Upload
hatruc
View
232
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS ALASAN HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG
MELAKUKAN PENAFSIRAN EKSTENSIF ATAS PASAL 263
AYAT (1) KUHAP DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
PERKARA PRA PERADILAN BANK CENTURY DAN REALISASINYA
DENGAN ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL
(STUDI PUTUSAN NO.55.PK/PID/2006)
Penulisan Hukum
(SKRIPSI)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana SI
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
Ditya Ariandini
NIM. E1106113
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS YURIDIS ALASAN HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG
MELAKUKAN PENAFSIRAN EKSTENSIF ATAS PASAL 263
AYAT (1) KUHAP DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
PERKARA PRA PERADILAN BANK CENTURY DAN REALISASINYA
DENGAN ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL
(STUDI PUTUSAN NO.55.PK/PID/2006)
Oleh
Ditya Ariandini
NIM. E1106113
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Kristiyadi S.H.M.Hum Muhammad Rustamaji S.H.M.H
NIP. 195812251986011001 NIP.198210082005011001
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS YURIDIS ALASAN HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG
MELAKUKAN PENAFSIRAN EKSTENSIF ATAS PASAL 263
AYAT (1) KUHAP DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
PERKARA PRA PERADILAN BANK CENTURY DAN REALISASINYA
DENGAN ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL
(STUDI PUTUSAN NO.55.PK/PID/2006)
Oleh
Ditya Ariandini
NIM. E1106113
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 3 Agustus 2010
DEWAN PENGUJI
1 Edy Herdyanto, S.H.,M.H :........................................................
Ketua
2 Muhammad Rustamaji, S.H., M.H :.........................................................
Sekretaris
3 Kristiyadi, S.H.,M.Hum :.........................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
(Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.)
NIP. 196109301986011001
iv
PERNYATAAN
Nama : Ditya Ariandini
NIM : E1106113
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
ANALISIS YURIDIS ALASAN HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG
MELAKUKAN PENAFSIRAN EKSTENSIF ATAS PASAL 263 AYAT (1)
KUHAP DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA
PRA PERADILAN BANK CENTURY DAN REALISASINYA DENGAN
ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL (STUDI PUTUSAN
NO.55.PK/PID/2006) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, Agustus 2010
yang membuat pernyataan
Ditya Ariandini
NIM. E1106113
v
ABSTRAK
Ditya Ariandini, E1106113. 2010. ANALISIS YURIDIS ALASAN HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG MELAKUKAN PENAFSIRAN EKSTENSIF ATAS PASAL 263 AYAT (1) KUHAP DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PRA PERADILAN BANK CENTURY DAN REALISASINYA DENGAN ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL (STUDI PUTUSAN NO.55.PK/PID/2006). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan hukum (legal reason) Hakim Mahkamah Agung melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara pra peradilan Bank Century, untuk mengetahui tindakan Hakim Mahkamah Agung melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP merupakan pelanggaran terhadap hak-hak terdakwa atau tidak dan untuk mengetahui kaitan penggunaan penafsiran ekstensif oleh Hakim Mahkamah Agung dengan asas due process dan fair trial dalam kajian kasus peninjauan kembali praperadilan Bank Century.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif bersifat perskriptif dan terapan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal Tehnik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder. Tehnik analisis penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deduksi, yaitu metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, Kesatu, alasan hukum hakim Mahkamah Agung melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara praperadilan Bank Century karena adanya kekosongan hukum, dalam KUHAP tidak ada aturan yang jelas tentang batasan pihak ketiga yang berkepentingan yang dapat mengajukan peninjauan kembali sehingga perlu adanya penafsiran ekstensif. Kedua, penggunaan penafsiran ekstensif oleh Hakim Mahkamah Agung dengan asas due process dan fair trial dalam kajian kasus peninjauan kembali perkara praperadilan Bank Century ini untuk menciptakan proses hukum yang lebih adil dan jujur. Kata kunci: penafsiran ekstensif, peninjauan kembali, asas due process dan fair trial, hakim Mahkamah Agung
vi
ABSTRACT
Ditya Ariandini, E1106113. 2010. “A JURIDICAL ANALYSIS ON SUPREME COURT’S JUDGE LEGAL REASON IN REINTERPRETING EXTENSIVELY THE ARTICLE 263 CLAUSE (1) KUHAP IN EXAMINING THE JUDICIAL REVIEW ON PRE TRIAL CASE OF CENTURY BANK AND ITS REALIZATION USING DUE PROCESS AND FAIR TRIAL PRINCIPLE (A CASE STUDY NO. 55.PK/PID/2008). Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
This research aims to find out the Supreme Court Judge’s legal reason in reinterpreting extensively the Article 263 clause (1) KUHAP in examining the judicial review on pre trial case of Century Bank, to find out whether or not the Supreme Court Judge’s action in reinterpreting extensively the Article 263 clause (1) KUHAP is the violation against the right of accused and to find out its relation to the use of extensive interpretation by the Supreme Court Judge using due process and fair trial principles in a pretrial judicial review case of Bank Century.
This study belongs to a normative research that is prescriptive and applied in nature. The approach employed was doctrinal approach. Technique of collecting data used was the collection of primary and secondary law materials. Technique of analyzing data used was deductive analysis one, that is, the method beginning from the major premise proposal followed by the minor premise. From both premises a conclusion is drawn.
Considering the result of research and discussion, it can be concluded that, firstly, the Supreme Court Judge’s legal reason in reinterpreting extensively the Article 263 clause (1) KUHAP in examining the judicial review on pre trial case of Century Bank is because there is law vacuum, in KUHAP there is no clear regulation about the limitation for the interested third party to file the judicial review so that there should be an extensive interpretation. Secondly, the use of extensive interpretation by the Supreme Court Judge using due process and fair trial in a study case of judicial review in the pretrial case of Century bank is to create the more just and fair law process
Keywords: extensive interpretation, judicial review, due process and fair trial
principle, Supreme Court Judge
vii
HALAMAN MOTTO
“ Sesungguhnya Allah sangat mencintai seseorang yang jika melakukan
sesuatu dilakukan dengan sebaik mungkin ”.
(H. R Imam Baihaqi dari Aisyah)
” Jangan menjanjikan lebih besar dari yang bisa kau berikan lebih baik
berikan lebih besar dari apa yang kau janjikan”
(Gene Belly)
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu atas perjuangan serta didikan,
arahan juga doanya,
2. Keluarga ku,
3. Akang ku,
4. Teman-teman seperjuangan dan
5. Almamaterku.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang serta
rasa syukur kehadirat Allah swt, penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul
”ANALISIS YURIDIS ALASAN HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG
MELAKUKAN PENAFSIRAN EKSTENSIF ATAS PASAL 263 AYAT (1)
KUHAP DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA
PRA PERADILAN BANK CENTURY DAN REALISASINYA DENGAN
ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL (STUDI PUTUSAN
NO.55.PK/PID/2006)” dapat penulis selesaikan.
Dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari hambatan serta kesulitan-
kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, nasehat dan saran-saran dari
berbagai pihak khususnya pembimbing segala hambatan dan kesulitan-kesulitan
tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik.
Dengan terselesainya skripsi ini penulis mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan, dorongan, bimbingan baik berwujud materiil ataupun
spirituil, khususnya kepada:
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
UNS.
2. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum dan Bapak Muhammad Rustamaji,
S.H.,M.H selaku pembimbing penulisan hukum skrikpsi.
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H sebagai ketua bagian hukum acara.
4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum sebagai dosen hukum acara
pidana.
5. Ibu Djuwityastuti, S.H selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Fakultas Hukum UNS.
x
7. Ibu yang selalu memberikan inspirasi, semangat dan motivasi serta
memberikan do’a dan semangat.
8. Adek-adek ku yang selalu memotivasi penulis.
9. Deny Septia Wibowo yang sabar selalu menemani dan mau direpotkan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat ku dari kecil Endy Wardani Kusumawati yang selalu menemani
penulis setiap waktu dan kapanpun dibutuhkan.
11. Teman-teman ku yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi
: Putri Ajeng Rochmawati, Rinta Wahyu Suryandari, Angela Dian,
Fristina Novita Rini, Dwi Mulyaningsih dan
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak dapat membalas jasa-jasa beliau-beliau
yang amat besar kepada penulis. Namun dengan penuh harapan dan doa penulis
semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya dengan kesempurnaanya. Sebagai
kata terakhir semoga skripsi ini membawa manfaat, tidak lupa pula penulis
ucapkan Alhamdulillahhirobil’alamin kepada Allah SWT yang memberi
petunjuk serta kekuatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Surakarta, Agustus 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………i
Halaman Persetujuan Pembimbing………………………………………………ii
Halaman Pengesahan Penguji……………………………………………………iii
Halaman Pernyataan………………………………………………………..........iv
Abstrak……………………………………………………………………............v
Halaman Motto…………………………………………………………………..vii
Halaman Persembahan…………………………………………………………..viii
Kata Pengantar .......................................................................................................ix
Daftar Isi.................................................................................................................xi
Bab I Pendahuluan...................................................................................................1
a. Latar Belakang Masalah........................................................................1
b. Rumusan Masalah .................................................................................4
c. Tujuan Penelitian...................................................................................4
d. Manfaat Penelitian ................................................................................5
e. Metode Penelitian..................................................................................6
f. Sistematika Penulisan Hukum...............................................................9
Bab II Tinjauan Pustaka.........................................................................................11
A. Kerangka Teori.....................................................................................11
1. Tinjauan Tentang Praperadilan ......................................................11
a. Pengertian Praperadilan ..........................................................11
b. Acara Praperadilan...................................................................12
c. Isi Putusan Praperadilan..........................................................14
2. Tinjauan Tentang Peninjauan Kembali.........................................15
3. Tinjauan Tentang Asas Fair Trial.................................................17
4. Tinjauan Tentang Penafsiran Ekstensif dan Asas Due
Process...........................................................................................20
B. Kerangka Pemikiran.............................................................................22
BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan............................................................24
xii
A. Hasil
Penelitian....................................................................................24
B. Pembahasan........................................................................................
.40
1. Alasan Hukum (legal reason) Hakim Mahkamah Agung
Melakukan Penafsiran Ekstensif Atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP
dalam Pemeriksaan Peninjauan Kembali Perkara Praperadilan
Bank Century.................................................................................40
2. Penggunaan Penafsiran Ekstensif oleh Hakim Mahkamah Agung
dengan Asas Due Process dan Fair Trial dalam Kajian Kasus
Peninjauan Kembali Praperadilan Bank
Century..........................................................................................44
BAB IV Penutup...................................................................................................49
A. Simpulan...........................................................................................
49
B. Saran.................................................................................................5
0
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................51
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke tiga dengan
tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal itu berarti
bahwa Indonesia harus menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala
warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.Ciri
khas negara hukum antara lain:
1. Pengakuan dan perlindungan atas hak asasi manusia yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan;
2. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuasaan lain
yang memihak
3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Penegakan hukum sebagai upaya untuk menegakkan norma hukum yang
nyata sebagai pedoman perilaku di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, diharapkan dapat mendorong kreatifitas serta peran aktif
masyarakat dalam membangun tegaknya hukum negara, khususnya dalam
menjamin kemerdekaan Hak Asasi Manusia. Penegakan Hak Asasi Manusia
menemukan urgensinya untuk dipenuhi karena merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia dan bersifat universal. Oleh karena itu
pemenuhan Hak Asasi Manusia harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan
dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
xiv
Pada kasus Bank Century yang telah ditetapkan sebagai bank yang gagal
oleh Bank Indonesia karena tidak dapat membayar dana nasabah dan terjadi rush.
Aliran dana yang diberikan sebagai talangan untuk mengatasi rush inilah yang
akhirnya menjadi masalah karena tidak ada kejelasan kemana saja aliran dana
tersebut diberikan. Permasalahan ini kian menarik peneliti untuk mengkajinya
khususnya berkaitan dengan peninjauan kembali perkara praperadilan Bank
Century yang dalam kasusnya pihak pemohon peninjauan kembali PT. Bank
Century Tbk melawan pihak termohon peninjauan kembali yaitu Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia cq, Badan Reserse Kriminal POLRI
Direktorat I/ Keamanan dan Trans Nasional serta Kepala Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta.
Peraturan perundang-undangan juga akan mengalami perubahan begitu juga
peraturan dalam dunia perbankan. ” Dunia perbankan adalah suatu kegiatan usaha
yang selalu melayani dan hidup dalam kesatuannya dengan kegiatan ekonomi
nyata dimasyarakat manapun” (Gunarto Suhardi, 2005:9). Dan akhir-akhir ini
banyak terjadi krisis dalam dunia perbankan dan banyak terjadi tindak pidana.
Awal mula kasus ini adalah tentang L/C senilai USD 18.000.000 (delapan
belas juta dolar Amerika Serikat) atas nama Roy Indra Kusnohadi yang dijamin
dengan bilyet deposito Bank BNI palsu senilai USD 20.000.000 (dua puluh juta
dolar Amerika Serikat) atas nama Roy Indra Kusnohadi dan negosiasi L/C Bank
BNI palsu senilai USD 6.400.000 (enam juta empat ratus ribu dolar Amerika
Serikat) atas nama PT. Rejeki Abadi Utamamandiri. Kemudian ditemukan bukti
bahwa dana yang berasal dari L/C tersebut dibagi-bagikan, diantaranya pada
Takala Gerald Manumpak Hutasoit dan juga dipindah bukukan dalam rekening
perusahaan milik tersangka Candra Ekajaya.
Setelah adanya proses hukum, maka Mahkamah Agung (MA)
memenangkan Mabes Polri berkaitan dengan permohonan PK (Peninjauan
Kembali) yang diajukan PT Bank Century (dahulu pemohon praperadilan)
menyangkut dihentikannya penyidikan tindak pidana yang diduga dilakukan
xv
tersangka Chandra Ekajaya. MA di dalam amar putusan No 55 PK/Pid/2006
tanggal 8 Agustus 2006 secara tegas menolak permohonan PK dari Bank Century
dan menyatakan putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku (http:// ilmu
hukum76.wordpress.com/2009/21/12- ma-menangkan-mabes-polri) [21 Desember
2009 pukul 18.19].
Hakim dalam mengambil keputusan dalam persidangan dapat melakukan
suatu penafsiran sepanjang penafsiran itu sesuai dengan proses hukum dan
undang-undang yang berlaku apabila penafsiran tersebut menyimpangi hukum
yang ada maka penafsiran tersebut tidak dapat dilakukan karena hukum harus
ditegakkan sesuai dengan perkembangan hukum yang berlaku saat ini. Sebelum
melakukan suatu penafsiran maka hakim berdasarkan pada legal reasoning.
Pengertian sederhana legal reasoning adalah penalaran tentang hukum yaitu
pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana
seorang hakim memutuskan perkara atau kasus hukum, seorang pengacara
mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum.
Teori tentang penafsiran yang lazim dianut di Indonesia berlatar belakang
dari ilmu hukum dogmatis yang bertolak dari tata hukum yang ada dalam bentuk
peraturan perundang-undangan dalam rangka memberi arti agar dapat dimengerti
secara umum melalui interpretasi yang bertujuan memberi makna terhadap
ketentuan-ketentuan hukum yang ada di dalam undang-undang. Interpretasi
merupakan metode yang khas bagi ilmu hukum. Namun, di Indonesia telah ada
pendapat yang berpengaruh bahwa adakalanya penafsiran undang-undang tidak
diperlukan sebab teks undang-undang itu sudah terang dengan sendirinya
mengerti kalimat atau kata dalam undang-undang berarti sudah menafsirkannya
(http://ilmu hukum76.wordpress.com/2009/21/12-legal-reasoning) [21 Desember
2009 pukul 18.54].
Selain menggunakan penafsiran dalam pengambilan keputusan juga
berdasarkan asas due process dan fair trial. Asas due process dan fair trial
merupakan suatu asas yang berlaku berkaitan dengan proses hukum yang lebih
xvi
jujur berdasarkan pada undang-undang. Asas ini dapat memberikan pandangan
apakah proses hukum yang ada sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada dan tidak ada penyimpangan dalam proses hukum tersebut.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul: ” ANALISIS YURIDIS ALASAN
HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG MELAKUKAN PENAFSIRAN
EKSTENSIF ATAS PASAL 263 AYAT (1) KUHAP DALAM PEMERIKSAAN
PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PRA PERADILAN BANK CENTURY
DAN REALISASINYA DENGAN ASAS DUE PROCESS DAN FAIR TRIAL
(STUDI PUTUSAN NO.55.PK/PID/2006)”.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk
memperjelas agar penelitian dapat dibahas lebih terarah dan sesuai dengan
sasaran yang diharapkan. Rumusan masalah merupakan dasar dalam penelitian
agar hasilnya diharapkan sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang
dibahas.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah yang menjadi alasan hukum (legal reason) Hakim Mahkamah
Agung melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP
dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara pra peradilan Bank
Century ?
2. Bagaimanakah kaitannya penggunaan penafsiran ekstensif oleh Hakim
Mahkamah Agung dengan asas due process dan fair trial dalam kajian
kasus peninjauan kembali praperadilan Bank Century ?
C. Tujuan Penelitian
xvii
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan dapat memberikan suatu
manfaat dan untuk mencapai suatu target yang ingin dicapai sebagai hasil dari
pemecahan permasalahan yang dirumuskan (tujuan obyektif) maupun untuk
memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui alasan hukum (legal reason) Hakim Mahkamah
Agung melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP
dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara pra peradilan Bank
Century.
b. Untuk mengetahui kaitan penggunaan penafsiran ekstensif oleh Hakim
Mahkamah Agung dengan asas due process dan fair trial dalam kajian
kasus peninjauan kembali praperadilan Bank Century.
2. Tujuan Subyektif
a. Memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Pidana.
b. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh
agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya, dan
masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penulisan penelitian diharapkan dapat memberikan suatu
manfaat. Berdasarkan hal tersebut diatas, manfaat yang hendak dicapai penulis
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
xviii
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan serta pemikiran yang bermanfaat terhadap perkembangan
ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
peneliti yang lain dalam mengadakan penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada
penulis.
b. Hasil penelitian dapat memberikan informasi dan sumbangan
pemikiran kepada masyarakat, pembaca atau orang lain di manapun
mereka berada, yaitu dalam masalah analisa yuridis alasan hukum
hakim mahkamah agung melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal
263 ayat (1) KUHAP dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara
pra peradilan Bank Century dan realisasinya dengan asas due process
dan fair trial (studi putusan no.55.pk/pid/2006).
E. Motode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).
Dalam penelitian ini, metode penulisan yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan menggunakan jenis
penelitian normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.
xix
Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji,
kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah
yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum, dan norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu
hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu
dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).
Dilihat dari sifatnya, penelitian yang akan dilakukan menggunakan
penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sifat ilmu hukum sebagai
ilmu terapan merupakan konsekuensi dari sifat preskriptifnya. Suatu
penerapan yang salah akan berpengaruh terhadap suatu yang bersifat
substansial (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 24-25).
3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sumber bahan hukum sekunder yang mencakup bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer antara lain :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
2) Putusan Mahkamah Agung Nomor.55.PK/PID/2006 tentang
perkara praperadilan Bank Century.
b. Bahan hukum sekunder antara lain:
1) buku-buku Hukum Acara Pidana;
xx
2) jurnal, makalah, artikel, dokumen resmi serta karya tulis yang
relevan dengan masalah peninjauan kembali perkara praperadilan
Bank Century.
c. Bahan hukum tersier yaitu data informasi yang diperoleh dari internet
dan media massa.
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan doktrinal yang
dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian. Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa
pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabannya. Dari pendekatan-pendekatan tersebut pendekatan yang
relevan dengan penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus (case
approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93).
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam suatu penelitian
merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan,
mereduksi, dan memilih bahan hukum yang digunakan dalam penelitian.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai
otoritas, bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen
resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141).
xxi
6. Teknik Analisis Penelitian
Analisis data suatu penelitian, berupa uraian atau pemecahan
masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh. Kemudian diolah
kedalam pokok permasalahan yang diajukan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik analisis deduksi, yaitu metode yang berpangkal dari
pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor. Dari
kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion
(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47).
Premis mayor dalam penulisan hukum ini adalah tentang Pasal 263
ayat (1) KUHAP sedangkan premis minornya adalah pemeriksaan
peninjauan kembali perkara praperadilan Bank Century. Kemudian ditarik
suatu kesimpulan tentang adanya kesesuaian tentang Pasal 263 ayat
(1)KUHAP dengan alasan hukum melakukan penafsiran ekstensif yang di
realisasikan dengan asas due process dan fair trial dalam peninjauan
kembali perkara praperadilan Bank Century.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan
karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan
skripsi. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab
yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan
hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini penulis mengemukakan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
xxii
Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab yaitu kerangka teori
dan kerangka pemikiran. Kerangka teori memuat tentang
tinjauan tentang praperadilan, tinjauan tentang peninjauan
kembali putusan, tinjauan tentang asas fair trial, tinjauan
tentang penafsiran ekstensif dan asas due proces.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ketiga ini berisi hasil penelitian dan pembahasan.
Dalam hasil penelitian berisi data sekunder yang penting dan
relevan yang berisi mengenai perkara praperadilan tentang
penghentian penyidikan Bank Century dan realisasinya dengan
asas due process dan fair trial. Dalam pembahasan berisi
tentang uraian logika untuk menjawab rumusan masalah yang
meliputi : (1) alasan hukum hakim Mahkamah Agung
melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP
dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara praperadilan
Bank Century, (2) kaitan penggunaan penafsiran ekstensif
dengan asas due process dan fair trial dalam kajian kasus
peninjauan kembali praperadilan Bank Century.
BAB IV : PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisi
simpulan hasil penelitian dan pembahasan serta berisi saran-
saran.
DAFTAR PUSTAKA
xxiii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
a. Tinjauan Tentang Praperadilan
1) Pengertian Praperadilan
Masalah praperadilan dapat dilihat pada rumusan Pasal 1 butir 10,
yang menegaskan praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk
memeriksa dan memutus:
1) Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan.
2) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan.
3) Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan.
Praperadilan merupakan hal baru dalam dunia peradilan Indonesia.
Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan
KUHAP di tengah-tengah kehidupan penegakan hukum. Praperadilan
dalam KUHAP sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang
mengadili badi Pengadilan Negeri.
Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri bukan
pula sebagai intansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang
memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana. Praperadilan
hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya (Yahya Harahap,
2002: 1) :
a) berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri,
dan sebagai lembaga pengadilan hanya dijumpai pada tingkat
xxiv
Pengadilan Negeri aebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari
Pengadilan Negeri;
b) dengan demikian praperadilan bukan berada di luar atau di samping
maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri tapi hanya merupakan divisi
dari Pengadilan Negeri;
c) administratif yustisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu dengan
Pengadilan Negeri dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan
dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri;
d) tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial
Pengadilan Negeri itu sendiri.
Sudaryono mengatakan bahwa di beberapa negara juga dikenal
lembaga yang mirip dengan praperadilan. Di Amerika Serikat, lembaga
tersebut adalah Habeas Corpus (Amerika Serikat). Gregory Churchil
menjelaskan bahwa Habeas Corpus merupakan upaya hukum yang
menentang dilangsungkannya penahanan seseorang, fungsi Habeas Corpus
adalah pengawasan oleh pengadilan terhadap tindakan resmi yang
membatasi atau mempengaruhi kemerdekaan pribadi orang. Fungsi
Habeas Corpus di Amerika Serikat adalah sama dengan fungsi
praperadilan di Indonesia. Di Belanda lembaga semacam adalah Rechter
Commissaris lembaga ini berfungsi sebagai pengawas maupun melakukan
tindakan eksekutif, sebagai pengawas Rechter Commissaris mengawasi
apakah upaya paksa dilakukan dengan sah atau tidak (Sudaryono, 2001:
208).
2) Acara Praperadilan
Acara praperadilan untuk ketiga hal yaitu pemeriksaan sah
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (Pasal 79 KUHAP),
pemeriksaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan
(Pasal 80 KUHAP), pemeriksaan tentang permintaan ganti kerugian
dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau
xxv
akibat sahnya penghentian penyidikan (Pasal 81 KUHAP) ditentukan
beberapa hal berikut (Andi Hamzah, 2008: 191-193) :
1. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan hakim yang
ditunjuk menetapkan hari sidang
2. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya
penangkapan atau penahanan sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti rugi dan/atau rehabilitasi
akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda
yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar
keterangan baik tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang
berwenang;
3. pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya
tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
4. dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri,
sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan
belum selesai maka permintaan tersebut gugur;
5. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup
kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada
tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum jika untuk itu diajukan
permintaan baru (semua yang tersebut pada butir 1 sampai 5 ini diatur
dalam Pasal 82 ayat (1) KUHAP);
6. putusan hakim dalam acara pemeriksaan peradilan dalam ketiga hal
tersebut di muka harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya
(Pasal 82 ayat (2) KUHAP);
7. selain daripada yang tersebut pada butir 6 putusan hakim itu memuat
pula:
a) dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum
pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera
membebaskan tersangka;
xxvi
b) dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian
penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan
terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
c) dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan sedangkan
dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah
sah dan tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan
dicantumkan rehabilitasinya;
d) dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang
tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan
bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dari siapa benda itu disita.
3) Isi Putusan Praperadilan
Penggarisan isi putusan atau penetapan praperadilan pada garis
besarnya diatur dalam Pasal 82 ayat (2) dan (3) KUHAP, oleh karena itu
penetapan praperadilan memuat alasan dasar pertimbangan hakim.Dalam
putusan praperadilan memuat hal-hal sebagai berikut (Faisal Salam, 2001:
333) :
a) dalam hal suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik
atau penuntut umum/ jaksa harus segera membebaskan tersangka;
b) dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
dinyatakan tidak sah, maka penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dulanjutkan;
c) dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang dibayarkan/ diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan,
maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
xxvii
d) dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak
termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa
benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari
siapa benda itu disita.
b. Tinjauan Tentang Peninjauan Kembali
“Pengertian peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa
untuk melawan putusan pemidanaan yang telah tetap dan hanya boleh
diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya” (Adami Chazawi, 2010: 1).
Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP sebagai berikut:
a) apabila terdapat keadaan baru atau novum yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari
segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntutan umum tidak dapat
diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan;
b) apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan
yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan
yang lain;
c) apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh ketua Pengadilan Negeri setelah
menerima permintaan peninjauan kembali menurut Pasal 265 KUHAP adalah
sebagai berikut:
xxviii
1. menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan
peninjauan kembali untuk memeriksa permintaan peninjauan kembali itu
memenuhi alasan sebagai dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP;
2. dalam pemeriksaan itu pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat
menyampaikan pendapatnya;
3. atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera berdasarkan
berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh
hakim dan panitera;
4. ketua pengadilan melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang
dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara
pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan surat pengantarnya
disampaikan kepada pemohon dan jaksa;
5. dalam hal perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan
pengadilan banding maka tembusan surat pengantar tersebut harus
dilampiri tembusan berita acara pemeriksaan, berita acara pendapat dan
disampaikan kepada pengadilan banding yang bersangkutan.
Prinsip-prinsip yang melekat pada upaya peninjauan kembali itu
perlu ditingkatkan dalam penerapannya walaupun prinsip tersebut tidak
seberapa tapi diperlukan sebagai pedoman dalam proses dan pelaksanaan.Asas
yang ditentukan dalam upaya peninjauan kembali adalah sebagai berikut:
a) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula, asas ini
diatur dalam Pasal 266 ayat (3) KUHAP yang menegaskan pidana yang
dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana
yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Prinsip yang diatur dalam
Pasal 266 ayat (3) ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam
lembaga upaya peninjauan kembali yang bermaksud membuka
kesempatan kepada terpidana untuk membela kepentingan agar bisa
terlepas dari ketidak benaran penegakan hukum
xxix
b) Permintaan peninjauan kembali tidak menangguhkan pelaksanaan putusan,
peninjauan kembali tidak merupakan alasan yang menghambat apalagi
menghapus pelaksanaan putusan. Proses permintaan peninjauan kembali
berjalan terus nemun pelaksanaan putusan juga berjalan terus. Dalam hal-
hal yang eksepsional dapat dilakukan penangguhan atau penghentian
pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) dapat sedikit
diperlunak, permintaan peninjauan kembali tidak secara mutlak
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan.
c) Permintaan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali, Pasal 268
ayat (3) membenarkan atau memperkenankan permintaan peninjauan
kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja. Prinsip ini berlaku
terhadap permintaan kasasi dan kasasi demi kepentingan hukum. Khusus
dalam permintaan kasasi maupun dalam permintaan kasasi demi hukum
prinsip ini tidak begitu menyentuh rasa keadilan lain halnya dalam upaya
peninjauan kembali asas ini agak menyentuh rasa keadilan (Yahya
Harahap, 2002:639-640)
Apabila Mahkamah Agung menyatakan permintaan peninjauan
kembali dapat diterima untuk diperiksa maka berlaku ketentuan sebagai
berikut (Faisal Salam, 2001: 364) :
a) apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon,
Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap
berlaku disertai dasar pertimbangannya;
b) apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah
Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan
menjatuhkan putusan yang dapat berupa :
1. putusan bebas;
2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
xxx
4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
c. Tinjauan Tentang Asas Fair Trial
Asas fair trial adalah larangan campur tangan oleh siapapun dalam
urusan peradilan di luar kekuasaan peradilan, prinsip-prinsip fair trial
yang penting dan wajib diketahui oleh setiap orang termasuk aparat
penegak hukum antara lain (http:// geocities.com/2009/08/12-justice-for-
all) [21 Desember 2009 pukul 17.39] :
1. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi serta larangan
penangkapan dan penahanan sewenang-wenang. Hak inilah yang
mendasari hak-hak selanjutnya dalam proses hukum pidana. Pada
prinsipnya, seseorang itu hidup bebas dan memiliki hak untuk dan atas
kemerdekaan pribadinya. Pembatasan kemerdekaan seseorang melalui
penangkapan dan penahanan dalam proses pidana hanya dan hanya
jika terdapat alas dasar yang sesuai dengan hukum, seperti bukti
permulaan yang cukup dan adanya alas hak berupa kewenangan aparat
hukum dan surat perintah dari instansi berwenang. Prinsip dasarnya,
penangkapan atau penahanan sama sekali tidak boleh dilakukan secara
sewenang-wenang dan harus dilaksanakan oleh aparat berwenang
berdasarkan ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku.
2. Hak untuk mengetahui alasan penangkapan dan penahanan. Setiap
orang yang ditangkap atau ditahan berhak untuk diberitahu dalam
bahasa yang diketahuinya, tentang alasan-alasan penangkapan,
tuntutan apa yang diajukan, dan diberitahukan mengenai hak-haknya
dan diberi penjelasan bagaimana ia dapat menggunakan hak-haknya
tersebut.
3. Hak atas bantuan hukum. Setiap orang yang menghadapi tuduhan
pidana berhak untuk didampingi oleh penasihat hukum atas pilihannya
sendiri untuk melindungi hak-haknya dan untuk mendampinginya
xxxi
dalam pembelaan. Jika orang tersebut tidak mampu membayar biaya
pengacara, harus ditunjuk penasihat hukum yang berkualitas baginya.
Orang tersebut juga harus diberikan waktu yang layak dan fasilitas
yang cukup untuk berkomunikasi dengan penasihat hukumnya.
Kesempatan untuk dapat memperoleh bantuan hukum harus segera dan
tidak boleh ditunda-tunda.
4. Hak untuk menguji penangkapan dan penahanan. Setiap orang yang
mengalami penangkapan dan penahanan tidak hanya memiliki hak
untuk mengetahui alasannya melainkan juga berhak untuk menguji
penangkapan atau penahanan terhadap dirinya.
5. Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) terhadap
setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan
dihadapkan di depan sidang pengadilan sampai adanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
(inkracht van gewijsde).
6. Hak untuk diajukan dengan segera ke hadapan hakim dan persidangan
dengan waktu yang masuk akal. Setiap orang berhak untuk segera
mendapatkan kepastian hukum atas proses hukum yang dihadapinya.
Oleh karena itu, tidak diperbolehkan adanya penundaan ataupun
upaya-upaya memperlambat proses pidana yang sedang dijalani oleh
seseorang tanpa alasan yang jelas.
7. Asas persamaan di muka hukum (equality before the law). Setiap
orang tanpa kecuali harus mendapatkan perlakuan sama tanpa
membedakan status, latar belakang, kepercayaan, jenis kelamin, dan
sebagainya dalam proses hukum.
8. Larangan atas penyiksaan. Tidak ada alasan apapun yang
membolehkan aparat penegak hukum melakukan penyiksaan terhadap
tersangka atau terdakwa untuk memperoleh keterangan dari yang
bersangkutan. Penyiksaan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Bagaimanapun juga, seseorang yang menghadapi persoalan pidana dan
menjalani prosesnya tetap merupakan manusia yang harus
xxxii
diperlakukan manusiawi seberat apapun tuduhan kejahatan yang
dituduhkan kepadanya. Selain itu, menurut prinsip hukum, segala
keterangan yang diperoleh dengan melakukan penyiksaan tidak
memiliki kekuatan pembuktian.
9. Hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka. Setiap orang berhak atas
pemeriksaan yang adil dan terbuka. Setiap pemeriksaan di persidangan
harus diberikan secara adil dan dapat dilihat oleh publik (kecuali
perkara-perkara tertentu yang karena sifatnya tidak dapat dilakukan
secara terbuka seperti persidangan pidana anak dan kasus
pemerkosaan/perceraian).
10. Hak untuk segera diberitahukan bentuk dan penyebab tuduhan pidana
diberikan (dalam bahasa yang dimengertinya).
11. Hak untuk mendapatkan waktu dan fasilitas yang cukup untuk
mempersiapkan pembelaan.
12. Hak untuk membela dirinya sendiri atau melalui penasihat hukum.
13. Hak untuk memeriksa para saksi yang memberatkan dengan porsi yang
sama.
14. Hak untuk mendapatkan penerjemah secara gratis.
15. Larangan untuk memaksa seseorang memberikan keterangan yang
akan memberatkan dirinya sendiri (self-incrimination)
d. Tinjauan Tentang Penafsiran Ekstensif dan Asas Due Process
Penafsiran dalam peradilan diberikan dengan melihat kenyataan
yang ada pada masyarakat yang dihadapkan pada penerapan peraturan
perundang-undangan dengan peristiwa yang terjadi pada saat sekarang
karena dalam peraturan perundanng-undangan baik yang baru maupun
yang telah dikodifikasi itu masih ada kekurangan bahwa tidak ada suatu
undang-undang yang dapat berlaku secara terus menerus tanpa mengalami
perubahan sedangkan keadaan akan selalu berubah dan peraturan
xxxiii
perundang-undangan itu harus dapat diterapkan sesuai dengan keadaan
sekarang.
Penafsiran ekstensif bisa di lakukan dalam bentuk to growth the
meaning atau overrule maupun departure. To growth the meaning dalam
hal ini memberi wewenang bagi peradilan untuk mengembangkan
pengertian yang terkandung dalam ketentuan undang-undang, pengertian
ini meliputi kewenangan untuk memperluas pengertian ketentuan undang-
undang yang bersangkutan serta melenturkan pengertian. Overrule berarti
menyingkirkan ketentuan suatu pasal undang-undang dan departure berarti
menyimpang dari ketentuan pasal undang-undang.
”Prinsip yang banyak ditonjolkan dalam proses peradilan yang adil
dan layak (due process) selalu mengacu pada perlakuan-perlakuan
pentingnya proses pemeriksaan dilaksanakan melalui aturan formal yang
memberikan jaminan terhadap hak setiap individu”(Anthon F. Susanto,
2004:127). Asas due process adalah ketentuan hukum dan undang-undang
yang berlaku atau proses pemeriksaan yang sesuai dengan hukum acara.
Setiap tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum
terhadap tersangka harus dilakukan sesuai dengan asas due process karena
tindakan upaya paksa ini merupakan pengurangan dan pembatasan
kemerdekaan dan hak asasi tersangka.Asas due process ini diperlukan
untuk melindungi hak asasi tersangka karena setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan asas due process dan proses penyelesaian
perkara yang menyimpang dari hukum acara dikualifikasi sebagai unfair
trial atau peradilan yang tidak jujur.
xxxiv
2. Kerangka Pemikiran
Gambar I
Skematik Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Putusan Mahkamah
Agung
Penafsiran
ekstensif
Asas due process
dan asas fair
trial
Peninjauan kembali
perkara
Legal reason
(Alasan hukum)
Perkara praperadilan
tentang penghentian
penyidikan
Bank Century
xxxv
Bahwa telah terjadi perkara praperadilan tentang penghentian
penyidikan yang diajukan oleh Bank Century yang kemudian perkara itu
diproses secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku hingga akhirnya ada keputusan mengenai perkara praperadilan
tersebut yang putusan tersebut dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.
Dalam perkara tersebut dilakukan pemeriksaan peninjauan kembali
atas perkara praperadilan Bank Century sehingga dapat diketahui apa yang
menjadi legal reason (alasan hukum) hakim Mahkamah Agung melakukan
penafsiran ekstensif dalam mengambil putusan atas perkara itu.
Selain adanya penafsiran ekstentif dalam putusan perkara praperadilan
juga digunakan asas due process yang merupakan ketentuan hukum dan
undang-undang yang berlaku sehingga pemeriksaan peninjauan kembali
perkara praperadilan tidak menyimpang dari hukum yang ada. Asas fair trial
yang berarti larangan campur tangan oleh siapapun dalam urusan peradilan
diluar kekuasaan peradilan juga digunakan dalam proses pemeriksaan
peninjauan kembali. Kedua asas ini saling berhubungan dan putusan yang
dikeluarkan oleh hakim Mahkamah Agung tidak boleh menyimpangi kedua
asas ini.
xxxvi
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kasus Posisi
Tentang L/C senilai USD 18.000.000 (delapan belas juta dolar
Amerika Serikat) atas nama Roy Indra Kusnohadi yang dijamin dengan
bilyet deposito Bank BNI palsu senilai USD 20.000.000 (dua puluh juta
dolar Amerika Serikat) atas nama Roy Indra Kusnohadi dan negosiasi L/C
Bank BNI palsu senilai USD 6.400.000 (enam juta empat ratus ribu dolar
Amerika Serikat) atas nama PT. Rejeki Abadi Utama mandiri sebagai
berikut:
Kasus tentang permohonan peninjauan kembali ini bermula dari penyerahan
bilyet deposito Bank BNI palsu senilai USD 20.000.000 (dua puluh juta
dollar Amerika Serikat) atas nama Roy Indra Kusnohadi untuk menjamin
purchase LC/Red Clause atas nama Roy Indra Kusnohadi sebesar USD
16.000.000 (enam belas juta dollar Amerika Serikat) dan USD 18.000.000
(delapan belas juta dollar Amerika Serikat) kemudian Roy Indra Kusnohadi
bekerja sama dengan Takala Gerald Manumpak Hutasoit untuk melakukan
negosiasi L/C BNI palsu senilai USD 6.400.000 (enam juta empat ratus ribu
dollar Amerika Serikat) atas nama PT.Rezeki Abadi Utama Mandiri yang
disetujui tanpa disertai analisis kelayakan sebesar USD 2.500.000 (dua juta
lima ratus ribu dollar Amerika Serikat).
Berdasarkan hasil penyidikan Termohon sebagaimana disebutkan dalam
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ditemukan
bukti yang cukup yang membuktikan bahwa dana yang berasal dari fasilitas
purchase LC/Red Clause dan negoisasi L/C BNI palsu tersebut diatas
dibagi-bagikan diantaranya kepada Takala Gerald Manumpak Hutasoit
sejumlah USD 7.106.250 (tujuh juta seratus enam ribu dua ratus lima puluh
xxxvii
Dollar Amerika Serikat) dan juga dipindah bukukan ke dalam rekening
Rocco International (perusahaan milik tersangka Chandra Ekajaya) sejumlah
USD 6.583.750 (enam juta lima ratus delapan puluh tiga tujuh ratus lima
puluh dollar Amerika Serikat) di tempat Pemohon (Bank Century).
Kemudian Termohon/Penyidik menetapkan Chandra Ekajaya dan Takala
Gerald Manumpak Hutasoit sebagai tersangka karena terdapat alasan yang
cukup untuk dilakukannya penahanan maka dilakukan penahanan terhadap
tersangka. Chandra Ekajaya mengajukan praperadilan yang dikabulkan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan putusan dibebaskan karena
penangkapan dan penahanan tidak sah. Berdasarkan fakta hukum yang ada
sudah jelas bahwa adanya tindak pidana yang dilakukan akan tetapi pihak
penyidik yang seharusnya melakukan penyidikan tambahan malah
mengeluarkan surat No.Pol:B./367/VII/2005/Dit-I perihal pemberitahuan
penghentian penyidikan karena penyidikan atas dugaan tindak pidana yang
dilakukan tersangka Chandra Ekajaya dihentikan karena bukan merupakan
tindak pidana.
Permohonan praperadilan yang dilakukan Bank Century atas penghentian
penyidikan yang dilakukan atas tersangka Chandra Ekajaya ini dikabulkan
oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kemudian pihak Kepolisian
melakukan upaya banding.Setelah itu dilakukan peninjauan kembali yang
dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal ini yaitu Bank
Centuy.
2. Pihak Pemohon dan Termohon Praperadilan
PT. Bank Century tbk, berkedudukan di Jakarta, Gedung Sentral
Senayan I, Jalan Asia Afrika No 8 Jakarta dalam hal ini memberi kuasa
kepada Soeprapto, Lukas Budiono dan Partners Advokat, berkantor di Jalan
Kebon Sirih No.17-19 Jakarta Pusat Pemohon Praperadilan.
xxxviii
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Badan Reserse
Kriminal Polri Direktorat I/Keamanan dan Trans Nasional berkedudukan di
Jl.Truno joyo No.3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berkedudukan di Jl. HT.
Rasuna Said No.2 Jakarta Selatan para termohon dan turut termohon
praperadilan.
3. Alasan Pengajuan Praperadilan
a. Bahwa termohon sampai dengan diajukannya permohonan
Praperadilan ini tidak pernah melengkapi berkas perkara tersebut
dengan melakukan penyidikan tambahan, akan tetapi justru pada
tanggal 26 Agustus 2005 Termohon menyampaikan surat kepada
Pemohon surat No.Pol:B./367/VIII/2005/Dit-I Perihal Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan yang ditanda tangani Direktur I/ Keamanan
dan Trans Nasional, Bapak Brigadir Jenderal Polisi Parnowo Dahlan
yang pada intinya memberitahukan bahwa penyidikan atas dugaan
tindak pidana yang dilakukan tersangka Chandra Ekajaya dihentikan
karena bukan merupakan tindak pidana sebgaimana pula disebutkan
dalam Surat Ketetapan No. Pol: S.Tap/42e/VIII/2005/Dit-I tanggal 26
Agustus 2005 tentang Pengehentian Penyidikan
b. Bahwa tindakan Termohon menerbitkan Surat Ketetapan No.Pol:
S.Tap/42e/VIII/2005/Dit-I tanggal 26 Agustus 2005 tentang
Pengehentian Penyidikan nyata-nyata bertentangan dengan SP2HP
tanggal 15 Januari 2004 yang nota bene dikeluarkan oleh Termohon
yakni Mabes Polri dan hasil penelitian berkas yang dilakukan oleh
turut Termohon
c. Bahwa selain itu tindakan Termohon juga sangat tidak patut, tidak
layak dan karenanya melanggar Pasal 110 ayat (3) jo Pasal 138 ayat
(2) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 KUHAP, hal mana berdasarkan
Pasal 110 ayat (3) KUHAP disebutkan bahwa: ”Dalam hal Penuntut
xxxix
Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik
wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk
dari Penuntut Umum, sedangkan Pasal 138 ayat (2) KUHAP yang
menyebutkan bahwa: ”Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum
lengkap, Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada
Penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
dilengkapi dan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
penerimaan berkas, Penyidik harus sudah menyampaikan kembali
berkas perkara itu kepada Penuntut Umum
d. Bahwa dengan demikian jelaslah bahwa tindakan Termohon yang
menghentikan penyidikan atas diri tersangka Chandra Ekajaya adalah
tidak sah dan karenanya batal demi hukum karena:
1) Berdasarkan hasil penyidikan pejabat Mabes Polri tanggal 15
Januari 2004 sudah terdapat bukti yang cukup mengenai dugaan
tindak pidana oleh tersangka Chandra Ekajaya, hasil penyidikan
mana ditindak lanjuti dengan penahanan dan pengiriman berkas
perkara kepada turut Termohon
2) Penghentian penyidikan bertentangan dan melanggar Pasal 110
ayat (3) jo Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
4. Dasar Tuntutan Praperadilan
Terhadap tindakan yang dilakukan oleh pihak termohon dalam
praperadilan yang diajukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini
dengan dasar melanggar Pasal 110 ayat (3) jo Pasal 138 ayat (2) Undang-
Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
5. Tuntutan Praperadilan
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas Pemohon mohon
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan supaya Pengadilan Negeri
tersebut memberikan putusan permohonan praperadilan ini sebagai berikut:
PRIMAIR:
xl
a. Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon ini
untuk seluruhnya;
b. Menyatakan tindakan termohon yang menghentikan penyidikan terhadap
tersangka Chandra Ekajaya berdasarkan Surat Ketetapan No.Pol:
S.Tap/426/VIII/2005/Dit-I tanggal 26 Agustus 2005 adalah tidak sah
menurut hukum;
c. Menyatakan Surat Ketetapan No.Pol:S.Tap/426/VIII/2005/Dit-I tanggal
26 Agustus 2005 tentang Penghentian Penyidikan tersangka Chandra
Ekajaya adalah tidak sah dan karenanya batal demi hukum;
d. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera melanjutkan kembali
penyidikan terhadap tersangka Chandra Ekajaya;
e. Memerintahkan turut Termohon untuk tunduk dan patuh pada putusan
perkara ini;
f. Menghukum Termohon untuk membayar seluruh biaya dalam perkara
ini;
6. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.15/Pid.Prap/2005/PN.Jaks.Sel tanggal 28 November 2005 adalah
sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan Praperadilan dari Pemohon
b. Menyatakan tindakan Termohon yang menghentikan penyidikan
terhadap tersangka Chandra Ekajaya berdasarkan Surat Ketetapan
No.Pol: S.Tap/426/VII/2005/Dit-I tanggal 26 Agustus 2005 adalah tidak
sah menurut hukum
c. Menyatakan Surat Ketetapan No.Pol: S.Tap/426/VII/2005/Dit-I tanggal
26 Agustus 2005 tentang Penghentian Penyidikan tersangka Chandra
Ekajaya adalah tidak sah dan karenanya batal demi hukum
d. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera melanjutkan kembali
penyidikan terhadap tersangka Chandra Ekajaya
e. Memerintahkan turut Termohon untuk tunduk dan patuh pada putusan
perkara ini
xli
f. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang hingga kini
ditaksir nihil
7. Amar Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
No.209/Pid/Prap/2005/PT.DKI tanggal 12 Januari 2006 adalah sebagai
berikut:
a. Menerima permohonan banding dari Pembanding I semula Termohon
dan Pembanding II semula turut Termohon Praperadilan tersebut
b. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 28
November 2005 No.15/Pid.Prap/2005/PN.Jkt.Sel yang dimintakan
banding tersebut
Dalam eksepsi: Menerima eksepsi Termohon Praperadilan sekarang
Pembanding I
Dalam pokok perkara:
a. Menyatakan permintaan Praperadilan yang diajukan Pemohon tertanggal
31 Oktober 2005 tidak dapat diterima
b. Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada
Pemohon Praperadilan/Terbanding sejumlah nihil
Bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap tersebut, putusan Tinggi DKI Jakarta No.209/Pid/Prap/2005/PT.DKI
tanggal 12 Januari 2006 diberitahukan kepada Pemohon pada tanggal 15
Februari 2006 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 20 Maret
2006.
Menimbang bahwa secara umum terlebih dahulu perlu
dipertimbangkan apakah permohonan peninjauan kembali terhadap putusan
yang telah berkekuatan hukum yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,
saksi korban pihak ketiga yang berkepentingan dalam praperadilan secara
formil dapat diterima, mengingat Pasal 263 ayat (1) KUHAP dengan
limitatif sekali menentukan bahwa yang berhak mengajukan permohonan
xlii
peninjauan kembali hanya terpidana atau ahli warisnya dan putusan yang
dapat dimohonkan peninjauan kembali tidak boleh merupakan putusan bebas
atau putusan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
8. Pihak Pemohon dan Termohon Peninjauan Kembali
PT. Bank Century tbk, berkedudukan di Jakarta, Gedung Sentral
Senayan I, Jalan Asia Afrika No 8 Jakarta dalam hal ini memberi kuasa
kepada Soeprapto, Lukas Budiono dan Partners Advokat, berkantor di Jalan
Kebon Sirih No.17-19 Jakarta Pusat Pemohon Peninjauan Kembali dahulu
Pemohon Praperadilan.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Badan Reserse
Kriminal Polri Direktorat I/Keamanan dan Trans Nasional berkedudukan di
Jl.Truno joyo No.3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berkedudukan di Jl. HT.
Rasuna Said No.2 Jakarta Selatan para termohon peninjauan kembali dahulu
termohon dan turut termohon praperadilan
9. Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
a. Pertimbangan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada putusan a quo
menyatakan pada intinya bahwa sukar untuk menyatakan secara yuridis
bahwa pelaporan adalah untuk dan atas nama P.T Bank Century justru
tidak ada petunjuk bahwa I Nyoman Srinata diberi kuasa untuk dan atas
nama maupun atas perintah Bank Century untuk mengajukan pelaporan
kepada termohon, pertimbangan hukum tersebut sangat keliru dan tidak
berdasar atas hukum sehingga harus dibatalkan karena:
1) I Nyoman Srinata selaku karyawan pemohon peninjauan kembali
dahulu terbanding semula pemohon mendapat kuasa dari pemohon
peninjauan kembali dahulu terbanding semula pemohon untuk
mengajukan laporan polisi, kuasa mana telah ditunjukan kepada
xliii
dan diketahui oleh termohon peninjauan kembali pada saat laporan
diajukan. Dengan demikian jelaslah bahwa pemohon peninjauan
kembali adalah pihak pelapor atau saksi yang berkepentingan atas
penyidikan tersebut.
2) Termohon peninjauan kembali nyata-nyata mengetahui bahwa I
Nyoman Srinata adalah karyawan pemohon peninjauan kembali
yang mempunyai kuasa untuk bertindak dan untuk atas nama
pemohon peninjauan kembali untuk mengajukan laporan polisi hal
mana terbukti dari :
Adanya penyidikan, penangkapan dan penahanan yang dilakukan
oleh termohon peninjauan kembali terhadap dugaan tindak pidana
yang dilakukan tersangka Chandra Ekajaya yang nyata-nyata
menimbulkan kerugian bagi pemohon peninjauan kembali. Adanya
surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang
disampaikan oleh termohon peninjauan kembali kepada pemohon
peninjauan kembali dan bukannya kepada I Nyoman Srinata.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas sangat nyata bahwa putusan
Pengadilan Tinggi a quo memperlihatkan adanya kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata sehingga karenanya menurut
hukum harus dibatalkan karena sama sekali tidak
mempertimbangkan adanya surat kuasa yang diberikan oleh
pemohon peninjauan kembali dahulu terbanding semula pemohon
kepada I Nyoman Srinata. Oleh karenanya pemohon peninjauan
kembali melampirkan surat kuasa dimaksud yang membuktikan
bahwa pemohon peninjauan kembali mempunyai kapasitas untuk
mengajukan permohonan praperadilan a quo.
b. Berdasarkan SP2HP secara tegas termohon peninjauan kembali I
menyatakan bahwa penyidikan dikembangkan terhadap tersangka
Chandra Ekajaya dimana penyidikan terhadap tersangka Chandra
Ekajaya merupakan suatu rangkaian dan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari penyidikan terhadap dugaan tindak pidana yang
xliv
dilakukan Roy Indra Kusnohadi dkk, dengan demikian walaupun
pemohon peninjauan kembali tidak melaporkan Chandra Ekajaya
sebagai tersangka kepada termohon peninjauan kembali I tetapi oleh
karena penetapan status tersangka terhadap diri Chandra Ekajaya
merupakan suatu rangkaian dan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari penyidikan terhadap dugaan tindak pidana yang dilakukan Roy
Indra Kusnohadi dkk maka jelaslah bahwa pemohon peninjauan
kembali adalah pihak pelapor atau saksi yang berkepentingan dan
karenanya mempunyai kualitas untuk mengajukan permohonan
praperadilan atas dihentikannya penyidikan perkara.
c. Termohon peninjauan kembali I dahulu pembanding I semula termohon
tidak mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan
terhadap Chandra Ekajaya karena:
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah kilaf dan membuat kekeliruan
yang nyata dalam mempertimbangkan tentang sah dan tidaknya surat
ketetapan No.Pol.S.Tap/42c/VIII/2005/Dit-I tanggal 26 Agustus 2005
karena bukti diterbitkan secara melawan hukum dan bertentangan
dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) Undanng-Undang No 8 Tahun
1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP), bahwa secara hukum
bukti tidak sah dan batal demi hukum karena diterbitkan tanpa
memperhatikan petunjuk termohon peninjauan kembali II dan
diterbitkan secara bertentangan dengan SP2HP.
Bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta a quo dengan jelas
memperlihatkan adanya adanya kekhilafan hakim atau suatau
kekeliruan yang nyata dimana Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak
mempertimbangkan fakta bahwa termohon peninjauan kembali telah
menyerahkan hasil penyidikan kepada termohon peninjauan kembali
II. Dengan demikian jelaslah bahwa secara hukum termohon
peninjauan kembali I tidak mempunyai kewenangan untuk
menghentikan penyidikan karena hasil penyidikan telah diserahkan
kepada termohon peninjauan kembali II sehingga karenanya
xlv
penghentian atau penutupan perkara merupakan wewenang termohon
peninjauan kembali II dengan demikian terbukti putusan
No.209/Pid/Prap/2005/PT.DKI tanggal 12 Januari 2006
memperlihatkan adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata sehingga karenanya menurut hukum harus dibatalkan.
d. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mempertimbangkan fakta yuridis
yang dibuktikan pemohon peninjauan kembali dahulu sebagai
terbanding semula pemohon yang dalam penjelasannya disebutkan
sebagai berikut:
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam pertimbangan hukumnya
menyatakan bahwa untuk memenuhi petunjuk Kepala Kejaksaan
Tinggi, penyidik telah melakukan pemanggilan 8 (delapan) orang
yakni: I Nyoman Niman, Tjoa Lianawati, Eko Budiwiono, Winarto,
Hioe Sin Ji, Efritaida Niman, Antony , Kartawiria, Budhi Haryono dan
Tranggono Wiratomo dimana kesembilan orang tersebut sama sekali
tidak pernah memperoleh panggilan dari termohon peninjauan kembali
dan sama sekali tidak dapat menunjukan bukti panggilan terhadap 9
(sembilan) orang saksi tersebut.
Kalaupun quod non termohon peninjauan kembali telah
melakukan pemanggilan terhadap 9 (sembilan) orang tersebut,
termohon mempunyai kewenangan untuk melakukan pemanggilan
kedua dan seterusnya termasuk melakukan upaya paksa melalui
pengadilan negeri dalam upaya untuk mencari kebenaran materiil
dengan melakukan penyidikan atau pemeriksaan tambahan bukan
dengan menghentikan penyidikan. Dengan demikian jelaslah bahwa
dalil termohon peninjauan kembali I dan pertimbangan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta tersebut diatas sama sekali tidak benar dan dapat
dikategorikan sebagai tindakan yang memanipulasi fakta sehingga
putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta a quo bertentangan dengan
hukum karenanya harus dibatalkan. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Undang-
xlvi
Undang dalam membuat amar putusan karena amar putusan a quo tidak
memenuhi syarat formal putusan dimana putusan a quo berbunyi :
Dalam eksepsi
Menerima eksepsi termohon praperadilan sekarang pembanding I
Dalam Pokok Perkara
Menyatakan permintaan praperadian yang diajukan pemohon tertanggal
31 Oktober 2005 tidak dapat diterima.
Bahwa amar putusan tersebut diatas nyata-nyata melanggar hukum
acara pidana karena KUHAP tidak mengenal jenis putusan yang
menyatakan permohonan tidak dapat diterima seharusnya Pengadilan
Tinggi hanya menyatakan menolak permohonan praperadilan atau
menerima permohonan dan bukannya menyatakan permohonan tidak
dapat diterima kecuali terhadap putusan praperadilan pada tingkat
pertama yang tidak dapat dimintakan banding atau putusan praperadilan
pada tingkat pertama yang menolak permohonan pemeriksaan terhadap
sah atau tidak sahnya penghentian penyidikan.
10. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Permohonan Peninjauan
Kembali
a. Ditinjau dari teori dan praktek yurisprudensi, dibenarkan melakukan
penafsiran ekstensif dalam bentuk to growth the meaning atau overrule
maupun departure. Akan tetapi, ada yang berpendapat penafsiran
ekstensif tidak dibenarkan dalam bidang hukum acara. Alasannya hukum
acara (terutama acara pidana) adalah hukum publik yang bersifat
imperative prinsipnya sebagai hukum publik yang bersifat imperative
berfungsi sebagai the rule of game, tidak boleh dikesampingkan melalui
penafsiran luas oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu ketentuan
hukum acara tidak boleh dikesampingkan melalui tindakan diskresi atau
kebijakan, tindakan yang seperti itu dianggap mengakibatkan terjadinya
proses pemeriksaan yang tidak sesuai dengan hukum acara atau undue
process dan setiap pemeriksaan yang undue process merupakan
xlvii
pelanggaran dan perkosaan terhadap hak asasi tersangka atau terdakwa.
Oleh karena itu proses penyelesaian perkara yang menyimpang dari
hukum acara dikualifikasikan sebagai unfair trial (peradilan yang tidak
jujur).
b. Bahwa pengadilan mempunyai kedudukan penting dalam sisitim hukum
kita karena ia melakukan fungsi yang pada hakikatnya melengkapi
ketentuan-ketentuan hukum tertulis melalui pembentukan hukum
(rechtvorming) dan penemuan hukum (rechtvinding). Dengan kata lain
hakim atau pengadilan dalam sistem hukum kita yang pada dasarnya
tertulis itu mempunyai fungsi membuat hukum baru (creation of new
law). Fungsi membentuk hukum baru oleh pengadilan atau hakim diatas
harus dilakukan olehnya untuk mengisi kekosongan dalam hukum dan
mencegah tidak ditanganinya suatu perkara karena hukum (tertulis) tidak
jelas atau tidak ada (H.Pontang Moerad, 15-16).
c. Bahwa dari putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Oktober 1996 Nomor:
55.PK/Pid/1996, tanggal 2 Agustus 2001 Nomor: 2 Agustus 2001
Nomor: 3.PK/Pid/2001 dan putusan Mahkamah Agung tanggal 28
November 2001 Nomor: 4.PK/Pid/2000 dapat disimpulkan secara global
alasan diterimanya secara formal permohonan peninjauan kembali dari
Jaksa Penuntut Umum dan Pihak Ketiga yang berkepentingan sebagai
berikut:
1) Pasal 263 ayat (1) KUHAP tidak secara tegas melarang Jaksa
Penuntut Umum mengajukan upaya hukum peninjauan kembali
sebab logikanya tidak mungkin terpidana atau ahli warisnya akan
mengajukan peninjauan kembali atas putusan vrijspraak dan onslag
van alle rechtsver volging karena dalam konteks ini yang
berkepentingan adalah Jaksa Penuntut Umum atas dasar alasan
dalam ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
xlviii
2) Konsekuensi logis aspek demikian maka Pasal 263 ayat (3)
KUHAP yang menentukan atas dasar alasan yang sama
sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu
suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan
tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan .
3) Berdasarkan asas legalitas serta penerapan asas keseimbangan hak
asasi antara kepentingan perseorangan (termohon peninjauan
kembali) dengan kepentingan umum, bangsa dan negara dilain
pihak disamping perseorangan (terdakwa) juga kepentingan umum
yang dimiliki oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut dapat pula
mengajukan permintaan peninjauan kembali. Alasan ini adalah
sesuai dengan model yang tertumpu pada konsep daad-dader-
strafrecht yang oleh Muladi disebut model keseimbangan
kepentingan yaitu model yang realistis yang memperhatikan
pelbagai kepentingan yang harus dilindungi hukum pidana
(Muladi, 1995: 5).
4) Untuk mengisi kekosongan hukum maka Pasal 263 ayat (1)
KUHAP mengenai permohonan peninjauan kembali oleh hanya
terpidana atau ahli warisnya dalam perkara pidana ini mesti
dilenturkan berdasarkan kekurangan dan kekosongan hukum
sekaligus suatu kebutuhan dalam acara, sehingga mencakup juga
permohonan peninjauan kembali oleh pihak ketiga yang
berkepentingan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 80
KUHAP atau pihak ketiga yang berkepentingan dalam Pasal 21
UU Nomor 14 Tahun 1980.
d. Sehubungan dengan permintaan peninjaun kembali yang dapat diajukan
oleh Jaksa Penuntut Umum dan saksi korban, sebagai bahan komparatif
perlu dikemukakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
xlix
1) Pasal 248 ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1997 menentukan
”Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terhadap suatu putusan pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, oditur dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan
yang didakwakan sudah dinyatakan terbukti tetapi tidak diikuti
oleh suatu pemidanaan.
2) Articel 84 Statute of International Criminal Court pada pokoknya
menentukan “The convicted person or after death, spouses,
children, parents or one person alive at the timeof the accused’s
death who has been given express written instruction from the
accused to bring such a claim or the prosecutor on the person’s
behalf, may apply to the Chamber to revise the final judgement of
conviction or sentence on the grounds that…….”
3) Article 148 Chapter V Procedure for ajudication Supervision dari
The Criminal Law of The People’s Republic of China yang berlaku
sebelum tahun 1996 menentukan “ Parties, victims and their family
members or other citizens many present petitions regarding
judgments or orders that have already become legally effective to
the People’s Court or the people’s procuratorates, but the
execution of such judgments or orders cannot be suspended”.
Dalam hubungan dengan permintaan peninjauan kembali tersebut
Mahkamah Agung mengenai tujuan hukum akan mengikuti ajaran
Radbruch yang menggunakan asas prioritas dimana prioritas pertama
selalu keadilan barulah kemanfaatan dan terakhir barulah kepastian
sehingga karena itu Mahamah Agung dalam mengisi kekosongan dalam
hukum acara pidana tentang masalah peninjauan kembali putusan
perkara pidana yang ternyata ada hal-hal yang belum diatur oleh
KUHAP dengan cara membentuk hukum acara sendiri demi untuk
keadilan, kemanfaatan dan baru kepastian hukum.
l
Untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil, menerapkan
asas hukum pengayoman dan asas dalam model keseimbangan
kepentingan memberikan perlindungan secara prosedural kepada korban
tindak pidana dan mewujudkan keadilan sosiologis atau keadilan
restorative dengan memperhatikan yurisprudensi, doktrin, dan ketentuan
perundang-undangan tersebut diatas, maka Mahkamah Agung akan
melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP jo Pasal
23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sehingga yang berhak
mengajukan peninjauan kembali bukan hanya terpidana atau ahli
warisnya saja tetapi juga Jaksa Penuntut Umum, korban tindak pidana
dan pihak ketiga yang berkepentingan dalam praperadilan sedangkan
istilah putusan pengadilan dilenturkan kembali hingga mencakup
keputusan pengadilan (dalam Pasal 156, Pasal 81 KUHAP), putusan
praperadilan (Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP) dan bukan
sekedar pemidanaan yang berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan
karena permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya
telah diajukan dengan cara-cara yang ditentukan Undang-Undang maka
oleh karena itu permohonan peninjauan kembali dari pemohon
praperadilan tersebut secara formal dapatlah diterima.
Terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah
Agung berpendapat bahwa keberatan-keberatan ini tidak dapat
dibenarkan karena dalam putusan a quo tidak ada suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
263 ayat 2 huruf c KUHAP, lagipula putusan tersebut telah berdasarkan
alasan-alasan yang tepat dan benar.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas menurut pendapat
Mahkamah Agung permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh
Pemohon PT.Bank Century Tbk tersebut adalah tidak beralasan oleh
li
karena itu harus ditolak dan putusan yang dimohonkan peninjauan
kembali tersebut harus pula dinyatakan tetap berlaku. Karena
permohonan peninjauan kembali tersebut ditolak maka biaya perkara ini
dalam tingkat peninjauan kembali harus dibebankan kepada pemohon
peninjauan kembali tersebut.
11. Putusan Peninjauan Kembali
Putusan atas permintaan peninjauan kembali tersebut menyatakan
bahwa :
a. Menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
pemohon PT. Bank Century Tbk tersebut,
b. Menyatakan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tetap
berlaku,
c. Membebankan biaya perkara ini dalam tingkat peninjauan kembali
kepada pemohon peninjauan kembali yang hingga kini ditaksir sebesar
Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).
lii
B. Pembahasan
1. Alasan Hukum (legal reason) Hakim Mahkamah Agung Melakukan
Penafsiran Ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam Pemeriksaan
Peninjauan Kembali Perkara Pra Peradilan Bank Century.
Pengertian sederhana legal reasoning adalah penalaran tentang hukum
yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang
bagaimana seorang hakim memutuskan perkara atau kasus hukum, seorang
pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum
menalar hukum.
Sebagaimana diatur dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Hukum Acara
Pidana, penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
dari tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
liii
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Mengenai alasan penghentian sudah dijelaskan, hasil pemeriksaan
penyidikan atau penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan perkaranya
ke sidang pengadilan atau apa yang disangkakan kepada tersangka bukan
merupakan kejahatan atau pelanggaran tindak pidana. Sebab itu tidak mungkin
untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan.
Berkas perkara tersangka dilimpahkan dan dilakukan penelitian atas
berkas perkara tersebut kemudian berkas itu dikembalikan kepada Kepolisian
agar melengkapi syarat formal dan materiildari perkara yang dilimpahkannya.
Akan tetapi sampai diajukannya permohonan praperadilan ini tidak pernah
melengkapi berkas perkara tersebut dengan melakukan penyidikan tambahan
tapi menyampaikan surat kepada Bank Century perihal penghentian
penyidikan atas tersangka. Tindakan Kepolisian ini tidak sah dan batal demi
hukum. Pada akhirnya pihak Bank Century mengajukan permohonan
peninjauan kembali atas putusan tersebut.
Berdasarkan pada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tersebut maka perlu adanya alasan hukum tentang pengajuan peninjauan
kembali mengingat bahwa Pasal 263 ayat 1 KUHAP menentukan bahwa yang
berhak mengajukan permohonan peninjauan kembali hanya terpidana atau
ahli warisnya dan putusan yang dapat dimohonkan peninjauan kembali tidak
boleh merupakan putusan bebas atau putusan dilepaskan dari segala tuntutan
hukum.
Bahwa fungsi, kewajiban dan tugas dari Pengadilan atau hakim
berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 2004 dapat disimpulkan dari
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a) Pasal 5 1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-
bedakan orang.
liv
2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
b) Pasal 16 ayat (1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
c) Pasal 28 ayat (1) Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Sejalan dengan ketentuan-ketentuan tersebut maka Hamaker
berpendapat bahwa hakim seyogyanya mendasarkan putusannya sesuai
dengan kesadaran hukum dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam
masyarakat ketika putusan itu dijatuhkan. Dan menurut Hymans hanya
putusan hukum yang sesuai dengan kesadaran hukum dan kebutuhan hukum
warga masyarakatnya yang merupakan hukum dalam makna yang
sesungguhnya.
Pemeriksaan peninjauan kembali untuk memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan permohonan praperadilan ini Mahkamah Agung berdasarkan
kebutuhan dan kekosongan hukum sehingga berakibatkan ketidakpastian
hukum sekaligus merupakan suatu kebutuhan dalam acara pemeriksaan
permohonan peninjauan kembali atas permohonan praperadilan maka
ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP harus dilenturkan.
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah
kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan
tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat di dakwakan melakukan
suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan
lv
dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang tersebut dapat dipersalahkan maka KUHAP
harus bisa dilenturkan atau melakukan pengembangan dengan penafsiran
ekstensif khususnya pada Pasal 263 KUHAP dengan memungkinkan jaksa
penuntut umum, korban tindak pidana dan pihak ketiga yang berkepentingan
dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali.
KUHAP dan penjelasannya tidak mengatur secara tegas mengenai
pengertian pihak ketiga yang berkepentingan dalam perkara praperadilan
terkait dengan pemeriksaan tentang sah atau tidak sahnya pengehentian
penyidikan atau penghentian penuntutan sebagai yang diatur dalam Pasal 80
KUHAP. Dampak dari adanya ketidakjelasan mengenai pengertian pihak
ketiga yang berkepentingan tersebut maka hakim wajib untuk melakukan
metode interpretasi dalam rangka melakukan penemuan hukum
(rechtsvinding). Konsekuensi dari tidak diaturnya secara tegas dan jelas
terhadap pengertian mengenai pihak ketiga yang berkepentingan tersebut
maka dalam praktek timbul perbedaan interpretasi yang diberikan oleh para
hakim khususnya yang memeriksa dan memutus mengenai sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Ditinjau dari teori dan praktek yurisprudensi dibenarkan melakukan
penafsiran ekstensif dalam bentuk to growt the meaning atau overrule
maupun depature. Ada yang berpendapat penafsiran ekstensif tidak
dibenarkan dalam bidang hukum acara akan tetapi ada yang berpendapat
meskipun hukum acara tergolong hukum publik yang bersifat imperative
dimungkinkan untuk melakukan penafsiran apabila hal itu dibutuhkan untuk
mencapai proses penyelesaian yang lebih adil ditinjau dari aspek kepentingan
umum dan tuntutan rasa keadilan yang lebih hakiki serta manusiawi.
Tanpa penafsiran dalam penerapan hukum acara tidak mungkin aparat
penyidik, penuntut dan peradilan dapat menyelesaikan kasus perkara pidana.
Sifat hukum acara sebagai ketentuan publik memang diakui imperative tetapi
lvi
tidak semua peraturan hukum berlaku secara absolute ada ketentuan yang
dapat dilenturkan, dikembangkan bahkan disingkirkan sesuai dengan tuntutan
perkembangan rasa keadilan dan kemanusiaan dalam satu konsep.
Maka Mahkamah Agung akan melakukan penafsiran ekstensif atas
Pasal 263 ayat (1) KUHAP sehingga yang berhak mengajukan peninjauan
kembali bukan hanya terpidana atau ahli warisnya saja tetapi juga jaksa
penuntut umum, korban tindak pidana dan pihak ketiga yang berkepentingan
dalam praperadilan.
Penulis berpendapat penafsiran ekstensif ini dapat dilakukan sejauh
tidak bertentangan atau menyimpangi hukum yang ada, hakim mempunyai
kewenangan untuk melakukan penafsiran ekstensif dalam mengambil suatu
keputusan terhadap perkara yang masih bisa dilenturkan aturan hukumnya.
Semua perkara yang diajukan tidak boleh ditolak karena tidak ada aturan
hukumnya atau belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perkara tersebut sepanjang perkara tersebut memenuhi unsur-unsur
pidana maka dapat di proses secara hukum.
Penafsiran ekstensif dapat dilakukan karena hakim mempunyai
kewenangan tersebut dan hal ini dapat dilakukan untuk tujuan menciptakan
hukum yang lebih adil dan tidak memihak pada siapapun. Penafsiran ini
dibenarkan atau dapat dilakukan agar tindak pidana yang belum diatur dalam
suatu perundang-undangan dapat diproses asal tidak menyimpangi dasar-
dasar dalam suatu peraturan perundang-undangan.
2. Penggunaan Penafsiran Ekstensif oleh Hakim Mahkamah Agung dengan
Asas Due Process dan Fair Trial dalam Kajian Kasus Peninjauan
Kembali Praperadilan Bank Century
Ditinjau dari teori dan yurisprudensi dibenarkan melakukan penafsiran
ekstensif dalam bentuk to growt the meaning atau overrule maupun
departure. Oleh karena itu hukum ketentuan hukum acara tidak boleh
lvii
dikesampingkan melalui tindakan diskresi atau kebijaksanaan, tindakan
seperti itu dianggap mengakibatkan terjadinya proses pemeriksaan yang tidak
sesuai dengan hukum acara atau undue process. Dan setiap pemeriksaan yang
undue process merupakan pelanggaran dan perkosaan terhadap hak asasi
tersangka atau terdakwa. Oleh karena itu proses penyelesaian perkara yang
menyimpang dari hukum acara dikualifikasikan sebagai unfair trial peradilan
yang tidak jujur, setiap tindakan yang mengesampingkan ketentuan acara
dianggap melanggar asas due process dan fair.
Dalam perkara praperadilan yang mengajukan pihak Bank Century
karena merasa dirugikan. Yang berhak mengajukan praperadilan itu antara
lain :
1. tersangka, keluarganya atau kuasanya yang dalam hal ini hanya untuk
permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penyitaan, penggeledahan
2. penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya pengehntian
penyidikan
3. penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan
4. tersangka, ahli warisnya atau kuasanya
5. tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti rugi
Maka dalam perkara praperadilan Bank Century dapat mengajukan
permohonan praperadilan karena Bank Century sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan. Pihak ketiga yang berkepentingan mempunyai pengertian
yang menimbulkan perbedaan penafsiran dalam penerapan. Ada yang
menfsirkan secara sempit hanya terbatas pada saksi korban tindak pidana atau
pelapor, sebaliknya muncul pendapat lain pengertian pihak ketiga yang
berkepentingan harus ditafsirkan secara luas tidak terbatas hanya saksi korban
atau pelapor tetapi meliputi masyarakat luas yang diwakili oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Menafsirkan serta menerapkan pihak ketiga
yang berkepentingan secara luas sangat bermanfaat untuk mengawasi
lviii
penghentian penyidikan maupun penuntutan yang dilakukan penuntut umum.
Hal ini menegaskan bahwa pada praperadilan dibenarkan untuk melakukan
penafsiran ekstensif.
Sedangkan pada peninjauan kembali yang berhak mengajukan
peninjauan kembali hanya terpidana atau ahli warisnya. Oleh karena itu
sekalipun ada pihak yang merasa dirugikan dalam putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tidak dibenarkan hukum untuk
mengajukan permintaan peninjauan kembali.
Pasal 263 ayat (2) memuat alasan yang dapat dijadikan dasar
permintaan peninjauan kembali yang dituangkan pemohon dalam surat
permintaan peninjauan kembali. Dalam surat permintaan atau permohonan
peninjauan kembali itulah pemohon menyebut secara jelas dasar alasan
permintaan yaitu apabila terdapat keadaan baru, apabila dalam pelbagai
putusan terdapat saling pertentangan, apabila terdapat kekhilafan yang nyata
dalam putusan.
Majelis hakim hanya memeriksa berkas yang diterima beserta lampiran-
lampirannya. Meskipun demikian apabila dipandang perlu untuk kepentingan
pemeriksaan, majelis hakim peninjauan kembali dapat pula memanggil
terpidana, saksi-saksi dan penuntut umum untuk didengar keterangannya
secara langsung di dalam sidang. Pedoman bagi majelis adalah alasan-alasan
formil dan materiil yang dikemukakan pemohon. Apabila setelah memeriksa
berkas dengan teliti majelis hakim peninjauan kembali berkesimpulan bahwa
permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan Pasal 263 ayat (2)
majelis akan menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat
diterima dengan disertai alasan-alasannya. Ketentuan Pasal 263 ayat (2)
adalah mengenai alasan-alasan materiil permintaan peninjauan kembali, tidak
ada ketentuan tentang bagaimana amar putusan yang ditarik apabila syarat
formil tidak dipenuhi.
lix
Pada alasan yang diajukan pemohon peninjauan kembali yang
menyatakan bahwa tidak ada pemanggilan terhadap saksi-saksi ini telah
dijelaskan bahwa pemanggilan terhadap saksi ini hanya bila dianggap perlu
saja sehingga alasan tentang tidak adanya pemanggilan terhadap saksi ini
tidak bisa dijadikan suatu alasan yang mendukung diajukannya peninjauan
kembali.
Prinsip yang banyak ditonjolkan dalam proses peradilan yang adil dan
layak (due process) selalu mengacu pada perlakuan-perlakuan pentingnya
proses pemeriksaan dilaksanakan melalui aturan formal yang memberikan
jaminan terhadap hak setiap individu. Due process selalu berkaitan erat
dengan etika pemeriksaan perkara atau merujuk pendapat Samuel Walker,
selalu berkaitan dengan model yang ideal dan model pelayanan.
Kontrol terhadap mekanisme untuk mewujudkan proses peradilan
pidana yang dilandasi due process menjadi kabur, kekaburan ini disebabkan
oleh semakin sempitnya alternatif yang bisa memberikan solusi terbaik dalam
penyelesaian masalah. Due process menyatu dengan keadilan dan etika
sehingga praktisi peradilan pidana, pembuat peraturan dan hakim harus
mengikuti prinsip etika pada penerapan prosedur. Asas praduga tak bersalah
merupakan bagian yg tidak terpisahkan dari prinsip due process tersebut.
Friedman menegaskan bahwa, prinsip due process yang telah melembaga
dalam proses peradilan sejak dua ratus tahun yang lampau kini telah
melembaga di dalam seluruh bidang kehidupan sosial.
Penggunaan penafsiran ekstensif yang bertujuan untuk melenturan
peraturan hukum yang ada untuk menciptakan hukum yang lebih adil ini juga
berhubungan dengan penggunaan asas due process yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan sesuai dengan proses
hukum yang berlaku. Asas due process ini berhubungan dengan asas praduga
tidak bersalah yang berarti bahwa seseorang tidak boleh dianggap bersalah
selama belum ada putusan hukum yang tetap yang menyatakan bahwa ia
lx
bersalah. Asas praduga tidak bersalah ini termasuk dalam salah satu prinsip
dalam frial trial.
Fair trial mempunyai arti bahwa larangan campur tangan oleh siapapun
dalam urusan peradilan di luar kekuasaan peradilan, jadi yang boleh
melakukan asas ini adalah pihak-pihak yang berhubungan dengan kasus ini
yaitu pihak pemohon peninjauan kembali Bank Century dan pihak termohon
Kepala Kepolisian dan Kepala Kejaksaan Tinggi serta hakim yang menangani
perkara peninjauan kembali ini.
Penulis berpendapat asas fair trial dan due process merupakan satu
rangkaian untuk menciptakan keadilan hukum. Pelaksanaan asas ini sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan proses hukum yang berlaku
sehingga apabila hakim melakukan penafsiran ekstensif dalam peninjauan
kembali maka penafsiran tersebut tidak boleh menyimpangi peraturan
perundang-undangan yang berlaku karena pada prinsipnya hakim boleh
melakukan penafsiran selama penafsiran itu untuk menciptakan hukum yang
lebih adil dan belum ada peraturan yang mengatur tentang perkara tersebut
sehingga penafsiran ekstensif ini diperlukan untuk menentukan putusan.
Penggunaan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP tidak
bertentangan dengan asas due process dan fair trial karena tujuan dari
penggunaan penafsiran ekstensif ini adalah untuk memperluas arti pada
undang-undang, dalam hal ini penafsiran ekstensif yang dilakukan adalah
mengenai permohonan pengajuan kembali oleh pihak ketiga yang
berkepentingan walaupun pada putusannya peninjauan kembali ini ditolak.
Penafsiran ekstensif ini berkaitan dengan asas due process dan fair trial yang
pada dasarnya asas ini merupakan proses hukum yang lebih jujur. Dalam
pemeriksaan peninjauan kembali perkara praperadilan Bank Century asas due
process dan fair trial ini diterapkan, proses pemeriksaan juga sesuai dengan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
lxi
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh simpulan
sebagai berikut:
1. Yang menjadi alasan hukum (legal reason) Hakim Mahkamah Agung
melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam
pemeriksaan peninjauan kembali perkara pra peradilan Bank Century adalah
bahwa Pasal 263 ayat 1 KUHAP menentukan bahwa yang berhak
mengajukan permohonan peninjauan kembali hanya terpidana atau ahli
warisnya dan putusan yang dapat dimohonkan peninjauan kembali tidak
boleh merupakan putusan bebas atau putusan dilepaskan dari segala tuntutan
hukum. Pemeriksaan peninjauan kembali untuk memeriksa dan mengadili
serta menyelesaikan permohonan praperadilan ini Mahkamah Agung
berdasarkan kebutuhan dan kekosongan hukum sehingga berakibatkan
ketidakpastian hukum sekaligus merupakan suatu kebutuhan dalam acara
pemeriksaan permohonan peninjauan kembali atas permohonan praperadilan
maka ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP harus dilenturkan. Maka
Mahkamah Agung akan melakukan penafsiran ekstensif atas Pasal 263 ayat
(1) KUHAP sehingga yang berhak mengajukan peninjauan kembali bukan
hanya terpidana atau ahli warisnya saja tetapi juga jaksa penuntut umum,
korban tindak pidana dan pihak ketiga yang berkepentingan dalam
praperadilan.
2. Penggunaan penafsiran ekstensif oleh Hakim Mahkamah Agung dengan asas
due process dan fair trial dalam kajian kasus peninjauan kembali
praperadilan Bank Century tidak bertentangan dengan asas due process dan
fair trial karena tujuan dari penggunaan penafsiran ekstensif ini adalah
untuk memperluas arti pada undang-undang, dalam hal ini penafsiran
lxii
ekstensif yang dilakukan adalah mengenai permohonan pengajuan kembali
oleh pihak ketiga yang berkepentingan walaupun pada putusannya
peninjauan kembali ini ditolak.
B. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas maka penulis menyarankan:
1. Dalam perkara peninjauan kembali harusnya ada batasan yang jelas
mengenai pihak ketiga yang berkepentingan sehingga aturan hukum yang
akan digunakan lebih jelas.
2. Penggunaan penafsiran ekstensif yang dilakukan Hakim Mahkamah Agung
harus disesuaikan dengan asas due process dan fair trial sehingga walaupun
hakim mempunyai kewenangan untuk melakukan penafsiran ekstensif tidak
akan dilakukan secara sewenang-wenang.
lxiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adami Chazawi. 2010. Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana.
Jakarta: Sinar Grafika.
Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Anthon F. Susanto. 2004. Wajah Peradilan Kita. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Faisal Salam. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek.
Bandung: Mandar Maju.
Gunarto Suhardi. 2005. Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum.
Yogyakarta: Kanisius.
Muladi. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.
Pontang Moerad. 1995. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan
Dalam Perkara Pidana. Jakarta: Alumni.
Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan HUHAP.
Jakarta: Sinar Grafika.
Jurnal atau Majalah
Sudaryono. 2001. ” Perlindungan Hak-Hak Tersangka Melalui Praperadilan”.
Warta. Vol. 4 No.2. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Perundang-Undangan
lxiv
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen
IV.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Internet
Aka. Justice For All. http:// geocities.com > [21 Desember 2009 pukul 17.39]
Meta. Peranan Interpretasi Dalam Legal Reasoning. http://ilmu
hukum76.wordpress.com >. [21 Desember 2009 pukul 18.54]
Pelita. MA Menangkan Mabes Polri Terkait PK Bank Century. http://ilmu
hukum76.wordpress.com>. [21Desember 2009 pukul 18.19].