Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Analisis Interferensi Pelafalan Bunyi Konsonan dalam Siaran Berbahasa Jerman oleh Penyiar di VOI RRI Jakarta
Eva Rosalina Suarni Nugroho, Leli Dwirika
Program Studi Sastra Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
Depok 16424, Indonesia.
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas interferensi pelafalan bunyi konsonan dalam siaran program berita berbahasa Jerman oleh penyiar di VOI RRI Jakarta. Tujuan penelitian ini ialah memaparkan bunyi konsonan apa saja yang dilafalkan tidak sesuai dan jenis interferensi apa saja yang sering terjadi, serta penyebab-penyebabnya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memaparkan kemungkinan terdapatnya keterkaitan tulisan dengan interferensi bunyi yang terjadi. Metode deskriptif dan analisis kontrastif dipilih dalam menganalisis penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interferensi bunyi konsonan terjadi tidak hanya karena dipengaruhi bentuk tulisannya saja, namun juga terjadi karena pengaruh tulisan, pengaruh bunyi konsonan sekitar, bunyi konsonan tidak ada dalam bahasa Indonesia, tidak ada gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata dalam bahasa Indonesia, salah meletakan bunyi konsonan, kata yang rumit, dan kekeliruan penyiar. Kata kunci: pelafalan bunyi konsonan; interferensi; penyebab interferensi
The Interference’s Analysis of The Consonant Sound Pronounciation on Radio’s
Broadcast in German by Announcers at VOI RRI Jakarta
Abstract
This research discusses about the interference of the consonant sound pronounciation in news program on radio’s broadcast in German by the announcers at VOI RRI Jakarta. The purposes of this research are to explain the consonant sounds which pronounce unappropriate, the interference types that occur oftenly, and also its causes. Besides that, this research aims to explain the possibility of the writing influence toward the interference of the consonant sound pronounciation. Descriptive method and contrastive analysis are chosen to analyze this research. The results show that the interference of the consonant sound pronounciations are not only caused by the writing, but also caused by writing’s effect, effect of consonant sound araound, no consonant sound in Indonesian, no consonant clusters in Indonesian, mistake of placing consonant sound, complex word, and the mistake of announcer.
Keywords: pronounciation of consonant sound; interference; cause of interference Pendahuluan
Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bahasa kita dapat berkomunikasi dengan sesama manusia dan mengerti satu sama lain. Sebuah
bahasa tentu saja mempunyai sifat-sifat tertentu. Salah satunya ialah sebuah bahasa
mempunyai keunikan masing-masing yang tak dimiliki oleh bahasa lain. Sebagai contoh,
walaupun bahasa Indonesia dan bahasa Jerman menggunakan huruf latin dalam penulisannya,
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
2
tetapi dalam bahasa Indonesia tidak mengenal huruf <ä>, <ü>, <ö>, dan <ß> seperti yang
terdapat dalam bahasa Jerman. Selain itu, walaupun bahasa Indonesia dan bahasa Jerman
sama-sama menggunakan huruf latin, belum tentu pelafalan bunyi-bunyi bahasa dalam kedua
bahasa tersebut sama persis.
Ketidaksamaan dalam kedua bahasa tersebut sering kali menjadi kendala bagi para
pembelajar bahasa asing, terutama dalam pelafalan bunyi karena pelafalan bunyi yang tidak
sama seperti bentuk tulisannya. Kendala inilah yang dapat mengakibatkan interferensi.
Interferensi terjadi jika L1 (bahasa ibu) dan L2 (bahasa asing dan bahasa kedua) memiliki
perbedaan ciri-ciri sehingga pembelajar tidak dapat memindahkan pengetahuan L1 nya ke L2
nya (Yule, 2006: 167).
Seperti yang telah disebutkan, ketidaksamaan di antara bahasa Jerman dan bahasa
Indonesia sering kali menjadi kendala bagi para pembelajar bahasa asing, terutama dalam
pelafalan bunyi karena pelafalan bunyi yang tidak sama seperti bentuk tulisannya. Padahal,
dengan pelafalan bunyi yang benar sesuai standar yang berlaku, komunikasi pun akan berjalan
lancar dan tidak akan terjadi kesalahpahaman antarsesama. Pelafalan yang benar menjadi
lebih harus diperhatikan ketika seseorang bekerja di bidang yang mengharuskan untuk
berbicara dalam bahasa asing, yaitu seperti menjadi seorang penyiar radio siaran luar negeri
berbahasa Jerman di VOI RRI. Penyiar menjadi penentu keberhasilan siaran tersebut dan oleh
karena itu, ia harus melafalkan bunyi-bunyi bahasa Jerman dengan benar, sehingga pendengar
dapat menangkap dan mengerti apa yang ia sampaikan. Namun, ketika saya mendengar siaran
off air berbahasa Jerman di sana, saya mendengar adanya penyimpangan-penyimpangan
pelafalan bunyi bahasa yang telah terjadi, terutama pada pelafalan bunyi-bunyi konsonan
bahasa Jerman. Oleh karena itulah, saya berniat meneliti interferensi yang terjadi pada
pelafalan bahasa Jerman oleh penyiar VOI RRI Jakarta ketika mereka membacakan teks pada
tiga siaran off air program berita berbahasa Jerman. Apalagi mengingat bahwa sumber data
penelitian interferensi sebelumnya selalu berasal dari pelafalan mahasiswa Program Studi
Jerman saja, sedangkan sumber data penelitian ini didapatkan dari siaran berbahasa Jerman
yang dilakukan oleh para penyiar yang telah belajar bahasa Jerman bertahun-tahun.
Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan
interferensi yang terjadi pada pelafalan bunyi-bunyi konsonan oleh penyiar VOI RRI Jakarta.
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
3
Selain itu juga untuk memaparkan interferensi bunyi apa saja yang sering terjadi, dan
penyebabnya, serta untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya keterkaitan tulisan dengan
interferensi bunyi yang terjadi. Tinjauan Teoritis Sistem Bunyi Konsonan Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia Tabel 1. Fonem konsonan bahasa Jerman (Ternes, 1999:104)
Labial Dental Palatal Velar Glotal Verschluß-laute stimmlos p t k
stimmhaft b d g Affrikaten p¥f t¥s Frikative stimmlos f s S x* h
stimmhaft v z Nasal-
konsonanten m n N
Lateral l Vibrant (r) r
Approximant j Keterangan:
* : Fonem /x/ memiliki dua alofon, yakni alofon [�] dan [x]. Secara fonetis, alofon [�] adalah bunyi konsonan frikatif palatal tak bersuara, sedangkan alofon [x] adalah bunyi konsonan frikatif velar tak bersuara (Ternes, 1999:106). Tabel 2. Fonem konsonan bahasa Indonesia (Alwi, 1993:68)
Bilabial Labio- dental
Dental/ Alveolar
Palatal Velar Glotal
Hambat tak bersuara p t c k Hambat bersuara b d j1 g2
Frikatif tak bersuara f s s#3 x h Frikatif bersuara z Nasal bersuara m n n)4 N Getar bersuara r
Lateral bersuara l Semivokal bersuara w y5
Keterangan:
1. Fonem konsonan hambat glotal tak bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /j/, secara fonetis berdasarkan IPA1 menggunakan lambang /ï/
2. Fonem konsonan hambat velar bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /g/, secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /g/
3. Fonem konsonan frikatif palatal tak bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /s#/ secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /S/
1 International Phonetic Alphabet. Berdasarkan laman www.omniglot.com/writing/ipa.htm yang diakses pada tanggal 14 Juni 2014 pukul 19.00, IPA dibuat untuk mentranskripsikan bunyi ujaran dari suatu bahasa dan dapat diaplikasikan untuk semua bahasa.
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
4
4. Fonem konsonan nasal palatal bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /n)/, secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /-‐/
5. Fonem konsonan semivokal palatal bersuara yang di dalam tabel menggunakan lambang /y/ , secara fonetis berdasarkan IPA menggunakan lambang /j/
Fenomena Interferensi
Menurut Weinreich (1979: 1), interferensi ialah penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi pada kaidah-kaidah dari salah satu bahasa yang diucapkan oleh dwibahasawan.
Interferensi itu terjadi akibat dari keakraban mereka dengan lebih dari satu bahasa. Lebih
lanjut Weinreich (1979: 14) menjelaskan, interferensi bunyi terjadi ketika seorang
dwibahasawan mengidentifikasikan sebuah fonem dari sistem bahasa kedua (secondary
system) dengan fonem dari sistem bahasa pertama (primary system).
Ternes (1976:5-6), dalam buku Probleme der kontrastiven Phonetik juga
mendefinisikan istilah interferensi. Menurutnya, interferensi terjadi ketika terdapat perbedaan
antara L1 dan L2, sehingga pemindahan sistem bahasa ibu ke dalam sistem bahasa sasaran
membuahkan hasil yang salah.
Klasifikasi Interferensi
1. Penggantian fonem dengan fonem lain
Interferensi jenis ini paling sering terjadi dan paling banyak terjadi pada bunyi yang
mempunyai sedikit perbedaan diantara kedua bahasa tersebut. Hal demikian disebut dengan
interferensi pada tataran subfonem. Namun, interferensi ini juga dapat terjadi pada tataran
fonem, ketika perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran sepertinya tak begitu
sedikit (Ternes, 1976: 23-29).
2. Pemilahan sebuah fonem menjadi dua fonem
Pada jenis ini, sebuah fonem pada bahasa sasaran diubah menjadi dua fonem dari bahasa
sumber. Fonem dari bahasa asing itu tidak tersedia pada bahasa sumber dan fonem tersebut
diterima berbeda oleh pendengar bahasa sumber sehingga pendengar tersebut
menggantikannya dengan dua fonem yang tersedia dalam bahasa ibunya dan dua fonem itu
memungkinkan untuk direalisasikan (Ternes, 1976: 29-37).
3. Pelesapan sebuah fonem
Interferensi ini terjadi ketika fonem dari bahasa sasaran tidak dapat ditangkap oleh pendengar
bahasa sumber karena terlalu susah untuk dibedakan. Interferensi ini terbagi menjadi dua,
yaitu uneingeschränktes Vorkommen dan positionsbedingtes Vorkommen. Uneingeschränktes
Vorkommen ialah interferensi pelesapan sebuah fonem yang terjadi tanpa terbatas oleh
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
5
syarat/kondisi apapun. Dengan kata lain, uneingeschränktes Vorkommen ialah interferensi
yang terjadi dalam posisi apapun. Positionsbedingtes Vorkommen ialah interferensi pelesapan
sebuah fonem yang terjadi pada kondisi tertentu (Ternes, 1976: 46-54).
Kaitan antara Tulisan dan Pelafalan
Pelafalan seorang pembelajar bahasa asing dapat terpengaruh tulisan dan ortografi
bahasa ibunya sendiri maupun bahasa sasarannya. Hal demikian dapat terjadi terutama pada
bahasa yang penulisannya berbeda dengan pelafalannya, seperti bahasa Inggris dan bahasa
Prancis. Ortografi dapat menghasilkan interferensi pada pelafalan, yaitu ketika pembelajar
bahasa asing melafalkan pelafalan tulisan (Schriftaussprache) bukannya pelafalan bunyi yang
sebenarnya (Ternes, 1976: 77). Berikut ini ialah tabel hubungan bunyi konsonan dan huruf
bahasa Jerman menurut Jäger (2010: 2)2 dan bahasa Indonesia yang telah saya rangkum
berdasarkan Alwi (1993: 74-81).
Tabel 3. Hubungan bunyi konsonan dan hurufnya pada bahasa Jerman
No Fonem Huruf Contoh 1 /p/ <p>, <b>, <pp> Post, Laub, Treppe 2 /b/ <b>, <bb> Buch, Ebbe 3 /t/ <t>, <d>, <tt>, <dt>, <th> Teil, Bild, Mitte, Stadt, Theater 4 /d/ <d>, <dd> Dach, Widder 5 /k/ <k>, <g>, <ck>, <ch>, <c> Kohle, Berg, Zweck, Chor, Clown 6 /ks/ <chs>,<x>, <ks>,<cks>, <gs> Dachs, Hexe, Koks, Klecks, flugs 7 /g/ <g>, <gg> Gast, Egge 8 /p¥f/ <pf> Pfanne 9 /t¥s/ <z>, <tz> Zahn, Katze
10 /f/ <f>, <v>, <ff>, <ph> Fenster, Vogel, Schiff, Philosophie 11 /v/ <w>, <v> Wasser, Vase 12 /s/ <s>, <ß>, <ss> Eis, Gruß, Kuss 13 /z/ <s> Sonne 14 /S/ <sch>, <s> schön, spielen 15 /�/ <ch>, <g> ich, König 16 /x/ <ch> Bach 17 /h/ <h> Haus 18 /m/ <m>, <mm> Mond, Kamm 19 /n/ <n>, <nn> Nase, Kanne 20 /N/ <ng>, <n> Wange, Bank 21 /l/ <l>, <ll> Lampe, lallen 22 /å/ <r>, <rr>, <rh> Bier, Rad, wirr, Rhabarber 23 /j/ <j> Jäger
2 Phoneme und Grapheme des Standarddeutschen. 17 Oktober 2014 . Pädagogische Hochschule Freiburg Institut für deutsche Sprache und Literatur. https://home.ph-freiburg.de/jaegerfr/Linguistik/material/Phoneme_und_Grapheme_des_Standarddeutschen.pdf
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
6 Tabel 4. Hubungan bunyi konsonan dan hurufnya pada bahasa Indonesia
No Fonem Huruf Contoh No Fonem Huruf Contoh 1 /p/ <p>,<b> pintu, adab 13 /S/ <sy> syukur 2 /b/ <b> baru 14 /x/ <kh> khas 3 /t/ <t>,<d>,<
j> santai, tekad,
mikraj 15 /h/ <h> hari
4 /d/ <d> duta 16 /m/ <m> sampai 5 /c/ <c> cari 17 /n/ <n> nakal 6 /ï/ <j> juga 18 /-‐/ <ny> nyiur 7 /k/ <k>,<g> kaki, bedug 19 /N/ <ng> paling 8 /g/ <g> gula 20 /l/ <l> lama 9 /// <k> maklum 21 /r/ <r> raja
10 /f/ <f>,<v> munafik, vak 22 /w/ <w> waktu 11 /s/ <s> sama 23 /j/ <y> yakin 12 /z/ <z> zat
Metode Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian lapangan di VOI RRI Jakarta dengan metode
deskriptif dan analisis kontrastif. Analisis kontrastif digunakan untuk membandingkan
pelafalan bunyi konsonan oleh tiga penyiar dengan pelafalan bunyi konsonan yang benar
sesuai kamus Duden Aussprachewörterbuch. Lalu, metode deskriptif digunakan untuk
menjelaskan jenis interferensi yang terjadi dan penyebabnya.
Pembahasan
1. Klasifikasi Interferensi Berdasarkan Teori Ternes
1.1. Penggantian Sebuah Fonem dengan Fonem Lain No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan
kamus Duden Pelafalan informan
1 p-f Absicht apzI�t afsIh 2 t-f unverantwortlichen UnfE�8antvOrtlI�«n UnfEranfvOrtlI�«n 3 g-N Singapur zINgapu:� sIN’Na:pur 4 p¥f-f Empfehlungen Emp¥fe:lUN«n Emfe:lUN«n 5 t¥s-c zu t¥su: cu: 6 v-f Kontroverse kOntrovErz« kOntrofErs«
v-w werde ve:�8d« we:rd« 7 s-z Aussenminister a¥usnminIst�8 a¥uz«nminIst«r 8 z-s indonesische Indone:zIS« Endone:sIS«
z-h indonesische Indone:zIS« Indone:hIS« 9 S-s gestört g«StP:rt g«sto:rt
10 �-s nicht nI�t nIst �-x sich zi� zix �-h friedliches fri:tlI�«s fri:tlIh«s
11 x-h noch nOx nOh 12 N-n Benutzung b«nUt¥sUN b«nUt¥s«n 13 �8-r der de:�8 de:r
�8-l für fy:�8 fu:l �8-« aber a:b� a:b«
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
7
1.2. Pemilahan Sebuah Fonem menjadi Dua Fonem No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan
kamus Duden Pelafalan informan
1 t-t bitten bItn bIt’t«n 2 s-rs gestern gEst�8n gErst«n 3 S-Ss indonesische Indone:zIS« Endone:zISs« 4 n-«n gegeben g«ge:bn g«ge:b«n 5 N-NN Bedingungen b«dINUN«n b«dIN’NUN«n 6 l-cr kürzlich kyrt¥slI� kU’crIh 7 �8-«r Länder lEnd�8 lEnd«r
�8-«l beider bai8d�8 bai8d«l �8-rS der de:�8 de:rS
1.3. Pelesapan Sebuah Fonem No Interferensi Tulisan Pelafalan
berdasarkan kamus Duden
Pelafalan informan
Keterangan
1 bl-b problematisiert problematIzi:�8t pro:b«matIsi:rt - 2 ft-f verschärft fE�8SErft fE�8SErf positionsbedingtes
Vorkommen 3 mt-m zugestimmt t¥su:g«StImt cu:g«stIm positionsbedingtes
Vorkommen 4 nt-n und Unt Un positionsbedingtes
Vorkommen 5 nf-n fünf fynf fUn positionsbedingtes
Vorkommen 6 ns-n Indonesiens Indone:zI«ns Indone:zI«n positionsbedingtes
Vorkommen
1.4. Penggantian Sebuah Fonem dengan Fonem Lain dan Pelesapan Sebuah fonem dengan
Positionsbedingtes Vorkommen No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan
kamus Duden Pelafalan informan
1 pt-f gibt gi:pt gi:f 2 �t-s nicht nI�t nIs 3 xt-h acht axt ah
1.5. Pemilahan Sebuah Fonem Menjadi Dua Fonem dan Pelesapan Sebuah Fonem dengan
Positionsbedingtes Vorkommen No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan
kamus Duden Pelafalan informan
1 nt-«n tausend tau8znt tau8s«n 2 �8n-«r gestern gEst�8n gEst«r
1.6. Penghilangan Dua Bunyi Konsonan No Interferensi Tulisan Pelafalan berdasarkan
kamus Duden Pelafalan informan
1 rt¥s-* kürzlich kyrt¥slI�] kU’crih
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
8
Interferensi ini tidak termasuk salah satu jenis interferensi menurut Ternes.
Penghilangan bunyi konsonan gabungan [rt¥s] dilafalkan pada kata kürzlich [kyrt¥slI�]
dilafalkan olehnya menjadi [kU’crih].
2. Penyebab Interferensi
2.1. Pengaruh tulisan
1. Bunyi konsonan [t] dilafalkan dengan dipenggal menjadi dua bunyi konsonan [t]
dalam dua suku kata yang berdekatan pada kata bitten dan hatte. Walaupun dalam
bentuk penulisan terdapat dua huruf <t>, tetapi dua kata tersebut dilafalkan dengan
satu bunyi konsonan [t] saja. Jadi, dua kata yang seharusnya dilafalkan [bItn] dan
[hat«], dilafalkan menjadi [bItt«n] dan [hatt«].
2. Bunyi konsonan [s] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [z]. Pelafalan huruf <s> dalam
bahasa Jerman dapat dilafalkan menjadi tiga bunyi yang berbeda, yaitu bunyi
konsonan [s], [z] dan [S], sedangkan dalam bahasa Indonesia huruf <s> hanya
dilafalkan dengan bunyi konsonan [s] saja. Jika dilihat dari kata Aussenminister
[a¥usnminIst�8] yang dilafalkan menjadi [a¥uz«nminIst«r], sepertinya penyiar 3
terpengaruh oleh huruf <ss>. Ia mengira bahwa huruf <ss> tersebut berbunyi
konsonan [z]. Namun, berdasarkan kamus Duden Ausspachewörterbuch, huruf <ss>
tersebut dilafalkan dengan satu bunyi konsonan [s] saja.
3. Bunyi konsonan [z] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [s]. Hal tersebut terjadi karena
pengaruh huruf <s> yang terdapat pada kata-kata berbahasa Jerman. Pelafalan huruf
<s> yang berada pada posisi Anlaut pada kata-kata berbahasa Jerman seharusnya
dilafalkan dengan bunyi konsonan frikatif dental bersuara [z]. Namun, bunyi konsonan
[z] tersebut malah dilafalkan menjadi fonem konsonan frikatif dental tak bersuara [s]
karena dalam bahasa Indonesia huruf <s> hanya dilafalkan menjadi bunyi konsonan
[s].
4. Bunyi konsonan [S] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [s]. Bunyi konsonan [S] dalam
bahasa Jerman dapat diwakili oleh huruf <sch> dan dapat muncul dalam kata-kata
yang mengandung huruf <st> dan <sp>, sedangkan dalam bahasa Indonesia huruf <s>
hanya akan dilafalkan dengan bunyi konsonan [s]. Jika dilihat dari kata gestört
[g«StP:rt] yang dilafalkan menjadi [g«sto:rt], maka terlihat jelas, bahwa gejala
interferensi demikian terjadi karena pengaruh huruf <s> yang terdapat pada kata
tersebut.
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
9
5. Bunyi konsonan [n] dilafalkan menjadi [«n]. Interferensi ini juga murni disebabkan
oleh pengaruh tulisan. Lagipula, suku kata dalam bahasa Indonesia setidaknya harus
terdapat satu huruf vokal untuk dapat dilafalkan (Alwi, 1993: 81). Contoh nterferensi
ini dapatg dilihat pada kata bitten, gegeben, Aussenminister, dan verschärfen.
6. Bunyi konsonan gabungan [Ng] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [N] saja.
Interferensi ini terjadi pada kata Singapur [zINgapu:�8] oleh penyiar 1 karena
pengaruh huruf <ng> yang diwakilkan dengan bunyi konsonan [N] dalam kata
tersebut.
2.2. Bunyi Konsonan Tidak Ada dalam Bahasa Indonesia
1. Bunyi konsonan [p¥f] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [f] pada kata Empfehlungen
[Emp¥fe:lUN«n - Emfe:lUN«n] oleh penyiar 2.
2. Bunyi konsonan [t¥s] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [c] oleh ketiga penyiar.
Kata zufolge [t¥su:fOlg«] yang dilafalkan menjadi [cu:fOlg«] ialah salah satu contoh
dari interferensi ini.
3. Bunyi konsonan [v] dilafalkan tidak sesuai menjadi bunyi konsonan frikatif
labiodental tak bersuara [f] oleh penyiar 1. Interferensi bunyi konsonan [v] menjadi
bunyi konsonan [f] pada kata Kontroverse [kOntrovErz« - kOntrofErs«] ini, terjadi
karena huruf <v> dalam bahasa Indonesia selalu dilafalkan dengan bunyi konsonan [f]
karena sistem bunyi konsonan bahasa Indonesia tidak mengenal bunyi konsonan [v].
4. Bunyi konsonan [�] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [s]. Contoh interferensi ini
ialah kata nicht [nI�t] yang dilafalkan menjadi [nIst] oleh penyiar 2.
5. Bunyi konsonan [�8] dilafalkan menyimpang menjadi bunyi konsonan [r], dan bunyi
[«r]. Penyebab utama interferensi ini ialah tidak adanya bunyi vokalisches atau
vokalisiertes r [�8] dalam bahasa Indonesia, sehingga ketiga penyiar berusaha
mencari bunyi konsonan yang mirip dan tersedia di bahasa ibunya, yakni bunyi
konsonan getar dental [r]. Terkadang, bunyi konsonan [�8] dapat mewakilkan dua
huruf sekaligus, yaitu huruf <er> sehingga mereka membutuhkan bunyi vokal untuk
dapat melafalkannya, yakni dengan bantuan bunyi vokal tengah pusat [«] yang juga
merupakan bunyi vokal yang mewakili huruf <e> tersebut.
2.3. Tidak Ada Gugus Konsonan Rangkap pada Akhir Suku Kata Bahasa Indonesia
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
10
1. Bunyi gugus konsonan [ft] pada kata verschärft [fE�8SErft - f«rSErf] dilafalkan
menjadi bunyi konsonan frikatif labial tak bersuara [f] saja.
2. Bunyi gugus konsonan [mt] pada kata zugestimmt [t¥su:g«StImt - cu:g«stIm]
dilafalkan menjadi bunyi konsonan nasal bilabial [m] saja.
3. Bunyi gugus konsonan [nt] pada kata Parlament [parlamEnt - parlamEn] dilafalkan
menjadi hanya bunyi konsonan hambat dental tak bersuara [t] saja oleh ketiga
penyiar.
4. Bunyi gugus konsonan [ns] dilafalkan menjadi bunyi konsonan nasal dental [n] saja.
2.4. Kekeliruan
Kekeliruan terjadi ketika interferensi yang terjadi tidak disebabkan oleh enam
penyebab sebelumnya atau disebabkan oleh ketergesaan, ketidaktelitian, dan ketidakhati-
hatian.
1. Bunyi konsonan [p] yang dilafalkan menjadi bunyi konsonan [f] pada kata Absicht
yang seharusnya dilafalkan [apzI�t], dilafalkan menjadi [afzI�t] oleh penyiar 1.
Seharusnya, interferensi ini dapat dihindari mengingat bahwa kedua bahasa ini
memiliki bunyi konsonan [p].
2. Bunyi konsonan [z] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [h]. Interferensi ini merupakan
interferensi yang unik. Selain interferensi ini hanya dilakukan oleh penyiar 2,
interferensi ini terjadi hanya terjadi pada kata indonesische [Indone:zIS« -
Indone:zIS«] dan indonesichen.
3. Bunyi konsonan [x] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [h]. Interferensi ini dapat
dilihat pada kata noch [nOx - nOh] oleh penyiar 2. Saya berasumsi, bahwa interferensi
ini terjadi karena ketidaktelitian penyiar itu sendiri.
4. Bunyi konsonan [N] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [n]. Kata Benutzung yang
seharusnya dilafalkan [b«nUt¥sUN], dilafalkan [b«nUt¥s«n] oleh penyiar 3. Selain itu,
bunyi konsonan nasal velar [N] dilafalkan dengan dipenggal menjadi dua bunyi
konsonan [N] pada dua suku kata yang berurutan. Interferensi ini terjadi pada kata
Bedingungen dan jika dilihat dari kata Bedingungen tersebut, penambahan bunyi
konsonan [N] tersebut terjadi karena terdapatnya huruf <ng> dalam kata tersebut
sehingga yang seharusnya dilafalkan [b«dINUN«n], dilafalkan [b«dINNUN«n]. Dari
hasil pelafalan tersebut, saya berasumsi bahwa ia keliru dalam membaca teksnya atau
keliru dalam melafalkannya.
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
11
5. Bunyi konsonan [S] dilafalkan menjadi bunyi gugus konsonan [Ss]. Interferensi ini
terjadi pada kata indonesische yang seharusnya dilafalkan [Indone:zIS«], namun
dilafalkan [Endone:zISs«] oleh penyiar 3. Sebenarnya ia sudah tepat melafalkan bunyi
[S] sebagai perwakilan huruf <sch> dalam kata tersebut. Hanya saja sayangnya, ia
menambahkan bunyi konsonan [s] setelahnya.
6. Interferensi pelafalan bunyi konsonan gabungan [bl] menjadi bunyi konsonan [b] ini,
seharusnya dapat dihindari oleh penyiar 1. Selain karena kedua bunyi konsonan
tersebut juga dimiliki oleh sistem bunyi konsonan bahasa Indonesia, dalam bahasa
Indonesia juga terdapat gugus konsonan rangkap /bl/ pada awal suku kata (Alwi,
2010: 80) seperti halnya kata problematisiert.
2.5. Interferensi yang Disebabkan Lebih dari Satu Faktor
1. Bunyi konsonan [t] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [f] oleh penyiar 3. Jika dilihat
dari kata unverantwortlichen, interferensi ini terjadi karena mendapat pengaruh dari
huruf di sekitarnya, yakni huruf <v> yang terletak setelah huruf <t>. Karena pengaruh
huruf <v> ini, penyiar 3 alih-alih melafalkan bunyi [t], ia justru melafalkan bunyi [f]
sebagai penggantinya karena bunyi [v] tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Selain
itu, penyiar 3 ternyata mengalami kesulitan dalam melafalkan kata
unverantwortlichen. Hal tersebut dibuktikan dengan terdapatnya jeda, ketika penyiar 3
membacakan kata tersebut dalam siaran program beritanya.
2. Bunyi konsonan [g] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [N] oleh penyiar 1. Kata
Singapur dalam bahasa Indonesia juga dituliskan dengan kata yang sama, yakni
Singapur. Namun, penyiar 1 melafalkannya [sIN’Na:pur], bukannya melafalkannya
[zINgapu:�8] seperti standar bahasa Jerman. Pada dasarnya, dalam bahasa Jerman
maupun bahasa Indonesia huruf <ng> selalu mewakili satu bunyi konsonan, yaitu
bunyi konsonan [N]. Namun, bunyi konsonan [N] dalam bahasa Jerman dapat diwakili
oleh huruf <n> saja maupun dengan huruf <ng>. Huruf <n> dalam kata tersebut
ternyata sudah dilafalkan tersendiri dengan bunyi konsonan [N] dan huruf <g>
dilafalkan dengan bunyi konsonan [g] dalam bahasa Jerman. Namun, penyiar 1
melafalkan huruf <ng> dengan bunyi konsonan [N] seperti dalam sistem bahasa
ibunya dan keberadaan bunyi konsonan [N] ini lah yang mempengaruhi bunyi
konsonan selanjutnya karena terkadang penutur bahasa Indonesia melafalkan kata
tersebut dengan dua bunyi konsonan [N].
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
12
3. Bunyi konsonan [v] yang tidak terdapat dalam sistem bunyi konsonan bahasa
Indonesia ini, dilafalkan menjadi bunyi konsonan [w] berkali-kali oleh ketiga penyiar.
Interferensi ini disebabkan selain karena sistem bunyi konsonan bahasa Indonesia
tidak memiliki bunyi konsonan [v], interferensi ini terjadi karena hubungan antara
tulisan dengan pelafalan. Dalam bahasa Jerman huruf <w> selalu dilafalkan menjadi
bunyi konsonan [v], sedangkan dalam bahasa Indonesia huruf <w> selalu dilafalkan
menjadi bunyi konsonan [w].
4. Bunyi konsonan [s] ini dilafalkan menjadi konsonan gabungan [rs]. Ia sepertinya
mendapat pengaruh huruf <er> yang dilafalkan dengan bunyi vokalisches atau
vokalisiertes r [�8] yang terletak setelah huruf <t>. Namun, alih-alih ia melafalkan
tepat sesudah bunyi [t], ia justru melafalkannya sebelum bunyi [s] sehingga kata
gestern [gEst�8n] dilafalkannya tak sesuai menjadi [gErst«n].
5. Bunyi konsonan [�] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [x] dan bunyi konsonan [h].
Bunyi konsonan yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia ini lah yang menjadi
penyebab utama interferensi yang terjadi ini. Fonem frikatif velar tak bersuara [x]
mempunyai dua alofon, yaitu bunyi [�] dan [x]. Namun, dua fonem konsonan yang
diwakilkan dengan huruf <ch> ini tidak dapat dipertukarkan karena mempunyai aturan
tersendiri. Oleh karena itu, ketiga penyiar ini mungkin saja melakukan interferensi ini
karena ketidaktahuannya atau lupa akan kaidah tersebut, sehingga huruf <ch> yang
seharusnya dilafalkan dengan bunyi konsonan [�], malah dilafalkan menyimpang
menjadi bunyi konsonan [x]. Selain itu, bunyi konsonan [�] juga disimpangkan lebih
jauh menjadi bunyi konsonan frikatif glottal [h]. Saya berasumsi bahwa penyiar ini
ingin melafalkannya menjadi bunyi [x], yang sebenarnya bunyi yang tidak sesuai,
namun ia melafalkannya menyimpang menjadi bunyi [h]. Kata sich [zi� - zix] dan
friedliche [fri:tlI�« - fri:tlIh«] merupakan contoh-contoh interferensi di atas.
6. Bunyi konsonan [l] dilafalkan menjadi bunyi gugus konsonan [cr] pada kata kürzlich
yang seharusnya dilafalkan [kyrt¥slI�] dilafalkan menjadi [kU’crIh] oleh penyiar 1.
Jika dilihat dari kata kürzlich tersebut, kata tersebut termasuk kata yang rumit karena
terdapat tiga bunyi yang tidak tersedia dalam bahasa Indonesia, yakni bunyi vokal [y],
bunyi konsonan [t¥s] dan [�]. Selain itu, alih-alih melafalkan bunyi konsonan [l], ia
melafalkan bunyi konsonan gabungan [cr]. Hasil bunyi tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya. Bunyi konsonan [c] muncul karena mendapat pengaruh bunyi [t¥s]
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
13
yang tidak dimiliki oleh sistem bahasa Indonesia. Sedangkan bunyi [r] dapat muncul
karena ia salah meletakan bunyi dalam melafalkannya.
7. Bunyi konsonan [�8] dilafalkan menyimpang menjadi beberapa bunyi, yakni bunyi
[«], [l], [«l], dan [rS]. Penyebab utama interferensi ini ialah tidak adanya bunyi
vokalisches atau vokalisiertes r [�8] dalam bahasa Indonesia. Bunyi konsonan [�8]
yang dilafalkan menjadi bunyi vokal [«] pada kata aber [a:b�8 - a:b«] ini, tampaknya
terjadi karena kekeliruan pelafalan oleh penyiar 1. Ia sepertinya berusaha
melafalkannya menjadi bunyi gabungan [«r], tetapi ia kemungkinan besar melafalkan
bunyi konsonan [r] tersebut dengan suara yang kecil atau ia tidak berhati-hati dalam
melafalkan kata tersebut, sehingga bunyi konsonan [r] setelah bunyi vokal [«] tidak
dilafalkan. Penyiar 3 juga melafalkan bunyi konsonan [�8] menjadi bunyi vokal [«]
seperti penyiar 1. Kali ini interferensi terjadi pada kata gestern yang seharusnya
dilafalkan [gEst�8n], malah dilafalkan menjadi [gErst«n]. Dari pelafalan tersebut,
saya berasumsi bahwa penyiar ini sebenarnya ingin melafalkan bunyi gabungan [«r].
Namun, sepertinya ia salah memposisikan bunyi [r] tersebut. Ia malah meletakkannya
sebelum bunyi [s], bukannya setelah bunyi [t], sehingga hanya bunyi vokal [«] saja
yang dilafalkan sebagai pengganti bunyi konsonan [�8] tersebut. Selain itu, bunyi
konsonan [�8] juga dilafalkan menjadi bunyi konsonan [l] oleh penyiar 2. Sepertinya
ia berusaha untuk melafalkannya dengan bunyi konsonan [r], tetapi ia melafalkannya
dengan bunyi konsonan [l]. Jika melihat kata für [fy:�8] yang diucapkan menjadi
[fu:l], kata ini termasuk kata yang sulit karena juga mengandung bunyi vokal [y:] yang
tidak dimiliki oleh sistem bahasa Indonesia. Sementara itu, bunyi [«l] terjadi hanya
ketika membacakan kata beider. Bukannya melafalkannya [bai8d�8], kata tersebut
dilafalkan menjadi [bai8d«l]. Interferensi ini disebabkan pengaruh bunyi dari kata
setelah kata beider tersebut, yakni kata Länder. Saya berasumsi, bahwa penyiar 1
terburu-buru membaca kata Länder sebelum ia menyelesaikan kata beider, sehingga ia
mengganti bunyi konsonan [�8] dengan bunyi konsonan gabungan [«l]. Sementara
itu, bunyi konsonan gabungan [rS] dilafalkan pada kata der [de:�8] menjadi [de:rS].
Ternyata, penyebab interferensi ini lagi-lagi disebabkan oleh bunyi setelah kata der
tersebut, yakni kata ständigen yang dilafalkan dengan [StEndIg«n].
8. Pelafalan bunyi gugus konsonan [pt] dilafalkan menjadi bunyi konsonan bersuara [f]
ini disebabkan selain oleh tidak adanya gugus konsonan rangkap di akhir suku kata
bahasa Indonesia, juga disebabkan oleh kata setelah kata gibt tersebut, yakni kata viele
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
14
yang dilafalkan dengan [fi:l«]. Karena terdapatnya kata viele setelah kata gibt tersebut
lah, penyiar 2 ini melafalkannya dengan [gi:f] alih-alih melafalkan [gi:pt].
9. Interferensi pelafalan bunyi konsonan gabungan [�t] menjadi hanya bunyi konsonan
[s] dan [h] disebabkan oleh kecendrungan lesapnya bunyi konsonan [t] pada bunyi
gugus konsonan yang terletak pada akhir suku kata. Namun, bunyi tersebut juga
dilafalkan menyimpang karena bunyi tersebut tidak dimiliki oleh sistem konsonan
bahasa Indonesia sehingga menghasilkan bunyi konsonan yang menyimpang, yakni
bunyi konsonan [s] dan [h]. Kata nicht [nI�t] ialah salah satu contoh interferensi ini.
Kata itu dilafalkan menjadi [nIs] oleh penyiar 2 dan dilafalkan menjadi [nIh] oleh
penyiar 1.
10. Bunyi konsonan gabungan [xt] dilafalkan menjadi bunyi konsonan [h] saja. Pada
interferensi ini terjadi kecenderungan lesapnya bunyi konsonan [t] pada bunyi gugus
konsonan [xt] yang terletak pada akhir suku kata, sehingga menghasilkan satu bunyi
konsonan saja. Namun, ternyata penyiar 2 melafalkannya menyimpang menjadi bunyi
konsonan [h]. Kata acht [axt] dilafalkan menjadi [ah] oleh penyiar 2 merupakan
contoh interferensi ini.
11. Bunyi konsonan [nt] dilafalkan menjadi bunyi [«n] pada kata tausend [tau8znt -
tau8s«n]. Bunyi konsonan [t] pada kata tersebut cenderung dilesapkan karena bahasa
Indonesia tidak memiliki gugus konsonan seperti itu di akhir suku kata. Lalu, bunyi
vokal [«] yang juga representasi dari huruf <e> dalam kata tersebut, dilafalkan
bersama-sama dengan bunyi konsonan [n] agar mudah dilafalkan karena suku kata
dalam bahasa Indonesia setidaknya harus terdapat satu vokal untuk dapat dilafalkan
(Alwi, 1993: 81).
12. Bunyi gugus konsonan [nf] dilafalkan menjadi bunyi konsonan nasal dental [n] saja
pada kata fünf [fynf - fUn]. Pelesapan bunyi konsonan [f] disebabkan tidak adanya
bunyi gugus konsonan rangkap /nf/ pada akhir suku kata bahasa Indonesia sehingga
penyiar melakukan pelesapan salah satu bunyi konsonannya. Selain itu, kata fünf juga
merupakan kata yang sulit untuk dilafalkan karena terdapat bunyi vokal [y] yang tidak
terdapat dalam bahasa Indonesia.
13. Kata gestern yang seharusnya dilafalkan [gEst�8n], dilafalkan [gEst«r] oleh penyiar 1.
Interferensi ini kembali disebabkan oleh tidak adanya gugus konsonan rangkap pada
akhir suku kata dalam bahasa Indonesia sehingga bunyi konsonan [n] dihilangkan
untuk memudahkan pelafalan. Selain itu, penyebab lainnya ialah tidak adanya bunyi
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
15
vokaliches atau vokalisiertes r [�8] dalam bahasa Indonesia, sehingga bunyi tersebut
diuraikan menjadi bunyi gugus konsonan [«r].
14. Penghilangan dua bunyi konsonan [rt¥s] terjadi pada kata kürzlich yang seharusnya
dilafalkan [kyrt¥slI�], dilafalkan [kU’crIh] oleh penyiar 1. Ia menghilangkan bunyi
konsonan gabungan [rt¥s] dengan kata lain ia sama sekali tidak melafalkannya. Tidak
adanya gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata bahasa Indonesia menjadi
penyebab interferensi ini. Selain itu, penyebab lainnya ialah kata kürzlich itu sendiri.
Kata tersebut termasuk kata yang rumit bagi penyiar 1 karena terdapat tiga bunyi yang
tidak tersedia dalam bahasa Indonesia, yakni bunyi vokal [y], bunyi konsonan [t¥s]
dan [�].
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terlihat terjadinya fenomena interferensi bunyi
konsonan oleh para penyiar. Jenis-jenis interferensi berdasarkan Ternes yang ditemukan pada
penelitian ini ialah interferensi penggantian sebuah fonem dengan fonem lain, penguraian
sebuah fonem menjadi dua fonem, dan pelesapan sebuah fonem, penggantian sebuah fonem
dengan fonem lain dan pelesapan sebuah fonem, dan penguraian sebuah fonem menjadi dua
fonem dan pelesapan sebuah fonem. Selain itu, terdapat pula jenis interferensi yang tidak
termasuk dalam jenis interferensi Ternes, yakni penghilangan dua bunyi konsonan. Namun,
dari semua jenis interferensi, penggantian sebuah fonem dengan fonem lain ialah interferensi
yang sering terjadi.
Pembahasan di atas juga menjabarkan tujuh faktor penyebab dari semua interferensi
yang terjadi, yakni pengaruh penulisan, pengaruh bunyi konsonan sekitar, bunyi konsonan
tidak ada dalam bahasa Indonesia, tidak ada gugus konsonan rangkap pada akhir suku kata
dalam bahasa Indonesia, salah meletakkan bunyi konsonan, kata yang rumit, dan kekeliruan
dari penyiar sendiri. Lebih lanjut, interferensi ternyata dapat disebabkan lebih dari satu
penyebab.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa interferensi tidak hanya terjadi pada
bunyi konsonan yang tak dimiliki oleh bahasa ibu, namun juga terjadi pada bunyi konsonan
yang sebenarnya tersedia dalam bahasa ibu. Lalu, bunyi konsonan yang menggantikan bunyi
konsonan yang benar, tidak selalu harus mempunyai ciri-ciri fonetis yang mirip, namun juga
dapat menjadi bunyi yang menyimpang jauh atau salah. Sementara itu, jenis interferensi
penguraian sebuah fonem menjadi dua fonem dapat terjadi dengan pemenggalan di dua suku
kata yang bersebelahan, bukan selalu hanya pada suku kata yang sama. Terakhir, pola
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
16
pelesapan sebuah fonem yang ditemukan ialah kecenderungan terjadinya pelesapan bunyi
konsonan terakhir yang merupakan suatu gugus konsonan yang terletak pada akhir suku kata.
Saran
Sebenarnya interferensi pelafalan bunyi konsonan oleh penyiar VOI RRI Jakarta dapat
dikurangi atau bahkan dihindari dengan latihan artikulasi secara teratur, terutama pelafalan
bunyi-bunyi konsonan bahasa Jerman yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia, seperti [p¥f,
t¥s, �, v, �8]. Di internet, terdapat berbagai macam cara untuk melatih artikulasi. Laman
http://www.uiowa.edu/~acadtech/phonetics/german/frameset.html ialah salah satu contoh
laman untuk latihan artikulasi. Di laman tersebut kita dapat mendengar sebuah fonem, baik
berdiri sendiri maupun dalam sebuah kata. Selain itu, terdapat pula animasi yang
menggambarkan cara pelafalan fonem tersebut dan juga informasi mengenai langkah-lahkah
dalam melafalkannya. Penyiar juga dapat melatih pelafalan mereka dengan membiasakan diri
mendengar percakapan-percakapan berbahasa Jerman, seperti mendengarkan musik,
menonton film berbahasa Jerman, menghadiri acara budaya Jerman, dan berbicara langsung
dengan penutur asli berbahasa Jerman. Hal-hal tersebut dilakukan untuk dapat melafalkan
bunyi konsonan yang benar secara alami karena sudah terbiasa. Pembelajar bahasa asing tentu
saja akan dapat berbicara dalam bahasa asing ketika ia melalui proses mendengar terlebih
dahulu. Selain itu, alangkah baiknya, apabila mereka terlebih dahulu memastikan semua
pelafalan kata-kata yang akan mereka siarkan di dalam kamus pelafalan berbahasa Jerman,
sehingga para pendengar berbahasa Jerman pun mengerti akan siaran yang mereka
sampaikan. Selain itu, saya berharap para penyiar harus lebih memperhatikan dalam
melafalkan kata-kata yang berhubungan dengan kenegaraan, seperti dalam kata Indonesien,
indonesische, Singapur, dan Malaysia. Bentuk tulisan yang hampir sama antara kedua bahasa
ini, tidak berarti sama dalam pelafalannya dalam kedua bahasa. Karena kurang
memperhatikan hal tersebut, semua kata tersebut selalu mengalami fenomena interferensi
bunyi konsonan. Kemudian, jika dalam siaran terjadi kesalahan pelafalan pada suatu kata,
penyiar seharusnya dapat mengulang kembali kata tersebut karena siaran berbahasa asing di
sana merupakan siaran off air.
Alangkah baiknya jika VOI RRI Jakarta memberikan pelatihan-pelatihan dalam
bidang pelafalan kepada penyiar berbahasa Jerman. Hal tersebut dapat dilakukan
mengirimkan mereka ke negara Jerman langsung untuk mendapatkan pelafalan yang benar
dan alami. VOI RRI sejatinya ialah sebuah radio yang berskala internasional dengan siaran
tujuh bahasa asingnya. Namun, jika para penyiarnya tidak dapat melafalkan bahasa asing
tersebut dengan benar, para pendengarnya pun akan mengalami sedikit kesulitan untuk
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014
17
mengerti dengan apa yang disiarkan. Oleh karena itulah, memberikan pendidikan bahasa
Jerman lebih lanjut, khususnya pelafalan, untuk para penyiar merupakan salah satu langkah
yang bagus dalam upaya mendapatkan pelafalan yang sesuai dengan standar bahasa asing.
Dengan pelafalan yang sesuai dengan standar bahasa asing, siaran pun tersampaikan dengan
baik.
Daftar Referensi
Alwi, Hasan, dll. (1993). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
---------------------. (2010). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. (3rd ed.). Jakarta: Balai
Pustaka
Kushartanti, dll. (2009). Pesona Bahasa : Langkah awal memahami Linguistik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Ternes, Elmar. (1976). Probleme der kontrastiven Phonetik. Hamburg: Helmut Buske Verlag.
-------------------. (1999). Einführung in die Phonologie. Darmstadt: Wissenschaftliche
Buchgesellschaft
Weinreich, Uriel. (1979). Languages in contact. New York: Mouton.
Yule, George. (2006). The study of language. New York: Cambridge
Website
Dr. Karl-Heinz Jäger. (n.d.). Phoneme und Grapheme des Standarddeutschen. 17 Oktober
2014 . Pädagogische Hochschule Freiburg Institut für deutsche Sprache und Literatur.
https://home.ph-
freiburg.de/jaegerfr/Linguistik/material/Phoneme_und_Grapheme_des_Standarddeutsche
n.pdf
International Phonetic Alphabet (IPA). (n. d.) 14 Juni 2014 pukul 19.00.
www.omniglot.com/writing/ipa.htm
Kamus
Duden. (2005). Das Aussprachewörterbuch. Mannheim: Duden Verlag
Analisis interfensi …, Eva Rosalina Suarni Nugroho, FIB UI, 2014