Upload
ferdina-maria-ginting
View
218
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mufidg2a20-5281-2-bab1.pdf
Citation preview
AKI adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari
sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab
lain, per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Kabupaten Pekalongan 2011,
h.13).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia mengalami proses
kehamilan. Sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15
% ibu hamil dapat menderita komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini
mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini
diperkirakan 90 % terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10 % di negara berkembang
lainnya, dan kurang dari 1 % di negara-negara maju (Winkjosastro 2008, h.53).
World HealthOrganisation (WHO) menyebutkan bahwa kematian ibu
dikawasan Asia Tenggara menyumbang hampir 1/3 jumlah kematian ibu yang terjadi
secara global. Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu di kawasan ini adalah
terjadi di India, Bangladesh, Indonesia, Nepal, dan Myanmar. Berdasarkan SDKI
survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup
merupakan angka tertinggi di Asia (www.kompas.com). Dari hasil Analisis Kematian
Ibu di Indonesia Tahun 2010 berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI), Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan laporan rutin Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan angka yang tidak sedikit,
yaitu 11.534 dari total kematian ibu (Depkes RI, 2010).
Angka Kematian ibu merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam
tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang ke-5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai ¾ risiko jumlah kematian ibu. Untuk mencapai target
MDGs tersebut, Pemerintah Indonesia harus mampu menekan angka kematian ibu
pada tahun 2015 sebesar 102/100.000 KH (Depkes RI 2009, h.1). Menurut
Kementrian Kesehatan RI, untuk mencapai terget MDGs pemerintah Indonesia harus
mampu menekan angka kematian ibu sebanyak 7.187 dari seluruh kematian yang
terjadi (Depkes RI, 2010).
Upaya untuk menurunkan AKI masih terus dilakukan melalui berbagai upaya
terobosan guna mengatasi penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung dari
kematian ibu. Penurunan tersebut tercermin pada periode lima tahun terakhir yang
menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu 307/100.00 Kelahiran Hidup (KH)
pada tahun 2002, turun menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI, 2007)
(Depkes RI 2009, h.1).
Kematian ibu di Indonesia 50% terjadi di 5 Provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat
(19,8%), Jawa Tengah (15,3%), NTT (5,6%), Banten (4,7%) dan Jawa Timur (4,3%).
Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah harus lebih serius dalam menanggapi dan
menangani AKI yang masih tinggi dan mengalami peningkatan, yaitu sebesar
114,42/100.000 pada tahun 2008, menjadi 117,02/100.000 pada tahun 2009 (Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009).
Penyebab kematian ibu dibedakan menjadi penyebab langsung dan tidak tidak
langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (42%), keracunan
kehamilan/eklamsi (13%), keguguran/abortus (11%), infeksi (10%), partus
lama/partus macet (9%), penyebab lain (15%). Sedangkan penyebab tidak
langsungnya adalah (1) Masih rendahnya tingkat pendidikan. (2) Sosial ekonomi
rendah dan faktor kebudayaan yang mengakibatkan anemia pada ibu hamil cukup
tinggi mencapai 40%. (3) Kondisi ibu yang mengalami “4 terlalu” dalam melahirkan,
yaitu tua saat melahirkan (> 35 tahun), terlalu muda saat melahirkan (< 20 tahun),
terlalu banyak anak (> 4 anak), terlalu rapat jarak anak/ paritas (< 2 tahun). (4) “3
terlambat”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat merujuk dan terlambat
mendapat pelayanan kesehatan (Ambarwati dan Rismintari 2009, hh.10–11). Angka
kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas (49,12%), disusul
kemudian pada waktu bersalin sebesar (26,99%) dan pada waktu hamil sebesar
(23,89%).
Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal, dan menghasilkan bayi
yang cukup bulan dan sehat. Akan tetapi, kadang-kadang perkembangan tersebut
tidak sesuai yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan
mengalami masalah atau tidak (Saifuddin 2008, h.89). Permasalahan tersebut dapat
diketahui dengan menilai adanya faktor risiko. Faktor risiko pada seorang ibu hamil
merupakan suatu keadaan atau ciri tertentu pada seseorang atau suatu kelompok ibu
hamil yang dapat menyebabkan risiko/ bahaya kemungkinan terjadinya komplikasi
persalinan, serta merupakan suatu mata rantai dalam proses yang merugikan dan
mengakibatkan kematian/ kesakitan/ kecacatan/ ketidaknyamanan/ ketidakpuasan
pada ibu beserta bayinya (Saifuddin 2011, hh.29-30).
Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan
penyakit, tetapi seringkali menyebabakan komplikasi akibat berbagai perubahan
anatomik serta fisiologik dalam tubuh ibu. Selain itu darah yang terdiri atas cairan dan
sel-sel darah berpotensi menyebabkan komplikasi perdarahan dan trombosis jika
terjadi ketidakseimbangan faktor-faktor prokoagulasi dan hemostasis (Winkjosastro
2008, h.774).
Menurut World Health Organisation (WHO), kejadian anemia kehamilan
berkisar anatara 20 dan 89% dengan menetapkan Hb 11g% (g/dl) sebagai dasarnya.
Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu angka anemia
kehamilan 3,8% pada trimester I, 13,6% trimester II dan 24,8% pada trimester III.
(Manuaba 2010, h.237-238).
Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya
kematian ibu dibandingkan ibu yang tidak anemia. Jika kehamilan terjadi pada
seorang ibu yang telah menderita anemia, maka perdarahan pasca persalinan akan
memperberat keadaan anemia dan dapat berakibat fatal (Depkes RI 2009, h.2).
Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang sedang hamil atau dalam
periode 42 hari setelah terminasi kehamilannya tanpa memandang lama dan lokasi kehamilan.
(Pencegahan kematian Ibu Hamil 1994)
Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan, dan
dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpa memperhitungkan
tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. (WHO)
Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita sewaktu dalam kehamilan,
persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa mempertimbangkan lamanya
serta di mana kehamilan tersebut itu berlangsung. (FIGO 1973)
1. Frekuensi
Jumlah kematian ibu yang terjadi di Negara tertentu berguna untuk mengetahui
besarnya Angka Kematian Ibu. Angka itu dapat dipakai untuk merencanakan pelayanan
kesehatan bagi ibu dan anak (KIA) atau untuk menganalisis penyebab kematian. Besarnya
kematian ibu tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur perubahan atau
perbandingan antar wilayah.
Pada saat ini tidak ada angka yang tepat mengenai kematian maternal untuk
Indonesia atau untuk suatu wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh belum adanya
sistem pendaftaran wajib untuk kelahiran dan kematian di Negara kita. Menurut taksiran
kasar, angka kematian ibu adalah 6-8 per 1000 kelahiran ; angka ini sangat tinggi apabila
dibandingkan dengan angka-angka di negara-negara maju, yang berkisar antara 1,5 dan 3 per
10.000 kelahiran hidup.
Di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal merupakan
masalah besar, namun sejumlah kematian yang cukup besar tidak dilaporkan dan tidak
tercatat dalam statistik resmi. Di negara maju angka kematian ibu berkisar antara 5-10 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara sedang berkembang berkisar antara 750-1000
per 100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian ibu di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per
100.000 kelahiran hidup.
Tinjauan tentang Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kematian Ibu
1. Faktor Reproduksi
a. Usia
Dalam kurung reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia
30-35 tahun.
b. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1
dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana. Sebagian kehamilan pada
paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
2. Komplikasi obstetrik
1. Perdarahan post partum
Pengertian
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah
persalinan berlangsung. Perdarahan post partum dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1) Perdarahan post partum primer
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utama Perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan post partum sekunder
Berdasarkan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam petama. Penyebeab
utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta
dan membran.
Perdarahan post partum yang disebbkan oleh atonia uteri ataui sisa plasenta sering
berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan kerena perdarahan banyak segera akan disusul
dengan kematian maternal, jika masalah ini dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh tenaga
yang terampil dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.
2. Retensio Plasenta
a. Pengertian
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam serelah
persalinan bayi. Plasena harus dikeluarkan kerena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan
b. Penyebab
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
Plasenta belu lepas dari dinding uterus karena :
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus
Menurut dalamnya penestrasi dinding uterus terbagi atas :
1. Plasenta Akreta
Adalah jonjot menembus dasidua sampai berhubungan dengan miometrium
2. Plasenta inkreta
Adalan jonjot sampai kedalam lapisan miometrium
3. Plasenta parkreta
Adalah jonjot menembus miometrium sehingga mencapai perimetrium
Secara intuisi, hamil, bersalin, kematian,ibu, dan kematian bayi mungkin dianggap
sederhana dan sabagai peristiwa yang tak terlupakan. Namun, pada prakteknya tidak
sesederhana itu. Apabila yang dimaksud dengan kematian ibu adalah semua kematian yang
disebakan oleh kehamilan dan kelahiran, maka kematian yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah persalinan harus diperhatikan.
Kematian yang terjadi sebelum persalinan, antara lain disebabkan oleh aborsi, dan
kehamilan ektopik. Selanjutnya kematian yang terjadi selama persalinan antara lain
disebabkan oeh perdarahan antepartum, intrapartum, atau postpartum. Sedangkan kematian
yang terjadi beberapa waktu setelah persalinan antara lain disebabkan oleh infeksi nifas.
Disamping itu adal beberapa yang diduga terpengaruh adalah umur ibu, paritas, dan
pelayanan kesehatan atau sistem rujukan.