Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
RISKY PERMATA SARI
115 13 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
i
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RISKY PERMATA SARI
115 13 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
RISKY PERMATA SARI
115 13 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
iv
v
vi
vii
MOTTO
خير الناس أنفعهم للناسSebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi manusia lain.
(HR. Bukhari dan Muslim)
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmad dan hidayah-Nya,
saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan karya ini saya
persembahkan kepada:
Ayahanda Nur Salim dan ibunda Lies Marwiyana tercinta yang penuh
kasih sayang dan tetesan air mata serta doa yang tulus dan tiada henti
untuk putrinya ini. telah memberikan dukungan moral maupun materil,
serta memberikan motivasi agar segera menyelesaikan tugas ini
Teruntuk sahabat-sahabatku terkasih, Silvia Wijayanti Santoso, Sera
Kania Sari, Citra Nur Hidayah dan Nanik Widayati, terimakasih untuh
motivasi dan kenangannya selama ini. Aku akan sangat merindukan
semua hal bersama kalian.
Teruntuk sahabatku KKN Posko 74, terimakasih sudah selalu
mengingatkan, dan saling support untuk lulus bareng tahun ini.
Semangat!!!!
ix
Teruntuk teman-teman PGMI A angkatan 2013, terimakasih untuk
bantuannya dan kerjasama nya selama ini, berbagi keceriaan dan
melewati setiap suka duka selama kuliah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai
Pendidikan dalam Novel Amelia Karya Tere Liye. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat,
dan seluruh umat yang mencintainya.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada berbagai pihak
yang telah memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd.selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Ibu Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Jurusan PGMI
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku pembimbing yang telah mengarahkan,
membimbing, memberikan petunjuk dan meluangkan waktunya dalam penulisan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sri Guno Najib Chaqoqo, M.Pd. selaku pembimbing akademik yang
membantu penulis selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
x
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, bagian
akademik dan staf perpustakaan yang telah memberikan layanan serta bantuan
kepada penulis.
7. Ayahanda Nur Salim dan Ibunda Lies Marwiyana, dan segenap keluarga yang
senantiasa memberikan dukungan berupa moril, materil, dan spiritual kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman senasib seperjuangan 2013, khususnya jurusan PGMI.Selamat
jalan, kini kita harus berpisah, meneruskan langkah masing-masing.
9. Sahabat-sahabat yang sangat aku sayangi (Silvia, Sera, Citra, Nanik) terimakasih
atas doa dan motivasinya selama ini, kenangan kita tidak akan pernah terlupakan.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas
bantuan dan motivasinya.
Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini
masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan masukan dari para
pembaca demi kebaikan penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya serta dapat menjunjung pengembangan ilmu pengetahuan.
Salatiga, 6 Oktober 2017
Penulis
Risky Permata Sari
xi
ABSTRAK
Sari, Risky Permata. 2017. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan dalam
Novel Amelia Karya Tere Liye. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.
Kata Kunci: gaya bahasa personifikasi & nilai pendidikan.
Bicara tentang sastra bicara pula tentang gaya bahasa. Gaya bahasa atau yang
kerap di sebut sebagai majas telah banyak sekali macamnya. Mengetahui gaya bahasa
sangat penting sekali bagi pengetahuan siswa pada zaman sekarang, berguna untuk
mendorong bakat dan potensi mereka dalam hal tulis menulis. Novel Amelia terdapat
banyak sekali contoh-contoh gaya bahasa personifikasi dan banyak pula nilai
pendidikan yang terkandung di dalamnya yang dapat melahirkan pemahaman baru
dan memberikan pembelajaran hidup serta memotivasi kita untuk menjadi pribadi
yang lebih baik lagi
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan wujud gaya bahasa
personifikasi yang digunakan Tere Liye dalam novelnya. (2) Mendeskripsikan nilai
pendidikan yang terkandung di dalam novel tersebut. (3) Mengetahui relevansi gaya
bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia dalam
pendidikan anak madrasah ibtidaiyah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan teknik baca dan catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Gaya bahasa personifikasi yang
digunakan Tere Liye lebih banyak untuk menyatakan suasana entah itu menunjukkan
waktu, cuaca atau suasa yang sedang terjadi pada saat itu,. (2) Nilai pendidikan yang
terkandung dalam novel Amelia adalah nilai pendidikan religi, nilai pendidikan moral
dan nilai pendidikan budaya. (3) Relevansi gaya bahasa personifikasi nilai pendidikan
yang terkandung dalam novel tersebut yaitu: (a) Untuk menghangatkan suasana, (b)
Untuk menarik minat para pembaca, sehimgga novel tersebut asik untuk dibaca, (c)
Untuk memperjelas suasana agar pembaca dapat membayangkan dan seperti melihat
sendiri kejadian yang berlangsung, kemudian untuk relevansi nilai pendidikan yang
terkandung dalam novel tersebut yaitu: (a) Nilai pendidikan religi: taat beribadah,
xii
menyegerakan shalat, melaksanakan khitan. (b) Nilai pendidikan moral: jujur,
pemberani, merasa kasih sayang, membantu teman, peduli terhadap sesama. (c) Nilai
pendidikan budaya: tradisi menunggu rumah yang ada di kampung Amelia, yaitu si
penunggu rumah adalah anak bungsu dan menunggu rumah ini dalam artian mereka
tidak boleh pergi untuk bekerja atau pun belajar keluar dari kampung tersebut.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... ii
JUDUL ............................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... vi
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7
E. Metode Penelitian ............................................................................ 8
F. Penegasan Istilah ............................................................................. 9
xiii
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10
BAB II BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Novel ................................................................................. 12
B. Biografi Penulis ............................................................................... 33
C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye .............................................. 35
D. Karya-Karya Tere Liye .................................................................... 37
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Gaya Bahasa .................................................................................... 41
B. Nilai Pendidikan .............................................................................. 49
C. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan Dalam Novel
......................................................................................................... 60
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia ................................................ 67
B. Relevansi Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia Bagi Pendidikan Anak
Madrasah Ibtidaiyah ............................................................................. 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 90
B. Saran ..................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 93
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 94
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barang kali juga keanehan
yang mungkin tidak kita lihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lain:
yaitu bahwa objek utama penelitiannya tidak tentu, malahan tidak karuan.
Sampai sekarang belum ada seorang pun yang berhasil memberi jawaban
yang jelas atas pertanyaan pertama yang paling hakiki, yang mau tak mau
harus diajukan oleh ilmu sastra: apakah sastra?.(Teeuw,2015:19)
Dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita perikan atau batasi
disebut literature (Inggris), Literatur (Jerman), literature (Perancis), semua
berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura sebetulnya diciptakan
sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika; litteratura dan gramatika
masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti huruf
(tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan
puisi; seorang litteratus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi; dalam
bahasa Perancis masih dipakai kata lettre. Belanda geletterd: orang yang
berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra, Inggris man of
letters. Sebagai bahan perbandingan, kata sastra dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata hs-, dalam kata kerja turunan berarti
mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran -tra
2
biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat dapat berarti
alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran; misalnya
silpasastra, buku arsitektur; kamasastra buku petunjuk mengenai seni cinta.
Awalan su berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan
belles-lettres. Kata susastra tampaknya tidak terdapat dalam bahasa
Sansekerta dan Jawa Kuno, jadi susastra adalah ciptaan Jawa dan atau
Melayu yang kemudian timbul. (Teeuw, 2015:20)
Berbicara tentang karya sastra, berbicara pula tentang pandangan
masyarakat mengenai hasil karya sastra dari masa ke masa. Seperti halnya
pada masa pra kemerdekaan, masyarakat Indonesia mulai mengenal karya
sastra melayu. Dikarenankan kebanyakan penulis masih menulis dengan
bahasa melayu. Mereka memilih sastra melayu rendah karena faktor
kemudahan dalam membacanya. Kemudian sejarah berlanjut, mulai
bermunculan karya sastra yang banyak diminati oleh masyarakat seperti wiro
sableng atau lupus. Seiring kemajuan pemikiran dan perkembangan teknologi
yang pesat, bermuculan penulis-penulis hebat asal Indonesia. Sikap
masyarakat mengenai hasil karya sastra pun meningkat, alhasil setiap ada
karya sastra terbit, mereka segera berbondong-bondong pergi ke toko buku
untuk membelinya. Meski sudah banyak masyarakat yang gemar membaca
dan menghargai karya sastra di Indonesia ini, tidak bisa dipungkiri pula kalau
masih banyak masyarakat kita yang tidak suka membaca.
3
Sastra yang diterapkan pada jenjang SD/MI biasanya mengenai cerita
pendek, puisi, ataupun pantun. Dalam pembelajaran sastra pada siswa SD/MI,
mereka diminta menyebutkan siapa tokoh yang ada di dalam cerita, kemudian
watak dari masing-masing tokoh. Biasanya berkisan diantara unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsiknya. Pembelajaran yang diterapkan disekolah sebenarnya
agar siswa-siswi dapat dengan mudah memahami isi dari sebuah cerita dan
dapat menyimpulkan serta dapat mengambil pelajaran dari cerita tersebut, tak
lupa juga agar menarik minat siswa untuk gemar membaca.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan
istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat
untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah.(Keraf,1994:112)
Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Keraf,1994:113)
Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. (Keraf,1994:140)
4
Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik
kearah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi
kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Nilai-nilai
pendidikan juga dapat membentuk karakter seseorang atau sebagai motivasi
bagi pembaca agar lebih baik lagi.
Novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel dan cerpen mempunyai
kesamaan, yakni merupakan fiksi. Beda novel dan cerpen adalah tokoh di
dalam novel lebih banyak dan permasalahan di dalam novel lebih kompleks
daripada cerpen. Unsur-unsur yang terkandung dalam novel antara lain ada
dua hal yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Pada novel Amelia karya Tere Liye ini, menceritakan tentang gadis
kecil, anak bungsu dari keluarga Syahdan dan Nurmala. Amelia merupakan
anak bungsu dari 4 bersaudara. Kakak-kakaknya adalah Eliana, Pukat, dan
Burlian. Di dalam novel ini juga menceritakan bagaimana cara keluarga ini
mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak yang mandiri. Seperti halnya
Amelia, biasanya anak bungsu merupakan anak yang paling manja, namun
sebaliknya. Di sini diceritakan bahwa pekerjaan rumah dibagi rata sesuai
umur dari masing-masing anak. Misal Amelia yang masih duduk di bangku
kelas 3 mendapat tugas harian yaitu menyapu dan mengepel lantai rumah, tak
5
lupa mencuci sepatu kotornya itu merupakan suatu kewajiban masing-masing
anak.
Pengarang novel ini adalah Tere Liye, lahir 21 Mei 1979 di Sumatera.
Tere Liye menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Kikim Timur,
kemudian juga melanjutkan SMP di SMPN 2 Kikim Timur, Sumatra Selatan.
Kemudian melanjutkan ke SMU N 9 di Bandar Lampung. Setelah selesai
kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia dengan
mengambil Fakultas Ekonomi. Tere Liye merupakan salah satu penulis di
Indonesia yang karya-karya nya laku di pasaran dan menjadi best seller.
Berikut merupakan hasil karya Tere Liye, yaitu: Daun Yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin, Serial Anak-Anak Emak(Eliana, Pukat, Burlian, Amelia),
Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, The Gogons Series
(James & Incridible Incodents, Bidadari-Bidadari Surga, Sang Penandai,
Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku
Antara Jakarta dan Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie dan masih banyak
lagi.
Gaya bahasa yang dimiliki seorang penulis memiliki suatu kekhasan
yang mungkin saja tidak bisa ditiru dengan penulis-penulis yang lain, dan
bahkan gaya bahasa yang terdapat dalam suatu novel memiliki keunikan
tersendiri yang dapat menarik minat baca para pecinta novel. Nilai pendidikan
dalam suatu novel sangatlah penting karena dapat pula membantu
memperbaiki karakter seseorang sehingga dapat menjadi lebih baik lagi.
6
Novel Amelia ini pantas diteliti, karena novel ini merupakan salah satu
novel best seller yang ditulis oleh Tere Liye dan sudah tujuh kali melewati
proses cetak ulang. Novel ini dalam segi kebahasaan memiliki gaya bahasa
yang unik dan pemilihan kalimat oleh si penulis mudah dipahami karena
menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana. Kemudian, penulis juga
berkeinginan untuk meneliti gaya bahasa yang seperti apa yang sering muncul
dalam novel Amelia karya Tere Liye ini. Tidak hanya itu, di dalam novel ini
juga terdapat banyak sekali nilai pendidikan yang dapat diambil. Sehingga
dapat memberikan pembelajaran dan dampak positif bagi pembaca. Dan
berikut sedikit komentar dari para tokoh: “Serial ini sempurna untuk
memahami dunia anak-anak.”-Ulil Absar, “Sebuah kisah yang mengharukan,
sekaligus penuh besitan hikmah. Layak dikoleksi sebagai bacaan keluarga.”-
Ahmadun Yosi Herfanda, Ketua Komunitas Sastra Indonesia.
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti novel tersebut
dengan judul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan
dalam Novel Amelia Karya Tere Liye”
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini membahas permasalahan yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa personifikasi yang digunakan
pengarang dalam novel Amelia karya Tere Liye?
7
2. Nilai Pendidikan apa yang terkandung dalam novel Amelia karya Tere
Liye?
3. Bagaimana relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang
terkandung pada novel Amelia Karya Tere Liye?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa personifikasi yang ditampilkan Tere
Liye dalam novel Amelia.
2. Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia
karya Tere Liye.
3. Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang
terkandung pada novel Amelia Karya Tere Liye.
D. Kegunaan Penelitian
Nilai dari suatu penelitian ditentukan oleh besar kegunaan yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang diharapkan penulis
dan peneliti adalah sebagai berikut:
8
1. Manfaat Teoritis
a. Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui
dimana letak gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye
dalam novel.
b. Dari hasil penelitian ini pula diharapkan agar pembaca dapat lebih
memahami nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam novel
Amelia ini, sehingga dapat menjadi suatu motivasi agar dapat
mencontoh karakter Amelia dalam novel tersebut.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih terhadap
karya sastra, terutama karya sastra yang banyak mengandung gaya
bahasa personifikasi dan nilai pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui secara
mendalam isi dari novel Amelia karya Tere Liye dan mengambil nilai
pendidikan yang terkandung didalamnya.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan
penelitian deksriptif melibatkan mengumpulan data untuk menguji hipotesis
yang berkaitan dengan status atau kondisi objek yang diteliti pada saat
dilakukan penelitian. Penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan dan
9
menginterpretasi apa yang ada. Pada penelitian deskriptif, apabila masalah
penelitian telah didefinisikan, kajian pustaka dan hipotesis telah dibuat,
selanjutnya peneliti harus hati-hati dalam memikirkan pemilihan sampel dan
pengumpulan data (Sumanto,2014:179)
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.
Teknik membaca dilakukan dengan membaca novel Amelia secara cermat
dan mendalam kemudian mencatat data untuk penelitian yang diperlukan
dalam novel tersebut. Teknik ini digunakan untuk mencari gaya bahasa
personifikasi dan nilai pendidikan yang ada pada Novel Amelia.
F. Penegasan Istilah
1. Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.(Keraf, 1994:140)
2. Nilai Pendidikan
Nilai merupakan kadar relasi positif antara suatu hal terhadap
seseorang. Nilai adalah sesuatu atau hal-hal yang berguna bagi
kemanusiaan. Nilai berkitan erat dengan kebaikan yang ada pada sesuatu
hal. Namun, kebaikan itu berbeda denngan sesuatu yang baik belum tentu
bernilai. (Wicaksono, 2015:254)
Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mencapai tujuan
hidupnya yang dilakukan secara terus menerus dan dimulai sejak anak
10
dilahirkan sampai Ia meninggal dunia ‗long life education‘. (Wicaksono
Andri,2014:259)
3. Novel
Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi dalam
ukuran yang panjang (setidaknya 40.000 kata dan lebih kompleks dari
cerpen) dan luas yang dalamnya menceritakan konflik-konflik kehidupan
manusia yang dapat mengubah nasib tokohnya. Novel mengungkapkan
konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain
tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun
hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa yang
lain.(Wicaksono, 2015:77)
G. Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi penelitian naskah dalam lima bab dibagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan isi penelitian. Adapun sistematika penulisan analisis novel
Amelia ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah yang membuat
penulis tertarik untuk meneliti yaitu suatu perkara mengenai Gaya Bahasa
Personifikasi dan Nilai Pendidikan pada novel Amelia. Dalam bab ini juga
11
diuraikan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, penegasan istilah serta sistematika penulisan.
BAB II: BIOGRAFI NASKAH
Dalam bab ini diuraikan tentang biografi naskah dengan memperkuat
kajian teori yang berasal dari pada ahli maupun buku yang dijadikan sebagai
sumber kutipan.
BAB III: DESKRIPSI PEMIKIRAN
Dalam bab ini diuraikan secara lebih umum tentang rumusan masalah
yang sudah ada dengan menjabarkan hal-hal yang akan dibahas lebih lanjut
dalam bab pembahasan.
BAB IV: PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang pembahasan pada tujuan penelitian
yang dibuktikan dengan dari kutipan yang diambil dalam novel Amelia yaitu
sebagai berikut: mendekripsikan nilai gaya bahasa dan nilai pendidikan yang
terkandung dalam Novel Amelia karya Tere Liye, mendeskripsikan
karakteristik tokoh utama dalam Novel Amelia karya Tere Liye,
mendekripsikan gaya bahasa yang terkandung di dalamnya dan relevansi nilai
pendidikan dalam Novel Amelia karya Tere Liye dengan kehidupan sehari-
hari.
BAB V: PENUTUP
Menyajikan kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian yang
diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi pihak yang terkait.
12
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Novel
1. Profil Novel
Judul : Amelia (Serial Anak-Anak Mamak)
Penulis : Tere Liye
Desain dan Ilustrasi Sampul : Mano Wolfie
Penerbit : Republika, Jakarta
Tahun Terbit : 2013
Ukuran : 392 hlm; 20cm
ISBN : 978-602-8997-73-7
2. Sinopsis
Sinopsis adalah hasil dari kegiatan merangkum atau disebut juga
ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai suatu hasil merangkum atau
meringkas suatu uraian menjadi suatu uraian yang lebih singkat dengan
perbandingan secara proposional antara bagian yang di ringkas dengan
ringkasannya. (Handayani, 2012:3)
Pada Bab I menceritakan tentang kakak Amelia yang suka mengatur.
Namanya Eliana. Pagi itu adalah hari libur, dan Mamak harus menyiapkan
bekal makanan untuk penyebar benih di Ladang Mang Dullah. Tetapi
13
Amelia tidah diperbolehkan ikut karena ladangv Mang Dullah sangat jauh.
Hari itu Amelia mendapat tugas menyapu, mengepel, mencuci sepatu dan
merapikan semua kamar. Namun hingga siang hari, Amel masih saja duduk
di teras dan asyik membaca buku. Itu sebabnya Eliana marah dan meminta
Amelia untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumahnya, Eliana selalu
mengecek semua pekerjaan Amelia hingga benar-benar beres. Itulah yang
membuat Amelia kesal dan menurutnya Eliana kakanya adalah si tukang
ngatur-ngatur.
Pada Bab II menceritakan tentang Amelia yang tidak mau jadi anak
bungsu. Itu berawal dari Amelia yang selalu disuruh-suruh Eliana
mengerjakan pekerjaan rumahnya. Sampai Eliana menyita semua buku
bacaan Amelia agar ia bergegas menyelesaikan tugasnya. Hingga malam
harinya Amelia duduk di teras ditemani oleh bapak. Pada saat itulah
Amelia menceritakan kepada Bapak bahwa ia benci menjadi anak bungsu,
ia tidak suka karena anak bungsu selalu di suruh-suruh. Sampai seragam
sekolah pun ia hanya memperolehnya dari lungsuran Eliana. Amelia
mendadak menyadari bahwa kalimat tersebut bisa menyinggung dan
menyakiti hati bapak, kemudia ia langsung meminta maaf kepada bapak.
Pada Bab III menceritakan tentang sekolah yang tiba-tiba diliburkan.
Keesokan harinya, sekolah tiba-tiba diliburkan karena Pak bin, guru di
sekolah tersebut sedang rapat di kota kabupaten, hingga sekolah terpaksa
diliburkan. Kemudian Maya, teman sekelas Amelia mengajak Amelia
14
untuk ikut dengannya memanen jamur di ladangnya. Amelia langsung ikut
tanpa memberitahu kakaknya.
Pada Bab IV menceitakan tentang Amelia pulang dari ladng Maya
pada saat hari menjelang siang, Eliana yang menemukan Amelia baru saja
pulang, langsung saja memarahi Amelia karena tidak meminta izin terlebih
dahulu. Kemudian memuncaklah kekesalan Amelia hingga pada saat ia
mandi, ia mencuci sepatu sekolahnya dengan sikat gigi Eliana.
Pada Bab V menceritakan tentang perasaan bersalah Amelia. Ternyata
tindakan tercela Amelia ketahuan pada saat semua anggota keluarga akan
segera tidur dan Eliana pergi ke kamar mandi untuk sikat gigi dan
menemukan sikatnya yang rusak. Kemudian Amelia duduk di teras rumah
bersama bapak. Amelia menceritakan bahwa ia terpaksa melakukan itu
semua karena ia sangat kesal dan karena ia selalu disuruh-suruh oleh
Eliana. Malam itu juga bapak menceritakan bahwa Eliana seperti itu karena
sayang kepada Amelia.
Pada Bab VI menceritakan tentang hukuman bapak. Keesokan
harinya, hukuman yang diterima Amelia adalah ia menggantikan Eliana
dan ia mengerjakan semua pekerjaan rumah yang selama ini menjadi
tanggung jawab Eliana.
Pada Bab VII menceritakan tentan Amelia yang ingi di panggil Eli,
seperti kakanya. Berawal setelah Amelia selesai mengerjakan tugasnya, ia
disuruh mamak untuk mengambil kayu bakar di hutan bersama Eliana.
15
perjalanan pulang, kaki Amelia malah terkilir dan ia tidak bisa berjalan,
maka Eliana lah yang menggendong Amelia sampai rumah dengan sisa-
sisa tenaganya. Baru saat itu juga Amelia menyadari bahwa selama ini
Eliana sangat menyayanginya, dan ia ingin di panggil Eli karena ia ingin
seperti kakaknya.
Pada Bab VII menceritakan tentang kejadian di sekolahnya. Pada saat
itu Pak Bin menyuruh Amelia untuk mendiktekan buku ipa, namun
ditengah-tengan pembelajaran berlangsung, ada teman Amelia yang
bernama Chuck Norris yang izin ke kamar mandi, sengaja pelajaran
mencatatnya dihentikan untuk menunggu Chuck Norris. namun yang
ditunggu ternyata tidak kunjung datang, padahal sudah setengah jam
lamanya.
Pada bab IX menceritakan Amelia yang diminta oleh Pak Bin untuk
membantu Norris, menemani Norris mengerjakan PR dan cukup bersikap
baik padanya agar Norris merasa ia masih memiliki teman.
Pada Bab X menceritakan tentang percakapan sore hari di rumah Wak
Yati.Saat itu Amelia ditanya oleh Wak Yati, kalau sudah besar Amelia mau
jadi apa. Tetapi ia masih bingung karena disana ada tradisi bahwa anak
bungsu mendapat julukan penunggu rumah yang artinya tidak
diperbolehkan pergi dari kampong tersebut.
Pada Bab XI menceritakan tentang kejadian di sekolah sata pelajaran
Bahasa Indonesia. Pak Bin mengajari Amelia dan teman-temannya belajar
16
mengarang. Di depan kelas dopasang gambar pemandangan pasar,
kemudian anak-anak disuruh mengarang tentang gambar tersebut,
kemudian setelah selesai salah satu karangannya akan dibacakan oleh Pak
Bin di depan kelas.
Pada Bab XII menceritakan tentang Amelia yang pergi ke rumah
Chuck Norris untuk belajar bersama mengerjakan PR mengarang. Namun
ketikan Amelia akan bergegas pulang, ia melihat foto keluaga Norris dan
Amelia bertanya apakah foto itu adalah foto ibu Norris. tetapi ternyata hal
itu memnbuat Norris marah dan menyuruh Amel segera pergi dari
rumahnya
Pada Bab XIII menceritakan tentang masa lalu Norris. ternyata selama
ini ibu Norris pergi dari rumah dan Norris hanya tinggal bersama bapak
dan kakak-kakaknya. Ternyata ibu Norris pergi bukan karena tidak ingin
mengurus Norris melainkan ia sedang sakit dan sedang dirawat di rumah
sakit Kota Provinsi.
Pada Bab XIV menceritakan tentang Pasar Kalangan. Pasar Kalangan
adalah pasar mingguan di kota kecamatan. Amelia dan keluarganya pagi-
pagi sekali sudah berangkat ke Pasar Kalangan dengan membawa
keranjang rotan yang akan dijual nantinya di Pasar Kalangan. Sesampainya
disana Amel membeli buku tentang lukisan yang ternyata juga pilihan
Norris. tetapi Amelia bersikeras bahwa ia yang berhak memiliki buku itu
karena ia yang membayarnya terlebih dahulu. Namun diperjalanan pulang,
17
Amelia dirundungi perasaan bersalah karena sudah bersikap egois terhadap
Chuck Norris. sesampainya diruah, ia segera pergi ke rumah Norris untuk
memberikan buku yang telah dibelinya tersebut.
Pada Bab XV menceritakan tentang ujian lisan peta dunia di
sekolahnya. Amelia berhasil menjawab semua pertanyaan Pak Bin dengan
tepat. Namun setelah pembelajaran selesai, Amelia bertugas piket bersama
Norris. Siang itu mendung dan Amelia meminta tolong kepada Norris
untuk mengembalikan gulungan peta dunia itu ke ruang guru. Tetapi
ternyata Norris hanya meninggalkannya di depan kelas dan gulungan peta
itu hancur terkena air hujan. Amelia sangat marah dan ia bergegas pergi ke
rumah noris untuk bertanya mengapa ia tega sekali meninggalkan gulungan
peta itu di depan kelas hingga sekarang gulungan itu menjadi rusak.
Pada Bab XVI menceritakan tentang Norris yang tidak berangkat
sekolah setelah kejadian itu terjadi. Di kelas saat itu Pak Bin sedang
membacakan PR membuat puisi. Dan kali itu puisi yang dibacakan adalah
milik Amelia. Kejutan besar pada hari itu adalah Norris kembali, ia diantar
bapaknya pergi ke sekolah dengan membawa gulungan kertas besar sekali,
yang ternyata itu adalah peta dunia. Norris yang membuatnya, bakat yang
Norris miliki selama ini adalah menggambar. Peta itu sangat terlihat nyata.
Pada Bab XVII menceritakan tentang memanen kopi di lading milik
keluarga Amel. Amel baru mengetahui bahwa ternyata kopi akan berbuah
banyak jika bibit yang ditanam adalah bibit yang bagus dan dengan cara
18
perawatan yang baik. Namun di kampungnya, para pemilik lading kopi
masih saja menggunakan cara bertani yang mereka dapat dari nenek
moyang, alhasil kopi yang dihasilkannya pun kurang baik dan kurang
maksimal.
Pada Bab XVIII menceritakan tentang rencana bapak setelah
mendapat hasil dari lading kopi. Yaitu Amelia akan mendapatkan sepatu
baru, seragam dan tas baru, Eli tidak jadi menumpang di rumah koh aceng
melainkan ia akan disewakan kamar yang dekat dengan sekolahnya di kota
kelak. Kemudian Burlian dan Pukat akan disunat.
Pada Bab XIX menceritakan tentang sekolah Amelia yang kedatangan
tamu dari kota yang sedang melaksanakan survey yang beralasan agar
strategi dan prestasi di sekolah dapat meningkat. Namun nyatanya mereka
mengganggu jam pelajaran siswa selama 1 jam.
Pada Bab XX menceritakan tentang kekuatan doa. Nek kiba yang
menceritakannya kepada Amelia, Eliana, Pukat dan Burlian.
Pada Bab XXI menceritakan tentang hari dimana Pukat dan Burlian
akan disunar, namun mereka malah melarikan diri dan mengacaukan
acaranya. Beruntung mereka dapat tertangkap, hingga akhirnya mereka pun
di sunat.
Pada Bab XXII menceritakan tentang Kak Eli yang melanjutkan
sekolahnya ke Kota Kabupaten. Semua keluarga mengantar Eliana ke
stasiun kampung.
19
Pada Bab XXIII menceritakan tentang pelajaran mencangkok di
sekolahan Amelia.
Pada Bab XXIV menceritakan tentang Wawak Amelia yang bernama
Wak Yati. Amelia siang itu diminta oleh Mamak untuk mengantarkan
rebung kerumah Wak Yati. Kemudian Amelia membantu Wak Yati
merapikan buku-buku Wak Yati hingga cerita tentang perjalanan Wak Yati
di tanah malaka itu diceritakan kepada Amelia.
Pada Bab XXV menceritakan kasih sayang mamak. Mamak memang
tidak menangis pada saat kepergian Eliana untuk melanjutkan sekolah di
Kota Kabupaten, tetapi itu tidak berarti mamak tidak sedih. Mamak
memang tidak menangis pada saat itu agar Eliana dapat pergi dengan riang
dan tidak merasa terbebani.
Pada Bab XXVI menceritakan tentang petualangan Amelia bersama
Maya dan Paman Unus ke hutan paling dalam di kampungnya dan mereka
disana melihat pohon yang sangat besar. Bisa disebut dengan Pohon
raksasa. Disana Amelia juga diperlihatkan bahwa ada pohon kopi yang
berbuah sangat lebat.
Pada Bab XXVII menceritakan tentang pertemuan tetua kampung
yang berlangsung di rumah Amelia. Pada saat itu Amelia memberanikan
diri untuk mengemukakan pendapatnya bahwa sebaiknya lading kopi yang
ada di kampungnya itu diganti dengan bibit kopi yang lebih baik agar
hasilnya pun lebih banyak.
20
Pada Bab XXVIII menceritakan tentang rencana-rencana besar Amelia
tentang mengganti bibit kopi di kampungnya dengan bibit kopi yang lebih
baik. Tempat penyemaian biji kopi tersebut berada di belakang sekolah
Amelia.
Pada Bab XXIX menceritakan tentang kultur jaringan yang dijelaskan
oleh Paman Unus. Penggunaan kultur jaringan bertujuan agar hasil kopi
yang dihasilkan sama baiknya dengan induknya.
Pada Bab XXX menceritakan tentang gunjingan para warga tentang
Amelia yang menyemai bibit kopi bersama teman-temannya. Ada juga
mereka yang salah paham, mereka mengira hal itu hanya akan
menguntungkan keluarga Amelia, padahal sebenarnya tidak.
Pada Bab XXXI menceritakan tentang Amelia, Maya, Tambusai dan
Norris yang berkeliling kampung untuk memberikan penjelasan kepada
warga mengenai penggantian bibit kopi tersebut agar warga tidak salah
paham lagi.
Pada Bab XXXII menceritakan tentang cita-cita Amelia dan teman-
temannya. Ketika mereka berada di rumah Wak Yati, Tambusai lah yang
pertama ditanya, ia ingin menjadi apa, Tambusai ingin menjadi pedagang,
Norris ingin menjadi pelukis besar, Maya ingin menjadi petualang, namun
sayangnya Amelia belum memiliki cita-cita.
21
Pada Bab XXXIII menceritakan tentang pertemuan besar tetua
kampung yang dihadiri semua warga. Disana Amelia diminta menjelasakan
tentang penggantian bibit kopi di kampungnya tersebut.
Sebenarnya kisah Amel selesai pada pertemuan besar tersebut, namun
Tere Liye menjelaskan kelanjutannya pada epilog. Ternyata rencana
penggantian bibit kopi tersebut gagal total karena beberapa hari setelah
rapat pertemuan besar itu terjadi bencana banjir bandang yang
menghanyutkan 2000 bibit kopi tersebut. Amelia juga melanjutkan sekolah
dan mendapatkan dua gelar doktor sekaligius, yang pertama dalam bidang
pedagogik dan yang kedua dari bidang pertanian kultur jaringan.
3. Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra dari dalam.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud untuk
menyebut sebagian saja misalnya, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan nilai dalam cerita.
Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Amelia adalah sebagai
berikut:
22
a. Tema
Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita
menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan,
kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema
suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur
karangan. Bisa saja tema “dititipkan” dalam unsur penokohan, alur, atau
latar.
Tema dalam novel ini adalah tentang sebuah keluarga sederhana yang
memiliki 4 anak spesial, dan anak terahir dari keluarga tersebut adalah
Amelia, anak kelas 3 SD (Sekolah Dasar) yang memiliki pemahaman dan
keteguhan hati lebih kuat dari ketiga kakanya dan anak seumuran lainnya.
Novel ini juga mengajarkan tentang keberanian mengemukaan pendapat
seorang anak seusia Amelia. (Kosasih, 2008:55)
b. Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan
mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. (Kosasih, 2008:61)
Berikut tokoh-tokoh dalam novel Amelia:
1) Amelia
Tokoh Amelia merupakan tokoh utama dalam novel ini, dia
merupakan anak yang kuat dalam hal keteguhan hatinya dan
pemahamannya.
23
―Kau anak paling kuat di keluarga ini, Amel. Benar sekali. Bukan
kuat secara fisik, tapi kuat dari dalam.kau adalah anak yang
paling teguh hatinya, paling kokoh dengan pemahaman baik.
Lihatlah, bahkan pembicaraan seperti ini tidak akan kita peroleh
dari Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak Burlian. Tapi kau, dengan
usia yang jauh lebih muda, bisa menunjukkan kemampuan
memahami dengan baik. Tidak usah dipikirkan, Bapak maafkan
soal baju lungsuran itu.‖ (Liye, 2013:26)
Amelia juga merupakan anak yang baik hati, ia tetap sabar meski
ada temannya yang sudah membuatnya jengkel.
―Apa kubilang, Amel.‖ Maya menepuk lenganku. ―seharusnya
kau tidak meminjamkan apa pun ke biang rebut itu. Dijamin tidak
akan kembali.‖
Aku menghembuskan napas, tidak mendengarkan kalimat Maya.
Buku tulis itu penting sekali. Semua catatanku ada di sana. Tapi
sudahlah, Norris telah menghilangkannya. Aku akan meminjam
buku tulis Maya atau Lamsari, dan menyalinnya, masih banyak
solusi atas masalah ini.(Liye, 2013:67)
2) Eliana
Eliana adalah kakak pertama Amelia, dia adalah anak yang
pemberani.
―Kau juga terlalu kecil untuk tahu, saat usia kau masih dua
tahun, Kak Eli-lah yang menjaga kau di rumah saat Mamak dan
Bapak ke lading. Tidak pernah lalai, tidak pernah meninggalkan.
Hari itu seekor anjing liar masuk ke halaman rumah, menaiki
anak tangga. Kakak kau sendirian. Dia ketakutan setengah mati.
Tapi dia tidak pergi. Dia memeluk adiknya yang menangis.
Sendirian Kak Eli berusaha mengusir anjing itu. Menyuruh
adiknya tengkurap lantas Kak Eli memeluknya dari
atas,melindungi sepenuh hati. Jika tidak ada Pak Bin yang
kebetulan lewat, entahlah apa yang terjadi.‖(Liye. 2013:58)
24
3) Pukat
Pukat adalah Kakak ke 2 Amelia, dia merupakan anak yang jenius
dan unik karena kadang ia sampai dimarahin mamak karena rasa
penasarannya.
Hanya si jenius, Kak Pukat, yang membuat sendiri perahu otok-
otok-nya dengan mengambil kaleng sarden, kaleng kopi, kaleng
apa saja milik Mamak-yang kadang jadi masalah. Menurut Kak
Pukat, membuat perahu sebesar genggaman tangan itu mudah.
Hanya butuh bagian tempat meletakkan kapas dilumuri minyak,
kemudian dinyalakan. Api akan memanaskan bagian pipa yang
berfungsi seperti knalpot, kemudian uap menyembur dari ujung
knalpot tersebut, membuat perahu bergerak di atas permukaan air
dengan mengeluarkan suara ―otok-otok-otok-otok‖.(Liye,
2013:12)
4) Burlian
Burlian adalah kakak ke 3 Amelia, Ia merupakan anak yang
spesial yang akan melihat dunia luas, pergi ke banyak tempat.
―Juga Burlian, anak itu spesial sekali. Kakak kau yang satu ini
akan melihat dunia luas, pergi ke banyak tempat,mungkin akan
menjadi pujangga besar.‖(Liye, 2013:104)
5) Maya
Maya adalah teman baik Amelia, dia juga teman sebangku
Amelia.
―Pagi, Maya.‖ Aku masuk ke dalam kelas, berseru senang.
Ternyata ada teman sekelasku yang telah datang, malah teman
satu meja, Maya.(Liye, 2013:29)
25
6) Norris
Norris adalah teman satu kelas Amelia, dia terkenal anak yang
paling susah di atur dan sok berkuasa.
Aku mengangguk paham. Satu sekolah juga tahu, si Norris ini
adalah anak paling susah diatur, mau menang sendiri, dan sok
berkuasa. Di sekolah kami, piket selalu dilakukan setelah pulang
sekolah, dua orang. Nasib malang bagi Maya, teman semejaku
itu, Ia dipasangkan dengan Chuck Norris. ini masih mending si
Norris mau membantu piket pagi-pagi. Biasanya Ia kabur, pergi
bermain di lapangan.(Liye, 2013:31)
7) Tambusai
Tambusai adalah teman sekelas Amelia.
Salah seorang teman sekelasku mengacungkan tangan. Tambusai
namanya. Nama lengkapnya keren sekali, Tuanku
Tambusai.(Liye, 2013:79)
8) Mamak dan Bapak
Mamak dan bapak Amelia bernama Syahdan dan Nurmas, mereka
orangtua yang sangat baik yang tidak akan melarang anaknya untuk
pergi jauh demi menuntut ilmu.
―Tapi lagi-lagi tidak perlu kau pikirkan seserius itu, Amel. Itu
hanya tradisi. Masa depan kau, mau jadi apa kau kelak, Miesje,
itu semua adalah pilihan kau sendiri. Wawak tahu persis
pemahaman orangtua kau. Syahdan dan Nurmas tidak akan
menghalangi anak-anaknya pergi jauh. Bahkan, mereka sendiri
yang akan melepaskan anak-anaknya.‖ Wak yati menepuk lembut
lenganku.(Liye, 2013:107)
9) Wak Yati
Wak Yati adalah wawak Amel, dia kakak dari ayah Amel. Wak
Yati orangnya baik hati dan bijaksana sekali setiap memberi nasehat.
26
―Coba kau bayangkan, Miesje. Jika seluruh anak-anak pintar
seperti Kak Eli, Burlian, Pukat dan juga kau memilih pergi ke
kota, maka siapa yang akan mengurus kampong kita? Siapa yang
akan membuat kampong ini maju? Membuat penduduknya lebih
makmur? Berpuluh tahun lembah ini tetap begini-begini saja,
tidak banyak berubah. Diwariskan turun-temurun dengan dengan
segala keterbatasan. Ketika semua anak pintar memilih tinggal di
kota, maka kampong akanberkembang dengan lambat. Nah,
kenapa harus anak bungsu? Karena biasanya anak paling
bungsulah yang paling dekat secara emosional dengan orangtua.‖
(Liye, 2013:106)
10) Pak Bin
Pak Bin adalah guru kelas Amelia, beliau mengajar 6 kelas
sekaligus setiap hari.
Di sekolah kami, praktis hanya ada satu orang guru. Kami
memanggilnya, Pak Bin. Sebenarnya ada satu guru PNS lagi
merangkap kepala sekolah, tapi beliau tinggal di Kota Kabupaten.
Kadang datang, lebih sering tidaknya. Kalau datang ke sekolah
hanya sehari, sisanya kembali ke kota.
Terkadang, ada juga satu guru honorer lainnya, meski situasinya
sama saja. Mereka mengajar demi syarat mengajukan jadi guru
PNS—yang hanya memerlukan rekomendasi telah mengajar
sekian tahun kepada kepala sekolah, padahal baru mengajar
hitungan minggu. Kebanyakan guru –guru honorer ini kerebat
dekat dari kepala sekolah atau orang kota. Jika sudah diangkat,
pindah mengajar di kota. Jadi hanya Pak Bin yang setiap hari
mengajar di sekolah. (Liye, 2013:32)
11) Nek Kiba
Nek Kiba adalah guru ngaji Amelia setiap sore.
―Bagus. Berarti sama. Aku lupa meletakkan buku kau di mana,
Amel. Hanya lupa, bukan berarti aku jadi berdosa, jan? tuhan
saja maha pemaaf, puasanya tidak batal. Masak kau tidak bisa
memaafkan. Bukankah kau murid kesayangan Nek Kiba? Selalu
27
duduk di depan setiap kali mengaji. Seharusnya kau paham lebih
dari siapa pun.‖ Norris nyengir lebar sekali.(Liye, 2013:110)
12) Paman Unus
Paman Unus adalah adik satu-satunya mamak Amelia, dia adalah
paman Amelia.
Kak Burlian dan Kak Pukat ikut merapat, menyapa Paman. Juga
Kak Eli, yang wajahnya terlihat berseri-seri. Bertanya apa kabar.
Paman Unus adalah adik satu-satunya Mamak, juga satu-satunya
orang dewasa di kecamatan yang kuliah. Usianya dua puluh
tujuh, masih bujangan. Paman lulusan Universitas kota Provins,
jurusan Teknik Sipil. Sempat bekerja di Ibukota, tapi memutuskan
kembali ke kampung dan tinggal di Kota Kecamatan, tempat
keluarga besar Mamak Tinggal.(Liye,2013:188)
c. Alur
Alur adalah pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan
sebab-akibat. Pola pengembangan cerita cerpen atau novel tidaklah
seragam. Jalan cerita suatu novel kadang-kadang berbelit-belit dan penuh
kejutan, tetapi kadang-kadang sederhana. Hanya saja, bagaimanapun
sederhananya alur suatu novel, tidak akan sesederhana jalan cerita dalam
cerpen. Novel akan memiliki jalan cerita yang panjang. Itu karena tema
cerita yang dikisahkannya lebih kompleks dengan persoalan para
tokohnya yang juga lebih rumit. (Kosasih, 2008:58)
Alur yang digunakan dalam novel Amelia ini adalah alur maju.
―Bangun, Amel! Suara khas Kak Eli terdengar nyaring di langit-langit
kamar.
Aku membuka mata, masih terpicing sebelah.
28
―Ini hamper pukul enam, bergegas bangun, shalat, mandi. Kau tidak
sekolah hari ini?‖
Aku bergegas mengambil air wudhu di pipa bamboo luar kamar
mandi, mengabaikan Kak Burlian dan Kak Pukat yang berebut siapa
mandi duluan. Mengerjakan shalat sebaik mungkin, daripada nanti
ada yang cerewet menyindirku shalat seperti maling dikejar orang
sekampung.(Liye, 2013:27)
Pagi ini indah sekali. Setelah semalaman hujan turun, matahari cerah
menyiram halaman sekolah. Aku semangat berlari-lari kecil,
berangkat lebih dulu disbanding Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak
Burlian yang selalu paling akhir berangkat sekolah. Rumput masih
basah, menyisakan embun di ujungnya yang runtuh karena gerakan
kakiku. Sepagi ini, halaman sekolah masih lengang, baru ada
beberapa anak yang menyapaku.(Liye, 2013:29)
d. Latar
Latar merupakan unsur intrinsik karya sastra. Latar meliputi latar
tempat dan latar waktu.
1) Latar Waktu
a) Pagi Hari
―Bangun, Amel‖
Aduh, ini kan hari libur, apa pentingnya bangun pagi-pagi, aku
protes dalam hati. Suara gerimis, suasana dingin, lebih baik
meringkuk dibawah kemul.(Liye, 2013:5)
Cahaya matahari pagi menerpa atap-atap genteng rumah.
Lembut menerabas kabut yang mulai menipis. Suara burung
terdengar ramai, loncat lincah di atas ranting belukar.(Liye,
2013:145)
b) Siang Hari
Kami tiba di rumah pukul dua belas tepat, sebelum adzan zuhur.
Mamak menyuruhku dan Kak Eli makan siang, lalu shalat.
Setelah istirahat sebentar, kami kembali ke lading karet. Seperti
29
yang Mamak suruh, sepanjang hari kami bolak-balik ke lading
karet.(Liye, 2013:71)
―Maksud Kakak, ini sudah pukul dua belas lebih, Amel! Apa
yang kau lakukan? KAu hanya membaca saja sejak tadi pagi,
hah? Lihat, lantai belum kau pel sama sekali. Kamar-kamar
masih berantakan semua. Sepatu sekolah belum kau cuci.‖ Kak
Eli berseru lantang, terlihat jengkel.(Liye, 2013:15)
c) Sore Hari
Kak Pukat dan Kak Burlian baru pulang menjelang maghrib.
Ternyata mereka membawa perahu otok-otok ke kampong
tetangga, berlomba disana bersama teman-teman sekelas. Seru
bermain membuat mereka abai matahari telah beranjak
tumbang. Lantas lari terbirit-birit, bergegas pulang. Sayangnya
tetap saja telat.(Liye, 2013:19)
Kak Eli bolak-balik memeriksa lantai yang ku-pel, memastikan
semua bersih mengilap, sesuai standar versi miliknya. Juga saat
membersihkan kamar-kamar. Dengan perasaan dongkol aku
harus mengerjakannya di bawah tatapan tajam Kak Eli. Berkali-
kali disuruh mengerjakan ulang, seolah baru kemarin aku
belajar memasang seprai, melipat kemul. Hanya satu tugas
Mamak yang tidak sempat kukerjakan, mencuci sepatu
sekolahku. Sudah terlanjur sore dan awan hitam menggelayut di
langit, nanti tidak kering dijemur.(Liye, 2013:20)
d) Malam Hari
Malam datang membungkus perkampungan. Hujan deras
akhirnya turun. Jalanan depan rumah sepi. Tidak terlihat orang
lewat seperti biasa, membawa obor bamboo. Siapa pula yang
mau berpergian malam-malam hujan begini, kecuali urusannya
penting sekali.(Liye, 2013:20)
Aku yang telah menarik kemul, bersiap memajamkan mata,
langsung merasakan ada yang tidak beres. Jantung berdetak
lebih kencang. Aduh, kenapa aku jadi pencemas sekali? Belum
tentu juga Kak Eli tiba-tiba berteriak karena aku, kan? Boleh
jadi karena ada tikus melintas di kakinya.(Liye, 2013:52)
30
2) Latar Tempat
a) Kamar Amelia
―Bangun, Amel!‖ mamak sudah tiba di pintu kamar. Tudung
rambutnya agak miring. Pakaiannya terlihat kotor oleh bumbu
masakan. Tangannya bahkan masih memegang irus, sendok
besar untuk menyendok sayur. Mamak selalu sibuk, dalam
situasi apapun. Aku tidak pernah melihat Mamak tidak sibuk.
Tangannya pasti memegang sesuatu, dan ia selalu banyak
pekerjaan.(Liye, 2013:7)
b) Sekolah
―Pagi, Maya.‖ Aku masuk ke dalam kelas, berseru senang.
Ternyata ada teman sekelasku yang telah datang, malah teman
satu meja, Maya.(Liye, 2013:29)
c) Teras Rumah Amelia
Kak Pukat dan Kak Burlian ada di kamar mereka. Mamak
menyuruh mereka belajar, dilarang keluar kamar. Entah apa
yang dilakukan sigung nakal itu. Boleh jadi lagi sembunyi-
sembunyi tertawa cekikikan di dalam kamar, membahas balap
perahu otok-otok. Kak Pukat dan Kak Burlian selalu cepat
melupakan omelan karena mereka berdua kompak. Dimarahi
satu jam, maka satu jam berikutnya mereka telah asik bermain,
merencanakan hal lain. Aku akhirnya memutuskan duduk di
teras, di bangku kayu panjang. Menatap perkampungan yang
gelap. Menatap tetes air dari atap dan hujan deras.(Liye,
2013:20)
d) Ladang Jamur Milik Maya
Tetapi, jamur yang tumbuh di lading milik keluarga Maya jauh
lebih mencengangkan. Aku sampai terantuk akar pohon saking
asyiknya menatap lading. Belum pernah kulihat jamur tumbuh
sebanyak ini. Cerita Maya sepanjang jalan menuju ladangnya
benar. Lihatlah, lading Maya yang sebenarnya tidak terawatt,
sekarang dipenuhi oleh jamur setiap sudutnya.(Liye, 2013:37)
31
e) Rumah Wak Yati
Aku berlari-lari kecil mendahului Kak Eli, menaiki anak tangga,
menuju teras rumah panggung. Belum lengkap mulutku hendak
memanggil,Wak Yati telah melangkah keluar dari pintu.
Wajahnya terlihat riang, senyum mengembang dari wajahnya
yang keriput.(Liye, 2013:101)
f) Rumah Norris
Rumah panggung keluarga Norris sepi. Angin bertiup lembut
membuat anak rambutku bergerak-gerak. Aku mendorong pintu
pagar, berseru mengucap salam. Terdengar jawaban salam,
suara serak orang dewasa.(Liye, 2013:127)
g) Pasar Kalangan
Kami tiba di Pasar Kalangan satu jam kemudian. Pakaianku
lembap oleh keringat. Menyeka dahi yang berpeluh. Mamak
langsung menuju pengepul anyaman keranjang di pojok pasar.
Mamak sudah mengenal pembelinya, teman Paman Unus dari
kota. Tanpa tawar-menawar, keranjang itu dinaikkan semua ke
atas mobil pick-up. Teman Paman Unus menyerahkan uang yang
telah dihitung. Transaksi selesai.(Liye, 2013:148)
h) Ladang Kopi
Kami tiba di lading kopi satu jam kemudian. Semua bekal
diturunkan, diletakkan di bawah pondok kayu beratap daun
enau. Mamak menyuruh Kak Eli dan beberapa remaja tanggung
merapikan bekal tersebut. Sementara Bapak membagikan
keranjang kosong untuk mulai memetik buah kopi.(Liye,
2013:190)
i) Rumah Nek Kiba
Rumah panggung Nek Kiba segera lengang. Anak-anak
menuruni tangga, berlarian di halaman. Obor-obor dari bambu
yang mereka bawa terlihat seolah menari-nari di sepanjang
jalan.(Liye, 2013:220)
32
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.
Posisi pengarang terdiri atas dua macam, yaitu berperan langsung sebagai
orang pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai
pengamat. (Kosasih, 2008:62)
Pada novel Amelia ini, sudut pandang pengarang sebagai orang
pertama, yang berperan langsung di dalam cerita.
Aku menoleh, menggeleng. Bagaimana aku mau membaca buku, Kak
Eli menyita seluruh bukuku, dan baru dikembalikan kalau ia mau
mengembalikan, yang itu berarti terserah-serah Kak Eli. Tadi
sebenarnya aku mau mengadu soal itu ke Bapak, tapi Kak Eli selalu
punya ‗akasan baik‘ kenapa terpaksa menyita bukuku. Dan meskipun
Bapak selalu membelaku, setiap ada maslah dengan Kak Eli, tapi
Bapak juga selalu menyuruhku membereskan sendiri masalahnya. Jadi
percuma.(Liye, 2013:21)
f. Gaya Bahasa
Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau
suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan
hubungan dan interaksi antar tokoh. Kemampuan sang penulis dalam
menggunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang
berterus-terang atau satiris, simpatik, atau menjengkelkan, dan objektif
atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi
adegan yang seram, adegan cinta, peperangan, keputusasaan, atau
harapan.(Kosasih, 2008:64)
33
Gaya bahasa yang sering muncul dalam novel tersebut adalah gaya
bahasa personifikasi. Berikut contoh-contohnya:
1) Pagi baru saja menyapa. (Liye, 2013:5)
2) Gerimis sudah berhenti, digantikan cahaya matahari yang lembut
membasuh perkampungan.(Liye, 2013:14)
3) Matahari telah tergelincir dari titik tertingginya. Sudah lewat waktu
dzuhur.(Liye, 2013:44)
g. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya.
Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah, kita sebagai
pembaca dapat mencontoh siap dari Amelia, Amelia adalah anak yang
kuat dalam keteguhan hatinya dan pemahaman yang baik untuk anak se
usianya. Dia juga anak yang mau memaafkan temannya, meski temannya
itu selalu membuatnya kesal dan menjengkelkan. Amelia anak yang
berani, bahkan ia pun berani mengutarakan pendapatnya dalam rapat tetua
kampung yang diselenggarakan di rumahnya demi kemajuan
kampungnya.
B. Biografi Penulis
Nama Tere Liye merupakan nama seorang penulis berbakat tanah air. Dari
beberapa informasi yang beredar di internet nama aslinya adalah Darwis. Tere
34
Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa India yang artinya
untukmu. Bebas diartikan untuk siapa saja, sebuah persembahan karya untuk
Sang Maha Segalanya, Tampaknya Tere Liye tidak ingin dikenal oleh
pembacanya. Hal ini terlihat dari sedikitnya informasi tentang kehidupan dan
keluarganya yang pembaca dapat melalui bagian “tentang penulis yang
terdapat pada bagian belakang sebuah novel. Ia bisa di anggap salah satu
penulis yang telah banyak mengeluarkan karya-karya best seller. Saat ini ia
telah menghasilkan banyak karya, bahkan beberapa di antaranya telah di
angkat ke layar lebar.
Tidak seperti penulis lain yang kebanyakan memasang foto, kontak nomor
yang bisa dihubungi, profil lengkap pada setiap karyanya. Akan tetapi Tere
Liye memang tidak ingin dipublikasikan ke media umum terkait dengan
kehidupan pribadinya, mungkin alasannya karena Tere Liye ingin
mempersembahkan karya terbaiknya dengan sederhana dan tulus.
Nama aslinya adalah Darwis. Darwis lahir pada tanggal 21 Mei 1979 di
pedalaman Sumatera Selatan, di Tandaran Palembang. Darwis lahir di dekat
Bukit Barisan. Ia tinggal dikelilingi hutan, dilingkari sungai, dibentengi bukit
dan gunung. Ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang sangat sederhana,
Ayahnya bernama Syahdan (beliau meninggal beberapa tahun lalu) sedangkan
ibunya bernama Nurmas. Walaupun sudah ditinggal ayahnya, tapi Darwis
mempunyai semangat yang tinggi juga mempunyai mimpi-mimpi besar
tentang hidup. Darwis juga sangat antusias dalam mempelajari ilmu agama.
35
Selain itu, ia juga pernah mendalami ilmu agama disalah satu pondok
pesantren di daerah Sumatera.
Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan di karuniai seorang
putra bersnama Abdullah Pasai dan seorang putrid bernama Faizah Azkia.
Tere Liye tumbuh di Pedalaman Sumatra, ia tumbuh di keluarga yang sangat
sederhana dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara. Kemudian,
novel-novel karya Tere Liye yang diangkat menjadi film layar lebar dalah
novel Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga. Satu satunya
sarana yang digunakan Tere Liye untuk berkomunikasi dengan para
penggemarnya adalah email [email protected].
Pendidikan sekolah dasar yang ia lalui di SDN 2 Kikim Timur Sumatera
Selatan, kemudian setelah lulus melanjutkan ke SMPN @ Kikim Timur
Sumatera Selatan. Lalu mengenyam pendidikan menengah atas di SMUN 9
Bandar Lampung. Terahir ia kuliah di Universitas Indonesia pada Fakultas
Ekonomi.
C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye
Setiap penulis memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam penulisan
novel. Tere Liye biasanya menyuguhkan novel yang menyentuh, dan bisa
membuat para pembacanya hanyut dan merasa seolah-olah menjadi tokoh
dalam novel atau menyaksikan sendiri kejadian-kejadian dalam novel
tersebut. Tere Liye tidak hanya mampu mengolah kata sedemikian baiknya,
36
namun mampu memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam setiap
nomelnya. Entah itu pemahaman tentang arti kehidupan, tentang arti keluarga,
tentang arti kehilangan sehingga pembaca dapat memahami bahwa apapun
yang ada di dunia ini bukanlah milik kita, namun milik sang pemberi
kehidupan, adapun tentang dunia anak-anak yang dapat di sajikan oleh Tere
Liye dengan sedemikian baiknya, dunia anak-anak yang bahkan belum pernah
penulis bayangkan sebelumnya, dimana rasa ingin tahu dan proses belajar
menyatu dengan kepolosan, kenakalan dan keisengan anak kecil.
Tere Liye juga selalu mengaitkan permasalahan dalam setiap novelnya
dengan keagamaan dan terkadang menyampaikan bahwa setiap apa yang kita
inginkan tidak selalu dapat terpenuhi, sehingga banyak juga karya-karya Tere
Liye yang mengajarkan arti kesabaran.
Dari karya-karya Tere Liye membagi pemahaman bahwa sebetulnya
hidup ini tidaklah rumit seperti yang sering terpikir oleh kebanyakan orang.
Hidup adalah anugrah yang Kuasa dan karena anugrah berarti harus disyukuri.
―Bekerja keras dan selalu merasa cukup, mencintai, berbuat baik dan selalu
berbagi, senantiasa bersyukur serta berterimakasih, maka Ia percaya bahwa
kebahagiaan itu sudah berada di tangan kita‖.(Nurhidayati, 2016:16)
37
D. Karya-karya Tere Liye
Tere Liye merupakan penulis berbakat yang dimiliki Indonesia dengan
sebagian besar karyanya merupakan best seller, seperti halnya novel yang
diteliti oleh penulis.
Inilah beberapa novel karya Tere Liye yang lainnya beserta kutipan
sinopsis yang telah tersebar di seluruh Indonesia, yaitu:
1. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
Novel ini mengangkat kisah seorang bocah perempuan bermata hijau
telaga yang baru berusia 6 tahun. Gadis cilik tersebut bernama Delisa.
Ia merupakan anak bungsu di dalam keluarganya. Adapun kakak-
kakak Delisa adalah Cut Fatimah, Cut Zahra dan juga Cut Aisyah.
Keluarga Delisa berdomisili di Lhok Nga. Delisa dan saudara-
saudaranya hanya tinggal bersama Ummi, sebab sang Abi bekerja
sebagai mekanik kapal yang berbulan-bulan ikut di kapal yang
berlayar.
2. Kisah Sang Penandai (Mahakata, 2005)
Duhai, apakah kau akan memilih mati ketika cinta sejatimu tidak
terwujudkan? Ataukah hanya bisa memeluk lutut, menangis tersedu,
bersembunyi di balik pintu seperti anak kecil tidak kebagian sebutir
permen? Adalah Jim, pemuda yatimp-piatu dipilih oleh Sang Penandai
(penjaga dongeng-dongeng), untuk mengukir kisah melupakan sang
pujaan hati, Nayla. Adalah Jim, pemuda yang jangankan memegang
pedang, membaca pun dia tidak bisa, terpilih untuk menggurat cerita
tentang berdamai dengan masa-lalu. Dia harus menyelesaikan pahit-
getir perjalanannya apapun harganya!
3. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 2. Republika, 2009)
Jalan ini tidak pernah berujung, Burlian-Kun tidak pernah…. Jalan-
jalan ini akan terus mengalir melewati lembah-lembah basah, lereng-
lereng gunung terjal, kota-kota, desa-desa eksotis nan indah, tempat-
tempat yang memberikan pengetahuan, tempat-tempat yang
menjanjikan masa depan, lantas jalan ini akan terus, terus menuju
38
pelabuhan-pelabuhan, bandara-bandara, dan dari sana kau bahkan bisa
pergi lebih jauh lagi menemukan sambungan jalan berikutnya,
mengelilingi dunia, melihat seluruh dunia, masa depan anak-anak
kampong, masa depan bangsa kalian, masa depan kau yang penuh
kesempatan Burlian-kun.
4. Pukat (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 3. Republika, 2010)
“Jangan pernah membenci mamak kau, jangan sekali-kali. Karena jika
kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kau, Amelia,
Burlian, dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum
sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta easa sayangnya
kepada kalian…”
5. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 4 Republika, 2011)
Pernahkah kau memperhatikan, siapa orang terahir yang bergabung di
meja makan? Orang yang terahir menyendok sisa sayur, bahkan
kadang kala kehabisan makanan di piring? Lantas siapa pula yang
terahir beranjak tidur, baru bisa memejamkan mata setelah
memastikan anak-anaknya tidur? Ia selalu menjadi yang terahir dalam
setiap urusan. Dan ia pula yang selalu menjadi yang pertama dalam
urusan lainnya, Ia yang pertama bangun, Ia yang pertama
membereskan rumah, Ia yang pertama ada saat anak-anaknya sakit,
terluka, dan membutuhkannya. Tidakkah kau memperhatikannya?
6. Bumi (Gramedia Pustaka Utama, 2014)
Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh.
Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian,
Aku punyadua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan
Papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku
baik dan kompak.
Aku sama seperti remaja kebbanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang
kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.
Namaku Raib. Dan aku bisa menghilang.
7. Rindu (Republika, 2014)
“Apalah arti memiliki,
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
39
Apalah arti kehilangan,
ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan,
dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta,
ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah?
Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang
seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan?
Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu?
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
8. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (Gramedia Pustaka
Utama, 2014)
“Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta”
Kumpulan 24 sajak dengan ilustrasi ternaik dari Tere Liye.
Sajak tentang memiliki, pun tentang melepaskan.
Sajak tentang pertemuan, juga tentang perpisahan.
Sajak tentang kebahagiaan, juga tentang kesedihan.
Tambahkan pula sajak bergurau, bercanda dengan perasaan.
Para pecinta adalah pujangga terbaik yang pernah ada.
Dan kasih sayang pun adalah sumber inspirasi paling deras yang
pernah ada.
Hadiahkan sajak-sajak ini un tuk orang yang paling kita sayangi.
Agar mereka paham tentang perasaan.
Karena sungguh:
“Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta
9. Bulan (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
Namanya Seli, usianya 15 tahun, kelas sepuluh. Dia sama seperti
remaja yang lain. Menyukai hal yang sama, mendengarkan lagu-lagu
yang sama, pergi ke gerai fast food, menonton serial drama, film, dan
hal-hal yang disukai remaja.
40
Tetapi ada sebuah rahasia kecil Seli yang tidak pernah diketahui siapa
pun. Sesuatu yang dia simpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang
menakjubkan dengan tangannya.
Namanya Seli. Dan tangannya bisa mengeluarkan petir.
10. Pulang (Republika, 2015)
“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku di tubuhnya.
Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak disbanding di
matanya.”
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi
pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.
11. #aboutlove (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
Jatuh cinta adalah salah satu anugerah terbaik. Cinta member kita
kesempatan untuk memahami banyak hal. Cinta juga menjadikan kita
lebih dewasa, lebih berani, dan bertanggung jawab. Cinta pula yang
menjadikan manusia sebagai manusia.
Masing-masing dari kita memiliki kutipan favorit tentang cinta. Satu,
sepuluh, atau bahkan seratus kutipan seperti yang ada dalam buku ini
bisa menjadi pegangan kita dalam mencinta.
12. Matahari (Gramedia, 2016)
Namanya Ali, usianya 15 tahun. Kelas X. Jika saja orangtuanya
mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir ilmu fisika
program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai
sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua
memboxankan baginya. Tapi sejak dia mengetahui ada yang aneh pada
diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan
berubah seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir.
Ali sendiri mempunyai rahasia kecil. Dia bisa berubah menjadi
beruang raksasa. Kami bertiga kemudian berpetualang ke tempat-
tempat menakjubkan.
Namanya Ali. Dia tahu sejak dulu dunia ini tidak sesederhana yang
dilihat orang. Dan du atas segalanya, dia akhirnya tahu persahabatan
adalah hal yang paling utama.
41
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah
style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk
menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah. (Keraf, 1994:112)
Bila kita melihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya
adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku,
berpakaian, dan sebagainya. Dengan menerima pengertian ini, maka kita dapat
mengatakan, “Cara berpakaiannya menarik perhatian orang banyak”,” Cara
menulisnya lain dari kebanyakan orang”, gaya bahasa adalah cara
menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang dapat mempergunakan bahasa
itu. (Keraf, 1994:113)
Gaya Bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
(Keraf, 1994:113)
42
Sebenarnya, Tere liye memakai banyak gaya bahasa dalam novelnya yang
berjudul Amelia. Namun yang banyak muncul atau mendominasi novel
tersebut adalah gaya bahasa personifikasi.
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. (Keraf, 1994:140)
Berikut kutipan novel yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi:
1. Gerimis membungkus perkampungan.
Sejauh mata memandang terlihat tetes air. Di ujung-ujung genteng,
dedaunan, juga halaman. Tidak lebat. Tidak sampai menghalangi
penduduk kampung kami pergi ke ladang menyadap karet, menyiangi
rumput kebun kopi, atau ke hutan mencari rotan dan bambu.(Liye,
2013:5)
2. Pagi baru menyapa. Di jalan depan rumah panggung terlihat beberapa
tetangga yang kukenal, menyampirkan keranjang di punggung, berjalan
bergegas di bawah rinai. Satu dua mengenakan plastic besar sebagai jas
hujan. Lebih banyak yang memakai topi lebar. Kata Pak Bin, penduduk
kampung kami itu memang rajin-rajin. Sepagi ini, hujan tidak membuat
mereka mengeluh, apalagi menunda pekerjaan. (Liye, 2013:5)
3. Dan Mamak dengan suara nyaring, langsung menyahut dari dapur,
―Bangunkan segera adik-adik kau, Eli. Hari ini Mamak dan Bapak akan
sibuk sekali membantu Mang Dullah menebar bibit padi. Harus segera
berangkat pagi-pagi buta.‖(Liye, 2013:6)
4. ―BURLIAN!! PUKAT!!‖ Suara Kak Eli memotong hembusan napasku.
Memecah suara gerimis, ―Kalian mau ke mana?‖ (Liye, 2013:11)
5. Aku segera terbenam, asyik membaca. Duduk di kursi kayu panjang teras
rumah. Gerimis sudah berhenti, digantikan cahaya matahari yang lembut
membasuh perkampungan. Dan waktu berlalu sepat tanpa terasa.(Liye,
2013:14)
6. Kak Pukat dan Kak Burlian baru pulang menjelang maghrib. Ternyata
mereka membawa perahu otok-otok ke kampung tetangga, berlomba di
43
sana bersama teman-teman sekelas. Seru bermain membuat mereka abai
matahari telah beranjak tumbang.lantas lari terbirit-birit, bergegas
pulang. Sayangnya tetap saja telat (Liye, 2013:19)
7. Kak Eli bolak-balik memeriksa lantai yang ku-pel, memastikan semua
bersih mengilap, sesuai standar versi miliknya. Juga saat membersihkan
kamar-kamar. Dengan perasaan dongkol aku harus mengerjakannya
ulang, seolah baru kemarin aku belajar memasang sprai melipat kemul.
Hanya satu tugas Mamak yang tidak sempat kukerjakan, mencuci sepatu
sekolahku. Sudah terlanjur sore dan awan hi\am menggelayut di langit,
nanti tidak kering di jemur. (Liye, 2013:20)
8. Malam datang membungkus perkampungan. Hujan deras akhirnya turun.
Jalanan depan rumah sepi. Tidak terlihat orang lewat seperti biasa,
membawa obor bambu. Siapa pula yang mau bepergian malam-malam
hujan begini, kecuali urusannya penting sekali (Liye, 2013:20)
9. Pagi ini indah sekali. Setelah semalam hujan turun, matahari cerah
menyiram halaman sekolah. Aku semangat berlari-lari kecil, berangkat
lebih dulu disbanding Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak Burlian—yang
selalu paling akhir berangkat sekolah. Rumput masih basah, menyisakan
embun di ujungnya yang runtuh karena gerakan kakiku. Sepagi ini,
halaman sekolah masih lengang, baru ada beberapa anak yang
menyapaku. (Liye. 2013:29)
10. Aku berdiri dengan kaki kesemutan. Tidak terasa, cukup lama aku
berjongkok. Keranjang rotan yang kubawa sudah penuh dengan
tumpukan jamur merang dan jamur tiram yang dipisahkan. Maya dengan
bangga menunjukkan keranjangnya. Isinya sama banyaknya. Kak Ais
yang sejak tadi bolak-balik memeriksa kami, memastikan kami
mengerjakan tugas dengan baik, mengangguk melihat pekerjaan kami.
Tanpa banyak bicara Kak Ais mengajak pulang. Matahari telah
tergelincir dari titik tertingginya. Sudah lewat waktu shalat zuhur.(Liye,
2013:40)
11. Aku mengangguk. Sebenarnya ingin berseru riang, tapi entah mengapa
mendengar kata sepatu aku jadi teringat apa yang kulakukan tadi sore.
Meski sepanjang sore aku tertawa puas,tapi melihat Kak Eli pulang tak
utung membuat hatiku kecut. Juga saat menyiapkan makan malam.
Bagaimana kalau Kak Eli tahu? Pertanyaan ini menghantuiku. (Liye,
2013:51)
44
12. Aku duduk di bangku kayu panjang rumah. Masih menunduk. Tangisku
tidak sekencang tadi, menyisakan isak kecil. Lengan bajuku basah untuk
menyeka pipi dan hidung. Hujan membungkus halaman, deras. Sejauh
mata memandang hanya air hujan, dengan kerlap-kerlip lampu
petromaks rumah tangga di kejauhan. Tidak ada yang keluar malam-
malam hujan begini. Bahkan, jika ada siaran televisi pertandingan tinju
seru sekalipun, penduduk kampung memilih meringkuk di balik kemul.
Beristirahat, setelah seharian mengurus ladang.(Liye, 2013:55)
13. Teras rumah panggung lengan, menyisakan suara hujan. Sesekali petir
menyambar terang, membuat lereng-lereng bukit Nampak jelas. Disusul
gemeretuk geledek di kejauhan.(Liye, 2013:56)
14. Cahaya matahari menerabas dedaunan. Jalan setapak yang kami lewati
licin. Beberapa bagian malah menjadi kubangan lumpur kecil, bekas
hujan deras tadi malam. Kak Eli berjalan cepat dan lincah menghindari
lincak. Aku susah payah menyusul kecepatannya.(liye, 2013:69)
15. Matahari tumbang di kaki barat. Pukul lima sore. Ladang karet terlihat
remang lebih cepat karena rimbun dedaunan menutup cahaya matahari.
Suara burung mulai sepi,siap digantikan oleh binatang malam.(liye,
2013:72)
16. Matahari pagi menyambut dengan lembut. Hujan tadi malam menyisakan
bulir air di dedaunan, ujung genteng, dan pucuk bunga mawar di
halaman. Bapak melepas bebat kakiku di hari ke delapan. Mamak berdiri
di belakangku. Sementara, Kak Burlian, Kak Pukat, dan Kak Eli antusias
memperhatikan.(Liye, 2013:77)
17. Pak Bin menatap kami semua lamat-lamat, ―Anak-anak, dalam banyak
hal, meski kita telah bekerja keras setiap hari sepanjang tahun,belenggu
kemiskinan tetap menjerat erat akibat dari ketidaktahuan, akibat
dangkalnya pendidikan. Itulah pentingnya sekolah, agar kita bisa
menghancurkan belenggu itu.‖(Liye, 2013:83)
18. Cahaya matahari menerobos kisi-kisi ruangan, menyinari papan tulis
hitam. Suara burung pipit terdengar ramai di luar kelas. Sesekali ada
teman yang minta diulang karena ketinggalan. Aku mengulang membaca
kalimatnya juga sambil ikut menyalin. Cara belajar mendikte seperti ini
harus diterapkan Pak Bin bukan karena ia malas mengajar, tapi karena
keterbatasan. Dengan cara itu, ia bisa meninggalkan kelas untuk
mengurus kelas lain. Juga karena di sekolah kami buku teks amat
45
terbatas. Mencatat adalah cara terbaik agar kami bisa membacanya,
belajar lagi di rumah.(Liye, 2013:84)
19. Lonceng pulang terdengar lantang. Anak-anak berseru riang. Kembali ke
bangku masing-masing. Bergegas memasukkan peralatan ke dalam
tas.(Liye, 2013:91)
20. ―Nah, maka jangan terlalu kau pikirkan tradisi itu. Kau pikirkan saja
besok lusa kau akan menjadi apa, Amel. Mulai pikirkan sekarang.
Tegakkan pohon cita-cita kau setinggi mungkin. Jangan ragu-ragu, langit
adalah batasnya. Siapa pun bisa menggapai mimpinya jika bersungguh-
sungguh. Termasuk anak-anak dari kampung di lembah terpencil
sekalipun.‖ Wak Yati berkata mantap, mengacak rambut
panjangku.(Liye, 2013:106)
21. Suara alat tenun yang digerakkan Kak Eli berbunyi teratur, memenuhi
langit-langit ruang tengah Wak Yati yang lapang. Cahaya matahari senja
menerobos tirai jendela jatuh di lantai papan. Aku senang mendengar
kalimat Wak Yati, itu membesarkan hatiku.(Liye, 2013:106)
22. Lonceng pulang berdentang nyaring. Anak-anak bergegas memasukkan
buku dan peralatan tulis ke dalam tas mesing-masing. Aku juga
memasukkan buku dan alat tulisku.(Liye, 2013:123)
23. Matahari mulai tumbang di kaki barat ketika Norris menghela nafas
pelan, menatap buku tulisnya, tersenyum tipis. Kalian tahu, Norris jarang
sekali tersenyum. Ia lebih sering terlihat marah-marah di sekolah, di
tempat mengaji Nek Kiba, di sungai, di mana pun. Sepertinya ia juga
telah selesai mengerjakan karangannya.(Liye, 2013:130)
24. Itu malam yang amat membahagiakan keluarga Bahri dan Julaiha. Tidak
ada yang menyangka enam bulan kemudian Julaiha tiba-tiba
meninggalkan rumah. Lantas sekejap mata, gelap tanpa penjelasan.
Sama sekali tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Mendung tebal seolah
mengungkung rumah panggung Norris kecil.‖(Liye, 2013:140)
25. Cahaya matahari pagi menerpa atap-atap genteng rumah. Lembut
menerabas kabut yang mulai menipis. Suara burung terdengar ramai,
loncat lincah di atas ranting belukar.(liye, 2013:145)
26. Kota Kecamatan berbilang enam kilometer dari kampungv kami. Maka
kami harus berjalan kaki sejauh itu hingga tiba di lapangan besar itu.
Melewati jalan semi aspal. Matahari masih malu-malu menerabas
46
pepohonan. Suara monyet berkejaran di pohon terdengar nyaring. Ini
masih pagi sekali. Aku melirik Kak Burlian yang menguap lebar di
sebelahku. Ia kadang masih menabrak Kak Pukat. Tapi perjalanan itu
menyenangkan, hanya beberapa menit melewati kampung, kami bertemu
dengan rombongan lain.(Liye, 2013:147)
27. Sepanjang hari matahari bersembunyi di balik awan hitam. Mendung
mengungkung lembah, awan gelap bertumpuk di atas kepala. Angin
bertiup kencang. Udara terasa lembap. Tapi hujan tak kunjung datang
hingga siang merangkak naik.(Liye, 2013:162)
28. Aku tidak kuasa menahan tangis sekarang. Aku belum tahu apakah yang
diceritakan Bapak itu benar atau tidak. Itu hanya dugaan Bapak. Tapi
membayangkan ibunya Norris sekaranbg berada di rumah sakit jiwa,
hatiku amat sedih. Di luar hujan terus membungkus perkampungan.(Liye,
2013:171)
29. Hening sejenak. Angin lembah menelisik kisi-kisi.(Liye, 2013:173)
30. Juga hari keempat, kelima, Norris tetap tidak datang ke sekolah.
Rumahnya terkunci, tidak ada yang tahu kabar keluarganya. Aku
bertanya kepada Bapak, juga tidak ada penjelasan ke mana mereka
pergi. Gelap. Kejadian bertahun-tahun lalu itu sepertinya terulang
kembali di rumah Norris. ketika ibunya juga pergi. Gelap menyelimuti,
tidak ada penjelasan baiknya.(Liye, 2013:176)
31. Waktu melesat cepat. Norris seperti terlahir kembali dengan tabiat baru.
Ia sekarang sama riangnya dengan teman-teman yang lain. Kami
semakin disibukkan dengan ulangan kenaikan kelas. Sementara di rumah,
bapak mulai bersiap panen besar ladang kopi.(Liye, 2013:180)
32. Lepas kalimat Bapak, kami mulai berjalan beriringan meninggalkan
halaman rumah. Cahaya matahari pagi persis menyentuh lembah saat
warga mulai mendaki lereng menuju ladang kopi milik Bapak. Kabut
masih mengambang di sela-sela pepohonan, cahaya lembut menyiram
jalanan setapak yang kering--hampir seminggu hujan tak turun.(Liye,
2013:189)
33. Tidak ada kejadian serius hingga matahari tumbang di kaki barat.
Belasan karung penuh buah kopi menumpuk di depan dangau. Di sisa
hari, aku tidak banyak bertanya pada Paman Unus tentang apa yang
kupikirkan. Paman yang lebi sering bicara, bergurau. Aku tertawa
47
memegangi perut mendengar lelucon Paman tentang seekor tupai dan
sarang semut. Teringat kejadian kKak Burlian tadi pagi.(Liye, 2013:197)
34. Mendung. Cahaya matahari yang beranjak tinggi tidak mampu
menembus gumpalan awan. Halaman sekolah ramai oleh anak-anak
bermain, saling berkejaran, main gobak sodor, beberapa berkerumun di
depan kelas. Aku menghembuskan napas tidak semangat. Sudah lima
menit yang lalu seharusnya lonceng tanda masuk istirahat pertama
dipukul, tapi tidak dipukul-pukul juga.(Liye, 2013:205)
35. Kereta baru akan lewat setengah jam lagi. Kabut mengambang
membungkus perkampungan. Sejauh mata memandang terlihat putih.
Dari kejauhan terdengar suara burung menyambut pagi. Juga monyet
yang saling berkejaran di atas pohon lereng bukit, membuat pohon
seolah bergerak-gerak sendiri di dalam selimut kabut. Aku merapatkan
kerah baju.(Liye, 2013:242)
36. Setelah menunggu lagi beberapa menit, akhirnya auman gagah kereta api
terdengar dari kejauhan, bahkan sebelum tubuhnya tiba. Kak Eli
langsung loncat dari duduknya. Petugas stasiun beranjak mengambil
bendera. Kami semua bergegas berdiri di atas peron.(Liye, 2013:244)
37. Kereta merapat ke peron, mendesis panjang. Asap mengepul dari
cerobongnya. Tanah terasa bergetar. Pintu gerbang terbuka. Barang-
barang bawaan dinaikkan oleh petugas stasiun dan kondektur.(Liye,
2013:245)
38. Suara auman kencang kereta api membelah langit-lagit lembah yang
masih berkabut. Membuat monyet di atas pohon berlarian riuh. Akhirnya
kereta tersebut hilang di kelok terjauh. Kak Eli sudah pergi ke Kota
Kabupaten.(Liye, 2013:246)
39. Di luar gerimis membungkus perkampungan. Suara kodok menghiasi
malam. Udara terasa dingin. Menyenangkan untuk tidur bergelung
dibalik kemul. Tapi aku selalu mengingat kalimat Wak Yati tadi siang.
Jadi, aku sejak sore memutuskan untuk terus terjaga.(Liye, 2013:273)
40. Selepas shalat maghrib bersama, kami makan malam. Mamak
menghidangkan pindang ikan, hasil tangkapan Bapak tadi siang di
sungai. Irisan cabai merah, potongan ikan dan belimbing terlihat begitu
menggoda.uap mengepul dari panic besar berisi pindang ikan yang
diletakkan di atas meja makan. Hujan kembali turun membungkus
48
perkampungan. Tanpa disuruh dua kali, Kak Burlian dan Kak Pukat
sudah saling sikut mengambil makanan.(Liye, 2013:290)
41. Matahari mulai tumbang di kaki langit. Semburat merah menghias langit
sejauh mata memandang. Satu-sua ekor burung hinggap di sekitar kami,
berkicau. Juga derik serangga. Aku menghela napas. Lahan penyemaian
separuh pun belum siap.(Liye, 2013:314)
42. Pagi buta seperti ini, sungai ramai dengan penduduk kampung yqang
mandi. Meski di rumah ada sumur, kebiasaan mandi dan mencuci di
sungai selalu ada.(Liye, 2013:330)
43. Cahaya matahari pagi lembut membasuh lembah kami. Kabut putih
terlihat sejauh mata memandang. Terlihat begitu khidmad. Aku semangat
berangkat sekolah, berseru pamit kepada Mamak. Ini masih pagi sekali,
kak Burlian dan Kak Pukat bahkan belum selesai mandi.(Liye, 2013:331)
44. Hari-hari melesat tidak terasa.(Liye, 2013:355)
45. Dua ribu poly bag yang berbaris rapi di bawah bangunan penyemaian
dipenuhi oleh batang kopi muda yang mulai tumbuh tinggi. Daunnya
tidak lagi dua, tapi sudah enam dan delapan. Hijau, lebar, dan segar.
Batangnya lurus nan gagah. Semua batang kopi muda tumbuh rata bagai
serdadu yang berbaris. Tidak ada yang lebih tinggi pun lebih
rendah.(Liye, 2013:355)
46. Suara kereta terdengar gagah dari kejauhan.(Liye, 2013:369)
47. Aku menatap kelokan rel di ujung kampung. Lokomotif kereta terlihat
mulai mendekat. Semakin lama semakin besar, menyibak hutan. Derap
roda menggilas batang baja membuat peron bergetar. Kereta dengan
gagah mendesis, menggeram. Semakin lambat. Aku menunggu tidak
sabaran. Rasanya ingin lari menyambutnya.(Liye, 2013:370)
48. Setelah satu desis panjang, diikuti suara mendecit membuat nyilu kuping,
percik api roda menggilas rel, kereta api itu akhirnya sempurna berhenti.
Pintu salah satu gerbang penumpang dibuka kondektur.(Liye, 2013:370)
49. Peluit kereta api melenguh panjang, member tahu kereta siap berangkat
kembali. Kondektur beranjak naik. Pintu gerbong penumpang ditutup
rapat. Petugas stasiun kereta menaikkan tanda hijau.(Liye, 2013:372)
49
50. Dan selepas suara peluit kedua kalinya, kereta itu mendesis, menggeram
dengan gagah. Roda bajanya melanjutkan perjalanan. Seolah tersengal,
tapi maju dengan pasti.(Liye, 2013:372)
B. Nilai Pendidikan
Nilai merupakan kadar relasi positif antara suatu hal terhadap seseorang.
Nilai adalah sesuatu atau hal-hak yang berguna bagi kemanusiaan. Nilai
berkaitan erat dengan kebaikan yang ada pada sesuatu hal. Namun, kebaikan
itu berbeda dengan sesuatu yang baik belum tentu bernilai.(Wicaksono,
2014:254)
Nilai tidak berubah, nilai itu mutlak. Nilai tidak di kondisikan oleh
perbuatan. Tanpa memperhatikan hakikatnya, nilai itu bersifat historis, sosial,
biologis atau murni individual. Nilai merupakan suatu yang abstrak, tetapi
secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan antara yang satu
dengan lainnya. Suatu nilai jika dihayati seseorang, nilai tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak dalam
mencapai tujuan hidupnya.(Wicaksono, 2014:255)
Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mencapai tujuan hidupnya
yang dilakukan secara terus menerus dan dimulai sejak anak dilahirkan
sampai ia meninggal dunia “long life education‖.(Wicaksono, 2014:259)
Pendidikan pada hakikatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan
sengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa
kepada anak-anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut
50
mencapai kedewasaan yang di cita-citakan dan berlangsung terus-
menerus.(Wicaksono, 2014: 259)
Nilai-nilai pendidikan erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya
sastra yang baik (termasuk fiksi) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang
bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat
mencakup nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun estetis
(keindahan).(Wicaksono, 2014:260)
1. Nilai Religius
Menurut Subardini, Widodo dan Hakim dalam Thontowi (dalam
Wicaksono, 2014), nilai religius sama halnya dengan agama yaitu nilai
yang dilihat berdasarkan nilai Ketuhanan dan kerohanian yang tinggi dan
mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan dan keyakinan. Nilai
religius ini dimaksud untuk menjadi penegguh batin pembaca dalam
meyakinkan agamanya.
2. Nilai Moral
Istilah moral berasal dari kata ―mos/mores‖ yang berarti kebiasaan,
mengacu pada sejumlah ajaran, wejangan, khotbah tentang bagaimana
manusia seharusnya hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Moral adalah aturan kesusilaan yang meliputi nsemua norma untuk
kelakuan, perbuatan dan tingkah laku yang baik. Nilai moral yang terdapat
dalam karya sastra dapat memberikan sumbzngan yang besar terhadap
pembentukan akhlaq (pembaca). Pendidikan moral merupakan sarana
51
untuk membentuk kata hati anak-anak agar memiliki kepekaan terhadap
baik buruknya serta membentuk kemauan yang kuat untuk dapat menolak
hal-hal yang tidak baik dan hanya berat sesuai dengan yang
baik.(Wicaksono, 2014:268)
Menurut Andri Wicaksono dalam (Wicaksono, 2014:273) Aspek
moral adalah segala aspek yang menyangkut baik buruknya suatu
perbuatan. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, ahlaq, budi pekerti,
dan susila. Adapun bentuk-bentuk moral sebagai berikut.
a. Moral Baik dan Buruk
1) Moral Baik
a) Kesabaran
Kesabaran merupakan sebuah keutamaan yang menghiasi diri
seorang mukmin, di mana orang itu mampu mengatasi berbagai
kesusahan dan tetap berada dalam ketaatan kepada Tuhan
meskipun kesusahan dan cobaan itu datang silih berganti.
b) Tawakkal
Seseorang yang memiliki sifat tawakkal akan merasakan
ketenangan, ketentraman, dan senantiasa merasa mantap dan
optimis dalam bertindak, akan mendapatkan kekuatan spiritual,
juga merasakan kerelaan yang penuh atas segala yang
diterimanya, dan selanjutnya akan senantiasa memiliki harapan
atas segala yang dikehendaki dan dicita-citakannya
52
c) Taat Beribadah
Ibadah menyucikan jiwa dan membersihkannya dan
mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan.
d) Penolong
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain.
Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga rekan
dalam melakukan sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial,
budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan
ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling
tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya. Saling
berbagi terhadap sesame merupakan suatu kebutuhan sebagai
manusia.
e) Rajin Bekerja dan Belajar
Dengan bekerja keras, seseorang atau setiap manusia akan
mendapatkan yang diinginkan meski dalam melakukannya
bersusah payah, tetapi juga harus diimbangi dengan rasa ikhlas.
f) Mampu Mengendalikan Diri
Dengan pengendalian diri, tidak hanya pahala yang kelak dapat
di raih. Pengendalian diri membuat seseorang terbiasa menikmati
keteraturan hidup, terbiasa taat, dan merasa bahagia ketika mampu
menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
53
g) Penyesalan
Perasaan merasa bersalah/melakukan kesalahan akan sesuatu
dan ingin kembali ke masa saat melakukan kesalahan tersebut dan
memperbaikinya pada masa yang telah lalu. Belajar dari
kesalahan, itulah yang akan seseorang perbuat, setelah merasa
menyesal.
2) Moral Buruk
a) Intrik
Intrik adalah penyebar kabar bohong yang sengaja dilakukan
untuk menjatuhkan pihak lawan.
b) Konflik
Konflik merupakan sesuatu yang buruk dan sangat merugikan
bagi seseorang apabila terus terjadi, dan merupakan sesuatu yang
terjadi akibat kurangnya kepercayaan seseorang kepada orang lain.
c) Bohong
Bohong adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada
orang lain atau tidak cocok dengan keadaan yang sebenarnya,
seperti dusta dan palsu. Jadi, apabila tidak berkata jujur orang itu
dikatakan munafik.
54
3. Nilai Budaya
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti
cipta, karsa dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari kata sansekerta
budhayah, yaitu bentuk jamak kata budi atau akal.(Wicaksono, 2014:284)
Nilai budaya merupakan kosepsi ideal atau citra ideal tentang sesuatu
yang dipandang dan diakui berharga, hidup dalam alam pikiran, tersimpan
dalam norma/aturan, terakualisasi dalam tindakan sebagian besar anggota
masyarakat yang satu dan utuh. Nilai budaya adalah sesuatu yang menjadi
pusat atau sumber daya hidup dan kehidupan manusia secara individual,
sosial, dan religius transcendental untuk terjaganya pandangan hidup
masyarakat.(Wicaksono, 2014:286)
Berikut nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia karya Tere
Liye.
1. Nilai Religi
a. ―Susah sekali member tahu kalian. Sudah dari kemarin Mamak bilang
berkali-kali, rombongan yang membantu Mang Dullah menyebar benih
akan datang pagi-pagi. Mamak harus menyiapkan bekal sarapan dan
makan siang untuk mereka di ladang nanti. Bergegas Amel, kau shalat
shubuh dulu. Jamaah dengan Burlian dan Pukat. Selepas itu bantu Kak
Eli menyiapkan bekal di dapur.‖ Mamak mengomel seperti biasa.(Liye,
2013:7)
b. ―Baik. Sekarang, kau segera makan siang, Amel. Lantas shalat. Mamak
akan lebih marah lagi kalau tahu kau terlambat makan dan shalat.
Kakak akan mencari dua sigung itu di kolam belakang sekolah. Sudah
sesiang ini mereka tidak pulang-pulang juga. Main kelamaan, sengaja
benar mencari-cari masalah.‖(Liye, 2013:16)
55
c. ―Maka dengan kekalutan, berangkatlah Auf Bin Malik menemui Rasul
Allah, hendak menceritakan apa yang sedang menimpa keluarganya.
Kemudian Rasulo Allah mendengarkan cerita Auf Bin Malik dengan
saksama. Auf Bin Malik, ‗Banyaklah mengucapkan kalimat La haula
wala quwwata illa billahil aliyyil adzim‖(Liye, 2013:223)
d. ―Dengarka aku, Burlian, Pukat. Apakah doa bisa mengubah sesuatu?
Apakah doa bisa terwujud menjadi sebuah bala bantuan tidak terbilang
yang langsung dikirim dari langit? Maka jawabannya iya, Nak. Doa
adalah benteng pertahanan terbaik. Doa juga sekaligus senjata terbaik
bagi setiap muslim. Rasulullah tidak mengirimkan pasukan untuk
mencari si Salim, mengejar penjahat itu. Atau mengirim pengintai
terbaik untuk agar si Salim bisa ditemukan dan dibebaskan. Rasulullah
hanya menyuruh Auf Bin Malik banyak-banyak mengucap kalimat
‗Tiada daya dan kekuatan melainkan (atas pertolongan) Allah yang
Mahatinggi dan Mahaagung‘. Diucapkan dengan sungguh-sunggu,
maka jadilah kalimat itu sebuah doa terbaik yang ada.‖(Liye,
2013:223)
e. ―Kalian tahu, Burlian, Pukat. Sunat adalah perintah Rasul Allah.
Semua laki-laki muslim harus disunat. Itu bukti apakah kita mencintai
Rasul Allah. Kita harus patuh, taat, tidak protes‖(Liye, 2013:224)
2. Nilai Moral
a. Kesabaran
―Kau harus bersabar, Amel. Bersabar juga usaha terbaik. Kau
tetap melakukan apa yang telah kau lakukan selama ini. Terus
peduli dan membantu. Cepat atau lambat, keajaiban akan tiba. Dan
ketika tiba, bahkan tembok paling keras pun akan runtuh. Batu
paling besar pun akan berlubang oleh tetes air hujan kecil yang
terus menerus.‖ Pak Bin menatapku penuh penghargaan,
membesarkan hati, itu percakapan setelah pulang sekolah untuk ke
sekian kali. Norris tetap Norris selama ini.(Liye, 2013:161)
b. Tawakkal
―Kalimat Paman Unus sebelumnya benar, bertani adalah proses
panjang penuh kesabaran. Petani yang baik adalah yang paling
tawakal dalam setiap urusan. Malam itu, hujan deras membungkus
lembah. Lebat sekali, itu musim penghujan, tidak ada yang
menduga kalau hujan itu akan membawa bencana serius. Pukul
56
empat dini hari terbetik kalau bebat besar di hulu Sungai Rokan
putus.(Liye, 2013:387)
c. Taat Beribadah
―Aku bergegas mengambil air wudhu di pipa bambu luar kamar
mandi, mengabaikan Kak Burlian dan Kak Pukat yangberebut
siapa mandi duluan. Mengerjakan shalat sebaik mungkin, daripada
nanti ada yang cerewet mentindirku shalat seperti maling dikejar
orang sekampung.(Liye, 2013:29)
d. Penolong
Aku memasukkan task e laci meja, memperhatikan Maya yang
telaten menyapu lantai.
―mau kubantu, May?‖ aku menawarkan bantuan.
―Aduh!‖ Maya mengaduh. Kepalanya yang hendak keluar dari
bawah meja terantuk lagi.‖jangan ngagetin, sih, Amel.‖
―Tidak ada yang ngageti, May.‖ Aku tertawa. ― Kamu saja yang
suka kaget. Aku bantu ya.‖
―Tidak usah, Amel.‖ Maya menggeleng.
Aku tidak mendengarkan keberatan Maya, melangkah ke pojok
kelas. Di balik lemari ada sapu ijuk butut yang tidak dipakai.
Sepagi ini sekolah masih sepi, bermain di halaman juga tidak seru.
Aku juga tidak terlalu suka jajan di warung Bu Ahmad. Lebih baik
membantu Maya menyelesaikan piketnya.(Liye, 2013:31)
e. Rajin Bekerja dan Belajar
―Baik. Kalau kau tidak mau, aku bisa mengerjakan PR mengarang
sendiria.‖ Aku nyengir, lantas duduk santai di atas lantai papan,
mengeluarkan buku tulis dan pulpen.(Liye, 2013:129)
f. Mampu Mengendalikan Diri
Astaga! Aku meremas jemariku. Sungguh tidak percaya mendengar
apa yang ia katakana. Andai saja aku tidak menahan rasa
marahku, sejak tadi ingin kutimpuk Norris dengan penghapus
papan tulis. Apa hubungannya antara puasa dengan buku
tulisku?(Liye, 2013:110)
57
g. Penyesalan
Aku tidak suka dengan perasaan ini, merasa bersalah.
Sama ketika aku diam-diam merusak sikat gigi Kak Eli, lantas
sepanjang malam sebelum ketahuan aku merasa tidak nyaman,
merasa bersalah. Kali ini aku juga dihinggapi perasaan itu. Jelas-
jelas aku membeli buku besar ini. Norris datang terlambat sesuai
yang dijanjikan oleh pedagang buku dan majalah bekas. Apa
salahku?(Liye, 2013:153)
h. Jujur
Dan jawabanku keluar: aku menangis. Awalnya tertahan. Sekejap,
bersamaan dengan gerimis di luar yang menderas, tangisku
mengencang. Aku terisak.
Kak Eli berseru-seru tidak terima. Tangisku berarti mengaku.(Liye,
2013:53)
i. Pemberani
Aku sekali lagi menatap Bapak yang kali ini ikut mengangguk
kepadaku. Baiklah, aku menelan ludah, meneguhkan hati, mulai
buka suara.
Awalnya, kalimatku masih patah-patah, tapi semakin lama semakin
lancer. Dengan suara lantang, aku mengusulkan agar penduduk
kampung membahas tentang kemungkinan menggangti seluruh
batang kopi di ladang yang gagal panen, tidak produktif. Itu bisa
menjadi jalan keluar agar kehidupan kami lebih baik, tidak hanya
mengandalkan cara-cara lama.(Liye, 2013:298)
j. Peduli Dengan Sesama
Paman, kalau penduduk kampung tetap bertani begitu-begitu saja,
mereka tidak akan pernah berhasil keluar dari keterbatasan yang
ada.‖ Aku berkata pelan. Lebih tepatnya, aku bicara sambil
memikirkan sesuatu. ―tetap tidak ada uang untuk sekolah. Anak-
anak kampung terpaksa bekerjadi ladang, mencari rotan,
mengambil rebung di hutan, menangkap ikan di sungai. Kampung
ini bertahun-tahun hanya akan seperti itu. Anak-anaknya, cucu-
cucunya tetap akan menjadi petani miskin.‖(Liye, 2013:195)
58
k. Saling Memaafkan
―Maafkan, Amel, Kak.‖
Aku tidak tahan lagi. Suaraku pelan saja. Bahkan kalah oleh desau
angin.
―Maafkan apa, Amel?Kak Eli bertanya. Napasnya tersengal.
―Maafkan Amel yang selama ini tidak menurut.‖ Suaraku serak.
―Kau bicara apa, Amel? Langkah kaki Kak Eli terhenti.
Kak Eli berhenti di jalan setapak dengan aku memeluk erat-erat
dari punggungnya.
―Maafkan Amel yang susah diatur. Maafkan Amel yang kemarin
menggunakan sikat gigi Kak Eli untuk menyikat sepatu sekolah.
Amel sungguh menyesal. Maafkan Amel, Kak.‖ Aku benar-benar
menangis sekarang. Terisak di punggung Kak Eli.
Kak Eli terdiam. Hutan lebat lengang, menyisakan suara tangisku
bersama jangkrik dan serangga hutan yang berderik. Kunang-
kunang terbang semakin banyak.
Melintas di sekitar kami.
―Seharusnya aku yang minta maaf, Amel.‖ Kak Eli akhirnya
berkata pelan. Suaranya bergetar.
―Aku terus-terusan memarahi, Amel. Menyuruh-nyuruhmu.‖ Suara
Kak Eli tersendat, ―Karena akulah kau merusak sikat gigi itu.
Semua bukan salahmu. Maafkan Kak Eli, Amel.‖(Liye, 2013:75)
l. Kasih Sayang
―Tapi bagaimana aku tidak cemas, Bang. Anak kita Eli sendirian di
kota. Jauh dari siapa pun. Tidak ada kita yang selalu membantunya
jika dia perlu bantuan. Tidak ada kita yang selalu ada di
sampingnya.‖
―Kau benar, memang tidak ada. Tapi Eli tetap baik-baik saja,
Nung.‖
Mamak menyeka hidungnya.
―bagaimana kiya tahu Eli baik-baik saja, Bang? Pertanyaan Amel
tadi sore benar. Apakah Eli sudah makan semalam ini? Apakah dia
punya lauk dan sayur? Kita semua tadi sore makan enak, udang
goring dan sayur rebung, entah Eli makan apa. Bagaimana kalau
dia tidak tahu harus membeli keperluan masak di mana?
Bagaimana kalau dia tersesat? Itu kota besar. Bagaimana kalau
kompornya rusak?‖(Liye, 2013:274)
59
m. Tanggung Jawab
Aku masih sempat menyelesaikan pekerjaanku, jadi ketika Mamak
pulang, semua telah beres. Tapi itu sisa hari yang amat
menyebalkan. Kak Eli terus memeriksa tugasku. Ia bahkan
menungguiku saat mengepel lantai.(Liye, 2013:20)
n. Tidak Mengharapkan Imbalan
Menurutku, Nek Kiba adalah guru menguji terbaik sedunia.
Berpuluh-puluh tahun mengajar mengaji, tidak serupiah pun ia
meminta bayaran. Bahkan dipaksa sekalipun oleh penduduk
kampung Nek Kiba tidak mau. Meski tidak dibayar, kami semua
tahu, rumah panggungnya paling besar di antara yang lain. Kebun
karet dan kopinya juga luas. Belum lagi, menurut cerita Bapak,
anak-anak juga luas. Belum lagi, menurut cerita Bapak, anak-anak
Nek Kiba sukses menjadi orang sukses menjadi orang besar di kota
seberang. Karena kecintaan Nek Kiba atas kampung dan rasa tulus
mengajar mengajilah yang membuatnya tetap betah tinggal di
kampung, tidak ikut anak-anaknya.(Liye, 2013:219)
o. Bijaksana
―Coba kau bayangkan, Miesje. Jika seluruh anak-anak pintar
seperti Kak Eli, Burlian, Pukat dan juga kau memilih pergi ke kota,
maka siapa yang akan mengurus kampung ini maju? Membuat
penduduknya lebih makmur? Berpuluh tahun lembah ini tetap
begini-begini saja, tidak banyak berubah. Diwariskan turun-
temurun dengan segala keterbatasan. Ketika semua anak pintar
memilih di kota, maka kampung akan berkembang lambat. Nah,
kenapa harus anak bungsu? Karena biasanya anak paling
bungsulah yang paling dekat secara emosional dengan
orangtua.‖(Liye, 2013:106)
3. Nilai Budaya
Di kampung kami, ada tradisi ‗menunggu rumah‘ . anak bungsu
menetap[ di rumah orangtua. Ketika seluruh kakak-kakaknya pergi
merantau jauh, menyisakan orangtua yang semakin lanjut usia, anak
bungsu versama suami atau istrinya tetap dinggal di rumah
orangtua,‘menunggu rumah‘. Kak Burlian sering mengolok-olok soal ini di
rumah, bilang, ‗Amel si bungsu penunggu rumah.‘ Atau, ‗Kau tidak usah
60
ikut kami bermain, Amel. Kau ditakdirkan menunggu rumah.(Liye,
2013:104)
C. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan yang
terkandung dalam Novel Amelia Karya Tere Liye
1. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi yang terkandung dalam Novel Amelia
Karya Tere Liye dengan Pendidikan Anak Madrasah Ibtidaiyah
a. Memperjelas suasana
Relevansi pada gaya bahasa yang akan penulis sampaikan berikut ini
yaitu memperjelas suasana. Tere Liye menginginkan agar para pembaca
memahami dan dapat membayangkan suasana yang terjadi dalam novel
tersebut. Berikut salah satu kutipan dalam novelnya:
Gerimis membungkus perkampungan.
Sejauh mata memandang terlihat tetes air. Di ujung-ujung genteng,
dedaunan, juga halaman. Tidak lebat. Tidak sampai menghalangi
penduduk kampung kami pergi ke ladang menyadap karet, menyiangi
rumput kebun kopi, atau ke hutan mencari rotan dan bambu.(Liye,
2013:5)
Gaya bahasa yang dimaksudkan diatas menunjukkan bahwa gerimis
sudah berlangsung agak lama mengguyur perkampungan Amelia.
b. Menarik Minat Pembaca
Relevansi yang akan penulis sampaikan pada kutipan novel berikut ini
adalah menarik minat pembaca. Tere Liye memilih menggunakan gaya
bahasa personifikasi berikut agar menarik minat para pembaca. Hal ini
dibuktikan dalam salah satu kutipan berikut ini:
61
Suara auman kencang kereta api membelah langit-lagit lembah yang
masih berkabut. Membuat monyet di atas pohon berlarian riuh.
Akhirnya kereta tersebut hilang di kelok terjauh. Kak Eli sudah pergi
ke Kota Kabupaten.(Liye, 2013:246)
c. Dapat dijadikan sebagai contoh Gaya Bahasa Personifikasi
Relevansinya, gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam novel
Amelia ini dapat dijadikan sebagai contoh dan pembelajaran bagi siswa-
siswi. Berikut salah satu kutipan di dalam novel:
Matahari pagi menyambut dengan lembut. Hujan tadi malam
menyisakan bulir air di dedaunan, ujung genteng, dan pucuk bunga
mawar di halaman. Bapak melepas bebat kakiku di hari ke delapan.
Mamak berdiri di belakangku. Sementara, Kak Burlian, Kak Pukat,
dan Kak Eli antusias memperhatikan.(Liye, 2013:77)
d. Memperhangat suasana
Relevansinya, gaya bahasa personifikasi yang ada di dalam novel
tersebut dapat digunakan untuk memperhangat suasana, agar bahasa
tulisan di dalam novel tersebut tidak hanya terkesan biasa saja. Berikut
salah satu kutipannya di dalam novel:
Kota Kecamatan berbilang enam kilometer dari kampungv kami.
Maka kami harus berjalan kaki sejauh itu hingga tiba di lapangan
besar itu. Melewati jalan semi aspal. Matahari masih malu-malu
menerabas pepohonan. Suara monyet berkejaran di pohon terdengar
nyaring. Ini masih pagi sekali. Aku melirik Kak Burlian yang menguap
lebar di sebelahku. Ia kadang masih menabrak Kak Pukat. Tapi
perjalanan itu menyenangkan, hanya beberapa menit melewati
kampung, kami bertemu dengan rombongan lain.(Liye, 2013:147)
e. Menjadikan kekhasan dalam novel
Relevansinya, Tere Liye menggunakan gaya bahasa personifikasi ini
lebih sering untuk menjelaskan cuaca yang sedang terjadi. entah itu pagi,
62
atau menjelaskan cuaca panas atau pun hujan. Maka, itu dapat dijadikan
sebagai kekhasan dalam novel tersebut. Berikut kutipannya dalam novel:
Selepas shalat maghrib bersama, kami makan malam. Mamak
menghidangkan pindang ikan, hasil tangkapan Bapak tadi siang di
sungai. Irisan cabai merah, potongan ikan dan belimbing terlihat
begitu menggoda.uap mengepul dari panic besar berisi pindang ikan
yang diletakkan di atas meja makan. Hujan kembali turun
membungkus perkampungan. Tanpa disuruh dua kali, Kak Burlian dan
Kak Pukat sudah saling sikut mengambil makanan.(Liye, 2013:290)
2. Relevansi Nilai Pendidikan yang terkandung dalam Novel Amelia Karya
Tere Liye dengan Pendidikan Anak Madrasah Ibtidaiyah
a. Menyegerakan Shalat
Relevansinya adalah bahwa menyegerakan shalat itu lebih baik. Juga
merupakan pendidikan bagi anak, sehingga anak dapat dibiasakan shalat
tepat pada waktunya.
―Susah sekali memberi tahu kalian. Sudah dari kemarin Mamak
bilang berkali-kali, rombongan yang membantu Mang Dullah
menyebar benih akan datang pagi-pagi. Mamak harus menyiapkan
bekal sarapan dan makan siang untuk mereka di ladang nanti.
Bergegas Amel, kau shalat shubuh dulu. Jamaah dengan Burlian dan
Pukat. Selepas itu bantu Kak Eli menyiapkan bekal di dapur.‖
Mamak mengomel seperti biasa.(Liye, 2013:7)
b. Jangan Menunda Pekerjaan
Relevansinya, jika menunda pekerjaan maka pekerjaan tersebut tidak
akan cepat selesai, misalnya pekerjaan rumah.
―Jangan suka menjnda-nunda pekerjaan, Amel. Nanti tidak selesai.
Ingat, kaujuga disuruh Mamak membersihkan semua kamar, mencuci
sepatu sendiri‖ Kak Eli Melotot.(Liye, 2013:13)
63
c. Tanggung Jawab
Relevansinya, jika sudah mendapatkan tugas maka tetap harus
menyelesaikannya.
Aku masih sempat menyelesaikan pekerjaanku,jadi ketika Mamak
pulang, semua sudah beres. Tapi itu sisa hari yang amat
menyebalkan. Kak Eli terus memeriksa tugasku.(Liye, 2013:19)
d. Mengakui Kesalahan
Relevansinya bagi pendidikan anak madrasah ibtidaiyah jika mereka
melakukan kesalahan, entah itu kepada teman atau bahkan kepada orang
tua hendaknya mengakui kesalahan dan berani meminta maaf.
Aku menunduk, ―Maafkan Amel, Pak. Seharusnya Amel tidak bicara
itu.‖
Tentu seharusnya aku tahu. Keluarga kami sederhana. Bapak
mendidik kami sejak kecil dengan semua keterbatasan. Tidak
seharusnya aku malah mengungkit hal tersebut, semarah apa pun
aku dengan Kak Eli, itu tidak ada hubungannya. Toh sebenarnya aku
baik-baik saja dengan baju lungsuran.(Liye, 2013:25)
e. Membantu Teman
Relevansinya bagi pendidikan anak, bahwa tolong menolong itu
memang diperlukan. itu menunjukkan bahwa kita peduli terhadap teman
karena suatu saat pun kita juga memerlukan bantuan mereka.
―Mau kubantu, May?‖ aku menawarkan bantuan.
―Aduh!‖ Maya mengaduh. Kepalanya yang hendak keluar dari
bawah meja terantuk lagi. ―Jangan ngagetin, sih, Amel.‖
―Tidak ada yang ngagetin, May.‖ Aku tertawa. ―Kamu saja yang
suka kaget. Aku bantu ya.‖
―Tidak usah, Amel.‖ Maya menggeleng
Aku tidak mendengarkan keberatan Maya, melangkah ke pojok kelas.
Dibalik lemari ada sapu ijuk butut yang tidak dipakai. Sepagi ini
sekolah masih sepi, bermain di halaman juga tidak seru. Aku juga
64
tidak terlalu suka jajan di warung Bu Ahmad. Lebih baik membantu
Maya menyelesaikan piketnya.(Liye, 2013:31)
f. Jujur
Relevansi bagi pendidikan anak bahwa jujur itu kewajiban. Dan
sebaiknya anak dibiasakan untuk jujur karena itu merupakan salah satu
sifat terpuji.
Dan jawabanku keluar: aku menangis. Awalnya tertahan. Sekejap,
bersamaan dengan gerimis di luar yang menderas, tangisanku
mengencang. Aku terisak.(Liye, 2013:53)
g. Pemberani
Relevansinya bagi pendidikan anak bahwa akan lebih baik melatin
anak menjadi anak yang pemberani, misalnya berani mengemukakan
pendapat.
Aku sekali lagi menatap Bapak yang kali ini ikut mengangguk
kepadaku. Baiklah, aku menelan ludah, meneguhkan hati, mulai buka
suara.
Awalnya, kalimatku masih patah-patah, tapi semakin lama semakin
lancar. Dengan suara lantang, aku mengusulkan agar penduduk
kampung membahas tentang kemungkinan menggangti seluruh
batang kopi di ladang yang gagal panen, tidak produktif. Itu bisa
menjadi jalan keluar agar kehidupan kami lebih baik, tidak hanya
mengandalkan cara-cara lama.(Liye, 2013:298)
h. Melaksanakan Khitan
Relevansinya bagi pendidikan anak bahwa sebaiknya anak diberitahu
sejak dini jika khitan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
setiap anak laki-laki muslim.
―Kalian tahu, Burlian, Pukat. Sunat adalah perintah Rasul Allah.
Semua laki-laki muslim harus disunat. Itu bukti apakah kita
65
mencintai Rasul Allah. Kita harus patuh, taat, tidak protes‖(Liye,
2013:224)
i. Peduli Terhadap Sesama
Relevansinya sebaiknya anak dididik agar peduli terhadap sesame
maupun lingkungan.
―Kalian tahu, Burlian, Pukat. Sunat adalah perintah Rasul Allah.
Semua laki-laki muslim harus disunat. Itu bukti apakah kita mencintai
Rasul Allah. Kita harus patuh, taat, tidak protes‖(Liye, 2013:224)
j. Saling Memaafkan
Relevansinya, sebaiknya anak dilatih dan di nasehati agar mau
memaafkan agar tidak ada rasa dendam.
―Maafkan, Amel, Kak.‖
Aku tidak tahan lagi. Suaraku pelan saja. Bahkan kalah oleh desau
angin.
―Maafkan apa, Amel?Kak Eli bertanya. Napasnya tersengal.
―Maafkan Amel yang selama ini tidak menurut.‖ Suaraku serak.
―Kau bicara apa, Amel? Langkah kaki Kak Eli terhenti.
Kak Eli berhenti di jalan setapak dengan aku memeluk erat-erat dari
punggungnya.
―Maafkan Amel yang susah diatur. Maafkan Amel yang kemarin
menggunakan sikat gigi Kak Eli untuk menyikat sepatu sekolah. Amel
sungguh menyesal. Maafkan Amel, Kak.‖ Aku benar-benar menangis
sekarang. Terisak di punggung Kak Eli.
Kak Eli terdiam. Hutan lebat lengang, menyisakan suara tangisku
bersama jangkrik dan serangga hutan yang berderik. Kunang-
kunang terbang semakin banyak.
Melintas di sekitar kami.
―Seharusnya aku yang minta maaf, Amel.‖ Kak Eli akhirnya berkata
pelan. Suaranya bergetar.
―Aku terus-terusan memarahi, Amel. Menyuruh-nyuruhmu.‖ Suara
Kak Eli tersendat, ―Karena akulah kau merusak sikat gigi itu. Semua
bukan salahmu. Maafkan Kak Eli, Amel.‖(Liye, 2013:75)
66
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh penulis ketik1a melakukan
penelitian pada novel Amelia melalui teknik baca dan catat, maka penulis dapat
menulis hal-hal apa saja yang terkait dengan gaya bahasa dan nilai pendidikan yang
terkandung di dalam novel. Dalam hal ini gaya bahasa merupakan style atau menulis
dengan indah di dalam sastra. Gaya Bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis
(pemakai bahasa). Hal ini sesuai dengan QS. Az-Zukruf:4)
ى حك ب نؼه ف او انكتت نذ ا
Artinya: ―Dan sesungguhnya Al-Qur‘an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di
sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung
keindahan sastra yang senpurna‖ (QS. Az-Zukruf:4)
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa di dalam Al-Quran pun mengandung banyak
sekali keindahan sastra. Penulis juga meneliti mengenai nilai pendidikan yang terkandung
dalam novel Amelia karya Tere Liye. Nilai pendidikan yang dimaksud adalah nilai atau
pelajaran yang dapat diambil dari novel tersebut, sehingga mereka dapat mengambil
pelajaran adari apa yang mereka baca. Seperti firman Allah dalam QS. Shaad:29 berikut ini:
نا الانجب ة ش ا نـتز ك ا اـ ذ ثش ك ن ز ن ان كتبة ا
Artinya: Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shaad:29)
67
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan Al-Qur’an dengan penuh
berkah dan agar orang-orang yang membacanya dapat mengambil pelajaran atas ayat-
ayat tersebut.
Sesuai dengan pengertian di atas maka penulis dapat menjabarkan data sesuai
dengan deskripsi pemikiran, antara lain sebagai berikut:
A. Nilai Pendidikan yang terkandung dalam Novel Amelia karya Tere Liye
Adapun nilai pendidikan yang terkandung dalam novel dengan hasil
penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Nilai Religi
Dalam hal ini, Mamak selalu saja setiap pagi, siang, sore atau pun
malam mengingatkan anak-anaknya untuk segera shalat. Disitu diceritakan
bahwa Eli sedang membangunkan Amelia dan Amelia sulit sekali
dibangunkan, tidak hanya Amelia tetapi juga Pukat dan Burlian. Kemudian
Mamak ikut membangunkan Amelia dan memintanya agar bergegas
bangun kemudian shalat. Pelajaran yang dapat diambil adalah agar
menyegerakan shalat. Seperti halnya dalam kutipan novel berikut.
―Susah sekali memberi tahu kalian. Sudah dari kemarin Mamak bilang
berkali-kali, rombongan yang membantu Mang Dullah menyebar benih
akan datang pagi-pagi. Mamak harus menyiapkan bekal sarapan dan
makan siang untuk mereka di ladang nanti. Bergegas Amel, kau shalat
shubuh dulu. Jamaah dengan Burlian dan Pukat. Selepas itu bantu Kak
Eli menyiapkan bekal di dapur.‖ Mamak mengomel seperti biasa.(Liye,
2013:7)
Allah juga menegaskan perintah melaksanakan shalat dan
menyegerakan sahat dalam ayat berikut ini:
68
ذ ػ ش تجذ خ فسكى ي ا لا ي يب تقذ كح ه ح اتا انز ا انص اق ش ثص ه ب تؼ لله ث الله ا
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa
yang kamu kerjakan.(QS. Al-Baqarah:110)
Kemudian, nilai pendidikan religi yang terkandung dalam novel Amelia
selain melaksanakan sholat yaitu melaksanakan kewajiban khitan bagi laki-
laki muslim. Dalam novel tersebut diceritakan bahwa setelah panen ladang
kopi milik keluarga Amelia, Bapak memiliki rencana-rencana besar, salah
satunya yaitu rencana untuk Pukat dan Burlian adalah tahun ini mereka
khitan.sebagaimana yang kita tahu, bahwa khitan merupakan kewajiban
bagi setiap laki-laki muslim. Rasulullah SAW pun juga menganjurkan
untuk berkhitan seperti dalam hadits berikut:
ا ختت ك شؼش ا نكفش أ نق ػ
Artinya: Hilangkan darimu rambut kekafiran (yang menjadi alamat
orang kafir) dan berkhitanlah.(HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh
Syeikh Al-Albany)
Selain itu, dalam novel Amelia ini juga mengajarkan bahwa doa adalah
benteng yang baik dan sekaligus senjata yang ampuh. Karena jika doa itu
terkabul maka tidak aka nada yang bisa mengalahkannya karena semua
bantuan berasal dari Allah. Seperti yang diberitahukan oleh Nek Kiba
kepada Pukat, Burlian dan Amelia pada saat mereka selesai mengaji.
Berikut kutipan dalam novel tersebut.
69
―Dengarka aku, Burlian, Pukat. Apakah doa bisa mengubah sesuatu?
Apakah doa bisa terwujud menjadi sebuah bala bantuan tidak terbilang
yang langsung dikirim dari langit? Maka jawabannya iya, Nak. Doa
adalah benteng pertahanan terbaik. Doa juga sekaligus senjata terbaik
bagi setiap muslim. Rasulullah tidak mengirimkan pasukan untuk
mencari si Salim, mengejar penjahat itu. Atau mengirim pengintai
terbaik untuk agar si Salim bisa ditemukan dan dibebaskan. Rasulullah
hanya menyuruh Auf Bin Malik banyak-banyak mengucap kalimat
‗Tiada daya dan kekuatan melainkan (atas pertolongan) Allah yang
Mahatinggi dan Mahaagung‘. Diucapkan dengan sungguh-sungguh,
maka jadilah kalimat itu sebuah doa terbaik yang ada.‖(Liye,
2013:223)
Allah pun menganjurkan hambanya untuk berdoa kepada-Nya.
Dipertegas dalam firman Allah pada QS. Al-Mukmin ayat 60
ػجب د ػ ستكجشؤ ا نز قب ل سثكى ا د ػ أ ستجت نكى إ جى دا خش ت سذ خه
Artinya: berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina.(QS. Mukmin:60)
2. Nilai Moral
a. Kesabaran
Dalam hal ini banyak sekali yang dapat kita pelajari, entah utu dari
Amelia, Pak Bin, Nek Kiba atau pun yang lain. Kali ini kita belajar dari
Amelia dan Pak Bin. Awal ceritanya dimulai ketika Amelia diminta oleh
Pak Bin untuk membantu Norris, menganggap Norris seperti teman-
teman yang lain, seperti misalnya mengajak Norris mengerjakan PR
atau menawarkan bantuan kepada Norris agar ia merasa bahwa ia tidak
sendiri. Agar Norris memnyadari bahwa ia memiliki teman.
70
Namun, Norris tetaplah Norris, ia masih saja membuat ulah di
sekolah atau dimanapun hingga Amel hampir saja putus asa. Berikut
kutipan di dalam novel:
―Kau harus bersabar, Amel. Bersabar juga usaha terbaik. Kau tetap
melakukan apa yang telah kau lakukan selama ini. Terus peduli dan
membantu. Cepat atau lambat, keajaiban akan tiba. Dan ketika tiba,
bahkan tembok paling keras pun akan runtuh. Batu paling besar pun
akan berlubang oleh tetes air hujan kecil yang terus menerus.‖ Pak
Bin menatapku penuh penghargaan, membesarkan hati, itu
percakapan setelah pulang sekolah untuk ke sekian kali. Norris tetap
Norris selama ini.(Liye, 2013:161)
Dari kutipan diatas, dapat kita ambil pelajaran bahwa kesabaran juga
usaha terbaik jika usaha kita selama ini masih juga belum membuahkan
hasil. Mungkin dengan bersabar maka semuanya akan segera membaik.
Allah juga menyukai orang-orang yang bersabar. Seperti ditegaskan
dalam firman Allah berikut ini
قب تم ج ي كب
آ اصب ثى ف ا ن ب ش ف كث يؼ س ث
جش الله حت انص ا يب استكب ا يبضؼف م الله سج
Artinya:Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama
mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan
Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh).
Allah menyukai orang-orang yang sabar.(QS. Ali Imran:146)
b. Tawakkal
Dalam hal ini, tawakkal merupakan menyerahkan segala urusan
kepada Allah atau bisa juga disebut berserah diri. Misalnya jika awalnya
kita sudah melakukan usaha semaksimal mungkin, maka hasil akhir
sebainya diserahkan kepada Allah. Dalam novel diceritakan pada saat
panen ladang kopi milik keluarga Amelia, pada saat itu Paman Unus
ikut membantu memanen kopi. Ketika itu Paman unus sedang
71
membicarakan tentang pertanian dengan Amelia dan pada saat itu pula
Paman Unus memberitahu Amelia bahwa bertani merupakan proses
panjang penuh kesabaran dan tawakkal. Berikut kutipannya di dalam
novel:
―Kalimat Paman Unus sebelumnya benar, bertani adalah proses
panjang penuh kesabaran. Petani yang baik adalah yang paling
tawakal dalam setiap urusan. Malam itu, hujan deras membungkus
lembah. Lebat sekali, itu musim penghujan, tidak ada yang menduga
kalau hujan itu akan membawa bencana serius. Pukul empat dini
hari terbetik kalau bebat besar di hulu Sungai Rokan putus.(Liye,
2013:387)
Sikap tawakal memang sebaiknya dimiliki semua orang, tidak hanya
untuk para petani seperti yang dicontohkan di dalam novel, tetapi semua
orang agar dapat menerima semua hasil akhir yang selama ini sedang
diperjuangkan dengan lapang hati. Allah juga memerintahkan umatnya
untuk bertawakkal kepada Allah, dipertegas dalam firman Allah QS, Al-
Anfal:61
ى غ انؼه انس م ػه الله ا ك ت هى فب جح نب ا نهس جح ا Artinya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka
condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Sialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
c. Taat Beribadah
Dalam hal ini, yang dapat kita pelajari adalah taat dalam beribadah
dan menyegerakan shalat. Seperti Amelia dalam novelnya, ia segera
melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya. Tanpa memperdulikan
kedua kakak laki-lakinya yang sedang berebut siapa yang mandi duluan,
berikut kutipan dalam novelnya:
―Aku bergegas mengambil air wudhu di pipa bambu luar kamar
mandi, mengabaikan Kak Burlian dan Kak Pukat yangberebut siapa
72
mandi duluan. Mengerjakan shalat sebaik mungkin, daripada nanti
ada yang cerewet mentindirku shalat seperti maling dikejar orang
sekampung.(Liye, 2013:29)
Allah juga memerintahkan umatnya untuk menyegerakan shalat,
sehingga sebaiknya dari kecil anak sudah dibiasakan untuk
menyegerakan shalat. Berikut ayat yang menegaskan menyegerakan
shalat.
ذ ػ ش تجذ خ فسكى ي ا لا ي يب تقذ كح ه ح اتا انز ا انص اق ش ثص ه ب تؼ لله ث الله ا
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan kebaikan
apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Baqarah:110)
d. Penolong
Dalam hal ini, yang dapat kita pelajari dari novel tersebut adalah
menolong entah itu menolong kepada yang lebih tua ataupun menolong
sesame. Misalnya membantu teman di sekolah, sepertihalnya yang
dilakukan Amelia, ia menawarkan bantuan kepada Maya untuk
menyapu ruang kelas, berikut kutipan di dalam novelnya:
Aku memasukkan task e laci meja, memperhatikan Maya yang telaten
menyapu lantai.
―mau kubantu, May?‖ aku menawarkan bantuan.
―Aduh!‖ Maya mengaduh. Kepalanya yang hendak keluar dari
bawah meja terantuk lagi.‖jangan ngagetin, sih, Amel.‖
―Tidak ada yang ngageti, May.‖ Aku tertawa. ― Kamu saja yang
suka kaget. Aku bantu ya.‖
―Tidak usah, Amel.‖ Maya menggeleng.
Aku tidak mendengarkan keberatan Maya, melangkah ke pojok kelas.
Di balik lemari ada sapu ijuk butut yang tidak dipakai. Sepagi ini
sekolah masih sepi, bermain di halaman juga tidak seru. Aku juga
tidak terlalu suka jajan di warung Bu Ahmad. Lebih baik membantu
Maya menyelesaikan piketnya.(Liye, 2013:31)
73
Allah juga memerintahkan umatnya untuk saling tolong menolong,
atau saling membantu. Dipertegas dalam QS. Al-Maidah:2
انتق اتقاالله ػه ا نجش ا انؼذ اػه الاثى لا تؼب
ذانؼقبة ابلله شذArtinya: ….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwam dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksanya.
e. Rajin Bekerja dan Belajar
Dalam hal ini, nilai yang dapat diambnil dalam novel tesebut adalah
sikap Amelia terhadap kewajibannya belajar. Dan Amelia rajin sekali
mengerjakan PR. Berikut kutipan di dalam novel.
―Baik. Kalau kau tidak mau, aku bisa mengerjakan PR mengarang
sendiria.‖ Aku nyengir, lantas duduk santai di atas lantai papan,
mengeluarkan buku tulis dan pulpen.(Liye, 2013:129)
Dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa ilmu itu kepentingan bagi
kita. Rasulullah juga bersabda dalam sebuah haditsnya. Berikut
potongan hadits tersebut,
ضخ ػه كم يسهى طهت انؼهى فش Artinya:Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap
muslim.(HR. ibnu Majah)
f. Mampu Mengendalikan Diri
Dalam hal ini kita dapat mengambil pelajaran jika kita harus dapat
menahan diri dan menahan marah. Seperti dalam contoh Amelia
menahan marah ketika Norris sangatlah menjengkelkan. Berikut kutipan
dalam novelnya:
74
Astaga! Aku meremas jemariku. Sungguh tidak percaya mendengar
apa yang ia katakana. Andai saja aku tidak menahan rasa marahku,
sejak tadi ingin kutimpuk Norris dengan penghapus papan tulis. Apa
hubungannya antara puasa dengan buku tulisku?(Liye, 2013:110)
Allah juga memerintahkan agar umatnya dapat menahan marah dan
dapat mengendaalikan emosinya. Rasulullah SAW juga pernah bersabda
jika orang yang dapat menahan amarahnya akan masuk surga, berikut
hadits yang menegaskannya:
و ا نق فز دػب الله ستطغ أ ظب كظى غ بيخػه ي
انحسشبء سءس انخلا ئق حت جش ف أ Artinya:siapa saja yang mnahan marah, padahal dia mampu
melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada Hari
Kiamat di atas kepala para makhluk hingga dipilihkan baginya
bidadari yang dia sukai.(HR, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
g. Jujur
Dalam hal ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa segala sesuatu
sebaiknya kita jujur, entah bagaimana nanti akhirnya, seperti dalam
novel, berikut kutipannya:
Dan jawabanku keluar: aku menangis. Awalnya tertahan. Sekejap,
bersamaan dengan gerimis di luar yang menderas, tangisku
mengencang. Aku terisak.
Kak Eli berseru-seru tidak terima. Tangisku berarti mengaku.(Liye,
2013:53)
Jujur adalah salah satu sifat yang dimiliki RasulullahSAW, maka dari
itu sebainya kita membiasakan diri untuk berperilaku jujur. Berikut ayat
yang menegaskan tentang jujur QS. Al-Israa:53:
ا ى ا زع ث ط انش ا احس ا انت ن ق قم نؼجب د س نلا كب ط ب نش ج ي ػذ ب
Artinya: dan katakanlah kepada hamba-hambak-Ku: Hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).
Sesungguhnya syaitan (suka) menimbulkan perselisihan diantara
75
mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia.
h. Pemberani
Dalam hal ini, pelajaran yang dapat kita ambil dari sikap Amelia
adalah berani, Amelia berani mengemukakan pendapat. Diceritakan di
dalam novel ketika itu adalah pertemuan tetuia kampung yang bertempat
di rumah Amelia. Ia berani mengungkapkan pendapatnya bahwa
sebaiknya warga kampung mengganti bibit kopi dengan bibit yang lebih
baik lagi, agar kopi yang dihasilkan pun lebih baik dan jumlahnya lebih
banyak. Berikut kutipannya di dalam novel.
Aku sekali lagi menatap Bapak yang kali ini ikut mengangguk
kepadaku. Baiklah, aku menelan ludah, meneguhkan hati, mulai buka
suara.
Awalnya, kalimatku masih patah-patah, tapi semakin lama semakin
lancar. Dengan suara lantang, aku mengusulkan agar penduduk
kampung membahas tentang kemungkinan menggangti seluruh
batang kopi di ladang yang gagal panen, tidak produktif. Itu bisa
menjadi jalan keluar agar kehidupan kami lebih baik, tidak hanya
mengandalkan cara-cara lama.(Liye, 2013:298)
Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa memiliki sikap berani
itu lebih, karena Allah pun tidak menyukai orang yang lemah. Dan
Allah hanya memerintahkan untuk takut hanya kepada Allah, seperti
dijelaskan dalam firman Allah QS. Ali-Imran:175
ى نآء فلا تخبف ف ا خ ط برنكى انش إ ؤي تى ي ك ا خبف
Artinya: Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang
menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang
musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka,
76
tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang
beriman.
i. Peduli Dengan Sesama
Pelajaran yang dapat kita ambil dari sikap amel kali ini adalah peduli
terhadap sesamanya. Dalam novel diceritakan tentang Amelia yang
sedang berbicara bersama Paman Unus tentang ladang kopi milik warga
yang hasilnya tidak seberapa, sehingga yang ditakutkan Amel, jika
hasilnya begitu-begitu saja maka warga tersebut tidak akan keluar dari
keterbatasan yang ada. Berikut kutipan dari dalam novelnya
Paman, kalau penduduk kampung tetap bertani begitu-begitu saja,
mereka tidak akan pernah berhasil keluar dari keterbatasan yang
ada.‖ Aku berkata pelan. Lebih tepatnya, aku bicara sambil
memikirkan sesuatu. ―tetap tidak ada uang untuk sekolah. Anak-anak
kampung terpaksa bekerjadi ladang, mencari rotan, mengambil
rebung di hutan, menangkap ikan di sungai. Kampung ini bertahun-
tahun hanya akan seperti itu. Anak-anaknya, cucu-cucunya tetap
akan menjadi petani miskin.‖(Liye, 2013:195)
Dari kutipan novel di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa
sebaiknya kita lebih peduli terhadap kondisi di sekeliling kita. Allah pun
memerintahkan umatnya untuk peduli terhadap sesama dan saling
tolong menolong. Berikut firman Allah dalam QS. Al-Israa:26
لا م ج انس اث سك ان اد را انقش ث حق شا تجز س تجز
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya,kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
77
j. Saling Memaafkan
Dalam hal ini, hendaklah kita mengambil pelajaran dari kisah Amelia
bersama kakaknya Eliana, kali ini pelajaran yang dapat kita ambil
adalah saling memaafkan dan mengakui kesalahan, agar tidak ada lagi
rasa dengki di dalam hati. Diceritakan di dalam novel tentang Amelia
yang sudah mencuci sepatunya menggunakan sikat gigi Eliana,
kemudian Eliana yang sering memarahi Amelia karena susah diatur.
Maka suatu waktu mereka saling mengakui kesalahan dan saling
memaafkan. Berikut kutipan dalam novelnya.
―Maafkan, Amel, Kak.‖
Aku tidak tahan lagi. Suaraku pelan saja. Bahkan kalah oleh desau
angin.
―Maafkan apa, Amel?Kak Eli bertanya. Napasnya tersengal.
―Maafkan Amel yang selama ini tidak menurut.‖ Suaraku serak.
―Kau bicara apa, Amel? Langkah kaki Kak Eli terhenti.
Kak Eli berhenti di jalan setapak dengan aku memeluk erat-erat dari
punggungnya.
―Maafkan Amel yang susah diatur. Maafkan Amel yang kemarin
menggunakan sikat gigi Kak Eli untuk menyikat sepatu sekolah. Amel
sungguh menyesal. Maafkan Amel, Kak.‖ Aku benar-benar menangis
sekarang. Terisak di punggung Kak Eli.
Kak Eli terdiam. Hutan lebat lengang, menyisakan suara tangisku
bersama jangkrik dan serangga hutan yang berderik. Kunang-
kunang terbang semakin banyak.
Melintas di sekitar kami.
―Seharusnya aku yang minta maaf, Amel.‖ Kak Eli akhirnya berkata
pelan. Suaranya bergetar.
―Aku terus-terusan memarahi, Amel. Menyuruh-nyuruhmu.‖ Suara
Kak Eli tersendat, ―Karena akulah kau merusak sikat gigi itu. Semua
bukan salahmu. Maafkan Kak Eli, Amel.‖(Liye, 2013:75)
Dalam kutipan diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa saling
memaafkan akan membuat semuanya lebih baik dan menghindarkan
78
dari sifat dengki. Allah juga menganjurkan kepada umatnya agar saling
memaafkan satu sama lain. Seperti dalam firman Allah QS. Asy
Syura:40
جزؤاسئخ لاحت اصهح فبجش ػه الله ا ػفب ثهب ف سئخ ي
انظه
Artinya:Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
maka barang siapamemaafkan dan berbuat baik maka pahalanya
atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-
orang yang zalim.
k. Kasih Sayang
Dalam hal ini, kita dapat belajar tentang kasih sayang seoramg ibu.
Dalam novel diceritakan tentang Eliana yang sedang pergi ke Kota
Kecamatan untuk melanjutkan sekolah dan Mamak sangat
mencemaskan Eliana. itulah bukti dari kasih sayang seorang ibu. Berikut
kutipannya dalam novel.
―Tapi bagaimana aku tidak cemas, Bang. Anak kita Eli sendirian di
kota. Jauh dari siapa pun. Tidak ada kita yang selalu membantunya
jika dia perlu bantuan. Tidak ada kita yang selalu ada di
sampingnya.‖
―Kau benar, memang tidak ada. Tapi Eli tetap baik-baik saja,
Nung.‖
Mamak menyeka hidungnya.
―bagaimana kiya tahu Eli baik-baik saja, Bang? Pertanyaan Amel
tadi sore benar. Apakah Eli sudah makan semalam ini? Apakah dia
punya lauk dan sayur? Kita semua tadi sore makan enak, udang
goring dan sayur rebung, entah Eli makan apa. Bagaimana kalau dia
tidak tahu harus membeli keperluan masak di mana? Bagaimana
kalau dia tersesat? Itu kota besar. Bagaimana kalau kompornya
rusak?‖(Liye, 2013:274)
79
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa kasih sayang Mamak
begitu besar kepada Eliana. Allah pun memerintahkan umatnya untuk
saling menyayangi dan mengasihi, seperti dalam firman Allah QS. Al-
Fatihah:1
ح انش ح ى ثسى الله انش Artinya: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang
Dari ayat di atas juga disebutkan bahwa Allah Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, maka kita sebagai umat hendaknya saling
menyayangi dan mengasihi. Rasulullah SAW pun juga menganjurkan
kita untuk saling mencintai sesame kaum Allah. Berikut salah satu sabda
Rasulullah dalam HR.Bukhari tentang kasih sayang:
احت نهبس يب تحت نفسكArtinya: Cintailah sesama manusia seperti engkau mencintai dirimu
sendiri
l. Tanggung Jawab
Dalam hal ini yang dapat kita mengambil pelajaran dari sikap Amelia
adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya. Dalam novel diceritakan
tentang Amelia yang sedang mendapatkan tugas dari Mamak menyapu,
mengepel dan membereskan semua kamar. Berikut kutipan dalam
novelnya.
Aku masih sempat menyelesaikan pekerjaanku, jadi ketika Mamak
pulang, semua telah beres. Tapi itu sisa hari yang amat
menyebalkan. Kak Eli terus memeriksa tugasku. Ia bahkan
menungguiku saat mengepel lantai.(Liye, 2013:20)
Dalam kutipan diatas dapat dijelaskan meski awalnya Amelia
menunda-nunda pekerjaannya, namun pada akhirnya ia dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Mamak. Allah pun juga
memerintahkan kepada umatnya untuk bertanggung jawab dengan
semua kewajiban umatnya. Rasulullah SAW juga telah memperingatkan
80
bahwa setiap hal apapun pasti aka nada pertanggung jawabannya kelak.
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:
ل ػ سػت كهكى يسئ كهكى ساع Artinya: ―Kamu semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya,(HR.
Bukhari)
3. Nilai Budaya
Dalam hal ini, kita dapat mengambil pelajaran tentang suartu
kebudayaan di sebuah desa. Seperti yang diceritakan Amelia dalam
novelnya, disana ada suatu tradisi untuk anak bungsu. Yaitu bagi mereka
yang terlahir sebagai anak bungsu, mereka tidak boleh keluar dari
kampungnya. Tetapi berbeda dengan Bapak dan Mamak Amelia, tidak ada
yang bisa mencegah anak-anak Mamak pergi untuk melanjutkan sekolah
meski pada akhirnya nanti mereka akan kembali ke kampung tersebut.
Berikut kutipan di dalam novel.
Di kampung kami, ada tradisi ‗menunggu rumah‘ . anak bungsu
menetap di rumah orangtua. Ketika seluruh kakak-kakaknya pergi
merantau jauh, menyisakan orangtua yang semakin lanjut usia, anak
bungsu versama suami atau istrinya tetap dinggal di rumah
orangtua,‘menunggu rumah‘. Kak Burlian sering mengolok-olok soal
ini di rumah, bilang, ‗Amel si bungsu penunggu rumah.‘ Atau, ‗Kau
tidak usah ikut kami bermain, Amel. Kau ditakdirkan menunggu
rumah.(Liye, 2013:104)
B. Relevansi Nilai Pendidikan Dalam Novel Amelia Karya Tere Liye
1. Menyegerakan Shalat
Relevansinya adalah bahwa menyegerakan shalat itu lebih baik. Juga
merupakan pendidikan bagi anak, sehingga anak dapat dibiasakan shalat
81
tepat pada waktunya. Allah juga memerintahkan umatnya untuk
menyegerakan shalat, berikut firman Allah:
يب تق كح ه ح اتا انز ا انص اق ذ ػ ش تجذ خ فسكى ي ا لا ي ذ
ش ثص ه ب تؼ لله ث الله اArtinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa
yang kamu kerjakan.(QS. Al-Baqarah:110)
Dalam ajaran agama Allah memerintahkan untuk mendirikan shalat dan
menunaikan zakan. Serta perintah untuk melakukan kebaikan. Oleh karena
itu tunaikanlah shalat, dan usahakan untuk menyegerakan shalat. Hal ini
dibuktikan sesuai dari isi kutipan dalam novel sebagai berikut:
―Susah sekali memberi tahu kalian. Sudah dari kemarin Mamak bilang
berkali-kali, rombongan yang membantu Mang Dullah menyebar benih
akan datang pagi-pagi. Mamak harus menyiapkan bekal sarapan dan
makan siang untuk mereka di ladang nanti. Bergegas Amel, kau shalat
shubuh dulu. Jamaah dengan Burlian dan Pukat. Selepas itu bantu Kak
Eli menyiapkan bekal di dapur.‖ Mamak mengomel seperti biasa.(Liye,
2013:7)
2. Jangan Menunda Pekerjaan
Jika kita mendapatkan suatu pekerjaan, maka kita harus segera
menyelesaikannya. Seperti halnya pekerjaan rumah entah itu menyapu
lantai, mengepel atau mencuci sepatu. Adapun pekerjaan yang dapat kita
peroleh dari sekolah misalnya mendapat PR mengarang atau membuat
puisi. Apabila pekerjaan itu tidak cepat diselesaikan, maka kita akan
merasa terus saja terbebani. Dalam hal ini dicontohkan tokoh Eliana yaitu
82
mengingatkan Amelia untuk jangan menunda-nunda pekerjaan. Hal ini
tertuang dalam QS. Al-Mu’minun:61
ى نب سجق شد ف انخ انئك سبسػ
Artinya: Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan
merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.(QS. Al-
Mu’minun 61)
Dalam ajaran agama juga menganjurkan untuk menyegerakan kebaikan,
seperti menyegerakan pekerjaan dan tidak menunda-nunda. Seperti yang
dicontohkan oleh tokoh Eliana. Hal ini dibuktikan dalam kutipan novel
berikut:
―Jangan suka menunda-nunda pekerjaan, Amel. Nanti tidak selesai.
Ingat, kau juga disuruh Mamak membersihkan semua kamar, mencuci
sepatu sendiri‖ Kak Eli Melotot.(Liye, 2013:13)
3. Tanggung Jawab
Apabila kita sedang mendapatkan tugas, entah itu dari sekolah atau pun
dari rumah, hendaknya kita harus tanggung jawab untuk menyelesaikan
tugas tersebut. Seperti yang dicontohkan oleh tokoh Amelia di dalam
novel. Ia mendapat tugas dari Mamak untuk membereskan rumah, maka
tanggung jawab dari Amelia, tugas tersebut harus di selesaikan. Hal
mengenai pertanggung jawaban tertuang dalam HR. Bukhari berikut:
كهكى ل ػ سػت كهكى يسئ ساع Artinya: ―Kamu semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya,(HR.
Bukhari)
83
Dalam ajaran agama, Rasulullah memberitahukan bahwa setiap tugas
akan mendapat pertanggung jawabannya. Seperti yang dicontohkan Amel
di dalam novel. Hal ini dibuktikan dalam kutipan novel berikut:
Aku masih sempat menyelesaikan pekerjaanku,jadi ketika Mamak
pulang, semua sudah beres. Tapi itu sisa hari yang amat menyebalkan.
Kak Eli terus memeriksa tugasku.(Liye, 2013:19)
4. Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan sebenarnya sikap yang harus dimiliki oleh setiap
orang. Terlebih lagi untuk anak madrasah ibtidaiyah, sebaiknya dilatih
sejak dini. Agar suatu saat apabila mereka melakukan kesalahan kepada
orang tua, teman atau guru, mereka berani untukmengakui kesalahan
mereka dan mau meminta maaf. Hal ini tertuang dalam QS. Al-A’raf:23
انخسش ي ب نك تشح نى تغفشنب إ فسب ب أ ب ظه قبلاسث
Artinya: Keduanya berkata: ―Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya
diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan member
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi.(QS. Al-A’raf:23)
Dalam agama pun mengajarkan untuk mengakui kesalahan dan meminta
segera meminta maaf. Seperti yang dicontohkan tokoh Amelia dalam
novel. Hal ini dibuktikan dalam kutipan novel berikut:
Aku menunduk, ―Maafkan Amel, Pak. Seharusnya Amel tidak bicara
itu.‖
Tentu seharusnya aku tahu. Keluarga kami sederhana. Bapak mendidik
kami sejak kecil dengan semua keterbatasan. Tidak seharusnya aku
malah mengungkit hal tersebut, semarah apa pun aku dengan Kak Eli,
itu tidak ada hubungannya. Toh sebenarnya aku baik-baik saja dengan
baju lungsuran.(Liye, 2013:25)
84
5. Membantu Teman
Tolong menolong itu memang diperlukan, untuk menunjukkan bahwa
kita peduli terhadap teman karena suatu saat pun kita juga memerlukan
bantuan mereka. Tidak hanya kepada teman, sebaikya sikap saling tolong
menolong ini diberlakukan untuk siapapun yang memerlukan bantuan kita.
Hal ini tertuang dalam QS. Al-Maidah:2
اتقاالله ا انؼذ اػه الاثى لا تؼب انتق ػه ا نجش
ذانؼقبة ابلله شذArtinya: ….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwam dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksanya.
Dalam ajaran agama pun diperintahkan untuk tolong-menolong dalam
hal kebaikan. Misalnya membantu teman melaksanakan piket, membantu
ibu menyelesaikan pekerjaan rumah dan lain sebagainya. Hal ini
dicontohkan oleh tokoh Amelia pada saat di lingkungan sekolah. Dalam hal
ini dibuktikan dengan kutipan novel berikut:
―Mau kubantu, May?‖ aku menawarkan bantuan.
―Aduh!‖ Maya mengaduh. Kepalanya yang hendak keluar dari bawah
meja terantuk lagi. ―Jangan ngagetin, sih, Amel.‖
―Tidak ada yang ngagetin, May.‖ Aku tertawa. ―Kamu saja yang suka
kaget. Aku bantu ya.‖
―Tidak usah, Amel.‖ Maya menggeleng
Aku tidak mendengarkan keberatan Maya, melangkah ke pojok kelas.
Dibalik lemari ada sapu ijuk butut yang tidak dipakai. Sepagi ini
sekolah masih sepi, bermain di halaman juga tidak seru. Aku juga tidak
terlalu suka jajan di warung Bu Ahmad. Lebih baik membantu Maya
menyelesaikan piketnya.(Liye, 2013:31)
85
6. Jujur
Memiliki sikap jujur adalah hal yang istimewa pada zaman sekarang ini.
Maka dari itu sebaiknya anak-anak dibiasakan untuk beperilaku jujur. Hal
ini dituang dalam QS. Muhammad:21
ى شا ن خ صذقا الله نكب فه
Artinya: . . . . Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya
yang demikian itu lebih baik bagi mereka.(QS. Muhammad:21)
Dalam agama pun mengajarkan untuk berperilaku jujur karena jujur itu
lebih baik. Seperti dalam novel dicontohkan oleh Amelia, berikut kutipan
dalam novel:
Dan jawabanku keluar: aku menangis. Awalnya tertahan. Sekejap,
bersamaan dengan gerimis di luar yang menderas, tangisanku
mengencang. Aku terisak.(Liye, 2013:53)
7. Pemberani
Memiliki sifat pemberani sngat penting bagi diri anak. Misalnya ia
berani mengemukakan pendapat, berani bertanya hal-hal yang kurang
dimengerti pada saat jam jam pelajaran dan berani dalam hal positif
lainnya. Sikap pemberani seperti ini tertuang dalam QS. Ali Imron:175
ا خبف ى نآء فلا تخبف ف ا خ ط برنكى انش إ ؤي تى ي ك
Artinya: Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang
menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik
Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.
86
Dalam ajaran agama pun mengajarkan agar menjadi orang yang
pemberani karena sesungguhnya yang memberikan perasaan takut itu
adalah dari bisikan syaitan. Seperti dicontohkan oleh Amelia dalam
novelnya, ia berani mengemukakan pendapatnya pada saat rapat tetua
kampung. Hal ini di buktikan dalam kutipan novel berikut:
Aku sekali lagi menatap Bapak yang kali ini ikut mengangguk kepadaku.
Baiklah, aku menelan ludah, meneguhkan hati, mulai buka suara.
Awalnya, kalimatku masih patah-patah, tapi semakin lama semakin
lancar. Dengan suara lantang, aku mengusulkan agar penduduk
kampung membahas tentang kemungkinan menggangti seluruh batang
kopi di ladang yang gagal panen, tidak produktif. Itu bisa menjadi
jalan keluar agar kehidupan kami lebih baik, tidak hanya
mengandalkan cara-cara lama.(Liye, 2013:298)
8. Melaksanakan Khitan
Sebaiknya anak diberitahu sejak dini jika khitan merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan setiap anak laki-laki muslim. Hal ini tertuang
dalam sabda Rasulullah pada hadits berikut:
ا ختت ك شؼش ا نكفش أ نق ػ
Artinya: Hilangkan darimu rambut kekafiran (yang menjadi alamat
orang kafir) dan berkhitanlah.(HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh
Syeikh Al-Albany)
Rasulullah SAW pun menganjurkan umatnya untuk berkhitan. Maka
dicontohkan dalam novel oleh tokoh Pukat dan Burlian. Hal ini dibuktikan
dalam kutipan novel berikut:
87
―Kalian tahu, Burlian, Pukat. Sunat adalah perintah Rasul Allah.
Semua laki-laki muslim harus disunat. Itu bukti apakah kita mencintai
Rasul Allah. Kita harus patuh, taat, tidak protes‖(Liye, 2013:224)
9. Peduli Terhadap Sesama
Sebaiknya anak dididik agar peduli terhadap sesama maupun
lingkungan. Agar menjadi anak yang baik hati dan dapat menolong orang
yang membutuhkan tampa dimintai terlebih dahulu. Hal ini tertuang dalam
QS. Al-Israa:26
شا لا تجز س تجز م ج انس اث سك ان اد را انقش ث حق
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya,kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(QS.
Al-Israa:26)
Dalam agama telah dianjurkan agar peduli terhadap sesama dan tolong
menolong. Seperti dalam novelyang dicontohkan oleh Amelia. Hal ini
dibuktikan dalam kutipan novel berikut:
Paman, kalau penduduk kampung tetap bertani begitu-begitu saja,
mereka tidak akan pernah berhasil keluar dari keterbatasan yang ada.‖
Aku berkata pelan. Lebih tepatnya, aku bicara sambil memikirkan
sesuatu. ―tetap tidak ada uang untuk sekolah. Anak-anak kampung
terpaksa bekerjadi ladang, mencari rotan, mengambil rebung di hutan,
menangkap ikan di sungai. Kampung ini bertahun-tahun hanya akan
seperti itu. Anak-anaknya, cucu-cucunya tetap akan menjadi petani
miskin.‖(Liye, 2013:195)
88
10. Saling Memaafkan
Sebaiknya anak dilatih dan di nasehati agar mau memaafkan agar tidak
ada rasa dendam. Dalam hal ini telah dituangkan dalam (QS. Asy-
Syura:40)
لاحت اصهح فبجش ػه الله ا ػفب ثهب ف جزؤاسئخ سئخ ي
انظه
Artinya:Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang zalim.
Dalam agama pun sudah dianjurkan untuk saling memaafkan karena
sesungguhnya Allah tudak menyukai orang-orang yang zalim. Seperti yang
dicontohkan oleh Amelia dan Eliana dalam novel. Dalam hal ini dibuktikan
dengan kutipan novel berikut:
―Maafkan, Amel, Kak.‖
Aku tidak tahan lagi. Suaraku pelan saja. Bahkan kalah oleh desau
angin.
―Maafkan apa, Amel?Kak Eli bertanya. Napasnya tersengal.
―Maafkan Amel yang selama ini tidak menurut.‖ Suaraku serak.
―Kau bicara apa, Amel? Langkah kaki Kak Eli terhenti.
Kak Eli berhenti di jalan setapak dengan aku memeluk erat-erat dari
punggungnya.
―Maafkan Amel yang susah diatur. Maafkan Amel yang kemarin
menggunakan sikat gigi Kak Eli untuk menyikat sepatu sekolah. Amel
sungguh menyesal. Maafkan Amel, Kak.‖ Aku benar-benar menangis
sekarang. Terisak di punggung Kak Eli.
Kak Eli terdiam. Hutan lebat lengang, menyisakan suara tangisku
bersama jangkrik dan serangga hutan yang berderik. Kunang-kunang
terbang semakin banyak.
Melintas di sekitar kami.
―Seharusnya aku yang minta maaf, Amel.‖ Kak Eli akhirnya berkata
pelan. Suaranya bergetar.
89
―Aku terus-terusan memarahi, Amel. Menyuruh-nyuruhmu.‖ Suara Kak
Eli tersendat, ―Karena akulah kau merusak sikat gigi itu. Semua bukan
salahmu. Maafkan Kak Eli, Amel.‖(Liye, 2013:75)
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gaya Bahasa yang terdapat dalam novel Amelia Karya Tere Liye
Berikut beberapa wujud gaya bahasa yang muncul dalam novel
Amelia: Gerimis membungkus perkampungan, Pagi baru saja menyapa,
Seru bermain membuat mereka abai matahari telah beranjak tumbang dan
masih banyak lagi.
2. Nilai Pendidikan yang terkandung dalam Novel Amelia karya Tere Liye
a. Nilai Pendidikan Religi
Salah satu nilai pendidikan religi yang terkandung dalam novel
tersebut adalah taat dalam beribadah dan menyegerakan shalat.
b. Nilai Pendidikan Moral
Beberapa nilai pendidikan moral yang terkandung dalam novel
tersebut adalah jujur, saling tolong menolong, saling memaafkan,
bijaksana, dan kasih sayang.
c. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya yang terkandung dalam novel tersebut adalah
adanya tradisi di kampung Amelia, apabila anak bungsu akan menjadi
penunggu rumah. Penunggu rumah yang dimaksud adalah mereka tidak
boleh pergi kemanapun, dan harus menetap di kampungnya.
91
3. Relevansi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan yang terkandung dalam
Novel Amelia Karya Tere Liye
a. Relevansi gaya bahasa personifikasi dalam novel Amelia ini adalah
untuk memperjelas suasana, menarik minat pembaca, memperhangat
suasana dan dapat menjadi kekhasan dalam novel ini sendiri. Novel ini
sangat relevan dalam segi kebahasaan, karena gaya bahasa personifikasi
yang ada di dalam novel tersebut dapat dijadikan contoh dalam
pembelajaran.
b. Relevansi nilai pendidikan dalam novel Amelia ini lebih banyak
mengacu ke dalam segi keagamaan dan kehidupan sehari-hari seperti:
menyegerakan shalat, melaksanakan khitan, tidak menunda pekerjaan,
tanggung jawab, mengakui kesalahan, dan jujur. Novel ini sangat
relevan dalam segi keagamaan dan tingkah laku pada kehidupan sehari-
hari. Sehingga nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut
dapat dijadikan pembelajaran dan dapat dicontoh khususnya bagi anak
madrasah ibtidaiyah.
B. Saran
Setelah penulis mengadakan penelitian tentang gaya bahasa personifikasi
dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia karya Tere Liye,
maka penulis ingin menyampaikan saran-saran demi perbaikan dan kemajuan:
1. Bagi mahasiswa calon guru, guru dan guru senior hendaknya mencontoh
hal-hal yang ada dalam novel ini, antara lain tentang apa itu gaya bahasa
92
personifikasi dan gaya bahasa personifikasi itu yang seperti apa. Kemudian
mengenai nilai pendidikan yang terkandung dalam novel ini.
2. Sebagai orang tua, dapat mencontoh langkah apa saja yang digunakan
keluarga Amelia dalam mendidik anak-anaknya.
3. Dalam akhiran novel ini adalah akhir yang menggantung, sebaiknya pada
akhirannya langsung dijelaskan bagaimana akhir cerita ini.
93
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Rani. 2012. Model Pembelajaran Menulis Sinopsis Menggunakan Teknik
Rumpang di Kelas V SDN Jatisari 3 Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun
Pelajaran 2011/2012. Bandung: STKIP Siliwangi Bandung
Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kosasih. E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia
Kusrianti, Anik dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya
Liye, Tere. 2013. Amelia Serial Anak-Anak Mamak. Jakarta: Republika
Nurhidayati, Tri Agustina. 2016. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Novel Bidadari-
Bidadari Surga Karya Tere Liye. Salatiga: IAIN Salatiga
Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN SALATIGA. 2008
Teeuw. A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya
Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca
http://tanya-biografi.blogspot.co.id/2013/01/biografi-tere-liye.html#.WbDKhyc12HA
(Diakses pada Minggu, 20 Agustus 2017. Pukul 09.42)
http://www.biografiku.com/2016/09/biografi-dan-profil-tere-liye-penulis-novel-
terkenal-asal-indonesia.html (Diakses pada Minggu, 20 Agustus 2017. Pukul
09.57)
http://ruangbacadigital.blogspot.co.id/2015/09/novel-karya-tere-liye.html (Diakses
pada Minggu, 20 Agustus 2017. Pukul 10.11)
94
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Risky Permata Sari Dosen PA : Sri Guno Najib
C, M.Pd
NIM : 115-13-001 Fakultas/Jurusan : FTIK/PGMI
NO
NAMA KEGIATAN PELAKSANAAN STATUS SKOR
1. 0PAK 2013 di selenggarakan
oleh STAIN SALATIGA
26-27Agustus 2013 Peserta 3
2. OPAK TARBIYAH 2013 yang
dilaksanakan di STAIN Salatiga
29 Agustus 2013 Peserta 3
3. PIAGAM PENGHARGAAN
MASA TA’ARUF IKATAN
MAHASISWA
MUHAMMADIYAH yang
dilaksanakan oleh IMM
6 September 2013 Peserta 2
4. LIBRARY USER
EDUCATION yang
dilaksanakan oleh UPT
PERPUSTAKAAN
16 September 2013 Peserta 2
5. INOVASI PEMBELAJARAN
BAHASA, SEMINAR
NASIONAL BAHASA ARAB
yang dilaksanakan oleh
ITTAQO
9 OKTOBER 2013 PESERTA 8
6. PIAGAM PENGHARGAAN
KONSER PERDANA FIDELIO
HARMONI SANG PELANGI
yang dilaksanakan oleh SMC
20 MARET 2014 PANITIA 3
7. SERTIFIKAT PENDIDIKAN
DAN LATIHAN CALON
PRAMUKA PANDEGA yang
dilaksanakan oleh Racana
Kusuma Dilaga Woro Srikandi
26-29 SEPTEMBER
2014
PESERTA 2
8. SERTIFIKAT DALAM
ACARA PENTAS SENI DAN
BUDAYA HMPS PGMIyang
dilakukan oleh HMPS PGMI
9 DESEMBER 2014 PESERTA 2
9. SERTIFIKAT
MEMPERINGATI MAULID
NABI SAW yang dilaksanakan
5 JANUARI 2015 PESERTA 2
95
oleh TPQ Darunnajah
Lingkungan Congol
10. SERTIFIKAT
MEMPERINGATI TAHUN
BARU HIJRIYAH, 1
MUHARRAM 1437 H yang
dilaksanakan oleh TPQ
Darunnajah Lingkungan Congol
18 OKTOBER 2015 PANITIA 3
11. PIAGAM PENGHARGAAN
PEDAS MUSIK XVI DAN
WORKSHOP PSM X SMC
SALATIGA yang dilaksanakan
oleh SMC
2DESEMBER - 9
DESEMBER 2015
PANITIA 3
12. SERTIFIKAT SEMINAR
NASIONAL TENTANG HAK
GENDER KAUM DIFABEL
DALAM PERSPEKTIF
SOSIOLOGI DAN HUKUM
ISLAM yang dilaksanakan oleh
HMJ AS
24 DESEMBER 2015 PESERTA 8
13. SERTIFIKAT SEMINAR
STAY POSITIVE yang
dilaksanakan oleh Fakultas
Dakwah
26 MEI 2016 PESERTA 2
14. SERTIFIKAT PERINGATAN
LOMBA HUT RI KE-71 DAN
LOMBA ANAK yang
dilaksanakan oleh Karang
Taruna SMART
14 Agustus 2016 PANITIA 3
15. SERTIFIKAT PERINGATAN
HUT RI DAN ANNIVERSARY
KARANG TARUNA SMART
KE-1 yang dilaksanakan oleh
Karang Taruna SMART
16 Agustus 2016 PESERTA 2
16. SEMINAR INTERNASIONAL
PETANI UNTUK NEGERI
yang dilaksanakan oleh Marta
Mukti Semata
18 SEPTEMBER
2016
PESERTA 2
17. PIAGAM PENGHARGAAN
KONSER GAMANANTA IT‘S
MORE THAN MUSIC SMC
SALATIGA yang dilaksanakan
28 SEPTEMBER
2016
PANITIA 3
96
oleh SMC
18. SERTIFIKAT PANITIA
PERINGATAN TAHUN
BARU HIJRIYAH 1
MUHARRAM 1438 H yang
dilaksanakan oleh TPQ
Darunnajah Lingkungan Congol
2 OKTOBER 2016 PANITIA 3
19. PERINGATAN MAULID
NABI MUHAMMAD SAW
yang dilakukan oleh TPQ
Darunnajah Lingkungan Congol
4 OKTOBER 2016 PESERTA 2
20. SEMINAR NASIONAL
DIMANAKAH KIBLAT
PENDIDIKAN KITA yang
dilaksanakan oleh DEMA FTIK
9 NOVEMBER 2016 PESERTA 8
21. SERTIFIKAT SEMINAR
NASIONAL TENTANG
MENUMBUHKAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN
MELALUI USAHA ONLINE
UNTUK MASYARAKAT
EKONOMI MANDIRI yang
dilaksanakan oleh HMI
10 DESEMBER 2016 PESERTA 8
22. SERTIFIKAT OUTBOND
TENTANG
MENGEMBANGKAN DIRI
UNTUK MENJADI ANAK
MUSLIM BERPRESTASI yang
diselenggarakan oleh TPA AL-
Ikhsan
28 JANUARI 2017 PANITIA 3
23. SERTIFIKAT FESTIVAL
ANAK SOLEH SE-DESA
MUKIRAN dilaksanakan oleh
KKN Desa Mukiran
19 FEBUARI 2017 PANITIA 3
24. SERTIFIKAT KEGIATAN
HAFLAH ATTASYAKKUR
LIL IKHTITAM yang
diselenggarakan oleh KKN
Desa Mukiran
24 FEBRUARI 2017 PANITIA 3
25. SEMINAR NASIONAL
GREAT yang diselenggarakan
oleh KKI
4 APRIL 2017 PESERTA 8
97
98
99
100
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Risky Permata Sari
Tempat, Tgl/ Lahir : Kab. Semarang, 17 Juli 1995
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Email : [email protected]
Nomor Telepon : 08985049360
Alamat Rumah : Klero RT 04 RW 01, Kecamatan Tengaran, Kab.
Semarang, Jawa Tengah, 50775.
Riwayat Pendidikan
SDN Klero 01 : 2001-2007
SMPN 1 Tengaran : 2007-2010
SMAN 1 Tengaran : 2010-2013
S1 Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) : 2013-2017
(Masih sedang dalam proses)
Pengalaman Organisasi
Racana : 2014