49
AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK PADA TIKUS GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN GESTI RIZKA ANINDA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

  • Upload
    letuyen

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe

SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK PADA TIKUS GALUR

Sprague Dawley YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

GESTI RIZKA ANINDA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 3: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aktivitas

Ekstrak Cacing Laut Siphonosoma australe sebagai Antihiperglikemik pada Tikus

Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotocin adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Gesti Rizka Aninda

NIM C34110080

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak

luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

Page 4: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 5: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

ABSTRAK

GESTI RIZKA ANINDA. Aktivitas Ekstrak Cacing Laut Siphonosoma australe

sebagai Antihiperglikemik pada Tikus Galur Sprague Dawley yang Diinduksi

Streptozotocin. SRI PURWANINGSIH dan EKOWATI HANDHARYANI.

Siphonosoma australe merupakan salah satu spesies cacing laut yang

termasuk ke dalam filum Sipuncula dan belum dimanfaatkan secara optimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas ekstrak cacing laut

Siphonosoma australe sebagai antihiperglikemik pada tikus galur Sprague Dawley

yang diinduksi streptozotocin serta mengetahui pengaruhnya terhadap kadar

SGOT, SGPT, dan MDA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol

cacing S. australe memiliki aktivitas antihiperglikemik terbaik pada dosis

45 mg/kgBB yang dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus sebesar

104±38,59 mg/dL dan meningkatkan bobot tubuh sebesar 18,2±19,49 g.

Perlakuan ekstrak cacing S. australe memberikan efek pemulihan terbaik pada

dosis 45 mg/kgBB dengan kadar SGOT 152,67±17,21 U/L, kadar SGPT sebesar

16,33 ± 28,01 U/L, dan kadar MDA 0,54±0,1 nmol/mL. Kandungan senyawa

bioaktif ekstrak etanol cacing S. australe yang diduga dapat memberikan efek

antihiperglikemik yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, dan steroid.

Kata kunci: antihiperglikemik, Siphonosoma australe, streptozotocin.

ABSTRACT

GESTI RIZKA ANINDA. The Activity of Marine Worms Siphonosoma australe

Extract as Antihyperglycemic in Sprague Dawley Rat Strain were Induced by

Streptozotocin SRI PURWANINGSIH and EKOWATI HANDHARYANI.

Siphonosoma australe is one species of marine worms belonging to the

phylum Sipuncula and is not used optimally yet. The purpose of this study was to

determine the activity of marine worms (Siphonosoma australe) ethanol extract as

antihyperglycemic in Sprague Dawley rat strain were induced by streptozotocin

and determine its influence on the levels of SGOT, SGPT, and MDA. The results

showed that the ethanol extract of S. australe worm had the best

antihyperglycemic activity at a dose of 45 mg/kg body weight could decrease

blood glucose levels of rat by 104 ± 38.59 mg /dL and increased the body weight

of 18.2 ± 19.49 g. S. australe worm extract treatment gave the best recovery effect

at a dose of 45 mg/kg body weight with SGOT levels of 152.67±17.2 U/L, SGPT

levels of 16.33 ± 28.01 U/L, and MDA levels of 0.54 ± 0.1 nmol/mL. The

bioactive compounds of S. australe ethanol extract that could provide

antihyperglycemic effect were flavonoids, alkaloids, saponins and steroids.

Keywords: antihyperglycemic, Siphonosoma australe, streptozotocin

Page 6: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 7: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menyantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 8: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 9: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe

SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK PADA TIKUS GALUR

Sprague Dawley YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

GESTI RIZKA ANINDA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 10: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 11: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 12: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 13: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Ekstrak

Cacing Laut Siphonosoma australe sebagai Antihiperglikemik pada Tikus Galur

Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotocin”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi dan Prof Dr Ekowati Handharyani, PhD

APVet selaku dosen pembimbing atas segala saran, arahan, motivasi dan

ilmu yang diberikan kepada penulis,

2 Dr Desniar, SPi MSi selaku dosen penguji, terima kasih atas segala saran,

bimbingan, arahan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis,

3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Komisi Pendidikan dan Ketua

Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala saran dan bimbingan

yang diberikan,

4 Orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa serta dukungannya

baik secara moril maupun materil,

5 Laboran dan teknisi yang telah membantu penulis selama penelitian,

6 Teman–teman Teknologi Hasil Perairan atas segala doa, bantuan,

semangat dan dukungan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih ada kekurangan. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

Gesti Rizka Aninda

Page 14: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
Page 15: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

Latar Belakang ............................................................................................ 1

Perumusan Masalah .................................................................................... 2

Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2

Manfaat Penelitian ...................................................................................... 2

Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 2

METODE PENELITIAN ................................................................................... 3

Bahan .......................................................................................................... 3

Alat .............................................................................................................. 3

Prosedur Penelitian ..................................................................................... 4

Prosedur Analisis ........................................................................................ 6

Analisis Data ............................................................................................... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 9

Karakteristik Cacing Siphonosoma australe ............................................... 9

Komposisi Kimia Cacing Siphonosoma australe ....................................... 10

Rendemen Ekstrak Cacing Siphonosoma australe ..................................... 12

Komponen Aktif Ekstrak Cacing Siphonosoma australe ........................... 12

Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Cacing Siphonosoma australe ......... 14

SGOT dan SGPT Serum Darah Tikus ......................................................... 19

MDA Hati Tikus .......................................................................................... 20

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 22

Kesimpulan ................................................................................................. 22

Saran ........................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 22

LAMPIRAN ....................................................................................................... 29

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 33

Page 16: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengukuran morfometrik cacing S. australe ....................................... 10

2 Hasil analisis proksimat cacing S. australe .................................................. 11

3 Hasil analisis komponen bioaktif ekstrak cacing S. australe ........................ 13

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian ................................................................... 4

2 Pengukuran morfometrik cacing S. australe .................................................. 9

3 Grafik kadar glukosa darah hari ke 1, 7, dan 14 hari pada kelompok

perlakuan kontrol normal, diabet, metformin, E22,5, E45, E90 15 ............... 15

4 Grafik perubahan kadar glukosa darah setelah 14 hari perlakuan pada

kelompok N= normal, D= diabet, M= metformin, E22,5= ekstrak 22,5

mg/kgBB, E45= ekstrak 45 mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB ............... 16

5 Grafik bobot tubuh tikus hari ke 1, 7, dan 14 hari pada kelompok

perlakuan kontrol normal, diabet, metformin, E22,5, E45, E90 .................... 17

6 Grafik perubahan bobot tubuh setelah 14 hari perlakuan pada kelompok

N= normal, D= diabet, M= metformin, E22,5= ekstrak 22,5 mg/kgBB,

E45= ekstrak 45 mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB ................................. 17

7 Grafik rata-rata jumlah kebutuhan minum selama 14 hari pada kelompok

perlakuan kontrol normal, kontrol diabet, metformin, 22,5, E45, E90 ........... 18

8 Grafik rata-rata kadar SGOT dan SGPT pada tikus kontrol normal, kontrol

diabet, metformin, E22,5= ekstrak 22,5 mg/kgBB, E45= ekstrak 45

mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB ............................................................ 19

9 Grafik rata-rata kadar MDA pada tikus kontrol normal, kontrol diabet,

metformin, E22,5= ekstrak 22,5 mg/kgBB, E45= ekstrak 45 mg/kgBB,

E90= ekstrak 90 mg/kgBB ............................................................................. 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data pengukuran morfometrik cacing S. australe ........................................ 31

2 Perhitungan analisis proksimat cacing S. australe ....................................... 32

3 Perhitungan rendemen ekstrak cacing S. australe ........................................ 32

4 Hasil analisis komponen aktif ekstrak cacing S. australe ............................ 32

Page 17: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Siphonosoma australe merupakan salah satu cacing laut yang termasuk

dalam filum Sipuncula. Sipuncula sering dikonsumsi oleh masyarakat pesisir dan

digunakan para nelayan sebagai umpan untuk memancing. Masyarakat di daerah

Bangka menjual Sipuncula sebagai produk pangan dan mayoritas pembelinya

merupakan masyarakat Tionghoa. Cacing Sipuncula bernilai ekonomis tinggi

namun belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Cacing Sipuncula hingga

kini belum terdaftar sebagai komoditas hasil laut dalam statistik hasil perairan

Indonesia (Fakhrurrozi 2011).

Masyarakat banyak yang belum mengetahui perihal pemanfaatan cacing

Sipuncula, padahal cacing Sipuncula berpotensi dijadikan sebagai bahan baku

obat-obatan (Fakhrurrozi 2011). Zhang dan Zi (2011) menyebutkan Sipuncula

telah lama digunakan sebagai obat tradisional Cina untuk pengobatan penyakit

tuberkulosis, pengatur fungsi lambung dan limpa, serta pemulihan kesehatan yang

disebabkan oleh patogen. Menurut Zhang et al. (2011), ekstrak Sipunculus nudus

dengan dosis 50 mg/kgBB memiliki aktivitas antiinflamasi yang baik.

Purwaningsih (2014) menyatakan ekstrak Siphonosoma australe memiliki potensi

sebagai antidiabates yang diperoleh melalui uji in vitro yang dapat menghambat

aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 16-24 ppm. Penghambatan enzim

α-glukosidase diperlukan bagi penderita diabetes melitus karena dapat

menghambat penyerapan glukosa di usus sehingga dapat mengontrol kadar

glukosa dalam darah.

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu dari enam penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di dunia (WHO 2006). International Diabetes

Federation (IDF) mengemukakan bahwa pada tahun 2013 sebanyak 382 juta

menderita DM usia 20-79 tahun dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592

juta jiwa pada tahun 2035. Prevalensi penyakit DM di Indonesia pada tahun 2013

adalah 8,5 juta jiwa dan pada tahun 2035 diperkirakan akan meningkat menjadi

21,3 juta jiwa (IDF 2013).

Akbarzadeh et al. (2007) menyatakan penyakit DM biasanya disebut silent

killer karena hampir sepertiga penderita DM tidak mengetahui mereka menderita

DM. Menurut Fitriah et al. (2013), penyakit DM ditimbulkan oleh

ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin yang diproduksi dengan

efektif atau insulin yang diproduksi oleh pankreas tidak cukup untuk mengikat

glukosa darah. Penyakit DM ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah dari

normal atau hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya.

Ndraha (2014) menyatakan bahwa pengobatan DM dapat dilakukan dengan

terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi yaitu dengan

memperhatikan asupan nutrisi dan latihan fisik untuk menjaga kebugaran,

menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan sensitivitas insulin. Terapi

farmakologi dapat dilakukan dengan pengonsumsian obat antidiabetes oral (OAD)

dan penambahan insulin. Pengobatan DM dengan terapi farmakologi dapat

memberikan efek negatif, seperti hipoglikemia berat, mual, rasa tidak enak di

Page 18: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

2

perut, dan terjadinya komplikasi jangka panjang yang dapat membahayakan otak.

Terapi farmakologi juga membutuhkan biaya yang mahal, sehingga banyak

penderita yang berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan

pengobatan berbahan alami (Dalimunthe 2004).

Cacing S. australe diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif sumber

pengobatan diabetes berbahan alami. Pengujian aktivitas ekstrak S. australe

sebagai antihiperglikemik secara in vivo perlu dilakukan untuk mendukung hasil

penelitian secara in vitro Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi ilmiah mengenai khasiat antihiperglikemik S. australe secara in vivo,

serta dapat dijadikan dasar pengembangan cacing laut menjadi produk obat yang

dapat digunakan secara luas oleh masyarakat.

Perumusan Masalah

Cacing S. australe dimanfaatkan oleh masyarakat Tionghoa sebagai obat

tradisional berbahan alami, namun informasi ilmiah dari cacing S. australe belum

banyak dikaji. Penelitian ilmiah tentang cacing S. australe perlu dilakukan agar

dapat diketahui lebih lanjut untuk pemanfaatannya. Ekstrak cacing S. australe

belum dilakukan uji aktivitas antihiperglikemik sehingga perlu dilakukan

penelitian tentang hal tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas ekstrak cacing laut

S. australe sebagai antihiperglikemik pada tikus galur Sprague Dawley yang

diinduksi streptozotocin.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan nilai tambah terhadap cacing laut

S. australe sebagai bahan baku hasil perairan. Hasil penelitian diharapkan menjadi

sumber informasi baru dan sebagai bahan nutraseutika maupun farmaseutika.

Ruang Lingkup Penelitian

Tahap penelitian dimulai dari preparasi bahan baku yang dilanjutkan dengan

proses ekstraksi. Ekstrak yang didapat digunakan untuk analisis aktivitas

antihiperglikemik secara in vivo menggunakan hewan uji. Hewan uji yaitu tikus

putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley dengan jenis kelamin jantan.

Ekstrak diberikan selama 14 hari. Parameter kadar glukosa darah dan bobot tubuh

diamati pada hari ke 1, 7 dan 14. Jumlah kebutuhan minum tikus diukur setiap

hari selama 14 hari. Semua tikus dikorbankan dengan cara eutanasi

intraperitoneal setelah 14 hari perlakuan untuk mendapatkan organ hati serta

dilakukan pengambilan sampel darah dari jantung untuk mendapatkan serum

Page 19: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

3

darah. Serum darah digunakan untuk mengukur kadar serum glutamic oxaloacetic

transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT). Organ

hati digunakan untuk pengujian malondialdehida (MDA).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2015.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen

Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis

fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik, Depatemen Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian aktivitas

antihiperglikemik ekstrak cacing S. australe secara in vivo dilakukan di Rumah

Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Patologi, Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Analisis biokimia darah dilakukan

di laboratorium klinis Mandapa, Bogor. Analisis MDA organ hati dilakukan di

Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah cacing S. australe, etanol 95%,

selenium, H2SO4 pekat, aquades, NaOH 40%, H3BO3 2%, indikator brom

cherosol green-methyl red, HCl 0,1 N, n-heksana, pereaksi Dragendorff, pereaksi

Meyer, pereaksi Wagner, kloroform, anhidra asam asetat, asam sulfat pekat,

serbuk magnesium, amil alkohol, larutan HCl 2 N, larutan FeCl3 5%,

streptozotocin (STZ), metformin, Phosphate Buffer Saline (PBS), buffer sitrat,

TRIS buffer, L-aspartate, L-alanine, LDH, MDH, NADH, α-Ketoglutaric,

tiobarbiturat acid (TBA) 0,67%, trikloroasetat (TCA) 20%.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jangka sorong,

timbangan digital Sartorius TE212-L (New York, Amerika), blender, pisau,

orbital shaker, rotary vacuum evaporator Eyela SB-2100 (Tokyo, Jepang), labu

Erlenmeyer, tabung reaksi, beaker glass, gelas ukur, aluminium foil, kertas saring

Whatman No. 42, pipet tetes, pipet volumetrik, sudip, corong, lemari pendingin,

mortar, cawan porselen, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan,

kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu

Kjeldahl, destilator, kandang tikus, sekam, botol 150 ml, glukometer GlucoDr tipe

AGM-2100 (Dong Il, Korea), spoit lambung, tabung ependorff, setrifuge

MiniSpin Eppendorf AG 22331 (Hamburg, Jerman), spektrofotometer Cobas Mira

Plus CC by Roche (Grenzach, Jerman).

Page 20: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

4

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu ekstraksi cacing

laut S. australe dan tahap kedua yaitu pengujian aktivitas antihiperglikemik

ekstrak cacing S. australe pada tikus galur Sprague Dawley. Diagram alir

prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

Filtrasi

Cacing Laut

S. australe

Preparasi bahan baku

Lumatan halus

cacing S. australe

Maserasi

Perhitungan rendemen

Analisis fitokimia

Uji aktivitas

antihiperglikemik secara

in vivo

-

-

Analisis SGOT SGPT

serum darah

Analisis MDA hati

Ekstrak cacing

S. australe

Perlakuan selama 14 hari

pada tikus

Serum darah dan

organ hati

Pemanenan

Evaporasi

Residu Filtrat

Analisis proksimat

Page 21: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

5

Karakterisasi dan Preparasi Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah cacing S. australe. Cacing S. australe

dilakukan pengukuran morfometrik sebanyak 30 ekor yang meliputi pengukuran

panjang, diameter, dan bobot tubuh. Pengukuran panjang dan diameter

menggunakan jangka sorong, pengukuran bobot menggunakan timbangan digital.

Sampel yang telah diukur morfometriknya selanjutnya dicuci menggunakan air

mengalir. Sampel cacing yang sudah bersih dihaluskan menggunakan blander.

Cacing S. australe yang sudah dihaluskan tersebut digunakan untuk proses

ekstraksi.

Ekstraksi (Purwaningsih et al. 2008)

Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi 24 jam. Lumatan halus

cacing direndam menggunakan pelarut etanol dengan perbandingan 1:4 (b:v),

dimaserasi selama 24 jam menggunakan orbital shaker 24 jam pada suhu ruang

kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42. Filtrat yang

dihasilkan dipisahkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum evaporator pada

suhu 40 o

C selama 6 jam. Ekstrak yang dihasilkan kemudian ditimbang bobotnya.

Persentase rendemen ekstrak cacing S. australe dapat dihitung dengan rumus:

Rendemen (%) = Berat ekstrak (g)

Berat sampel (g) x 100%

Pengujian Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Cacing S. australe

Pengujian aktivitas antihiperglikemik dilakukan secara in vivo

menggunakan hewan uji, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague

Dawley dengan jenis kelamin jantan. Tikus yang digunakan memiliki bobot tubuh

150-250 g dengan umur 8 minggu. Hewan coba diperoleh dari Badan Pengawas

Obat dan Makanan, Jakarta.

Hewan coba sebelum digunakan diaklimatisasi selama kurang lebih tujuh

hari untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hewan coba diberi makan

dengan pakan standard dan minum secara ad libitum. Tikus ditimbang dan

dikelompokkan menjadi 6 kelompok (n=3) di dalam kandang secara terpisah pada

hari terakhir adaptasi. Kelompok perlakuan adalah sebagai berikut:

K = kontrol normal, diberi larutan aquades.

D = diabetes; diberi streptozotocin (STZ) secara intraperitoneal dengan

dosis 50 mg/kgBB pada hari ke-0 dan hari selanjutnya diberi

aquades.

M = perlakuan sama dengan kelompok D. Dosis metformin yang

diberikan 45 mg/kgBB/hari.

E22,5 = perlakuan sama dengan kelompok D. Dosis ekstrak yang diberikan

22,5 mg/kgBB/hari.

E45 = perlakuan sama dengan kelompok D. Dosis ekstrak yang diberikan

45 mg/kgBB/hari.

E90 = perlakuan sama dengan kelompok D. Dosis ekstrak yang diberikan

90 mg/kgBB/hari.

Kadar glukosa darah tikus diperiksa tiga hari setelah penginduksian STZ.

Tikus dinyatakan diabetes jika memiliki kadar glukosa darah sesaat ≥ 200 mg/dL

(ADA 2013). Tikus yang telah diabetes selanjutnya diberikan perlakuan sesuai

Page 22: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

6

dengan kelompok yang telah ditentukan. Pemberian obat metformin dan ekstrak

cacing dilakukan secara peroral. Perlakuan diberikan selama 14 hari. Pengukuran

bobot dan glukosa darah diamati pada hari ke-1, hari ke-7 dan hari ke-14

perlakuan. Pengukuran bobot tubuh menggunakan timbangan digital. Pengukuran

kadar glukosa darah menggunakan glucometer.

Semua tikus dikorbankan dengan cara eutanasi intraperitoneal setelah 14

hari perlakuan, untuk mendapatkan organ hati serta dilakukan pengambilan

sampel darah dari jantung untuk mendapatkan serum darah. Serum darah

digunakan untuk mengukur SGOT dan SGPT. Organ hati digunakan untuk

pengujian MDA.

Prosedur Analisis

Analisis Proksimat (AOAC 2005)

a) Analisis kadar air

Analisis kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan porselen dalam

oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam

desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian

ditimbang.. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian

dikeringkan dengan oven pada suhu 105 °C selama 8 jam atau hingga beratnya

konstan. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator

dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air:

Kadar air (%)= Berat sampel awal (g) – Berat sampel kering (g)

Berat contoh awal (g) x 100%

b) Analisis Kadar Abu

Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu

sekitar 105 oC selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam

desikator (15 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 g ditimbang

kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas

kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan

dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator

dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar abu:

Kadar abu (%)= Bobot setelah tanur (g) – Cawan kosong (g)

Berat sampel awal x 100%

c) Analisis Kadar Protein

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap

yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan

metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g kemudian

dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 g selenium

dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih

1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu

Page 23: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

7

Kjeldahl ditambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan

proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam

labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan

2 tetes indikator bromocresol green-methyl red yang berwarna merah muda.

Setelah volume destilat mencapai 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka

proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.

Perhitungan kadar protein:

N (%)= (mL HCl – mL blanko) x N HCl x 14,007

mg contoh x 100%

Protein (%) = N (%) x fk

Keterangan: fk = faktor koreksi = 6,25

d) Analisis Kadar Lemak

Sampel seberat 2 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua

ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke

dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2). Kemudian

disambungkan dengan tabung Soxhlet lalu dilakukan refluks selama 6 jam dengan

pelarut lemak berupa n-heksana 150 mL. Pelarut lemak yang ada dalam labu

lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut

akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali

ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu

105 oC selama 1 jam setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya

konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak:

Kadar lemak (%)= W3 – W2

W1 x 100%

Keterangan: W1 = bobot sampel (g)

W2 = bobot labu kosong (g)

W3 = bobot labu dan lemak (g)

e) Analisis Karbohidrat by Difference

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu:

Karbohidrat (%)= 100% - (kadar air + abu + protein + lemak)

Analisis Fitokimia (Harborne 1987)

Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen aktif pada suatu

bahan. Analisis yang dilakukan terhadap ekstrak etanol daun bakau hitam ini

meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol

hidrokuinon, steroid dan triterpenoid.

a) Alkaloid

Sebanyak 0,05 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dilakukan

penambahan H2SO4 2 N 2 tetes dan dikocok hingga benar–benar tercampur.

Kemudian dituangkan dalam plat tetes dan ditetesi pereaksi Meyer dengan melihat

endapan putih, pereaksi Wagner dengan melihat endapan coklat dan pereaksi

Page 24: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

8

Dragendorff dengan endapan jingga, jika terdapat endapan tersebut maka sampel

dikatakan positif.

b) Flavonoid

Sebanyak 0,05 g sampel ditambahkan serbuk Mg sebanyak 0,05 mg, setelah

itu ditambahkan 0,2 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol 70%. Hasil uji positif bila

larutan berwarna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

c) Saponin

Uji saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 0,05

g sampel diletakkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas kemudian

tabung reaksi dikocok. Setelah tabung dikocok, dibiarkan selama 30 menit dan

ditambahkan HCl 2 N sebanyak 1 tetes. Hasil uji positif saponin ditunjukkan

dengan adanya busa yang stabil.

d) Tanin

Sebanyak 0,05 g sampel ditambah air panas, kemudian sampel tersebut

ditetesi dengan FeCl3 1% sebanyak 2 tetes. Hasil uji positif jika larutan berwarna

biru tua atau hijau kehitaman.

e) Fenol hidrokuinon

Sebanyak 0,05 g sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi. Kemudian

dicampurkan dengan 0,25 mL etanol 70%. Selanjutnya ditambahkan FeCl3 5%

sebanyak 2 tetes. Hasil uji positif jika terbentuknya warna hijau atau hijau biru.

f) Steroid/ Triterpenoid

Sebanyak 0,05 g sampel ditambah dengan 2 mL kloroform kemudian

ditetesi dengan anhidrida asam asetat sebanyak 5 tetes. Setelah itu ditetesi dengan

H2SO4 2 N sebanyak 3 tetes. Hasil uji steroid positif bila warna larutan berubah

menjadi biru, sedangkan hasil uji triterpenoid positif bila terbentuk warna merah

kecoklatan pada lapisan permukaan sampel.

Analisis Biokimia Darah (IFCC 2002)

Pembuatan serum darah diawali dengan pengambilan sampel darah hewan

percobaan. Sampel darah diambil dari jantung. Sampel darah didiamkan selama 3

jam. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000

rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serum darah. Serum tersebut kemudian

dipisahkan ke dalam tabung ependorff. Serum darah digunakan untuk pengujian

kadar SGOT dan SGPT dengan menggunakan alat spektrofotometer.

Pengujian biokimia darah diawali dengan pencampuran dua reagen. Reagen

satu untuk uji SGOT dilakukan dengan pencampuran 100 mmol/L TRIS buffer,

330 mmol/L L-aspartate, 2000 U/L LDH, dan 1000 U/L MDH. Reagen satu

untuk uji SGPT meliputi 120 mmol/L TRIS buffer, 550 mmol/L L-alanine, dan

1700 U/L LDH. Reagen dua untuk uji SGOT dan SGPT meliputi 1,1 mM NADH,

78 mM α-Ketoglutaric. Pencampuran reagen tersebut sebanyak 200 µL reagen

satu dan 50 µL reagen dua. Serum darah dan yang digunakan pada uji SGOT dan

SGPT dipipet masing-masing sebanyak 25 µL dengan reagen masing-masing

sebanyak 250 µL. Serum darah dan reagen diukur menggunakan spektrofotometer

pada suhu 25 ºC, pada panjang gelombang 340 nm.

Analisis kadar MDA hati (Wills 1987)

Organ hati ditimbang 100 mg kemudian digerus dengan mortar sampai

homogen dan ditambahkan buffer fosfat 0,1 pH 7,4 sebanyak 1 ml. Homogenat

Page 25: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

9

sebanyak 400 µL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, selanjutnya sampel

ditambahkan 200 µl TCA 20%. Kemudian divorteks dan sentrifus dengan

kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan

tambahkan 400 µL TBA 0,67%. Selanjutnya diinkubasi dalam pemanas air pada

suhu 96 °C selama 10 menit kemudian angkat dan dinginkan pada suhu ruang.

Kemudian baca serapan pada panjang gelombang 530 nm.

Analisis Data

Analisis data diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan dari percobaan

yang dilakukan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah secara

deskriptif. Analisis deskriptif menggunakan rata-rata dari tiga ulangan yang

ditunjukkan dalam hasil berupa grafik atau tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Cacing Siphonosoma australe

Sampel cacing S. australe yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari

Desa Toronipa, Kecamatan Toronipa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Cacing S. australe termasuk filum Sipuncula. Sipuncula dalam bahasa Latin

berarti tabung kecil atau menyedot. Sipuncula sering dikaitkan dengan Annelida,

namun Sipuncula tidak memiliki segmen tubuh (Cutler 1994). Pengukuran

morfometrik cacing S. australe disajikan pada Gambar 2.

diameter= 2,63 cm

panjang= 13,67 cm

Gambar 2 Pengukuran morfometrik cacing S. australe

Sebanyak 30 sampel cacing S. australe digunakan untuk pengukuran

morfometrik. Pengukuran morfometrik S. australe meliputi panjang, diameter,

dan bobot. Hasil pengukuran morfometrik S. australe disajikan dalam Tabel 1 dan

Lampiran 1.

Page 26: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

10

Tabel 1 Pengukuran morfometrik cacing S. australe

No. Parameter Nilai

S. australe Xenosiphon sp.*

1 Panjang (cm) 14,67 ± 1,83 21,13 ± 2,46

2 Diameter (cm) 2,51 ± 0,36 1,27 ± 0,21

3 Bobot (g) 42,22 ± 8,53 27,58 ± 5,89

Keterangan: *Fakhrurrozi (2011)

Sipuncula dewasa memiliki panjang rata-rata 10-30 cm saat masih segar

dan dapat menjadi lebih panjang saat dikeringkan. Kekuak atau Xenosiphon sp.

berbentuk silindris dan memiliki panjang maksimal dapat mencapai 80 cm setelah

dikeringkan (Fakhrurrozi 2011). Chen dan Ru (2011) menyatakan bahwa

Sipunculus nudus yang diperoleh dari pesisir Teluk Beibu, China memiliki

panjang 10 ± 2 cm.

Tubuh cacing Sipuncula terbagi menjadi badan utama (trunk) dan belalai

(introvert). Belalai Sipuncula dapat ditarik ke belakang menggunakan dua pasang

retractor muscle dalam keadaan terancam yang dapat melindungi seluruh bagian

tubuh sehingga menyerupai kacang, oleh karena itu Sipuncula sering disebut

cacing kacang. Panjang badan utama dan belalai berbeda-beda pada tiap jenis.

Warna tubuh putih, kelabu atau kecoklatan (Cutler dan Gibbs 1985).

Mulut Sipuncula terletak di ujung anterior belalai yang dikelilingi oleh

tentakel bersilia. Tentakel digunakan untuk mengumpulkan detritus organik yang

terdapat di air atau substrat. Sipuncula tidak mempunyai sistem pembuluh darah

maupun organ pernafasan. Cairan rongga tubuh (coelomic fluid) berfungsi

mengedarkan nutrisi keseluruh tubuh. Sistem ekskresi melalui metanephridia

berbentuk kantung besar. Sistem saraf terdiri dari cincin saraf (ganglion cerebral)

sekitar kerongkongan, yang berfungsi sebagai otak, dan tali saraf ventral tunggal

(Cutler 1994).

Reproduksi seksual Sipuncula dengan cara pembuahan diluar. Telur dan

sperma dikeluarkan melalui metanephridia. Perkembangan langsung atau melalui

stadia trochophore yang berenang bebas sampai satu bulan, kemudian mengalami

metamorfosa menjadi cacing muda dan turun ke dasar laut. Beberapa jenis

Sipuncula melakukan reproduksi aseksual dengan membuat sekatan dan

membelah dua pada bagian posterior badan (Cutler 1994).

Karakteristik khusus yang membedakan S. australe dengan Sipuncula lain

yaitu S. australe memiliki panjang tubuh berkisar antara 200 mm dan belalai

dapat mencapai seperempat panjang total tubuh. Otot dinding tubuh dapat terlihat

dari bagian luar kulit. Daerah distribusi S. australe di perairan tropis hingga sub

tropis seperti Madagascar, India, Indonesia, Vietnam, Australia, New Zealand.

Cacing ini dapat ditemukan di perairan berair tenang, daerah berlumpur dan

berpasir, dalam lubang tidak permanen, dalam cangkang siput, atau dalam celah

karang (Cutler 1994).

Komposisi Kimia Siphonosoma australe

Komposisi kimia cacing S. australe dapat diketahui melalui analisis

proksimat. Hasil analisis proksimat S. australe menunjukkan bahwa komposisi

Page 27: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

11

kimia tertinggi terdapat pada kadar air. Hasil analisis proksimat S. australe

disajikan dalam Tabel 2 dan Lampiran 2.

Tabel 2 Hasil analisis proksimat cacing S. australe

Parameter (bb) S. australe

(%)

Xenosiphon sp.a

(%)

Teripang pasirb

(%)

Kadar air 71,65 ± 0,62 76,47 87,03

Kadar abu 15,58 ± 1,53 2,20 1,86

Kadar lemak 0,34 ± 0,02 0,18 0,54

Kadar protein 6,53 ± 0,34 10,61 9,94

Kadar karbohidrat 5,91 ± 1,78 10,02 0,64

Sumber: a Fakhrurrozi (2011),

b Karnila et al. (2011)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air cacing S. australe memiliki

persentase terbesar dibandingkan kadar abu, lemak, protein, dan karbohidrat.

Karnila et al. (2011) menjelaskan kondisi perairan laut memiliki kelarutan garam

anorganik tinggi yang dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa hipotonik air

pada biota laut, yaitu keluarnya air dari dalam tubuh ikan menuju larutan garam.

Organisme laut beradaptasi dengan melakukan osmoregulasi dengan meminum air

laut sebanyak-banyaknya dan sedikit mengeluarkan urin untuk menjaga agar

kondisi tubuh tetap isotonik.

Hasil pengujian kadar abu cacing S. australe diperoleh hasil 15,58 ± 1,53%.

Hasil penelitian Karnila (2011) pada teripang pasir yang diperoleh dari Perairan

Lampung memiliki kadar abu sebesar 1,86%. Nilai ini berbeda dengan hasil

penelitian Lewerissa (2014) pada sampel yang sama namun dari Perairan Saparua,

Maluku Tengah memiliki kadar abu sebesar 27,6%.

Arifin (2008) menjelaskan tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan

oleh perbedaan jenis organisme dan lingkungan hidup dari organisme tersebut.

Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam

meregulasi dan mengabsorb mineral, sehingga akan memberikan pengaruh pada

kadar abu dalam masing-masing bahan. Hermawan et al. (2015) menyatakan

substrat sangat mempengaruhi kadar abu cacing laut. Substrat pasir pada dasar

perairan mengandung berbagai mineral. Substrat pada perairan yang berbeda

terdapat kandungan mineral yang berbeda. Cacing laut bersifat deposit feeder

sehingga mengandung banyak mineral ditubuhnya karena memakan semua

endapan yang terdapat di substrat. Menurut Lewerissa (2014), substrat pasir

Perairan Timur Indonesia kaya akan kandungan zat besi, magnesium, kalsium,

natrium, phospor serta mineral lainnya.

Hasil pengujian kadar lemak cacing S. australe yaitu sebesar 0,34±0,02%.

Menurut Syaputra et al. (2007), peranan lemak dalam bahan pangan adalah

sebagai sumber energi yang dapat menyediakan energi sekitar 2,25 kali lebih

banyak dibandingkan karbohidrat atau protein. Lemak yang terdapat pada ikan

dan hewan laut lain tidak membahayakan tubuh meskipun mengandung kadar

lemak sekitar 0,1-2,2%. Lemak yang terkandung dalam hewan laut merupakan

asam lemak tidak jenuh yang sangat dibutuhkan manusia

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena selain

sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat

pengatur di dalam tubuh (Muchtadi 2009). Munairi dan Abida (2012) menyatakan

Page 28: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

12

kandungan protein pada cacing Nereis sp. berasal dari plankton yang

dikonsumsinya. Plankton diketahui sebagai sumber protein sekaligus simbion

dalam sistem pencernaan pada Nereis sp.

Hasil analisis proksimat pada cacing S. australe memiliki kadar karbohidrat

sebesar 5,91 ± 1,78%. Kadar karbohidrat hasil penelitian Syaputra et al. (2007)

pada sampel cacing kapal (tembilok) sekitar 16%. Kadar karbohidrat tembilok

mirip seperti kerang-kerangan yang cenderung menyimpan hasil pencernaan

dalam bentuk glikogen (gula otot).

Rendemen Ekstrak Cacing Siphonosoma australe

Ekstraksi menurut Mukhriani (2014) yaitu proses pemisahan bahan dari

campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi

dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam

pelarut dengan konsentrasi dalam sel sampel. Pelarut dipisahkan dari sampel

dengan penyaringan. Ekstrak perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki

polaritas dan ukuran molekul yang sama.

Rendemen ekstrak cacing S. australe didapati dari hasil perhitungan

banyaknya ekstrak yang dihasilkan dengan bobot total bobot bahan yang

digunakan. Besar kecilnya nilai rendemen menurut Mukhraini (2014)

menunjukkan keefektivan proses ekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas proses ekstraksi adalah jenis pelarut yang digunakan, ukuran partikel

bahan, metode, dan lamanya ekstraksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak etanol S. australe

sebesar 1,71%. Perhitungan rendemen ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 3.

Menurut Heath dan Reineccius (1986), etanol mampu mengekstrak senyawa

organik yang menyebabkan hasil ekstraksi etanol cukup kuat. Pelarut etanol

memiliki nilai kostanta dielektrik tinggi sehingga pelarut etanol dapat membuka

dinding sel yang mengakibatkan hampir semua senyawa dapat tertarik keluar dari

dalam sel.

Hasil penelitian Leiwakabessy (2011) didapatkan hasil rendemen ekstrak

metanol tambelo memiliki rendemen sebesar 5,72%. Perbedaan rendemen hasil

ekstrak diduga karena perbedaan jenis pelarut yang digunakan. Wirda et al. (2011)

menyatakan pelarut etanol memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah

dibandingkan dengan metanol sehingga rendemen yang dihasilkan lebih sedikit.

Mukesh et al. (2012) menjelaskan pelarut etanol memiliki toksisitas yang rendah

dan banyak digunakan dalam industri farmasi.

Komponen Aktif Ekstrak Cacing Siphonosoma australe

Ekstrak cacing S. australe yang diperoleh dari proses ekstraksi diuji

komponen aktif menggunakan metode uji fitokimia. Penapisan fitokimia secara

kualitatif dilakukan sebagai uji awal untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia

spesifik, yaitu senyawa metabolit sekunder yang diharapkan dapat berperan

sebagai antihiperglikemik. Hasil pengujian analisis komponen aktif dapat dilihat

pada Tabel 3 dan Lampiran 4.

Page 29: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

13

Tabel 3 Hasil analisis komponen aktif ekstrak cacing S. australe

Uji Hasil Parameter

Alkaloid

a. Dragendroff + Terbentuk endapan jingga

b. Meyer + Terbentuk endapan putih

c. Wagner + Terbentuk endapan coklat

Tanin - Tidak terjadi perubahan warna

Saponin + Busa stabil

Fenol hidroquinon - Tidak terjadi perubahan warna

Flavonoid + Kuning kemerahan

Steroid + Hijau kebiruan

Triterpenoid - Tidak terjadi perubahan warna

Keterangan : (+) = terdeteksi, (-) = tidak terdeteksi

Hasil analisis komponen aktif pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak

etanol cacing S. australe mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid.

Alkaloid dapat dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer,

Wagner, dan Dragendorff (Harborne 1987). Tiong et al. (2013) menyebutkan

bahwa alkaloid sering digunakan untuk pengobatan seperti antimalaria,

antioksidan, obat asma serta alkaloid radikamin memiliki efek sebagai

antihiperglikemik. Menurut Firdaus et al. (2004), alkaloid yang berkhasiat sebagai

antihiperglikemik antara lain leurosine, leurosine sulfat, vindoline, dan

vindolinine.

Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil

atau gula, sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol,

butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dan air (Harborne 1987). Flavonoid menurut

Dheer dan Bhatnagar (2010) merupakan zat yang mampu meregenerasi sel beta

pankreas dan membantu merangsang sekresi insulin. Brahmachari (2011)

menyatakan bahwa flavonoid memiliki efek hipoglikemik yaitu dengan

mengurangi penyerapan glukosa dan mengatur aktivitas ekspresi enzim yang

terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Flavonoid yang berperan sebagai

antihiperglikemik yaitu apigenin dan aminoguanidin.

Firdous et al. (2009) menyatakan saponin adalah senyawa aktif dengan

permukaan yang kuat dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air.

Strukturnya terdiri dari aglycone (triterpene atau steroid) dan gugus glukosa.

Menurut Yoshikawa et al. (2005), saponin memiliki banyak fungsi biologi dan

farmakologi diantaranya sebagai hemolisa, kardiotonik, hipoglikemik,

hipokolesterolemik, modulator imun, hepatoproteksi, antioksidan, dan

antikardiogenik. Saponin berfungsi sebagai antihiperglikemik mekanismenya

yaitu untuk mencegah pengosongan lambung dan mencegah peningkatan uptake

glukosa pada brush border membran di intestinal. Saponin juga bekerja untuk

mencegah penyerapan glukosa dengan cara mencegah transpor glukosa menuju

brush border intestinal di usus halus yang merupakan tempat penyerapan glukosa.

Steroid merupakan senyawa yang secara umum memiliki struktur siklik dan

mempunyai gugus hidroksil (Harbone 1987). Menurut Mukhriani (2014), senyawa

steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Senyawa steroid

fukosterol yang diisolasi dari sumber daya hayati laut bersifat non toksik dan

Page 30: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

14

mempunyai khasiat menurunkan kolesterol dalam darah dan mendorong aktivitas

antidiabetes. Nurulita et al. (2008) menyebutkan senyawa steroid merupakan

komponen aktif yang telah digunakan untuk pengobatan penyakit diabetes,

gangguan menstruasi, antibakteri dan antivirus.

Hasil pengujian komponen bioaktif yang dilakukan Sari et al. (2014) pada

ekstrak metanol teripang hitam (Holothuria edulis) terdapat hasil positif pada

triterpenoid, steroid, flavonoid, dan saponin. Perbedaan hasil yang diperoleh

menurut Iswantini et al. (2011) diduga karena adanya perbedaan kondisi

lingkungan hidup. Kondisi lingkungan hidup yang berbeda dapat menyebabkan

perbedaan jenis dan jumlah dari metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu

bahan. Sompong et al. (2010) menyatakan bahwa perbedaan spesies dan tempat

tumbuh menghasilkan komponen bioaktif yang berbeda. Widarta et al. (2013)

menyebutkan perbedaan jenis dan tingkat kepolaran pelarut dapat menghasilkan

rendemen ekstrak dan komponen bioaktif yang berbeda.

Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Cacing Siphonosoma australe

Hiperglikemia merupakan salah satu gejala klinis penyakit diabetes melitus.

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai

dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipida dan protein sebagai akibat

insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh

gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar

pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin

(WHO 2006).

Menurut Erwin et al. (2013), pankreas merupakan organ yang bertanggung

jawab dalam mengatur kadar glukosa darah dengan menghasilkan hormon insulin.

Perubahan kadar glukosa darah mengakibatkan penyesuaian sekresi insulin untuk

mengembalikan kadar glukosa darah pada rentang yang normal. Insulin

membantu meningkatkan kerja enzim mengubah glukosa menjadi bentuk

cadangan energi yang lebih stabil yaitu glikogen.

Fitriah et al. (2013) menjelaskan antihiperglikemik merupakan zat atau

senyawa yang dapat menetralkan atau menurunkan kadar glukosa yang tinggi

dalam darah. Mekanisme agen antihiperglikemik dalam menurunkan kadar

glukosa darah yaitu dengan merangsang sekresi insulin atau melalui

penghambatan aktivitas α-glukosidase. Matuputun et al. (2013) menjelaskan

penghambatan aktivitas α-glukosidase dapat menunda penyerapan glukosa pada

saluran pencernaan, sehingga dapat mencegah peningkatan kadar glukosa darah

setelah makan. Pengujian aktivitas antialfaglukosidase dapat dilakukan secara in

vitro menggunakan metode spektrofotometri.

Pengujian secara in vivo harus dilakukan sebagai pendukung hasil pengujian

secara in vitro, selain itu juga sebagai acuan dalam pelaksanaan uji pengembangan

obat baru, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan pangan. Pengujian

secara in vivo perlu dilakuan dengan uji bioekivalensi antara bahan uji dengan

obat komparator. Obat komparator adalah obat yang digunakan sebagai

pembanding dari suatu bahan yang akan diuji (BPOM 2011). Fitriah et al. (2013)

menyatakan pengujian secara in vivo menggunakan hewan coba dapat membantu

Page 31: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

15

menjalakan penelitian yang tidak bisa secara langsung dilakukan dalam tubuh

manusia. Hewan coba diasumsikan memiliki jaringan, sel-sel penyusun tubuh,

serta enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh sama dengan manusia.

Kadar Glukosa Darah

Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari

karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot

rangka. Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa

(Dalimunthe 2004). Seseorang dikatakan DM apabila konsentrasi glukosa darah

sesaat ≥ 200 mg/dL dan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (ADA 2013).

Pengukuran kadar glukosa darah setelah induksi STZ menunjukkan semua

tikus yang diinduksi STZ telah menderita hiperglikemia (Gambar 3). Tikus yang

telah mengalami hiperglikemia diberikan ekstrak cacing S. australe, metformin

dan aquades setiap hari selama 14 hari. Pengukuran kadar glukosa darah

dilakukan pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-14 perlakuan. Kadar glukosa

darah tikus setelah induksi STZ berkisar antara 200-600 mg/dL.

Gambar 3 Grafik kadar glukosa darah hari ke 1, 7, dan 14 hari pada kelompok

perlakuan kontrol normal, diabet, metformin, E22,5,

E45, E90

Kelompok N memiliki kadar glukosa darah yang normal selama 14 hari

perlakuan. Kelompok N memiliki kadar glukosa darah yang normal karena tidak

diinduksi STZ. Kelompok diabet mengalami peningkatan kadar glukosa darah

pada hari ke 7 dan 14. Kelompok metformin, E22,5 dan E45 dapat menurunkan

kadar glukosa darah pada hari ke 7 dan 14, sedangkan kelompok E90 mengalami

penurunan kadar glukosa darah pada hari ke 7, namun mengalami peningkatan

kembali pada hari ke 14.

Kadar glukosa darah mengalami perubahan setelah 14 hari perlakuan. Nilai

perubahan kadar glukosa darah merupakan hasil perhitungan kadar glukosa darah

setelah 14 hari perlakuan dengan kadar glukosa darah pada hari ke-1. Hasil

perubahan kadar glukosa darah dapat dilihat pada Gambar 4.

0

100

200

300

400

500

600

700

1 7 14

Kad

ar

Glu

kosa

Dara

h

(mg/d

L)

Hari

Page 32: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

16

Gambar 4 Grafik perubahan kadar glukosa darah setelah 14 hari perlakuan pada

kelompok N= normal, D= diabet, M= metformin, E22,5= ekstrak 22,5

mg/kgBB, E45= ekstrak 45 mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB

Peningkatan kadar glukosa darah kelompok D sebesar 212±36 mg/dL

setelah 14 hari perlakuan. Akbarzadeh et al. (2007) menyatakan injeksi

streptozotocin (STZ) dengan dosis 40-60 mg/kgBB pada tikus dapat

menyebabkan kerusakan sel β-pankreas dan menginduksi DM dalam 2-4 hari.

Tikus dapat dinyatakan DM apabila dalam 2-4 hari post induksi STZ kadar

glukosa darah sesaat ≥ 200 mg/dL. Streptozotocin disintesis oleh Streptomycetes

acrhomogenes. Streptomicin yang terkandung dalam STZ dapat membantu

mengobati sel metastatis dari tumor di pankreas, tumor karsinoid malignan dan

mempunyai efek sebagai antibakteri, namun setelah diteliti lebih lanjut senyawa

ini memiliki efek negatif yaitu menyebabkan kerusakan sel β-pankreas. Menurut

Elsner et al. (2000), Streptozotocin bekerja dengan cara membentuk radikal bebas

sangat reaktif yang dapat menimbulkan kerusakan pada membran sel, protein, dan

deoxyribonucleic acid (DNA), sehingga menyebabkan gangguan produksi insulin

oleh sel beta Langerhans pankreas. Szkudelski (2001) menyatakan bahwa

streptozotocin memasuki sel β-Langerhans pankreas melalui glucose transporter 2

(GLUT 2) dan menyebabkan fragmentasi DNA.

Pemberian metformin dengan dosis 45 mg/kgBB dapat menurunkan kadar

glukosa darah sebesar 86,33±4,75 mg/dL setelah 14 hari perlakuan. Menurut

Diani dan Aman (2010), metformin merupakan obat antidiabetika oral golongan

biguanida. Mekanisme kerja golongan biguanida yaitu dengan menekan produksi

glukosa yang diproduksi hati dan mengurangi resistensi insulin. Pengobatan

dengan metformin tidak akan menyebabkan hipoglikemia berat.

Penurunan kadar glukosa darah kelompok E45 sebesar 104±38,59 mg/dL

setelah 14 hari perlakuan. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya kandungan

senyawa aktif pada ekstrak S. australe berupa senyawa flavonoid dan saponin.

Brahmachari (2011) menyatakan senyawa flavonoid mempunyai mekanisme yang

seperti obat antihiperglikemik oral golongan sulfonilurea dalam menurunkan

kadar glukosa darah tikus dengan cara meningkatkan sekresi insulin. Menururt

Firdous et al. (2009), saponin mampu meregenerasi pankreas yang menyebabkan

adanya peningkatan jumlah sel β pankreas dan pulau-pulau Langerhans.

-5

212

-86,33

-32

-104

23,33

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

N D M E22,5 E45 E90

Per

ub

ah

an

Ka

da

r G

luk

osa

Da

rah

(m

g/d

L)

Perlakuan

Page 33: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

17

Bobot Tubuh Tikus

Pengamatan terhadap bobot tubuh tikus dilakukan pada hari ke 1, 7 dan 14

perlakuan. Pengamatan bobot tubuh tikus menggunakan timbangan digital. Hasil

pengamatan terhadap bobot tubuh tikus dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik bobot tubuh tikus hari ke 1, 7, dan 14 hari pada kelompok

perlakuan kontrol normal, diabet, metformin, E22,5,

E45, E90.

Bobot tubuh tikus pada kelompok normal, metformin, E45 dan E90

mengalami peningkatan pada hari ke 7 dan 14 perlakuan. Kelompok diabet dan

E22,5 mengalami penurunan bobot tubuh pada hari ke 7. Kedua kelompok ini

mengalami peningkatan bobot tubuh kembali setelah 14 hari perlakuan.

Bobot tubuh tikus mengalami perubahan setelah 14 hari perlakuan. Nilai

perubahan bobot tubuh merupakan hasil perhitungan bobot tubuh setelah 14 hari

perlakuan dengan bobot tubuh pada hari ke-1. Hasil perubahan bobot tubuh dapat

dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik perubahan bobot tubuh tikus setelah 14 hari perlakuan pada

kelompok N= normal, D= diabet, M= metformin, E22,5= ekstrak 22,5

mg/kgBB, E45= ekstrak 45 mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB

45,57

0,5

13,67

2,1

18,2

11,1

0

10

20

30

40

50

N D M E22,5 E45 E90

Per

ub

uh

an

Bob

ot

Tu

bu

h

(g)

Kelompok

0

50

100

150

200

250

Hari 1 Hari 7 Hari 14

Bo

bo

t T

ub

uh

(g

)

Hari

Page 34: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

18

Kelompok N mengalami peningkatan bobot tubuh sebesar 45,47 g setalah

14 hari perlakuan. Archer et al. (2003) menjelaskan tikus normal mengalami

peningkatan bobot tubuh ±20 g dalam tujuh hari. Peningkatan bobot tubuh pada

tikus dapat dijadikan sebagai indikator tikus dalam keadaan sehat dan tidak dalam

kondisi stres.

Kelompok D memiliki peningkatan bobot tubuh sebesar 0,5 g setelah 14

hari perlakuan. Wikanta et al. (2008) menyatakan salah satu gejala diabetes adalah

penderita kehilangan bobot tubuh, walaupun nafsu makan sangat baik. Menurut

Widowati et al. (2006), glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel karena adanya

gangguan insulin, akibatnya terjadi poliphagia (banyak makan) dan

glukoneogenesis. Sel yang kekurangan glukosa untuk metabolisme akan

merangsang pusat lapar di hipotalamus menyebabkan rasa lapar yang berlebihan.

Glukoneogenesis dapat berasal dari asam amino hasil degradasi protein di otot

sehingga berkurangnya massa otot yang ditunjukan dengan penurunan bobot

tubuh.

Pemberian ekstrak cacing S australe dapat meningkatkan bobot tubuh tikus

selama 14 hari perlakuan dan peningkatan tertinggi terdapat pada kelompok E45

yaitu sebesar 18,2 g. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan zat gizi pada

cacing S. australe seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Cahyono (2007)

menjelaskan kandungan protein, karbohidrat, dan lemak dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan bobot tubuh. Asupan tinggi protein dapat meningkatkan

massa otot. Asupan karbohidrat dapat mencegah penggunaan energi dari protein

yang terdapat di otot. Lemak tidak jenuh yang terdapat pada produk hasil laut

dapat meningkatkan selera makan sehingga dapat meningkatkan bobot tubuh.

Jumlah Kebutuhan Air Minum

Pengukuran jumlah kebutuhan minum dilakukan untuk melihat adanya

gejala polidipsia pada tikus yang menderita diabetes. Polidipsia merupakan haus

berlebihan secara terus menerus. Polidipsia adalah bentuk mekanisme kompensasi

untuk mengatasi dehidrasi. Hasil pengukuran jumlah kebutuhan minum disajikan

pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik rataan jumlah kebutuhan minum selama 14 hari pada kelompok

perlakuan kontrol normal, kontrol diabet, metformin,

E22,5, E45, E90

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Ju

mla

h M

inu

m (

mL

)

Hari

Page 35: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

19

Kelompok kontrol normal memiliki kebutuhan minum yang paling sedikit

yaitu 36,09±09 mL. Kelompok metformin, E22,5, E45, dan E90 memiliki

kebutuhan minum sebanyak 70,23±4,68 mL; 72,15±7,92 mL; 67,7±4,1 mL; dan

67,26±4,44 mL. Kelompok kontrol diabet memiliki kebutuhan minum sebanyak

94,9±6,99 mL.

Kelompok diabet memiliki kebutuhan minum yang paling banyak.

Widowati et al. (2006) menjelaskan banyak minum (polidipsia) merupakan akibat

reaksi tubuh karena banyak mengeluarkan urin (poliuria). Gejala ini merupakan

usaha tubuh untuk menghindari kekurangan cairan (dehidrasi). Banyaknya air

(dalam bentuk urin) yang dikeluarkan oleh tubuh menimbulkan rasa haus untuk

mengganti cairan yang keluar. Polidipsia akan terus timbul selama kadar gula

dalam darah belum terkontrol dengan baik.

SGOT dan SGPT Serum Darah

Krysanti dan Simon (2014) menyatakan uji fungsi hati merupakan salah satu

pemeriksaan kimia yang sering kali dianggap sangat penting untuk menilai

kesehatan. Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) merupakan sebuah

enzim yang biasanya terletak didalam sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam

darah ketika hati atau jantung rusak. Enzim SGOT terdapat dalam mitokondria

dan sebagian kecil di sitosol. Serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT)

adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), sehingga lebih spesifik

digunakan sebagai indikasi adanya penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain.

Enzim ini akan mengalami kenaikan jika terjadi kerusakan hati. Hasil uji serum

darah kadar SGOT dan SGPT dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik rata-rata kadar SGOT dan SGPT pada pada kelompok

N= normal, D= diabet, M= metformin, E22,5= ekstrak 22,5 mg/kgBB,

E45= ekstrak 45 mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB

Menurut Bigoniya et al. (2002), peningkatan kadar enzim SGPT yang

sangat tinggi disertai adanya kenaikan enzim SGOT merupakan indikator yang

169

331,67

144,67

242

152,67188

115,33

296,33

154

255,33

116,33

184

0

50

100

150

200

250

300

350

N D M E22,5 E45 E90

Nil

ai

Perlakuan

Page 36: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

20

menunjukkan adanya kerusakan hati. Kelompok D memiliki kadar SGOT dan

SGPT tertinggi. Reddy et al. (2014) menyatakan kerusakan hati merupakan

indikasi efek hepatotoksik dari STZ. Peningkatan glukoneogenesis dan

ketogenesis karena kondisi hiperglikemik mengindikasi adanya kerusakan hati.

Peningkatan kadar SGOT dan SGPT dalam serum darah disebabkan oleh

kebocoran enzim SGOT dan SGPT dari sitosol hati ke aliran darah. Menurut

Latha et al. (2014), hati berperan dalam menjaga konsentrasi normal glukosa

darah. Peningkatan glukosa darah mengubah fungsi normal hati dan selanjutnya

akan meningkatkan kadar SGOT dan SGPT. Kadar SGOT dan SGPT pada awal

kerusakan hati akan meningkat sangat tinggi dan kemudian menurun ketika

penyebab kerusakan dihilangkan atau ketika nekrosis sangat parah, yaitu ketika

hanya sedikit hepatosit yang tersisa.

Pemberian obat metformin dan ekstrak cacing S. australe dengan dosis

45 mg/kgBB dan 90 mg/kgBB setelah 14 hari perlakuan dapat memberi

pemulihan kadar SGOT kembali ke batas normal. Pemberian ekstrak S. australe

dengan dosis 22,5 mg/kgBB belum dapat memberikan pemulikan kadar SGOT

dan masih melebihi batas normal kadar SGOT tikus. Kadar SGOT normal pada

tikus menurut Petterino dan Storino (2006) berkisar antara 56,1-201,89 U/L.

Kelompok E45 dapat memberikan pemulihan kadar SGPT mendekati

kelompok N setelah 14 hari perlakuan dan dapat mengembalikan ke batas normal

kadar SGPT tikus. Kadar SGPT tikus normal menurut Derelanko (2008) yaitu

34,9-218,1 U/L. Penurunan kadar SGOT dan SGPT diduga berkaitan dengan

senyawa kimia saponin dan steroid dalam ekstrak etanol cacing S. australe.

Menurut Krysanti dan Simon (2014), kandungan saponin dan steroid dapat

membantu memperbaiki sel hati dan menurunkan aktivitas SGOT dan SGPT

serum darah dengan menghambat peningkatan konsentrasi lemak. Ekstrak cacing

S. australe dengan dosis 22,5 mg/kgBB memiliki kadar SGOT dan SGPT yang

tinggi diduga karena dosis tersebut belum mencukupi untuk pemulihan fungsi hati

tikus.

Kandungan karbohidrat, protein, dan lemak yang terkandung dalam cacing

S. australe diduga dapat memperbaiki fungsi hati. Menurut Cahyono (2007),

pasien dengan gangguan fungsi hati membutuhkan pemilihan nutrisi yang tinggi

karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat dapat membantu menyediakan

energi dan mencegah pemecahan protein untuk energi. Protein diperlukan untuk

membangun sel dan jaringan yang baru. Protein juga mencegah kerusakan akibat

infiltrasi lemak dalam jaringan hati. Lemak tidak jenuh yang terdapat pada produk

hasil laut dan minyak tumbuhan dapat meningkatkan selera makan dan baik untuk

pemulihan fungsi hati.

MDA Hati Tikus

Malondialdehida (MDA) menurut Adji (2008) merupakan produk hasil dari

peroksidasi lipida setelah terpapar radikal bebas. Kadar MDA dapat digunakan

sebagai indikator terjadinya kerusakan membran sel. Iskandar et al. (2009)

menyatakan perubahan kadar MDA menunjukkan adanya perubahan aktivitas

radikal bebas. Malondialdehida adalah senyawa aldehida yang memiliki tiga

rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. Malondialdehida juga merupakan

Page 37: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

21

produk dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentosa, dan

heksosa. Malondialdehida dapat dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi

ionisasi dalam tubuh dan produk sampah biosintesis protaglandin yang merupaka

peoduk akhir oksidasi lipida membran. Kadar MDA hati tikus pada masing-

masing kelompok tikus disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik rata-rata kadar MDA pada kelompok N= normal, D= diabet,

M= metformin, E22,5= ekstrak 22,5 mg/kgBB, E45= ekstrak 45

mg/kgBB, E90= ekstrak 90 mg/kgBB

Hasil pengamatan setelah 14 hari perlakuan memperlihatkan bahwa tikus

yang diinduksi STZ dan tidak mendapatkan pengobatan (kelompok D) mengalami

peningkatan kadar MDA hati jika dibandingkan dengan tikus yang tidak diinduksi

STZ (kelompok N). Adanya peningkatan kadar MDA hati merupakan indikator

adanya kerusakan sel hati yang disebabkan oleh peroksida lipida akibat induksi

STZ. Menurut Adji (2008), sumber utama radikal bebas adalah logam, pelarut,

pestisida, dan obat-obatan. Radikal bebas merupakan molekul yang sangat reaktif

yang dihasilkal oleh reaksi redoks biokimia yang terjadi pada sel normal. Produksi

radikal bebas yang berlebihan atau kurangnya jumlah antioksidan akan

menyebabkan oksidasi lemak. Peningkatan kadar MDA menunjukkan adanya

oksidasi lemak jenuh yang terdapat pada sel β pankreas, sehingga menyebabkan

gangguan terhadap sekresi insulin. Nurhasanah dan Syamsudin (2005)

menyatakan STZ dapat mengaktivasi reactive oxygen species (ROS) seperti

superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida.

Pemberian ekstrak etanol cacing laut menyebabkan efek pemulihan yang

ditunjukkan dengan penurunan kadar MDA hati. Pemulihan terbaik kadar MDA

hati ditunjukkan pada dosis 45 mg/kg BB setelah 14 hari perlakuan dengan

aktivitas 0,54±0,1 nmol/mL dan mendekati kadar MDA kelompok N. Pemberian

ekstrak cacing S. australe dapat menurunkan kadar MDA diduga karena adanya

peningkatan superoksida dismutase (SOD) dalam sel darah merah tikus.

Nurhasanah dan Syamsudin (2005) menjelaskan SOD adalah enzim yang terdapat

pada sitoplasma dan mitokondria. SOD adalah salah satu antioksidan enzimatik

yang memiliki fungsi menetralkan radikal bebas menjadi H2O2 dan O2. Menurut

Scalecsky et al. (1999), efek penurunan kadar MDA dan peningkatan kadar SOD

sel darah merah kemungkinan disebabkan adanya senyawa aktif dari ekstrak yaitu

antioksidan.

0,49

1,62

0,65

1,02

0,54

0,85

0

0,5

1

1,5

2

N D M E22,5 E45 E90

Ka

da

r M

DA

(n

mo

l/m

L)

Perlakuan

Page 38: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

22

Kandungan antioksidan ekstrak cacing S. australe diduga berkaitan dengan

senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, dan steroid. Adji (2008) menyebutkan

senyawa bioaktif terutama yang mengandung gugus fenolik seperti flavonoid

mempunyai kemampuan antioksidan yang mampu mencegah peroksidasi lipida

sehingga dapat mengurangi pembentukan produk peroksidasi lipida seperti

malonaldehida. Menurut Durgo et al. (2007), flavonoid dapat melindungi

membran lipida dari kerusakan oksidatif, sehingga peroksidasi lipida dapat

dihambat dan peningkatan kadar MDA dapat dicegah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak cacing S. australe dengan

dosis 45 mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus sebesar

104±38,59 mg/dL dan meningkatkan bobot tubuh sebesar 18,2±19,49 g. Ekstrak

cacing S. australe memberikan efek pemulihan terbaik pada dosis 45 mg/kgBB

dengan kadar SGOT sebesar 152,67±17,21 U/L, kadar SGPT 16,33 ± 28,01 U/L,

dan kadar MDA 0,54±0,1 nmol/mL. Komponen aktif yang terkandung dalam

ekstrak cacing S. australe diantaranya adalah flavonoid, alkaloid, saponin, dan

steroid.

Saran

Ekstraksi cacing S. australe menggunakan berbagai jenis pelarut perlu

dilakukan agar dapat membandingkan rendemen yang dihasilkan serta menguji

komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya. Pemurnian ekstrak etanol

cacing S. australe perlu dilakukan untuk mengetahui senyawa murni yang

berperan sebagai antihiperglikemik pada ekstrak tersebut. Berbagai pengujian

perlu dikaji untuk mengetahui aktivitas lain yang dimiliki oleh ekstrak S. australe.

DAFTAR PUSTAKA

[ADA] American Diabetes Association. 2013. Standards of medical care in

diabetes-2030. Diabetes Care. 36(1): 511-566.

Adji D. 2008. Hubungan konsentrasi malondialdehida, glukosa dan total

kolesterol pada tikus putih yang diinjeksi dengan streptozotocin. Jurnal

Sains Veteriner. 26(2):73-77.

Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi MR, Jamshidi S, Farhangi A, Verdi AA,

Mofidian SMA, Rad BL. 2007. Induction of diabetes by streptozotocin in

rats. Indian Journal of Chemical Biochemistry. 22 (2):60-64.

Page 39: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

23

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of

Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington

(US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Archer ZA, Rayner DV, Rozman J, Klingenspor M, Mercer JG. 2003. Normal

distribution of body weight gain in male Sprague Dawley rats fed a high-

energy diet. Obesity Research. 11(11): 1376-1384.

Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan

metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (3):99-105.

Bigoniya P, Singh CS, Shukla A. 2002. A comprehensiv review of different liver

toxicants used in experimental pharmacology. International Journal of

Pharmacy Science and Drug Research. 1(3):124-135.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor

HK.03.1.23.12.11.10217 Tahun 2011 Tentang Obat Wajib Uji

Ekivalensi. Jakarta (ID): Badan Pengawas Obat dan Makanan

Brahmachari G. 2011. Bio-flavonoids with promising antidiabetic potentials: a

critical survey. Research Signpost. 661(2): 187-212.

Cahyono JBSB.2007. Manajemen perioperatif pada pasien dengan penyakit hati.

Majalah Kedokteran Indonesia. 57(1): 397-403.

Chen XZ, Ru ZD. 2011. Immunomodulatory activities on macrophage of

polysaccharide from Sipunculus nudus L. Food and Chemical

Toxicology. 49: 2961-2967.

Cutler EB. 1994. The Sipuncula, Their Systematics, Biology, and Evolution. New

York (US): Cornel Univ. Press. hlm 24-59.

Cutler EB, Gibbs PE. 1985. A phylogenetic of higher taxa in the phylum

Sipuncula. Systematic Zoology 34: 162-173.

Dalimunthe D. 2004. Diabetes Melitus: Peranan Insulin, Reseptor Insulin, dan

Penanganannya. Medan (ID): USU Press.

Derelanko MJ. 2008. The Oxicologist’s Pocket Handbook. New York (US): CRC

Press.

Dheer R, Bhatnagar P. 2010. A study of the antidiabetic activity of Barleria

prionitis Linn. Indian Journal of Pharmacology. 42(2): 1-5.

Diani A, Aman BP. 2010. Tata laksana metformin diabetes melitus tipe 2 pada

anak dibandingkan dengan obat anti diabetes oral yang lain. Sari

Pediatri. 11(6):395-400.

Durgo K, Lidija V, Gordana R, Maja O, Jasna FC. 2007. Effect of flavonoids on

glutathione level, lipid peroxidation and Cytochrome P450 CYP1A1

expression in human laryngeal carcinoma cell lines. Food Technology

Biotechnology. 45(1): 69-79.

Elsner M, Guldbakke B, Tiedge M, Munday R, Lenzen S. 2000. Relative

importance of transport and alkylation for pancreatic beta-cell toxicity of

streptozotocin. Diabetalogia. 43:1528-33.

Page 40: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

24

Erwin, Etriawati, Muttaqien, Pangestiningsih TW, Widyarini S. 2013. Ekspresi

insulin pada pankreas mencit (Mus musculus) yang diinduksi dengan

streptozotocin berulang. Jurnal Kedokteran Hewan. 7(2): 97-100.

Fakhrurrozi Y. 2011. Studi etnobiologi, etnoteknologi dan pemanfaatan kekuak

(Xenosiphon sp.) oleh masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung

[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Firdaus RT, Suhartono E, Qamariah N. 2004. Pemodelan reaksi glikolsilasi dan

peran infus daun tapak dara (Catharantus roseus [L] G. Don) sebagai

penghambat kerusakan protein. Berkala Ilmu Kedokteran. 36(1): 1-6.

Firdous M, Koneri R, Sarvaraidu CH, Shubhapriya KH. 2009. NIDDM

antidiabetic activity of saponins of Momordica cymbalaria in

streptozotocin-nicotinamide NIDDM mice. Journal of Clinical and

Diagnosis Research. 3: 1460-1465.

Fitriah, Theodorus, Kamaluddin MT. 2013. Efek pemberian serbuk teripang

(Stichopus variegatus) jangka panjang terhadap kadar gula darah tikus

putih jantan galur Wistar model hiperglikemik. Makalah Kedokteran

Sriwijaya. 45(1): 5-10.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Padmawinata K, Soediro I,

penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan

dari: Phytochemical Methods.

Heath HB, Reineccius G. 1986. Flavor Chemistry and Technology. New York

(US): Van Nostrand Reinhold Company Publication.

Hermawan D, Saifullah, Herdiyana D. 2015. Pengaruh perbedaan jenis substrat

pada pemeliharaan cacing laut (Nereis sp.). Jurnal Perikanan dan

Kelautan. 5(1): 41-47.

[IDF] International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas-Sixth Edition .

Brussel (BE): International Diabetes Federation.

[IFCC] International Federation of Clinical Chemistry. 2002. Commitee on

reference system for enzymes, Chemical Clinic Laboratorium Medic.

40(7): 725-733.

Iskandar A, Loeki EF, Andrean AN. 2009. Efek pemberian kombinasi

Artemisinin dan N-Acetylycysteine (NAC) terhadap kadar 30

malondialdehida ginjal mencit galur BALB/c yang diinfeksi plasmodium

berghei. Jurnal Majalah Kesehatan. FKUB 2(1): 11-13.

Iswantini D, Silitonga RF, Martatilofa E, Darusman LK. 2011. Zingiber

cassumunar, Guazuma ulmifolia, and Murray paniculata extracts as

antiobesity: in vitro inhibitory effect on pancreatic lipase activity. Hayati

Journal of Bioscience. 18 (1): 6-10.

Karnila R, Astawan M, Sukarno, Wresdiyati T. 2011. Analisis kandungan nutrisi

daging dan tepung teripang pasir (Holothuria scabra J.) segar. Berkala

Perikanan Terubuk. 39(2): 51-60.

Page 41: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

25

Krysanti A, Simon BW. 2014. Toksisitas subakut tepung glukomanan (A.

Muelleri Blume) terhadap SGOT dan natrium tikus Wistar secara in vivo.

Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(1): 1-7.

Leiwakabessy J. 2011. Komposisi kimia dan identifikasi senyawa antioksidan dari

ekstrak tambelo (Bactronophorus thoracites) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lewerissa YA. 2014. Studi ekologi sumberdaya teripang di Negeri Porto Pulau

Saparua Maluku Tengah. Biopendix. 1(1): 32-43.

Mataputun SP, Rorong JA, Pontoh J. 2013. Aktivitas inhibitor α-glukosidase

ekstrak kulit batang matoa (Pometia pinnata. Spp.) sebagai agen

antihierglikemik. Jurnal MIPA UNSRAT Online. 2(2): 119-123.

Mukesh P, RN Jadhav, BI Jadhav. 2012. Evaluation of antimicrobial principles of

Rhizophora species along Mumbai Coast. Journal of Advanced Scientific

Research. 3(3): 30-33.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.

Jurnal Kesehatan. 7(2): 361-367.

Munairi A, Abida IW. 2012. Studi kepadatan dan pola distribusi cacing lur

(Nereis sp.) di Perairan Pesisir Kecamatan Kwanyar Kabupaten

Bangkalan. Jurnal Kelautan. 5(1): 47-51.

Ndraha S. 2014. Diabetes melitus tipe 2 dan tatalaksana terkini. Medicinus. 27(2):

9-16.

Nurhasanah F, Syamsudin. 2005. Efek antioksidan dari ekstrak biji petai cina

(Leucaena leucocephala L.) pada tikus putih. Jurnal Ilmu Kefarmasian

Indonesia. 3(1): 13-16.

Nurulita Y, Haryanto D, Andreanus AS. 2008. Penapisan aktivitas dan senyawa

antidiabetes ekstrak air daun dandang gendis (Clinacanthus nutans).

Jurnal Natur Indonesia. 10(2): 98-103.

Petterino C, Storino AA. 2006. Clinical chemistry and haematology historical data

in control Sprague-Dawley rats from pre-clinical toxicity studies.

Experimental and Toxicologic Pathology. 57: 213-219.

Purwaningsih S. 2014. Pengembangan pangan fungsional sebagai antidiabetes

dari beberapa moluska yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi

[laporan akhir penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Purwaningsih S, Rimbawan, Priosoeryanto BP. 2008. Ekstraksi komponen aktif

sebagai antikanker pada sel lestari keong matah merah (Cerithidea

obtusa). Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(2):

103-108.

Reddy PA, Vijay KR, Reddy GV, Reddy MK, Reddy YN. 2014. Anti-diabetic and

hypolipidemic effect of aqueous and methanolic root extract of Physalis

angulata in streptozotocin (STZ) induced diabetic rats. International

Journal for Pharmaceutical Research Scholars. 3(1): 402-409.

Page 42: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

26

Sani M. 2010. Aktivitas ekstrak etil asetat daun mimba sebagai antihiperglikemik

pada tikus yang diinduksi aloksan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanias Bogor.

Sari EM, Maruf WF, Sumardianto. 2014. Kajian senyawa bioaktif ekstrak

teripang hitam (Holothuria edulis) basah dan kering sebagai antibakteri

alami. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(4):16-24.

Scalecsky E, Prechl J, Feher J, Somogy. 1999. Alteration in enzymatic antioxidant

defence in diabetes mellitus. Post Graduate Medical Journal. 75:15-17.

Sompong R, Siebenhandl ES, Linsberger MG, Berghofer E. 2011.

Physicochemical and antioxidative properties of red and black rice

varieties from Thailand, China and Sri Lanka. Journal of Food

Chemistry. 124: 132-140.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Principles and Procedures of Statistics: A

Biometrical Approach. Sumantri B, Penerjemah. Jakarta (ID): PT

Gramedia Pustaka Utama.

Syaputra D, Ibrahim B, Poernomo D. 2007. Produk fermentasi dari cacing kapal

Bactronophorus sp. segar. Jurnal Sumberdaya Perairan. 1:12-14.

Tiong SH, Looi CY, Hazni H, Arya A, Paydar M, Wong WF, Cheah SC, Mustafa

MR, Awang K. 2013. Antidiabetic and antioxidant properties of alkaloids

from Catharantus roseus (L.) G. Don. Molecules. 18: 9770-9780.

[WHO] World Health Organization. 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes

Mellitus and Intermediate Hyperglycemia. Geneva (CH): WHO Press.

Widarta IWR, Nocianitri KA, Sari LPIP. 2013. Ekstraksi komponen bioaktif

bekatul beras lokal dengan beberapa jenis pelarut. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan. 2(2): 75-79.

Widowati L, Sumali W, Pudjiastuti. 2006. Pengaruh ekstrak etanol biji klabet

(Trigonella foenum-graecum L.) terhadap kadar gula darah tikus

NIDDM. Buletin Penelitian Kesehatan. 32: 172-182.

Wikanta T, Rahma D, Lestari R. 2008. Pengaruh pemberian κ-karahenan dan ι-

karagenan terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia.

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 3(2): 131-

138.

Wills ED. 1987. Biochemical Toxicology, a Practical Approach. Oxford (UK):

IRL Press Limited.

Wirda Z, Hakimah H, Tanwirul M, Rahmi Z. 2011. Pengaruh berbagai jenis

pelarut dan asam terhadap rendemen antosianin dari kubis merah

(Brassica oleraceae capitata). Agroscientiae. 18(2): 57-63.

Yoshikawa M, Toshio M, Ning L, Akifumi N, Zian L, Hisashi M. 2005. Bioactive

saponins and glycosides. XXIII.1)

triterpene saponins with

gastroprotective effect from the seeds of Camellia sinensis teasaponins

E3, E4, E5, E6, and E7. Chemical and Pharmaceutical Bulletin.

53(12):1559-1564.

Page 43: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

27

Zhang CX, Zi RD, Qiu XC. 2011. Anti-inflammatory and anti-nociceptive

activities of Sipunculus nudus L. extract. Journal of Ethnopharmacology.

137:1177-1182.

Zhang CX, Zi RD. 2011. Anti-hypoxia activity of a polysaccharide extracted from

the Sipunculus nudus L. International Journal of Biological

Macromolecules. 49: 523-526.

Page 44: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

28

Page 45: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

29

LAMPIRAN

Page 46: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

30

Page 47: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

31

Lampiran 1 Data Pengukuran morfometrik cacing S. australe

No Panjang (cm) Diameter (cm) Bobot (gram)

1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 13,66 13,65 13,67 2,64 2,63 2,62 38,514 38,513 38,512

2 16,73 16,74 16,75 2,47 2,48 2,46 42,792 42,793 42,791

3 15,62 15,61 15,60 2,62 2,63 2,62 41,358 41,357 41,356

4 14,44 14,42 14,43 2,16 2,17 2,15 40,225 40,224 40,226

5 13,81 13,82 13,80 2,21 2,20 2,19 43,691 43,690 43,689

6 17,40 17,41 17,39 2,37 2,38 2,39 51,907 51,906 51,908

7 17,10 17,11 17,09 2,61 2,60 2,59 45,416 45,415 45,416

8 15,63 15,64 15,62 2,68 2,67 2,68 39,938 39,937 39,936

9 12,24 12,25 12,26 2,79 2,78 2,76 42,544 42,543 42,542

10 12,28 12,29 12,30 2,26 2,24 2,25 29,345 29,346 29,347

11 15,12 15,11 15,13 2,65 2,66 2,67 39,109 39,110 39,108

12 13,21 13,22 13,20 2,99 2,98 2,97 52,297 52,298 52,299

13 12,97 12,98 12,99 3,41 3,42 3,40 44,942 44,943 44,944

14 17,30 17,31 17,32 2,76 2,77 2,78 56,405 56,404 56,403

15 12,76 12,74 12,75 2,26 2,25 2,24 30,823 30,822 30,821

16 15,64 15,63 15,62 2,26 2,25 2,27 50,748 50,747 50,749

17 14,74 14,73 14,75 2,05 2,03 2,04 34,144 34,145 34,143

18 16,18 16,17 16,19 2,54 2,53 2,52 53,991 53,990 53,989

19 14,51 14,52 14,50 2,29 2,28 2,27 36,776 36,777 36,775

20 11,54 11,53 11,52 1,86 1,87 1,88 30,848 30,849 30,850

21 16,42 16,43 16,41 3,11 3,12 3,10 54,316 54,315 54,314

22 16,74 16,73 16,75 2,74 2,73 2,74 52,016 52,015 52,014

23 16,68 16,69 16,67 2,96 2,95 2,97 51,478 51,479 51,477

24 16,79 16,77 16,78 2,52 2,53 2,54 45,144 45,143 45,143

25 12,44 12,43 12,42 1,93 1,92 1,91 30,405 30,406 30,407

26 12,77 12,78 12,76 2,30 2,29 2,31 33,406 33,407 33,405

27 12,49 12,48 12,49 2,20 2,19 2,18 31,388 31,389 31,390

28 15,54 15,53 15,55 2,94 2,95 2,96 50,087 50,088 50,086

29 12,06 12,07 12,05 2,26 2,25 2,27 26,949 26,948 26,950

30 15,43 15,44 15,42 2,61 2,63 2,62 45,579 45,578 45,577

Rata-

rata 14,67 2,51 42,22

Standard

deviasi 1,83 0,36 8,530

Page 48: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

32

Lampiran 2 Pehitungan analisis proksimat cacing S. australe

a. % Kadar Air

Ulangan 1 : 72,08

Ulangan 2 : 71,22

% kadar air rata-rata : 71,65

b. % Kadar Abu

Ulangan 1 = 16,66

Ulangan 2 = 14,50

% kadar abu rata-rata = 15,58

c. % Kadar Lemak

Ulangan 1 = 0,32

Ulangan 2 = 0,35

% kadar lemak rata-rata = 0,335

d. % Kadar Protein

Ulangan 1 = 6,29

Ulangan 2 = 6,77

% kadar protein rata-rata = 6,53

e. % Kadar Karbohidrat = 100% - (71,65+15,58+0,335+6,53) = 5,905

Lampiran 3 Perhitungan rendemen ekstrak cacing S. australe

Rendemen ekstrak= 30,8282 gram

1800 gram x 100% = 1,71%

Lampiran 4 Hasil analisis komponen aktif ekstrak cacing S. australe

Hasil uji alkaloid, fenol, flavonoid, Hasil uji saponin

tanin, steroid, dan triterpenoid

Page 49: AKTIVITAS EKSTRAK CACING LAUT Siphonosoma australe … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Gesti Rizka Aninda dilahirkan di Jakarta pada

tanggal 7 Maret 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari

Bapak Agus Mansur (Alm) dan Ibu Asih Setyati. Penulis memulai jenjang

pendidikan formal di SD Angkasa 4 Jakarta lulus pada tahun 2005, SMP Negeri

109 Jakarta lulus pada tahun 2008 dan SMA Negeri 71 Jakarta lulus pada tahun

2011.

Penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) pada tahun 2011. Penulis selama kuliah aktif

menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Hasil Perairan periode

2014/2015 dan Biotoksikologi Hasil Perairan periode 2015/2016. Penulis aktif

mengikuti lomba kreativitas mahasiswa PKM-GT yang didanai oleh DIKTI pada

periode 2014/2015. Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan Himpunan

Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) tahun 2013. Penulis telah

melaksanakan praktik lapang pada tahun 2014 di UD. Supra Dinasty dengan judul

“Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan Sosis Ikan di UD Supra

Dinasty, Denpasar, Bali” dibawah bimbingan Dr Tati Nurhayati SPi MSi