6
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Pendahuluan Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwajudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak lahirnya Undang-Undang No Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam perkembanggannya Undang Undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satu tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan layanan administratif dan infrastruktur publik melalui alokasi belanja daerah pada APBD. Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya berkorelasi erat dengan kebijakan belanja daerah. Realisasi belanja daerah merupakan realisasi penyerapan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan yang

Analisis Apbd Bab i

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisa APBD menggunakan Rasio Keuangan

Citation preview

Page 1: Analisis Apbd Bab i

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwajudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu

melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak lahirnya Undang-Undang No

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam perkembanggannya Undang Undang tersebut diganti dengan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir digantikan dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Prinsip otonomi daerah

menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar

yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang

ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk

memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Salah satu tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan

layanan administratif dan infrastruktur publik melalui alokasi belanja

daerah pada APBD. Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya

berkorelasi erat dengan kebijakan belanja daerah. Realisasi belanja daerah

merupakan realisasi penyerapan belanja daerah yang dilakukan oleh

pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan yang

Page 2: Analisis Apbd Bab i

berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik di

daerah.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara

optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan

pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan

mengacu kepada Undang-Undang tentang. Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan

dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan

Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan

pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan

daerah.

Pertamakali Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan

Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999,

dalam perkembangannya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Regulasi

tentang dana perimbangan mengatur penerimaan Negara yang dibagikan

kepada daerah dengan formula tertentu dengan komponen : Dana Bagi

Hasil/ DBH (Pajak dan Bukan Pajak), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

ALokasi Khusus (DAK).

Guna meningkatkan kemampuan keuangan daerah, telah diterbitkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Restribusi

Daerah. Sebelum Undang-Undang No 28 Tahun 2009, pungutan Daerah

yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan

Undang-Undang tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11

(sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis

Page 3: Analisis Apbd Bab i

Pajak kabupaten/kota. Selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi

kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi

kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Undang-Undang tersebut

juga mengatur tarif pajak maksimum untuk kesebelas jenis Pajak tersebut.

Terkait dengan Retribusi, Undang-Undang tersebut hanya mengatur

prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis Retribusi yang dapat dipungut

Daerah. Baik provinsi maupun kabupaten/kota diberi kewenangan untuk

menetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan

pemerintah. Selanjutnya, peraturan pemerintah menetapkan lebih rinci

ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 11 (sebelas)

jenis Pajak tersebut dan menetapkan 27 (dua puluh tujuh) jenis Retribusi

yang dapat dipungut oleh Daerah serta menetapkan tarif Pajak yang

seragam terhadap seluruh jenis Pajak provinsi.

Komponen APBD terdiri dari Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.

Pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan

Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah. Belanja, terdiri dari Belanja

Langsung dan Belanja Tidak Langsung, sedangkan Pembiayaan terdiri dari

Penerimaan Pembiayaan dan Pengaluaran Pembiayaan. Pemerintah daerah

dalam melaksanakan APBD tersebut berupaya mengalola setiap komponen

dalam rangka penyelenggaran otonomi daerah.

Pelaksanaan APBD diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan di

berbagai sektor. APBD yang direncanakan setiap tahun dengan

mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, berapa

besar alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan, serta

pembiayaan yang muncul apabila terjadi surplus atau defisit. Pendapatan

daerah bersumber dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, dana

transfer dari pemerintah pusat, serta dari lain-lain pendapatan daerah yang

sah.

Page 4: Analisis Apbd Bab i

Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam APBD

yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan

pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Evaluasi

terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan keuangan daerah

akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam

rangka melaksanakan otonomi daerah.

Tabel 1.1. Ringkasan Perkembangan APBD kabupaten Kutai Kartanegara

(Milyar Rupiah)

URAIAN 2010 2011 2012 2013 2014

Pendapatan 4,357.10 4,151.29 3,765.01 5,999.80 5,685.80

PAD 175.58 130.30 231.16 317.52 344.60

Dana Perimbangan 3,940.27 3,495.44 3,533.84 4,887.92 4,470.98

Lain-lain Pdpt yang Sah

241.24 525.55 720.23 794.35 870.21

Belanja : 4,639.03 4,632.24 6,684.27 9,242.95 7,308.39

Belanja Tidak Langsung

1,743.82 1,592.89 2,162.41 2,715.65 2,663.54

Belanja Langsung 2,895.22 3,039.35 4,521.86 6,527.30 4,644.84

Surplus/ (Defisit) (281.94) (2,919.27) (2,919.27) (3,243.15) (1,622.59)

Pembiayaan Netto : 281.94 480.96 2,199.06 3,243.15 1,914.70

Penerimaan Pembiayaan :

560.93 644.64 2,441.49 3,447.90 1,914.70

SiLPA TA sebelumnya

560.93 644.64 2,441.49 3,447.90 1,914.70

Pengeluaran Pembiayaan

279.00 163.68 242.43 204.74 -

SILPA Thn Berkenan - - - - 292.11

Jumlah APBD 4,918.03 4,795.93 6,206.50 9,447.70 7,600.50

Sumber: APBD-P Berbagai tahun

Tabel 1.1 merupakan gambaran perkembangan APBD Kabupaten Kutai

Kartanegara dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Jika kemampuan belanja

lebih rendah dari pendapatannya, akan menghasilkan Sisa Lebih

Penggunaan Anggaran (SiLPA). SilPA ini nantinya dapat digunakan untuk

belanja maupun untuk pengeluaran pembiayaan pada tahun berikutnya.

Tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa telah terjadi Peningkatan SiLPA dari

Page 5: Analisis Apbd Bab i

tahun ke tahun yang semakin besar. SiLPA yang tinggi menunjukkan daya

serap anggaran yang rendah, hal ini tentu akan mengganggu kinerja

anggaran, yaitu capaian program pembangunan yang tercermin dari

realisasi belanja setiap tahunnnya. Evaluasi terhadap pengelolaan

keuangan daerah dan pembiayaan keuangan daerah akan sangat

menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka

melaksanakan otonomi daerah.

Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah

daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas

bukan sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik

dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukan bahwa

uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan

efektif.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian

sebagai berikut:

Bagaimana kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Kutai Kartanegara berdasarkan analisis Rasio Keuangan pada APBD

Kabupaten Kutai Kartanegara.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah kinerja pengelolaan keuangan

Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan analisis

Rasio Keuangan pada APBD Kabupaten Kutai Kartanegara.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian data series yaitu data APBD-Perubahan

(APBD-P) tahun 2010 sampai tahun 2014. Dipilihnya APBD-P, karena

APBD-P merupakan rancangan anggaran yang memiliki ketepatan prediksi

yang lebih baik dibanding APBD. APBD-P telah memperhitungkan sisa lebih

Page 6: Analisis Apbd Bab i

tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), dimana SiLPA ini baru diketahui

setelah realisasi APBD tahun sebelumnya. Kecuali itu dari sisi belanja,

APBD-P telah memperhitungkan realisasi belanja pada tahun sebelumnya

yang akan dianggarkan kembali pada tahun berikutnya.

1.5. Metode Pendekatan

Analisis APBD, menggunakan pendekatan yurisis normative, yaitu analisis

data penelitian dengan menggunakan dasar-dasar sebagaimana telah diatur

dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana

diketahui bahwa setiap tahun Kementerian Keuangan merilis Diskripsi

APBD seluruh Indonesia secara pararel setiap tahunnya, maka dalam

kajian ini menggunakan pendekatan yang serupa dengan menggunakan

data series dari tahun 2010 sampai tahun 2014.