Upload
iwel-nagan
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
1/20
ALIRAN MUTAZILAH,(Telaah kritis atas pemikiran aliran Mutazilah)
Disusun untuk dipresentasikan dalam seminar kelas padaMata Kuliah Perkembangan Pemikiran dalam Islam
pada program Pasca Sarjana UIN SUSKA Riau
Oleh :
Syukron Darsyah
NIM : 0804 S2 777
Dosen Pembimbing :
DR. Asmal May, MA
PROGRAM PASCA SARJANAKONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2009
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
2/20
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah Swt atas karunia dan
rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
junjungan alam Nabi Muhammad SAW
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan dipresentasikan dalam
seminar kelas pada Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran dalam Islam , di
konsentrasi Pendidikan Islam Program Pasca Sarja Universitas Islam Negeri(UIN) Suska Riau.
Makalah ini membahas dan membicarakan tentang aliran Mutazilah sebagai
salah satu aliran teologi dalam Islam. Pembahasannya mencakup asal usul
kemunculan aliran Mutazilah, tokoh-tokohnya serta doktrin dan ajaran pokok
aliran ini. selain itu juga dibahas tentang peristiwa mihnah yang merupakan
refleksi dari aliran Mutazilah.
Akhirnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, baik itu referensi buku maupun pandangan, masukan dan diskusi-diskusi
yang membangun dengan tema yang diangkat.
Kritik dan saran sangat perlu kiranya disampaikan sebagai bahan evaluasi
dan perbaikan dimasa mendatang, baik itu isi, penulisan maupun metodologi yang
digunakan. Terima kasih
Wassalam Wr. Wb
Pekanbaru, April 2009
2
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
3/20
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR............................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2
A. Pendahuluan ............................................................................................... 3
B. Asal usul kemunculan Mutazilah.............................................................. 4
C. Tokoh-tokoh dan pemuka aliran Mutazilah .............................................. 7
D. Doktrin dan ajaran pokok Mutazilah......................................................... 10
E. Mihnah, sebuah tinjauan historis................................................................ 14
F. Kemunduran Mutazilah............................................................................. 16G. Penutup....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
Aliran Mutazilah,
3
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
4/20
(Sebuah telaah kritis atas pemikiran Mutazilah)
A. Pendahuluan
Aliran Mutazilah merupakan aliran teologi Islam yang tertua dan
memainkan peranan yang penting dalamsejarah pemikiran dunia Islam.Aliran ini
lahir kurang lebih pada permulaan abad ke dua Hijrah di kota Basrah, sebuah
pusat ilmu dan peradaban Islam saat itu.
Sebelum Mutazilah lahir dan menjadi bagian dari sistem dan corak
pemikiran Islam rasional, sebelumnya telah ada berbagai aliran pemikiran yang
nantinya akan sangat berpengaruh terhadap Mutazilah. Masalah-masalah yang
muncul dan diangkat pada waktu itu berkisar pada lingkaran persoalan teologi dan
filsafat.
Aliran-aliran tersebut diantaranya adalah aliran Musyabbihah
(antropomorfiems) yang memahami ayat-ayat al-Quran tentang Allah bertangan
dan bermata, bersinggasana, melihat, mendengar dan sebagainya. Pendeknya,
sesuai dengan namanya, maka aliran ini menyamakan sifat-sifat Allah dengan
manusia. Tokoh Aliran ini berasal dari aliran Syiah ekstrem dan ahli hadist
Hasyiwiyah yang memahami kulit dan bukan isinya. Aliran lainnya adalah aliran
Mujassimah (korporalisme) yang beranggapan bahwa Allah berjism (bertubuh)
layaknya manusia. Adapula aliran Syafatiyah yang beranggapan bahwa sifat-sifat
Allah adalah azali disamping Zat-Nya yang azali. Adapula diantara mereka yang
berpendapat bahwa sifat-sifat Allah sama dengan sifat-sifat manusia.1
Selain itu, ada juga aliran Khawarij. Aliran ini merupakan golongan yang
keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib karena tidak puas dengan hasil tahkim.
Khawarij berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menjadi kafir.
Kemudia ada lagi aliran Murjiah yang melawan pendapat Khawarij. Mereka
berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar tetap mukmin, tidak
menjadi kafir. Tentang nasibnya kelak dihadapan Allah, diserahkan saja kepada
Allah untuk menentukannya diakhirat nanti.
1 A. Mustofa,Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 58-59
4
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
5/20
Aliran Mutazilah muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran
Khawarij dan aliran Murjiah berkenaan tentang orang mukmin yang berdosa
besar.
Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya
adalah pandangan-pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil
aqliyah dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam.
Pada awal perkembangannya, aliran ini tidak mendapat dukungan dan
simpati dari umat Islam, khususnya dikalangan masyarakat awam, karena mereka
sulit memahami ajaran-ajaran Mutazilah yang bersifat rasional dan filosofis itu.
Alasan lain adalah karena kaum Mutazilah dinilai tidak teguh berpegang pada
sunnah Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Kelompok Mutazilah ini baru mendapat dukungan yang luas terutama
dikalangan intelektual pada masa pemerintahan khalifah Al-Mamun, penguasa
Abbasiyah periode 198-218 H/813-833 M. Kedudukan Mutazilah menjadi
semakin kokoh setelah al-Mamun menyatakannya sebagai mazhab resmi negara.
Hal ini disebabkan karena al-Mamun sejak kecil sudah dididik dalam tradisi
Yunani yang gemar akan ilmu pengetahuan dan filsafat.
B. Asal usul kemunculan Mu tazilah
Mutazilah adalah salah satu nama aliran dalam teologi Islam yang bersikap
rasional. Karena itulah banyak orang yang menyebutnya Rasionalisme Islam.
Mutazilah lahir pada permulaan abad ke 2 H di Basrah pada pemerintahan Bani
Umayyah dan pada saat itu kekuasaan dipegang oleh khalifah Hisyam bin AbdulMalik (101-125 H).2
Term Mutazilah merupakan isim fail yang berakar dari kata azala
Itazala yang berarti memisahkan - menyingkir atau memisahkan diri. Maka
secara bahasa Mutazilah berarti orang yang memisahkan diri. Selama ini, term
atau pemberian nama Mutazilah sering dan bahkan diketahui hanya pada
kejadian atau peristiwa yang terjadi antara Wasil ibn Atha serta temannya Amr
2 Sahilun A Nasir,Pengantar Ilmu Kalam, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), h. 106
5
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
6/20
ibn Ubaid dan Hasan Basri di Basrah. Akan tetapi, menurut Ahmad Amin bahwa
nama Mutazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dengan Hasan
Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi.
Golongan ini timbul dan mengasingkan diri disaat terjadi pertikaian antara
khalifah Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sofyan dari Bani
Umayyah sebagai akibat dari terbunuhnya Khalifah Usman Bin Affan. Pada saat
itulah terdapat beberapa orang sahabat Nabi yang tidak ingin terlibat dalam
pertikaian tersebut. Mereka tidak membaiat Ali sebagai Khalifah dan memilih
sikat netral. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya adalah Saad ibn Abi Waqaf,
Abdullah bin Umar, Muhammad bin Maslamah, Usman bin Zaid dan lain-lain.
Penduduk Madinah pada waktu itu juga banyak yang mengikuti jejak mereka.
Orang-orang itu disebut kelompok Mutazilah, karena mengasingkan diri dari
keterlibatan dalam pertikaian politik yang terjadi antara Ali Bin Abi Thalib
dengan Muawiyah. Jadi, kata-kata Itazala danMutazilah telah dipakai kira-kira
seratus tahun sebelum peristiwa Wasil bin Atha dengan Hasan Basri dalam arti
golongan yang tidak mau turut campur dalam pertikaian politik yang ada di zaman
mereka.
Dengan demikian, peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai golongan
Mutazilah yang pertama dan lebih cenderung mengarah pada persoalan politik.
Akan tetapi, jika kata Mutazilah disebut dalam konteks aliran-aliran teologi
atau filsafat, maka yang dimaksud dengan itu adalah para pengikut yang
mengasingkan atau memisahkan diri dari gurunya yang berbeda paham tentang
suatu hal. Orang tersebut adalah Wasil ibn Atha yang berbeda pendapat dengan
gurunya Hasan Basri.
Beberapa versi tentang pemberian nama Mutazilah kepada golongan kedua
ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn Atha serta temannya
Amr ibn Ubaid dan Hasan Basri di Basrah. Ketika Wasil mengikuti pelajaran
yang diberikan oleh Hasan Basri di mesjid Basrah, datanglah seseorang yang
bertanya mengenai pendapat Hasan Basri tentang orang yang berdosa besar.
Ketika Hasan Basri masih berfikir, Wasil mengemukakan pendapatnya dengan
mengatakan Saya berpendapat bahwa orang-orang yang berbuat dosa besar
6
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
7/20
bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, akan tetapi berada pada posisi diantara
keduanya, tidak mukmin dan tidak pula kafir. Kemudian Wasil menjauhkan diri
dari Hasan Basri dan pergi ketempat lain dilingkungan masjid. Disana Wasil
mengulangi pendapatnya dihadapan pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini,
Hasan Basri berkata : Wasil menjauhkan diri dari kita (Itazaala anna) Menurut
Asy-Syarastani, kelompok yang memisahkan diri pada peristiwa inilah yang
dinamakan kaum Mutazilah.3
Versi lain dikemukakan oleh Al-Bagdadi dalam bukunya Al-Farq bain Al-
Farq seperti dikutip oleh Abdul Rozak dan Rosihon Anwar yang mengatakan
bahwa Wasil bin Atha dan temannya Amr bin Ubaid diusir oleh Hasan Basri
dari majelisnya karena ada pertikaian diantara mereka tentang masalah Qadar dan
orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Basri dan
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula
kafir. Oleh karena itu, golongan ini dinamakan Mutazilah.4
Pendapat lain juga berbeda seperti dikemukakan oleh Tasy Kubra Zadah
yang menyatakan bahwa Qatadah bin Damah pada suatu hari masuk masjid
Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah
majelis Hasan Basri. Setelah mengetahui bawa majelis tersebut bukan majelis
Hasan Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata, Ini kaum
Mutazilah, sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mutazilah.5
Sedangkan Al-Masudi seperti dikutip Harun Naution memberikan
keterangan tentang asal usul kemunculan Mutazilah tanpa menyangkut pautkan
dengan peristiwa Wasil bin Atha dan Hasan Basri. Mereka diberi nama
Mutazilah, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan
bukan pula kafir, akan tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-
manzilah bain al-manzilah).6 Dalam artian mereka memberi status orang yang
berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.
3 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 784 Ibid.
5Ibid. h. 78
6 Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:UI Press, 1983), h. 39
7
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
8/20
Dari keterangan-keterangan yang dikemukakan diatas, untuk mengetahui
dengan pasti asal usul yang sebenarnya nama Mutazilah memang sulit. Yang
jelas, nama Mutazilah dikenal sebagai aliran teologi rasional dan liberal dalam
Islam yang timbul sesudah peristiwa Wasil bin Atha dengan Hasan Basri dan
bahkan lama sebelum terjadinya peristiwa Basrah tersebut telah pula terdapat
kata-kataItazala dan Mutazilah.
Selain nama Mutazilah, aliran kalam ini juga lazim menyebut diri dengan
beberapa nama lain, misalnya biasa menyebut diri dengan ahl al-adl, yaitu
golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan danAhl al-Tawhid wa al al-Adl,
golongan yang mempertahankan kemurnian tauhid dan keadilan Tuhan.7
Sementara pihak lawan atau yang berseberangan dengan paham ini lazim
pula menyebut mereka dengan nama al-Qadariyah, penganut paham kebebasan
berkehendak dan keleluasaan berbuat bagi manusia; al-Muathilat, penganut
paham nafyu al-shifatdan sebutan al-Waidiah , yaitu penganut paham kepastian
berlakunya ancaman-ancaman Tuhan terhadap orang-orang yang tidak patuh.
Mereka juga biasa disebut al-Jahmiah, karena mereka menganut paham nafyu al-
shifat, nafyu al- ruyat dan kemahlukan al-Quran yang sebelumnya pernah
diajarkan oleh Jahm Ibn Shafwan.8
C. Tokoh-tokoh dan Pemuka aliran Mutazilah
Sejak kelahirannya yang dipelopori oleh Wasil bin Atha, Mutazilah terus
berkembang pesat sebagai sebuah sistem kalam satu-satunya didunia Islam pada
saat itu. Fenomena ini tentunya tidak terlepas dari tokoh-tokohnya yang cerdas
dan brilian yang secara gigih dan estafet menyebarkan ajaran dari zaman
kezaman.
Ulama atau tokoh-tokoh Mutazilah cukup banyak sekali. Namun, yang
akan dibahas selanjutnya hanya tokoh-tokoh yang terkemuka saja.
7 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Pekanbaru: PPS UIN Suska, 2008), h. 1148Ibid
8
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
9/20
1. Wasil bin Atha (81 -133 H / 699-748 M)
Menurut sejarah, Washil bin Atha adalah orang yang pertama sekali
meletakkan kerangka dasar faham Mutazilah, sebagaimana dikatakan oleh al-
Masudi bahwa ia adalah Syaikh al-Mutazilah wa Qadimuha yakni kepala dan
penganut Mutazilah yang tertua.9 Ia berasal dari Maula (keturunan budak) dari
Bani Dhobah dan dilahirkan di Madinah pada tahun 80 H dan meninggal pada
tahun 131 H. Dimadinah ia belajar pada Abu Hasyim Abdullah ibn Muhammad
ibn al-Hanifah. Kemudian ia pindah ke Basrah dan belajar pada imam Hasan
Basri. Ia adalah orang yang sangat mahir berorator, pandai memilih kata-kata
yang mudah diterima pendengarnya. Disamping itu, ia adalah seorang ilmuwan
yang menghabiskan waktu siangnya untuk berdiskusi dan waktu malamnya untuk
beribadah dalam rangka menyempurnakan firqohnya. Banyak kitab yang
dikarangnya, namun tidak satupun yang sampai kepada kita.
2. Abu Huzail (135-235 H / 752-849 M)
Nama lengkapnya adalah Abdul Huzail bin al Huzail al-Allaf. Sebutan
al-Allaf diperolehnya karena rumahnya terletak dikampung penjual makanan
binatang. Ia lahir pada tahun 135 H di Basrah. Ia tinggal di Basrah dan menetap
disana dan belajar pada salah seorang murid Washil bin Atha yang bernama
Usman al-Tawil. Puncak kebesarannya dicapai pada masa pemerintahan khalifah
al-Mamun, karena khalifah al-Mamun pernah menjadi murid Abu Huzail dalam
perdebatan mengenao persoalan agama dan aliran-aliran pada masa
pemerintahannya. Masa hidup Abu Huzail banyak diisi dengan perdebatan-
perdebatan. Dan menurut riwayat selama hidupnya, tidak kurang dari 3000 orang
telah masuk Islam ditangannya.
9 Ahmad Mahmud Subhi, Fi Ilmi al-Kalam, (Kairo: Dar el-Fikr, Maktabah al-Nahdhah,1969), h. 75
9
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
10/20
3. Al-JubbaI (w. 303 H / 915 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali al-Jubbai. lahir di
Provinsi Chuzestan Iran dan tidak diketahui tahun kelahirannya. Sebutan al-
JubbaI diambil dari nama tempat kelahirannya yaitu Jubba. Wafat pada tahun 303
H / 915 M.10 dalam riwayat lain al-JubbaI wafat pada tahun 295 H / 908 M.
Al-Jubbai adalah salah seorang tokoh aliran Mutazilah di Basrah yang
hidup pada masa pemerintahan khalifah al-Watsiq bin al-Mutashim (227-232 H).
Al-JubbaI mempunyai anak bernama Abu Hasyim Abdul Salam al-JubbaI
(w.321 H) dan juga termasuk salah satu tokoh aliran Mutazilah di Basrah. Antara
al-JubbaI dan anaknya Abu Hasyim Abdul Salam al-JubbaI sering dikelirukan
orang. Anaknya selain tokoh Mutazilah juga pendiri aliran Bassyamiyyah
(salah satu firqoh Mutazilah). Al-JubbaI adalah guru dari Imam al-Asyari
seorang tokoh dan pendiri Asyariyyah 9ahli sunnah wal jamaah) sebelum ia keluar
dari aliran Mutazilah.
Selain itu, aliran Mutazilah juga mempunyai basis pergerakan yang dari
basis itu memunculkan banyak sekali tokoh dan pengikut aliran ini. Basis tersebut
terkonsentrasi pada dua kota yaitu Basrah dan Bagdad.
Di Basrah, dibagi menjadi dua generasi. Yaitu generasi pertama pada
permulaan abad ke- 2 di pimpin oleh Washil Bin Atha dan Amr bin Ubaid yang
kemudian diperkuat oleh murid-muridnya seperti Usman al-Thawi, Hafsah bin
Salim, Hasan bin Zakwan, Khalik bin Sofyan dan Ibrahim bin Yahya al-Madani.
Sedangkan generasi kedua pada permulaan abad ke- 3 H dipimpin oleh Abu
Huzail al-Allaf, Ibrahim bin Sayyar al-Nadzam, Abu Bakar al-Marisi, Usman al-
Jahiz, Ibnu al-Mutamar dan Abu Ali al-Jubai.
Sedangkan di Bagdad, dipimpin oleh Basyar bin al-Mutanar dan dibantu
oleh Abu Musa al-Murdan, Ahmad bin Abu Dawud, Jaafar Bin Mubasysyar dan
Jaafar bin Harib al-Hamdani.11
D. Doktrin dan ajaran pokok Mutazilah
10 A. Hanafi,Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), h. 7211 Sahilun A Nasir,Pengantar Ilmu Kalam, h. 109
10
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
11/20
Gerakan Mutazilah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi internal
pergerakan pemikiran Islam, terutama dalam wacana teologi terhadap peran akal
dalam menentukan jalan kehidupan. Bagi Mutazilah, akal merupakan sumber
kebenaran moral yang sama derajatnya dengan wahyu. Kaum Mutazilah
melakukan perjuangan yang sangat sengit untuk membela Islam dari serangan
Majusi, Yahudi, Gnotisisme dan materialisme. Hal inilah yang mendorong
Mutazilah merumuskan ajaran yang sistematis dan rasional dalam memahami
doktrin keagamaan.12
Mutazilah adalah aliran yang pertama sebagai sebuah aliran yang utuh,
yang lahir dengan metode rasional dan materi yang komprehensif serta
pembahasan yang mendalam. Sebagai aliran yang utuh, Mutazilah tampil dengan
ajaran yang telah tersusun secara sistematis. Ajaran-ajaran dan doktrin tersebut
termaktub dalam lima dasar utama yang dikenal dengan al-Ushul al-Khamsat.
Kelima ajaran pokok tersebut adalah al-Tawhid, al-Adl, al-Waad wa al-Waid,
al-Manzilat bain al-Manzilatain dan al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-
Munkar.
1. Al-Tawhid
Ajaran yang paling dasar dan terpenting bagi kaum Mutazilah adalah
tentang tawhid atau ke Maha Esaan Tuhan. Tuhan dalam faham mereka akan
betul-betul Maha Esa kalau Tuhan dipahami sebagai suatu zat yang unik, tidak
ada yang serupa dengannya dan atau menyerupainya. Kaum Mutazilah secara
ketat berupaya mempertahankan dan memelihara kemurnian tauhid ini dengan
prinsip al-Tanzih. Oleh karena itu, mereka secara tegas menolak paham
anthropomorphism, yang menggambarkan dan mempersonifikasikan Tuhan
sehingga memiliki keserupaan dengan makhluk-Nya. Mereka juga menolak
paham bahwa Allah dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala, karena hal itu
akan meniscayakan Tuhan berupa materi yang mengambil tempat.
12 Fazlur Rahman,Islam, (Bandung: Pustaka, 1990), h. 121-124.
11
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
12/20
Paham mereka yang cukup terkenal dalam upaya memelihara kemurnian
akidah tauhid ini adalah paham nafyu as-shifat. Mereka menolak pendapat bahwa
Allah mempunyai sifat, karena ini dapat dipandang dapat menimbulkan
berbilangnya yang qadim. Padahal satu-satunya yang qadim, yang tidak
mempunyai permulaan dan akhir hanyalah Allah. Sifat, dalam pengertian
Mutazilah adalah sesuatu yang berbeda dengan dan berada diluar zat Allah. Bila
dikatakan Allah mempunyai sifat, berarti sifat itu menempel pada zat Allah yang
qadim, karenanya sifat itu ikut qadim pula. Secara umum, ajaran tauhid kaum
Mutazilah mencakup tiga hal utama seperti yang dijelaskan diatas yaitu tentang
sifat-sifat Tuhan, al-Quran sebagai makhluk Allah dan kemungkinan Allah
terlihat oleh mata kepala manusia.
Jika melihat pendapat tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa mereka
menolak paham eksistensi sifat Allah yang qadim. Namun menurut penulis, bukan
berarti mereka menolak tentang keberadaan sifat Allah tersebut secara mutlak,
mereka tetap mengakui akan adanya sifat-sifat Allah, akan tetapi sifat-sifat Allah
tersebut menyatu dalam zat Allah yang qadim dan tidak berdiri sendiri. Pendirian
dasar pemikiran yang menjadi pedoman kaum Mutazilah tersebut adalah dalam
rangka membersihkan konsep monoteisme dari segala unsur keyakinan tradisional
yang menyesatkan.
2. Al-Adl
Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan
maha adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan
kesempurnaan. Karena Tuhan maha sempurna, dia sudah pasti adil. Ajaran ini
bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang
manusia, karena alam semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan
manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-shaleh)
dan terbaik (al-Ashlah), dan bukan yang tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil bila
tidak melanggar janji-Nya. Dengan demikian, Tuhan terkait dengan janji-Nya.
Ajaran tentang keadilan ini terkait erat dengan beberapa hal yaitu tentang
perbuatan manusia serta berbuat baik dan terbaik.
12
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
13/20
1. Perbuatan Manusia
Manusia menurut Mutazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya
sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung
maupun tidak. Mansia benar-benar bebas untuk menentukan pilihan perbuatannya,
baik atau buruk. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang
buruk. Adapun yang disuruh Tuhan pastilah baik dan apa yang dilarang-Nya
tentulah buruk. Tuhan berlepas diri dari perbuatan yang buruk. Konsep ini
memiliki konsekwensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apabila yang akan
diterima manusia diakhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. Kebaikanakan dibalas kebaikan dan kejahatan akan dibalas keburukan. Dan itulah keadilan.
Karena ia berbuat atas kemauannya sendiri dan tidak dipaksa.
2. Berbuat baik dan terbaik
Dalam istilah Arab, berbuat baik dan terbaik disebut ash-shalah wa al-ashlah.
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik bahkan terbaik bagi
manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan aniaya karena akan menimbulkan kesan
Tuhan penjahat dan penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan
berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain berarti ia tidak
adil. Dengan sendirinya maka Tuhan tidak maha Sempurna.
3. Al-Waad wa al-Waid
Ajaran dasar ketiga yaitu al-Waad wa al-Waid atau janji dan ancaman
merupakan lanjutan dari ajaran sebelumnya. Tuhan tidak akan disebut adil, jika ia
tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukum
orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki supaya orang yang bersalah
diberi hukuman dan orang yang berbuat baik diberi upah, sebagaimana dijanjikan
Tuhan.13
4. Al-Manzilat bain al-Manzilatain
13 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 55
13
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
14/20
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mutazilah.
Ajaran ini terkenal dengan status orang yang beriman (mukmin) yang melakukan
dosa besar. Seperti tercatat dalam sejarah, bahwa kaum Khawarij menganggap
orang tersebut sebagai kafir bahkan musyrik. Sedangkan Murjiah berpendapat
bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya diserahkan kepada
Tuhan, boleh jadi dosanya tersebut diampuni oleh Tuhan. Sedangkan pendapat
Wasil bin Atha bahwa orang tersebut berada dalam dua posisi (Manzilah bain
Manzilatain). Karena ajaran inilah Wasil Bin Atha dan sahabatnya Amr ibn
Ubaid harus memisahkan diri (Itizal) dari majelis gurunya Hasan Basri seperti
yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya.
Inti pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan
belum bertobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik. Menurut pandangan
Mutazilah pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin secara
mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan, tidak
cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan
melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak
karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya dan mengerjakan pekerjaan
yang baik. Hanya saja kalau meninggal sebelum bertobat, ia masuk kedalam
neraka dan kekal didalamnya. Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk
neraka. Orang fasikpun masuk neraka, hanya saja siksaannya lebih ringan dari
orang kafir.
5. Al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkar.
Ajaran dasar kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran
(al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkar). Ajaran ini menekankan
keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Hal ini merupakan konsekwensi
logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan
perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan
mencegahnya dari kejahatan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mukmin dalam
beramar maruf dan nahi munkar seperti yang dijelaskan salah seorang tokohnya
14
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
15/20
abd al-Jabbar bin Ahmad dalam Syarh al-Ushul al-Khamzah seperti dikutip
Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, yaitu :
1. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang maruf dan yang dilarang
itu memang munkar.
2. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukan orang.
3. Ia mengetahui bahwa perbuatan amar maruf atau nahi munkar tidak akan
membawa mudarat yang lebih besar.
4. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan
membahayakan dirinya dan hartanya.14
E. Mihnah, sebuah tinjauan Historis
Mihnah dari sisi kebahasaan berakar dari kata mahana yamhanu mahnan
yang berarti mencoba atau menguji. Sedangkan mihnah sendiri juga bisa berarti
cobaan atau bencana. Adapun mihnah yang dimaksudkan disini adalah ujian
keimanan yang dilakukan Mutazilah terhadap masyarakat, khususnya para ulama
dan cendikiawan dengan memanfaatkan pengaruh mereka pada diri tiga khalifah
Abbasiyah yang memerintah pada masanya yaitu Al-Makmun, Al-Mustashim dan
al-Watsiq.
Pengertian lain tentang Mihnah menurut Joesoef Soeyib mengartikannya
sebagai pemeriksaan, yaitu pemeriksaan terhadap pengertian seseorang tentang
kalamAllah dalam hubungannya dengan keyakinan yang dianut tentang keesaan
Ilahi. Dan pemeriksaan tersebut dibuat pertama kali ditujukan kepada para pejabat
kehakiman, peradilan kemudian dilanjutkan dengan semua kalangan.15
Mihnah ini terjadi sekitar tahun 198232 H, dimana Mutazilah
mendapatkan posisi penting di hati khalifah. Bertitik tolak dari salah satu doktrin
dari lima doktrin ajaran Mutazilah yaitu Al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-
Munkar yaitu perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat, menurut kaum
Mutazilah bahwaAl-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkarsebagai suatu
bentuk kontrol sosial yang wajib dijalankan, kalau dapat cukup dengan seruan,
14 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h. 86-8715 Joesoef Soeyb, Sejarah Daulah Abbasiyah I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 194
15
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
16/20
tetapi jika tidak mampu dengan seruan terpaksa dilakukan dengan kekerasan.16
Inilah prinsip dakwah yang dijalankan oleh kaum Mutazilah yang salah satunya
diimplementasikan dalam mihnah tersebut.
Yang menjadi tokoh sentral peristiwa ini adalah Ahmad ibn Abu Duad.
Beliau memiliki hubungan yang sangat dekat dengan khalifah al-Makmun.
Dengan kedekatan hubungan itu, dia berusaha mempengaruhi khalifah terutama
tentang ide bahwa al-Quran adalah makhluk dan menelurkan ide untuk
melaksanakan ujian (mihnah). Ajaran atau ide tersebut menentang pandangan
ortodoks dengan menegaskan bahwa pada bentuk aktualnya bahasa Arab - Al-
Quran merupakan reproduksi identik dari model aslinya dilangit. Ajaran baru
Al-Quran sebagai Makhluk tersebut segera menjadi pijakan baru keyakinan
uamt Islam saat itu.17
Usaha yang dilakukan oleh Ahmad ibn Abu Duad berhasil dan pada tahun
212 H, mulailah khalifah al-Makmun menganut paham al-Quran makhluknya
Mutazilah. Dan pada tahun 218 H, ketika beliau mengunjungi Damaskus, dia
melakukan Mihnah terhadap penduduk Damaskus seputar masalah al-Adl
(keadilan) dan tauhid yang merupakan dua prinsip pokok dari lima prinsip
Mutazilah. Setelah itu barulah dilaksanakan ujian tentang permasalahan al-
Quran terhadap seluruh qadhi, para saksi dan ulama hadist di Bagdad dengan
mengirimkan surat perintah kepada kepala Syurthah, yaitu Ishaq bin Ibrahim
untuk melakukannya.
Selanjutnya, mulailah Mihnah itu dilakukan oleh Ishaq bin Ibrahim terhadap
para ulama termasuk didalamnya Imam Ahmad Ibn Hambal. Selain Imam ibn
Hambal, juga terdapat tujuh orang ulama hadist yang terkenal yang dipaksa
mengakui bahwa al-Quran itu makhluk, yaitu Muhammad bin Saad (w.230 H),
Abu Muslim Mustamli Jazid ibn Harun, Yahya bin Main (w.233 H), Zahari bin
Harb, Abu Khaisamah (w.234 H), Ismail Ibn Daud dan Ismail Ibn Abi Masud dan
Ahmad ibn Ad-Dauraqani.18 Jawaban tersebut dikirim kepada khalifah al-
16 Harun Nasution,Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), h.
136
17 Philip K. Hitti,History o The Arabs, (Jakarta: Serambi, 2002), h. 54218 A. Mustofa,Filsafat Islam, h. 84
16
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
17/20
Mamun. Jika mereka bertaubat dan mengatakan bahwa al-Quran itu makhluk
maka namanya akan diangkat dan diberi keamanan, akan tetapi barang siapa yang
tidak mau bertobat maka akan ditahan dan apabila tetap pada pendiriannya maka
akan dilakukan eksekusi mati.
Selama beberapa tahun Mutazilah menjadi aliran resmi negara, selama itu
pula kebijakan mihnah dilaksanakan, dan telah banyak pula tokoh ulama yang
mendapat perlakuan kekerasan dan penyiksaan.
Demikianlah Mihnah itu berlangsung sampai pada masa kekhalifahan al-
Watsiq. Mihnah berakhir seiring dengan naiknya al-Mutawakkil sebagai khalifah
pada tahun 232 H yang pada akhirnya menjadi titik akhir kemunduran paham dan
aliran Mutazilah.
F. Kemunduran Mutazilah
Kebijakan mihnah yang dilakukan oleh Mutazilah ternyata bukan menjadi
jaminan akan bertahannya aliran Mutazilah dalam sistem teologi umat Islam,
khususnya pada masa bani Abbasiyah pada waktu itu. Seiring dengan naiknya
khalifah Al-Mutawakkil menggantikan khalifah al-Wasiq, maka semakin pudar
pula pengaruh Mutazilah. Dimasa al-Mutawakkil dominasi aliran Mutazilah
menurun dan menjadi tidak mendapat simpatik dimata masyarakat. Keadaan ini
semakin memburuk setelah al-Mutawakkil membatalkan mazhab Mutazilah
sebagai mazhab resmi negara dan menggantinya dengan aliran Asariyah.
Selama berabad-abad kemudian, Mutazilah tersisih dari panggung sejarah
dan tergeser oleh aliran Ahli Sunnah wal jamaah. Diantara yang mempercepathilangnya aliran ini adalah karena buku-buku mereka tidak lagi dibaca dan
dipelajari serta dijadikan rujukan di Perguruan tinggi Islam.
Selain itu, kemunculan aliran Asariyah merupakan faktor utama tersisihnya
Mutazilah dalam panggung pemikiran dan aliran teologi Islam. Asariyah sendiri
didetus oleh Abu Hasan Ali Ibn Ismail al-Asyari. Ia tampil dengan sistem ajaran
kalamnya sendiri yang segera diterima mayoritas umat Islam waktu itu. Sistem
kalam yang baru ini diberi nama aliran Asariyah yang dinisbatkan kepada tokoh
17
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
18/20
pendirinya. Asyari sendiri pada awalnya adalah pengikut setia aliran Mutazilah.
Bahkan ia merupakan murid al-JubbaI, tokoh Mutazilah yang sangat
berpengaruh.
Runtuh dan mundurnya Mutazilah sebagai sebuah gerakan teologi yang
bersifat filosofis, tidak menghalangi munculnya simpatisan yang masih setia
menyiarkan aliran ini. hal itu terlihat seperti munculnya golongan Al-
Khayyatiyyah oleh Abu Hasan al-Khayyat yang dianggap sebagai sumber orisinil
aliran Mutazilah. 19Pada abad ke 4 Hijrah tampil Mahmud al-Zamakhsyari (497-
538) seorang ulama neo Mutazilah yang menghasilkan tafsir al-Kasysyaf yang
didasari oleh kerangka berfikir dan ajaran Mutazilah. Sedangkan aktivitas
Mutazilah sebagai sebuah gerakan pemikiran teologi Islam terhenti semenjak
serangan bangsa Mongol.
Pada zaman modern sekarang, yang ditandai oleh pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, ajaran-ajaran Mutazilah yang bercorak rasional
sudah mulai muncul kembali dikalangan umat Islam terutama pada tingkat elit
intelektualnya. Munculnya neo Mutazilah dijagat pemikiran Islam belakangan ini
merupakan sebuah fenomena yang harus ditanggapi secara bijaksana dan
komprehensif oleh umat Islam.
G. Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisa diatas, tentunya dapat ditarik sebuah
kesimpulan-kesimpulan tentang aliran Mutazilah sebagai sebuah sistem dan
corak pemikiran kalam dalam khazanah pemikiran Islam.Mutazilah adalah aliran yang secara garis besar sepakat dan mengikuti cara
pandang Washil bin Atha dan Amru bin Ubaid dalam masalah-masalah teologi.
Atau bisa dikatakan juga bahwa Mutazilah adalah aliran teologi yang akar
pemikirannya berkaitan dengan pemikiran Wasil bin Atha dan Amr ibn Ubaid.
Mutazilah merupakan aliran teologis dalam Islam yang bercorak rasional
dan berpandangan bahwa nash (wahyu) sejalan dengan rasio akal manusia.
19 As-Syahratsani,Al-Milal wa al-Nihal, (Kairo: Musthafa Bab al-Halaby, 1968), h. 82
18
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
19/20
Namun, dalam perjalanan sejarahnya, mereka banyak terpengaruh dengan
metode-metode filsafat asing sehingga hampir saja membawa mereka kepada
sikap ekstrim dalam menggunakan logika.
Aliran Mutazilah muncul dengan latar belakang kasus hukum pelaku dosa
besar yang telah mulai diperdebatkan oleh kaum Khawarij dan kaum Murjiah.
Mereka tidak mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu kafir dan tidak juga
mukmin, melainkan fasik. Dan jika dia meninggal dunia dalam kondisi belum
bertobat, maka dia berada disebuah tempat antara posisi orang mukmin dan orang
kafir yang diistilahkan dengan al-manzilah bain manzilatain. Dalam sisi lain
perkembangannya, mereka juga masuk kedalam perdebatan antara qadariyah dan
jabariyah tentang hakikat perbuatan manusia dan kaitannya dengan takdir Tuhan.
Penghargaan yang tinggi terjhadap akal dan logika menyebabkan timbulnya
banyak perbedaan pendapat dikalangan Mutazilah sendiri. Namun, ide-ide
teologis mereka disatukan dalam beberapa hal pokok yang dikenal dengan al-
Ushul al-Khamsah, yaitu al-Tawhid (Kesaan Tuhan), al-Adl (Keadilan), al-
Waad wa al-Waid,(Janji dan ancaman), al-Manzilat bain al-Manzilatain (Satu
tempat diantara dua tempat) dan al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkar
(menegakkan yang makruf dan melarang kemungkaran).
Adanya lima pokok ajaran Mutazilah tersebut, kita tentunya tidak langsung
menghukumi Mutazilah sebagai sebuah aliran yang terlarang. Atau mungkin
diangap sebagai kafir. Karena yang berhak menentukan hal tersebut bukanlah
manusia, melainkan Tuhan.
Terlepas dari persepsi-persepsi dan dugaan yang muncul terhadap kelompok
Mutazilah, gerakan ini telah banyak berjasa terhadap dunia Islam terutama dalam
wacana pemikiran dan perkembangan keilmuan. Dengan kekayaan pembahasan
logikanya, Mutazilah telah banyak memberikan banyak masukan terhadap
kekayaan khasanah pemikiran keislaman hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
19
7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah
20/20
As-Syahratsani, As-Al-Milal wa al-Nihal, Kairo: Musthafa Bab al-Halaby, 1968.
Hanafi, Ahmad,Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995.
Hitti, Philip K, History o The Arabs, Jakarta: Serambi, 2002.
Jamrah, Suryan A, Studi Ilmu Kalam, Pekanbaru: PPS UIN Suska, 2008.
Mahmud Subhi, Ahmad, Fi Ilmi al-Kalam, Kairo: Dar el-Fikr, Maktabah al-
Nahdhah, 1969.
Mustofa, A,Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Nasution, Harun, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan,1995.
______________, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta: UI Press, 1983.
Nasir, Sahilun A,Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali Press, 1996.
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Rahman, FazlurIslam, Bandung: Pustaka, 1990.
Soeyb, Joesoef, Sejarah Daulah Abbasiyah I, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.