Upload
dinhcong
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
1
ANALISA KEGAGALAN SHAFT STAINLESS STEEL 17-4 PH PADA
POMPA SENTRIFUGAL 107-JC DI PABRIK 1 PLANT AMMONIA PT.
PETROKIMIA GRESIK Galih Nurhadyan
(2),
Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc (1)
, Tubagus Noor Rohmannudin, S.T, M.Sc (1)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
1. Dosen Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya
2. Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Abstract
The failure analysis of the 107-JC pump’s shaft made of stainless steel 17-4 PH series
has been done by the metallurgical investigation method. Pump’s shaft has failed on
December 19th
, 2010 causing the shut down of the pump. It is a centrifugal pumps that drain
Semi Lean Benfield Solution (K2CO3) liquid that is used in the Ammonia’s production
process.
Initial visually observation on a cross sectional area of the fracture shaft indicates
that the location of shaft fractures position is below the keyway of the impeller. Futhermore,
the investigation had done by a results comparative of a fractograph, photographic, and
metallographic examination, identification of the chemical composition, and also mechanical
testing that became the base of this analysis scheme. The investigation’s purpose is to
determine the factor causing failure on the pump’s shaft.
The result of the investigation it is found a crack in cross-section area of a fracture
shaft. The crack originated from the corner of the spie house area (crack initiation), which
then form the propagation of cracks and finally fracture entirely on the side of the shaft (the
final rupture). So it can be concluded that the mechanism of the fracture is a fatigue fracture.
Record keeping and periodic testing of the condition of the pump shaft by using the
method of NDT (Non destructive Test) in the form of ultrasonic testing and liquid penetrant
test needs to be done. It is intended to anticipate the indication of component failure,
especially on the pump shaft associated with the impeller. It also needs to do some selection
and uses of the spie house size that adjusted to the existing standards.
Keyword : stainless steel 17-4 PH, centrifugal pump‟s shaft, fatigue fracture, fracture
pattern, stress concentration , crack propagation
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2
1. PENDAHULUAN
Permasalahan yang sering muncul
terutama adalah pada mesin – mesin pabrik
yang digunakan untuk proses produksi.
Salah satu mesin yang digunakan sebagai
alat produksi yang juga menjadi fokus
pada penelitian ini adalah pompa. Pompa
yang menjadi fokus penelitian ini adalah
pompa 107-JC. Pompa tersebut adalah
pompa sentrifugal yang mengalirkan fluida
berupa Semi Lean Benfield Solution
(K2CO3). Larutan tersebut berguna dalam
proses produksi Ammonia sebagai CO2
absorber.
Pompa, sebagai alat pemindah
fluida memiliki beberapa komponen utama
seperti shaft dan impeller. Karena dua
komponen tersebut merupakan bagian
pompa yang berfungsi sebagai penggerak
dan pemindah fluida, sehingga beban yang
diterima komponen tersebut juga sangat
tinggi. Pada komponen inilah sering
ditemui masalah ataupun kegagalan.
Salah satu contoh kasus kegagalan
pada shaft pompa yang terjadi pada
komponen tersebut adalah patahnya shaft
pompa (fracture) pada tanggal 19
Desember 2010. Indikasi awal terjadinya
masalah adalah vibrasi pada mesin yang
melebihi standar sehingga mesin harus
dimatikan dan diperiksa.
Pengamatan awal yaitu secara
visual menunjukkan bahwa letak shaft
fracture berada pada posisi keyway di
bawah impeller. Kerusakan pada
komponen ini memberikan dampak yang
cukup besar pada proses produksi
Ammonia di Pabrik 1. Kerugian secara
teknis ataupun ekonomis adalah
konsekuensi yang harus diterima akibat
kegagalan ini.
Berangkat dari kasus kegagalan
pada shaft pompa 107-JC ini, beserta
informasi yang telah terkumpul, maka
telah dilakukan penelitian tentang analisis
kegagalan pada shaft pompa 107-JC secara
sistematik. Komparasi antara hasil
fotografi, metalografi, fraktografi,
identifikasi komposisi kimia, pengujian
mekanik, dengan hasil perhitungan
analitikal beban - beban yang bekerja
adalah skema dasar dari penelitian ini yang
akan digunakan sebagai langkah antisipasi
untuk meminimalisir kasus kegagalan
dengan modus yang sama pada komponen
ini di kemudian hari.
2. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam
penelitian kali ini antara lain studi
lapangan dan studi literatur. Studi lapangan
mengacu pada pencarian informasi tentang
komponen yang akan diteliti beserta
informasi tentang kegagalannya dengan
cara terjun langsung ke lapangan yaitu di
PT. Petrokimia Gresik, sedangkan untuk
studi literatur mengacu pada buku-buku,
jurnal penelitian terbaru, situs industri
yang mempelajari tentang permasalahan
analisa kegagalan pada poros pompa.
2.1 Pengambilan Data Primer
Data primer merupakan data utama
yang digunakan untuk mencapai tujuan
penelitian. Pengambilan data primer terdiri
dari empat jenis pengujian, yaitu
pengamatan makroskopik, fractography,
identifikasi komposisi kimia, dan
pengamatan mikroskopik.
a. Pengamatan Makroskopik
Pengamatan makroskopik
dilaksanakan untuk mengetahui bentuk,
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
3
tampilan, dan lokasi komponen yang
mengalami kegagalan secara makro
(kasat mata). Pengamatan ini dilakukan
dengan dua jenis metode yaitu
pengamatan makroskopik menggunakan
bantuan kamera digital SLR Canon
EOS 500D dan dengan menggunakan
bantuan Stereo Mikroskop. Pengamatan
makro yang dilakukan pada komponen
dan sampel material dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Fotografi terhadap komponen yang
mengalami kegagalan.
Pengamatan melalui Stereo
Mikroskop terhadap sampel
material dengan beberapa kali
pembesaran untuk mendapatkan
profil makronya.
b. Pengamatan Fractography
Fractography dilakukan untuk
mengetahui profil permukaan patahan
secara mikro. Sebelum dilakukan proses
ini, sampel material akan dibersihkan
dengan metode Blowing untuk
menghindari adanya kotoran-kotoran
yang menempel seperti oli, debu,
keringat, dan lain sebagainya. Dalam
tahapan fractography ini digunakan
Scanning Electron Microscope ZEISS
EVO MA10.
c. Pengamatan Mikroskopik
Pada pengamatan mikroskopik selain
menggunakan SEM, juga digunakan
mikroskop optik untuk pengujian
metalografi. Pada tahap ini akan dibagi
menjadi dua proses yaitu proses
persiapan dan proses pengamatan
metalografi.
Pengujian metalografi dilakukan
untuk mengetahui struktur mikro yang
terdapat pada material tersebut.
Pemeriksaan terhadap struktur mikro
tersebut bertujuan untuk mengamati
fasa pada permukaan material poros.
Pada pengujian metalografi dibagi
menjadi dua tahap sebagai berikut:
Tahap persiapan :
- Bagian dari spesimen yang akan
diamati secara metallography
adalah penampang melintang
pada poros. Masing-masing dari
spesimen dipersiapkan untuk
menjalani pengujian metalografi
sesuai dengan standarisasi yang
ada.
- Bila spesimen terlalu kecil maka
perlu dilaksanakan mounting
untuk mempermudah proses
persiapan selanjutnya.
- Grinding : Spesimen digosok
pada mesin grinder dari yang
paling kasar bisa mulai dengan
grid 800 sambil dialiri air. Setelah
terjadi garis-garis goresan yang
sejajar dan merata spesimen
dicuci dengan air, dan kertas
gosok diganti dengan grade yang
lebih tinggi secara gradual yaitu
1000, 1200, 1500 dan seterusnya
sampai pada grid 2000.
- Polishing : Spesimen dipoles
dengan ditekan pada permukaan
piringan yang berputar cepat..
Akan didapatkan permukaan
spesimen yang mengkilap seperti
cermin. Untuk membersihkan
goresan-goresan spesimen dicuci
dengan air dan alkohol kemudian
dikeringkan dengan dryer atau
digosok dengan soft tissue.
- Etching : Mencelup permukaan
spesimen ke dalam larutan kimia
tertentu (etching reagent) dalam
waktu yang singkat (dari beberapa
detik sampai beberapa puluh
detik). Untuk masing–masing
logam diperlukan etching reagent
dan lamanya waktu pencelupan
yang berbeda–beda. Adapun
etching reagent yang digunakan
untuk spesimen ini menurut Fry’s
Reagent yang terdiri dari 5 gr
CuCl2, 40 mL HCl, 30 mL
ethanol, dan 30 mL aquades.
Tahap pengamatan :
Pada tahap pengamatan dilakukan
untuk mengamati struktur mikro
yang terdapat pada spesimen
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
4
dengan menguunakan mikroskop
optik dengan beberapa kali
perbesaran.
d. Identifikasi Komposisi Kimia
Identifikasi kimia dilaksanakan
untuk mengetahui komposisi kimia
dalam hal ini unsur apa saja yang
terdapat pada komponen yang
mengalami kegagalan. Pada identifikasi
komposisi kimia dilaksanakan dengan
menggunakan metode Optical Emission
Spectroscopy (OES) untuk mengetahui
unsur kimia apa saja yang terkandung
dalam poros pompa secara kuantitatif.
Mesin yang digunakan dalam percobaan
ini adalah OES ARC-MET 8000.
2.2 Pengambilan Data Sekunder
Data sekunder akan digunakan
sebagai data validasi dari kondisi yang
sebenarnya terhadap spesifikasi awal dari
komponen yang fungsinya sebagai penguat
dari keberadaan data primer. Pengambilan
data sekunder terdiri dari dua jenis
pengujian, yaitu identifikasi beban dan
tegangan operasi serta pengujian mekanik.
a. Identifikasi Beban dan Tegangan
Operasi
Identifikasi tegangan operasi
dilaksanakan untuk mengetahui kondisi
operasi dari komponen. Tegangan
operasi pada poros pompa diantaranya
adalah dikarenakan torsi, berat
komponen, dan gaya hidrolik radial
maupun aksial. Untuk mengetahui gaya
– gaya yang bekerja, maka pertama –
tama yang harus dilakukan adalah
mengukur profil permukaan dari poros
pompa itu sendiri.
b. Pengujian Mekanik
Pengujian mekanik yang dilaksanakan
adalah pengujian kekerasan
menggunakan metode Rockwell C
seperti terlihat pada Gambar 3.7,
dengan pembebanan sebesar 150 kgf
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengambilan Data
Pada penelitian ini data penelitian
terbagi menjadi dua jenis yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer terdiri dari
pemeriksaan awal dan pengamatan
makroskopik, pengamatan fractography,
pengamatan metalografi dan mikroskopik,
identifikasi komposisi kimia. Untuk data
sekunder terdiri dari identifikasi beban dan
tegangan operasi serta pengujian mekanik.
Berikut akan ditampilkan masing – masing
data beserta analisa dari data yang
didapatkan.
3.1.1 Informasi Kegagalan
Terdapat beberapa metode yang bisa
dijadikan acuan ketika akan menganalisa
jejak terjadinya kegagalan pada suatu
komponen (Brooks.R.C, 2002),
diantaranya:
3.1.1.1 Data dan Waktu saat Terjadi
Kegagalan
Pada tanggal 19 Desember 2010
malam, pompa sentrifugal 107-JC trip
(mati) akibat masalah pada metanator (106
D). Ditemukan bahwa mechanical seal sisi
luar pecah. Bearing sisi luar terbakar
karena kemasukan Benfield. Setelah mesin
dibuka, ditemukan sumber permasalahan
berupa poros pompa yang mengalami
patah.
3.1.1.2 Lokasi Terjadinya Kegagalan
Komponen poros ini merupakan
bagian dari pompa sentrifugal 107-JC, dan
berikut merupakan letak terjadinya patah
pada poros tersebut:
Gambar 1 Lokasi patahan shaft di posisi keyway impeller
Lokasi
Patahan
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
5
3.2 Data Primer
3.2.1 Pemeriksaan Awal dan
Pengamatan Makroskopik
Langkah awal dalam proses analisa
kegagalan tentu adalah pengamatan
patahan secara makro. Pengamatan
makroskopik dilaksanakan dalam dua
tahapan yaitu pengamatan makroskopik
dari komponen yang mengalami kegagalan
dan pengamatan permukaan patahan dari
sampel material yang diambil. Langkah
awal yang harus dilakukan adalah poros
dipotong terlebih dahulu dan diambil
bagian patahannya agar lebih mudah untuk
dilakukan proses pengamatan.
Cara awal yang dilakukan adalah
dengan mengamati secara langsung pola
patahan yang terjadi pada poros tersebut.
Setelah mempelajari pola patahan secara
kasat mata, kemudian diprediksi letak awal
terjadinya patahan, penjalaran retakan, dan
juga akhir patahan.
Kecurigaan terjadinya awal retakan
tentu pada bagian dengan daerah yang
memiliki konsentrasi tegangan. Dalam hal
ini daerah pada poros tersebut yang
memiliki konsentrasi tegangan adalah pada
daerah keyway (rumah pasak). Karena
terdapat daerah yang memiliki radius
terkecil. Selanjutnya dilakukan
pengamatan lebih lanjut pada permukaan
patahan untuk menganalisa daerah
penjalaran retakan dan akhirnya pada
daerah akhir patahan.
Gambar 2 Awal terjadinya retakan
Cara yang digunakan untuk
mengamati lebih lanjut dari permukaan
patahan tersebut adalah dengan
menggunakan stereo microscope untuk
melihat pola patahan yang terjadi. Fungsi
dari pengamatan dengan menggunakan
stereo microscope ini adalah untuk
memeperjelas hasil pengamatan secara
makro dari hasil analisa sementara awal
retakan dan penjalaran retakan pada
permukaan patahan karena alat ini
memeiliki perbesaran beragam mulai dari
8x perbesaran sampai dengan 32x
perbesaran. Untuk lebih jelasnya, pola
patahan hasil pengamatan dengan
menggunakan stereo microscope tersebut
difoto menggunakan kamera SLR agar
dapat dilihat dengan lebih jelas lagi awal
patahan (crack initiation), penjalaran
patahan (crack propagation), dan juga
akhir patahan (final rupture).
Pada gambar 3 tersebut merupakan
gambar yang menunjukkan daerah awal
terjadinya retakan. Gambar tersebut
merupakan gambar yang diambil dari
stereo microscope dengan perbesaran
sebesar 10x. Terlihat di sana awal retakan
kecil yang kemudian merambat ke bagian
penjalaran retakan.
Gambar 3 Awal terjadinya retakan perbesaran 10x
Selanjutnya ditelusuri arah
perambatan retakan setelah terjadinya awal
retakan. Perambatan retakan tersebut
ditunjukkan pada gambar 4. Perbesaran
yang diberikan pada pengamatan
perambatan retakan tersebut juga sebesar
10x.
Awal
retakan
Penjalara
n retakan
Arah putaran
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
6
Kemudian, hal yang dilakukan pada
pengamatan patahan tersebut adalah
menentukan letak akhir patahan yang
terjadi. Setelah ditentukan letaknya,
kemudian dilakukan pengamatan pada area
yang diperkirakan sebagai akhir terjadinya
perambatan patahan tersebut dengan
menggunakan stereo microscope juga
dengan perbesaran sebesar 10x.
Gambar 4 Perambatan retakan perbesaran 10x
Gambar 5 Akhir patahan perbesaran 10x
3.2.2 Pengamatan Fractography (Hasil
Uji SEM)
Setelah melakukan pengamatan
secara visual dan secara makro dengan
menggunakan stereo microscope dan juga
kamera SLR, langkah yang dilakukan
selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan
secara fractography. Dalam pengamatan
pada tahap ini digunakan Scanning
Electron Microscope (SEM).
Hasil yang didapatkan akhirnya
dapat menampakkan pola – pola yang
terdapat pada permukaan patahan poros
tersebut. Letak – letak yang diamati pada
pengamatan kali ini mengacu pada prediksi
saat pengamatan secara visual serta
pengamatan dengan menggunakan stereo
microscope, yaitu daerah awal patahan
(crack initiation), penjalaran patahan
(crack propagation), dan juga akhir
patahan (final rupture).
Kemudian untuk lebih mengetahui
pola yang terjadi pada daerah awal patahan
tersebut dilakukan pengamatan dengan
perbesaran hingga 500x. Dan hasilnya bisa
dilihat pada gambar 6. di sana terlihat pola
– pola yang nampak pada daerah
perambatan retakan.
Gambar 6 Daerah awal terjadinya retakan perbesaran
500x
Pengamatan dilanjutkan pada daerah
perambatan retakan yang telah diamati
sebelumnya. Dan pada daerah perambatan
ini perbesaran yang diberikan adalah 500x.
Di situ nampak dengan jelas lubang –
lubang seperti poros pada permukaan
patahan pada area perambatan retakan.
Kemudian, daerah yang diamati
selanjutnya adalah pada daerah akhir
terjadinya patahan. Untuk mengamati
daerah akhir patahan tersebut perbesaran
yang diberikan cukup sebesar 20x karena
sudah terlihat jelas pola patahan yang
terjadi. Hasil pengamatan pada daerah ini
ditunjukkan pada gambar 8.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
7
Gambar 7 Daerah perambatan retakan dengan
perbesaran 500x
Gambar 8 Daerah akhir patahan dengan perbesaran 20x
3.2.3 Pengamatan pada Struktur Mikro
Langkah yang dilakukan setelah
pemeriksaan secara makro adalah
pemeriksaan secara mikro. Pemeriksaan
secara mikro kali ini dilakukan untuk
mengamati struktur mikro pada material
poros berupa Stainless Steel 17-4 PH. Dari
pemeriksaan struktur mikro nanti akan
didapatkan fasa pada material tersebut.
Sehingga dapat diamati apakah material
tersebut telah mengalami perlakuan panas
sesuai dengan standar yang telah diberikan
atau tidak.
Pada gambar 9 ditunjukkan struktur
mikro yang terdapat pada stainless steel
17-4 PH dengan perbesaran masing masing
100x pembesaran. Pada gambar tersebut
tampak fasa penyusun utama dari material
tersebut adalah berupa tempered martensit
yang digambarkan dengan jarum – jarum
martensit berwarna kehitaman pada
gambar. Etsa yang digunakan adalah Fry’s
Reagent.
Gambar 9 Struktur Mikro stainless steel 17-4 PH sample
1 dengan perbesaran 100x
4.2.4 Identifikasi Komposisi Kimia
Pemeriksaan komposisi kimia pada
material poros Stainless Steel 17-4 PH
dilaksanakan untuk mengetahui apakah
komposisi kimia material tersebut sesuai
dengan standar komposisi material ASTM
A564 / ASME SA564 type 630 berikut:
Tabel 1 Komposisi kimia SS 17-4 PH
Pengujian ini dilakukan karena tidak
adanya sertifikat material yang menyertai
komponen poros ini. Pengujian komposisi
yang dilakukan ini menggunakan alat
spestroskopi dengan sistem OES (Optical
Emission Spestroscopy). Spesimen yang
akan diuji harus memiliki permukaan yang
datar untuk diuji komposisi kimianya.
Berikut adalah hasil pengujian komposisi
kimia pada spesimen patahan poros:
Tabel 4.2 Komposisi kimia patahan poros 107-JC
C Mn P S Si Cr Ni Cu N Mo Ti Cb + Ta
Poros 107-JC 0,064 0,528 0,050 0,000 0,468 14,170 4,397 3,702 - 0,143 0,017 -
Komposis iType
C Mn P S Si Cr Ni Cu N Mo Ti Cb + Ta
630 (wrought) 0,07 1 0,04 0,03 1 15 - 17,5 3 - 5 3 - 5 - - - 0,15 - 0,45
Komposis iType
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
8
3.3 Data Sekunder
3.3.1 Analisa Gaya yang Bekerja pada
Poros Pompa
Selain data – data dari segi
pengamatan permukaan patahan, juga
perlu dilakukan analisa terhadap gaya –
gaya yang bekerja pada poros pompa
tersebut sebagai data pendukung dalam
penelitian kali ini. Pada gambar 10
Ditunjukkan gaya – gaya yang bekerja
pada poros pompa tersebut antara lain
berupa gaya radial (Fr) berupa impeller
pompa itu sendiri. Selain itu berat impeller
dan pompa itu sendiri juga termasuk gaya
yang mempengaruhi kerja dan beban dari
poros tersebut. Selanjutnya terdapat pula 2
bearing yang juga menjadi tumpuan pada
poros yang juga dimasukkan sebagai
perhitungan gaya pada poros pompa
sentrifugal tersebut.
Gambar 10 Gaya – gaya yang bekerja pada poros
Melalui perhitungan yang sudah
dilakukan dan pengujian kekuatan yang
juga telah dilakukan, didapatkan data
mekanik untuk material poros sebagai
berikut:
σy = 724,69
MPa
Sf (safety factor) = 2
Kf (stress concentration factor) = 2
σx (momen) = 1,998 MPa
τxy (torsi) = 20,64 MPa
Seperti yang telah dijelaskan pada
penjelasan awal terjadinya patahan, beban
tertinggi terletak pada rumah pasak (spie)
yaitu sebuah pasak yang menghubungkan
poros dengan impeller. Pada daerah ini
tentu juga terdapat konsentrasi tegangan.
Dan konsentrasi tegangan tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan faktor
konsentrasi tegangan (Kf). Nilai
konsentrasi tegangan pada poros ini
bernilai 2 menurut standar yang ada karena
material poros ini melalui proses perlakuan
panas berupa precipitation hardening dan
mengalami pendinginan secara cepat
(quenching).
Gambar 11 Skema pembebanan pada pasak
Ukuran pasak juga sebenarnya
menjadi pertimbangan tertentu pada proses
pembebanan yang dialami oleh poros
tersebut. Menurut perencanaan ukuran
pasak pada poros tersebut memiliki lebar
0,5709 in dengan tinggi pasak 0,2165 in.
3.3.2 Hasil Uji Kekerasan
Dalam penelitian analisa kegagalan
kali ini selain dilihat dari aspek metalurgi,
tentu juga dibutuhkan data – data melalui
aspek mekaniknya. Salah satu data
mekanik yang diperlukan dalam penelitian
kali ini adalah data kekerasan dari material
tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan
pengujian kekerasan pada potongan poros
yang mengalami kegagalan tersebut.
Titik – titik yang diambil melintang
tegak lurus untuk mengetahui distribusi
nilai kekerasan pada material poros
tersebut. Pengujian yang dilakukan
menggunakan alat uji kekerasan rockwell
C. Dari data yang didapat melalui
pengujian kekerasan tersebut didapat rata –
rata nilai kekerasan penampang melintang
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
9
sisi A yaitu 40.8 HRC dan nilai kekerasan
rata – rata pada penampang B adalah 41.4
HRC. Hal itu menunjukkan nilai kekerasan
pada kedua sisi penampang tersebut merata
dan memiliki nilai kekerasan yang hampir
sama.
3.3.3 Hasil Uji Kekuatan
Selain uji kekerasan, data sifat
mekanik yang penting dan juga sering
digunakan adalah nilai kekuatan material
tersebut. Untuk mendapatkan nilai
kekuatan, pengujian yang dilakukan adalah
dengan melakukan uji tarik.
Sebelum melakukan uji tarik,
material yang akan diuji kekuatannya
tersebut harus dipreparasi sesuai dengan
standar uji tarik yang ada. Pada pengujian
kali ini, sample yang diambil berasal dari
potongan poros pompa 107-JC dan
dibentuk sesuai dengan standar spesimen
uji tarik dengan standarisasi JIS Z 2201.
Pengujian dilakukan dengan
menggunakan 2 spesimen uji. Hal itu
bertujuan untuk memastikan nilai kekuatan
material poros tersebut. Dari hasil
pengujian yang telah dilakukan didapat
nilai kekuatan material poros pompa
tersebut memiliki tegangan tarik
maksimum rata – rata (σu) 1.076,6 MPa
dan tegangan luluhnya (σy) 724,69 MPa.
Selain itu data yang didapat dari hasil
pengujian tarik ini berupa data regangan
(elongation-ɛ). Nilai regangan pada
material ini adalah 11,45 %.
3.4 Pembahasan
Setelah melakukan beberapa
tahapan pengamatan, pengujian, dan juga
perhitungan, kemudian dilakukan analisa
terhadap data – data yang telah diperoleh.
Dari dugaan awal bahwa poros tersebut
mengalami kegagalan patah lelah semakin
diperkuat dengan pengamatan pola patahan
yang telah dilakukan. Ciri – ciri patahan
pada poros tersebut memenuhi ciri – ciri
terjadinya patah lelah. Salah satunya,
kegagalan tersebut terjadi sebelum usia
pakainya habis dan juga bekerja pada
keadaan jauh di bawah titik luluhnya.
Kegagalan ini juga disebabkan oleh
pembebanan berulang yang kemudian
menyebabkan patahnya poros tersebut.
Menurut ASM, patah lelah dapat
didefinisikan sebagai proses berubahnya
struktur secara permanen akibat tegangan
berulang yang menyebabkan satu titik pada
permukaan terjadi retakan dan akhirnya
patah setelah perubahan beban tertentu.
Sebenarnya poros tersebut sudah didesain
sedemikian rupa agar beban yang bekerja
kurang dari kekuatan luluhnya, namun
tetap saja terjadi kegagalan. Patah lelah
yang terjadi pada poros ini diakibatkan
oleh pembebanan dinamis, bukan
diakibatkan oleh pembebanan statis.
Masih menurut ASM, patah lelah
dimulai dari suatu retak yang sangat kecil,
yang tidak akan kelihatan dengan mata
telanjang. Dengan berlangsungnya beban
yang berulang, retak tersebut mulai
mengembang. Retak tersebut akan semakin
menjalar karena terjadi konsentrasi
tegangan di area retak tersebut. Setelah
panjang retak mencapai titik tertentu dan
struktur tidak mampu lagi menahan beban
yang bekerja, maka akan terjadi patah
secara tiba tiba.
Tahap – tahap terjadinya patah
pada poros tersebut dimulai dari adanya
crack initiation (awal retakan), kemudian
crack tersebut mengalami crack
propagation (perambatan retakan) dan
tahap terakhir terjadi final rupture (akhir
patahan). Hal tersebut telah dibuktikan
pada hasil pengamatan secara makro baik
itu melalui pengamatan visual langsung
maupun dengan menggunakan stereo
microscope maupun dengan menggunakan
scanning electron microscope (SEM).
Pada permukaan patahan yang diamati
terdapat beberapa bagian yang tampak
halus dan terlihat seperti hilang alur
patahannya dikarenakan rotating bending.
Poros tersebut terus berputar setelah
mengalami patah sehingga terjadi gesekan
antara permukaan patahan poros sehingga
menyebabkan jejaknya sedikit terhapus.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
10
Kemudian, bila ditinjau dari
pengamatan secara mikro, telah dilakukan
pengujian metalografi dan pengujian
komposisi kimia dengan menggunakan alat
optical emission spestroscopy (OES). Hasil
yang didapatkan adalah, material tersebut
telah memenuhi standar ASTM A564 /
ASME SA 564 Type 630. Stainless steel
17-4 PH adalah baja tahan karat dengan
komposisi kimia penyusun utamanya
berupa paduan Cr – Ni – Cu. Pada hasil
pengujian komposisi ditemukan bahwa
kadar Cr di dalam baja tersebut sebesar
14,17 %, memang masih sedikit berada di
bawah standarnya yaitu minimal 15 % Cr,
namun hal tersebut masih berada dalam
batas kewajaran standar komposisi
kimianya. Selain Cr, baja tersebut
memiliki Ni sebesar 4,397 % sehingga
masih berada pada batas jarak standar Ni
pada ASTM yaitu antara 3 – 5 %.
Baja 17-4 PH ini merupakan baja
tahan karat khusus yang mampu
mengalami proses perlakuan panas.
Perlakuan panas yang diberikan pada baja
ini adalah precipitation hardening, yaitu
proses pengerasan dengan memunculkan
adanya presipitat. Presipitat yang muncul
dari baja ini adalah Cu. Hal itu ditunjukkan
pada pengujian spestroskopi yang
menghasilkan kadar Cu sebesar 3,702 %
berada dalam paduan itu. Keadaan ini
sesuai dengan standar ASTM yang
mengharuskan adanya presipitat Cu
dengan kadar antara 3 – 5 %. Komposisi
kimia lainnya pada baja tersebut juga
sudah sesuai dengan standar ASTM seperti
unsur C, Mn, P, S, Si.
Selain ditunjukkan dari komposisi
kimianya, bukti yang menunjukkan bahwa
material tersebut telah mengalami
perlakuan panas yang sesuai adalah dilihat
dari struktur mikro material tersebut.
Pengujian metalografi yang telah
dilakukan menunjukkan adanya fasa
tempered martensit yang merata pada
seluruh permukaan material tersebut. Dan
sesuai dengan gambar diagram fasa yang
ditunjukkan pada gambar 12, menunjukkan
fasa pada baja yang telah mengalami
perlakuan panas pada temperatur 900˚ C
tersebut adalah fasa α dan γ.
Gambar 12 Diagram Fasa Terner Fe-Cr-Ni pada 900˚C
Pengamatan lain yang dilakukan
pada penelitian ini selain secara metalurgi,
juga dilakukan penelitian secara mekanik
sebagai data pendukung penelitian yang
dilakukan. Pengujian secara mekanik yang
dilakukan pada penelitian kali ini adalah
pengujian kekerasan dan pengujian
kekuatan. Dari pengujian kekerasan
didapatkan hasil bahwa material
mengalami perlakuan panas yang merata
dan menyeluruh terbukti dari hasil
kekerasan yang diambil secara melintang
pada diameter porosnya. Nilai rata – rata
kekerasan material tersebut berkisar di
40.8 HRC dan 41.4 HRC.
Pada pengujian kekuatan,
didapatkan beberapa data yang
menunjukkan bahwa material tersebut
telah mengalami proses perlakuan panas.
Hasil pengujian tarik material poros pompa
tersebut memiliki tegangan tarik
maksimum rata – rata (σu) 1.076,6 MPa
dan tegangan luluhnya (σy) 724,69 Mpa.
Dan nilai regangan pada material ini
adalah 11,45 %. Hasil perlakuan panas
pada material tersebut. Bila tidak
mengalami perlakuan panas yang sesuai
dengan standar, kekuatan tarik
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
11
maksimumnya hanya berkisar pada 850
MPa.
Selain pengambilan data mekanik,
juga telah dilakukan perhitungan beban
dan gaya yang bekerja pada poros pompa
tersebut. Dilakukan tiga metode untuk
menganalisa kriteria kegagalan pada
material tersebut, antara lain Teori
tegangan normal maksimum, teori
tegangan geser maksimum, dan juga teori
distribusi energi maksimum. Dari hasil
ketiga perhitungan tersebut, seperti yang
telah dijelaskan di awal pembahasan,
material ini seharusnya tidak mengalami
kegagalan. Hal itu disebabkan karena
beban dan gaya yang bekerja pada poros
tersebut masih jauh di bawah
kemampuannya (tegangan luluh dan
tegangan ijinnya).
Dari beberapa pengujian tersebut
semakin kuat bukti bahwa poros tersebut
mengalami kegagalan berupa patah lelah.
Dan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, terjadinya patah lelah
dikarenakan adanya konsentrasi tegangan
dan adanya pembebanan yang berulang –
ulang. Daerah yang memiliki konsentrasi
tegangan pada poros tersebut adalah
bagian rumah pasaknya. Daerah ini
memiliki konsentrasi tegangan karena
memiliki bagian yang membentuk notch
dan tempat menghubungkan poros dengan
impeller, sehingga beban terbesar pun ada
pada bagian ini. Dan material poros
tersebut memiliki fracture toughness (K1C)
sebesar 53 MPa √m. Perhitungan lebih
lanjut ada pada lampiran 2.
Setelah melakukan pengamatan,
ditemukan bahwa ukuran rumah pasak
pada poros tersebut tidak memenuhi
standar ASME: ANSI Standard B17.1 –
1967. Pada perencanaan ukuran rumah
pasak pada poros tersebut memiliki lebar
0,5709 in dengan tinggi pasak 0,2165 in.
Sedangkan pada ASME: ANSI Standard
B17.1 – 1967 tersebut menunjukkan pada
poros dengan diameter 85 mm atau 3,3465
in memiliki ukuran pasak dengan lebar
0,875 in dengan toleransi –0,0030 dan
tinggi 0,625 in dengan toleransi +0,0030.
Ukuran pasak yang kecil tersebut sangat
memungkinkan konsentrasi tegangan pada
daerah spie tersebut semakin besar dan
rawan terjadinya patah.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah
dilakukan dapat ditarik beberapa
kesimpulan mengenai kegagalan yang
terjadi pada poros pompa 107-JC, yaitu:
1. Awal retakan (crack initiation)
terjadi karena adanya konsentrasi
tegangan pada daerah rumah pasak
yang memiliki sudut yang tajam.
2. Mekanisme terjadinya kegagalan
pada poros pompa diawali dengan
terbentuknya retakan yang berasal
dari sudut daerah rumah pasak
(crack initiation) yang kemudian
membentuk rambatan retakan
(crack propagation) dan akhirnya
patah seluruhnya pada bagian sisi
poros (final rupture) yang
merupakan patah lelah.
3. Faktor penyebab retakan yang
mengakibatkan patahnya poros
tersebut adalah konsentrasi
tegangan pada rumah pasak,
momen bending yang bekerja pada
poros, momen torsi yang bekerja
pada poros.
4. Material poros pompa tersebut
telah memenuhi standar Stainless
Steel 17-4 PH menurut ASTM
A564 / ASME SA564 Type 630
setelah melalui pengujian
komposisi dan uji struktur mikro
yang menunjukkan bahwa material
tersebut telah mengalami perlakuan
panas H900 secara meneluruh
dengan fasa penyusun utama adalah
tempered martensit dan Cu sebagai
presipitatnya.
5. Ukuran desain rumah pasak kurang
sesuai dengan standar ASME:
ANSI Standard B17.1 – 1967 di
mana pada perencanaan ukuran
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
12
pasak pada poros tersebut memiliki
lebar 0,5709 in dengan tinggi pasak
0,2165 in sedangkan menurut
standar poros dengan diameter 85
mm atau 3,3465 in memiliki ukuran
pasak dengan lebar 0,875 in dengan
toleransi –0,0030 dan tinggi 0,625
in dengan toleransi +0,0030.
4.2 Saran
Saran – saran yang diberikan untuk
mencegah terjadinya kerusakan pada poros
pompa dengan pola yang sama di
kemudian diantaranya:
1. Penggunaan NDT ultrasonic
testing dan liquid penetrant test
melalui perawatan secara berkala
untuk mengantisipasi adanya
indikasi kegagalan komponen
poros pompa terutama pada bagian
yang berhubungan dengan impeller.
2. Pencatatan secara berkala kondisi
poros sehingga dapat diketahui
secara pasti cycle number dan
kondisi poros serta pendataan
dalam historical card yang
sistematis.
3. Penggunaan ukuran rumah pasak
disesuaikan dengan standar yang
ada.
Daftar Pustaka
Karassik, Igor J. 1960. Centrifugal
Pumps: Selection, Operation,
and Maintenance. McGraw-
Hill, Inc.
Totten, George E. 2007. Steel Heat
Treatment: Metallurgy and
Technologies. Taylor and
Francis Group.
Berndt, F.and Bennekom, A. Van.,
2001. “Pump Shaft failures –
A Compendium of Case
Studies”, Engineering Failure
Analysis 8 (2001) 135-144
Das, G., dkk., 1999. “Failure
Analysis of Counter Shafts of
A Centrifugal Pump”, National
Metallurgical Laboratory,
Jamshedpur 831 007, India,
Engineering Failure Analysis 6
(1999) 267-276
Unknown. 2005. Single Stage
Centrifugal Pump IRI-SM-06-
EMD:Equipment
Maintenance Description.
Industrial Resources, Inc.
Anis, Samsudin. 1998. Dasar Pompa.
Semarang; Universitas Negeri
Semarang.
Zubek, P. E., 2006. „A Technical
Review of Precipitation
Hardening Stainless Steel
Grades‟.
Aalco Metals, Ltd. Specification For
Stainless Steel: Precipitation
Hardening Stainless Steel.
Wu, Jui-Hung., 2003. “High
Temperature Mechanical
Properties, Fatigue, and
Fracture Behaviour of 17-4
PH Stainless Steel”,
Departement of Mechanical
Engineering National Central
University
ASM Handbook Committee. 2002,
ASM Metals Handbook Vol.
11: Failure Analysis and
Prevention. Ohio, USA: ASM
International.
ASM Handbook Committee, 2002,
ASM Metals Handbook,
Volume 3, Phase Diagram.
Ohio: ASM International.
R. Brooks, Charlie and Choudhury,
Ashok. 2002. Failure Analysis
of Engineering Materials.
New York : McGraw-Hill.
Nash, William A. 1998. Schaum‟s
Outline of Theory And
Problems of Strength of
Materials 4th
edition. McGraw-
Hill, Inc.
Shigley, Joseph E ; Mischke, Charles
R.; and Brown, Thomas H.
1986. Standard Handbook of
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
13
Machine Design. McGraw-
Hill, Inc.
Smith, William F. 1990. Principles of
Materials Science And
Engineering 2nd
edition.
McGraw-Hill, Inc.
www.asminternational.org
(http://www.pumpi.com.mk/img/pd.jp
g)