6
JNTETI, Vol. 4, No. 2, Mei 2015 Analisis BTSInitial Planning Jaringan Komunik PT. Provider GSM di Sumatera Eva Yovita Dwi Utami^ Nabella Previana Yosinta^ Budihardja Murtianta ^LEKT^O Abstract—\nit\a\ plaoning of cellular communication network is required before implementing new BTSs. This paper reports an analysis of BTS initial planning based on existing coverage area data using ASSET Tools simulation software. Coverage area on operational area ofGSM service provider in Sumatera is simulated to obtain 95% coverage. The operational area of the provider includes Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau and Kepulauan Riau. Okumura-Hata propagation model is used in this simulation. In each province, four clutters have been investigated, which are dense urban, urban, sub urban and rural. The result shows that urban and sub urban clutter in Sumatera Utara fulfill the targetof95%,all clutters ofSumatera Baratand Riau reach the target of 95%, while only sub urban and rural clutter of Kepulauan Riau reach the target. Total amount of BTS which has been added to cover Sumatera area are 853 BTSs, which consist of 305 BTSs in Sumatera Utara area, 151 BTSs in Sumatera Barat area, 306 BTSs in Riau area, and 91 BTSs in Kepulauan Riau. Intisari— Initial Planning pada jaringan komunikasi selular perlu dilakukan sebelum pembangunan sebuah BTS baru diimplementasikan. Pada makalah ini dilaporkan hasil analisis perencanaan penambahan BTS baru berdasarkan data area cakupan jaringan yang sudah ada mcnggunakan software simulasi ASSET Tools. Simulasi area cakupan untuk mcncapai 95% cakupan dilakukan pada daerah operasional perusahaan penyedia jaringan GSM yaitu FT. Provider GSM di Sumatera. Daerah operasional di Sumatera terdiri atas Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. Simulasi initial planning dilakukan berdasarkan propagasi Okumura-Hata pada cmpat clutter yaitu dense urban, urban, sub urban dan rural. Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa area cakupan di provinsi Sumatera Utara telah memenuhi target 95% pada clutter urban dan sub urban. Cakupan di provinsi Sumatera Barat dan Riau memenuhi target untuk seluruh clutter, sedangkan cakupan di Kepulauan Riau memenuhi target untuk clutter sub urban dan rural. Area cakupan yang tidak memenuhi target 95% disebabkan oleh adanya layer yang mempengaruhi penyebaran sinyal. Total penambahan BTS untuk mencapai target 95% adalah 853 BTS, dengan perincian 305 BTS untuk provinsi Sumatera Utara, 151 BTS untuk Sumatera Barat, 306 BTS untuk Riau, dan 91 BTS untuk Kepulauan Riau. Kata Kunci— BTS, area cakupan, clutter. ^Program Studi Teknik Elektro, Fakullas Teknik Elektronika dan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60. Salatiga 50711, INDONESIA (e-mail: [email protected]) ^ Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711. INDONESIA (e-mail: [email protected], [email protected]) Eva Yovita Dwi Utami: Analisis BTSInitial Planning... 3 I. PENDAHULUAN Dalam sistem komunikasi selular, pengguna perangkat bergerak atau mobile station (MS) mengakses jaringan dengaii mengirim dan menerima sinyal gelombang radio ke dan dari base transceiver station (BTS) atau biasa disingkat dengan base station (BS). BTS ini dibangun dan ditempatkan pada suatu daerah untuk mencakup dan melayani pelanggan yang berada di daerah itu. Daerah-daerah yang dicakup oleh BTS, yang di dalam daerah tersebut pengguna dapat mengakses kanal gelombang radio, disebut cell site. Dalam pemodelan, daerah cakupan sel dinyatakan dalam bentuk geometri heksagonal [1]. Bertambahnya jumlah pelanggan sistem komunikasi bergerak selular setiap tahunnya harus diimbangi dengan penyediaan jaringan dan kanal radio. Pertambahan pelanggan tidak hanya teijadi di kota-kota besar, tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil bahkan pedesaan. Untuk bisa membangun suatu jaringan atau infrastruktur yang dapat melayani pelanggan dengan kualitas yang baik, diperlukan perencanaan yang baik pula, sehingga investasi yang ditanamkan bisa optimal. Pada makalah ini dilaporkan hasil analisis perencanaan penambahan BTS baru berdasarkan data area cakupan jaringan yang sudah ada menggunakan software simulasi ASSET Tools. Simulasi area cakupan untuk mencapai 95% cakupan dilakukan pada daerah operasional perusahaan penyedia jaringan GSM di Sumatera yang selanjutnya disebut PT. Provider GSM. Daerah operasional perusahaan di Sumatera terdiri atas Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. Simulasi initial planning dilakukan berdasarkan propagasi Okumura-Hata pada empat clutter yaitu dense urban, urban, sub urban dan rural. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cakupan Sistem GSM Setiap BTS sistem selular diberi alokasi grup kanal radio untuk digunakan dalam area geografis yang disebut sel. Dalam pemodelan, daerah cakupan sel dinyatakan dalam bentuk heksagonal atau bentuk segi enam beraturan, karena bentuk heksagonal dapat menutupi daerah layanan dengan sempuma tanpa celah, dan tidak teijadi tumpang tindih antara sel satu dengan sel lain [2]. Pada perencanaan biasanya diasumsikan sel berukuran serba sama. Jarak antara titik pusat heksagon ke titik-titik sudut pada tepi heksagon merupakan jari-jari sel dan dinyatakan dengan R, sehingga luas sel dengan model heksagon adalah 2,61^ [Ij. Jumlah sel dalam area pelayanan dapat dihitung dari luasarea pelayanan dibagi luassel [3]. ISSN 2301 -4156

Analisis BTSInitial Planning Jaringan Komunik 3

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

JNTETI, Vol. 4, No. 2, Mei 2015

Analisis BTSInitial Planning Jaringan KomunikPT. Provider GSM di Sumatera

Eva Yovita Dwi Utami^ Nabella Previana Yosinta^ Budihardja Murtianta

^LEKT^O

Abstract—\nit\a\ plaoning of cellular communication networkis required before implementing new BTSs. This paper reportsan analysis of BTS initial planning based on existing coveragearea data using ASSET Tools simulation software. Coveragearea on operational area ofGSM service provider in Sumatera issimulated to obtain 95% coverage. The operational area of theprovider includes Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau andKepulauan Riau. Okumura-Hata propagation model is used inthis simulation. In each province, four clutters have beeninvestigated, which aredense urban, urban, sub urban and rural.The result shows that urban and sub urban clutter in SumateraUtarafulfill the targetof95%,all clutters ofSumatera BaratandRiau reach the target of 95%, while only sub urban and ruralclutter ofKepulauan Riau reach thetarget. Total amount ofBTSwhich has been added to cover Sumatera area are 853 BTSs,which consist of 305 BTSs in Sumatera Utara area, 151 BTSs inSumatera Barat area, 306 BTSs in Riau area, and 91 BTSs inKepulauan Riau.

Intisari— Initial Planning pada jaringan komunikasi selularperlu dilakukan sebelum pembangunan sebuah BTS barudiimplementasikan. Pada makalah ini dilaporkan hasil analisisperencanaan penambahan BTS baru berdasarkan data areacakupan jaringan yang sudah ada mcnggunakan softwaresimulasi ASSET Tools. Simulasi area cakupan untuk mcncapai95% cakupan dilakukan pada daerah operasional perusahaanpenyedia jaringan GSM yaitu FT. Provider GSM di Sumatera.Daerah operasional di Sumatera terdiri atas Sumatera Utara,Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. Simulasi initialplanning dilakukan berdasarkan propagasi Okumura-Hata padacmpat clutter yaitu dense urban, urban, sub urban dan rural.Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapatdiketahui bahwa area cakupan di provinsi Sumatera Utara telahmemenuhi target 95% pada clutter urban dan sub urban.Cakupan di provinsi Sumatera Barat dan Riau memenuhi targetuntuk seluruh clutter, sedangkan cakupan di Kepulauan Riaumemenuhi target untuk clutter sub urban dan rural. Areacakupan yang tidak memenuhi target 95% disebabkan olehadanya layer yang mempengaruhi penyebaran sinyal. Totalpenambahan BTS untuk mencapai target 95% adalah 853 BTS,dengan perincian 305 BTS untuk provinsi Sumatera Utara, 151BTS untuk Sumatera Barat, 306 BTS untuk Riau, dan 91 BTSuntuk Kepulauan Riau.

Kata Kunci— BTS, area cakupan, clutter.

^Program Studi Teknik Elektro, Fakullas Teknik Elektronika danKomputer, Universitas KristenSatya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60.Salatiga 50711, INDONESIA (e-mail: [email protected])

^ Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronikadan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro52-60, Salatiga 50711. INDONESIA (e-mail:[email protected], [email protected])

Eva Yovita Dwi Utami: Analisis BTSInitial Planning...

3

I. PENDAHULUAN

Dalam sistem komunikasi selular, pengguna perangkatbergerak atau mobile station (MS) mengakses jaringan dengaiimengirim dan menerima sinyal gelombang radio ke dan daribase transceiver station (BTS) atau biasa disingkat denganbase station (BS). BTS ini dibangun dan ditempatkan padasuatu daerah untuk mencakup dan melayani pelanggan yangberada di daerah itu. Daerah-daerah yang dicakup oleh BTS,yang di dalam daerah tersebut pengguna dapat mengakseskanal gelombang radio, disebut cell site. Dalam pemodelan,daerah cakupan sel dinyatakan dalam bentuk geometriheksagonal [1].

Bertambahnya jumlah pelanggan sistem komunikasibergerak selular setiap tahunnya harus diimbangi denganpenyediaan jaringan dan kanal radio. Pertambahan pelanggantidak hanya teijadi di kota-kota besar, tetapi sudah sampai kekota-kota kecil bahkan pedesaan. Untuk bisa membangunsuatu jaringan atau infrastruktur yang dapat melayanipelanggan dengan kualitas yang baik, diperlukan perencanaanyang baik pula, sehingga investasi yang ditanamkan bisaoptimal.

Pada makalah ini dilaporkan hasil analisis perencanaanpenambahan BTS baru berdasarkan data area cakupanjaringan yang sudah ada menggunakan software simulasiASSET Tools. Simulasi area cakupan untuk mencapai 95%cakupan dilakukan pada daerah operasional perusahaanpenyedia jaringan GSM di Sumatera yang selanjutnya disebutPT. Provider GSM. Daerah operasional perusahaan diSumatera terdiri atas Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riaudan Kepulauan Riau. Simulasi initial planning dilakukanberdasarkan propagasi Okumura-Hata pada empat clutteryaitu dense urban, urban, sub urban dan rural.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cakupan Sistem GSM

Setiap BTS sistem selular diberi alokasi grup kanal radiountuk digunakan dalam area geografis yang disebut sel.Dalam pemodelan, daerah cakupan sel dinyatakan dalambentuk heksagonal atau bentuk segi enam beraturan, karenabentuk heksagonal dapat menutupi daerah layanan dengansempuma tanpa celah, dan tidak teijadi tumpang tindih antarasel satu dengan sel lain [2].

Pada perencanaan biasanya diasumsikan sel berukuranserba sama. Jarak antara titik pusat heksagon ke titik-titiksudut pada tepi heksagon merupakan jari-jari sel dandinyatakan dengan R, sehingga luas sel dengan modelheksagon adalah 2,61^ [Ij. Jumlah sel dalam area pelayanandapatdihitung dari luasareapelayanan dibagi luassel [3].

ISSN 2301 -4156

: Sinyd yang dikirimkan dari BTS dan MS, atau sebaliknya,^ ditr^smisik^ dalam'bentuk gelombang radio melalui udara.rGelombang radio ^an mengalami redaman ruang bebas,pemantulan, hambu^ dan difraksi sehingga melemah ketikasatnpai di penenma. Model propagasi digunakan untukmemprediksi redaman sinyal, sehingga dapat digunakandalam proses perencanaan untuk menentukan jarakjangkauantegauh BTS. Berdasarkan model propagasi Okumura-Hatapada [1]dapat dilakukan perhitungan prediksi redaman sinyaldari BTS ke MS dan sebaliknya. Dengan menetapkan nilairedaman yang diperbolehkan, maka dari formula Okumura-Hata dapat dihitung jari-jari selnya [4] yaitu sebagai berikut.Untuk daerah urban:

Jari-jari sel untuk daerah sub urban

- 69.55- 26.161og/+13,821og/i, +a(h.

44,9-6,551og/i,(1)

R= log"'

dengan:

R

/khr

L, -69,55-26,16Iog/+13,821ogA, +a(/i,)+2^!og^j +5,444,9- 6,55logA,

(2)

=jari-jari sel Oon)= redaman maksimum (dB)= frekuensi pembawa (MHz)= tinggi antenna pemancar (m)= tinggi antenna penerima (m)= koreksi tinggi antenna penerima terhadap tinggi

standar (m)

B. Perhitungan Link Budget

Link budget memiliki dua jalur yaitu uplink dan downlink.Jalur uplink merupakan jalur dari MS ke BS, sedangkan jalurdownlink merupakan jalur dari BS ke MS [4].

Parameter dalam link budget adalah sebagai berikut [2].1. Daya pancar {transmit power), pada jalur uplink yang

diperhitungkan adalah daya pancar MS (MS Tx Power)dan sedangkan pada jalur downlink yang diperhitungkanadalah daya pancar BS {BS TxPower).

2. Antenna Gain merupakan ukuran kemampuan antenamenaikkan daya sinyal.

3. Receiversensitivity, yaitu daya sinyal terendah yang masihdapat diterima oleh receiver.

4. LNA Gain adalah pengukuran perbandingan penurunanSNR pada keluaran LNA terhadap masukannya agar pathloss pada arah uplink dan downlink memiliki nilai yangseimbang atau mendekati sama.

5. Feeder Loss, yaitu rugi-rugi yang berasal dari kabelpenghubung antara BS dengan antena.

6. Combiner Loss merupakan rugi-rugi yangmemperhitungkan penetrasi sinyal dari luar ke dalamgedung, bilaMSberada di dalam gedung danBS berada diluar gedung.

ISSN 2301-4156

Jnteti, Vol. 4, No. 2, Mei 2015

7. Fade Margin, yaitu marginmengatasi multipath fadinglingkungan di sekitar MS.

Persamaan umum untuk menghitung path loss padajaluruplink maupun downlink adalah sebagai berikut [2].

yang

yang

dibutuhkan untuk

disebabkan oleh

^pu ~ ^ujMS ^RX,BS(3)

(4)^pd~^TX,BS ^RXMS

dengan:

Lpu = poth loss pada uplinkLod = path loss pada downlinkPtxms - daya pancar MS^RXBS = BS receiver sensitivity2]Gu = total gain pada uplinkYfxi = total rugi-rugi pada uplink7*txbs = daya pancar BS7*rx.ms = MS receiver sensitivityYfjA = total gain pada downlinkYJua = total rugi-rugi pada downlink

C. Klasifikasi Clutter

Propagasi gelombang radio akan mengalami peredamanyang berbeda pada lingkungan yang berbeda. Karena itudalam prediksi redaman maupun perencanaan, suatu daerahdiklasi^asikan dalam beberapa clutter yaitu dense urban,urban, sub urban dan rural [2].

Dense urban merupakan daerah yang mempunyaikepadatan penduduk sangat tinggi, banyak gedung-gedungperkantoran, dan daerah industri yang beikembang. Daerah inimemiliki ciri tinggi gedung-gedungnya lebih dari 50 m, dankepadatan penduduknya paling padat dibandingkan tigaclutter yang lain.

Urban adalah daerah dengan kepadatan penduduk lebihrendah daripada dense urban, yxmAsHa bangunan cukup banyak,ketinggian gedung-gedungnya berkisar antara 25-50 m danmerupakan daerah industri berkembang [5].

Sub urban memiliki tingkat halangan lebih rendah daripadaurban, sehinggaarea cakupan umumnya lebih baik. Daerah inimemiliki bangunan yang relatif rendah dan jalan yangcenderung lebar serta daerah bisnisnya sedikit [5].

Rural merupakan daerah terbuka dan pedesaanyang jarangterdapat halangan di dalamnya. Populasi penduduknya relatifkecil, daerahnyameliputi persawahandan padangrumput.

III. Metodologi

A. Daerahyang Diteliti

Daerah operasional operator yang diteliti di wilayahSumatera meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, RiaudanKepulauan Riau, seperti ditunjukkan pada Gbr. 1. Gambartersebut juga menunjukkan BTSyangsudah beroperasi. TotalBTSawal yang beroperasi di Sumatara beijumlah 1096 BTS.

Eva Yovita Dwi Utami: Analisis BTS Initial Planning

Jnteti, Vol. 4, No. 2, Mei 2015

Gbr. I Daerah operasional operator di Sumatera

D. Parameteryang Digunakan

Parameter yang digunakan dalam menentukan areacakupan per clutter adalah Rx Level, yaitu magnitude sinyaltermodulasi yang terukur oleh MS. Rx Level yang diukuradalah Rx Level sinyal dari serving cell dan neighbor cellsuntuk melihat kandidat handover. Rx Level merupakan salahsatu parameter yang digunakan untuk mengukur kualitasjaringan radio, yang ditetapkan oleh EuropeanTelecommunications Standards Institute (ETSI) pada GSMTechnical Specification 05.08. Untuk mencapai area cakupanyang ditargetkan, ditetapkan standar Rx Level sebagaiberikut[6]:

a. Dense Urban > -64 dBm

b. Urban > -68 dBm

c. Sub Urban > -75 dBm

d. Rural > -82 dBm

Apabila Rx level memenuhi syarat di atas pada tiap clutter,maka bisa dikatakan Rx Level dalam kategori baik, sedangkanjika Rx Level di bawah standar yang telah ditentukan makabisa dikatakan buruk. Nilai-nilai tersebut dimasukkan dalam

pengaturan pada software ASSET Tools agar mendapat areacakupan yang diharapkan. Area cakupan hasil simulasiditunjukkan dengan wama polygon sesuai dengan Rx Levelyang diperoleh, sebagai berikut.

a. Merah : Rx Level > -64 dBm

b. Kuning : -68 dBm < Rx Level < -64 dBmc. Hijau :-75 dBm </icZ,eve/<-68 dBmd. Biru :-82 dBm ^/ic Leve/<-75 dBm

E. Metode Pengambilan Data

Data awal diambil dari database BTS, berupa feeder,letak antenna (dalam latitude dan longitude), jenis antena,azimuth, dan tilt antena seluruh sel di area yang diteliti, yangkemudian diolah menggunakan ASSET Tools. Data awal yangdimaksud adalah sebagai berikut [6]:a. tilt, yaitu kemiringan antena BTS yang mempengaruhi

besamya luas cakupan sinyal, dan digunakan untukmengatur sudut elevasi antena.

EvaYovita DwiUtami: Analisis BTS Initial Planning...

b. azimuth merupakan arah antena sektordalam derajat,

c. latitude adalah koordinat garis lintang letatd. longitude adalah koordinat garis bujur letake. feeder, yaitu media transmisi antara BTS dan

berupa kabel coaxialatauwaveguide, danf. height adalah tinggi menaraBTS.

Pada peta software Asset Tools terdapat polygon areapenelitian yang telah dibuat oleh operator. Polygon adalaharea secara geografis pada peta Asset Tools yang ditentukanoleh divisi tertentu perusahaan untuk dicakup pada area yangtelah ditentukan. Polygon dibuat berdasarkan beberapa halyaitu jumlah permintaan layanan pelanggan {demand),kepadatan penduduk, topografi, dan demografi suatu wilayah.

Tahapan-tahapan pengolahan data selanjutnyamenggunakan Asset Tools adalah sebagai berikut.1. Membuat area cakupan ^tr-clutter tiap provinsi sebelum

penambahan site.Clutter dibagi menjadi empat yaitu dense urban, urban,sub urban dan rural. Pada tahap ini terlihat area cakupanBTS yang sudah adasebelum dilakukan penambahan BTS.Tiap-tiap clutter menunjukkan persentase area cakupanyang berbeda-beda.

2. Menentukan satu site yang sesuai tiap clutter sebagaiacuan new site yang nanti akan ditambahkan.Tiap clutter memiliki batasan tinggi menara BTS yangberbeda, karena kontur bumi dan tingkat halangan sinyalyang akan diterima oleh receiver juga berbeda-beda.Misalnyapada daerah rural, diperlukan menaraBTS yanglebih tinggi daripada daerah lainnya, karena polygon padadaerah tersebut luas, sehingga dibutuhkan cakupan yangluas pula.Siteyang dipilihharuslah sesuaidengan clutter

3. Menambahkan site per clutter tiap provinsi menggunakansoftware ASSET Tools.

Penambahan site baru dilakukan dengan memperhatikanletak geografis sekitar, seperti tidak meletakkan site dipegunungan, kawasan industri dan pemukiman padatpanduduk. Penambahan juga disesuaikan dengan polygontiap clutter.

4. Membuattahapan coverageplot per clutter tiap provinsi diSumatera dan statistiknya.

IV. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Area Cakupan tiap Clutter di Sumatera Utara

Gbr. 2 menunjukkan daerah dense urban di provinsiSumatera Utara. Pada awalnya terdapat 47 BTS, kemudiansetelah ditambahkan 52 BTS baru area cakupan pada polygonmencapai 92,5%.

Gbr. 3 menunjukkan area cakupan pada clutter sub urbanarea Sumatera Utara. BTS awal yang beroperasi beijumlah215, sedangkan pada gambar sebelah kanan total BTS menjadi301 buah dan c^upannya sebesar 95,7%.

Gbr. 4 menunjukkan clutter urban di provinsi SumateraUtara, dengan 14 BTS awal yang sudah beroperasi. Setelahditambahkan 20 BTS baru, area cakupan pada polygonmencapai 95,1%.

ISSN 2301 -4156

.y

f.^y '

Gbr.2 Areacakupan denseurban awal(kin), dan setelahditambahBTSbani(kmian).

Gbr. 3 Cakupan sub urban awal (kiri), dan cakupan setelah ditambah BTSbaru(kanan)

m-^rr- • -r • •• _

Gbr. 4 Caloipan urban awal (kiri), dan cakupan urban setelah ditambah BTSbaru(kanan)

Gbr. 5 menunjukkan clutter rural di provinsi SumateraUtara, dengan 202 BTS awal yang sudah beroperasi. Setelahditambahkan 130 BTS baru, area cakupan pada polygonmencapai 94,7%.

\;Gbr. 5 Cakupan rural awa! (kiri), dan cakupan rural setelah ditambah BTS

baru

ISSN 2301 -4156

Jnteti, Vol. 4, No. 2, Mei 2015

Area cakupan yang dihasilkan oleh simulasi padakeempatclutter area Sumatera Utara tersebut dirangkum ke dalamTabel I.

Pada Provinsi Sumatera Utaraclutter yang tidak mencapaitarget yang diinginkan adalah dense urban yang hanyamencapai 93,35% dan rural yaitu sebesar 94,7 %. Hal inidikarenakan oleh adanya pengaruh layer tiap clutter yangmenyebabkan cakupan sinyal tidak sempuma.

Clutter

TabelI

Hasil Area cakupan Sumatera Utara

BTS BTS Cov

awal akhir plotAsset

47 99 92.5%

14 34 95,1%

215 301 95,7%

202 349 94,7%Keterangan; DU: dense urban, U; urban, SU: sub urban, RUR: rural, 4«,i =jari-jari sel, Lpoiy = luaspolygon. Lk\ = iuas sel

Clutter dense urban pada provinsi Sumatera Utara terletakdi kota Medan, yang merupakan kota padat penduduk danmemiliki banyak gedung bertingkat, sehingga cakupan sinyalmenjadi tidak sempuma. Pada Gbr. 2 dapat dilihat cakupanwama merah sebagai parameter dense urban tidak sempumamelingkupi polygon, dan masih terdapat wama kuning yangtersebar. Apabila ditambahkan BTS pada daerah yang belumtertutup wama merah tetap saja tidak dapat menutup penuh,karena di daerah tersebut banyak terdapat obstacle atauhalangan, yang berupa gedung bertingkat atau kawasanindustri.

B. Hasil Area Cakupan tiap Clutter di Sumatera Barat

Gbr. 6, Gbr. 7 dan Gbr. 8 menunjukkan hasil simulasi areacakupan tiap clutter di Sumatera Barat. Gambar sebelah kirimempakan cakupan BTS awal yang sudah beroperasi,sedangkan gambar sebelah kanan merupakan cakupan setelahditambahkan BTS bam.

Gbr. 6 Cakupan sub urban (kiri), dan cakupan sub urban setelah ditambahBTS baru

Area cakupan yang dihasilkan oleh simulasi pada keempatclutter area Sumatera Barat beserta pertambahan jumlah BTSyang diperlukan dirangkum dalamTabel II.

Eva Yovita Dwi Utami: Analisis BTS Initial Planning...

Jnteti, Vol. 4, No. 2, Mei 2015

Tl

TTVIOnfl

, , . .,uA.wuDT<i Gbr. 10Cakupanurfta«awal(kiri),dancakupansetelahditambahBTSbaruGbr. 7Cakupan urban awal (kin), dan cakupan urban setelah ditampah bis (kanan)

baru (kanan)

\lilMMiftWI

.••xonnrnm

QXC Gbr 11 Cakupan sub urban awal (kiri), dan cakupan setelah ditambah BTSGbr. 8. Cakupan rural awal (km), dan cakupan rural setelah ditambah BTS (kanan)baru

Tabel II

Hasil Area cakupan Sumatera Barat

Clutter

(km)i'poly(km^)

I'sA(km^)

BTS

awal

BTS

akhir

CovplolAsset

(%)

U 0,567 14,195 0,452 10 18 95.05

SU 1.74 nii,i 7.S7 79 165 94,9

RUR 1,84 1865,6 8,8 164 219 95,31

luaspolygon,L^i ~ luas sel

Padaprovinsi Sumatera Baratdapatdikatakan areacakupantiap duller terpenuhi. Sumatera Barat tidak memiliki dullerdense urban, dan pada duller sub urban persentase yangdidapatkan hanya kurang 0,1%. Dengan demikian, tidakdiperiukan penambahan BTS. Penambahan cakupan dapatdilakukan dengan mengubah lill atau azimuth antena padatahap optimasi.

C. Hasil Area Cakupan liap Clutter di Riaurr

Gbr. 9 Cakupan dense urban awal (kiri), dan cakupan setelah ditambah BTSbaru (kanan)

Eva Yovita Dwi Utami: Analisis BTS Initial Planning...

rstnisinm

Gbr. 12 Cakupan rural awal (kiri), dan cakupan rural setelah ditambah BTSbaru (kanan)

Hasil area cakupan tiap duller di Riau ditunjukkan padaGbr. 9 sampai dengan Gbr. 12. Gambar sebelah kirimerupakan cakupan BTS awal yang sudah beroperasi,sedangkan gambar sebelah kanan adalah gambar polygonsetelah ditambahkan BTS baru.

Tabel III menunjukkan hasil simulasi penambahan BTS diprovinsi Riau. Semua duller memenuhi target yangdiharapkan yaitu 95%.

Tabel III,

Hasil Area cakupan Riau

Clutter

(km)ipoly(km^)

^sel(km^)

BTS

awal

BTS

akhir

CovplotASSET

DU 0,425 2,164 0,452 1 8 96,933%

U 0,567 30,895 0,835 10 50 96,7%

SU 1,74 1227,73 7,87 103 168 95,73%

RUR 1,84 3845,6 8,8 256 450 95,04%

luaspolygon, L„i = luas sel

ISSN 2301 -4156

D. HasilArea Cakupantiap Clutterdi KepulauanRiauGbr. 13 sampai denganGbr. 15 menunjukkan cakupan BTS

awal yang sudah beroperasl dan gambar polygon setelahditambahkan BTS baru.

Gbr. B Cakupanvrbm awal (atas), dan cakupan urban setelah ditambahBTSbaru(bawah)

Gbr. 14 Cakupan sub urban awal (kiri), dan covplot sub urban setelahditambah BTS bam (kanan)

Gbr. ISCakupan ruralawal (atas), dan cakupan naal setelah ditambah BTSbafu(bawah)

ISSN 2301-4156

Jnteti, Vol. 4, No. 2, Mei 2015

label IV menunjukkan hasil simulasi penambahan BTS diprovinsi Kepulauan Riau.

Clutter

TabelIV.

Hasil Area Cakupan Kepulauan Riau

BTS BTS

awal akhir

CovplotASSET

85.98%

95,79%95,91%

Keterangan: U: urban, SU: sub urban, RUR: rural </*i = jari-jarisel, Lpeiy -luaspolygon. La;\ = luas sel

Di area Kepulauan Riau tidak terdapat clutter dense urban.Pada clutter urban target yang diharapkan tidak terpenuhi,yaitu dengan ditambahkan 9 BTS bam, hanya dicapai 85%.Hal tersebut disebabkan oleh pengamh layer yang membuatcakupan sinyal tidak maksimal karena di daerah urban banyakterdapat gedung bertingkat dan daerah industri.

Pada daerah yang memiliki area cakupan tidak meratasebaiknya dilakukan tilting mechanical pada saat optimasiuntuk mengurangi kemungkinan teijadinya kesalahan arahantena yang dapat menyebabkan teijadinya pelemahan sinyal,sehingga sinyal dapat tersebar secara merata.

V. Kesimpulan

Cakupan area Sumatera Utara telah memenuhi target 95%pada clutter urban dan sub urban, sedangkan cakupan diSumatera Barat dan Riau memenuhi target untuk selumhclutter. Sementara itu, cakupan di Kepulauan Riau memenuhitarget untuk clutter sub urban dan rural. Clutter dense urbandi Sumatera Utara tidak dapat mencapai target 95% karenabanyak terdapat gedung bertingkat dan wilayahnya padatpenduduk. Tidak terpenuhinya target clutter urban diKepulauan Riau disebabkan banyaknya daerah industrisehingga lahan untuk penambahan BTS menjadi terbatas.Total penambahan BTS untuk mencapai target 95% adalah853 BTS, dengan perincian 305 BTS untuk area SumateraUtara, 151 BTS untuk area Sumatera Barat, 306 BTS untukRiau, dan 91 BTS untuk Kepulauan Riau. Perincianpenambahan BTS untuk tiap clutter adalah 59 BTS untukclutter dense urban, 97 BTS untuk clutter urban, 275 BTSuntuk clutter sub urban dan 440 BTS untuk clutter rural.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak StevanusAry atas ketersediaan tempat untuk melakukan penelitian ini.

REFERENSI

[1] T.S Rappaport, Wireless Communication Principles and Practices 2nded., Prentice-Hal, Inc., 2002

[2] A.R. Misra, Fundamentals of Cellular Network Planning &Optimisation, JohnWiley& Sons,Ltd,2004

[3] GSM SystemOverview, AircomInternational, 2002[4] Sunomo, Pengantar Sistem Komunikasi Nirkabel. PT. Gramedia

Widiasarana, Jakarta, 2004.[5] G. Wibisono, U. K. Usma, G. D. Hantoro, Konsep Teknologi Seluler,

Penerbit Informatika, Bandung, 2008[6] European Telecommunications Standards Institute (ETSI), Digital

cellular telecommunications system (Phase 2+);Radiosubsystem linkcontrol,GSM Technical Specification GSM 05.08Version 5.1.0,July1996

Eva Yovita Dwi Utami: Analisis BTS Initial Planning ...