Upload
selphay
View
352
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan pengurangan emisi co2 analisa kebijakan
ANALISA KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI CO2
Tugas Pengantar Ilmu Lingkungan (PIL)
TPB-14
SELPHA YULIDA 2409 100 008
15
ANALISA KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI CO2
PENDAHULUAN
Pencemaran udara saat ini sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Isu ini menjadi hangat dibicarakan mengingat pengaruh buruknya terhadap lingkungan
hidup secara luas, termasuk manusia di dalamnya. Banyak sekali efek yang terjadi
akibat pencemaran udara ini. Diantaranya ada deposisi asam, kabut asap,
pemanasan global dan deplesi ozon di Stratosfer.
Deposisi asam adalah turunnya pH air hujan akibat tercemarnya air hujan
dengan asam – asam kuat. Istilah ini digaungkan pada tahun 1872 oleh Robert Angus
Smith. Akibat besar yang terjadi akibat hujan asam ini adalah efek yang terjadi pada
pH air permukaan. pH air akan turun sehingga meningkatkan konsentrasi ion Al
sehingga mengakibatkan menurunnya organism akuatik, dan dapat mengurangi
keanekaragaman hayati. Efisiensi energy menjadi hal yang penting dilakukan untuk
mengurangi hujan asam. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil harus diganti
penggunaannya. Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm yang dilaksanakan oleh
PBB pada tahun 1972 juga menghasilkan penetapan baku mutu emisi serta kajian
tentang hujan asam ini.
Fenomena yang paling krusial adalah deplesi ozon di Stratosfer. Pengurangan
kadar ozon Stratosfer oleh reaksi kimiawi yang terjadi akibat adanya zat-zat yang
sebagian besar berasal dari aktivitas manusia sehingga menyebabkan menipisnya
lapisan ozon. Dampak dari hal ini berpangkal pada meningkatnya radiasi sinar
ultraviolet-B (panjang gelombang 280 – 320 nm) ke bumi karena berkurangnya lapisan
ozon yang menyaringnya di Stratosfer. Dan dampak yang dihasilkan adalah:
Meningkatnya kasus kanker kulit melanoma
Meningkatnya kasus katarak, kanker mata dan kerusakan mata
Menurunkan daya kekebalan tubuh manusia sehingga mudah sakit
Menurunkan laju pertumbuhan daun dan batang pada tumbuhan
Merusak bahan plastic dan polimer
Efek lain adalah terjadinya Efek Rumah Kaca. Pada prinsipnya, gas C02 sangat
bermanfaat dalam menopang kehidupan bumi. Di atmosfer, keberadaan gas CO2
merupakan bahan fotosintesis tumbuhan hijau dan sifat rumah kacanya menjaga
kesetimbangan suhu bumi. Banyak proses industri dalam ruang tertutup menggunakan
gas CO2. Konsentrasi yang semakin meningkat di atmosfer menyebabkan
kekhawatiran akan pemanasan global yang semakin tinggi. Dalam proses
15
pembentukan CO2, banyak senyawa lain yang ikut dihasilkan dan perubahan fisik yang
terjadi. Senyawa selain CO2 dan perubahan fisik inilah sebenarnya yang berpotensi
lebih berbahaya dibandingkan dengan CO2-nya sendiri.
Pemanasan global yakni meningkatnya kadar gas karbon dioksida (CO2) di
atmosfer yang merupakan masalah lingkungan dunia yang saat ini marak dibicarakan.
Pemanasan global menyebabkan udara yang terik akibat meningkatnya suhu bumi
yang pada akhirnya berdampak pada perubahan iklim global. Perubahan iklim global
ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan dunia.
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya
keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi
antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO2), metana
(CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK).
Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan
keseimbangan ekosistem
BERBAGAI UPAYA YANG DILAKUKAN
INTERNASIONAL
1. KONVENSI WINA
Konvensi Wina (22Maret1985) : komitmen para pihak (parties) untuk melindungi
kesehatan manusia dan lingkungan dari pengaruh penipisan lapisan ozon dan
bagaimana negara-negara harus bekerjasama dalam penelitian, pengamatan kondisi
ozon dan pertukaran informasi.
2. KTT BUMI
Sesungguhnya, sejak Konferensi Stockholm, polarisasi di antara kaum
developmentalist dan environmentalist semakin menajam. Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil, pada 1992, merupakan upaya
global untuk mengkompromikan kepentingan pembangunan dan lingkungan. Dalam
perjalanannya, komitmen global, yang mengikat (legally binding) maupun tidak (non-
legally binding), belum terimplementasi pada tingkat yang menggembirakan. Oleh
sebab itu – sepuluh tahun kemudian, penyelenggaraan KTT Pembangunan
Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development) pada 2002 di
Johannesburg, Afrika Selatan, ditekankan pada plan of implementation, yang
15
mengintegrasikan elemen ekonomi, ekologi, dan sosial yang didasarkan pada tata
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
Tonggak penting perhatian masyarakat dunia terhadap isu-isu kehutanan
terjadi pada KTT Bumi. Pada konferensi ini untuk pertamakalinya dilahirkan
kesepakatan komprehensif bidang kehutanan, yaitu, dokumen Forest Principles (Non-
Legally Binding Authoritative Statement of Principles for a Global Consensus on
Management, Conservation and Sustainable Development of all Types of Forests).
Kendatipun bukan merupakan komitmen yang mengikat, dalam proses-proses
internasional bidang kehutanan, dokumen Forest Principles merupakan referensi
utama serta jiwa bagi kerjasama antar bangsa.
Kulminasi pengakuan isu kehutanan secara global termaknai dari lahirnya
forum kehutanan tertinggi yang dibentuk oleh PBB pada 2000, yaitu United Nations
Forum on Forest (UNFF) yang berfungsi memfasilitasi dialog mengenai pengelolaan
hutan secara komprehensif di tingkat dunia dan implementasi hasil-hasil KTT Bumi.
Sejak UNFF menjalankan fungsinya, isu-isu kehutanan global bergulir dengan sangat
cepat. Sehingga, setiap negara dituntut untuk senantiasa siap menghadapi setiap
perubahan. Oleh sebab itu di masa sekarang lebih dikenal istilah the survival of the
fastest dan bukan the survival of the fittest. Bukan lagi siapa yang kuat, tetapi siapa
yang lebih cepat.
Keterlibatan Indonesia dalam dialog global yang membahas masalah
kehutanan telah memposisikan sumberdaya hutan nasional sebagai global ownership,
sehingga memberikan positive-feedback bagi keberlanjutan pembangunan kehutanan
kita. Pengalaman dalam mengikuti proses internasional tersebut selanjutnya harus
diteruskan dengan penyusunan kebijakan pembangunan kehutanan yang senantiasa
ber-etika, yakni hutan tidak semata-mata untuk: kepentingan manusia (antroposentrik),
dikonsumsi dengan boros (konsumtif), dan obyek yang boleh dieksploitasi sesuai
dengan keinginan (deterministik). Dalam konteks pergaulan internasional, isu
kehutanan global yang disarikan dalam tulisan ini merupakan isu-isu kunci yang perlu
diikuti perkembangannya karena memberikan implikasi terhadap kebijakan
pembangunan kehutanan nasional.
3. UNITED NATION FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE
CHANGE (UNFCCC)
Pembentukan United Nation Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC) diawali dari pertemuan KTT Bumi (Earth Summit) pada tanggal 3 – 14 Juni
15
1992 di Rio de Jeneiro, Brazil yang dihadiri oleh perwakilan 172 negara. Konferensi
tersebut dihadiri tidak kurang dari 35.000 peserta yang terdiri dari kepala negara,
peneliti, LSM, wartawan, akademisi, dan pihak terkait lainnya. Adapun isu utama yang
didiskusikan yaitu isu lingkungan, termasuk di dalamnya pemanasan global, kerusakan
hutan dan spesies langka, serta pengembangan industri yang ramah lingkungan. Salah
satu hasil konferensi (disamping Agenda 21, CBD, dan rencana lainnya) yang
fenomenal adalah dirumuskannya kerangka kerja internasional mengenai perubahan
iklim atau lebih dikenal dengan United Nation Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC). Setelah Konvensi Kerangka Kerjasama Persatuan Bangsa-
Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on
Climate Change – UNFCCC) disetujui pada KTT Bumi (Earth Summit) tahun 1992 di
Rio de Janeiro, Brazil, negara-negara peserta konvensi mulai melakukan negosiasi-
negosiasi untuk membentuk suatu aturan yang lebih detil dalam mengurangi emisi gas
rumah kaca.
UNFCCC memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan kerjasama secara
berkesinambungan dengan mengadakan konferensi-konferensi yang dibuat melalui
pertemuan atau forum-forum bilateral, regional dan multilateral seperti G8, G20, dan
MEF (Major Economic Forum), dan juga dengan sejumlah organisasi LSM tingkat
internasional, perwakilan-perwakilan antar negara dan organisasi kemasyaraktan
dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Komitmen di bawah UNFCCC :
Kerangka kerja umum - UNFCCC membuat kerangka kerja keseluruhan dalam upaya
memenuhi tantangan perubahan iklim. Pada dasarnya target dari konvensi adalah
menstabilkan konsentrasi GRK pada level yang dapat menghindari kerusakan pada
sistem iklim. Konvensi mempunyai anggota mendekati jumlah negara di dunia pada
Juni 2007, yaitu 191 negara yang meratifikasi emisinya. Negara-negara ini kemudian
menjadi anggota dari Konvensi.
Pelaporan Emisi - Seluruh anggota dari Konvensi setuju berkomitmen pada point-
point perihal perubahan iklim. Seluruh anggota harus membuat dan secara periode
memberikan laporan khusus yang disebut dengan National Communication (NC). NC
ini harus berisi informasi emisi GRK masing-masing dan menjelaskan langkah-langkah
yang telah dilakukan untuk menerapkan komitmen dari Konvensi.
Program Nasional - Konvensi mengharuskan seluruh anggotanya menerapkan
program secara nasional dan langkah-langkah dalam mengkontrol emisi GRK dan
mengatasi pengaruh dari perubahan iklim. Anggota juga harus setuju untuk mendorong
15
pengembangan dan penggunaan teknologi ramah-iklim, mendorong pendidikan dan
kesadaran publik pada perubahan iklim serta dampaknya, manajemen berkelanjutan
pada sektor kehutanan dan ekositemnya yang dapat menyerap CO2 di atmosfer, dan
bekerjasama antara seluruh anggotan dalam masalah ini.
Komitmen negara-negara industri – Negara – negara industri, yang disebut sebagai
anggota Annex I mempunyai komitmen-komitmen tambahan. Seluruh anggotanya
setuju untuk membuat kebijakan dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
mengembalikan emisi GRK mereka ke kondisi pada tahun 1990 pada tahun 2000.
Anggota Annex I juga harus memberikan NC secara berkala dan memberikan laporan
tahunan terpisah mengenai emisi GRK mereka.
Penggunaan teknologi bersama – Negara-negara maju (disebut sebagai Annex II)
juga harus mendorong dan menfasilitasi transfer teknologi yang ramah iklim kepada
negara-negara berkembang dan negara yang mengalami transisi ekonomi. Mereka
juga harus memberikan pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang
menerapkan komitmen mereka melalu Global Environment Facility yang melayani
mekanisme pendanaan dan kerjasama biateral maupun multilateral.
4. Protokol Montreal
Protokol Montreal (lengkapnya: Protokol Montreal atas Zat-Zat yang
mengurangi Lapisan Ozon) adalah sebuah traktat internasional yang dirancang untuk
melindungi lapisan ozon dengan meniadakan produksi sejumlah zat yang diyakini
bertanggung jawab atas berkurangnya lapisan ozon. Traktat ini terbuka untuk
ditandatangani pada 16 September 1987 dan berlaku sejak 1 Januari 1989. Sejak itu,
traktat ini telah mengalami lima kali revisi yaitu pada 1990 di London, 1992 di
Kopenhagen, 1995 di Vienna, 1997 di Montreal dan 1999 di Beijing. Dikarenakan
tingkat penerapan dan implementasinya yang luas, traktat ini dianggap sebagai contoh
kesuksesan kerjasama internasional. Kofi Annan pernah menyebutnya sebagai
"Kemungkinan merupakan persetujuan internasional tersukses sampai hari ini..".
Traktat ini difokuskan pada beberapa kelompok senyawa hidrokarbon halogen
yang diyakini memainkan peranan penting dalam pengikisan lapisan ozon. Semua zat
tersebut memiliki klorin atau bromin (zat yang hanya memiliki fluorin saja tidak
berbahaya bagi lapisan ozon).
15
5. Protokol Kyoto
Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja
PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai
pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau
bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah
emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata
cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober
2003). Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi
Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada
Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup
pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah
ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB:
"Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian
akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2%
dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika
dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target
ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata
emisi dari enam gas rumah kaca - karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur
heksafluorida, HFC, dan PFC - yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima
tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa,
7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan
sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia."
Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro
pada 1992). Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi
Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi
pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang.
Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang
disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC.
15
6. WORKSHOP “BENTUK KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN RENDAH
EMISI CO2”
(1). Singapura
Upaya untuk mengurangi emisi CO2:
Konsep Garden City berubah menjadi Konsep City in the Garden
Dilaksanakannya program penurunan emisi CO2 oleh pemerintah, dan diharapkan
terjadi efisiensi emisi CO2 menjadi 15%.
Penanaman roof garden
Pembangunan gedung-gedung yang menerapkan prinsip efisiensi energi
(2). Malaysia (Johor Baru)
Kontribusi terbesar penghasil CO2 adalah dari sektor industri, yaitu 70.5 juta ton/th
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi emisi CO2, antara lain:
- Penanaman hutan konservasi; luas hutan konservasi pada tahun 1990 seluas
12,74 juta ha dan terjadi penambahan luas pada tahun 2003 seluas 14,39 juta
ha.
- Pemerintah memberlakukan sanksi yang berat bagi penebang pohon di tempat,
yaitu berupa denda sebesar 150 RM untuk setiap pohonnya, dan 250000 RM
untuk yang membakar sampah di area terbuka.
NASIONAL
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan
Amandemen London melalui ketetapan Keppres No. 23 Tahun 1992. Pelaksanaan
program perlindungan lapisan ozon di Indonesia difasilitasi oleh Kementerian
Lingkungan Hidup sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap pelestarian
lingkungan. Dalam mendukung pelaksanaan program perlindungan lapisan ozon,
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan perangkat hukum yang mengatur
perdagangan dan penggunaan Bahan Perusak Ozon (BPO). Sampai tahun 2002,
perangkat hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah sebagai
berikut :
Keputusan Presiden RI No. 23 Tahun 1992.
Ratifikasi KonvensiWina, Protokol Montreal dan Amandemen London
15
Keputusan Presiden RI No. 92 Tahun 1998, tentang pengesahan Montreal
Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer, Copenhagen 1992 Protocol
Montreal tentang zat-zat yang merusak lapisan ozon, Copenhagen 1992.
Peraturan Pemerintah RI, No. 74 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakandan atau membuangB3
Bahan perusak ozon (ozon)merupakan salah satu B3 dengan klasifikasi
berbahaya bagi lingkungan
BPO tercantum dalam daftar B3 pada tabel 1 (yang dipergunakan) dan tabel 2
(yang terbatas dipergunakan)
Pokok-pokok ketentuan:
Kewajiban registrasi BPO bagi penghasil / pengimpor kepada instansi yang
bertanggung jawab.
Kewajiban notifikasi bagi impor B3 yang terbatas dipergunakan
Kewajiban pemberian simbol dan label B3 pada kemasan dan tempat
penyimpanan B3
Pengawasan B3
Kewajiban penyampaian laporan tertulis tentang pengelolaan B3 oleh setiap
orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
110/MPP/Kep/1/1998, tentang larangan memproduksi dan memperdagangkan
bahan perusak lapisan ozon serta memproduksi dan memperdagangkan bahan
perusak lapisan ozon (Ozone Depleting Substances).
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga
Impornya.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
410/MPP/Kep/9/1998, tentang perubahan Kepmen Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Kepmen dan
Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga
Impornya.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
411/MPP/Kep/9/1998, tentang tentang perubahan Kepmen Perindustrian dan
15
Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Kepmen dan
Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga
Impornya.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
789/MPP/Kep/12/2002, tentang perubahan Kepmen Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang
diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah diubah dengan Kepmen
Perindustrian dan Perdagangan RI No. 411/MPP/Kep/9/1998.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
790/MPP/Kep/12/2002, tentang perubahan Kepmen perubahan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 110/MPP/Kep/1/1998 tentang
tentang larangan memproduksi dan memperdagangkan bahan perusak lapisan
ozon serta memproduksi dan memperdagangkan bahan perusak lapisan ozon
(Ozone Depleting Substances) sebagaimana telah diubah dengan Kepmen
Perindustrian dan Perdagangan RI No. 410/MPP/Kep/9/1998.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 376/Menkes/PER/VIII/1990, tentang
bahan, zat warna, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetika.
UU 32 Tahun 2009
Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
b. Upaya perlindungan lapisan ozon, dan
c. Upaya perlindungan terhadap hujan asam
Peraturan Menteri Perdagangan No.24/M-Dag/Per/06/2006
Tentang Ketentuan Impor BPO
1.Larangan impor BPO jenis:
o Carbon Tetraklorida
o Methyl Chloroform
o Halon
o CFC (termasuk R-500 dan R-502)
o MBr
2.Pengaturan impor HCFC
o Impor Hanya boleh dilakukan oleh Importir Terdaftar dan/atau Importir
Produsen
15
o Pengakuan IT / Penunjukan IP diberikan Departemen Perdagangan atas
rekomendasi instansi terkait, termasuk KLH
3.Pembatasan pintu masuk BPO:
o Belawan, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Sukarno
Hatta (Makasar)
Peraturan Mendag No.51/M-Dag/Per/12/2007
Metil Bromida (No.HS2903.39.00.00 dan No.CAS74-83-9) hanya dapat diimpor
untuk keperluan fumigasi dalam rangka perlakuan karantina dan
prapengapalan
Definisi:
o Perlakuan karantina dengan metilbromida adalah perlakuan untuk
mencegah masuk, menetap dan atau menyebarnya hama karantina
(Quarantine Pests) yang dilakukan oleh instansi yang berwenang atau
pihak yang ditunjuk.
o Perlakuan pra pengapalan dengan metil bromida adalah tindakan fumigasi
untuk produk yang diekspor yang dilaksanakan dalam jangka waktu paling
lama 1hari sebelum diekspor untuk memenuhi ketentuan dan atau
pemintaan resmi dari negara pengimpor.
Peraturan Menteri Perindustrian No.33/M-Ind/Per/4/2007
Larangan memproduksi BPO
Dilarang menggunakan BPO yang telah dihentikan impornya pada produksi:
o Air Conditioning yang digunakan dalam ruangan dan kendaraan bermotor,
o lemari es rumah tangga,
o pemadam api
o Foam
o Mesin pendingin
o Aerosol
Mulai 1 Juli 2008, BPO hanya boleh untuk kegiatan pemeliharaan dan
perawatan (servicing)
CFC dan Halon yang didaur ulang boleh dipergunakan untuk pemeliharaan
barang yang sistem kerjanya menggunakan CFC atau Halon
Barang baru yang menggunakan bahan non-BPO wajib menggunakan logo
o Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-IND/PER/11/2008
15
Peraturan Menteri Negara LH No.02 tahun 2007
Tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi Pelakanaan Retrofit
dan Recycle pada Sistem Refrigerasi
o Teknisi yang akan melakukan retrofit dan recycle wajib memiliki sertifikat
kompetensi
o Bengkel yang mempunyai teknisi bersertifikat wajib registrasi ke KLH
o Sertifikat Kompetensi diperoleh setelah mengikuti Uji Kompetensi
o Lembaga Pelatihan harus memenuhi persyaratan mutu
Peraturan MENLH No. 35/2009 Tentang Pengelolaan Halon
Ruang lingkup pengaturan:
o Pengelolaan Halon
Pemilik Halon wajib melaporkan Halon yang dimilikinya kepada BLHD
setempat -KLH
o Penggunaan Kritis
Penggunaan kritis Halon harus mendapat ijin dari Menteri LH
o Bahan Alternatif Pengganti Halon
Hal lain yang diatur:
o Pembinaan dan pengawasan
Pengawasan Halon dilakukan oleh BLHD bersama-sama dengan instansi
Pemadam Kebakaran
Jadwal penghentian impor BPO (Bahan Perusak Ozon) yang berlaku di Indonesia
sebagai berikut:
Kepedulian masyarakat terhadap perlindungan lapisan ozon dapat diwujudkan dengan
cara memilih produk yang tidak menggunakan BPO.
15
MANFAAT BESAR PENGURANGAN EMISI GAS CO2
(Artikel)
Pada prinsipnya, gas C02 sangat bermanfaat dalam menopang kehidupan
bumi. Di atmosfer, keberadaan gas CO2 merupakan bahan fotosintesis tumbuhan hijau
dan sifat rumah kacanya menjaga kesetimbangan suhu bumi. Banyak proses industri
dalam ruang tertutup menggunakan gas CO2. Konsentrasi yang semakin meningkat di
atmosfer menyebabkan kekhawatiran akan pemanasan global yang semakin tinggi.
Dalam proses pembentukan CO2, banyak senyawa lain yang ikut dihasilkan dan
perubahan fisik yang terjadi. Senyawa selain CO2 dan perubahan fisik inilah
sebenarnya yang berpotensi lebih berbahaya dibandingkan dengan C02-nya sendiri.
Senyawa dan perubahan fisik apa saja yang menyertai pelepasan CO2 ke
atmosfer tergantung pada sumber dan prosesnya. Untuk mengetahui hal itu harus
dikaji setiap sumber atau aktivitas yang menghasilkan CO2. Sumber utama CO2
adalah pembakaran bahan bakar fosil yang menyumbang sekitar 74 persen dari emisi
total. Sumber CO2 kedua adalah deforestasi, baik melalui proses pembusukan
maupun pembakaran menyumbang 23 persen. Sisanya, kurang dari 4 persen berasal
dari industri, terutama industri semen, oksidasi CO di troposfer, dan proses alamiah
lainnya.
Proses pembakaran bahan bakar fosil dan pembakaran biomasa hutan hampir
sama. Unsur utama bahan bakar, baik bahan bakar fosil maupun biomasa adalah
karbon. Ketika terbakar sempurna, unsur karbon tersebut menjadi CO2. Besarnya
tingkat kesempurnaan pembakaran biasa disebut combustion efficiency (efisiensi
pembakaran). Pada intinya, combustion efficiency meningkat jika pasokan oksigen
selama proses pembakaran berlangsung tercukupi.Combustion efficiency bahan bakar
fase gas paling tinggi, dan fasepadat paling rendah. Efisiensi pembakaran bahan bakar
gas rata-rata 99.5 persen, bahan bakar minyak paling tinggi 99 persen jika kondisi
pembakaran bagus. Batu bara dan biomasa dalam kondisi kering paling tinggi 98
persen, jika kayu dalam kondisi basah atau tidak ada aliran udara ke dalam sistem
pembakaran yang memadai maka koefisien pembakaran hanya 85 persen.
Unsur karbon yang terbakar tidak sempurna terbentuk menjadi senyawa gas
monoksida (CO), hidrokarbon (HC), terutama metan (CH4), dan partikulat (asap, abu,
jelaga). Gas CO2 adalah produk pembakaran yang paling kecil dampak-negatifnya
terhadap lingkungan. Gas CO2 hanya bersifat rumah kaca dengan nilai GWP sangat
kecil dibandingkan dengan CH4 yang merupakan produk lain dari pembakaran karbon.
Gas CO bersifat polutan yang membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
15
kematian, demikian juga hidrokarbon. Partikulat karbon merupakan polutan yang
berdampak buruk pada kesehatan mata dan pernapasan, terutama jika ukurannya
kurang dari 10 m karena partikulat berpotensi masuk ke sistem peredaran darah.
Di troposfer, hidrokarbon melalui rekasi yang rumit akan terbentuk menjadi CH4
dan CH4 menjadi CO dan selanjutnya menjadi CO2. Jadi untuk meminimalkan dampak
negatif di udara, karbon dalam bahan bakar terbakar menjadi CO2. Oleh karena itu,
diantara bahan bakar yang paling kecil dampak negatifnya terhadap lingkungan
atmosfer adalah bahan bakar gas. Semakin ke bentuk padat, semakin banyak unsur
karbon yang terbentuk menjadi selain CO2 yang jauh lebih berbahaya dibandingkan
dengan CO2.
Pengalihan penggunaan minyak tanah ke gas sangat baik untuk memperbaiki
lingkungan udara karena gas memiliki efisiensi pembakaran paling tinggi, hampir 100
persen, maka hanya sedikit sekali unsur karbon yang terbentuk menjadi CO ataupun
hidrokarbon dan partikulat. Gas juga tidak ada unsur sulfur yang akan membentuk
polutan SO2.
Akibat pembakaran bahan bakar, bukan hanya senyawa CO, hidrokarbon, dan
partikulat karbon saja yang menyertainya. Pada pembakaran bensin untuk kendaraan
bermotor ada partikulat timbal. Unsur sulfur dalam solar, batu bara, dan biota menjadi
sumber SO2 yang mengganggu sistem pernapasan dan iritasi mata, dan juga sistem
transportasi karena berkurang jarak pandang.
Panas yang tinggi pada proses pembakaran menjadi sumber NOx (NO dan
NO2). Unsur nitrogen dalam biomasa terbakar menjadi senyawa nitrogen yang
berbahaya juga seperti NOx, NH3, dan N2O. Bahan bakar solar, batu bara, dan
biomasa mengandung sulfur yang apabila dibakar membentuk senyawa SO2.Dampak
senyawa selain CO2 sangat kompleks dibandingkan dengan CO2. NOx dan karbon
monoksida (CO) merupakan precursor ozon (O3) di atmosfer bawah. Ozon pada
atmosfer bawah, selain bersifat polutan juga merupakan gas rumah kaca. SO2, NH3,
dan NOx berdampak pada pembentukan hujan asam.
Debu partikel selain menyebabkan iritasi mata dan gangguan penglihatan
karena berkurang jarak pandang, partikulat dengan ukuran kurang dari 10 m dapat
masuk ke dalam sistem pernapasan dan akhirnya ikut dalam peredaran darah.
Tentunya hal itu sangat berbahaya. Jika partikulat itu timbal yang masih ada dalam
bensin kita, maka akan menyebabkan gangguan ginjal dan menurunkan kecerdasan
anak. Bahkan timbal ini terakumulasi dalam darah sehingga anak yang dikandung atau
disusui oleh ibu yang tercemar timbal akan berisiko ber-IQ rendah.
15
Deforestasi yang dituding menyumbang 23 persen emisi CO2, memiliki dampak
negatif lain yang seharusnya mendapat perhatian. Dampak pertama dari deforestasi
adalah berkurangnya keanekaragaman hayati, berkurangnya kesuburan tanah, siklus
hidrologi terganggu sehingga berdampak pada bencana banjir dan tanah longsor saat
musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau. Perubahan lahan akibat deforestasi
juga berdampak pada kenaikan suhu udara yang dikenal sebagai urban heat island.
Oleh karena itu, kegiatan reduksi emisi CO2 dalam tujuan menekan pemanasan global
mempunyai tujuan ekologis lain yang lebih besar nilainya. Kalau penanganan
pemanasan global hanya sekadar menekan CO2, sebenarnya masalah pemanasan
global bukan hanya CO2 saja yang menjadi penyebabnya tetapi senyawa lain yang
menyertai terbentuknya CO2, dan dampaknya sudah sangat terasakan dalam merusak
lingkungan serta mengganggu kesehatan. (Sumaryati, peneliti Pusat Pemanfaatan
Sains Atmosfer dan Iklim, Lapan Bandung.)
PENUTUP
Kembali lagi pada penyikapan kita sebagai Khalifah di muka bumi ini. Masalah
politik dan kajiannya terhadap lingkungan sudah diusahakan dan dikerjakan. Tinggal
masalah moral kita dalam bertindak. Penggunaan energy yang berlebihan dalam
kehidupan sehari – hari juga menjadi sumbangan terbesar kerusakan alam ini.
Penyikapan positif harus kita lakukan dari sekarang. Karena nantinya alam ini akan kita
wariskan pada anak cucu kita. Apakah kita mau mewariskan alam yang
memprihatinkan ini kepada anak cucu kita kelak? Tentu saja tidak. Keberlangsungan
ekosistem dan populasi makhlik hidup semuanya bergantung di tangan kita.
Permasalahan inilah yang belum ada bentuk tertulisnya, namun harus dituliskan dalam
hati untuk kemudian dilakukan secara berkesinambungan dan konsisten.
15
SUMBER
Text Book Pengantar Ilmu Lingkungan
Konvensi Wina
http://bplhd.jakarta.go.id/filing/1&2%20DKI%20Jakarta_%20Kebijakan.pdf
KTT Bumi
http://www.dephut.go.id/Halaman/Buku-buku/2004/KLN/Milestone.htm
UNFCCC
http://aadrean.wordpress.com/2010/06/10/united-nation-framework-convention-on-
climate-change-unfccc/
Protokol Montreal
http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Montreal
Protokol Kyoto
http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto
Workshop “bentuk kawasan permukiman perkotaan rendah emisi co2”
http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI8/Record/Notulensi%20-%20syarif.doc
NASIONAL
http://alwaysbeon.wordpress.com/2009/05/25/program-perlindungan-lapisan-ozon-dan-
bahan-bahan-perusak-lapisan-ozon/
http://bplhd.jakarta.go.id/filing/1&2%20DKI%20Jakarta_%20Kebijakan.pdf
Artikel “Manfaat Besar Pengurangan Emisi Gas CO2
http://bataviase.co.id/node/101440