86
ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974 (ANALISIS PUTUSAN MK TENTANG STATUS ANAK LUAR NIKAH) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) Disusun oleh: AHMAD FARIZ IHSANUDDIN NIP: 106043201325 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974 (ANALISIS PUTUSAN MK

TENTANG STATUS ANAK LUAR NIKAH)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi

Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Studi Strata Satu (S1)

Disusun oleh:

AHMAD FARIZ IHSANUDDIN

NIP: 106043201325

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 2: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan
Page 3: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan
Page 4: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan
Page 5: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan
Page 6: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

v

KATA PENGANTAR

حيم الر الرحمن اهلل بسم

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT Tuhan Semesta Alam, yang

telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan ridlo-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam

selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, penunjuk

jalan kebenaran dan penyampai rahmat bagi semesta alam. Tidak lupa kepada

keluarga, para sahabat, serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut

setia hingga akhir zaman.

Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis menyadari akan

pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara

moril maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang

diharapkan karena dengan adanya mereka segala macam halangan dan hambatan

dalam penulisan skripsi ini menjadi mudah dan terarah. Oleh sebab itu penulis

menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Phill. J. M. Muslimin, M. A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., Ketua Program Studi Perbandingan

Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si., Sekretaris Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

vi

4. Drs. H. Ahmad Yani., MA., selaku pembimbing I yang dengan penuh

kesabaran bersedia mengoreksi secara teliti seluruh isi tulisan ini yang

mulanya masih tidak sempurna sehingga menjadi lebih layak dan berarti.

Semoga kemudahan dan keberkahan selalu menyertai beliau dan keluarganya,

Amin.

5. Drs. H. Siril Wafa, MA., selaku pembimbing II yang selalu memberikan

arahan dan nasehat yang diberikan di sela-sela kesibukan waktunya sehingga

dapat terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh civitas akademika Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai tempat interaksi penyusun

selama menjalani studi pada jenjang Perguruan Tinggi di Jakarta.

7. Buat Ayahanda (H. Matrodji) dan ibunda (Hj. Ru’yah) yang sangat saya

cintai, mungkin kata-kata tidaklah cukup untuk menggambarkan kasih sayang

dan cinta kalian. Terimakasih banyak pak, bu, sudah membesarkan saya

dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah lelah untuk menyayangi,

menyemangati, menasehati, dan membimbing saya dari kecil hingga dewasa

seperti sekarang ini, tanpa doa dan dukungan dari bapak dan ibu mungkin saya

tidak bisa menjadi seperti sekarang ini.

8. Buat kakak yang tercinta, (Edy Lutfi S.E., Syarif Hidayat S.T., Ruaidah S.S.,

Zulkarnaen S.E., dan Ahmad Fikry Ismail S.Kom.), terimakasih atas masukan

dan sarannya dalam memberi semangat untuk menjalani kehidupan adikmu

ini.

Page 8: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

vii

9. Tidak lupa pula untuk Teman-teman Perbandingan Hukum angkatan 2006,

Dwi Prasetyo SHI, Septian Rizki Yudha, Fauzi Ramdhan dan yang lainnya

yang selalu mendukung untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, penyusun sadar bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, dan atas semua kekurangan di dalamnya, baik dalam pemilihan

bahasa, teknik penyusunan dan analisisnya sudah tentu menjadi tanggung jawab

penyusun sendiri. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat

diharapkan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini, juga

untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Penyusun berharap, skripsi ini bermanfaat

khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya serta dapat menjadi

khazanah dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu hukum Islam.

Atas semua bantuanyang diberikan kepada penyusun, semoga ALLAH SWT

memberikan balasan yang selayaknya, Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 08 Juli 2014

Penulis

Page 9: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... iii

ABSTRAK ........................................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................................v

DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 10

E. Metode Penelitian ........................................................................... 10

F. Sistematika Pembahasan ................................................................ 12

BAB II STATUS ANAK LUAR NIKAH DALAM HUKUM

KELUARGA ................................................................................... 13

A. Perkawinan dan Tata Caranya ........................................................ 13

B. Pengertian Anak Luar Nikah ......................................................... 23

C. Pembagian Jenis Anak Luar Nikah ................................................ 30

D. Status Anak Luar Nikah ................................................................. 34

E. Penjelasan Atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan ..................................................................................... 39

Page 10: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

ix

BAB III JUDICIAL REVIEW DALAM PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI ................................................................................... 43

A. Pengertian Judicial Review ............................................................ 43

B. Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Tata Unsur Bidang.............. 45

C. Kewenangan Mahkamah Konstitusi ............................................... 49

BAB IV ANAK LUAR NIKAH DALAM JUDICIAL REVIEW

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ....................................... 50

A. Anak Luar Nikah Dalam Undang-Undang No.1 Tahun

1974.. .............................................................................................. 50

B. Anak Luar Nikah Dalam Putusan Mahkamah konstitusi ............... 57

C. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-

VIII/2010 Tentang Anak Luar nikah .............................................. 60

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 71

A. Kesimpulan..................................................................................... 71

B. Saran ............................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74

Page 11: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk melahirkan dan

menciptakan kesinambungan keturunan. Secara naluriyah, pasangan suami

istri pada umumnya sangat mendambakan akan kehadiran seorang anak yang

akan menjadi pewaris keturunan, tempat curahan kasih sayang dan perekat tali

perkawinan. Anak Merupakan Amanah Allah SWT yang telah di anugerahkan

kepada pasangan suami istri yang telah menikah. Maka menjadi suatu

kewajiban kepada suami istri untuk mendidik dan memelihara anak mereka

selagi anak mereka masih belum bisa berdiri sendiri.1 Perkawinan tanpa

kehadiran seorang anak akan terasa gersang dan tidak lengkap, karena

kehadiran anak dalam rumah tangga memiliki banyak makna secara realitas,

banyak dari pasangan suami istri yang ternyata belum berhasil mendapatkan

keturunan meskipun hanya dengan seorang anak. Hal ini bisa saja terjadi baik

ditinjau dari sudut medis maupun agama.

Padahal secara rasional dan hitungan matematis, pasangan tersebut

sebenarnya akan mampu membiayai anak-anak mereka, terutama bila dilihat

dari kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan untuk memberikan pendidikan

dan kesempatan mereka untuk mengasuh, mendidik dan membesarkan anak-

anak mereka. Anak secara Alamiah sebagai makluk Tuhan yang

membutuhkan perlakuan dan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan

1 Ayyub Hasan, Fikih Keluaraga, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2004), h 387

Page 12: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

2

potensinya, sehingga tercerabutnya anak dari keadaan demikian berpotensi

menghambat pencapaian kesejahteraan jiwa dan perkembangan yang optimal 2

Secara lahiriyah, mereka memang telah siap untuk menerima kelahiran anak

tersebut, kendati pun yang ditunggu belum juga tiba. siap untuk memperoleh

keturunan disebabkan beberapa faktor tertentu seperti lemahnya kondisi

ekonomi atau ketidak siapan mental untuk mengasuh dan mendidik anak,

namun mereka tidak dapat menghindar, karena kelahiran anak.

1. Status anak menurut Fiqih

Status atau kedudukan merupakan sesuatu yang amat penting bagi

seorang seseorang anak karena nantinya akan menentukan hak-hak dan

kedudukan anak tersebut dengan orang tuanya. Dalam wacana fiqh, ketika

seorang laki-laki mengadakan hubungan seksual dengan perempuan di luar

pernikahan yang sah kemudian terjadi kehamilan dari hubungan tersebut

maka langkah penyelamatan nasab anak tersebut dilakukan dengan

pernikahan antara laki-laki dan perempuan tersebut. Dalam hal ini sangat

terkait dengan hukum menikahi wanita hamil. Mazhab Syafi'i menyatakan

sah-sah saja dilangsungkan pernikahan dengan pasangan zina sang

perempuan tapi makruh hukumnya untuk berhubungan intim sampai

perempuan itu melahirkan.3 Mazhab Hanafi menyebutkan sah akad

nikahnya, namun haram berhubungan intim sampai dengan melahirkan

2 Yuli Fajar Susetyo, Mengembangkan Perilaku Mengajar Yang Humanis, (Jakarta:

Warta Hukum dan Perundang-Undangan Vol. 8 No. 2, 2007), h. 26.

3 Muhammad Jawad Mugniyah, Al Ahwal al-Syakhsiyyah a'la Mazahibil Al-Khamsnh ,

jilid .VI (Beirut: Dar al-'Ilm, Lil Malayin, t.th), h.601

Page 13: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

3

dan melewati masa nifas.4 Sedangkan Hambali dan Maliki serta ulama

Madinah menyatakan secara tegas haram menikahkan pasangan tersebut

dan menunggu sampai melahirkan.

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas mengenai pendapat

para ulama tentang status hukum akad wanita hamil akibat zina maka

selanjutnya akan terkait dengan masalah ada tidaknya 'iddah bagi wanita

hamil akibat zina, sehingga akan terdapat perbedaan pendapat diantara

para ulama.

Umumnya mereka konsisten dengan pendapatnya, baik yang

berpendapat wanita hamil akibat zina itu wajib 'iddah maupun tidak,

namun sebagian ulama Hanafiyah (Abu Hanifah dan Muhammad) kurang

konsisten, dimana setelah meyakini bahwa akad nikah bagi wanita hamil

akibat zina hukumnya sah, keduanya berpendapat bahwa wanita tersebut

tidak boleh disetubuhi, padahal salah satu tujuan dari akad adalah untuk

menghalalkan persetubuhan. bahkan arti nikah sendiri bagi para ahli ushul

Hanafiyah adalah "setubuh".

Dalam kehati-hatian, yang paling hati-hati tentunya para ulama dari

mazhab Malikiyah dan Hanabilah. Mereka melarang wanita hamil akibat

zina melakukan pernikahan, bahkan Hanabilah mewajibkan bertobat

sebelum melangsungkan akad nikah.5

4 Abi 'Isa Muhammad Ibn 'Isa Ibn Suwarah, Al-Jami al-Shahih Wa Huwa Sunan al-

Turmudzi, "Kitab Nikah", bab "al Ja'a Fi a- Rajuli Yasytani al-Jariyata Wahiya Hamil", jilid.III

(Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th), h.473.

5 Al-Basri, Abu al-Hasan 'Ali ibn Muhammad ibn Habib, Al-Mawardi, al-Nukad wa al-

'Uyun: Tafsir al-Mawardi, ed. Ibn 'Abd al-Rahim, jilid.IV (Beirut: Dar al-Kutub al'Ilmiyyah-

Muassasah al Kutub al- Saqafiyah,t.th) h.74.

Page 14: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

4

Tujuan disyariatkannya nikah adalah agar terpelihara keturunan

nasab, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT di dalam

Al-Qur'an surat an-Nahl (16) ayat 72 yang berbunyi:

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan

cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka

mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan

mengingkari nikmat Allah?”

Pengertian nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan

hubungan darah melalui akad pernikahan yang sah. Dari pengertian

tersebut maka nasab dapat dihubungkan dengan darah dan perkawinan

yang sah.

Semua anak yang dilahirkan di dunia ini, baik itu sebagai anak

kandung, anak angkat, anak zina mempunyai kedudukan tersendiri.

Adanya kedudukan tersebut mempengaruhi dalam menentukan perwalian,

nasab, warisan dan hadhanah.

Terkait dengan kedudukan anak luar nikah, perspektif fiqh dan

menjelma menjadi kesepakatan dalam hukum Islam bahwa anak luar nikah

tidak dianggap sebagai anak sah karena itu berakibat hukum ;

a. Tidak adanya hubungan nasab kepada laki-laki yang mencampuri

ibunya secara tidak sah. Secara yuridis formal ayah tidak wajib

memberikan nafkah meski secara biologis dan geneologis anak itu

adalah anaknya sendiri.

Page 15: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

5

b. Tidak saling mewarisi

Sebagai akibat lebih lanjut dari tidak adanya hubungan nasab, antara

anak zina dengan laki-laki yang mencampuri ibunya secara tidak sah,

maka mereka tidak dapat saling mewarisi satu sama lain.

c. Tidak dapat menjadi wali bagi anak luar nikah

Pada dasarnya nasab anak luar nikah dihubungkan dengan ibunya

ketika suami dari ibunya menolak anak tersebut, sesuai dengan hadis nabi :

6

Artinya: Dari Abu Hurairah dia berkata : Telah bersabda Rasulullah

SAW: Anak itu adalah haknya pemilik ranjang dan pezinanya

adalah penyesalan. (H.R. Jamaah kecuali Abu Dawud)

Maka berdasarkan hadits tersebut menurut jumhur anak itu tidak

dinasabkan pada ayah biologisnya meski ayahnya mengatakan itu adalah

anaknya.7

2. Status Anak Luar Nikah Dalam UU. No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

Menurut hukum perkawinan Indonesia, status anak dibedakan

menjadi dua: pertama, anak sah. kedua, anak luar nikah. Anak sah

sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal 42:

"Anak sah adalah dalam anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawinan yang sah"

6 Syihabuddin Ahmad Ibnu Ali, Fath al-Bary (Kairo : Musthafa al-Babi al- Halabiy, 1378

H/ 1959M).juz2. no.hadits.52.

7 Cut Aswar, " Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina" dalam Chuzaimah T.

Yanggo dan Hafiz Anshary (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet.III (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994), h.68.

Page 16: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

6

Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 99 yang menyatakan :

" anak sah adalah :

(a) anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

(b) hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh

istri tersebut.

Sedangkan yang dimaksud dengan anak luar nikah adalah anak

yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana

yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan antara lain:

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 43 ayat

1, menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya

mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak yang

lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan

ibunya dan keluarga ibunya

Keanekaragam bangsa Indonesia membuat masyarakat Indonesia

mempunyai kultur tersendiri yang bisa menjadi penghalang masyarakat

Indonesia untuk membangun. Perubahan tidak langsung diterima dengan

mudah sehingga hukum-hukum baru sulit untuk dijalankan. Contoh

perkawinan harus dicatatkan. Namun kenyataannya masih tetap saja ada

perkawinan yang tidak dicatatkan (pernikahan bawah tangan) dengan

berbagai alasan. Padahal akibat yang ditimbulkan dari tidak tercatatnya

perkawinan itu sangat besar sekali. Akibat itu bukan hanya berpengaruh

pada diri sendiri melainkan akan berpengaruh juga kepada anak-anak

mereka. Disinilah permasalahan yang akan diteliti langsung oleh peniliti.

Hak-hak anak mulai dipertanyakan.

Page 17: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

7

Manusia itu sudah mendapatkan haknya sejak masih dalam

kandungan, yaitu hak mutlak.. Hak mutlak adalah hak yang diperoleh/sudah

melekat pada diri manusia.8 Disamping hak mutlak manusia juga mendapat

kan hak nisbi, yaitu hak tidak melekat pada diri seseorang sehingga hak

tersebut hanya menjadi kewenangan dilihat dari aspek anak-anak sebagai

generasi penerus justru lebih banyak memerlukan perhatian dibandingkan

kelompak umur dewasa laju pembanguan suatu negara ditentukan oleh

mereka. Tapi saat ini hak-hak mereka tidak didengar. Selama ini aspirasi

mereka selalu dikebelakangkan, dianggap warganegara kelas dua yang tidak

mengerti apa-apa. Padahal anak-anak usia sekolah sudah bisa membedakan

mana yang baik mana yang buruk.

Sejak tahun 1954 hingga hari ini, jumlah negara yang

menyelenggarakan peringatan hari anak sedunia telah meningkat dari 50

menjadi 150 negara. Melalui peringatan tersebut masalah dan problema yang

dihadapi anak-anak di dunia menjadi bahan perhatian negara-negara, organisasi

dan lembaga-lembaga internasiaonal. Melalui peringatan itu juga berbagai

sumber mengajukan laporan data statistik terbaru mengenai keadaan anak-

anak, masalah dan kesulitan yang mereka hadapi serta kondisi kesehatan dan

kesejahteraan mereka.

Dalam agama Islam, anak-anak memiliki hak-hak khusus, Islam

bahkan menggolongkan pendidikan anak yang benar sebagai ibadah. Tidak

hanya itu, pandangan kasih sayang juga terhitung sebagai amal kebajikan.

8 Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, h 6

Page 18: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

8

Menghormati kedudukan anak dan kemuliaan anak-anak dianggap perlu di

setiap situasi dan kondisi.

Hak anak-anak, hak keluarga dan hak manusia, sudah dijelaskan dalam

ajaran Islam. Islam telah menjelaskannya lebih lengkap dari apa yang

dipaparkan oleh piagam hak asasi manusia atau konvensi hak anak sedunia.

Salah satu kelebihan Islam ialah selain menyodorkan undang-undang dan

metode juga menyuguhkan teladan hidup Nabi Muhammad SAW, beliau

sangat menghormati hak-hak anak dan memperlakukan mereka dengan kasih

sayang.

Setiap anak berhak untuk dianggap sebagai individu bebas yang

mempunyai hak-hak. Anak-anak berhak untuk memiliki keluarga, tempat

tinggal dan juga berhak atas pendidikan yang diinginkannya. Di Indonesia

sendiri terdapat sekitar 1,8 juta pekerja anak, 2,7 juta anak yang terlantar,

lebih dari 50 ribu anak yang berkeliaran di jalanan. Di Indonesia, telah terjadi

kecenderungan bahwa anak-anak semakin banyak dipekerjakan di bidang

pariwisata, terutama di pantai- pantai, dan sering mendapat pelecehan seksual.

Anak-anak memang selalu tidak dianggap penting. Apalagi hak-haknya.

Tampaknya para wakil rakyat tidak begitu peka dengan masalah perlindungan

terhadap anak dari kekerasan dan eksploitasi di media-media elektronik.

Bahkan masyarakat pun salah menginterpretasikan ajaran agama.

Selain anak-anak, perempuan pun ikut menjadi korban ketidakadilan yang

mengatasnamakan agama. Masalahnya, orang-orang itu menafsirkan syariat

Page 19: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

9

dan ajaran Islam secara serampangan. Mereka hanya berlindung di balik ayat-

ayat yang ditafsirkan secara keliru.

B. Identifikasi Masalah

Dari pembahasan latar belakang masalah di atas jelas sudah apa tujuan

dan keinginan yang penulis akan bahas yaitu status anak dalam pernikahan

yang tidak dicatatkan di oleh pemerintah (pernikahan bawah tangan). Oleh

karna itu penulis selaku mahasiswa syariah dan hukum berkeinginan

mengangkat sebuah judul skripsi dengan judul “ANAK LUAR NIKAH

DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974

(ANALISIS PUTUSAN MK TENTANG STATUS ANAK LUAR

NIKAH)”

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam pembahasan latar belakang di atas, maka penulis membatasi

penulisan skripsi ini pada ruang lingkup hukum Islam dan hukum positifnya

saja agar cakupan dalam penulisan skripsi ini lebih fokus dan lebih spesifik.

Setelah adanya pembatasan masalah,maka penulis merumuskan dua

rumusan masalah dalam penelitian ini yang hendak dijawab, yaitu:

1. Bagaimana status anak luar nikah dalam UU perkawinan No 1 tahun

1974?

2. Bagaimana status anak luar nikah dalam putusan MK?

3. Bagaimana status anak luar nikah dalam fiqih?

Page 20: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

10

D. Tujuan dan Manfaat Peneltian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan diskursus mengenai status

anak dalam dua perspektif yang berbeda, yaitu hukum Islam dan hukum

Perdata di Indonesia. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan status anak berdasarkan hukum Islam dan hukum

Perdata di Indonesia

2. Untuk mendeskripsikan tentang persamaan dan perbedaan sistem hukum

yang mengatur anak menurut hukum Islam dan hukum Perdata di

Indonesia

Penelitian yang memfokuskan pembahasannya pada tema besar status

anak dalam pernikahan bawah tangan dalam perspektif hukum Islam dan

hukum Perdata diIndonesia ini, setidaknya memberikan kegunaan berupa:

1. Secara teoritis, melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui konsep

mengenai status anak dalam perspektif hukum Islam dan hukum Perdata di

Indonesia.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

terhadap tuntutan dinamika keilmuan, terutama pembaharuan hukum Islam

di Indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan-

peraturan tertulis dan bahan-bahan hukum yang lainnya yang merupakan

Page 21: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

11

data, selain itu juga untuk melihat bagaimana penerapannya atau

pelaksanaanya dalam masyarakat melalui penelitian lapangan, juga bisa

dilakukan dengan meninjau, melihat, serta menganalisis masalah dengan

menggunakan pendekatan pada prinsip-prinsip dan asas-asas hukum.9

Metode pendekatan ini akan berfungsi sebagai pembatas masalah,

sehingga apa yang akan terjadi yang menjadi permasalahan tidak meluas

dan tidak mengurangi kebenarannya.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (Library Research),

yaitu dengan meneliti sumber-sumber kepustakaan yang ada kaitanya

dengan pembahasan.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik , yaitu mengumpulkan dan

memaparkan pandangan hukum Islam dan hukum Perdata tentang status.

anak tersebut, kemudian menganalisis dengan menggunakan teori yang

sudah ada.

3. Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif, maka analisis yang

digunakan adalah berupa analisis deduktif, yaitu menganalisis data dari

yang bersifat umum kemudian ditarik pada kesimpulan yang bersifat

khusus. Disamping itu digunakan juga Metode Komparatif untuk

membandingkan antara kedua sistem hukum tersebut sehingga diperoleh

gambaran yang jelas baik dari sisi perbedaan maupun persamaannya.

9 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 1991), h 12

Page 22: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

12

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skrisi ini, penuis berpedoman pada buku

pedoman skripsi Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang Di Terbitkan Oleh Fakultas Syari’ah Dan Hukum Tahun

2007.

F. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri dari lima bab.

Bab I Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bagian ini merupakan arahan dan acuan kerangka penelitian serta

sebagai bentuk pertanggung jawaban penelitian.

Bab II Dalam Bab ini Membahas Perkawinan dan tata caranya, Pengertian

Anak Luar Nikah, Pembagian Jenis Anak Luar Nikah, Status Anak

Luar Nikah, Penjelasan Atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan.

Bab III Dalam Bab ini Membahas Pengertian Judicial Review, Mahkamah

Konstitusi Dalam Sistem Tata Unsur Bidang, Kewenangan MK.

Bab IV Dalam Bab ini Membahas Anak Luar Nikah Dalam UU Perkawinan

No 1 Tahun 1974, Anak Luar Nikah Dalam Putusan MK, Analisi

Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Anak Luar Nikah.

Bab V Dalam Bab ini Menjelaskan Tentang Kesimpulan, Penutup, Dan

Saran-Saran.

Page 23: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

13

BAB II

STATUS ANAK LUAR NIKAH DALAM HUKUM KELUARGA

A. Perkawinan dan Tata Caranya

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan untuk waktu yang lama. undang-undang memandang

perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlick

Wetboek. Menurut pasal 26 BW bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah

perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan dalam kitab

undang-undang hukum perdata.1

Anak adalah salah satu tujuan dari adanya suatu pernikahan atau

perkawinan, yang dikatakan dengan anak adalah seseorang yang dilahirkan

dari rahim seorang wanita, bila hanya dikaitkan dengan ibu. bila dikaitkan

dengan kedua orangtua, ibu dan bapak maka anak adalah seseorang yang

dilahirkan setelah adanya pernikahan yang sah antara kedua orangtuanya.

Anak merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada hambanya, tidak

semua insan di dunia diberi kepercayaan untuk memiliki dan mengasuh anak.

oleh karena itu kehadiran anak dalam rumah tangga adalah suatu kenikmatan

yang tiada tara, oleh karena itu harus dan wajib disyukuri dan tidak

disangsikan lagi bahwa putra dan putri merupakan cinderamata yang tidak

diragukan lagi, karena merupakan belahan jiwa setiap jiwa. Mereka adalah

sumber kebahagiaan dan kesejukan yang mampu membuat setiap insan

menjadi lebih bahagia. karena mereka jugalah rezeki dicari dan lantarannya

pula cita-cita dan harapan di gapai.

1 Subekti, Pokok-Pokok hukum Perdata (Jakarta : PT Intermasa, 2001), h.23.

Page 24: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

14

Sudah menjadi Sunnahtullah, sejak dilahirkan manusia selalu hidup

bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup, hidup

bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat jasmani maupun rohani. Pada umumnya, pada suatu masa tertentu

bagi seorang pria maupun seorang wanita timbul kebutuhan untuk hidup

bersama. Hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita tersebut

mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat baik terhadap

kedua pihak maupun terhadap keturunannya serta masyarakat lainnya. Oleh

karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur tentang hidup bersama

ini. Seperti syarat-syarat untuk peresmiannya, pelaksanaannya, kelanjutannya

dan berakhirnya hidup bersama itu. Hidup bersama antara seorang pria dan

seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu disebut

perkawinan. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam tentang

perkawinan tersebut, maka akan dikemukakan beberapa pengertian

perkawinan menurut para ahli dan para sarjana seperti dikutip dibawah ini :

1. Hilman Hadikusuma, mengemukakan, “Menurut hukum adat pada

umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai

perikatan perdata tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus

merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan, sedangkan menurut

hukum agama perkawinan adalah perbuatan suci (sakramen, samskara)

yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan

anjuran Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan berumah

Page 25: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

15

tangga serta berkerabat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran agama

masimg-masing”.2

2. HA. Zahri Hamid, memberikan pengertian perkawinan menurut hukum

Islam sebagai berikut : “Pernikahan atau perkawinan adalah suatu ikatan

lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup

bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan yang

dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan hukum syariat Islam”.3 Dari

pendapat tersebut maka dapat diketahui bahwa pada umumnya pengertian

perkawinan itu selalu dihubungkan dengan agama. Perkawinan

merupakan hubungan laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada

perikatan yang suci atas dasar hukum agamanya, bahwa pasangan yang

berlainan jenis ini bukan sekedar untuk hidup bersama tetapi lebih dari

itu, yakni mendirikan keluarga yang hidupnya bahagia.4 Sementara itu

Undang-undang Perkawinan juga memberikan pengertian tentang

perkawinan yang diatur dalam Pasal 1 yang berbunyi : “Perkawinan ialah

ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pengertian perkawinan yang telah disebutkan sangatlah berbeda

dengan pengertian menurut burgelijke wetboek yang memisahkan hukum

perkawinan dengan ketentuan agama. Pasal 26BW mengatakan bahwa

2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan Hukum

Adat-Hukum Agama, Bandung, CV Mandar Maju, 1990, hlm. 8 dan 10. 3 Zahri Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan

di Indonesia, Bandung, Bina Cipta, 1976, hlm. 1 4 Zahri Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan

diIndonesia, Bandung, Bina Cipta, 1976, hlm. 1

Page 26: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

16

perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang

perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang hanya memandang

perkawinan hanya dari hubungan keperdataan artinya pasal ini hendak

menyatakan, bahwa suatu perkawinan yang sah hanyalah perkawinan yang

memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (Burgerlijke Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama

dikesampingkan.5

1. Asas-Asas Perkawinan

Dalam Undang-undang perkawinan ditentukan prinsip-prinsip atau

asas-asas mengenai perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan perkawinan.

Undang-undang Perkawinan menganut asas monogami, bahwa

pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh

mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang

suami dalam waktu yang bersamaan. Artinya dalam waktu yang

bersamaan, seorang suami atau istri dilarang untuk menikah dengan wanita

atau pria lain.6 Prinsip monogami ini ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1)

Undang-undang Perkawinan yang menyatakan bahwa :

“Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh

mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang

suami”. Begitu pula berdasarkan ketentuan dalam ayat 3 Surat An-Nissa’,

maka hukum Islam yang membolehkan poligami, ternyata menganut asas

monogami. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat terakhir dari ayat 3 Surat

An-Nisaa’ tersebut, yang menyatakan : “Kemudian jika kamu takut tidak

5 R. Subekti,Op-cit hlm. 25.

6 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,

Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 265.

Page 27: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

17

akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, yang demikian itu

adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Dari ayat ini jelas, bahwa

Allah SWT menganjurkan kita untuk beristri hanya seorang saja, karena

apabila beristri lebih dari seorang dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil.7

Sementara itu perkawinan poligami diperbolehkan dalam hal-hal tertentu

sebagai pengecualian perkawinan monogami, sepanjang hukum dan agama

dari yang bersangkutan mengizinkannya. Namun demikian perkawinan

seorang suami dengan lebih seorang istri, meskipun itu dikehendaki oleh

pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi

berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyebutkan.”

Bahwa: “Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami

untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak

yang bersangkutan”.

Begitu juga apa yang ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-undang

Perkawinan yang menyebutkan bahwa:

(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang,

sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini,

maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah

tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin

kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Sementara itu mengenai pengecualian poligami lebih ditegaskan

lagi dalam Pasal 5 yang menyebutkan bahwa :

7 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,

Sinar Grafika, hlm 266.

Page 28: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

18

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini,

harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(2) Persetujuan yang di maksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak

diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak

mungkin dimintai persetujuan dan tidak dapat menjadi pihak dalam

perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu

mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

2. Syarat Sahnya Perkawinan

Suatu perkawinan dinyatakan sah apabila telah dilangsungkan

menurut ketentuan yang diatur oleh negara berarti harus memenuhi syarat-

syarat dan acara-acara yang ditentukan dalam hukum positif suatu negara.

Pada umumnya cara untuk mendapatkan pengakuan ini berbeda-beda

antara negara yang satu dengan yang lainnya. Di Indonesia pada tanggal 2

Januari 1974 telah diberlakukan Undang-undang Perkawinan sebagai

hukum positif yang bersifat nasional dengan menghormati secara penuh

adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang Berketuhanan

Yang Maha Esa.

Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan

terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) yaitu :

Ayat (1) : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Page 29: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

19

Ayat (2) : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundangundangan yang berlaku.

Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan

di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya sesuai

dengan Undang-undang Dasar 1945.

Hazairin menafsirkan bahwa dengan demikian hukum yang berlaku

menurut Undang-undang Perkawinan pertama-tama adalah hukum agama

masing-masing pemeluknya.8 Oleh karena itu pengesahan perkawinan

dilaksanakan menurut masing-masing hukum agama atau kepercayaan

terlebih dahulu baru kemudian dicatat, jadi bagi orang Islam tidak ada

kemungkinan untuk melanggar agamanya sendiri, demikian juga bagi

orang Kristen dan bagi orang Hindu atau Budha seperti yang dijumpai di

Indonesia maka suatu perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum

agamanya dan kepercayaannya itu, kalau tidak perkawinan itu sendiri tidak

dapat dicatatkan dikantor perkawinan, dengan perkataan lain, juga bukan

perkawinan yang sah menurut hukum negara dan perkawinan itu tidak

mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.9 Selanjutnya untuk

menegaskan kembali bahwa yang menentukansah atau tidak suatu

perkawinan adalah hukum agama masing-masing pihak yang ingin

melangsungkan perkawinan maka dikeluarkanlah surat Menteri Dalam

Negeri (Mendagri) 17 April 1989 kepada gubernur diseluruh Indonesia

tentang catatan sipil. Surat ini dikeluarkan untuk menegaskan kembali

8 Hazairin, Tinjauan mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974,

Jakarta, Tinta Mas, 1975, hlm. 56.

9 Wila Chandrawita Supriadi, Agama dan Kepercayaan, Projustitia 3 Juli 1997, hlm. 98.

Page 30: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

20

proses pelaksanaan perkawinan yang telah ditetapkan Undang-undang

Perkawinan dan Peraturan pelaksana Nomr 9 Tahun 1975 yang

menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut

hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya serta dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam surat ini

ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan di kantor catatan sipil pada

hakekatnya dilakukan setelah pelaksanaan perkawinan menurut ketentuan

suatu agama.10

Dalam praktik sering terjadi perkawinan yang tidak dicatatkan,

walaupun perkawinan tersebut telah dilangsungkan secara agama dan

kepercayaanya itu, kalau suatu perkawinan tidak dicatatat walaupun secara

agama sah tapi perkawinan tersebut tidak diakui oleh Negara sehingga

mengakibatkan hak istri dan anak terlanggar. Jadi menurut Undang-

undang Perkawinan, perkawinan sah apabila Pasal 2 ayat (1) Undang-

undang Perkawinan dipenuhi dan kemudian dicatat sesuai ketentuan Pasal

2 ayat (2) Undang-undang Perkawinan Mengenai sahnya perkawinan

ditafsirkan berbeda beda oleh para ahli hukum Djoko Prakoso dalam

bukunya menyatakan dengan perumusan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang

Perkawinan berarti tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing

agama dan kepercayaannya. Jadi pencatatan bukan syarat yang

menentukan sahnya perkawinan.11

10

Surat Edaran Mendagri 1989.

11

Djoko Prakoso, Azas-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta, Bina Aksara,

1987), hlm. 20.

Page 31: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

21

3. Syarat-Syarat Perkawinan

Di Indonesia bagi yang ingin melangsungkan perkawinan harus

melalui beberapa prosedur yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan,

di bawah ini akan dibahas mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi

oleh para pihak dalam hal melangsungkan perkawinan. Syarat perkawinan

diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang Perkawinan

adalah sebagai berikut :

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

b. Pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita

sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

c. Harus mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua, kecuali

dalam hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 tahun atau

lebih, atau mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila umur

para calon kurang dari 19 dan 16 tahun.

d. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 8 yaitu perkawinan antara dua orang yang :

1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun

keatas.

2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu

antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan

antara seorang dengan saudara neneknya.

3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan

ibu/bapak tiri.

Page 32: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

22

4) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan,

saudara susuan dan bibi/paman susuan.

5) Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau

kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari

seorang.

6) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain

yang berlaku, dilarang kawin.

e. Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak

dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat

(2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

f. Suami istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan

bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh

dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing

agama dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak

menentukan lain.

g. Seorang wanita yang perkawinannya terputus untuk kawin lagi telah

lampau tenggang waktu tunggu.

Syarat-syarat perkawinan dalam hukum Islam yakni harus

memenuhi rukun dan syarat nikah, maksud dari syarat ialah segala sesuatu

yang telah ditentukan dalam hukum Islam sebagai norma untuk

menetapkan sahnya perkawinan sebelum dilangsungkan. Syarat-syarat

yang perlu dipenuhi seseorang sebelum melangsungkan perkawinan

adalah:

Page 33: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

23

a. Persetujuan kedua belah pihak tanpa paksaan.

b. Dewasa.

c. Kesamaan agama Islam.

d. Tidak dalam hubungan nasab.

e. Tidak ada hubungan (rodhoah)

f. Tidak semenda (mushoharoh)

Rukun perkawinan bagi masyarakat Islam merupakan segala

sesuatu yang ditentukan menurut hukum Islam dan harus dipenuhi pada

saat perkawinan dilangsungkan, maksudnya apabila syarat-syarat

perkawinannya telah terpenuhi, maka sebelum melangsungkan perkawinan

syarat-syarat untuk sahnya harus ada rukun-rukun yang harus dipenuhi.12

Rukun perkawinan mewajibkan adanya:

a. Calon pengantin pria dan wanita.

b. Wali.

c. Saksi.

d. Akad Nikah.

B. Pengertian Anak Luar Nikah

Anak sebagai keturunan dari suatu perkawinan merupakan bagian

yang sangat penting kedudukannya dalam suatu keluarga menurut hukum

Islam. Agama Islam memelihara keturunan, agar jangan didustakan dan

jangan dipalsukan. Islam menetapkan bahwa keturunan itu menjadi hak anak,

anak akan dapat menangkis penghinaan atau musibah terlantar yang mungkin

12

R. Abdul Djamali, Hukum lslam, (Bandung: Madar Maju, 2002), hlm. 87.

Page 34: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

24

menimpa dirinya.13

Namun tidak semua anak memiliki hak penuh sebagai

anak. Anak-anak yang tidak beruntung ini oleh hukum dikenal dengan

sebutan anak luar nikah. Sebagai anak luar nikah atau anak tidak sah tentu

kedudukan hukumnya berbeda, yaitu yang berkaitan dengan hak-hak

keperdataan mereka yang tentu saja amat tidak menguntungkan. Anak-anak

luar nikah baik yang lahir dari perkawinan yang tidak sah maupun hasil

perbuatan zina, diasumsikan banyak terdapat di Indonesia dan sebagian besar

dari mereka adalah berasal dari orang-orang yang beragama Islam.14

Anak luar nikah merupakan istilah yang dibentuk dari satu kata dan

dua frasa yaitu kata anak dan frasa luar nikah. Anak menurut segi bahasa

adalah keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria dan wanita.15

Dari segi lain kata "anak" dipakai secara umum baik untuk manusia maupun

untuk binatang bahkan untuk tumbuh-tumbuhan. Dalam perkembangan lebih

lanjut kata "anak" bukan hanya dipakai untuk menunjukkan keturunan dari

pasangan manusia tapi juga dipakai untuk menunjukkan asal tempat anak itu

lahir, seperti anak Aceh atau anak Jawa, berarti anak itu lahir dan berasal dari

Aceh atau Jawa.16

Anak dalam pengertian umum yang terdapat dalam masyarakat adalah

seseorang manusia yang masih dibawah umur atau seorang manusia yang

belum dewasa atau baligh. Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa :

13

Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak-Anak Dalam Islam. Penerjemah Chadijah

Nasution (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h.13. 14

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.45. 15

Fuad Mod. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam: Anak Kandung, Anak

Tiri, Anak Angkat dan Anak Zina (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h.35. 16

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana

Prenada, 2006) , h.78.

Page 35: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

25

"Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam

kandungan".

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa, "anak adalah

manusia yang masih kecil" atau "anak-anak yang masih kecil (belum

dewasa)".17

Pengertian anak dalam hukum Islam dan hukum keperdataan

adalah dihubungkan dengan adanya keluarga. Anak dalam hubungannya

dengan keluarga terdapat istilah seperti anak kandung, anak laki-laki dan anak

perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung dan anak bungsu, anak

tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan, anak

sumbang (anak haram) dan sebagainya.

Diferensiasi pengertian anak memiliki aspek yang sangat luas.

Berbagai makna terhadap anak dapat diterjemahkan untuk mendekati anak

secara benar menurut sistem kepentingan agama, hukum, sosial dari masing-

masing bidang. Pengertian anak dari berbagai cabang ilmu akan berbeda-beda

secara substansial fungsi, makna dan tujuan. Sebagai contoh, dalam agama

Islam pengertian anak sangat berbeda dengan pengertian anak yang

dikemukakan bidang disiplin ilmu hukum, sosial, ekonomi, politik dan

HANKAM. Pengertian anak dalam Islam disosialisasikan sebagai makhluk

ciptaan Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang keberadaanya

melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah

SWT.18

Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang

transcendental dari proses ratifiksi sains (ilmu pengetahuan) dengan unsur-

17

DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa, Balai Pustaka, 1998), h.31.

18

Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Penindang-imdangan (Medan: Pusataka Bangsa, 2008), h.46.

Page 36: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

26

unsur ilmiah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-

nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan (tauhid Islam).19

Penjelasan status anak dalam agama Islam ditegaskan dalam al-Quran

surat al-Isra (17) ayat 70:

Artinya: "Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami

angkut mereka didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari

yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang

sempuma atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan."

Ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur'an meletakan kedudukan

anak sebagai suatu makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik-baik dan

memiliki nilai plus yang diperoleh melalui kehendak sang pencipta Allah

SWT.

Statement yang diberikan oleh Islam menjadikan bidang ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu hukum semakin objektif dalam memandang

proses advokasi dan hukum perlindungan anak, baik dalam melakukan

pembinaan anak, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya akan menjadikan

anak sebagai khalifah fi al-ardhi di tengah-tengah masyarakat millennium ini.

Pengertian status anak yang diberikan masing-masing sarjana hukum

mengandalkan teori-teori yang dilandaskan pada alam semesta (natural of

law) yang menekankan prinsip-prinsip the struggle for life and survival of the

fittest (perjuangan untuk hidup yang kuat akan bertahan).20

19

Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan

Penindang-imdangan. Hal 47 20

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an (Bandung : Mizan, 2000), h.345.

Page 37: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

27

Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Allah SWT dan tidak bisa

dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh

orang tuanya. Sebagai amanah anak haras dijaga sebaik mungkin oleh orang

tua yang mengasuhnya. Anak adalah manusia yang memiliki nilai

kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apapun.

Dalam kamus bahasa Arab anak disebut juga dengan ولد,21

satu kata

yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk Allah yang sedang

menempuh perkembangan kearah abdi Allah yang saleh. Pendapat Ibnu

Abbas salah seorang ahli tafsir dikalangan sahabat Nabi Muhammad SAW

dalam penafsiran kata walad pada ayat 176 surat an-Nisa' yang mempunyai

pengertian mencakup baik anak laki-laki maupun anak perempuan.

Pandangan ini sangat berbeda dengan ijma para fuqaha dan ulama yang

dianut selama ini, bahwa yang dimaksud dengan walad dalam ayat tersebut

hanya anak laki-laki saja, tidak termasuk anak perempuan. Namun demikian,

pengertian walad dalam nash bisa berarti laki-laki dan juga bisa berarti

perempuan.22

Kata al-walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan

keturunan, sehingga kata al-walid dan al-walidah diartikan sebagai ayah dan

ibu kandung. Berbeda dengan kata ibn yang tidak mesti menunjukan

hubungan keturunan dan kata ab tidak berarti mesti ayah kandung.23

Menurut

Prof.Dr. Hamka anak ialah aliran dari air dan darah sendiri.24

21

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996),h.2039.

22

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo: Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah Shabab al-Azhar, 1990), h.95.

23

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, jilid XV, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 614.

24

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz. XXI-XXII (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1988), h. 195.

Page 38: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

28

Adapun luar nikah merupakan makna negasi dari kata nikah atau

pernikahan. Sedangkan pernikahan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Pekawinan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Maka luar nikah disimpulkan sebagai bukan dalam ikatan

pernikahan atau berada di luar pernikahan yang sah baik secara agama dan

kepercayaan maupun menurut perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pemahaman kedua istilah anak dan luar nikah maka

dapat didefinisikan anak di luar nikah adalah anak yang dilahirkan oleh

seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan

perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya. Sedangkan

pengertian anak diluar kawin adalah hubungan seorang pria dengan seorang

wanita yang dapat melahirkan keturunan sedangkan hubungan mereka tidak

dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif dan agama yang

dipeluknya.25

Pengertian anak luar nikah atau luar kawin menurut Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, adalah anak yang dilahirkan dari

akibat pergaulan/hubungan seks antara pria dan wanita yang tidak dalam

perkawinan yang sah antara mereka dan dari perbuatan ini dilarang oleh

pemerintah maupun agama. Sedangkan dalam penjelasan umum Buku

Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 186 disebutkan bahwa anak yang lahir

25

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia , h.80-81.

Page 39: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

29

di luar perkawinan hanya mewarisi dari ibunya saja sedangkan terputus

hubungan waris dengan ayah biologisnya.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata anak yang

mempunyai ibu dan bapak yang tidak terikat perkawinan dinamakan anak

tidak sah atau anak diluar nikah yang disebut juga anak-anak alami

(orrwettige onechte of natuurlijke kindereri). Namun secara tegas menurut

hukum positif berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan terhadap anak yang lahir di luar nikah terdapat hubungan biologis

dengan ibunya tapi tidak ada hubungan biologis dengan bapaknya.26

Berbeda dengan hukum Islam, hukum perdata cenderung lebih

membatasi defmisi anak luar nikah yang diistilahkan anak luar kawin dalam

Burgerlijk Wetboek hanya dibatasi pada hasil hubungan seksual bagi pelaku

yang kedua-duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain dan tidak ada

larangan untuk saling menikahi.27

Sedangkan Islam mendefinisikan zina adalah untuk semua perbuatan

hubungan kelamin baik dilakukan saat status tidak terikat pernikahan maupun

dalam status terikat pernikahan yang implikasi status anak yang dihasilkan

tetap anak zina.

26

Martiman Prodjohamijojo, Hukum Perkawinan Indonesia, cet.II (Jakarta: Indonesia

Legal Center Publishing, 2007), h.53.

27

J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), h.108.

Page 40: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

30

C. Pembagian Jenis Anak Luar Nikah

Dalam praktik hukum perdata pengertian anak luar kawin ada dua

macam, yaitu;

1. Apabila orang tua salah satu atau keduanya masih terikat perkawinan

dengan perkawinan lain, kemudian mereka melakukan hubungan seksual

dengan wanita atau pria lain yang mengakibatkan hamil dan melahirkan

anak, maka anak tersebut dinamakan anak zina, bukan anak luar kawin.

2. Apabila orang tua anak luar kawin tersebut masih sama-sama bujang,

mereka mengadakan hubungan seksual dan hamil serta melahirkan anak

maka anak itu disebut anak luar kawin. Beda keduanya adalah luar kawin

dapat diakui oleh orang tua biologisnya apabila mereka menikah dalam

akta perkawinan dapat dicantumkan pengakuan (erkenneri) di pinggir

akta perkawinannya.28

Dalam hukum Islam anak yang dapat dianggap sebagai anak di luar

nikah adalah;

1. Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa

pernikahan, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang

menyebabkan kelahiran anak tersebut.

2. Anak mula 'anah, adalah. anak yang dilahirkan oleh seorang istri yang

mana keberadaan anak itu dibantah oleh suami sebagai anaknya dan

menuduh istrinya telah berbuat zina dengan pria lain dengan cara

melakukan sumpah li 'an terhadap istrinya.

28

J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), h.109.

Page 41: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

31

3. Anak syubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang

digauli dengan cara syubhat, yang dimaksud dengan syubhat dalam hal

ini menurut Jawad Mughniyah yaitu seorang laki-laki menggauli seorang

wanita yang haram atasnya karena tidak tahu dengan keharaman itu.29

Menurut H. Haerusuko banyak faktor yang menyebabkan penyebab

terjadinya anak luar nikah di antaranya adalah:30

1. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita tetapi wanita tersebut tidak

memiliki ikatan perkawinan dengan pria yang menyetubuhinya dan tidak

mempunyai ikatan perkawinan dengan pria atau wanita lain;

2. Anak yang lahir dari seorang wanita, kelahiran tersebut diketahui dan

dikehendaki oleh salah satu atau ibu bapaknya, hanya saja salah satu atau

kedua orang tuanya itu masih terikat perkawinan yang lain;

3. Anak yang lahir dari seorang wanita akibat perkosaan;

4. Anak yang lahir dari seorang wanita dalam masa iddah perceraian tetapi

anak yang dilahirkan itu merupakan hasil hubungan dengan pria yang

bukan suaminya;

5. Anak yang lahir dari seorang wanita yang ditinggal suami lebih dari 300

hari, anak tersebut tidak diakui oleh suaminya sebagai anak yang sah;

6. Anak yang dilahirkan dari seorang wanita padahal agama yang mereka

peluk menentukan lain. Misalnya agama katolik tidak mengenal adanya

cerai hidup, tetapi dilakukan juga, kemudian ia kawin dan melahirkan

anak;

29

Huzaemah Tahido, Kedudukan Anak diluar Nikah Menurut Hukum Islam (Jakarta:

Makalah, KOWANI), h.2.

30

H. Haerusuko, Anak di luar Perkawinan, makalah pada Seminar Kowani, Jakarta, pada

tanggai 14 Mei 1996, h.6. dikutip dari Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di

Indonesia , h. 81-82.

Page 42: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

32

7. Anak yang lahir akibat pelarangan ketentuan negara mengadakan

perkawinan misalnya wni dan wna tidak mendapat izin dari kedutaan

besar ;

8. Anak yang lahir dengan tidak mengetahui kedua orang tuanya;

9. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat dari kantor pencatatan

sipil atau dari kantor urusan agama;

10. Anak yang lahir dari perkawinan secara adat, tidak dilaksanakan secara

adat, tidak dilaksanakan menurut hukum agama dan tidak dicatatkan.

Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional

maupun hukum Islam bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa

anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan

ibunya dan keluarga ibunya.31

Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya

kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada

ayah.

Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan

wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Menurut A. Rahman I.

Doi menjelaskan bahwa zina berarti hubungan kelamin antara laki-laki dan

perempuan tanpa ikatan pernikahan. Hubungan kelamin tersebut tidak

dibedakan apakah pelakunya telah memiliki pasangan hidupnya masing-

masing atau belum pernah rnenikah seperti istilah gadis, bersuami atau janda,

jejaka, beristri atau duda sebagaimana yang berlaku pada hukurn perdata.32

Ada dua macam istilah yang dipergunakan bagi zina yaitu;

31

Lihat Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal

100 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

32

Abdur Rahman I.Doi, Hudud dan Kewarisan (Syariah II). Penerjemah Zainuddin dan

Rusydi Sulaiman, cet.I (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h.35.

Page 43: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

33

1. Zina muhson yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang telah atau pernah

menikah.

2. Zina ghairu muhson adalah zina yang dilakukan oleh orang belum pernah

menikah, mereka berstatus perjaka/perawan. Hukum Islam tidak

menganggap bahwa zina ghairu muhson yang dilakukan oleh

bujang/perawan itu sebagai perbuatan biasa, melainkan tetap dianggap

sebagai perbuatan zina yang hams dikenakan hukuman. Hanya saja

hukurnan itu kuantitasnya berbeda, bagi penzina mulison dirajam sampai

mati sedangkan yang ghairu muhson dicambuk 100 kali. Anak yang

dilahirkan sebagai akibat zina ghairu muhson disebut anak luar

perkawinan.33

Anak luar kawin ialah anak yang timbul dari pergaulan tidak sah

antara seorang pria dan wanita, hal ini berarti merupakan pelanggaran

terhadap ketentuan perkawinan, dimana anak itu sebenarnya adalah tidak

bersalah, tidak berdosa dan seharusnya tidak memikul akibat perbuatan kedua

orang tua biologisnya. Kedua orang tua biologisnya lah yang harus

bertanggung jawab dan menerima ganjaran.34

Dalam hukum Islam anak ini adalah manusia biasa dan normal serta

hak hidupnya yang sama dengan manusia lainnya, ia memiliki hak asasi sama

dengan manusia lainnya, hanya ia kehilangan hak seperti hak waris sebab ia

tidak mempunyai bapak yang sah.35

33

Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1991), h. 35. Lihat juga Fathurrahman Djamil, Pengakuan Anak Luar Kawin dan Akibat

Hukumnya (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 75.

34

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia (Bandung: Bumi Putera,

1991), h.69. 35

Zainudddin All, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h.45.

Page 44: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

34

D. Status Anak Luar Nikah

1. Status Anak Luar Nikah Dalam Fiqh

Status atau kedudukan merupakan sesuatu yang amat penting bagi

seorang seseorang anak karena nantinya akan menentukan hak-hak dan

kedudukan anak tersebut dengan orang tuanya. Dalam wacana fiqh, ketika

seorang laki-laki mengadakan hubungan seksual dengan perempuan di luar

pernikahan yang sah kemudian terjadi kehamilan dari hubungan tersebut

maka langkah penyelamatan nasab anak tersebut dilakukan dengan

pernikahan antara laki-laki dan perempuan tersebut. Dalam hal ini sangat

terkait dengan hukum menikahi wanita hamil. Mazhab Syafi'i menyatakan

sah-sah saja dilangsungkan pernikahan dengan pasangan zina sang

perempuan tapi makruh hukumnya untuk berhubungan intim sampai

perempuan itu melahirkan.36

Mazhab Hanafi menyebutkan sah akad

nikahnya, namun haram berhubungan intim sampai dengan melahirkan

dan melewati masa nifas.37

Sedangkan Hambali dan Maliki serta ulama

Madinah menyatakan secara tegas haram menikahkan pasangan tersebut

dan menunggu sampai melahirkan.

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas mengenai pendapat

para ulama tentang status hukum akad wanita hamil akibat zina maka

selanjutnya akan terkait dengan masalah ada tidaknya 'iddah bagi wanita

hamil akibat zina, sehingga akan terdapat perbedaan pendapat diantara

para ulama.

36

Muhammad Jawad Mugniyah, Al Ahwal al-Syakhsiyyah a'la Mazahibil Al-Khamsnh ,

jilid .VI (Beirut: Dar al-'Ilm, Lil Malayin, t.th), h.601 37

Abi 'Isa Muhammad Ibn 'Isa Ibn Suwarah, Al-Jami al-Shahih Wa Huwa Sunan al-

Turmudzi, "Kitab Nikah", bab "al Ja'a Fi a- Rajuli Yasytani al-Jariyata Wahiya Hamil", jilid.III

(Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th), h.473.

Page 45: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

35

Umumnya mereka konsisten dengan pendapatnya, baik yang

berpendapat wanita hamil akibat zina itu wajib 'iddah maupun tidak,

namun sebagian ulama Hanafiyah (Abu Hanifah dan Muhammad) kurang

konsisten, dimana setelah meyakini bahwa akad nikah bagi wanita hamil

akibat zina hukumnya sah, keduanya berpendapat bahwa wanita tersebut

tidak boleh disetubuhi, padahal salah satu tujuan dari akad adalah untuk

menghalalkan persetubuhan. bahkan arti nikah sendiri bagi para ahli ushul

Hanafiyah adalah "setubuh".

Dalam kehati-hatian, yang paling hati-hati tentunya para ulama dari

mazhab Malikiyah dan Hanabilah. Mereka melarang wanita hamil akibat

zina melakukan pernikahan, bahkan Hanabilah mewajibkan bertobat

sebelum melangsungkan akad nikah.38

Tujuan disyariatkannya nikah adalah agar terpelihara keturunan

nasab, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT di dalam

Al-Qur'an surat an-Nahl (16) ayat 72 yang berbunyi:

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan

cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka

mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari

nikmat Allah?”

38

Al-Basri, Abu al-Hasan 'Ali ibn Muhammad ibn Habib, Al-Mawardi, al-Nukad wa al-

'Uyun: Tafsir al-Mawardi, ed. Ibn 'Abd al-Rahim, jilid.IV (Beirut: Dar al-Kutub al'Ilmiyyah-

Muassasah al Kutub al- Saqafiyah,t.th) h.74.

Page 46: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

36

Pengertian nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan

hubungan darah melalui akad pernikahan yang sah. Dari pengertian

tersebut maka nasab dapat dihubungkan dengan darah dan perkawinan

yang sah.

Semua anak yang dilahirkan di dunia ini, baik itu sebagai anak

kandung, anak angkat, anak zina mempunyai kedudukan tersendiri.

Adanya kedudukan tersebut mempengaruhi dalam menentukan perwalian,

nasab, warisan dan hadhanah.

Terkait dengan kedudukan anak luar nikah, perspektif fiqh dan

menjelma menjadi kesepakatan dalam hukum Islam bahwa anak luar nikah

tidak dianggap sebagai anak sah karena itu berakibat hukum ;

a. Tidak adanya hubungan nasab kepada laki-laki yang mencampuri

ibunya secara tidak sah. Secara yuridis formal ayah tidak wajib

memberikan nafkah meski secara biologis dan geneologis anak itu

adalah anaknya sendiri.

b. Tidak saling mewarisi

Sebagai akibat lebih lanjut dari tidak adanya hubungan nasab, antara

anak zina dengan laki-laki yang mencampuri ibunya secara tidak sah,

maka mereka tidak dapat saling mewarisi satu sama lain.

c. Tidak dapat menjadi wali bagi anak luar nikah

Pada dasarnya nasab anak luar nikah dihubungkan dengan ibunya

ketika suami dari ibunya menolak anak tersebut, sesuai dengan hadis nabi :

Page 47: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

37

Artinya: Dari Abu Hurairah dia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW:

Anak itu adalah haknya pemilik ranjang dan pezinanya adalah

penyesalan. (H.R. Jamaah kecuali Abu Dawud)

Maka berdasarkan hadits tersebut menurut jumhur anak itu tidak

dinasabkan pada ayah biologisnya meski ayahnya mengatakan itu adalah

anaknya.40

2. Status Anak Luar Nikah Dalam UU. No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

Menurut hukum perkawinan Indonesia, status anak dibedakan

menjadi dua: pertama, anak sah. kedua, anak luar nikah. Anak sah

sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal 42:

"Anak sah adalah dalam anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawinan yang sah"

dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 99 yang menyatakan :

" anak sah adalah :

(a) anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

(b) hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh

istri tersebut.

Sedangkan yang dimaksud dengan anak luar nikah adalah anak

yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana

yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan antara lain:

39

Syihabuddin Ahmad Ibnu Ali, Fath al-Bary (Kairo : Musthafa al-Babi al- Halabiy,

1378 H/ 1959M).juz2. no.hadits.52. 40

Cut Aswar, " Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina" dalam Chuzaimah T.

Yanggo dan Hafiz Anshary (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet.III (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994), h.68.

Page 48: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

38

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 43 ayat

1, menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya

mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak yang

lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan

ibunya dan keluarga ibunya

Pada akhirnya bila dicermati dari peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia tentang hukum perkawinan, menyatakan bahwa

status nasab anak di luar nikah mempunyai hubungan keperdataan hanya

kepada ibunya dan keluarga ibunya. Hubungan ini biasa disebut dengan

kekuasaan orang tua yakni timbulnya hak dan kewajiban antara orang tua

dan anak. Implementasinya adalah bahwa anak di luar nikah hanya

memiliki hubungan yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan

ibu dan keluarga ibunya. Agaknya dapat dinyatakan mqfttum mukhalafah

dari pernyataan tersebut bahwa anak itu tidak mempunyai hubungan

keperdataan dengan bapak biologisnya dalam bentuk nasab, hak dan

kewajiban secara timbal balik. Secara implisit dapat ditegaskan bahwa

hampir tidak ada perbedaan antara hukum Islam dengan hukum

perkawinan nasional dalam menetapkan nasab anak di luar nikah,

walaupun tidak dinyatakan secara tegas hubungannya dengan bapak

biologis dalam pasal tertentu.

Page 49: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

39

E. Penjelasan Atas UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawian

Penjelasan Umum :

1. Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya

Undang-Undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung

prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama

ini menjadi pegangan dan telah berlaku berbagai golongan dalam

masyarakat kita.

2. Dewasa ini berlaku sebagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan

warga negara dan berbagai daerah seperti berikut:

a. bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku Hukum

agama yang telah diresipiir dalam Hukum Adat;

b. bagi orang-orang Indnesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;

c. bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen berlaku

Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesia (S.1993 Nomor 74);

d. bagi orang Timur Asing Cina dan warga Negara Indonesia keturunan

Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dengan sedikit perubahan;

e. bagi orang-orang Timur Asing lain-lainnya dan warga Negara

Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hokum

adat;

f. bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa

dan yang disamakan dengam mereka berlaku kitab undang-undang

hukum perdata.

Page 50: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

40

3. Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar

1945, maka Undang-undang ini disatukan pihak harus dapat mewujudkan

prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang

Dasar 1945. sedangkan di lain pihak harus dapat pula menampung segala

kenyataan yang hidup dalam masyarakat dewasa ini. Undang-undang

Perkawina ini telah menampung di dalamnya unsur-unsur dan ketentuan-

ketentuan Hukum Agamanya dan kepercayaannya itu dari yang

bersangkutan.

4. Dalam Undang-undang ini ditentukan prinsip-prinsip atau azas-azas

mengenai perkawinan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan

perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntunan

zaman.

Azas-azas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam undang-undang ini

adalah sebagai berikut:

a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi,

agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu

dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawina adalah

sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus

dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan peristiwa-

peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran,

Page 51: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

41

kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte

resmi yang juga dimuat dalam pencatatan.

c. Undang-undang ini menganut azas monogami. hanya apabila

dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agamadari

yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat beristri lebih dari

seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari

seoarang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai

persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

d. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon istri itu harus telah

masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar

supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa

berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan

sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan di antara calon suami

istri yang masih di bawah umur. Di samping itu, perkawinan

mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.Ternyatalah

bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk

mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berhubungan dengan

itu, maka undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik

bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 (Sembilan belas) tahun bagi pria

dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita.

e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang

bahagia kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip

Page 52: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

42

untuk mempersukar terjadinya perceraian, harus ada alasan-alasan

tertentu seta harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan.

f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan

masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga

dapat dirundingkan dan di putuskan bersama oleh suami-istri.

5. Untuk menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala

sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum

Undang-undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah

ada adalah sah. Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal Undang-

undang ini tidak mengatur dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada.

Page 53: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

43

BAB III

JUDICIAL REVIEW DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Pengertian Judicial Review

Judicial Review merupakan proses pengujian peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Dalam praktik, judicial

review (pengujian) undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945

dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi MK. Sedangkan, pengujian peraturan

perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah

Agung MA. Lebih jauh simak artikel perbedaan judicial review dengan hak

uji materil.

Secara teori, lembaga peradilan – baik MK maupun MA - yang

melakukan judicial review hanya bertindak sebagai negative legislator.

Artinya, lembaga peradilan hanya bisa menyatakan isi norma atau

keseluruhan norma dalam peraturan perundang-undangan itu tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat bila bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. Mereka tidak boleh menambah norma baru ke

dalam peraturan perundang-undangan yang di-judicial review.

Sementara, legislative review adalah upaya ke lembaga legislatif atau

lembaga lain yang memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah suatu

peraturan perundang-undangan. Misalnya, pihak yang keberatan terhadap

suatu undang-undang dapat meminta legislative review ke Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) –dan tentunya pemerintah (dalam UUD 1945, pemerintah juga

Page 54: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

44

mempunyai kewenangan membuat UU)- untuk mengubah UU tertentu.

Sedangkan, untuk peraturan perundang-undangan yang lain seperti Peraturan

Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah, setiap

warga negara tentu bisa meminta kepada lembaga pembuatnya untuk

melakukan legislative review atau melakukan revisi. Simak juga artikel

Hierarki Peraturan Perundang-undangan (2).

Permohonan judicial review memiliki syarat yang lebih ketat

dibanding legislative review. Dalam judicial review, sebuah peraturan

perundang-undangan hanya bisa dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat bila memang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

di atasnya. Sedangkan, dalam legislative review, setiap orang tentu bisa saja

meminta agar lembaga yang memiliki fungsi legislasi melakukan revisi

terhadap produk hukum yang dibuatnya dengan alasan, misalnya, peraturan

perundang-undangan itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

zaman, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat

secara horizontal.

Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam trias politica dikenal tiga

macam kekuasaan. Yakni, kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang),

kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), dan kekuasaan yudikatif

atau peradilan (penegak undang-undang). Kewenangan judicial review

diberikan kepada yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan

eksekutif yang berfungsi membuat undang-undang.

Page 55: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

45

B. Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Tata Unsur Bidang

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang

melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan

pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Adapun kewenangan Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat)

kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Memutus pembubaran partai politik, dan

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kewajiban Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat

DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:

1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa

a) penghianatan terhadap negara;

b) korupsi;

c) penyuapan;

d) tindak pidana lainnya;

2. Atau perbuatan tercela, dan/atau

3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Page 56: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

46

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia

adalah negara hukum. Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas maka

salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi

sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang

ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara

bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.

Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya

pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap

pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh

tafsir ganda terhadap konstitusi.

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2).41

Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat

pada prinsip umum penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga

lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi

berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) .42

berwenang untuk:

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

41

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 42

Ibid

Page 57: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

47

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

c. Memutus pembubaran partai politik;

d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan

e. Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil

Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi melaksanakan

prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara

dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam

penyelenggaraan negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan

langkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antar lembaga negara.

Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan Pasal 24C ayat (6)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menyebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi,

hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur

dengan undang-undang. Untuk mendapatkan hakim konstitusi yang memiliki

integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang

menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagaimana diamanatkan dalam

Page 58: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

48

Undang-Undang Dasar, Undang-Undang ini mengatur mengenai syarat calon

hakim konstitusi secara jelas. Di samping itu, diatur pula ketentuan mengenai

pengangkatan dan pemberhentian, cara pencalonan secara transparan dan

partisipatif, dan pemilihan hakim konstitusi secara obyektif dan akuntabel.

Hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang ini memuat aturan

umum beracara di muka Mahkamah Konstitusi dan aturan khusus sesuai

dengan karakteristik masing-masing perkara yang menjadi kewenangan

Mahkamah Konstitusi. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan

wewenangnya, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan untuk melengkapi

hukum acara menurut Undang-Undang ini.43

Mahkamah Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tetap mengacu pada prinsip

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni dilakukan secara sederhana dan

cepat.

Dalam Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi

dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dan sebelum

dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung, sehingga

Undang-Undang ini mengatur pula peralihan dari perkara yang ditangani

Mahkamah Agung setelah terbentuknya Mahkamah Konstitusi.44

43

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 44

UU Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang MK

Page 59: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

49

C. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Sesuai dengan ketentuan pasal 24C ayat (1) 1945, Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-

undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang

kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembuburan

partai politik, dan memutus hasil pemilihan umum. Selain itu, pasal 24C ayat

(2) menambahkan pula bahwa Mahkamah Konstitusi wajib memberikan

putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan

wakil Presiden menurut undang-undang dasar.

Berdasarkan kewenagannya untuk menguji konstitusionalitas,

Mahkamah Konstitusi melalui putusannya dapat menyatakan bahwa materi

rumusan suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum karena

bertentengan dengan undang-undang dasar. Begitupun terhadap suatu

undang-undang, mahkamah konstitusi dapat membatalkan keberlakuannya

karena tidak sesuai dan tidak berdasarkan UUD. Dengan demikian, undang-

undang yang di hasilkan oleh legislatif ( Dewan Perwakilan Rakyat bersama

Presiden) diimbangi oleh adanya pengujian (formal dan materiil) dari cabang

yudisial yaitu Mahkamah Konstitusi.45

Keberadaan lembaga pemutus

sengketa kewenagan antar lembga Negara, sebagaimana ditugaskan kepada

Mahkamah Konstitusi sekarang ini.46

Dengan uraian diatas tampak secara

jelasperan Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi dalam system

check and balances antar lembaga Negara.

45

Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi : Memahami Keberadaannya

Dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: PT Rineka cipta, 2006), hal. 31 46

Agung Susanto, Hukum acara perkara konstitusi: Prosedur Berpekara pada Mahkamah

konstitusi, (Bandung: Mandar Maju,2006), hal 8

Page 60: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

50

BAB IV

ANAK LUAR NIKAH DALAM JUDICIAL REVIEW PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Anak Luar Nikah dalam UUD No 1 Tahun 1974.

Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan diatur bahwa

perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga/rumah tangga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut

Subekti perkawinan merupakan pertalian yang sah antara laki-laki dengan

perempuan. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agama dan kepercayaan yang dianut oleh laki-laki dan

perempuan yang akan menjadi suami istri.

Jika sudah mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan maka suami

istri akan memiliki tanggungan dengan lahirnya anak. Dalam pandangan

Islam anak adalah titipan Allah SWT Kepada orang tua, Masyarakat, Bangsa,

Negara sebagai pewaris dari ajaran Islam, Pengertian ini memberikan Hak

atau melahirkan Hak yang harus diakui, diyakini dan diamalkan.47

Ketentuan

ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 31.48

Anak dianggap sebagai subjek hukum karena memiliki hak dan

kewajiban. Sayangnya terdapat aturan yang menganggap seorang anak tidak

pernah ada jika anak mati ketika dalam kandungan. Dalam ajaran Islam,

47

M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Zahir Trading Co, Medan, 1975,

h. 123. 48

Al Qur”an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1987, h. 428

Page 61: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

51

Anak adalah amanat Allah kepada kedua orang tuanya, Masyarakat, Bangsa

dan Negara sebagai waris dari ajaran Islam, anak menerima setiap ukiran dan

mengikuti semua pengarahan yang diberikan kepadanya49

.

Dalam hal ini anak yang lahir dari hubungan luar kawin yaitu laki-laki

dan perempuannya tidak terikat perkawinan. Jika diakui sesuai aturan hukum

adalah sah dan menjadi salah satu ahli waris menurut Pasal 280 jo Pasal 863

KUHPer. Dalam pemahaman defenisi anak luar kawin harus jelas. Karena

anak luar kawin dikelompokkan menjadi tigayaitu anak luar kawin, anak zina,

dan anak sumbang. Harus dibedakan pengaturannya dalam Pasal 272 jo 283

KUHPer mengatur tentang anak zina dan sumbang. Hanya anak luar kawin

yang berhak mewaris sesuai yang memiliki akan untuk menjadi ahli waris.

Ketentuan hukum.50

memberikan akibat hukum berbeda-beda atas status

anak. Anak zina dan anak sumbang pada dasarnya merupakan anak luar

kawin dalam arti bukan anak sah. Namun jika dibandingkan dengan Pasal 280

dengan Pasal 283 KUH Perdata. Anak luar kawin menurut Pasal 280 dengan

anak zina dan anak sumbang yang dimaksud dalam Pasal 283 adalah berbeda.

Zina berbeda dengan anak sumbang dalam akibat hukumnya. Anak

sumbang, undang-undang dalarn keadaan tertentu memberikan

perkecualian.51

Mereka dengan dispensasi diberikan kesempatan untuk saling

menikahi sesuai Pasal 30 ayat (2) KUHPerdapat dikui dan disahkannya anak

49

Safuddin Mujtaba dalam Iman Jauhari (I),Hak-Hak Anak dalam Hukum Islam,Pustaka

Bangsa Press, Jakarta, h. 84.

50

Pasal 280 KUHPerdata

51

Pasal 283 KUHPer jo Pasal 273 KUHP

Page 62: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

52

sumbang menjadi menjadi anak sah berdasarkan Pasal 273 KUHPer. Namun

perkecualian seperti ini tidak diberikan untuk anak zina.

MKRI sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam UUD NRI

1945 Pasal 24C mempunyai wewenang untuk melakukan pengujian UU

terhadap UUD. Amanat dari konstitusi tersebut yang salah satunya

memberikan kesempatan kepda MKRI untuk melakukan terobosan dan

perubahan atas Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974. Sesuai dengan prinsip

erga omnes maka putusan MKRI Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17

Februari 2012 bersifat mengikat kepada publik dan tidak hanya pada para

pihak yang berperkara di persidangan MKRI. Sehingga tidak mengherankan

lahirnya pro dan kontra atas putusan MKRI yang memberikan pengakuan

anak luar kawin terhadap hubungannya dengan biologisnya. Karena anak luar

kawin tidak memiliki hubungan dengan ayahnya. Seharusnya ketentuan dari

UU Perkawinan tersebut berbunyi : “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya

serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan

ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum

mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga

ayahnya.”

Alasan hukum yang melatarbelakangi rechtfinding tersebut untuk

menegaskan bahwa anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan

hukum. Majelis hakim konstitusi mempunyai pertimbangan hukum yang

mendorong adanya keharusan memberi perlindungan dan kepastian hukum

yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada

Page 63: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

53

padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan

perkawinannya masih disengketakan.

Putusan MKRI dengan terobosan hukumnya tersebut membuka titik

terang hubungan antara anak luar kawin dengan bapaknya. Hubungan darah

antara anak dan ayah dalam arti biologis bis dikukuhkan berdasarkan proses

hukum. Membuka kemungkinan hukum untuk subyek hukum (ayah) yang

harus bertanggungjawab terhadap anak luar kawin. Subjek hukum tersebut

akan bertanggungjawab sebagai bapak biologis dan bapak hukumnya melalui

mekanisme hukum dengan menggunakan pembuktian berdasarkan ilmu

pengetahuan dan teknologi mutakhir dan/atau hukum.

Bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa untuk memberikan pengakuan

terhadap anak luar kawin oleh ayah biologisnya dilakukan dengan cara ;

1. Pengakuan oleh sang ayah biologis;

2. Pengesahan oleh sang ayah biologis terhadap anak luar kawin tersebut.

Putusan MKRI menguatkan kedudukan ibu atas anak luar kawin

dalam memintakan pengakuan terhadap ayah biologis dari anak luar kawin.

Jika terdapat kemungkinan yang terjadi bapak biologis tidak membuat

pengakuan dengan sukarelaanak luar kawin. Setelah adanya pengakuan oleh

ayah biologisnya.Pada saat itu juga akan timbul hubungan perdata dengan

ayah biologis dan keluarganya dengan anak luar kawin yang diakui. Adanya

pengakuan akan melahirkan hubungan hukum ayah dan anak sesuai dengan

Pasal 280KUHPer yaitu “Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin,

terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya.”

Page 64: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

54

Namun selain berita untuk pengakuan anak luar kawin. Perlu menjadi

perhatian bahwa dalam putusan MKRI No. 46/PUU-VIII/2010 tidak ada

disebutkan mengenai akta kelahiran anak luar kawin maupun akibat hukum

putusan tersebut terhadap akta kelahiran anak luar kawin.Menjawab rumusan

masalah dalam tulisan bahwa putusan MKRI berimplikasi status hukum dan

pembuktian asal usul anak luar kawin. Akta kelahiran yang memiliki dasar

hukum yang kuat dalam pembuktian asal-usul anak hanya dapat dilakukan

dengan akta kelahiran otentik yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang

sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974

tahun Perkawinan. “Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan

akte kelahiran yang authentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang.”

Akta kelahiran anak luar kawin hanya tercantum nama ibunya. Hal ini

jelas karena pada saat pembuatan akta kelahiran anak masih sebagai anak luar

kawin yang hanya diakui memiliki hubungan darah dan hubungan perdata

dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Dalam akta kelahiran anak luar kawin

akan terdapat redaksi dilahirkannya seorang anak dengan nama, hari dan

tanggal kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan tanggal kelahiran ibu. Hal

ini sesuai dengan ketentuan Pasal 55 ayat (2) huruf a PP No. 37 Tahun 2007

tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan.

Sayangnya perlu dicatat bahwa bahwa anak yang dilahirkan karena

perzinaan atau penodaan darah (incest/sumbang) tidak boleh diakui. Hal ini

Page 65: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

55

diatur dalam Pasal 283 KUHPer. Anak luar kawin adalah anak yang lahir dari

hubungan tanpa ikatan perkawinan yang berarti kedua tidak terikat

perkawinan. Anak sumbang adalah anak yang lahir dari hubungan sedarah

sedangkan anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan salah satu atau

keduanya memiliki ikatan perkawinan lain.

Dengan demikian anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang

dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan, yang kedua-duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain

dan tidak ada larangan untuk saling menikahi. Anak luar kawin yang

demikianlah yang bisa diakui secara sah oleh ayah biologisnya Pasal 280

KUHPer.

Hubungan antara ibu dan anak terjadi dengan sendirinya karena

kelahiran, kecuali apabila anak itu overspelig atau bloedsrhenning anak zinah.

Ayah biologis dan anak luar kwain hanya terjadi hubungan perdata jika ada

pengakuan yang diatur dalam Pasal 280 KUHPer. Tanpa pengakuan dari ayah

biologis dan/atau ibunya, pada dasarnya anak itu bukan anak siapa-siapa dan

tidak mempunyai hubungan hukum dengan siapa pun.

Hubungan hukumorangtua dan anakyang sah didasarkan atas adanya

hubungan darah. Hubungan hukumanak luar kawin dengan ayah yang

mengakuinya adalah hubungan darah. Hubungan darah dalam hal ini

dipahami adalah pengakuan secara yuridis tidak hanya sekedar pengakuan

biologis saja.

Page 66: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

56

Jika berbicara soal kedudukan anak luar kawin di dalam hukum

faktanya lebih rendah dibanding dengan anak sah. Bagian waris yang diterima

oleh anak luar kawin lebih kecil dibandingkan dengan anak sah. Untuk dapat

menjadi seorang ahli warisnya KUHPer telah menetapkan berdasarkan Pasal

832 KUHPer harus memiliki hubungan darah baik sah atau luar kawin.

Terdapat juga kemungkinan dengan surat wasiat sebagaimana diatur dalam

Pasal 874 KUHPer. Sedangkan berdasarkan Pasal 836 KUHPer, ahli

warisharus sudah ada pada saat pewaris meninggal dunia. Dengan disimpangi

oleh Pasal 2 KUHPeryang menyebutkan bahwa anak yang ada dalam

kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana

kepentingan si anak menghendakinya.

Dalam Pasal 832 KUHPer disebutkan dengan jelas kedudukan

masing-masing ahli waris harus didasari hubungan darah baik sah maupun

luar kawin. Kedudukan anak pewaris sebagai ahli waris dikenal sebagai anak

luar kawin yang diakui secara sah maupun tidak. KUHPer memberikan

penjelasan tentang pengertian anak sah dalam Pasal 250 KUHPer bahwa anak

sah adalah setiap anak yang dilahirkan dan/atau dibuahkan dari suatu

perkawinan yang sah. Maka anak luar kawin adalah setiap anak yang

dilahirkan di luar perkawinan yang sah.

Pengakuan terhadap anak luar kawin, dapat haruslah dilakukan

dengan sukarela yaitu pengakuan yang dilakukan oleh seseorang dengan cara

yang ditentukan undang-undang. Sesuai Pasal 281 KUHPer untuk dapat

mengakui seorang anak luar kawin, bapak atau ibunya dan/atau kuasanya

Page 67: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

57

berdasarkan kuasa otentik harus menghadap di hadapan pegawai catatan sipil

untuk melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut. Pengakuan

dapat pula dilakukan pada saat perkawinan orang tuanya berlangsung yang

dimuat dalam akta perkawinan sesuai Pasal 281 ayat (2) KUHPer jo Pasal

272 KUHPer. Dengan adanya pengakuan ini akan berakibat anak luar kawin

menjadi seorang anak sah.

Melalui akta otentik seperti akta notaris yang diatur dalam Pasal 281

ayat (1) KUHPer dapat juga dilakukan untuk pengakuan anak luar kawin.

Serta cara pengkauan terakhir dapat dilakukan dengan pembuatan aktaoleh

pegawai catatan sipil untuk melakukan pendaftaran kelahiran catatan sipil.

Pengakuan paksaan juga bisa dilakukan atas anak luar kawin.

Dilakukan oleh anak yang lahir di luar perkawinan itu, dengan mengajukan

gugatan terhadap bapak atau ibunya kepada Pengadilan Negeri.Supaya anak

luar kawin dalam arti sempit itu diakui sebagai anak bapak atau ibunya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 287-289 KUHPer.

Dengan syarat anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak luar

kawin yang terlahir dari ibu dan bapaknya yang tidak terikat perkawinan yang

sah serta tidak tergolong anak zina atau anak sumbang.

B. Anak Luar Nikah Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan KUHPerdata, anak luar kawin yang mendapat warisan

adalah anak luar kawin yang telah diakui dan disahkan. Namun sejak adanya

Putusan MK tersebut maka anak luar kawin diakui sebagai anak yang sah dan

mempunyai hubungan waris dengan bapak biologisnya. Kedudukan anak luar

Page 68: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

58

kawin terhadap warisan ayah biologisnya juga semakin kuat. Pasca putusan

MK ini, anak luar kawin merasa berhak atas warisan ayahnya. Di ke

depannya tentu akan timbul banyak gugatan ke pengadilan agama (Islam) dan

pengadilan negeri (non-Islam) dari anak luar kawin. Dalam diskusi tersebut,

menanggapi Putusan MK terhadap pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, . UU

Perkawinan tidak menyangkal ketentuan-ketentuan hukum agama

sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan umum angka 3, sehingga bagi yang

beragama Islam, implementasinya tidak boleh ada yang bertentangan dengan

prinsip- prinsip syar’i. Apabila pasal 43 UU Perkawinan dihubungkan pasal

42 UU tersebut, maka dapat ditarik pengertian bahwa anak luar kawin bukan

merupakan anak yang sah. Disamping itu, anak luar kawin hanya mempunyai

hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Konsep ini

sejalan dengan konsep Hukum Islam dan hukum adat pada umumnya.

Agama Islam menganut prinsip bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan

fitrah sehingga tidak ada alasan untuk membeda-bedakan setiap anak yang

lahir, termasuk anak luar kawin sekalipun.

Putusan MK tersebut, UU No.8/2011 tentang Perubahan Atas UU

No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (1) huruf a

menegaskan bahwa salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah

Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-

Undang Dasar. Sekalipun pasal 1917 BW jo. Pasal 21 AB menegaskan

bahwa putusan pengadilan hanya mengikat pihak-pihak yang bersangkutan

Page 69: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

59

dan tidak mengikat hakim lain yang akan memutus perkara yang

serupa, namun ketentuan ini tidak dapat diberlakukan bagi putusan

Mahkamah Konstitusi sebab substansi putusan MK tersebut bersifat umum

yakni berupa pengujian suatu UU terhadap UUD, karena itu putusan MK

tentang anak luar kawin tersebut pada dasarnya mengikat semua warga

negara.52

Namun karena Negara juga menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, maka putusan MK dimaksud harus dibaca

spiritnya sebagai “Payung Hukum Untuk Perlindungan Terhadap Anak Dan

Tidak Menyangkal Lembaga Perkawinan Yang Sah” sebagaimana diatur

dalam UU N0. 1 Tahun 1974 jo. PP 9/1975 jo. INPRES No. 1/1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam. Karena itu perlindungan terhadap anak diluar

perkawinan harus dilaksanakan secara proporsional yakni dikembalikan

kepada peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adat

istiadat setempat dengan tidak menafikan hukum agama yang bersangkutan.

Putusan MK tersebut hendaknya tidak dibaca sebagai pembenaran

terhadap hubungan diluar nikah dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 dan

Pasal 2 UU No. 1 Tahun l974. Adapun yang berkaitan dengan kewarisan

misalnya, maka hak keperdataannya tidak bisa diwujudkan dalam bentuk

konsep waris Islam tapi dalam bentuk lain misalnya dengan konsep wasiyat

wajibah. Demikian pula yang berkaitan dengan nafkah/ biaya penghidupan

52

Lihat Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010

Page 70: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

60

anak, tidak diwujudkan dalam nafkah anak sebagaimana konsep hukum

Islam, melainkan dengan bentuk kewajiban lain berupa penghukuman

terhadap ayah biologisnya untuk membayar sejumlah uang/ harta guna

keperluan biaya hidup anak yang bersangkutan sampai dewasa. Sebab

ketentuan tentang nafkah anak dan waris itu berkaitan dengan nasab, padahal

anak luar kawin tidak bisa dinasabkan pada ayah biologisnya. Inilah yang

memicu timbulnya protes terhadap putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 sebab

putusan tersebut mengesankan adanya pertalian nasab antara anak luar kawin

dengan ayah biologisnya. Andaikata dalam putusan tersebut ada penegasan

bahwa nasab anak dikembalikan pada hukum agamanya, niscaya tidak

menimbulkan kontroversi.53

C . Analisis putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar nikah

Dalam pandangan Islam anak adalah titipan Allah SWT Kepada orang

tua, Masyarakat, Bangsa, Negara sebagai pewaris dari ajaran Islam,

Pengertian ini memberikan Hak atau melahirkan Hak yang harus diakui,

diyakini dan diamalkan.54

Ketentuan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat

Al-Isra ayat 31 Masalah anak dalam pandangan Al-Qur’an menjadi tanggung

jawab kedua orang tuanya yaitu tanggung jawab Syariat Islam yang harus

diemban dalam kehidupan berumah tangga, masyarakat bangsa dan Negara

sebagai suatu yang wajib. Ajaran Islam meletakkan tanggung jawab

dimaksud pada dua aspek yaitu : Pertama, aspek dhuniawiyah yang meliputi

pengampunan dan keselamatan di dunia kedua, aspek ukhrawiyah yang

53

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010

54

M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Zahir Trading Co, Medan, 1975,h. 123.

Page 71: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

61

meliputi pengampunan dan pahala dari tanggung jawab pembinaan,

pemeliharaan dan pendidikan diatas dunia.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materiil UU

Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974) yang diajukan Hj. Aisyah Mochtar alias

Machica binti H. Mochtar Ibrahim yang meminta puteranya Muhammad

Iqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui sebagai anak almarhum

Moerdiono mantan Menteri Sekretaris Negara di era Soeharto memicu

perseteruan antara dirinya dengan keluarga almarhum Moerdiono..

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang

mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

putusan dalam perkara permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

Berdasarkan Pasal 51 ayat 1 UU 24/2003 untuk mengajukan perkara

konstitusi si pemohon harus memiliki kedudukan hukum (legal standing),

sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya

dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu :

a. Perorangan warga negara indonesia;

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik

Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

c. Badan hukum public atau privat, atau

d. Lembaga Negara

Page 72: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

62

Dengan demikian, para pemohon dalam pengujian Undang-Undang

terhadap UUD NRI Th.1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih

dahulu:

1. kedudukannya sebagai para pemohon sebagaimana dimaksud pasal 51

ayat 1 UU 24/2003

2. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh

UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya undang-undang yang

dimohonkan pengujian.

Pemohon mengajukan uji materiil terhadap :

UUD NRI Th. 1945 UU No 1 Th 1974 tentang

Perkawinan

Pasal 28 B ayat 1

“Setiap orang berhak membentuk

keluarga dan melanjutkan keturunan

melalui perkawinan yang sah “

Pasal 2 ayat 2

“Tiap-tiap perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku “

Pasal 28 B ayat 2

“Setiap anak berhak atas kelangsungan

hidup, tumbuh, dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi “

Pasal 43 ayat 1

“Anak yang dilahirkan di luar

perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya

dan keluarga ibunya “

Pasal 28 D ayat 1

“Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang

sama di hadapan hukum “

Page 73: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

63

Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan mengabulkan sebagian

permohonan para pemohon. Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan tidak dikabulkan

sebab perkawinan yang dicatatkan adalah untuk mencapai tertib administrasi.

Pencatatan secara administratif yang dilakukan Negara dimaksudkan

agar perkawinan, sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang

dilakukan oleh yang bersangkutan, yang berimplikasi terjadinya akibat

hukum yang sangat luas, di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti

yang sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan

pelayanan oleh Negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu

perkawinan dapat terselenggara secara tertib dan efisien. Artinya dengan

dimilikinya bukti otentik akta perkawinan, hak-hak yang timbul sebagai

akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik, karena tidak

diperlukan proses pembuktian yang memakan waktu, uang, tenaga, dan

pikiran yang lebih banyak, seperti pembuktian mengenai asal-usul anak

dalam pasal 55 UU perkawinan yang mengatur bahwa bila asal-usul anak

tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka mengenai hal itu akan

ditetapkan dengan putusan pengadilan yang berwenang. Pembuktian yang

demikian pasti tidak lebih efektif dan efisien bila dibandingkan adanya akta

otentik sebagai bukti.

Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan dikabulkan karena hubungan anak

dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya

ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian

adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak.

Page 74: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

64

Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur / administrasi perkawinannya,

anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak

demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar

perkawinan, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar

kehendaknya.

Komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan hampir

50 juta anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran karena berbagai sebab

antara lain karena pernikahan tidak sah atau tercatat di atau kawin siri, angka

ini hampir separuh dari total jumlah anak dibawah 5 tahun yang ada di

Indonesia. KPAI sangat mengapresiasi putusan MK beberapa waktu lalu yang

mengabulkan permohonan uji materiil atas pasal anak diluar pernikahan sah

dalam UU perkawinan.

Menurut ketua Komnas perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait,

perubahan pada Undang-undang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi ini

akan menjadi landasan hukum yang sah dalam memajukan upaya advokasi

bagi anak-anak diluar pernikahan yang sah untuk memperoleh hak

keperdataannya55

.

“Jadi putusan MK kemarin memberikan hak keperdataan yang selama

ini tidak diakui negara. Makanya akta lahirnya itu tidak mencantumkan nama

ayah. Dan tentu ini akan berimplikasi tidak mendapatkan “hak waris” dan

tidak bisa mencantumkan siapa bapaknya, nah..itukan merugikan anaknya.

Didalam konvensi PBB juga pengakuan keperdataan dalam bentuk identitas

55

Sirait Merdeka Aris, 2012. Analisis Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No. No.

46/PUU-VIII/2010, Tangga; 13 Februari 2012 Tentang Status Anak Luar Kawin

Page 75: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

65

nama dan kewarganegaraan itu harus diberikan oleh negara, tidak harus

bergantung pada sah tidaknya perkawinan. Tetapi juga sebagai hak konstitusi,

hak keperdataan, itu adalah hak yang sangat mendasar dan konstitusional”.56

Ketua Majelis Ulama Indonesia Umar Shihab juga menyambut baik

putusan MK ini, menurut Umar, putusan ini bisa menjadi dasar hukum bagi

hakim dalam memutuskan sengketa anak. Anak yang dilahirkan tanpa

memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak

adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Hukum harus memberi

perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak

yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang

dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan.

Berdasarkan uraian ini Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan ini harus dibaca,

“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya

yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau

alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk

hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. “Bagaimana tindakan notaris

apabila ada anak luar kawin/kuasa/walinya tersebut minta dibuatkan akta

keterangan waris sementara ada penyangkalan dari ahli waris yang sah?”

Dari sisi praktisi notaris yang berwenang untuk membuat suatu

keterangan waris, hal ini agak merepotkan, karena untuk membuat suatu

keterangan waris diharuskan untuk menerima bukti-bukti otentik berupa akta

56

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010

Page 76: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

66

kelahiran yang menyatakan bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari

hasil perkawinan kedua orangtuanya. Ada kekhawatiran didalam praktik

dimasyarakat, tiba-tiba akan bermunculan berbagai kasus sehubungan dengan

adanya tuntutan dari anak-anak luar kawin yang tidak/belum pernah diakui

oleh pewaris, yang menuntut bagian dari warisan tersebut.

Berdasarkan KUH Perdata dan UU

Perkawinan

Putusan MK Nomor 46/PUU-

VIII/2010

Surat Keterangan Hak Waris bisaanya

dibuat oleh Notaris yang berisikan

keterangan mengenai pewaris, para ahli

waris dan bagian-bagian yang menjadi

hak para ahli waris berdasarkan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

Anak Luar Kawin dalam BW dan KUH

Perdata bisa mendapat bagian waris

melalui proses pengakuan yang

ditetapkan oleh pengadilan. Walaupun

dengan adanya perbuatan hukum

pengakuan ini sang anak maksimal

mendapat 1/3 bagian waris.

Ketika pewaris meninggal, timbulah

warisan dan ahli waris. Keberadaan

Anak luar kawin berdasarkan

putusan MK ini dapat

membuktikan dengan ilmu

pengetahuan jika anak memiliki

hubungan darah dengan ayahnya.

Jika ia terbukti berdasarkan ilmu

pengetahuan merupakan anak

pewaris maka anak tersebut

mempunyai hak waris yang sama

besarnya dengan ahli waris

lainnya.

Peraturan pelaksana putusan MK

ini belum ada sehingga masih

terdapat kekosongan hukum

bagaimana anak luar kawin

Page 77: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

67

anak luar kawin yang sudah ditetapkan

pengadilan tetap akan mendapatkan

bagian waris. Apabila ahli waris lain

menolak, nama sang ahli waris (anak

luar kawin yang mendapatkan

pengakuan) sudah tercatat dan harus

dimasukkan dalam surat keterangan

waris.

Notaris akan mengecek terlebih dahulu

berapa jumlah ahli waris yang tercatat

oleh Negara. Dengan demikian jika ahli

waris di luar anak luar kawin yang

mendapat pengakuan menyangkal, surat

keterangan waris tidak dapat dibuat.

mendapat jaminan ia akan

mendapatkan warisannya.

Kemajuan yang dibuat putusan

MK ini setelah dilakukannya

pembuktian melalui ilmu

pengetahuan ahli waris lain tidak

dapat menyangkal keberadaan

anak luar kawin ini. Karena secara

ilmu pengetahuan anak luar kawin

ini adalah anak dari pewaris.

Surat keterangan waris dapat

dibuat namun dapat terjadi

permasalahan dalam administrasi

pengurusan surat keterangan

waris.

Menurut analisis penulis berdasarkan ulama mazhab fiqih yang empat

sepakat menyatakan bahwa nasab merupakan pertalian kekeluargaan

berdasarkan hubungan darah, baik ke atas, kebawah, maupun kesamping.

Nasab juga sebagai dasar fondasi yang kuat dalam membina dan melestarikan

keutuhan kehidupan manusia, sebab pada hakikatnya nasab juga merupakan

nikmat dan karunia besar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Oleh

karena itu, nasab harus dijaga kemurniannya. Disamping itu, nasab juga

Page 78: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

68

merupakan persoaalan pokok kaitannya dengan struktur hukum keluarga yang

lain, seperti hak hadhanah, nafkah, hukum kewarisan, dan masalah perwalian.

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan timbulnya hubungan

nasab antara anak dengan orangtuanya, baik ayah maupun ibu. Dalam hal ini

ulama mazhab fiqih yang empat sepakat menyatakan bahwa nasab anak

kepada ibu kandungnya bisa disebabkan oleh adanya kelahiran, baik

didasarkan atas pernikahan maupun di luar akad pernikahan. Hal ini bisa

terjadi sebab disehubungan nasab yang bisa diperhitungkan secara yuridis

adalah nasab anak kepada ayah kandungnya,bukan kepada ibu kandung,

sehingga bisa dikatakan bahwa budaya masyarakat Islam adalah “patrilineal”,

yaitu masyarakat yang mengutamakan garis keturuna dari pihak ayah.

Adapun nasab anak kepada bapak kandungnya bisa ditetapkan melalui tiga

faktor, yaitu melalui pernikahan yang sah, pernikahan fasid, dan melalui

hubungan badan dengan syubhat. ketiga hal tersebut telah disepakati sebagai

faktor-faktorpembentuk nasab anak kepada ayah kandung nya.

Nasab adalah nikmat dan karunia besar yang diberikan Allah kepada

hambanya, di mana ia hanya bisa ditimbulkan melalui cara dan jalan yang

diizinkan Allah, yaitu pernikahan, bukan melalui perzinahan yang statusnya

sebagai tindak pidana atau jarimah, sebab pelaku tindak pidana hanya layak

mendapatkan hukuman bukan memperoleh nasab yang merupakan mikamt

dari Allah.57

Putusan MK terkait anak yang dilahirkan di luar pernikahan, sebagai

bentuk dikabulkannya permohonan uji materi atas pasal 43 ayat (1) UU

57

M.Nurul Ifan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam (Jakarta : AMZAH, 2013)

hal.216.

Page 79: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

69

perkawinan, walaupun kontroversi dan bahkan menimbulkan polemik

berkepanjangan, namun hal ini harus diakui sebagai gebrakan atau terapi

kejut bagi dinamisasi hukum keluarga Islam di Indonesia.

Hal ini penulis temukan pada fatwa MUI No. 11 tahun 2012 tentang

kedudukan anak hasil zina dan perlakuan terhadapnya melalui ketentuan

hukum :

1. Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah, waris, dan

nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.

2. Anak hasil zina hanya mempunyai hubungan nasab, waris, dan nafaqah

dengan ibunya dan keluarga ibunya.

3. Anak hasil zina tidak menanggung dosa perzinaan yang dilakukan oleh

orang yang mengakibatkan kelahirannya.

4. Pezina dikenakan hukuman hadd oleh pihak yang berwenang, untuk

kepentingan menjaga keturunan yang sah (hifzh al-nasl).

5. Pemerintah berwenang menjatuhkan hukuman takzir lelaki pezina yang

mengakibatkan lahirnya anak dengan mewajibkan:

a. Mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut;

b. Memberikan harta setelah ia meninggal melalui wasiat wajibah.

6. Hukuman sebagaimana dimaksud nomor 5 bertujuan melindungi anak,

bukan untuk mensahkan hubungan nasab antara anak tersebut dengan

lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.

Fatwa MUI tentang kedudukan anak hasil zina dan perlakuan

terhadapnya sungguh sebagai sebuah fatwa yang sangat arif, bijak,

Page 80: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

70

akomodatif, dan inspiratif bagi perkembanga dan dinamisai hukum Islam

Indonesia, bukan hanya bidang hukum keluarga, tetapi juga merambah pda

bidang hukum pidana Islam. Fatwa ini juga sebagai jawaban dan sekaligus

jalan keluar terbaik bagi semua pihak, bahkan bisa sebagai masukan sangat

berarti bagi pemerintah untuk segera membuat PP atau bahkan PERMA

terkait putusan MK tentang anak yang lahir diluar perkawinan.

Page 81: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan

anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawinan yang sah berdasarkan pasal 42, sedangkan pasal 43 Ayat (1)

anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ayat (2) kedudukan anak

tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam peraturan

pemerintah. Pada pasal 44 Ayat (1) seorang suami dapat menyangkal

sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan

bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan

tersebut. Ayat (2) pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya

anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.

2. Sebelum adanya putusan MK No 46/PUU-VIII/2010, anak dari hasil luar

nikah hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan

keluarga ibunya. Sedangkan setelah adanya putusan MK No 46/PUU-

VIII/2010, anak dari hasil luar nikah tidak hanya memiliki hubungan

perdata dengan ibu dan keluawarga ibunya, akan tetapi dapat pula

memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya jika mendapat pengakuan

dari ayah biologisnya atau dapat di buktikan dengan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Page 82: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

72

3. Dalam terkait status anak luar nukah menurut fiqih dalam hal ini sangat

terkait dengan hukum menikah wanita hamil. Mazhab Syafi’I menyatakan

sah-sah saja dilakukan pernikahan dengan pasangan zina sang perempuan

tapi makruh hukumnya untuk berhubungan intim sampai perempuan itu

melahirkan. Mazhab Hanafi menyebutkan sah akad nikahnya, namun

haram berhubungan intim sampai dengan melahirkan dan melewati masa

nifas. Sedangkan Hambali dan Maliki serta ulama Madinah menyatakan

secara tegas haram menikahkan pasangan tersebut dan menunggu sampai

melahirkan. Terkait dengan kedudukan anak luar nikah, perspektif fiqih

dan menjelma menjadi kesepakatan dalam hukum islam bahwa anak luar

nikah tidak dianggap sebagai anak sah karena itu berakibat hukum : tidak

adanya hubungan nasab kepada laki-laki yang mencampuri ibunya secara

tidak sah, secara yuridis formal ayah tidak wajib menafkahkan meski

secara biologis dan geneologis. tidak saling mewarisi, tidak dapat menjadi

wali bagi anak luar nikah.

B. Saran

1. Di harapkan kepada seluruh masyarakat khususnya yang ada di Pohuwato,

jangan sekali-kali melakukan perkawinan yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan karena akan menimbulkan ketidak pastian

hukum, dalam hal ini yang disebut perkawinan siri yang tentunya banyak

merajalela dikalangan masyarakat saat ini.

2. Mengingat banyaknya nikah siri di kalangan masyarakat, khususnya di

daerah Pohuwato, maka kepada Pemerintah kiranya dapat lebih aktif

Page 83: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

73

dalam melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum tentang nikah siri dan

dampaknya bagi anak. Karena dampak dari pernikahan ini sangatlah

merugikan khususnya buat anak yang dilahirkan dari pernikahan siri

nantinya.

3. Karena pada realitanya perkawinan siri ini susah untuk di hilangkan pada

kebiasaan masyarakat populer saat ini ataupun akan datang, di tambah lagi

sudah terbitnya putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 mengenai revisi

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 43 ayat 1. Maka diharapkan

kepada aparat pemerintah agar dapat membuat aturan yang pasti mengenai

perkawinan siri.

Page 84: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

74

DAFTAR PUSTAKA

Al Barry, Zakariya Ahmad, Hukum Anak-Anak Dalam Islam. Penerjemah

Chadijah Nasution, Jakarta: Bulan Bintang, 1977

Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi, Kamus Kontemporer Arab Indonesia,

Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996

Ali, Syihabuddin Ahmad Ibnu, Fath al-Bary, Kairo : Musthafa al-Babi al-

Halabiy, 1378 H/ 1959M

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006

Aris Sirait Merdeka, 2012. Analisis Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

No. No. 46/PUU-VIII/2010, Tangga; 13 Februari 2012 Tentang Status

Anak Luar Kawin

Asar, Cut, " Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina" dalam Chuzaimah T.

Yanggo dan Hafiz Anshary (ed), Problematika Hukum Islam

Kontemporer, cet.III Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Perkembangan Bahasa, Balai Pustaka, 1998

Djamali, R. Abdul, Hukum lslam, Madar Maju, Bandung, 2002

Djamil, Fathurrahman, Pengakuan Anak Luar Kawin dan Akibat Hukumnya

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

Fachruddin, Fuad Mod., Masalah Anak Dalam Hukum Islam: Anak Kandung,

Anak Tiri, Anak Angkat dan Anak Zina, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,

1991

_______________., Masalah Anak dalam Hukum Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1991

Habib, Al-Basri, Abu al-Hasan 'Ali ibn Muhammad ibn, Al-Mawardi, al-Nukad

wa al-'Uyun: Tafsir al-Mawardi, ed. Ibn 'Abd al-Rahim, jilid.IV, Beirut:

Dar al-Kutub al'Ilmiyyah-Muassasah al Kutub al- Saqafiyah,t.th

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan

Hukum Adat-Hukum Agama, Bandung, CV Mandar Maju, 1990

Haerusuko, Anak di luar Perkawinan, makalah pada Seminar Kowani, Jakarta,

pada tanggai 14 Mei 1996, dikutip dari Abdul Manan, Aneka Masalah

Hukum Perdata Islam Di Indonesia

Page 85: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

75

Hamid, Zahri, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Isalam dan Undang-undang

Perkawinan di Indonesia, Bandung, Bina Cipta, 1976

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz. XXI-XXII, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1988

Hasan, Ayyub, Fikih Keluaraga, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Maret 2004

Hazairin, Tinjauan mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974,

Jakarta, Tinta Mas, 1975

I. Doi, Abdur Rahman, Hudud dan Kewarisan (Syariah II). Penerjemah Zainuddin

dan Rusydi Sulaiman, cet.I, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996

Ifan M.Nurul, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam Jakarta : AMZAH

Jauhari, Iman, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan

Peraturan Penindang-imdangan, Medan: Pusataka Bangsa, 2008

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kairo: Maktabah al-Dakwah al-

Islamiyah Shabab al-Azhar, 1990

Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta:

Kencana Prenada, 2006

Mugniyah, Muhammad Jawad, Al Ahwal al-Syakhsiyyah a'la Mazahibil Al-

Khamsnh , jilid .VI, Beirut: Dar al-'Ilm, Lil Malayin, t.th

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal

100 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam.

Prakoso, Djoko, Azas-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta, Bina

Aksara,1987

Prodjodikoro, R. Wirjono, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung: Bumi

Putera, 1991

Prodjohamijojo, Martiman, Hukum Perkawinan Indonesia, cet.II, Jakarta:

Indonesia Legal Center Publishing, 2007

Satrio, J., Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur'an, Bandung : Mizan, 2000

_______________, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an,

jilid XV, Jakarta: Lentera Hati, 2004

Page 86: ANAK LUAR NIKAH DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27878/1/AHMAD... · a sehingga menjadi lebih layak dan berarti. Semoga kemudahan

76

Subekti, Pokok-Pokok hukum Perdata Jakarta : Pt intermasa 2001

Supriadi, Wila Chandrawita, Agama dan Kepercayaan, Projustitia 3 Juli 1997

Susetyo, Yuli Fajar, Mengembangkan Perilaku Mengajar Yang Humanis, Jakarta:

Warta Hukum dan Perundang-Undangan Vol. 8 No. 2, 2007

Suwarah, Abi 'Isa Muhammad Ibn 'Isa Ibn, Al-Jami al-Shahih Wa Huwa Sunan

al-Turmudzi, "Kitab Nikah", bab "al Ja'a Fi a- Rajuli Yasytani al-Jariyata

Wahiya Hamil", jilid.III, Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th

Tahido, Huzaemah, Kedudukan Anak diluar Nikah Menurut Hukum Islam,

Jakarta: Makalah, K.OWANI

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di

Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Prektek, Jakarta, Sinar Grafika,

1991