14
ANALISA ULANG BEBERAPA PERMASALAHAN SURAT ‘ABASA SECARA LINGUISTIK "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia( ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri(beriman) " (QS:’Abasa-80: 1-6) Secara ringkas kisah yang populer di kalangan ahli tafsir (mufassir) Ahlu Qur’an sunnah dan Syiah adalah bahwa sebagian pemuka Quraisy seperti Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal, Abbas bin Abdul Muthhalib dan sekelompok orang lainnya datang kepada Rasulullah Saw. Ketika itu, Rasulullah Saw tengah sibuk bertabligh dan menyeru mereka kepada Islam serta berharap semoga seruan-seruan ini tertanam dan membekas pada hati-hati mereka. Saat itulah, Abdullah bin Ummi Maktum yang merupakan seorang buta (tuna netra) dan fakir memasuki majelis Rasulullah Saw. Ia meminta supaya Rasulullah Saw membacakan dan mengajarkan ayat-ayat al-Quran kepadanya. Abdullah bin Ummi Maktum berkukuh mengulang permintaannya dan tidak bersikap tenang; karena ia tidak mengetahui bahwa dengan siapa gerangan Rasulullah Saw berbicara. Sedemikian Abdullah bin Ummi Maktum memotong pembicaraan Rasulullah Saw sehingga membuat beliau kecewa kepadanya dan kekecewaan ini terlihat pada raut wajah Rasulullah Saw. Beliau kemudian membelakangi Abdullah bin Ummi Maktum dan melanjutkan pembicaraannya dengan para pemuka Quraisy. Saat-saat insiden seperti itulah, ayat-ayat pendahuluan surah ‘Abasa turun dan dalam hal ini Rasulullah Saw ditegur atas perlakuannya kepada Abdullah bin Ummi Maktum. Sebenarnya bagi penulis sudah tidak ada permasalahan tentang kontroversi Qur’an Surat ‘Abasa, karena penulis berpegang pada pendapat yang bulat dikalangan Sunni. Namun dalam perkembangannya masih banyak yang meragukan pendapat Sunni terhadap Qur’an Surat ‘Abasa dikarenakan beberapa hal yang dianggap masih bermasalah oleh sebagian kalangan. Karena topik ini sangat sensitif berkenaan dengan Rasulullah SAW, maka kita harus sangat hati hati dalam berkata/menganalisis surat ini. Begitu juga kepada Ummi Maktum R.A yang Tuna Netra, sikap kita,harus kita hormati karena beliau juga salah satu sahabat Rasulullah SAW. Penulis disini juga berusaha sekuat mungkin untuk tidak melibatkan emosi dan pikiran yang tidak objektif dan berusaha skeptis dan menerima kritikan konstruktif. Dan semoga usaha penulis dicatat sebagai amal perbuatan baik dalam menggapai Ridha Allah SWT. Allahumma Amin. Secara garis besar berikut 2(dua) hal yang bisa dianalisa ulang untuk dicarikan penyelesaiannya :

Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Citation preview

Page 1: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

ANALISA ULANG BEBERAPA PERMASALAHAN SURAT ‘ABASA SECARA LINGUISTIK

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya.Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia( ingin) mendapatkanpengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serbacukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkandiri(beriman) " (QS:’Abasa-80: 1-6)

Secara ringkas kisah yang populer di kalangan ahli tafsir (mufassir) Ahlu Qur’an sunnah dan Syiah adalah

bahwa sebagian pemuka Quraisy seperti Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal, Abbas bin Abdul Muthhalib dan

sekelompok orang lainnya datang kepada Rasulullah Saw. Ketika itu, Rasulullah Saw tengah sibuk

bertabligh dan menyeru mereka kepada Islam serta berharap semoga seruan-seruan ini tertanam dan

membekas pada hati-hati mereka. Saat itulah, Abdullah bin Ummi Maktum yang merupakan seorang

buta (tuna netra) dan fakir memasuki majelis Rasulullah Saw. Ia meminta supaya Rasulullah Saw

membacakan dan mengajarkan ayat-ayat al-Quran kepadanya.

Abdullah bin Ummi Maktum berkukuh mengulang permintaannya dan tidak bersikap tenang; karena ia

tidak mengetahui bahwa dengan siapa gerangan Rasulullah Saw berbicara. Sedemikian Abdullah bin

Ummi Maktum memotong pembicaraan Rasulullah Saw sehingga membuat beliau kecewa kepadanya

dan kekecewaan ini terlihat pada raut wajah Rasulullah Saw. Beliau kemudian membelakangi Abdullah

bin Ummi Maktum dan melanjutkan pembicaraannya dengan para pemuka Quraisy.

Saat-saat insiden seperti itulah, ayat-ayat pendahuluan surah ‘Abasa turun dan dalam hal ini Rasulullah

Saw ditegur atas perlakuannya kepada Abdullah bin Ummi Maktum.

Sebenarnya bagi penulis sudah tidak ada permasalahan tentang kontroversi Qur’an Surat ‘Abasa,karena penulis berpegang pada pendapat yang bulat dikalangan Sunni. Namun dalam perkembangannyamasih banyak yang meragukan pendapat Sunni terhadap Qur’an Surat ‘Abasa dikarenakan beberapa halyang dianggap masih bermasalah oleh sebagian kalangan. Karena topik ini sangat sensitif berkenaandengan Rasulullah SAW, maka kita harus sangat hati hati dalam berkata/menganalisis surat ini. Begitujuga kepada Ummi Maktum R.A yang Tuna Netra, sikap kita,harus kita hormati karena beliau juga salahsatu sahabat Rasulullah SAW. Penulis disini juga berusaha sekuat mungkin untuk tidak melibatkan emosidan pikiran yang tidak objektif dan berusaha skeptis dan menerima kritikan konstruktif. Dan semogausaha penulis dicatat sebagai amal perbuatan baik dalam menggapai Ridha Allah SWT. Allahumma Amin.Secara garis besar berikut 2(dua) hal yang bisa dianalisa ulang untuk dicarikan penyelesaiannya :

Page 2: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

1. Siapa yang dimaksud dengan yang Berwajah Masam?2. Kalau yang dimaksud bermuka masam adalah Rasulullah SAW maka bertentangan dengan

Qur’an Surat Al-Qalam : 4, yang mengatakan Rasulullah SAW berakhlak Agung.

Dari dua permasalahan di atas, penulis berusaha menganalisa berdasarkan pendapat yang mahsyursecara ringkas karena sudah dibahas panjang lebar oleh mereka, kemudian pada Ayat Qur’an satudengan yang lainnya dikaji, kemudian terakhir secara Linguistik bahasa Arab.

1. SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN YANG BERWAJAH ‘ABASA

Secara garis besar ada 3(tiga) pendapat yang berbeda mengenai siapakah yang berwajah ‘Abasatersebut di dalam ayat pertama dalam Qur’an Surat ‘Abasa. Ketiga pendapat tersebut adalah :

a. Sahabat Ustman R.A – Pendapat ini dipegang oleh Syiah khususnya Syiah Rafidhah, ataub. Pembesar Suku Qurais yaitu Walid Ibnu Mughirah – Pendapat yang dipegang sebagian

kalangan pengikut Husein Al-Habsyi, atauc. Rasulullah Muhammad SAW – Pendapat ini dipegang oleh Ahlul Sunnah dan kalangan golongan

kecil Syiah.

Penjelasan Singkat :

a. Pendapat yang mengatakan bahwa yang bermuka masam bukanlah Rasulullah SAW.Pendapat ini berbeda pendapat siapa yang bermuka masam apakah Sahabat Ustman R.A atauPembesar Qurais Walid Ibn Mughirah. Namun mereka berangkat dari beberapa alasan yangmenurut mereka kuat yaitu : Secara gramatikal Bahasa Arab dalam surat ‘Abasa ayat pertama kata “Dia” dari kata kerja

ke tiga ‘Abasa’ tidaklah tegas menunjuk Rasulullah SAW, sehingga bisa dimaknai orang lainselain Rasulullah SAW. Yakni Sahabat Ustman R.A atau pendapat lain Walid Ibn Mughirah.

Tidak Logis antara kata ganti Orang ketiga “dia” pada ayat pertama dan kedua, kemudianberubah menjadi Kata ganti orang kedua “kamu” di ayat ayat selanjutnya. Sehingga tidakmungkin makna “dia” dan “kamu” adalah orang yang sama yaitu Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW adalah maksum dan berakhlak mulia, maka tidak mungkin berlaku zhalimdengan bermuka masam. Sebagai Contoh Tegas dalam QS Al-Qalam : 4

Riwayat Hadist sebab turunnya QS ‘Abasa yang dipegang Sunni tidak disepakati atau padaintinya dikritik bermasalah. Dan berpegang pada riwayat hadist yang mereka anggap kuatmenurut versi mereka sendiri.

Pada intinya, mereka menganggap bahwa perilaku bemuka masam lebih tepatnya ‘Abasa itubermakna tunggal yaitu perilaku tidak terpuji sama seperti perilaku buruk lainnya, sehinggatidak pantas dan tidak mungkin Rasulullah SAW yang berakhlak mulia itu bisa berperilaku mukamasam. Kesadaran Premis tersembunyi terhadap pemahaman tersebut berangkat dari latarbelakang perilaku ‘Abasa diungkap dalam surat ‘Abasa oleh Allah SWT sebagai konteks teguranbahwa sikap itu dianggap tidak baik oleh Allah SWT.

Page 3: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Kesimpulannya adalah siapapun dia, apakah dia seorang Nabi dan atau Rasul, Seorang Ulama,seorang keturunan Ahlul Bayt, Seorang Imam, Kiyai, atau bahkan seorang muslim biasa, fasiq,munafiq, kafir jika dia berperilaku ‘Abasa – maka dia tidak berakhlak terpuji. Maka tidakmungkin untuk Rasulullah SAW berperilaku tidak terpuji yaitu ‘Abasa. Dan sudah sepantasnyayang bisa berperilaku ‘Abasa adalah Sahabat Ustman R.A yang memang bagi pandangankalangan syiah Rafidhah termasuk tercela akhlaknya. Atau Walid Ibn Mughirah yang memangtidak memeluk Islam sehingga pantaslah juga ia berperilaku tidak terpuji.

b. Pendapat yang mengatakan bahwa yang berwajah ‘Abasa adalah Rasulullah SAW.Sedangkan bagi penulis yang berangkat dari pendapat Sunni yang bulat mengatakan bahwa yangberwajah ‘Abasa adalah Rasulullah SAW tanpa ada keraguan sedikitpun. Hal ini bisa diutarakandengan beberapa argumentasi yaitu :- Secara Gramatikal bahasa arab, kata “Dia” dipilih Allah SWT dalam ayat pertama tidak

menyebutkan secara tegas ditujukan kepada siapa, Namun dengan bukti bukti yang adainsiden tersebut ditujukan kepada Rasulullah SAW. Karena yang ditujukan untuk RasulullahSAW, maka seharusnya kata ganti orang ketiga diganti dengan kata ganti orang kedua jadiseperti ” ‘Abasta” kalimat “Kamu Bermuka Masam, Kamu Berpaling“. Namun dalam konteksseni mengkritik, tetap yang dipilih adalah kata ganti orang ke-3 yaitu “dia”. Diksi ini dipilihmempertimbangkan psikologis orang yang dikritik dalam hal ini orang termulia dan dekatdengan Allah SWT apalagi di depan umum dalam hal ini adalah Tabligh. Tentu hal inimerupakan sebuah cara yang tidak langsung untuk menegur secara halus kepada RasulullahSAW secara hormat. Bayangkan jika lagi dalam keadaan Tabligh kepada kaum Kafir danShirk, Allah SWT menegur kekasihnya dengan kata ganti orang Kedua, seperti : “KamuBermuka Masam, Kamu Berpaling “, maka tentu ini akan sangat membuat malu RasulullahSAW. Oleh karena itu Allah SWT tetap menjaga kehormatan Rasulullah SAW sebagai orangmulia dengan cara tidak menegur secara langsung.[1]1

Dalam kondisi Tablig Rasulullah SAW lainnya, seperti pada peristiwa turunnya QS. Abu Lahb,maka Allah SWT terang terangan menyebut nama Abu Lahb di depan umum sebagai bentukpenghinaan. Maka jika dalam Surat ‘Abasa ayat pertama itu ditujukan kepada musyrikintentu bahasanya tidak sesehalus seperti yang ada.

- Bukti kedua yang memperkuat yang dimaksud “dia” pada ayat pertama adalah pada ayatkedua kata “nya” memperjelas, mempertegas dan menguatkan kata “dia” yang dimaksudpada ayat pertama.

2. karena telah datang seorang buta kepadanya

1 English-MaarifulQuran-MuftiShafiUsmaniRA-Vol-8-Page-676-731, halaman 706

Page 4: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Kata “an”() yang merupakan Kata Sambung bermakna sebab akibat yaitu

“karena”. Kata Sambung atau Huruf (al-Harfu) dalam bahasa Arab adalah setiap lafadz yangtidak mungkin jelas artinya kecuali ditambahkan dengan kata-kata yang lain (dalam hal iniAyat pertama dan kedua). Pada ayat kedua merupakan Subordinating conjungtion[2]2.Subordinating conjunctions (disebut juga dependent words atau subordinator) adalahkonjungsi yang digunakan untuk menghubungkan dependent clauses (anak kalimat) denganindependent clauses (induk kalimat).[3]3 pada ayat kedua ini konteks Subodinatingconjungtion adalah hubungan sebab akibat. Sedangkan Induk Kalimatnya adalah ayatpertama. Sehingga ayat pertama dan ayat kedua adalah satu kesatuan kalimat yang tidakbisa dipisahkan begitu saja sehingga konteks maknanya menjadi jelas.

Pada ayat kedua ini, semua sependapat bahwa yang dimaksud Orang Buta tersebut adalahUmmi Maktum R.A. Semua juga sependapat Ummi Maktum R.A. mendekati mendatangi

Rasulullah SAW yang sedang mengadakan Tabligh. Kata “Jaa’a” ( ) yang terdiri dari 3 suku

kata : jīm,yā,hamza (جيأ) bersinonim kata “ ’Ataa”( ) yang bermakna mendatangi,menurut Ust.Nouman Ali Kahn kata “Jaa’a” lebih berat/berasa dibandingkan kata ‘Ataa,sehingga ayat tersebut bisa diterjemahkan sebagai “Karena telah datang (dengan tergesa-gesa dan antusias) orang buta kepadanya(muhammad SAW)”[4]4.Jadi sangat jelas yangdatang itu adalah Ummi Maktum RA, kepada Rasulullah SAW dengan tergesa-gesa danantusias.

Sehingga, jika yang dimaksud “dia” pada ayat pertama bukan Rasulullah SAW, sebagaicontoh Walid Ibn Mughirah, maka seharusnya pada ayat kedua (sebagai anak kalimat)terjemahannya adalah “Karena telah datang seorang buta kepada nya(Walid IbnMughirah)”. Karena telah jelas Ummi Maktum RA bermaksud mencari dan mendatangiRasulullah SAW. Maka semua sependapat bahwa yang dimaksud adalah Rasulullah SAW,dan anehnya semua yang mengatakan ayat pertama kata “dia” bukanlah Rasulullah SAW,namun berubah seketika pada ayat kedua sependapat bahwa “nya” pada ayat kedua di sinisangat jelas yaitu Rasulullah SAW.

Secara Gramatikal juga karena yang ditujukan pada ayat kedua ini adalah Rasulullah SAW,seharusnya diganti menjadi kata ganti orang kedua yaitu “kamu”, sehingga kalimatnyaterjemahannya menjadi “Karena telah datang orang buta kepada kamu”. Namun Allah SWTtetap memilih diksi kata ganti orang ketiga. Sehingga gugur sudah pendapat yangmengatakan bahwa ayat pertama bukan Rasulullah SAW karena tidak menggunakan kata

2 http://corpus.quran.com/wordmorphology.jsp?location=(80:2:1) diakses tanggal 17 Januari 20143 http://catatanbahasainggris.blogspot.com/2009/02/subordinating-conjunctions.html diakses tanggal 17 Januari20144 http://www.linguisticmiracle.com/tafsir/abasa diakses tanggal 17 Januari 2014

Page 5: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

ganti orang kedua, karena pada ayat kedua mereka tetap berpendapat yang dimaksud “nya”disini adalah Rasulullah SAW walau tidak menggunakan kata ganti orang kedua.

- Kemudian pada ayat ketiga, barulah Allah SWT mengganti kata ganti orang kedua dengankata “kamu”. Dua ayat sebelumnya merupakan satu kesatuan kalimat sebab akibatmenggambarkan dan menekankan sebuah insiden perbuatan dibandingkan menekankanpelakunya, Salah satu seni mengkritik adalah mengkritik perbuatannya bukan orangnya.sehingga harus konsisten menggunakan kata orang ketiga menunjuk orang yang sama yaituRasulullah SAW. Namun tentu ketika ayat tersebut di firmankan, tentu para pendengarbertanya tanya siapakah yang dimaksud, dan khawatir apakah yang dimaksud mereka parapendengar. Ayat ketiga inilah yang menegaskan secara terang siapa yang dimaksud.

- Ust.Nouman Ali Kahn dalam ceramahnya juga mengatakan mengapa Ayat pertama dankedua menggunakan kata ganti orang ketiga, dan ayat ketiga menggunakan kata ganti orangkedua. Secara Bahasa Arab ketika sesorang menegur orang lain dengan kata ganti orangketiga itu lebih mudah. Kalau menggunakan kata ganti orang kedua itu akan menjadi lebihsulit karena terasa tegurannya lebih keras kepada mereka yang ditegur. Allah SWTmenunjukkan Maha PengampunNya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga agarlebih mudah diterima.Sebagai Contoh Seorang guru sekolah melihat salah satu muridnya di dalam kelasberperilaku yang kurang berkenan misalnya : ngobrol sendiri. Guru tersebut mengatakan“Ada murid sedang berbicara sendiri” tentu ini akan membuat murid yang sadar merasaberbicara sendiri berkesempatan memperbaiki sikapnya karena malu, namun tidak menjadirendah diri dan tidak merasa diperlakukan buruk di depan teman temannya, karena tanpadiketahui teman temannya yang mencari cari siapa yang dimaksud. Bayangkan jika gurunyamenegur dengan “Abdullah kamu telah berbicara sendiri karenanya mengganggu temanyang lain”.Jadi inti dari kata “dia” dipilih pada ayat pertama dan kedua adalah pertimbangan SeniMengkritik PERBUATAN orang yang disayangi di Depan Umum.

- Untuk pembuktian ketiga kata “dia” via hadist, periwayatan hadist yang berbeda antarasunni dan syiah dalam menyikapi Quran Surat ‘Abasa, penulis lebih memilih pendapat sunni,walau tidak akan saya bahas di sini karena terlalu panjang lebar untuk menguji kevalidansebuah hadist dan memang bukan kapasitas penulis untuk menguji. Namun sudah banyakkajian di luar sana yang membahas kevalidan sumber hadist tersebut. Satu sisi penulis yangmemilih sunni belum bagus keilmuannya termasuk Science of Hadist dan belum pernahmengenal konsep sederhana dari bagaimana hadist yang dipercaya Syiah menjadi sumberpengetahuan yang valid.

- Argumentasi lainnya adalah Banyak Ayat Ayat Qur’an yang ditujukan Langsung dari AllahSWT kepada Rasulullah SAW baik sebagai teguran, peringatan, perintah dsb. Tentukenyataan ini membantah premis bawah sadar yang meyakini bahwa “Jika Rasulullah SAW

Page 6: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

berakhlak sempurna maka sikap Beliau tidak mungkin dikritik, bahkan oleh Allah SWTsekalipun”. Ayat-ayat tersebut bisa di lihat pada paragraf-paragraf selanjutnya.

- Lalu jika memang yang dimaksud kata “dia” di ayat tersebut adalah Rasulullah SAW, makaini menyalahi sikap perilaku akhlak Rasulullah SAW yang mulia. bagaimana menyikapipermasalahan ini benarkah demikian menyalahi perilaku Rasulullah SAW yang berakhlakmulia, maka perlu kita bahas lebih lanjut dan mendalam.

2. KALAU YANG DIMAKSUD BERMUKA MASAM ADALAH RASULULLAH SAW MAKA BERTENTANGANDENGAN QUR’AN SURAT AL-QALAM : 4, YANG MENGATAKAN RASULULLAH SAW BERAKHLAKAGUNG.

Sebelum kita membahas apakah bertentangan dengan akhlak Rasulullah SAW yang mulia atau tidak.Golden standar yang kita sepekati adalah Rasulullah SAW terbebas dari Dosa yang biasa disebutsebagai Maksum. Kemudian Mari kita bahas etika akhlak muslim berbicara kepada Rasulullah SAWyang diajarkan Allah SWT. Dalam QS. Hujuurat ayat 2 dan ayat 7 yang berbunyi :

2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, danjanganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagiankamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu[1408], sedangkan kamu tidakmenyadari.

[1408] Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatanyang menyakiti Nabi. karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.

7. dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalambeberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta'kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu bencikepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yanglurus,

Jadi, dimulai menghormati Rasulullah SAW dengan tidak meninggikan suara, tidak menuntutperhatian berlebihan kepada Rasulullah SAW. Sehingga perilaku tersebut bisa menuntun kepadaKeimanan. Ayat tersebut di atas menunjukkan betapa pentingnya kaum muslimin menghormatiRasulullah SAW. Perilaku menghormati Rasulullah SAW adalah bentuk dari Perilaku Keimanan.

Page 7: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Secara singkat profil ummi Maktum R.A adalah seorang Muslim, Sahabat Rasulullah SAW yang TunaNetra. Karena Matanya telah buta,beliau terbiasa secara alamiah mengandalkan suaranya dengankeras untuk dapat berkomunikasi dengan maksud yang jelas. Karena dia buta, dia tidak tahu apakahsuaranya yang keras tersebut membuat reaksi para pendengar itu merasa tergangggu atau tidak, baikdengan ekspresi muka atau dengan ekspresi suara. Sehingga Ummi Maktum R.A menganggapsuaranya yang keras tersebut bukanlah sebuah persoalan buat orang lain.

Insiden terjadi ketika Ummi Maktum R.A mendatangi Rasulullah SAW dan berkata :“Wahai Muhammad , Ajari aku apa yang Allah Ajarkan”Dalam situasi tersebut Rasulullah SAW sedang sibuk berdiskusi kepada para pembesar Kaum Quraisy,karena tidak biasanya para pembesar berkumpul berdiskusi dengan Rasulullah SAW.Sejak Ummi Maktum R.A tidak mendapatkan respon yang jelas, dan mungkin Rasulullah SAW belummendengar perkataan ummi Maktum R.A dengan jelas, maka Ummi Maktum R.A mengulangi lagipermintaannya dengan berulang kali dengan suaranya yang keras. Mindset para pembesar Quraisyadalah merasa “Kenapa kita harus menerima Islam jika Orang miskin, kelas bawah, tertindasbersama diri Mu (Muhammad SAW)?. Dan jika kita menjadi muslim, maka pasti kami kehilanganrespek hormat dari orang orang tersebut kepada kami.” Mindset tersebut terjadi karena melihatinsiden yang kurang menyenangkan tersebut.Dalam kondisi tersebut di atas, ada dua keadaan yang harus dipilih Rasulullah SAW :1. Berdakwah (mengajak orang untuk beriman) kepada Ummi Maktum R.A yang memang sudah

berislam.2. Tabligh (menyampaikan ajaran ajaran Islam) kepada para Pembesar Quraisy.

Pembesar Quraisy (yang telah diketahui sejarah tidak masuk Islam) sesaat setelah melihat UmmiMaktum R.A datang mendekati Rasulullah SAW, mereka akan beranjak pergi. Karena tidak inginterlihat orang lain bahwa mereka bersama dengan Orang yang Buta.

Rasulullah SAW melihat 2 kondisi tersebut dan mempertimbangkan bahwa berdakwah kepada UmmiMaktum R.A yang sudah beriman bisa dilakukan nanti, dan Ummi Maktum R.A dirasa bisa menunggudan meminta lagi nanti pada saat gilirannya. Dan melihat kesempatan emas melakukan penyampaianIslam kepada Para pembesar tidak mudah untuk didapatkan. Sehingga beliau berijtihad untuk tetapberusaha melakukan tablig kepada para pembesar Quraisy. Jadi pertimbangan Rasulullah SAW samasekali bukan karena melihat latar belakang Ummi Maktum R.A yang buta, miskin, kelas bawahsehingga diabaikan. Melainkan kesempatan emas yang sulit didapatkan.

Jadi dalam situasi seperti itu, Rasulullah SAW tidak melakukan kesalahan apapun.Karena Ummi Maktum R.A buta, jadi dia tidak melihat ada ekspresi ‘Abasa dari Rasulullah SAW, danjuga tidak melihat reaksi dari para Pembesar Quraisy. Penggambaran inilah mungkin mengapa AllahSWT memilih kata “a’maa” (tuna netra) untuk menggambarkan situasi tersebut. Lalu bagaimanamungkin Ummi Maktum merasa tersinggung dengan ekspresi muka ‘Abasa Rasulullah SAW.

Page 8: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Selain itu juga Ummi Maktum R.A tidak mendengar reaksi suara yang tidak menyenangkan dariRasulullah SAW seperti misalnya teguran atau berkata kasar. Karena Rasulullah SAW tahu hal itu bisamenyinggung Ummi Maktum R.A dan juga memang dilarang oleh Allah SWT. seperti di dalam QS :17:23 bahwa kita dilarang berkata “ahh”/ “ufff” kepada kedua orang tua kita. Jadi hanya reaksi“’abasa” yang tidak terlihat. Sehingga Rasulullah SAW tidaklah salah.

Pertanyaan selanjutnya yang mungkin adalah, lalu mengapa Allah SWT mengirimkan Ayat ini ?Perlu kita ketahui bahwa Allah SWT telah membuat standar peringkat kualitas keimanan seseorangyaitu :

- Muslim ( Orang yang telah tunduk kepada Allah SWT-berislam)- Mukmin (Orang yang tetap beriman walau mendapat ujian cobaan yang sulit)- Muhsin/Muttaqin (Orang yang sempurna Imannya)

Rasulullah SAW tentu karena dia Pemimpin Ummat Islam, berada di peringkat kualitas keimananyang paling tinggi dan orang yang didekatkan dengan Allah SWT. Allah SWT tentu punya standarsangat tinggi buat Rasulullah SAW. Allah SWT pun sangat sensitif dengan perilaku halus/kecil yangdilakukan oleh Rasulullah SAW. Sebagai contoh dalam Qur’an surat Al-Baqarah 2:144 yang berbunyi :

144. sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akanmemalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana sajakamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yangdiberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dariTuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

[96] Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nungguturunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

Atau contoh lain dalam Qur’an Surat Al-Hijr ayat 88 yang berbunyi :

88. janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikankepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hatiterhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.

Atau contoh lain dalam Qur’an Surat At-Tawbah 9:43 yang berbunyi :

43. semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang),sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orangyang berdusta?

Page 9: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

Beberapa contoh ayat di atas, merupakan bentuk perhatian kasih sayang Rahmat Allah SWT yangsangat sensitif terhadap perilaku minor baginda Rasulullah SAW sebagai level keimanan yangtertinggi. dalam hal ini Ulama memberikan kaidah Hasanat al-Abrar Sayyi’at al-Muqarrabin (apa yangdinilai kebajikannya orang-orang yang amat berbakti, masih dinilai keburukan oleh orang-orang yangdidekatkan Allah kepada-Nya). Nabi Muhammad saw adalah makhluk yang paling didekatkan Allah kesisi-Nya, karena itu beliau ditegur. Dan tentu melihat contoh ayat di atas, hal itu bukanlah sebuahdosa.

Jadi, tidak ada satupun persoalan ‘Abasa ini yang dapat membuat Rasulullah SAW dipersalahkan.Mengapa?, marilah kita lihat insiden ‘Abasa tersebut :1. Ummi Maktum R.A menginterupsi Pembicaraan Rasulullah SAW dengan Pembesar Quraisy, dan

itu dilakukan berulang-ulang. Tentu hal ini adalah sebuah kesalahan Ummi Maktum R.A yangtanpa disadarinya.(ingat etika muslim bebicara kepada Rasulullah SWT)

2. Rasulullah SAW sedang memperkenalkan Islam kepada Pembesar Quraisy, karena mereka sulituntuk mendengarkan, dan ada kesempatan emas tersebut digunakan Rasulullah SAW untukmemperkenalkan Islam karena ada yang mau mendengarkan. Dan mungkin saja dari mereka adayang menerima Islam dan tentu keIslaman mereka akan mempengaruhi pengikutnya untukmemeluk Islam juga.

3. Ummi Maktum R.A tetap bertahan untuk mendapatkan perhatian Rasulullah SAW krn blmtersadar akan kesalahannya. Di dalam forum tersebut Rasulullah SAW mulai merasa terganggu,karena kesempatan emas bisa hilang.

4. Insiden tersebut membuat Rasulullah SAW menjadi ‘Abasa yang tentu Ummi Maktum R.A tetaptidak sadar dengan keadaan tersebut dan tidak tersinggung. Jadi Rasulullah SAW tentu tidakbermaksud menghina Ummi Maktum R.A.

5. Sebelum ayat tentang ‘Abasa turun, untuk menunjukkan tuntunan yang tinggi Allah SWT kepadaRasulullah SAW dan pengikutnya. Maka perilaku ‘abasa wa tawalla kepada bahkan Orang Butasekalipun (Karena Allah SWT selalu mengawasi kita) tidak boleh dilakukan untuk menunjukkanbahwa Orang kaya atau miskin adalah sama di Mata Allah SWT dan tidak boleh diperlakukanberbeda.

Dalam tafsir Al-Mishbah Prof. M.Quraish Shihab memakai sudut pandang sosiologis budaya pada saatayat tersebut diturunkan. Menurut pandangan Prof. M.Qurasih Shihab dengan hati-hati beliaumeyakinkan pendapatnya dengan mengurai dan menyandarkannya pada faktor tempat perkara dansituasi serta budaya arab pada saat itu. dan menetapkan dengan tegas bahwa bahwa surat yangturun pada saat itu tidak lain ditujukan kepada pribadi Nabi sendiri. Yang masih menurut UstadShihab apa yang dilakukan oleh Nabi dengan bermuka masam dan kemudian memalingkan wajahnyadari ibn Maktum yang hadir pada saat sedang menjamu para pemuka kafir Quraish adalah sikap yangwajar dan paling toleran untuk ukuran sosial pada saat itu.

Namun kalau dilihat dari tinjauan sosiologis budaya arab bisa berubah sewaktu waktu dan hanyaberlaku di Arab saja, tentu kita harus melihat dari sudut pandang linguistik kata ‘Abasa apakah

Page 10: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

mengkonfirmasi apa yang dikatakan Prof Shihab bahwa ‘Abasa tersebut sikap yang paling wajar danpaling toleran, agar makna tersebut lepas dari ikatan sosiologis budaya Arab pada masa tersebut,maka kali ini dilihat secara linguistik.

Ust.Nouman Ali Kahn dalam ceramahnya lagi menyebutkan ada beberapa ekspresi raut wajah ketikaorang sedang marah (ghaaDib) yaitu :1. ‘Uboos [noun] – ‘Abasa [verb]. (Frown: Dahi Merengut karena merasa terganggu.)2. Kalaha – Menggemertakkan Gigi Karena Marah. Kalihun – Meringis menahan sakit

[QS : Al Mukmin : 23:104]

3. Basar – ketika Wajah menjadi kelihatan jelek karena Marah. [QS. Muddathir 74:22]

4. Basal – Wajah dalam keadaan marah besar, bisa karena Perang atau Berkelahi, menghukum

berpotensi merusak/binasa secara fisik dan Jiwa.

Pembahasan :‘Uboos - atau Kerutan Dahi atau kata kerjanya ‘Abasa – Mengerutkan dahi terjadi karena adagangguan dari luar dan merasa tidak nyaman. Seperti contoh Gambar 15 di bawah ini :

Gambar 1

Jadi ‘Abasa khusus hanya pada mengerutkan dahi yang merupakan bagian terkecil dari ekspresiwajah yang sedang marah karena merasa terganggu. ’Abasa bisa bersinonim dengan Kalaha - .Namun ada syaratnya agar bersinonim dengan Kalaha. Jika wajah dengan kerutan dahi ditambahmemandang penuh kebencian disertai gemertakan gigi yang terlihat maka ‘Abasa meningkatbersinonim dengan Kalaha6 dan berubah kata kerjanya menjadi ‘ABBas7. Uniknya kata Kalaha secarailmu Qira’at (bacaan) mimik bibir mengucapkan huruf Kaf dan ha merupakan bagian dari huruf Tarqiq( ) yang dibaca tipis dan diimplementasikan dengan bibir harus agak meringis-ditarik ke belakangsampai terlihat giginya. Sehingga mempertegas makna dari Kalaha yang salah satu artinya meringis.

Sedangkan kata Basar selain sudah mengandung ekspresi ‘Abasa (mengerutkan dahi) juga

5 Arabic English Bilingual Visual Dictionary, halaman : 25, Dorling Kindersley Book, 20096 http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume5/00000224.pdf7 Idem

Page 11: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

disertai Kalaha8 dan juga disertai dengan menunjukkan wajah penuh kebencian serta Marahnyasecara langsung, terang dan tegas.

Kata Basal9 adalah puncak dari kemarahan dengan semua ciri ciri ‘Abasa + Kalaha + Basar disertaidengan tindakan menyakiti/menghukum. Uniknya Allah SWT satu satunya dalam QS An’Am ayat 70memilih kata ini menjadi tub'sala dan ubsilu10 seolah olah sebagai ekspresi puncak kemarahan danbalasan hukuman Allah SWT terhadap orang orang Kafir.

Jadi, setelah melihat perbedaan kualitas ekspresi wajah sedang marah, sangat terlihat jelas bahwatindakan minor Rasulullah SAW berupa ‘abasa merupakan ekspresi marah yang sangat/paling ringandi antara ekspresi wajah marah lainnya dan tidak mengandung kebencian/penghinaan. Sehinggasecara linguistik bahasa Arab mengkonfirmasi Tafsir Prof. M.Quraish Shihab tersebut di atas. Walaupenulis kurang setuju dengan Metode Sosiologi Budaya Arab.

Selanjutnya mari kita bahas kata tawalla (تول) – berpaling. kata Berpaling dalam bahasa Arab adabeberapa jenis berdasarkan penyebabnya yaitu :1. Tawalla – تول (wa lam ya) – makna dasar sesuatu yang didekatkan11

2. Adbara – دبر (dal ba ra) – makna dasar sesuatu yang berada di belakang12

3. ‘Aradad – أعرض (‘ain ra dad) – makna dasar sesuatu menyebar/meluas13

Tawalla makna dasarnya sesuatu yang didekatkan. Contoh seperti kata wali sesorang yangdidekatkan. Sehingga Tawalla itu beralih kepada sesuatu yang didekatkan. Contoh yang digunakan didalam Al-Quran seperti dalam QS Al-Baqarah 2:144 yang sudah kita singgung di atas. Kata“falanuwalliyannaka”14 yang bercerita tentang Allah SWT menegur Rasulullah SAW agar menghadapwajah ke arah Kiblat bukan ke Atas. Sehingga Rasulullah SAW mengalihkan wajahnya dari menghadapke Atas dialihkan ke sesuatu yang didekatkan yaitu Arah Kiblat.

Adbara makna dasarnya sesuatu yang berada di belakang. Contoh seperti kata dubr ( dubur)letaknya berada di belakang manusia. Atau contoh kata lain Tadabbur yang berarti mencari makna dibelakang sesuatu hal. Dalam konteks makna berpaling yaitu Adbara adalah memutar balikkan yangberada dibelakang menjadi di depan, sederhananya secara fisik adalah Balik Badan 180 derajat.contoh dalam QS Al-Ma’arij 70:17 yang berbunyi :

17. yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama),

8 http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume1/00000240.pdf9 http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume1/00000242.pdf10 http://corpus.quran.com/qurandictionary.jsp?q=bsl11 http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume8/00000314.pdf12 http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume3/00000010.pdf13 http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume5/00000287.pdf14 http://corpus.quran.com/wordmorphology.jsp?location=(2:144:7)

Page 12: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

‘Aradad makna dasarnya adalah sesuatu yang meluas/menyebar. Dalam konteks makna berpalingyaitu Contoh seperti kata di dalam QS Fussilat 41:51 yang berbunyi :

51. dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila iaditimpa malapetaka, Maka ia banyak berdoa.

‘Aradad bisa dikatakan menyebar/meluas dari sesuatu, dan belum tentu menjauh dari sesuatutersebut. Maka jika dikaitkan dengan konteks makna berpaling adalah bertemunya dengan sesuatukemudian menyebar/meluas dari sesuatu tersebut.

Dari ketiga kata tersebut di atas yaitu Tawalla – Adbara – ‘Aradad yang benar benar dilarang AllahSWT untuk dilakukan sesama Muslim adalah ‘Aradad. Hal ini bisa dilihat dalam sebuah hadist Nabiyaitu tentang Larangan mendiamkan saudara sesama muslim lebih dari 3 malam :

لى مالك عن ابن شھاب، عن عطاء بن یزید، اللیثي عن أبي أیوب حدثنا یحیى بن یحیى، قال قرأت عاألنصاري، أن رسول اللھ صلى اهللا علیھ وسلم قال ال یحل لمسلم أن یھجر أخاه فوق ثالث لیال "

."ھذا وخیرھما الذي یبدأ بالسالم ویعرض اھذفیعرضیلتقیان

Terjemahan: Dari Abu Ayyub Radiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘AlaihiWassallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tigamalam. Mereka bertemu, lalu seorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baikdiantara keduanya ialah yang terlebih dahulu memulai mengucapkan salam.”.15

Dalam konteks surat ‘Abasa, rasulullah SAW tidak ditegur dengan kata ‘Aradad, hal ini menandakanbahwa Rasulullah SAW tidak sedang marah kepada Ummi Maktum R.A lalu karena sedang marahmenyebabkan Rasulullah SAW berpaling (‘Aradad) dari Ummi Maktum R.A.

Sebaliknya Allah SWT memerintahkan Rasulullah Saw untuk membalas keberpalingan kaummusyrikin dengan menggunakan kata ‘Aradad seperti di dalam QS :An-Najm 53:29 yang berbunyi :

29. Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginikecuali kehidupan duniawi.

Jadi Allah SWT memerintahkan dengan tegas kepada Rasulullah SAW untuk melakukan ‘Aradadterhadap orang orang yang (tawalla) berpaling dari peringatan Allah SWT kepada sesuatu yang lebih

15 http://sunnah.com/muslim/45/31

Page 13: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

dekat kepada mereka yaitu kehidupan dunia. Hal ini mengesankan bahwa keberpalingan RasulullahSAW itu lebih tegas dan mengandung bertolak belakang terhadap mereka.

Keberpalingan meraka pada dasarnya antara Peringatan Allah SWT dan Hal keduniaan bukanlahsuatu hal yang saling bertentangan. Karena dalam Islam juga tidak melarang ummat muslim untukmemperhatikan urusan Dunianya seperti di dalam doa sapu jagat.Begitu juga dalam QS Al-Baqarah 2:144 yang sudah kita singgung di atas. Kata “falanuwalliyannaka”yang telah kita bahas di atas. Pada dasarnya tidak ada pertentangan antara Arah Atas dan ArahKiblat, karena pada dasarnya semua Arah adalah milik Allah SWT.

Allah SWT juga tidak menggunakan kata Adbara untuk berpalingnya Rasulullah SWT dari UmmiMaktum R.A, hal ini dikarenakan jika menggunakan kata Adbara sangat terkesan kasar karenaberpaling 180 derajat dan bertolak belakang membalikkan badan. Jadi sangat terkesan secara tegasmenolak kedatangan Ummi Maktum R.A. Sehingga dalam konteks surat ‘Abasa - berpaling yangpaling ringan adalah Tawalla.

Tawalla digunakan dalam surat ‘Abasa menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berpaling dari UmmiMaktum R.A kepada yang pada saat itu lagi dekat secara fisik dan berusaha didekatkan kembali yaitupara Pemimpin Kaum Quraisy. Dan pada dasarnya Rasulullah SAW tidak mempertentangkan antarakedatangan Ummi Maktum R.A dengan Kaum Quraisy.

Selanjutnya jika kita kaji lebih dalam, Kalimat dalam Ayat 1 dan 2 surat ‘Abasa adalah kalimat Lampauatau past tense. Jadi pada saat turunnya ayat ini, kejadian ‘Abasa watawalla sudah selesai sudahlampau, barulah ayat ini diturunkan. hal ini menunjukkan kejadian ‘Abasa watawalla itu sangatsebentar tidak berlangsung lama. Artinya marahnya Rasulullah SAW yang paling ringan ini telah redadengan cara berpaling yang paling ringan (tawalla).

Bedakan dengan QS Al-Mudatsir 74:20-22 tentang ekspresi kaum musyrikin yang berbunyi :

20. kemudian celakalah dia! Bagaimanakah Dia menetapkan?,21. kemudian Dia memikirkan,22. sesudah itu Dia bermasam muka dan merengut,

Pada ayat ke 22 terlihat kaum musyrikin pada awalnya hanya ‘abasa, namun berlanjut menjadiBasara yang artinya benar benar menjadi Marah. Beda dengan Rasulullah SAW, yang awalnya ‘abasalalu meredakannya dengan watawalla.

Melihat bahwa perilaku ‘Abasa watawalla merupakan perilaku Rasulullah SAW yang paling ringandan sebentar dan telah lampau secara linguistik, dan tidak ada akibat buruk terhadap Ummi MaktumR.A. Dan kemudian Insiden tersebut terjadi karena kesalahan Ummi Maktum R.A tentang etika

Page 14: Analisa Beberapa Permasalahan Surat Abasa

berbicara terhadap Rasulullah SAW yang dimaklumkan karena kebutaannya. Rasulullah SAW jugatidak melakukan hal hal yang dilarang seperti berkata Ahh/Uff, atau kalaha, basara bahkan basalaatau adbara dan bahkan ‘aradad. Maka hal tersebut bukanlah kesalahan Rasulullah SAW dan tidakbertentangan dengan kesempurnaan Akhlak Rasulullah SAW sebagai contoh Ummat Manusia.

Demikian kajian analisis ulang secara linguistik Surat ‘Abasa. Semoga dengan adanya tulisan inimenambah kemanfaatan dunia akhirat bagi penulis dan Pembaca. Penulis sangat berharap adamasukan kritikan terhadap tulisan ini agar semakin disempurnakan. Penulis juga mohon ampunkepada Allah SWT jika masih terdapat kekeliruan kesalahan dalam penulisan artikel ini. Shalawat danSalam kita selalu Junjungkan kepada Baginda Nabi Rasulullah Muhammad SAW. Akhir kataWassalamu’alaykum Wr.Wb

HanifsoulKarang Kemiri 2014.