Upload
others
View
33
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISA KUALITAS AIR IKAN KOI (Cyprinus carpio) YANG TERINDIKASI KHV
(Koi Herpes Virus) PADA KOLAM PEMELIHARAAN DI DESA KEMLOKO,
KECAMATAN NGLEGOK, KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh :
LENY ROSIANA
NIM. 135080101111066
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini asil penjiplakan
(plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, Agustus 2017
Mahasiswa
LenyRosiana
NIM. 135080101111066
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. IbuDr. Uun Yanuhar, S. Pi, M. Si selaku pembimbing pertama dan bapak Dr.Ir.
Muhammad Musa, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah berkenan
membimbing saya selama ini dengan sabar dan bijaksana.
2. Ibu Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D dan Nanik Retno Buwono, S.Pi, MP
selaku dosen penguji, yang telah berkenan memberikan masukan atas
penelitian saya serta memberikan pengarahan kepada saya dengan sabar dan
bijaksana.
3. TIM 17 Dr. Uun Yanuhar, S. Pi, M. Si :
Linda AyuPratiwi Syamsul Rizal Farouq S. M.
Akbar Nugraha IrsyadulFajri M. RizkyMustaqim
Gus Aryadi DewiMangsuroh WildanEffendy
YuniSeptiyani FarizNurYahya Amanda Agustina
MiminWirawati YundaDeliza Faisal Nur F.
El NovanAfrianto ShabrinaAndrawini Ahmad Arief F.
AjiSanjaya Yosef Benny Alta
4. Sujud dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada kedua orang
tua saya tercinta ayah Basuki Cahyono, SE. dan ibu Sunarti, S. Pd dan keluarga
besar atas dorongan yang kuat, dukungan dan do’a.
5. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman (Nanda, Kiki,
Ninda, Suci, Annisa, Umu, Wike, Chandika, Erna, Desi, Mas Niko, Mas Fery),
“Kontrakan E-305”, “CMS Crew”, “Mamacis Crew" dan keluarga besar “FAM 13”
yang selama ini telah banyak membantu, mendukung dan menyemangati dalam
proses Skripsi penulis.
Malang, Agustus 2017
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
6. IbuDr. Uun Yanuhar, S. Pi, M. Si selaku pembimbing pertama dan bapak Dr.Ir.
Muhammad Musa, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah berkenan
membimbing saya selama ini dengan sabar dan bijaksana.
7. Ibu Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D dan Nanik Retno Buwono, S.Pi, MP
selaku dosen penguji, yang telah berkenan memberikan masukan atas
penelitian saya serta memberikan pengarahan kepada saya dengan sabar dan
bijaksana.
8. TIM 17 Dr. Uun Yanuhar, S. Pi, M. Si :
Linda AyuPratiwi Syamsul Rizal Farouq S. M.
Akbar Nugraha IrsyadulFajri M. RizkyMustaqim
Gus Aryadi DewiMangsuroh WildanEffendy
YuniSeptiyani FarizNurYahya Amanda Agustina
MiminWirawati YundaDeliza Faisal Nur F.
El NovanAfrianto ShabrinaAndrawini Ahmad Arief F.
AjiSanjaya Yosef Benny Alta
9. Sujud dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada kedua orang
tua saya tercinta ayah Basuki Cahyono, SE. dan ibu Sunarti, S. Pd dan keluarga
besar atas dorongan yang kuat, dukungan dan do’a.
10. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman (Nanda, Kiki,
Ninda, Suci, Annisa, Umu, Wike, Chandika, Erna, Desi, Mas Niko, Mas Fery),
“Kontrakan E-305”, “CMS Crew”, “Mamacis Crew" dan keluarga besar “FAM 13”
yang selama ini telah banyak membantu, mendukung dan menyemangati dalam
proses Skripsi penulis.
Malang, Agustus 2017
Penulis
vi
RINGKASAN
LENY ROSIANA, Analisa Kualitas Air Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang Terindikasi KHV (Koi Herpes Virus) pada Kolam Pemeliharaan di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar – Jawa Timur.Dengan Dosen PembimbingDr. UunYanuhar, S. Pi, M. Si dan Dr. Ir. Muhammad Musa, MS
Ikan Koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu keanekaragaman hayati
yang dimiliki Indonesia dan patut dibanggakan adalah keragaman spesies ikan hias air tawar.(Kordi et al. 2007). Sehingga Ikan Koi (Cyprinus carpio) menjadi salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi ekonomi yang besar untuk dibudidayakan. Salah satu kendala yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi perikanan adalah penyakit pada ikan antara lain oleh infeksi KHV (Koi Herpes Virus) yang dapat menyebabkan kematian massal pada ikan. Kualitas air memiliki peran yang sangat besar terhadap pertumbuhan Ikan Koi (Cyprinus carpio). Parameter kualitas air yang diukur mengacu pada faktor fisika (kecerahan dan suhu), faktor kimia (pH, Oksigen Terlarut (DO), CO2, Nitrat, Ammonia, Orthofosfat, COD, TOM, dalam perairan (Yazwar, 2008). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahuikondisikualitas air padakolamdankondisiikan yang terindikasi KHV. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan deskriptif dangan pengambilan data primer dan sekunder yang kemudian dilakukan pengukuran kualitas air di laboratium kemudian menganalisa hasil dari pengukuran. Dilakukan survey serta pengamatan Ikan Koi (Cyprinus carpio) pada bebrapa kolam pemeliharaan. Kemudian mengambil sample Ikan Koi (Cyprinus carpio) untuk diamati gejala fisik yang terkena KHV yaitu seperti sisik mengelupas, insang menghitam, terdapat luka di badan, berenang tidak stabil. Setelah mendapatkan, dilakukan pengujian PCR (Polymerase Chain Reaction) pada Ikan Koi di Balai Karantina Ikan Kelas I Juanda, Surabaya. Jika hasilnya positif KHV, dilakukan pengambilan sample air untuk dilakukan pengujian kualitas air. Dari hasil pengukuran kualitas air, terdapat beberapa parameter yang nilainya tidak sesuai dengan standart kualitas yang akan memicu munculnya KHV (Koi Herpes Virus) yaitu Suhu yaitu 25-25,3ºC yang optimal KHV akan muncul. pH yang terlalu rendah yaitu 6,46 – 6,8 yang menghambat pertumbuhan dan pergerakan ikan. Ammonia yang melebihi standart nilai yaitu 0,03 – 0,09 mg/l, CO2 didapatkan hasil yang cenderung tinggi yaitu 13,4 - 14 mg/l, kemudian COD juga nilainya lebih besar dari standart yaitu 51,7 – 60,5 mg/l , dan yangterakhir TOM yang memiliki nilai melebihi baku mutu kualitas air untuk budidaya yaitu 12,6 – 16,4 mg/l. Dari parameter yang tidak sesuai tersebut akan menyebabkan Ikan Koi (Cyprinus carpio) stres karena tidak mampu mentolerir lingkungannya. Sehingga akan mudah terserang Virus karena system kekebalaan tubuhnya menurun, salah satunya KHV (Koi Herpes Virus).
Kondisi ikan pada nilai kualitas air tersebut yaitu sebagian besar mengalami kematian. Yang utama, Koi Herpes Virus (KHV) akan menyerang insang yang kemudian insang akan menjadi hitam dan warna kulit menjadi pucat. Akan terdapaat luka pada kulit yang diakibatkan oleh jamur dan beberapa aka nada yang berenang miring dan melambat.
vii
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah – Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
proposal usulan Skripsi yang berjudul “ANALISA KUALITAS AIR IKAN KOI
(Cyprinus carpio) YANG TERINDIKASI KHV (KOI HERPES VIRUS) PADA
KOLAM PEMELIHARAAN DI DESA KEMLOKO, KECAMATAN NGLEGOK,
KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR”. Laporan Skripsi ini merupakan sarana
untuk melaksanakan kegiatan Skripsi yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan
dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya Malang dan Desa Kemloko Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
Malang, Agustus 2017
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................................. iii
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................................ iv
RINGKASAN ............................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xii
1. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 LatarBelakang ................................................................................................. 1
1.2 RumusanMasalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 3
1.4 Kegunaan ....................................................................................................... 3
1.5 WaktudanTempat ............................................................................................ 3
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4
2.1 Ikan Koi (Cyprinuscarpio) ................................................................................ 4
2.1.1 Klasifikasi, Morfologi dan Anatomi Ikan Koi (Cyprinus carpio) ............. 4
2.1.2 Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Koi (cyprinus carpio) .................... 5
2.2 Kualitas Air ...................................................................................................... 7
2.2.1 Parameter Fisika ................................................................................. 7
2.2.2 Parameter Kimia .................................................................................. 9
3. MATERI DAN METODEPENELITIAN ................................................................. 14
3.1 Materi Penelitian ........................................................................................... 14
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 14
3.3 Metode Penelitian ......................................................................................... 14
3.4 Jenis Data ..................................................................................................... 15
3.4.1 Data Primer .......................................................................................... 15
3.4.2 Data Sekunder ..................................................................................... 16
ix
3.5 Prosedur Pengambilan Air ............................................................................. 17
3.6 Prosedur Analisa Kualitas Air ......................................................................... 17
3.6.1 Parameter Fisika .................................................................................. 18
3.6.2 Parameter Kimia .................................................................................. 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 26
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................................ 26
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian .............................................................. 27
4.2 Hasil Analisa Gejala Klinis KHV (Koi Herpes Virus) pada Ikan Koi
(Cyprinuscarpio) ............................................................................................ 28
4.3 Hasil Analisa Kualitas Air ............................................................................... 30
4.3.1 Parameter Fisika ............................................................................... 31
4.3.2 Parameter Kimia ................................................................................ 33
4.4 Perbedaan Kualiatas Air Kolam Normal dan Kolam KHV ............................... 44
5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 48
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 48
5.2 Saran ............................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 49
LAMPIRAN ................................................................................................................. 55
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Larutan Baku Amonia ......................................................................... 20
Tabel 2. Tabel Larutan Pembanding........................................................................... 23
Tabel 3. Data Rata – rata Kualitas Air Kolam yang Terindikasi KHV........................... 30
Tabel 4. Tabel Data Kualitas Air Pada Kolam Kontrol ................................................. 44
Tabel 5. Data Rata – rata Kualitas Air Kolam yang Terindikasi KHV........................... 45
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan Koi (Cyprinuscarpio).. ......................................................................... 4
Gambar 2. Gambar kolam pemeliharaan ................................................................... 28
Gambar 3. Gambar Gejala Klinis Ikan Koi KHV .......................................................... 29
Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran Suhu.................................................................. 31
Gambar 5. Grafik Hasil Pengukuran pH ..................................................................... 34
Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran Amonia .............................................................. 35
Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran CO2................................................................... 38
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran COD .................................................................. 39
Gambar 9. Grafik Hasil Pengukuran TOM ................................................................. 43
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan Pengukuran Kualitas Air ............................................... 55
Lampiran 2. Tabel Kualitas Air Lengkap Kolam KHV ................................................. 58
Lampiran 3. Dokumentasi .......................................................................................... 59
Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian............................................................................ 60
1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikan Koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu keanekaragaman hayati
yang dimiliki Indonesia dan patut dibanggakan adalah keragaman spesies ikan hias
air tawar. Ikan hias air tawar diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies ikan
hias yang ada di seluruh dunia. Salah satu komoditas ikan hias air tawar introduksi
yang sampai saat ini masih menjadi primadona di pasar internasional dan
merupakan ikan hias kelompok mahal, serta fluktuasi di pasaranpun relatif stabil
(Kusrini et al. 2015). Sehingga Ikan Koi (Cyprinus carpio) menjadi salah satu
komoditas perikanan yang memiliki potensi ekonomi yang besar untuk
dibudidayakan.
Salah satu kendala yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi
perikanan adalah penyakit pada ikan antara lain oleh infeksi KHV (Koi Herpes Virus)
yang dapat menyebabkan kematian massal pada ikan sehingga menimbulkan
kerugian yang cukup besar bagi petani Ikan Koi (Cyprinus carpio) dalam
pembudidayaannya. Kualitas air memiliki peran yang sangat besar terhadap
pertumbuhan Ikan Koi (Cyprinus carpio). Manajemen kualitas air memegang peran
yang sangat penting pada keberhasilan budidaya perairan. Air sebagai media hidup
ikan, berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air
menentukan keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem
perairan, baik terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai
penyusun ekosistem tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat
2
menyebabkan kegagalan budidaya, sebaiknya kualitas air yang optimal dapat
mendukung pertumbuhan organisme perairan (Agung, et al. 2014).
Faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan kegiatan budidaya ikan
yaitu kualitas airnya. Dalam menjaga nilai kualitas air yang sesuai, perlu dilakukan
manajemen kualitas air yang baik pula. Manajemen kualitas air yang baik disini
termasuk pengelolaan kualitas air dalam kolam pemeliharaan dan pemantauan
secara teratur untuk setiap kolam pemeliharaan. Jika dalam budidaya tidak
menerapkan manajemen kualitas air yang baik, maka ikan dapat terkena stres kronis
dari pathogen karena kualitas air yang buruk, dan kondisi lingkungan yang buruk
juga dapat merugikan kehidupan ikan. Efek buruknya dapat menurunkan system
kekebalan ikan sehingga ikan rentan terhadap penyakit (Hoole et al., 2001). Upaya
terhadap pencegahan penyebaran wabah KHV (Koi Herpes Virus) ikan - ikan
sebelum dibudidayakan dan ditransportasikan ataupun bahkan di pusat- pusat
perikanan budidaya dapat dilakukan dengan pemeriksaan sejak awal, untuk
memastikan ikan-ikan tersebut adalah sehat (Rahmawati et al. 2016). Kualitas air
yang perlu diperhatikan yaitu suhu, kecerahan, pH, TOM, COD, nitrat, ammonia,
orthofosfat, CO2.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas maka perlu dilakukan penelitian atau analisa
kualitas air untuk mengetahui kondisi kualitas air dan kondisi Ikan Koi (Cyprinus
carpio) yang terindikasi Koi Herpes Virus (KHV). Parameter yang diteliti mencakup
kondisi kualitas air secara fisika dan kimia serta kondisi fisik Ikan Koi (Cyprinus
carpio). Kondisi kualitas air dalam usaha budidaya utamanya pada kolam budidaya
memegang peranan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan karena kualitas air
3
utamanya faktor fisika dan kimia sangat berpengaruh pada kondisi Ikan Koi
(Cyprinus carpio) yang akan berdampak pada produktivitas Ikan Koi (Cyprinus
carpio). Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana kondisi kualitas air pada kolam
pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang terindikasi KHV (Koi Herpes Virus)
berdasarkan parameter fisika dan kimia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian adalah untuk
menganalisa Kualitas Air Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang terindikasi KHV (Koi
Herpes Virus) dilihat dari parameter fisika dan kimia.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai analisa kualitas air pada kolam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio)
yang terindikasi KHV (Koi Herpes Virus) dan sebagai bahan rujukan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Pengukuran Kuaitas Air dilakukan Laboratorium Lingkungan dan Bioteknologi
Perairan FPIK UB Malang dan Balai Karantina Kelas 1 Surabaya dilakukan untuk
pengujian PCR dan di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar
merupakan tempat pengambilan sampel. Serta waktu penelitian dilakukan pada
bulan Maret – Mei 2017.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio)
2.1.1 Klasifikasi, Morfologi dan Anatomi Ikan Koi (Cyprinus carpio)
Menurut Saanin (1984), klasifikasi Ikan koi (Cyprinus carpio) adalah sebagai
berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Actinopterygii
Super ordo : Teleostei
Ordo : Cypriniformes
Familia : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Adapun berikut adalah gambar dari Ikan Koi (Cyprinus carpio) menurut
Chumcal (2002) :
Gambar 1. Ikan Koi (Cyprinus carpio) (Chumcal. 2002)
5
Ciri ciri morfologi yang telah banyak dikenali masyarakat di Indonesia adalah
badan Ikan Koi (Cyprinus carpio) berbentuk memanjang dan sedikit pipih ke
samping (compresed). Mulut Ikan Koi terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat
disembulkan (protaktil), dibagian mulut terdapat dua pasang sungut, didalam mulut
terdapat gigi kerongkongan yang terdiri atas tiga baris berbentuk geraham. Sirip
punggung Ikan Koi berbentuk memanjang yang bagian permukaannya
berseberangan dengan sirip perut (Ventral). Sisik Ikan Koi berukuran cukup besar
dengan tipe sisik lingkaran dan terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi (linea
lateralis) yang dimiliki lengkap dan berada di pertengahan tubuh dengan posisi
melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Narantaka,
2012).
Secara garis besar tubuh Ikan Koi (Cyprinus carpio) terdiri dari tiga bagian,
yaitu badan, kepala dan ekor. Bentuk tubuhnya agak memanjang dan memipih
tegak. Perbandingan total antara panjang badan dan tingggi badan sekitar 3 : 1. Bila
dipotong di bagian tengah badan, perbandingan antara tinggi dan lebar badan
sekitar 3 : 2, tergantung varietas (Supriatna, 2013).
2.1.2 Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Koi (Cyprinus carpio)
Ikan Koi (Cyprinus carpio) menyukai tempat hidup (habitat) di perairan air
tawar yang airnya tidak terlalu dalam (kurang dari 1 meter) dan alirannya tidak terlalu
deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Sementara itu, larva ikan mas lebih
menyukai daerah perairan yang dangkal, tenang dan terbuka (tidak ternaungi pohon
– pohon rindang). Setelah berukuran benih, ikan mas menyukai tinggal di periran
yang agak dalam, mengalir dan terbuka (Supriatna, 2013).
6
Ikan Koi (Cyprinus carpio) umumnya hidup di alam pada bagian tengah dan
hilir sungai serta perairan dangkal tertutup.Ikan mas dapat tumbuh secara optimal
pada kisaran suhu air sekitar 23 - 30C, dengan pH antara 6,5 - 9,0. Ikan Koi
(Cyprinus carpio) dapat bertahan hidup pada lingkungan perairan dengan kadar
oksigen terlarut rendah (0,3 - 0,5 mg.1-1) dan juga pada situasi supersaturasi. Ikan
Koi dapat hidup di daerah dengan ketinggian 150 - 600 m di atas permukaan Laut
(dpl). Meskipun tergolong ikan air tawar ikan mas terkadang dapat ditemukan di
perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas antara 25 - 30 pptau
(Khairuman et al., 2008).
Ikan Koi (Cyprinus carpio) merupakan pemakan segala (omnivorous) dengan
kecendrungan yang tinggi untuk memangsa organisme bentik, seperti serangga air,
larva serangga, cacing, moluska, dan zooplankton. Pada perairan mengalir ikan mas
biasanya menggali di bawah perairan untuk mencari makanan. Konsumsi
zooplankton cukup tinggi bila ikan mas hidup di dalam kolam dimana stok plankton
memiliki densitas yang tinggi. Terkadang ikan mas juga mengkonsumsi ranting,
daun, dan biji – bijian dari tumbuhan air maupun darat, tumbuhan akuatik yang
membusuk dan lain - lain (Peteri. 2004).
Menurut Suseno (2000), Ikan Koi di Indonesia berasal dari daratan Eropa
dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budidaya yang sangat
penting. Ikan Mas koi awalnya berasal dari Tiongkok Selatan. Disebutkan, budi daya
ikan Mas diketahui sudah berkembang di daerah Galuh (Ciamis) Jawa Barat pada
pertengahan abad ke-19. Masyarakat setempat sudah menggunakan kakaban untuk
pelekatan telur ikan Mas yang terbuat dari ijuk pada tahun 1860, sehingga budi daya
ikan Mas koi kolam di daerah Galuh disimpulkan sudah berkembang berpuluh-puluh
tahun sebelumnya.
7
Penyebaran ikan Koi (Cyprinus carpio) di daerah Jawa lainnya, terjadi pada
permulaan abad ke-20, terutama sesudah terbentuk Jawatan Perikanan Darat dari
“Kementrian Pertanian” (Kemakmuran) saat itu. Dari Jawa, ikan Mas kemudian
dikembangkan ke Bukittinggi (Sumatera Barat) tahun 1892. Berikutnya
dikembangkan di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara) tahun 1895, daerah Bali
Selatan (Tabanan) tahun 1903, Ende (Flores, NTT) tahun 1932 dan Sulawesi
Selatan tahun 1935. Pada tahun 1927 atas permintaan Jawatan Perikanan Darat
saat itu juga mendatangkan jenis-jenis ikan Mas dari Negeri Belanda, yakni jenis
Galisia (Mas Gajah) dan kemudian tahun 1930 didatangkan lagi Mas jenis Frankisia
(Mas Kaca) (Rudianti dan Ekasari, 2009)..
2.2 Kualitas Air
2.2.1 Parameter Fisika
a. Suhu
Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme dan nafsu
makan ikan. Suhu juga berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dan zat-zat toksik
yang terlarut dalam air. Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi ikan, dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10ºC akan
menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik hingga 2-3 kali
lipat (Effendi, 2003).
Suhu merupakan derajat ukuran panas dingin air dalam perairan. Suhu
perairan dipengaruhi oleh adanya radiasi cahaya matahari. Intensitas cahaya
matahari yang besar pada permukaan air akan meningkatkan suhu. Suhu yang
sesuai untuk pertumbuhan ikan mas (cyprinus carpio) yaitu berkisar antara 20-25 ºC
8
(Ciptanto, 2010). Ikan yang berpotensi terkena virus mungkin akan dengan mudah
terinfeksi dan berkembang menjadi penyakit dan dapat menyebabkan kematian,
atau ikan yang hidup pada awal infeksi suatu penyakit akan menjadi karier
(pembawa) virus, karena suatu virus juga dapat bergantung pada suhu suatu
perairan (Eide et al., 2011).
b. Kecerahan
Kecerahan merupakan suatu karakteristik air yang menggabungkan efek
warna dan kekeruhan yang mampu menunjukkan tingkat daya tembus cahaya
kedalam badan air. Perairan yang bersih akan membuat cahaya masuk lebih dalam
ke air daripada yang keruh. Cahaya berfungsi untuk proses fotosintesis yang
menghasilkan oksigen. Polutan membuat tingkat kecerahan perairan menjadi
menurun (Ramachandra dan Solanki, 2007).
Menurut Gusrina (2008), menyatakan bahwa kecerahan dipengaruhi oleh
jumlah masuknya sinar matahari kedalam perairan yang memiliki fungsi utama untuk
asimilasi tanaman dalam air. Tetapi masuknya cahaya matahari ke dalam air
dipengaruhi oleh kekeruhan air. Yang menyebabkan keruhnya air diantaranya yaitu
adanya jasad – jasad renik yang merupakan plankton serta adanya benda halus
yang tersuspensi. Jika perairan menjadi keruh, dapat menyebabkan daya ikat
oksigen yang rendah, selera makan ikan juga rendah dan sulitnya bernafas bagi
ikan. Menurut Kordi dan Tancung (2005) bahwa kecerahan yang baik bagi usaha
budidaya budidaya ikan mas dan biota lainnya berkisar 30 – 40 cm. Bila kecerahan
sudah mencapai kedalaman kurang dari 25 cm, berarti akan terjadi penurunan
oksigen terlarut secara dratis.
9
2.2.2 Parameter Kimia
a. Derajat Keasaman (pH)
pH air mengekspresikan intensitas asam maupun basa perairan. Bentuk
persamaan pH adalah logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen. Skala pH berkisar
antara 0–14 (Samsundari dan Ganjar, 2013). Menurut Lesmana (2002) pH yang baik
untuk pemeliharaan ikan koi berkisar antara 7,2 – 7,4.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai
nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,
misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Pada pH rendah, akan
menghambat pergerakan pada ikan. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan
akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5–9,0 dan kisaran optimal pH adalah 7,0–
8,7 (Kordi, 2014).
b. Ammonia
Menurut Kordi dan Tancung (2010), ammonia mempengaruhi pertumbuhan
biota budidaya. Diperairan tambak atau kolam ammonia disebabkan oleh sisa-sisa
ganggang yang mati, sisa pakan dan kotoran biota budi daya sendiri. Didalam air
ammonia terdapat dalam 2 bentuk, yaitu NH4+ atau yang biasa disebut Ionized
Ammonia (IA) yang kurang beracun dan NH3 atau Unionized Ammonia (UIA) yang
beracun. Kadar ammonia dapat menimbulkan kerusakan insang serta dan dapat
menyebabkan kematian ikan. Oleh karena itu kondisi perairan kolam harus selalu
dipantau.
Menurut SNI (1999), konsentrasi amonia untuk budidaya Ikan Koi (Cyprinus
carpio) pada karamba jaring apung, kolam air tenang dan kolam air deras yaitu
kurang lebih 0.01 mg/l. Menurut Ayu et al. (2014) menyatakan bahwa sumber utama
10
amonia dalam air adalah dari hasil perombakan bahan organik yang berasal dari
sisa pakan dan sisa metabolisme.
c. CO2 (Karbondioksida)
Jumlah oksigen terlarut dalam air tergantung pada jumlah karbondioksida
yang ada. Hubungannya yaitu apabila jumlah oksigen meningkat maka jumlah
karbondioksida menurun. Pada proses fotosisntesis misalnya karbondioksida yang
digunakan untuk bereaksi dengan air akan menghasilkan oksigen sehingga jumlah
karbondioksida cenderung menurun dan berbanding terbalik kembali pada proses
respirasi. Konsentrasi karbondioksida juga dipengaruhi oleh bahan – bahan organik
di dasar kolam (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
Karbondioksida (CO2) dengan kadar 50 – 100 mg/l bersifat racun bagi ikan
dan dapat menyebabkan ikan mati. Batas kadar gas CO2 yang bisa diterima ikan
berkisar 5 mg/l. Ini pun harus diimbangi dengan kadar oksigen yang cukup tinggi
untuk menghindari resiko ikan kekurangan oksigen. Ikan akan menjadi aktif
bernapas apabila CO2 lebih banyak larut dalam air dari pada O2 yang dapat dilihat
dari gerakan air di seputar insang (Saman, 2014).
d. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut digunakan organisme akuatik untuk pernapasan dan
metabolism. Menintgkatnya oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh adanya difusi
udara pada perairan, turunnya hujan, aliran inlet kolam, adanya faktor kincir dan
fotosintesos oleh tumbuhan atau fitoplankton. Konsentrasi minimum oksigen terlarut
bagi sebagian besar ikan air tawar yaitu 5 ppm. Pada konsentrasi oksigen yang lebih
kecil dari itu ikan masih bisa hidup namun menyebabkan nafsu makan menurun.
11
Oksigen terlarut yang sesuaia untuk budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) yaitu lebih
dari 5 ppm (Ciptanto, 2010).
Jika oksigen terlarut tidak seimbang akan menyebabkan stress pada ikan
karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup, serta kematian akibat
kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat
mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Pada siang hari, oksigen dihasilkan
melalui proses fotosintesa sedangkan pada malam hari, oksigen yang terbentuk
akan digunakan kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada
cahaya. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum menjelang
pagi hari (Arifin, 2003). Menurut Irianto (2005) bahwa kadar oksigen terlarut yang
menunjang pertumbuhan dan proses pemeliharaan ikan koi lebih yaitu > 3 ppm.
e. Chemycal Oxygen Demand (COD)
Nilai COD lebih akurat untuk dijadikan sebagai tanda keberadaan racun
dibandingkan dengan nilai BOD. COD diukur dalam laboratorium dengan prosedur
oksidasi dicromate. COD diukur dengan satuan mg/l dengan analisis yang dilakukan
dilaboratorium (Ramachandra dan solanki, 2007).
COD menunjukkan tingkat kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan
organik baik secara kimia maupun biologis atau menunjukkan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat dalam
perairan menjadi CO2 dan H2O. Sama halnya seperti BOD5, nilai COD akan
meningkat dengan semakin tingginya bahan organik yang terdapat di dalam perairan
(Asmara, 2005).
12
f. Orhofosfat
Pada perairan, konsentrasi fosfat yang tinggi akan mengganggu proses
metabolisme bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Ebeling et al.,
2006). Sisa metabolisme dan sisa pakan yang mengendap didasar kolam dapat
menyebabkan meningkatnya konsentrasi fosfat sehingga perairan menjadi keruh.
Semakin keruhnya suatu perairan kolam dapat mengurangi cahaya matahari untuk
masuk ke dalam perairan dan dapat menghambat fitoplankton untuk berfotosintesis.
Jika hal ini terjadi dapat menurunkan produktivitas perairan dan terjadi penurunan
kualitas air (Rahman, 2008).
g. Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil (Bahri, 2006). Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan
alami dan merupakan sumber nutrisi utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya. Kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/L menggambarkan telah
terjadinya pencemaran (Tatangindatu et al, 2013).
Menurut pernyataan Simanjuntak dan Kamlasi (2012), zat hara nitrat
diperlukan dan mempengaruhi terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan
dari kehidupan fitoplankton dan mikroorganisme lainnya sebagai sumber makanan.
h. TOM (Total Organic Matter)
Bahan organic yang tinggi akan mempengaruhi kelimpahan organisme
dimana terdapat organisme – organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya
kandungan bahan organic tersebut, sehingga akan terjadi dominasi pada spesies
13
tertentu. TOM dapat menggambarkan bahan organic total dalam suatu perairan
yang terdiri dari bahan organic tersuspensi, terlarut dan koloid (Perdana et al. 2014).
Menurut Lukman dan Hidayat (2000), menyatakan bahwa pada kolom air
bahan organic terdiri dari fraksi partikulat dan terlarut. Yang lebih mudah mengalami
mineralisasi yaitu komponen organik terlarut sementara komponen partikulat akan
tersedimentasi. Kondisi perairan yang tergenang akan memberi peluang TOM untuk
mengendap sehingga akan terjadi akumulaasi bahan organik yang cukup tinggi.
Sehingga penyerapat oksigen akan meningkat.
14
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi penelitian ini yaitu mengenai kualitas air pada kolam pemeliharaan
ikan Koi (Cyprinus carpio) yang telah terinfeksi Koi Herpes Virus (KHV)) pada kolam
pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio). Kualitas air yang dianalisis yaitu meliputi
parameter fisika dan parameter kimia. Parameter fisika meliputi suhu dan
kecerahan, parameter kimia meliputi pH, Dissolved Oxygen (DO), karbondioksida
(CO2), amonia, Chemical Oxygen Demand (COD), nitrat, orthofosfat dan TOM.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 1.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei
deskriptif. Metode survei deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan lokasi
penelitian secara nyata sesuai dengan keadaan di lapang dan dibuktikan melalui
analisa data. Pada metode ini pengambilan data dilakukan tidak hanya terbatas
pada pengumpulan dan penyusunan data, tapi juga meliputi analisis dan
pembahasan dari data tersebut. Metode ini bertujuan untuk membuat
penggambaran secara sistematis, nyata dana akurat mengenai fakta–fakta dan sifat-
sifat populasi suatu daerah tertentu yang sedang diteliti (Suryabrata, 1980). Metode
survei merupakan salah satu kegiatan penelitian semacam pengamatan atau
observasi secara pasif dalam pengumpulan data. Survei merupakan satu cara
15
utama dalam pengumpulan data apabila data sekunder dianggap belum cukup
lengkap untuk menjawab suatu pertanyaan (Mubyarto dan Suratno, 1981).
3.4 Jenis Data
Data yang diambil pada penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer dan data sekunder merupakan pengelompokan berdasarkan
sumber-sumber data.
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang didapat langsung di lapangan oleh peneliti
yang bersangkutan yang ingin memperoleh data terkait dengan penelitiannya. Data
didapatkan langsung dari kegiatan observasi, wawancara dan partisipasi aktif
(Hasan, 2002). Observasi merupakan suatu cara mendapatkan data dengan
mengamati dan melihat perilaku seseorang tanpa melakukan manipulasi atau
pengendalian, dan mencatat penemuan yang dimungkinkan atau memenuhi syarat
untuk digunakan kedalam tingkat penafsiran analisis (Black dan Champion, 1999).
Observasi dapat melibatkan semua panca indra baik penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, maupun pembau. Pencatatan hasil dapat dilakukan dengan
bantuan alat rekam elektronik (Haryanto, 2013).
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang di gunakan untuk
memperoleh informasi secara langsung dari sumbernya. Wawancara dapat
dilakukan untuk memperoleh data yang lebih banyak dari responden. Faktor yang
mempengaruhi wawancara, yaitu: pewawancara, responden, pedoman wawancara,
dan situasi wawancara (Ridwan, 2002). Menurut Djaelani (2013), Partisipasi aktif
merupakan kegiatan dimana peneliti terlibat langsung dalam kegiatan yang diteliti.
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk
16
menjelaskan suatu kegiatan dalam bentuk foto, tulisan, rekaman serta berbagai cara
lainnya yang bisa menjadi salah satu sumber informasi mengenai berbagai peristiwa
(Sudarsono, 2003). Pengambilan data primer dalam penelitian ini meliputi kualitas
air pada kolam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang terinfeksi Koi
Herpesvirus (KHV).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah lebih dulu dikumpulkan dan dilaporkan
oleh orang diluar dari penyidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu
sesungguhnya adalah data yang asli, data tersebut tidak diterbitkan atau dibuat oleh
penggunanya (Kuswadi dan Mutiara, 2004). Dalam suatu penelitian yang yang dapat
dijadikan sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta situs di internet
yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2009).
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian yang diambil yaitu terdiri
dari segala informasi yang berhubungan dengan penelitian tentang Analisa kualitas
air pada kolam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang terinfeksi Koi
Herpesvirus (KHV). Informasi yang digunakan tersebut diperoleh dari studi literatur
yang berasal dari situs internet, jurnal nasional maupun internasional, buku dan
laporan skripsi yang terdapat di ruang baca Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
maupun yang terdapat di perpustakaan lainnya.
17
3.5 Prosedur Pengambilan Air
Pengambilan sampel air yang dilakukan dalam penelitian yaitu dengan
mengambil sampel air untuk pengukuran beberapa parameter kualitas air
dilaboratorium. Adapun prosedur pengambilan sampel air yaitu:
1. Mengambil sampel air pada kolam dengan botol plastik volume 600 ml sebanyak
3 botol dengan 1 kali pengambilan sampel air pada setiap minggu selama 3
minggu.
2. Melakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air diantaranya Oksigen
Terlarut (DO), Karbondioksida (CO2), Chemical Oxygen Demand (COD),
Orthofosfat, Nitrat, TOM dan Amonia dan dianalisa di laboratorium.
3.6 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air diukur selama 3 minggu, pengambilan air dilakukan
pada 3 titik yaitu inlet, bagian tengah kolam dan outlet. Kemudia yang dianalisa pada
penelitian ini antara lain meliputi beberapa parameter yaitu parameter fisika dan
parameter kimia perairan. Parameter fisika yang diamati yaitu meliputi suhu dan
kecerahan. Parameter kimia yang diamati yaitu meliputi pH, amonia (NH3),
karbondioksida (CO2), oksigen terlarut (DO), Chemical Oxygen Demand (COD),
Nitrat, Orthophospat, TOM. Pengukuran beberapa parameter kualitas air dilakukan
secara langsung (in situ) pada kolam ikan mas (Cyprinus carpio). Parameter
kualitas air yang yang dilakukan secara in situ yaitu meliputi : suhu, kecerahan,
derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO). Pengukuran kualitas air Chemical
Oxygen Demand (COD), nitrat, orthoposphat, TOM dan amonia dilakukan di
laboratorium. Adapun prosedur analisa pengukuran kualitas air pada kolam Ikan Koi
(Cyprinus carpio) yang terinfeksi KHV adalah sebagai berikut:
18
3.6.1 Parameter Fisika
Adapun prosedur pengukuran parameter fisika dalam penelitian yaitu:
a. Suhu
Menurut SNI (1990), prosedur pengukuran suhu menggunakan Thermometer
Hg adalah sebagai berikut:
1. Memasukkan thermometer Hg kedalam perairan dengan membelakangi
matahari, dan ditunggu beberapa saat sampai air raksa dalam termometer
berhenti pada skala tertentu.
2. Membaca skala thermometer dengan mengangkat thermometer sedikit, dibaca
saat masih dalam perairan dan jangan sampai tangan menyentuh bagian air
raksa thermometer.
3. Mencatat dalam skala yang ada dalam ºC.
b. Kecerahan
Menurut Bloom (1998), pengukuran kecerahan pada kolom perairan dapat
menggunakan alat bantu berupa secchi disc. Adapun metode pengukurannya yaitu:
1. Memasukkan atau menurunkan secchi disc secara perlahan ke dalam air
hingga batas secchi disc tidak tampak pertama kali dan dicatat kedalamannya
sebagai D1.
2. Menarik pelan-pelan secchi disc sampai nampak pertama kali dan dicatat
kedalamannya sebagai D2.
3. Memasukkan data ke dalam rumus berikut:
Kecerahan (cm) = D1+D2
19
Keterangan:
D1 : secchidisk tidak tampak pertama kali
D2 : secchidisk tampak pertama kali
3.6.2 Parameter Kimia
Adapun prosedur pengukuran parameter kimia dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. pH
Adapun cara pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yaitu sebagai
berikut:
1. Menyiapkan pH meter.
2. Menstandarisasi terlebih dahulu pH meter sebelum digunakan dengan
aquadest.
3. Memasukkan pH meter ke dalam air dan kemudian dilihat angka pada layar
pH meter. Catat hasil pembacaan skala atau angka.
b. Amonia (NH3)
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1990), prosedur pengukuran kadar
amonia air dapat adalah sebagai berikut:
1. Menyaring air sample agar bahan yang berbentuk partikel terambil dari air
sample tersebut, kemudian ambil 25 ml (a).
2. Membuat larutan baku NH4- (NH3) sebagai berikut :
20
Tabel 1. Tabel Larutan Baku Amonia
Larutan standart NH3
(ml) Tambah aquades
sampai menjadi (ml) Larutan Baku (ppm)
0 25 0,00
0,125 25 0,05
0,25 25 0,10
0,5 25 0,20
1,25 25 0,50
2,5 25 1,00
3. Larutan baku tersebut sebagai b
4. Menambahkan kedam air sample (a) dana larutan baku] (b) masing - masing
0,5 ml pereaksi nesler kemudian dihomogenkan.
5. Menunggu sekitar10-30 menit agar terbentuk warna dengan sempurna.
6. Membandingkan air sample dengan larutan baku untuk menaksir ammonia
nitrogen. Apabila nenggunakan spektrofotometer, gunakan gelombang 425
nm.
c. Karbondioksida (CO2)
Menurut Hariyadi (1992), prosedur pengukuran karbondioksida adalah
sebagai berikut:
1. Masukkan 25 ml air contoh ke dalam erlenmeyer, kemudian tambahkan 1-2
tetes indikator pp.
2. Bila air berwarna merah muda berarti air tersebut tidak mengandung CO2
bebas. Bila air tetap tidak berwarna merah muda, kemudian dititrasi dengan
Na2CO3 0,0454N sampai warnaa menjadi merah muda (pink) pertama kali.
21
3. Mencatat volume Na2CO3 yang terpakai (ml titran). Selanjutnya kadar
karbondioksida dapat dihitung dengan rumus berikut :
Keterangan:
V (titran) : Volume titrasi
N (titran) : Konsentrasi larutan titrasi
22 : Nilai Mr CO2
1000 : Konsentrasi liter menjadi ml
ml air sampel : Volume air sampel
d. Dissolved Oxygen (DO)
Menurut Alaerts dan Santika (1987), prosedur pengukuran oksigen terlarut
atau Dissolved Oxygen (DO) adalah sebagai berikut:
1. Mengukur dan mencatat volume botol DO yang akan digunakan
2. Memasukkan botol DO ke dalam air secara perlahan - lahan dengan posisi
miring, membelakangi arus dan diusahakan jangan sampai ada gelembung
udara.
3. Menutup botol DO yang masih dalam perairan dan diangkat dari dalam
perairan.
4. Membuka botol lalu menambahkan MnSO4 2 ml, NaOH + KI 2 ml lalu bolak –
balikkan botolnya sampai homogen lalu biarkan sekitar 30 menit sampai
terbentuk endapan kecoklatan.
22
5. Membuang air yang bening di atas endapan, dan menambahkan 1 - 2 ml
H2SO4 dan mengkocok sampai endapan larut.
6. Menambahkan 3 - 4 tetes amylum, diaduk dan dititrasi dengan Na-thiosulfat
0,025 N sampai jernih atau tidak berwarna pertama kali.
7. Mencatat ml Na-thiosulfat yang terpakai (titran). Selanjutnya kadar oksigen
yang terlarut dalam perairan tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut :
Keterangan:
v : ml larutan Natrium Thiosulfat untuk titrasi (ml)
N : Normalitas larutan Natrium thiosulfat
V : Volume botol DO (ml)
8 : Mr O2
1000 : konsentrasi liter menjadi ml
4 : asumsi air yang tumpah
e. Chemical Oxygen Demand (COD)
Menurut Bloom (1988) prosedur pengukuran Chemical Oxygen Demand
(COD) adalah sebagai berikut:
1. Memanaskan sebentar COD reaktor ± 15 menit.
2. Memasukkan sampel 2,5 ml sample.
3. Menambahkan DS (digestion solution) 1,5 ml + SA (sulfuric acid) 3,5 ml,
kemudian ditutup.
4. Memasukkan tabung dalam COD reactor selama ± 2 jam.
23
5. Setelah itu keluarkan dan mendinginkan lalu membandingkan dengan larutan
standart pembanding yang telah dibuat baik secara visual atau dengan
spektrofotometer (pada panjang gelombang 600 nm).
g. Orthofosfat
Adapun menurut Boyd (1982), prosedur pengukuran Orthofosfat adalah
sebagai berikut :
1. Membuat larutan standar pembanding dalam erlenmeyer berukuran 25 ml
sebagai berikut :
Tabel 2. Tabel Standar Larutan Pembanding
Larutan standar yang
mengandung pospor 5
ppm (ml)
Tambah aquadest
samapai menjadi (ml)
Kadar fosfor dalam
larutan ini (mg/L)
- 25 0
0,1 25 0,1
0,25 25 0,25
0,5 25 0,5
0,75 25 0,75
1 25 1
2. Menambahkan 1 ml ammonium molybdat – asam sulfat ke dalam masing –
masing larutan standar yang telah dibuat dan digoyangkan sampai larutan
bercampur.
3. Menambahkan 5 tetes larutan SnCl2 dan homogenkan. Warna biru akan timbul
(10 – 15) menit sesuai dengam kadar fosfornya.
4. Menuangkan 25 ml air sample ke dalam Erlenmeyer berukuran 50 ml.
5. Menambahkan 1 ml ammonium molybdat.
6. Menambahkan 5 tetes SnCl2 dan homogenkan.
24
7. Membandingkan warna biru air sample dengan larutan standar, baik secara
visual atau dengan spektrofotometer (panjang gelombang 690 nm).
h. Nitrat
Adapun menurut Boyd (1982), prosedur pengukuran Nitrat adalah sebagai
berikut :
1. Menyaring 12,5 ml sample dan tuangkan ke dalam cawan porselin.
2. Menguapkan diatas pemanas (hot plate) sampai kering dan didinginkan.
3. Menambahkan 0,25 ml asam fenol disulfonik, aduk dengan spatula dan
encerkan dengan 5ml aquades.
4. Menambahkan (dengan meneteskan) NH4OH 1:1 sampai terbentuk warna.
Encerkan dengan aquadest sampai 12,5 ml. Kemudian masukkan dalam
cuvet.
5. Membandingkan dengan larutan standar pembanding yang telah dibuat, baik
secara visual atau dengan spektrofotometer (pada panjang gelombang 410
nm).
i. TOM (Total Organic Matter)
Adapun menurut Hariyadi et al. (1992), prosedur pengukuran TOM adalah
sebagai berikut :
1. Memasukkan 25 ml air sample ke dalam Erlenmeyer.
2. Menambahkan 4,75 ml KMnO4 dari buret.
3. Menambahkan 5 ml H2SO4 1:4.
4. Memanaskan sampai suhu mencapai 70 - 80ºC kemudian diangkat.
5. Menambahkan Na-oxalate 0,01N perlahan sampai tidak berwarna bila suhu
telah turun menjadi 60-70 ºC.
25
6. Mentitrasi dengan KMnO4 0,01N sampai terbentuk warna (merah muda) dan
mencatat volume yang terpakai sebagai ml titran (x ml).
7. Memipet 25 ml aquadest, lakukan prosedur (1-5) dan dicatat titran yang
digunakan sebagai blanko (y ml).
8. Selanjutnya kadar TOM dalam perairan tersebut dapat dihitung sesuai dengan
rumus berikut :
(
⁄ ) ( )
Keterangan :
X : ml titran untuk air sample
Y : ml titran untuk aquades (larutan blanko)
31,6 : seperlima dari BM KMnO4 karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5 oksigen
dalam reaksi ini
0,01 : normalitas KMnO4
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi pada salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yaitu
desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Lokasi penelitian ini pilih
berdasarkan atas survei mengenai daerah yang memiliki kegiatan budidaya Ikan Koi
yang menunjukkan adanya kematian ikan. Lokasi Kabupaten Blitar berada di
sebelah Selatan Khatulistiwa. Tepatnya terletak antara 111°40¹-112°10¹ Bujur Timur
dan 7°58¹-8°9¹51¹¹ Lintang Selatan. Adapun peta lokasi penelitian terdapat pada
Lampiran 4. Hal ini secara langsung mempengaruhi perubahan iklim. Iklim
Kabupaten Blitar termasuk tipe C.3 dimana rata-rata curah hujan tahunan 1.478,8
mm dengan curah hujan tertinggi 2.618,2 mm per tahun dan terendah 1.024,7 per
tahun. Sedangkan suhu tertinggi 30 Celcius dan suhu terendah 18 celcius
Perubahan iklimnya seperti di daerah-daerah lain mengikuti perubahan putaran dua
iklim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Satu kenyataan yang dapat kita
lihat sampai saat ini, bahwa betapapun Kabupaten Blitar sebagai daerah yang kecil
dengan segala potensi alam, gografis dan iklim serta kualitas sumber daya manusia
yang sedang, ternyata telah mampu tampil ke depan dalam keberhasilan
pembangunan. Kemajuan demi kemajuan dan kemenangan demi kemenangan yang
telah dicapai daerah ini adalah karena besarnya partisipasi, kesadaran dan
pengabdian seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan jika dilihat dari letak Tofografi
tinggi tempat tertinggi adalah 800 meter (dpa) dan tinggi tempat terendah adalah 40
meter (dpa).
Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar memiliki 11 kelurahan. Kelurahan
tersebut meliputi Kelurahan Nglegok, Desa Bangsri, Desa Dayu, Desa Jiwut, Desa
27
Kedawung, Desa Kemloko, Desa Krenceng, Desa Modangan, Desa Ngoran, Desa
Penataran dan Desa Sumberasri. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Nglegok
desa Kemloko. Rencana Strategis Pemerintah Kabupaten Blitar Kecamatan Nglegok
memaparkan bahwa penduduk Desa Kemloko berjumlah 4.597 jiwa. Desa Kemloko
memiliki 2 dusun, 10 Rukun Warga (RW) dan 35 Rukun Tetangga (RT).
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di salah satu kolam milik petani ikan yang berlokasi di
Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Kolam pemeliharaan (kolam
pembesaran) berada di area persawahan. Kolam pemeliharaan (pembesaran) dalam
pengelolaannya mengggunakan sistem ekstensif (tradisional) yaitu berjenis kolam
tanah dimana dasar kolam berupa tanah. Sumber air berasal dari aliran sungai
setempat. Luas dari kolam pemeliharaan (pembesaran) itu sendiri yaitu 5m x 9m
yang berarti memiliki luas 45 m2 . Konstruksi kolam pada pemeliharaan ikan mas
tersebut memiliki kedalaman 1,5 meter dengan ketinggian air 1 meter untuk
pemeliharaan. Untuk saluran air pada kolam terdapat inlet dan outlet yang
digunakan untuk mengisi kolam dan mengurangi debit air pada kolam Kolam
pemeliharaan koi (Cyprinus carpio) yang terindikasi Koi Herpes Virus (KHV) dapat
dilihat pada Gambar 2.
28
(a) (b)
Gambar 2. (a) Kolam Pemeliharaan Koi (Cyprinus carpio) yang Terinfeksi KHV ; (b) Kolam Pemeliharaan Koi (Cyprinus carpio) yang Digunakan Sebagai Kontrol
(Dokumentasi Pribadi,2017)
4.2 Hasil Analisa Gejala Klinis KHV (Koi Herpes Virus) pada Ikan Mas Koi
(Cyprinus carpio)
Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang diteliti pada penelitian ini adalah ikan koi
yang berasal dari kolam pemeliharaan salah satu petani ikan yang berada di desa
kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Pada proses pengambilan sampel,
ikan koi di ambil secara langsung dengan cara menjaring ikan. Kemudian ikan di
masukan kedalam wadah dan dilihat ciri-ciri klinis gejala Koi Herpes Virus (KHV).
Sampel ikan yang diambil untuk di uji ada tidaknya keberadaan Koi Herpes Virus
(KHV) adalah ikan dengan cirri-ciri berenang tidak seimbang,warna tubuh cenderung
pucat,terdapat luka pada tubuh,dan mata cekung. Gejala klinis yang ditunjukan ikan
koi dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui keberadaan Koi
Herpes Virus. Morfologi ikan koi dapat dilihat pada Gambar 3.
29
(a) (b)
(c)
Gambar 3. (A) Proses melihat kondisi insang ikan yang memucat. (B) Kondisi fisik
ikan banyak luka melepuh. (C) Ikan koi diambil dan ditaruh pada wadah setelah diamati ciri-ciri pada pemeliharaan kolam tanah (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Sulistyowati et al. (2010) menyatakan bahwa ikan koi yang positif terinfeksi
khv akan menunjukan beberapa gejala klinis. Gejala klinis yang nampak meliputi
gerakan melamban, berenang di permukaan, insang berwarna pucat, hemoragi pada
permukaan tubuh, beberapa ikan ada yang menunjukkan berenang miring dan
geripis pada sirip ekor. Penelitian yang dilakukan oleh Sulitiyowati et al. menunjukan
100% gejala klinis tersebut. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Saselah et
al.(2012) yang menyatakan bahwa gejala klinis yang di tunjukkan oleh keberadaan
30
Koi Herpes Virus (KHV) ialah kondisi mata yang memucat dan insang diselubungi
lendir putih akibat produksi lendir yang berlebihan.
4.3 Hasil Analisa Kualitas Air
Pengukuran kualitas air pada penelitian ini melingkupi 2 parameter yaitu
parameter fisika, kimia. Pada parameter fisika dilakukan pengukuran suhu dan
kecerahan. Pada parameter kimia dilakukan pengukuran pH, Dissolved Oxygen
(DO), karbondioksida (CO2), amonia, Chemical Oxygen Demand (COD), nitrat,
orthofosfat dan TOM. Berdasarkan pengukuran kualitas air yang telah dilakukan
selama minggu ke 1-3 minggu, diperoleh hasil rata – rata kualitas air yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Data mentah Hasil Kualitas Air selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Tabel 2. Data Rata – rata Kualitas Air Kolam yang Terindikasi KHV (Lampiran 2)
No Parameter
(Rata - rata)
Satuan Pengamatan Ke
1 2 3
1 Suhu ºC 25,3 25 25
2 Kecerahan cm 30 30 30
3 pH mg/l 6,8 6,5 6,46
4 DO mg/l 4,61 45 4,53
5 CO2 mg/l 14 13,7 13,4
6 Amonia mg/l 0,09 0,05 0,03
7 Nitrat mg/l 0,289 0,328 0,607
8 COD mg/l 53,1 60,5 51,7
9 Orthofosfat mg/l 0,171 0,068 0,236
10 TOM mg/l 12,64 16,43 12,6
31
4.4.1 Parameter Fisika
A. Suhu
Pada dasarnya suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan
pertumbuhan ikan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, oleh
karena itu penyebaran organisme di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan
tersebut (Afriansyah et al., 2016). Faktor lingkungan yang paling utama dalam
mempengaruhi wabah KHV (Koi Herpes Virus) pada Ikan Koi (Cyprinus carpio)
adalah suhu air. Penyakit KHV biasanya menyerang Ikan Koi ketika suhu air berkisar
18-26ºC (Gilad et al., 2004).
Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada kolam pemeliharaan Ikan Koi
(Cyprinus carpio) diperoleh hasil suhu kolam yakni pada pengukuran minggu ke-1
pada inlet 25ºC, bagian tengah 26 ºC dan outlet 25ºC. Minggu ke-2 pada inlet, kolam
tengah dan outlet didapatkan hasil 25ºC. Minggu ke-3 pada inlet didapatkan suhu
24ºC, pada kolam tengah 26 ºC dan pada outlet 25 ºC. Pada grafik diatas untuk
Minggu ke-1 menunjukkan terjadi kenaikan pada hasil untuk kolam tengah,
kemudian untuk outlet turun lagi. Untuk Minggu ke-2, hasil pengukuran suhu stabil
23
23,5
24
24,5
25
25,5
26
26,5
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Su
hu
ºC
Waktu Pengamatan
Inlet
Tengah
Outlet
32
(merata) pada suhu 25ºC. Dan pada Minggu ke-3 terjadi perbedaan suhu pada
outlet, yang kemudian pada kolam tengah suhu lebih tinggi lalu pada outlet suhu
menurun lagi. Perbedaan hasil pengukuran juga dipengaruhi oleh waktu
pengukuran, arah cahaya serta kondisi lingkungannya.
Perubahan suhu secara drastis dapat terjadi pada ikan yang dipelihara pada
kolam yang dangkal. Pada siang hari suhu dalam kolam yang dangkal dapat
meningkat secara cepat dan dapat turun secara tiba-tiba ketika malam hari atau saat
terjadi hujan lebat (Afrianto et al., 2015). Dengan terjadinya perubahan suhu yang
sering, akan mengakibatkan ikan stres. Stress pada ikan dapat menyebabkan
pertahanan tubuh ikan terhadap penyakit menurun. Ikan yang stress kondisi fisiknya
akan lemah sehingga ikan mudah terserang KHV (Saselah et al., 2012). Untuk
menghasilkan proses metabolisme yang optimal harus didukung oleh suhu yang
optimal sesuai dengan batas toleransinya. Adanya perubahan pada suhu air secara
drastis dapat mempengaruhi perubahan homeostatis pada ikan. Kemudian ikan
menggunakan energi yang berlebihan sehingga mengganggu pertumbuhannya.
Dalam rentan waktu yang lama perubahan suhu dapat menyebabkan stress pada
ikan (Ross dan Ross, 1999).
B. Kecerahan
Data ini didukung dengan penelitian sebelumnya yakni penelitian
Rahmawati et al. (2016) yang memperoleh data nilai kecerahan pada kolam
budidaya ikan mas di desa Babadan berkisar antara 32-33 cm yang sangat sesuai
dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya. Berdasarkan hasil pengukuran
kecerahan pada kolam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) diperoleh hasil
kecerahan kolam yakni pada pengukuran minggu ke-1 30 cm, minggu ke-2 30 cm
33
dan minggu ke-3 30 cm. Jadi nilai kecerahan pada Minggu ke-1 dan Minngu ke-3
sama karena nilai kecerahan pada kolam termasuk 100% sdan nilainya termasuk
sesuai untuk kegiatan budidaya Ikan Koi (Cyprinus carpio).
Menurut Effendi (2003), kecerahan air tergantung dari warna serta kekeruhan
air. Kecerahan adalah ukuran transparasi perairan yang ditentukan secara visual
dengan menggunakan secchi disk. Berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bhan yang terdapat dalam air tersebut digunakan
sebagai gambaran kekruhan sifat optic air. Penyebab kekeruhan antara lain adanya
bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (lumpur dan pasir hara),
serta bahan organic berupa plankton atau mikroorganisme lain. Menurut Susanto
(1987), yang menyatakan apabila batas ketidaknampakan piring atau secchi disk
kurang dari 45 cm, hal ini menunjukkan bahwa air pada kolam tersebut terlalu keruh.
Apabila nilai kecerahan sudah mencapai kedalaman kurang dari 25cm, berarti
kelarutan oksigen terlarut akan turun secara drastis. Ketika oksigen terlarut turun
drastis maka kebutuhan oksigen pada organisme akan berkurang sehingga
menghambat fungsi kerja organ yang akhirnya ikan rentan terkena penyakit.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kolam pemeliharaan Ikan
Koi (Cyprinus carpio) tingkat kecerahan masih layak untuk kehidupan Ikan Koi
(Cyprinus carpio).
4.4.2 Parameter Kimia
A. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah salah satu faktor dalam budidaya Ikan Koi
yang harus diperhatikan. Pengukuran pH dalam perairan sangat diperlukan karena
pH merupakan indikator untuk mengetahui konsentrasi ion hidrogen yang ada di
34
perairan. Kondisi suatu perairan asam atau basa dapat dilihat dari hasil pengukuran
pH tersebut.). Adapun hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 . Gambar grafik hasil pengamatan pH
Hasil dari pengukuran dapat diketahui nilai pH yang terdapat pada kolam
pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) yaitu pada Minggu ke-1 pH yang diperoleh
pada bagian inlet, tengah kolam dan outlet hasilnya sama yaitu 6,8. Pada Minggu
ke-2. Didapatkan hasil pada bagian inlet dan kolam tengah sama yaitu 6,7. Untuk
Minggu ke-3 didapatkan hasil 6,47, pada kolam tengah 6,5 dan outlet 6,4 Pada
minggu kedua terjadi peningkatan nilai pH karena beberapa faktor salah satunya
bisa CO2 yang lebih dari nilai minggu 1 dan 3. Kemudian mengalami penurunan lagi
pada Minggu ke-3. pH yang baik untuk kehidupan biota akuatik yaitu antara pH
7−8,5 sehingga asil pengukuran pH pada kolam pemeliharaan ini kurang sesuai
untuk pertumbuhan ikan.
Nilai pH sangat mempengaruhi poses biokimiawi yang terdapat di perairan
misalnya pada pH yang rendah nitrifikasi akan berhenti (Ghufran dan Kordi, 2010).
Perubahan nilai pH pada kolam budidaya sangat dipengaruhi oleh adanya proses
respirasi karena adanya gas karbondioksida yang dihasilkan (Afrianto dan Liviawaty,
6,2
6,3
6,4
6,5
6,6
6,7
6,8
6,9
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
pH
Waktu Pengamatan
Inlet
Tengah
Outlet
35
1992). Nilai pH yang sangat rendah dapat menyebabkan kelarutan logam-logam
dalam air makin besar dan dapat bersifat toksik bagi organisme air, sebaliknya nilai
pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam perairan yang juga
dapat bersifat toksik bagi organisme air (Tatangindatu et al., 2013). Nilai pH yang
terlalu tinggi dapat menghambat proses fotosintesis karena kandungan CO2
berkurang sementara itu jika nilai pH terlalu rendah dapat menyebabkan ikan lemas
dan mudah terserang penyakit bahkan dapat menyebabkan kematian secara masal
(Mahyuddin, 2010).
B. Amonia
Terdapat 2 bentuk ammonia di dalam air yaitu NH4+yang kurang beracun
dan NH3 yang beracun. Semakin tinggi pH air kolam, daya racun ammonia semakin
meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk molekul lebih beracun dari
pada berbentuk ion. Amonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian
membrane sel lebih cepat. Menurut SNI (1999) menyatakan bahwa nilai ammonia
yang normal dalam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) sebesar <0,02 mg/l.
Gambar 6. Grafik Hasil Amonia
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
0,1
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Am
on
ia (
mg
/l)
Waktu Pengamatan
Inlet
Tengah
Outlet
36
Hasil pengukuran Amonia di kolam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio)
yaitu pada Minggu ke 1 pada inlet, tengah dan outlet kolam didapatkan hasil yang
sama yaitu 0,9 mg/l, pada Minggu ke 2 didapatkan hasil yang sama pada bagian
inlet, tengah dan outlet yaitu 0,05 mg/l dan pada Minggu ke 3 didapatkan hasil yang
sama juga pada setiap bagian inlet, tengah dan outlet kolam yaitu 0,03 mg/l. Dari
hasil penelitian, hal ini menandai bahwa nilai ammonia yang terdapat pada kolam
pemeliharaan melebihi dari standart baku mutu air. Sehingga dapat berbahaya bagi
organisme perairan yaitu Ikan Koi (Cyprinus carpio). Yang dimaksud yaitu peluang
untuk organisme keracunan ammonia lebih banyak. Penuruan nilai ammonia tiap
minggunya disebabkan juga karena berkurangnya jumlah organisme yang ada pada
kolam karena sebagian sudah dikarantina.
Kebanyakan ammonia bersumber dari air cucian manusia, sisa air dari
kawasan pertanian dan juga pada kolam – kolam aquakultur selain daripada gas
nitrogen di udara. Manakala fosfat adalah nutrient yang keberadaanya diperlukan
oleh semua organisme aquatic walaupun kepekatan fosfat di air dianggap rendah.
Nilai kepekatan (mg/L) ketiga nutrient di atas sering digunakan sebagai tahap
penentu seberapa tahap pencemaran suatu kawasan akuatik (Idris. 2006).
Sehingga jika lingkungan perairan mengalami pencermaran maka akan
menimbulkan dampak buruk bagi ikan, salah satunya akan merusak insang
sehingga pernfasan terganggu.
C. Oksigen Terlarut (DO)
Menurut Syofyan (2011), menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut
bergantung pada kegiatan fisik, kimia dan biokimia di dalam air. Kondisi oksigen
teralrut dalam air dapat digunakan sebagai bioindikator perubahan perairan. Oksigen
37
terlarut (DO) merupakan faktor kualitas air yang sangat penting dalam proses
metabolisme ikan terutama dalam proses pernafasan karena oksigen terlarut
berhubungan dengan tersedianya oksigen di dalam perairan. Jasad-jasad renik
dalam perairan dan ikan sangat bergantung pada tersedianya oksigen untuk
bernafas dan proses metabolismenya. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi
dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh ikan (Cahyono, 2010.)
Dari hasil pengukuran DO, dapat diketahui hasil DO pada minggu ke-1
diperoleh hasil pada inlet dan tengah sebesar 4,7 mg/l dan pada outlet 4,6 mg/l,,
pada minggu ke-2 diperoleh hasil 4,6 mg/l pad inlet, 4,4 mg/l pada tengah dan 4,5
mg.l pada outlet, dan pada minggu ke-3 diperoleh hasil pada inlet yaitu 4,6 mg/l dan
pada tengah dan outlet sama yaitu 4,5 mg/l. Dari data yang diperoleh menunjukkan
bahwa nilai DO pada kolam pemeliharaan cukup. Berdasarkan standar baku mutu
air PP. No 82 Tahun 2001 (kelas II) menyatakan bahwa untuk kegiatan standart
budidaya ikan kisaran oksigen terlarut yang baik yakni >4 mg/l. Hal tersebut juga
sesuai dengan pernyataan Tatangindatu (2013) yang menyatakan bahwa
kandungan DO yang seimbang untuk hewan budidaya yakni lebih dari 4mg/l.
Apabila kandungan oksigen terlarut tidak seimbang akan menyebabkan ikan stress
karena otak tidak memperoleh suplai oksigen yang cukup yang kemudian akan
menyebabkan kematian.
D. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida diperairan berasal dari berbagai sumber diantaranya yaitu air
hujan, difusi dari atmosfer dan air yang melewati tanah organic, hewan, bakteri
anaerob maupun aerob dan respirasi tumbuhan (Afandi 2009). Karbondioksida
sangat dibutuhkan oleh tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk
38
berfotosintesis. Karbondioksida memiliki sifat lebih mudah larut sehingga tak jarang
keberadaannya menggeser tempat oksigen (Kordi dan Tanjung, 2007). Hasil
pengukuran Karbondioksida dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran CO2
Dari gambar 8, pada pengukuran CO2 dapat dilihat hasilnya bahwa pada
minggu ke-1 nilai CO2 pada inlet dan outlet sama yaitu 14 mg/l, untuk bagian tengah
yaitu 14,2 mg/l. Kemudian pada minggu ke-2 diperolah 13,5 mg/l pada inlet, pada
kolam tengah 13,8 mg/l dan pada outlet 14 mg/l. Terakhir pada minggu ke-3 yaitu
pada inlet didapatkan 13,2 mg/l, pada tengah 13,5 mg/l dan outlet 13,6 mg/l. ).
Menurut UU No 82 tahun 2001 kelas II, nilai karbondioksida yang normal di perairan
berkisar 5-10 mg/l. Hal ini menandakan bahwa kadar karbondioksida didalam kolam
pemeliharaan Ikan Koi termasuktinggi karena melewati garis normal. Konsentrasi
karbondioksida dalam perairan kolam budidaya juga diperlukan untuk proses
fotosintesis oleh kehidupan tanaman air. Nilai karbondioksida di perairan dapat
ditentukan oleh pH dan suhu perairan. Jumlah karbondioksida yang bertambah
dapat menghambat proses respirasi pada ikan sehingga menyebabkan stress bagi
ikan (Carman dan Sucipto, 2013). Karena proses respirasi yang terhambat,
12,612,8
1313,213,413,613,8
1414,214,4
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
CO
2 (
mg
/l)
Waktu Pengamatan
Inlet
Tengah
Outlet
39
Kebutuhan akan oksigen pun akan menurun sehingga akan menghambat proses
kerja organnya yang nantinya akan menurunkan system imun tubuh pada ikan.
E. Chemycal Oksigen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi yang dapat
didegradasi secara bioogis maupun tidak bisa didegradasi secara biologis menjadi
CO2 dan H2O. Menurut Effendi (2003), prosedur penentuan COD yakni oksigen yang
dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi air
sampel. Sumber bahan organic diperairan dapat berasal dari alam ataupun dari
aktivitas rumah tangga dan industri.
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran COD
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh pada minggu ke-
1 diperoleh hasil pada bagian inlet sebesar 50,8 mg/l, pada bagian tengah 53,9 mg/l
dan pada bagian outlet 54,9 mg/l. Pada minggu ke-2 diperoleh hasil 58,2 mg/l pada
inlet, 62,8 mg/l pada bagian tengah dan 60,5 mg/l pada bagian outlet. Dan pada
minggu ke-3 diperoleh hasil 51 mg/l pada bagian inlet, 50,9 mg/l pada bagian tengah
dan 53,2 mg/l pada bagian outlet. Nilai dari pengukuran COD tersebut tergolong
0
10
20
30
40
50
60
70
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
CO
D (
mg
/l)
Waktu Pengamatan
Inlet
Tengah
Outlet
40
tinggi dan tidak baik untuk kegiatan budidaya Ikan Koi (Cyprinus carpio). Sedangkan
konsentrasi COD yang tidak tercemar berada pada dibawah nilai ≤ 20 mg/l (Wijaya,
2007). Nilai COD yang relative tinggi dalam perairan menunjukkan bahwa bahan
organic yang berada didalamnya lebih banyak dalam bentuk yang sukar di degradasi
secara biologis. COD menunjukkan tingkat kebutuhan oksigen untuk penguraian
bahan organik baik secara kimia maupun biologis atau menunjukkan jumlah total
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat
dalam perairan menjadi CO2 dan H2O. Sama halnya seperti BOD5, nilai COD akan
meningkat dengan semakin tingginya bahan organik yang terdapat di dalam
perairan. (Asmara, 2005).
G. Orthofosfat
Fosfat merupakan sumber nutrisi utama bagi pertumbuhan plankton, alga
dan mikroorgaisme nabati lainnya. Nilai fosfat di perairan dapat memberi dampak
terhadap rendahnya penetrasii cahaya yang masuk ke perairan (Tatangindatu et
al.2013). Pada Baku mutu kelas II PP No. 82 nilai orthofosfat untuk perairan tawar
yaitu berkisar 0,2 mg/L. Menurut Siagian (2010), menyatakan bahwa kematian
massal ikan di KJA atau di perairan umum secara langsung adalah sebagai akibat
adanya penurunan kualitas air yang serius dan timbulnya ledakan populasi algae
atau mengalami eutrofikasi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil dari pengukuran orthofosfat adalah
pada Minggu ke 1 didapatkan hasil 0,18 mg/l pada bagian inlet Dan pada bagian
tengah dan outlet nilainya sama yaitu 0,168 mg/l. Pada Minggu ke 2 didapatkan hasil
0,05 mg/l pada inlet, 0,067 mg/l pada bagian tengah dan 0,087 pada bagian outlet.
Dan pada Minggu ke 3 didapatkan hasil 0,201 mg/l pada daerah inlet dan 0,242 mg/l
41
pada bagian tengah dan 0,265 mg/l pada bagian outlet. Dari hasil pengukuran
didapatkan bahwa terjadi penuruan nilai orthofosfat pada minggu ke 2, tetapi pada
minggu ke 3 nilai orthofosfat kembali naik. Tingginya unsur hara pada minggu ke 3
diduga terjadi akibat dari akumulasi sisa pakan yang terbuang, feces dan ikan yang
mati dari aktifitas budidaya ikan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan di kolam
pemeliharaan kurang stabil tetapi masih dalam nilai yang normal. Menurut
Afriansyah et al., (2016), menyatakan bahwa meningkatnya sisa pakan dan buangan
metabolit yang terakumulasi dapat menyebabkan peningkatan phosfat sehingga
kualitas air menjadi rendah yaitu menurunnya kadar oksigen terlarut pada perairan.
Konsentrasi fosfat yang tinggi akan mengganggu proses metabolisme bahkan dapat
mengakibatkan kematian pada ikan (Ebeling et al., 2006). Sisa metabolisme dan
sisa pakan yang mengendap didasar kolam dapat menyebabkan meningkatnya
konsentrasi fosfat sehingga perairan menjadi keruh. Semakin keruhnya suatu
perairan kolam dapat mengurangi cahaya matahari untuk masuk ke dalam perairan
dan dapat menghambat fitoplankton untuk berfotosintesis. Jika hal ini terjadi dapat
menurunkan produktivitas perairan dan terjadi penurunan kualitas air (Rahman,
2008).
H. Nitrat
Menurut Iqbal (2011), Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama diperairan
alami dan merupakan hara utama bagi tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat
mudah larut dalam air dan bersifat stabil karena dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar
bisanya lebih tinggi dari pada amonium. Nitrat bersifat stabil saat berada di dalam
air.Nitrat termasuk parameter kualitas air yang harus diperhatikan dalam budidaya.
42
Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil nitrat pada kolam
pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) pada Minggu ke 1 diperoleh 0,289 mg/l
pada inlet, bagian tengah dan outlet. Pada Minggu ke 2 diperoleh hasil yang sama
pada bagian inlet, tengah dan outlet yaitu 0,328 mg/l. dan pada Minggu ke 3 hasil
dari nitrat juga sama pada bagian inlet, tengah dan outlet yaitu 0,607 mg/l. Dari hasil
yang diperoleh tersebut masih tergolong baik untuk perairan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan PP No. 82 Tahun 2001 (Kelas III) bahwa baku mutu kualitas air nitrat
yang ditetapkan untuk kegiatan ikan air tawar yaitu 10 mg/l. Nitrat tidak bersifat
toksik pada organisme akuatik. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila
didukung oleh ketersediaan nutrient (Iqbal, 2011). Menurut pernyataan Simanjuntak
dan Kamlasi (2012), zat hara nitrat diperlukan dan mempengaruhi terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan dari kehidupan fitoplankton dan mikroorganisme
lainnya sebagai sumber makanan.
I. TOM (Total Organic Matter)
Bahan organik total merupakan akumulasi bahan organik pada perairan yang
digunakan sebagai indikator bahwa perairan tersebut layak untuk kegiatan budidaya.
Bahan organik dimanfaatkan oleh bakteri pengurai dalam proses nitrifikasi. Proses
ini terjadi pada kondisi aerob sehingga bakteri membutuhkan oksigen untuk
menguraikan nitrit menjadi nitrat. Nilai bahan organik total yang terukur pada
perairan menunjukkan nilai yang tinggi dan harus diwaspadai karena dapat
menyebabkan kematian pada ikan (Dwiyana, 2012). Hasil pengukuran TOM dapat
dilihat pada Gambar 11 berikut :
43
Gambar 9. Grafik Hasil Pengukuran TOM
Dari hasil penelitian, diperoleh nilai pada kolam pemeliharaan Ikan Koi
(Cyprinus carpio) yaitu pada Mingu ke 1 diperoleh hasil 11,2 mg/l pada inlet, 12,83
mg/l pada bagian tengah dan 13,89 mg/l pada outlet. Pada Minggu ke 2 didapatkan
hasil 15,6 mg/l pada bagian inlet, 16,31 mg/l pada bagian tengah dan 17,38 mg/l
pada bagian outlet. Dan pada Minggu ke 3 diperoleh hasil pad inlet 22,79 mg/l, pada
bagian tengah 12,34 mg/l dan 13.67 mg/l pada bagian outlet. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai TOM cukup tinggi sehingga kondisi perairan kurang baik untuk budidaya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Thurman (1985) yang menyatakan bahwa
kandungan bahan organik total pada perairan budidaya sebaiknya tidak lebih dari 10
mg/l. Tingginya nilai bahan organik total dapat memberikan dampak pada
penurunan konsentrasi oksigen terlarut karena berpotensi memunculkan kompetisi
pemanfaatan oksigen antar organisme yang hidup dalam perairan. Hal ini dapat
menimbulkan ikan stress karena kekurangan kebutuhan oksigen yang kemudian
akan menghambat pertumbuhan ikan dan bahkan mudah untuk terserang penyakit
seperti KHV.
0
5
10
15
20
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3T
OM
(m
g/l
)
Waktu Pengukuran
Inlet
Tengah
Outlet
44
4.5 Perbedaan Kualitas Air Kolam Normal dan Kolam Terindikasi KHV (Koi
Herpes Viru)
Adapun hasil rata – rata parameter kualitas air yang diamati pada kolam
normal dan pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) dan ini dapat dilihat pada Tabel
4. Dan untuk hasil rata – rata parameter kualitas air yang diamati pada kolam yang
terindikasi KHV (Koi Herpes Virus) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Hasil Rata – rata Kualitas Air pada Kolam Normal
No Parameter Satuan Hasil
1 Suhu ºC 27
2 Kecerahan cm 30
3 pH mg/l 8
4 DO mg/l 10,45
5 CO2 mg/l 7,3
6 Amonia mg/l 0,017
7 Nitrat mg/l 0,350
8 COD mg/l 21
9 Orthofosfat mg/l 0,136
10 TOM mg/l 10,27
45
Tabel 5. Hasil Rata – rata Kualitas Air pada Kolam Terindikasi KHV
No Parameter Satuan Pengamatan Ke
1 2 3
1 Suhu ºC 25,3 25 25
2 Kecerahan cm 30 30 30
3 pH mg/l 6,8 6,5 6,46
4 DO mg/l 4,61 45 4,53
5 CO2 mg/l 14 13,7 13,4
6 Amonia mg/l 0,09 0,05 0,03
7 Nitrat mg/l 0,289 0,328 0,607
8 COD mg/l 53,1 60,5 51,7
9 Orthofosfat mg/l 0,171 0,068 0,236
10 TOM mg/l 12,64 16,43 12,6
Berdasarkan hasil pengamatan kualitas air secara deskripsi, dapat dikatakan
bahwa nilai dari suhu, pH, ammonia, CO2, COD, TOM dapat menjadi pemicu
terhadap munculnya Koi Herpes Virus (KHV) berdasarkan kondisi lingkungannya.
Pada kolam normal suhu yang dihasilkan yaitu 27 ºC sementara pada kolam KHV
nilai suhunya mengalami perbedaan yaitu berkisar antara 25 - 25,3ºC. Menurut
Gatot (2008), menyatakan bahwa pada umumnya infeksi virus KHV akan menyarang
serius pada suhu air antara 22 - 26ºC dan hampir tidak terjadi kematian ketika suhu
dibawah 18ºC serta belum ada kejadian penyakit diatas suhu 30ºC. Sehingga dari
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa suhu pada kolam pemeliharaan Ikan Koi
(Cyprinud carpio) dapat membuat lebih berkembangnya KHV karena suhu pada
kolam KHV kurang optimal sehingga akan mempengaruhi pada kegiatan baik
respirasi maupun metabolism ikan yang nantinya mudah stress lalu terserang virus.
Kemudian untuk pH, pada kolam normal didapatkan pH sebesar 8 dan pada kolam
46
KHV sebesar 6,46 – 6,8. Nilai pH yang sangat rendah dapat menyebabkan kelarutan
logam-logam dalam air makin besar dan dapat bersifat toksik bagi organisme air,
sebaliknya nilai pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam
perairan yang juga dapat bersifat toksik bagi organisme air.
Kemudian nilai ammonia pada kolam normal didapatkan hasil 0,017 mg/l
sedangkan pada kolam KHV nilai ammonia nya berkisar antara 0,03 - 0,09 mg/l,
sehingga dapat dilihat bahwa nilai ammonia kolam KHV lebih besar dari kolam
normal. Hal ini menunjukkan bahwasanya nilai ammonia melebihi standart baku
mutu air SNI (2015) yaitu < 0,02 mg/l. Sehingga pada kolam KHV tentunya terdapat
kandungan racun yang berlebih pula, sehingga menjadi pemicu Ikan Koi (Cyprinus
carpio) terserang penyakit pada kolam tersebut. Untuk CO2, hasil dari penelitian
didapatkan nilai pada kolam normal yaitu 7,3 mg/l sedangkan pada kolam KHV
berkisar antara 13,4 -14 mg/l. Sehingga dapat dilihat bahwa CO2 cenderung tinggi.
CO2 yang bisa diterima ikan yaitu 5 – 10 mg/l, tetapi hasil pada kolam KHV
cenderung tinggi yang nantinya akan berdampak buruk pada Ikan Koi (Cyprinus
carpio). pH yang terlalu asam akan menghambat pergerakan ikan, dan pH yang
terlalu basa akan menghambat pertumbuhan ikan karena akan meningkatkan
beberapa toksik seperti amoni yang bisa membuat ikan terserang penyakit.
Untuk COD pada kolam pemeliharaan Ikan Koi (Cyprinus carpio) didapatkan
hasil pada kolam normal sebesar 21 mg/l, sedangkan pada kolam KHV didapatkan
hasil yang cukup tinggi yaitu berkisar pada 52,7 – 60,5 mg/l. Hal ini tidak sesuai
dengan menurut UU No. 83 Tahun 2000 yang menetapkan nilainya sebesar 25 mg/l.
Karena bahan organik yang berada didalamnya lebih banyak dalam bentuk yang
sukar di degradasi secara biologis, maka akan berpengaruh pada nilai parameter
47
lain khususnya oksigen terlarutn. Sehingga nantinya akan berpengaruh pada
kehidupan ikan yang menyebabkan Ikan Koi (Cyprinus carpio) menurun kekebalan
tubuhnya. Dan untuk nilai dari TOM didapatkan nilai pada kolam normal sebesar
10,27 mg/l, sedangkan pada kolam KHV berkisar dari 12,6 – 16,4 mg/l yang
termasuk melebihi batas ambang dari yang telah ditetapkan UU No. 83 Tahun 2001
yaitu 10mg/l. Tingginya nilai bahan organik total dapat memberikan dampak pada
penurunan konsentrasi oksigen terlarut karena berpotensi memunculkan kompetisi
pemanfaatan oksigen antar organisme yang hidup dalam perairan.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisa Kualitas Air Ikan Koi (Cyprinus
carpio) yang terindikasii Koi Herpes Virus (Khv) Pada Kolam Pemeliharaan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
Didapatkan hasil pada beberapa parameter kualitas air di kolam pemeliharaan
memiliki kondisi yang baik, kecuali pada parameter suhu dengan hasil 25 -
25,3ºC karena suhu optimal berkembangnya KHV yaitu pada suhu 16 - 26 ºC,
pH yang terlalu rendah yaitu 6,46 – 6,8 yang mebhambat pertumbuhan dan
pergerakan organisme, ammonia yang melebihi standart nilai yaitu 0,03 – 0,09
mg/l sehingga banyak terdapat racun, CO2 didapatkan hasil yang cenderung
tinggi yaitu 13,4 - 14 mg/l yang akan mempengaruhi respirasi, kemudian COD
juga nilainya lebih besar dari standart yaitu 51,7 – 60,5 mg/l dan yang terakhir
TOM yang memiliki nilai melebihi baku mutu kualitas air untuk budidaya yaitu
12,6 – 16,4 mg/l. Dari parameter yang tidak sesuai tersebut akan menyebabkan
Ikan Koi (Cyprinus carpio) stres karena tidak mampu mentolerir lingkungannya.
Sehingga akan menyebabkan mudah terserang Virus karena system
kekebalaan tubuhnya menurun, salah satunya KHV (Koi Herpes Virus).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diperlukan adanya pengontrolan kualitas air
untuk menjaga kualitas air tetap pada kisaran yang baik untuk budidaya Ikan Koi
(Cyprinus carpio) agar tidak terserang penyakit dan perlu adanya penanganan yang
baik dalam proses pembenihan Ikan Koi untuk mencegah masuknya virus dalam
tubuh ikan mas untuk mendapatkan kualitas Ikan Koi yang baik.
27
49
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, B. 2009.Pengaruh CO2 (Karbondioksida) Murni Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme pada Produk Minuman Fanta di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Unit Medan.Program Diploma. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Afrianto, I. E., I.Z. Jamaris., dan S.P. Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya
Grup. Afrianto, I. E., dan I. E. Liviawaty.1992. Pengendalian Hama dan Penyakit
Ikan.Kanisius. Alaerts, G., Santika, S,S. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit “Usaha Nasional”.
Surabaya. Indonesia. Alang,H. 2013. Penggunaan Ampas Batang Pisang Terhadap Pertumbuhan Ikan
Mas di Desa Salutambun Barat Kabupaten Mamasa.ISSN 2302-1616. 1(2) : 88-90.
Amri,K. Khairuman. 2002. Menanggulangi Penyakit pada Ikan Mas dan
Koi.Agromedia Pustaka. Jakarta. Arifin, 2003. Daya Dukung Perairan Danau Tondano Untuk Menunjang Kegiatan
Budidaya Ikan. Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado.
Asmara, A. 2005.Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-
Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Black, J.A., dan D.J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. PT.
Refika Aditama. Bandung. Bloom. 1998. Chemical and Physical Water Quality Analisis. Nuffic/Unibraw/
Luw/Fish. Malang. Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management in Pond Fish Culture.Elsivier Science
Pushishing Company Inc. Auburn University. New York. Cahyono, I., 2010. Budi Daya Ikan Tawar. Kanisius.Yogyakarta.Ciptanto, S. 2010.
Top 10 Ikan Air Tawar. Lily Publisher. Yogyakarta. Carman, O dan A, Sucipto. 2013. Pembesaran Nila 2,5 bulan. Penebar Swadaya.
Jakarta
50
Deprtemen Pekerjaan Umum. 1990. Metode Pengujian Kadar Amonium Dalam Air Dengan Alat Spektrofotometer secara Nesler. Kumpulan SNI Edisi Akhir 1990 SK SNI M048-1990-03.
Dewi,P.S., R.D.Lestari., R.T.Lestari.2015. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Ikan
KoiDengan Metode Bayes.Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA). 4(1):25-32.
Dishon, A., A. Perelberg, J. Bishara-Shieban, M. Ilouze, M. Davidovich, S. Werker
and M. Kotler. 2005. Detection of carp interstitial nephritis and gill necrosis virus in fish droppings. Applied and Environmental Microbiology 71(11):7285-7291.
Djaelani, A.R. 2013. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kuantitatif.Majalah
Ilmiah pawiyatan. 20(1):82-92 Edi, S., O. Surfianti., N. Christy., R. Wiis., E.R. Ekoputri., M. Fathoni., A.D. Koswara.,
Nurhaidin dan U. Yanuhar. 2010. Identifikasi infeksi Koi Herpes Virus (KHV) pada ikan Koi (Cyprinus carpio) dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), imunositokimia dan imunohistokimia. Hemera Zoa, 1(2).
Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Eide, K.E., T. Miller-Morgan., J.R. Heidel., M.L. Kent., R.J. Bildfell., S. LaPatra., G.
Watson., and L. Jin. 2011. Investigation of koi herpesvirus latency in koi. Journal of virology, 85(10), pp.4954-4962.
Ghufran, H dan K. M. G. H Kordi. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air
Tawar di Kolam Terpal. Lily publisher. Yogyakarta Gilad, O., Yun, M.A Adkison, K. Way, N.H. Willits, H, Bercovier, R.P. Hedrick. 2003.
Molwcular Comparison of Isolates of an Emerging Fish Pathogen, Koi Herpesvirus, and The Effect of Water Temperature on Mortality of Experimentally Infected Koi. Journal of General Virology (2003), 84, 2661 – 2668.
Gusrina. 2014. Genetika dan Reproduksi Ikan. Deepublish.Yogyakarta. Hanson, Larry., A. Dishon., and M. Kotler. 2011. Herpesviruses that infect fish.
Viruses 3.11: 2160-2191. Hariyadi, S., I.N.N. Suryadiputra., dan B. Widigdo. 1992. Limnologi Metoda Analisa
Kualitas Air. Laboratorium Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.Kusrini, E. Sawung, C. Anjang,B.P. 2015. Pengembangan Budidaya Ikan Hias Koi (Cyprinus carpio) Lokal di Balai Penelitian dan Pengembangan Ikan Hias Depok.Media Akuakultur.71-78.
51
Hartman, K.H., R.P. Yanong., D.B. Pouder., B.D. Petty., R. Francis-Floyd., A.C. Riggs., and T.B. Waltzek. 2004. Koi Herpesvirus Disease (KHVD). University of florida, IFAS Extension Factsheet VM-149.
Haryanto. 2013. Metode Pengumpulan Data. http://belajarpsikologi.com/metode-
pengumpulan-data. Diakses pada Tanggal 22 Mei 2015 Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia
Indonesia: Jakarta. Herupradoto,B.A., G.A.Yuliani. 2010. Karakterisasi Protein Spesifik
Aeromonashydrophila Penyebab Penyakit Ulser Pada Ikan Mas. Jurnal Veteriner.11(3):158-162.
Hoole, D., D. Bucke., P. Burgess., and I. Wellby. 2001. Diseases of carp and other
cyprinid fishes. Oxford, UK: Fishing News Books. Idris, I. 2006. Pengaruh Faktor – Faktor Persekitaran Terhadap Pertumbuhan dan
Kemandirian Tiram Komersil, Crasosstrea Iredalei (Faustino) di Kawasan Peternakan Tiram di Kg. Telaga nenas, Perak. Skripsi.Universitas Sains Malaysia.
Iqbal, M. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus) pada Budidaya
Intensif Sistem Heterotrofik.Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Juwahir,Andi., Z.R.Ya’la., Rusaini.2016. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Pada
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Di Kabupaten Sigi. Jurnal Agrisains. 17(2):50-57.
Khairuman, S. P., dan K. Amri. 2008. Buku Pintar Budi Daya 15 Ikan
Konsumsi.AgroMedia. Kordi, M. G., & Tancung, A. B. (2005).Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta. 208 Hal. Kordi, G. H. K dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Bu didaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. Kuswadi dan E. Mutiara. 2004. DELTA Delapan Langkah Dan Tujuh Alat Statistik
untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Louie, M., L. Louie., and A.E. Simor. 2000. The role of DNA amplification technology
in the diagnosis of infectious diseases. Canadian Medical Association Journal, 163(3), pp.301-309.
Lukman dan hidayat. 2000. Pembebanan dan Distribusi Bahan Organik di Waduk
Cirata.Peneliti pada Pusat Penelitian Limnologi.LIPI.
52
Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Penebar Swadaya Grup. Mettenleiter, T. C. 2004. Budding events in herpesvirus morphogenesis.Virus
research, 106(2), 167-180.dan Suratno. 1981. Metodologi Penelitian Ekonomi. Yogyakarta: Yayasan Agroekonomika Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
Michel.B., G. Fournier., F. Lieffrig., B. Costes and A. Vanderplasschen. 2010.
Cyprinid Herpesvirus 3. Synopsis.16(12):1835-1843. Mustahal., Manijo., Chandra,K. 2006. Pengujian Penyakit Koi Herpes Virus (KHV)
pada Beberapa Ikan Budidaya. Jurnal Ilmu – Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(1) : 21-26.
Narantaka AMM. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Yogyakarta: PT. Buku Kita. Nuryati, S., D. Puspitaningtyas., dan D. Wahjuningrum. 2007. Potensi Ekstrak
Bawang Putih Allium Sativum Untuk Menginaktifasi Koi Herpesvirus (Khv) Pada Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Potency of Garlic Extract Against Koi Herpesvirus (KHV) in Common Carp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2), 147-154.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia. PP No. 8:2001. Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001.Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia. PP No. 8:2001 Perdana, T., W.R. Melani dan A. Zulfikar.2014. Kajian Kandungan Bahan Organik
Terhadap Kelimpahan Keong Bakau (Telescopium telescopium) Diperairan Teluk Riau Tanjung Pinang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Maritim Raja Ali Haji.Tanjung Pinang.
Peteri, A. 2004. Cultural Aquatic Species Information Programs :Cyprinus carpio.
Fact Sheet.FAO Fisheris and Aquaculture Departemen. Rahman, A.2008. Kajian Kandungan Phospat dan Nitrat Pengaruhnya terhadap
Kelimpahan Jenis Plankton di Perairan Muara Sungai Kelayan. Kalimantan Scientiae, 71: 32-44.
Ramachandra.T.V dan M. Solanki. 2007. Ecological Assessment of Lentic Water
Bodies of Bangalore. ENVIS Technical Report:25. Ridwan, 2002.Skala Pengukuran Variable-Variabel Penelitian. Alfabeta: Bandung . Ross, L.G., and B. Ross. 1999. Stress in Aquatic Animals in Anaesthetic and
Sadative techniques for aquatics animals. Second edition.Blackwell science
53
Ltd Press.Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Idnetifikasi I. Binacipta. Bandung. 245 Hal.
Samsundari, S dan Ganjar.A. W. 2013. Analisis Penerapan Biofilter dalam Sistem Resirkulasi Terhadap Mutu Kualitas Air Budidaya Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Jurnal Gamma. 8(2): 86 – 97.
Saselah, J. T., R. A. Tumbol., dan H. Manoppo. 2012. Determinasi Molekuler Koi
Herpes Virus (Khv) Yang Diisolasi Dari Ikan Koi (Cyprinus Carpio Koi).Jurnal Perikanan Dan Kelautan Tropis, 8(2), 64-68.
Setyorini. N., A. Khusnah., dan L.Widajatiningrum. 2008. Kelangsungan Hidup Ikan Koi (Cyprinus Carpio Koi) yang Terinfeksi KHV (Koi Herpesvirus).Berkala Ilmiah Perikanan. 3(1):57-65.
Silaban,F., Limin, S., Suparmono. 2012. Dalam Peningkatan Kinerja Filter Air Untuk
Menurunkan Konsentrasi Amonia pada Pemeliharaan Ikan Mas (Cyprinus carpio). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan.1(1).
SNI. 1990. Metode Pengukuran Kualitas Air. Dinas Pekerjaan Umum. Jakarta. ____. 1999. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linneaus) Strain Majalaya
Kelas Induk Pokok (Parent Stock). SNI:01-6131-1999. ____. 2004. Air dan Air Limbah-Bagian 30 : Cara Uji Kadar Amonia dengan
Spektrofotometer secara Fenat. SNI 06-6989.30-2005. ____. 2015. Pembesaran Ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam Keramba Jaring Apung
di Sungai. Stephenson, F.H. 2003.Calculations for Moleculer Biology and Biotechnology.Academic Press. Sidney. Page 143-171.
Sudarsono, B. 2003.Dokumentasi, Informasi dan Demokratisasi.Diskusi jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hak Asasi Manusia. Jakarta. Sugiyono.2009. Metode Kuantitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung Sunarto, A., A. Rukyani., dan T. Itami. 2005. Indonesian experience on the outbreak
of koi herpesvirus in koi and carp (Cyprinus carpio). Bulletin of Fisheries Research Agency, Yokohama, Japan, 86, 15-21.
Supriatna, Y. 2013. Budi Daya Ikan Mas di Kolam Hemat Air.AgroMedia. Suryabrata, S. 1980. Metodologi penelitian. C.V. Rajawali : Jakarta. Sutisna.D.H dan R. Sutarmanto.1995. Pembenihan Ikan Air Tawar.Kanisius
media.Yogyakarta. Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penerbit : Penebar Swadaya.
Jakarta.
54
Syofyan, I., USman dan P. Nasution. 2011. Studi Kualitas Air untuk Kesehatan Ikan dalam Budidaya Perikanan Pada Aliran Sungai Kampar Kiri.Jurnal Perikanan dan Kelautan.16 (1) : 64-71.
Tambunan,J.E., G.Mahasri., S.Koesdarto. 2012. Infestasi Ektoparasit Lernaea
Sebagai Faktor Pemicu Munculnya Infeksi Bakteri Aeromonas Pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Journal Of Aquacultur And Fish Health. 1(1).
Tatangindatu, F., Ockstan, K. Robert, R. 2013.Studi Parameter Fisika Kimia Air pada
Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano Desa Paleloan, Kabupaten MInahasa. 1(2) : 8-19.
Taukhid., Angela, M, L., Kusumasari, S., Rosidah., Gunawan, S. 2010. Optimasi
Frekuensi Pemberian Vitamin C pada Pakan Komersial untuk Pengendalian Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Berita Biologi. 10(3).
Wasito, R., H. Wuryastuti., dan B. Sutrisno. 2013. Identifikasi Koi Herpesvirus
dengan Uji Imunopatologi Imunohistokimia Streptavidin Biotin pada Ikan Mas Karier (Identification Of Koi Herpesvirus Using Immunopathologic Immunohistochemistry Of Streptavidin Biotin In The Common Carp Carriers). Jurnal Veteriner, 14(1).
Wasito, R., Hastati, W., Bambang, S. 2013. Gambaran Histopatologi Insang Ikan
Mas di Daerah Endemik Koi Herpes Virus. Jurnal Veteriner. 4(3) : 344-349. Wihardi, Y., Indah, A, Y., Rangga, B. 2014.Feminisasi pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio) dengan Perendaman Ekstrak Daun0Tangkai Buah Terung Cepoka (Salanum tervum) pada Lama Waktu Perendaman Berbeda.
Wijaya, H.K. 2007.Komunitas Perifiton dan Fitoplankton serta Parameter Fisika-
Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat.Skripsi.IPB. Bogor
Yazwar.2008. Keanekaragaman Plankton dan Kelimpahan dengan Kualitas Air di
Parapat Danau Toba. Tesis Universitas Sumatera Utara. Medan. Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Penerbit Andi.
Yogyakarta.