Analisa Ekonomi RDF

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    1/15

    1

    ANALISA KELAYAKAN PROYEK

    I.  ANALISIS EKONOMI (BIAYA MANFAAT)

    Analisa Manfaat dan Biaya Sosial (AMBS) diwajibkan untuk dibuat untuk proyek PPP di

    Indonesia yang merupakan penilaian dari biaya sosial dan manfaat dari proyek dari sudut

    pandang masyarakat. Jika dalam suatu proyek manfaat sosial lebih besar daripada biaya

    sosial, maka proyek dianggap layak secara ekonomis dan proyek harus dilaksanakan olehpemerintah.

    Ukuran pertama yang digunakan dalam menghitung AMBS ialah Nilai bersih Ekonomi Saat

    Ini atau Economic Net Present Value (ENPV): jika ENPV positif, maka proyek ini layak

    secara ekonomis. Kadang-kadang ENPV disebut "surplus sosial" (jika positif). Tingkat

    surplus ini bisa menjadi indikator dari jumlah dukungan pemerintah yang dapat diberikan

    kepada proyek. Jika jumlah dukungan pemerintah yang diminta melebihi surplus, maka

    akan lebih baik untuk menerapkannya sebagai Project sektor publik atau Proyek yang

    dilaksanakan oleh BUMN/BUMD. Ukuran kedua ialah Tingkat ekonomi pengembalian

    internal atau Economic Internal Rate of Return (EIRR): jika EIRR lebih besar daripada rate

    diskon sosial, maka proyek ini layak secara ekonomis. Ukuran ketifa ialah Rasio Manfaat /

    Biaya atau Benefit /Cost Ration (B/C Ratio): jika rasio lebih dari satu, maka proyek ini

    layak secara ekonomis.

    Dalam menghitung ENPV, EIRR dan B/C ratio, yang SCBA didasarkan pada perbandingan 2

    situasi: "With Project – Dengan Proyek" dan "Without Project – Tanpa Proyek” tersebut.

    Dengan dasar perhitungan adalah “Tanpa proyek”. Dimana pilihan "Dengan Proyek” adalah

    pilihan pertama atau “Pilihan yang Disukai” dan hal ini harus menjadi solusi paling murah

    dengan teknologi yang direkomendasikan.

    Asumsinya adalah Belanja modal (Capex) dan operasi & pemeliharaan (Opex) harus

    diestimasi pada basis keadaan yang optimal. Dan semua biaya / harga yang digunakan

    dalam AMBS adalah harga "ekonomi" (kadang-kadang disebut "biaya sumber daya" atau

    "biaya akuntansi"). Ini berarti harga dikurangi pembayaran transfer (yaitu subsidi), pajak

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    2/15

    2

    (misalnya tidak PPN) dan elemen monopoli (ini adalah kekuatan pasar distorsi harga,

    sehingga menghasilkan "sewa" yang optimal). Proses memperkirakan harga ekonomi

    disebut "shadow pricing". Faktor konversi standar atau Standard Conversion Factor (SCF)

    sebagai cara penghitungan yang paling sering digunakan.

    Perhitungan Manfaat Sosial adalah Biaya yang tidak jadi dikeluarkan dengan adanya proyek

    atau Saving from Existing Cost. Dalam hal TPPAS Nambo ini, Manfaat Sosial adalah Biaya

    Pengelolaan Existing terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah dan proyeksinya.

    Sedangkan dalam perhitungan Biaya Sosial adalah Biaya Lingkungan dan Biaya yang harus

    ditanggung masyarakat disekitar proyek dalam masalah lingkungan dan kemasyarakatan

    serta proyeksinya.

    Hasil Perhitungan EIRR adalah 14%, ENPV adalah Rp 240 juta dan B/C Ratio adalah (NPV

    Manfaat Sosial) 4 : 3 (NPV Biaya Sosial). Dimana EIRR ini lebih besar dari FIRR dan ENPV

    lebih besar daripada FNPV serta Manfaat Sosial lebih besar daripada Biaya Sosial.

    II.  ANALISIS KEUANGAN

    Analisis keuangan terdiri dari Business Analysis, Credit Analysis, Industry Analysis dan

    Accounting Analysis. Pada semua Financial Analysis tersebut, didasarkan pada Financial

    Model yang memperkirakan Laba/Rugi dalam jangka pendek dan panjang yang berasal dari

    Laporan Laba Rugi (Profit & Loss Statement), Posisi Harta Perusahaan yang berasal dari

    Laporan Neraca (Balance Sheet), perhitungan Internal Rate of Return (IRR), Net Present

    Value and Payback yang berasal dari Laporan Arus Kas (Cash Flow).

    Penyusunan Financial Model didasarkan pada Asumsi-asumsi yang digunakan yaitu Costing

    Parameter (Capital Expenditure atau Capex dan Operational Expenditure atau Opex),

    Capital Parameter (Debt Ratio, Cost of Equity, Interest Rate dan WACC / Weighted Cost ofCapital), Conssession & Regulatory Parameter (Construction Periode, Conssession Periode,

    Tax Rate dan Depression Method) dan Revenue & Costing Parameter (Tipping Fee awal dan

    pertumbuhannya, RDF price awal dan pertumbuhannya dan Escalasi harga).

    Hasil Business Analysis adalah Project Returns yaitu Hasil Analisis berupa Project

    IRR,Project NPV, DCSR (Debt Service Coverage Ratio) dan Payback. Hasil Credit Analysis

    adalah perbandingan IRR, NPV dan DCSR terhadap Interest dan WACC. Industrial Analysis

    ialah memperbandingan IRR dan NPV terhadap Conssession Period dan Revenue Parameter

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    3/15

    3

    (terutama harga RDF dan pertumbuhannya). Pada Accounting Analysis adalah analysis

    terhadap Balance Sheet, Income Statement dan Cash Flow Statement.

    4.2.1.  Financial Model

    Dalam menilai kelayakan proyek, financial model disusun berdasarkan Costing Parameter

    (Capital Expenditure atau Capex dan Operational Expenditure atau Opex), Capital

    Parameter (Debt Ratio, Cost of Equity, Interest Rate dan WACC / Weighted Cost of

    Capital), Conssession & Regulatory Parameter (Construction Periode, Conssession Periode,

    Tax Rate dan Depression Method) dan Revenue & Costing Parameter (Tipping Fee awal dan

    pertumbuhannya, RDF price awal dan pertumbuhannya dan Escalasi harga).

    Costing Parameter yang digunakan dalam TPPAS Nambo ialah

    Dimana Costing Parameter ialah input MSW sebesar 1.500 ton per hari atau sekitar 525.000

    ton per tahun. Besar MSW sebesar 1.500 ton per hari ini yang akan menentukan skala

    Pabrik dan nanti akan digunakann untuk memperkirakan produksi RDF per hari.

    Perhitungan Capital Expenditure sebesar Rp 464,5 Milyar dan perhitungan Opex sebesar

    61,75 Milyar per tahun yang diperkirakan akan meningkat sebesar inflasi yaitu sekitar 3-4%

    per tahun.

    4.2.1.1. Revenue Model

    Salah satu tolok ukur penting dalam menentukan kelayakan proyek adalah pernyataan

    pendapatan atau Revenue Recognition. Pendapatan dari proyek TPPAS Nambo adalah dari

    Tipping Fee dan Penjualan RDF. Dimana Revenue Model ini dinyatakan dalam bagan

    sebagai berikut:

      1.00    

    ..0 000  

    .10. 000 1 (1,2 )

    1.2.0 000 ( )

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    4/15

    4

    Pendapatan dari Tipping Fee terutama digunakan untuk membiaya pengeluaran

    Operational atau OPEX. Saldo dari Pengeluaran Tipping Fee yang telah digunakan untuk

    OPEX adalah Free Cash Flow, dan setelah ditambah dengan Pendapatan dari RDF (RDF

    Income), maka saldo dan pendapatan RDF digunakan untuk membiayai Pengeluaran

    Capital. Dengan adanya Debt dari pihak bank yang mempunyai Interest Rate, maka perlu

    dihitung DSCR yang dalam jangka panjang nilainya harus lebih dari 1 (satu), berarti Proyek

    mempunyai dana untuk melunasi hutang dan adanya Deviden untuk Investor sebagai

    pengembalian Equity-nya.

    4.2.1.2. Expenditure Model

    Pengeluaran untuk proyek TPPAS Nambo terbagi 3 yaitu Pengeluaran Capital (CAPEX),

    Pengeluaran Operational (OPEX) dan Modal Kerja (Working Capital) dimana Modal Kerja ini

    diperoleh dari Pinjaman karena Proyek harus beroperasi minimal satu tahun untuk

    memperoleh Pendapatan, baik dari Tipping Fee maupun Penjualan RDF.

    a.  Pengeluaran Capex

    Pengeluaran Capex untuk TPPAS Nambo diperkirakan sebesar 464,5 Milyar

    digunakan untuk:

    No Equipment Cost, IDR (000)

    1 Shredder 6.652.659

    2 Belt Conveyor sorting 3.441.031

    3 Dump Truk 6.882.062

    4 Baller 1.223.478

    5 Wheel Loaders 13.764.123

    6 Drum Screen 3.899.835

    7 Blower 53.527

    8 Windrow Turner 2.599.890

    9 Piping 4.542.161

    10 Weigh Bridge 4.588.041

    11 Metal separator 2.339.901

    12 Biodrying facility and equipment 290.575.930

    14 Building, road drainage, utility 77.239.670

     

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    5/15

    5

    15 Engineering, design layout 23.399.009

    16 Contingency 23.246.074

    Jumlah 464.447.390

    ** Equipment price include mechanical instalation and electrical& instrumentation

    b.  Pengeluaran Opex

    Pengeluaran Opex untuk TPPAS Nambo diperkirakan sebesar 61,75 Milyar digunakan

    untuk:

    Currency: '000 IDR

    No. Position TotalSalary /month

    Salary +Benefit 30%

    / year

    1 1 15.000 240.000

    2 1 10.000 10.000

    3 1 10.000 10.000

    4 1 10.000 10.000

    5 1 10.000 10.000

    1 10.000 10.000

    1 4.000 4.000

    3.000 34.000

    10 4 4.500 2.000

    11 3.500 44.000

    12

    4 3.500 224.000

    13 4 3.500 224.000

    14 12 3.000 5.000

    15 2 3.000 .000

    1 10 4.000 40.000

    1 10 3.500 50.000

    1 12 3.500 2.000

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    6/15

    1 3 2.050 1.10.00

    20 2.050 25.200

    21

    12 3.000 5.000

    Total 1397.268.000

    No Item Unit Cost / year

    1 50.540

    Ltr / year5.05.400

    2 Macinery and equipment Maintenance1.01.200

    per year1.01.200

    3 14.5.500

    14.5.500

    4 per year313.150

    5 per year200.000

    per year200.000

    220.000

    14.53.500

    1.140.000

    Total cost 54.484.750

    Total O&M in a year61.752.750

    c.  Modal Kerja

    Sehubungan dengan perkiraan operasional tahun pertama, setelah konstruksi

    selesai, maka proyek akan beroperasi setahun terlebih dahulu dan tahun kedua

    proyek baru akan memperoleh Pendapatan dari Tipping Fee dan Penjualan RDF.

    Sehingga dengan demikian Proyek harus meminjam Modal Kerja sebesar 1 (satu)

    hingga 1,25 (satu seperempat) kali dari besar OPEX yang diperkirakan. Pinjaman ini

    bersifat Subsidiary, Jangka Pendek dan harus segera dilunasi oleh proyek

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    7/15

    4.2.2.  Asumsi-Asumsi

    4.2.2.1. Asumsi Perkembangan Produksi RDF

    Setelah konstruksi usai pada 2017, TPPAS Nambi akan memulai tahap operasi selama 25

    tahun ke depan dan akan berakhir pada 2042. Perkiraan hasil RDF yang dihasilkan dari

    1500 ton sampah MSW tersebut adalah berdasarkan 3 situasi berikut:

    a.  Pesimis

    Pada kondisi ini diperkirakan produksi RDF yang dihasilkan adalah 30% dari 1500 ton

    sehari atau sekitar 450 ton RDF sehari.

    b.  Moderat

    Pada kondisi ini diperkirakan produksi RDF yang dihasilkan adalah 35% dari 1500 ton

    sehari atau sekitar 525 ton RDF sehari

    c.  Optimis

    Pada kondisi ini diperkirakan produksi RDF yang dihasilkan adalah 40% dari 1500 ton

    sehari atau sekitar 600 ton RDF sehari

    Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis,

    Moderat dan Optimis diatas.

    4.2.2.2. Asumsi Perkembangan Biaya OPEX

    Pada Tahap operasional adalah saat proyek mulai menghasilkan pendapatan, dan juga

    memikul biaya operasional. Perkiraan biaya operasional adalah berdasarkan 3 situasi

    berikut:

    a.  Pesimis

    Pada kondisi ini biaya OPEX akan naik 5% per tahun dari Rp 61,75 Milyar.

    b.  Moderat

    Pada kondisi ini biaya OPEX akan naik 4% per tahun dari Rp 61,75 Milyar.

    c.  Optimis

    Pada kondisi ini biaya OPEX akan naik 3% per tahun dari Rp 61,75 Milyar.

    Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis,

    Moderat dan Optimis diatas.

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    8/15

    4.2.2.3. Asumsi Perkembangan Besar Tipping Fee

    Salah satu sumber pendapatan Badan Usaha adalah dari Tipping Fee yaitu biaya

    Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Perkiraan besar Tipping Fee adalah

    berdasarkan 3 situasi berikut:

    a.  Pesimis

    Pada kondisi ini perkembangan Tipping Fee akan naik 1% per tahun dari Tipping Fee

    awal sebesar Rp 126.000 per ton Sampah

    b.  Moderat

    Pada kondisi ini perkembangan Tipping Fee akan naik 10% per 3 (tiga) tahun dari

    Tipping Fee awal sebesar Rp 126.000 per ton Sampah

    c.  Optimis

    Pada kondisi ini perkembangan Tipping Fee akan naik 5% per tahun dari Tipping Fee

    awal sebesar Rp 126.000 per ton Sampah.

    Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis,

    Moderat dan Optimis diatas.

    4.2.2.4 Asumsi Perkembangan Harga RDF

    Sumber pendapatan Badan Usaha yang lain adalah dari Penjualan RDF, yang berdasarkanharga RDF. Perkiraan besar Harga RDF adalah berdasarkan 3 situasi berikut:

    a.  Pesimis

    Pada kondisi ini Harga RDF awal adalah Rp 250.000 per ton RDF dan perkembangan

    harganya adalah 2% per tahun.

    b.  Moderat

    Pada kondisi ini Harga RDF awal adalah Rp 350.000 per ton RDF dan perkembangan

    harganya adalah 3% per tahun.

    c.  Optimis

    d.  Pada kondisi ini Harga RDF awal adalah Rp 450.000 per ton RDF dan perkembangan

    harganya adalah 4% per tahun.

    Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis,

    Moderat dan Optimis diatas.

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    9/15

    4.2.3.  Hasil Analisis (IRR, PBP, NPV, Tipping Fee)

    Berdasarkan 4 (empat) Asumsi diatas yaitu Produksi RDF, Perkembangan Biaya OPEX, Besar

    Tipping Fee dan Perkiraan Harga RDF dan berdasarkan 3 (tiga) kondisi diatas yaitu Pesimis,

    Moderat dan Optimis.

    Hasil Perhitungannya adalah sebagai berikut:

    4.2.3.1 Pesimis

    Hasil Perhitungan IRR adalah ....%, NPV adalah Rp.......... DCSR sebesar dan Payback

    sebesar ...... Berdasarkan kondisi keuangan ini maka dapat dikatakan pada kondisi pesimis

    ini, proyek adalah tidak layak.

    4.2.3.2 Moderat

    Hasil Perhitungan IRR adalah ....%, NPV adalah Rp.......... DCSR sebesar dan Payback

    sebesar ...... Berdasarkan kondisi keuangan ini maka dapat dikatakan pada kondisi pesimis

    ini, proyek adalah layak.

    4.2.3.3 Optimis

    Hasil Perhitungan IRR adalah ....%, NPV adalah Rp.......... DCSR sebesar dan Payback

    sebesar ...... Berdasarkan kondisi keuangan ini maka dapat dikatakan pada kondisi pesimis

    ini, proyek adalah layak.

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    10/15

    10

    III.  MANAJEMEN RESIKO

    Manajemen Resiko atau Pengelolaan resiko adalah proses identifikasi sistematis dan

    kuantifikasi resiko yang diikuti dengan penerapan strategi yang tepat untuk menghilangkan

    atau meminimalkan risiko dan jika mungkin, untuk mengurangi konsekuensi dari peristiwa

    resiko yang terjadi.

    Sedang Alokasi resiko adalah proses mengalokasikan tanggung jawab mengelola resiko

    tertentu dan menyepakati bagaimana konsekuensi dari kegagalan peserta untuk mencegah

    peristiwa risiko.

    Resiko dialokasikan melalui perjanjian kontraktual oleh pihak proyek. Badan Usaha akan

    mencari kompensasi untuk setiap resiko yang diterima melalui tingkat pengembalian atau

    pihak yang tidak dapat melakukan mitigasi resiko tertentu tidak boleh diserahkan resiko

    tersebut.

    4.4.1.  Identifikasi Resiko

    Secara garis besar untuk TPPAS Nambo ada 4 (empat) macam ketegori utama resiko yang

    relevan dengan kontrak tersebut, yaitu:

    1. Resiko pembangunan atau penyelesaian proyek, meliputi resiko peningkatan biaya,

    resiko keterlambatan penyelesaian, resiko perencanaan, resiko perizinan;

    2. Resiko pengoperasian, meliputi resiko biaya pengoperasian, resiko kelalaian Badan

    Usaha, resiko ketersediaan Sampah Perkotaan (MSW) dari Kabupaten Bogor, Kota

    Bogor dan Kota Depok, dan resiko lingkungan hidup;

    3. Resiko keuangan, meliputi resiko pasar, resiko jatuhnya harga RDF, resiko kelalaianmitra kerja sehingga kalori RDF tidak terjaga, resiko inflasi, resiko kurs mata uang

    asing, resiko suku bunga dan resiko pembiayaan kembali (refinancing), dan

    4. Resiko akibat dari peristiwa yang mengganggu, meliputi resiko politik, resiko

    perubahan undang-undang, resiko perubahan peraturan, resiko konvertibilitas dan

    repatriasi valuta asing, resiko keadaan kahar alam dan resiko keadaan kahar politik.

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    11/15

    11

    4.4.2.  Alokasi Resiko

    Berdasarkan prinsip dan klasifikasi macam resiko yang mungkin timbul dalam kontrak

    TPPAS Nambo, maka resiko-resiko yang mungkin timbul perlu dikelola dan dialokasikan

    kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama ini. Perkiraan alokasi resiko untukkerjasama Konsesi antara Pemda Provinsi Jawa Barat (sebagai Penanggung Jawab

    Proyek/PJP) dengan Badan Usaha adalah seperti pada tabel berikut:

    Alokasi Resiko KPS dalam

    TPPAS Nambo

    N

    o

    Jenis

    Kategori

    Resiko

    AlokasiRes

    ikoMitigasi

    InstiusiKoordinasiMitigasi

    PEMD

    A

    Bad

    an

    Usa

    ha

    1.

    Resiko

    Kegagalan

    dalam

    Pembangu 

    nan dan

    penyelesai 

    an proyek

    A

    Resiko

    terjadinya

    peningkatan

    biaya

    v

    Hedging Diusulkanuntukkerjasama dg PT SMIuntuk

    Contract/Invoice Financing

    BResiko

    perijinanV v

    Koordinasi

    dengan

    BPLHD

    Pengurusan Ijin Lingkungan berdasarkan PP 27 / 2012

    D

    Resiko

    kesalahan

    perencanaa

    n

    v

    Perencana

    yang baik

    2.

    Resiko

    Kinerja

    Proyek

    A

    Resiko

    peningkata

    n biaya

    pengopera

    sian

    v

    Kontrak

    Jangka

    Panjang

    Perjanjian dengan Stake holder (Supplier, Serikat

    Buruh LSM Persampahan dll)

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    12/15

    12

    N

    o

    Jenis

    Kategori

    Resiko

    AlokasiRes

    ikoMitigasi

    InstiusiKoordinasiMitigasi

    P

    EMD

    A

    Bad

    an

    Usa

    ha

    B

    Resiko

    kelalaian

    Badan

    Usaha

    v

    Buat SOP

    yang baik

    C

    Resiko

    ketersedia

    an

    Sampah

    Perkotaan

    V

    Koordinasi

    dan kontrak

    dengan Pihak

    Pemda dan

    adanyasangsi bagi

    kegagalan

    penyediaan

    sampah

    dibawah

    1500 ton per

    hari

    Dinas Kebersihan Kabupaten Bogor, Kota Bogor

    dan Kota Depok

    D

    Resiko

    lingkungan

    hidup

    V

    Ikuti dan teliti

    AMDAL yang

    baik

    Sesuai Ijin Lingkungan berdasarkan PP 27 / 2012

    3.

    Resiko

    kredit

    (Keuangan 

     ) proyek

    AResiko

    Pasarv

    Marketing

    Plan dan

    Survey

    Demand

    yang baik

    Perjanjian jangka panjang dengan Off taker RDF

    (Pabrik Semen dll)

    BResiko

    Sensitifitasv v

    Proyeksi

    Harga RDF

    yang

    mendekati

    kenyataan

    C

    Resiko

    kelalaian

    mitra kerja

    (Wanprest

    asi)

    v

    DukunganPih

    akke 3

    (misalnya

    LC)Diusulkanuntukkerjasamadengan Bank untuk

    currency hedgingdan PT SMI untuk financing

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    13/15

    13

    N

    o

    Jenis

    Kategori

    Resiko

    AlokasiRes

    ikoMitigasi

    InstiusiKoordinasiMitigasi

    P

    EMD

    A

    Bad

    an

    Usa

    ha

    D

    Resiko

    kurs mata

    uang asing

    v

    Hedging dan

    Dukungan

    Pihak ke 3

    scheme serta bentuk dukungan pihak ke 3 yang

    lain.

    E

    Resiko

    suku

    bunga

    v

    Hedging dan

    Dukungan

    Pihak ke 3

    F

    Resiko

    pembiayaan kembali

    (Refinanci

    ng)

    v

    Dukungan

    Pihak ke 3

    G Resiko

    Transfer

    Asset

    v DukunganPih

    akke 3

    4.

    Resiko

    peristiwa

    menggang

    u

    AResiko

    politikv

    Koordinasi

    dengan

    Pemda, LSM

    dan

    sosialisasi

    masyarakat

    KoordinasidenganPemerintahProvinsidanLembaga

    Pemerintahterkait

    B

    Resiko

    perubahan

    Undang-

    Undang

    v

    Koordinasi

    dengan

    Pemda, LSM

    dan

    sosialisasi

    masyarakat

    C

    Resiko

    perubahan

    peraturan

    v

    Koordinasi

    dengan

    Pemda, LSM

    dan

    sosialisasi

    masyarakat

    D Resikokonvertibilit

    v v Hedging danDukungan

    Diusulkanuntukkerjasamadengan Bank untukcurrency hedging

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    14/15

    14

    N

    o

    Jenis

    Kategori

    Resiko

    AlokasiRes

    ikoMitigasi

    InstiusiKoordinasiMitigasi

    P

    EMD

    A

    Bad

    an

    Usa

    ha

    as dan

    repatriasi

    valuta

    asing

    Pihak ke 3

    E

    Resiko

    keadaan

    kahar

    politik

    v

    Kontrak yang

    solid dengan

    Pemda

    dengan

     jaminanPemerintah

    Sumber : Disarikan dari Risk Management Handbook for PPP in the Water Sector, PURSE

    Project, 2005

    4.4.3.  Mitigasi Resiko

    4.4.3.1 Resiko Penyelesaian Proyek akibat adanya Peningkatan Biaya

    Kemungkinan kenaikan biaya dikurangi dengan jalan melaksanakan penetapan biaya

    didepan (Hedging). Dalamrencana budgetyang dibuat sebelum komitmen untuk

    proyek, Pihak Swasta dapat melakukan ’hedging’ (perlindungan nilai) yaitu

    membayar sejumlah nilai tertentu kepada Pihak ke-3 dan Pihak ke-3 menjamin pada

    anggaran yang sudah disepakati (committed ), bila terjadi kenaikan biaya karena

    faktor eksternal, maka Pihak ke-3 yang mengganti selisih biaya tersebut.

    Salah satu Pihak ke-3 yang menyediakan layanan Hedging adalah Bank BNI

    (http://www.ptbni.com.sg/?GPID=16), terutama berupa ’currency hedging’

    termasuk hedging nilai tukar yaitu menghindarkan dari resiko perubahan nilai tukar.

    4.4.3.2 Resiko Penyelesaian Proyek akibat Keterlambatan Faktor External

    Apabila penyebab keterlambatan adalah faktor operasional (kesalahan desain,

    masalah kontraktor pelaksana dll) maka resiko seperti ini akan dibebankan ke Badan

    Usaha. Badan Usaha dapat melakukan ’Hedging’ kepada pihak ke-3, bila

    keterlambatan disebabkan oleh faktor eksternal, seperti keterlambatan pengiriman

    bahan bangunan, keterlambatan karena adanya kesulitan transportasi dll.

  • 8/20/2019 Analisa Ekonomi RDF

    15/15

    15

    5  Resiko Keuangan akbat Kenaikan Biaya Pengoperasian

    Untuk menghindari resiko kenaikan biaya operasi, Badan Usaha harus melaksanakan

    Kontrak Jangka Panjang dengan semua pihak Pemangku Kepentingan (Stakeholder ),

    misalnya dengan Supplier Bahan Kimia untuk kesepakatan harga jangka panjang.

    6  Resiko Keuangan akibat kenaikan Biaya Modal Kerja

    Badan Usaha harus mempunyai kemampuan modal kerja yang memadai. Selain itu,

    resiko ini dapat di-diversifikasi melalui dukungan pihak ketiga (misalnya; Bank dan

    lembaga keuangan lainnya)dengan memberikan Performance Bonds  (Jaminan

    Pelaksanaan) atau Letter of Credit yang akan menyediakan dana jika Pihak Swasta

    mengalami kekurangan modal kerja. Perlu dicatat bahwa penambahan dana

    pinjaman(credit enhancement) dapat mengakibatkan peningkatan biaya yang bisa

    menambah beban keuangan proyek.

    Badan Usaha dapat bekerjasama dengan PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) untuk

    Contract Financing (http://www.ptsmi.co.id/financingscheme.php) agar kebutuhan

    Modal Kerja dapat terjamin sesuai dengan kemajuan kerjasesuai dengan kesepakatan

    dengan Pemberi Kerja (Project Owner).

    7  Resiko Keuangan akibat Resiko Pasar

    Badan Usaha harus memiliki perencanaan marketing (marketing plan) agar perilaku

    konsumen (costumer behaviour ) dapat diidentifikasi (misal: Kontrak Pembelian RDF,

    Perkiraan Harga RDF hingga tahun 2042 dll). Badan Usaha juga harus melakukan

    survey demand   dengan baik dalam melakukan analisa pasar, serta

    mempertimbangkan aspek demografi dan daya beli dari target pasar, seluruh aspek

    penilaian tersebut sebaiknya dimasukan kedalam proyeksi keuangan selama masa

    Konsesi.

    8  Resiko Peristiawa yang mengganggu akibat Kahar Bencana Alam dan Kahar Politik

    Mitigasi yang dapat dilakukan Badan Usaha dengan menegosiasikan kontrak yangsolid dengan pihak Pemerintah dengan menekankan jaminan pihak Pemerintah pada

    setiap butir dalam perjanjian keadaan terburuk (worse case scenario) yang mungkin

    terjadi.