95
AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN ANTIKANKER EKSTRAK KULIT BATANG LANGSAT [Lansium Domesticum L.] MOKOSULI YERMIA SEMUEL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN ANTIKANKER EKSTRAK KULIT … · 2018-12-06 · dan Laboratorium Kimia Bahan Alam Institut Teknologi Bandung. ... analitik, pH indikator, botol gelap berulir,

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN ANTIKANKER EKSTRAK KULIT BATANG LANGSAT

[Lansium Domesticum L.]

MOKOSULI YERMIA SEMUEL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas antioksidasi dan antikanker ekstrak kulit batang Langsat (Lansium domesticum L.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2008 Mokosuli Yermia Semuel NIM G851060061

ABSTRACT

MOKOSULI YERMIA SEMUEL. Antioxidation and anticancer activity of tree barks of Langsat (Lansium domesticum L.). Under direction of MARIA BINTANG and MEGA SAFITHRI.

Oxidative stress by radical oxygen species (ROS) caused cell damaged and cancer. The objective of this research was to know the activity of etanol extract of tree barks from Langsat (Lansium domectisumL.) dried (KBLK) and wet (KBLB) as antioxidation and anticancer. This research consisted of four steps, the first step was extration and phytochemistry analysis using Harborne method. The second step was Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) to know the toxicity of the extract using Mc Laughlin method. The third step was examination of antioxidation activity using DPPH method and TBA method and the last step was examination of anticancer activity of the extract using murine leukimia P388 cell line. The result of this research showed that etanol extract of tree barks of L. domesticum L. had antioxidation and anticancer activity. The IC50 of BSLT was 93.48 µg/ml and 100,37 µg/ml respectively. The IC50 of antioxidation activity using DPPH method was 174,19 µg/ml and 205,38 µg/ml respectively. Inhibition of linoleat oxidation by TBA method was 82,83% and 85,22%. The IC50 of anticancer test was 12.00 µg/ml and 15.48 µg/ml. The result of phytochemistry analysis showed KBLK and KBLB have alkaloid, flavonoid, saponin and tanin compounds. The conclusion of this experiment ware etanol extract of KBLK and KBLB have a strong anticancer and antioxidation activity. Keywords : Lansium domesticum L, antioxidation, anticancer.

RINGKASAN

MOKOSULI YERMIA SEMUEL. Aktivitas antioksidasi dan antikanker ekstrak kulit batang langsat (Lansium domesticum L.) dibimbing oleh MARIA BINTANG dan MEGA SAFITHRI.

Kematian akibat kanker di Amerika Serikat menempati posisi kedua setelah penyakit jantung. Diperkirakan satu dari tiga orang di AS mengalami perkembangan kanker dalam tubuhnya (Cooper, 1993). Kanker menyebabkan lebih dari 500.000 kematian tiap tahun di Amerika Serikat (Katzung, 1995). Insiden kanker di Indonesia diperkirakan 100 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 200.000 penduduk per tahun (Puspitasari et al. 2003).

Akhir-akhir ini upaya pengobatan kanker dengan kemoterapi banyak dilakukan. Bahan kemoterapi dari tumbuhan mempunyai prospek sebagai penghambat kanker yang lebih sedikit efek sampingnya. Distribusi senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antikanker sangat luas dalam tumbuh-tumbuhan. National Cancer Institute melakukan skreening sekitar 114.000 ekstrak tumbuhan dari tahun 1960 sampai 1982 dan menemukan sekitar 35.000 sampel tumbuhan memiliki aktivitas antikanker. Tahun 1991 sekitar 28.000 sampel tumbuhan dari seluruh dunia telah dikoleksi karena memiliki aktivitas antikanker. Sekitar 62 % dari 87 jenis obat antikanker berasal dari bahan alam (Cragg, 1993). Salah satu tanaman asli Indonesia yang diduga memiliki potensi anti kanker adalah langsat (L. domesticum L). Secara empiris tanaman ini telah digunakan masyarakat pedalaman Kalimantan dan Minahasa sebagai obat antimalaria, tumor dan kanker. Biji tanaman ini secara tradisional telah digunakan untuk mengobati penyakit parasit malaria. Namun belum ada laporan ilmiah pemanfaatan ekstrak bagian tanaman ini sebagai obat antikanker. Kearifan budaya etnomedikal masyarakat Indonesia yang diperoleh turun temurun perlu dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Untuk membuktikan secara ilmiah dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui kandungan senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker dari ekstrak kulit pohon langsat [L. domesticum L] dan mengetahui aktivitas in vitro antioksidasi dan aktivitas antikanker ekstrak kulit pohon Langsat [L. domesticum L.] pada sel kanker murine leukimia P-388.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB dan Laboratorium Kimia Bahan Alam Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai bulan September 2007 sampai dengan Januari 2008. Kulit batang langsat (L. domesticum L.) diperoleh dari perkebunan rakyat Minahasa Utara propinsi Sulawesi Utara. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pareaksi Dragendorff, pareaksi Mayers, pareaksi Wagner, etanol 95%, HCL, logam Mg, Na2CO3, FeCl3, H2SO4 dan anhidrida asetat. 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), butil hidroksi toluena (BHT), NaOH 10 % asam asetat anhidrida, kertas saring, air bebas ion, etanol 75%, etanol absolut, asam linoleat, buffer fosfat 0.1 M pH 7, Fe CL2.4H2O, HCL, amonium tiosianat, α-tokoferol, 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP) 6 M, asam tiobarbiturat (TBA), asam asetat 50 % dan asam trikloroasetat (TCA) 20 %. Sel kanker murine leukimia P-388, media RPMI, serum fetal bovine, kanamisin, reagen pewarna 3-(4,5-dimetil thiazol-2-il)-2,5 difenil tetrazolium bromida, larutan 10% SDS-0,01 N HCL. Alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, pengaduk, hot plate dan neraca

analitik, pH indikator, botol gelap berulir, inkubator, sentrifuse model 800, spektrofotometer UV-Vis U-2800 Hitatchi, perangkat sumur kultur, mikropipet dan microplate reader.

Penelitian ini terdiri atas empat tahap yaitu : (1) Ekstraksi dan analisis fitokimia (2) Uji toksisitas metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (3) Analisis potensi antioksidasi in vitro menggunakan metode DPPH dan metode TBA dan (4) Analisis potensi antikanker secara in vitro menggunakan sel murine leukimia P388.

Hasil analisa fitokimia pada ekstrak etanol 70% dan kloroform:air menunjukkan adanya senyawa fitokimia golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Senyawa triterpenoid dan steroid hanya dalam intensitas yang sedikit. Berdasarkan nilai LC50 dari hasil uji BSLT ekstrak KBLK EtOH (LC50 93,48 ppm) dan KBLB (LC50 100,37 ppm) menunjukkan aktivitas toksisitas yang kuat. Suatu ekstrak tumbuhan berpotensi antikanker dengan uji BSLT menurut NCI jika nilai LC50<1000 ppm. Hasil analisis antioksidasi dengan metode DPPH ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH (IC50 174,19 ppm dan 205,38 ppm) menunjukkan aktivitas peredaman radikal bebas yang kuat dibandingkan dengan kontrol BHT (IC50 398,45). Dengan metode TBA ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH juga menunjukkan aktivitas penghambatan oksidasi asam linoleat yang kuat pada konsenterasi 200 ppm (82,83% dan 85,22%) dibandingkan dengan kontrol α-tokoferol pada konsenterasi yang sama (77,81%).

Pengujian aktivitas antikanker menunjukkan bahwa ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH memiliki aktivitas sitotoksik yang kuat pada sel murine leukimia P388 yaitu masing-masing 12 ppm dan 15,48 ppm. Menurut NCI ekstrak kasar digolongkan berpotensi antikanker apabila nilai IC50< 20 ppm. Terdapat hubungan aktivitas antioksidasi, toksisitas BSLT, aktivitas antikanker dan kandungan fitokimia ekstrak. Aktivitas antioksidasi dan antikanker dari ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH disebabkan oleh kandungan alkaloid, flavonoid saponin dan tanin yang terdapat pada ekstrak tersebut. Ekstrak kulit batang langsat berpotensi dikembangkan sebagai sumber senyawa fitokimia antikanker.

Dari hasil penelitian ini disarankan untuk dilakukan uji in vitro pada berbagai jenis sel kanker dan uji in vivo ekstrak pada hewan uji untuk mengetahui LD50 dalam rangka penemuan sumber senyawa fitokimia obat antikanker dan sumber antioksidan yang baru.

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu makalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN ANTIKANKER

EKSTRAK KULIT BATANG LANGSAT [Lansium Domesticum L.]

MOKOSULI YERMIA SEMUEL

Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

Judul : Aktivitas Antioksidasi dan Antikanker Ekstrak Kulit Batang Langsat [Lansium domesticum L.] Nama : Mokosuli Yermia Semuel NRP : G851060061

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS Mega Safithri, S.Si, M.Si Ketua Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Biokimia Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof.Dr.drh.Maria Bintang, MS Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 17 Maret 2008 Tanggal lulus :

PRAKATA

Saya sangat bersyukur kepada TUHAN karena tanpa anugerahNya saya tidak pernah mendapat kesempatan studi di Institut Pertanian Bogor dan dapat menyelesaikan tugas akhir program magister biokimia. Suatu kebanggaan bagi saya untuk dapat belajar biokimia di Institut Pertanian Bogor. Atas ketertarikan penulis dalam bidang pemanfaatan bahan tumbuhan sebagai sumber obat maka penulis melakukan penelitian tentang aktivitas antioksidasi dan antikanker ekstrak kulit batang Langsat [Lansium domesticum L.]. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2007 sampai awal Februari 2008. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr. drh. Maria Bintang, MS dan Ibu Mega Safithri, SSi, MSi selaku pembimbing atas segala arahan dan bimbingan selama penelitian serta kepercayaan dan kesabaran dalam membimbing sampai terselesaikannya penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Manado bapak Prof.Drs.J.L.L.Lombok,SH yang memberikan kesempatan belajar di IPB Bogor dengan biaya BPPS Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Semasa studi ada banyak orang yang membantu saya namun tidak ada yang melebihi bantuan isteri tercinta Reinny S. Tuegeh, SSi yang dengan tekun dan sabar memberi semangat serta mendoakan keberhasilan studi juga orang tua yang turut menopang dalam doa. Kepada teman-teman Biokimia angkatan 2006 disampaikan terima kasih atas bantuan dan dukungan selama studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2008 Mokosuli Y. Semuel

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tambun Kabupaten Bolaang Mongondow pada tanggal 21 Maret 1980 dari Ayah Benyamin Gayus Mokosuli dan Ibu Mien Ritha Suoth. Penulis adalah putera pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 menyelesaikan pendidikan sarjana sains biologi di FMIPA Universitas Negeri Manado dengan predikat cum laude. Setelah lulus dipanggil sebagai asisten dosen di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Manado disamping mengajar mata pelajaran Biologi di SMA Kristen Binaan khusus Tomohon. Tahun 2005 diangkat menjadi staf dosen pegawai negeri sipil di Universitas Negeri Manado pada FMIPA Jurusan Biologi. Tahun 2006 mendapatkan kesempatan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor Program Magister Biokimia dengan biaya BPPS Dikti Depdiknas. Di tahun yang sama TUHAN memberikan pendamping hidup Reinny Silvana Tuegeh, S.Si.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xi

xii

xiii

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Langsat ............................................................................... Radikal Bebas ..................................................................................... Antioksidan ........................................................................................ Kanker ................................................................................................

6 7 9

13

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat ............................................................................... Bahan dan alat ..................................................................................... Diagram alir penelitian ....................................................................... Ekstraksi kulit batang Lansium domesticum L. .................................. Analisisi fitokimia ............................................................................... Uji toksisitas metode BSLT ................................................................ Uji aktivitas antioksidasi ..................................................................... Uji aktivitas antikanker pada sel murine leukimia P388 .................... Analisis data ....................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi ............................................................................................ Analisis fitokimia ............................................................................. Aktivitas toksisitas metode BSLT ..................................................... Aktivitas antioksidasi metode DPPH ................................................ Aktivitas antioksidasi metode TBA .................................................. Aktivitas antikanker pada sel murine leukimia P388 .......................

SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................

25 25 26 27 27 28 28 30 30

32 33 34 36 40 46

51

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

LAMPIRAN ..................................................................................................

53

60

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi umum agen karsinogenesis .............................................

2. Flavonoid antikanker ........................................................................

3. Rendemen ekstrak KLBB dan KLBK ................................................

15

21

32

4. Hasil analisis fitokimia KLBB dan KLBK ........................................

5. Nilai LC50 ekstrak etanol KBLK dan KBLB ....................................

6. Nilai IC50 aktivitas antioksidan ekstrak metode DPPH dibandingkan

dengan kontrol BHT ....................................................

7. Aktivitas inhibisi ekstrak terhadap radikal DPPH .............................

8. Konsenterasi MDA oksidasi asam linoleat metode TBA .................

9. Perbandingan aktivitas antioksidasi, toksisitas dan antikanker

ekstrak etanol kulit batang langsat .....................................................

33

35

36

37

41

48

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Batang, daun dan buah langsat (Lansium domesticul L.) …………..

2. Interaksi species oksigen reaktif (ROS) terhadap biomolekul di

dalam sel ............................................................................................

3. Keseimbangan radikal bebas-antioksidan sangat diperlukan di

dalam tubuh ........................................................................................

4. Mutasi dan proses perkembangan kanker hati ...................................

5. Tipe progresi tumor ............................................................................

6. Ceflatonin dan phenoxodiol, obat antikanker dari tumbuhan ............

7. Diagram alir penelitian .....................................................................

8. Histogram mortalitas A. Salina Leach pada berbagai konsenterasi

ekstrak ................................................................................................

9. Reaksi antara DPPH dan antioksidan .................................................

10. Struktur flavonoid dengan aktivitas antiradikal yang tinggi .............

11. Reaksi Scavenging radikal bebas DPPH* oleh flavonoid ..................

12. Daya hambat oksidasi asam linoleat ekstrak. (a) KBLK EtOH

(b) KBLB EtOH .................................................................................

13. Peroksidasi lipid pada asam lemak tak jenuh rantai panjang .............

14. Reaksi MDA dan TBA .......................................................................

15. Perbandingan aktivitas antioksidasi metode DPPH dan TBA ...........

16. Perbandingan aktivitas toksisitas ekstrak metode BSLT dan

sitotoksik in vitro pada sel murine leukimia P388 .............................

6

9

11

14

15

22

26

35

37

39

39

42

43

44

45

47

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Diagram alir penelitian .......................................................................

2. Ekstraksi kulit batang Lansium domesticum L. ……………………

3. Analisis antioksidasi metode TBA .....................................................

4. Pengambilan sampel dan eksraksi ......................................................

5. Hasil ekstraksi dan analisis fitokimia .................................................

6. Analisis hasil uji toksisitas metode BSLT .........................................

7. Analisis hasil uji antioksidasi metode DPPH .....................................

8. Analisis hasil uji antioksidasi metode TBA .......................................

9. Hasil uji sitotoksik in vitro pada sel murine leukimia P388 ..............

10. Formulasi media RPMI ......................................................................

60

61

62

66

67

69

72

75

80

81

PENDAHULUAN

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak

terkendali dengan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis

lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan

(invation) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan

yang tidak terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA yang

mengakibatkan mutasi pada gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa

kejadian mutasi dapat mentransformasi materi genetik sel normal menjadi sel

kanker. Mutasi-mutasi tersebut dapat diakibatkan oleh agen kimia, biologi

maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan

(diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline).

Kanker telah menjadi penyakit yang sangat ditakuti saat ini. Kematian

akibat kanker di Amerika Serikat menempati posisi kedua setelah penyakit

jantung. Diperkirakan satu dari tiga orang di AS mengalami perkembangan kanker

dalam tubuhnya (Cooper, 1993). Kanker menyebabkan lebih dari 500.000

kematian tiap tahun di Amerika Serikat (Katzung, 1995). Laporan berbagai

lembaga riset penelitian kanker di Indonesia menyatakan prevelensi penyakit

kanker di Indonesia cenderung meningkat. Insiden kanker di Indonesia

diperkirakan 100 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 200.000 penduduk

per tahun (Puspitasari et al. 2003).

Kanker terjadi pada sel-sel normal melalui suatu kesalahan genetika,

kemudian berubah menjadi sel-sel ganas yang berploriferasi dengan cepat. Kanker

lebih mudah tejadi pada sel yang terus menerus membelah dan memperbanyak

diri, misalnya sel-sel kulit, sel-sel epitel lambung, saluran pencernaan dan paru-

paru sebagai akibat hubungan yang sangat intensif dengan faktor lingkungan

(udara dan makanan) sehingga lebih mudah dipengaruhi senyawa karsinogenik.

Proses perubahan ini dikenal dengan istilah karsinogenesis. Karsinogenesis dibagi

dalam beberapa tahap yaitu inisiasi, promosi dan progresi (Contran et al. 1994).

Tumor (bahasa Latin = pembengkakan) menunjukan massa jaringan yang tidak

normal, tetapi dapat berupa "ganas" (bersifat kanker) atau "jinak" (tidak bersifat

2

kanker). Tumor ganas yang mampu menyerang jaringan lainnya ataupun

bermetastasis.

Perubahan pola makan di negara-negara berkembang seperti Indonesia

mulai meninggalkan makanan tradisional ke makanan cepat saji (fast food)

memberikan efek yang tidak baik bagi kesehatan. Makanan yang disukai

masyarakat Indonesia pada umumnya saat ini adalah makanan dengan kandungan

lemak/minyak tinggi (gorengan), daging dan produk olahan daging, makanan

dengan kandungan garam/penyedap tinggi serta makanan olahan dengan

pengawet. Jenis-jenis makanan tersebut telah menjadi makanan idola jajanan

anak-anak sekolah maupun masyarakat umum. Akibatnya muncul penyakit non

infektif seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.

Disamping hal tersebut di atas, Indonesia sebagai negara dengan wilayah

laut yang luas sehingga masyarakat sangat menyukai mengkonsumsi ikan.

Konsumsi ikan laut sangat baik bagi kesehatan karena mengandung protein tinggi

dan asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun bentuk olahan ikan

yang mudah dan umum dilakukan dengan panggangan dan pengasapan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ikan atau daging yang hangus setelah dipanggang

mengandung senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon yang merupakan

karsinogen kuat. Proses pengasapan daging atau ikan membentuk benzo(a)pirene

yang bersifat karsinogen kuat. Penggunaan minyak goreng berulang kali dapat

menyebabkan terjadinya oksidasi atau polimerisasi menghasilkan asam lemak

trans atau bentuk-bentuk senyawa radikal bebas yang bila dikonsumsi dapat

menimbulkan kerusakan seluler (Greenwald, 1996).

Karsinogenesis berlangsung dalam waktu yang lama sekitar 10 sampai 20

tahun tetapi dapat juga terjadi lebih cepat tergantung pada intensitas paparan agen-

agen karsinogenik. Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda,

bergantung pada lokasinya dan karakter dari keganasan dan apakah ada

metastasis. Sebuah diagnosis yang menentukan biasanya membutuhkan

pemeriksaan mikroskopik jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah

didiagnosis, penderita kanker biasanya dirawat dengan operasi, kemoterapi atau

radiasi. Bila tidak segera di obati, kebanyakan kanker menyebabkan kematian.

3

Akhir-akhir ini upaya pengobatan kanker dengan kemoterapi banyak

dilakukan. Bahan kemoterapi dari tumbuhan mempunyai prospek sebagai

penghambat kanker yang lebih sedikit efek sampingnya. Distribusi senyawa

fitokimia yang memiliki aktivitas antikanker sangat luas dalam tumbuh-

tumbuhan. NCI (National Cancer Institute) melakukan skrining sekitar 114.000

ekstrak tumbuhan dari tahun 1960 sampai 1982 dan menemukan sekitar 35.000

sampel tumbuhan memiliki aktivitas antikanker. Tahun 1991 sekitar 28.000

sampel tumbuhan dari seluruh dunia telah dikoleksi karena memiliki aktivitas

antikanker. Sekitar 62% dari 87 jenis obat antikanker berasal dari bahan alam

(Cragg, 1993).

Hasil penelitian menunjukkan jenis buah-buahan dan sayuran segar

berpotensi preventif dan antikanker. Konsumsi sayur dan buah yang mengandung

flavonoid dapat menekan perkembangan kanker (Chatterjee, 1999). Apel kaya

akan serat dan flavonoid. Flavonoid apel tertinggi dibandingkan dengan jenis

buah-buahan lainnya. Flavonoid dilaporkan mampu menahan resiko terkena

kanker paru-paru sampai 50%. Penelitian Cornell University membuktikan bahwa

zat fitokimia yang terdapat dalam apel tersebut menghambat pertumbuhan sel

kanker usus sebesar 43%. Apel juga memiliki komponen fitokimia antikanker

seperti asam elegat, asam kafeat, asam klorogenat dan glutation. Asam elagat

berperan sebagai "obat" antikanker generasi baru, dengan kerja utama melindungi

kromosom dari kerusakan dan menghambat kerja dari banyak karsinogen, seperti

asap rokok (dikenal secara kolektif sebagai polycylic aromatic hydrocarbons dan

bahan-bahan kimia beracun seperti benzopyrene). Sementara glutation adalah

bahan antikanker penting yang menangkal efek racun dari logam berat, seperti

timah hitam. Zat tersebut juga dapat mengeliminasi pestisida dan bahan pelarut.

Selain apel, jeruk juga dilaporkan mengandung glutation (senyawa antikanker dan

antioksidan yang amat kuat) dengan kadar tinggi (Cooper, 1993).

Beberapa tumbuhan memiliki komponen antitumor berupa senyawa

fitokimia yang dikenal dengan pencegah kanker (cancer chemoprevention).

Pencegahan kanker menggunakan senyawa fitokimia adalah salah satu upaya

menggunakan bahan kimia alam yang diharapkan dapat mencegah tahap awal dari

suatu karsinogenesis, sebelum terjadi penyebaran lebih jauh. Senyawa antitumor

4

dan antikanker pada tanaman diantaranya indol isothiosianat, dithiolthion dan

organo sulfur yang banyak pada crucifera. Murakami et al, (1999) menyatakan

bahwa dari 107 species tanaman yang diuji sebagai antitumor berasal dari famili

Zingiberaceae dan Umbelliferae. Eksrak lengkuas mengandung ACA (1’asetoksi

khavikol asetat). Kandungan tertinggi pada eksrak etil asetat dengan waktu

maserasi 48 jam sekitar 1,62 ± 0,02 %. Memiliki potensi mengambat semua jenis

alur sel kanker dan sel kanker primer manusia. Aktivitas antikanker ekstrak

lengkuas disebabkan oleh kemampuan ekstrak ini meningkatkan interferon-y

(INF-y) oleh alir sel kanker paru-paru, leukimia, melanoma primer, melanoma

metastase dan kanker serviks (Rusmarilin, 2003). Kandungan isoflavon terdapat

dalam tanaman sayuran, buah-buahan, padi-padian dan kacang-kacangan terutama

banyak pada kedelai. Geneistein pada dosis 37 mM mampu menghambat aktivitas

tirosin kinase, konsenterasi 20 mM menghambat proliferasi sel dan sel MCF-7

(sel kanker payudara). Daun, buah dan kulit batang tumbuhan mengandung

senyawa golongan flavonoid dan polifenol (Sarjono, 2004; Harborne, 1996).

Bioprospeksi dan eksplorasi tumbuhan yang berpotensi preventif kanker

dan antikanker perlu terus dilakukan mengingat penyakit kanker diperkirakan

prevelensinya akan terus meningkat di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia. Sebagian besar bahan bioaktif farmasi atau produk jadinya sebagai obat

antioksidasi dan terapi kanker masih diimpor dan juga harganya sangat mahal.

Salah satu tanaman asli Indonesia yang diduga memiliki potensi anti

kanker adalah langsat (Lansium domesticum L.). Daun tanaman langsat

mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Secara empiris tanaman

ini telah digunakan masyarakat pedalaman Kalimantan dan Minahasa Utara

sebagai obat antimalaria, tumor dan kanker. Biji tanaman ini secara tradisional

telah digunakan untuk mengobati penyakit parasitologis malaria. Namun belum

ada laporan ilmiah pemanfaatan ekstrak bagian tanaman ini sebagai obat

antikanker. Kearifan budaya etnomedikal masyarakat Indonesia yang diperoleh

turun temurun perlu dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat bermanfaat

bagi kesejahteraan manusia. Adanya kandungan alkaloid, flavonoid dan polifenol

lainnya pada tanaman langsat diduga berpotensi antikanker.

5

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa fitokimia

yang memiliki potensi antioksidasi dan antikanker dari ekstrak kulit batang

langsat [L. domesticum L.] dan mengetahui aktivitas antioksidasi dan antikanker

ekstrak kulit batang langsat [L. domesticum L.] in vitro pada sel kanker murine

leukimia P388.

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis bahwa terdapat senyawa

fitokimia yang bersifat antikanker dari ekstrak kulit batang langsat [L. domesticum

L.]. Senyawa tersebut memiliki aktivitas antioksidasi dan aktivitas antikanker

yang kuat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang

aktivitas antioksidasi dan aktivitas antikanker ekstrak kulit batang langsat [L.

domesticum L.] dan juga diharapkan dapat meningkatkan nilai guna dan nilai

ekonomis tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Langsat

Tanaman langsat adalah tanaman buah yang cukup dikenal di Indonesia.

Tanaman ini dibudidayakan masyarakat dengan tujuan utama memanen buahnya

saja. Tanaman ini berhabitus pohon dengan tinggi sekitar 15-20 meter. Berakar

tunggang, batang berkayu, bulat, bercabang dan putih kotor. Daun majemuk, bulat

telur, ujung meruncing, pangkal runcing, panjang sekitar 20 cm, lebar 10 cm,

bertangkai dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk tandan pada batang dan

cabang, menggantung dengan panjang sekitar 10-30 cm. Buah buni, bulat,

berdiameter 2-4 cm, beruang lima, kuning kecoklatan. Rasa buah muda asam dan

bergetah dengan biji berwarna hijau dan berasa pahit. Kulit batang berasa lebih

pahit dibandingkan dengan biji (Simbala et al. 2004).

Dari segi kandungan fitokimia, belum banyak dilaporkan. Daun tumbuhan

ini diduga mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Biji langsat

telah dimanfaatkan masyarakat sebagai obat cacing, obat demam dan obat diare.

Menurut Simbala et al. (2004) tanaman langsat diklasifikasikan sebagai berikut:

Dunia : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Lansium

Species : Lansium domesticum L.

Gambar 1 Batang, daun dan buah langsat (L. domesticum L.).

7

Radikal bebas

Radikal bebas adalah substansi reaktif yang dibentuk dalam sel-sel tubuh

sebagai hasil proses metabolisme. Pada tahun 1954 Gerschman dan timnya

pertama mengemukakan teori pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah

molekul dengan satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbitalnya.

Banyak dari molekul ini adalah spesies oksigen. Radikal bebas oksigen dan

produk non radikalnya dikelompokkan dalam spesies oksigen reaktif (reactive

oxygen species (ROS)). Radikal bebas sangat reaktif, merupakan molekul yang

tidak stabil dan bereaksi dengan cepat pada biomolekul melalui banyak jenis

reaksi antara lain penangkapan hidrogen, donasi elektron dan penggunaan

elektron bersama. Radikal bebas akan melepaskan elektron pada molekul

sekitarnya untuk menghasilkan pasangan elektron agar menjadi molekul yang

stabil (Hosseinian, 2006 ; Maxwell & Lip, 1997).

ROS dihasilkan baik melalui faktor eksogen maupun endogen yang secara

langsung mempengaruhi kehidupan sel. Sumber penting radikal bebas dalam

tubuh dihasilkan oleh sistem enzim prooksidatif seperti lipooksigenase,

metabolisme obat, polutan, dan senyawa kimia asing bagi tubuh (xenobitotik). Di

dalam sel manusia, mitokondria menggunakan oksigen lebih dari 90%,

mitokondria menjadi sumber utama ROS dan radikal bebas. Sekitar 1–5% oksigen

yang digunakan oleh mitokondria direduksi dan dikonversi menjadi ROS. Reduksi

tetravalen oksigen dalam transpor elektron mitokondria sangat penting untuk

menghasilkan energi seluler, akan tetapi reduksi ini tidak seratus persen efesien,

sebagian membentuk radikal superoksida (O2*-). Radikal superoksida didismutasi

oleh superoksida dismutase membentuk H2O2. Substansi ini sangat oksidan,

interaksi dengan ion logam seperti Fe2+ dan Cu+ menghasilkan radikal hidroksil

yang sangat reaktif (OH*), akhirnya dapat menyebabkan banyak kerusakan

jaringan biologis (Young et al. 2002; Hosseinian, 2006; Maxwell & Lip, 1997).

Radikal bebas juga dapat menginisiasi reaksi berantai pembentukan ROS

pada asam lemak tak jenuh rantai panjang yang dikenal dengan reaksi peroksidasi

lipid. Peroksidasi lipid adalah reaksi propagasi yang menghasilkan radikal lipid

dan radikal peroksida. Asam lemak tak jenuh rantai panjang konstituen lipid

kompleks membran sel seperti fosfolipid dan lipoprotein menjadi target utama

8

inisiasi oleh radikal bebas pada reaksi peroksidasi lipid. Selama oksidasi lipid

akan terbentuk malondialdehid (MDA) yang dapat bereaksi dengan gugus amino

bebas pada protein, fosfolipid dan asam nukleat sehingga merusak struktur dan

fungsinya (Young et al. 2002; Maxwell & Lip, 1997).

ROS dapat dikelompokkan menjadi radikal oksigen dan kelompok derivat

non radikal oksigen. Kelompok radikal oksigen terdiri dari O2-(superoksid), HO2-

(hidroperoksil), OH-(hidroksil), L(R)OO-(peroksil) serta NO-(nitrit oksid)

sedangkan yang derivat non radikal oksigen antara lain ONOO- (peroksi nitrit),

-OCl (hipoklorit), 1-O2-(oksigen singlet), L(R)OOH (hidroperoksida) dan H2O2

(hidrogen peroksida) (Abuja & Albertini, 2001; Hosseinian, 2006).

Sasaran utama reaksi radikal bebas di dalam sel adalah ikatan-ikatan

rangkap dari lipida yang terdapat di dalam membran sel. Akibatnya fluiditas

membran akan berkurang dan sederetan reseptor selular akan berkurang. Serangan

radikal bebas juga dapat menimbulkan penumpukan kalsium dan lipofusin.

Radikal bebas dapat pula menjadikan enzim dan protein thiol (-SH) tidak aktif

dengan cara pembentukan ikatan silang maupun denaturasi. Akibatnya sintesis

dan degradasi protein terganggu. Jika radikal bebas menyerang asam-asam

nukleat akan menimbulkan gangguan terhadap molekul DNA yang berakibat

terbentuknya mutasi basa-basa nitrogen serta berakhir dengan pembentukan

karsinogenesis. ROS juga dapat menginduksi apoptosis, menggangu jalur signal

seluler, menggangu reaksi oksidasi reduksi sel dan meningkatkan kecepatan

mutasi DNA (Harliansyah, 2001; Valko et al. 2006).

Beberapa pembahasan mutahir tentang mekanisme terjadinya penyakit

degeneratif, mensinyalir bahwa stres oksidatif dan radikal bebas sangat

berpengaruh terhadap penyakit degeneratif dan kanker (Mc Cord, 2000). Interaksi

ROS dengan biomolekul dalam sel dijelaskan oleh Mates & Gomez (gambar 2).

9

Gambar 2 Interaksi spesies oksigen reaktif (ROS) terhadap biomolekul di dalam sel (Mates & Gomez 1999).

Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid walaupun dalam konsenterasi

yang sedikit (Sampels, 2005). Antioksidan adalah substansi yang diperlukan

tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan

oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak. Antioksidan

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki

radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan

radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif. Antioksidan dapat berperan

sebagai peredam radikal bebas (free radical scavenger), dekomposer peroksida,

mereduksi singlet oksigen dan menghambat enzim (Dean, 2003; Simpson, 2006).

ROS

Kerusakan oksidatif pada

protein

Stres oskidatif menginduksi

protein dan gen

Perubahan kimia pada basa nitrogen materi genetik

Menginduksi peroksidasi lipid

Perubahan konformasi DNA

Regulasi * pertumbuhan sel * diferensiasi sel * kematian sel oleh apoptosis dan nekrosis

Aktifasi dari : * transduksi sinyal * proliferasi sel

Penurunan efesiensi dari : * DNA polimerase * Repair DNA

Perluasan/peningkatan ”hot spot” mutagenitas

Perubahan ikatan -H

Penghambatan dalam replikasi

Replikasi tidak akurat

MUTASI

10

Tubuh manusia memiliki aktivitas antioksidan endogenus. Enzim-enzim

antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan glutation

peroksidase (GPX) berperan dalam meredam oksidan dan mencegah sel dari

kerusakan. Disamping enzim-enzim tersebut molekul non enzim dalam sel seperti

thioredoksin, thiol dan ikatan disulfida berperan dalam sistem pertahanan

antioksidan tubuh. Hasil studi epidemilogi mekanisme antioksidan endogenus ini

tidak mampu mengimbangi jumlah radikal bebas yang dihasilkan tubuh dan pada

kondisi tertentu aktivitasnya menjadi tidak efisien sehingga radikal bebas tersebut

menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul (Yang et al. 2007; Aqil et al.

2006; Mosquiera et al. 2007).

Ketidakseimbangan jumlah radikal bebas dan sistem antioksidan

endogenus menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Untuk mencegah stres

oksidatif maka dibutuhkan antioksidan non enzimatis dari luar tubuh. Substansi

yang terkandung dari sayuran dan buah seperti α-tokoferol, β-karoten asam

askorbat, flavonoid dan senyawa fenolik, zink dan selenium termasuk dalam

kelompok antioksidan eksogenus (Simpson, 2006).

Sistem perlindungan dari dalam maupun dari luar tubuh sering tidak

memadai karena terlalu banyaknya radikal bebas yang terbentuk sebagai akibat

dari polusi udara, asap rokok, sinar ultra violet yang diproduksi sinar matahari,

pestisida dan senyawa xenobiotik di dalam makanan, bahkan olah raga yang

berlebihan. Zat pemicu yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan

antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Kombinasi antara antioksidan dari luar

tubuh dan antioksidan dalam tubuh dapat menekan radikal bebas. Sebagai contoh,

tubuh manusia dapat menghasilkan glutation, salah satu antioksidan yang sangat

kuat, hanya saja tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1000 mg untuk

memicu tubuh menghasilkan glutation ini. Keseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stres oksidatif dan penyakit-

penyakit kronis yang dihasilkannya. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal

bebas diilustrasikan pada gambar 3.

11

Gambar 3 Keseimbangan radikal bebas-antioksidan mencegah stres oksidatif.

Aktivitas antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan

fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan

(AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan

primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal

lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan

radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal

lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat

laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai

autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Simpson,

2006; Harliansjah, 2007).

Penambahan antioksidan primer (AH) dengan konsentrasi rendah pada

lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.

Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi

maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi

tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi

dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Harliansjah, 2007).

Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipid adalah :

Inisiasi : R* + AH ----------> RH + A* radikal lipida antioksidan

Propagasi : ROO* + AH ----------> ROOH + A*

Besarnya konsenterasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh

pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan golongan fenolik

sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah

konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan

sampel yang akan diuji. Reaksi berikut menunjukkan antioksidan yang bertindak

12

sebagai prooksidan pada konsenterasi yang tinggi (Sampels, 2005; Harliansjah,

2007).

AH + O2 -----------> A* + HOO*

AH + ROOH ----------> RO* + H2O + A*

Telah diketahui mutasi gen dapat terjadi melalui mekanisme kesalahan

replikasi dan kesalahan genetik yang berkisar antara 10-15 %, atau faktor dari luar

yang merubah struktur DNA seperti virus, polusi, radiasi, dan senyawa xenobiotik

dari konsumsi pangan sebesar 80-85 %. Jadi jelas bahwa radikal bebas dan reaksi

oksidasi berantai yang dihasilkan besar pengaruhnya pada proses mutasi.

Kerusakan oksidatif DNA merupakan bagian dari karsinogenesis yang memberi

pengaruh sangat besar saat ini dengan banyaknya komponen xenobiotik pada

makanan yang membentuk radikal bebas dalam tubuh. Konsumsi antioksidan

alami dapat berperan sebagai biopreventif kanker (Silalahi, 2006; Harliansjah,

2007).

Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami umumnya berasal

dari tumbuhan. Angiospermae memiliki kira-kira 250.000 sampai 300.000 spesies

dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi

bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan

yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan.

Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit

kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Mosquiera et al. 2007;

Harliansjah, 2007).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik

atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,

kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Sementara turunan

asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-

lain. Jahe (Zingiber officinale Roscoe.) biasa digunakan sebagai bumbu atau obat

tradisional. Komponen-komponen pedas dari jahe seperti 6 gingerol dan 6-

shogaol dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Dari ekstrak jahe

yang telah dibuang komponen volatilnya dengan destilasi uap, maka dari fraksi

non volatilnya setelah pemurnian, ditemukan adanya empat senyawa turunan

13

gingerol dan empat macam diarilheptanoid yang memiliki aktivitas antioksidan

kuat (Harliansjah, 2007).

Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah

berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L.), salah satunya adalah flavonoid.

Flavonoid kedelai unik dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan

teridentifikasi adalah isoflavon. Pada dosis 2,24 mg/0,2 ml isolat flavonoid dari

herba benalu mangga mampu menghambat pertumbuhan kanker pada hewan uji

mencit. Senyawa flavonoid dari benalu adalah senyawa kuersetin yang bersifat

inhibitor terhadap enzim DNA topoisomerase I sel kanker (Sukardiman et al.

1995).

Flavonoid yang terdapat pada buah-buahan dan sayuran memberi

pengaruh yang menguntungkan dan sebagai antioksidan. Antioksidan dari

flavonoid tergantung pada struktur molekulnya. Flavonoid adalah substansi

polifenolik yang banyak terdapat pada tumbuhan; berdasarkan struktur kimia yang

termasuk dalam golongan flavonoid adalah flavonol, flavon, flavanon, isoflavon,

katekin, antosianidin dan kalkon. Sekitar 4000 flavonoid telah diidentifikasi

banyak yang berasal dari sayuran, buah, teh, kopi, bir, wine dan minuman sari

buah. Secara epidemologi konsumsi sayur dan buah segar secara rutin menekan

resiko kanker dan penyakit degeneratif akibat spesies radikal bebas. Konsumsi

sayuran, buah dan ramuan obat herbal yang kaya kandungan flavonoid menekan

resiko terserang penyakit jantung dan kanker (Buhler & Miranda, 2000; Okawa et

al. 2001).

Kanker

Kanker dianggap suatu kelompok penyakit seluler dan genetik karena

dimulai dari satu sel yang telah mengalami mutasi DNA sebagai komponen dasar

gen. Sel-sel yang mengalami kerusakan genetik tidak peka lagi terhadap

mekanisme regulasi siklus sel normal sehingga akan terus melakukan proliferasi

tanpa kontrol (Silalahi, 2006). Kerusakan dalam struktur DNA dapat berakibat

pertumbuhan sel yang tidak terkendali yang dikenal dengan penyakit kanker.

Banyak faktor penyebab terjadinya kanker, faktor internal terutama

keberadaan gen-gen yang berperan pada siklus sel telah menjadi pusat perhatian

14

dalam hubungan dengan proses terjadinya tumor. Mutasi yang terjadi pada DNA

di dalam gen yang meregulasi siklus sel (pertumbuhan, kematian dan

pemeliharaan sel) akan menyebabkan penyimpangan siklus sel, dan salah satu

akibatnya adalah pembentukan kanker atau karsinogenesis. Ada tiga cara atau

faktor penting dalam proses terjadinya mutasi gen yaitu: (1) faktor lingkungan

yang meliputi nutrisi, agen infektor, gaya hidup; (2) faktor kebetulan, dan (3)

faktor keturunan atau bawaan (Silalahi, 2006).

Gambar 4 Mutasi dan proses perkembangan kanker hati (Ren et al. 2003)

Karsinogenesis atau proses perkembangan pembentukan kanker terdiri atas

tiga tahapan yaitu inisiasi, promosi dan progresi. Tahap inisiasi ditandai dengan

perubahan permanen pada sel. Inisiasi ini disebabkan oleh agen karsinogen baik

endogen maupun eksogen yang menyebabkan perubahan sel-sel di jaringan,

penghambatan metabolisme DNA yang menyebabkan terjadinya perubahan

susunan DNA sel awal atau disebut mutasi (Pitot & Dragan, 1991). Agen-agen

karsinogen ditunjukan pada tabel 1.

Sel sehat

Kerusakan pada sel

Akumulasi kesalahan genetik

Sel yang tidak sehat mengalami pembelahan dengan cepat dan menjadi sel kan ker

Liver sehat

Kanker Hati

15

Tabel 1 Klasifikasi umum agen Karsinogenik (Pitot & Dragan, 1991). Kelas Contoh Massa relatif molekuler (dalton)

I. Kimia Hidrokarbon polisiklik, amina dan halida aromatik, hormon, logam dan polimer permukaan

5 x 10 – 5 x 104

II. Radiasi Ionisasi ( sinar x, gama, partikel radiasi) dan radiasi ultraviolet

<<< 1-1

III. Biologis Virus (papova, herpes, retrovirus dan hepadna virus)

3 x 106 – 170x106 (genom viral)

IV. Genetik Transgenik melalui (enhancer – promotor-oncogene constructs; selective breeding)

~ 106 - 108

Tahap promosi, ditandai dengan karakter tahap inisasi yang bersifat

reversibel. Pada tahap ini sel-sel yang telah termutasi dipapar lagi oleh agen-agen

lain dari lingkungan. Frekuensi agen-agen mutagenik mempengaruhi sel-sel

inisiasi, perubahan susunan genetik sel melalui mekanisme reseptor. Pada tahap

ini agen-agen promosi (agen karsinogenik) meningkatkan resiko perkembangan

kanker dengan kecepatan proliferasi sel-sel yang terinisiasi. Pada tahap ini sel-sel

akan bertumbuh menjadi tumor (Pitot & Dragan, 1991). Tumor dapat mengalami

perubahan genetik multipel (Yokota & Sugimura, 1991). Kanker akan terjadi

dengan cepat apabila agen promosi meningkat dan pada konsenterasi yang tinggi

dalam sel. Agen-agen karsinogenik yang menginduksi langsung perubahan

struktur DNA antara lain polipeptida dan hormon steroid, minuman beralkohol,

defisiensi metil dan galaktosamin.

Tahap progresi, tahap ini dicirikan dengan perubahan kariotipe,

perkembangan sel yang telah bersifat irreversibel, aneuploid malignan neoplasma,

perubahan mekanisme biokimia sel yang disebabkan oleh perubahan kariotipe.

Pada tahap ini radikal bebas memacu progresi kanker (Pitot & Dragan, 1991).

Analisis molekuler dari tahap-tahap perkembangan kanker pada manusia

mulai dari lesi prakanker sampai tumor metastatik lanjut menunjukkan bahwa

akumulasi dari perubahan genetik berkorelasi dengan fenotip malignan dari sel-sel

tumor. Inaktivasi dari multiple tumor supressor gen memegang peranan utama

dalam kejadian dan progresi kanker pada manusia. Dua gen tumor supresor inaktif

pada pembentukan kanker. Lesi premalignan termasuk deplesia, hiperplasia,

leukoplokia, adenoma (Yakota & Sugimura, 1993). Untuk jelasnya model

progresi tumor disajikan pada gambar 3.

16

1 2 3

A.

1 2 3

B.

Gambar 5 Tipe progresi tumor (Pitot & Dragan, 1991)

Gambar A, model genetik dari progresi kanker manusia. Tumor dapat

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi prakanker, karsinoma dam metastasis. Lesi

prakanker tidak dapat dideteksi secara klinis. Pada gambar A progresi tumor

dengan lesi prakanker. Pada gambar B progresi tumor tanpa lesi prakanker.

Kejadian genetik ditunjukkan dengan nomor 1-3. Walaupun jumlah kejadian

genetik minimum terjadi pada konversi sel normal menjadi karsinoma belum

banyak diketahui, beberapa bukti menyatakan bahwa dua gen yaitu RB dan p53

berperan dalam represi sel kanker (Yakota & Sugimura, 1993).

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan

sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (tumor suppresor gene (TSG)) dan

gen penjaga (gatekeeper gene). Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi

pertumbuhan dan pembelahan sel. Gen penekan tumor biasanya menghambat

pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis. Kelompok gen ini dikenal sebagai

anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada

pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein

penekan tumor dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi

kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA. Gen penjaga berfungsi

mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom

dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka

peluang terbentuknya kanker (Mc Kelvery, et al. 2003; Gondhowiarjo, 2004).

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan

kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi

ketiga gen yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor dan gen penjaga secara

seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu

tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan

Sel normal Lesi prakanker Metastasis Karsinoma

Sel normal Fenotipe normal Metastasis Karsinoma

17

penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya

kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu perpendekan waktu siklus sel,

sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu tertentu,

penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya

kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi.

Sebagai contoh pada kondisi TSG kurang aktif atau proto-onkogen terlalu aktif.

Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus

sel, yang sering terjadi adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme

kontrol sehingga tidak berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa

kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan

terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis

dimulai (McKelvery, et al. 2003; Gondhowiarjo, 2004, Walker & Blackburn,

2004).

RB dan dan gen p53 adalah dua dari banyak target perubahan genetik pada

kanker manusia. Hasil kajian beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa

mekanisme biokimia dari gen-gen ini berperan sebagai tumor supressor. Gen p53

adalah monitor signal biokimia dalam sel yang dapat mengindikasikan kerusakan

DNA atau mutasi. Produk gen p53 adalah hasil dari transkripsi multifaktor yang

meregulasi induksi apoptosis dalam sel dalam perusakan DNA, dengan demikian

mencegah propagasi kerusakan DNA sel lain. Lebih dari 50% tumor pada

manusia, termasuk jenis-jenis sarkoma mengalami mutasi pada gen p53 (Nambiar,

et al. 2001). Pada deteksi perkembangan kanker, protein p53 membangun diri

dalam nukleus sel, mengarahkan sel pada penghentian pertumbuhan atau

penghancuran diri. Tetapi pada kondisi normal, sel tidak membutuhkan ekspresi

gen p53. Kenyataannya adanya protein p53 dalam nukleus akan menghambat

pertumbuhan sel normal. Gen p53 akan dikirim dari nukleus ke sitoplasma untuk

degradasi. Pada saat kerusakan DNA terjadi, fosfat melekat pada protein p53,

mencegah p53 meninggalkan nukleus sehingga terakumulasi di nukleus. Setengah

dari sel-sel tumor tidak ditemukan aktivitas p53, hal ini dapat disebabkan oleh gen

kinase yang bertanggung jawab untuk fosforilasi termutasi. Ketika gen ini rusak,

kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki karena p53 terus dikirim ke sitoplasma dan

didegradasi di sana (Franzen, 2001).

18

Gen p53 dapat mengalami modifikasi jika diserang oleh gugus kimia

tertentu. Pada kondisi tertentu, protein p53 sangat tidak stabil dan ditemukan

dalam jumlah sangat sedikit dalam sel. Tetapi pada saat sel mengarah pada

kerusakan DNA, dengan perlahan di degradasi p53, sehingga protein p53 akan

meningkat dan berperan melindungi. Pada saat kandungan p53 lebih tinggi dari

normal berperan sebagai supresor tumor, berikatan dengan banyak sisi regulasi

dalam sel genom untuk mengaktifasi produksi protein lain yang dapat

menghentikan pembelahan sel jika DNA yang rusak dapat diperbaiki. Apabila

kerusakan terlampau besar sehingga tidak dapat direpair, protein ini akan

mengarahkan pada program kematian sel (apoptosis) (SIBS, 2005).

Faktor lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan berkorelasi dengan

insiden kanker misalnya paparan sinar ultraviolet dengan kanker kulit, merokok

dengan kanker paru-paru. Tetapi tidak semua perokok akan mengidap kanker

paru-paru atau berjemur akan selalu menderita kanker kulit; berarti ada faktor lain

di luar faktor lingkungan yakni kesalahan replikasi DNA dan bawaan

(McKelvery, et al. 2003; Go, et al. 2003; Milner, 2004, dan Nowell, et al. 2004).

Adanya faktor kebetulan dapat diterangkan sebagai berikut. Tubuh

mengadakan replikasi DNA secara akurat, tetapi masih terjadi kesalahan satu kali

dari 10 juta pasangan basa. Kemudian 99,9% dari yang salah dalam replikasi,

dikoreksi dan diperbaiki, berarti replikasi DNA yang salah masih ada tersisa. Di

samping itu, proses metabolisme normal dalam tubuh menghasilkan radikal bebas

yang reaktif dan menimbulkan kerusakan oksidatif terhadap DNA secara terus-

menerus. Kanker dapat terjadi akibat akumulasi DNA termutasi dalam gen

terutama yang mengatur proses siklus dan pertumbuhan sel. Mekanisme ke tiga

cara terjadinya mutasi DNA adalah melalui faktor keturunan atau bawaan, yang

menyebabkan 5-10% kanker. Mutasi yang terjadi pada DNA di dalam gen yang

meregulasi siklus sel akan mengakibatkan penyimpangan, dan salah satu dampak

negatifnya adalah pembentukan kanker atau karsinogenesis (McKelvery, et al.

2003; Silalahi, 2006).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya karsinogenesis berlangsung lama dan

dibagi tiga tahap yakni inisiasi, promosi dan progresi. Pada tahap inisiasi sudah

terjadi perubahan permanen di dalam genom sel akibat kerusakan DNA yang

19

berakhir pada mutagenesis. Sel yang telah berubah ini tumbuh lebih cepat

dibandingkan dengan sel normal di sekitarnya. Pada tahap ini proses mutasi akan

mengaktivasi atau menghambat proto-onkogen.

Faktor yang mengubah fungsi proto-onkogen dan TSG antara lain adalah

karsinogen yang mengubah struktur DNA, radiasi yang memicu pembentukan

spesies kimia reaktif dan radikal bebas, dan virus. Tahap inisiasi berlangsung

dalam satu sampai beberapa hari. Tahap promosi berlangsung lama bisa lebih dari

sepuluh tahun. Suatu proses panjang yang disebabkan oleh kerusakan yang

melekat dalam materi genetik di dalam sel. Melalui mekanisme epigenetik akan

terjadi ekspansi sel-sel rusak membentuk premalignansi dari populasi multiseluler

tumor yang melakukan proliferasi (Lee, et al. 2004).

Senyawa-senyawa yang merangsang pembelahan sel disebut promotor

atau epigenetik karsinogen. Pada tahap perkembangan (progression), terjadi insta-

bilitas genetik yang menyebabkan perubahan-perubahan mutagenik dan

epigenetik. Proses ini akan menghasilkan klon baru sel-sel tumor yang memiliki

aktivitas proliferasi, bersifat invasif (menyerang) dan potensi metastatiknya

meningkat. Selama tahapan ini, sel-sel malignan berkembang biak menyerbu

jaringan sekitar, menyebar ke tempat lain. Jika tidak ada yang menghalangi

pertumbuhannya, akan terbentuk dalam jumlah yang cukup besar untuk

mempengaruhi fungsi tubuh, dan gejala-gejala kanker muncul. Tahap terakhir ini

berlangsung selama lebih dari satu tahun, sehingga seluruh karsinogenesis dapat

berlangsung selama dua puluh tahun (Silalahi, 2003). Insiden kanker pada orang

yang lebih tua lebih tinggi daripada orang muda karena perubahan DNA akibat

paparan lingkungan berisiko dan kesempatan akumulasi yang lebih besar seiring

dengan bertambahnya usia, oleh karena itu jika timbul kanker pada usia muda

patut diselidiki adanya faktor keturunan. Pengenalan lebih dini risiko kanker pada

satu keluarga sangat penting untuk manajemen pencegahan dan terapi

(McKelvery, et al. 2003; Silalahi, 2006).

Kemajuan di bidang genetik tidak hanya meningkatkan pemahaman

tentang keterkaitan gen dengan penyakit tetapi juga membuka kesempatan yang

lebih luas untuk meneliti kerentanan genetik. Tes genetik meliputi analisis DNA,

RNA, kromosom, protein, dan metabolit dapat meramalkan atau mendeteksi

20

penyakit. Tes ini biasanya dilakukan terhadap DNA dan kromosom yang diisolasi

dari sampel darah atau sel tumor (Keku et al, 2003).

Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada

lokasinya dan karakter dari keganasan dan apakah ada metastasis. Sebuah

diagnosis yang menentukan biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik

jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah didiagnosis, penderita kanker

biasanya dirawat dengan operasi, kemoterapi dan atau radiasi.

Pengobatan kanker yang umum dilakukan saat ini adalah dengan cara

kemoterapi. Kemoterapi adalah terapi kimia dengan menggunakan zat-zat

kemoterapi untuk menekan pertumbuhan kanker. Zat-zat kimia yang digunakan

dapat dari hasil sintesis kimia, semisintetik, fitokimia, bioaktif hewan dan dari

mikroorganisme.

Metode kemoterapi dilakukan dengan cara memberikan obat dalam bentuk

senyawa kimia untuk membunuh sel-sel kanker dalam tubuh pasien. Kemoterapi

dapat diberikan melalui mulut atau injeksi, kadang-kadang dapat juga langsung

pada bagian tubuh yang terkena kanker. Kebanyakan kemoterapi diberikan secara

infus melalui pembuluh darah vena. Namun, teknik kemoterapi di samping

membunuh sel-sel kanker juga dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel normal yang

kebetulan menyerap obat tersebut. Efek samping pengobatan ini cukup berat,

misalnya mual, muntah, rambut rontok, dan lain-lain.

Operasi bedah merupakan pilihan efektif untuk tipe kanker yang tidak

terikat erat pada jaringan tubuh lainnya, serta sel-sel kankernya terbungkus dalam

satu kesatuan. Namun, teknik pembedahan ini menjadi kurang menguntungkan

pada jenis kanker terbuka, karena dapat meninggalkan sisa-sisa sel kanker yang

dapat tumbuh kembali di kemudian hari. Teknik operasi bedah juga tidak dapat

digunakan untuk jenis kanker yang sudah bermetastasis. Saat ini dengan mahalnya

obat kemoterapi sintetik dan meningkatnya kasus penyakit kanker maka

pengobatan kanker difokuskan pada komponen fitokimia dan bioaktif dari

mikroba dan hewan yang berpotensi menekan pertumbuhan sel normal atau reaksi

metabolik.

Sekitar 400 spesies tanaman dalam 315 genus dan 97 famili mempunyai

aktivitas sebagai penghambat tumor (Farnsworth, 1996). Berbagai zat fitokimia

21

yang berkhasiat sebagai antikanker dari beberapa tanaman telah berhasil diisolasi

oleh Mc Laughlin dkk, dimana pencarian senyawa bioaktif tersebut dilakukan

setelah dalam praskrining aktivitas terhadap ekstrak tanaman menunjukkan hasil

positif atau aktif (Mc Laughlin, 1991). Saat ini teridentifikasi ada sekitar 400 ribu

tumbuhan obat, 60% diantaranya berpotensi sebagai antikanker; 75% berpotensi

antiinfeksi. Sekitar 107 spesies tanaman yang diuji sebagai antitumor berasal dari

famili zingiberaceae dan umbelliferae (Murakami et al. 1999).

Tumbuhan memiliki komponen pencegah tumor berupa senyawa fitokimia

atau dikenal dengan cancer chemoprevention. Pencegahan kanker menggunakan

senyawa fitokimia adalah salah satu upaya menggunakan bahan kimia alam yang

diharapkan dapat mencegah tahap awal dari suatu karsinogenesis, sebelum terjadi

penyebaran lebih jauh. Senyawa kanker pada tanaman diantaranya indol

isothiosianat, dithiolthion dan organo sulfur yang banyak pada crucifera

(Rusmarilin, 2003).

Tabel 2 Flavonoid Antikanker Jenis Kanker Sel Jenis Flavonoid

Kanker mulut HSC-2, HSG, SCC-25 Flavanon, isoflavon, EGC, chalcones, EGCG, curcumin, genistein, ECG, quercetin, cisplatin.

Kanker payudara MCF-7 Flavanon, daidzein, genistein, quercetin, luteolin.

Kanker tiroid ARO, NPA, WRO Genistein, apigenin, kaempfrol, chrysin, luteolin, biochanin A

Kanker Paru-paru SK-LU1, SW900, H441, H661, haGo-K-1, A549

Flavon, quercetin.

Kanker Prostat LNCaP, PC3, DU145

Catechin, epicatechin, quercetin, kaempferol, luteolin, genistein, apigenin, myricetin, ilymarin.

Kanker Usus Caco-2, HT-29, IEC-6, HCT-15 Flavon, quercetin, genistein, anthocyanin.

Leukimia HL-60, K562, Jurkat Apigenin, quercetin, myricetin, chalcones.

Melanoma Mencit B16 4A5 Chalcones Sumber: Ren et al. 2003.

Indonesia adalah negara dengan biodiversitas flora dan fauna terbesar

kedua setelah Brasil. Tidak heran banyak peneliti datang mengkaji flora dan fauna

tumbuhan di Indonesia yang berpotensi obat: antibakteri, antidiabetes,

antihiperlipidemia dll, baik secara legal maupun ilegal. Banyak prekursor obat

antikanker berasal dari tumbuhan antara lain Podophyllootoxin dari Podophyllum

22

hexandrum sebagai prekursor obat kanker etoposide, teniposide dan etopophose

(Farkya, et al. 2007). Homoharringtonine (Ceflatonin) alkaloid yang diisolasi dari

Cephalotaxus harringtonia sebagai obat antikanker yang telah memiliki merek

dagang. Aktivitas Ceflatonin sebagai inhibitor sintesis protein. Phenoxodiol

adalah derivat dari isoflavon dan daidzein diisolasi dari kacang-kacangan berperan

sebagai inhibitor NADH oksidase (Williams, 2005).

Ceflatonin Phenoxodiol

Gambar 6 Obat antikanker yang berasal dari tumbuhan dan telah memiliki merek dagang.

Beberapa penelitian yang melaporkan potensi fitokimia tumbuhan sebagai

obat antikanker adalah :

1. Kunyit dapat mencegah kanker usus dengan cara menginhibisi enzim-enzim

lipid peroksidase dan siklooksigenase-2 yang merupakan implikasi

perkembangan kanker dan menginduksi enzim glutation-S-transferase. Induksi

siklooksigenase-2 dihubungkan dengan produksi prostaglandin (hormon

pengatur gerakan otot). Kunyit juga menunjukkan aktivitas sebagai

antioksidan yang dihubungkan dengan mekanisme pemadaman singlet O2

yang dapat merusak DNA, namun sifat antioksidan ini bukan sebagai

penghambatan superoksida anion atau radikal bebas hidroxil (Didinkaem,

2007).

2. Daun Eupatorium triplinerve Vahl. Ekstrak heksana daun E. triplinerve Vahl.

mempunyai aktivitas hambatan pertumbuhan terhadap kultur sel mieloma

dengan metode viabilitas sel dengan nilai ED50 = 5,85 μg/ml (Hidayat, 2002).

3. Kulit batang sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.) Ekstrak aseton dan n-heksana

dari kulit batang sesoot, mempunyai efek anti-mutagenik terhadap mutagen

standar sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai antikanker.

23

4. Katekin dan polifenol dari ekstrak teh hijau menunjukkan aktivitas antikanker

yang kuat (Colic & Pavelic, 2004).

5. Eksrak lengkuas mengandung ACA= 1’asetoksi khavikol asetat. Kandungan

tertinggi pada eksrak etil asetat dengan waktu maserasi 48 jam sekitar 1,62 +-

0,02%. Memiliki potensi menghambat semua jenis alur sel kanker dan sel

kanker primer manusia. Aktivitas antikanker ekstrak lengkuas disebabkan oleh

kemampuan ekstrak ini meningkatkan INF-y oleh alir sel kanker paru-paru,

leukimia, melanoma primer, melanoma matastase dan kanker serviks

(Rusmarilin, 2003).

Dalam pencarian bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antikanker

digunakan beberapa metode skrining aktivitas biologis sebagai berikut: (i) Uji

kematian larva udang laut (Brine shrimp lethality test (BSLT)), (ii) Uji hambatan

tumor pada lempeng kentang (Potato disc crow gall tumor inhibition assay), (iii)

Uji proliferasi kuncup lemna (Lemna frond proliferation assay), (iv) Uji sitotoksik

in vitro dan in vivo (Hidayat, 2002).

Dalam kajian penemuan obat antikanker, banyak sistem bioassay yang

telah diketahui. Secara in vitro dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pengujian

seluler (cellular assays) dan pengujian mekanisme (molecular assays). Pengujian

seluler juga dapat dibagi menjadi pengujian sitotoksisitas dan pengujian morfologi

sel. Contoh dari pengujian sitotoksisitas adalah mengukur konsenterasi sampel

yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan sel sebanyak 50% dalam kultur

sel tunggal (single cell line). Pada tahun 1956 NCI menseleksi L1210 (leukimia

tikus) sebagai screen utama dan kemudian pada tahun 1971 digantikan oleh P388

(lymphocystic leukimia) untuk pengujian in vitro antikanker. Kultur sel ini lebih

sensitif dibandingkan L1210 tetapi memiliki karakteristik yang mirip. Pertama

kali digunakan untuk skrining pada tahun 1985. Karena sitotoksisitas konsisten

maka sitotoksisitas menjadi bioassay yang memiliki keuntungan utama yaitu

semua mekanisme potensial pada proliferasi seluler dapat dimonitoring secara

simultan (Suffness, 1987).

Beberapa penelitian in vivo aktivitas antikanker senyawa fitokimia

tumbuhan antara lain dilakukan oleh Mun’im, et al. (2001) melakukan uji

tumorigenesis pada sari buah merah (Pandanus conoideus Lam.) dengan

24

menggunakan tikus putih (Ratus novergicus) galur Sprague-Dawley yang berumur

lima minggu dengan berat 100-150 gram yang diinduksi dengan DMBA (7,12

dimetilbenz(a)antrasen). Tikus dibagi dalam beberapa kelompok yaitu kelompok

kontrol, kelompok perlakuan dengan berbagai konsenterasi sari buah merah dan

kontrol normal yang hanya diberi 1 ml minyak wijen. Pengamatan aktivitas

dilakukan dengan melihat kerusakan histologi paru-paru.

Sukardiman et al. 1995, melakukan penelitian efek antikanker isolat

flavonoid dari herba benalu Mangga (Dendrophtoe petandra). Bioassay yang

digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih betina galur BALB-C, berusia

sekitar dua bulan. Kanker dibuat dengan menyuntikkan larutan benzopirena dalam

oleum olivarum secara subkutan pada daerah interskapuler (tengkuk) dengan dosis

0,3 mg/0,l ml selama 10 kali dengan interval 2 hari sekali. Benjolan kanker pada

mencit akan mulai tumbuh dua bulan setelah penyuntikan benzopirena. Hewan

coba dibagi dalam 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari lima ekor mencit:

(1). Kelompok kontrol (tanpa pemberian isolat flavonoid) (2). Kelompok yang

diberi flavonoid dengan dosis 0,56 mg/0,2 ml (3). Kelompok yang diberi

flavonoid dengan dosis 1,12 mg/ 0,2 ml (4). Kelompok yang diberi flavonoid

dengan dosis 2,24 mg/ 0,2 ml. Pada dosis 2,44 mg/0,2 ml, isolat flavonoid herba

benalu mangga (D. petandra) mampu menghambat pertumbuhan kanker pada

mencit (p < 0,05).

25

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai dengan

Januari 2008. Ekstraksi kulit batang langsat, analisis fitokimia, uji toksisitas

metode BSLT dan uji antioksidasi dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka IPB

Bogor. Uji in vitro antikanker pada sel murine leukimia P388 dilaksanakan di

Laboratorium Kimia Bahan Alam ITB Bandung.

Bahan dan Alat

Sampel kulit batang pohon langsat (Lansium domesticum L.) diperoleh

dari perkebunan rakyat di Minahasa Utara dan Arboretum Jurusan Biologi FMIPA

UNIMA yang telah dideterminasi. Sampel kulit batang basah adalah sampel kulit

batang langsat tanpa perlakuan pengeringan sedangkan sampel kulit batang kering

adalah kulit batang langsat dengan kadar air 10%.

Ekstraksi. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 70% , kloroform, air

bebas ion. Alat yang digunakan adalah oven, penggiling, blender, neraca analitik,

labu ukur, corong pisah, labu bulat, rotavapor dan erlenmeyer.

Analisis fitokimia. Bahan kimia yang digunakan pareaksi Dragendorff,

pareaksi Mayer’s, pareaksi Wagner, etanol 95%, HCL, logam Mg, Na2CO3, FeCl3,

H2SO4 dan anhidrida asetat. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung

reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, pengaduk, hot plate dan neraca analitik.

Uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Bahan dan alat yang digunakan antara lain larva udang (Artemia salina Leach.),

aerator, wadah penetasan, erlenmenyer, timbangan analitik, lup, lampu, perangkat

vial uji dan mikropipet.

Uji aktivitas antioksidasi. Bahan yang digunakan antara lain ekstrak kulit

batang langsat, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), butil hidroksi toluena (BHT),

NaOH 10%, asam asetat anhidrida, kertas saring, air bebas ion, etanol 75%, etanol

absolut, asam linoleat (sigma aldrich), buffer fosfat 0.1 M pH 7, Fe CL2.4H2O,

HCL, amonium tiosianat, α-tokoferol (sigma aldrich), 1,1,3,3-tetrametoksipropana

(TMP) 6 M, asam tiobarbiturat (TBA), asam asetat 50% dan asam trikloroasetat

26

(TCA) 20%. Alat yang digunakan adalah botol gelap berulir berpenutup, tabung

reaksi, gelas ukur, inkubator, pH indikator, sentrifuse model 800 dan

spektrofotometer UV-Vis U-2800 Hitachi.

Uji aktivitas antikanker. Bahan yang digunakan adalah sel kanker murine

leukimia P388 dari Laboratorium Kimia Bahan Alam ITB, media Rosewell Park

Memorial Institute (RPMI) 1640, serum fetal bovine, kanamisin, reagen pewarna

[3-(4,5-dimetil thiazol-2-il)-2,5 difenil tetrazolium bromida], larutan 10% SDS-

0,01 N HCL. Alat yang digunakan adalah microplate 550 nm, inkubator CO2

perangkat sumur kultur, mikropipet, microplate reader dan alat-alat gelas.

Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam lima tahap yaitu pertama ekstraksi kulit

batang langsat, kedua analisis fitokimia, ketiga uji toksisitas ekstrak etanol dengan

metode BSLT, keempat uji aktivitas antioksidasi ekstrak kasar dengan dua metode

yaitu metode DPPH dan metode TBA dan terakhir uji aktivitas antikanker in vitro

metode sitotoksik pada sel murine leukimia P388 (gambar 7).

Gambar 7 Diagram alir penelitian

Ekstraksi kulit batang L. domesticum L. (Harborne, 1996)

Bahan tanaman yang digunakan yaitu kulit batang langsat [L. domesticum

L.] basah (KBLB) dan kering (KBLK) yang dibersihkan. Kulit batang langsat

Ekstraksi Kulit Batang L. domesticum L.

Analisis fitokimia

Uji toksisitas metode BSLT

Uji aktivitas antioksidasi

Uji aktivitas antikanker

27

basah diblender sampai halus sedangkan untuk kulit batang kering dihaluskan

dengan mesin penggiling dan diayak dengan saringan berukuran 100 mesh.

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Dimasukkan sebanyak 40 g

serbuk kulit batang kering ke dalam erlenmeyer, tuangi pelarut etanol 70%

sebanyak 250 ml kemudian ditutup rapat sambil sesekali digoyang selama 24 jam.

Saring dengan kertas saring Buchner. Diperoleh filtrat (F1) dan residu. Residu

diekstraksi kembali dengan kloroform:air 1:1 diperoleh filtrat (F2) dan residu.

Dengan cara yang sama dilakukan pada kulit batang basah sehingga hasil akhirnya

diperoleh F1, F2, F3 dan F4. Masing-masing filtrat di rotapavor atau dibeku

keringkan dengan alat freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kasar (lampiran 3).

Analisis fitokimia (Harborne 1996)

Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 3 mL kloroform

dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes

H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil, kemudian ditambahkan pareaksi Meyer dan

Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh

pareaksi Meyer dan endapan coklat oleh pareaksi Wegner. Sebagai pembanding

gunakan tapak darah.

Uji Saponin dan Flavonoid. Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan

dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan didihkan selama 5

menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin

dilakukan dengan pengocokkan 10 ml filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama

10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan

dengan terbentuknya buih/busa yang stabil.

Sebanyak 10 ml filtrat yang lain ditambahkan 0.5 gram serbuk

magnesium, 2ml alkohol karbohidrat (campuran HCL 37% dan etanol 95%

dengan perbandingan 1:1) dan 20 ml amil alkohol kemudian dikocok kuat.

Terbentuknya warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol

menunjukkan adanya flavonoid.

Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 2 mL air kemudian

dididihkan selama beberapa menit. Lalu disaring dan filtratnya ditambah 1 tetes

FeCl3 1 % (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

28

Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambah 2 mL

etanol 30 % lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah

eter 1:1. Lapisan eter ditambah pareaksi Lieberman Burchard ( 3 tetes asam asetat

anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah dan warna hijau menunjukkan

adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.

Uji toksisitas ekstrak terhadap A. salina Leach (Mc Laughlin et al, 1998)

Penetasan kista A. salina Leach. Kista A. salina Leach ditimbang

sebanyak 20 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus yang berisi air

laut yang sudah disaring, setelah diaerasi kista dibiarkan selama 48 jam dibawah

pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil

untuk digunakan dalam uji toksisitas.

Uji toksisitas terhadap A. salina Leach. Sebanyak 10 ekor larva A. Salina

Leach yang sehat (berdasarkan motilitas dan kemampuan larva mencari cahaya)

dimasukkan ke dalam vial uji yang berisi air laut. Tambahkan larutan ekstrak

etanol KBLB dan KBLK pada masing-masing vial uji dengan konsenterasi larutan

uji terdiri atas 10, 100, 500 dan 1000 ppm sedangkan untuk kontrol tidak

ditambahkan larutan ekstrak. Masing-masing dibuat tiga ulangan. Pengamatan

dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total

larva yang dimasukkan dalam vial uji. Penghitungan memakai bantuan kaca

pembesar. Pengolahan data persen mortalitas kumulatif digunakan analisis probit

LC50 dengan selang kepercayaan 95% pada program Minitab 14.

Uji aktivitas antioksidasi

Pengujian aktivitas antioksidasi dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode

DPPH dan metode asam tiobutirat (TBA).

1. Metode DPPH

Ekstrak etanol sampel dibuat dalam berbagai konsentrasi ( 10, 50, 100,

200 dan 250 ppm). Masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam

tiap tabung reaksi ditambahkan 500 µl larutan DPPH 1mM dalam metanol.

Volume dihimpitkan sampai 5,0 ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama

30 menit, selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm.

29

Sebagai kontrol positif digunakan BHT dengan konsenterasi disesuaikan. Nilai

IC50 dihitung masing-masing dengan menggunakan rumus persamaan regresi.

[ Absorbansi kontrol – Absrobansi sampel ] % inhibisi = x 100 % [ Absrobansi kontrol ] 2. Metode asam tiobutirat (TBA)

Ekstrak etanol sampel dibuat dalam konsenterasi 50, 100, 200 dan 500

ppm. Masing-masing sampel diambil sebanyak 1 mL lalu dilarutkan dalam 2 mL

buffer fosfat 0,1 M pH 7,0 dan 2 mL asam linolenat 50 mM dalam etanol 98,8%.

Larutan kontrol positif (kontrol antioksidan) digunakan 1 mL α-tokoferol, 2 mL

buffer fosfat 0,1 M pH 7,0 dan 2 mL asam linolenat 50 mM dalam etanol 99,8%.

Larutan kontrol negatif terdiri atas 1 mL air bebas ion, 2 mL buffer fosfat 0,1 M

pH 7,0 dan 2 mL asam linolenat 50 mM dalam etanol 98.8%. Semua campuran

diletakkan dalam botol gelap berulir berpenutup dan diinkubasi pada suhu 400C.

Satu hari setelah waktu inkubasi maksimum dari metode Ferric

Thiocyanate (FTC) dilakukan pengukuran Thiobarbituric Acid Reactive

Substances (TBARS) melalui metode TBA (Kikuzaki & Nakatani, 1993) dengan

mengambil sebanyak 1 mL setiap larutan uji. Kemudian ditambahkan 2 mL

larutan TCA 20% dan 2 mL larutan TBA 1% dalam asam asetat 50%. Campuran

reaksi dikocok dan diletakkan pada penanggas air 1000C selama 10 menit. Setelah

dingin larutan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

Kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 532 nm dengan 3 kali

ulangan.

Pembuatan kurva standar menggunakan larutan 1,1,3,3-

tetrametoksipropana (TMP) dengan konsenterasi 0.15, 0.30, 0.60, 0.75. 1.50, dan

3.0 µM. Tiap larutan dari berbagai konsenterasi tersebut masing-masing dipipet 1

mL dan ditambah 2 mL larutan TCA 20% dan 2 mL larutan TBA 1% dalam

pelarut asam asetat 50%. Campuran reaksi dikocok dan diletakkan pada

penanggas air 1000 C selama 10 menit. Setelah dingin, larutan disentrufuse

dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Kemudian absrobansinya diukur

pada panjang gelombang 532 nm dengan dua kali ulangan.

30

Uji aktivitas antikanker

Uji aktivitas antikanker in vitro pada sel murine leukimia P388

menggunakan metode yang dikembangkan oleh Tokyo University of Pharmacy &

Life Science Hachioji Japan dan ITB. Sel P388 dibiakkan dalam media RPMI

1640 (lampiran 10) dilengkapi dengan 5% FBS (Fetal Bovin Serum) dan

kanamisin (100 µg/ml). Sel (3 x 103 sel per sumur) di kultur dalam mikroplate

berisi 100 µL media pertumbuhan per sumur dan diinkubasikan pada suhu 370C

selama 24 jam dalam kelembaban air 95% dan atmosfir 5% CO2. Kultur sel yang

digunakan untuk uji aktivitas antikanker memiliki viabilitas ± 95%.

Ekstrak uji sebanyak 10µL dengan berbagai konsenterasi ditambahkan ke

dalam kultur sel sehari setelah transplantasi. Pada hari ketiga ditambahkan 20 µL

larutan pewarna 3-(4,5-dimetil thiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida)

sebanyak 5 mg/ml per sumur. Setelah 4 jam inkubasi ditambahkan 100 µL larutan

10% SDS-0,01N HCl ke dalam tiap sumur. Selanjutnya ditambahkan kristal

formazan dalam tiap sumur, larutkan dengan pengadukan menggunakan

mikropipet.

Pengukuran optikal densiti dilakukan menggunakan microplate reader

pada dua daerah panjang gelombang (550 dan 700 nm). Semua tahapan dilakukan

triplo.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis :

1. Toksisitas ekstrak metode BSLT. Nilai LC50 adalah konsenterasi (ppm) yang

diperlukan untuk membunuh 50% larva udang Artemia salina Leach. Nilai

LC50 ditentukan dengan Analisis Probit menggunakan Minitib 14.

2. Aktivitas antioksidan. Nilai IC50 adalah konsenterasi ekstrak yang diperlukan

melakukan peredaman (scavenging) radikal bebas terhadap radikal DPPH

sebesar 50%. Data dianalisis dengan persamaan regresi linear. Persen daya

hambat oksidasi asam linoleat didapat dari rata-rata MDA linoleat yang

terbentuk dibagi dengan rata-rata MDA tiap perlakuan yang terbentuk

dikalikan 100%.

31

3. Aktivitas antikanker. Nilai IC50 adalah konsenterasi ekstrak yang diperlukan

untuk penghambatan pertumbuhan sel kanker murine leukimia P388 sebesar

50 %. Data dianalisis dengan persamaan regresi linear.

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi

Ekstraksi bahan tumbuhan adalah tahap yang sangat penting dalam

memperoleh metabolit sekunder tumbuhan untuk dimanfaatkan sebagai obat.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi yaitu merendam simplisia tumbuhan

pada suhu kamar selama 24 jam. Faktor yang paling penting mempengaruhi hasil

ekstraksi yaitu pelarut, waktu dan suhu dalam melakukan ekstraksi (Yang et al.

2007). Terdapat banyak metode dalam mengeksrak bahan tumbuhan diantaranya

adalah metode perkolasi, sokletasi dan destilasi uap. Metode perkolasi hanya baik

digunakan pada senyawa organik yang mudah larut sedangkan sokletasi dan

destilasi uap hanya baik pada senyawa yang tahan panas (Faraouq, 2003; Lenny,

2006). Oleh karena itu metode maserasi dipilih agar isolasi senyawa metabolit

sekunder dari ekstrak kulit batang langsat maksimal.

Tabel 3 Rendemen ekstrak Kulit Batang Langsat Basah (KBLB) dan Kulit

Batang Langat Kering (KBLK)

Simplisia Pelarut % Rendemen

KBLK Etanol 70% 5,92

Kloroform:Air 4,36

KBLB Etanol 70% 3,67

Kloroform:Air 2,16

Dari hasil ekstraksi diperoleh ekstrak etanol berwarna cokelat kehitaman

dan ekstrak kloform:air (1:1) bewarna hijau muda. Semua ekstrak beraroma khas

kulit langsat. Rendemen adalah persentasi antara ekstrak yang diperoleh terhadap

jumlah simplisia yang diekstraksi (Depkes, 1987). KBLK dimaserasi dengan

etanol 70% (1:5) selama 24 jam menghasilkan rendemen 5,92%. Residu KBLK

EtOH dimaserasi lagi dengan pelarut kloroform:air menghasilkan rendemen

4,36%. Dengan cara yang sama dilakukan pada KBLB EtOH. KBLB EtOH

menghasilkan rendemen sebesar 3,67%. Residu KBLB dimaserasi dengan

kloroform:air menghasilkan rendemen sebesar 2,16 % (tabel 3). Trusheva et al.

(2007) melakukan ekstraksi pada propolis menggunakan pelarut etanol dengan

membandingkan beberapa metode ekstraksi yaitu maserasi, UE (Ultrasound

33

Extraction) dan MAE (Microwave Assisted Extraction) ternyata metode maserasi

menghasilkan persen rendemen total 55,58% lebih besar dibandingkan metode UE

dan MAE dengan masing-masing rendemen yang diperoleh 41% dan 53%. Hal ini

menguatkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol menggunakan metode

maserasi menghasilkan persen rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan

metode ekstraksi lain. Oleh karena ekstrak etanol KBLK dan KBLB yang

memiliki persen rendemen tertinggi maka kedua ekstrak tersebut dilanjutkan

dalam bioassay aktivitas antioksidasi dan antikanker.

Menurut Faraouq (2003) ekstraksi simplisia tumbuhan untuk tujuan obat

herbal terbaik digunakan pelarut etanol. Etanol dapat bercampur dengan air dalam

berbagai perbandingan dan mudah dalam penguapan residu yang ada dalam

ekstrak. Pelarut metanol, etilasetat atau heksana tidak diperbolehkan karena residu

toksik yang dihasilkan. Selanjutnya ampas ekstrak etanol 70% dilanjutkan

dengan ekstraksi dan maserasi dengan kloroform:air yang bersifat semi polar.

Diharapkan metabolit sekunder yang belum tertarik oleh pelarut etanol dapat

ditarik oleh pelarut ini. Secara empiris kulit batang langsat basah yang digunakan

masyarakat Dimembe Kecamatan Minahasa Utara sebagai bahan obat direbus

dengan air dan diambil sarinya.

Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia adalah satu cara mengetahui kandungan metabolit

sekunder pada suatu sampel tumbuhan. Dalam penelitian ini analisis fitokimia

menggunakan prosedur Harborne (1996). Senyawa-senyawa yang dianalisis

meliputi alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid.

Tabel 4 Hasil Analisis Fitokimia Kulit batang langsat basah (KBLB) dan Kulit Langat Batang Kering (KBLK) Golongan Senyawa

Hasil uji KBLK EtOH KBLK ka KBLB EtOH KBLB ka

Alkaloid + + + - Flavonoid + - + ++ Saponin + - ++ +++ Tanin + - + + Triterpenoid + - - - Steroid - - - - Keterangan : tanda ( + ) menunjukkan tingkat intensitas warna. EtOH (etanol) dan ka (kloform : air).

34

Ekstrak KBLK EtOH mengandung hampir seluruh golongan senyawa

fitokimia yang diidentifikasi kecuali steroid. Pada KBLB tidak mengandung

golongan senyawa triterpenoid dan steroid akan tetapi memiliki kandungan

saponin dengan intensitas yang lebih tinggi. KBLK kloroform:air hanya

teridentifikasi mengandung alkaloid berbeda dengan KBLB yang justru tidak

mengandung golongan senyawa alkaloid tetapi mengandung senyawa fenolik

yaitu flavonoid, saponin dan tanin dengan intensitas yang tinggi. Hal ini

disebabkan KBLB ketika diekstraksi dengan etanol masih memiliki kadar air yang

tinggi, pada saat ampasnya diekstraksi dengan kloform:air yang bersifat semi

polar golongan senyawa yang belum tertarik pada pelarut etanol tertarik dengan

baik pada pelarut kloroform:air. Triterpenoid dan steroid hanya terbentuk sedikit

endapan ketika diberikan pareaksi Wagner. Triterpenoid dan steroid adalah

metabolit sekunder derivat lipid yang bersifat nonpolar sehingga membutuhkan

pelarut nonpolar untuk dapat mengekstraksinya dengan baik.

Ekstraksi kulit batang langsat baik kering (kadar air 10%) maupun basah

dengan etanol menarik hampir semua golongan metabolit sekunder yaitu alkaloid,

flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Hal ini dikarenakan etanol adalah

pelarut yang memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya yaitu gugus

hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar. Adanya

gugus ini sehingga senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda akan

terekstrak dalam etanol. Dari hasil analisis fitokimia ini maka KBLK EtOH dan

KBLB EtOH yang dilanjutkan dengan uji bioassay antikanker dan antioksidasi.

Aktivitas Toksisitas Metode BSLT

BSLT adalah metode skrining farmakologi awal yang relatif murah dan

telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95%. Penggunaan larva udang

(A. salina Leach.) dalam bioassay toksisitas ekstrak kasar tanaman memenuhi

validitas karena individu yang digunakan memenuhi syarat untuk analisis statistik.

BSLT telah digunakan sebagai bioassay pendahuluan dalam rangka menilai

toksisitas ekstrak fungi, tumbuhan, logam berat, substansi toksin dari

sianobakteria dan pestisida (Carballo et al. (2002). Sekitar 300 bioaktif antitumor

35

baru dari tumbuhan awalnya diskrining dengan metode BSLT (Mc Laughlin et al.

1998).

Tabel 5 Nilai LC50 Ekstrak Etanol KBLK dan KBLB Simplisia LC50 (ppm) KBLK 93,48 KBLB 100,37

Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya.

Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungannya akan terserap ke dalam tubuh

dengan cara difusi dan langsung mempengaruhi kehidupan larva. Larva udang

yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing dalam larutan bersifat

toksik.

Gambar 8 Histogram mortalitas A. salina Leach pada berbagai konsenterasi ekstrak

KBLK EtOH dan KBLB EtOH masing-masing memiliki LC50 93.48 ppm

dan 100.37 ppm (tabel 5 ). Beberapa penelitian tentang uji toksisitas awal dengan

BSLT dalam rangka penemuan obat antikanker antara lain ekstrak metanol dan

ekstrak eter Marchantia cf. planiloba Steph. memiliki nilai LC50 masing-masing

247.10 ppm dan 453,16 ppm (Sukardiman, 2004). Ekstrak metanol Fagonia

cretica L. menunjukkan nilai LC50 118.89 ppm pada uji BSLT (Hussain, 2006).

Mc Laughlin et al. (1998) menyatakan adanya korelasi positif antara LC50 uji

BSLT dengan uji sitotoksik 9KB (karsinoma nasofaring manusia). Harga ED50

36

9KB sama dengan sepersepuluh LC50 BSLT. Suatu ekstrak bahan alam berpotensi

antikanker dengan uji BSLT apabila nilai LC50 < 1000 ppm (Carballo et al. 2002).

Dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian tersebut ekstrak etanol kulit

batang langsat (L. domesticum L.) memiliki toksisitas (LC50) yang kuat terhadap

A. Salina Leach. Dengan nilai LC50 < 150 ppm menunjukkan dalam konsenterasi

yang kecil telah menyebabkan toksisitas pada larva artemia sehingga berpotensi

sitotoksik pada sel kanker. Senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang

terkandung dalam ekstrak berperan dalam toksisitas pada larva A. salina Leach.

Aktivitas Antioksidasi Metode DPPH

Dari larutan induk ekstrak 800 ppm dibuat konsenterasi uji 10, 50, 100,

200 dan 250 ppm masing-masing 25 mL. Sebanyak 0.0197 g DPPH dilarutkan

dalam 50 mL metanol. BHT digunakan sebagai kontrol positif dalam konsenterasi

sama dengan konsenterasi larutan uji. Nilai IC50 KBLK EtOH mencapai setengah

dari nilai IC50 BHT (tabel 6). BHT digunakan dalam industri bahan pangan

sebagai antioksidan. Dengan kata lain kedua jenis ekstrak tersebut memiliki

kemampuan mendekati 2 kali dari peredaman radikal DPPH dibandingkan dengan

BHT.

Tabel 6 Nilai IC50 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode DPPH dibandingkan dengan kontrol BHT

Simplisia IC50 (ppm) BHT (kontrol) 398,45 KBLK 174,19 KBLB 205,38

Dari hasil percobaan diperoleh persen inhibisi pada berbagai konsenterasi

uji. KBLB EtOH dan KBLK EtOH konsenterasi 250 ppm mampu memberikan

nilai inhibisi 57,72% dan 55,78%. Dibandingkan dengan persen inhibisi dari BHT

sebagai kontrol pada konsenterasi yang sama sebesar 43,38%. Dengan demikian

ekstrak etanol KBLK EtOH dan KBLB EtOH lebih baik dalam meredam radikal

bebas DPPH.

37

Tabel 7 Aktivitas inhibisi ekstrak terhadap radikal DPPH

Simplisia Konsenterasi (ppm) 10 50 100 200 250

KBLK EtOH 11,29 32,47 44,68 47,55 57,72

KBLB EtOH 11,47 32,56 37,28 48,38 55,78

BHT 7,68 17,48 38,67 42,65 43,39

Untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan, metode

DPPH adalah metode yang mudah, cepat dan sensitif. Reaksi peredaman

(scavenging) antara radikal DPPH* dan antioksidan (RH) dapat ditulis sebagai

berikut :

Gambar 9 Reaksi antara DPPH dan antioksidan

Antioksidan bereaksi dengan DPPH*, yang menstabilkan radikal bebas

dan mereduksi DPPH dan sebagai konsekuensinya penyerapan radikal DPPH*

menurun ke bentuk DPPH-H. Derajat diskolorisasi menunjukkan potensi

peredaman radikal bebas dari substansi antioksidan atau ekstrak dengan

memberikan hidrogen. DPPH yang bereaksi dengan antioksidan akan mengalami

perubahan warna dari jingga ke kuning, intensitas warna tergantung kemampuan

dari antioksidan (Benabadji et al. 2004).

Dalam penelitian ini KBLK EtOH menunjukkan aktivitas peredaman

radikal DPPH terbaik dengan nilai IC50 sebesar 174,19 µg/ml diikuti oleh KBLB

EtOH IC50 sebesar 205,38 µg/ml. Jika dibandingkan dengan BHT yang adalah

antioksidan sintetik kimia dengan nilai IC50 sebesar 398,44 µg/ml maka ekstrak

etanol memiliki kemampuan scavenging radikal DPPH yang lebih kuat.

Adanya kandungan metabolit sekunder kelompok polifenol yaitu

flavonoid, saponin dan tanin baik pada KBLB EtOH maupun KBLK EtOH

berpotensi antioksidasi. Hanani et al. (2005) melaporkan bahwa alkaloid pada

ekstrak metanol dari Callyspongia sp. memiliki aktivitas peredaman radikal

38

DPPH (IC50 41,21 ppm) yang berarti memiliki aktivitas antioksidan. Aqil et al.

(2006) melaporkan bahwa alkaloid, flavonoid dan tanin dari beberapa tanaman

obat di India menunjukkan aktivitas antioksidasi baik dengan metode DPPH

maupun dengan metode TBA.

Polifenol memiliki struktur kimia yang sangat baik dalam aktivitas

scavenging radikal dan menunjukkan aktivitas antioksidasi yang lebih efektif

secara in vitro dibandingkan dengan α-tokoferol dan asam askorbat. Aktivitas

antioksidasi dari polifenol ini ditandai dengan aktivitas reaktif yang tinggi sebagai

donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk

menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi

pemutusan rantai) juga kemampuan untuk mengkhelat transisi logam. Mekanisme

lain dari aktivitas antioksidasi substansi fenolik adalah kemampuan dari flavonoid

untuk mencegah peroksidasi dengan memodifikasi pengemasan lipid dan

penurunan fluiditas membran. Perubahan ini dapat menghambat difusi radikal

bebas dan memutuskan reaksi peroksidasi. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan

bahwa substansi fenolik terlibat dalam scavenging hidrogen peroksida di dalam

sel tumbuhan (Blokhina, et al. 2003).

Flavonoid telah dikenal sebagai obat antihepatotoksik, antiinflamasi,

antialergi, antiosteoporosis dan antikanker. Pengaruh flavonoid ini berhubungan

dengan interaksinya dengan banyak enzim dalam tubuh dan aktivitas

antioksidasinya yaitu kemampuan untuk menangkap radikal bebas, mengkhelat

ion logam dan pengaruh sinergisnya dengan antioksidan lain (Silva et al. 2002).

Fungsi antioksidan flavonoid sebagai scavenger radikal bebas dengan

memberikan atom hidrogen pada radikal. Banyak penelitian telah membuktikan

aktivitas antioksidan dari flavonoid. Aktivitas antioksidan dari flavonoid

berhubungan dengan struktur flavonoid. Secara umum, aktivitas scavenging

radikal flavonoid tergantung pada struktur molekuler dan bentuk substitusi dari

gugus hidroksil misalnya kemampuan hidrogen fenolik dan kemungkinan

stabilisasi oleh radikal fenoksil melalui ikatan hidrogen atau delokalisasi elektron.

Aktivitas struktur (structur-activity relationship (SAR)) dari flavonoid penting

diketahui yaitu jumlah dan lokasi gugus fenolik OH yang berperan dalam

menetralkan radikal bebas. Struktur yang memungkinkan aktivitas scavenging

39

radikal dari flavonoid adalah adanya 3,4-dihidroksil misalnya 0-dihidroksil

(struktur katekhol) pada cincin B, berperan sebagai donor elektron dan menjadi

target radikal. Struktur 3-OH dari cincin C juga menguntungkan untuk aktivitas

antioksidan flavonoid. Konjugasi ikatan rangkap pada C2-C3 dengan gugus 4-

keto, berperan untuk delokalisasi elektron dari cincin B, meningkatkan kapasitas

scavenging radikal. Juga adanya gugus 3-OH dan 5-OH dalam kombinasi dengan

fungsi 4-karbonil dan ikatan rangkap C2-C3 menaikkan aktivitas scavenging

radikal. Dengan tidak adanya struktur o-dihidroksi pada cincin B, subtituen

hidroksil pada katekol pada cincin A dapat dikompensasi dan menaikkan

kemampuan aktivitas antiradikal dari flavonoid (gambar 10) (Amic et al. 2002).

Gambar 10 Struktur Flavonoid dengan aktivitas antiradikal yang tinggi. Gambar yang dibundari memiliki aktivitas antiradikal bebas

Gambar 11 Reaksi Scavenging DPPH* (radikal bebas) oleh flavonoid.

Dalam tubuh manusia, radikal bebas adalah produk reaksi biologis atau

juga dapat disebabkan faktor dari luar tubuh. Radikal bebas dalam tubuh dapat

menyebabkan gejala patogenitas dalam jaringan. Beberapa penyakit yang

disebabkan oleh banyaknya radikal bebas dalam tubuh adalah neurodegeneratif,

kanker dan aterosklerosis. Sebenarnya manusia memiliki mekanisme peredaman

radikal bebas enzimatis dalam tubuh, akan tetapi banyaknya radikal bebas yang

40

masuk dalam tubuh dan radikal bebas hasil autooksidasi menyebabkan mekanisme

antioksidasi dalam tubuh tidak dapat mengimbangi jumlah radikal bebas. Untuk

itulah dibutuhkan antioksidasi nonenzimatis yang dapat berasal dari bahan

tumbuhan. Antioksidasi dari luar tubuh yang berasal dari bahan makanan atau

ekstrak tumbuhan yang mengandung komponen flavonoid dan fenolik sangat

berpotensi sebagai antioksidasi alami dalam menstabilkan kelebihan radikal bebas

dalam tubuh (Pourmorad et al. 2006).

Hasil penelitian ini memperkuat beberapa laporan penelitian aktivitas

antioksidan senyawa polifenol dari ekstrak tumbuhan antara lain aktivitas

peredaman radikal DPPH dari fraksi metanol batang Fagraea ceilanica (EC50 =

48,89) lebih baik dibandingkan fraksi metanol akar dan daun (Hafid, 2003).

Fenolik dari ekstrak M. crystallinum dapat menghambat radikal DPPH sebesar

98% (Bouftira et al. 2007). Tanin (katekin) yang berperan dalam aktivitas

antioksidasi dari Oolong tea (Su et al. 2007). Isolat flavonol glukosida yaitu iso-

kuartin dan hiperin dari ekstrak etanol daun Cryptocarya ashersoniana

menunjukkan aktivitas scavenging radikal DPPH dengan IC50 34.4 µM dan 32.7

µM (Ricardo et al. 2004). Adanya senyawa golongan polifenol terutama flavonoid

pada ekstrak etanol KBLK dan KBLB yang menyebabkan aktivitas antioksidasi

terhadap radikal DPPH. Mekanisme antioksidasi terhadap radikal DPPH dengan

memberikan elektron pada radikal DPPH sehingga menjadi molekul yang lebih

stabil.

Aktivitas Antioksidasi Metode TBA

Oksidasi asam linoleat dengan metode FTC bertujuan untuk menentukan

waktu inkubasi maksimum konsenterasi malondiadelhida (MDA). Dalam

penelitian ini asam linoleat ditempatkan pada botol gelap berulir berpenutup

kemudian diinkubasi selama 7 hari pada inkubator bersuhu 400C; dimana analisis

hidroperoksida yang terbentuk dilakukan setiap hari sampai tercapai absorbansi

maksimum. Selama inkubasi asam linoleat akan dioksidasi oleh udara. Pada tahap

awal oksidasi asam linoleat (fase lag) akan terbentuk hidroperoksida. Selanjutnya

diikuti tahap propagasi. Pada tahap ini kadar hidroperoksida akan meningkat

hingga mencapai kadar maksimum, ditunjukkan oleh puncak absorbansi

41

maksimum yang terjadi pada hari ke 5 setelah itu hidroperoksida akan mengalami

tahap dekomposisi membentuk MDA.

Pengukuran konsenterasi MDA

Berdasarkan hasil analisis hidroperoksida dengan metode FTC,

pengukuran konsenterasi MDA dilakukan pada hari ke-7 dengan harapan semua

hidroperoksida yang terbentuk sebagai hasil oksidasi asam linoleat sudah

mengalami dekomposisi menjadi MDA. Intensitas warna yang terbentuk pada

sampel menunjukkan potensi antioksidasi. Semakin pudar warna merah yang

terbentuk berarti semakin baik potensi antioksidasi yang dimiliki (Kikuzaki dan

Nakatani, 1993).

Asam linoleat tanpa penambahan ekstrak (kontrol) memiliki intensitas

warna yang lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan ekstrak pada berbagai

konsenterasi (lampiran 8). Konsenterasi MDA yang tertinggi yaitu 24.60 μM

dihasilkan oleh asam linoleat tanpa perlakuan ekstrak KBLK dan KBLB.

Konsenterasi MDA yang terbentuk pada hari ke 7 (tabel 8).

Tabel 8 Konsenterasi MDA oksidasi linoleat metode TBA

Perlakuan Rata-rata MDA (µM)

Asam linoleat 24,60 α – tokoferol 200 ppm 5,46 KBLK EtOH 50 ppm 14,84 KBLK EtOH 100 ppm 8,02 KBLK EtOH 200 ppm 4,22 KBLK EtOH 500 ppm 5,91 KBLK EtOH 1000 ppm 6,64 KBLB EtOH 50 ppm 6,51 KBLB EtOH 100 ppm 5,09 KBLB EtOH 200 ppm 3,63 KBLB EtOH 500 ppm 5.31 KBLB EtOH 1000 ppm 5,15

Daya hambat oksidasi

Pada KBLK konsenterasi yang memiliki daya hambat oksidasi terbaik

adalah 200 ppm sebesar 82,83 % sedangkan untuk KBLB daya hambat oksidasi

terbaik juga pada konsenterasi 200 ppm yaitu 85,22 % (gambar 12). α-tokoferol

atau vitamin E sebagai kontrol positif telah diketahui memiliki aktivitas

42

antioksidan dan digunakan secara umum. Dengan demikian dibandingkan dengan

daya hambat kontrol positif α-tokoferol pada konsenterasi 200 ppm yaitu 78,8%

maka ekstrak KBLK dan KBLB pada konsenterasi yang sama memiliki aktivitas

daya hambat oksidasi asam linoleat yang lebih baik.

(a)

(b)

Gambar 12 Daya hambat oksidasi asam linoleat ekstrak. (a) KBLK EtOH (b) KBLB EtOH

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit batang

langsat baik KBLK maupun KBLB memiliki aktivitas penghambatan

pembentukan MDA pada asam linoleat. Khusus pada KBLB konsenterasi 500

43

ppm dan 1000 ppm juga menunjukkan aktivitas daya hambat oksidasi asam

linoleat yang lebih baik dibandingkan dengan α-tokoferol. Aktivitas antioksidasi

ini diakibatkan oleh kandungan komponen fenolik seperti flavonoid, saponin dan

tanin yang teridentifikasi terdapat pada ekstrak KBLB EtOH dan KBLK EtOH.

Salah satu produk peroksidasi lipid adalah MDA. Peroksidasi lipid mudah

terjadi pada asam lemak berantai panjang dengan lebih dari satu ikatan rangkap

seperti linoleat, linolenat dan arakidonat. Asam-asam lemak tersebut adalah

konstituen membran sel yang terikat pada fosfolipid, glikolipid dan kolesterol

(Murray et al. 2003). Pada sel hewan peroksidasi membran menyebabkan

membran kehilangan permiabilitas, menjadi reaktif dan nonfungsional.

Peroksidasi lipid dapat menghasilkan oksigen tunggal, hidroperoksida dan

epoksida lipid. Aldaheida yang dapat terbentuk pada peroksidasi lipid adalah

malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal (4-HNE). MDA adalah metabolit

utama pada asam lemak arakidonat (20:4). Uji MDA (TBARS) digunakan untuk

mengukur peroksidasi yang terjadi pada membran lipid. 4-HNE dihasilkan oleh

arakidonat melalui autooksidasi. 4-HNE bereaksi dengan komponen seluler lebih

kuat dibandingkan dengan MDA. Oleh karena itu 4-HNE lebih toksik

dibandingkan MDA akan tetapi tidak reaktif dengan TBA (Best, 2007).

Gambar 13 Peroksidasi lipid pada asam lemak tak jenuh rantai panjang (Murray et al. 2003)

Spesies radikal oksigen menyerang basa nitrogen pada asam nukleat, asam

amino pada protein, ikatan rangkap pada asam lemak rantai panjang dimana gugus

hidroksil adalah penyerang yang paling kuat. Serangan ROS ini menyebabkan

stres oksidatif. Selain peroksidasi lipid, radikal bebas juga dihasilkan oleh

44

sejumlah reaksi seluler yang berasosiasi dengan kerja sistem enzim

lipooksigenase, NADPH oksidase dan xantin oksidase.

MDA TBA Produk

Gambar 14 Reaksi MDA dan TBA

Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui terjadinya peroksidasi

lipid adalah dengan mengukur produk sekundernya yaitu malondialdehid. MDA

adalah molekul berkarbon tiga dengan berat molekul yang rendah yang hasil

aktivitas peroksidase pada asam lemak tak jenuh rantai panjang. Analisis MDA

dengan metode TBA telah banyak dilakukan dalam mengetahui peroksidasi lipid

pada sistem biologis. Prinsipnya adalah dengan mereaksikan MDA dan TBA

dalam kondisi asam setelah dipanaskan (Tukozkan et al. 2006). MDA berikatan

dengan TBA membentuk larutan berwarna merah yang dapat diukur pada panjang

gelombang 532 nm (Behbahani, et al. 2007).

Aktivitas radikal bebas hasil peroksidasi lipid dan sistem enzim

oksigenase lain apabila terus menerus menyerang asam lemak membran sel akan

menyebabkan banyak kerusakan patologis. Akumulasi kerusakan akibat radikal

bebas pada jaringan in vivo antara lain menyebabkan kanker, inflamasi dan

aterosklerosis. Banyak penelitian melaporkan bahwa aktivitas antioksidasi

enzimatis yang ada dalam tubuh tidak mencukupi untuk menetralkan radikal

bebas yang ada dalam tubuh.

Daya hambat oksidasi asam linoleat yang ditunjukkan oleh ekstrak etanol

KBLK dan KBLB lebih baik dibandingkan dengan α-tokoferol. Kedua ekstrak

tersebut mengandung senyawa golongan polifenol. Flavonoid dengan gugus o-

hidroksil (visinal trihidroksil) pada konsenterasi fisiologis dapat menghambat

peroksidasi lipid pada sel caco-2 usus dengan menghambat pembentukan MDA

(Peng & Kuo, 2003). Flavonoid yang bersifat lebih hidrofilik berinteraksi dengan

45

bagian kepala yang bersifat polar dari lipid membran melalui ikatan hidrogen.

Interaksi ini menyebabkan perlindungan membran bilayer dari serangan dari luar

ataupun dari dalam misalnya oksidan (Oteiza et al, 2005). Hal ini menguatkan

bahwa kandungan fitokimia yang ada pada ekstrak KBLK dan KBLB berpotensi

sebagai antioksidasi.

Aktivitas daya hambat oksidasi KBLK dan KBLB terbaik pada

konsenterasi 200 ppm memperkuat kesimpulan penelitian dari Eridani (2006)

yang menyatakan beberapa ekstrak tumbuhan obat yaitu mahkota dewa, daun

dewa, sambung nyawa dan temu putih menunjukkan aktivitas menghambat proses

oksidasi dengan menekan produksi MDA rata-rata hingga seperlima pada

konsenterasi 200 ppm.

Gambar 15 Perbandingan Aktivitas Antioksidan Metode DPPH dan TBA

Dengan menggunakan dua metode pengujian antioksidasi diharapkan

diperoleh perbandingan aktivitas antioksidasi ekstrak KBLK dan KBLB. Aktivitas

antioksidasi metode DPPH ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH menunjukkan

peredaman radikal yang kuat. Nilai IC50 kedua ekstrak etanol tersebut yang lebih

kecil dari kontrol BHT menunjukkan kemampuan meredam radikal bebas DPPH*

oleh senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak yaitu alkaloid, flavonoid,

saponin dan tanin sangat kuat. Demikian pula kedua ekstrak tersebut

menunjukkan aktivitas penghambatan proses oksidasi dengan menghambat

pembentukan MDA (gambar 15). Flavonoid, tanin, saponin dan alkaloid dapat

46

menetralkan radikal bebas dengan memberikan elektronnya bagi radikal bebas

penginisiasi terjadinya reaksi peroksidasi lipid.

Baik dengan metode DPPH maupun metode TBA memiliki aktivitas

antioksidasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kontrol positif yaitu BHT

untuk DPPH dan α-tokoferol untuk TBA. Hal ini membuktikan bahwa kedua

ekstrak ini berpotensi antioksidasi dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai

sumber senyawa fitokimia antioksidasi.

Aktivitas Antikanker Pada Sel Murine Leukimia P-388

Aktivitas sitotoksik ekstrak kulit batang langsat (L. domesticum L.) pada

berbagai jenis ekstrak diketahui melalui nilai IC50 yaitu konsenterasi dimana lima

puluh persen sel murine leukimia P388 mati atau tidak viabel setelah diberikan

perlakuan ekstrak. Ekstrak KBLK EtOH menunjukkan nilai IC50 12,00 ppm

sedangkan ekstrak KBLB EtOH IC50 15.48 ppm (gambar 16). Menurut National

Cancer Institute suatu ekstrak kasar tumbuhan memiliki efektivitas sitotoksik dan

berpotensi antikanker apabila memiliki nilai IC50 ≤ 20 ppm. Dengan demikian

kedua ekstrak tersebut memiliki aktivitas sitotoksik pada sel murine leukimia

P388 yang kuat. Oleh karena itu potensial dikembangkan dalam rangka

penelusuran sumber bioaktif baru antikanker dari bahan tumbuhan.

Penelitian akhir-akhir ini telah banyak membuktikan bahwa substansi

fitokimia dari tumbuhan berperan penting dalam melindungi membran sel

melawan kondisi patologis seperti karsinogenesis, aterosklerosis dan mutagenesis.

Beberapa penelitian ekstrak tumbuhan yang berpotensi antikanker antara lain

dilaporkan oleh Hakim et al. (2003) bahwa Artocarpus champeden mengandung

senyawa golongan flavonoid yaitu prenilflavonoid yang menunjukkan aktivitas

sitotoksisitas yang kuat (IC50<20 ppm) terhadap sel kanker murine leukimia P388.

Senyawa UK-3A yang diisolasi dari miselium Streptomyces sp memiliki aktivitas

pertumbuhan sel kanker pada sel murine leukimia P388 dengan aktivitas sebesar

IC50 38 ppm. Senyawa 2’4’-dihidroksi-3’,5’,6’-trimetoksi calkon suatu senyawa

dari kulit batang Cryptocarya costata memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi

terhadap sel murine leukemia P388 dengan IC50

sebesar 3,65 ppm (Usman et al.

2005)

47

Gambar 16 Perbandingan Aktivitas toksisitas ekstrak metode BSLT dan Sitotoksik in vitro pada sel murine leukimia P388.

Ekstrak akar, umbi, batang dan daun Tyohonium flagelliforme (araceae)

menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel murine leukimia p388. Ekstrak kloform

dan heksan dari akar memiliki nilai IC50 masing-masing 6.0 ppm dan 15 ppm.

Ekstrak heksan batang dan daun menunjukkan aktvitas sitotoksik yang lebih

lemah (IC50 65 ppm) dibandingkan dengan ekstrak kloroform (IC50 8.0 ppm)

(Choo et al. 2000). Tanshinone I dan Tansinone IIA (diterpen) yang diisolasi dari

Salia miltiorrhiza Bunge. menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel murine

leukimia p388 dimana menghambat pertumbuhan sel 56,05% sampai 86.76%

pada konsenterasi 25 ppm (Mosaddik, 2004).

Alkaloid dan lignan yang diisolasi dari Hernandia nymphaeifolia diujikan

pada beberapa jenis sel kanker yaitu P388 leukimia, sel epidermoid manusia

KB16, sel kanker paru A549, sel kanker usus HT-29 menunjukkan aktivitas

sitotoksisitas dengan nilai IC50 < 4 µM. Aktivitasnya dengan menghambat sintesis

DNA, RNA dan protein sel kanker. Alkaloid dari Polyalthia longifolia

(Annonaceae), Annona montana, dan Artabotrys uncinatus menunjukkan aktivitas

sitotoksik pada sel KB dengan IC50 8.2 µM (Stevigny et al. 2005).

Ekstrak etanol KBLK dan KBLB mengandung senyawa fitokimia

golongan alkaloid, flavonoid dan saponin. Mekanisme sitotoksik yang kuat dari

ekstrak etanol KBLK dan KBLB (IC50 masing-masing 12 dan 15,48 ppm) pada sel

murine leukimia P388 disebabkan oleh kandungan senyawa fitokimia tersebut.

48

Dari hasil penelitian ini ternyata terdapat hubungan antara aktivitas

antioksidasi (metode DPPH dan TBA), toksisitas ekstrak dengan metode BSLT,

sitotoksik in vitro pada sel kanker murine leukimia P388 dan kandungan fitokimia

ekstrak. Ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH dengan nilai toksisitas IC50 pada

A. salina Leach terbaik, menunjukkan aktivitas antioksidasi yang kuat baik

dengan metode DPPH maupun TBA. Senada dengan hal tersebut uji in vitro

antikanker juga menunjukkan nilai IC50 yang kuat (tabel 9). Dengan demikian

dapat disimpulkan ekstrak etanol kulit batang langsat (L. domesticum L.)

berpotensi sebagai sumber senyawa fitokimia dalam rangka pengembangan obat

bahan alam antioksidasi dan antikanker.

Tabel 9 Perbandingan aktivitas antioksidasi, toksisitas, antikanker dan kandungan fitokimia ekstrak etanol kulit batang Langsat.

Ekstrak IC50 BSLT (ppm)

Metode Antioksidasi IC50 Antikanker sel

P388 (ppm) Fitokimia IC50 DPPH

(ppm) TBA*

KBLK EtOH 93.48 174.19 82.83 12.00 A, F, S, T** KBLB EtOH 100.37 205.38 85.22 15.48 A, F, S, T** *) Persen daya hambat oksidasi pada konsenterasi 200 ppm (mg/L) **) A=alkaloid, F=flavonoid, S=saponin, T=tanin

Mekanisme Sitotoksik pada Sel kanker dari Flavonoid, Saponin dan Alkaloid

Mekanisme antikanker dari senyawa fitokimia golongan flavonoid,

saponin dan alkaloid telah banyak dilaporkan. Berikut ini adalah beberapa

mekanisme sitotoksik yang paling banyak diterima yang disebabkan oleh senyawa

fitokimia tersebut.

Tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand (TRAIL)

menginduksi apoptosis pada banyak jenis sel tumor melalui interaksi dengan

death domain containing receptor, death receptor 5 (DR5) yang juga disebut

TRAIL-R2. Studi in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa TRAIL tidak bersifat

toksik pada sel normal. Oleh karena itu TRAIL merupakan subjek yang

menjanjikan untuk terapi kanker. Walaupun beberapa tumor resisten dengan

induksi TRAIL untuk apoptosis. DR5 diregulasi oleh gen p53 (tumor suppressor

gene). Inaktivasi DR5 dengan signifikan meningkatkan pertumbuhan tumor secara

in vitro dan in vivo. Ekspresi DR5 memberikan kontribusi signifikan induksi

49

apoptosis pada sel tumor oleh TRAIL. Oleh karena itu DR5 menjadi target terapi

molekuler. Apigenin (flavonoid) meregulasi ekspresi DR5 dan secara sinergis

meningkatkan induksi apoptosis oleh TRAIL pada banyak tipe sel tumor tetapi

tidak pada sel normal. Apigenin mencegah degradasi protein DR5 dan secara

signifikan meningkatkan protein DR5 pada fraksi membran, dimana apigenin

sangat meningkatkan mRNA DR5. Apigenin menghambat aktivitas proteosom

yang dapat mendegradasi DR5. Secara singkat dapat dikatakan flavonoid apigenin

menginduksi ekspresi DR5 melalui regulasi bebas dari p53 dan apigenin secara

sinergis dengan TRAIL menginduksi apoptosis pada sel tumor (Horinaka et al.

2006). Pada penelitian yang lain Frigo et al. (2002) melaporkan bahwa flavonoid

seperti apigenin, flavon dan kalkon dapat menghambat aktivasi AP-1 yaitu suatu

aktivator protein pada protoonkogen. Flavonoid dan senyawa polifenol lain dapat

menghambat toposiomerase IB (topo I) pada manusia. Beberapa flavonoid juga

menunjukkan kemampuan menginterkalat DNA (Webb, 2004).

Ekstrak etanol KBLK dan KBLB mengandung flavonoid. Kuatnya

sitotoksik ekstrak pada sel murine leukimia P388 dapat disebabkan oleh flavonoid

yang mencegah degradasi DR5, menginduksi ekspresi protein DR5 yang

menyebabkan induksi apoptosis pada sel murine leukimia P388. Flavonoid pada

ekstrak juga dapat menghambat kerja topoisomerase IB (topo I) sehingga proses

replikasi DNA tidak terjadi yang berarti sel tidak membelah pada akhirnya akan

mati.

Permasalahan utama dalam kemoterapi kanker saat ini adalah reaksi

resistensi obat kanker yang terjadi pada membran sel kanker. Mekanisme

resistensi obat yang menyebabkan penurunan akumulasi obat pada sel kanker

adalah overekspresi P-glycoprotein (Pgp) pada plasma membran. Pgp memompa

obat keluar dari sel. Khantamat et al. (2004) melaporkan bahwa flavonoid

kaempferol dapat dikombinasi dengan obat antikanker seperti vinblastine untuk

mencegah ekspresi gen resisten obat pada membran sel kanker. Kaempferol

berperan sebagai modulator intraseluler kandungan obat dengan menghambat Pgp

pada sel KB-V1 (sel kanker serviks manusia).

OSW-1 derivat cholestane termasuk pada golongan saponin yang diisolasi

dari Ornithogalum saudersiae bersifat sitotoksik pada beberapa sel kanker. Pada

50

konsenterasi nanomolar menunjukkan aktivitas sitotoksik yang lebih kuat 10

sampai 100 kali dari obat antikanker klinis mitomycin dan doxorubicin.

Mekanisme sitotoksik OSW-1 dengan menginduksi apoptosis pada mitokondria

pada sel mamalia oleh karena itu dikelompokkan agen induksi apoptosis

mitokondria (Kubo et al. 1992; Mimaki et al. 1997; Zhu, 2005). Ekstrak KBLK

dan KBLB mengandung saponin yang juga dapat memberikan pengaruh

sitotoksik melalui mekanisme induksi apoptosis pada mitokondria dari sel murine

leukimia P388.

Alkaloid dari daun pepaya (Carica papaya L.) dapat menghambat enzim

topoisomerase II pada kultur sel kanker mieloma. Dengan dihambatnya aktivitas

enzim DNA topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan

DNA sel kanker semakin lama. Akibatnya akan terbentuk Protein Linked DNA

Breaks (PDLB) sehingga terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan

selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker (Sukardiman et al.

2006). Alkaloid dapat menghambat proses mitosis, menyebabkan gangguan

struktur dan fisiologis membran sel yang berarti terjadi gangguan signaling seluler

menyebabkan sel tidak memiliki kemampuan membelah (Gill et al. 2001; Jujena

et al. 2001). Kedua jenis ekstrak etanol dalam penelitian ini baik KBLK maupun

KBLB memiliki kandungan metabolit sekunder golongan alkaloid. Alkaloid

tersebut dapat menghambat kerja enzim topoisomerase II, menghambat mitosis,

dan menyebabkan gangguan struktur dan fisiologis pada membran sel murine

leukimia P388 sehingga sel tersebut tidak dapat membelah kemudian mati.

Golongan senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak etanol kulit batang L.

domesticum L. memiliki kemungkinan berperan sitotoksik pada sel kanker,

menghambat aktivasi aktivator protein protoonkogen AP-1 sehingga tidak terjadi

perkembangan sel kanker juga dapat dikombinasi dengan obat antikanker untuk

menekan overekspresi P-glycoprotein (Pgp) yang menyebabkan resistensi obat

antikanker. Dengan demikian dapat disimpulkan aktivitas antikanker dari ekstrak

etanol KBLK dan KBLB disebabkan oleh kandungan golongan senyawa alkaloid,

flavonoid dan saponin yang terkandung pada kedua jenis ekstrak tersebut.

51

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisa fitokimia pada ekstrak etanol 70% dan kloroform:air menunjukkan

adanya senyawa fitokimia golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin.

Senyawa triterpenoid dan steroid hanya dalam intensitas yang sedikit.

Berdasarkan nilai LC50 dari hasil uji BSLT ekstrak KBLK EtOH (LC50 93,48

ppm) dan KBLB (LC50 100,37 ppm) menunjukkan aktivitas toksisitas yang kuat.

Suatu ekstrak tumbuhan berpotensi antikanker dengan uji BSLT menurut NCI jika

nilai LC50<1000 ppm. Hasil analisis antioksidasi dengan metode DPPH ekstrak

KBLK EtOH dan KBLB EtOH (IC50 174,19 ppm dan 205,38 ppm) menunjukkan

aktivitas peredaman radikal bebas yang kuat dibandingkan dengan kontrol BHT

(IC50 398,45). Dengan metode TBA ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH juga

menunjukkan aktivitas penghambatan oksidasi asam linoleat yang kuat pada

konsenterasi 200 ppm (82,83% dan 85,22%) dibandingkan dengan kontrol α-

tokoferol pada konsenterasi yang sama (77,81%).

Pengujian aktivitas antikanker menunjukkan bahwa ekstrak KBLK EtOH

dan KBLB EtOH memiliki aktivitas sitotoksik yang kuat pada sel murine

leukimia P388 yaitu masing-masing 12 ppm dan 15,48 ppm. Menurut NCI ekstrak

kasar digolongkan berpotensi antikanker apabila nilai IC50< 20 ppm. Terdapat

hubungan aktivitas antioksidasi, toksisitas BSLT, aktivitas antikanker dan

kandungan fitokimia ekstrak. Aktivitas antioksidasi dan antikanker dari ekstrak

KBLK EtOH dan KBLB EtOH disebabkan oleh kandungan alkaloid, flavonoid

saponin dan tanin yang terdapat pada ekstrak tersebut. Ekstrak kulit batang langsat

berpotensi dikembangkan sebagai sumber senyawa fitokimia antikanker.

Saran

Perlu dilakukan uji in vitro pada berbagai jenis sel kanker dan uji in vivo

ekstrak pada hewan uji untuk mengetahui LD50 dalam rangka penemuan sumber

senyawa fitokimia obat antikanker dan antioksidan yang baru. Perlu diisolasi

senyawa fitokimia murni dan dilakukan karakterisasi dengan spektroskopi (UV,

IR, NMR, HPLC) untuk menentukan struktur molekul terhadap senyawa yang

52

terkandung dalam ekstrak kulit batang L. domesticum L. yang menunjukkan

aktivitas antioksidasi dan aktivitas antikanker. Dengan ditemukan struktur

molekulnya maka senyawa tersebut dapat diketahui apakah memiliki struktur

yang mirip dengan obat yang telah ditemukan dan digunakan secara klinis atau

memiliki bioaktif baru sehingga dapat disintesis sebagai obat antioksidasi dan

antikanker.

Perlu dilakukan analisa jenis flavonoid dengan menggunakan HPLC untuk

lebih mengetahui aktivitas antioksidasi berdasarkan struktur kimianya dan

dilakukan uji aktivitas pada tingkat molekuler sel kanker untuk mengetahui

mekanisme kerjanya. Dalam penggunaannya sebagai obat tradisional dapat

dilakukan penelitian efektifitas ekstrak air terhadap aktivitas antioksidasi dan

antikanker.

53

DAFTAR PUSTAKA

Abuja PM, Albertini, R. 2001. Methods for monitoring oxidative stress, lipid peroxidation and oxidation resistance of lipoproteins. Clin Chim Acta 306:1-17. Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajstic N. 2003. Structure-Radical Scavenging Activity Relationships of Flavonoids.Croat. Chem. Acta. 76 (1): 55-61 Aqil F, Ahmad I, Mehmood Z. 2006. Antioxidant and Free Radical Scavenging Properties of Twelve Traditionally Used Indian Medicinal Plants.

Turk J Biol 30:177-183. Behbahani M, Ali AM, Muse R, Mohd NB. 2007. Anti-oxidant and anti- inflamatory activities of leaves of Barringtonia racemosa.

J Med Plant Res 96-102. Best B, 2007. Mechanisms of aging. http://www.benbest.com/lifeext/LESurvey.php. [ 15 April 2007] Blokhina O, Virolainen E, Fagrstedt KV. 2003. Antioxidants, oxidative damage and oxygen deprivation stress : a review. Annals of Botany 91:179-194 Buhler DR, Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoids. Department of Environmental and molecule toxicology. Oregon University.

Http://oregonstate.edu/infocancer/phytochemicals/flavonoid/index.html [ 15 April 2007]

Carballo et al. 2002. A comparison between two brine shrimp assays to detect

in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology (2):1472-6750

Chatterjee ML, Katiyar SK, Mohan RR, Agarwal R. 1999. A flavonoid antioxidant, silymarin, affords exceptionally high protection against tumor promotion in the SENCAR mouse skin tumorigenesis model. Cancer Research 59:622-632. Choo CY, Chan KT, Takeya K, Itokawa H. 2000. Cytotoxic activity of Typhonium flagelliforme (Araceae) [Abstract]

http://www3.interscience.wiley.com/cgi- bin/abstract/80503177/abstract?cretry=1&sretry=0 Contran RS, Kumar, Robbins SL. 1994. Pathologic basis of desease. WB. Sunders Company, Philadelfia USA.

54

Colic M, Pavelic K. 2004. Molecular mechanisms of anticancer activity of natural Dietetic products.[Abstract]. http://www.springerlink.com/content/yn817tbul8fp.html. Cooper GM. 1993. The Cancer Book. JB Publishers, Boston USA. Cragg GM, Suffness M. 1993. Cancer in Human Medicinal Agents from Plants.

Di dalam: Kinghorn AD, Balandrin MF, editor. ACS Symposium Series 534, pp. 81- 95

Dean JD. 2003. Flavone: The Molecular and Mechanistic Study of How a Simple Flavonoid Protects DNA from Oxidative Damage. [Thesis]. Department of Biochemistry and Molecular Biology, East Tennessee State University. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1987. Analisis Obat Tradisional. Jilid I. Jakarta Eridani SN. 2006. Potensi antioksidasi beberapa ekstrak senyawa bahan alam yang berkhasiat sebagai antikanker. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Faraouq 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII, Jakarta. 45-52 Farnsworth NR. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences, 5:225-236. Farkya S, Bisaria V, Srivastava AK. Biotechnological aspects of the

production of the anticancer drug podophyllotoxin. [Abstract] http://www.springerlink.com [ 12 april 2007].

Franzen H. 2001. How tumor-suppressor gene p53 keeps cancer at bay. Scientifc American.com. http://www.sciam.com/ [19 april 2007]. Frigo DE, et al. 2002. Flavonoid phytochemichals regulate activator protein-1 signal transduction pathways in endemetrial and kidney stable cell lines. J. Nutr. 132:1848-1853. Gill SMK, Balasioner N, Parte P. 2001. Intermitent Treatment With Taxmoxiven on Reproduction in Male Rat. Asian. J. Andri 3(2)-P155-158. Gondhowiarjo S. 2004. Proliferasi Sel dan Keganasan. Maj Kedokt Ind

54(7): 289-299.

Go VW, Butrum RR, Wong DA. 2003. Diet, Nutrition, and Cancer Prevention: The Postgenomic Era. J Nutr 133 (11S-I):3830S-3836S.

Greenwald. 1996. Chemopevention of Cancer. J Scientific American 9:96-99.

55

Hafid AF. 2003. Aktivitas Anti-Radikal Bebas DPPH Fraksi Metanol Fagraea auriculata dan Fagraea ceilanica. Majalah Farmasi Airlangga, III (1): 34-39.

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian II (3):127-133. Hakim EH, Rudiyansyah, Musthapa I, Takeya K. 2003. Bergenin suatu

Dihidroksikumarin dari kayu dan kulit batang Shorea stenopthera Burk. Proc ITB Sains and Tek 35A:87-96.

Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia, penuntun dan cara modern menganalisis Tumbuhan. Penerjemah : Padmawinata K dan Soediro I. Penerbit ITB Bandung. Harliansyah. 2001. Mengunyah halia menyah penyakit. Paksi Jurnal pp 92-97. Hidayat MA. 2002. Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Heksana Daun Eupatorium triplinerve Vahl. terhadap Kultur Sel Mieloma. J Ilmu Dasar 3 (2):92-97 p. 92-97. Horinaka M et al. 2006. The dietary flavonoid apigenin sensitizes malignant tumor cells to tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand.

Mol Cancer Ther 5(4): 945-951). Hosseinian F. 2006. Antioxidant properties of flaxseed lignans using in vitro model systems. [Thesis]. College of Pharmacy and Nutrition. University of Saskatchewan Saskatoon, Canada. Hussain A, Zia M, Mirza B. 2006. Cytotoxic and antitumor potential of Fagonia cretica L. Turk J Biol 31:19-24. Jujena P, et al. 2001. Anti Fertility Effect Estradiol in Adult Female Rat.

J Endokrinol Invest 249(8): 598-607. Katzung BG. 1995. Basic & Clinical Pharmacology, 7th edition. Prentice Hall International, pp. 881. Keku TO, Burris TR, Millikan R. 2003. Gene Testing: What the Health Professional Needs to Know. J Nutr 133 (11S-I):3754S-3757S. Khantamat O, Chaiwangyen W, Limtrakul P. 2004. Screening of flavonoids for Their potential inhibitory effect on P-glycoprotein activity in human Cervical carcinoma KB-cells. Chiang Mai Med Bull 43(2):45-56 Kikuzaki H, Nakatani N. 1993. Antioxidant effects of some ginger constituents. J Food Sci 58:1407-10.

56

Kubo S, Mimaki Y, Terao M, Sashida Y, Nikaido T, Ohmoto T. 1992. Acylated cholestane glycosides from the bulbs of Ornithogalum saundersiae. Phytochemistry 31:3969–3973. Lee KW, Lee HJ, Lee CY. 2004. Vitamins, Phytochemicals, Diets and Their Implementation in Cancer Chemoprevention. Crit Rev Food Sci Nutr 44: 437-447. Lenny S. 2006. Isolasi dan uji bioaktifitas kandungan kimia utama puding merah dengan metoda uji brine shrimp. USU Repository Online. Mates JM, Gomez CP, De Castro IN. 1999.Antioxidant enzymes and human diseases. Clin Biochem 32(8) : 595-603. Maxwell SRJ, Lip GYH. 1997. Free radicals and antioxidants in cardiovascular desease. Br J Clin Pharmacol 44:307-317. Mc Cord JM. 2000. The evolution of free radicals and oxidative stress. The American J of Medicine 108 (8):652-659. Mc Laughlin JL. 1991. Crown Gall Tumours on Potato Disc and Brine Shrimp

Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractination, Di dalam: Hostettman K, editor, Methods in Plants Biochemistry, Academic Press, 6, p. 1-32.

Mc Laughlin JL et al, 1998. The use of biological assays to evaluate botanicals.

Drug information journal, vol 32, pp 513-524. McKelvery KD, Evans JP. 2003. Cancer Genetics in Primary Care. J Nutr 133 (11S-I): 3767S-3772S. Milner JA. 2004. Molecular Targets for Bioactive Food Components. J Nutr

134(9): 2492S-2498S. Mimaki Y et al. 1997. Cholestane glycosides with potent cytostatic activities on

various tumor cells from Ornithogalum saundersiae bulbs. Bioorg Med Chem Lett 7:633–636.

Mosaddik MA. 2004. In vitro cytotoxicity of tanshinones isolated from Salvia miltiorrhiza Bunge against P388 lymphoctic leukimia cells. [abstract] http://www.sciencedirect.com/science/journal/09447113. Mosquera OM, Correa YM, Buitrago DC, Nino J. 2007. Antioxidant activity of twenty five plants from Colombian biodiversity. Mem Inst Oswaldo Cruz 102(5):631-634.

57

Mun’im A, Andrajati R, Susilowati H. 2006. Uji hambatan tumorigenesis sari Buah merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap tikus putih betina yang diinduksi 7,12 Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA). Majalah Ilmu Kefarmasian III (3):153-161.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s illustrated

Biochemistry 21st edition. Lange Medical Books/McGraw-Hill. Nambiar Pr, Jackson JA. Chelack BJ, Kidney BA, Jaines, DM. 2001. Immunohistochemical Detection of Tumor Suppressor Gene p53 Protein in Feline Injection Site-associated Sarcomas. Vet Pathol 38:236–238. Nowell SA, Ahn J, Ambrosone CB. 2004. Gene-Nutrient Interaction in Cancer Etiology. Nutr Rev 62 (11): 427-434. Okawa M, Kinjo J, Nohara T, Ono M. 2001.DPPH (1,1-Diphenyl-2- Picrylhydrazyl) Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from Some Medicinal Plants. Biol Pharm Bull 24(10):1202-1205. Oteiza PI, Erlejman AG, Verstraeten SV, Keen CL, Franga CG. 2005. Flavonoid- membrane interactions : a protective role of flavonoid at the membrane surface? Clinical & Development Immunology 12(1):19-25. Peng IW dan Kuo SM. 2003. Flavonoid structure affects the inhibition of lipid peroxidation in Caco-2 intestinal cells at physiological concenterations. American Society for Nutrional Sciences. 2184-2187. Pitot H, Dragan Y. 1991. Facts and theories concerning the mechanism of carcinogenesis. J. Faseb. 4(10):112-118. Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. African Journal of Biotech 5(11):1142-1145. Puspitasari HP, Sukardiman, Widyawayuranti. 2003. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Herba Ageratum conyzoides L. Pada Kultur Sel Mieloma Mencit. Majalah Farmasi Airlangga 3:93-95. Ren et al. 2003. Medicinal Research. Reviews Medical. 23 (4): 519-534. Ricardo MAG et al. 2004. Bioactive pyrones and flavonoids from Cryptocarya ashersoniana seedlings. Issue in honor of Prof. Otto Gottlieb.ISSN 1424- 6376 Arkat USA. Rusmarilin H. 2003. Aktivitas Anti-Kanker Ekstrak Rimpang Lengkuas Lokal (Alpinia galanga (L) Sw ) Pada Galur Sel Kanker Manusia Serta Mencit

Yang Ditransplantasi Dengan Sel Tumor Primer. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

58

Sampels S. 2005. Fatty Acids and Antioxidants in Reindeer and Red Deer. [Dissertation]. Swedish University of Agricultural Sciences. Sarjono PAR. 2004. Potensi Isoflavon Asal Limbah Tahu Sebagai Antikanker Dalam Penghambatannya Terhadap Enzim Tirosin Kinase. [Tesis].

Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Silalahi J, Tambunan ML. 2003. Zat Bersifat Antikanker di Dalam Makanan. Medika; 39 (7): 440-446. Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran 153:39-42. [SIBS] Salk Institute For Biological Studies. 2005. Cancer related gene p53 not regulated as indicated by previous tissue culture research; results may be relevant to drug development. http://www.salk.edu/index.php

[ 19 April 2007]. Simbala EI. Rondonuwu SJ. Achmad AS. De Queljoe E. 2004.

Pemberdayaan Keragaman Hayati Tumbuhan Obat di Sulawesi Utara : Kajian Botani, Etnobotani, Fitokimia dan Konservasi. Laporan Penelitian RISTEK, Kementerian Riset dan Teknologi. 77 -158.

Simpson JA. 2006. Antioxidant properties of peanut plant leaves and roots and contribution of specific phenolic compounds to antioxidant capacity. [Thesis]. Food Science. North Carolina State University. Silva et al. 2002. Structure antioxidant activity relationship of flavonoid :

a reexamination. Free Radical Research, 36 (11):1219-1227. Su X, Duan J, Jiang Y, Duan X, Chen F. 2007. Polyphenolic profile and

antioxidant activities of Oolong tea infusion under various steeping conditions. Int J Mol Sci 8:1196-1205.

Suffness M. 1987. Biologically Active Natural Products. Di dalam :

Hostettmann K, Lea PJ, editor. Oxford University Press, Oxford, pp.85–104.

Sukardiman, Santa IGP, Rahmaday. 1995. Efek antikanker isolat flavonoid dari herba benalu mangga (Dendeophytoe petandra). Cermin Dunia Kedokteran 122:5-8 Sukardiman, Rahman A, Pratiwi NF. 2004. Uji praskrining aktivitas antikanker ekstrak eter dan ekstrak metanol Marchantia cf. planiloba Steph.Dengan Metode Uji Kematian Larva Udang dan Profil Densitometri Ekstrak Aktif. Majalah Farmasi Airlangga 4(3): 97-100.

59

Sukardiman, Ekasari W, Hapsari PP. 2006. Aktivitas antikanker dan indukasi apoptosis fraksi kloroform daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap kultur sel kanker mieloma. Media Kedokteran Hewan 22:104-111. Trusheva B, Trunkova D, Bankova V. 2007. Different extraction methods of biologically active components from propolis : a preliminary study. Chemistry Central Journal. 1 (13):1186/1752. Tukozkan N, Erdamar H, Seven I. 2006. Measurement of total malondialdehyde in plasma and tissues by High-Performance Liquid Chromatography and Thiobarbituric acid assay. Fırat Tıp Dergisi. 11(2): 88-92 Usman H, Hakim EH, Achmad SA, Harlim T. 2005. 2’,4’-Dihidroksi-3’,5’,6’- Trimetoksi Calkon suatu Senyawa Antitumor dari Kulit Batang Tumbuhan Cryptocarya costata (Lauraceae). J Matematika dan Sains. 10(3):97-100. Valko M et al. 2006. Free radical, metals and antioxidants in oxidative stress-

induced cancer. Chem Biol Interact. 160(1):1-40. Yang D, Wang Q, Ke L, Jiang J, Ying T. 2007. Antioxidant activities of various extracts of lotus (Nelumbo nucifera Gaertn) rhizome.

Asia Pac J Clin Nutr. 16(Suppl 1):158-163 Yokota , Sugimura T. 1993. Multiple steps in carcinogenesis involving alterations of multiple tumor suppressor genes. The FASEB Journal 7:920-925. Young HY, Chiang, CT, Huang, YL, Pan FP, Chen GL. 2002. Analytical and stability studies of ginger preparations.

J Food and Drug Anal 10(3):145-153f. Walker WA, Blackburn G. 2004. Symposium Introduction: Nutrition and Gene Regulaton. J. Nutr. 134(9): 2434S-2436S. Webb MR, Ebeler SE. 2004. Comparative analysis of topoisomerase IB inhibition and DNA intercalation by flavonoids and similar compounds : structural determinates of activity. Biochem J 384: 527–541. Williams RB. 2005. Searching For Anticancer Natural Products From The

Rainforest Plants Of Suriname And Madagascar. [Dissertation] Virginia Polytechnic Institute and State University.

Zhu J, Xiong L, Yu B, Wu J. 2005. Apoptosis induced by a new member of

saponin family mediated through caspase-8-dependent cleavage of Bcl-2. Mol Pharmacol (68):1831-1836.

60

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian

Keterangan : KLBBetoh (kulit batang basah ekstraksi dengan etanol 70%), KLBBka (kulit batang basah ekstraksi dengan kloroform:air), KLBKetoh (kulit batang kering ekstraksi dengan etanol 70 %), dan KLBKka (kulit batang kering ekstraksi dengan kloroform:air)

Ekstraksi Filtrat Freeze dryer

Ekstrak Kasar

KLBBetoh KLBBka KLBKetoh KLBBka

Analisa Fitokimia

(Harborne 1996)

Uji antioksidan dengan Metode DPPH dan Metode TBA

- Uji toksisitas Metode BSLT

- Uji in vitro antikanker pada sel Murine Leukimia P-388

61

Lampiran 2 Ekstraksi Kulit Batang Lansium domesticum L. (Harborne, 1996)

Kulit Batang L. domesticum L

Kulit Langsat Batang Basah Kulit Langsat Batang Kering

Dihaluskan Dikeringanginkan & Haluskan

Di meserasi dengan etanol 70 %, selama 24 jam pada suhu 25 0 C

Di meserasi dengan etanol 70 %, selama 24 jam pada suhu 25 0 C

Filtrat Residu

Filtrat Filtrat

Freeze dryer/Rotapavor

Ekstrak Kasar : KLBB EtOH dan KLBB kloroform:air

Filtrat Residu

Filtrat Filtrat

Freeze dryer/Rotapavor

Ekstrak Kasar : KLBK EtOH dan KLBK kloroform:air

1:5 ( 40 gr : 200 ml etanol )

Kloroform : air (1 : 1)

62

Lampiran 3 Analisis antioksidasi metode TBA

Buffer fosfat, asam linoleat dan air bebas

ion

Buffer fosfat, asam linoleat dan ekstrak kasar 200 ppm terdiri :

Buffer fosfat, asam linoleat dengan vit. E 200

ppm, air bebas ion

KLBK etoh KLBB etoh

Oksidasi dengan udara selama 6-7 hari pada suhu

400C

Pengukuran Kadar MDA dengan uji TBA

63

Analisis Konsenterasi MDA menggunakan Metode TBA

Vit. E

KLBKetoh

KLBBetoh

Asam Linoleat

Botol gelap berulir

Tiap larutan diambil 1 mL

Tabung reaksi

Inkubasi pada 1000 C selama 10 menit, dinginkan

Sentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit

Inkubasi 400C selama 8 hari

Ukur absorbansi pada λ 522 nm

+ TCA 20 % + TBA 1 % dalam asam asetat 50 %

64

Pembuatan Kurva Standar TMP

TMP 6 M

0.15 µM 0.15 µM 0.15 µM 0.15 µM 0.15 µM

Tiap larutan dipipet 0.5 mL

Tabung reaksi

Inkubasi 100 0 C, 10 menit, dinginkan

Sentrifugasi 3000 rpm 15 menit

Diukur absorbansi pada λ 532 nm

65

Analisis hidroperoksida dari asam linoleat menggunakan metode FTC yang dimodifikasi (Aqil et. al. 2006)

2 mL buffer fosfat 0.1 M pH 7.2 asam linoleat 50 mM dalam etanol

99.98 % 1 mL air bebas

Botol gelap berulir

Diambil 50 µL setiap hari

Tabung Reaksi

Diamkan 3 menit tepat

Diukur absorbansi pada λ 532 nm

+ 6 mL etanol 75 % + 50 µL amonium tiosianat 30% + 50 µL FeCl2 20 mM dalam HCL 3,5 %

66

Lampiran 4 Pengambilan sampel dan ekstraksi

Pegambilan sampel kulit batang di perkebunan rakyat Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara

Simplisia kulit batang langsat basah (KBLB) dan

kulit langsat batang kering (KBLK)

Penyaringan hasil maserasi dan penguapan

residu pelarut dengan Rotapavor

Ekstrak kasar KBLK dan KBLB

67

Lampiran 5 Hasil ekstraksi dan analisis fitokimia Hasil ekstraksi

Simplisia Pelarut Bobot

sampel (g) Bobot

ekstrak (g) % Rendemen KBLK

Etanol 70% 40,03 2,3722 5,9205 Kloroform:air 40,33 1,7210 4,2625

KBLB

Etanol 70% 40,17 1,4665 3,6603 Kloroform:air 40,24 0,8628 2,1410 n-heksan 50,12 1,7602 3,5104

% Rendemen = Berat ekstrak / berat sampel x 100 % Foto hasil analisis fitokimia

Flavonoid : KBLKEtOH (+), KBLK klor:air (-), KBLBEtOH (+),KBLB klor:air (++)

(Indikasi : warna kuning, merah dan jingga pada lapisan amil alkohol)

Saponin :

KBLKEtOH (+),KBLK klor:air (-), KBLBEtOH (++),KBLB klor:air (+++) (Indikasi : adanya busa yang stabil

selama ± 10 menit)

Tanin :

KBLKEtOH (-),KBLK klor:air (-), KBLBEtOH (-),KBLB klor:air (-)

(Indikasi : Warna biru tua atau hitam

kehijauan menunjukkan adanya tanin)

68

Alkaloid :

Dari kiri ke kanan : Pareaksi Meyer, Pareaksi Wagner dan Pareaksi

Dragendorff Dari atas ke bawah KBLKEtOH (-/+), KBLK

klor:air (+), KBLBEtOH (+) KBLB klor:air (-) (Indikasi : Pareaksi Meyer (enndapan

putih); pareaksi Wagner (endapan cokelat); pareaksi Dragendorff

(endapan merah jingga)

Berturut-turut kiri atas ke kanan :

Triterpenoid : KBLKEtOH (+),KBLK klor:air (-), KBLBEtOH (-),KBLB klor:air (-)

(Indikasi : warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid)

Berturut-turut kiri atas ke kanan :

Steroid : KBLKEtOH (+),KBLK klor:air (-), KBLBEtOH (-),KBLB klor:air (-) (Indikasi : warna hijau atau biru

menunjukkan adanya Steroid)

69

Lampiran 6 Analisis hasil uji toksisitas metode BSLT

Jenis Ekstrak Konsenterasi Jumlah Larva yang mati Persen

mortalitas Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Kontrol 0 0 0 Tween 80 0 0 0 KBLK etoh 1000 10 9 10 96.667 500 9 8 9 86.667 100 5 4 4 43.333 10 3 2 3 26.667 KBLB etoh 1000 10 10 9 96.667 500 8 7 8 76.667 100 7 3 7 56.667 10 2 3 2 23.333

Penentuan Nilai IC50 dengan Analisis Probit menggunakan Minitab 14 ————— 6/12/2007 18:01:28 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'C:\Documents and Settings\MOKOSULI TUEGEH\My Documents\BSLT\BSLT_1.MPJ' Results for: Worksheet 3 Probit Analysis: MATI, LARVA versus KONSENTERASI, EKSTRAK Distribution: Weibull Response Information Variable Value Count MATI Success 361 Failure 239 LARVA Total 600 Factor Information Factor Levels Values EKSTRAK 5 KBK etoh, KBK ka, KLB etoh, KLB ka, KLB nh Estimation Method: Maximum Likelihood Regression Table Standard Variable Coef Error Z P Constant -3.36150 0.305680 -11.00 0.000 KONSENTERASI 0.660010 0.0488364 13.51 0.000 EKSTRAK KBLK ka -0.204194 0.200459 -1.02 0.308 KBLB etoh -0.0487059 0.195681 -0.25 0.803 KBLB ka 0.0093225 0.196857 0.05 0.962 KBLB nh -0.258712 0.200974 -1.29 0.198 Natural Response 0 Test for equal slopes: Chi-Square = 15.4067 DF = 4 P-Value = 0.004

70

Log-Likelihood = -260.267 Multiple degree of freedom test Term Chi-Square DF P EKSTRAK 3.00590 4 0.557 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 27.8779 14 0.015 Deviance 32.3364 14 0.004 EKSTRAK = KBLK etoh Tolerance Distribution Parameter Estimates Standard 95.0% Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 0.660010 0.0488364 0.570910 0.763017 Scale 162.894 34.9713 106.945 248.112 Table of Percentiles Standard 95.0% Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 0.153092 0.0903340 0.0401004 0.424487 2 0.440944 0.228306 0.136586 1.08195 3 0.821380 0.391091 0.280309 1.87892 4 1.28006 0.572157 0.467604 2.78818 5 1.80918 0.768189 0.696392 3.79578 6 2.40381 0.977190 0.965374 4.89327 7 3.06064 1.19785 1.27371 6.07515 8 3.77736 1.42926 1.62086 7.33768 9 4.55232 1.67077 2.00652 8.67828 10 5.38439 1.92192 2.43054 10.0952 20 16.7852 4.92651 8.82085 28.3859 30 34.1618 8.87831 19.5058 54.8200 40 58.8708 14.0597 35.4863 91.6046 50 93.4834 21.0404 58.5157 142.891 60 142.686 30.8918 91.7037 216.307 70 215.799 45.8117 141.129 327.264 80 334.998 71.2224 221.022 513.184 90 576.378 126.653 379.225 906.291 91 616.805 136.393 405.277 974.001 92 663.089 147.686 434.960 1052.11 93 716.921 161.004 469.300 1143.71 94 780.819 177.054 509.817 1253.43 95 858.752 196.965 558.897 1388.65 96 957.506 222.688 620.592 1562.06 97 1090.11 258.023 702.629 1798.26 98 1286.67 311.914 822.725 2154.85 99 1647.43 414.858 1039.11 2826.84 Table of Survival Probabilities 95.0% Fiducial CI Stress Probability Lower Upper 1000 0.0364263 0.0101878 0.0833207 EKSTRAK = KBLB etoh Tolerance Distribution Parameter Estimates Standard 95.0% Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 0.660010 0.0488364 0.570910 0.763017 Scale 175.369 36.9535 116.035 265.043

71

Table of Percentiles Standard 95.0% Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 0.164817 0.0974290 0.0430401 0.457630 2 0.474714 0.246166 0.146681 1.16578 3 0.884287 0.421557 0.301150 2.02366 4 1.37810 0.616540 0.502540 3.00195 5 1.94774 0.827524 0.748645 4.08558 6 2.58791 1.05234 1.03809 5.26545 7 3.29504 1.28957 1.36999 6.53560 8 4.06665 1.53822 1.74379 7.89197 9 4.90097 1.79758 2.15918 9.33177 10 5.79676 2.06713 2.61601 10.8531 20 18.0707 5.28144 9.51090 30.4627 30 36.7781 9.48535 21.0630 58.7433 40 63.3796 14.9687 38.3703 98.0297 50 100.643 22.3245 63.3485 152.727 60 153.613 32.6733 99.3881 230.940 70 232.326 48.3208 153.110 349.051 80 360.655 74.9662 239.999 546.859 90 620.521 133.175 412.100 965.025 91 664.044 143.415 440.439 1037.05 92 713.873 155.293 472.728 1120.14 93 771.828 169.306 510.083 1217.59 94 840.619 186.201 554.155 1334.32 95 924.521 207.169 607.539 1478.18 96 1030.84 234.273 674.640 1662.68 97 1173.59 271.529 763.859 1914.00 98 1385.22 328.392 894.456 2293.45 99 1773.60 437.127 1129.72 3008.60 Table of Survival Probabilities 95.0% Fiducial CI Stress Probability Lower Upper 1000 0.0426387 0.0133225 0.0919216 Table of Relative Potency Factor: EKSTRAK Relative 95.0% Fiducial CI Comparison Potency Lower Upper KBK etoh VS KBK ka 1.36258 0.749852 2.50365 KBK etoh VS KLB etoh 1.07659 0.598018 1.93491 KBK etoh VS KLB ka 0.98597 0.545875 1.77946 KBK etoh VS KLB nh 1.47991 0.813779 2.72911 KBK ka VS KLB etoh 0.79011 0.432155 1.42622 KBK ka VS KLB ka 0.72361 0.394573 1.31131 KBK ka VS KLB nh 1.08611 0.590225 2.00429 KLB etoh VS KLB ka 0.91583 0.510689 1.64380 KLB etoh VS KLB nh 1.37463 0.760840 2.52266 KLB ka VS KLB nh 1.50096 0.827563 2.76276 Nilai IC50 Uji Toksisitas BSLT

Ekstrak LC50 (ppm)

KBK Etoh 93.4834

KBB EtoH 100.643

72

Lampiran 7 Analisis hasi uji antioksidasi metode DPPH inhibisi abs. blanko – abs pada konsenterasi x % Inhibisi = ------------------------------------------------------------ x 100 % abs. blanko 1.081 – 0.959 Misalnya : % inhibisi KBLK EtOH 10 ppm = ------------------- x 100% = 11,28585 1.081 1. KBLKetoh No Sampel Kons Abs % Inhibisi

1 Blanko 0 1,081 2 KBLK etoh 10 0,959 11,28585

50 0,73 32,46994 100 0,598 44,68085 200 0,567 47,54857 250 0,457 57,72433

2. KBLBetoh No Sampel Kons Abs % Inhibisi

3 KLBB etoh 10 0,957 11,47086 50 0,729 32,56244 100 0,678 37,2803 200 0,558 48,38113 250 0,478 55,78168

73

3. Kontrol BHT No Sampel Kons Abs % Inhibisi

4 BHT 10 0.998 7.678076 50 0.892 17.48381 100 0.663 38.6679 200 0.62 42.6457 250 0.612 43.38575

Pengitungan Nilai IC50 No Sampel y a b lnx x KBLK etoh 50 13,55 19,92 5,160147601 174,19 KLBB etoh 50 12,96 19,01 5,324845679 205,38 BHT 50 12,067 22,252 5,987569404 398,44

74

Nilai IC50 diperoleh dari persamaan regresi 1. KBLK EtOH : y = 13,55ln(x) - 19,22 ; R² = 0,974 2. KBLB EtOH : y = 12,96ln(x) - 19,01 ; R² = 0,882 3. BHT : y = 12,06ln(x) - 22,25 ; R² = 0,978

Nilai x adalah nilai IC50 apabila y=50. Misalnya : Hasil persamaan regresi KBLK y = 15,36ln(x) - 26,99. Maka nilai IC50 KBLK adalah nilai x dari ln (x). 50 + 19,22 lnx = ------------------- 13,55 ln x = 5,160 x = 174,19 = IC50 KBLK Nilai IC50

KODE SAMPEL IC50 KBLK etoh 174,19KBLK etoh 205,38BHT 398.44

75

Lampiran 8 Analisis hasil uji antioksidan metode TBA Tabel Analisis Hidroperoksida

Hari ke Absorbansi Aborbansi rata-rata 1 2 3

1 0.742 0.678 0.789 0.736 2 0.908 0.939 0.953 0.933 3 1.325 1.208 1.336 1.290 4 1.068 1.136 1.234 1.146 5 1.358 1.289 1.431 1.359 6 1.002 0.988 1.042 1.011

76

Absorbansi Standar TMP

Konsenterasi Absorbansi Absorbansi rata-rata 1 2

0.00 0.000 0.000 0.000 0.50 0.019 0.007 0.013 1.00 0.018 0.010 0.014 1.50 0.028 0.026 0.027 2.00 0.042 0.038 0.040 2.50 0.073 0.064 0.069 3.00 0.124 0.111 0.118

77

Tabel Konsenterasi MDA yang terbentuk dan % daya hambat oksidasi

Konsentrasi A

hari ke-0

A hari ke-7

[MDA] hari ke-0 (M)

[MDA] hari ke-7

(M)

[MDA] (M)

Rata-rata

[MDA] (M)

Daya hambat oksidasi

(%) Asam linoleat 1 0.053 1.073 1.238 27.663 26.425 24.603 0.000 Asam linoleat 2 0.045 0.983 1.031 25.332 24.301 Asam linoleat 3 0.043 0.934 0.979 24.062 23.083 Vitamin E 200 ppm 1 0.054 0.248 1.264 6.290 5.026 5.458 77.817 Vitamin E 200 ppm 2 0.056 0.241 1.316 6.109 4.793 Vitamin E 200 ppm 3 0.073 0.326 1.756 8.311 6.554 KLBK etoh 50 ppm 1 0.047 0.611 1.083 15.694 14.611 14.836 39.698 KLBK etoh 50 ppm 2 0.053 0.711 1.238 18.285 17.047 KLBK etoh 50 ppm 3 0.047 0.543 1.083 13.933 12.850 KLBK etoh 100 ppm 1 0.057 0.381 1.342 9.736 8.394 8.022 67.392 KLBK etoh 100 ppm 2 0.056 0.383 1.316 9.788 8.472 KLBK etoh 100 ppm 3 0.047 0.325 1.083 8.285 7.202 KLBK etoh 200 ppm 1 0.053 0.215 1.238 5.435 4.197 4.223 82.836 KLBK etoh 200 ppm 2 0.063 0.232 1.497 5.876 4.378 KLBK etoh 200 ppm 3 0.067 0.225 1.601 5.694 4.093 KLBK etoh 500 ppm 1 0.053 0.245 1.238 6.212 4.974 5.915 75.956 KLBK etoh 500 ppm 2 0.059 0.267 1.394 6.782 5.389 KLBK etoh 500 ppm 3 0.062 0.347 1.472 8.855 7.383 KLBK etoh 1000 ppm 1 0.058 0.348 1.368 8.881 7.513 6.641 73.008 KLBK etoh 1000 ppm 2 0.062 0.348 1.472 8.881 7.409 KLBK etoh 1000 ppm 3 0.053 0.246 1.238 6.238 5.000 KLBB etoh 50 ppm 1 0.058 0.310 1.368 7.896 6.528 6.511 73.535 KLBB etoh 50 ppm 2 0.063 0.311 1.497 7.922 6.425 KLBB etoh 50 ppm 3 0.058 0.312 1.368 7.948 6.580

78

KLBB etoh 100 ppm 1 0.083 0.280 2.016 7.119 5.104 5.095 79.291 KLBB etoh 100 ppm 2 0.083 0.280 2.016 7.119 5.104 KLBB etoh 100 ppm 3 0.087 0.283 2.119 7.197 5.078 KLBB etoh 200 ppm 1 0.067 0.210 1.601 5.306 3.705 3.636 85.223 KLBB etoh 200 ppm 2 0.065 0.198 1.549 4.995 3.446 KLBB etoh 200 ppm 3 0.063 0.208 1.497 5.254 3.756 KLBB etoh 500 ppm 1 0.067 0.278 1.601 7.067 5.466 5.311 78.413 KLBB etoh 500 ppm 2 0.072 0.276 1.731 7.016 5.285 KLBB etoh 500 ppm 3 0.063 0.263 1.497 6.679 5.181 KLBB etoh 1000 ppm 1 0.057 0.267 1.342 6.782 5.440 5.147 79.080 KLBB etoh 1000 ppm 2 0.053 0.256 1.238 6.497 5.259 KLBB etoh 1000 ppm 3 0.063 0.246 1.497 6.238 4.741

Rata-rata MDA linoleat yang terbentuk Daya hambat oksidasi = ------------------------------------------------------------------ x 100 % Rata-rata MDA tiap perlakuan yang terbentuk

79

Gambar 16 Pembentukan warna pada uji TBA KLBK dari kanan ke kiri : Asam linoleat, KLBK50 ppm, KLBK 100 ppm, KLBK 200 ppm, KLBK 500 ppm, KLBK 1000 ppm dan α-tokoferol.

Gambar 17 Pembentukan warna pada uji TBA KLBB dari kiri kekanan : Asam linoleat, KLBB50 ppm, KLBB 100 ppm, KLBB 200 ppm, KLBB 500 ppm, KLBB 1000 ppm dan α-tokoferol.

80

Lampiran 9 Hasil uji sitotoksisitas pada sel murine leukimia P388

Hasil Bioassay Sitotoksik terhadap Sel Murine Leukemia P388 [ ex HSRRB Lot Number : 113098 seed (JCRB0017) ]

Hasil Optical Dencity (OD) perlakuan ekstrak pada berbagai konsenterasi

Konsenterasi (ppm) OD (optical dencity) KLBK EtOH KLBB EtOH

100 - 0,008 0.001 30 0,098 0.011 10 0,112 0.185 3 0,110 0,190 1 0,161 0,259

0,3 0,190 0,190 0,1 0,224 0,187

Positive Control = 0,219

Nilai IC50 Ekstrak

Sampel Nilai IC50 KLBB EtOH 15,8 ug/mLKLBK EtOH 12,0 ug/mL

Catatan : Menurut National Cancer Institute *Aktif untuk senyawa murni =< 4,00 ug/mL *Aktif untuk ekstrak =< 20,0 ug/mL

81

Lampiran 10 Formulasi Medium RPMI