Upload
wahyu-lailil-fais
View
180
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Analisa Pengaruh Pengelasan GMAW Terhadap Perubahan Mikrostruktur Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada Aluminium Dengan Variabel Heat Input
Citation preview
ANALISA PENGARUH PENGELASAN GMAW TERHADAP PERUBAHAN
MIKROSTRUKTUR, TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA ALUMINIUM DENGAN
VARIABEL HEAT INPUT YANG BERBEDA
Catur Indra Sukmana
(1), Murdjito
(2), Gatot Dwi Winarto
(3)
(1)Mahasiswa Teknik Kelautan (2),(3)Staf Pengajar Teknik Kelautan
ABSTRAK
Fiber adalah salah satu material yang digunakan dalam pembuatan kapal cepat. Keuntungan dari fiber adalah
selain harganya yang relatif murah, bobotnya juga ringan. Sedangkan kekurangan dari bahan ini adalah sifatnya
yang tidak bisa didaur ulang sehingga dapat menimbulkan masalah pada lingkungan. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, maka sebagai alternatif pengganti bahan ini adalah menggunakan aluminium. Selain ringan (mass
jenisnya 2.65 gr/cm3) bahan ini juga tahan terhadap korosi air laut. Pada kapal tersebut nantinya juga diperlukan
adanya konstruksi, terutama konstruksi pengelasan. Pengelasan adalah proses penyambungan dua atau lebih
material yang mempunyai komposisi yang sama maupun berbeda dengan menggunakan masukan energi panas
(heat input). Parameter yang perlu diperhatikan dalam pengelasan adalah arus listrik, tegangan listrik, dan
kecepatan pengelasan. Karena pengelasan erat hubungannya dengan pengaruh panas, maka hal tersebut nantinya
akan berpengaruh terhadap sifat karakteristik dari material yang dilas. Maka dari itu, penelitian kali ini akan
membahas tentang pengaruh pengelasan GMAW terhadap perubahan mikrostruktur, tegangan sisa, dan distorsi
pada aluminium dengan variabel heat input. Material yang digunakan adalah aluminium seri 5083 dengan dimensi
300 mm x 150 mm x 12 mm. perubahan mikrostruktur dan distorsi diamati di laboratorium sedangkan perhitungan
tegangan sisa menggunakan metode elemen hingga. Pada hasil akhir penelitian didapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara pengaruh heat input dengan perubahan mikrostruktur, tegangan sisa, dan distorsi.
Kata kunci : GMAW, Aluminium 5083, mikrostruktur, Tegangan sisa, dan distorsi.
1. PENDAHULUAN Proses pengelasan banyak digunakan untuk fabrikasi
dalam aplikasi engineering, misalnya untuk pesawat
terbang, otomotif, dan industry perkapalan (Gery,
dkk. 2005). Salah satu metode pengelasan yang sering
dipakai oleh masyarakat umum, yaitu metode
GMAW (Gas Metal Arc Welding). Pengelasan ini
juga disebut MIG karena menggunakan gas inert
dimana elektroda yang digunakan tidak di coating dan
dan dapat mensuplai terus karena berbentuk gulungan
(Semih, 2007). Proses pengelasan, pada dasarnya
memiliki tujuh macam sambungan, yaitu: butt joint,
backing joint, T joint, Cross joint, overlap joint,
corner joint, dan edge joint. Sambungan-sambungan
tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri
tergantung kondisi material yang dikerjakan.
Sedangkan untuk posisi pengelasan ada beberapa
jenis, yaitu: flat, horizontal, vertical, dan overhead
(ASME section IX, 2001).
Selama pengelasan, daerah di bawah logam las akan
mengalami pemuaian, sedangkan daerah di bawahnya
mencoba menahannya. Bagian yang memuai itu akan
mengalami tegangan tekan sedangkan daerah
dibawahnya melawan dengan tegangan tarik.
Sebaliknya, selama proses pendinginan, daerah di
bawah logam las mengalami tegangan tarik dan
daerah di bawahnya melawannya dengan tekanan.
Tegangan – tegangan yang terjadi pada pelat yang
dilas ini terus ada hingga temperatur kamar.
Tegangan yang demikian ini disebut tegangan sisa
atau residual stress (Sonawan, dkk. 2003). Selain
tegangan sisa, akibat dari pengaruh panas yang lain
adalah adanya perubahan struktur mikro dari logam
tersebut.
Karena pengaruh heat input terhadap material sangat
siginifikan terhadap kualitas hasil lasan, maka dalam
tugas akhir kali ini akan dilakukan analisa tegangan
sisa distorsi dan metallographic pada aluminium seri
5083 dengan proses pengelasan GMAW. Untuk
analisa tegangan sisa dan distorsi, menggunakan
bantuan software ANSYS 11 sedangakan untuk
metallographic dapat menggunakan mikroskop
elektron. Pada akhir analisa di dapatkan pengaruh
heat input yang berbeda terhadap tegangan sisa,
distorsi dan mikrostruktur pada hasil lasan
2. DASAR TEORI 2.1. Aluminium Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam
ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan
terhadap korosi dan merupakan konduktor listrik
yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas
dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi
dan alat – alat penyimpanan.
Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga
cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi
paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan
panas dengan klasifikasi dapat dan tidak dapat
diperlaku – panaskan dan cara ketiga yang berdaskan
unsur – unsur paduan yaitu : Al murni, Al-Cu, Al-
Mn, Al-Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, dan Al-Zn.
Paduan yang dapat diperlaku-panaskan adalah paduan
di mana kekuatannya dapat diperbaiki dengan
pengerasan dan penemperan, sedangkan paduan yang
tidak dapat diperlaku-panaskan kekuatannya hanya
dapat diperbaiki dengan pengerjaan dingin. Logam
paduan yang termasuk dalam kelompok yang tidak
dapat diperlaku-panaskan adalah jenis Al murni, Al-
Mg ,Al-Si, dan Al-Mn. Sedang kelompok yang dapat
diperlaku-panaskan masih dibagi lagi dalam jenis
perlakuan panasnya yaitu anil-temper (O-temper),
pengerasan regang (H-temper), pengerasan alamiah
dan pengerasan buatan.
2.1.1. Struktur Mikro Aluminium
Susunan atom – atom yang teratur dalam tiga dimensi
menurut suatu pola tertentu dinamakan kristal. Proses
pembentukan kristal disebut dengan kristalisasi yang
terjadi pada saat pembekuan, perubahan dari fase cair
ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya kristalisasi
terjadi melalui dua tahap :
1. Pembentukan inti (nucleation)
2. Pertumbuhan kristal (kristal growth)
Dalam keadaan cair atom-atom tidsak memilki
susunan teratur tertentu, selalu / mudah bergerak.
Dalam keadaan cair, temperaturnya relatif tinggi dan
atom memiliki energy cukup banyak sehingga mudah
bergerak, tidak ada pengaturan letak atom relatih
terhadap atom lain.
Dengan turunnya temperature maka energy atom
makin rendah dan makin sulit bergerak dan mulai
mencari kedudukan relative terhadap atom lain, mulai
membentuk kisi ruang. Ini terjadi pada tempat yang
relative lebih dingin dimana sekelompok atom
menyusun diri membentuk inti Kristal.
Inti-inti ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi
selanjutnyas. Dengan makin turunnya temperatur
makin banyak atom yang ikut bergabung dengan inti
yang sudah ada atau membentuk inti baru. Setiap inti
akan tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari
cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk
mengisi tempat kosong pada lattice yang akan
dibentuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur mikro AA5083 pada suhu
(a) 525°C, (b) 550°C, (c) 660°C, (d) 625°C
(Katsas, 2005)
Pertumbuhan ini berlangsung dari tempat yang lebih
dingin menuju tempat yang lebih panas. Pertumbuhan
ini tidak bergerak lurus saja, tetapi mulai membentuk
cabang-cabang dan ranting-ranting, struktur ini
disebut struktur dendrite. Dendrit ini terus tumbuh ke
segala arah, sehingga cabang/ranting dendrite hampir
bersentuhan dan sisa cairan yang terakhir akan
membeku di sela-sela dendrite ini.
Pertemuan satu dendrit Kristal dengan lainnya
dinamakan batas butir Kristal (grain boundary) yang
merupakan bidang yang membatasi antara dua Kristal
(gambar 2.2 dan gambar 2.3). Batas butir adalah
tempat dimana terdapat ketikdak-teraturan susunan
atom di samping juga biasanya mengandung unsur-
unsur ikutan (impurity) lebih banyak.
Gambar 2.2 Dendrit 2D
Gambar 2.3 Dendrit 3D
2.2. Gas Metal Arc Welding (GMAW)
Nama lain dari proses pengelasan ini adalah metal
inet gas (MIG) dimana kawat elektroda yang
digunakan tidak terbungkus dan sifat suplainya yang
terus-menerus. Daerah lasan terlindung dari
atmosphere melalui gas yang dihasilkan dari alat las
tersebut,seperti terlihat pada gambar 2.4. (Genculu,
2007). Gas pelindung yang digunakan adalah gas
Argon, helium atau campuran dari keduanya. Untuk
memantapkan busur kadang-kadang ditambahkan gas
O2 antara 2 sampai 5% atau CO2 antara 5 sampai 20%
(Wiryosumarto, 1996).
Gambar 2.4 Pengelasan GMAW atau MIG
(Genculu, 2007)
2.3. Heat Input Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi
panas yang berarti dipengaruhi juga oleh arus las,
tegangan dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara
ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelesan
yang dikenal dengan HEAT INPUT. Persamaan heat
input dapat dituliskan sebagai berikut :
HI = Teg. Las x Arus Las
Kec. Pengelasan
2.4. Tegangan Sisa
Dalam proses penglesan, bagian yang dilas menerima
panas pengelasan setempat dan selama proses
berjalan suhunya berubah terus sehingga distribusi
suhu tidak merata. Karena panas tersebut, maka pada
bagian yang dilas terjadi pengembangan termal.
Sedangkan bagian yang dingin tidak berubah
sehingga terbentuk penghalangan pengembangan. Hal
inilah yang menimbulkan tegangan sisa. Tegangan
sisa yang terjadi karena pengelasan ini dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu : tegangan sisa pada
bagian konstruksi yang bebas dan tegangan sisa oleh
adanya halangan dari luar (Wiryosumarto, 1996).
Gambar 2.5 Pembentukan Tegangan Sisa
(Wiryosumarto, 2007)
2.4.1. Perhitungan Tegangan Sisa
Kita dapat menghitung besarnya tegangan sisa pada
material yang telah dilas secara dua dimensi dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.:
Dengan: σx = Tegangan tegak lurus garis las σx = Tegangan searah garis las εx = Regangan tegak lurus garis las εy = Regangan searah garis las v = Angka perbandingan poison
2.5. Distorsi pada Pengelasan
Pada proses pengelasan, sambungan pada material
menerima beban panas yang tinggi. Distribusi panas
yang timbulkan tidak merata ke semua bagian.
Sehingga suhu pada daerah lasan dan HAZ lebih
tinggi daripada logam induk yang tidak terkena
pengaruh panas. Selama proses pendinginan, daerah
lasan akan menjadi padat dan menyusut sehingga
terjadi tegangan tarik disekitar lasan dan HAZ.
Jika tegangan tarik yang dihasilkan melebihi
tegangan yield dari logam induk, maka hal ini bisa
menimbulkan deformasi plastis pada material.
Deformasi plastis ini nantinya akan menyebabkan
perubahan dimensi dan penyimpangan material. Hal
inilah yang disebut dengan distorsi. Beberapa jenis
distorsi dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Macam-macam Distorsi dalam
Pengelasan (Wiryosumarto, 2007)
2.6. Metallographic Test Metalografi merupakan suatu metode untuk
menyelidiki struktur logam dengan menggunakan
miroskop optis dan mikroskop electron. Sedangkan
struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut
tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan tersebut
dilakukan terhadap spesimen yang telah diproses
sehingga bisa diamati dengan pembesaran tertentu.
Gambar 2.7 berikut menjelaskan contoh pengamatan
pada aluminium.
Gambar 2.7 Struktur Mikro Aluminium
Uji metalographi dilakukan dengan cara mengamati
hasil lasan dengan bantuan mikroskop. Ada beberapa
hal yang dapat diketahui dari pengamatan ini, antara
lain :
1. Mengetahui kondisi hasil lasan
2. Jumlah pass dari pengelasan yang
digunakan.
3. Struktur metalurgi pada lasan dan fusion
zone.
4. Luas dan struktur metalurgi pada heat
affected zone
5. Lokasi dan kedalaman dari hasil lasan
2.7. Metode Elemen Hingga Untuk menghitung besarnya tegangan sisa yang
dihasilkan dalam proses pengelasan, dapat
menggunakan program ANSYS Multiphysic. Pada
program ini diawali dengan pembuatan model.
Setelah pemodelan selesai, maka tahap selanjutnya
adalah proses pembebanan. Jenis pembebanan yang
digunakan adalah beban thermal. Dari pembebanan
tersebut, nantinya akan didapatkan hasil berupa
distribusi panas, tegangan sisa, dan regangan (gambar
2.8).
Gambar 2.8 Hasil Running Program ANSYS
3. PENGERJAAN 3.1. Pembuatan Spesimen Spesimen yang digunakan adalah aluminium 5083
yang memiliki ketebalan 12 mm (gambar 3.1).
Sedangkan jenis bevel yang digunakan adalah single
V groove yang dibuat dengan menggunakan grinda.
Jumlah spesimen yang dibuat sebanyak lima buah.
Proses pembuatan bevel seperti terlihat pada gambar
di bawah ini. Peralatan yang diperlukan untuk
pembuatan spesimen ini adalah gerinda, meja kerja,
penjepit benda kerja dan meteran.
Gambar 3.1 Pembuatan Spesimen
3.2. Proses Pengelasan GMAW Pengelasan kali ini menggunakan las jenis GMAW
dengan gas pelindung yang digunakan adalah jenis
gas Argon dan menggunakan jenis elektroda ER5356
1.2 mm. Parameter yang dirubah pada proses
pengelasan kali ini adalah arus listrik sedangkan
tegangan yang digunakan adalah 21 Volt. Variasi arus
listrik yang digunakan adalah : 100 A, 115 A, 135 A,
150 A, dan 165 A. Adapun peralatan yang digunakan
dalam proses pengelasan GMAW (gambar 3.2)
Gambar 3.2 Perlengkapan Proses Pengelasan
Proses pengelasan diawali dengan pembuatan tack
weld pada ujung – ujung material sebagai
penyambung material agar tidak bergeser saat
dilakukan pengelasan full length seperti terlihat pada
gambar 3.3.
Gambar 3.3 Proses Pengelasan
3.3. Pengukuran distorsi Setelah proses pengelasan selesai, dilakukan
pengkuran penyimpangan pada masing – masing
spesimen. Peralatan yang dibutuhkan dalam
pengukuran distorsi adalah dial gauge, jangka
sorong, dan penggaris.
Gambar 3.4 Dial Gauge
Gambar 3.5 Pengukuran Penyimpangan
Setelah proses perhitungan penyimpangan selesai,
dilakukan perhitungan distorsi denga menggunakan
Autocad.
Gambar 3.6 Pengukuran Distorsi
3.4. Uji metallographic Pada tahap analisa metallographic, langkah yang
harus dilakukan adalah :
Cutting : pemotongan sampel spesimen
dengan ukuran 60 mm x 10 mm x 12 mm.
Grinding : meratakan dan menghaluskan
permukaan sampel dengan cara
menggosokkan pada kertas amplas.
Polishing : bertujuan untuk mendapatkan
permukaan sampel yang mengkilat seperti
cermin dengan cara menggosokkan pada kain
halus yang sebelumnya sudah ditaburi
polishing powder.
Etching : dengan cara mencelupkan pada
larutan kimia tertentu selama beberapa detik.
Melakukan pengamatan menggunakan
mikroskop electron dengan pembesaran 200
x.
Pembaaan ukuran butir dengan menggunakan
software grain size.
3.5. Analisa Tegangan Sisa dan Distorsi Ada beberapa langkah untuk melakukan analisa
tegangan sisa pada program ANSYS, yaitu :
Pembuatan model
Memasukkan material properties (poisson
ratio, yield strenght, modulus Young,
densitas, thermal conductivity, dll)
Meshing
Pembebanan thermal yang menghasilkan
output thermal stress
Pemodelan structural dengan memasukkan
thermal stress sebagai beban dinamis.
Output akhir yang diperoleh adalah residual
stress dan distorsion
Gambar 3.7 Pemodelan Spesimen
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengelasan
Tabel 4.1 Hasil Pengelasan
Kemudian dari data-data diatas dapat dihitung besarnya masing - masing Heat Input untuk tiap layer pengelasan seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Heat Input
4.2 Pengukuran distorsi
Dengan mengguanakan dial gauge, kita dapat
mengetahui penyimpangan yang terjadi pada tiap
spesimen.
Tabel 4.3 Tabel Pengukuran Penyimpangan
Kemudian dengan menggunakan Autocad, dapat kita
ketahui nilai deformasi yang terjadi.
Tabel 4.4 Tabel Nilai Deformasi
4.3. Pengamatan Struktur Mikro Setelah pengmatan dengan menggunakan mikroskop electron selesai, hasilnya nanti akan dianalisa menggunakan software grain size yang nantinya akan didaptakan hasil ukuran grain size untuk masing – masing spesimen. Lokasi pengukuran ada Sembilan titik
Gambar 4.1 Pengamatan dengan Software Grain
Size
Tabel 4.5 Grain Size pada Base Metal
Tabel 4.6 Grain Size pada HAZ
Tabel 4.7 Grain Size pada Weld Metal
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Heat Input
dengan Grain Size pada Aluminium
Pada gambar 4.6 dapat kita ketahui bahwa semakin besar heat input, maka semakin besar pula Grain Size yang tercipta. Secara teori, ketika beban panas yang
diberikan semakin besar maka suhu pada material juga mengalami peningkatan. Atom – atom akan bergerak lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Namun, ketika proses pembebanan panas sudah selesai maka akan terjadi proses pendinginan yang membuat atom – atom yang semula bergerak cepat menjadi lebih lambat. Kemudian atom - atom tadi akan membentuk ikatan dengan atom yang ada di sampingnya yang disebut dendrite. Kemudian dendrit ini akan terhubung dengan dendrit – dendrit yang lain sehingga terbentuk grain. Jadi semakin tinggi suhu material, maka akan semakin lama laju pendinginannya yang mengakibatkan denrit dan grain yang terbentuk akan semakin besar 4.4. Perhitungan Tegangan Sisa Dua Dimensi Berdasarkan persamaan 2.1 dan 2.2 maka tegangan sisa dua dimensi dapat dihitung.
Tabel 4.8 Tegangan Sisa Searah Sumbu X
Catatan : εy diabaik
4.4. Pemodelan Ansys
Pada pemodelan numeris, model diberikan beban panas secara merata pada kampuh lasan. Setelah proses pembebanan selesai, maka nantinya akan dihasilkan output berupa distorsi dan tegangan sisa. Hasil dari pembebanan pada spesimen dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.3 Tegangan Sisa Arah Sumbu X
Gambar 4.4 Deformasi Searah Sumbu x
4.5. Grafik Perbandingan Hasil Eksperimen dengan Pemodelan
4.5.1. Distorsi
Tabel 4.13 Perbandingan Distorsi Eksperimen dan
Numeris
Gambar 4.5 Perbandingan Distorsi Eksperimen
dan Numeris
Dari gambar di atas dapat kita ketahui bahwa seiring dengan bertambahnya heat input, baik
secara eksperimen maupun numeris distorsi yang dihasilkan sama – sama menunjukkan nilai yang semakin besar meskipun pada hasil eksperimen ada penurunan nilai. Pertambahan nilai distorsi secara numeris lebih signifikan daripada secara eksperimen. Hal ini dikarenakan pada eksperimen, proses distorsi masih terpengaruh oleh keadaan lingkungan yang tidak teratur. Sedangkan pada pemodelan kondisi yang berbeda hanya pada proses pemberian beban panas sehingga perubahan distorsi yang terjadi lebih teratur.
Hasil pengukuran distorsi secara eksperimen mempunyai nilai yang lebih besar daripada secara numeris. Hal ini dikarenakan pengukuran distorsi secara eksperimen menggunakan dial gauge yang membutuhkan ketelitian. Jadi hasil yang diperoleh tidak bisa tepat 100%. Sedangkan pada pemodelan numeris, software secara otomatis mengukur besarnya distorsi setelah kita memberikan beban panas.
4.5.2. Tegangan Sisa
Tabel 4.14 Perbandingan Tegangan Sisa
Eksperimen dan Numeris
Gambar 4.6 Perbandingan Tegangan Sisa
Eksperimen dan Numeris
Heat Input mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tegangan sisa yang dihasilkan. Semakin tinggi beban panas yang diberikan, maka daerah lasan akan menerima panas dan tegangan tekan yang lebih besar. Sehingga pada saat proses pendinginan berlangsung daerah lasan akan menghasilkan tegangan sisa yang lebih besar karena terjadi tegangan tarik yang besar dan lebih lama. Hal ini terlihat pada gambar 4.6 dimana tegangan sisa semakin besar seiring dengan bertambahnya heat input, baik pada hasil eksperimen maupun pada hasil numeris. Hal ini sesuai dengan eksperimen yang dilakukan oleh Futichah. Bahwa semakin tinggi arus las yang digunakan maka tegangan sisa yang dihasilkan juga akan semakin besar karena arus las berbanding lurus dengan heat input 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN Bedasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh variasi Heat input terhadap perubahan mikrostruktur, tegangan sisa dan distorsi yang terjadi pada material aluminium 5083, maka dapat disimpulkan : 1. Heat input mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap perubahan mikrostruktur. Semakin besar heat input yang diberikan maka grain size yang terbentuk pada Base Metal, HAZ dan Weld
Metal juga akan naik secara linier. 2. Pada pemodelan numeris dan hasil ekperimen,
besarnya tegangan sisa naik secara linier seiring dengan pertambahan heat input . Besarnya teganan sisa yang dihasilkan antara pemodelan numeris dengan ekperimen mempunyai perbedaan sebesar + 0.57%.
3. Distorsi yang terbentuk pada hasil pemodelan numeris dan ekperimen mengalami peningkatan secara linier seiring dengan bertambahnya heat input. Besarnya distorsi yang dihasilkan antara pemodelan numeris dengan ekperimen mempunyai perbedaan sebesar + 0.86%
3.2. SARAN Saran yang dapat diberikan dari kajian Tugas Akhir ini adalah:
1. Untuk mendapatkan hasil eksperimen yang lebih akurat, hendaknya jumlah spesimen ditambah agar mendapatkan data yang lebih banyak dan akurat.
2. Pada pemodelan numeris, agar hasil analisa lebih akurat hendaknya jumlah elemen diperbanyak.
3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat melakukan variasi pada tegangan listrik,
kecepatan pengelasan, atau tebal plat. Selain itu juga dapat dilakukan DT pada tiap spesimen.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Muhammad Saiful. 2009. Analisa Perilaku
Tegangan SisA Dan Sudut Distorsi Pada
Sambungan Fillet Dengan Variasi Tebal Pelat
Menggunakan Metode Elemen Hingga.
Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
ASME section II. 2001. “Materials”. New York :
The American Society of Mechanical Engineers
New York.
ASME section IX. 2001. “Qualification Standard
For Welding And Brazing Procedures,
Welders, Brazers, And Welding And Brazing
Operators”. New York : The American Society
of Mechanical Engineers New York.
ASTM E3. “Standard Guide for Preparation of
Metallographic Specimens”. United States :
American Society For Testing and Material.
ASTM E7. “Standard Terminology Relating to
Metallography”. United States : American
Society For Testing and Material.
B. Bandriyana, B. 2006. “Perhitungan Distribusi
Tegangan Sisa Dalam Pengelasan Sambungan–T
Pada Sistem Pemipaan”. Prosiding Semiloka
Teknologi Simulasi dan Komputasi serta
Aplikasi.