47
BAB 1 PENDAHULUAN Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (RespiratoryDistress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli (Budiawan, 2008). Sindrom gawat napas neonates (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS) merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak ditemukan pada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu (Tobing, 2004). Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 1

anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rds

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUANSindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (RespiratoryDistress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli (Budiawan, 2008).Sindrom gawat napas neonates (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS) merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak ditemukan pada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu (Tobing, 2004). Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Gejala dan tanda klinis yang ditemui pada SGNN adalah: dispneu, merintih (grunting), takipneu (pernafasan lebih 60x/menit), retraksi dinding toraks dan sianosis. Gejala gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah lahir dengan derajat yang berbeda, tetapi biasanya gambaran sindrom gawat nafas sudah nyata pada usia 4 jam.

Adapun penatalaksanaan pada bayi dengan RDS adalah dengan pemberian ventilasi mekanis dan pemberian surfaktan. Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan permukaan alveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan transpulmonal yang rendah. Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas saat ekspirasi dan memungkinkan tekanan yang lebih rendah untuk mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihan dari paru-paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat surfaktan mengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan nafas dan kerja pernafasan. Terapi surfaktan diberikan pada kedaan defisiensi surfaktan pada bayi premature seperti pada hyaline membrane disease (HMD) (Effendi dan firdaus, 2010). BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian Sindrom Distres Nafas

Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (RespiratoryDistress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi (Budiawan, 2008).

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrome gangguan napas.2.1.2 Epidemiologi Sindrom Gagal Nafas

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum (Tobing, 2004).

Sindrom gawat napas neonates (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS) merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak ditemukan pada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu (Tobing, 2004).Sedangkan menurut Etika dan kawan kawan sindrom gawat nafas pada neonatus terjadi 50% pada bayi berukuran berat badan dibawah 1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS (Etika et al., 2005).2.1.3 Etiologi

Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena : Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral). Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru). Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika).Penyebab terseringnya adalah penyakit membrane hialin. Penyakit membran hialin pada bayi kurang bulan (BKB) terjadi karena pematangan paru yang belum sempurna akibat kekurangan surfaktan. Tanpa surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada akhir ekspirasi, sehingga menyebabkan gagal nafas pada neonatus.1-12. Berbagi faktor ibu dan bayi berperan sebagai faktor risiko untuk terjadinya PMH pada BKB namun sebagian di antaranya masih kontroversial.2.1.4 Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya. Ketidak mampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelaktasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmomary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.

Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan Metabolisme anareobik. RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.2.1.5 Manifestasi klinis

Gejala dan tanda klinis yang ditemui pada SGNN adalah: dispneu, merintih (grunting), takipneu (pernafasan lebih 60x/menit), retraksi dinding toraks dan sianosis.1-12 Gejala gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah lahir dengan derajat yang berbeda, tetapi biasanya gambaran sindrom gawat nafas sudah nyata pada usia 4 jam.Tanda yang hampir selalu didapat adalah dispneu yang akan diikuti dengan takipneu, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding toraks, dan sianosis1-2 Diagnosis dini dapat ditegakkan bila telah ada gambaran sindrom tersebut, terlebih lagi bila disertai dengan adanya faktor-faktor risiko.10 Faktor faktor risiko yang dapat kita pertimbangkan untuk meramalkan terjadinya SGNN adalah prematuritas, masa kehamilan, jenis kelamin, ras, riwayat kehamilan sebelumnya, bedah kaisar, diabetes, ketuban pecah lama, penyakit ibu.1-3,6,7 Gambaran radiologis kelainan paru pada PMH dibagi atas 4 derajat yaitu derajat 1 pola retikulogranular (PRG), derajat 2 bronkogram udara (BGU), derajat 3 sama dengan derajat 2 namun lebih berat dengan mediastinum melebar, derajat 4 kolaps seluruh paru sehingga paru tampak putih (white lung). Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan rasio L/S (lecithin sphingomyelin ratio) yang dilakukan pada air ketuban yang diperoleh dengan cara amniosentesis, atau dari aspirasi trakea dan lambung, dan deteksi fosfatidil gliserol yang menunjukkan kematangan paru (tobing, 2004).2.1.6 Klasifikasi sindrom gagal nafas

Sindrom gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :

1. Gangguan napas beratDikatakan gangguan napas berat bila frekuensi napas dari 60 kali/menit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi

2. Gangguan napas sedang

Dikatakan gangguan napas sedang apabila pemeriksaan dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral

3. Gangguan napas ringan

Dikatakan gangguan napas ringan apabila frekuensi napas 60-90 kali/menit tanda tarikan dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral2.1.7 Diagnosis BandingKondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari penyakit membran hialin adalah sebagai berikut: Kelainan metabolik Kelainan hematologik Kebocoran udara paru Anomali kongenital dari paru-paruAntara diagnosis differensial RDS adalah:

Anemia, akut Sindrom Aspirasi Reflux gastroesofageal Hipoglikemia Pneumomediastinum Pneumonia Pneumotoraks Polisitemia Sindrom Kematian Bayi Mendadak Takipnea Transien dari Bayi2.18KomplikasiKomplikasi akut dari penyakit membran hialin termasuk sebagai berikut: Ruptur alveolar Infeksi Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular Patent ductus arteriosus (PDA) dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan Perdarahan paru-paru

Necrotizing enterocolitis (NEC) dan / atau perforasi gastrointestinal (GI) Apnea pada bayi prematurKomplikasi kronis penyakit membran hialin meliputi: Bronchopulmonary dysplasia (BPD) Retinopati pada bayi prematur (RBP) Gangguan neurologisRuptur alveolar

Diduga terjadi kebocoran udara (misalnya, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstisial, pneumotoraks) ketika bayi dengan penyakit membrane hialin tiba-tiba memburuk dengan hipotensi, apnea, atau bradikardia atau ketika asidosis metabolik menjadi persisten.InfeksiInfeksi dapat mempersulit penatalaksanaan penyakit membrane hialin dan dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk kegagalan untuk memperbaiki, pemburukan secara tiba-tiba, atau perubahan jumlah sel darah putih atau trombositopenia. Juga, prosedur invasif (misalnya, venipuncture, insersi kateter, penggunaan peralatan pernapasan) dan penggunaan steroid pasca kelahiran memberi akses untuk organisme menyerang hos dengan kekebalan tubuh yang sudah terkompromi.Dengan munculnya terapi surfaktan, bayi kecil dan sakit dapat bertahan, dengan peningkatan insiden terjadi septikemia sekunder bagi staphylococcal epidermidis dan / atau infeksi candida. Ketika septicaemia dicurigai, lakukan kultur darah dari 2 lokasi dan pemberian antibiotik yang tepat sampai hasil kultur diperoleh.Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikularPerdarahan intraventricular diamati pada 20-40% bayi prematur, dengan frekuensi yang lebih besar pada bayi dengan penyakit membrane hialin yang membutuhkan ventilasi mekanik. Ultrasonografi kranial dilakukan pada minggu pertama dan selanjutnya seperti yang diindikasikan pada neonatus prematur yang lebih muda dari usia kehamilan 32 minggu. Profilaksis terapi indometasin dan steroid antenatal telah menurunkan frekuensi perdarahan intrakranial pada pasien dengan RDS. Hypokarbia dan korioamnionitis dikaitkan dengan peningkatan leukomalacia periventrikular.Patent ductus arteriosus dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan Pirau ini dapat mempersulit perjalanan penyakit membrane hialin, terutama pada bayi yang disapih cepat setelah terapi surfaktan. Bayi diduga mempunyai patent ductus arteriosus (PDA) pada setiap bayi yang mengalami perburukan setelah perbaikan awal atau mempunyai sekret trakeal yang berdarah. Meskipun membantu dalam diagnosis PDA, murmur jantung dan tekanan nadi yang lebar tidak selalu jelas pada bayi yang kritis. Ekokardiogram memungkinkan dokter untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tatalaksana PDA dengan ibuprofen atau indometasin, yang dapat diulang selama 2 minggu pertama jika PDA membuka kembali. Dalam insiden penyakit membrane hialin yang refraktori atau pada bayi yang memiliki kontraindikasi terapi medis, dilakukan operasi penutupan PDA.Perdarahan paruKejadian perdarahan paru meningkat pada bayi prematur kecil, terutama setelah terapi surfaktan. Tingkatkan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) pada ventilator dan berikan epinefrin intratrakeal untuk mengelola perdarahan paru. Pada beberapa pasien, perdarahan paru mungkin terkait dengan PDA; perdarahan paru pada individu tersebut harus segera mengobati. Necrotizing enterocolitis dan / atau perforasi GIPada setiap bayi dengan temuan abdominal abnormal pada pemeriksaan fisik dicurigai menderita NEC dan / atau perforasi gastrointestinal. Radiografi perut membantu dalam mengkonfirmasikan adanya penyakit tersebut. Perforasi spontan (tidak harus sebagai bagian dari NEC) kadang terjadi pada bayi prematur yang sakit kritis dan telah dikaitkan dengan penggunaan steroid dan / atau indometasin.Apnea prematuritasApnea prematuritas adalah umum pada bayi belum matang, dan insiden telah meningkat dengan terapi surfaktan, mungkin karena ekstubasi dini. Tatalaksana apnea prematuritas dengan metilxantin (kafein) dan / atau tekanan aliran udara yang positif melalui nasal (CPAP) atau dengan ventilasi yang dibantu pada insiden yang refraktori. Septikemia, kejang, refluks gastroesophageal, dan penyebab metabolik dan lainnya harus disingkirkan pada bayi prematur dengan apnea.Bronkopulmonary displasiaBPD adalah penyakit paru-paru kronis yang didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen pada usia kehamilan 36 minggu yang sudah dikoreksi. BPD terkait langsung dengan volume tinggi dan / atau tekanan yang digunakan untuk ventilasi mekanis atau untuk mengelola infeksi, peradangan, dan kekurangan vitamin A. Insiden BPD meningkat pada usia kehamilan yang semakin rendah. Penggunaan terapi surfaktan postnatal, ventilasi yang tidak berlebihan, vitamin A, steroid dosis rendah, dan inhalasi oksida nitrat dapat mengurangi keparahan BPD. Retinopati pada bayi prematur (RBP)

Bayi dengan penyakit membran hialin yang memiliki nilai tekanan parsial oksigen (PaO2) lebih dari 100mm Hg mempunyai resiko tinggi untuk menderita RBP. Oleh karena itu, harus dipantau ketat PaO2 dan dijaga agar nilai PaO2 tetap pada 50-70mm Hg. Meskipun oksimetri nadi digunakan pada semua bayi prematur, ia tidak membantu dalam mencegah RBP. Gangguan neurologisGangguan neurologis terjadi pada sekitar 10-70% dari bayi dan berhubungan dengan usia kehamilan bayi, tingkat dan jenis patologi intrakranial, dan apa adanya hipoksia dan infeksi. Cacat pendengaran dan penglihatan dapat menganggu perkembangan pada bayi yang menderita penyakit tersebut. Pasien dapat mengembangkan ketidakmampuan belajar yang spesifik dan perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, bayi ini harus ditindaklanjuti secara berkala untuk mendeteksi bayi yang mempunyai gangguan neurologis, dan dapat dilakukan intervensi yang tepat.2.1.7 Penatalaksanaan

Pencegahan

1. Kortikosteroid antenatal. National Institutes of Health Consensus Development Conference pada tahun 1994 tentang efek kortikosteroid untuk pematangan janin pada hasil perinatal menyimpulkan bahwa kortikosteroid antenatal mengurangi risiko kematian, PMH, dan intraventricular hemorrhage (IVH). Penggunaan betametason antenatal untuk meningkatkan kematangan paru janin sekarang telah dilaksanakan dan umumnya dianggap sebagai standar perawatan. Regimen glukokortikoid yang direkomendasikan terdiri dari pemberian dua dosis betametason 12 mg yang diberikan intramuskuler 24 jam secara terpisah kepada ibu. Deksametason tidak lagi dianjurkan karena peningkatan risiko leukomalacia periventrikular kistik pada bayi yang sangat prematur yang mengalami efek obat sebelum lahir (Baud et al, 1999).2. Beberapa tindakan pencegahan dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi beresiko untuk PMH dan termasuk ultrasonografi antenatal untuk penilaian lebih akurat usia kehamilan dan kesejahteraan janin, pemantauan janin secara berterusan untuk mendokumen kesejahteraan janin selama persalinan atau tanda-tanda perlunya intervensi saat gawat janin ditemukan, agen tokolitik yang mencegah dan mengobati persalinan prematur, dan penilaian kematangan paru janin sebelum persalinan (rasio lesitin-sphingomyelin [LS] dan phosphatidylglycerol) untuk mencegah prematuritas iatrogenik.Terapi Pengganti Surfaktan Surfaktan dibentuk oleh pneumosit alveolar tipe II dan disekresikan kedalam rongga udara pada usia kehamilan sekitar 22 minggu. Komponen utama surfaktan adalah fosfolipid, sebagian besar terdiri dari dipalmitylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksositosis dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe II dan mielin tubuler. Pembentukan mielin tubuler tergantung pada ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan lapisan tunggal berasal dari mielin tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran nafas kecil selama ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan volume paru. Surfaktan juga berperan dalam mekanisme pertahanan paru dengan meningkatkan mucociliary clearance.Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan permukaan alveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan transpulmonal yang rendah. Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas saat ekspirasi dan memungkinkan tekanan yang lebih rendah untuk mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihan dari paru-paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat surfaktan mengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan nafas dan kerja pernafasan. Terapi surfaktan diberikan pada keadaan defisiensi surfaktan pada bayi premature seperti pada hyaline membrane disease (HMD), neonatal lung injury yang tidak berhubungan dengan prematuritas, seperti hernia diafragma kongenital, dan meconeum aspiration syndrome (MAS). Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paruparu domba atau babi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan dapat menurunkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation pada neonatus yang mengalami kegagalan nafas. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau lebih (effendi dan firdaus, 2010). Dukungan Pernapasan1. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik adalah terapi andalan untuk bayi dengan RDS yang mengalami antaranya apnea atau hipoksemia dengan asidosis respiratorik yang berkembang. Ventilasi mekanis biasanya dimulai dengan kadar 30-60 napas/menit dan rasio inspirasi-ekspirasi 1:2. Sebuah PIP awal 18-30 cm H2O digunakan, tergantung pada ukuran bayi dan keparahan penyakit. Sebuah PEEP dengan 4-5 cm H2O menunjukkan hasil oksigenasi yang meningkat, mungkin karena membantu dalam pemeliharaan dari FRC yang efektif. Tekanan terendah yang memungkinkan dan konsentrasi oksigen inspirasi diselenggarakan dalam upaya untuk meminimalkan kerusakan pada jaringan parenkim. Ventilator dengan kapasitas untuk menyinkronkan upaya pernafasan dapat mengurangi barotrauma. Penggunaan awal HFOV telah menjadi semakin populer dan merupakan modus ventilator yang sering digunakan untuk bayi berat badan lahir rendah (Gerstmann et al, 1996; Plavka et al, 1999).2. CPAP dan nasal synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV). Nasal CPAP (NCPAP) atau nasopharyngeal CPAP (NPCPAP) dapat digunakan dini untuk menunda atau mencegah kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Untuk meminimalkan cedera paru-paru berhubungan dengan intubasi dan ventilasi mekanis, telah ada minat baru dalam menggunakan CPAP sebagai strategi pengobatan awal untuk mengobati PMH bahkan pada bayi berat badan lahir sangat rendah. Di beberapa pusat, praktik ini telah telah digunakan dengan sukses dan menghasilkan penurunan insiden BPD (Aly, 2001; De Klerk & De Klerk, 2001; Van Marter et al, 2000). Selain itu, pengobatan dini dengan surfaktan, yang dikelola selama periode singkat intubasi diikuti oleh ekstubasi dan penerapan NCPAP semakin sedang digunakan di Eropa. Pendekatan ini telah digunakan pada bayi prematur usia kehamilan