Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Rab Construction Research
Volume 1, No 2, Desember 2016
33
ANALISIS INDEKS KEKERINGAN DI DAS ROKAN
PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN DATA CFSR
Novreta Ersyi Darfia1) M. Syahril Badri Kusuma2) Arno Adi Kuntoro3)
1) Teknik Sipil Universitas Abdurrab
Jl. Riau Ujung No. 73, Pekanbaru Indonesia
Email : [email protected] 2) Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung Indonesia 3) Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung Indonesia
ABSTRACT
One of important component of the national drought strategy is a comprehensive
drought monitoring system that can provide a warning at the early and the end stage
of the drought, determine the severity level, and disseminate the drought information
to various sectors. Due to the drought issues, this research is aimed to analyze the
drought index on the Rokan Watershed, Riau Province. Drought index were analyzed
using two methods, i.e. KBDI (Keetch-Byram Drought Index) and SPI (Standardized
Precipitation Index). Due to the limited data from existing observation stations on the
Rokan watershed, this research was using the data from the Climate Forecast System
Reanalysis (CFSR) of the The National Centers for Environmental Prediction (NCEP).
The CFSR rainfall data were corrected before the data were used. KBDI and SPI
methods were used to analyze the spatial and temporal drought that occurred on the
Rokan watershed. The relationship between distributions of the drought and hotspot
was shown better relationship by the KBDI method compared with SPI method.
Keywords: Rokan watershed, rainfall data correction, drought index, CSFR
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
121
ABSTRAK
Salah satu komponen penting dari strategi kekeringan nasional adalah sistem
pemantauan kekeringan secara komprehensif yang dapat memberi peringatan pada
awal dan berakhirnya kekeringan, menentukan tingkat keparahan, dan
menyebarluaskan informasi pada berbagai sektor. Dilatarbelakangi oleh hal tersebut,
maka pada penelitian ini dilakukan analisis indeks kekeringan pada DAS Rokan
Provinsi Riau. Indeks kekeringan dianalisis dengan menggunakan dua metode yaitu
KBDI (Keetch-Byram Drought Index) dan SPI (Standardized Precipitation Index).
Karena keterbatasan data dari stasiun observasi yang ada pada DAS Rokan, maka pada
penelitian ini digunakan data dari Climate Forecast System Reanalysis (CFSR) dari
The National Centers for Environmental Prediction (NCEP). Data hujan CFSR
tersebut dikoreksi terlebih dahulu sebelum digunakan. Metode KBDI dan SPI dapat
digunakan untuk menganalisis secara spasial dan temporal kekeringan yang terjadi
pada DAS Rokan. Hubungan antara sebaran kekeringan dan sebaran hotspot
diperlihatkan dengan lebih baik melalui metode KBDI dibandingkan dengan metode
SPI.
Kata kunci : DAS Rokan, koreksi data hujan, indeks kekeringan, CSFR
1. Pendahuluan
Kekeringan merupakan fenomena yang sering terjadi dan menimbulkan bencana
di berbagai daerah di Indonesia. Kekeringan berhubungan dengan keseimbangan
antara kebutuhan dan pasokan air untuk berbagai keperluan. Dampak kekeringan
terjadi pada berbagai sektor terutama pertanian, perkebunan, kehutanan, sumberdaya
air, dan lingkungan.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change [1] menyatakan bahwa
dunia semakin rawan terhadap kekeringan dalam 25 tahun terakhir, dan proyeksi iklim
menunjukkan bahwa hal ini akan semakin parah pada masa mendatang. Hal ini akan
memberikan dampak yang besar terutama untuk negara berkembang. Salah satu
komponen penting dari strategi kekeringan nasional adalah sistem pemantauan
kekeringan secara komprehensif yang dapat memberi peringatan pada awal dan
berakhirnya kekeringan, menentukan tingkat keparahan, dan menyebarluaskan
informasi pada berbagai sektor.
Tingkat kekeringan suatu daerah dapat diketahui dengan menghitung indeks
kekeringannya. Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk
mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan karena indeks
kekeringan dapat menyederhanakan keterkaitan kompleks antara parameter iklim dan
parameter lainnya. Indeks membuat informasi tentang anomali iklim lebih mudah
untuk disampaikan kepada khalayak pengguna yang beragam dan memungkinkan para
ilmuwan untuk menilai secara kuantitatif anomali iklim dalam hal intensitas, durasi,
tingkat spasial, dan frekuensi [2].
Dampak kekeringan, selain berkurangnya ketersediaan dan pasokan air, juga
penurunan produksi pangan, dan kebakaran lahan/hutan. Kekeringan memberikan
peluang terhadap terjadinya kebakaran hutan yang cukup serius di berbagai kawasan
hutan di Indonesia. Walaupun kebakaran hutan dan lahan lebih banyak disebabkan
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
122 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
oleh kegiatan manusia, tetapi berdasarkan pengalaman, kebakaran menjadi lebih buruk
ketika terjadi kemarau panjang atau saat El-Nino muncul.
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang rawan kebakaran di Indonesia
yang mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya. Kerusakan
hutan di Riau merupakan yang paling menjadi sorotan di Indonesia bahkan dunia.
Berdasarkan deteksi Satelit NOAA 18 Tahun 2013, terlihat bahwa Provinsi Riau
memiliki titik hotspot yang lebih besar dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Setiap
tahunnya Riau menghasilkan kabut yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan.
Beberapa studi terdahulu terkait dengan studi kali ini telah dilakukan antara lain
oleh Anzar [2] dan Levina [3]. Hasil dari penelitian Anzar [2] antara lain analisis
spasial indeks kekeringan SPI-1, SPI-3, dan PDSI untuk wilayah Citarum dapat
menggambarkan tingkat kekeringan dan sebaran dari kekeringan yang terjadi di setiap
daerah dan dapat merepresentasikan luasan kekeringan untuk masing-masing wilayah.
PDSI memberikan hasil yang lebih baik untuk mengevaluasi kekeringan yang terjadi
jika dibandingkan dengan indeks SPI, berdasarkan hasil komparasi debit. Sementara
hasil penelitian Levina [3] menunjukkan bahwa dengan mengoreksi nilai SPI maka
rata-rata selisih nilai SPI, RMSE, dan koefisien korelasi jauh lebih baik dibandingkan
sebelum dikoreksi dan data satelit TRMM dapat digunakan dalam analisa kekeringan
dengan dilakukan koreksi terhadap indeks kekeringannya langsung.
Penelitian ini melakukan analisis spasial dan temporal indeks kekeringan DAS
Rokan yang berada di Provinsi Riau untuk mengetahui wilayah-wilayah mana saja
yang terjadi kekeringan. Dengan pembangunan model spasial diharapkan mampu
menggambarkan sebaran kekeringan serta tingkat kerawanan maupun resiko
terjadinya kebakaran hutan dan lahan sehingga informasi tersebut dapat menjadi
masukan bagi pengambilan kebijakan dalam upaya menyusun rencana pencegahan
kebakaran hutan dan lahan dari sudut pandang spasial baik di tingkat provinsi,
kabupaten, kecamatan, hingga desa.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Kekeringan
Kekeringan adalah kekurangan curah hujan dari biasanya atau kondisi normal bila
terjadi berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau lebih panjang akan
mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan air yang dicanangkan. Hal ini
akan menimbulkan dampak terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan alam. Setiap
kekeringan berbeda dalam intensitas, lama, dan sebaran ruangnya.
2.2 Indeks Kekeringan
Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi,
memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan. Kekeringan memiliki karakter
multi-disiplin yang membuat tidak adanya sebuah definisi yang dapat diterima oleh
semua pihak di dunia. Demikian pula tidak ada sebuah indeks kekeringan yang berlaku
universal [4].
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
123
Perlunya mengembangkan indeks kekeringan adalah:
a. secara ilmiah diperlukan indikator untuk mendeteksi, memantau, dan
mengevaluasi kejadian kekeringan
b. perkembangan teknologi pengambilan data dan metodologi analisis juga
memberikan arah baru pengembangan indeks
c. kebutuhan para pemangku kepentingan untuk pelaksanaan alokasi air di lapangan
2.3 Keetch-Byram Drought Index (KBDI)
Indeks kekeringan adalah jumlah yang mewakili pengaruh bersih (net)
evapotranspirasi dan presipitasi dalam menghasilkan defisiensi kelembaban kumulatif
pada serasah tebal atau lapisan tanah bagian atas. Indeks kekeringan merupakan
jumlah yang berkaitan dengan daya nyala (flammability) bahan-bahan organik pada
tanah [5].
KBDI hari ini = (Σ KBDI kemarin- (10*CH) + DF hari ini) (1)
Dimana:
CH = Curah Hujan Bersih
DF = Faktor kekeringan yang telah dimodifikasi dan dapat digunakan untuk
perkiraan bahaya kebakaran adalah, dengan formulasi sebagai berikut:
DF =(2000-𝑌𝐾𝐵𝐷𝐼) x (0.9676 x EXP(0.0875 x Tmax+ 1.552)- 8.229) x 0.001
(1+10.88 x EXP(-0.00175 x Annual)) (2)
Dimana:
YKBDI = Indeks kekeringan kemarin
Tmax = Suhu maksimum (0C)
Annual = Rata-rata curah hujan tahunan (mm)
Tabel 1. Klasifikasi skala nilai KBDI [4]
Nilai KBDI Kategori
0 - 999 Rendah
1000 - 1499 Sedang
1500 - 1749 Tinggi
1750 - 2000 Ekstrim
2.4 Standardized Precipitation Index (SPI)
Standardized Precipitation Index (SPI) merupakan indeks kekeringan yang
banyak digunakan untuk mengkarakterisasi kekeringan meteorologis, yang
dikembangkan oleh McKee et al [6]. Metode ini merupakan metode yang mengukur
kekurangan/defisit curah hujan pada berbagai skala waktu berdasarkan kondisi
normalnya. Pada rentang waktu yang singkat, SPI berkaitan erat dengan kelembaban
tanah, sementara pada rentang waktu yang lebih panjang, SPI dapat dihubungkan
dengan air tanah dan waduk. SPI dapat diterapkan di berbagai daerah dengan iklim
yang sangat berbeda. Indeks ini mengkuantifikasi curah hujan sebagai data awal.
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
124 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
𝑍𝑖𝑗 =𝑋𝑖𝑗−𝑋(𝑟𝑡)𝑗
𝜎𝑗 (3)
Dimana:
Zij = nilai SPI tahun ke i bulan ke j
Xij = hujan bulanan tahun ke i bulan ke j
X(rt)j = hujan rata-rata bulan j
σj = simpangan baku bulan j
Tabel 2. Klasifikasi skala nilai SPI [6]
Nilai SPI Kategori
≥ 2.00 Ekstrim Basah
1.50 - 1.99 Sangat Basah
1.00 - 1.49 Basah
-0.99 - 0.99 Normal
-1.00 - -1.49 Kering
-1.5 - -1.99 Sangat Kering
≤ -2.00 Ekstrim Kering
2.5 Data Climate Forecast System Reanalysis (CFSR)
Data curah hujan merupakan salah satu data masukan dalam analisis sumberdaya
air. Penyediaan data curah hujan dan data cuaca biasanya disediakan oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang diperoleh dari titik
pengamatan secara langsung, atau dengan mendirikan stasiun cuaca sendiri. Namun,
jika dua data tersebut tidak tersedia maka perlu dicari data alternatif yang mampu
menggantikannya.
Data satelit lain yang bisa dimanfaatkan adalah data dari Climate Forecast System
Reanalysis (CFSR) dari The National Centers for Environmental Prediction (NCEP).
Data yang tersedia disini mulai dari tahun 1979 hingga sekarang yang berarti 38 tahun.
Data CFSR dirancang dan dilaksanakan sebagai data global, beresolusi tinggi,
menggabungkan sistem atmosfer-samudra-darat dan permukaan laut untuk
mendapatkan perkiraan terbaik dari keadaan sebenarnya selama ini.
Analisis awal dari output CFSR menunjukkan bahwa produk ini jauh lebih unggul
dalam banyak hal dibandingkan dengan produk lain dari pertengahan 1990-an. Produk
NCEP sebelumnya telah menjadi salah satu produk NCEP yang paling banyak
digunakan di dalam sejarah. Ada banyak alasan untuk percaya bahwa CFSR akan
menggantikan produk-produk yang lebih tua baik dalam lingkup dan kualitas, karena
memiliki resolusi waktu dan resolusi ruang yang lebih tinggi, meliputi atmosfer,
samudra, laut, dan permukaan, dan dieksekusi dalam mode penggabungan dengan
asimilasi sistem yang lebih modern dan model prakiraan.
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
125
2.6 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis atau geographic information system (GIS) adalah
suatu kumpulan terorganisasi yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data
geografis, dan personil yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang
bereferensi geografis [7]. Lebih lanjut Arronof [8] juga mengatakan GIS sebagai
sebuah sistem komputerisasi yang memfasilitasi fase entri data, analisis data, dan
presentasi data yang terutama berkenaan dengan data yang memiliki georeferensi.
Sejarah penggunaan komputer untuk pemetaan dan analisis spasial menunjukkan
adanya perkembangan bersifat paralel dalam pengambilan data secara otomatis,
analisis data, dan presentasi pada bagian bidang terkait seperti pemetaan kadastral dan
topografi, kartografi tematik, teknik sipil, geografi, studi matematika dan variasi
spasial, ilmu tanah, survei dan fotogrametri, perencanaan pedesaan dan perkotaan,
utility network, dan penginderaan jauh serta analisis citra [9].
3. Metodologi Penelitian
Terdapat dua analisis utama yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu analisis
koreksi data hujan yang didapat dari Climate Forecast System Reanalysis (CFSR) dari
The National Centers for Environmental Prediction (NCEP), dan analisis indeks
kekeringan secara spasial dan temporal. Data hujan yang didapat dari CFSR dianalisa
dan dikoreksi untuk mengupayakan agar nilainya sama atau mendekati nilai hujan dari
stasiun observasi. Hasil perhitungan analisis ini akan menjadi data yang digunakan
pada analisis indeks kekeringan. Hasil perhitungan dan penggambaran pada analisis
indeks kekeringan spasial temporal akan digambarkan untuk dapat melihat sebaran
kekeringan yang ada di DAS Rokan.
3.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan antara lain:
a. Data koordinat stasiun hujan dan klimatologi.
b. Data tutupan lahan.
c. Data curah hujan dan klimatologi stasiun observasi.
d. Data curah hujan dan klimatologi stasiun CFSR.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Lokasi penelitian; dan (b) Tutupan lahan
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
126 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
3.2 Analisis Spasial Data
Untuk mempermudah penyajian peta distribusi, lokasi daerah penelitian dibagi
menjadi grid-grid yang berbentuk kotak. Grid yang digunakan berukuran 2 km x 2 km.
Total jumlah grid pada lokasi penelitian adalah 3617 grid. Metode interpolasi yang
digunakan adalah metode kriging. Grid pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar
2.
Gambar 2. Grid pada lokasi penelitian
3.3 Analisis Faktor Koreksi Data Hujan CFSR
3.3.1. Koreksi Data dengan Metode Persamaan Linear
Y = Ax + B (4)
Dimana:
Y = rasio curah hujan koreksi
A dan B = faktor koreksi
X = rasio curah hujan yang akan dikoreksi
3.3.2. Koreksi Data dengan Metode Probability Density Function (PDF)
Faktor koreksi ini merupakan suatu metode yang memaksa distribusi
probabilitas dari data historis simulasi untuk cocok terhadap distribusi observasinya.
Skema koreksi menghasilkan perbaikan/koreksi pada semua titik data, khususnya pada
nilai-nilai ekstrim.
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
127
Gambar 3. Grafik PDF
3.3.3. Koreksi Data dengan Metode Distribution Transformation
Faktor koreksi untuk nilai rata-rata dan standar deviasi ditentukan dengan
persamaan berikut:
𝜇𝑓 =𝜇𝑂𝐵𝑆
𝜇𝑆𝑅𝐸 (5)
𝜏𝑓 =𝜏𝑂𝐵𝑆
𝜏𝑆𝑅𝐸 (6)
𝑆𝑅𝐸𝑐 = (𝑆𝑅𝐸𝑜 − 𝜇𝑆𝑅𝐸). 𝜏𝑓 + 𝜇𝑆𝑅𝐸 . 𝜇𝑓 (7)
Dimana:
µf = faktor koreksi untuk nilai rata-rata
µOBS = nilai rata-rata OBS dari stasiun observasi
µSRE = nilai rata-rata SRE dari stasiun SRE
τf = faktor koreksi untuk nilai standar deviasi
τOBS = nilai standar deviasi OBS dari stasiun observasi
τSRE = nilai standar deviasi SRE dari stasiun SRE
SREc = SRE terkoreksi
SREo = SRE yang akan dikoreksi
3.4 Analisis Indeks Kekeringan
3.4.1. Keetch Byram Drought Index (KBDI)
Untuk menghitung KBDI diperlukan beberapa data yaitu:
a. Data curah hujan rata-rata tahunan
b. Curah hujan harian
c. Temperatur harian maksimum
Persamaan yang digunakan dalam KBDI ini adalah Persamaan (1) dan Persamaan (2).
3.4.2. Standardized Precipitation Index (SPI)
Metode ini merupakan model untuk mengukur kekurangan/defisit curah hujan
pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. Perhitungan nilai SPI
berdasarkan jumlah sebaran gamma yang didefinisikan sebagai fungsi frekuensi atau
peluang kejadian seperti terlihat pada Persamaan (3).
X
pp(X)
X
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
128 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
4.1 Kondisi Curah Hujan dan Suhu di Lokasi Penelitian
Data yang diperlukan dalam menganalisa indeks kekeringan adalah data seri
dengan panjang data yang cukup panjang, yaitu 30 tahun. Ketersediaan data hujan di
stasiun yang ada di DAS Rokan tidak memenuhi kriteria tersebut. Dari 14 stasiun hujan
yang ada, hanya 9 stasiun hujan yang memiliki panjang data 30 tahun (1983-2012).
Data tersebut juga tidak cukup baik karena terdapat kekosongan data/data tidak
tercatat, ada data yang keliru pencatatannya (data yang berulang/sama persis pada
tahun yang berbeda), serta ada pencatatan hujan pada waktu-waktu yang seharusnya
tidak ada pencatatan.
Analisis indeks kekeringan KBDI (Keetch Byram Drought Index), selain
memerlukan data hujan juga memerlukan data suhu. Ketersediaan data klimatologi
pada stasiun di DAS Rokan juga tidak memenuhi kriteria yang disarankan yaitu 30
tahun. Panjang data yang ada hanya 15 tahun (1998-2012).
Dengan demikian diperlukan suatu solusi alternatif untuk mengatasi keterbatasan
data tersebut yaitu dengan memanfaatkan data dari sumber lain, salah satunya data dari
Climate Forecast System Reanalysis (CFSR) dari The National Centers for
Environmental Prediction (NCEP). Data yang tersedia cukup lengkap dengan panjang
data yang cukup panjang (lebih dari 30 tahun), yaitu dari tahun 1979 hingga sekarang.
Agar data dari CFSR dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut, maka data CFSR ini
perlu dikoreksi terlebih dahulu. Langkah ini dilakukan untuk mengupayakan agar nilai
data CFSR mendekati nilai data dari stasiun observasi. Dengan demikian diharapkan
agar hasil dari penggunaan data CFSR dapat merepresentasikan kejadian yang
sebenarnya di lokasi penelitian.
Setelah dilakukan analisis untuk mengoreksi data CFSR dengan metode
pendekatan yang berbeda, didapatkan bahwa ketiga metode yang digunakan,
menghasilkan nilai hasil koreksi yang mendekati nilai dari stasiun observasi, akan
tetapi ada juga nilai yang semakin menjauh. Hal ini disebabkan karena variabilitas
curah hujan yang sangat besar sehingga sulit untuk melakukan koreksi, terutama untuk
curah hujan harian. Faktor koreksi yang bisa diaplikasikan pada satu stasiun, belum
tentu cocok untuk diaplikasikan pada stasiun lain. Oleh karena alasan inilah maka data
dari CFSR digunakan langsung dalam analisis indeks kekeringan
4.2 Indeks Kekeringan
4.2.1. Keetch Byram Drought Index (KBDI)
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
129
Tabel 3. KBDI bulanan Stasiun 30
Tahun / Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1983 109.88 290.82 369.90 604.38 781.11 370.25 187.31 619.74 479.27 132.67
1984 196.35 168.20 207.01 176.46 369.27 710.29 591.86 591.28 774.92 1187.15 317.63 216.27
1985 165.00 417.34 321.01 447.30 742.13 1371.80 1617.89 1197.72 846.89 343.03 194.41 154.49
1986 391.56 150.94 121.77 340.23 778.57 1018.35 1211.99 1389.31 1089.71 357.32 748.33 421.89
1987 234.17 231.33 110.34 83.11 143.91 439.47 1067.57 502.89 890.69 256.92 503.85 280.51
1988 144.35 363.70 147.07 292.12 594.49 1308.29 1001.56 590.52 157.84 987.01 735.36 236.23
1989 144.14 584.53 187.93 568.66 1273.84 1759.64 1525.85 1506.72 1430.71 724.35 302.36 88.39
1990 202.28 110.95 190.77 374.89 630.77 1411.58 1300.97 1383.72 1098.36 351.58 363.24 125.13
1991 243.85 294.17 76.78 206.55 224.12 767.21 1055.96 1201.07 1018.59 165.10 103.16 66.95
1992 168.80 322.77 229.52 456.10 341.42 1209.56 726.93 963.14 1469.70 1313.46 98.39 120.11
1993 198.46 78.40 119.94 157.15 86.16 1021.18 680.64 966.87 407.99 186.59 100.48 390.34
1994 91.02 275.04 232.36 93.22 268.48 826.93 1437.79 1146.52 1500.21 438.78 72.83 202.03
1995 162.07 94.80 136.07 131.16 319.42 411.90 992.96 279.07 940.48 589.42 430.89 450.42
1996 227.84 98.57 107.13 132.72 660.75 490.19 648.68 1330.56 1065.61 607.52 821.13 406.97
1997 445.23 847.31 183.45 76.24 413.91 667.62 1095.60 1639.49 1350.32 445.51 184.97 174.72
1998 106.33 289.94 206.32 279.58 322.67 1252.83 1192.40 491.81 270.49 1294.19 1679.28 1297.88
1999 408.50 179.02 1103.18 1185.57 1300.96 1145.29 1239.96 493.46 278.86 217.10 520.07
2000 191.89 648.79 1185.17 827.97 1287.86 1410.79 1434.30 1172.04 1282.43 736.86 466.51 275.41
2001 234.24 161.66 779.81 429.74 895.82 1410.42 1679.11 1524.76 461.61 931.65 1051.62 579.01
2002 202.51 215.00 261.98 172.24 596.89 878.48 1334.25 1177.52 748.57 296.27 142.99 234.38
2003 165.24 103.15 471.54 127.54 947.03 1340.89 758.81 839.47 945.49 703.52 261.47 120.70
2004 142.07 146.77 489.71 165.27 997.92 1654.31 1325.02 1640.31 753.02 451.08 116.84 113.34
2005 211.78 500.39 717.88 1043.79 892.94 1528.96 1561.50 1590.35 1384.06 437.01 303.30 1079.81
2006 569.69 271.34 587.76 850.38 1091.30 1238.28 1588.15 1496.94 474.54 821.26 102.62 82.65
2007 147.85 398.12 337.34 143.45 813.89 622.35 976.05 769.32 745.17 548.19 594.73 177.72
2008 244.64 406.39 143.80 419.90 1148.87 479.15 346.97 705.10 411.17 220.63 667.54 447.93
2009 264.47 340.04 270.45 368.69 1061.85 1403.81 1346.38 806.56 262.52 687.94 213.64 144.03
2010 86.17 84.86 94.50 253.51 500.83 814.55 523.83 676.49 364.95 805.28 993.35 650.05
2011 87.23 186.25 162.86 216.43 334.97 444.46 912.28 175.69 91.00 271.07 71.73 65.61
2012 307.30 52.30 163.81 88.66 570.72 661.65 210.23 366.84 208.16 144.97 54.49 50.76
Rata-rata 213.45 284.54 284.43 343.90 662.21 1015.34 1069.06 991.08 770.87 573.41 413.12 310.22
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
130 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
Tabel 4. Sifat KBDI bulanan Stasiun 30
Pada tabel perhitungan KBDI di atas, terlihat bahwa pada bulan Juni hingga
September nilai KBDI selalu lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Bulan Juni hingga September merupakan musim kemarau dimana curah hujan lebih
rendah dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
2. Standardized Precipitation Index (SPI)
Tahun / Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1983 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
1984 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah
1985 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
1986 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
1987 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
1988 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
1989 Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Ekstrim Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah
1990 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
1991 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
1992 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah
1993 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
1994 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah
1995 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
1996 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
1997 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah
1998 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Tinggi Sedang
1999 Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
2000 Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
2001 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sedang Rendah
2002 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
2003 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
2004 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
2005 Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Sedang
2006 Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
2007 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
2008 Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
2009 Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
2010 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
2011 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
2012 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Rata-rata Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
131
Tabel 5. SPI bulanan Stasiun 30
Tahun / Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1983 -1.06 -0.71 0.46 -0.50 0.73 0.37 0.85 0.68 0.69 -0.05 -0.75 -0.25
1984 -0.24 0.28 -0.46 0.05 1.13 0.15 1.69 -0.38 -0.97 -0.88 -0.06 -0.50
1985 0.05 -1.32 0.78 -1.02 0.18 -2.00 -0.54 -0.18 0.17 0.26 -0.38 -0.29
1986 -1.05 -0.07 0.50 -0.45 -0.35 0.14 -0.35 -1.04 -0.35 0.25 -1.35 -0.03
1987 -1.04 -0.60 0.91 0.40 1.34 0.56 0.28 0.52 -0.21 0.62 -1.00 -0.26
1988 0.04 -0.89 0.73 0.49 -0.71 0.16 0.06 1.19 1.14 -1.32 -0.07 -0.75
1989 0.44 -0.72 0.42 -1.27 -1.02 -1.50 -1.26 -0.69 -0.56 -0.64 -0.16 0.44
1990 -0.68 0.33 -0.09 -0.72 -0.67 -0.81 0.06 -1.36 -0.12 0.62 -0.74 0.08
1991 -0.48 -0.36 1.99 -0.38 1.51 0.19 -0.87 -0.32 -0.07 0.34 0.27 0.88
1992 -0.42 -0.32 0.59 -0.82 0.24 -1.23 1.83 -1.06 -1.24 -1.05 1.45 0.41
1993 -1.11 2.54 1.48 1.06 2.53 -0.70 1.12 -0.17 0.87 0.51 1.02 -0.03
1994 1.28 -0.59 1.10 0.05 0.33 -0.40 -1.54 0.04 -1.90 0.52 0.70 -0.53
1995 0.02 0.46 -0.11 0.39 1.30 1.57 0.08 1.20 -1.17 -0.18 -0.89 -0.54
1996 -1.10 0.56 0.81 0.47 -0.26 2.24 0.00 -0.03 -1.66 -0.29 -0.44 -0.86
1997 -1.01 -0.96 0.38 1.32 0.75 1.09 -0.69 -1.58 -0.54 0.59 0.34 -0.70
1998 1.79 -0.56 -0.55 -0.16 1.19 -0.57 0.28 1.33 -0.12 -1.66 -1.68 -1.00
1999 0.04 -0.36 -1.82 -0.59 0.44 -1.56 0.12 0.42 0.42 0.00 -1.03
2000 0.24 -1.22 -1.55 -1.20 -1.21 -0.39 -0.57 -0.75 -0.30 -1.00 0.07 0.15
2001 -0.46 0.11 -2.20 0.70 -1.01 -0.78 -0.97 -0.94 1.31 -1.40 -0.86 -0.68
2002 -0.43 -0.01 -0.75 0.21 -0.20 -0.55 0.05 -0.47 0.24 0.15 0.21 -0.02
2003 0.00 0.18 -1.05 0.60 -1.58 0.29 1.12 -0.05 -0.44 -0.66 -0.29 0.18
2004 1.93 0.37 -1.15 0.42 -1.24 -1.59 0.31 -1.46 0.99 0.03 0.69 0.46
2005 0.56 -0.89 -1.34 -1.02 -0.83 -0.93 -0.91 -0.68 -0.91 0.27 -0.66 -1.55
2006 -1.15 1.33 -1.54 -0.73 -0.74 -0.49 -1.27 -0.57 0.06 -0.34 0.41 1.26
2007 1.38 -0.31 -0.33 0.22 -0.33 0.64 0.66 -0.01 -0.39 -0.07 -0.52 0.00
2008 -0.42 -1.02 1.43 -0.80 -0.41 1.53 0.63 0.58 0.55 1.55 -0.91 -0.03
2009 0.13 0.38 -0.29 -0.41 -1.17 0.21 -0.89 1.18 0.69 -0.03 0.24 0.69
2010 1.09 1.02 0.59 0.74 0.34 0.79 1.01 0.94 0.45 -1.04 0.03 -1.12
2011 2.38 -0.15 0.01 3.39 0.86 1.39 -0.71 2.75 3.20 1.01 2.49 2.24
2012 -0.68 3.09 -0.42 0.79 -0.10 0.19 2.09 1.22 0.18 3.45 2.83 3.39
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
132 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
Tabel 6. Sifat SPI bulanan Stasiun 30
Berbeda halnya dengan perhitungan KBDI, perhitungan SPI menghasilkan tujuh
skala sifat yang berbeda. Nilai SPI yang berada di atas nilai normal akan menghasilkan
sifat basah sedangkan nilai SPI yang berada di bawah nilai normal akan menghasilkan
sifat kering. Pada tabel di atas terlihat bahwa sebaran sifat basah dan kering pada
perhitungan SPI ini lebih beragam. Kondisi sangat kering terjadi dari bulan Februari
hingga bulan Desember.
4.3 Analisis Spasial Indeks Kekeringan
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Tahun / Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1983 Kering Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
1984 Normal Normal Normal Normal Basah Normal Sangat Basah Normal Normal Normal Normal Normal
1985 Normal Kering Normal Kering Normal Ekstrim Kering Normal Normal Normal Normal Normal Normal
1986 Kering Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kering Normal Normal Kering Normal
1987 Kering Normal Normal Normal Basah Normal Normal Normal Normal Normal Kering Normal
1988 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Basah Basah Kering Normal Normal
1989 Normal Normal Normal Kering Kering Sangat Kering Kering Normal Normal Normal Normal Normal
1990 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kering Normal Normal Normal Normal
1991 Normal Normal Sangat Basah Normal Sangat Basah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
1992 Normal Normal Normal Normal Normal Kering Sangat Basah Kering Kering Kering Basah Normal
1993 Kering Ekstrim Basah Basah Basah Ekstrim Basah Normal Basah Normal Normal Normal Basah Normal
1994 Basah Normal Basah Normal Normal Normal Sangat Kering Normal Sangat Kering Normal Normal Normal
1995 Normal Normal Normal Normal Basah Sangat Basah Normal Basah Kering Normal Normal Normal
1996 Kering Normal Normal Normal Normal Ekstrim Basah Normal Normal Sangat Kering Normal Normal Normal
1997 Kering Normal Normal Basah Normal Basah Normal Sangat Kering Normal Normal Normal Normal
1998 Sangat Basah Normal Normal Normal Basah Normal Normal Basah Normal Sangat Kering Sangat Kering Kering
1999 Normal Normal Sangat Kering Normal Normal Sangat Kering Normal Normal Normal Normal Kering
2000 Normal Kering Sangat Kering Kering Kering Normal Normal Normal Normal Kering Normal Normal
2001 Normal Normal Ekstrim Kering Normal Kering Normal Normal Normal Basah Kering Normal Normal
2002 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2003 Normal Normal Kering Normal Sangat Kering Normal Basah Normal Normal Normal Normal Normal
2004 Sangat Basah Normal Kering Normal Kering Sangat Kering Normal Kering Normal Normal Normal Normal
2005 Normal Normal Kering Kering Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Sangat Kering
2006 Kering Basah Sangat Kering Normal Normal Normal Kering Normal Normal Normal Normal Basah
2007 Basah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2008 Normal Kering Basah Normal Normal Sangat Basah Normal Normal Normal Sangat Basah Normal Normal
2009 Normal Normal Normal Normal Kering Normal Normal Basah Normal Normal Normal Normal
2010 Basah Basah Normal Normal Normal Normal Basah Normal Normal Kering Normal Kering
2011 Ekstrim Basah Normal Normal Ekstrim Basah Normal Basah Normal Ekstrim Basah Ekstrim Basah Basah Ekstrim Basah Ekstrim Basah
2012 Normal Ekstrim Basah Normal Normal Normal Normal Ekstrim Basah Basah Normal Ekstrim Basah Ekstrim Basah Ekstrim Basah
Ersyi Darfia, N., Badri Kusuma, M.S., dan Adi Kuntoro, A.
133
(g) (h) (i)
(j) (k) (l)
Gambar 4. KBDI rata-rata bulanan (1983-2012) di lokasi penelitian
(a) Januari, (b) Februari, (c) Maret, (d) April, (e) Mei, (f) Juni, (g) Juli,
(h) Agustus, (i) September, (j) Oktober, (k) November, (l) Desember
Gambar di atas adalah sebaran KBDI rata-rata bulanan dari tahun 1983-2012 di
lokasi penelitian. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kekeringan dengan kategori
tinggi dimulai pada bulan Juni dan berakhir di bulan September. Kekeringan dengan
kategori ekstrim terjadi di bulan Juli dan Agustus. Hal ini sesuai dengan kondisi curah
hujan, yaitu pada bulan Juni hingga September merupakan musim kemarau, dimana
curah hujan lebih rendah dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Pada bulan April
dan Desember, yang merupakan musim hujan, KBDI di seluruh wilayah lokasi
penelitian masuk ke dalam kategori rendah.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis yang telah dilakukan antara lain
adalah data dari Climate Forecast System Reanalysis (CFSR) dari The National
Centers for Environmental Prediction (NCEP) dapat digunakan langsung untuk
menganalisa indeks kekeringan tanpa dilakukan koreksi terhadap data dari stasiun
observasi. Metode yang digunakan untuk menganalisa kekeringan secara spasial dan
temporal adalah metode KBDI (Keetch Byram Drought Index) dan SPI (Standardized
Precipitation Index). Hasil analisa menunjukkan bahwa metode KBDI
memperlihatkan sebaran kekeringan pada DAS Rokan lebih baik dibandingkan dengan
metode SPI.
Rendah
Sedang
Tinggi
Ekstrim
Analisis Indeks Kekeringan Di Das Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR
134 | RACIC – JURNAL TEKNIK SIPIL ABDURRAB
6. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya adalah data dari Climate
Forecast System Reanalysis (CFSR) dari The National Centers for Environmental
Prediction (NCEP) perlu dikaji lebih lanjut dengan membandingkan hasil
perhitungannya dengan hasil perhitungan dari stasiun observasi. Oleh karena itu
dipilih lokasi yang memiliki data stasiun observasi yang lengkap agar dapat dilihat
bagaimana perbandingannya. Selain itu juga hasil dari analisis indeks kekeringan perlu
dibandingkan dengan keberadaan hotspot dan kejadian kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi di lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Metz, Bert and Ogunlade Davidon. 2007. Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Cambridge University
Press, Cambridge.
[2] Anzar, Lisa Arnita. 2014. Kajian Kehandalan Indeks Kekeringan Berbasis
Parameter Meteorologi terhadap Indeks Kekeringan Berbasis Parameter Hidrologi
(Studi Kasus : DAS Citarum). Tesis, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[3] Levina. 2014. Kajian Koefisien Korelasi Indeks Kekeringan Berdasarkan Data
Hujan Lapangan dan TRMM : Studi Kasus WS Pemali Comal, Jawa Tengah.
Tesis, Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Air, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
[4] Niemeyer, Stefan. 2008. New Drought Indices. Institute for Environment and
Sustainability, Italy.
[5] Keetch, J. J., and G. M. Byram. 1968. A Drought Index for Forest Fire Control.
USDA Forest Service Research Paper SE-38.
[6] McKee, Thomas B, Nolan J and John Kleist. 1993. The Relationship of Drought
Frequency and Duration to Time Scales. Eight Conference on Applied
Climatology, California.
[7] ESRI. 1990. Understanding GIS : The Arc / Info Method Environmental System.
Research Institute, California.
[8] Aronoff, Stan 1989. Geographic Information Systems: A Management
Perspective. WDL Publications, Ottawa, Canada.
[9] Burrough, Peter A and Rachael A McDonnell. 1986. Principles of Geographical
Information Systems. Oxford University Press, Oxford.