
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Masamba, Sulawesi Selatan, 2013
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, 2014
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di Kota
Kendari, Sulawesi Selatan, 2014
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2014
� Sosialisasi Undang-Undang No. 11 tahun 2010 di
Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, 2015
10. Pembuatan Film Cagar Budaya
� Pembuatan Film Dokumenter di Kota Makassar dan
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 2011
� Pembuatan Film Dokumenter di Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan, 2011
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
60
� Pembuatan Film Dokumenter di Kabupaten Barru,
Sulawesi Selatan, 2012
� Pembuatan Film Dokumenter Cagar Budaya di Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan, 2014
11. Pendokumentasian dengan 3D Scanner
� Kawasan Gua-Gua Prasejarah, Kabupaten Maros dan
Pangkep, Sulawesi Selatan, 2015
� Gua Uhallie di Kabupaten Bone dan Gua -Gua di Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan, 2017
g. Pelaksanaan kemitraan dibidang pelestarian cagar budaya dan yang diduga cagar budaya 1. Revitalisasi Museum Dg. Metande, Mamasa, Sulawesi
Tenggara, 2016;
2. Pameran Bersama Cagar Budaya di Kota Ternate, Kota
Serang dan Kabupaten Soppeng, 2016
3. Konservasi Mumi Pumo, Araboda dan Juwika, Kabupaten
Jayawijaya bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, Papua, 2017
4. Pameran Cagar Budaya di Galeri Nasional, Jakarta, 2017
5. Pameran Bersama Cagar Budaya di Kota Ternate dan
Kota Gorontalo, 2017
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
61
ApaituCagarBudaya?
Cagar Budaya adalah Warisan budaya bersifat kebendaan berupa
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai pneting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.
BagaimanaKriteriaCagarBudaya?
Cagar Budaya harus memiliki kriteria:
• Berusia 50 Tahun atau lebih;
• Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun;
• Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan;
• Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
BagaimanaKlasi�ikasiCagarBudaya?1. Benda Cagar Budaya:
a. berupa benda alam atau benda buatan manusia yang
dimanfaatkan oleh manusia seta sisa-sisa biota yang dapat
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
62
dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat
dihubungkan dengan sejarah manusia
b. Bersifat bergerak atau tidak bergerak, dan
c. Merupakan kesatuan atau kelompok (pasal 6)
2. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat
dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi
ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
Bangunan cagar budaya dapat berupa:
a. Berunsur tunggal atau banyak; dan/atau
b. Berdiri bebas aatau menyatu dengan formasi alam (pasal 7)
Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbat dari
benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana,
dan pasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
Struktur Cagar budaya dapat :
a. Berunsur tunggal atau banyak; dan/atau
b. Sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam
(pasal 8)
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada didarat dan/atau
diair yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan
manusia atau bukti kejadian masa lalu (pasal 9)
Kawasan Cagar Budaya adalah ruang geografis yang memiliki
dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan
dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (pasal 10
ayat 1).
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
63
ApaPeranMasyarakatterhadapCagarBudaya?Masyarakat dapat berpartisipasi terhadap penanganan Cagar
Budaya, seperti yang dijelasakan dalam beberapa pasal di
Undang-Undang No. 11 tahun 2010. sebagai berikut:
a. Pendaftaran
Setiap orang memiliki dan/atau menguasai cagar budaya
wajib mendaftarkannya kepada pemerintah kabupaten/kota
tanpa dipungut biaya (Pasal 29)
b. Melindungi
Setiap orang dapat berperan serta melakukan perlindungan
cagar budaya (pasal 56)
c. Penyelamatan
Setiap orang berhak melakukan penyaelamatan cagar budaya
yang dimiliki atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat
atau yang memaksa untuk dilakukakan tindakan
penyelamatan (pasal 57)
d. Pendanaan
Pendanaan Pelestarian cagar budaya menjadi tanggung
jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat (Pasal 98)
e. Mengawasi
Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan
pelestarian cagar budaya (Pasal 99)
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
64
ApaKewajibanPemilikatauyangmenguasaiCagarBudaya?
Jika masyarakat memiliki atau menguasai Cagar Budaya, maka
kewajiban yang harus dilakukan pemilik Cagar Budaya ada lah:
a. Dalam melakukan penyelamatan wajib menjaga dan merawat
cagar budaya dari pencurian, pelapukan, atau kerusakan
baru (pasal 59 ayat (3))
b. Wajib melakukan pengamanan (pasal 61 ayat (2))
c. Wajib memelihara cagar budaya yang dimiliki dan/atau yang
dikuasainya.
BagaimanaJikaKitaMenemukanCagarBudaya? Masyarakat yang menemukan Cagar Budaya atau yang diduga
Cagar Budaya, harus mengikuti pasal 23 dan 24 pada Undang -
Undang Cagar Budaya no 11 tahun 2010, yaitu:
a. Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda
Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar
Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya,
dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib
melaporkannya kepada instansi yang berwenang di bidang
kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau
instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
ditemukannya (Pasal 23 ayat 1);
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
65
b. Temuan yang tidak dilaporkan oleh penemunya dapat diambil
alih oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah (pasal 23
ayat 2);
c. Instansi yang berwenang di bidang kebudayaan melakukan
pengkajian terhadap temuan (pasal 23 ayat 3).
d. Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda,
bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukannya
ditetapkan sebagai Cagar Budaya (pasal 24 ayat 1);
e. Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya
sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit
jumlahnya di Indonesia, dikuasai oleh Negara (pasal 24 ayat
2);
f. Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya
tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, dan
jumlahnya telah memenuhi kebutuhan negara, dapat dimiliki
oleh penemu (pasal 24 ayat 3)
PencarianCagarBudaya
Jika ingin melakukan pencarian Cagar Budaya, ada hal-hal yang
di perlu diperhatikan seperti yang dijelaskan dalam pasal 26
pada Undang-Undang Cagar Budaya No 11 tahun 2010, yaitu:
a. Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda,
bangunan, struktur dan /atau dan / atau lokasi yang diduga
sebagai cagar budaya (pasal 26 ayat 1)
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
66
b. Pencarian dapat dilakukan setiap orang dengan cara
penggalian, penyelamatan dan / atau pengangkatan didarat
dan /atau diair dengan izin dari pemerintah (pasal 26 ayat 2)
c. Pencarian yang dilakukan dengan didahului penelitian dengan
tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan
lokasi (pasal 26 ayat 3).
ApaituPendaftaranCagarBudaya?
Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan,
struktur, lokasi dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan
sebagai cagar budaya kepada pemerintaah kabupaten/kota atau
perwakilan Indonesia diluar negeri dan selanjutnya dimasukkan
dalam Register nasional cagar budaya (pasal 1 ayat 16).
Pemerintah kabupaten/kota bekerjasama dengan setiap orang
dalam melakukan pendaftaran (Pasal 28).
BagaimanaCaraMendaftarkanCagarBudaya? Pendaftaran Cagar Budaya dijelaskan dalam Undang-Undang No.
11 tahun 2010, pasal 29:
a. Setiap orang yang memiliki dan /atau menguasai cagar
budaya wajib mendaftarkannya kepada pemerintah
kabupaten/kota tanpa dipungut biaya (pasal 29 ayat 1);
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
67
b. Setiap orang dapat berpartisiasi dalam melakukan
pendaftaran terhadap benda, bangunan, sruktur dan lokasi
yang diduga sebagai cagar budaya meskipun tidak memiliki
atau menguasainya (pasal 29 ayat 2);
c. Pemerintah kabupaten/kota melasanakan pendaftaran cagar
budaya yang dkuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui
pemiliknya sesuai dengan tingkat kewenangannya (pasal 29
ayat 3);
d. Pendaftaran cagar budaya diluar negeri dilaksanakan oleh
perwakilan republik Indonesia di luar negeri (pasal 29 ayat 4);
e. Hasil pendaftaran harus dilengkapi dengan deskripsi dan
dokumentasinya (pasal 29 ayat 5);
f. agar budaya yang tidk didaftarkan oleh pemiliknya dapat
diambil alih oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah
(pasal 29 ayat 5).
PengkajianCagarBudaya
Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya
untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan
Cagar Budaya (pasal 31 ayat 1). Pengkajian bertujuan untuk
melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda,
bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang
diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya (pasal 31 ayat
2). Tim ahli Cagar Budaya ditetapkan dengan (pasal 31 ayat 3):
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
68
a. Keputusan Menteri untuk tingkat nasional;
b. Keputusan Gubernur untuk tingkat provinsi; dan
c. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Dalam melakukan kajian, Tim Ahli Cagar Budaya dapat dibantu
oleh unit pelaksana teknis atau satuan kerja perangkat daerah
yang bertanggung jawab di bidang Cagar Budaya (pasal 31 ayat
4). Selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau
lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan
diperlakukan sebagai Cagar Budaya (pasal 31 ayat 5).
BagaimanaProsesPenetapanCagarBudaya? Setelah dilakukan Pendaftaran dan Pengkajian Cagar Budaya,
selanjutnya dilakukan Penetapan Cagar Budaya seperti yang
tertera pada pasal 33, pasal 34, pasal 35 dan pasal 36 pada
Undang-Undang Cagar Budaya no 11 tahun 2010, yaitu:
a. Bupati/wali kota mengeluarkan penetapan status Cagar
Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi
diterima dari Tim Ahli Cagar Budaya yang men yatakan benda,
bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis
yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya (pasal 33 ayat
1);
b. Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya,
pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum
berupa:
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
69
1. surat keterangan status Cagar Budaya; dan
2. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang
sah (pasal 33 ayat 2);
c. Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah
ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya berhak mendapat
Kompensasi (pasal 33 ayat 3);
d. Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang berada
di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih ditetapkan sebagai
Cagar Budaya provinsi (pasal 34 ayat 1);
e. Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang berada
di 2 (dua) provinsi atau lebih ditetapkan sebagai Cagar
Budaya nasional (pasal 34 ayat 2);
f. Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan hasil penetapan
kepada pemerintah provinsi dan selanjutnya diteruskan
kepada Pemerintah (pasal 35);
g. Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang
geografis yang memiliki arti khusus bagi masyarakat atau
bangsa Indonesia sebagaimana dalam Pasal 11 dapat
ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Keputusan Menteri
atau Keputusan Gubernur setelah memperoleh rekomendasi
Tim Ahli Cagar Budaya sesuai dengan tingkatannya (pasal
36).
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
70
BagaimanaMelakukanPemugaranCagarBudaya?Bangunan dan struktur Cagar Budaya tidak seperti bangunan dan
struktur pada umumnya, untuk itu pemugaran yang dilakukan
harus memperhatikan hal-hal di bawah ini:
a. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar
Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi
fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau
mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi,
konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi (pasal 77 ayat 1)
b. Pemugaran Cagar Budaya harus memperhatikan:
� keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau
teknologi pengerjaan;
� kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
� penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak
bersifat merusak; dan
� kompetensi pelaksana di bidang pemugaran (pasal 77 ayat
2)
c. Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian
pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan
keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya (pasal
77 ayat 3)
d. Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus
didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
71
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 77
ayat 4)
e. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar
Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya (pasal 77 ayat 5)
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya
diatur dalam Peraturan Pemerintah (pasal 77 ayat 6)
g. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar
Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya (pasal 77 ayat 7)
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya
diatur dalam Peraturan Pemerintah (pasal 77 ayat 8)
DapatkahCagarBudayadiHapus?Undang-undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
menjelaskan mengenai penghapusan Cagar Budaya pada Pasal
50, yaitu sebagai berikut:
a. Cagar Budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional
hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas
rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di tingkat Pemerintah
(pasal 50 ayat 1)
b. Keputusan penghapusan harus ditindaklanjuti oleh
Pemerintah Daerah (pasal 50 ayat 2)
c. Penghapusan Cagar Budaya dari Register Nasional Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dilakukan
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
72
apabila Cagar Budaya, musnah; hilang dan dalam jangka
waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan; mengalami
perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan keasliannya;
atau di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar
Budaya (pasal 51 ayat 1)
d. Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan tidak menghilangkan data dalam
Register Nasional Cagar Budaya dan dokumen yang
menyertainya (pasal 51 ayat 2)
e. Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali, Cagar Budaya
wajib dicatat ulang ke dalam Register Nasional Cagar Budaya
(pasal 51 ayat 3)
BagaimanaTugasdanWewenangPemerintahterhadapCagarBudaya?Tugas Pemerintah terhadap Cagar Budaya tercantum dalam
pasal 95, Undang-Undang No 11 tahun 2010, yaitu:
a. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas
melakukan Pelindungan,Pengembangan, dan Pemanfaatan
Cagar Budaya (pasal 95 ayat 1)
b. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
tingkatannya mempunyai tugas (pasal 95 ayat 2):
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
73
� mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan
kewajiban masyarakat dalam Pengelolaan Cagar Budaya;
� mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat
menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar
Budaya;
� menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan Cagar
Budaya;
� menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat;
� menyelenggarakan promosi Cagar Budaya;
� memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan
pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya;
� menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan
darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan
kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta
memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami
bencana;
� melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi
terhadap Pelestarian warisan budaya; dan
� mengalokasikan dana bagi kepentingan Pelestarian Cagar
Budaya.
Wewenang Pemerintah terhadap Cagar Budaya tercantum dalam
pasal 96, Undang-Undang No 11 tahun 2010, yaitu:
a. Pemerintah dan Pemerintah Daer ah sesuai dengan
tingkatannya mempunyai wewenang (pasal 96 ayat 1):
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
74
� menetapkan etika pelestarian Cagar Budaya;
� mengkoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya secara lintas
sektor dan wilayah;
� menghimpun data Cagar Budaya;
� menetapkan peringkat Cagar Budaya;
� menetapkan dan mencabut status Cagar Budaya;
� membuat peraturan Pengelolaan Cagar Budaya;
� menyelenggarakan kerja sama Pelestarian Cagar Budaya;
� melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum;
� mengelola Kawasan Cagar Budaya;
� mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang
Pelestarian, Penelitian, dan museum;
� mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang
kepurbakalaan;
� memberikan penghargaan kepada setiap orang yang telah
melakukan Pelestarian Cagar Budaya;
� memindahkan dan/atau menyimpan Cagar Budaya untuk
kepentingan Pengamanan;
� melakukan pengelompokan Cagar Budaya berdasarkan
kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat
provinsi, dan peringkat kabupaten/kota;
� menetapkan batas situs dan kawasan; dan
� menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses
pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau
musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian -
bagiannya.
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
75
b. Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah berwenang (pasal 96 ayat 2):
� menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pelestarian
Cagar Budaya;
� melakukan pelestarian Cagar Budaya yang ada di daerah
perbatasan dengan negara tetangga atau yang berada di
luar negeri;
� menetapkan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan/atau
Kawasan Cagar Budaya sebagai Cagar Budaya Nasional;
� mengusulkan Cagar Budaya Nasional sebagai warisan dunia
atau Cagar Budaya bersifat internasional; dan
� menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
Pelestarian Cagar Budaya.
c. Pemerintah dan Pemerintah D aerah memfasilitasi
pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (pasal 97 ayat1)
d. Pengelolaan kawasan dilakukan tidak bertentangan dengan
kepentingan masyarakat terhadap Cagar Budaya dan
kehidupan sosial (pasal 97 ayat 2)
e. Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dilakukan oleh badan
pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat hokum adat (pasal 97 ayat 3)
f. Badan Pengelola dapat terdiri atas unsur Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat
(pasal 97 ayat 4)
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
76
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Cagar Budaya
diatur dalam Peraturan Pemerintah (pasal 97 ayat 5)
Pendanaan
Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab
bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat,
dengan sumber dana berasal dariAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Hasil pemanfaatan cagar budaya
Sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (pasal 98 ayat 1-2)
PelanggaranterhadapCagarBudaya
Memindahkan cagar budaya baik peringkat Nasional, propinsi,
kabupaten/kota baik seluruh maupun bagian-bagiannya,
kecuali dengan izin Mentei, Gubernur atau Bupati/Walikota
sesuai dengan tingkatannya (pasal 67 ayat (1))
b. Memisahkan cagar budaya baik peringkat Nasional, propinsi,
kabupaten/ kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya,
kecali dengan izin Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai
dengan tingkatannya (pasal 67 ayat (2))
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
77
c. Membawa cagar budaya keluar wilayah Negara Republik
Indonesia kecuali dengan izin Menteri (pasal 68 ayat (2))
d. Membawa cagar budaya keluar wilayah propinsi atau
kabupat/kota, sesai dengan izin Gubernur atau
Bupati/Walikota (pasal 69 ayat (2))
e. Melakukan pemugaran bangunan cagar budaya dan struktur
cagar budaya tanpaa izin dari pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya (pasal 77 ayat (5))
f. Mengubah fungsi ruang situs cagar budaya dan/atau kawasan
cagar budaya peringkat Nasional, Propinsi atau Kabupaten /
Kota kecuali dengan izin Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
sesuai dengan tingkatannya (pasal 81 ayat (1))
g. Mendokumentasikan cagar budaya baik seluruh maupun
bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa seizin
pemilik dan/atau yang menguasainya (pasal 92)
h. Memanfaatkan cagar budaya baik peringkat Nasional,
Propinsi, atau Kabupaten/Kota baik seluruh maupun bagian-
bagiannya, dengan cara perbanyakan sesuai dengan izin
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota seai dengan
tingkatannya (pasal 93 ayat (1))
KejahatanTerhadapCagarBudayaa. Sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan
upaya pelestarian cagar budaya (pasal 55)
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
78
b. Merusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian -
bagiannya dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal
(pasal 66 ayat (1)
c. Mencuri cagar budaya, baik seluruh maupun bagian -
bagiannya, dai kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal
(pasal 66 ayat (2)).
SanksiP idana
Sanksi pidana terhadap pelanggaran cagar budaya dibedakan
menjadi:
a. Pidana Pokok
� Sanksi pidana atas pelanggaran cagar budaya secaa umum
diancam hukuman penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 15 (lima belas)tahun, dengan denda
paling sedikit Rp 10.000.000 (sepuluh juta) rupiah dan
sebanyak-banyaknya Rp 1.500.000.000 (satu milyar lima
ratus juta)rupiah.
� Ketentuan sanksi pidana pokok diatur dalam pasal 101 -
114.
b. Pidana Tambahan
Sanksi pidana tambahan berupa:
� Kewajiban bahan, bentuk, dan tata letak, dan tata letak,
dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas
tanggungan sendiri, dan/atau
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
79
� Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana.
� Bagi Badan Usaha berbadan Hukum atau badan usaha
bukan berbadan hokum, selain dikenakan tindakan pidana
pokok, tindakan pidana tambahan juga dikenakan
tindakan pencabutan izin usaha (pasal 115).
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
Pro
fil B
alai
Pe
lest
aria
n C
agar
B u
day
a S u
lse
l
Daftar Pustaka
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Rencana Strategis 2015-2019. Renstra. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, 2015.
Natsir, Mohammad. "Sekilas Lembaga Purbakala Makassar." Refleksi 100 Tahun Lembaga Purbakala Makassar (2013): 7 - 12.
Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Lembaran Negara RI Tahun 2010. Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia. 2013. Permendikbud No 28 tahun 2013 tentang Rincian Tugas Balai Pelestarian Cagar Budaya. Jakarta: Sekretarian Negara.
Republik Indonesia. 2015. Permendikbud No 30 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya, Jakarta: Sekretarian Negara.