Upload
dianthe10
View
106
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
anal gesek
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah narkotik sering digunakan dalam hubungannya dengan golongan obat
ini, dan istilah ini merupakan istilah yang tepat karena narcosis berarti juga sebagai
statu keadaan stupor atau keadaan penurunan kesadaran. Sedangkan istilah opiat dan
analgesik opioid merupakan istilah yang lebih tepat, karena termasuk obat yang
menghilangkan nyeri tanpa menyebabkan tidur atau kehilangan kesadaran.
Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek sampingnya, Analgetika
dibedakan dalam dua kelompok, yaitu :
1. Analgetika Opioid (Analgetika yang berkhasiat kuat dan bekerja pada sistem
saraf pusat).
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang
lain,golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri.
Yang termasuk golongan obat opiod ialah :
-obat yang berasal dari opium-morfin
- senyawa semisintetik morfin
- senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Obat yang mengantagonis efek opioid disebut antagonis opioid. Reseptor
tempat terikatnya opioid di sel otak disebut reseptor opioid. Atas dasar kerjanya pada
reseptor opioid maka obat- obat yang tergolong opioid dibagi menjadi :
1. Agonis opioid menyerupai morfin, yaitu yang bekerja sebagai
agonis terutama pada reseptor µ, dan mungkin pada reseptor k ( contoh :
morfin)
2. Antagonis opioid , yaitu yang tidak memiliki aktivitas agonis
pada semua reeseptor ( contoh : nalokson)
3. Opioid dengan kerja campur :
Agonis- antagonis opioid, yaitu yang bekerja sebagai
agonis pada beberapa reseptor dan sebagai antagonis atau agonis lemah
pada reseptor lain ( contoh : nalorfin, pentazosin)
Agonis parsial (contoh : buprenorfin)
1
2. Analgetika Non Opioid
Efek analgetika golongan Non opioid ini jauh lebih lemah daripada efek
analgetika opiat. Tetapi berbeda dengan opiat, golongan ini tidak menimbulkan adiksi
(ketagihan) dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.
Analgetika Non opioid ini bekerja pada perifer dengan sifat antipiretik, antiinflamasi
dan antirematik. Golongan analgetika ini memiliki spektrum kerja yang mirip satu
sama lain walaupun struktur kimianya berbeda-beda.
Secara umum, analgesik non opioid dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
yaitu:
1) Turunan anilin, yaitu: fenasetin dan parasetamol.
2) Salisilat, yaitu: asetosal, salisilamida, benorilat,dan salsalat.
3) Penghambat prostaglandin/antiinflmasi non steroid (AINS), yaitu: diklofenak,
fenklofenak, fenoprofen, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam tioprofenat,
indometasin, sulindak, tolmetin, asam mefenamat, piroksikam dan tenoksikam.
4) Turunan asam antranilat, yaitu: asam niflumat, glafenin, dan floktafenin.
5) Turunan pirazolon, yaitu: aminofenazon, propifenazon, oksifenbunazon dan
metamizol.
2
PETHIDINE
Sinonim:
Isonipecaine,Meperidine
Chemical data
Formula C15H21N O 2
Mol.
weight247.33
Pharmacokinetic data
Bioavailab
ilityvariable
Protein
binding65-75%
Metabolis
mLiver
Half life 3-5 hours
Excretion Renal
Therapeutic considerations
Pregnancy
cat. C(AU) C(US)
Legal
statusS8(AU) Class
A(UK) Schedule II(US)
Routes oral, IV, IM
3
Rumus kimia Pethidine
Pethidine adalah obat analgesic ( pereda nyeri) juga sebagai obat anti
spasmodic,dimana obat ini akan membantu relaksasi. Sebenarnya pethidine ini mirip
dengan morphin karena merupakan bentuk sintetis dari morphin
Kelas obat
Narcotic agonist analgesic
4
Mekanisme Kerja Pethidine
Bekerja agonist spesifik pada reseptor opioid di CNS untuk produksi
analgesia,euphoria,sedasi. Reseptor ini menghasilkan efek yang sama pada dari
peptida opioid endogen seperti enkephalin,endofrin dan dinorfin.
Efek dari Pethidine
1. Menghilangkan rasa nyeri(oral, parenteral)
2. Tindakan Preoperasi, pemberian anesthesia, untuk menolong persalinan
(parenteral)
Kontraindikasi Pethidine
1. hypersensitivitas terhadap narkotik
2. diare karena keracunan
3. Bronchial asthma, COPD, cor pulmonale, respiratory depression,
anoxia
4. Kyphoscoliosis
5. Acute alcoholism
6. Increased intracranial pressure
7. Pregnancy
Efek merugikan Pethidine
CNS: pusing, rasa malas, sedation, euphoria, dysphoria, delirium, insomnia,
agitation, anxiety, ketakutan, halusinasi, disorientation, mengantuk, lethargy,
gangguan mental dan fisik, koma, perubahan perasaan, capek, sakit kepala,
tremor, convulsions, miosis, visual disturbances, menekan reflex batuk
GI: Nausea, vomiting, mulut kering, anorexia, konstipasi, spasme saluran
empedu, meningkatkan motilitas colon pada pasien dengan ulkus colon kronis
CV: wajah kemerahan, kolaps sirkulasi perifer, tachycardia, bradycardia,
arrhythmia, palpitations, kaku dinding dada, hypertension, hypotension,
orthostatic hypotension, syncope
5
GU: spasm uretra, spasm sphincter dari vesica urinaria, retensi urine, oliguria,
antidiuretic, mengurangi libido
Kulit: Pruritus, urticaria, laryngospasm, bronchospasm, edema
Local: iritasi jaringan dan induration (SC injection)
Bahaya utama : depresi pernapasan, apnea, depresi sirkulasi, gagal napas,
shock, gagal jantung
Lainnya: berkeringat, ketergantungan secara psikologis.
FARMAKODINAMIK
Pemakaian obat ini akan menimbulkan beberapa efek pada beberapa tempat, antara
lain :
Susunan saraf pusat akan menimbulkan efek analgesia, sedasi , euforia,
depresi napas dan efek sentral lain.
1. Analgesia
Efek analgetik mulai timbul 15 menit setelah pemberian oral dan
mencapai puncak dalam 2 jam. Akan tetapi pemberian subkutan atau
intramuskulus akan memberi efek lebih cepat yakni dalam 10 menit,
mencapai puncak dalam waktu 1 jam dan masa kerjanya 3- 5 jam.
2. Sedasi, euforia dan eksitasi
Pada dosis ekuianalgesik, sedasi yang terlihat sama dengan sedasi pada
morfin. Berbeda dengan morfin, dosis toksik meperidine kadang- kadang
menimbulkan perangsangan SSP misalnya termor, kedutan otot dan
konvulsi. Dimana efek ini disebabkan oleh metabolitnya yaitu
normeperidine. Pemberian meperidine pada pasien yang menderita nyeri
atau cemas akan menimbulkan euforia.
3. Saluran Napas
Dimana menimbulkan depresi napas sama kuat dengan morfin dan
mencapai puncaknya dalam 1 jam setelah suntikan IM. Kedua obat ini
menurunkan kepekaan pusat napas terhadap CO2 dan mempengaruhi
pusat yang mengatur irama napas dalam pons.
4. Efek neural lain
Pemberian secara sistemik menimbulkan anestesia kornea,dengan
akibatnya menghilangkan reflex kornea. Tetapi tidak mempengaruhi
diameter pupil dan reflex pupil.
6
Sistem kardiovaskuler
Dapat menaikkan kadar CO2 darah akibat depresi napas; kadar CO2 yang tinggi
ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak sehingga timbul kenaikkan
tekanan cairan serebrospinal
Otot polos
* saluran cerna
Efek spasmogenik meperidin terhadap lambung dan usus kecil lebih lemah
daripada morfin. Menimbulkan spasme saluran empedu. Karena tidak
menimbulkan konstipasi sekuat morfin sehingga tidak berguna untuk
pengobatan simtomatik diare
* otot bronkus
Dalam dosis besar menimbulkan bronkokonstriksi
* ureter
Menyebabkan peristaltik ureter berkurang karena disebabkan berkurangnya
produksi urin akibat dilepaskannya ADH dan berkurangnya laju filtrasi
glomerulus
* uterus
Dosis terapi yang diberikan sewaktu partus tidak memperlambat kelangsungan
partus dan tidak mengubah kontraksi uterus. Meperidin tidak menganggu
kontraksi atau involusi uterus pasca persalinan dan tidak menambah frekuensi
pendarahan pasca persalinan
FARMAKOKINETIK
Absorpsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi
kecepatan absorpsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam
plasma dicapai dalam 45 menit.
Setelah pemberian secara oral,sekitar 50% obat mengalami metabolisme lintas
pertama dan kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam.
Setelah pemberian intravena,kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2
jam pertama,kemudian penurunan berlangsung dengan lambat.
Kurang lebih 60 % meperidine dalam plasma terikat protein. Metabolismenya
berlangsung didalam hati. Pada manusia meperidine mengalami hidrolisis menjadi
asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. N-demetilasi
7
menghasilkan normeperidin, yang kemudian dihidrolisis menjadi asam
normeperidinat, dan seterusnya asam ini dikonjugasi pula. Masa paruh meperidin ± 3
jam.
Antrain
Antrain atau zat yang mmpunyai nama lain metamizole [2,3-dihydro-1,5-
dimethyl-3-oxo-2-phenyl-1H-pyrazol-4-yl methylamino] methanesulfonate.
Metamizole adalah analgesik non-opiad yang sangat efektif jika dibandingkan
dengan dipyrone, analgin, dan novalgin, dan memiliki efek samping seperti derivat
pirazolone. Belakangan ini metamizole dalam pemakaiannya dikombinasikan dengan
agen spasmolitik.selain memiki efek analgesik yang kuat, obat ini ternyata juga
memiki efek antipiretik dan spasmolitik, tanpa pengaruh pada anticholinergiknya.
Efek spasmolitik bekerja pada otot polos seperti spincter oddi, tractus urinarius,
kantung empedu seperti efek yang ditimbulkan oleh butilscopolamine. Tidak seperti
pada aspirin dan NSAIDs lainnya obat ini tidak memiliki efek anti inflamasi. Obat ini
tidak berefek pada CNS, kardiovaskular, ginjal dan fungsi metabolisme, namun
memiki efek pada proses agregasi platelet (efek yang serupa pada aspirin).
Metamizole merupakan prodrug yang tidak efektif sebelum dikonversi kedalam
bentuk aktif metabolisme yaitu (4-methylaninoantipyrine and 4-aminoantipyrine)
dalam tubuh. Metamizole sangat mudah diabsorbsi saat berada di usus halus dalam
bentuk aktif metabolisme, sehingga obat tidak dijumpai pada aliran darah. Metabolit
aktif memliki konsekuensi inefektif metabolit yang mencakup hubungan dengan
derivat asetil, yaitu acetylation phenotypes. Pada terapi, metamizole dapat digunakan
sebagai sebagai analgesik, nyeri pasca operasi, Patients Controlled Analgesia (PCA),
nyeri akibat kanker, nyeri yang spesifik seperti nyeri akibat trauma, nyeri miokard
infark, trauma craniocerebral dan diagnosa invasif. Pada nyeri neuromuscular, sakit
kepala dan migran, efek spasmolitiknya berhubungan dengan efek analgesik yang
kuat yang berguna pada serangan akibat kolik. Saat ini metamizole digunakan sebagai
antipiretik pada anak-anak dan dewasa. Dengan efek samping yang sangat minimal.
Saat metamizole dikonsumsi bersamaan dengan cyclosporine kandungan kedua obat
ini sangat terkontrol dalam pembuluh darah.
8
Pada pemberian antrain tidak memerlukan dosis yang sangat tinggi
dibandingkan dengan jenis obat-obatan lainnya, contohnya clozapine, dimana obat ini
memiliki kecepatan 50 kali lebih tinggi dalam memicu agranulocytosis. Akan tetapi
pada saat yang sama meningkatkan resiko dalam pemakaian obat tersebut dan apabila
dosis berlebihan akan menyebabkan efek analgesik yang berlebihan terutama untuk
obat alternatif lainnya seperti aspirin, paracetamol, dan ibuprofen.
Keterangan mengenai Antrain
Nama : Antrain
Generik : Natrium Metamizol
Indikasi : Untuk menghilangkan nyeri terutama kolik dan setelah
operasi
Kontra indikasi :
Gangguan jiwa berat, kecenderungan perdarahan, porfiria, hipersensitif
terhadap derivat Pirazolon.
Hamil dan menyusui.
Tekanan darah kurang dari 100 mmHg.
Bayi berusia kurang dari 3 bulan atau dengan berat badan kurang dari
5kg.
Perhatian :
Monitor fungsi hati dan hitung darah pada penggunaan jangka
panjang atau terus-menerus.
Riwayat gangguan formasi darah, kerusakan fungsi hati atau
ginjal.
Tidak boleh digunakan untuk nyeri otot pada flu, reumatisme,
lumbago (sakit pinggang), bursitis, sindroma bahu-lengan.
Usia lanjut, epilepsi, penyakit hati, ginjal dan kardiovaskuler,
depresi pernapasan, miasternia gravis, reaktifitas silang dengan Aspirin.
Interaksi obat : Klorpromazin, Simetidin, Alkohol, dan depressan susunan
saraf pusat lainnya.
Efek Samping :
9
Mengantuk, amnesia, ketergantungan obat, pandangan kabur, hipotensi,
agranulositosis, reaksi alergik.
10