Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
AKTIVITAS KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL
ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI
ANAK TUNARUNGU V-B DI SDLB NEGERI SALATIGA
TAHUN 2019
Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos)
SKRIPSI
OLEH :
VIOLA DIANE DE JOHNNIE PUTRI
NIM. 43010-15-0079
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
ii
iii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lampiran : 4 (Empat) Eksemplar Salatiga, 13 Juli 2019
Hal : Naskah Skripsi
a.n Sdri. Viola Diane de J P
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah
Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Setelah mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya bersama ini saya
kirimkan skripsi saudara:
Nama : Viola Diane de Johnnie Putri
NIM : 43010-15-0079
Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Judul : AKTIVITAS KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL
ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN
DIRI ANAK TUNARUNGU V-B DI SDLB NEGERI
SALATIGA TAHUN 2019
Selanjutnya saya mohon kepada Bapak Dekan Fakultas Dakwah agar
skripsi saudara tersebut dapat dimunaqasyahkan dan atas perhatian Bapak kami
ucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
PEMBIMBING
Yahya, S.Ag., M.H.I.
NIP.197009152001121001
iv
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS DAKWAH Jalan Lingkar Salatiga KM. 2 Pulutan Sidorejo Salatiga50716
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : Viola Diane de Johnnie Putri
NIM : 43010-15-0079
Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Tanggal UJian : 6 Agustus 2019
Judul Skripsi : AKTIVITAS KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL
ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN
DIRI ANAK TUNARUNGU DI SDLB NEGERI SALATIGA
TAHUN 2019
Panitia Munaqosyah Skripsi
1. Ketua Sidang : Dr. Mukti Ali, M.Hum ________________
2. Sekretaris : Yahya, S.Ag., M.H.I. ________________
3. Penguji I : Dr. Achmad Maimun, M. Ag
4. Penguji II : Dra. Maryatin, M. Pd. ________________
Mengetahui,
Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga
Dr. Mukti Ali, M.Hum
NIP.197509052001121001
v
PERNYATAAN KEASLIAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Viola Diane de Johnnie Putri
NIM : 43010-15-0079
Fakultas : Dakwah
Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Judul : AKTIVITAS KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL
ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN KEPERCAYAAN
DIRI ANAK TUNARUNGU V-B DI SDLB NEGERI
SALATIGA TAHUN 2019
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat temuan orang lain
yang terdapat dalam skripsi ini dikutip/dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Salatiga, 13 Juli 2019
Yang Menyatakan
Viola Diane de J P
43010-15-0079
vi
MOTTO
Ambillah waktu untuk merencanakan, tetapi jika tiba waktunya untuk bertindak
maka berhentilah berfikir dan maju terus, karena penghalang terbesar untuk
meraih kesuksesan adalah ketakutan untuk menghadapi
(Merry Riana)
Janganlah menyerah selama kita bisa melakukan berbagai hal, karena kita hanya
akan benar-benar kalah ketika berhenti berusaha
(Viola Diane de Johnnie Putri)
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan karuniaNya,
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Mama tercinta Ibu Dessy Iriani, SE yang sudah mendidik, membimbing,
mengingatkan, dan motivator terbesar dalam hidupku, terima kasih untuk
segalanya doa yang terus mengalir, kasih sayang, pengorbanan yang tak kenal
lelah, tetesan keringat yang menghantarkanku hingga sekarang ini dan
kesabaran yang begitu besar.
2. Papa Johhnie Prihanto, S.Sn yang sudah mendidikku dimasa kecil. Walaupun
kini kita sudah tidak bisa hidup bersama sebagai keluarga yang utuh, namun
engkau tetaplah bagian dari hidupku.
3. Adik-adikku tersayang, James, Camila, dan Kevin yang secara tidak langsung
menjadi sumber penyemangatku.
4. Dwi Nugroho yang selalu membantuku, menyemangatiku dan menemaniku
dari awal pembuatan skripsi ini hingga selesai.
5. Bapak Imam Hanafi dan Ibu Suningsih yang selalu mengingatkan dan
mendukung pembuatan skripsi ini.
6. Bapak Yahya, S.Ag., M.H.I. selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
7. Jajaran Komisi Pemilihan Umum Salatiga dan teman-teman seperjuangan
yang telah memberikan pengalaman dan pembelajaran selama dua bulan
penulis bekerja.
8. Jajaran Pemerintahan Kota Yogyakarta bagian Humas dan Protokol yang
telah memberikan pengalaman dan pengetahuan selama kegiatan
Pengembangan Profesi lapangan (PPL).
9. Teman-teman terdekat yang selalu memotivasi dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, Uswa, Uut, Rita, dan Machbub.
10. Untuk teman-teman S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2015
dan teman-teman bidikmisi angkatan 2015.
11. Untuk teman-teman KPI 2015 konsentrasi Public Relations.
12. Teman-teman seperjuangan PPL di Pemkot Yogyakarta, Indri, Nona, Bira,
dan Nana.
13. Mbak Puji Lestari KPI 2014 yang selalu saya tanyai tentang skripsi.
14. Teman-teman HMI Cabang Salatiga terutama Komisariat Lafran Pane yang
telah memberikan ruang untuk belajar selain di kampus.
15. Untuk keluarga Racana dan Brigsus yang telah memberikan banyak
pembelajaran berharga.
16. Untuk keluarga Teater Getar yang telah memberikan ruang berkreasi.
17. Keluarga baru yang saya dapatkan ketika KKN 2019
18. Orang-orang yang selalu tanya kapan skripsi ini selesai dan kapan diwisuda.
ix
KATA PENGANTAR
بسم الله الر حمن الرحىم
Al-Hamdu li Allāh rabbi al-ālamīn segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia Nya sehingga
penulis dapat melewati proses dalam penyusunan skripsi, dan berhasil
menyelesaikan skripsi dengan judul “Aktivitas Komunikasi Verbal dan
Nonverbal Orang Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak
Tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga Tahun 2019” guna memenuhi tugas
akhir untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad
Saw yang telah menghantarkan kita dari zaman Jahiliyah menuju zaman yang
terang benderang seperti sekarang ini, serta yang telah membimbing kita ke jalan
yang lurus, yakni agama Islam. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang
mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat kelak. Āmīn.
Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan, motivasi dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan banyak terimakasih yang tiada terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin, M.Ag selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M. Hum selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Salatiga.
3. Ibu Dra. Maryatin, M. Pd. selaku Ketua Program Studi Komunikasi
Penyiaran Islam.
x
4. Bapak Dr. Sa’adi, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa membimbing saya dengan sangat baik.
5. Bapak Yahya, S. Ag., M.H.I. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus
pemberi motivasi dan pengarahan sampai selesainya penulisan skrispsi
ini.
6. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf IAIN Salatiga yang telah memberikan
pendidikan, bimbingan, pengarahan dan pengetahuan serta dukungan dan
motivasi yang begitu luar biasa.
7. Bapak/Ibu staf akademik Fakultas Dakwah IAIN Salatiga, yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Ibu Yuliani, Bapak Daryanto, Bapak Tukijan, Ananda Zaki, Ananda
Zahra, dan Ananda Khoirul, yang telah berkenan dan bersedia menjadi
informan dalam penelitian ini.
9. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis semoga semua perbuatan baik dapat diterima dan
diridhoi Allah Swt. Tak lupa selain itu, penulis selalu mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan.
xi
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umunya. Āmīn Yā Robba al-
ālamīn.
Salatiga, 13 Juli 2019
Penulis
Viola Diane de J P
43010-15-0079
xii
ABSTRAK
Putri, Viola Diane de Johnnie. 2019. Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Orang Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu V-B di
SDLB Negeri Salatiga Tahun 2019. Skripsi, Salatiga: Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
Kata Kunci: Aktivitas, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Anak Tunarungu
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana
aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga. 2) Bagaimana
strategi komunikasi orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak
tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga. 3) Apa saja faktor penghambat orang
tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri
Salatiga.
Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif dengan pendekatan
komunikasi yang menggunakan komunikasi antar pribadi dan teori interaksi
simbolik. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder, metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi, hasil data dianalisis menggunakan reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Aktivitas komunikasi yang
dilakukan oleh orang tua dan anak tunarungu menggunakan dua bentuk
komunikasi yaitu komunikasi verbal berupa komunikasi secara langsung saling
berbincang-bincang dengan bantuan isyarat gerakan bibir dan komunikasi
nonverbal ketika menyentuh atau menepuk anak tunarungu saat orang tua ingin
berbicara. 2) Strategi komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu adalah dengan melakukan
pendekatan komunikasi tatap muka serta selalu memberikan motivasi. 3)
Hambatan pada aktivitas komunikasi orang tua dalam meningkatkan kepercayaan
diri anak tunarungu, yaitu anak tunarungu tidak mampu menangkap secara cepat
pesan atau informasi yang diberikan karena keterbatasan yang dimilikinya. Peran
orang tua sangat berarti bagi anak tunarungu dalam mendidik atau membina anak
tunarungu yang membutuhkan kesabaran dengan melihat keterbatasan yang
dimiliki oleh anak tunarungu.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN BERLOGO ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................ v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
E. Penegasan Istilah .............................................................................. 7
F. Kerangka Berfikir ............................................................................ 10
xiv
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 16
B. Landasan Teori ................................................................................ 23
BAB III METODOLIGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................................... 47
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 48
C. Fokus Penelitian ............................................................................... 49
D. Sumber dan Jenis Data ..................................................................... 50
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 51
F. Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 53
G. Teknik Validitas Data ...................................................................... 56
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa (SLB) Salatiga ................... 60
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian ...................................................... 64
2. Gambaran Umum Informan ....................................................... 65
3. Temuan Penelitian ..................................................................... 68
C. Pembahasan
1. Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang Tua dan
Anak Tunarungu ........................................................................ 75
xv
2. Strategi Komunikasi Orang Tua Dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Anak Tunaruungu ......................................... 77
3. Faktor Penghambat Orang Tua Dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Anak Tunarungu ........................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 83
B. Saran ................................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 90
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 119
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 11
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Informan ....................................................................................... 51
Tabel 4.1 Gambaran Umum Informan .................................................................. 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Dalam kehidupan sehari–hari manusia selalu melakukan aktivitasnya dengan
berinteraksi sesamanya. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya
aktivitas– aktivitas sosial. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai
pada saat itu. Manusia saling menegur, berjabat tangan, saling bicara atau
bahkan berkelahi. Aktivitas tersebut merupakan bentuk adanya interaksi sosial.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih,
komunikasi sudah menjadi bagian penting dalam berinteraksi, menegaskan
bahwa manusia akan selalu berkomunikasi satu dengan yang lainya baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Interaksi sosial akan tercipta dengan adanya proses komunikasi, baik
secara verbal (bahasa) maupun nonverbal (simbol, gambaran, atau media
komunikasi lainnya). Komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan
manusia, baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan. Kata komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama (Mulyana, 2010:46).
2
Komunikasi merupakan kegiatan dasar manusia yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Mulyana dalam Dasrun (2012:24) mendefinisikan
komunikasi sebagai usaha untuk membangun kebersamaan pikiran tentang
suatu makna atau pesan yang dianut secara bersama. Manusia tidak akan
menemukan kehidupan yang baik tanpa komunikasi sesamanya. Hal ini
disebabkan karena hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu,
komunikasi adalah penjembatan agar manusia dapat saling berhubungan.
Komunikasi merupakan penyampaian informasi kepada seseorang
dengan harapan dapat dengan mudah dalam menyampaikan dan menerima
pesan. Komunikasi sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Proses penyampaian komunikasi melalui pikiran atau perasaan seseorang
kepada orang lain bisa menggunakan lambang (symbol) sebagai media.
Salah satu jenis komunikasi yang sering terjadi adalah komunikasi
interpersonal atau komunikasi antar pribadi. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila banyak orang yang menganggap bahwa komunikasi
interpersonal mudah dilakukan semudah orang berjalan dan tidur. Komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung antara pribadi yang satu
dengan pribadi yang lain. Dalam jenis komunikasi ini, unsur pribadi terlibat
secara utuh antara satu dengan lainnya dalam penyampaian dan penerimaan
pesan secara nyata. Komunikan dan komunikator tidak hanya memperhatikan
pada isi pesan tetapi juga memperhatikan kadar hubungan antara pribadi
(Diana, 2016:27).
3
Komunikasi interpersonal dapat dilakukan melalui dua bentuk
komunikasi yaitu komunikasi yang bersifat verbal dan komunikasi yang
bersifat nonverbal. Komunikasi yang bersifat verbal dilakukan dengan cara
lisan atau dengan kata-kata. Sedangkan komunikasi nonverbal merupakan
proses komunikasi dimana pesan tidak disampaikan menggunakan kata-kata,
namun melalui gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan simbol-simbol.
Pencapaian keberhasilan seseorang tentu membutuhkan peran keluarga
sebagai pendukungnya. Komunikasi yang baik akan mendukung proses
tercapainya kesuksesan keluarga. Keterbukaan dalam berkomunikasi inilah
yang biasanya menciptakan keberhasilan pada keluarga. Bagaimana seseorang
berkomunikasi antar anggotanya akan menghasilkan rasa saling memahami
serta membetuk rasa percaya diri agar kedepannya menjadi pribadi yang lebih
baik. Pada dasarnya di dalam suatu keluarga akan ada aktivitas antar
anggotanya yang berhubungan dengan adanya dorongan, alasan atau kemauan.
Begitu pula kehendak untuk membina dan menjalin hubungan interpersonal
juga dilandasi oleh adanya dorongan tertentu.
Panca indera memiliki peranan penting dalam jalinan komunikasi antar
manusia. Apabila salah satu indera tidak ada, manusia akan sulit menjalin
komunikasi, misalnya pendengaran atau biasa disebut tunarungu. Tunarungu
adalah keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak
dapat menangkap berbagai rangsangan, sehingga mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasa. Perlu adanya penanaman sikap positif pada orang tua
agar anak tunarungu dapat berkembang dan mencapai potensi yang
4
dimilikinya. Salah satunya adalah kemampuan berbahasa anak, yang pertama
kali didapat dari keluarga, khususnya pengasuh utama (Tubbs & Moss,
2008:219).
Anak yang mengalami tunarungu bukan hanya kehilangan kemampuan
pendengarannya, akan tetapi anak tunarungu juga kehilangan kemampuannya
dalam berbicara. Sehingga hal ini membuat anak tunarungu sulit dalam
menerima atau mencerna secara cepat apa yang disampaikan oleh orang-orang
disekitarnya. Hal ini disebabkan karena anak tunarungu kurang memiliki
pemahaman informasi verbal atau kekurangan bahasa sehingga ia tidak mampu
mengekspresikan apa yang didengar, akibatnya anak akan sulit menerima
materi yang bersifat abstrak, sehingga dibutuhkan media untuk memudahkan
pemahaman suatu konsep pada anak yang mengalami kehilangan pendengaran.
Seringkali ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang
mengundang simpati dibandingkan dengan ketunaan lainnya. Padahal,
ketunarunguan merupakan gangguan atau ketunaan yang berat dan dapat
mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses komunikasi di dalam keluarga merupakan hal yang sangat
penting dimana orang tua mempunyai peran penting dalam proses belajar anak.
Bagi anak berkebutuhan khusus seperti tunarungu, diperlukan peran
komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. Orang tua sebagai
pengasuh utama harus mampu menyampaikan pesan kepada anak dengan baik.
Orang tua juga diharapkan untuk terus berupaya mengembangkan cara
berinteraksi dan berkomunikasi agar pesan yang disampaikan dapat diterima
5
dan dipahami oleh anak tunarungu. Selain itu, anak tunarungu juga
memerlukan bantuan orang tua untuk membangun rasa percaya diri agar
mereka mampu berinteraksi secara nyaman di masyarakat hingga nantinya
anak mampu hidup membaur bersama masyarakat normal lainnya sebagai
individu dengan keterbatasan diri yang mampu hidup mandiri tanpa
ketergantungan orang lain.
Orang tua sebagai pengasuh utama anak juga bertanggung jawab dalam
hal pendidikan anaknya. Pada umumnya anak berkebutuhan khusus
ditempatkan di sekolah khusus yang mampu menunjang pendidikannya, yaitu
Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah Luar Biasa Negeri Salatiga adalah
lembaga pendidikan negeri di Kota Salatiga bagi anak berkebutuhan khusus
seperti anak tunarungu. SLB Negeri Salatiga menyelenggarakan pelayanan
pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Fokus penelitian
yang peneliti bahas adalah anak SD kelas V di SDLB Negeri Salatiga. SD
adalah masa seseorang tumbuh dari anak-anak menuju remaja, dalam hal ini
adalah anak kelas V SD. Anak kelas V SD adalah anak yang berada dalam
masa pertumbuhan yang sedang senang-senangnya bermain dengan teman-
teman sebayanya. Kelas V SD adalah masa kepercayaan diri sangat dibutuhkan
untuk memasuki peralihan ke masa remaja. Anak tunarungu pada tingkat
Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Salatiga
masuk ke dalam kategori kelas B.
Penelitian ini ingin melihat mengenai bentuk pesan dalam komunikasi
verbal dan nonverbal yang digunakan orang tua dan anak tunarungu dalam
6
aktivitas komunikasinya. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih jauh mengenai aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk membahas lebih lanjut hal tersebut, yang dituangkan dalam
skripsi dengan judul “Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang
Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu V-B di
SDLB Negeri Salatiga Tahun 2019”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dengan
anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga?
2. Bagaimana strategi komunikasi orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga?
3. Apa saja faktor penghambat orang tua dalam meningkatkan kepercayaan
diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dengan
anak tunarungu.
7
2. Mengetahui strategi komunikasi orang tua dengan anak dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu.
3. Mengetahui faktor penghambat orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teori
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah
keilmuan dalam bidang komunikasi, khususnya yang terkait dengan
komunikasi interpersonal, baik verbal dan nonverbal.
2. Secara Praktis
Manfaat secara praktis antara lain:
a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan kepada orang tua agar dapat meningkatkan kepercayaan diri
anaknya, terutama bagi orang tua yang memiliki anak tunarungu.
b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi pedoman mengenai
aktivitas komunikasi verbal dan non verbal orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam memahami judul penelitian tentang
aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam meningkatkan
8
kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga Tahun 2019,
maka peneliti perlu memberikan penegasan dan penjelasan sebagai berikut :
1. Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keaktifan,
kegiatan-kegiatan, kesibukan atau salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan tiap suatu organisasi atau lembaga (Dep. Pendidikan dan
Kebudayaan, 2005:23). Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali
aktivitas, kegiatan, atau kesibukan yang dilakukan manusia. Aktivitas
tidak hanya sekedar kegiatan, akan tetapi aktivitas dipandang sebagai
usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan. Dalam penelitian ini, aktivitas
yang dimaksud adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari antara orang tua dan anak tunarungu.
2. Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara
pengirim pesan dengan penerima pesan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
komunikasi verbal dan nonverbal antara orang tua dan anak tunarungu.
3. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang menggunakan tulisan
ataupun lisan. Bentuk komunikasi ini membutuhkan alat berupa bahasa
yang outputnya berupa ucapan atau tulisan kata-kata. Komunikasi verbal
efektif selama orang yang berinteraksi mengerti bahasa yang digunakan.
4. Komunikasi Nonverbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan
bahasa secara langsung. Hal seperti lambaian tangan untuk menyatakan
selamat tinggal adalah contoh yang paling sederhana. Dalam peneltian ini
9
komunikasi nonverbal seperti bahasa isyarat anak tunarungu kepada orang
tuanya.
5. Orang tua adalah ayah ibu kandung atau ayah ibu yang dikenal pertama
kali oleh putra putrinya. Orang tua adalah bagian dari keluarga, atau yang
identik dengan orang membimbing anak dalam lingkungan keluarga.
Orang tua dalam penelitian ini bisa ayah maupun ibu yang memiliki
aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal dengan anak tunarungu.
6. Meningkatkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna
proses yang bertahap, dari tahap terendah, tahap menengah, dan tahap
akhir atau tahap puncak. Sedangkan “meningkatkan” yang peneliti
maksudkan dalam penelitian ini adalah meningkatkan kepercayaan diri
anak tunarungu, dari yang belum merasa percaya diri menjadi percaya diri
ataupun yang sudah percaya diri menjadi lebih percaya diri.
7. Percaya diri merupakan adanya sikap individu yang yakin pada
tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannnya, dan tidak
terpengaruh oleh orang lain. Percaya diri yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah tidak merasa minder ketika bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungan sekitar.
8. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga
10
adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan
dengan penerima baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu
kumpulan yang sedarah yang dilakukan orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anaknya (tunarungu) yang bersekolah di SDLB Negeri
Salatiga.
F. Kerangka Berpikir
Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari sebuah komunikasi, baik yang
bersifat verbal maupun nonverbal. Komunikasi itu sendiri berlangsung dalam
berbagai konteks, mulai dari komunikasi intrapersonal, komunikasi
interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi sampai dengan
komunikasi massa. Masing-masing konteks memiliki karakteristik unik yang
semuanya menghendaki adanya efektivitas dalam prosesnya (Suciati, 2017:1).
Komunikasi interpersonal adalah sebuah bentuk komunikasi yang
terdiri dari dua orang dengan hubungan yang mantap, hubungan personal yang
saling menguntungkan, serta adanya kesadaran dari masing-masing partisipan
untuk berpikir positif tentang hubungan mereka. Hubungan interpersonal ini
dapat terwujud dalam hubungan orang tua dengan anaknya ataupun guru
dengan siswanya.
Mc Leod dan Chaffee memfokuskan studi mereka pada bagaimana
lingkungan komunikasi anak-anak itu lebih ditekankan pada pandangan
mereka tentang realitas sosial. Kedudukan itu telah disesuaikan bahwa anak-
anak belajar suatu gaya komunikasi melalui pengulangan dari interaksi mereka
11
dengan teman sebaya, guru, dan orang tua mereka. Gaya komunikasi itu anak-
anak pertahankan kemudian membentuk suatu struktur pengalaman interaksi
interpersonal. Struktur dari pengalaman interaksi interpersonal anak tersebut
membantu mendefinisikan kepribadian mereka, bagaimana mereka akan
mempersepsi, bereaksi, dan menghadapi situasi kehidupan (Djamarah,
2004:150).
Kerangka befikir atau kerangka penalaran logis yang digunakan untuk
meneliti ”Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang tua Dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu V-B di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri Salatiga Tahun 2019” juga dapat dijabarkan dalam bagan
sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
KERANGKA BERPIKIR
KOMUNIKASI VERBAL
DAN NON VERBAL
ANAK TUNARUNGU ORANG TUA
STRATEGI
KOMUNIKASI
INTERAKSI SIMBOLIK
TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI
12
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata,
baik lisan maupun tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam
hubungan antarmanusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan,
emosi, maupun gagasan.
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata. Komunikasi
ini dapat berbentuk bahasa tubuh, tanda, dan tindakan. Bahasa tubuh berupa
raut wajah, gerak tangan, dan gerak-gerik tubuh yang mengungkapkan
perasaan, isi pikiran, dan kehendak seseorang. Tanda dalam komunikasi
nonverbal dapat berupa bendera, rambu-rambu, dan aba-aba. Tindakan
sebenarnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat
menghantarkan makna, misalnya menggebrak meja dalam pembicaraan
ataupun menutup pintu keras-keras pada waktu meninggalkan rumah.
Komunikasi verbal dan nonverbal yang dimaksud dalam bagan
kerangka berfikir adalah mengenai aktivitas komunikasi antara orang tua dan
anak tunarungu dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua sebagai pengasuh
utama harus mampu menyampaikan pesan kepada anak dengan baik. Orang tua
juga diharapkan untuk terus berupaya mengembangkan cara berinteraksi dan
berkomunikasi agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh
anak tunarungu.
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan dan upaya
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pada saat berkomunikasi, komunikator
harus bisa membuat strategi komunikasi terlebih dahulu agar pesan yang
disampaikan bisa mencapai target komunikasi yang diinginkan. Dalam
13
penelitian ini yang dimaksud dari strategi komunikasi adalah upaya orang tua
dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu untuk meningkatkan
kepercayaan diri.
Teori interaksionisme simbolik merupakan teori yang memiliki asumsi
bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori ini
menyatakan bahwa manusia berinteraksi satu dengan yang lain tidak secara
langsung, melainkan melalui simbol-simbol. Teori ini menitikberatkan
perhatiannya pada interaksi antarindividu. Menurut teori ini, konsep tentang
masyarakat, lembaga sosial, maupun negara hanyalah konseptual saja dalam
arti hanyalah istilah akademik. Hal yang penting dalam sosiologi adalah
interaksi antaraindividu dan lingkungan dimana mereka berada (Andreas,
2008:16).
Simbol-simbol ini sebagian besar berupa kata-kata, baik lisan maupun
tulisan. Kata tidak lain hanyalah sekedar bunyi dan belum mempunyai arti
tertentu yang melekat pada kata itu sendiri. Kata atau bunyi tertentu tersebut
baru memiliki arti setelah masyarakat atau sekelompok orang sepakat
memberikan arti dari kata atau bunyi tersebut. Bunyi dan tulisannya sama, akan
tetapi jika berada pada masyarakat yang berbeda akan memberikan arti atau
makna yang berbeda (Andreas, 2008:16).
Teori interaksi simbolik memiliki hubungan terhadap komunikasi
verbal dan nonverbal orang tua dengan anak tunarungu. Orang tua dan anak
tunarungu akan saling berinteraksi melalui simbol-simbol dan saling
14
membentuk makna sehingga akan bertemu pada satu titik paham. Simbol-
simbol yang dimaksud dapat berupa kata-kata, baik lisan maupun tulisan.
Orang tua sebagai pengasuh utama anak secara tidak langsung adalah
tempat utama dalam membentuk kepribadian anak. Aktivitas komunikasi
sehari-hari antara orang tua dan anak sangat berpengaruh terhadap
pembentukan pola pikir si anak. Anak tunarungu yang memiliki keterbatasan
fisik dalam mendengar dan berbicara mungkin saja bisa minder dalam
pergaulan dengan anak-anak normal sebayanya.
Berdasarkan gambar bagan di atas, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah komunikasi antara orang tua dengan anaknya yang
berkebutuhan khusus (tunarungu) dapat meningkatkan kepercayaan diri anak
agar mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
G. Sistematika Penulisan.
Untuk memudahkan dalam pembahasan, penulis mencoba menyusun
penelitian ini secara sistematis. Pembahasan penelitian terdiri dari 5 bab,
masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, bagian pendahuluan menjelaskan kepada
pembaca mengapa dan bagaimana penulisan skripsi itu dikerjakan, dan
berfungsi sebagai petunjuk kerja, yang isinya terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penegasan istilah,
kerangka berpikir, dan sistematika penulisan.
15
BAB II : Kajian Pustaka dan Landasan Teori, kajian pustaka
menjelaskan penelitian-penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan
penelitian yang akan dilakukan, sedangkan landasan teori memuat definisi
tentang komunikasi verbal dan nonverbal, komunikasi orang tua dan anak,
meningkatkan kepercayaan diri, dan anak tunarungu.
BAB III : Metode Penelitian, bab ini menjelaskan mengenai jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan
data, teknik analisis data, dan teknik validitas data.
BAB IV : Hasil Dan Pembahasan, bab ini berisi hasil temuan dan
pembahasan dari penelitian yang sudah dilakukan yakni tentang komunikasi
orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu di SDLB
Negeri Salatiga.
BAB V : Penutup, bab ini memuat kesimpulan uraian yang telah
dipaparkan sebelumnya terutama temuan hasil penelitian untuk kemudian
diajukan saran-saran.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah melakukan
penelusuran dan kajian dari berbagai sumber atau referensi yang memiliki
kesamaan topik atau relevansi terhadap penelitian ini. Berikut adalah karya
tulis ilmiah yang relevan dengan penelitian ini:
Jurnal inject Muslih Aris Handayani yang berjudul Komunikasi Anak
Tunarungu Dengan Bahasa Isyarat di SLB B Yakut Purwokerto. Jurnal ini
menjelaskan model komunikasi anak tunarungu di SLB B Yakut Purwokerto
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil peneltian menunjukan
dalam berkomunikasi, anak-anak SLB B mengutamakan bahasa verbal (oral)
dan nonverbal (isyarat). Penelitian ini mempunyai beberapa kesamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Kesamaan pada
penelitian ini terdapat pada objek penelitian, yaitu anak tunarungu. Sedangkan
perbedaannya terdapat pada fokus pembahasannya, dalam penelitian ini fokus
membahas komunikasi anak tunarungu dengan bahasa isyarat, akan tetapi
dalam penelitian yang akan dilakukan fokus pembahasannya adalah mengenai
aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu.
Jurnal Rahmat Aulia dan Ade Irma mahasiswa FISIP Universitas Syiah
Kuala yang berjudul Strategi Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak
17
Dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Penyandang Disabilitas. Jurnal
ini berisi bagaimana strategi komunikasi interpersonal orang tua dalam
meningkatkan rasa percaya diri anak penyandang disabilitas kategori
tunagrahita, serta untuk mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat
yang dihadapi orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak
penyandang disabilitas kategori tunagrahita. Teori yang digunakan pada
penelitian ini adalah teori Perencanaan Charles Berger dalam merencanakan
komunikasi. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara
dengan orang tua yang mempunyai anak disabilitas kategori tunagrahita. Hasil
penelitian diperoleh bahwa orang tua menggunakan teori perencanaan yang
dikemukakan Charles Berger, dengan terlebih dahulu menetapkan rencana-
rencana sebagai gambaran untuk langkah- langkah atau kegiatan komunikasi
yang akan dilakukan agar mencapai tujuan yang diharapkan. Penelitian ini
mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan. Kesamaan pada penelitian ini terdapat pada bagaimana
komunikasi orang tua dan anak dalam meningkatkan rasa percaya diri anak
penyandang disabilitas. Sedangkan perbedaannya terdapat pada orang yang
dipengaruhi, dalam penelitian ini komunikasi orang tua dan anak disabilitas
kategori tunagrahita, akan tetapi dalam penelitian yang akan dilakukan adalah
komunikasi orang tua dan anak disabilitas kategori tunarungu.
Jurnal Darsono Wisadirana, Reza Safitri, dan Sinta Swastikawara dosen
FISIP UB Malang yang berjudul Strategi Komunikasi Guru Dalam Mengasah
18
Kemampuan Komunikasi Pada Murid Tunarungu. Jurnal ini berisi bagaimana
strategi komunikasi guru dalam mengasah kemampuan komunikasi murid
tunarungu SDLB kelas B, serta mengidentifikasi keadaan murid yang
dilakukan oleh guru SDLB-B terhadap kebutuhan mendasar murid tunarungu
yang mereka bimbing. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori
Komunikasi Interpersonal dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil dari
penelitian ini diketahui bahwa guru menggunakan identifikasi sebagai dasar
untuk membuat strategi komunikasi. Strategi komunikasi yang membentuk
hubungan interpersonal dan diikuti dengan komunikasi pembelajaran untuk
siswa tunarungu. Penelitian ini mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Kesamaan pada penelitian ini
terdapat pada orang yang dipengaruhi dan diidentifikasi, yaitu anak tunarungu
SDLB-B. Sedangkan perbedaannya terdapat pada fokus penelitian, dalam
penelitian ini berfokus pada strategi komunikasi guru dalam mengasah
kemampuan komunikasi siswa tunarungu, akan tetapi penelitian yang akan
dilakukan berfokus pada aktivitas komunikasi orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu. Lalu juga terdapat perbedaan pada orang
yang mempengaruhi, dalam penelitian ini yang mempengaruhi adalah guru,
sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan yang mempengaruhi adalah
orang tua.
Jurnal Novita Wuwungan mahasiswi Ilkom FISIP-UNMUL yang
berjudul Peran Komunikasi Interpersonal Guru dan Siswa Tunarungu Dalam
Meningkatkan Sikap Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
19
Pembina Luar Biasa Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk
memahami peran komunikasi interpersonal guru dan siswa tunarungu dalam
meningkatkan sikap kemandirian anak berkebutuhan khusus di sekolah
pembina luar biasa Provinsi Kalimantan Timur, serta mengetahui faktor
penghambat dalam komunikasi interpersonal guru dengan siswa tunarungu
dalam meningkatkan sikap kemandirian siswa tunarungu. Metode penelitian
yang digunakan adalah kualitatif deksriptif. Hasil yang didapat dari penelitian
ini adalah komunikasi yang digunakan oleh guru secara interpersonal dalam
interaksi bagi siswa tunarungu menggunakan komunikasi interpersonal non
verbal dan juga lebih mengarahkan ke arah keterampilan yang berpengaruh
terhadap siswa sehingga siswa diharapkan mampu menjadi lebih mandiri.
Penelitian ini mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan. Kesamaan pada penelitian ini terdapat pada orang
yang dipengaruhi, yaitu anak tunarungu. Sedangkan perbedaannya terdapat
pada fokus penelitian, dalam penelitian ini berfokus pada peran komunikasi
interpersonal guru dan siswa tunarungu dalam meningkatkan sikap
kemandirian anak berkebutuhan khusus, akan tetapi penelitian yang akan
dilakukan berfokus pada aktivitas dan strategi komunikasi orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu.
Skripsi Rahmah Giassari yang berjudul Proses Komunikasi
Interpersonal Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu (Studi
Kasus Orang Tua dan Anak di Depok). Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
secara mendalam proses komunikasi interpersonal orang tua dalam
20
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah
dalam melakukan komunikasi interpersonal, orang tua menyusun pesan
dengan menggunakan sikap keterbukaan sebagai pendidik dan teman, sebagai
pendidik orang tua menyampaikan informasi kepada anak tunarungu secara
real dan transparan tetapi orang tua harus memilah cara penyampaiannya,
sebagai teman orang tua secara intens mengajak anak untuk menceritakan
perihal kehidupan anak tunarungu. Penelitian ini mempunyai beberapa
kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Kesamaan pada penelitian ini terdapat pada bagaimana komunikasi orang tua
dan anak tunarungu dalam meningkatkan kepercayaan diri. Sedangkan
perbedaannya terdapat pada fokus penelitian, dalam penelitian ini berfokus
pada komunikasi interpersonal, akan tetapi penelitian yang akan dilakukan
berfokus pada aktivitas dan strategi komunikasi orang tua dan anak.
Skripsi Yusuf Nur Setiyawan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang berjudul Komunikasi Interpersonal Antara
Guru dan Murid Penyandang Autis Dalam Membentuk Kepercayaan Diri
Siswa di SLB YKAB Surakarta Tingkat Sekolah Dasar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui proses komunikasi interpesonal guru untuk membuat murid
penyandang autis meningkatkan kepercayaan diri, dan mencari hambatan yang
dialami guru dalam membuat murid dapat percaya diri. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil
penelitian ini menunjukan komunikasi interpersonal guru pada murid lebih
21
mengutamakan pemberian pesan yang positif agar anak muncul rasa percaya
dirinya, guru juga menggunakan sentuhan pada anak yang kesulitan untuk
percaya diri agar murid merasa tenang dan tidak menjadi tegang, pendekatan
menggunakan hati adalah salah satu kunci utama dalam memahami murid autis
untuk membuatnya menjadi percaya diri. Penelitian ini mempunyai beberapa
kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Kesamaan pada penelitian ini terdapat pada fokus penelitian meningkatkan
kepercayaan diri anak di SLB tingkat Sekolah Dasar. Sedangkan perbedaannya
terdapat pada orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi, dalam penelitian ini
membahas tentang komunikasi guru dan murid penyandang autis, akan tetapi
penelitian yang akan dilakukan membahas tentang komunikasi orang tua dan
anak tunarungu.
Skripsi Mirsan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Alauddin
Makassar yang berjudul Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di
Kabupaten Bulukumba. Skripsi ini berisi tentang bagaimana komunikasi
antarpribadi guru dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa tunarungu dan
faktor penghambat guru dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa
tunarungu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan komunikasi antarpribadi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadai guru dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB)
Negeri Kab. Bulukumba dengan pendekatan komunikasi antarpribadi yang
22
digunakan oleh guru yang diterpakan dalam metode seperti simbol, gerak
tubuh, peran, dan peraturan. Selain itu juga menerapkan bentuk komunikasi
non verbal yang digabungkan dengan komunikasi verbal, adapun faktor
penghambatnya yaitu kurangnya ruangan, tidak mampu meniru model bahasa
yang diucapkan dan tidak dapat menangkap kata-kata abstrak serta sarana dan
prasarana yang kurang memadai. Penelitian ini mempunyai beberapa kesamaan
dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Kesamaan pada
penelitian ini terdapat pada fokus penelitian tentang bagaimana meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu. Sedangkan perbedaannya terdapat pada pada
orang yang mempengaruhi, dalam penelitian ini yang mempengaruhi adalah
guru, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan yang mempengaruhi
adalah orang tua.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini mempunyai perbedaan yang
nyata dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu pada penelitan yang telah
dilakukan berfokus pada komunikasi interpersonal guru untuk meningkatkan
rasa percaya diri siswa tunarungu, strategi komunikasi guru dalam
menumbuhkan kemandirian siswa disabilitas, dan lain sebagainya. Sedangkan
pada penelitian ini berfokus pada aktivitas dan strategi komunikasi orang tua
dan anak tunarungu sehari-hari untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Kesamaan pada penelitian ini terletak pada komunikasi interpersonal sebagai
salah satu media untuk memotivasi seseorang agar lebih baik dari sebelumnya.
23
B. Landasan Teori
1. Aktivitas
Menurut Anton M. Mulyono (2001:26), aktivitas artinya “kegiatan
atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan
terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktivitas, kegiatan, atau
kesibukan yang dilakukan manusia. Namun berarti atau tidaknya kegiatan
tersebut bergantung pada individu tersebut karena aktivitas bukan hanya
sekedar kegiatan. Aktivitas merupakan usaha untuk mencapai sesuatu atau
memenuhi kebutuhan. Aktivitas juga dapat diartikan sebagai kegiatan,
kesibukan, atau kerja sama yang dilakukan oleh setiap individu maupun
kelompok dengan tujuan menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal antara orang tua dan
anak merupakan salah satu indikator adanya kegiatan komunikasi sehari-
hari antara orang tua dan anak.
2. Komunikasi
Istilah Komunikasi berasal dari bahasa inggris “communication”
dan bahasa latin “communicatio” yang berarti sama, sama disini adalah
sama makna. Artinya, tujuan dari komunikasi adalah untuk membuat
persamaan antara sender atau pengirim pesan dan receiver atau penerima
pesan. Keberhasilan komunikasi ditandai oleh adanya persamaan presepsi
terhadap makna atau membangun makna (construct meaning) secara
bersama pula. Berlangsungnya komunikasi juga menyebabkan terjadinya
24
hubungan antara penyampai pesan dengan penerima pesan (Dasrun,
2012:2).
Berdasarkan paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat,
perilaku baik langsung maupun tidak langsung.
Komunikasi dapat dijabarkan ke dalam berbagai cabang komunikasi,
dalam pembahasan ini misalnya komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima
oleh orang lain dengan adanya umpan balik. Dalam komunikasi
interpersonal, komunikan dan komunikator tidak hanya memperhatikan
pada isi pesan tetapi juga memperhatikan kadar hubungan antar pribadi.
Komunikasi interpersonal merupakan rangkaian tindakan, kejadian dan
kegiatan yang terjadi secara terus menerus atau bisa dibilang merupakan
suatu yang dinamis. Artinya, segala sesuatu yang tercakup dalam
komunikasi interpersonal selalu dalam keadaan berubah, yakni para
pelaku, pesan maupun lingkungannya.
Dalam komunikasi antarpribadi terdapat komunikasi verbal dan
nonverbal, yaitu sebagai berikut:
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-
kata, baik lisan maupun tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai
dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka
25
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud
mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta
menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal, bahasa
memegang peranan penting (Agus, 2003:22).
Unsur penting dalam komunikasi verbal, dapat berupa kata dan
bahasa. Kata merupakan lambang terkecil dari bahasa. Makna kata
tidak ada pada pikiran orang. Seringkali kita mencoba membuat
kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan pada suatu pilihan
kata. Kata-kata yang kita gunakan adalah abstraksi yang telah
disepakati maknanya, sehingga komunikasi verbal bersifat intensional
dan harus ‘dibagi’ (share) diantara orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi tersebut.
Bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang
berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang
digunakan adalah bahasa lisan, tertulis pada kertas, ataupun
elektronik. Bahasa memiliki tiga fungsi yang erat hubungannya dalam
menciptakan komunikasi yang efektif. Fungsi itu digunakan untuk
mempelajari dunia sekitarnya, membina hubungan yang baik antar
sesama, dan menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Komunikasi verbal ada beberapa jenis, yaitu:
26
1) Berbicara dan Menulis
Berbicara ialah komunikasi verbal-vokal, sedangkan
menulis ialah komunikasi verbal-nonvokal. Contoh komunikasi
verbal-vokal ialah persentasi dalam rapat dan contoh komunkasi
verbal-nonvokal ialah surat menyurat.
2) Mendengarkan dan Membaca.
Mendengar dan mendengarkan mememiliki makna yang
berbeda, mendengar berarti semata-mata memungut getaran
bunyi sedangkan mendengarkan ialah mengambil makna dari apa
yang didengar. Mendengarkan melibatkan empat unsur, yakni
mendengar, memperhatikan, memahami, dan mengingat.
Membaca ialah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari
sesuatu yang ditulis.
b. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya
dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata
komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai dari pada komuniasi
verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi
nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat
tetap dan selalu ada (Agus, 2003:26).
Pesan atau simbol-simbol nonverbal sangat sulit untuk
ditafsirkan dari pada simbol verbal. Bahasa verbal sealur dengan
bahasa nonverbal, contoh ketika kita mengatakan “ya” pasti kepala
27
kita mengangguk. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan
hal yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi nonverbal
memiliki beberapa jenis, yaitu:
1) Sentuhan (heptic)
Sentuhan atau tactile message, merupakan pesan nonverbal
nonvisual dan nonvokal. Alat penerima sentuhan adalah kulit,
yang mampu menerima dan membedakan berbagai emosi yang
disampaikan seseorang melalui sentuhan. Alma I Smith, seorang
peneliti dari Cutaneous Communication Laboratory
mengungkapkan bahwa berbagai perasaan yang dapat
disampaikan melalui sentuhan, salah satunya adalah kasih sayang
(mothering) dan sentuhan itu memiliki kasiat kesehatan.
2) Komunikasi Objek
Pengguna komunikasi objek yang paling sering adalah
penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari jenis pakaian yang
digunakannya, walaupun ini termasuk bentuk penilaian terhadap
seseorang hanya berdasarkan presepsi. Contohnya dapat dilihat
pada penggunaan seragam oleh pegawai sebuah perusahaan, yang
menyatakan identitas perusahaan tersebut.
3) Kronemik
Kronemik merupakan bagaimana komunikasi nonverbal
yang dilakukan ketika menggunakan waktu, yang berkaitan
dengan peranan budaya dalam konteks tertentu. Contohnya
28
mahasiswa menghargai waktu. Adakalanya kita mampu menilai
bagaimana mahasiwa yang memanfaatkan dan mengaplikasikan
waktunya secara tepat dan efektif.
4) Gerakan Tubuh (kinestetik)
Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan
suatu kata atau frasa. Selain gerakan tubuh, ada juga gerakan mata
(gaze) dalam komunikasi nonverbal. Gaze adalah penggunaan
mata dalam proses komunikasi untuk memberi informasi kepada
pihak lain dan menerima informasi pihak lain. Fungsi gaze
diantaranya mencari umpan balik antara pembicara dan
pendengar, menginformasikan pihak lain untuk berbicara,
mengisyaratkan sifat hubungan (hubungan positif bila pandangan
terfokus dan penuh perhatian. Hubungan negatif bila terjadi
penghindaran kontak mata), dan berfungsi pengindraan. Misalnya
saat bertemu pasangan yang bertengkar, pandangan kita alihkan
untuk menjaga privasi mereka.
5) Proxemik
Proxemik adalah bahasa ruang, yaitu jarak yang digunakan
ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat
atau lokasi posisi ibadah. Pengaturan jarak menentukan seberapa
dekat tingkat keakraban seseorang dengan orang lain. Jarak
mampu mengartikan suatu hubungan. Richard West dan Lynn H.
29
Turner pada Introducing Communication theory (2007) membagi
zona proxemik pada berbagai macam pembagian, yaitu:
a) Jarak intim, jaraknya dari 0-45 cm.
Fase dekat 0-15 cm, fase jauh 15-45 cm, jarak ini
dianggap terlalu dekat sehingga tidak dilakukan di depan
umum.
b) Jarak personal, jaraknya 45-120 cm.
Fase dekat 45-75 cm yang bisa disentuh dengan uluran
tangan, fase jauh 75-120 cm yang bisa disentuh dengan dua
uluran tangan, jarak ini menentukan batas kendali fisik atas
orang lain, yang bisa dilihat rambut, pakaian, gigi, muka. Bila
ruang pribadi ini diganggu, kita sering merasa tidak nyaman.
c) Jarak sosial, jaraknya 120-360 cm.
d) Jarak publik, jaraknya >360-750 cm.
6) Lingkungan
Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang,
jarak, temperatur, penerangan, dan warna.
7) Vokalik
Vokalik atau para language adalah unsur nonverbal dalam
sebuah ucapan, yaitu cara berbicara. Misalnya adalah nada bicara,
nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara,
kualitas suara, intonasi, dan lain sebagainya.
30
3. Strategi Komunikasi
Strategi dalam komunikasi adalah cara mengatur pelaksanaan
operasi komunikasi agar berhasil. Strategi komunikasi pada hakikatnya
adalah perencanaan (planning) dan manajemen (magement) untuk
mencapai satu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah, tetapi juga
harus menunjukkan taktik operasionalnya (Abidin, 2015:155).
Oleh karenanya dari paparan secara teori diatas, agar komunikator
pada saat berkomunikasi harus bisa membuat strategi komunikasi terlebih
dahulu agar pesan yang kita sampaikan bisa mencapai target komunikasi
yang diinginkan. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan
dalam bentuk simbol atau kode dari dari satu pihak kepada yang lain
dengan efek untuk mengubah sikap, atau tindakan.
Strategi komunikasi adalah tahapan konkret dalam rangkaian
aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan teknik bagi
pengimplemintasian tujuan komuniasi, adapun teknik adalah satu pilihan
tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah ditetapkan
sebelumnya (Uchana, 2005:32).
Rencana yang meliputi metode, teknik, dan tata hubungan
fungsional antara unsur-unsur dan faktor-faktor dari proses komunikasi
guna kegiatan operasional dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran.
Pada hakikatnya adalah sebuah perencanaan dan manajemen untuk
mencapai sebuah tujuan.
31
Seorang pakar perencanaan komunikasi Middleton membuat
definisi dengan menyatakan strategi komunikasi adalah kombinasi terbaik
dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran
(media) penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk
mencapai tujuan komunikasi yang optimal (Cangara, 2013:61).
Strategi merupakan keseluruhan keputusan kondisional tentang
tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan. Dalam merumuskan
strategi komunikasi selain diperlukan perumusan tujuan yang jelas, juga
memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak atau sasaran. Dengan
demikian, strategi komunikasi merupakan keseluruan perencanaan, taktik
dan cara yang dipergunakan untuk melancarkan komunikasi dengan
memperhatikan keseluruhan aspek yang ada pada proses komunikasi
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Orang Tua
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, orang tua
adalah ayah ibu kandung (KBBI, 1990:629). Orang tua merupakan
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Karena dari
merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian
bentukan pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada
umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari
kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik,
melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan
kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu
32
terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi
secara timbal balik antara orang tua dan anak (Zakiah, 2012:35).
Menurut Miami dalam Zaldy Munir (2010:2) dikemukakan bahwa
orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap
sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak
yang dilahirkannya. Sedangkan menurut Widnaningsih dalam Indah
Pertiwi (2010:15) menyatakan bahwa orang tua merupakan seorang atau
dua orang ayah-ibu yang bertanggung jawab pada keturunannya semenjak
terbentuknya hasil pembuahan atau zigot baik berupa tubuh maupun sifat-
sifat moral dan spiritual.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
orang tua mempunyai tanggung jawab yang berat dalam memberikan
bimbingan kepada anak-anaknya, tokoh ayah dan ibu sebagai pengisi hati
nurani yang pertama harus melakukan tugas yang pertama adalah
membentuk kepribadian anak dengan penuh tanggung jawab dalam
suasana kasih saying antara orang tua dengan anak.
Pada keluarga anak pertama kali mengenal lingkungannya,
kehidupan di luar dirinya. Sebagai makhluk sosial, ia menyesuaikan diri
dengan kehidupan bersama, dan yang memperkenalkan semua itu adalah
orang tua, sehingga perkembangan anak ditentukan oleh situasi dan
kondisi yang ada serta pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh orang
tuanya.
33
Lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang
tuanya. Melalui lingkungan inilah anak mengenal dunia sekitarnya dan
pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan kelurga
inilah anak mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua biasanya
mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, agar anak tersebut
meperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui
penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya. Pada saat ini
orang tua dan anggota keluarga lainnya melakukan sosialisasi melalui
kasih sayang, atas dasar kasih sayang itu didik untuk mengenal nilai-nilai
tertentu, seperti nilai ketertiban, nilai ketentraman dan nilai yang lainnya.
Keluarga juga merupakan pelaksana pengawasan sosial yang penting.
Banyak norma-norma kelompok yang dipelajari dalam keluarga dan
dengan demikian merupakan pembatas tingkah laku yang sesuai.
Pada lingkungan keluarga, orang tualah yang bertanggung jawab
dalam suatu keluarga atau rumah tangga, dan sudah layaknya apabila
orang tua mencurahkan perhatian, mengawasi dan bimbingan untuk
mendidik anak agar supaya anak tersebut memperoleh dasar-dasar dasar,
pola pergaulan, dan pendidikan yang baik dan benar.
5. Tunarungu
Secara etimologi, tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”.
Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Jadi, orang dikatakan
tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu
mendengar suara (Ahmad, 2012:17). Agar dapat diperoleh pengertian
34
yang lebih jelas tentang anak tunarungu, berikut ini dikemukakan definisi
anak tunarungu oleh beberapa ahli.
Murni Winarsih (2007:23), menyatakan tunarungu adalah seseorang
yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama
pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting.
Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu menyebabkan
terhambatnya perkembangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut
sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi
dengan orang lain membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau ucapan
yang jelas sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersampaikan
dengan baik dan mempunyai satu makna, sehingga tidak ada salah tafsir
makna yang dikomunikasikan.
Iwin Suwarman dalam Edja Sadjaah (2005:75), pakar bidang medik,
memiliki pandangan yang sama bahwa anak tunarungu dikategorikan
menjadi dua kelompok. Pertama, hard of hearing adalah seseorang yang
masih memiliki sisa pendengaran sedemikian rupa sehingga masih cukup
untuk digunakan sebagai alat penangkap proses mendengar sebagai bekal
primer penguasaan kemahiran bahasa dan komunikasi dengan yang lain
baik dengan maupun tanpa mengguanakan alat bantu dengar. Kedua, the
35
deaf adalah seseorang yang tidak memiliki indera dengar sedemikian
rendah sehingga tidak mampu berfungsi sebagi alat penguasaan bahasa
dan komunikasi, baik dengan ataupun tanpa menggunakan alat bantu
dengar. Kemampuan anak tunarungu yang tergolong kurang dengar akan
lebih mudah mendapat informasi sehingga kemampuan bahasanya akan
lebih baik. Anak tuli yang sudah tidak mempunyai sisa pendengaran
otomatis untuk mendapat informasi sulit sehingga kemampuan bahasanya
kurang baik.
Pengertian tunarungu sangat beragam, namun pada intinya
tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan
mendengar sehingga menghambat proses informasi dengan bahasa melalui
indera pendengaran. Adapun ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai
berikut:
a. Kemampuan bahasanya terlambat.
b. Tidak bisa mendengar.
c. Lebih sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
d. Kata yang diucapkan tidak begitu jelas.
e. Kurang/ tidak menanggapi komunikasi yang dilakukan oleh orang lain
terhadapnya.
Aqila (2010:35) menjelaskan bahwa menurut beberapa ahli,
tunarungu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
36
a. Faktor internal
1) Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orangtua yang
mengalami tunarungu.
2) Penyakit campak Jerman (Rubella) yang diderita ibu yang sedang
mengandung.
3) Keracunan darah atau Toxaminia yang diderita ibu yang sedang
mengandung.
b. Faktor eksternal
1) Anak mengalami infeksi saat dilahirkan. Misalnya, anak tertular
virus herpes simpleks yang menyerang alat kelamin ibu.
2) Meningitis atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
yang menyerang labyrinth (telinga dalam) melalui sistem sel-sel
udara pada telinga tengah.
3) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak. Radang
ini mengeluarkan nanah yang menggumpal dan mengganggu
hantaran bunyi.
Jika diihat secara fisik, anak tunarungu tidak memiliki perbedaan
dengan anak normal pada umumnya. Orang lain dapat mengetahui bahwa
ia penyandang tunarungu yaitu pada saat ia berkomunikasi, khususnya jika
ia dituntut untuk berbicara. Penyandang tunarungu berbicara tanpa suara
atau dengan suara yang kurang jelas artikulasinya. Bahkan penyandang
tunarungu tidak berbicara sama sekali, namun menggunakan bahasa
isyarat.
37
Sebagaimana disebutkan di atas, tunarungu berdampak pada
gangguan bicara atau tidak berkembangnya kemampuan bicara. Namun,
ada dampak yang lebih besar bahkan terbesar dari tunarungu yaitu
terjadinya kemiskinan bahasa dan dalam penguasaan bahasa secara
keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan pelayanan pendidikan khusus
agar mereka mengenal bahasa atau nama benda, kegiatan, peristiwa, dan
perasaan sehingga mereka dapat menggunakan bahasa dengan baik di
lingkungannya.
6. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri atau keyakinan diri adalah kepercayaan terhadap
diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta
bagaimana individu tersebut memandang dirinya secara utuh dengan
mengacu pada konsep diri.
Percaya diri (self confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan
dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memlih
pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas
kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan
kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan kepercayaan
diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti
individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang
diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
38
beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa
memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan percaya bahwa dia bisa karena
didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang
realistik terhadap diri sendiri.
Percaya diri berarti merasa positif tentang berbagai hal yang bisa
individu lakukan dan tidak mengkhawatirkan berbagai hal yang tidak bisa
individu lakukan, tetapi memiliki kemauan untuk belajar. Kepercayaan
diri adalah pelumas yang mempelancar roda hubungan antara individu,
kemampuan (bakat, keahlian, dan potensi) dan cara anda
memanfaatkannya (Martin, 2006:9).
Menurut Lauster (2002:4) kepercayaan diri merupakan suatu sikap
atau keyakinan atau kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-
tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal
yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan
dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta
dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster
menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri memiliki
ciri-ciri tidak mementingkan diri sendiri (toleransi), tidak membutuhkan
dorongan orang lain, optimis dan gembira.
Menurut Rahmat (2000:109) kepercayaan diri dapat diartikan
sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh setiap
orang dalam kehidupannya serta bagaimana orang tersebut memandang
dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri.
39
Menurut Thantaway dalam Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling
(2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri
seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau
melakukan suatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep
diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering
menutup diri.
Kepercayaan diri merupakan rasa percaya pada kemampuan yang
dimiliki dirinya sendiri untuk mencapai tujuan tertentu, percaya diri juga
merefleksikan cara berperilaku kita tanpa kita sadari. Hakim dalam Yusuf
(2018:4) menjelaskan rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai
tujuan di dalam hidupnya. Agar percaya diri seseorang matang emosinya,
mereka yang sudah matang emosinya akan berpikiran panjang dan bebas
dari rasa cemas, memperoleh kematangan emosi merupakan landasan
kokoh bagi kepercayaan diri.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
percaya diri (self confidence) merupakan adanya sikap individu yakin akan
kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang
diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya,
bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang
lain. Orang yang memiliki kepercayaan diri memiliki ciri-ciri: toleransi,
tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap mengambil
40
keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan dinamis ,
serta memiliki dorongan prestasi yang kuat.
Dalam kehidupan, pergaulan merupakan syarat seseorang bisa
diterima orang lain. Tidak mungkin kita bisa berbisnis, bernegoisasi, dan
melakukan deal tertentu tanpa kontak langsung. Sikap kita dalam bergaul
menunjukkan kepribadian. Percaya diri merupakan syarat utama agar kita
bisa diperhatikan. Kepercayaan diri dan kepribadian yang kuat bisa
menunjang seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang di
sekitarnya. Sayangnya tidak semua orang secara lahiriah mempunyai
kemampuan itu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang
muncul pada dirinya, menurut Hakim (2002:121) salah satunya adalah
keluarga. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama
dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat
mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa
percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku
sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas, rasa percaya diri baru bisa tumbuh
dan berkembang baik sejak kecil, jika seseorang berada di dalam
lingkungan keluarga yang baik, namun sebaliknya jika lingkungan tidak
memadai menjadikan individu tersebut untuk percaya diri maka individu
tersebut akan kehilangan proses pembelajaran untuk percaya pada dirinya
41
sendiri. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama
yang sangat menentukan baik buruknya kepribadian seseorang.
7. Sekolah Luar Biasa
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah salah satu jenis sekolah yang
bertanggung jawab melaksanakan pendidikan untuk anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Sebagai warga negara Indonesia, mereka yang
kebetulan memiliki kelainan fisik dan mental memiliki hak yang sama
dengan mereka yang fisik dan mentalnya sempurna untuk mendapatkan
pendidikan (Fathurrahman, 2014:72).
Pada pasal 31 UUD 1945 di atas adalah sebuah jaminan adanya hak
yang diberikan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan
pengajaran. Hak tersebut tidak membatasi warga negara tertentu,
melainkan seluruh warga negara termasuk warga yang memiliki kelainan
fisik dan mental. Pengertian ini diperjelas dengan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) sebelumnya yaitu tahun 1989 pasal 8 ayat
(1) yang berbunyi: “Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan atau
mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa”. Dalam Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendidikan khusus
(pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Untuk melaksanakan amanat negara
tersebut, pemerintah telah menjabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.
42
28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Peraturan Pemerintah No.
29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, yakni yang mengatur
penyediaan fasilitas pendidikan berupa:
a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) bagi mereka yang menyandang
kelainan fisik dan/mental yang akan mengikuti pendidikan setingkat
Sekolah Dasar (SD).
b. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) bagi mereka yang
akan mengikuti ke tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP/SMP).
c. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) bagi mereka yang
ingin mengikuti pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Umum
(SMU/SMA) (Fathurrahman, 2014:72).
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus disediakan dalam tiga
macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan atau Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
Sekolah Berkelainan atau Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga
pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang
sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita,
SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB
menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya
mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, ataupun tunaganda. Sedangkan pendidikan terpadu adalah
sekolah biasa yang juga menampung anak berkebutuhan khusus dengan
43
kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang
sama.
8. Interaksi Simbolik
Paham mengenai interaksi simbolis (symbolic interactionism)
adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri, dan masyarakat
yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural
dalam membangun teori komunikasi (Morissan, 2013:110). Dengan
menggunakan sosiologi sebagai fondasi, paham ini mengajarkan bahwa
ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka saling membagi
makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tindakan tertentu.
George Herbert Mead menyatakan bahwa orang bertindak
berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu,
karena makna diciptakan dari interaksi pada sebuah realitas. Blumler
mengajukan tiga premis utama yang mendasari interaksi simbolik
(Kuswarno, 2008:22), yaitu:
a. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna-
makna yang diberikan kepada mereka.
b. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh
orang lain.
c. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial
sedang berlangsung.
George Hebert Mead dipandang sebagai pembangun teori interaksi
simbolik. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di
44
antara manusia baik secara verbal maupun nonverbal. Melalui aksi dan
respons yang terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata atau
tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan
cara-cara tertentu. Menurut teori ini, masyarakat muncul dari percakapan
yang saling berkaitan di antara individu.
Menurut teori interaksi simbolik, makna suatu objek sosial serta
sikap dan rencana tindakan tidak merupakan sesuatu yang terisolasi satu
sama lain. Seluruh ide paham interaksi simbolik menyatakan bahwa
makna muncul melalui interaksi. Orang-orang terdakat memberikan
pengaruh besar dalam kehidupan kita. Mereka adalah orang-orang dengan
siapa kita memiliki hubungan dan ikatan emsional seperti orang tua dan
saudara. Mereka memperkenalkan kita dengan kata-kata baru, konsep-
konsep tertentu, atau kategori-kategori tertentu yang kesemuanya
memberikan pengaruh kepada kita dalam melihat realitas.
Teori interaksi simbolik memiliki hubungan terhadap komunikasi
verbal dan nonverbal orang tua dengan anak tunarungu. Orang tua dan
anak tunarungu akan saling berinteraksi melalui simbol-simbol dan saling
membentuk makna sehingga akan bertemu pada satu titik paham. Simbol-
simbol yang dimaksud dapat berupa kata-kata, baik lisan maupun tulisan.
45
9. Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang Tua Dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarngu V-B di SDLB
Negeri Salatiga Tahun 2019
Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang Tua Dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarngu V-B di SDLB Negeri
Salatiga Tahun 2019 adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan
antara pengirim pesan dengan penerima baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam suatu kumpulan yang sedarah yang dilakukan orang
tua dengan anak tunarungu untuk mengetahui aktivitas komunikasi orang
tua dengan anak tunarungu sehari-hari dalam meningkatkan kepercayaan
diri anak. Komunikasi orang tua dan anak dilihat dari komunikasi verbal
dan nonverbal dalam memberikan pemahaman kepada anak tunarungu
bahwa keterbatasan bukanlah batasan untuk berinteraksi dan bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar. Berikut beberapa cara komunikasi orang tua
dalam memberikan pemahaman kepada anak tunarungu agar merasa
percaya diri, yaitu:
a. Menanamkan pada diri anak akan pentingnya pendidikan dan rasa
percaya diri.
b. Menjalin hubungan lebih dekat dengan anak agar terjalin rasa saling
membutuhkan satu sama lainya. Hal ini akan membuat anak merasa
diperhatikan dan mengikuti nasihat dari orang tua.
c. Tidak memaksa anak untuk selalu mendapatkan kesempurnaan dalam
semua hal, akan tetapi memaksimalkan potensi diri dari anak.
46
d. Memberikan perhatian lebih ketika anak sedang belajar.
e. Memberikan kepercayaan penuh pada anak bahwa setiap manusia
mampu untuk meraih kesuksesan.
f. Memberi teladan yang baik untuk anak.
g. Mensyukuri setiap hal yang diberikan Allah adalah yang terbaik
baginya.
h. Meyakini kepada anak bahwa keterbatasan bukan menjadi penghalang
untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian merupakan elemen penting untuk menjaga
reliabilitas dan validitas dari hasil penelitian yang dilakukan. Metode penelitian
diperlukan agar peneliti mengetahui dengan cara apa dan bagaimana data
diperlukan dapat dikumpulkan, sehingga hasil akhir dari penelitian dapat
menyajikan informasi yang valid dan reliabel (Bungin, 2003:42).
Menurut Chaedar, metode kualitatif memiliki kelebihan, yaitu adanya
fleksibilitas yang tinggi bagi peneliti ketika menentukan langkah-langkah
penelitian (Hikmat, 2011:36).
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, data yang
disampaikan dalam bentuk verbal yang lebih menekankan pada persoalan
kontekstual dan tidak terikat dengan perhitungan angka-angka, ukuran yang
bersifat empiris. Umumnya data diperoleh melalui wawancara, observasi,
rekaman, dan lain sebagainya. Biasanya diamati dengan menggunakan logika
ilmiah (Azwar, 2014:5).
Penelitian ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan mendiskripsikan keadaan subjek penelitian baik itu
seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain. Data yang diambil berdasarkan
fakta-fakta yang nyata. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui interpretasi atas
perilaku seseorang, sehingga diharapkan mampu memaparkan gambaran
mengenai aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam
48
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu V-B di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri Salatiga Tahun 2019”.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
komunikasi dengan menggunakan komunikasi antar pribadi dan teori interaksi
simbolik. Komunikasi antar pribadi adalah Komunikasi antar pribadi
(interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang
lain secara langsung, baik verbal ataupun nonverbal (Dasrun, 2012:43). Dalam
teori Interaksi simbolik yaitu bagaimana seorang individu berinteraksi dengan
individu lain dengan menggunakan simbol yang di dalamnya berisi tanda-
tanda, isyarat dan kata-kata, dan juga menekankan studinya pada perilaku
individu pada hubungan antar pribadi. Pendekatan ini untuk memudahkan
penulis untuk berinteraksi atau komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dan
anak tunarungu dalam menerapakan komunikasi antar pribadi untuk
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneliti akan mengadakan sebuah penelitian mengenai aktivitas
komunikasi orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu
V-B di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Salatiga. Penelitian ini
dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga pada tingkat SD
dan di rumah informan. Waktu penelitian yang akan dilaksanakan pada bulan
Februari-Juni 2019.
49
Alasan peneliti memilih lokasi di rumah informan adalah agar
wawancara dapat lebih kondusif dan peneliti dapat mengamati aktivitas
komunikasi verbal dan nonverbal antara orang tua dan anak. Peneliti
melakukan pengamatan atau observasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
Salatiga, pada tingkat SD kelas V-B karena letaknya yang strategis. Kelas V
SD adalah masa peralihan menuju remaja dimana kepercayaan diri perlu untuk
ditingkatkan agar mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar. Anak tunarungu di SDLB Negeri Salatiga dikategorikan dalam kelas
B, sesuai dengan judul peneliti yang meneliti mengenai aktivitas komunikasi
verbal dan nonverbal orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak
tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiaga Tahun 2019.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal
orang tua dengan anaknya yang berkebutuhan khusus (tunarungu) untuk
meningkatkan rasa percaya diri anak agar anak mampu berinteraksi dan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Untuk memperoleh data penelitian
ini akan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih karena
fenomena yang diamati perlu pengamatan terbuka, lebih mudahnya berhadapan
dengan realitas, kedekatan emosional antara peneliti dan informan sehingga
didapatkan data yang mendalam.
Konteks penelitian yang dikaji ini berfokus pada pendiskripsian
mengenai aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam
50
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga
Tahun 2019.
D. Sumber dan Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan subjek
penelitian dan beberapa orang terdekat dari subjek penelitian. Observasi
peneliti lakukan dengan cara mengamati secara langsung sebagaimana
adanya data yang ada di lapangan, peneliti akan memasuki lapangan,
berhubungan langsung dengan situasi dan orang yang diselidiki, kemudian
mencari tahu bagaimana aktivitas komunikasi orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu. Sesuai dengan judul,
peneliti akan meneliti aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB
Negeri Salatiga. Kelas V-B di SDLB Negeri Salatiga terdapat lima anak
tunarungu. Peneliti mengambil tiga informan dari orang tua anak
tunarungu dan tiga anak tunarungu yang diamati peneliti. Berikut ini tabel
nama-nama informan dalam penelitian ini:
51
Tabel 3.1 Data Informan
No Nama Informan Umur Status
1. Ibu Yuliani 36 tahun Ibu rumah tangga
2. Bapak Daryanto 38 tahun Buruh
3. Bapak Tukijan 44 tahun Tenaga kebersihan
4. Ahmad Zaki 12 tahun Pelajar SDLB V-B
5. Zahra 14 tahun Pelajar SDLB V-B
6. Khoirul Anwar 14 tahun Pelajar SDLB V-B
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang dikumpulkan untuk
melengkapi data primer. Data ini dapat diperoleh melalui literatur yang
sesuai dengan kajian penelitian. Sumber data sekunder dapat berupa buku,
dokumentasi lain yang dapat menambah kebutuhan informasi yang terkait
dengan penelitian. Dari beberapa elemen di atas merupakan unsur yang
dapat menunjang keberhasilan penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan buku, jurnal, dan
penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian sebagai sumber data
sekunder.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data
field research, yaitu dengan turun langsung ke lokasi pusat penelitian dengan
cara mengamati objek penelitian dengan teknik sebagai berikut:
52
1. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
peneliti untuk mengamati atau mencatat suatu peristiwa dengan
menyaksikan langsung, dan biasanya peneliti dapat sebagai partisipan atau
pengamat dalam menyaksikan atau mengamati suatu objek peristiwa yang
sedang ditelitinya. Dalam hal ini penulis secara langsung mengamati
aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB Negeri Salatiga.
2. Wawancara
Teknik interview atau wawancara merupakan salah satu cara
mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Wawancara adalah bentuk
komunikasi antara dua orang yang melibatkan seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Dalam
hal ini penulis melakukan wawancara mendalam yang dilakukan dengan
berbagai informan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data berupa catatan atau
dokumentasi yang tersedia serta pengambilan gambar di sekitar objek
penelitian yang akan dideskripsikan pembahasan yang akan membantu
dalam penyusunan hasil akhir penelitian atau bukti-bukti yang mendukung
proses penelitian aktivitas komunikasi verbal dan nonverbal orang tua
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu V-B di SDLB
53
Negeri Salatiga. Dokumentasi dalam penelitian ini mengacu pada foto-foto
dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
F. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
a. Catatan Pengamatan
Catatan pengamatan merupakan salah satu dari yang terkait
teknik pengumpulan data kualitatif, pengamatan untuk memperoleh
data dalam penelitian memerlukan ketelitian untuk mendengarkan,
memperhatiakan dan terperinci pada yang dilihat. Catatan
pengamatan pada umumya berupa tulisan tangan.
b. Rekaman Audio
Rekaman audio adalah salah satu dari teknik pengumpulan data
kualitatif. Dalam melakukan wawancara tidak jarang dibuat rekaman
audio, untuk menangkap inti pembicaraan diperlukan kejelian dan
pengalaman seseorang yang melakukan wawancara sehingga dapat
digunakan untuk menggali isi wawancara lebih lengkap pada saat
pengelohan data dilakukan.
c. Data dari Buku
Mengambil data dari buku merupakan salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif. Dalam penelitian sering digunakan data
yang berasal dari halaman tertentu dari suatu buku. Data dari halaman
buku tersebut dapat digunakan dalam pengelohan data bersama yang
54
lainnya. Data-data yang dapat diolah dari buku seperti data yang
memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan yang
menyangkut masalah yang berhubungan.
2. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu cara untuk mengolah data setelah
hasil penelitian, sehingga dapat diambil sebagai kesimpulan berdasarkan
data yang faktual. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain. Data kualitatif adalah data yang
bersifat abstrak atau tidak terukur. Sehingga dalam mengolah data penulis
menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data yang dimaksudkan di sini ialah proses pemilihan,
pemusatan perhatian untuk menyederhanakan, mengabstrakan, dan
transformasi data “kasar” yang bersumber dari catatan tertulis di
lapangan. Reduksi ini diharapkan untuk menyederhanakan data yang
telah diperoleh agar memberikan kemudahan dalam menyimpulkan
hasil penelitian. Dengan kata lain seluruh hasil penelitian dari
lapangan yang telah dikumpulkan kembali dipilah untuk menentukan
data mana yang tepat untuk digunakan.
55
b. Penyajian Data (data display )
Penyajian data yang telah diperoleh dari lapangan terkait dengan
seluruh permasalahan penelitian dipilih antara mana yang dibutuhkan
dengan yang tidak, lalu dikelompokkan kemudian diberikan batasan
masalah. Dari penyajian data tersebut, maka diharapkan dapat
memberikan kejelasan mana data yang substantif dan mana data
pendukung.
c. Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing/verification)
Langkah selanjutnya dalam menganalisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi, setiap kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Upaya penarikan kesimpulan yang
dilakukan peneliti secara terus-menerus selama berada di lapangan
setelah pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti penjelasan-
penjelasan. Kesimpulan-kesimpulan itu kemudian diverifikasi selama
penelitian berlangsung dengan cara memikir ulang dan meninjau
kembali catatan lapangan sehingga terbentuk penegasan kesimpulan.
Sebagai upaya untuk melengkapi, memperoleh, maupun mengolah
data untuk memudahkan proses penelitian di lapangan, maka
dibutuhkan suatu metode yang relevan dan validnya data serta
sistematika yang baik dan benar. Teknik analisis data yang dianggap
relevan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang
56
pengelolaan datanya diperoleh menggunakan pengolahan kualitatif.
Data kualitatif berupa kata-kata, kalimat-kalimat, baik yang diperoleh
dari wawancara mendalam maupun observasi. Setelah data terkumpul
dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian untuk dianalisis
dan diberikan interpretasi dengan cara mengklarifikasikan dengan
kerangka teori yang yang ada dan akhirnya disimpulkan.
G. Teknik Validasi Data
Demi terjaminya keakuratan data, maka peneliti akan melakukakan
validasi data. Data yang salah akan menghasilkan hasil penelitian yang salah,
demikian pula sebaliknya, data yang nyata akan menghasilkan hasil penelitian
yang akurat. Pelaksanaan teknik validasi data pada penelitian ini didasarkan
atas kriteria credibility. Untuk menguji tingkat kepercayaan pada penelitian ini,
maka peneliti melakukanya dengan cara:
1. Meningkatkan Ketekunan
Ketekunan dalam pengambilan data dapat membantu diperolehnya
data lebih teliti dan sistematis.
2. Menggunakan Referensi
Referensi digunakan oleh peneliti sebagai bahan pendukug
penggambilan data. Peneliti mengambil referensi dari jurnal, buku, dan
penelitian yang terdahulu.
57
3. Perpanjangan Waktu Penelitian
Perpanjangan waktu penelitian dapat diartikan cara peneliti
mengonfirmasi data dengan kembali ke lapangan, melakukan pengamatan,
melakukan wawancara dengan sumber data, baik yang pernah ditemui
maupun yang baru ditemui, dengan perpanjangan waktu penelitian ini,
hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin
terbentuk, akrab, terbuka, dan saling mempercayai, sehingga tidak ada
informasi yang disembunyikan lagi.
4. Melakukan Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau pembanding terhadap data itu (Moleong, 2009:330).
Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan
atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena
yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda.
Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: triangulasi metode,
triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok),
triangulasi sumber data, dan triangulasi teori (Rahardjo, 2010:2). Adapun
penjelasan dari keempat triangulasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Triangulasi Metode
Jenis triangulasi ini membandingkan informasi atau data dengan
cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan
metode wawancara, obervasi, dan survey. Untuk memperoleh
58
kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai
informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara dan
obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu,
peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk
mengecek kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap ini
dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau
informan penelitian diragukan kebenarannya.
b. Triangulasi Antar-Peneliti
Jenis triangulasi ini menggunakan lebih dari satu orang dalam
pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk memperkaya
khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek
penelitian. Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang
telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik
kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias
baru dari triangulasi.
c. Triangulasi Sumber Data
Jenis triangulasi ini menggali kebenaran informai tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain
melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan
observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip,
dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan
gambar atau foto. Masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti
59
atau data yang berbeda, selanjutnya akan memberikan pandangan
(insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti.
d. Triangulasi Teori
Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan
informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari
bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.
Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman
pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik
secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh.
Penelitian ini menggunakan triangulasi kombinasi, yaitu
triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Kombinasi triangulasi
sumber data dan triangulasi metode seperti circle, yang dapat diawali
dari penemuan data dari sumber mana saja lalu dicross-check pada
sumber lain dengan metode lain pula. Sampai data lengkap sekaligus
validasi dari berbagai sumber sehingga dapat menjadi dasar untuk
penarikan kesimpulan. Dengan teknik ini diharapkan data yang
dikumpulkan memenuhi konstruk penarikan kesimpulan. Kombinasi
triangulasi ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan di lapangan,
sehingga peneliti bisa melakukan pencatatan data secara lengkap.
Dengan demikian, diharapkan data yang dikumpulkan layak untuk
dimanfaatkan.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga
1. Letak
Letak SLB Negeri Salatiga menempati areal tanah seluas 3810 m².
Tanah tersebut dijadikan bangunan permanen untuk sekolah TKLB,
SDLB, SMPLB, dan SMALB. Adapun batas-batasnya adalah sebagai
berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk.
b. Sebelah selatan berbatasan dengan perumahan penduduk.
c. Sebelah timur berbatasan dengan villa permata Banjaran.
d. Sebelah barat berbatasan dengan SD Mangunsari 02.
Lokasi SLB Negeri Salatiga adalah Jl. Hasanudin Gang.III (Cakra)
Banjaran Mangunsari Salatiga (Observasi dan Dokumentasi pada tamggal
11 Februari 2019).
2. Sejarah Berdiri
Pada tahun 1983 diresmikan berdirinya SLB Negeri Mangunsari
Salatiga yang berlokasi di Jln. Hasanudin gang III (cakra) Banjaran
Mangunsari Salatiga. SLB Negeri Salatiga adalah Sekolah Luar Biasa
yang berdiri dibawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Pada
awalnya SLB Negeri Salatiga adalah SMPLB Negeri Mangunsari Salatiga
(jenjang sekolah menengah pertama) yang berdiri tahun 1983 berdasar
Inpres Nomor 4 /1983 dengan jumlah siswa awal empat anak jenis
61
ketunaan tunagrahita (C) yang diasuh oleh lima orang guru. Menyesuaikan
perkembangan dan sesuai dengan situasi dan kondisi untuk lebih
memberikan fasilitas anak dalam memperoleh layanan pendidikan, dengan
SK Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Nomor 421.8/24686
Tanggal 25 Juni 2007 beralih status menjadi SLB Negeri Salatiga yang
menyelenggarakan pelayanan pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB
dan SMALB.
SLB Negeri Salatiga adalah sekolah yang melayani pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus/ luar biasa/ cacat jenis:
a. Tunanetra (A)
Tunanetra adalah anak yang memiliki gangguan penglihatan
(buta).
b. Tunarungu (B)
Tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan pendengaran,
baik ringan, sedang, ataupun berat. Sedangkan tunarungu wicara
merupakan anak yang kehilangan daya pendengaran yang
mengakibatkan gangguan komunikasi verbal. Tunarungu wicara
dilambangkan dengan huruf B.
c. Tunagrahita (C)
Tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ dibawah rata-rata.
Tunagrahita dilambangkan dengan huruf C, kelas C1 untuk
tunagrahita sedang.
62
d. Tunadaksa (D)
Tunadaksa adalah anak yang memiliki gangguan fisik (cacat
tubuh). Tunadaksa dilambangkan dengan huruf D, sedangkan untuk
tunadaksa ringan dilambangkan dengan huruf D1.
e. Tunalaras (E)
Tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial.
f. Tunaganda (G)
Tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik
dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah
pendidikan yang serius sehingga dia tidak hanya dapat diatasi dengan
suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja,
melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai
kelainan yang dimiliki.
g. Autis
Autis di SLB Negeri Salatiga merupakan kriteria yang masih bisa
dikatakan baru, sehingga kelas autis tidak dilambangkan huruf.
3. Identitas Sekolah (dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id)
a. Nama Sekolah : SLB Negeri Salatiga
b. NPSN : 20328473
c. Provinsi : Jawa Tengah
d. Kecamatan : Sidomukti
e. Kelurahan : Mangunsari
63
f. Jenjang : TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB
g. Alamat : Jl. Hasanudin, Banjaran, Mangunsari, Salatiga, Jawa
Tengah, Indonesia
h. Kota : Salatiga
i. Propinsi : Jawa Tengah
j. Kode Pos : 50721
k. Telepon/ Fax : +62298238036
l. Status Sekolah : Negeri
4. Visi, Misi dan Tujuan
a. Visi
Visi yang dikembangkan SLB Negeri Salatiga adalah sebagai
berikut:
1) Mendidik siswa bisa mandiri,
2) Berkemampuan optimal, dan
3) Berakhlak mulia.
b. Misi
Dalam rangka mencapai visi tersebut SLB Negeri Salatiga
mempunyai Misi sebagai berikut:
1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengacu pada
perundang-undangan yang berlaku.
2) Melaksanakan program kurikulum yang berlaku.
3) Menambah kegiatan ketrampilan.
4) Mengintensifkan kegiatan Agama.
64
c. Tujuan
1) Menampung anak berkebutuhan khusus (anak luar biasa atau
penyandang ketunaan) di daerah salatiga dan sekitarnya dalam
lembaga pendidikan formal.
2) Mengembangkan potensi anak didik untuk menghadapi masa
depan yang kompetitif.
3) Memberikan pelayanan pendidikan secara utuh dan
berkesinambungan.
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian
Keluarga merupakan sekolah pendidikan pertama bagi anak dalam
kehidupan ini. Sebagai lingkungan paling kecil dalam organisasi, keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan masa depan
anak. Setiap orang tua pasti menginginkan kesuksesan selalu berpihak
pada anaknya, tak pernah ada dalam sejarah orang tua menginginkan
keburukan terjadi kepada anaknya. Kasih sayang orang tua yang besar
menjadikan anak merasa dimiliki, begitu sebaliknya. Menjalani kehidupan
ini tidak selamanya dapat menjadi seperti yang kita inginkan, kesenjangan
sosial terkadang membuat manusia merasa bahwa kehidupan yang
diberikan Allah tidaklah adil. Manusia memang tergolong sebagai
makhluk yang tak pernah puas dengan yang telah didapat, hal ini akan
membuat manusia lupa bersyukur dengan nikmat yang sudah ada dan
65
menjadi rahmat dari Allah. Salah satu kenikmatan yang telah diberikan
Allah kepada setiap manusia adalah nikmat mempunyai keluarga yang
saling mengasihi satu dengan yang lainya.
Orang tua merupakan pendidik pertama anak yang mampu
menumbuhkan sikap dasar anak, termasuk kepercayaan diri anak.
Aktivitas komunikasi sehari-hari antara orang tua dan anak dapat
memberikan dampak yang luar biasa bagi kehiupan anak. Setiap orang tua
selalu menginginkan yang terbaik bagi kehidupan anaknya, termasuk saat
anak memasuki masa peralihan menuju remaja.
Anak yang memiliki keterbatasan, dalam hal ini anak tunarungu
adalah anak yang sangat membutuhkan peran orang tua dalam
menguatkannya dan memberikan pemahaman tentang kondisi yang
dihadapinya. Tidak jarang anak tunarungu justru minder dan takut untuk
berinteraksi dengan teman sebayanya yang normal. Dalam hal inilah peran
orang tua sangat diperlukan dalam meningkatkan kepercayaan diri anak
tunarungu yang diwujudkan dalam aktivitas komunikasi verbal dan
nonverbal sehari-hari.
2. Gambaran Umum Informan
Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yang di alami yaitu
awalnya ada informan yang tidak bersedia karena malu, sehingga peneliti
harus mencari penggantinya. Proses wawancara dilakukan berdasarkan
guide line atau panduan pertanyaan wawancara yang sudah disiapkan oleh
peneliti. Akan tetapi yang ditanyakan tidak berurutan sesuai dengan
66
susunan pertanyaan peneliti sebelumnya, karena saat wawancara
berlangsung peneliti mengembangkannya sehingga proses wawancara
lebih santai dan bisa mendapatkan informasi sesuai yang peneliti
harapkan. Selama wawancara berlangsung peneliti merekam semua
pembicaraan antara informan dan peneliti yang dianggap penting dan
mendukung hasil wawancara, dalam merekam ini awalnya ada informan
yang tidak mau karena takut suara mereka disebarluaskan di media namun
karena peneliti menjelaskan kalau hasil rekaman ini peneliti saja yang
mendengarkan barulah mereka mau diwawancarai.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tiga informan
ibu/bapak yang memiliki anak tunarungu dan tiga informan anak
tunarungu. Secara umum identitas keenam informan tersebut dapat
ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Gambaran Umum Informan
Nama Umur Asal Agama Pendidikan Profesi
I1 Ibu Yn 36 Salatiga Islam SMA Ibu rumah
tangga
I2 Bapak Dy 38 Kab.
Semarang Islam SMA Buruh
I3 Bapak Tj 44 Kab.
Semarang Islam SMA
Tenaga
kebesihan
I4 Ananda Az 12 Salatiga Islam V-B SDLB Pelajar
I5 Ananda Zh 14 Kab.
Semarang Islam V-B SDLB Pelajar
I6 Ananda Kh 14 Kab.
Semarang Islam V-B SDLB Pelajar
67
a. Informan satu merupakan ibu yang memiliki anak tunarungu yang
berasal dari Salatiga. Saat peneliti meminta (I1) untuk menjadi
informan penelitian, (I1) bersedia dan wawancara dilakasanakan pada
tanggal 25 Maret 2019 pukul 11.30 – 13.45 di rumah Informan satu.
Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan dari
penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar dua jam lebih.
Informan satu adalah orang tua dari Informan empat (I4). Informan
empat merupakan siswa tunarungu kelas V-B di SDLB Negeri
Salatiga.
b. Informan dua merupakan bapak yang memiliki anak tunarungu dan
biasa mengantar jemput anaknya ke sekolah. Saat peneliti meminta
(I2) untuk menjadi informan penelitian, (I2) bersedia dan wawancara
dilakasanakan pada tanggal 21 Mei 2019 pukul 13.00 – 14.30 di
rumah Informan dua yang terletak di Kabupaten Semarang.
Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan dari
penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar satu jam lebih.
Informan dua adalah orang tua dari Informan lima (I5). Informan lima
merupakan siswi tunarungu kelas V-B di SDLB Negeri Salatiga.
c. Informan tiga merupakan bapak yang memiliki anak tunarungu yang
berasal dari Salatiga dan biasa mengantar jemput anaknya ke sekolah.
Saat peneliti meminta (I3) untuk menjadi informan penelitian, (I3)
bersedia dan wawancara dilakasanakan pada tanggal 22 Juni 2019
pukul 13.00 – 15.15 di rumah Informan tiga. Wawancara dimulai
68
dengan peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut dan
wawancara dilakukan sekitar dua jam lebih. Informan tiga adalah
orang tua dari Informan enam (I6). Informan enam merupakan siswa
tunarungu kelas V-B di SDLB Negeri Salatiga.
3. Temuan penelitian
Fokus pada penelitian ini adalah bagaimana aktivitas komunikasi
verbal dan nonverbal orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak
tunarugu. Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan teknik
observasi, wawancara, dan dokumentasi berikut hasil wawancara dan
observasi yang telah didapatkan:
a. Aktvitas Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Tunarungu.
Perlakuan orang tua pada anak tunarungu sama dengan anak
normal pada umumnya. Pada kehidupan sehari-hari orang tua tidak
menunggu atau menemani anak di sekolah, akan tetapi orang tua
hanya mengantar dan menjemput anak di sekolah dikarenakan anak
sudah mandiri.
“Cara saya memperlakukan Zaki ya biasa memperlakuan
anak pada umumnya. Zaki kalau gak mau sekolah ya saya
paksa untuk sekolah, harus disiplin. Kalau biasanya kan
orang tua pada nungguin anaknya di sekolahan, saya hanya
antar jemput saja. Dia sudah mandiri kok mbak.”
(Wawancara Ibu Yn, 25 Maret 2019 Pukul 11.42 WIB).
69
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Dy dan Bapak Tj yang
juga memiliki anak tunarungu dan sehari-hari mengantar jemput anak
ke sekolah.
“Zahra ke sekolah hanya saya antar lalu saya jemput. Dia
sama kayak anak-anak lainnya, sudah mandiri. Ya saya
memperlakukan Zahra biasa-biasa aja, sama seperti bapak
memperlakukan anak pada umumnya. Disiplin sekolahnya
bagus, jarang bolos. Saya juga sering ingatkan untuk rajin
ke sekolah.” (Wawancara Bapak Dy, 21 Mei 2019 Pukul
13.14 WIB).
“Kalau Irul disuruh gak berangkat sekolah malah gak mau.
Rajin banget sekolahnya, disiplin juga. Jadi ya saya
memperlakukan Irul sama seperti memperlakukan anak
normal biasanya. Saya juga gak pernah nungguin di sekolah,
saya antar, lalu saya tinggal, terus saya jemput lagi. Kan
sudah besar, jadi harus memang harus mandiri. Apalagi
saya kerja dan ibunya ke sawah.” (Wawancara Bapak Tj, 22
Juni 2019 Pukul 13.08 WIB).
b. Bentuk Pesan Verbal Dalam Aktivitas Komunikasi Orang Tua
Dengan Anak Tunarungu.
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-
kata, baik lisan maupun tertulis. Dalam kehidupan sehari-hari,
aktivitas komunikasi verbal orang tua dan anak tunarungu adalah
dalam bentuk lisan dengan bantuan pesan nonverbal berupa isyarat
gerakan bibir. Orang tua tidak menggunakan komunikasi verbal dalam
bentuk tulisan saat berkomunikasi sehari-hari dengan anak tunarungu.
“Saya dengan Zaki sehari-hari ya ngomong-ngomong biasa.
Pakai gerakan bibir kayak bobo berarti, terus mimik ya
minum, mam artinya makan, ibuk, ayah, abang, pulsa dan
70
lain-lainnya, dari kecil sudah saya ajarkan seperti itu. Gak
ada dengan tulisan.” (Wawancara Ibu Yn, 25 Maret 2019
Pukul 11.42 WIB).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Dy dan Bapak Tj yang
kesehariannya lebih sering berkomunikasi dengan anaknya
(tunarungu).
“Saya omong-omong dengan Zahra setiap hari ya ngomong-
ngomong biasa. Seperti seorang bapak dengan anak pada
umumnya. Tidak pernah pakai tulisan. Ngobrol-ngobrol
biasa gini dengan suara yang agak dikerasin. Tapi
ngobrolnya dengan bahasa Indonesia, kalau pakai bahasa
Jawa Zahra gak paham.” (Wawancara Bapak Dy, 21 Mei
2019 Pukul 13.14 WIB).
“Dari dulu sampai sekarang saya dengan Irul kalau
ngomong pakai gerakan bibir. Ya dengan kata-kata seperti
ngomong-ngomong biasa. Palingan kadang saya suka
bercandain Irul, kalau saya mau ke warung terus Irul mau
nitip beli sesuatu, saya pura-pura tidak tahu, terus Irul nulis
di kertas. Ya Cuma gitu aja, ya keseharian ngobrol biasa
pakai gerakan bibir.” (Wawancara Bapak Tj, 22 Juni 2019
Pukul 13.08 WIB).
c. Bentuk Pesan Nonverbal Dalam Aktivitas Komunikasi Orang Tua
Dengan Anak Tunarungu.
Komunikasi nonverbal merupakan proses komunikasi dimana
pesan tidak disampaikan menggunakan kata-kata, namun dengan
gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan simbol-simbol.
Komunikasi nonverbal yang dilakukan orang tua dengan anaknya
(tunarungu) dilakukan berupa gerakan wajah, gerakan bibir dan
71
sesekali dengan sentuhan ketika anak (tunarungu) tidak mendengar
saat dipanggil.
“Saya gak pernah mengajak Zaki ngobrol dengan bahasa
isyarat baku, pasti dengan omong-omong biasa pakai
gerakan bibir. Dia bisa, apa yang kita suruh dia tahu karena
melihat gerakan bibir. Makanya di sekolah saya tidak mau
Zaki pakai bahasa isyarat selain gerakan bibir. Saya sudah
bilang ke gurunya, khusus Zaki saya tidak mau pakai bahasa
isyarat selain bahasa bibir. Kalau mau ngomong gitu saya
nepuk pundaknya agar Zaki tahu kalau lagi diajak ngobrol.
Terus kadang dari ekspresi wajah Zaki jadi paham apa yang
saya maksudkan.” (Wawancara Ibu Yn, 25 Maret 2019
Pukul 11.42 WIB).
Bapak Dy dan Bapak Tj juga tidak menguasai bahasa isyarat,
dalam kesehariannya beliau mengajarkan kepada anak untuk
berkomunikasi dengan gerakan bibir.
“Isyarat baku untuk anak tunarungu saya malah gak paham.
Dari Zahra kecil sampai sekarang ya saya ngajak ngobrol
seperti biasa, dengan bahasa Indonesia pakai gerakan bibir,
volumenya agak besar dan jaraknya saling berdekatan.
Kadang kalau saya lagi marah Zahra juga paham karena
melihat dari gerakan wajah saya.” (Wawancara Bapak Dy,
21 Mei 2019 Pukul 13.14 WIB).
“Dengan kata-kata pakai gerakan bibir bahasa Indonesia,
dikit-dikit ya dia keluar suaranya. Gak pernah pakai bahasa
isyarat baku dengan gerakan tangan, paling kalau dia tidak
dengar, nah saya tepuk punggungnya gitu. Saya malah tidak
tahu bagaimana bahasa isyarat baku untuk anak
tunarungu.” (Wawancara Bapak Tj, 22 Juni 2019 Pukul
13.08 WIB).
72
d. Strategi Komunikasi Orang Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan
Diri Anak Tunarungu.
Orang tua memiliki strategi komunikasi masing-masing dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu. Berkomunikasi
dengan anak tunarungu memang berbeda dengan anak normal pada
umumnya, perlu pendekatan yang lebih intens dan kesabaran yang
tinggi. Anak tunarungu memiliki daya tangkap yang berbeda dari anak
normal pada umumnya, seringkali mereka akan mengalami kesulitan
dalam memahami suatu hal.
Banyak orang yang menganggap tunarungu adalah ketunaan
yang ringan dan tidak terlalu diperhatikan. Namun pada kenyataannya
tunarungu memiliki ketunaan yang sama pentingnya dengan ketunaan
lainnya, sehingga dibutuhkan perhatian yang lebih dan komunikasi
yang intens agar anak tunarungu mampu percaya diri dalam
bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Strategi komunikasi yang dilakukan Ibu Yn dalam
meningkatkan kepercayaan diri Az (anak tunarungu) berupa mengajak
anak jalan-jalan, menyuruh anak bermain dengan teman-teman
sebayanya, mengajak anak berbicara tatap muka, memuji anak, dan
memberikan motivasi kepada anak.
Bapak Dy juga memiliki strategi komunikasi dalam
meningkatkan kepercayaan diri Zh (anak tunarungu), yaitu berupa
mendekati anak dan selalu mengajak berkomunikasi tatap muka,
73
memuji anak, menyuruh anak bermain dengan teman sebayanya, tidak
menunggui anak di sekolah, dan mendukung hobi anak selama itu
positif.
Sedangkan strategi komunikasi yang dilakukan oleh Bapak Tj
dalam meningkatkan kepercayaan diri Kh (anak tunarungu) adalah
berupa membebaskan anak bermain sesuai waktu yang ditentukan,
mengajak anak ngobrol tentang hal-hal yang terjadi di sekolah,
memuji anak, memberikan HP agar anak tidak ketinggalan teknologi,
dan mendukung anak dalam segala aspek yang positif.
e. Pengamatan Mengenai Kepercayaan Diri Anak Tunarungu.
Kepercayaan diri merupakan aspek yang penting dimiiki oleh
seseorang terutama anak-anak dalam bersosialisasi dengan
lingkungan di sekitarnya. Masa anak-anak adalah masa bermain,
dalam hal ini kepercayaan diri sangat dibutuhkan. Berdasarkan
pengamatan peneliti, ananda Az, Zh, dan Kh sudah memiliki tingkat
kepercayaan diri yang baik.
Ananda Az memiliki bentuk kepercayaan diri berupa mau
menyapa orang baru, mau berbicara dengan orang baru dengan
caranya sendiri, mau mengajak orang lain bermain, dan bermain
dengan anak-anak normal.
“Dia sih kepercayaan dirinya udah bagus, ada peningkatan.
Dulu suka malu-malu kalau ketemu orang baru, sekarang
udah mau diajak ngobrol orang yang baru dia kenal. Tiap
74
sore juga mau main sama anak-anak sekitaran sini, gak
minder kok dia.” (Wawancara Ibu Yn, 25 Maret 2019 Pukul
11.42 WIB).
Ananda Zh memiliki memiliki bentuk kepercayaan diri berupa
mau menyapa orang baru, mau berbicara dengan orang baru dengan
caranya sendiri, menawarkan makanan pada orang lain, mau
mengajak orang lain bermain, dan bermain dengan anak-anak normal.
“Kepercayaan diri Zahra sudah meningkat dari yang
sebelumnya. Udah gak malu lagi bertemu orang yang baru
dia kenal. Ada tamu datang, dia sekarang sudah pede
mempersilakan tamu untuk minum atau makan kue. Teman-
temannya yang anak-anak normal biasa juga banyak di
sekitaran sini.” (Wawancara Bapak Dy, 21 Mei 2019 Pukul
13.14 WIB).
Sedangkan ananda Kh memiliki bentuk krepercayaan diri
berupa mau menyapa orang baru, mau berbicara dengan orang baru
dengan caranya sendiri, bermain dengan teman-teman di sekolah,
bermain dengan anak-anak normal di lingkungan sekitar.
“Irul anaknya pede banget, kalau di sekolah dia mainnya
sama yang anak besar-besar kayak yang SMP, SMA yang
swasta di depan sekolahnya. Kadang juga sama anak SMP
dan SMA yang satu lokasi sama dia. Percaya dirinya sudah
mengalami peningkatan. Sekarang udah mau nyapa orang
yang baru dia kenal. terus juga sering main sama anak-anak
sekitaran sini.” (Wawancara Bapak Tj, 22 Juni 2019 Pukul
13.08 WIB).
75
C. Pembahasan
1. Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang Tua dan Anak
Tunarungu.
Pada dasarnya aktivitas komunikasi orang tua dan anak tunarungu
berdasarkan kegiatan sehari-hari. Komunikasi verbal melalui tulisan tidak
dilakukan karena dalam aktivitas komunikasi sehari-hari orang tua tidak
membiasakan untuk berkomunikasi dengan tulisan. Pesan verbal lisan
masih memerlukan bantuan isyarat nonverbal berupa gerakan tangan,
gerakan bibir, dan gerakan wajah.
”Saya tiap hari ngajak Zaki ngobrol terus, tapi dengan bahasa
bibir, tidak pernah dengan bahasa isyarat lainnya. Dia bisa, apa
yang kita suruh dia tahu karena melihat gerakan bibir. Makanya
di sekolah saya tidak mau Zaki pakai bahasa isyarat selain
gerakan bibir. Saya sudah bilang ke gurunya, khusus Zaki saya
tidak mau pak pakai bahasa isyarat selain bahasa bibir. Jadinya
Zaki dengan saya di rumah tidak pernah pakai isyarat gerakan
tangan, paling saya nyentuh dia dulu kalau mau berbicara. Saya
juga tidak paham apa itu gerakan-gerakan tangannya. Ngomong,
ngomong, kamu ngomong apa? Saya bilang gitu ke Zaki. Saya
juga komunikasi dengan Zaki pakai gerak wajah, dia tau kalau
saya lagi serius atau bercanda.” (Wawancara Ibu Yn, 25 Maret
2019 Pukul 11.42 WIB).
“Sehari-hari dengan gerak bibir tapi bahasa Indonesia, kalau
bahasa Jawa ya tidak nyambung. Seharusnya orang kayak Zahra
gini kan bahasanya satu. Kalau dengan orang di rumah Zahra
selalu pakai bahasa bibir, tapi volumenya agak dikerasin.
Sedikit-sedikit bisa paham dianya. Nah biar supaya dia tau kalau
kita lagi ngomong ya kasih sentuhan atau tepukan gitu. Kadang
saya juga menunjukan lewat gerakan wajah, dia tau kalau saya
lagi marah, liat dari wajah saya.” (Wawancara Bapak Dy, 21
Mei 2019 Pukul 13.14 WIB).
“Saya berkomunikasi sehari-hari dengan Irul ya pakai kata-kata.
Kalau dia kurang dengar langsung saya tepuk. Suruh ke warung
76
beli apa-apa ya dia mau. Dengan kata-kata pakai gerakan bibir
bahasa Indonesia, dikit-dikit ya dia keluar suaranya. Jarang
pakai bahasa isyarat dengan gerakan tangan, paling kalau dia
tidak dengar, nah saya tepuk punggungnya gitu.” (Wawancara
Bapak Tj, 22 Juni 2019 Pukul 13.08 WIB).
Aktivitas Komunikasi yang dilakukan orang tua kepada anaknya
(tunarungu) dilakukan dengan dua bentuk komunikasi yaitu komunikasi
yang bersifat verbal dan komunikasi yang bersifat non verbal. Komunikasi
yang bersifat verbal dilakukan dengan cara lisan seperti sering melakukan
perbincangan kepada anak (tunarguungu) dibantu dengan isyarat gerakan
bibir dan anak mampu memahami.
Komunikasi nonverbal merupakan proses komunikasi, yaitu pesan
tidak disampaikan menggunakan kata-kata, misalnya gerak isyarat, bahasa
tubuh, ekspresi wajah dan simbol-simbol. Komunikasi non verbal yang
dilakukan orang tua dengan anaknya (tunarungu) dalam penelitian ini
berupa ekspresi wajah dan sesekali dengan menepuk pundak di saat
memanggil si anak.
Ketika orang tua berkomunikasi verbal dengan lisan menggunakan
bantuan gerakan bibir, volume dikeluarkan harus lebih besar dari biasanya,
sehingga anak tunarungu mampu memahami maksud dari pembicaraan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa orang tua tidak menguasai bahasa
isyarat baku anak tunarungu pada umumnya. Oleh karena itu, orang tua
menerapkan komunikasi verbal secara lisan dengan bantuan isyarat bibir
dalam aktivitas komunikasi sehari-hari dengn anak tunarungu. Isyarat
77
spasial (jarak intim dan jarak personal) selalu dipakai karena keharusan
menyentuh anak sebelum memulai komunikasi.
2. Strategi Komunikasi Orang Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan
Diri Anak Tunarungu.
a. Strategi Komunikasi Orang Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan
Diri Anak Tunarungu
Strategi Komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu adalah dengan
melakukan pendekatan serta selalu memberikan motivasi sehingga
anak tunarungu tidak merasa malu dengan orang-orang di sekitarnya
dan merasa dirinya diperhatikan serta menjadikan bagi dirinya dapat
beradaptasi di lingkungannya. Ibu Yn, Bapak Dy, dan Bapak Tj
menilai bahwa komunikasi yang dilakukan secara tatap muka dengan
memberikan pemahaman dan nasihat dapat mendorong atau
memotivasi anak dalam belajar dan berinteraksi dengan teman-teman
sebayanya yang normal. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu, dengan demikian
orang tua dapat melakukan pendekatan secara pribadi terhadap anak
tunarungu guna membangun pola pikir anak menjadi anak yang
mampu bersaing dengan anak normal pada umumnya. Peneliti melihat
bahwa, komunikasi antara orang tua dan anak tunarungu betul-betul
perlu dilakukan dengan kemampuan yang dimiliki oleh orang tua
78
dengan pendekatan yang lebih mendalam terhadap anak tunarungu,
serta orang tua mampu membangun karakter anak tunarungu tersebut.
“Setiap hari saya selalu mengajak Zaki ngobrol, apapun
saya obrolkan dengan Zaki. Pelajarannya di sekolah
bagaimana? Lalu saya tanyakan juga tentang teman-
temannya di sekolah. Kalau Zaki menceritakan tentang hal-
hal yang menurut saya kurang baik, ya saya nasehati.
Sesekali saya juga kasih pujian juga ke Zaki agar dia merasa
percaya diri. Kalau Zaki lagi malas gitu ya saya kasih
semangat, pokoknya jangan sampai dia melamun atau
berpikir yang aneh-aneh. Saya juga suruh Zaki bermain
dengan teman-teman sebanya di lingkungan sini, ya kadang
emang ada anak yang usil lalu mengejek Zaki. Tapi saya
selalu memberikan nasihat dan hal-hal positif aja. Ya
Alhamdulillah dia nyaman dan percaya diri bermain dengan
teman-teman sebayanya yang normal.” (Wawancara Ibu Yn,
25 Maret 2019 Pukul 11.42 WIB).
“Zahra ya kegiatannya tiap hari kayak gitu. Pagi sekolah,
pulang sekolah ya siang-siang gini sampe sore main sama
teman-temannya sekitaran sini. Gak pernah minder atau
malu sih dia, pede-pede aja tu anaknya. Kan tiap hari saya
selalu ngajak ngobrol, ngasih nasihat juga. Bilang kalau dia
itu sama kayak anak-anak lainnya, hanya kurang
pendengaran saja. Kan kalau ngomong pakai gerakan bibir
gitu masih paham orang-orang disekitarnya. Jadi ya saya
bilang gak usah malu. Saya juga tanya tentang pelajarannya
di sekolah, ya dia cerita baik-baik saja gitu. Ya kadang juga
saya puji beberapa kali saat dia bisa maju di depan kelas
atau disuruh gurunya mengerjakan tugas dan dia bisa, ya
saya puji.” (Wawancara Bapak Dy, 21 Mei 2019 Pukul 13.14
WIB).
“Kalau dia itu kalau gak mau ya walaupun disuruh tetep gak
mau. Jadi misalnya ada temennya nakal, terus besoknya
disuruh main lagi sama temannya itu ya tetap gak mau, dia
lebih milih di rumah. Tapi ya main sehari-hari sama teman-
temannya yang normal ya dia biasa. Dia pede aja gitu. Kalau
di sekolah, Irul mainnya sama yang anak besar-besar kayak
yang SMP, SMA yang swasta di depan sekolahnya. Kadang
juga sama anak SMP dan SMA yang satu lokasi sama dia.
Saya ngasih pemahaman aja ke dia kalau gak perlu takut dan
79
minder. Ya main aja, pede aja. Sebagai orang tua setiap saya
di rumah ya saya ngajak dia ngobrol. Dia anaknya juga
nurut. Ibunya ke sawah, bapaknya kerja ya dia di rumah jaga
rumah, sore baru main dengan anak-anak sekitaran sini. Dia
minta hp ya saya kasih, selama itu positif ya saya motivasi
aja. Saya juga usahain buat ngasih pujian ke dia supaya
merasa percaya diri. Kadang saya lagi benerin apa gitu
rusak, ya dia ikut bantuin, lalu saya puji dia karena rajinnya
itu.” (Wawancara Bapak Tj, 22 Juni 2019 Pukul 13.08 WIB).
Ketika komunikasi dengan pendekatan tatap muka sudah intens
dilakukan oleh orang tua, maka orang tua berusaha sesekali waktu
memuji anak agar anak merasa percaya diri. Menurut Ibu Yn, Bapak
Dy dan Bapak Tj memberikan pujian kepada anak merupakan aspek
yang penting untung meningkatkan kepercayaan diri anak. Tidak
jarang pula orang tua memberikan dukungan dan semangat kepada
anak dalam belajar agar anak mampu menguasai pelajaran di sekolah
dan secara tidak langsung akan meningkatkan kepercayaan diri pada
anak.
b. Bentuk Peningkatan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu
percaya diri (self confidence) merupakan adanya sikap individu
yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai
dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada
tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak
terpengaruh oleh orang lain.
Masa anak-anak adalah masa bermain dan berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya. Kekurangan fisik pada pendengaran atau
biasa disebut tunarungu dapat mempengaruhi pembentukan
80
kepercayaan diri seorang anak. Agar dapat berinteraksi dengan teman
sebayanya, anak tunarungu harus memiliki tingkat kepercayaan diri
yang kuat.
“Dia sih kepercayaan dirinya udah bagus, ada peningkatan.
Dulu suka malu-malu kalau ketemu orang baru, sekarang
udah mau diajak ngobrol orang yang baru dia kenal. Tiap
sore juga mau main sama anak-anak sekitaran sini, gak
minder kok dia.” (Wawancara Ibu Yn, 25 Maret 2019 Pukul
11.42 WIB).
“Kepercayaan diri Zahra sudah meningkat dari yang
sebelumnya. Udah gak malu lagi bertemu orang yang baru
dia kenal. Ada tamu datang, dia sekarang sudah pede
mempersilakan tamu untuk minum atau makan kue. Teman-
temannya yang anak-anak normal biasa juga banyak di
sekitaran sini.” (Wawancara Bapak Dy, 21 Mei 2019 Pukul
13.14 WIB).
“Irul anaknya pede banget, kalau di sekolah dia mainnya
sama yang anak besar-besar kayak yang SMP, SMA yang
swasta di depan sekolahnya. Kadang juga sama anak SMP
dan SMA yang satu lokasi sama dia. Percaya dirinya sudah
mengalami peningkatan. Sekarang udah mau nyapa orang
yang baru dia kenal. terus juga sering main sama anak-anak
sekitaran sini.” (Wawancara Bapak Tj, 22 Juni 2019 Pukul
13.08 WIB).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti jika dilihat dari sisi anak
tunarungu, Az, Zh, dan Kh memang sudah memiliki kepercayaan diri
yang cukup baik. Mereka dengan mudah berkenalan dengan orang
baru lalu mengajak berbicara dengan cara mereka. Lalu mereka tidak
merasa malu ketika bermain dengan teman sebayanya yang normal di
lingkungan sekitar. Kepercayaan diri mereka terbentuk karena orang
tua yang senantiasa memberikan motivasi kepada anak.
81
3. Faktor Penghambat Orang Tua Dalam Meningkatkan Kepercayaan
Diri Anak Tunarungu.
Berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus itu sangat
berbeda dengan anak normal pada umumnya, hal ini sesuai dengan apabila
berkomunikasi dengan anak normal pada umumnya akan lebih cepat atau
lebih mudah menerima pesan yang disampaikan. Perbedaaan tersebut bisa
terlihat dari hambatan komunikasi dalam proses komunikasi yang terjadi
pada anak tunarungu, dimana anak tunarungu tidak mampu menangkap
secara cepat pesan atau informasi yang diberikan karena keterbatasan yang
dimilikinya. Peran orang tua sangat berarti bagi anak tunarungu dalam
mendidik atau membina anak tunarungu yang membutuhkan kesabaran
dengan melihat keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunarungu. Oleh
karena itu, berkomunikasi dengan anak tunarungu dilakukan orang tua
secara tatap muka dengan berdiri atau duduk di depan anak tunarungu
sehingga wajah orang tua dapat dilihat oleh anak tunarungu tanpa
terhalang apapun, sehingga anak tunarungu dapat memahami apa yang
disampaikan oleh orang tua. Setiap kata yang keluar dari mulut orang tua
diulangi sehingga anak tunarungu benar-benar paham maksud dari kata
tersebut, kemudian memperagakan atau memperaktikannya, dengan hal ini
akan lebih mudah memahami.
Berbicara dengan anak tunarungu harus berbicara jelas dengan
artikulasi yang tepat sehingga dapat dipahami oleh anak tunarungu. Segala
82
sesuatu yang diajarkan kepada anak tunarungu harus disertai dengan
contoh-contoh yang mudah dipahami. Komunikasi menjadi salah satu
sarana bagi orang tua dalam memberikan pengetahuan serta memberikan
motivasi belajar pada anak tunarungu. Peran orang tua dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu yang mengalami
keterbatasan dapat dilihat dari sebagai mana orang tua dalam mendidik
anak tunarungu di rumah.
”Hambatannya ya palingan cuma harus sabar aja, kadang Zaki
agak lama memahami apa yang saya bicarakan. Biasanya sih
saya bebicara dengan Zaki dalam jarak yang cukup dekat, lalu
gerakan bibir saya pelan-pelan, terus Zaki saya suruh ulang apa
yang saya bicarakan. Kalau soal berinteraksi dengan lingkungan
sekitar ya aman-aman aja, tidak ada hambatan sama seperti anak
normal saat berinteraksi dengan teman-temannya.” (Wawancara
Ibu Yn, 25 Maret 2019 Pukul 11.42 WIB).
“Kalau ditanya soal hambatan ya sebenarnya tidak ada
hambatan. Hanya harus sabar saja saat berbicara dengan Zahra,
ya maklum karena pendengarannya yang kurang normal.
Makanya saya kalau berbicara sama Zahra dengan jarak yang
dekat dan volume suara yang keras. Ya diulang-ulang lama-lama
dia paham. Ya kalau soal dia berinteraksi dengan teman-
temannya atau bergaul gitu gak ada hambatan. Baik-baik aja, dia
juga pede.” (Wawancara Bapak Dy, 21 Mei 2019 Pukul 13.14
WIB).
”Irul anaknya nurut, gak pernah nakal. Saya berbicara dengan
dia ya baik-baik aja gak ada hambatan. Dia juga sangat pede,
gak pernah minder dalam bergaul dengan teman-temannya. Ya
namanya juga pendengarannya kurang normal, kendala saya ya
kalau dia kurang paham dengan apa yang saya bicarakan dan
saya kurang paham dengan yang dia maksud. Dah gitu aja. Ya
yang penting sabar aja.” (Wawancara Bapak Tj, 22 Juni 2019
Pukul 13.08 WIB).
83
Tidak ada hambatan yang terlalu berpengaruh dalam aktivitas
komunikasi orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri anak
tunarungu. Pada realitanya kehidupan anak tunarungu sama seperti anak
normal pada umumnya. Kepercayaan yang dimiliki anak tunarungu pun
juga tidak berbeda jauh dengan anak normal pada umumnya.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktivitas komunikasi orang tua dalam meningkatkan kepercayaan diri
anak tunarungu adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara
pengirim pesan dengan penerima baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam suatu kumpulan yang sedarah yang dilakukan orang tua dengan anak
tunarungu untuk mengetahui aktivitas komunikasi orang tua dengan anak
tunarungu sehari-hari dalam meningkatkan kepercayaan diri anak. Komunikasi
orang tua dan anak dilihat dari komunikasi verbal dan nonverbal dalam
memberikan pemahaman kepada anak tunarungu bahwa keterbatasan bukanlah
batasan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Berdasarkan pembahasan penelitian skripsi ini, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dan anak tunarungu
menggunakan dua bentuk komunikasi yaitu komunikasi verbal berupa
komunikasi secara langsung saling berbincang-bincang dengan bantuan
isyarat gerakan bibir dan komunikasi nonverbal menggunakan gerakan
bibir, gerakan wajah, dan gerakan tangan ketika menyentuh atau menepuk
anak tunarungu saat orang tua ingin berbicara.
2. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu adalah dengan melakukan pendekatan
85
komunikasi tatap muka serta selalu memberikan motivasi sehingga anak
tunarungu tidak merasa malu dengan orang-orang di sekitarnya, lalu
sesekali waktu orang tua memuji anak agar anak merasa percaya diri. Ada
peningkatan dalam kepercayaan diri anak tunarungu. Mereka dengan
mudah berkenalan dengan orang baru dan mengajak berbicara dengan cara
mereka. Lalu mereka tidak merasa malu ketika bermain dengan teman
sebayanya yang normal di lingkungan sekitar.
3. Anak tunarungu tidak mampu menangkap secara cepat pesan atau
informasi yang diberikan karena keterbatasan yang dimilikinya. Peran
orang tua sangat berarti bagi anak tunarungu dalam mendidik atau
membina anak tunarungu yang membutuhkan kesabaran dengan melihat
keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunarungu.
B. Saran
Pada kesempataan ini penulis memberikan saran yang ditujukan kepada
masyarakat luas, terutama bagi para orang tua adalah:
1. Hendaknya para orang tua memberikan perhatian yang lebih besar kepada
anak, khususnya di bidang pendidikan. Wujud perhatian yang diberikan
dapat dilakukan dengan pemenuhan fasilitas untuk menunjang kegiatan
belajar dan perhahatian yang sifatnya membangun semangat anak untuk
belajar.
2. Wujud dukungan secara psikologis orang tua kepada anak dapat dilakukan
dengan komunikasi yang baik dan intens. Salah satu bentuk komunikasi
86
yang baik diterapkan orang tua kepada anaknya adalah komunikasi yang
sifatnya interpersonal.
3. Agar hubungan orang tua dengan anak dekat, sebaiknya melakukan
komunikasi yang sifatnya aktif dan membangun. Umpan balik dari kedua
belah pihak akan menciptakan hubungan yang semakin dekat sehingga
anak merasa nyaman dan terbuka kepada keluarga terutama kepada orang
tua.
4. Berikan motivasi dan dukungan kepada anak, khususnya anak tunarungu
agar anak mampu percaya diri saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
87
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yusuf Zainal. 2015. Manajemen Komunikasi (Filosofi, Konsep, dan
Aplikasi). Bandung: Pustaka Setia.
Anton, M. Mulyono. 2001. Aktivitas Belajar. Bandung: Yrama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Edja Sadjaah. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran Dalam
Keluarga. Jakarta: Depdiknas Dirjend. Pend. Tinggi Direktorat Pembinaaan
Pend. Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Efendy, Onong Uchana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Hafied Cangara. 2013. Perencanaan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hakim, T. 2004. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.
Hardjana, M. Agus. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal.
Yogyakarta:Penerbit Kanisius.
Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta:
Graha.
Jalaludin, Rahmat. 2000. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan Contoh
Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran.
L. Tubbs, Stewart & Moss, Sylvia. 2008. Human Communication : Prinsip-prinsip
Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Lauster, Peter. 2002. Tes Kepribadian (Alih Bahasa: D.H Gulo). Edisi Bahasa
Indonesia. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: Bumi Aksara.
88
Morissan. 2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana.
Mulyana, Deddy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Munir, Zaldy. 2010. Pengertian Orang Tua. Bandung: PT Refika Aditama.
Winarsih, Murni. 2007. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu Dalam Pemerolehan
Bahasa. Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Direktorat Keuangan.
R, Thantawy. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Grasindo.
Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Kata Hati.
Suciati. 2017. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta.
West, Richard, Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory:
Analysis and Application. McGraw-Hill.
Sumber Jurnal:
1. Jurnal Rahmat Aulia dan Ade Irma mahasiswa FISIP Universitas Syiah
Kuala yang berjudul Strategi Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan
Anak Dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Penyandang
Disabilitas.
2. Jurnal Darsono Wisadirana, Reza Safitri, dan Sinta Swastikawara dosen
FISIP UB Malang yang berjudul Strategi Komunikasi Guru Dalam
Mengasah Kemampuan Komunikasi Pada Murid Tunarungu.
3. Jurnal Novita Wuwungan mahasiswi Ilkom FISIP-UNMUL yang berjudul
Peran Komunikasi Interpersonal Guru dan Siswa Tunarungu Dalam
89
Meningkatkan Sikap Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Pembina Luar Biasa Provinsi Kalimantan Timur.
Sumber Skripsi:
1. Skripsi Rahmah Giassari yang berjudul Proses Komunikasi Interpersonal
Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu (Studi Kasus
Orang Tua dan Anak di Depok).
2. Skripsi Yusuf Nur Setiyawan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang berjudul Komunikasi Interpersonal Antara
Guru dan Murid Penyandang Autis Dalam Membentuk Kepercayaan Diri
Siswa di SLB YKAB Surakarta Tingkat Sekolah Dasar.
3. Skripsi Mirsan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Alauddin
Makassar yang berjudul Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa
(SLB) Negeri di Kabupaten Bulukumba.
Sumber Website:
dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id
90
LAMPIRAN-LAMPIRAN
91
Pedoman Wawancara
1. Bagaimana cara berkomunikasi Bapak/Ibu dengan anak?
2. Bagaimana bentuk komunikasi verbal (lisan/tulisan) yang biasa dilakukan
Bapak/Ibu dengan anak?
3. Bagaimana bentuk komunikasi nonverbal (isyarat) yang biasa dilakukan
Bapak/Ibu dengan anak?
4. Bagaimana anak berangkat ke Sekolah? Apakah Bapak/Ibu bersedia
mengantar jemput dan menemani anak di sekolah?
5. Bagaimana perlakuan Bapak/Ibu kepada anak khususnya dalam
kedisiplinan bersekolah dan bermain?
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam meningkatkan rasa kepercayaan diri
anak?
7. Upaya apa saja yang Bapak/Ibu lakukan untuk meningkatkan kepercayaan
diri anak?
8. Apakah ada hambatan yang Bapak/Ibu alami ketika membentuk
kepercayaan diri anak? Jika ada, apa saja hambatannya?
92
Hasil Wawancara
Nama : Yuliani
Tanggal : 25 Maret 2019
Waktu : 11.42 WIB
Tempat : Rumah Ibu Yuli
1. Ya diajak ngomong terus, pokoknya jangan sampai dia gak ada teman ngobrol.
Dia diajarin pakai bahasa bibir, gak pernah pakai bahasa isyarat.
2. Saya dengan Zaki ya ngobrol-ngobrol biasa. Pakai bahasa Indonesia, dia
paham liat gerakan bibir saya. Gak pernah saya pakai tulisan ngobrol sama dia.
3. Saya tiap hari ngajak Zaki ngobrol terus, tapi dengan bahasa bibir, tidak pernah
dengan bahasa isyarat lainnya. Dia bisa, apa yang kita suruh dia tahu karena
melihat gerakan bibir. Makanya di sekolah saya tidak mau Zaki pakai bahasa
isyarat selain gerakan bibir. Saya sudah bilang ke gurunya, khusus Zaki saya
tidak mau pakai bahasa isyarat selain bahasa bibir. Jadinya Zaki dengan saya
di rumah tidak pernah pakai isyarat gerakan tangan, paling saya nyentuh dia
dulu kalau mau berbicara. Saya juga tidak paham apa itu gerakan-gerakan
tangannya. Ngomong, ngomong, kamu ngomong apa? Saya bilang gitu ke
Zaki. Saya juga komunikasi dengan Zaki pakai gerak wajah, dia tau kalau saya
lagi serius atau bercanda.
4. Zaki tiap hari berangkat ke sekolah saya antar, lalu saya tinggal. Nanti jamnya
pulang Sekolah saya jemput.
5. Saya perlakukan biasa saja, seperti anak normal pada umumnya, tidak saya
bedakan. Ya sekolah saya suruh berangkat terus walaupun kadang dia suka
males. Bermain, saya suruh malah main dengan teman-teman sebayanya di
sekitaran sini. Biasanya sore dia mainnya.
6. Setiap hari saya selalu mengajak Zaki ngobrol, apapun saya obrolkan dengan
Zaki. Pelajarannya di sekolah bagaimana? Lalu saya tanyakan juga tentang
teman-temannya di sekolah. Kalau Zaki menceritakan tentang hal-hal yang
menurut saya kurang baik, ya saya nasehati. Sesekali saya juga kasih pujian
93
juga ke Zaki agar dia merasa percaya diri. Kalau Zaki lagi malas gitu ya saya
kasih semangat, pokoknya jangan sampai dia melamun atau berpikir yang
aneh-aneh. Saya juga suruh Zaki bermain dengan teman-teman sebanya di
lingkungan sini, ya kadang emang ada anak yang usil lalu mengejek Zaki. Tapi
saya selalu memberikan nasihat dan hal-hal positif aja.
7. Saya ajak Zaki jalan-jalan. Saya juga menyuruh dia bermain dengan teman-
teman sebayanya. Tiap hari saya ajak dia berbicara tatap muka, dan tidak lupa
juga saya berusaha memuji Zaki terus ngasih motivasi supaya dia semangat.
8. Hambatannya ya palingan cuma harus sabar aja, kadang Zaki agak lama
memahami apa yang saya bicarakan. Biasanya sih saya bebicara dengan Zaki
dalam jarak yang cukup dekat, lalu gerakan bibir saya pelan-pelan, terus Zaki
saya suruh ulang apa yang saya bicarakan. Kalau soal berinteraksi dengan
lingkungan sekitar ya aman-aman aja, tidak ada hambatan sama seperti anak
normal saat berinteraksi dengan teman-temannya.
94
Hasil Wawancara
Nama : Daryanto
Tanggal : 21 Mei 2019
Waktu : 13.14 WIB
Tempat : Rumah Bapak Daryanto
1. Ngobrol bapak dengan anak ya pada umumnya. Diajakin ngomong-ngomong
aja tiap hari.
2. Ngobrol ya biasa seperti ini, tapi dengan bahasa Indonesia. Kalau bahasa Jawa
ya gak nyambung. Seharusnya orang kayak Zahra gini kan bahasanya satu.
Tulisan tidak pernah, saya ke Zahra tidak pernah, Zahra ke saya juga tidak
pernah.
3. Kalau dengan orang di rumah Zahra selalu pakai bahasa bibir, tapi volumenya
agak dikerasin. Sedikit-sedikit bisa paham dianya. Nah biar supaya dia tau
kalau kita lagi ngomong ya kasih sentuhan atau tepukan gitu. Kadang saya juga
menunjukan lewat gerakan wajah, dia tau kalau saya lagi marah, liat dari wajah
saya.
4. Saya antar jemput. Jadi pagi saya antar, siangnya pas jamnya pulang sekolah
saya jemput.
5. Perlakuan saya ke Zahra ya biasa pada umumnya. Ya kayak orang tua ke anak
biasanya, bapak ke anak pada umumnya. Waktunya sekolah ya saya suruh
berangkat. Pagi sekolah, pulang sekolah ya siang-siang gini sampe sore main
sama teman-temannya sekitaran sini.
6. Kan tiap hari saya selalu ngajak ngobrol, ngasih nasihat juga. Bilang kalau dia
itu sama kayak anak-anak lainnya, hanya kurang pendengaran saja. Kan kalau
ngomong pakai gerakan bibir gitu masih paham orang-orang disekitarnya. Jadi
ya saya bilang gak usah malu. Saya juga tanya tentang pelajarannya di sekolah,
ya dia cerita baik-baik saja gitu. Ya kadang juga saya puji beberapa kali saat
dia bisa maju di depan kelas atau disuruh gurunya mengerjakan tugas dan dia
bisa, ya saya puji.
95
7. Saya selalu berusaha untuk melakukan pendekatan ke Zahra, lalu saya ajak
komuniksi tatap muka, ya kayak ngasih pujian ke Zahra pasti saya lakukan.
Saya juga nyuruh dia bermain dengan teman sebayanya sekitaran sini. Seperti
saya tidak menunggui Zahra di sekolah kan udah melatih kepercayaan dirinya
juga. Terus saya juga selalu berusaha mendorong hobi dia selama itu positif.
8. Kalau ditanya soal hambatan ya sebenarnya tidak ada hambatan. Hanya harus
sabar saja saat berbicara dengan Zahra, ya maklum karena pendengarannya
yang kurang normal. Makanya saya kalau berbicara sama Zahra dengan jarak
yang dekat dan volume suara yang keras. Ya diulang-ulang lama-lama dia
paham. Ya kalau soal dia berinteraksi dengan teman-temannya atau bergaul
gitu gak ada hambatan. Baik-baik aja, dia juga pede.
96
Hasil Wawancara
Nama : Tukijan
Tanggal : 22 Juni 2019
Waktu : 13.08 WIB
Tempat : Rumah Bapak Tukijan
1. Saya dengn Irul ya komunikasi pada umumnya. Seperti orang tua ngobrol-
ngobrol dengan anak.
2. Saya berkomunikasi sehari-hari dengan Irul ya pakai kata-kata, tidak pernah
dengan tulisan.
3. Dengan kata-kata pakai gerakan bibir bahasa Indonesia, dikit-dikit ya dia
keluar suaranya. Jarang pakai bahasa isyarat dengan gerakan tangan, paling
kalau dia tidak dengar, nah saya tepuk punggungnya gitu.
4. Saya antar, lalu saya tinggal. Siangnya ya saya jemput.
5. Sehari-hari saya ke Irul ya biasa aja. Itu dia kalau disuruh gak berangkat malah
gak mau. Kesadaranya tinggi untuk bersekolah. Di sekolah saya suruh main
dengan teman-temannya, di rumah juga begitu. Kalau dia itu kalau gak mau
ya walaupun disuruh tetep gak mau. Jadi misalnya ada temennya nakal, terus
besoknya disuruh main lagi sama temannya itu ya tetap gak mau, dia lebih
milih di rumah. Tapi ya main sehari-hari sama teman-temannya yang normal
ya dia biasa.
6. Saya ngasih pemahaman aja ke dia kalau gak perlu takut dan minder. Ya main
aja, pede aja. Sebagai orang tua setiap saya di rumah ya saya ngajak dia
ngobrol. Dia anaknya juga nurut. Ibunya ke sawah, bapaknya kerja ya dia di
rumah jaga rumah, sore baru main dengan anak-anak sekitaran sini. Dia minta
hp ya saya kasih, selama itu positif ya saya motivasi aja. Saya juga usahain
buat ngasih pujian ke dia supaya merasa percaya diri. Kadang saya lagi benerin
apa gitu rusak, ya dia ikut bantuin, lalu saya puji dia karena rajinnya itu.
7. Membebaskan Irul bermain dengan waktu yang udah saya kasih, misalnya sore
hari. Kadang saya juga ajak Irul ngobrol tentang hal-hal yang terjadi di sekolah.
97
Nah kalau dia udh bercerita tentang hebatnya dia di sekolah, saya langsung
memuji Irul. Lalu saya juga memberikan HP ke Irul agar dia tidak ketinggalan
teknologi. Dukungan positif ke dia juga tidak saya lupakan, itu untuk
memotivasi dia.
8. Irul anaknya nurut, gak pernah nakal. Saya berbicara dengan dia ya baik-baik
aja gak ada hambatan. Dia juga sangat pede, gak pernah minder dalam bergaul
dengan teman-temannya. Ya namanya juga pendengarannya kurang normal,
kendala saya ya kalau dia kurang paham dengan apa yang saya bicarakan dan
saya kurang paham dengan yang dia maksud. Dah gitu aja. Ya yang penting
sabar aja.
98
Tabel Pengamatan Terhadap Anak Tunarungu
Nama : Ahmad Zaky Musada
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
NO
GEJALA YANG DIAMATI DALAM
ASPEK KEPERCAYAAN DIRI
ANAK TUNARUNGU
HASIL OBSERVASI
YA KADANG TIDAK
1. Menyapa orang baru √
2. Berbicara dengan orang baru dengan
caranya sendiri √
3. Menawarkan makanan pada orang lain √
4. Mengajak orang lain bermain √
5. Membantu orang lain √
6. Berani berhadapan dengan orang
banyak atau berbicara di depan umum √
7. Bergaul dengan anak-anak normal √
8. Bermain dengan teman-teman di
Sekolah √
9. Menampilkan hasil karya seni buatan
sendiri √
99
Tabel Pengamatan Terhadap Anak Tunarungu
Nama : Zahra
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 tahun
NO
GEJALA YANG DIAMATI DALAM
ASPEK KEPERCAYAAN DIRI
ANAK TUNARUNGU
HASIL OBSERVASI
YA KADANG TIDAK
1. Menyapa orang baru √
2. Berbicara dengan orang baru dengan
caranya sendiri √
3. Menawarkan makanan pada orang lain √
4. Mengajak orang lain bermain √
5. Membantu orang lain √
6. Berani berhadapan dengan orang
banyak atau berbicara di depan umum √
7. Bergaul dengan anak-anak normal √
8. Bermain dengan teman-teman di
Sekolah √
9. Menampilkan hasil karya seni buatan
sendiri √
100
Tabel Pengamatan Terhadap Anak Tunarungu
Nama : Khoirul Anwar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun
NO
GEJALA YANG DIAMATI DALAM
ASPEK KEPERCAYAAN DIRI
ANAK TUNARUNGU
HASIL OBSERVASI
YA KADANG TIDAK
1. Menyapa orang baru √
2. Berbicara dengan orang baru dengan
caranya sendiri √
3. Menawarkan makanan pada orang lain √
4. Mengajak orang lain bermain √
5. Membantu orang lain √
6. Berani berhadapan dengan orang
banyak atau berbicara di depan umum √
7. Bergaul dengan anak-anak normal √
8. Bermain dengan teman-teman di
Sekolah √
9. Menampilkan hasil karya seni buatan
sendiri √
101
REDUKSI DATA
No Rumusan Masalah Pertanyaan Jawaban
1.
Bagaimana aktivitas
komunikasi verbal
dan nonverbal orang
tua dengan anak
tunarungu V-B di
SDLB Negeri
Salatiga?
Bagaimana
cara
berkomunikasi
Bapak/Ibu
dengan anak?
Ya diajak ngomong terus,
pokoknya jangan sampai dia gak
ada teman ngobrol. Dia diajarin
pakai bahasa bibir, gak pernah
pakai bahasa isyarat. (Ibu Yn)
Ngobrol bapak dengan anak ya
pada umumnya. Diajakin
ngomong-ngomong aja tiap hari.
(Bapak Dy)
Saya dengn Irul ya komunikasi
pada umumnya. Seperti orang tua
ngobrol-ngobrol dengan anak.
(Bapak Tj)
Bagaimana
bentuk
komunikasi
verbal
(lisan/tulisan)
yang biasa
dilakukan
Bapak/Ibu
dengan anak?
Saya dengan Zaki ya ngobrol-
ngobrol biasa. Pakai bahasa
Indonesia, dia paham liat gerakan
bibir saya. Gak pernah saya
pakai tulisan ngobrol sama dia.
(Ibu Yn)
Ngobrol ya biasa seperti ini, tapi
dengan bahasa Indonesia. Kalau
bahasa Jawa ya gak nyambung.
Seharusnya orang kayak Zahra
gini kan bahasanya satu. Tulisan
tidak pernah, saya ke Zahra tidak
pernah, Zahra ke saya juga tidak
pernah. (Bapak Dy)
Saya berkomunikasi sehari-hari
dengan Irul ya pakai kata-kata,
tidak pernah dengan tulisan.
(Bapak Tj)
102
Bagaimana
bentuk
komunikasi
nonverbal
(isyarat) yang
biasa
dilakukan
Bapak/Ibu
dengan anak?
Saya tiap hari ngajak Zaki
ngobrol terus, tapi dengan bahasa
bibir, tidak pernah dengan bahasa
isyarat lainnya. Dia bisa, apa
yang kita suruh dia tahu karena
melihat gerakan bibir. Makanya
di sekolah saya tidak mau Zaki
pakai bahasa isyarat selain
gerakan bibir. Saya sudah bilang
ke gurunya, khusus Zaki saya
tidak mau pak pakai bahasa
isyarat selain bahasa bibir.
Jadinya Zaki dengan saya di
rumah tidak pernah pakai isyarat
gerakan tangan, paling saya
nyentuh dia dulu kalau mau
berbicara. Saya juga tidak paham
apa itu gerakan-gerakan
tangannya. Ngomong, ngomong,
kamu ngomong apa? Saya bilang
gitu ke Zaki. Saya juga
komunikasi dengan Zaki pakai
gerak wajah, dia tau kalau saya
lagi serius atau bercanda. (Ibu
Yn)
Kalau dengan orang di rumah
Zahra selalu pakai bahasa bibir,
tapi volumenya agak dikerasin.
Sedikit-sedikit bisa paham
dianya. Nah biar supaya dia tau
kalau kita lagi ngomong ya kasih
sentuhan atau tepukan gitu.
Kadang saya juga menunjukan
lewat gerakan wajah, dia tau
kalau saya lagi marah, liat dari
wajah saya. (Bapak Dy)
Dengan kata-kata pakai gerakan
bibir bahasa Indonesia, dikit-
dikit ya dia keluar suaranya.
Jarang pakai bahasa isyarat
dengan gerakan tangan, paling
kalau dia tidak dengar, nah saya
tepuk punggungnya gitu. (Bapak
Tj)
103
2.
Bagaimana strategi
komunikasi orang
tua dalam
meningkatkan
kepercayaan diri
anak tunarungu V-B
di SDLB Negeri
Salatiga?
Bagaimana
anak
berangkat ke
sekolah?
Apakah
Bapak/Ibu
besrsedia
mengantar
jemput dan
menemani
anak di
sekolah?
Zaki tiap hari berangkat ke
sekolah saya antar, lalu saya
tinggal. Nanti jamnya pulang
sekolah saya jemput. (Ibu Yn)
Saya antar jemput. Jadi pagi saya
antar, siangnya pas jamnya
pulang sekolah saya jemput.
(Bapak Dy)
Saya antar, lalu saya tinggal.
Siangnya ya saya jemput. (Bapak
Tj)
Bagaimana
perlakuan
Bapak/Ibu
kepada anak
khususnya
dalam
kedisiplinan
bersekolah
dan bermain?
Saya perlakukan biasa saja,
seperti anak normal pada
umumnya, tidak saya bedakan.
Ya sekolah saya suruh berangkat
terus walaupun kadang dia suka
males. Bermain, saya suruh
malah main dengan teman-teman
sebayanya di sekitaran sini.
Biasanya sore dia mainnya. (Ibu
Yn)
Perlakuan saya ke Zahra ya biasa
pada umumnya. Ya kayak orang
tua ke anak biasanya, bapak ke
anak pada umumnya. Waktunya
sekolah ya saya suruh berangkat.
Pagi sekolah, pulang sekolah ya
siang-siang gini sampe sore main
sama teman-temannya sekitaran
sini. (Bapak Dy)
Sehari-hari saya ke Irul ya biasa
aja. Itu dia kalau disuruh gak
berangkat malah gak mau.
Kesadaranya tinggi untuk
bersekolah. Di sekolah saya
suruh main dengan teman-
temannya, di rumah juga begitu.
Kalau dia itu kalau gak mau ya
walaupun disuruh tetep gak mau.
Jadi misalnya ada temennya
nakal, terus besoknya disuruh
main lagi sama temannya itu ya
tetap gak mau, dia lebih milih di
rumah. Tapi ya main sehari-hari
104
sama teman-temannya yang
normal ya dia biasa. (Bapak Tj)
Bagaimana
cara
Bapak/Ibu
dalam
meningkatkan
rasa
kepercayaan
diri anak?
Setiap hari saya selalu mengajak
Zaki ngobrol, apapun saya
obrolkan dengan Zaki.
Pelajarannya di sekolah
bagaimana? Lalu saya tanyakan
juga tentang teman-temannya di
sekolah. Kalau Zaki
menceritakan tentang hal-hal
yang menurut saya kurang baik,
ya saya nasehati. Sesekali saya
juga kasih pujian juga ke Zaki
agar dia merasa percaya diri.
Kalau Zaki lagi malas gitu ya
saya kasih semangat, pokoknya
jangan sampai dia melamun atau
berpikir yang aneh-aneh. Saya
juga suruh Zaki bermain dengan
teman-teman sebanya di
lingkungan sini, ya kadang
emang ada anak yang usil lalu
mengejek Zaki. Tapi saya selalu
memberikan nasihat dan hal-hal
positif aja. (Ibu Yn)
Kan tiap hari saya selalu ngajak
ngobrol, ngasih nasihat juga.
Bilang kalau dia itu sama kayak
anak-anak lainnya, hanya kurang
pendengaran saja. Kan kalau
ngomong pakai gerakan bibir
gitu masih paham orang-orang
disekitarnya. Jadi ya saya bilang
gak usah malu. Saya juga tanya
tentang pelajarannya di sekolah,
ya dia cerita baik-baik saja gitu.
Ya kadang juga saya puji
beberapa kali saat dia bisa maju
di depan kelas atau disuruh
gurunya mengerjakan tugas dan
dia bisa, ya saya puji. (Bapak
Dy)
105
Saya ngasih pemahaman aja ke
dia kalau gak perlu takut dan
minder. Ya main aja, pede aja.
Sebagai orang tua setiap saya di
rumah ya saya ngajak dia
ngobrol. Dia anaknya juga nurut.
Ibunya ke sawah, bapaknya kerja
ya dia di rumah jaga rumah, sore
baru main dengan anak-anak
sekitaran sini. Dia minta hp ya
saya kasih, selama itu positif ya
saya motivasi aja. Saya juga
usahain buat ngasih pujian ke dia
supaya merasa percaya diri.
Kadang saya lagi benerin apa
gitu rusak, ya dia ikut bantuin,
lalu saya puji dia karena rajinnya
itu. (Bapak Tj)
Upaya apa
saja yang
Bapak/Ibu
lakukan untuk
meningkatkan
kepercayaan
diri anak?
Saya ajak Zaki jalan-jalan. Saya
juga menyuruh dia bermain
dengan teman-teman sebayanya.
Tiap hari saya ajak dia berbicara
tatap muka, dan tidak lupa juga
saya berusaha memuji Zaki terus
ngasih motivasi supaya dia
semangat. (Ibu Yn)
Saya selalu berusaha untuk
melakukan pendekatan ke Zahra,
lalu saya ajak komuniksi tatap
muka, ya kayak ngasih pujian ke
Zahra pasti saya lakukan. Saya
juga nyuruh dia bermain dengan
teman sebayanya sekitaran sini.
Seperti saya tidak menunggui
Zahra di sekolah kan udah
melatih kepercayaan dirinya
juga. Terus saya juga selalu
berusaha mendorong hobi dia
selama itu positif. (Bapak Dy)
106
Membebaskan Irul bermain
dengan waktu yang udah saya
kasih, misalnya sore hari.
Kadang saya juga ajak Irul
ngobrol tentang hal-hal yang
terjadi di sekolah. Nah kalau dia
udh bercerita tentang hebatnya
dia di sekolah, saya langsung
memuji Irul. Lalu saya juga
memberikan HP ke Irul agar dia
tidak ketinggalan teknologi.
Dukungan positif ke dia juga
tidak saya lupakan, itu untuk
memotivasi dia. (Bapak Tj)
3.
Apa saja faktor
penghambat orang
tua dalam
meningkatkan
kepercayaan diri
anak tunarungu V-B
di SDLB Negeri
Salatiga?
Apakah ada
hambatan
yang
Bapak/Ibu
alami ketika
berkomunikasi
dengan anak,
khususnya
dalam
meningkatkan
kepercayaan
diri si anak?
Jika ada, apa
saja
hambatannya?
Hambatannya ya palingan cuma
harus sabar aja, kadang Zaki
agak lama memahami apa yang
saya bicarakan. Biasanya sih
saya bebicara dengan Zaki dalam
jarak yang cukup dekat, lalu
gerakan bibir saya pelan-pelan,
terus Zaki saya suruh ulang apa
yang saya bicarakan. Kalau soal
berinteraksi dengan lingkungan
sekitar ya aman-aman aja, tidak
ada hambatan sama seperti anak
normal saat berinteraksi dengan
teman-temannya. (Ibu Yn)
Kalau ditanya soal hambatan ya
sebenarnya tidak ada hambatan.
Hanya harus sabar saja saat
berbicara dengan Zahra, ya
maklum karena pendengarannya
yang kurang normal. Makanya
saya kalau berbicara sama Zahra
dengan jarak yang dekat dan
volume suara yang keras. Ya
diulang-ulang lama-lama dia
paham. Ya kalau soal dia
berinteraksi dengan teman-
temannya atau bergaul gitu gak
ada hambatan. Baik-baik aja, dia
juga pede. (Bapak Dy)
107
Irul anaknya nurut, gak pernah
nakal. Saya berbicara dengan dia
ya baik-baik aja gak ada
hambatan. Dia juga sangat pede,
gak pernah minder dalam bergaul
dengan teman-temannya. Ya
namanya juga pendengarannya
kurang normal, kendala saya ya
kalau dia kurang paham dengan
apa yang saya bicarakan dan saya
kurang paham dengan yang dia
maksud. Dah gitu aja. Ya yang
penting sabar aja. (Bapak Tj)
108
TRIANGULASI DATA
No Rumusan
Masalah Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1.
Bagaimana
aktivitas
komunikasi
verbal dan
nonverbal
orang tua
dengan anak
tunarungu V-
B di SDLB
Negeri
Salatiga?
Bagaimana
cara
berkomunikasi
Bapak/Ibu
dengan anak?
Ya diajak ngomong
terus, pokoknya
jangan sampai dia gak
ada teman ngobrol.
Dia diajarin pakai
bahasa bibir, gak
pernah pakai bahasa
isyarat. (Ibu Yn)
Orang tua
(bapak/ibu)
berkomunikasi
intens dengan
anak dan selalu
mengajak anak
berkomunikasi
dalam kehidupan
sehari-hari.
Bapak/ibu
mengajak anak
tunarungu
berkomunikasi
seperti orang
normal pada
umumnya.
Ngobrol bapak dengan
anak ya pada
umumnya. Diajakin
ngomong-ngomong
aja tiap hari. (Bapak
Dy)
Saya dengan Irul ya
komunikasi pada
umumnya. Seperti
orang tua ngobrol-
ngobrol dengan anak.
(Bapak Tj)
Bagaimana
bentuk
komunikasi
verbal (lisan/
tulisan) yang
biasa
dilakukan
Bapak/Ibu
dengan anak?
Saya dengan Zaki ya
ngobrol-ngobrol biasa.
Pakai bahasa
Indonesia, dia paham
liat gerakan bibir saya.
Gak pernah saya pakai
tulisan ngobrol sama
dia. (Ibu Yn)
Bentuk
komunikasi
verbal yang
dilakukan oleh
orang tua
(bapak/ibu)
kepada anak
tunarungu adalah
dengan lisan
berupa kata-kata
tanpa tulisan.
Komunikasi lisan
menggunakan
bahasa Indonesia.
Ngobrol ya biasa
seperti ini, tapi dengan
bahasa Indonesia.
Kalau bahasa Jawa ya
gak nyambung.
Seharusnya orang
kayak Zahra gini kan
bahasanya satu.
Tulisan tidak pernah,
saya ke Zahra tidak
pernah, Zahra ke saya
juga tidak pernah.
(Bapak Dy)
109
Saya berkomunikasi
sehari-hari dengan Irul
ya pakai kata-kata,
tidak pernah dengan
tulisan. (Bapak Tj)
Bagaimana
bentuk
komunikasi
nonverbal
(isyarat) yang
biasa
dilakukan
Bapak/Ibu
dengan anak?
Saya tiap hari ngajak
Zaki ngobrol terus,
tapi dengan bahasa
bibir, tidak pernah
dengan bahasa isyarat
lainnya. Dia bisa, apa
yang kita suruh dia
tahu karena melihat
gerakan bibir.
Makanya di sekolah
saya tidak mau Zaki
pakai bahasa isyarat
selain gerakan bibir.
Saya sudah bilang ke
gurunya, khusus Zaki
saya tidak mau pak
pakai bahasa isyarat
selain bahasa bibir.
Jadinya Zaki dengan
saya di rumah tidak
pernah pakai isyarat
gerakan tangan, paling
saya nyentuh dia dulu
kalau mau berbicara.
Saya juga tidak paham
apa itu gerakan-
gerakan tangannya.
Ngomong, ngomong,
kamu ngomong apa?
Saya bilang gitu ke
Zaki. Saya juga
komunikasi dengan
Zaki pakai gerak
wajah, dia tau kalau
saya lagi serius atau
bercanda. (Ibu Yn)
Bentuk
komunikasi
nonverbal
(isyarat) yang
biasa dilakukan
oleh orang tua
kepada anak
tunarungu adalah
dengan gerakan
bibir dan gerakan
wajah. Namun,
sesekali dengan
gerakan tangan,
seperti menyentuh
anak tunarungu
sebelum
mengajak
berbicara.
110
Kalau dengan orang di
rumah Zahra selalu
pakai bahasa bibir,
tapi volumenya agak
dikerasin. Sedikit-
sedikit bisa paham
dianya. Nah biar
supaya dia tau kalau
kita lagi ngomong ya
kasih sentuhan atau
tepukan gitu. Kadang
saya juga menunjukan
lewat gerakan wajah,
dia tau kalau saya lagi
marah, liat dari wajah
saya. (Bapak Dy)
Dengan kata-kata
pakai gerakan bibir
bahasa Indonesia,
dikit-dikit ya dia
keluar suaranya.
Jarang pakai bahasa
isyarat dengan
gerakan tangan, paling
kalau dia tidak dengar,
nah saya tepuk
punggungnya gitu.
(Bapak Tj)
2.
Bagaimana
strategi
komunikasi
orang tua
dalam
meningkatkan
kepercayaan
diri anak
tunarungu V-
B di SDLB
Negeri
Salatiga?
Bagaimana
anak berangkat
ke sekolah?
Apakah
Bapak/Ibu
besrsedia
mengantar
jemput dan
menemani
anak di
sekolah?
Zaki tiap hari
berangkat ke sekolah
saya antar, lalu saya
tinggal. Nanti jamnya
pulang Sekolah saya
jemput. (Ibu Yn)
Anak tunarungu
berangkat ke
sekolah diantar
dan dijemput oleh
orang tua
(bapak/ibu).
Orang tua tidak
menemani atau
menunggu anak
tunarungu di
sekolah
Saya antar jemput.
Jadi pagi saya antar,
siangnya pas jamnya
pulang sekolah saya
jemput. (Bapak Dy)
Saya antar, lalu saya
tinggal. Siangnya ya
saya jemput. (Bapak
Tj)
Bagaimana
perlakuan
Bapak/Ibu
Saya perlakukan biasa
saja, seperti anak
normal pada
Perlakuan orang
tua kepada anak
tunarungu adalah
111
kepada anak
khususnya
dalam
kedisiplinan
bersekolah dan
bermain?
umumnya, tidak saya
bedakan. Ya sekolah
saya suruh berangkat
terus walaupun
kadang dia suka
males. Bermain, saya
suruh malah main
dengan teman-teman
sebayanya di sekitaran
sini. Biasanya sore dia
mainnya. (Ibu Yn)
sama seperti
orang tua
memperlakukan
anak normal pada
umumnya,
termasuk dalam
hal kedisiplinan
sekolah dan
bermain.
Perlakuan saya ke
Zahra ya biasa pada
umumnya. Ya kayak
orang tua ke anak
biasanya, bapak ke
anak pada umumnya.
Waktunya sekolah ya
saya suruh berangkat.
Pagi sekolah, pulang
sekolah ya siang-siang
gini sampe sore main
sama teman-temannya
sekitaran sini. (Bapak
Dy)
Sehari-hari saya ke
Irul ya biasa aja. Itu
dia kalau disuruh gak
berangkat malah gak
mau. Kesadaranya
tinggi untuk
bersekolah. Di sekolah
saya suruh main
dengan teman-
temannya, di rumah
juga begitu. Kalau dia
itu kalau gak mau ya
walaupun disuruh
tetep gak mau. Jadi
misalnya ada
temennya nakal, terus
besoknya disuruh
main lagi sama
temannya itu ya tetap
gak mau, dia lebih
milih di rumah. Tapi
112
ya main sehari-hari
sama teman-temannya
yang normal ya dia
biasa. (Bapak Tj)
Bagaimana
cara Bapak/Ibu
dalam
meningkatkan
rasa
kepercayaan
diri anak?
Setiap hari saya selalu
mengajak Zaki
ngobrol, apapun saya
obrolkan dengan Zaki.
Pelajarannya di
sekolah bagaimana?
Lalu saya tanyakan
juga tentang teman-
temannya di sekolah.
Kalau Zaki
menceritakan tentang
hal-hal yang menurut
saya kurang baik, ya
saya nasehati. Sesekali
saya juga kasih pujian
juga ke Zaki agar dia
merasa percaya diri.
Kalau Zaki lagi malas
gitu ya saya kasih
semangat, pokoknya
jangan sampai dia
melamun atau berpikir
yang aneh-aneh. Saya
juga suruh Zaki
bermain dengan
teman-teman sebanya
di lingkungan sini, ya
kadang emang ada
anak yang usil lalu
mengejek Zaki. Tapi
saya selalu
memberikan nasihat
dan hal-hal positif aja.
(Ibu Yn)
Orang tua
(bapak/ibu)
meningkatkan
kepercayaan diri
anak dengan cara
selalu mengajak
berbicara,
memberikan
semangat, nasihat,
pujian dan
pemahaman agar
anak tunarungu
dapat
bersosialisasi
dengan
lingkungan
sekitar tanpa rasa
minder.
Kan tiap hari saya
selalu ngajak ngobrol,
ngasih nasihat juga.
Bilang kalau dia itu
sama kayak anak-anak
lainnya, hanya kurang
pendengaran saja. Kan
kalau ngomong pakai
113
gerakan bibir gitu
masih paham orang-
orang disekitarnya.
Jadi ya saya bilang
gak usah malu. Saya
juga tanya tentang
pelajarannya di
sekolah, ya dia cerita
baik-baik saja gitu. Ya
kadang juga saya puji
beberapa kali saat dia
bisa maju di depan
kelas atau disuruh
gurunya mengerjakan
tugas dan dia bisa, ya
saya puji. (Bapak Dy)
Saya ngasih
pemahaman aja ke dia
kalau gak perlu takut
dan minder. Ya main
aja, pede aja. Sebagai
orang tua setiap saya
di rumah ya saya
ngajak dia ngobrol.
Dia anaknya juga
nurut. Ibunya ke
sawah, bapaknya kerja
ya dia di rumah jaga
rumah, sore baru main
dengan anak-anak
sekitaran sini. Dia
minta hp ya saya
kasih, selama itu
positif ya saya
motivasi aja. Saya
juga usahain buat
ngasih pujian ke dia
supaya merasa
percaya diri. Kadang
saya lagi benerin apa
gitu rusak, ya dia ikut
bantuin, lalu saya puji
dia karena rajinnya
itu. (Bapak Tj)
114
Upaya apa
saja yang
Bapak/Ibu
lakukan untuk
meningkatkan
kepercayaan
diri anak?
Saya ajak Zaki jalan-
jalan. Saya juga
menyuruh dia bermain
dengan teman-teman
sebayanya. Tiap hari
saya ajak dia berbicara
tatap muka, dan tidak
lupa juga saya
berusaha memuji Zaki
terus ngasih motivasi
supaya dia semangat.
(Ibu Yn) Upaya yang
dilakukan oleh
orang tua
(bapak/ibu) untuk
meningkatkan
kepercayaan diri
anak tunarungu
adalah berupa mendekati anak,
lalu mengajak
berkomunikasi
tatap muka,
memuji anak,
menyuruh anak
bermain dengan
teman sebayanya,
tidak menunggui
anak di sekolah,
mendorong hobi
anak selama itu
positif, dan
menyemangati
anak dalam segala
aspek.
Saya selalu berusaha
untuk melakukan
pendekatan ke Zahra,
lalu saya ajak
komuniksi tatap
muka, ya kayak
ngasih pujian ke Zahra
pasti saya lakukan.
Saya juga nyuruh dia
bermain dengan teman
sebayanya sekitaran
sini. Seperti saya tidak
menunggui Zahra di
sekolah kan udah
melatih kepercayaan
dirinya juga. Terus
saya juga selalu
berusaha mendorong
hobi dia selama itu
positif. (Bapak Dy)
Membebaskan Irul
bermain dengan waktu
yang udah saya kasih,
misalnya sore hari.
Kadang saya juga ajak
Irul ngobrol tentang
hal-hal yang terjadi di
sekolah. Nah kalau dia
udh bercerita tentang
hebatnya dia di
sekolah, saya
langsung memuji Irul.
Lalu saya juga
memberikan HP ke
115
Irul agar dia tidak
ketinggalan teknologi.
Dukungan positif ke
dia juga tidak saya
lupakan, itu untuk
memotivasi dia.
(Bapak Tj)
3.
Apa saja
faktor
penghambat
orang tua
dalam
meningkatkan
kepercayaan
diri anak
tunarungu V-
B di SDLB
Negeri
Salatiga?
Apakah ada
hambatan yang
Bapak/Ibu
alami ketika
berkomunikasi
dengan anak,
khususnya
dalam
meningkatkan
kepercayaan
diri si anak?
Jika ada, apa
saja
hambatannya?
Hambatannya ya
palingan cuma harus
sabar aja, kadang Zaki
agak lama memahami
apa yang saya
bicarakan. Biasanya
sih saya bebicara
dengan Zaki dalam
jarak yang cukup
dekat, lalu gerakan
bibir saya pelan-pelan,
terus Zaki saya suruh
ulang apa yang saya
bicarakan. Kalau soal
berinteraksi dengan
lingkungan sekitar ya
aman-aman aja, tidak
ada hambatan sama
seperti anak normal
saat berinteraksi
dengan teman-
temannya. (Ibu Yn)
Tidak ada
hambatan yang
dialami orang tua
(bapak/ibu) dalam
meningkatkan
kepercayaan diri
anak tunarungu.
Hanya saja anak
tunarungu kurang
tanggap dalam
memahami
perkataan dari
orang tua, karena
keterbatasan
pendengaran yang
dimilikinya.
Kalau ditanya soal
hambatan ya
sebenarnya tidak ada
hambatan. Hanya
harus sabar saja saat
berbicara dengan
Zahra, ya maklum
karena
pendengarannya yang
kurang normal.
Makanya saya kalau
berbicara sama Zahra
dengan jarak yang
dekat dan volume
suara yang keras. Ya
diulang-ulang lama-
lama dia paham. Ya
116
kalau soal dia
berinteraksi dengan
teman-temannya atau
bergaul gitu gak ada
hambatan. Baik-baik
aja, dia juga pede.
(Bapak Dy)
Irul anaknya nurut,
gak pernah nakal.
Saya berbicara dengan
dia ya baik-baik aja
gak ada hambatan.
Dia juga sangat pede,
gak pernah minder
dalam bergaul dengan
teman-temannya. Ya
namanya juga
pendengarannya
kurang normal,
kendala saya ya kalau
dia kurang paham
dengan apa yang saya
bicarakan dan saya
kurang paham dengan
yang dia maksud. Dah
gitu aja. Ya yang
penting sabar aja.
(Bapak Tj)
117
Gambar 1.
Wawancara dengan Ibu Yuliani
Gambar 2.
Berbincang-bincang dengan Zaky
(anak tunarungu V-B SDLBN
Salatiga)
Gambar 3.
Wawancara dengan Bapak Daryanto
Gambar 4.
Berbincang-bincang dengan Zahra
(anak tunarungu V-B SDLBN
Salatiga)
118
Gambar 5.
Wawancara dengan Bapak Tukijan
Gambar 6.
Berbincang-bincang dengan Khoirul
(anak tunarungu V-B SDLBN Salatiga)
Gambar 7.
SLB Negeri Salatiga tampak depan
Gambar 8.
Lapangan dan kelas-kelas SLB Negeri
Salatiga
119
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Viola Diane de Johnnie Putri
Alamat Tinggal : Purbaya IV RT.04 RW.07 Karang Alit, Salatiga
Kode Pos : 50722
Nomor Telepon : 082232017746
E-mail : [email protected]
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Agustus 1995
Status Marital : Belum menikah / Mahasiswi
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan Formal
Pendidikan Jurusan/ Fakultas Sekolah/ Perguruan
Tinggi Tahun Ajaran
SD SD Pemuda Bangsa Depok 2002/2008
SMP SMP Negeri 4 Salatiga 2008/2011
SMA IPA SMA Negeri 3 Salatiga 2011/2014
Strata I
Komunikasi
Penyiaran Islam /
Dakwah
Institut Agama Islam Negeri
Salatiga 2015/2019
120
Pendidikan Nonformal
No. Jenis Kursus Tempat Kursus Tahun
1. Kursus Bahasa Inggris EGYPT Course
Pare, Jawa Timur 2017
2. Kursus Bahasa Arab EGYPT Course
Pare, Jawa Timur 2018
Pengalaman Organisasi
1. Bendum HmI Komisariat Lafran Pane Cabang Salatiga 2016- 2017
2. Wabendum HmI Cabang Salatiga 2017- 2018
3. Wakil I Senat Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Salatiga 2017-2018
4. Panter Brigsus Dilaga Woro Srikandhi 2016- sekarang
5. Anggota Racana Kusuma Dilaga Woro Srikandhi 2016- sekarang