Upload
dinhtruc
View
255
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Eksistensi Wayang Sebagai Identitas Nasional
di Kalangan Mahasiswa Tangerang pada Era Globalisasi
Nama Kelompok : Bhinneka Tunggal Ika
Anggota Kelompok :
1. SYLVIANA (1401010004)
2. DAVIN RYAN TAVIS (1401010022)
3. JENNICA FIDELIA (1401010031)
4. IVANA GIOVANI (1401010053)
5. CINDY (1401010066)
6. AMELIA ADINDA (1401010067)
Nilai Presentasi : 100
Program Studi Teknologi Pangan
Fakultas Ilmu Hayati
Universitas Surya
Tangerang
2015
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNya,
penulis dapat menyelesaikan makalah kelompok ini tepat waktu. Judul makalah ini adalah
“Analisis Eksistensi Wayang Sebagai Identitas Nasional di Kalangan Mahasiswa Tangerang
pada Era Globalisasi”
Penulis mendapatkan banyak dukungan dalam menghadapi hambatan selama proses
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih terutama
kepada Bapak Aryaning Arya Kresna selaku dosen mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah membimbing dalam proses mengerjakan tugas ini. Penulis juga
berterima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung
dalam penyusunan makalah ini yang tentunya tidak dapat disampaikan satu per satu.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan pembaca mengenai eksistensi wayang sebagai identitas nasional di kalangan
mahasiswa Tangerang pada era globalisasi. Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan
makalah ini yang jauh dari kata sempurna. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari
masih terdapat banyak kekurangan baik dari aspek penyusunan, diksi, maupun penulisan.
Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis berharap dapat menerima kritik dan saran demi
perbaikan selanjutnya.
Tangerang, Juli 2015
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................... i
Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
1. Pendahuluan ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
1.4 Landasan Pemikiran .................................................................................. 2
1.5 Metode Penelitian .................................................................................... 6
2 Isi ........................................................................................................................ 7
2.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 7
2.1.1 Hasil Penyebaran Kuesioner ........................................................... 7
2.1.2 Hasil Wawancara ............................................................................ 10
2.2 Analisis ...................................................................................................... 10
2.2.1 Analisis Pandangan Mahasiswa Tangerang Terhadap Wayang Sebagai
Identitas Nasional di Era Globalisasi ............................................... 10
2.2.2 Analisis Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Wayang Sebagai
Identitas Nasional di Kalangan Mahasiswa Tangerang .................. 13
2.2.3 Analisis Solusi untuk Meningkatkan Eksistensi Wayang di Kalangan
Masyarakat Tangerang pada Era Globalisasi .................................. 15
3 Penutup .............................................................................................................. 16
3.1 Simpulan ................................................................................................... 16
3.2 Saran ......................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 17
Lampiran .................................................................................................................... 19
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wayang merupakan kesenian asli Indonesia yang mulai berkembang pada zaman
Hindu Jawa. Pada mulanya, wayang merupakan upacara pemanggilan arwah, kemudian
wayang mulai berkembang dan dijadikan pementasan di abad ke-9 dan ke-10 (Indosiar,
t.thn.). Pementasan wayang semakin menarik karena terdapat berbagai macam jenis wayang
seperti wayang orang dan wayang kulit. Selain jenisnya yang bermacam-macam, cerita yang
dipentaskan dalam pertunjukkan wayang mengandung pelajaran hidup atau pesan moral.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan wayang tidak ikut berkembang
namun malah semakin dilupakan dan ditinggalkan. Diakuinya wayang sebagai mahakarya
dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada
tahun 2003 tidak membuat wayang semakin dilestarikan. Pada kenyataannya, menurut
kompas, 75 jenis wayang mulai punah dan hanya tersisa 25 jenis wayang. Selain itu, jumlah
komunitas wayang juga semakin berkurang (Utomo, 2013).
Pengaruh globalisasi membuat wayang mulai ditinggalkan. Pertunjukkan wayang
sangat sulit ditemukan di kota-kota besar. Kurangnya peminat atau penonton dapat menjadi
salah satu alasan sulitnya ditemukan pertunjukkan wayang. Contoh nyata dari pengaruh
globalisasi mengurangi minat terhadap wayang adalah banyak generasi muda yang lebih
senang menonton di bioskop atau theater dibandingkan dengan pertunjukkan wayang
meskipun harga tiket pertunjukkan wayang jauh lebih murah.
Peranan generasi muda sangat penting untuk melestarikan kebudayaan Indonesia
seperti wayang. Eksistensi wayang di kalangan generasi muda perlu ditingkatkan agar wayang
dapat dilestarikan dan terhindar dari kepunahan. Eksistensi wayang di kota Tangerang atau
yang dikenal sebagai kota pelajar perlu diperhatikan karena pelajar merupakan generasi
muda. Selain itu, perlu adanya hal yang dilakukan untuk meningkatkan eksistensi wayang di
kalangan masyarakat terutama kalangan generasi muda. Menentukan adanya peran
globalisasi terhadap kebudayaan wayang sebagai identitas nasional difokuskan pada
2
mahasiswa, dikarenakan mahasiswa merupakan generasi muda yang paling mendapatkan
pengaruh dari efek globalisasi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah umumnya adalah
bagaimana analisis eksistensi wayang sebagai identitas nasional di kalangan mahasiswa
Tangerang pada era globalisasi? Rumusan masalah umum ini kemudian dipecah menjadi tiga.
Pertama, bagaimana pandangan mahasiswa Tangerang terhadap wayang sebagai identitas
nasional di era globalisasi? Kedua, bagaimana pengaruh globalisasi terhadap eksistensi
wayang sebagai identitas nasional di kalangan mahasiswa Tangerang? Ketiga, bagaimana
solusi untuk meningkatkan eksistensi wayang di kalangan masyarakat Tangerang pada era
globalisasi ?
1.3. Tujuan Penelitian
Makalah ini secara umum bertujuan untuk menganalisis eksistensi wayang sebagai
identitas nasional di kalangan mahasiswa Tangerang pada era globalisasi. Secara khusus,
makalah ini bertujuan untuk menganalisis pandangan mahasiswa Tangerang terhadap
wayang sebagai identitas nasional di era globalisasi, pengaruh globalisasi terhadap eksistensi
wayang sebagai identitas nasional di kalangan mahasiswa Tangerang, dan solusi untuk
meningkatkan eksistensi wayang di kalangan masyarakat Tangerang pada era globalisasi.
1.4. Landasan Pemikiran
Wayang sudah dikenal sejak 1500 tahun sebelum masehi yang masih menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Pada masa itu, para pendahulu sudah membuat alat-
alat pemujaan berupa patung-patung. Para pendahulu melakukan pemujaan pada patung-
patung untuk menyembah roh nenek moyang. Arwah atau roh nenek moyang dianggap sakti
dan dapat menolong serta memberi perlindungan saat mengalami kesulitan, namun pada
waktu tertentu dapat mencelakakan dan menghukum mereka. Pada saat itu, wayang
3
digunakan sebagai media untuk memanggil roh atau arwah nenek moyang (Rawuh 2012) dan
(Suparno 2014).
Kepercayaan para pendahulu terus dipegang hingga akhirnya datang kepercayaan
Hindu-Buddha ke Indonesia. Pada saat itu wayang yang digunakan sama dengan wayang yang
digunakan para pendahulu yaitu berbentuk batu dan berupa candi. Pada saat ini, wayang yang
tadinya sebagai pemujaan terhadap nenek moyang berubah menjadi pemujaan kepada
dewa-dewa agama Hindu. Cerita wayang yang dulunya menceritakan nenek moyang, lambat-
laun berubah menjadi cerita yang menceritakan tentang dewa-dewa agama Hindu. Cerita-
cerita tersebut berasal dari daratan India yaitu Mahabarata dan Ramayana (Supriady 2011).
Pada periode agama Islam, wayang mengalami penyempurnaan bentuk.
Sebelumnnya wayang berbentuk batu, berkembang menjadi wayang kulit yang biasa ada
sekarang ini. Pada saat itu, para sunan mengubah wayang dari bentuk muka, tangan, kaki,
dan pada bagian sendi tangan wayang dapat digerakkan sehingga wayang menjadi lebih
sempurna. Tidak hanya bentuk wayang yang diubah oleh para sunan saat itu, pewarnaan
wayangpun ikut disempurnakan. Pewarnaan yang sebelumnya hanya bubuk putih dari
bakaran tulang, berkembang menjadi warna-warni. Pada periode penjajahan, bentuk wayang
tidak banyak berubah, namun pada masa penjajahan ini ragam wayang makin bertambah
hingga sekarang (Supriady 2011).
Berdasarkan dari cerita dan cara penyajian, kira-kira terdapat 40 jenis wayang yang
ada di Indonesia. Lima jenis wayang yang terkenal di antaranya adalah wayang kulit, wayang
beber, wayang klitik, wayang golek, dan wayang wong (Budianto 2012). Wayang beber,
disebut beber karena pada pertunjukkan wayang beber, dalang akan bercerita dengan
membeber atau menggelar gulungan kertas/kain ayang berisi cerita. Wayang beber
merupakan jenis wayang yang tertua sehingga jaman sekarang sudah sulit ditemukan
(Jogjanews t.thn.). Wayang kulit, terbuat dari kulit kerbau atau kambing dan bentuknya pipih.
Pada pertunjukkannya, wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang (Supriady 2011).
Biasanya cerita dari pertunjukkan wayang kulit diambil dari kisah Ramayana dan
Mahabharata (PDWI 2011). Wayang klitik adalah wayang yang terbuat dari kayu, sehingga
saat digerakkan akan terdengar bunyi klitik. Wayang golek, berbentuk 3 dimensi dan terbuat
4
dari kayu. Pada mulanya wayang golek merupakan pementasan dengan tujuan keagamaan,
namun sekarang pertunjukkan wayang golek termasuk dalam kesenian. Pertunjukkan wayang
golek diiringi dengan musik (Zaimar t.thn.). Wayang wong, disebut juga dengan wayang orang.
Tidak seperti jenis wayang lainnya yang menggunakan boneka, wayang wong ini diperankan
oleh manusia. Wayang wong merupakan gabungan kesenian tradisional dengan modern yang
dikenal theater. Bahasa yang digunakan dalam pertunjukkan wayang wong adalah bahasa
Jawa (Admin 2014).
Dalam dunia perwayangan, wayang merupakan seni pertunjukan yang memiliki
peranan sebagai sara edukatif dan refleksi filosofi (Udasmoro 2012). Jadi, setiap wayang yang
ada memiliki arti filosofi masing-masing. Wayang punakawan merupakan wayang yang
ceritanya asli cerita Indonesia karena wayang punakawan hanya ada di Indonesia. Wayang
punakawan terdiri dari Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk. Karakter dari masing-masing
wayang tersebut berbeda-beda. Karakter mereka dibuat mendekati kondisi masyarakat yang
beraneka ragam (Tanudjaja 2004).
Semar adalah pengasuh para pandawa, ia juga bernama Hyang Ismaya. Semar
merupakan bapak dari bagong, gareng dan petruk. Semar Memiliki sifat bijaksana, rendah
hati, dan penyayang. Ciri-ciri dari semar adalah jari telunjuk seolah menuding melambangkan
keinginan yang kuat untuk menciptakan sesuatu. Mata yang menyipit melambangkan
ketelitian dan keseriusan dalam menciptakan (Tanudjaja, 2004).
Gareng, memiliki nama lengkap Nala Gareng yang berasal dari kata Nala
Khoiron(memperoleh kebaikan). Ciri-ciri dari gareng adalah Juling melihat realitas kehidupan.
Tangan ceko hasil dari usaha yang dilakukan manusia pada akhirnya di tentukan oleh Tuhan,
tidak bisa selalu sesuai dengan keinginan kita. Kaki pincang dalam hidup harus berhati-hati,
tidak boleh ceroboh. Gareng adalah seorang yang tidak pandai bicara, apa yang dikatakannya
kadang-kadang serba salah, namun ia sangat lucu dan kata-katanya menggelikan. Gareng
merupakan anak sulung dari semar, melambangkan cipta, bahwa mencipatakan sesuatu yang
tidak sempurna, kita tidak boleh menyerah bagaimanapun kita telah berusaha, hasilnya
ditentukan oleh Tuhan (Rani 2013).
5
Petruk merupakan tokoh yang paling sempurna dari tokoh lainnya. Petruk memiliki
sifat yang pandai bicara, banyak kelebihan, usil dan lucu. Petruk suka menyindir
ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya. Petruk merupakan anak kedua dari semar. Dari
kegagalan menciptakan gareng, lahirlah petruk dengan tangan dan kaki yang panjang, tubuh
langsing, hidung mancung. Wujud dari CIPTA yang kemudian diberi RASA sehingga terlihat
lebih indah dengan begitu banyak kelebihan (Tanudjaja, 2004).
Bagong memiliki ciri-ciri dan sifat seperti manusia seutuhnya. Bagong memiliki sifat
yang lancang dan suka bertingkah bodoh. Bagong dianggap sebagai manusia sesungguhnya,
walaupun petruk lengkap dengan keindahan dan kesempurnaan, bagong yang dianggap
sebagai manusia seutuhnya karena ia memiliki kekurangan. Bagong lebih berusaha untuk
menutupi kekurangannya dengan memaksimalkan kelebihannya (Rani, 2013).
Dulu, wayang sangat berkembang di berbagai daerah Indonesia sehingga dibuatlah
museum. Museum wayang sudah berdiri sejak tahun 1640, namun bangunan tersebut
berfungsi sebagai gereja untuk tentara Belanda dan penduduk Eropa. Pada tahun 1939 gereja
tersebut dibongkar kemudian dijadikan Museum Batavia. Pada 13 Agustus 1975 barulah
bangunan tersebut berubah fungsi dan diresmikan menjadi Museum Wayang oleh Bapak Haji
Ali Sadikin. Alasan didirikan Museum Wayang adalah agar wayang sebagai kesenian asli
Indonesia dapat terhindar dari kepunahan. Bangunan Museum Wayang merupakan salah
satu Bangunan Cagar Budaya yang berarti tidak diizinkan adanya perubahan apapun.
Pada tanggal 7 November 2003, Indonesia mencatat peristiwa penting bagi dunia
perwayangan. Badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO)
menetapkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Pengakuan yang diberikan oleh UNESCO ini, memiliki arti yang luar biasa bagi bangsa
Indonesia. Dengan pengakuan ini, citra Indonesia di mata Internasional meningkat. Sudah
seharusnya bagi para generasi muda bangsa untuk tetap melestarikan kebudayaan bangsa
Indonesia agar kebudayaan negara ini tetap lestari (Saryono 2009).
Identitas nasional secara etimologis berasal dari kata identitas dan nasional. Identitas
bisa dikatakan sebagai ciri yang khas yang melekat pada seseorang atau kelompok, sedangkan
nasional adalah bangsa. Jadi identitas nasional dapat diartikan sebagai ciri khas dari suatu
6
bangsa yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Menurut Koenta
Wibisono, Identitas nasional adalah “Manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan yang
khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya” (Bahtiar t.thn.). Ciri
khas bangsa Indonesia adalah kebhinekaan, termasuk dalam hal budaya. Salah satu budaya
yang berkembang di Indonesia, wayang, selama ini telah melengkapi setiap sendi kehidupan
masyarakat Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia, sehingga tidak
mengherankan jika wayang disebut sebagai identitas nasional.
Globalisasi merupakan proses mendunia dengan perubahan yang cepat karena
adanya teknologi yang mempermudah semua hal yang akan dilakukan oleh manusia. Dibalik
kecanggihan yang ada dan kepraktisan karena adanya teknologi menyebabkan terjadinya
ketimpangan. Ketimpangan tersebut terjadi jika manusia yang ada di era globalisasi tidak siap
dengan adanya perubahan sehingga menyebabkan kebudayaan negara tersebut menjadi
tertinggal dan tidak dikembangkan lagi (Fauziah 2005). Arus globalisasi juga masuk ke
Indonesia, sehingga tidak diragukan bahwa globalisasi juga akan berpengaruh kepada
kebudayaan yang ada di Indonesia, termasuk identitas bangsa ini.
1.5. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tiga cara, baik kualitatif maupun kuantitatif. Metode
kuantitatif dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner ke empat universitas, yakni
Universitas Multimedia Nusantara, Prasetya Mulya Business School, Universitas Pelita
Harapan, dan Universitas Surya, masing-masing sebanyak 25 responden. Penyebaran
kuesioner dilakukan secara langsung di lokasi dari tanggal 27 April 2015 sampai dengan 7 Mei
2015. Selain itu, dilakukan juga wawancara dan observasi pada tanggal 18 April 2015 kepada
Bapak Didi Cahyono, selaku pemandu wisata di Museum Wayang. Data kualitatif dilakukan
melalui studi literatur. Sumber literatur adalah melalui artikel, jurnal, atau buku mengenai
wayang sebagai identitas nasional di era globalisasi yang ada di internet.
7
BAB 2
ISI
2.1 Hasil Penelitian
2.1.1 Hasil Penyebaran Kuesioner
Tabel 2.1.1 Hasil Pengolahan Data Kuesioner Keseluruhan
NAMA KAMPUS
INGIN BELAJAR TENTANG WAYANG
MAU MENONTON PERTUNJUKAN
WAYANG
INGIN IKUT SERTA MEMAINKAN
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
UPH 11 14 13 12 6 19
PRASMUL 15 10 10 15 7 18
UMN 16 9 14 11 4 21
SURYA 13 12 14 11 5 20
TOTAL 55 45 51 49 22 78
100 100 100
55% 45% 51% 49% 22% 78%
NAMA KAMPUS TERTARIK TERHADAP
WAYANG WAYANG = IDENTITAS
WAYANG SATU-SATUNYA SENI PERAN
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
NAMA KAMPUS
MENGETAHUI NAMA TOKOH WAYANG
MENGETAHUI JENIS WAYANG
PERNAH MENGUNJUNGI
MUSEUM WAYANG
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
UPH 0 25 6 19 5 20
PRASMUL 7 18 14 11 4 21
UMN 3 22 10 15 6 19
SURYA 11 14 11 14 9 16
TOTAL 21 79 41 59 24 76
100 100 100
21% 79% 41% 59% 24% 76%
8
UPH 4 21 24 1 7 18
PRASMUL 2 23 24 1 0 25
UMN 3 22 22 3 1 24
SURYA 2 23 22 3 6 19
TOTAL 11 89 92 8 14 86
100 100 100
11% 89% 92% 8% 14% 86%
Grafik 2.1.1 Hasil Kuesioner yang Disebar di Universitas Pelita Harapan
Grafik 2.1.2 Hasil Kuesioner yang Disebar di Prasetya Mulya
0
25
6
19
5
20
1114 13 12
6
19
4
2124
1
7
18
0
5
10
15
20
25
30
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
NAMATOKOH
JENISWAYANG
MUSEUM BELAJAR MENONTON IKUT SERTA TERTARIK? IDENTITAS SENI PERAN
7
18
1411
4
21
15
10 10
15
7
18
2
23 24
1 0
25
0
5
10
15
20
25
30
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
NAMATOKOH
JENISWAYANG
MUSEUM BELAJAR MENONTON IKUT SERTA TERTARIK? IDENTITAS SENI PERAN
9
Grafik 2.1.3 Hasil Kuesioner yang Disebar di Universitas Multimedia Nusantara
Grafik 2.1.4 Hasil Kuesioner yang Disebar di Universitas Surya
Dari data kuesioner, dapat disimpulan bahwa mahasiswa Tangerang masih mengakui
keberadaan wayang sebagai identitas nasional. Ada mahasiswa yang memiliki minat untuk
lebih mempelajari wayang, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Selain itu, pengetahuan
mahasiswa dari keempat Universitas tersebut akan wayang masih cenderung minim. Dari
pertanyaan pertama dan kedua dapat dilihat bahwa yang menjawab salah lebih banyak
daripada yang menjawab dengan tepat. Dapat dilihat dari pertanyaan pertama mengenai
nama tokoh wayang, yang paling banyak menjawab dengan benar adalah mahasiswa
Universitas Surya. Sedangkan untuk jenis wayang (pertanyaan kedua), universitas dengan
jawaban benar terbanyak adalah Prasetya Mulya.
3
22
10
15
6
1916
9
1411
4
21
3
22 22
31
24
0
5
10
15
20
25
30
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
NAMATOKOH
JENISWAYANG
MUSEUM BELAJAR MENONTON IKUT SERTA TERTARIK? IDENTITAS SENI PERAN
1114
1114
9
1613 12
1411
5
20
2
23 22
36
19
0
5
10
15
20
25
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
NAMATOKOH
JENISWAYANG
MUSEUM BELAJAR MENONTON IKUT SERTA TERTARIK? IDENTITAS SENI PERAN
10
2.1.2 Hasil Wawancara
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Bapak Didi Cahyono masih
beranggapan bahwa wayang merupakan identitas nasional Indonesia yang harus
dilestarikan. Berbagai upaya dan tindakan mulai dilakukan untuk meningkatkan
eksistensi wayang di kalangan generasi muda, dan menurutnya, hal ini memberikan
hasil yang positif. Namun, upaya tersebut masih minim, dan hanya terpusat di wilayah
Jakarta, sehingga membutuhkan tenaga yang lebih untuk menumbuhkan wayang di
tengah kehidupan para generasi muda di era globalisasi. Selain itu, selama ini, yang
datang ke museum wayang kebanyakan adalah dengan alasan study tour, ketimbang
alasan inisiatif pribadi untuk lebih mengenal wayang. Oleh sebab itu, wayang harus
lebih dikemas secara kreatif sehingga dapat meningkatkan minat mahasiswa
terhadap wayang. Bapak Didi Cahyono berpendapat bahwa memang eksistensi
wayang sebagai identitas nasional saat ini mulai bergeser dengan adanya globalisasi,
hanya saja jika kita mau berusaha, maka eksistensi wayang dapat lebih
dikembangkan. (Percakapan hasil wawancara terlampir)
2.2 Analisis
2.2.1 Analisis Pandangan Mahasiswa Tangerang Terhadap Wayang Sebagai Identitas
Nasional di Era Globalisasi
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan ke empat universitas, yaitu
Universitas Surya, Prasetya Mulya Business School, Universitas Pelita Harapan, dan
Universitas Multimedia Nusantara, didapatkan hasil seperti pada tabel dan grafik yang ada di
subbab hasil penelitian.
Beberapa tahun terakhir, eksistensi wayang sebagai identitas nasional di kalangan
mahasiswa Tangerang mengalami penurunan. Banyak dari mereka yang masih berpandangan
bahwa wayang adalah identitas nasional, hanya saja tidak diimbangi dengan minat dan
tindakan mereka yang mencerminkan pengakuan akan wayang sebagai identitas nasional.
Pengakuan tersebut hanya diucapkan. Banyak sekali generasi muda, khususnya mahasiswa
yang kurang mengetahui wayang dan jenis-jenisnya. Hal ini terbukti dari hasil kuesioner yang
11
telah dilakukan terhadap mahasiswa dari empat kampus yang berada di Tangerang.
Pada pertanyaan pertama, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai nama-
nama tokoh wayang serta jenis-jenisnya. Data kuesioner menunjukkan bahwa 79 orang
mahasiswa tidak mengetahui nama dari tokoh wayang yang diberikan. Tokoh wayang yang
diberikan adalah Punakawan, yang merupakan salah satu dari tokoh wayang yang dikenal
oleh masyarakat. Sementara, lebih dari separuh mahasiswa tidak mengetahui jenis-jenis
wayang yang ada di Indonesia. Dari 2 pertanyaan pertama, dapat disimpulkan bahwa banyak
mahasiswa yang berdomisili di Tangerang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai
wayang.
Lebih dari 70 persen mahasiswa yang menjadi responden belum pernah mengunjungi
Museum Wayang yang terletak di kawasan wisata Kota Tua, sementara sisanya pernah
mengunjungi Museum Wayang. Alasan kunjungan yang paling banyak didapatkan dari
mahasiswa yang menjawab pernah mengunjungi Museum Wayang adalah untuk keperluan
study tour dari sekolah. Data ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Bapak Didi Cahyono yang
merupakan salah satu staff dari Museum Wayang. Beliau menguraikan bahwa pengunjung
Museum Wayang umumnya adalah dari kalangan pelajar dan mahasiswa pada hari kerja (
Selasa-Kamis) dan masyarakat umum pada akhir pekan. Tujuan kunjungan yang paling umum
adalah study tour maupun rekreasi keluarga. Beliau juga menambahkan bahwa banyak
mahasiswa jurusan pariwisata yang sering berkunjung untuk keperluan latihan tour guide dan
sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kunjungan mahasiswa ke Museum Wayang
karena tujuan pribadi sangatlah rendah. Rendahnya tingkat mahasiswa yang pernah
mengunjungi Museum Wayang dapat menjadi salah satu alasan mengapa pengetahuan
mahasiswa mengenai wayang cukup rendah.
Walaupun pengetahuan mahasiswa mengenai wayang cukup rendah, tapi banyak
juga mahasiswa yang memiliki keinginan untuk belajar dan mengenal lebih dalam mengenai
wayang. Pernyataan ini didukung oleh hasil dari kuesioner yang menunjukkan bahwa 55
persen dari mahasiswa memiliki keinginan untuk mempelajari wayang. Separuh dari
mahasiswa juga menyatakan ingin menonton pertunjukan wayang apabila pertunjukan
wayang tersebut diadakan. Lebih dari 50 persen mahasiswa yang menjadi responden memiliki
12
keinginan untuk mempelajari wayang lebih dalam dan menonton pertunjukkan wayang.
Namun, dapat dikatakan bahwa hanya 50 persen mahasiswa pada era modern ini yang masih
peduli terhadap wayang, dikarenakan selisih yang sangat kecil antara mahasiswa yang
merespon positif dibandingkan dengan yang merespon negatif. Hal ini dapat menjadi bukti
bahwa eksistensi wayang di kalangan mahasiswa pada era globalisasi ini semakin berkurang.
Berkurangnya eksistensi wayang juga semakin diperkuat oleh hasil kuesioner yang
menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen mahasiwa berpendapat bahwa mahasiswa pada
masa modern ini semakin tidak tertarik terhadap wayang. Dari 50 persen mahasiswa yang
menyatakan tertarik untuk mempelajari wayang lebih lanjut, hanya ada 22 orang yang
menyatakan bersedia untuk ikut ambil bagian dalam suatu pertunjukkan wayang. Hampir 90
persen mahasiswa menyatakan bahwa mahasiswa pada masa modern ini sudah tidak tertarik
terhadap wayang. Hasil kuesioner ini dapat menjadi bukti bahwa eksistensi wayang di
kalangan mahasiswa Tangerang sudah sangat jauh menurun.
Meskipun eksistensi wayang di kalangan mahasiswa Tangerang sudah jauh menurun,
namun lebih dari 90 persen mahasiswa masih menganggap wayang sebagai salah satu budaya
yang mencerminkan identitas nasional Indonesia. Sebagian besar mahasiswa masih
berpandangan bahwa wayang adalah salah satu identitas nasional Indenesia yang menjadikan
Indonesia memiliki budaya yang unik dan berbeda dari negara lain. Alasan mengapa ada
beberapa responden yang menyatakan bahwa wayang bukan mencerminkan identitas
nasional Indonesia adalah karena mereka berpendapat ada budaya lain yang lebih menonjol
dibanding wayang yang dapat menjadi identitas nasional Indonesia, yaitu batik. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa wayang masih dapat dikatakan sebagai identitas nasional
Indonesia berdasarkan pada hasil kuesioner yang telah dibagikan. Namun 88 persen
mahasiswa menyatakan tidak setuju apabila wayang dijadikan seni peran satu-satunya,
karena masih ada seni peran lain yang dianggap lebih baik daripada wayang.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa mahasiswa Tangerang masih mengakui
wayang sebagai identitas nasional. Sebagian dari mereka memiliki minat yang tinggi untuk
mempelajari wayang, hanya saja kurang difasilitasi sehingga pengetahuan mereka akan
wayang masih rendah. Namun, apa gunanya jika pengakuan tersebut tidak diiringi oleh
13
tindakan. Pengetahuan akan wayang yang minim tentunya mencerminkan bahwa mereka
tidak mengenal wayang dengan baik. Tidak mungkin bila hal yang dianggap sebagai identitas
tidak dikenal dengan baik, sehingga hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa wayang
di mata generasi muda Tangerang belum benar-benar mencerminkan sebuah identitas
bangsa. Beberapa dari mereka menganggap bahwa wayang bukanlah satu-satunya identitas
nasional Indonesia, karena masih banyaknya kebudayaan lain yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia.
2.2.2 Analisis Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Wayang Sebagai Identitas
Nasional di Kalangan Mahasiswa Tangerang
Globalisasi telah memengaruhi segala sendi kehidupan bernegara bangsa Indonesia,
termasuk dalam aspek kebudayaan. Salah satu budaya yang sudah berkembang sejak lama
dan dapat dijadikan sebagai identitas nasional bangsa Indonesia adalah wayang. Terbukti
bahwa globalisasi telah menggeser eksistensi wayang sebagai identitas nasional. Hasil
kuisioner pun menunjukkan bahwa telah terjadi kemerosotan eksistensi wayang di kalangan
mahasiswa Tangerang di era globalisasi. Hal ini menandakan bahwa globalisasi secara tidak
langsung telah memengaruhi eksistensi wayang dan juga memengaruhi cara pandang
mahasiswa Tangerang terhadap wayang sebagai identitas nasional.
Suatu hal yang menjadi suatu identitas seharusnya benar-benar dihargai dan disadari
kehadirannya. Tidak mungkin jika suatu identitas tidak dikenali oleh pemiliknya. Seseorang
tidak mungkin tidak mengenal identitas dirinya sendiri. Begitu pula dengan identitas nasional,
yang seharusnya dijiwai oleh warga negaranya. Adanya wayang sebagai salah satu budaya
yang menjadi identitas nasional Indonesia seharusnya juga menyertai semangat kehidupan
bangsa ini. Semua daerah termasuk Tangerang seharusnya tetap mempertahankan wayang
dengan berbagai cara, jika wayang memang benar-benar diakui sebagai identitas nasional.
Namun, dalam era globalisasi ini, sangat jarang kita temui pertunjukan wayang di daerah
Tangerang. Globalisasi menyebabkan adanya berbagai budaya dari luar masuk ke Indonesia,
termasuk ke daerah Tangerang, dan memudarkan eksistensi wayang sebagai identitas
nasional.
14
Tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi memang telah menyerap masuk ke dalam
sendi-sendi kehidupan negara Indonesia, termasuk dalam bidang sosial budaya. Salah satu
contohnya adalah masuknya bioskop-bioskop ke Indonesia dengan berbagai film buatan
Hollywood yang mendominasi. Bioskop di Tangerang sendiri sangat konstras jumlahnya jika
dibandingkan dengan jumlah pertunjukan wayang, yakni 21 theater (Film Indonesia, 2010).
Setiap theater memiliki sekitar 4 ruang yang memutar film selama berkali-berkali, sehingga
dapat kita lihat bahwa penonton bioskop dapat mencapai lebih dari 100 orang per harinya.
Sementara itu, saat ini sangat sulit untuk menemukan adanya pertunjukkan wayang di
Tangerang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Tangerang yang didominasi oleh kalangan
terpelajar (mahasiswa) lebih memiliki minat terhadap film di bioskop dibandingkan
pertunjukan wayang, bahkan tidak mengenal wayang. Fenomena ini tak lain disebabkan oleh
adanya globalisasi. Jika hal ini terus berlangsung di semua daerah di Indonesia tanpa adanya
penanganan, maka bukanlah tidak mungkin wayang sudah tidak menjadi identitas nasional
karena sudah tidak diminati dan dikenali oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Globalisasi membuat kehidupan menjadi lebih modern. Banyaknya tempat-tempat
hiburan di Tangerang seperti mall dan restoran secara tak langsung memengaruhi minat
mahasiswa Tangerang terhadap wayang. Mereka lebih memilih untuk berkunjung ke tempat-
tempat tersebut, ketimbang mengunjungi museum wayang, membaca, ataupun mendalami
tentang wayang. Banyak pula mahasiswa yang beranggapan bahwa mereka akan dianggap
kuno jika masih memperhatikan soal wayang. Memang pilihan itu merupakan hak mereka.
Namun, inilah yang menjadi alasan mulai berkurangnya eksistensi wayang sebagai identitas
bangsa Indonesia. Semua ini merupakan dampak negatif adanya globalisasi.
Selama ini, pengaruh globalisasi terhadap eksistensi wayang yang terlihat cenderung
merupakan pengaruh negatif. Padahal, jika perspektifnya diubah, maka dapat terjadi
sebaliknya. Globalisasi yang sangat berpengaruh pada generasi muda, termasuk pada
mahasiswa Tangerang. Dengan demikian, sebenarnya pengaruh positif globalisasi dapat
meningkatkan eksistensi wayang sebagai identitas nasional di kalangan mahasiswa
Tangerang. Misalnya, dengan kemajuan teknologi dari Barat, maka pembuatan film animasi
semakin dimudahkan. Industri kreatif dapat mendorong peran mahasiswa untuk membuat
15
film animasi tentang wayang, sehingga eksistensinya meningkat. Hanya saja, hal-hal seperti
ini belum banyak dikembangkan. Terbukti dari data kuesioner bahwa sebenarnya mahasiswa
Tangerang banyak yang ingin lebih mengenal wayang, hanya saja kurang difasilitasi. Oleh
sebab itu, globalisasi sebenarnya dapat meningkatkan maupun menurunkan eksistensi
wayang sebagai identitas nasional di wilayah Tangerang, tergantung dari perspektif
masyarakat. Namun, selama ini yang terjadi adalah globalisasi cenderung menurunkan
eksistensi wayang sebagai identitas nasional di wilayah tersebut.
2.2.3 Analisis Solusi untuk Meningkatkan Eksistensi Wayang di Kalangan Masyarakat
Tangerang pada Era Globalisasi
Ada banyak solusi yang tepat untuk mempertahankan eksistensi wayang sebagai
identitas nasional di kalangan generasi muda di era globalisasi, termasuk di kalangan
mahasiswa Tangerang. Solusi tersebut juga didapatkan dari data kuesioner dan wawancara.
Yang pertama, wayang dapat dibuat lebih modern dan alur ceritanya dibuat dan disesuaikan
dengan isu-isu terbaru yang sedang terjadi di masyarakat, seperti cerita yang mencerminkan
kepahlawanan, kisah romansa, dan kondisi politik Indonesia. Selain itu, wayang juga dapat
dibuat dalam bentuk animasi, permainan, ataupun film, sehingga masyarakat memiliki minat
yang lebih tinggi untuk mempelajari wayang. Selain itu, peran pemerintah Tangerang sendiri
juga dibutuhkan untuk mengembangkan industri kreatif berbasis wayang sehingga wayang
dapat lebih dikenal.
Solusi lainnya adalah dengan cara membuat unit kegiatan mahasiswa atau UKM di
kampus serta mengadakan pagelaran wayang secara berkala di kampus. Untuk Universitas
Multimedia Nusantara, saat ini sudah terdapat mata kuliah bagi jurusan desain komunikasi
visual yang mempelajari lebih dalam tentang wayang. Tidak menutup kemungkinan untuk
menerapkan hal ini pada jurusan lainnya, ataupun di universitas lainnya. Pentas seni wayang
pun juga lebih dikembangkan sehingga tidak mononton dan menarik orang-orang untuk
menyaksikannya. Desain baju ataupun aksesoris lainnya seperti pembatas buku dan
gantungan kunci bertemakan wayang juga turut dapat mensosialisasikan wayang di tengah
16
masyarakat Indonesia termasuk mahasiswa Tangerang, sehingga wayang dapat lebih dikenal
dan eksistensinya sebagai identitas nasional betul-betul dirasakan.
BAB 3
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan, dapat diambil
kesimpulan bahwa pada era globalisasi ini, mahasiswa Tangerang tidak betul-betul meyakini
wayang sebagai identitas nasional Indonesia. Pengakuan akan wayang sebagai identitas
nasional hanya diucapkan, tetapi tidak diterapkan. Selama ini, pengaruh globalisasi yang
dirasakan adalah pengaruh negatif, yaitu globalisasi telah menggeser eksistensi wayang
sebagai identitas nasional di kalangan mahasiswa Tangerang. Walaupun demikian,
sebenarnya globalisasi dapat berpengaruh positif, yaitu dapat menyebabkan peningkatkan
eksistensi wayang. Pada era globalisasi, ini banyak hal yang dapat digunakan untuk
meningkatkan daya tarik wayang kepada para mahasiswa, misalnya dengan pengemasan
wayang secara lebih modern. Diperlukan suatu tindakan dan tenaga lebih untuk
meningkatkan daya tarik wayang.
B. SARAN
Saat ini, di era globalisasi, diperlukan adanya sikap kritis untuk menyeleksi pengaruh
globalisasi, yakni hanya mengambil pengaruh positifnya. Untuk meningkatkan eksitensi
wayang, wayang perlu pengemasan yang baru untuk meningkatkan daya tarik para penonton.
Selain itu, setiap universitas perlu membentuk suatu Unit Kegiatan Mahasiswa tentang
wayang agar identitas nasional kita terjaga. Hal lain yang dapat dilakukan adalah membentuk
cerita-cerita wayang yang lebih modern agar lebih dimengerti oleh para mahasiswa maupun
anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
17
Admin. (2014, Maret 22). Wayang Orang Sriwedari Yang Masih Lestari. Dipetik Juli 2, 2015, dari http://www.pusakaindonesia.org/wayang-orang-sriwedari-yang-masih-lestari/
Bahtiar, R. (t.thn.). Identitas Nasional, Negara, Konstitusi, Demokrasi. Budianto, A. (2012). Pendahuluan. Dipetik Juli 3, 2015, dari http://e-
journal.uajy.ac.id/672/2/1TA12938.pdf Fauziah, P. Y. (2005). Pendidikan Luar Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia Dalam Era Globalisasi. Dipetik Juli 3, 2015, dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/B.SDM%20dalam%20era%20globalisasi.pdf
Indosiar. (t.thn.). Wayang Sebuah Bentuk Pengakuan Dunia. Diambil kembali dari Indosiar:
http://www.indosiar.com/ragam/wayang-sebuah-bentuk-pengakuan-dunia_60691.html
Jogjanews. (t.thn.). Sejarah Wayang Beber, Digunakan Untuk Menaklukan Musuh. Dipetik Juli
2, 2015, dari http://jogjanews.com/sejarah-wayang-beber-digunakan-untuk-menaklukan-musuh
PDWI. (2011, Februari 18). Wayang Klitik. Dipetik Juli 2, 2015, dari
http://pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=164:wayang-klitik&catid=71:jenis-wayang-indonesia&Itemid=187
Rani, L. (2013). Deskripsi Objek Studi. Dipetik Juli 3, 2015, dari
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4499/5/T1_362009091_BAB%20IV.pdf
Rawuh, S. (2012, Juli 26). Sejarah Singkat Wayang. Dipetik Juli 3, 2015, dari
http://pepadijateng.com/article/99756/sejarah-singkat-wayang.html Saryono, N. P. (2009, Juli). KONFERENSI INTERNATIONAL WAYANG I. Dipetik Juli 3, 2015, dari
http://www.ugm.ac.id/downloads/Konferensi%20Internasional%20Wayang%20I.pdf
Suparno, S. (2014). Pendahuluan. Dipetik Juli 3, 2015, dari
http://digilib.uinsby.ac.id/782/4/Bab%201.pdf Supriady, D. (2011). Pendahuluan. Dipetik Juli 3, 2015, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24987/5/Chapter%20I.pdf
18
Tanudjaja, B. B. (2004). PUNAKAWAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI VISUAL. Nirmana vol 6 no 1, 36-51.
Udasmoro, W. (2012). Memahami Karakteristik Unconsious Filosofi Jawa Melalui Tokoh
Wayang Bima. Dipetik Juli 3, 2015, dari file:///C:/Users/Student2014/Downloads/669-638-2-PB.pdf
Utomo, Y. W. (2013, Agustus 21). 75 Jenis Wayang Punah. Diambil kembali dari Kompas:
http://sains.kompas.com/read/2013/08/21/0933447/75.Jenis.Wayang.Punah Zaimar, O. K. (t.thn.). Wayang Golek. Dipetik Juli 2, 2015, dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/golek.okz.pdf
19
LAMPIRAN
Hasil Wawancara
A: Penanya B:Narasumber A : Museum wayang berdiri sejak kapan? B : Museum wayang sebenarnya hanya diresmikan dan tidak didirikan maupun dibangun karena bangunan sebelumnya adalah gereja dan sudah ada sejak tahun 1640-1732. Di belakang gereja lama ada makam. Setelah itu pada tahun 1736, dibongkar dan dijadikan gereja baru yang bergaya kompany atau Belanda sampai tahun 1808. Gereja baru dan gereja lama yang menggunakan adalah tentara Belanda dan penduduk Eropa yang berada di sekitarnya. Selain gereja, bangunan ini juga pernah digunakan sebagai Museum Batavia pada tahun 1939. Sebenarnya, Museum Wayang hanya dialihfungsi dan diresmikan pada 13 agustus 1975 oleh bapak Hj. Ali Sadikin. A:Apa alasan dialifungsikan? Apa mau mengangkat kebudayaan indonesia? B: Sebelum museum wayang, di sini juga merupakan Yayasan Sena Wangi yang mengkoleksi banyak wayang dan setelah itu diadakan pekan wayang setahun sekali (setiap ulang tahun museum wayang). Pada pekan wayang yang pertama, yang diundang adalah Bapak Ali Sadikin, yang bersahabat dengan Bapak Budiharjo (menteri penerangan pada zaman Soeharto). Setelah beliau melihat begitu banyak koleksi wayang, maka diresmikanlah museum wayang, sekaligus agar kebudayaan tidak punah dan tidak hilang karena tujuan pembuatan museum adalah untuk mengumpulkan, merawat, memamerkan, dan terakhir untuk rekreasi. Museum Wayang masuk ke dalam BCB (Bangunan Cagar Budaya) sehingga bangunannya tidak bisa dirombak-rombak, bahkan untuk membuat lubang AC. A:Sehari-hari, apakah museum ini ramai? B:Semenjak menjadi area Kota Tua jalan-jalan seperti 5 tahun belakangan ini, mulai ramai, apalagi pada akhir pekan dan liburan. Ribuan pengunjung mendatangi museum wayang. Hari Senin tutup. Biasanya yang datang adalah anak-anak atau rombongan pelajar dari sekolahnya, baru pada akhir pekan pergi bersama orangtuanya. Mahasiswa yang banyak berkunjung adalah dari jurusan pariwisata. A: Apakah tujuan mahasiswa datang, karena tugas atau suka? B:Tugas ada, yang suka juga ada. Tapi diarahkan ke sini agar dibuat suka pada wayang juga dan biar tau wayang juga, karena jika wayang hilang berarti kita kehilangan jati diri dan tidak dapat dikenal oleh bangsa lain. A:Apakah pertunjukan wayang di sini sudah diadakan sejak lama? B: Sudah lama, saya sudah 10 tahun berada di sini dan setiap minggunya ada pertunjukan wayang. Biasanya tunggu turun anggaran baru pertunjukan dapat berlangsung. Biasanya Februari awal mulai sampai Desember. Jadi, sudah terjadwal rapi. Penontonnya biasanya
20
adalah anak muda. Biasa juga ada sekolah yang menonton karena adanya program wajib kunjung dari pemerintah. A:apakah pengunjungnya meningkat atau menurun? B:Meningkat,justru museum wayang nomor 2 berdasarkan tingkat keramaian di museum Jakarta. kalau Minggu, bisa ribuan pengunjung yang datang. A:Siapa yang memberi anggaran? B:Museum wayang berada di bawah dinas pariwisata dan kebudayaan DKI, sehingga menjadi miliki pemerintah. Ini menyebabkan tiket masuk ke Museum Wayang murah, yaitu dewasa 5000 rupiah, mahasiswa 3000 rupiah, dan pelajar 2000 rupiah. Sebenarnya, harga tiket masuk jika bukan karena miliki negara, hampir lebih dari 50.000 rupiah dengan melihat dari perawatannya, keamanan, dan kebersihannya yang lebih besar dibanding pemasukkan. A:Biasanya durasi pertunjukkan berapa lama? B:Sembilan jam standarnya, tapi kalau disini 4 jam tanpa istirahat. Wayang tidak disajikan dalam bahasa Indonesia karena di setiap daerah ada tatanan bahasanya, berbeda berbicara kepada raja dengan berbicara kepada teman. Maknanya berbeda. A:Apakah menurut Bapak keberadaan Wayang terancam dengan adanya theater yang lebih digemari oleh mahasiswa? B: Sebenarnya kalau Museum Wayang sudah semaksimal mungkin untuk mempromosikan wayang sendiri dan bekerja sama dengan Kemenpora, BI, dan sebagainya yang setiap tahun mengadakan festival dalang cilik di tingkat nasional agar generasinya tidak putus. Selain itu, kita juga mengadakan penyuluhan-penyuluhan ke sekolah-sekolah dan ke kampus seperti ‘Wayang Road to Campus’ dan undangan-undangan keluar negeri juga ada, dengan tujuan agar wayang tidak hilang karena Indonesia dikenal dengan wayangnya sendiri. Wayang=Indonesia dibuktikan di Paris, dengan label ‘wayang adalah asli indonesia’ yang sangat tinggi nilainya sehingga setidaknya kita tahu wayang, sehingga kita bisa mempromosikan. Sebenarnya wayang tidak kalah dengan theater, tinggal kita sebagai generasi muda dengan kreativitas yang tinggi yang mampu mengolah wayang menjadi suguhan yang menarik. A:Sebenarnya menurut Bapak, mahasiswa sudah meninggalkan wayang atau belum? B:Mungkin agak bergeser sedikit. Tetapi wayang masih mencerminkan Indonesia, wayang itu Indonesia. Wayang dikenal di mana-mana. A:Sebenarnya apa yang menjadi daya tarik wayang Indonesia? B:Kalau yang membedakan adalah pahatan dan pengecetannya yang disesuaikan dengan kebudayaan kita. Wayang ada beberapa unsur, yakni keindahan dan etika, yaitu pelaku wayang yang harus memiliki etika mulai dari cara pakaian dan filisofinya yang disampaikan dari cerita wayang sendiri. Wayang sama dengan cermin kehidupan.
21
Kuesioner
Identitas responden:
Nama :
Umur : Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa ( Universitas................................................ )
Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar minat/ketertarikan dan pengetahuan
mahasiswa tentang wayang. Peneliti mengharapkan kerjasama dari para responden untuk mengisi atau
menjawab semua pertanyaan yang diberikan.
1) Apakah anda mengenali nama tokoh dari wayang dibawa ini?
Iya, sebutkan nama tokoh tersebut!
A B C D
Tidak
2) Berapa jenis wayang yang anda ketahui?Sebutkan
:............................................................................................................
3) Apakah anda pernah mengunjungi museum wayang?
Iya................................................................................(keperluan)
Tidak
4) Apakah anda ingin belajar mengetahui lebih banyak tentang wayang?
Iya
Tidak
5) Apakah anda ada memiliki keinginan untuk menonton pertunjukkan wayang?
Iya
Tidak, ......................................................................................................
6) Apakah anda tertarik untuk ikut serta memainkan peran dalam pertunjukkan wayang?
Iya
Tidak, ........................................................................................................
7) Menurut anda, apakah mahasiswa jaman sekarang masih banyak yang tertarik terhadap wayang?
Iya
Tidak, .......................................................................................................
8) Menurut anda, apakah wayang masih mencerminkan identitas Indonesia?
Iya
Tidak, ........................................................................................................
9) Bagaimana pendapat anda tentang keberadaan wayang sekarang ini?
:..........................................................................................................................
10) Menurut anda, solusi apa yang paling tepat agar wayang banyak digemari mahasiswa?
:..........................................................................................................................
22
Beberapa Foto saat Observasi, Wawancara, dan Penyebaran Kuesioner
Saat Berada di Depan Museum Wayang
Saat Wawancara dengan Bapak Didi Cahyono
23
Saat Menyebarkan Kuisioner
Beberapa Wayang yang Ada di Museum Wayang