Upload
truongtuyen
View
260
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL, KINERJA USAHA, DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TAMBAK UDANG VANAME DI
KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
Pingky Dwi Septiana
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT
ANALYSIS OF FINANCIAL FEASIBILITY, BUSINESS PERFORMANCE,
AND BUSINESS DEVELOPMENT STRATEGIES OF VANAME SHRIMP
FARM IN KETAPANG , SOUTH LAMPUNG REGENCY
By
Pingky Dwi Septiana
The purpose of this study is to determine the business feasibility, business
performance and development strategy of vaname shrimp farms in Ketapang
District, South Lampung Regency. This research was conducted in Ketapang
District, South Lampung Regency. Data collection was conducted on January 9,
2018. The sampling technique used classter propotional simple random sampling
by total of 35 respondents. The analytical method used descriptive analysis, linear
trend, QSPM, SWOT, investment criteria, and R/C ratio. The results show that the
financial analysis that have been carried out stated that the intensive, semi-
intensive and traditional efforts of vaname shrimp ponds in Ketapang District,
South Lampung Regency profitable and feasible to continue. The performance of
vaname shrimp farm business in Ketapang District, South Lampung Regency as a
whole is beneficial because it already has good performance seen from the aspects
of productivity, capacity, quality, and delivery speed. The strategy of developing
vaname shrimp farming business in Ketapang District, South Lampung Regency
are: (a) the allocation of some profits of crooked shrimp to vaname shrimp
developing techniques for cultivating vaname shrimp farms, (b) intensive
cultivation to increase production volume, (c) the acceleration of harvest time in
weather and climate instability, (d) vaname shrimp seedlings is carried out in
groups, and (e) the implementation concept of Biosecurity and Management
Practice to reduce disease attacks.
Key words : farm, feasibility, finance, sensitivity, vaname
ABSTRAK
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL, KINERJA USAHA, DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TAMBAK UDANG VANAME DI
KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
Pingky Dwi Septiana
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha, kinerja bisnis dan
strategi pengembangan tambak udang vaname di Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ketapang, Kabupaten
Lampung Selatan. Pengumpulan data dilakukan pada 9 Januari 2018. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah classter propotional simple random
sampling dengan total 35 responden. Metode analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif, tren linier, QSPM, SWOT, kriteria investasi, dan R/C ratio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis keuangan yang telah dilakukan
menyatakan bahwa upaya intensif, semi-intensif dan tradisional dari tambak
udang vaname di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan
menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Kinerja usaha budidaya udang
vaname di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan secara keseluruhan
bermanfaat karena sudah memiliki kinerja yang baik dilihat dari aspek
produktivitas, kapasitas, kualitas, dan kecepatan pengiriman. Strategi
pengembangan usaha budidaya udang vaname di Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Lampung Selatan adalah: (a) alokasi beberapa keuntungan dari udang bengkok ke
vaname udang untuk mengembangkan teknik budidaya udang vaname, (b) inovasi
teknik budidaya tradisional menuju budidaya intensif untuk meningkatkan volume
produksi, (c) percepatan waktu panen jika penyakit udang vaname adalah endemik
yang biasanya terjadi karena ketidakstabilan cuaca dan iklim, (d) pembentukan
bibit udang vaname dilakukan dalam kelompok, dan (e) penerapan konsep
Biosecurity and Management Practice untuk mengurangi serangan penyakit.
Kata Kunci : tambak, kelayakan, finansial, sensitivitas, vaname
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KINERJA USAHA DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TAMBAK UDANG VANAME DI
KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh:
Pingky Dwi Septiana
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Penengahan pada tanggal 02
September 1996 sebagai anak kedua dari tiga
bersaudara, dari Bapak Darmaji dan Ibu Puspasari.
Pendidikan penulis diawali dari Taman Kanak-Kanak
(TK) Bhakti Ibu pada tahun 2001, kemudian
melanjutkan di Sekolah Dasar Swasta (SDS) Bhakti
Ibu Bakauheni pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun
2008 melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bakauheni
yang diselesaikan pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2011 melanjutkan di
Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Kalianda dan diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1 Agribisnis
di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur
SBMPTN.
Selama di bangku kuliah, penulis aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan yaitu
Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMASEPERTA) Universitas Lampung
sebagai anggota Divisi Pengembangan Akademik dan Profesi periode 2015/2016.
Pada tahun 2015, penulis mengikuti kegiatan homestay (Praktik Pengenalan
Pertanian) di Desa Wonoharjo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Tanggamus.
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari
di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung
Tengah. Pada tahun 2017, penulis juga melaksanakan Praktik Umum (PU) di
Koperasi Gerbang Emas Desa Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat.
SANWACANA
Bismillahirohmanirrohim,
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi dengan judul
"Analisis Kelayakan Finansial Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangan
Usaha Tambak Udang Vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan ” adalah salah satu prasyarat dalam menyelesaikan studi di
Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan kerjasama berbagai pihak baik moral maupun spiritual, lahir
maupun batin, dan langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dengan segala kerendahan dan
ketulusan hati kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, yang telah memperlancar kegiatan administrasi kepada
penulis selama menjalani perkuliahan.
2. Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si. selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Universitas Lampung yang telah memberikan saran dan arahan kepada
penulis menjalani perkuliahan.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Pertama dan Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi
kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan memberikan bimbingan,
arahan, dan dukungan dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Serly Silviyanti S., S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Kedua
yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan dari awal sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dosen Punguji saya
yang telah memberikan saran dan arahan dalam penulisan skripsi.
6. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Darmaji dan Ibu Puspasari atas doa,
dukungan, perhatian, kasih sayang dan dorongan selama ini.
7. Kedua saudaraku yang kusayang, Andrianto dan Sandi Faris Arohman, yang
telah memberikan semangat, dukungan, dan masukan selama ini.
8. Sahabat- sahabat seperjuangan selama menimba ilmu di Universitas
Lampung yang kucintai yaitu Resti, Nate, Fira, Naul, Marina, Uty, Pual, dan
Ubay yang selalu ada disaat suka, suka, dan suka didalam melaksanakan
perkuliahan di Universitas Lampung.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi bimbingan Pak Irfan Jurusan Agribisnis
Angkatan 2014 yang kusayangi yaitu Aurora, Faakhira, Siska, Hafiz, Gesti,
Ghea, Tegar, Measi, Vita, Cimbul, dan Satria yang saling memberikan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi.
10. Keluarga KKN Sinar Negeri yaitu Luky, Dhini, dan Paila yang kusayangi.
11. Sahabat-sahabat SMA Kodel, Grace, Rere, Tita, Abe yang telah memberikan
dukungan dan selalu ada disaat dibutuhkan selama penulisan skripsi.
12. Teman dan kakak tingkat di Jurusan Agribisnis yaitu ka Tsu, ka Cit, bang
Boim, mba Maria, dan bang Ijal.
13. Adik tercinta Dabi Sefianiz yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
14. Responden dalam penelitian yang telah bersedia memberikan waktu untuk
dimintai data dan informasi mengenai skripsi yang ditulis.
15. Agribisnis 2014 yang kubanggakan yang telah saling memberikan dukungan
selama masa perkuliahan di Universitas Lampung.
16. Almamater tercinta dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang telah membantu kelancaran dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan dan
pengorbanan mereka semua serta skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Aamiin.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis,
Pingky Dwi Septiana
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 11
D Kegunaan Penelitian ......................................................................... 11
II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 12
1. Tambak/Klasifikasi Tambak ....................................................... 12
2. Sistem Budidaya Tambak ........................................................... 13
3. Karakteristik Udang .................................................................... 15
4. Analisis Tren ............................................................................... 17
5. Estimasi Analisis Regresi ............................................................ 19
6. Teori Kelayakan Finansial .......................................................... 21
7. Analisis Sensitifitas ..................................................................... 29
8. Kinerja Produksi ......................................................................... 31
9. Konsep Strategi Pengembangan .................................................. 33
10. Analisis Lingkungan Usaha ........................................................ 35
11. Analisis SWOT ........................................................................... 38
12. Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM) .......................... 40
B. Kajian Penelitian Terdahulu .............................................................. 40
C. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 48
III METODELOGI
A. Konsep Dasar Oprasional .................................................................. 53
B. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ........................ 60
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ....................................... 64
D. Metode Analisis Data ........................................................................ 64
IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan ................................. 85
B. Gambaran Umum Kecamatan Ketapang ........................................... 90
ii
V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden ................................................................... 98
1. Umur Responden ......................................................................... 98
2. Tingkat Pendidikan Petambak .................................................... 99
3. Pengalaman Berusaha Tambak ................................................... 100
4. Pekerjaan Sampingan .................................................................. 101
5. Jumlah Tanggungan Keluarga..................................................... 102
6. Luas Lahan Tambak Udang ........................................................ 103
B. Analisis Finansial Usaha Tambak Udang Vaname ........................... 104
1. Pengeluaran Usaha Tambak Udang Vaname (Outflow) ............ 105
2. Penerimaan Usaha Tambak Udang Vaname (Inflow) ................. 113
3. Penilaian Kreiteria Investasi ....................................................... 123
4. Analisis Sensitifitas ..................................................................... 129
C. Kinerja Usaha Tambak Udang Vaname ............................................ 135
D. Analisis Strategi Pengembangan ....................................................... 144
1. Analisis Lingkungan Internal ....................................................... 145
2. Analisis Lingkungan Eksternal .................................................... 152
3. Matriks IE (Internal Ekasternal)................................................... 162
4. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) ...................... 167
VI KESIMPULAN DAN DASARAN
A. Kesimpulan . ...................................................................................... 175
B. Saran ........... ...................................................................................... 176
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 177
LAMPIRAN .................................................................................................. 182
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Volume produksi perikanan budidaya menurut jenis peraturan/jenis
lahan di Indonesia ................................................................................... 2
2. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun 2015
di Indonesia ............................................................................................. 3
3. Produksi udang per provinsi di Indonesia pada tahun 2015 ................... 4
4. Produksi udang vaname di Provinsi Lampung tahun 2016 .................... 5
5. Data jumlah petambak, luas bersih dan luas kotor tambak udang
vaname tahun 2016 di Kabupaten Lampung Selatan ............................. 6
6. Penelitian terdahulu ................................................................................ 41
7. Responden penelitian kelayakan finansial, kinerja produksi, dan
strategi pengembangan usaha tambak udang vaname di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Lelatan ................................................. 63
8. Matriks penilaian bobot faktor internal usaha tambak udang vaname ... 73
9. Matriks IFE (Internal faktor Evaliation) ................................................ 75
10. Matriks penilaian bobot faktor external usaha tambak udang vaname .. 77
11. Matriks EFE (External faktor Evaliation) .............................................. 79
12. Matriks Quantitive Strategy Planning .................................................... 84
13. Jumlah penduduk berdasarkan umur di Kabupaten Lampung Selatan ... 87
14. PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan menurut lapangan
usaha di Kabupaten Lampung Selatan ................................................... 89
15. Jenis penggunaan lahan lahan di Kecamatan Ketapang tahun 2017 ...... 91
iv
16. Mata pencaharian penduduk masyarakat Kecamatan Ketapang ............ 92
17. Sebaran petambak udang vaname yamg tergabung dalam kelompok
petambak berdasarkan teknik budidaya tambak di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 95
18. Sebaran petambak udang vaname berdasarkan umur ............................. 99
19. Sebaran petambak udang vaname berdasarkan pendidikan .................... 99
20. Sebaran petambak udang vaname berdasarkan pengalaman berusaha
tambak..................................................................................................... 100
21. Sebaran petambak udang vaname berdasarkan pekerjaan sampingan ... 101
22. Sebaran petambak udang vaname berdasarkan tanggungan keluarga .... 102
23. Sebaran petambak udang vaname berdasarkan luas lahan tambak ........ 102
24. Biaya investasi bangunan usaha tambak udang vaname secara
tradisional, semi intensif, dan intensif di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 105
25. Biaya peralatan usaha tambak udang vaname secara tradisional, semi
intensif, dan intensif di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung
Selatan..................................................................................................... 107
26. Biaya variabel usaha tambak udang vaname secara tradisional, semi
intensif, dan intensif di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung
Selatan..................................................................................................... 110
27. Biaya tetap bangunan usaha tambak udang vaname secara tradisional,
semi intensif, dan intensif di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan .................................................................................... 112
28. Produksi udang vaname secara tradisional di Kecamatan Ketapang
kabupaten Lampung Selatan ................................................................... 114
29. Harga udang vaname size 100, 50, dan 60, di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 115
30. Model peramalan produksi dan harga pada usaha tambak udang
vaname secara tradisional di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung selatan ..................................................................................... 116
31. Penerimaan udang vaname secara tradisional di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 117
v
32. Produksi udang vaname secara semi intensif di Kecamatan Ketapang
kabupaten Lampung Selatan ................................................................... 118
33. Model peramalan produksi dan harga pada usaha tambak udang
vaname secara semi intensif di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung selatan ..................................................................................... 119
34. Penerimaan udang vaname secara semi intensif di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.................................................. 120
35. Produksi udang vaname secara intensif di Kecamatan Ketapang
kabupaten Lampung Selatan ................................................................... 121
36. Model peramalan produksi dan harga pada usaha tambak udang
vaname secara intensif di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung
selatan ..................................................................................................... 122
37. Penerimaan udang vaname secara intensif di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 123
38. Hasil perhitungan finansial usaha tambak udang vaname secara
intensif, semi intensif, dan tradisional di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 124
39. Perbandingan hasil analisis kelayakan finansial usaha tambak udang
vaname di Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Cantigi ...................... 128
40. Perubahan nilai kriteria investasi usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung selatan akibat penurunan
produksi udang vaname .......................................................................... 130
41. Perubahan nilai kriteria investasi usaha akibat penurunan harga udang
vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan sebesar
3,53 % utntuk harga udang vaname size 100, sebesar 2,97% untuk
harga udang vaname size 60, dan sebesar 2,03% untuk harga udang
vaname size 50 ........................................................................................ 132
42. Perubahan nilai kriteria investasi usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung selatan akibat kenaikan
biaya pakan pelet .................................................................................... 134
43. Pendapatan dan R/C ratio usaha tambak udang vaname per 1 Ha di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 139
44. Persyaratan mutu udang segar berdasarkan SNI .................................... 141
45. Matriks Internal Factors Evaluation (IFE) usaha tambak udang
vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan ............. 151
vi
46. Matriks External Factors Evaluation (EFE) usaha tambk udang
vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan ............. 161
47. Total alterrnatif skor pada 15 strategi SWOT usaha tambak udang
vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung selatan .............. 168
48. Alternatif strategi usaha tambak udang vaname di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung selatan .................................................. 169
49. Identitas responden petambak udang vaname tradisional di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.................................................. 183
50. Karakteristik lahan tambak ..................................................................... 184
51. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara tradisional dengan
rata-rata luas lahan 3,94 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2015 ........... 185
52. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara tradisional dengan
rata-rata luas lahan 3,94 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2016 ........... 156
53. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara tradisional dengan
rata-rata luas lahan 3,94 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2017 ........... 157
54. Produksi dan penerimaan udang vaname tradisional per 1 Ha tahun
2015-2022 ............................................................................................... 191
55. Biaya investasi dan penyusutan usaha tambak udang vaname secara
tradisional ............................................................................................... 192
56. Biaya variabel usaha tambak udang vaname secara tradisional per
tahun ....................................................................................................... 198
57. Biaya tetap usaha tambak udang vaname secara tradisional per tahun .. 202
58. Biaya tenaga kerja usaha tambak vaname tradisional di Kecamatan
Ketapang ................................................................................................. 203
59. Penggunaan tenaga kerja usaha tambak udang vaname intensif di
Kecamatan Ketapang .............................................................................. 205
60. Cashflow usaha tambak udang vaname tradisional di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.................................................. 210
61. Finansial usaha tambak udang vaname tradisional per 1 ha di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 212
62. Penerimaan Setelah Produksi Udang Vaname Tradisional turun
sebesar 16,05% (size 100), 9,46% (size 60) ........................................... 213
vii
63. Finansial setelah harga udang vaname tradisional turun sebesar 3,53%
(size 100), 2,97% (size 60), dan 2,03% (size 50) ................................... 214
64. Cashflow tambak udang tradisional setelah kenaikan harga pakan ........ 215
65. Analisis finansial usaha tambak udang vaname tradisional setelah
kenaikan harga pakan di Kecamatan Ketapang ...................................... 217
66. Sensitivitas usaha tambak udang tradisional tradisional di Kecamatan
Ketapang ................................................................................................. 218
67. Identitas responden petambak udang vaname semi intensif di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 219
68. Karakteristik lahan tambak ..................................................................... 220
69. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara semi-intensif dengan
luas rata-rata 2,82 ha di Kecamatan Ketapang tahun ............................. 221
70. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara semi-intensif dengan
luas rata-rata 2,82 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2016 .................... 221
71. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara semi-intensif dengan
luas rata-rata 2,82 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2017 .................... 222
72. Produksi udang vaname semi intensif per 1 ha di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015-2022 ...................................... 223
73. Biaya investasi dan penyusutan usaha tambak udang vaname secara
semi intensif di Kecamatan Ketapang .................................................... 226
74. Biaya variabel usaha tambak udang vaname secara semi intensif 1
tahun ....................................................................................................... 232
75. Biaya tetap usaha tambak udang vaname secara semi intensif/tahun..... 237
76. Biaya tenaga kerja tambak semi intensif ................................................ 238
77. Penggunaan tenaga kerja usaha tambak udang vaname semi intensif .... 240
78. Cashflow usaha tambak udang semi-intensif di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 244
79. Finansial usaha tambak udang vaname semi intensif di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.................................................. 246
viii
80. Finansial usaha tambak udang vaname setelah Produksi Udang
Vaname Intensif turun sebesar 20,23% (size 100), 7,45% (size 60),
dan 7,27% (size 50) ................................................................................ 247
81. Finansial setelah harga udang vaname semi intensif turun sebesar
3,53% (size 100), 2,97% (size 60), dan 2,03% (size 50) ........................ 248
82. Cashflow usaha tambak udang semi-intensif setelah kenaikan harga
pakan ....................................................................................................... 250
83. Analisis finansial usaha tambak udang vaname semi intensif setelah
kenaikan harga pakan ............................................................................. 252
84. Sensitivitas usaha tambak udang vaname semi intensi........................... 253
85. Identitas responden petambak udang vaname intensif di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.................................................. 254
86. Karakteristik lahan tambak ..................................................................... 254
87. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara intensif dengan luas
rata-rata 3,49 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2015 ............................ 255
88. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara intensif dengan luas
rata-rata 3,49 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2016 ............................ 255
89. Produksi dan penerimaan budidaya udang secara intensif dengan luas
rata-rata 3,49 ha di Kecamatan Ketapang tahun 2017 ............................ 256
90. Produksi udang vaname intensif per 1 ha di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015-2022 ...................................... 256
91. Biaya investasi dan penyusutan usaha tambak udang vaname secara
intensif .................................................................................................... 259
92. Biaya variabel usaha tambak udang vaname secara intensif 1 tahun ..... 263
93. Biaya tetap usaha tambak udang vaname secara intensif/tahun ............. 266
94. Biaya tenaga kerja usaha tambak intensif di Kecamatan Ketapang ....... 267
95. Penggunaan tenaga kerja usaha tambak udang intensif .......................... 268
96. Cashflow usaha tambak udang intensif di Kecamatan Ketapang ........... 271
97. Finansial usaha tambak udang vaname intensif di Kecamatan
Ketapang ................................................................................................. 273
ix
98. Finansial setelah produksi udang vaname Intensif turun sebesar
11,55% (size 100), 10,08% (size 60), dan 11,77% (size 50) .................. 274
99. Finansial setelah harga udang vaname intensif turun sebesar 3,53%
(size 100), 2,97% (size 60), dan 2,03% (size 50) ................................... 275
100. Cashflow usaha tambak udang intensif setelah kenaikan harga pakan .. 277
101. Finansial setelah harga pakan/pelet udang vaname menurun ................. 279
102. Sensitivitas usaha tambak udang vaname intensif .................................. 280
103. Pendapatan dan R/C ratio usaha tambak udang vaname per 1 ha di
Kecamatan Ketapang tahun 2017 ........................................................... 281
104. Kapasitas produksi usaha tambak udang di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan tahun 2017 .............................................. 281
105. Produktivitas usaha tambak udang per tahun di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan tahun 2017 ............................................... 281
106. Penentuan bobot faktor eksternal usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Lampung Selatan ................................................. 282
107. Bobot, rating, dan skor dari faktor eksternal usaha tambak udang di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 284
108. Penentuan bobot faktor internal usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Lampung Selatan ................................................. 287
109. Bobot, rating, dan skor dari faktor internal usaha tambak udang di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 289
110. Rekapitulasi bobot faktor eksternal usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 293
111. Rekapitulasi bobot faktor internal usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 293
112. Rekapitulasi rating faktor eksternal usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 294
113. Rekapitulasi rating faktor internal usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan............................... 294
114. Kesimpulan faktor eksternal usaha tambak udang di Kecamatan
Ketapang Kabupaten lampung Selatan ................................................... 295
x
115. Kesimpulan faktor internal usaha tambak udang di Kecamatan
Ketapang Kabupaten lampung Selatan ................................................... 295
116. QSPM usaha tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. 298
117. Total alterrnatif skor pada 15 strategi SWOT usaha tambak udang
vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung selatan .............. 300
x
DAFTAR GAMBAR
Gambat Halaman
1. Model manajemen strategik .................................................................... 34
2. Bagan alir analisis kelayakan finansial, kinerja produksi dan strategi
pengembangan usaha tambak udang di Kecamata Ketapang ................. 52
3. Matriks IE (Internal-External) ............................................................... 80
4. Matriks SWOT........................................................................................ 82
5. Grafik produksi udang vaname (tradisional) .......................................... 115
6. Grafik harga produksi udang vaneme .................................................... 116
7. Grafik produksi udang vaname (semi intensif) ...................................... 119
8. Grafik produksi udang vaname (intensif) ............................................... 121
9. Udang vaname segar ............................................................................... 142
10. Matiks IE (Internal Eksternal) usaha tambak udang vaname di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.................................................. 164
11. Hasil analisis matriks SWOT usaha tambak udang vaname di Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung .............................................................. 166
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peran yang penting sebagai sumber
penghidupan bagi penduduk Indonesia. Kedua wilayah ini diperkirakan
menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal
ini disebabkan, oleh sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah
pesisir dan laut yang memiliki berbagai sumber daya serta jasa lingkungan
yang beragam. Ada beberapa sumber daya alam pesisir yang dapat dikelola
dan dikembangkan, diantaranya sumber daya perikanan yang mencakup
sumber daya perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan budidaya
meliputi budidaya payau, pantai dan laut. Semakin menurunnya produksi
yang dihasilkan oleh perikanan tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan
tambak, khususnya budidaya air payau (tambak udang) diharapkan mampu
menopang target produksi nasional perikanan (Alikodra, 2005).
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), produksi perikanan
Indonesia hingga triwulan III-2015 mencapai 14,79 ton. Produksi tersebut
merupakan kontribusi dari produksi perikanan tangkap mencapai 4,72 juta ton
dan produksi perikanan budidaya mencapai 10,07 juta ton. Produksi
perikanan Indonesia dari triwulan I hingga triwulan III tahun 2015 mengalami
2
kenaikan yang cukup signifikan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13, 26
persen dengan rata-rata produksi sebesar 4,93 juta ton dan standar deviasi
sebesar 620 ribu ton. Hal ini menunjukan bahwa produksi perikanan
Indonesia secara total mengalami peningkatan dari triwulan I sampai dengan
triwulan III tahun 2015.
Kontribusi perikanan budidaya terus meningkat sejak tahun 2010 dengan
kontribusi yang tumbuh sebesar 6,42 persen dan rata-rata kontribusi selama
lima tahun sebesar 62,35 persen. Hal ini menunjukan bahwa dalam 5 tahun
ke belakang dan beberapa tahun kedepan perikanan budidaya memiliki
potensi yang cukup besar bagi produksi perikanan Indonesia (Kementerian
Kelautan dan Perikanan, 2015). Volume produksi perikanan budidaya
menurut jenis peraturan/jenis lahan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Volume produksi perikanan budidaya menurut jenis peraturan/jenis
lahan di Indonesia
JenisLahan
Volume Produksi (ton)
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Budidaya laut 3.514.702 4.605.827 5.769.737 8.386.271 9.034.756 10.174.022
Tambak 1.416.038 1.602.827 1.756.737 2.337.671 2.428.389 2.498.966
Kolam 819.809 1.127.127 1.433.820 1.774.407 1.963.589 2.043.161
Keramba 121.271 131.383 178.367 200.006 221.304 193.790
Jaring apung 309.499 375.403 455.012 505.248 500.873 535.673
Jaring tancap - - - - 65.955 40.852
Mina padi 96.605 86.448 81.818 97.303 144.263 147.631
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, 2015
Tabel 1 menunjukkan volume produksi tambak merupakan jenis produksi
budidaya perikanan yang berkontribusi terbesar kedua terhadap produksi
budidaya perikanan, dan selalu mengalami peningkatan produksi sejak tahun
2010 hingga 2015. Tingginya produksi budidaya tambak dikarenakan hasil
3
dari produksi tambak memiliki harga dan keuntungan yang tinggi sehingga
masyarakat Indonesia banyak yang tertarik dan melakukan budidaya tambak.
Harga udang sangat mahal dipasaran dikarenakan proses budidayanya tidak
mudah, dan memerlukan perhatian secara khusus serta membutuhkan
peralatan budidaya yang bisa dikatakan memiliki harga yang cukup tinggi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi dalam perikanan.
Salah satu jenis usaha perikanan yang saat ini sedang diminati oleh sebagian
orang adalah usaha budidaya udang. Udang merupakan salah satu andalan
ekspor non migas dan menjadi primadona perikanan Indonesia karena
memberikan kontribusi bagi peningkatan devisa negara dan sektor perikanan
yaitu sekitar 52,9 persen dari seluruh nilai hasil ekspor perikanan Indonesia
(Koswara, 2006). Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama
Tahun 2015 di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun
2015 di Indonesia
Komoditas Udang Produksi
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
Total 102.416 122.886 99.035
- Wundu 20.106 34.370 25.126
- Vaname 75.100 72.046 63.349
- Lainnya 8.210 16.470 10.560
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, 2015
Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 jenis udang yang banyak
di budidayakan di indonesia adalah udang vaname dengan jumlah produksi
tertinggi diantara jenis udang lainnya. Produksi udang vaname di setiap
triwulan mengalami penurunan, namun jumlah produksinya tetap lebih tinggi
4
dibandingkan dengan produksi udang windu. Udang vaname merupakan
jenis udang dari luar indonesia yang dianggap lebih tahan penyakit dan
memiliki umur panen yang pendek, sehingga dapat meningkatkan jumlah
produksi dan meminimalisir biaya budidaya tambak udang.
Produksi udang vaname tersebar pada daerah yang memiliki pesisir pantai,
wilayah yang dekat dengan laut, sungai, atau sumber air lainnya yang
mempermudah dalam pembudidayaan udang vaname, dengan begitu produksi
udang dapat optimal. Produksi udang tersebut terdapat di beberapa daerah di
Indonesia, yaitu di 15 provinsi di Indonesia. Produksi udang per provinsi di
Indonesia pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi udang vaname per provinsi di Indonesia pada tahun 2015
Provinsi Produksi udang vaname (ton)
Lampung 42.883
Nusa Tenggara Barat 89.884
Jawa Timur 65.582
Sumatra Selatan 42.331
Jawa Barat 60.920
Jawa Tenga 19.924
Kalimantan Barat 1.544
Sulawesi Selatan 12.827
Sulawesi Tenggara 25.769
Sumatra Utara 17.475
Gorontalo 3.239
Maluku 10.142
Sulawesi Barat 9.707
Bali 3.243
Yogyakarta 3.364
Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya, 2015
Berdasarkan Tabel 3, Propinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki
produksi udang vaname tertinggi nomor 4 pada tahun 2015 dengan jumlah
produksi sebesar 42.883 ton. Pada tahun 2016 usaha budidaya udang vaname
5
dilakukan di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung, yaitu Kabupaten
Tanggamus dengan jumlah produksi sebesar 2.247,00 ton, Kabupaten
Lampung Selatan sebesar 10.862,48 ton, Kabupaten Lampung Timur sebesar
1.481,47 ton, Kabupaten Tulang Bawang sebesar 27.440,00 ton, kabupaten
Pesawaran sebesar 10.213,50 ton, dan Kabupaten Pesisir Barat sebesar
2.908,50 ton. Produksi udang vaname bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi udang vaname di Provinsi Lampung tahun 2016
No Kabupaten/Kota Jumlah produksi (ton)
1 Tanggamus 2.247,00
2 Lampung Selatan 10.862,46
3 Lampung Timur 1.481,27
4 Tulang Bawang 27.440,00
5 Pesawaran 10.213,50
6 Pesisir Barat 2.908,50
Jumlah 55.152,75
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2016
Berdasarkan Tabel 4, aktivitas produksi tambak udang vaname di Kecamatan
Lampung Selatan menghasilkan jumlah yang besar. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah produksi udang di Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki jumlah
produksi tertinggi kedua di Provinsi Lampung dengan jumlah produksi
sebesar 10.862,48 ton. Perkembangan budidaya udang relatif lebih cepat
dibandingkan dengan komoditas lainnya, hal ini karena ditentukan oleh 4 hal
yaitu ; 1) adanya daya serap yang tinggi, sehingga memungkinkan
keuntungan yang besar, 2) adanya marjin usaha yang besar, 3) dikuasainya
teknologi pembenihan dan perkembangannya, industri dan sarana produksi
lain sehingga pengadaan sarana produksi bisa relatif tepat harga, tepat jumlah,
tepat waktu, dan tepat mutu, dan 4) adanya kesesuaian sumberdaya indonesia
dengan “Standard Biological Requirement” udang ( Direktorat Jenderal
6
Perikanan, 1999). Data jumlah petambak, luas bersih dan luas kotor tambak
udang vaname di Kabupaten Lampung SelatandapatdiligatpadaTabel 5.
Tabel 5. Data jumlah petambak, luas bersih dan luas kotor tambak udang
vanametahun 2016 di Kabupaten Lampung Selatan
No Kecamatan Jumlah
(Petambak)
Luas Bersih
(ha)
Luas Kotor (ha)
1 Ketapang 813,00 2.594,50 2.878,80
2 Sragi 471,00 1.350,00 1.459,00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan, 2017
Berdasarkan Tabel 5, Kecamatan Ketapang merupakan daerah yang memiliki
potensi besar untuk para petambak udang, dengan lahan yang masih luas dan
dekat dengan sumber mata air (laut dan sungai) sehingga mempermudah
dalam pengadaan sarana produksinya. Jumlah petambak yang ada di
Kecamatan Ketapang yaitu 813 petambak dengan luas bersih usaha tambak
sebesar 2.594,5 ha. Para petambak di Kecamatan Ketapang saat ini hanya
memproduksi udang vaname, karena udang vaname dianggap lebih tahan dari
penyakit dan memiliki harga jual yang tinggi. Udang vaname memiliki umur
panen yang pendek, sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi dan
keuntungan tiap tahunnya.
Secara teknis, usaha tambak udang vaname dapat didirikan di hampir semua
jenis lahan apabila persediaan air payau cukup tersedia. Dari segi ekonomi
perlu diperhitungkan secara cermat agar biaya pembangunan dan operasional
tambak udang vaname dapat tertutupi dengan penjualan hasilnya. Sistem
budidaya tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan merupkan adalah sistem budidaya tambak udang secara
7
intensif, semi intensif, dan tradisional. Dari masing masing-masing teknik
tersebut memiliki keperluan biaya dan hasil produksi yang berbeda-beda.
Semakin intensif sebuah tambak udang maka biaya dan hasil produksi akan
semakin tinggi.
Perkembangan produksi udang vaname akan diproyeksikan 5 tahun ke depan
menggunakan trend regresi linier/ sederhana, karena data produksi udang
vaname di Kecamatan Ketapang dari hasil survey yang dimiliki hanya dari
2015-2017, dan produksinya selalu meningkat tiap tahunnya. Jumlah
produksi udang vaname dipengaruhi oleh lingkungan tambak dan cuaca.
Budidaya tambak yang bersih dan manajemen budidaya yang baik dapat
meningkatkan produksi udang vaname. Penyakit dan hama yang menyerang
pun dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan hasil produksi yang
dihasilkan, karna ketika tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang
mudah terserang hama dan penyakit, dapat menyebabkan meningkatnya biaya
dan menurunkan hasil produksi udang vaname. Berdasarkan hal tersebut,
diperlukan pengkajian apakah usaha ini menguntungkan dengan
mengevaluasi sejauh mana kelayakan usaha budidaya tambak udang vaname
di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
Petambak udang di Kecamatan Ketapang sudah memiliki banyak pengalaman
karena sebelum membudidayakan udang vaname, petambak udang tersebut
sudah membudidayakan udang windu yang teknik budidaya dan
perlakuannya sama dengan udang vaname. Produksi udang vaname di
Kecamatan Ketapang Kabupaten lampung Selatan terus meningkat setiap
8
tahunnya, meskipun hama dan penyakit menyerang dan sering terjadi
perubahan cucaca yang ekstrim. Produksi udang vaname yang sangat sensitif
terhadap hama dan penyakit, membuat produksi udang vaname di Kecamatan
Ketapang menjadi terganggu dan jumlah produksi yang menjadi belum
optimal namun terus meningkat. Kendala tersebut berpengaruh terhadap
keberlangsungan usaha tambak udang vaname, maka dibutuhkan analisis
kinerja usaha untuk melihat apakah usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang layak atau berhasil berdasarkan kinerja produksinya.
Target pemerintah menjadikan lampung sebagai lumbung udang nasional
menjadi peluang bagi petambak udang vaname di Kecamatan Ketapang untuk
meningkatkan usahanya dengan adanya dukungan pemerintah. Dibutuhkan
penyusunan strategi dalam mengembangkan usaha tambak udang vaname
dengan terlebih dahulu mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal
yang dimiliki dan dihadapi usaha tambak udang vaname di Kecamatan
Ketapang. Hasil analisis kelayakan usaha dan kinerja usaha tambak udang
vaname di Kecamatan Ketapang dapat memberikan kontribusi informasi yang
baik dalam penyusunan strategi yang akan dilakukan. Strategi tersebut
diharapkan dapat berguna untuk menjadikan usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang terus berkembang dan maju secara terus menerus.
B. Rumusan Masalah
Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang cukup besar terutama dalam hal budidaya, yaitu
9
usaha tambak udang. Udang yang dibudidayakan adalah udang windu dan
udang vaname, namun 3 tahun terakhir ini petambak di Kecamatan Ketapang
hanya membudidayaan udang vaname, karena udang vaname memiliki daya
tarik tersendiri dibandingkan udang windu. Udang vaname ini memiliki
sejumlah karakteristik yang diunggulkan, yakni memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi dengan kelangsungan hidup yang tinggi dan tingkat
kematian yang rendah, memiliki daya tahan yang baik terhadap penyakit, dan
pertumbuhannya cepat dengan masa pemeliharaan 100-110 hari. Keunggulan
lain yang dimiliki udang vaname adalah pangsa pasar yang luas dan sangat
fleksibel, udang vaname ukuran kecil hingga ukuran terbesar memiliki pasar
sendiri dan selalu dapat terserap oleh perusahaan maupun masyarakat.
Pembudidayaan tambak udang vaname pertama kali di Kecamatan Ketapang
dilakukan secara tradisional, yaitu tidak menggunakan kincir angin. Seiring
berjalannya waktu, petambak udang vaname secara tradisional mulai
mengembangkan teknik budidayanya, dari budidaya tambak secara
tradisional menuju intensif, lalu menuju busdidaya tambak secara intensif.
Pembudidayaan tambak udang vaname secara intensif memerlukan modal
yang lebih besar dibandingkan dengan pembudidayaan tambak udang secara
tradisional, karena harus membuat konstruksi untuk kolam dan membeli
semua peralatan yang dibutuhkan serta tenaga kerja yang ahli dibidangnya.
Besarnya biaya pembudidayaan udang vaname secara intentif membuat para
petambak tradisional susah untuk mengembangkan teknik budidayanya. Bagi
para petambak yang sudah membudidayakan udang secara intensif ingin
10
memperluas lahan dan memperbanyak peralatan supaya hasil produksi udang
meningkat dan dapat meningkatkan keuntungan. Kurangnya modal yang
dimiliki para petambak menjadi kendala dalam pembudidayaan udang di
Kecamatan Ketapang, sehingga memperlambat pengembangan teknik
budidayanya.
Kendala lainnya adalah serangan hama dan penyakit yang menyerang
budidaya udang vanamei. Hama pada budidaya udang vaname terdiri dari
hama predator atau pemangsa udang seperti burung, ular, ikan kakap, ikan
keting, dan kepiting, kemudian hama kompetitor atau pesaing dalam mencari
makanan dan oksigen, yakni udang kecil, siput, ikan mujair, dan ikan
belanak. Sementara hama perusak tak menyaingi dan memangsa udang
vanamei tetapi tidak merusak kondisi lingkungan, seperti merusak dasar
tambak, saluran dan pintu air hingga pematang yaitu belut dan udang tanah.
Penyakit yang menyerang udang vaname disebabkan oleh faktor lingkungan
yang tidak bersih, mutu pakan yang buruk, polusi, kepadatan tebar, virus,
bakteri, parasit dan jamur. Hama dan penyakit ini dapat mengurangi hasil
produksi udang vaname, sehingga keuntungan yang didapat oleh para
petambak menjadi tidak optimal. Berdasarkan kendala yang telah diuraikan,
maka permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis kelayakan usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang ?
2. Bagaimana kinerja usaha pada usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang ?
11
3. Bagaimana strategi pengembangan usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis kelayakan finansial usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang.
2. Menganalisis kinerja usaha usaha tambak udang vaname di Kecamatan
Ketapang.
3. Menyusun strategi pengembangan usaha tambak udang vaname di
Kecamatan Ketapang.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :
1. Pertimbangan bagi pelaku usaha tambak udang vaname dalam
menjalankan kegiatan usahanya.
2. Pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan dan
pengambilan keputusan.
3. Bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Tambak/Klasifikasi Tambak
Menurut Martosudarmo dan Bambang (1992), tambak merupakan kolam
yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara
bandeng, udang laut, dan hewan air lainnya yang bisa hidup di air payau.
Air yang masuk kedalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi
pasang. Maka dari itu, pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan
memanfaatkan pasang surutnya air laut. Pemasukan air ke dalam tambak
dilakukan pada saat air pasang dan pembuangannya dilakukan ketika air
surut.
Poernomo (1988) mendefinisikan tambak sebagai genangan air, campuran air
laut dan sungai yang dibatasi oleh pematang-pematang dan dapat diatur
melalalui pintu air serta digunakan untuk usaha budidaya bandeng, udang dan
hasil perikanan lainnya. Dalam pengelolaan suatu usaha tambak baik baik
yang menyangkut perencanaan, pembangunan atau rehabilitas tambak, perlu
dilakukan kajian mendalam dari berbagai aspek.kajian mengenai faktor teknis
maupun non teknis juga informasi yang akurat tentang suatu hasil penelitian
13
lapangan sangat penting untuk dikaji, karena dari hasil penelitian tersebut
dapat diambil kesimpulan yang objektif tentang suatu masalah untuk
dijadikan keputusan. Keberhasilan budidaya udang tambak sangat
dipengaruhi oleh ketersedian lahan pertambakan yang memenuhi persyaratan
tersebut, perlu dilakukan perencanaan menyeluruh sebelum dilakukan usaha
tersebut, mencakup 2 kegiatan yaitu penentuan areal yang memenuhin syarat
untuk dijadikan tambak dan pembuatan konstruksi tambak ( Afrianto dan Evi,
1991).
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tambak adalah
menentukan lokasi yang paling memenuhi persyaratan untuk pemeliharaan
udang. Pemeliharaan lokasi tambak tidak hanya untuk menentukan
kecocokan lahan, tapi juga mendukung modifikasi disain tambak, tata letak
tambak, pembuatan konstriksi tambak dan manajemen yang diterapkan.
2. Sistem Budidaya Tambak
Menurut Mujiman dan Suyanto (2003) terdapat 3 sistem budidaya udang
yaitu :
a. Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif
Petakan tambak pada sistem tradisional memiliki bentuk dan ukuran yang
tidak teratur, luas lahannya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Setiap
petakan memiliki saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di
sepanjang kelilingan petakan sebelah dalam,di bagian tengah juga buat
caren dari sudut ke sudut (diagonal) dengan kedalaman 30-50 cm. Pada
14
tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktivitas semata-
mata tergantung makanan alami yang tersebar di seluruh tambak yang
kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah, pemberantasan hama
juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Pada
penebarannya rata-rata antara 3000 post larva/hektar (berkisar anatara
1000-10.000 benur/hektar), sering kali dicampur bandeng (500-2.000
nener/hektar) pada tambak yang siap tebar.
b. Sistem Budidaya Semi-Intensif
Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang
lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya.
Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 ha sampai
3 ha per petakan. Tiap petakan memiliki pintu masukan (Inlet) dan pintu
pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan
kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan udang masih dari
pakan alami yang didorong pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi
selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan-ikan rucah dari laut,
rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan bekatul (dedek halus). Pada
penebaran 20.000-50.000 benur/hektar, dengan produksi pertahunnya
dapat mencapai 600 kg-1.000 kg/ha/tahun. Pada tambak semi-intensif
pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak
diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan
udang sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air
pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama dilakukan pada
15
waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran benur, serangan hama
juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air.
c. Sistem Budidaya Intensif
Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik yang canggih dan
memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-
kecil 0,2 ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah
dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya
intensif adalah padat penebaran benur sangat tinggi yaitu 50.000 sampi
600.00 ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang
diberikan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan. Diberi aerasi (dengan
kincir, atau alat lain)untuk menambah kadar oksigen dalam air. Pergantian
air dilakukan sangat sering dan biasanya dengan menggunakan pompa,
agar air tetap menjadi bersih dan tetap kotor oleh sisa-sisa makanan dan
kotoran (ekskresi) udang yang padat itu. Produksi persatuan luas petak
dapat mencapai 1.000 sampai 20.000 kg/ha/tahun.
3. Karakteristik Udang
Klasifikasi udang vaname (litopenaeus vannamei) menurut Haliman dan
Adijaya (2005) adalah sebagai berikut :
Kongdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Crustaceae
Class : Malacrostaca
Super Ordo : Eumalacostraca
16
Ordo : Decapoda
Sub Ordo :Dendrobanchiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus Vannamei
Udang vaname merupakan produk perikanan yang potensial dikembangkan
karna mampu menghasilkan devisa bagi negara, salain udang windu. Udang
vaname mempunyai berbagai nama yang umum, seperti pacific white shrimp,
camaron blanco, dan langostino. Udang vaname memilki ciri-ciri kondisi
fisik seperti kulit yang lebih lunak dan licin dibandingkan udang windu yang
lebih keras dan tebal. Warna transparan, jika diangkat kepermukaan air,
cepat lemah dan mati, respon cahaya, mudah terkejut jika disenter
(Fototaksis). Udang vaname memiliki tingkat kanibalisme yang rendah,
napsu makannya sangat rakus dan fluktuatik, habitat hidupnya soliter dan
melayang. Jika mengalami stress tubuhnya lemah dan berwarna buram
seperti kapas, dan pada saat panen penggunaannya harus cepat. Udang
vaname dapat hidup antara salinitas 10-30 ppt, pH 7,5-8,5, kedalaman air 80-
100 cm. Udang Vaname dapat tumbuh sampao 230 mm tau 9 inci dan sangat
menyukai dasar yang berpasir.
Ada beberapa prinsip untuk sukses dalam membudidayakan udang vaname.
Prinsip tersebut diantaranya 1) menggunakan benih udang (benur) vaname
yang berkualitas baik, 2) mendeteksi dan memonitor kesehatan udang secara
rutin dan teratur untuk mencegah penyakit sedini mungkin, 3) menjaga
17
kualitas air agar tetap stabil sehingga udang tidak mengalami stress, 4)
mengaplikasikan probiotik untuk meningkatkan imunitas udang terhadapa
serangan penyakit, 5) menggunakan pakan dengan nutrisi yang baik yaitu
dengan kadar protein yang tinggi dan pemberian pakan secara rutin (Haliman
dan Adijaya, 2005).
4. Analisis Tren
Menurut Sunyoto dan Sarnowo (2009), analisis tren merupakan suatu metode
analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada
masa yang akan datang. Estimasi (penaksiran) menggunakan tren sangat
berhubungan dengan karakter data yang digunakan, sebab karakter data dapat
menentukan metode tren yang akan dipergunakan untuk menghitung estimasi
kuantitatif permintaan. Di samping itu estimasi tren berkaitan dengan waktu
(time series). Jika data mempunyai karakter perubahan cenderung meningkat
atau menurun akan berbeda cara penyelesaiannya dengan data yang memiliki
karakter naik turun secara drastis (variasi besar). Untuk kedua karakter data
tersebut diperlukan cara estimasi tren yang berbeda yaitu tren linier dan tren
non linier.
a. Tren Linier
Estimasi permintaan produk dengan tren linier akan lebih tepat jika
datanya memiliki karakter cenderung meningkat atau cenderung menurun.
Persamaan estimasi tren linier dapat dirumuskan sebagai berikut.
Y = a + bx
18
Perhitungan estimasi dengan tren linier dapat dibedakan menjadi tiga
metode, yaitu :
1. Metode Tangan Bebas
Perhitungan estimasi kuantitatif permintaan produk dengan metode ini,
pada umumnya dilakukan oleh pengambil keputusan yang memiliki
keahlian, pengalaman luas, keterampilan dan intuisi yang tinggi,
sehingga tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, karena memiliki
resiko kegagalan yang tinggi.
2. Metode Setengah Rata-Rata
Estimasi metode setengah rata-rata merupakan metode estimasi
kuantitatif yang obyektif menurut data. Berbeda dengan metode tangan
bebas, metode tren linier jenis ini dalam mengestimasi suatu nilai
menggunakan rumus tertentu, sehingga hasil estimasi sangat
dipengaruhi oleh data.
3. Metode Kuadrat Terkecil
Metode ini pengembangan dari metode setengah rata-rata,
perbedaannya ada pada nilai skala waktu (X) yang mengharuskan
jumlah nilai skala waktu semua data adalah nol, dimana data tidak
dikelompokkan menjadi dua bagian. Sehingga perhitungan nilai a dan
b juga berbeda. Rumus umum metode kuadrat terkecil adalah
Y = a + bx
Keterangan :
ΣX = 0
ΣY = an + bΣx
ΣY = an + b (0), berarti a = Σy/n
ΣXY = aΣx + bΣx2
ΣXY = a (0) + bΣx2, berarti b = ΣXY / ΣX2
19
b. Tren Non Linier
Berbeda dengan estimasi tren linier, tren non linier merupakan estimasi
garis lengkung, karena tren non linier menggunakan data yang punya sifat
fluktuatif dengan perbedaan cukup signifikan dan perbedaan besar kecil
data cenderung acak, yaitu kadang data naik turun tidak teratur dan atau
naik turun drastis. Untuk sifat data demikian, estimasi lebih tepat
menggunakan tren non linier jenis parabola dan eksponensial (logaritma).
Estimasi tren parabola lebih sesuai jika datanya bersifat naik turu tidak
teratur, tetapi tidak drastis. Sedangkan estimasi tren eksponensial lebih
sesuai untuk data naik turun tidak teratur dan bersifat drastis.
5. Estimasi Analisis Regresi
Metode regresi merupakan salah satu metode ramalan yang disusun atas dasar
pola data masa lalu. Penggunaan metode ini didasarkan kepada variabel yang
ada dan yang akan mempengaruhi hasil peramalan. Variabel yang diteliti
terdiri dari variabel yang akan dicari (dependent variabel) dengan variabel
yang menentukan (independent variabel). Dengan metode regresi kita akan
melakukan peramalan dengan melihat pola hubungan yang ada antara
variabel yang dicari dengan variabel yang menentukan/mempengaruhi
(Kasmir dan Jakfar, 2009).
Menurut Salvatore (2005), metode estimasi analisis regresi merupakan
metode yang paling umum digunakan dalam mengestimasi produksi. Metode
ini biasanya lebih objektif, menyediakan informasi yang lebih lengkap dan
20
lebih murah. Sedangkan Sunyoto dan Sarnowo (2009), mengemukakan
analisis regresi menghitung estimasi produksi yang diharapkan berdasarkan
pada variabel bebas (X) yang mempengaruhi variabel terikat (Y). Variabel
bebas akan dapat menentukan setiap perubahan nilai variabel terikat baik
perubahan berupa peningkatan maupun penurunan. Dimana perubahan nilai
tersebut besarnya proporsional dengan koefisien regresi. Semakin besar
koefisien regresinya, proporsi perubahan nilai nilai variabel terikat juga
semakin besar dan sebaliknya, nilai koefisien regresinya kecil perubahan
proporsi nilai variabel terikat juga kecil. Estimasi analisis regresi ada dua,
yaitu regresi sederhana dan berganda.
a. Estimasi Analisis Regresi Sederhana
Estimasi ini hanya melibatkan satu variabel bebas dan satu variabel
terikat, sehingga nilai estimasinya cenderung meningkat atau menurun
seperti membentuk garis lurus. Estimasi sebuah produk tidak mengenal
naik turun jika menggunakan model regresi sederhana ini, maka para
manajer atau pengambil keputusan harus berhati-hati jika menggunakan
model ini untuk melakukan estimasi data. Karena satu variabel terikat
(Y) mengalami perubahan dari waktu kewaktu bukan hanya dipengaruhi
oleh satu variabel saja. Namun kemungkinan masih dipengaruhi oleh
variabel bebas lainnya. Persamaan estimasi analisis regresi sederhana
yaitu :
Y = a + bx
21
b. Estimasi Analisi Regresi Berganda
Estimasi analisis regresi berganda melibatkan lebih dari satu variabel
bebas, yaitu X1, X2, X3,......Xn, untuk mempengaruhi variabel terikat (Y).
Persamaan estimasi analisis regresi barganda yaitu :
Y = a + b1x1 + b2 x2 + b3x3 + .......bnxn
6. Teori Kelayakan Finansial
Proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang menggunakan sumber-
sumber agar memperoleh manfaat (benefit), atau suatu kegiatan dengan
jumlah pengeluaran biaya dengan harapan dapat memperoleh hasil pada
waktu yang akan datang, dan yang dapat direncakan, dibiayai dan
dilaksanakan sebagai satu unit. Kegiatan suatu proyek selalu bertujuan untuk
mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai titik tolak (starting point)
dan suatu titik akhir (ending point), biaya maupun hasilnya harus dapat
diukur (Sanusi, 2000). Tujuan analisis proyek adalah untuk memperbaiki
pemilihan investasi. Oleh karena sumber-sumber yang tersedia bagi
pembangunan terbatas, maka perlu diadakan pemilihan antara berbagai
macam proyek. Kesalahan dalam pemilihan proyek dapat mengakibatkan
pengorbanan sumber-sumber yang langka (Kadariah, 2001).
Manfaat proyek, dilihat dari evaluasi adalah penerimaan (revenue) yang
dihasilkan suatu proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.
Manfaat proyek dapat digolongkan menjadi manfaat langsung (direct
benefits), manfaat tidak langsung (isndirect benefits), dan manfaat tidak
22
kentara (intangible benefits). Manfaat langsung dari suatu proyek adalah
manfaat yang diterima sebagai akibat adanya proyek, seperti naiknya nilai
hasil produksi barang atau jasa, perubahan bentuk, turunannya biaya.
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang timbul sebagai dampak yang
bersifat multiplier effects dari proyek yang dibangun terhadap kegiatan
pembangunan lainnya. Manfaat tidak kentara sebuah proyek adalah
manfaatdari pembangunan proyek yang sulit diukur dalam bentuk uang,
sepertiperubahan pola pikir masyarakat, perbaikan lingkungan, berkurangnya
pengangguran, dan lain sebagainya (Ibrahim, 2009).
Kasmir dan Jakfar (2012) menyatakan ada beberapa aspek kelayakan suatu
usaha diantaranya aspek keuangan, aspek pasar, aspek teknis, aspek
organisasi dan manajemen, aspek sosial dan lingkungan serta aspek hukum.
Urutan penilaian aspek tergantung pada kesiapan penilai dan kelengkapan
data yang ada.
a. Aspek Keuangan
Aspek keuangan merupakan aspek yang digunakan untuk menilai
keuangan perusahaan secara keseluruhan. Tujuannya untuk menilai
apakah investasi usaha layak atau tidak layak dijalankan dilihat dari aspek
keuangan. Kriteria investasi yang digunakan dalam analisis ini menurut
Kadariah (2001) adalah Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value
(NPV), Gross Benefit CostRatio (Gross B/C), Net Benefit CostRatio (Net
B/C),dan Payback Period (PP).
23
1) Internal Rate of Return
Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang
menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh
investasi proyek, dengan kata lain tingkat suku bunga yang dihasilkan
NPV sama dengan nol. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
[
]( )
Keterangan:
= Tingkat suku bunga tertinggi yang masih memberi NPV positif
= Tingkat suku bunga terendah yang masih memberi NPV negatif
NPV1= NPV yang positif
NPV2= NPV yang negatif.
Kriteria penilaian Internal Rate of Return (IRR):
a) Jika IRR lebih besar dari tingkat suku bunga berlaku maka usaha
dinyatakan layak.
b) Jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga berlaku maka usaha
dinyatakan tidak layak.
2) Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau nilai tunai bersih merupakan kelayakan
metode yang menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan
dengan biaya atau pengeluaran. NPV dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑
Keterangan :
Bt = Benefit atau penerimaan tahun t
Ct = Costatau biaya pada tahun t n = Umur proyek (tahun)
i = Tingkat suku bunga
t = Tahun (waktu ekonomis)
24
Perhitungan ini diukur menggunakan nilai uang sekarang dengan
kriteria sebagai berikut:
b) Jika NPV lebih besar dari nol maka usaha dinyatakan layak.
c) Jika NPV lebih kecil dari nol maka usaha dinyatakan tidak layak.
d) Jika NPV sama dengan nol maka usaha dinyatakan dalam
posisiimpas.
3) Gross Benefit CostRatio
Gross Benefit CostRatio (Gross B/C) adalah perbandingan antara
penerimaan dan manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang telah
dikeluarkan. Gross B/C secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Gross B/C =
∑ (
)
∑ (
)
Kriteria penilaian dalam analisis ini adalah:
a) Jika Gross B/C lebih besar dari 1 maka usaha dinyatakan layak
b) Jika Gross B/C lebih kecil dari 1 maka usaha dinyatakan tidak layak
c) Jika Gross B/C sama dengan 1 maka usaha dinyatakan dalam posisi
impas.
4) Net Benefit CostRatio
Net Benefit CostRatio (Net B/C) adalah perbandingan antara present
value net benefit yang bernilai positif dengan present value net benefit
yang bernilai negatif. Rumus Net B/C sebagai berikut:
25
Net B/C =
∑
∑
Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct = biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n = umur ekonomis tanaman
i = discount rate 12 (%)
5) Payback Periode
Payback periode merupakan penilaian investasi suatu proyek yang
didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih
dari proyek. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
PP =
x tahun
Keterangan :
PP = Payback Period
Ko = Investasi awal
Ab = Manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode.
Kriteria penilaian Payback Periode:
b) Jika Payback Periode lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
usaha tersebut dinyatakan layak.
c) Jika Payback Periode lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak.
b. Aspek Pasar
Aspek pasar dalam Kasmir dan Jakfar (2012) yaitu komponen strategi
bauran pemasaran (marketing mix strategy). Marketing mix strategy
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
26
1) Produk
Pengertian produk menurut Kotler dan Keller (2012) adalah sesuatu
yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian
untuk dibeli, untuk digunakan atau dikonsumsi yang dapat
memenuhi keinginan dan kebutuhan. Pihak pengusaha terlebih
dahulu harus mendefinisikan, memilih dan mendesain suatu produk
disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang akan
dilayaninya agar investasi yang ditanam dapat berhasil dengan
baik.
2) Harga
Harga merupakan aspek penting dalam kegiatan marketing mix.
Penentuan harga menjadi sangat penting mengingat harga
merupakan salah satu penyebab laku tidaknya produk yang
ditawarkan. Salah dalam penentuan harga akan berakibat fatal dan
tidak lakunya terhadap produk yang ditawarkan .
3) Lokasi dan Distribusi
Penentuan lokasi dan distribusi beserta sarana dan prasarana
pendukung menjadi sangat penting agar konsumen mudah
menjangkau setiap lokasi yang ada. Sarana dan prasarana harus
memberikan rasa yang nyaman dan aman kepada seluruh
konsumennya.
4) Promosi
Promosi merupakan sarana yang paling ampuh untuk menarik dan
mempertahankan konsumennya. Suatu kegiatan yang membuat
27
konsumen tertarik dan mencari tahu kebutuhan konsumen, dengan
tujuan menginfokan segala jenis produk yang ditawarkan dan
berusaha menarik calon konsumen yang baru.
c. Aspek Teknis
Aspek teknis adalah aspek yang berhubungan dengan pembangunan
dari proyek dilihat dari faktor lokasi, luas produksi, proses produksi,
penggunaan teknologi (mesin/peralatan) maupun keadaan
lingkunganyang berhubungan dengan proses produksi (Ibrahim, 2009).
1) Lokasi Proyek
Penentuan lokasi yang tepat akan meminimumkan beban biaya baik
biaya investasi maupun biaya eksploitasi. Pada sektor bisnis jasa,
perbankan, pusat-pusat pelayanan masyarakat, lokasi pabrik
merupakan persoalan yang lebih kompleks. Beberapa variabel
utama yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi
pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju,
tenaga listrik dan air, suplai tenaga kerja dan fasilitas transportasi
(Husnan dan Muhammad, 2000).
2) Pemilihan Teknologi
Studi kelayakan bisnis atau usaha perlu memperhatikan pemilihan
teknologi yaitu seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan
dan manfaat ekonomi yang dikerjakan (Kasmir dan Jafar, 2012).
d. Aspek Manajemen dan Organisasi
Aspek organisasi dan manajemen menurut Kasmir dan Jakfar (2012)
merupakan aspek yang cukup penting untuk dianalisis karena walaupun
28
suatu usaha telah diyatakan layak untuk dilaksanakan tanpa didukung
dengan manajemen dan organisasi yang baik bukan tidak mungkin akan
mengalami kegagalan. Fungsi-fungsi manajemen dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Perencanaan (Planning)
Perencanaan ialah proses menentukan arah yang akan ditempuh
dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Proses ini menentukan tentang apa yang
harus dilakukan, kapan dan bagaimaa melakukannya serta dengan
cara apa hal tersebut dilaksanakan.
2) Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian ialah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan
atau pekerjaan-pekerjaan dalam unit-unit. Tujuannya adalah
supaya tertata dengan jelas antara tugas, wewenang, dan tanggung
jawab serta hubungan kerja dengan sebaik mungkin dalam
bidangnya masing-masing.
3) Pelaksanaan (Actuating)
Menggerakkan atau melaksanakan ialah proses untuk menjalankan
kegiatan/pekerjaan dalam organisasi. Para pimpinan/manajer
dalam menjalankan organisasi harus menggerakkan bawahannya
untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan dengan
caramemimpin, memberi perintah, memberi petunjuk, dan
memberi motivasi.
29
4) Pengawasan (Controling)
Pengawasan ialah proses untuk mengukur dan menilai
pelaksanaan tugas apakah telah sesuai dengan rencana. Jika dalam
proses tersebut terjadi penyimpangan, maka akan segera
dikendalikan.
e. Aspek Sosial dan Lingkungan
Setiap usaha yang dijalankan, tentunya akan memberikan dampak
positif dan negatif. Dampak positif dan negatif ini akan dapat dirasakan
oleh berbagai pihak, aspek sosial dan lingkungan mencakup
pengelolaan yang dapat diterima masyarakat sekitar tentang limbah
yang dihasilkan dan pengaruh yang ditimbulkan dari usaha tersebut
(Kasmir dan Jakfar, 2012).
f. Aspek Hukum
Tujuan dari aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan,
kesempurnaan, dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki.
Dokumen yang perlu diteliti keabsahannya, kesempurnaan, dan
keasliannya meliputi badan hukum, izin-izin yang dimiliki, sertifikat
tanah, atau dokumen lainnya yang mendukung kegiatan usaha tersebut
(Kasmir dan Jakfar, 2012).
7. Analisis Sensitivitas
Menurut Djamin (1993) analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan
menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi
pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis
30
sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada
kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-
unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi. Semua proyek harus
diamati melalui analisis sensitivitas. Dalam bidang pertanian, proyek-proyek
sensitif untuk berubah yang diakibatkan oleh empat masalah utama yaitu :
1. Harga, terutama perubahan dalam harga hasil produksi yang disebabkan
oleh turunnya harga dipasaran.
2. Keterlambatan pelaksanaan proyek, dalam proyek-proyek pertanian
dapatterjadi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan teknis
atauinovasi baru yang diterapkan atau karena keterlambatan dalam
pemesanandan penerimaan peralatan.
3. Kenaikan biaya, baik dalam biaya konstruksi maupun operasional
yangdiakibatkan oleh perhitungan-perhitungan yang terlalu rendah.
Kenaikanhasil, dalam hal ini kesalahan perhitungan hasil per hektar.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah yang akan
terjadi dengan analisis apabila ada perubahan dalam dasar perhitungan biaya
atau penerimaan. Perubahan yang terjadi meliputi kenaikan biaya investasi,
perubahan dalam biaya produksi, harga jual, dan keterlambatan pelaksanaan
proyek. Untuk menghitung dan melihat seberapa jauh dampak kenaikan
ataupenurunan harga faktor finansial yang paling dominan. Bahan baku
merupakan komponen biaya yang paling dominan, sedangkan harga jual
produksi merupakan komponen tunggal yang paling dominan terhadap
komponen pada produksi (Djamin, 1993).
31
Tingkat kenaikan biaya suatu produksi yang akan menyebabkan nilai NPV,
IRR, Net B/C, dan PP tidak lagi menguntungkan maka pada titik itulah
proyek tersebut tidak layak lagi. Selain itu juga dihitung setiap penurunan
harga jual suatu produk terhadap keuntungan yang diperoleh. Tingkat
penurunan harga jual suatu produk akan menyebabkan suatu produk tidak lagi
meyakinkan, maka tingkat harga jual itulah batas kelayakan suatu proyek.
Sensitivitas proyek menggambarkan tingkat harga beli komponen utama dan
tingkat penurunan harga jual atas nilai pada kriteria penting pengukuran
kelayakan proyek (Djamin, 1993)
8. KinerjaProduksi
Kinerja adalah kinerja dilihat dari hasil pengeluaran produksi atas fungsi dari
pekerjaan tertentu atau aktivitas selama periode tertentu. Dalam melakukan
kegiatan usaha, ada berbagai faktor yang harus dikelola yang disebut sebagai
faktor faktor produksi, yaitu material atau bahan, mesin atau peralatan,
manusia atau karyawan, modal atau uang, dan manajemen yang akan
mengfungsionalkan keempat faktor yang lain (Bernardin dan Russel, 1993).
Menurut Hasibuan (2001) kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan
serta waktu. Ada enam tipe pengukuran kinerja, yaitu produktivitas,
kapasitas, kualitas, kecepatan pengiriman, fleksibel dan kecepatan proses
(Prasetya dan Fitri, 2009). Keberhasilah petambak dalam mengelola hasil
32
usahaya dapat dilihat dari kinerja petambak. Kinerja petambak baik atau
tidaknya dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain: produktivitas,
kapasitas, kualitas dan kecepatan pengiriman.
a. Produktivitas
Produktivitas usaha tambak udang vaname yang tinggi menunjukan
bahwa usaha tambak udang vaname tersebut produktif. Pengertian
produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi
efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur
banyaknya hasil produksi yang dapat diperoleh dari satu kesatuan output
(Mubyarto, 1989). Produktivitas tenaga kerja dihitung dari unit yang
diproduksi (output) dengan masukan yang digunakan (tenaga kerja) yang
dirumuskan sebagai berikut:
b. Kapasitas
Kapasitas adalah suatu tingkat keluaran atau output maksimum dari suatu
sistem produksi dalam periode tertentu dan merupakan kuantitas keluaran
tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu (Handoko, 1984).
c. Kualitas
Kualitas dari proses pada umumnya diukur dengan tingkat
ketidaksesuaian dari produk yang dihasilkan (Prasetya dan Fitri, 2009).
d Kecepatan Pengiriman
Kecepatan pengiriman ada dua ukuran dimensi, pertama jumlah waktu
33
antara produk ketika dipesan untuk dikirimkan ke pelanggan, kedua
adalah variabilitas dalam waktu pengiriman (Prasetya dan Fitri, 2009).
9. Konsep Strategi Pengembangan
Menurut Rangkuti (2004), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Strategi adalah seni dan pengetahuan untuk merumuskan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang
membuat organisasi mampu mencapai objektifnya (David, 2002). Menurut
Hunger dan Wheelen (2003) konsep dalam manajemen strategi adalah
menerapkan konsep dengan jangka panjang yang dijadikan teknik untuk
saling berhubungan, manajemen strategis telah berhasil dikembangkan dan
digunakan untuk bisnis perusahaan. Manajemen strategis tidak selalu
membutuhkan proses formal untuk menjadi efektif.
Penelitian-penelitian mengenai praktik-praktik perencanaan dari organisasi-
organisasi nyata, menunjukkan bahwa nilai riil suatu perencanaan strategis
harus lebih mengarah ke orientasi pada masa depan dari proses perencanaan
itu sendiri dibandingkan hasil perencanaan-perencanaan strategi tertulis.
Model manajemen strategis dimulai dari pengamatan lingkungan hingga
perumusan strategi (termasuk menetapkan misi, tujuan, strategi dan
kebijakan) diteruskan pada implementasi strategi (termasuk pengembangan
program, anggaran dan prosedur), dan terakhir evaluasi dan pengendalian.
Pemaparan mengenai manajemen strategik oleh Whelen dan Hunger (2003)
dapat dilihat pada Gambar 1.
34
Gambar 1. Model Manajemen Strategik
Sumber: Hunger dan Wheelen, 2003
Gambar 1 menjelaskan bahwa dalam tahapan manajemen strategik saling
memiliki interaksi dan timbal balik dari tahap pertama hingga akhir.
Manajemen strategik ini dapat dilihat sebagai suatu proses yang meliputi
sejumlah tahapan yang saling berkaitan dan berurutan mulai dari formulasi
strategi hingga evaluasi dan kontrol. Oleh karena itu, manajemen strategis
menekankan pada pengamatan dan evaluasi kesempatan (Opportunity) dan
ancaman (Threat) lingkungan dipandang dari sudut kekuatan (Strength) dan
kelemahan (Weakness). Variabel-variabel internal dan external yang paling
penting untuk perusahaan di masa yang akan datang disebut faktor strategis
dan diidentifikasi melalui analisis SWOT (Hunger dan Wheleen, 2001).
Pengamatan
Lingkungan
Perumusan
Strategi
Implementasi
Strategi
Evaluasi dan
Pengendalian
Eksternal
-Lingkungan
Sosial
-Lingkungan
Tugas
Internal
-Struktur
Organisasi
-Budaya
-Sumber
Daya
Misi
Tujuan
Strategi
Kebijakan
Program
Anggaran
Prosedur
Kinerja
35
10. Analisis Lingkungan Usaha
Analisis lingkungan internal adalah proses dimana perencanaan strategis
mengkaji pemasaran dan distribusi perusahaan, karyawan perusahaan, serta
faktor keungan dan akuntansi untuk menentukan letak kekuatan dan
kelemahan, sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara
yang paling efektif dan dapat menghindari ancaman dari lingkungan luar
(Jauch dan Glueck, 1995).
Menurut Umar (2002), secara garis besar analisis internal sering diarahkan
pada pasar dan pemasaran, kondisi keuangan dan akunting, produksi,
sumberdaya manusia, dan struktur organisasi dan manajemen. Hal-hal
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Pasar dan pemasaran, agar posisi produk di pasar sesuai dengan harapan,
faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pangsa pasar, pelayanan
purna jual, pengendalian distributor, kegiatan promosi, harga jual produk
dan loyalitas pelanggan.
2. Keungan dan akuntansi, dana sangat dibutuhkan dalam kegiatan
operasional perusahaan, sehingga perusahaan perlu memperhatikan sistem
pengelolaan perusahaan, sehingga perusahaan perlu memperhatikan sistem
pengelolaan keuangan, harga jual produk, pemantauan penyebab inefisien
dan sistem akunting yang handal. Menurut David (2004), kondisi
keuangan sering dianggap ukuran tunggal terbaik dari posisi bersaing
perusahaan dan daya tarik keseluruhan investor.
36
3. Kegiatan produksi-operasi, kegiatan produksi-operasi perusahaan paling
tidak dapat dilihat dari keteguhan dalam prinsip efisiensi, efektifitas,
danproduktifitas. David (2004), berpendapat bahwa fungsi produksi atau
operasi dari suatu usaha terdiri dari semua aktivitas yang mengubah
masukan menjadi barang jasa.
4. Sumberdaya manusia, manusia merupakan sumberdaya terpenting bagi
perusahaan, oleh karena itu , manajer perlu berupaya agar terwujud
perilaku positif dikalangan karyawan perusahaan
5. Sistem informasi manajemen, peneliti strategi perlu menganalisis berbagai
segi dari sistem informasi manajemen. David (2004), berpendapat bahwa
manajemen merupakan suatu tingkatan sistem pengaturan organisasi yang
mencakup sistem produksi, pemasaran, pengolahan sumberdaya manusia
dan keuangan.
Data external dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut
ekonomi, sosial, budaya, demografi, politik, pemerintah, dan persaingan pasar
dimana perusahaan berada. Hal ini penting karna faktor external berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan (David, 2004).
Jauch dan Glueck (1995), mendefinisikan analisis external sebagai suatu
proses yang dilakukan oleh perencana strategi untuk memantau sektor
lingkungan yang berada diluar kendali perusahaan untuk menentukan peluang
dan ancaman. Menurut Umar (2002), lingkungan external dibagi kedalam
dua kategori, yaitu lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro perusahaan terdiri dari faktor-faktor yang pada dasarnya diluar dan
terlepas dari perusahaan yang meliputi:
37
1. Faktor politik, arah, kebijakan, dan stabilitas politik pemerintah menjadi
faktor penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Status politik yang
tidak kondusif akan berdampak negatif pada dunia usaha, begitupula
sebaliknya.
2. Faktor ekonomi, kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat
mempengaruhi iklim bisnis.semakin buruk kondisi ekonomi semakin
buruk pila iklim bisnis. Faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam
menganalisis ekonomi suatu daerah atau negara adalah inflasi, harga-harga
produk dan jasa.
3. Faktor sosial, perubahan kondisi sosial masyarakat seharusnya dapat
diantisipasi oleh perusahaan.kondisi sosial itu banyak aspeknya, antara
lain sikap, gaya hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan dari kebiasaan dari
orang-orang di lingkungan external perusahaan, sebagai yang
dikembangkan misalnya dari kondisi kultur, ekologis, demografis,
religius, pendidikan dan etnis.
4. Faktor teknologi, teknologi tidak hanya mencakup penemuan penemuan
yang baru saja, tetapi juga meliputi cara-cara pelaksanaan atau metode
baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Menurut David (2002) faktor
teknologi perlu di perhatikan untuk mendorong inovasi serta dapat
mempengaruhi industri.
Menurut Umar (2002), aspek lingkungan mikro akan lebih mengarah pada
aspek persaingan bisnis dimana perusahaan berada. Variabel yang
membentuk model strategi bersaing adalah sebagai berikut :
38
1. Kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers) para pembeli dengan kekuatan
yang mereka miliki, mampu mempengaruhi perusahaan untuk menurunkan
harga produk, meningkatkan mutu dan pelayanan.
2. Kekuatan tawar menawar pemasok (suppliers) pemasok dapat
mempengarui industri lewat kemampuan mereka menaikan harga atau
dengan pengurangan kualitas produk atau pelayanan.
3. Pengaruh kekuatan stakeholder lainnya, stakeholder yang dimaksud antara
lain adalah pemerintah dan asosiasi dagang. Pemngaruh dari masing-
masing stakeholder bervariasi diantara industri yang satu dengan yang
lain.
11. Analisis SWOT
Dalam mengidentifikasi strategi pengembangan dari suatu kelompok usaha
terdapat berbagai faktor yang disusun sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis dengan logika untuk menemukan kesesuaian strategis
antara peluang-peluang external dan kekuatan-kekuatan internal. Analisis
SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats) digunakan untuk
mengevaluasi kesempatan dan tantangan di lingkungan agribisnis. Untuk
memudahkan dalam melaksanakan analisis SWOT diperlukan matriks
SWOT. Matriks SWOT akan mempermudah merumuskan berbagai strategi
yang perlu atau harus dijalankan dengan cara mengelompokkan masing-
masing problem unsur SWOT ke dalam tabel (Kuncoro, 2006). Menurut Daft
(2002) analisis SWOT meliputi strengths (kekuatan), weakness (kelemahan),
oppurtunities (peluang), dan threats (ancaman). Analisis ini penting bagi
39
seluruh perusahaan karena mampu mempertimbangkan posisi perusahaan
berdasarkan lingkungan tempat mereka beroperasi. Perusahaan dapat
mengamati lingkungan external dan internal organisasi dan mengidentifikasi
berbagai faktor strategis yang mungkin mensyaratkan dilakukannnya
perubahan. Keadaan-keadaan internal maupun external dapat
mengindikasikan adanya kebutuhan dari misi atau tujuan sehingga dapat
diformulasikan strategi yang cocok bagi perusahaan tersebut. Analisis ini
terbagi atas empat komponen dasar yaitu :
a. Strength (S), adalah karakteristik positif internal yang dapat
dieksploitasi organisasi untuk meraih sasaran kinerja strategis.
b. Weakness (W), adalah karakteristik internal yang dapat menghalangi
atau melemahkan kinerja organisasi.
c. Opportunity (O), adalah karakteristik dari lingkungan external yang
memiliki potensi untuk membantu organisasi meraih atau
melampauisasaran strateginya.
d. Threat (T), adalah karakteristik dari lingkungan external yang dapat
mencegah organisasi meraih sasaran strategis yang ditetapkan dalam
perencanaan.
Analisis SWOT dapat mengidentifikasi secara sistematis faktor internal dan
external dan menyusun strategi yang sesuai dan dimiliki dari tiap aspek
faktor. Sehingga perusahaan dapat memaksimalkan kekutan dan peluang serta
meminimumkan kelemahan dan ancaman. Kinerja suatu perusahaan dapat
ditentukan dari kombinasi faktor internal dan faktor external yang kedua
faktornya memerlukan pertimbangan dalam analisis SWOT.
40
12. Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM)
Teknik analisis dalam literatur mengenai suatu rancangan untuk menentukan
kemenarikan relatif (relative attratctiveness) dari tindakan-tindakan strategi
alternatif yang dapat dilaksanakan. Teknik yang dimaksud adalah Quantitive
Strategic Planning Matrix (QSPM), yaitu penentuan teknik keputusan dari
kerangka kerja analisis formulasi strategi. Menurut Husein (2008) teknik ini
secara jelas menunjukan strategi alternatif mana yang paling baik untuk
dipilih. QSPM menggunakan input dari hasil analisis (EFE dan IFE) dan pada
pengolahan matriks IE dan SWOT.
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 6.
41
Tabel 6. Penelitian terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil
1 Arsana (2015) Analisis Kelayakan Finansial
Usaha Budidaya Udang
Vannamei oleh Mumbulsari
Aquaculture di Desa
Mumbulsari Kecamatan Bayan,
Kabupaten Lombok Utara
Metode analisis. (ARR), Payback
Period (PP), Net Present Value
(NVP), dan Internal Rate of
Return (IRR).
Budidaya Udang Vannamei oleh Mumbulsari
Budidaya Perikanan Mumbulsari di Desa, Kecamatan
Bayan, Lombok Utara layak, dengan nilai. (ARR)>
tingkat keuntungan yang dibutuhkan, dimana ARR
memperoleh 21,66% sedangkan tingkat Diperlukan
keuntungan sebesar 16%, Payback Period (PP)
<target pengembalian investasi, dimana PP diperoleh
3,05 tahun, sedangkan target pengembalian investasi
yang diharapkan selama 4 tahun, nilai Net Present
Value (NPV) positif sebesar Rp.50.734 .234,00 dan
Tingkat Pengembalian Internal (IRR)> tingkat
keuntungan yang diminta, dimana IRR diperoleh
sebesar 16,63% sedangkan tingkat keuntungan yang
dibutuhkan sebesar 16%
2 Pardona,
Agustriani,
Sarno (2016)
Analisis Finansial Usaha
Budidaya TambakSistem
Tradisional dan Silvofishery di
Area Restorasi Taman Nasional
SembilangSumatera Selatan
Metode analisis. (ARR), Payback
Period (PP), Net Present Value
(NVP), dan Internal Rate of
Return (IRR)
Analisis usaha budidaya tambak tradisional dan
silvofishery bandeng mendapat keuntungan sebesar
Rp. 5.187.370 dan Rp.5.921.000,00/tahun, nilai R/C
sebesar 1,4 dan 1,5, nilai PP 4,7dan 4,0 dan nilai ROI
sebesar 21% dan 25%. Analisis kelayakan usaha
tambak tradisional dan silvofishery menunjukan nilai
NPV>0, Net B/C≥1, dan IRR> discount rate,
sehingga usaha budidaya tambak silvofishery
bandeng mendapatkan keuntungan dan layak
dilaksanakan untuk masa yang akan datang
3 Ismail, Yantu,
Dafina (2014)
Pengembangan Strategi Usaha
Tambak Udang Windu Pada
Kelompok Tani Pogoyuman di
Desa Kantanan Kecamatan
Analisis pendapatandan SWOT Jumlah penerimaan usaha tambak udang windu
perluas lahan sebesar Rp 797.895.000 dengan total
biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 229.523.434
dengan hasil pendapatan rata-rata yang diperoleh
42
Bokat Kabupaten Buol petambak udang windu di Desa Kantanan Kecamatan
Bokat Kabupaten Buol adalah Rp 42.809.101, dan
hasil penentuan sampel bobot dan rating ditentukan
melalui metode obyektif (presepsi responden), hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa posisi strategi
yang digunakan usaha tambak udang windu di Desa
Kantanan Kecamatan Bokat Kabupaten Buol berada
pada kuadran I (agresif).
4 Sagita,
Hutabarat,
Rejeki (2015)
Strategi Pengembangan
Budidaya Tambak Udang
Vanname (Litopenaeus
Vannamei) di Kabupaten
Kendal, Jawa Tengah
Analisis Quantitative Strategies
Planning Matrix(QSPM) serta
implikasi manajemen
Berdasarkan analisis SWOT kekuatan (S) yang paling
besar pengaruhnya untuk pengembangan budidaya
tambak udang vanname di Kabupaten Kendal adalah
tata lingkungan budidaya (0,33), sedangkan
kelemahan terbesar adalah sumber daya manusia
(SDM) dan produk hasil budidaya (0,23), serta
peluang (O) terbesar adalah kegiatan manajemen
tambak (0,37), dan ancaman (T) terbesar adalah
penyakit viral (0,25). Dalam persaingan keunggulan
strategis Kabupaten Kendal berada pada posisi
persaingan aman (favorable) dengan jumlah skor
pembobotan variabel internal sebesar 3,11. Total skor
pembobotan dari peluang yaitu sebesar 1,72 dan dari
ancaman adalah 1,07. Berdasarkan matriks SWOT
diperoleh rangking strategi alternatif yaitu berturut-
turut strategi SO (3,92), ST (3,27), WO (2,64) dan
WT (2,01), sedangkan berdasarkan kuadran analisis
berada pada kuadran 1 (Growth Oriented Strategy).
Berdasarkan analisis QSPM, Total Attractive Score
(TAS) diperoleh prioritas strategi utama yaitu Strategi
WO1 (TAS = 6,964) yaitu meningkatkan kompetensi
dan profesionalisme SDM melalui implikasi
manajemen berupa kegiatan penyuluhan rutin dan
43
berkala, sedangkan strategi pilihan terakhir adalah
strategi WO3 (TAS = 6,678) yaitu memanfaatkan
sumber dana yang ada untuk meningkatkan hasil
produksi budidaya melalui kegiatan partisipatif,
kerjasama dan kemitraan yang saling
menguntungkan.
5 Huda (2014) Strategi Pengembangan Usaha
Udang Windu di Desa Tambak
Oso, Kecamatan Waru,
Kabupaten Sidoarjo
Mengidentifikasi faktor internal
maupun external, guna
Menentukan alternatif strategi
pengembangan
Usaha udang windu di Desa Tambak oso
menggunakan teknik semi intensif. Tambak semi
intensif memiliki kriteria petakan lebih sedikit dari
tambak modern, dan pematang terbuat dari tanah.
Untuk pendapatan bersih dengan pemanfaatan tambak
semi intensif di Desa Tambak oso sebesar Rp
10.642.000/ musim panen. Faktor Internal yang
memilikiskor paling signifikan dalam pengembangan
usaha udang windu di Desa Tambak oso untuk
kekuatan adalah jumlah petambak udang windu
cukup banyak yaitu sebesar 0,42, dan kelemahannya
adalah pendidikan petambak udang windu rendah
sebesar 0,24. Faktor External yang memiliki skor
paling signifikan dalam pengembangan usaha udang
windu di Desa Tambak oso untuk peluang adalah
potensi sumberdaya alam mendukung yaitu sebesar
0,42 dan ancaman adalah wabah penyakit udang
windu sulit dikendalikan sebesar 0,22. Analisis
SWOT dalam pengembangan usaha udang windu di
Desa Tambak oso, Kecamatan Waru, Kabupaten
Sidoarjo berada pada kuadran I..
6 Triyanti,
Hikmah (2012)
Analisis Kelayakan Usaha
BudidayaUdang Dan Bandeng:
Studi Kasus Di Kecamatan
Pasekan Kabupaten Indramayu
Analisis kelayakan usaha dan
analisis deskriptif untuk faktor
pendukung dan penghambat
usaha budidaya
kelayakan usaha budidaya polikultur udang windu
dengan ikan bandeng ini layak untuk dijalankan.
Namun, usaha ini masih memiliki hambatan usaha
berupa benih yang kurang berkualitas, kondisi saluran
44
irigasi yang buruk, konstruksi kolam yang belum
memenuhi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB),
harga pakan yang mahal, adanyapenyakit pada udang
dan terbatasnya pengetahuan pembudidaya tentang
teknologi budidaya udang dan bandeng. Untuk
meningkatkan kualitas dari hasil budidaya udang dan
bandeng di Indramayu diperlukan penguatan sistem
dan manajemen CBIB penetapan standarisasi harga
bahan baku dan kualitas pakan, penguatan sistem dan
manajemen standarisasi dan modernisasi sarana
perikanan budidaya dan penguatan manajemen
sumber daya manusia dan kelembagaan non-bisnis
dan bisnis pembudidaya.
8 Putri (2016) Kinerja Dan Strategi
Pengembangan Primkopti
Kabupaten Pesawaran Provinsi
Lampung
Analisis kinerja, SWOT
(Strengts
WeaknessesOpportunities
Threats)
kinerja Primkopti sebagai badan usaha masuk dalam
kategori kurang berkualitas. Primkopti kurang
berkontribusi terhadap pembangunan. Tingkat
kepuasan anggota Primkopti adalah 70,57 persen.
Faktor internal Primkopti terdiri dari sumber daya
manusia, manajemen, keuangan dan permodalan, unit
usaha, dan tertib administrasi. Faktor lingkungan
external Primkopti terdiri dari ekonomi, kebijakan
pemerintah, pesaing, pemasok, dan teknologi. Strategi
prioritas Primkopti adalah (1) menggunakan
keuangan dan permodalan Primkopti untuk
memanfaatkan permintaan tahu dan tempe yang
tinggi di masyarakat, (2) mengoptimalkan permintaan
masyarakat terhadap produk Primkopti (alat pemecah
kedelai) yang tinggi untuk menambah pendapatan dan
mengatasi penyaluran kedelai yang tidak kontinu, dan
(3) memanfaatkan harga produk alat pemecah kedelai
Primkopti yang terjangkau untuk penguasaan pasar
45
dan bersaing dengan pesaing swasta.masyarakat
terhadap produk primkopti (kedelai) yang tinggi. (h)
Meningkatkan pengelolaan manajemen anggota untuk
dapat memanfaatkan harga kedelai yang stabil dan
bantuan pemerintah. (i) Menggunakan sumber daya
manusia yang terlatih untuk memanfaatkan tingginya
permintaan tahu dan tempe di masyarakat. (j)
Meningkatkan kesadaran anggota untuk melunasi
simpanan wajib untuk dapat
9 Sari, Zakaria,
Affandi (2015)
Kinerja usaha Dan Nilai
Tambah Agroindustri Emping
Melinjo Di Kota Bandar
Lampung
Analisis kinerja usaha,
kesempatan kerja dan analisis
nilai tambah.
Kinerja agroindustri emping melinjo di Kota Bandar
Lampung secara keseluruhan menguntungkan dilihat
dari aspek produktivitas, kapasitas, kualitas,
kecepatan proses, fleksibilitas, kecepatan pengiriman
dan kesempatan kerja. Produktivitas agroindustri
emping di Kelurahan Rajabasa 56 sudah berkinerja
baik dengan kapasitas sebesar 86 persen.
Produktivitas agroindustri emping di Kelurahan
Sukamaju sudah berkinerja baik dengan kapasitas
sebesar 84 persen. Kesempatan kerja yang mampu
diciptakan agroindustri emping melinjo sebesar 62,92
HOK di Kelurahan Rajabasa dan sebesar 42,49 HOK
di Kelurahan Sukamaju.
10 Andika (2013) Kinerja Usaha, Nilai Tambah
Dan Strategi Pengembangan
Agroindustri Skala Kecil
Kopi Bubuk Di Kota Bandar
Lampung
Analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif (analisis kinerja usaha,
nilai tambah dan analisis strategi
pengembangan)
Kinerja usaha agroindustri skala kecil kopi bubuk di
Kota Bandar Lampung secara keseluruhan sudah
baik, di mana nilai rata-rata R/C rasio, BEP,
produktivitas, kapasitas, dan kualitas termasuk dalam
kategori baik.Strategi pengembangan agroindustri
skala kecil kopi bubuk di Kota Bandar Lampung yaitu
menghasilkan produk yang berkualitas sehingga
mampu besaing dengan agroindustri kopi bubuk yang
lain, memanfaatkan tenaga kerja yang sudah
46
berpengalaman dalam menghadapi pesaing bisnis
agroindustri kopi bubuk, dan mengoptimalkan kinerja
karyawan sehingga kopi bubuk yang dihasilkan dapat
bersaing dengan minuman sejenis lainnya
11 Agustin (2006) Analisis Kelayakan Finansial
Usaha Budidaya Tambak
Udang Windu di Desa Pantai
Bahagia Kecamatan Muara
Gembong Kabupaten Bekasi
Metode analisis. (ARR), Payback
Period (PP), Net Present Value
(NVP), dan Internal Rate of Return
(IRR).
Berdasarkan hasil analisis usaha pada budidaya udang
windu secara tradisional menunjukan keuntungan
yang diperoleh sebesar Rp 11.151.583,33 R/C Ratio
sebesar 3,37 dan nilai PP 4,75 tahun. Sedangkan
usaha udang windu secara semi intensif keuntungan
yang diperoleh sebesar Rp 16.683.454,00, R/C Ratio
sebesar 1,89 dan nilai PP sebesar 3,99 tahun, maka
usaha budidaya udang windu layak untuk di
laksanakan.
12 Arsad, Afandy,
Purwadhi (2017)
Studi Kegiatan Budidaya
Pembesaran Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei)
dengan Penerapan Sistem
Pemeliharaan Berbeda
Parameter yang diukur meliputi
parameter fisika dan kimia yaitu
suhu, kecerahan, pH, oksigen
terlarut, salinitas, amonia, dan
alkalinitas; sedangkan performa
pertumbuhan organisme budidaya
dilihat dengan cara menghitung
tingkat kelulushidupan (survival
rate) udang pada akhir
pemeliharaan, efisiensi konsumsi
pakan melalui perhitungan FCR,
dan laju pertumbuhan spesifik
udang (SGR) dengan menghitung
ABW (Average Body weight) dan
ADG (Average Daily Growth)
udang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara
keseluruhan kisaran kualitas air yang diperoleh masih
dalam keadaan layak untuk kegiatan budidaya dan
bahkan Tambak 3 dan 4 menunjukkan kisaran
optimum untuk kualitas air budidaya, sedangkan
untuk parameter performa pertumbuhan, pada
Tambak 3 dan 4 diperoleh nilai SR lebih dari 80 %,
dan Tambak 1 dan 2 mempunyai SR di bawah 70 %.
Selain itu, nilai FCR berada di bawah 1.7 pada
tambak 3 dan 4, sedangkan pada Tambak 1 dan 2
nilainya lebih dari 1.7. Terakhir untuk nilai SGR,
Tambak 3 dan 4 juga menunjukkan presentasi yang
bagus jika dibandingkan Tambak 1 dan 2.
13 Mangampa, dan
Suwono (2010)
Budidaya Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei)
Riset ini bertujuan untuk
mendapatkan data dan informasi
Hasil yang diperoleh pada perlakuan B
memperlihatkan pertumbuhan mutlak (11,114±0,258
47
Teknologi Intensif
Menggunakan Benih
Tokolan
pengaruh penggunaan tokolan
terhadap produksi, Rasio Konversi
Pakan (RKP) pada pembesaran
udang vaname teknologi intensif.
Riset ini dilaksanakan di tambak
Punaga, Takalar, Instalasi Balai
Riset Perikanan Budidaya Air
Payau (BRPBAP), menggunakan
empat petak masing masing
berukuran 4.000 m2/petak
g/ekor), sintasan (92,55±0,23%), produksi
(2.087,5±88,2 kg/petak) lebih tinggi daripada
perlakuan A yaitu: pertumbuhan mutlak
(10,085±0,120 g/ekor), sintasan (90,83±8,51%),
produks (1.831,0±149,9 kg/petak), namun ketiga
peubah ini berbeda tidak nyata antara kedua
perlakuan. RKP lebih rendah pada perlakuan B
(1,096±0,034) berbeda nyata dengan perlakuan A
(1,257±0,048). Peubah kualitas air memperlihatkan
sebaran kisaran yang merata untuk kedua perlakuan,
kecuali nitrit (NO2) memperlihatkan kisaran yang
tinggi pada perlakuan B (0,18235 mg/L)
dibandingkan dengan perlakuan A (0,0328 mg/L)
pada akhir penelitian. Hal ini disebabkan waktu panen
yang berbeda sesuai dengan kondisi musim yaitu
kualitas air sumber semakin menurun. Kualitas air
sumber yang menurun ini diikuti oleh meningkatnya
total vibrio di air laut mencapai; 4,33104 cfu/mL
dibandingkan dalam air tambak 829.102 cfu/mL.
Kesimpulan memperlihatkan bahw penggunaan
tokolan (PL-27) menghasilkan produksi yang tinggi
dan rasio konversi pakan yang rendah.
48
C. Kerangka Pemikiran
Potensi produksi perikanan dan kelautan saat ini sangat besar, diantaranya
pada bidang budidaya perikanan. Budidaya perikanan yang saat ini
mempunyai potensi yang besar adalah budidaya udang. Budidaya udang di
tambak ialah kegiatan usaha pemeliharaan atau pembesaran udang di tambak
mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi ukuran yang layak untu
dikonsumsi. Budidaya tersebut seharusnya ditingkatkan dan dikembangkan
agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya udang di
tambak.
Seiring dengan bertambahnya permintaan konsumen terhadap udang vaname
yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan (keuntungan)
pembudidaya tambak udang, maka perlu dilakukan pengembangan budidaya
tambak udang vaname tersebut. Potensi perikanan budidaya tambak udang
vaname yang sedang ditingkatkan dan dikembangkan adalah budidaya
tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
Para petambak di Kecamatan Ketapang baru memulai budidaya udang
vaname pada tahun 2012, sebelum menggunakan jenis udang vaname, mereka
membudidayakan udang jenis windu.
Beralihnya varietas udang yang dibudidayakan oleh para petambak di
Kecamatan Ketapang tersebut karena udang windu mudah terserang penyakit
yang menyebabkan turunnya produktivitas udang sehingga pendapatan para
petambak udang menurun, dan harga jual untuk udang windu sendiri
termasuk rendah, sedangkan udang vaname lebih tahan penyakit
49
dibandingkan udang windu sehingga produktivitas udang lebih tinggi di
bandingkan produktivitas udang windu, dan harga jual udang vaname lebih
tinggi dibandingkan udang windu. Semua petambak udang di ketapang
beralih ke budidaya udang vaname dengan melihat keuntungan yang didapat
bisa lebih tinggi.
Harga jual udang windu lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual udang
vaname. Dengan harga jual yang tinggi ini, maka para petambak harus
meningkatkan kualitas dan kinerjanya dalam membudidayakan udang vaname
di tambak untuk menghasilkan produksi udang yang tinggi dan berkualitas.
Harga jual yang tinggi ini akan meningkatkan pendapatan petambak udang
vaname. Jumlah produksi udang vaname yang dihasilkan oleh petambak
dikalikan dengan harga jual udang vaname maka akan didapatkan
penerimaan. Penerimaan tersebut akan dikurangi dengan biaya-biaya
produksi maka akan didapatkan keuntungan atau pendapatan.
Untuk menguji kelayakan usaha tambak udang tersebut, peneliti dapat
menghitungnya dengan melakukan analisis finansial (Net B/C Ratio, Gross
B/C Ratio, NPV, PP, IRR, dan sensitivitas). Umur proyek yang dipakai
dalam penelitian ini adalah 8 tahun. Pengambilan umur proyek tersebut
berdasarkan penelitian Agustin (2006) yaitu umur teknis petakan tambak di
tentukan berdasarkan umur petakan tambak sebagai komponen utama pada
usaha budidaya. Analisis kelayakan ini akan mulai dihitung dari tahun 2015
sampai dengan tahun 2022 dengan menggunakan trend linier dalam
memproyeksikan hasil produksi udang vaname dan harga udang vaname
50
sesuai dengan size yang akan diteliti. Apabila hasil analisis usaha tersebut
menyatakan untung, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis kriteria
investasi yang menjelaskan apakah budidaya yang akan dikembangkan ini
layak atau tidak, sedangkan jika rugi maka akan dilakukan evaluasi kegiatan
usaha tambak.
Kegiatan usaha tambak udang vaname yang menguntungkan untuk
diusahakan dapat dilihat melalui kinerja usahanya. Kinerja usaha dapat
diukur secara ekonomis dan teknis. Secara ekonomis dapat dilihat melalui
bebrapa indikator antara lain yaitu analisis pendapatan, analisis R/C ratio,
produktivitas dan kapasitas. Pendapatan merupakan penerimaan dikurangi
dengan biaya-biaya produksi total. R/C ratio merupakan untuk mengetahui
efisiensi usaha tambak atau mengetahui besarnya pendapatan petambak.
Produktivitas dari usaha tambak udang dihitung melalui ratio output yang
dihasilkan dengan tenaga kerja yang digunakan. Kapasitas adalah salah satu
tingkat keluaran atau output maksimum dari suatu sistem produksi dalam
periode waktu tertentu. Kinerja teknis meliputi kualitas dan kecepatan
pengiriman. Kualitas dari proses pada umumnya diukur dengan tingkat
ketidaksesuaian dari produk yang dihasilkan. Kecepatan pengiriman adalah
mengukur jumlah waktu antara produk ketika dipesan untuk dikirimkan ke
pelanggan.
Apabila kegiatan usaha tambak udang yang dihasilkan menguntungkan
(layak) dan memiliki kinerja yang baik maka dilakukan analisis strategi
pengembangan usaha tambak udang vaname. Strategi pengembangan usaha
51
tambak udang vaname tidak terlepas dari pengaruh lingkungan baik
lingkungan internal maupun external. Pengaruh lingkungan internal dapat
berupa produksi udang itu sendiri, permodalan dan keuangan, sumberdaya
manusia, manajemen dan lokasi usaha tambak itu sendiri. Sedangkan
pengaruh lingkungan external meliputi pasar, sosial dan budaya, persaingan,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta iklim dan cuaca. Dari lingkungan
internal akan diperoleh kelembahan dan kekuatan sedangkan dari lingkungan
external akan diperoleh peluang dan ancaman. Analisis strategi
pengembangan tersebut dilakukan dengan analisis SWOT kemudian
dilanjutkan dengan metode QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix)
untuk menetapkan strategi prioritas dalam usaha tambak udang vaname di
Kecamata Ketapang. Bagan alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
52
Gambar 2. Bagan alir analisis kelayakan finansial, kinerja usaha dan strategi
pengembangan usaha tambak udang di Kecamata Ketapang.
USAHA TAMBAK
UDANG VANAME
Harga Input Harga Output
ANALISIS FINANSIAL
- NPV
- IRR
- GROSS B/C
- NET B/C
- PP
Layak Tidak Layak
KINERJA
PRODUKSI
KINERJA EKONOMIS
- Pendapatan
- R/C Ratio
- Produktivitas
- Kapasitas
KINERJA TEKNIK
- Kualitas
- Kecepatan Pengiriman
EXTERNAL
- Pasar
- Sosial Dan Budaya
- Pesaing
- Pengetahuan Dan Teknologi
- Iklim Dan Cuaca
INTERNAL
- Produksi
- Permodalan Dan Keuangan
- Pemasaran
- Lokasi Usaha
- SDM
PELUANG KEKUATAN ANCAMAN KELEMAHA
N
EFE IFE Analisis SWOT
QSPM
Strategi Pengembangan Usaha Tambak Udang Vaname di
Kecamatan Ketapang
HULU BUDIDAYA HILIR PEMASARAN
LEMBAGA
PENUNJANG
53
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batas Operasional
Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan
untuk memperoleh dan menganalisis data sehubungan dengan tujuan
penelitian.
Tambak adalah sebuah kolam buatan dari tanah berbentuk persegi panjang
atau persegi kemudian diisi air yang digunakan untuk membudidayakan
hewan air tawar seperti ikan bandeng, udang, dan kerang.
Tambak udang adalah tempat pembudidayaan udang didalam sebuah kolam
buatan dari tanah yang diisi air (air payau, sungai ataupun sumur) untuk
mendapatkan keuntungan.
Udang vaname merupakan jenis udang introduksi dari Amerika Selatan yang
banyak dibudidayakan di Indonesia sejak akhir 90-an untuk menggantikan
udang windu karna sulit dibudidayakan karna mudah terserang penyakit.
Input adalah faktor-faktor produksi serta sumberdaya lain yang digunakan
untuk memproduksi udang vaname. Input berupa benur, air, obat-obatan,
pakan (pelet), vitamin, dan peralatan.
54
Output adalah udang vanamei yang dihasilkan setiap panen (100-110 hari
setelah tebar)
Proses produksi merupakan suatu kegiatan mentransformasi berbagai faktor
produksi sehingga menghasilkan produk output berupa barang atau jasa.
Produksi udang vaname adalah jumlah udang vaname yang dihasilkan setelah
pembudidayaan satu periode produksi.
Evaluasi adalah proses menentukan nilai untuk suatu hal atau obyek yang
berdasarkan pada acuan-acuan, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan atau tujuan tertentu.
Proyek adalah suatu rangkaian aktivitas yang direncanakan, yang didalamnya
menggunakan sumber-sumber input untuk mendapatkan benefit dimasa yang
akan datang.
Kelayakan adalah kegiatan menganalisa berbagai aspek tertentu tentang suatu
usaha untuk memberikan gambaran layak/tidak.
Aspek keuangan adalah aspek yang dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa
saja yang akan dikeluarkan dan seberapa besar biaya-biaya yang akan
dikeluarkan.
Kriteria analisis adalah suatu kriteria yang digunakan untuk mengetahui
berapakah manfaat (benefit) serta biaya (cost) selama umur ekonomis usaha.
55
NPV (Net Present Value) merupakan selisih antara pengeluaran dan
pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity
costof capital sebagai diskon faktor atau dengan kata lain merupakan arus kas
yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskonkan pada saat
ini.
Net B/C Ratio merupakan nilai manfaat yang bisa didapatkan dari proyek
atau usaha setiap kita mengeluarkan biaya sebesar satu rupiah untuk proyek
atau usaha tersebut.
IRR ( Internal Rate of Return ) adalah suatu nilai petunjuk yang identik
dengan seberapa besar suku bunga yang dapat diberikan oleh investasi
tersebut dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku umum.
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara
penerimaan manfaat dari suatu investasi (gross benefit) dengan biaya yang
telah dikeluarkan (gross cost).
Payback Period (PP) merupakan penilaian investasi suatu proyek yang
didasarkan pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih suatu
proyek.
Umur ekonomis alat adalah umur dari alat yang digunakan, terhitung sejak
tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi (tahun).
Biaya (cost) adalah segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung
mengurangi penerimaan/pendapatan budidaya udang vaname.
56
Biaya investasi adalah modal awal yang digunakan pelaku budidaya udang
vaname untuk memulai usahanya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya operasional adalah biaya yang digunakan untuk setiap proses produksi
udang vaname, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tenaga kerja adalah biaya upah yang diberikan kepada sumberdaya
manusia yang bekerja di tambak udang vaname (Rp/HOK).
Biaya peralatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan peralatan
yang digunakan dalam proses produksi dan pemasaran tambak udang (Rp).
Biaya total adalah penjumlahan biaya investasi dengan biaya operasional
yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam satu kali proses
produksi udang vaname, diukur dalam satuan rupiah (Rp/siklus produksi).
Harga produk (output) adalah harga udang vaname yang diterima oleh
petambak dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja, baik dari dalam maupun
luar keluarga, yang digunakan dalam proses budidaya udang vaname yang
diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).
Discount rate adalah suatu bilangan menggambarkan tingkat suku bunga
kredit bagi pelaku usaha tambak yang berlaku saat ini dalam satuan persen
(%), dalam hal ini dipakai suku bunga Kredit Usaha Rakyat Mikro Bank
57
Rakyat Indonesia pada 1 Oktober 2017 dengan tingkat suku bunga ritel
sebesar 9,75 persen.
Penerimaan petambak (pendapatan kotor) merupakan pendapatan yang
diperoleh dari penjualan udang vaname dengan mengalikan jumlah udang
vaname yang dihasilkan dalam satu periode dengan harga yang berlaku
diukur satuan rupiah (Rp).
Keuntungan (pendapatan bersih) adalah balas jasa yang diterima petambak
udang vaname dari budidaya tambak udang vaname. Besarnya pendapatan
dihitung dengan mengurangi penerimaan dengan total biaya-biaya yang
dikeluarkan (biaya total), diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Layak adalah suatu kemungkinan usaha tambak udang vaname dapat
dijalankan dan memberikan manfaat bagi pelaku budidaya budidaya udang
vaname.
Tidak layak adalah suatu ketidakmungkinan usaha tambak udang vaname
dapat dijalankan dan tidak memberikan manfaat bagi pelaku budidaya.
Kinerja adalah hasil kerja dari suatu budidaya udang vaname, dilihat dari
aspek teknis dan ekonomis meliputi produktifitas, kapasitas, kualitas,
kecepatan pengiriman dan pendapatan.
Produktivitas adalah perbandingan antara output dan input dalam proses
produksi usang vaname. Produktivitas dihitung berdasarkan output udang
vaname (kg) terhadap tenaga kerja (HOK).
58
Kapasitas adalah perbandingan antara output (udang windu) yang dihasilkan
dalam suatu proses produksi dengan kapasitas maksimal produksi udang
vaname yang dapat dihasilkan (%).
Kualitas adalah proses diukurnya udang dengan tingkat ketidaksesuaian dari
produk yang dihasilkan. Udang vaname dengan kualitas baik yaitu segar,
tidak busuk, berwarna cerah, dan sesuai ukuran permintaan. Dianalisis secara
deskriptif.
Kecepatan pengiriman adalah mengukur jumlah waktu antara produk ketika
dipesan untuk dikirimkan ke pelanggan. Diukur dengan satuan jam.
Analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisis situasi kondisi yang bersifat
deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi
sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokan menurut
kontribusinya masing-masing.
Strategi pengembangan adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan
keputusan dengan menganalisis faktor-faktor strategis dalam kegiatanusaha
tambak udang baik faktor-faktor dari luar (external) maupun dari dalam
(internal).
Faktor lingkungan internal adalah suatu untuk mengidentifikasi faktor-faktor
strategis dari dalam kegiatan usaha tambak udang yang mempengaruhi
keberhasilan misi, tujuan, dan kebijakan usaha tambak udang baik faktor-
faktor yang menguntungkan (kekuatan/strength) maupun faktor yang
merugikan (kelemahan/weakness) dalam suatu usaha tambak udang.
59
Faktor lingkungan external adalah suatu analisis untuk mencari faktor-faktor
strategis dari luar kegiatan usaha tambak udang yang mempengaruhi
keberhasilan misi, tujuan dan kebijakan usaha tambak udang baik faktor yang
menguntungkan (peluang/opportunities) maupun faktor yang merugikan
(ancaman/threats) dalam suatu usaha tambak udang.
Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-
keunggulanlain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani
atau yang ingin dilayani. Meliputi aspek sumber daya manusia, produksi,
manajemen, keuangan dan permodalan serta lokasi usaha. Diukur dalam
satuan skor.
Kelemahan adalah keterbatasan dalam sumber daya, keterampilan dan
kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif usaha tambak
udang. Meliputi sumber daya manusia, produksi, manajemen, keuangan dan
permodalan serta lokasi usaha. Diukur dalam satuan skor.
Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan usaha
tambak udang. Meliputi faktor ekonomi, faktor sosial dan budaya,
pengetahuan dan teknologi, pesaing, dan cuaca dan iklim. Diukur dalam
satuan skor.
Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam
lingkungan usaha tambak udang. Meliputi faktor ekonomi, faktor sosial dan
budaya, pengetahuan dan teknologi, pesaing, dan cuaca dan iklim. Diukur
dalam satuan skor.
60
Metode QSPM (Quantitive Strategi Planning Matrix) merupakan teknik yang
secara objektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa di Kecamatan Ketapang memiliki tingkat produktivitas udang vaname
tertinggi di Kabupaten Lampung Selatan. Waktu pengumpulan data
dilakukan pada bulan Januari 2018 sampai dengan febuari 2018 di Kecamatan
Ketapang.
Penentuan jumlah sampel menggunakan metode sampling acak tak
proposional, dimana proporsi subkategorinya tidak didasarkan atas proporsi
yang sebenarnya dalam populasi (Soeratno dan Arsyad, 2003). Teknik
Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah classter propotional
simple random sampling. Pengambilan sampel secara proporsi dilakukan
dengan mengambil subyek dari setiap strata di setiap wilayah ditentukan
seimbang dengan banyaknya subyek dari masing-masing strata di setiap
wilayah (Arikunto, 2006).
Sampel penelitian ini diambil dari petambak udang yang terdaftar sebagai
kelompok petambak di Kecamatan Ketapang Kabupaten lampung Selatan
dengan populasi sebanyak 349 petambak dari 6 Desa yang ada di Kecamatan
Ketapang yaitu Desa Sidoasih, Berundung Way Sidomukti, Pematang Pasir,
Sumbernadi, dan Tri Darmayoga. Analisis finansial dan kinerja usaha
61
tambak udang di Kecamatan Ketapang menggunakan 10% populasi petambak
udang vaname (Arikunto, 2006). Berikut perhitungan responden Responden
anlisis finansial dan kinerja usaha tambak udang di Kecamatan Ketapang :
= 34,9 = 35 Responden
Responden penelitian ini terdiri dari petambak intensif, semi intensif, dan
tradisional. Petambak yang menggunakan teknik tradisional adalah petambak
yang membudidayakan udang tidak dengan menggunakan teknologi, dimana
petambak hanya mengandalkan alam sekitar tambak dan memiliki. Petambak
yang menggunakan teknik semi intensif adalah petambak yang menggunakan
yang membudidayakan udang dengan memberi pakan dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh udang, dan juga ada pengendalian hama dan penyakit.
Petambak udang yang menggunakan teknik intensif adalah petambak yang
memberikan pakan dan nutrisi yang dibutuhkan udang, adanya pengendalian
hama dan penyakit, serta menggunakan teknologi berupa kincir air. Besar
atau jumlah pembagian sampel untuk masing-masing desa dan teknik
budidaya menggunakan N1 rumus menurut Sugiyono (2007).
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang diinginkan setiap strata
N = Jumlah seluruh populasi petambak udang vaname di Kecamatan Ketapang
X = Jumlah populasi pada setiap strata
N1 = Sampel
Berdasarkan rumus, jumlah sampel dari masing-masing 6 desa tersebut
adalah :
62
1. Desa Sidoasih
- Intensif
- Semi Intensif
- Tradisional = 0
2. Desa Berundung
- Intensif
- Semi Intensif
- Tradisional
3. Desa Way Sidomukti
- Intensif
- Semi Intensif
- Tradisional = 0
4. Desa Pematang Pasir
- Intensif
- Semi Intensif
- Tradisional
5. Desa Sumber Nadi
- Intensif
- Semi Intensif
- Tradisional = 0
63
6. Desa Tri Darmayoga
- Intensif
- Semi Intensif
- Tradisional = 0
Responden untuk menentukan strategi pengembangan tambak udang adalah 3
responden dari pakar atau instansi terkait yang dianggap memiliki
pengetahuan dibidang pengembangan usaha tambak udang terutama udang
vaname, yaitu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan, dosen
budidaya periknan Universitas Lampung, dan penyuluh di bidang
pertambakan dari BP3K (Balai Penyuluhan, Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan) Kecamatan Ketapang, dan 2 responden dari masing- masing
petambak dengan teknik semi intensif, dan intensif. Responden penelitian
kelayakan finansial, kinerja usaha, dan strategi pengembangan usaha tambak
udang vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Responden penelitian kelayakan finansial, kinerja usaha, dan strategi
pengembangan usaha tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan
No Alat Analisis Petambak Ahli/Pakar
1 Analisis finansial,
dan kinerja usaha
1. 16 orang petambak
tradisional
2. 11 orang petambak
semi-intensif
3. 8 orang petambak
intensif
-
2 Strategi
pengembangan
1. 2 orang petambak
semi-intensif
2. 2 orang petambak
intensif
1. 1 Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Lampung Selatan
2. 1 orang dosen/pakar
budidaya periknan
3. 1 penyuluh dari BP3K
Kecamatan Ketapang
64
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yaitu penelitian
yang diambil sampel dari suatu populasi (Sevilla, 2006). Data yang
dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara
langsung dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner).
Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dan pengamatan
langsung dengan petambak udang vaname berdasarkan isi pertanyaan pada
kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, laporan-laporan,
pustaka dan lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian ini, seperti Badan
Pusat statistik, Dinas Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan
Perikanan dan lain-lain.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan
analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
1. Analisis untuk menjawab tujuan pertama
Untuk menguji kelayakan usaha tambak udang di tingkat subsistem usaha
tambak udang dari aspek finansial digunakan alat ukur atau kriteria
investasi sebagai berikut, yaitu NPV, Gross B/C, Net B/C, IRR, dan PP
(Kadariah, 2001).
65
a) Net Present Value (NPV)
NPV merupakan selisih antara nilai sekarang penerimaan dengan nilai
sekarang pengeluaran pada tingkat diskonto tertentu. Rumus yang
digunakan adalah:
∑
Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct = biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n = umur ekonomis proyek (8 tahun)
i = discount rate (9,75 %)
Penelitian ini menggunakan tingkat suku sebesar 9,75 persen
berdasarkan tingkat suku bunga Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) Retail
Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang berlaku pada saat ini, sedangkan
untuk umur ekonomis udang yang digunakan pada penelitian ini ialah
selama 8 tahun atau setara dengan umur ekonomis tambak. Berikut
adalah penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV (Net Present
Value) :
1) NPV > 0, artinya secara finansial proyek layak untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan.
2) NPV = 0, artinya secara finansial proyek sulit untuk dilaksanakan
karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya
yang dikeluarkan.
66
3) NPV < 0, artinya secara finansial proyek tidak layak untuk
dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya
yang dikeluarkan.
b) Gross Benefit CostRatio (Gross B/C)
Gross Benefit CostRatio (Gross B/C) diperoleh dari perbandingan
antara penerimaan manfaat dari suatu investasi (gross benefit) dengan
biaya yang telah dikeluarkan (gross cost). Gross B/C dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Gross B/C =
∑ (
)
∑ (
)
Keterangan:
Bt = Benefit atau penerimaan bersih tahun t
Ct = Cost atau biaya pada tahun t
i = Tingkat bunga
t = Tahun (waktu ekonomis).
Adapun kriteria penilaian dalam analisis ini adalah:
1. Jika Gross B/C > 1 maka usaha tambak udang dinyatakan layak
2. Jika Gross B/C <1 maka usaha tambak udang dinyatakan tidak
layak
3. Jika Gross B/C = 1 maka usaha tambak udang dinyatakan dalam
posisi impas.
c) Net Benefit Costratio (B/C)
Net B/C adalah perbandingan present value dari net benefit yang
positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Untuk
menghitung indeks ini, terlebih dahulu dihitung yang dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut:
67
Net B/C =
∑
∑
Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh pada tahun t
Ct = biaya yang dikeluarkan pada tahun t
n = umur ekonomis proyek (8 tahun)
i = discount rate (17,5 persen)
Proyek dikatakan layak dilaksanakan jika diperoleh nilai Net B/C
lebih besar dari satu dan tidak layak jika diperoleh nilai Net B/C lebih
kecil dari satu. Apabila Net B/C sama dengan satu, pengambilan
keputusan diserahkan pada pihak manajemen
d) Internal Rate Of Return (IRR), merupakan tingkat diskonto (discount
rate) pada saat NPV sama dengan nol yang dinyatakan dalam persen,
yang dinyatakan dengan rumus :
[
]( )
Keterangan :
NPV1 = present value positif
NPV2 = present value negatif
i1 = compound factor, jika NPV > 0
i2 = compound factor, jika NPV < 0
Jika IRR lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang berlaku maka
proyek tersebut layak, namun jika IRR suatu proyek lebih kecil daripada
tingkat diskonto yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak.
e) Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) merupakan penilaian investasi suatu proyek yang
didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari
proyek. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
68
PP =
x tahun
Keterangan :
PP = Payback Period
Ko = Investasi awal
Ab = Manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode.
Kriteria penilaian Payback Periode:
a) Jika Payback Period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
usaha tersebut dinyatakan layak.
b) Jika Payback Period lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak.
2. Analisis untuk menjawab tujuan kedua
Alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang
kedua adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan menggunakan analisis kinerja untuk menghitung
produktivitas, kapasitas, analisis pendapatan dan analisis R/C ratio.
Analisis kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif untuk menganalisis
kualitas dan kecepatan pengiriman. Kinerja adalah hasil kerja dari suatu
kegiatan, dilihat dari aspek teknis dan ekonomis. Aspek ekonomis diukur
melalui produktivitas, kapasitas, analisis pendapatan dan R/C ratio
sedangkan aspek teknis diukur melalui kualitas dan kecepatan pengiriman
(Prasetya dan Fitri, 2009).
a. Produktivitas
Usaha tambak udang yang produktif berarti usaha tambak udang itu
produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya
merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik)
69
dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil
produksi yang dapat diperoleh dari satu kesatuan output (Mubyarto,
1989). Produktivitas dari usaha tambak udang dihitung dari unit
yang diproduksi (output) dengan masukan yang digunakan (tenaga
kerja) yang dirumuskan sebagai berikut :
b. Kapasitas Usaha tambak udang
Kapasitas yaitu suatu ukuran yang menyangkut kemampuan dari
output pada suatu proses. Desain kapasitas digambarkan sebagi
tingkat keluaran yang ideal dimana suatu usaha tambak udang akan
menghasilkan produksi dalam keadaan maksimal. Kapasitas usaha
tambak udang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Actual Output = Jumlah udang yang diproduksi (Kg)
Design Capacity = Kapasitas maksimal produksi (Kg)
Kriteria pengukuran kapasitas yaitu jika kapasitas > 0,5 atau 50%
maka kinerja tenaga kerja usaha tambak udang secara kapasitas
sudah baik, sedangkan jika kapasitas < 0,5 atau 50%, maka kinerja
tenaga kerja usaha tambak udang secara kapasitas belum baik.
c. Pendapatan Bersih
Pendapatan bersih dalam usaha tambak udang udang vaname
diperoleh dari hasil penjualan udang vaname. Pendapatan diperoleh
dengan menghitung selisih antara penerimaan yang diterima dari hasil
70
usaha dengan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu tahun,
pendapatan dari usaha tambak udang vaname dapat ditulis sebagai
berikut :
π = TR-TC, = Q. PY – (X . Px ) – BTT
Pendapatan juga dapat diukur efisiensinya dengan R/C rasio yaitu
perbandingan antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost)
dengan rumus:
R/C=
Keterangan:
π = Pendapatan usaha tambak udang(Rp)
TR(total revenue) = Penerimaan total usaha tambak udang (Rp)
TC (total cost) = Biaya produksi total (Rp)
Py (price) = Harga jual produk per unit (Rp/kg)
Q (quantity) = Jumlah produksi (kg)
BTT = Biaya tetap total
Kriteria pengambilan keputusan :
1. Jika R/C < 1, maka usaha tambak udang yang dilakukan belum
menguntungkan
2. Jika R/C >1, maka usaha tambak udang yang dilakukan
menguntungkan
3. Jika R/C = 1, usaha ada dititik impas.
d. Kualitas
Kualitas dari proses pada umumnya diukur dengan tingkat
ketidaksesuaian dari produk yang dihasilkan. Udang dengan kualitas
baik yaitu udang yang segar, tidak busuk, tidak berlendir, tidak ada
penyakit dan tidak ada bercak pada udang. Untuk mengetahui udang
berkualitas baik, kemudian dianalisis secara deskriptif.
71
e. Kecepatan Pengiriman
Kecepatan pengiriman adalah mengukur jumlah waktu antara produk
ketika dipesan untuk dikirimkan ke pelanggan.
3. Analisis untuk menjawab tujuan ketiga
Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian yang ketiga yaitu menentukan strategi pengembangan pada
usaha tambak udang vaname. Metode pengolahan yang digunakan antara
lain :
a. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini terdiri dari pengumpulan, pengelompokan, dan pra analisis
data-data external dan internal. Dilakukan sistem pendekatan usaha
tambak udang vaname yang dilakukan untuk mengelompokan data
dan secara bersamaan menganalisis masalah dalam usaha tambak
udang vaname, serta membuat tindakan nyata dalam upaya
pengembangannya di masa mendatang. Model yang digunakan adalah
matriks faktor strategi internal dan external.
1) Analisis faktor internal
Analisis faktor internal dilakukan untuk memperoleh faktor
kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang
harus diatasi. Rangkuti (2001) menjelaskan setelah faktor tersebut
diidentifikasi, suatu matriks IFE (Internal Factor Evaluation) yang
disusun untuk merumuskan faktor strategis internal dalam tahap
sebagai berikut (David, 2002):
72
a) Menentukan faktor internal yang menjadi kekuatan dan
kelemahan usaha tambak udang pada kolom 1.
1. Produk
Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan berupa udang
vaname yang sudah di sortir dan bagaimana mempertahankan
kualitas produknya
2. Permodalan dan keuangan
Bagaimana ketersediaan modal dan pengaturan keuangan
baik pengeluaran maupun pemasukan yang mendukung
kegiatan oprasional usaha tambak udang vaname.
3. Sumberdaya manusia
Mencakup bagaimana kualitas sumberdaya manusia baik
petambak maupun pekerja untuk pembudidayaan tambak
udang vaname.
4. Pemasaran
Kegiatan pemasaran udang vaname ke konsumen yang sudah
memiliki pelanggan yang banyak dan ada kerja sama antar
petambak dan konsumen.
5. Lokasi usaha
Keadaan sekitar lokasi usaha tambak udang vaname yang
dapat mendukung kegiatan budidaya udang vaname.
b) Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal
(bobot). Penentuan bobot faktor internal dalam kolom 2
dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan
73
angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan
adalah sebagai berikut: mulai dari 1,0 (paling penting) sampai
0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor tersebut
terhadap posisi strategis usaha tambak udang vaname. (semua
bobot tidak boleh melebihi skor 1,0). Menurut Kinner dan
Taylor (2002), untuk menentukan nilai bobot pada faktor-faktor
internal digunakan metode “Paire Comparison”. Penilaian
bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor
internal kepada responden. Setiap variabel digunakan skala 0, 1
dan 2. Skala yang digunakan adalah :
0 = Jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator
vertikal
1 = Jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator
vertikal
2 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator
vertikal
Matriks penilaian bobot faktor internal usaha tambak udang
vaname dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Matriks penilaian bobot faktor internal usaha tambak
udang vaname.
Faktor
internal
A B ...... N Nilai
(X)
Bobot (Yi)
A Xa
B Xb
...... ......
N Xn
Nilai (X) Xa Xb ...... Xn ∑Xn
Total 1,00
Sumber: Kinnear dan Taylor, 2002
74
Rumus penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan
menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai
keseluruhan variabel yaitu sebagai berikut:
∑
Keternagan :
a = bobot
xi = nilai variabel ke-i
i = 1,2,3,.... n
n = jumlah variabel
c) Mengitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor
dengan memberikan skala mulai dari 4 (outsanding) sampai
dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap
kondisi usaha tambak udang. Pemberian nilai rating untuk
faktor kekuatan bersifat positif mulai dari +1 sampai dengan +4
(sangat baik) dan faktor kelemahan bersifat kebalikannya.
d) Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3,
untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya
berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang
nilainya bervariasi.
e) Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk
memperoleh total skor pembobotan bagi usaha tambak udang
ini. Nilai total menunjukan bagaimana usaha ternak bereaksi
terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Matriks IFE dapat
dilihat pada Tabel 9.
75
Tabel 9. Matriks IFE (Internal faktor Evaliation)
Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor
A. Kekuatan
1. Produk udang berkualitas
2. Tenaga kerja terampil dan
berpengalaman
3. Lokasi sdekat dengan
sumber mata air
4. Pemasaran disalurkan ke
pembeli dengan
kerjasama
5. Keuntungan/kelayakan
usaha tinggi
B. Kelemahan
1. Tidak adanya
laboratorium uji penyakit
dan panti benih
2. Kapasitas produksi udang
rendah
3. Terbatasnya dana
pengembangan teknik
budidaya udang
4. SDM berpendidikan
rendah
5. Adanya seranga penyakit
udang vaname
Total (A+B) 1,00
Sumber : Rangkuti, 2006
2) Analisis Faktor External
Analisis faktor external digunakan untuk mengetahui pengaruh
faktor peluang dan ancaman yang dihadapi usaha tambak udang.
Menurut Rangkuti (2006), analisis external ini menggunakan
matriks EFE (external factor evaluation) dengan tahap-tahap
sebagai berikut :
a. Menentukan faktor internal yang menjadi kekuatan dan
kelemahan usaha ternak pada kolom 1.
76
1. Pasar dan ekonomi
Kondisi pasar dan perekonomian di sekita usaha tambak
udang vaname.
2. Demografi dan lingkungan
Lokasi atau kondisi lingkungan di sekitar usaha tambak
udang vaname.
3. Pesaing
Keadaan perekonomian yang semakin terbuka mendorong
persaingan antar usaha tambak udang semakin meningkat.
4. Teknologi
Penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan
oleh suatu usaha yang dapat mempermudah dalam
menghasilkan suatu produk secara efektif dan efisien.
5. Iklim dan cuaca
Iklim dan cuaca merupakan faktor penting dalam lingkungan
external usaha tambak udang. Karena faktor ini
mempengaruhi kualitas produk udang vaname.
6. Pemerintah dan hukum
Kebijakan dari pemerintah yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan usaha budidaya tambak udang vaname.
b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor external
(bobot). Penentuan bobot faktor external dalam kolom 2
dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan
angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan
77
adalah sebagai berikut: mulai dari 1,0 (paling penting) sampai
0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor tersebut
terhadap posisi strategis usaha tambak udang vaname. (semua
bobot tidak boleh melebihi skor 1,0). Menurut Kinner dan
Taylor (2002), untuk menentukan nilai bobot pada faktor-faktor
internal digunakan metode “Paire Comparison”. Penilaian
bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor
internal kepada responden. Untuk menentukan bobot setiap
variabel digunakan skala 0, 1 dan 2. Skala yang digunakan :
0 = Jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator
vertikal
1 = Jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator
vertikal
2 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator
vertikal
Matriks penilaian bobot faktor external usaha tambak udang
vaname dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Matriks penilaian bobot faktor external usaha tambak
udang vaname.
Faktor
internal
A B ...... N Nilai
(X)
Bobot (Yi)
A Xa
B Xb
...... ......
N Xn
Nilai (X) Xa Xb ...... Xn ∑Xn
Total 1,00
Suber: Kinnear dan Taylor, 2002
78
Rumus penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan
menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai
keseluruhan variabel yaitu sebagai berikut:
∑
Keternagan :
a = bobot
xi = nilai variabel ke-i
i = 1,2,3,.... n
n = jumlah variabel
c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing
faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outsanding)
sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut
terhadap kondisi usaha tambak udang. Pemberian nilai rating
untuk faktor peluang bersifat positif mulai dari +1 sampai
dengan +4 (sangat baik) dan faktor ancaman bersifat
kebalikannya.
d. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3,
untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya
berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang
nilainya bervariasi.
e. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk
memperoleh total skor pembobotan bagi usaha tambak udang
ini. Nilai total menunjukan bagaimana usaha ternak bereaksi
terhadap faktor-faktor strategis externalnya. Matriks EFE dapat
dilihat pada Tabel 11.
79
Tabel 11. Matriks EFE (External faktor Evaliation)
Faktor-faktor strategi
external
Bobot Rating Skor
A. Peluang
1. Permintaan konsumen
tinggi
2. Berkembangnya pasar
internasional terhadap
permintaan udang
3. Penggunaan teknologi
dan informasi yang maju
4. Keadaan geografis
mendukung usaha
tambak udang
5. Adanya dukungan
pemerintah
B. Ancaman
1. Kekuatan tawar
menawar pemasok
2. Iklim dan cuaca yang
berubah-ubah
3. Perkembangan teknologi
sulit diikuti karna
memerlukan biaya yang
tinggi
4. Banyaknya pesaing
produk pengganti
5. Inflasi
Total (A+B) 1,00
Sumber : Rangkuti, 2006
b. Tahap analisis
Setelah mengumpulkan informasi yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan usaha tambak udang, tahap selanjutnya adalah
memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model kuantitatif
perumusan strategi. Model yang digunakan dalam hal ini adalah
matriks Internal External (IE) dan matriks SWOT.
80
1. Matriks internal external (IE)
Matriks IE merupakan pemetaan skor total IFE dan EFE yang telah
dihasilkan pada tahap input. Matriks IE digunakan untuk
mengetahui arahan strategi yang akan dilaksanakan pada suatu
usaha. Matrik external internal dapat dilihat pada Gambar 3.
4,0 3,0 2,0 1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Gambar 3. Matriks IE (Internal-External)
Sumber : Rangkuti, 2006
Sumbu vertikal pada matriks IE menunjukan total skor IFE dan
sumbu horizontal menunjukan total skor pembobotan EFE. Skor
antara 1,00 sampai 1,99 pada sumbu horizontal menunjukan posisi
internal usaha ternak yang lemah, posisi 2,00 sampai 2,99
menunjukan skor rata-rata dan skor 3,00 sampai 4,00 menujukan
kuatnya posisi internal usaha tambak udang vaname. Pada sumbu
Tinggi
3,0
Sedang
2,0
Rendah
1,0
81
vertikal skor antara 1,00 sampai 1,99 menunjukan respon usaha
tambak masih rendah terhadap peluang dan ancaman yang ada,
posisi 2,00 sampai 2,99 menunjukan skor rata-rata dan skor 3,00
sampai 4,00 menujukan respon yang tinggi terhadap lingkungan
externalnya. Hasil matriks IE dapat mengidentifikasi 9 sel strategi
usaha, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel tersebut bisa
dikelompokan menjadi tiga strategi utama, yaitu :
(a) Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu
sendiri (sel I, II, V) atau upaya diversifikasi (sel VII dan VIII)
(b) Stability Strategi adalah strategi yang diterapkan tanpa
mengubah arah strategi yang telah ditetapkan
(c) Retrechment defensive strategy (sel III, VI, dan IX) adalah
usaha melakukan penyelamatan usaha atau menutup usaha
dengan menggunakan defensive strategy (usaha patungan,
penciutan biaya, penciutan usaha dan likuiditas)
2. Matriks SWOT
Faktor internal perusahaan yang terdiri dari kekuatan dan
kelemahan yang ada diperusahaan dan faktor external yang terdiri
dari peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan
dikombinasikan dan dimasukan ke dalam matriks SWOT untuk
memunculkan strategi pengembangan usaha. Matriks analisis
SWOT dibentuk melalui tahap menyilangkan masing-masing faktor
sehingga didapat strategi SO, ST, WO, dan WT dan selanjutnya
82
faktor yang sudah disilangkan disesuaikan dengan kuadran I, II, III
dan IV seperti matriks SWOT pada Gambar 4.
SWOT KEKUATAN
(S)
KELEMAHAN
(W)
PELUANG
(O)
Strategi untuk
memanfaatkan peluang
untuk mendayagunaka
kekuatan.
(Strategi S-O)
Strategi untuk
memanfaatkan peluang
untuk mengatasi
kelemahan.
(Strategi W-O)
ANCAMAN
(T)
Strategi untuk mengatasi
ancaman dengan jalan
mendayagunaka
kekuatan.
(Strategi S-T)
Strategi untuk
menghindari ancaman
sekaligus untuk
menlindungi ancaman.
(Strategi W-T)
Gambar 4. Matriks SWOT
Sumber : David, 2002
c. Tahap pengambilan keputusan
Pada tahap ini strategi yang sudah terbentuk dari matriks SWOT
disusun berdasarkan prioritas yang diimplementasikan dengan
menggunakan Quantitive Strategy Planning Matrix (QSPM). Matriks
QSP merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi
alternatif yang diprioritaskan dengan QSPM adalah :
(a) Membuat daftar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor external (peluang dan ancaman) di sebelah kiri dari kolom
matriks QSP.
(b) Memberi bobot untuk setiap faktor internal dan external. Nilai ini
harus identik dengan nilai yang diberikan pada matriks IFE dan
EFE.
(c) Mengidentifiksi strategi alternatif yang diperoleh dari matriks IE
dan SWOT yang layak diimplementasikan.
83
(d) Menentukan nilai daya tarik/Attractiveness Score (AS) yang
diidentifikasi sebagai angka yang menunjukan daya tarik relatif
masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternatif tertentu.
AS ditentukan dengan memeriksa masing-masing faktor internal
dan external satu persatu dengan mengajukan pertanyaan,
“Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat ?”.
jika jawaban dari pertanyaan tersebut adalah iya, maka strategi
tersebut harus dibandingkan secara relatif dengan faktor kunci.
Khususnya AS harus diberikan masing-masing strategi terhadap
yang lain dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Cakupan
AS: 1= tidak menarik, 2= agak menarik, 3= menarik, 4= sangat
menarik. Jika jawaban antar pertanyaan tersebut tidak, hal
tersebut menunjukan bahwa masing-masing faktor kunci tidak
mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang dibuat. Oleh
karna itu, jangan beri AS pada strategi-strategi dalam rangkaian
tersebut.
(e) Menghitung nilai total daya tarik/Total Attractiveseness Score
(TAS) didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot (langkah b)
dengan AS dimasing-masing baris (langkah d). TAS menunjukan
daya tarik relatif dari masing-masing strategi alternatif, dengan
hanya mempertimbangkan dampak dari faktor keberhasilan krisis
internal dan external yang berdekatan. Semakin tinggi TAS
semakin menarik strategi alternatif.
84
(f) Menghitung jumlah TAS. Jumlah TAS mengungkapkan strategi
yang paling menarik dalam rangkaian alternatif. Semakin tinggi
nilainya menunjukan semakin menarik strategi tersebut
Tabel 12. Matriks Quantitive Strategy Planning
Faktor-faktor
kunci
Bobot Alternatif Strategi
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3
AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor kunci
Internal
Faktor kunci
External
Jumlah
Sumber : David, 2002
Penentuan AS (Attractiveness Score) dibantu dengan menggunakan
metode Focus Group Discussion (FGD). Penentuan dilakukan dengan
melihat dan menyesuaikan kebutuhan dan kondisi usaha tambak
udang vaname di Kecamatan Ketapang. Peserta diskusi FGD yaitu
seluruh responden yaitu para petambak udang vaname dan para ahli.
85
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan
1. Letak Geografis
Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Lampung, dengan ibu kota yang terletak di Kalianda. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan jumlah penduduk sebanyak kurang
lebih 972.579 jiwa. Secara geografis wilayah Kabupaten Lampung Selatan
terletak antara 105°140’ sampai dengan 105°450’ Bujur Timur dan 5°150’
sampai dengan 6° Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini,
daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di
Indonesia merupakan daerah tropis.
Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang
lebih 2.007, 01 km², dengan kantor pusat pemerintahan di Kota Kalianda
dengan luas secara keseluruhan 44.271 ha digunakan sebagai lahan sawah,
sedangkan sisanya yaitu 156.430 ha merupakan lahan bukan sawah.
Wilayah administrasi Kabupaten Lampung Selatan mempunyai batas-batas
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Tengah
dan Lampung Timur
86
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda
3. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pesawaran
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.
Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan antara lain Pulau
Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Rimau dan Pulau Kandang.
Bila ditinjau dari segi luas dan keadaan alamnya, maka Kabupaten Lampung
Selatan mempunyai masa depan cerah untuk lebih berkembang lagi.
2. Keadaan Iklim
Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia
merupakan daerah tropis. Kabupaten Lampung Selatan memiliki curah
hujan rata-rata 140,6 mm/bulan dan rata-rata jumlah hari hujan 11,8
hari/bulan. Rata-rata temperatur di Kabupaten Lampung Selatan berselang
antara 21,3oC -34,3
oC. Selang kelembaban relatif di Kabupaten Lampung
Selatan adalah 39 persen sampai dengan 100 persen, sedangkan rata-rata
tekanan udara minimal dan maksimal di Kabupaten Lampung Selatan
adalah 1.007,4 Nbs dan 1.013,7 Nbs.
3. Keadaan Demografi
Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan adalah 17
kecamatan yang terdiri dari 248 desa. 17 kecamatan tersebut antara lain,
Ketapang, Natar, Jati Agung, Tanjung Bintang, Tanjung Sari, Katibung,
Merbau, Mataram, Way Sulan, Sidomulyo, Candipuro, Way Panji,
Kalianda, Rajabasa, Palas, Seragi, dan Penengahan. Berdasarkan Lampung
Selatan dalam Angka (BPS Kabupaten Lampung Selatan, 2017), penduduk
87
di Kabupaten Lampung Selatan menurut hasil proyeksi berjumlah 972.579
jiwa, yang terdiri dari 499.385 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki,
dan 473.194 jiwa yang berjenis kelamin perempuan. Penduduk Lampung
Selatan terdiri dari dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk
pendatang. Penduduk pendatang yang menetap atau bertempat tinggal di
Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari
berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan
Aceh. Distribusi penduduk di Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah penduduk berdasarkan umur di Kabupaten Lampung
Selatan
Kelompok
Umur
2017
Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase(%)
>65 23.327 24.186 47.513 4,88
15-64 329.423 329.423 639.705 65,77
0-14 146.635 126.738 285.361 29,34
Jumlah 499.385 473.194 972.579 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan, 2017
Tabel 13 menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Lampung Selatan
sebagian besar termasuk berada dalam kelompok usia produktif, yaitu
berada pada kisaran 15-64 tahun atau sekitar 65,77 persen dari total jumlah
penduduk. Hal ini dapat menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di
Kabupaten Lampung Selatan cukup tinggi dan berpotensi baik untuk terus
membangun Kabupaten Lampung Selatan.
88
4. Pendapatan Regional
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Selatan
Provinsi Lampung atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun
2016 sebesar Rp 34.903.655,2 , sedangkan PDRB Kabupaten Lampung
Selatan atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2016
sebesar Rp 25.942.709,0. Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga
konstan pada tahun 2016 menurun dari 5,38 persen menjadi 5,22 persen.
Produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha pada tahun 2016 terjadi kenaikan sebesar 3,5 triliun rupiah jika
dibandingkan tahun 2015. Dari 17 sektor, pertanian, kehutanan dan
perikanan merupakan penyumbang terbesar dengan nilai tambah sebesar
10,57 triliun dan sektor perdagangan besar eceran bukan mobil dan sepeda
motor sebesar 4,02 triliun, sedangkan sektor sumbangan terkecil adalah
sektor pengadaan listrik dan gas dengan nilai 3,91 triliun. PDRB atas dasar
harga berlaku dan harga konstan menurut lapangan usaha di Kabupaten
Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 14.
89
Tabel 14. PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan menurut lapangan usaha di Kabupaten Lampung Selatan
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan, 2016
No Uraian PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pertanian 7.260.631,9 8.031.757,4 8.945.632,9 9.625.200,5 10.574.200,5 6.642.246,1 7.015.529,4 7272.232,6 7.559.585,6 7.856.143,4
a. Pertanian,
Peternakan,Perburuan, dan
Jasa Pertanian
5.551.013,5 5.969.672,0 6.549.203,3 7.145.547,3 7.839.753,3 4.953.621,5 5.217.497,8 5348.560,3 5.563.834,7 5.758.269,5
b. Kehutanan dan penebangan
kayu
15.662,9 17.378,3 19014,5 27049,8 31.341,9 13.831,3 14.550,7 15.263,4 16.263,1 17.493,8
c. Perikanan 1.693.955,5 2.044.707,0 2.377.415,1 2.452.603,5 2.703.105,3 1.674.793,3 1.783.481,0 1908.408,9 1.979.487,8 2.080.380,1
2 Pertambangan dan Penggalian 343.360,5 374.940,9 432.962,0 504.669,6 565.369.,2 310.699,2 327.853,2 353.911,7 387.284,1 414.831,7
3 Industri pengolahan 5.466.085,1 5.957.291,2 6.780.778,7 7.824.119,8 8.491.218,6 4.879.810,5 5.198.530,7 5546.383,4 5.958.742,2 6.149.920,9
4 Pengadaan listrik dan gas 19.929,9 18.928,4 22.236,0 28.743,6 36.919,5 25.107,3 27.562,5 29.668,6 31.817,5 33.604,2
5 Pengadaan air, pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang
28.546,5 30.325,0 36.186,1 40.187,0 43.568,5 26.870,9 27.469,4 29.132,3 30.088,7 31.331,8
6 Konstruksi 2.770.719,8 2.956.503,1 3.206.247,9 3.454.766,4 3.997652,8 333.265,3 2.483.620,9 2654.913,7 2.696.897,3 2.968.667,5
7 Perdagangan besar eceran,
bukan mobil dan sepeda motor
2.689.040,0 2.920.124,3 3.229.355,2 3.558.965,3 4.022.592,6 2.575.806,2 2.757.135,7 2951.051,4 3.071.302,0 3.237.274,4
8 Transportas dan pergudangan 1.219.058,1 1.429.027,5 1.610.604,4 1.936.186,2 2.220.953,0 1.162.059,5 1.221.297,3 1270.854,6 1.397.033,1 1.522.249,4
9 Penyediaan akomodasi dan
makan minum
294.058,8 335.556,1 392.049,3 455.053,0 519.293,9 240.684,0 263.948,0 281.671,5 312.901,4 332.625,9
10 Infoermasi dan komusikasi 639.022,4 697.554,5 763.463,5 866.599,7 997.223,1 634.400,1 692.202,6 753.747,9 816.622,3 883.118,3
11 Jasa keuangan dan asuransi 420.129,1 483.298,8 540.786,1 588.485,1 643.450,9 360.439,1 392.485,2 417.117,7 436.932,6 465.674,5
12 Real estate 509.632,2 553.668,1 625.821,2 669.896,8 738.242,0 475.746,9 511.034,1 551.337,3 584.671,0 613.528,6
13 Jasa perusahaan 17.498,6 20.975,9 26.965,7 29.562,4 32.296,3 15.592,7 17.738,9 20.027,5 21.477,4 22.140,3
14 Administrasi pemerintahan,
pertahanan pertahanan dan
jaminan sosial wajib
484.693,1 555.374,1 654.252,8 710.793,9 797.412,0 422.385,5 444.102,3 471.337,1 494.266,5 518.682,7
15 Jasa pendidikan 529.324,6 610.271,3 689.316,0 757.492,9 823.092,8 444.145,5 486.121,4 532.763,6 572.189,5 596.765,4
16 Jasa kesehatan dan kegiatan
sosial
122.075,0 134.531,1 155.461,2 176.747,4 196.800,5 109.758,8 118.283,9 128.199,1 137.870,7 146.404,5
17 Jasa lainnya 130.518,3 140.287,2 156.526,9 185.311,4 203.368,7 123.025,7 128.782,2 134.222,8 144.996,5 149.745,5
Produk Domestik Regional Bruto 22.944.313,9 25.250.404,9 28.268.645,8 31.412.781,0 34.903.655,2 20.782.043,3 22.113.697,8 23.398.572,6 24.654.678,5 25.942.709,0
90
B. Gambaran Umum Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung selatan memiliki 17 kecamatan, salah satunya yaitu
Kecamatan Ketapang. Kecamatan Ketapang memiliki pusat pemerintahan
ibukota di Desa Bangun Rejo dan secara administratif kecamatan ini
membawahi 17 desa, yaitu :
1. Bangun Rejo 10. Ruguk
2. Berundung 11. Sidoasih
3. Karang Sari 12. Sri Pendowo
4. Kemukus 13. Sumbernadi
5. Ketapang 14. Sumur
6. Legundi 15. Taman Sari
7. Lembung 16. Tridarmayoga
8. Pematang Pasir 17. Wai Sidomukti
9. Sido Luhur
1. Keadaan geografis Kecamatan Ketapang
Kecamatan Ketapang memiliki luas willayah 14.429 Ha, dengan
kemasaman tanah (pH) 4,5 – 7, kemiringan lahan 5 – 20 %, dan ketinggian
tempat 0 – 300 meter di atas permukaan laut. Daerah ketapang memiliki
curah hujan basah, kering dan lembab yang masing – masing lamanya curah
hujan adalah sebagai berikut : bulan basah selama 7 bulan, bulan kering
selama 2 bulan, bulan lembab selama 3 bulan. Wilayah Kecamatan
Ketapang berbatasan langsung dengan:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Seragi.
2. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Penengahan.
91
3. Sebelah timur berbatasan dengan Selat Sunda.
4. Sebelah selatan beratasan dengan Kecamatan Penengahan.
Dari total luas wilayah Kecamatan Ketapang, dibagi menjadi 3 lahan yaitu
lahan basah, lahan kering dan lahan rawa atau tambak. Berikut jenis
penggunaan luas lahan masing-masing bisa dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Jenis penggunaan lahan di Kecamatan Ketapang tahun 2017
No Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Pekarangan 1.180,00 8,17
2 Ladang atau Tegalan 7.826,00 54,17
3 Perkebunan 535,00 3,70
4 Sawah 3.193,00 22,10
5 Kolam 52,00 0,36
6 Tambak 1.661,00 11,50
Jumlah 14.447,00 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung Selatan, 2017
Berdasarkan Tabel 15, luas lahan di kecamatan ketapang yang memiliki luas
paling tinggi yaitu lahan ladang atau tegalan dengan luar 7.826 ha atau
sekitar 54,17 persen, dan terbesar kedua adalah lahan tambak dengan luas
1.661,00 ha atau sekitar 11,50 dari keseluruhan jenis lahan, dengan
demikian lahan di Kecamatan Ketapang sebagian besar digunakan untuk
berusaha tani ladang dan sebagai tempat pembudidayaan tambak udang
karna letaknya yang dekat dengan pesisir pantai.
2. Keadaan demografi Kecamatan Ketapang
Menurut Adam Smith, jumlah penduduk merupakan input yang potensial
yang dapat digunakan sebagai faktor produksi untuk meningkatkan produksi
rumah tangga suatu perusahaan. Penduduk adalah salah satu unsur yang
sangat penting dalam menentukan tercapainya upaya pembangunan suatu
92
daerah. Penduduk dapat menjadi penggerak sekaligus pelaksana dalam
keberlangsungan pembangunan dengan segala aktifitasnya. Jumlah
penduduk di Kecamatan Ketapang sebanyak 41.736 jiwa, jumlah Kepala
Keluarga (KK) 10.538 dan jumlah KK tani 8.930 kk. Sebagian besar
penduduk di Kecamatan Ketapang adalah pendatang, karena daerah
Ketapang merupakan salah satu daerah tujuan transmigrasi, karna lokasinya
yang strategis dan masih memiliki lahan yang luas. Kecamatan Ketapang di
tempati oleh beragam suku seperti; Jawa, Lampung, Bali, Sunda dan
beberapa suku lain yang berada di Indonesia.
Masyarakat di Kecamatan Ketapang mempunyai berbagai macam mata
pencaharian. Mata pencaharian merupakan suatu aktivitas yang dilakukan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup baik pangan, sandang maupun
papan, sehingga memperoleh taraf hidup yang layak. Sebagian besar mata
pencaharian dari masyarakat di kecamatan Ketapang adalah petani. Berikut
pemaparan mengenai mata pencaharian penduduk masyarakat Ketapang
dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Mata pencaharian masyarakat Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Petani 7.979 70,4
2 Pedagang 1.984 17,2
3 Tukang 372 2,9
4 Buruh Bangunan 488 4,3
5 Pekerja Jasa 226 2,0
6 PNS/Swasta 338 3,0
7 TNI/POLRI 26 0,2
Jumlah 11.332 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung Selatan, 2017
93
Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian
sebagai petani, dengan jumlah penduduk 7.979 jiwa. Jumlah penduduk yang
memiliki matapencaharian sebagai petani sangat besar karena didukung oleh
keadaan alam yang berpotensi untuk usaha dibidang pertanian serta luas
lahan pertanian di Kecamatan Ketapang yang masih luas.
3. Sumberdaya alam di Kecamatan Ketapang
Kecamatan Ketapang merupakan kecamatan yang berada di daerah pesisir
lampung. Sumberdaya alam yang ada di kecamatan ini sangat
beranekaragam dan memiliki keunikannya masing-masing. Keadaan tanah
yang terdapat di lingkungan kecamatan sebagian besar merupakan pasir.
Berbeda dengan kondisi tanah yang ada di daerah pertambakan udang yaitu
merupakan tanah liat berpasir dan dekat dengan aliran sungai yang
mempermudah dalam pencampuran air laut dan air biasa supaya menjadi
payau. Mudahnya sumberdaya air yang dibutuhkan menjadi keunggulan
dalam penyediaan sarana budidaya udang vaname di Kecamatan Ketapang.
Letak kecamatan yang berada di wilayah pesisir ini memiliki sumberdaya
alam lautan dan kayu api-api yang digunakan sebagai green belt.
Kecamatan Ketapang juga memiliki sumberdaya alam buatan, yaitu tambak,
sawah dan ladang. Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir, baik
alami maupun buatan merupakan potensi yang dapat dipergunakan oleh
sumberdaya manusianya untuk menunjang kehidupannya. Oleh karena itu,
warga juga menanam tanaman sayur-sayuran, padi, kelapa, dan tanaman
perkebunan yang hasilnya dapa dikonsumsi warga setempat.
94
Pohon kelapa merupakan pohon yang cukup khas di lokasi pantai. Selain
itu, alasan lainnya mengapa pohon kelapa banyak tumbuh di wilayah pesisir
ini, dikarenakan pohon kelapa dapat tumbuh meskipun di lokasi tanah
berpasir, dan daerah Kecamatan Ketapang merupakan daerah berpasir.
Banyaknya pohon kelapa yang menjulang tinggi juga menambah keindahan
yang terdapat di Kecamatan Ketapang. Pemandangan pohon kelapa ini
terdapat di lingkungan warga, sebagian besar warga di kecamatan ini pasti
memiliki pohon kelapa di pekarangan rumahnya.
4. Sistem budidaya tambak udang di Kecamatan Ketapang
Petambak udang di Kecamatan Ketapang membudidayakan udang windu
sebelum membudidayakan udang vaname. Udang vaname dikenal oleh
petambak udang di Kecamatan Ketapang pada tahun 2015 ketika pertama
kalinya udang vaname diperkenalkan ke Indosesia tahun 2015. Petambak
udang di Kecamatan Ketapang beralih ke udang vaname karena harga
jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan udang windu, dan juga lebih tahan
hama penyakit serta lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan baru.
Teknik budidaya udang vaname yang dilakukan oleh petambak udang
vaname di Kecamatan Ketapang ada 3 yaitu, teknik budidaya udang vaname
secara tradisional, semi intensif, dan intensif. Teknik budidaya tersebut
memiliki perbedaan dalam teknologinya yang berpengaruh terhadap
kepadatan tebar benur udang vaname. Semakin intensif teknik budidaya
udang maka akan semakin padat penebaran benurnya. Berikut merupakan
sebaran petambak udang vaname yang tergabung dalam kelompok
petambak di Kecamatan Ketapang bisa dilihat pada Tabel 17.
95
Tabel 17. Sebaran petambak udang vaname yang tergabung dalam
kelompok petambak berdasarkan teknik budidaya tambak di
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan
No Nama Desa Tradisional
(orang)
Semi
Intensif
(orang)
Intensif
(orang)
Jumlah
petambak
(orang)
1 Sidoasih 17 9 0 26
2 Berundung 76 58 48 182
3 Way Sidomukti 15 7 0 22
4 Pematang Pasir 48 22 26 96
5 Sumbernadi 6 7 0 13
6 Tri Darma Yoga 7 3 0 10
Jumlah 193 108 48 349
Sumber : BPPPK Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan, 2018
Bedasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa jumlah petambak udang vaname
dengan teknik tradisional paling banyak dengan jumlah 193 petambak dari
jumlah keseluruhan yaitu 349 petambak, dapat dikatakan bahwa sentra
petambak udang vaname di Kecamatan Ketapang berada di Desa berundung
dengan jumlah petambak udang vaname sebayak 182 petambak. Perbedaan
ketiga teknik budidaya udang vaname di Kecamatan Ketapang di jelaskan
sebagai berikut :
a. Sistem budidaya tambak udang vaname tradisional
Petakan tambak sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan ukuran
yang tidak teratur, kebanyakan luas petakan yang digunakan oleh
petambak udang vaname di Kecamatan Ketapang sebesar 0,5 ha. Benur
yang ditebar tiap petakan dengan ukuran 0,5 ha sebanyak 100.000-
200.000 benur. Budidaya udang vaname secara tradisional ini
mengandalkan kondisi alam yang menyediakan makanan alami untuk
udang vaname, namun petambak udang di Kecamatan Ketapang tetap
menggunakan pupuk untuk meningkatkan populasi pakan alam dan
96
berikan pakan tambahan, namun tidak banyak untuk asupan udang
vaname yang dibudidayakan. Penggunaan teknologi seperti kincir dan
pemberantasan hama tidak dilakukan dalam budidaya udang tradisional,
sehingga jumlah padatan benur yang ditebar dan hasil produksinya
rendah.
b. Sistem budidaya tambak udang vaname semi intensif
Petakan tambak pada sistem budidaya udang vaname semi intensif di
Kecamatan Ketapang memiliki bentuk yang lebih teratur dengan
maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan
umumnya persegi panjang dengan luas 0,5 ha/ petakan. Tiap petakan
memiliki pintu masuk dan pintu keluar air yang terpusat untuk
pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan
pemanenan. Pakan udang sebagian dari pakan alami yang didorong
pertumbuhannya dengan pemupukan, selanjutnya diberi pakan
tambahan berupa pelet yang di campur dengan vitamin dan probiotik
untuk menjaga kesehatan udang.
Pada tambak semi intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang
naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air
cukup terjaga dan kehidupan udang sehat. Pemberantasan hama
dilakukan pada waktu mempersiapkan lahan tambak sebelum penebaran
benur, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan
pada pintu-pintu air. Persediaan oksigen untuk udang dibantu dengan
penggunaan kincir dengan jumlah kincir 2-4 buah per 1 petak tambak.
97
Kincir dihidupkan ketika umur udang vaname 30 hari sampai dengan
masa panen udang.
c. Sistem budidaya tambak udang vaname intensif
Petakan tambak pada sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik
canggih dan memerlukan masukan biaya yang besar. Petakan umumnya
berukuran kecil yaitu sebesar 0,2-0,5 per ha, dengan tujuan agar lebih
mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Makanan
sepenuhnya bergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi
yang ideal bagi pertumbuhan. Makanan yang ideal bagi pertumbuhan
adalah makanan yang mengandung nutrisis sesuai dengan kebutuhan
udang vaname. Tambak diberikan aerasi (kincir) untuk menambah
kadar oksigen dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering yaitu
minimal 1 kali seminggu dan biasanya dengan menggunakan mesin
pompa air, agara air tetap bersih tidak menjadi kotor oleh sisa-sisa
makanan dan kotoran udang yang padat itu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarka penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
1. Usaha tambak udang vaname secara intensif, semi intensif, dan tradisional
di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan layak untuk
dilanjutkan.
2. Usaha tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan secara keseluruhan sudah memiliki kinerja yang baik
dilihat dari aspek produktivitas, kapasitas, kualitas, dan kecepatan
pengiriman.
3. Matriks IE usaha budidaya tambak udang vaname berada di sel V yaitu
pertumbuhan, dan stabilitas dengan strategi pengembangan usaha tambak
udang vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan
adalah: (a) alokasi sebagian keuntungan usahat ambak udang vaname
untuk mengembangkan teknik budidaya usaha tambak udang vaname, (b)
inovasi teknik budidaya tradisional menuju budidaya intensif untuk
meningkatkan volume produksi, (c) percepatan waktu panen jika penyakit
udang vaname mewabah yang biasanya terjadi akibat ketidak stabilan
cuaca dan iklim, (d) pendirian panti benih udang vaname dilakukan secara
176
berkelompok, dan (e) aplikasi konsep biosecurity dan management
practices untuk mengurangi serangan penyakit.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Petambak udang vaname baik secara intensif, semi intensif, maupun
tradisional menjaga stabilitas produksi udang vaname dengan menjaga
kebersihn lokasi tambak, memilih benur yang tahan terhadap penyakit, dan
pemberian probiotik rutin, sehingga dengan produksi yang stabil baik dari
segi kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh terhadap harga jual,
posisi usaha dipasar, dan loyalitas pembeli.
2. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan Provinsi Lampung
diharapkan memberikan dukungan berupa alat alat budidaya tambak udang
seperti kincir, sibel, karpet PE, paralon dan alat lainnya yang dapat
meningkatkan sebar padatan benur sehingga produktivitas udang vaname
di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan meningkat.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengkaji lebih lanjut tentang
efesiensi usaha tambak udang vaname di Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan.
177
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E, E. Liviawaty. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisus.
Yogyakarta.
Alikodra, H, S. 2005. Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan
Berkelanjutan. Manajemen Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Agustin, L. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tambak Udang Windu di
Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor
Andika, S.M. 2013. Kinerja Usaha, Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan
Agroindustri Skala Kecil Kopi Bubuk Di Kota Bandar Lampung. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif. Bumi Aksara. Jakarta
Arsana, I N. 2015. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Udang
Vannamei oleh Mumbulsari Aquaculture di Desa Mumbulsari Kecamatan
Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Valid. Vol 12 (3). : 291-299.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan. 2017a. Lampung Selatan
Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung selatan. Kabupaten
Lampung Selatan.
____________________________________. 2017b. Kecamatan Ketapang
Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten
Lampung Selatan.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia 01-2728.1-
20006:Udang Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Bernardin, R ,dan Russel. 1993. Human Resource Management . Prentice Hall.
New Jersey
Daft, R.L.2002. Manajemen. Erlangga. Jakarta.
178
David, F.R. 2002. Konsep Manajemen Strategis Edisi Indonesia. PT. Prehalindo.
Jakarta.
David, F. 2004. Management Strategi. PT Indeks. Jakarta
Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung. 2016. Produksi Udang Di
Provinsi Lampung. Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung.
Lampung
Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan. 2016. Produksi
Udang Di Kabupaten Lampung Selatan. Dinas Kelautan Dan Perikanan
Kabupaten Lampung Selatan. Lampung Selatan.
Direktorat Jenderal Perikanan.1999. Hasil Lokal Karya Pembenihan Udang
Nasional tahun 1999 Jepara-Jakarta.Departemen pertanian.Jakarta.
Djamin, Z. 1993. Perencanaan dan Analisa Proyek. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Dwirahman, A.R. 2016. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei) di PT. Suri Tani Pemuka Kabupaten
Banyuwangi. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
Halimah R W, Adijaya D S. 2005. Udang Vannamei. PT Penebar Swadaya.
Jakarta
Handoko, H. 1984. Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta.
Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Huda, N.N. 2014. Strategi Pengembangan Usaha Udang Windu di Desa Tambak
Oso, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Surabaya.
Husein, U. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT
Grajagrafindo Persada. Jakarta.
Husnan dan Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek Edisi Keempat. Unit
Penerbit dan Percetakan. Yogyakarta.
Hunger, D.J dan Wheelen, T.L. 2003. Manajemen Strategis. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta.
Ibrahim, H.M.Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Ismail, M.R. Yantu, H dan Dafina. 2014. Pengembangan Strategi Usaha Tambak
Udang Windu pada Kelompok Tani Pogoyuman di Desa Kantanan
Kecamatan Bokat Kabupaten Buol. e-J. Agrotekbis. Vol2. (5) : 548-556.
179
Jauch, L.R dan William F. Glueck. 1995. Manajemen Strategis dan
Kebijaksanaan Perusahaan. Erlangga. Jakarta.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek : Analisis Ekonomis. Lembaga Penerbitan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kasmir dan Jafar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana. Jakarta.
. 2012. Studi Kelayakan Bisnis Edisi Revisi. Kencana. Jakarta.
Kementerian kelautan dan perikanan indonesia. 2015. Kelauatan dan Perikanan
dalam Angka. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
. 2015. Analisis Data Pokok.
Kementrian kelautan dan perikanan. Jakarta.
Kotler dan Keller. 2012. Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Erlangga Jakarta.
Koswara, B. 2006. Revitalisasi Budidaya Udang. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2006/042006/08/0905.htm. Diakses pada 22 November
2017.
Kuncoro, M. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif.
Erlangga. Jakarta.
Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Martosudarmo, dan Bambang. 1992. Rekayasa Tambak Udang. PT Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Jakarta.
Mujiman A, R, dan Suyanto. 2003. Budidaya Udang Windu. PT Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pardona, F. Agustriani, dan Sarno. Analisis Finansial Usaha Budidaya Tambak
Sistem Tradisional Dan Silvofishery Di Area Restorasi Taman Nasional
Sembilang Sumatera Selatan. Maspari Journal. Vol 8. (1). : 1-6
Poernomo A. 1988. Faktor Lingkungan Dominan pada Budidaya Udang Intensif,
Seminar Budidaya udang Intensif. Petra Utama. Jakarta.
Prasetya, H dan Fitri, L. 2009. Manajemen Operasi. Media Pressindo.
Putri, R. M. 2017. Kinerja Dan Strategi Pengembangan Primkopti Kabupaten
Pesawaran Provinsi Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
180
Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membeda Kasus Bisnis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sanusi B. 2000. Pengantar Evalusi Proyek. Universitas Indonesia. Jakarta
Sagita, J Hutabarat, dan S Rejeki. 2015. Strategi Pengembangan Budidaya
Tambak Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) di Kabupaten Kendal,
Jawa Tengah. Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol 4.
(3) . : 1-11
Salvatore, D. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Ekonomi Global. Selemba Empat.
Jakarta
Sari , WA Zakaria, dan MI Affandi. 2015. Kinerja Produksi Dan Nilai Tambah
Agroindustri Emping Melinjo Di Kota Bandar Lampung. JIIA. Vol 3 (1): 18-
25.
Sevilla, C. G. et. al. 2006. Research Methods. Rex Printing Company. Quezon
City.
Smith, A. 1976. Teori Pertumbuhan Ekonomi Perencanaan dan Pembngunan. PT
Raja Grafndo Pustaka. Jakarta.
Soeratno, L. A. 2003. Metodelogi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. UPP
AMD YKPN. Yogyakarta.
Sugiarto, D., Siagian., L. S., Sunaryanto, dan Oetomo, D. S. 2003. Teknik
Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Alfabeta.
Bandung.
SNI01-2728.1-2006. Udang Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sunyoto dan Sarwono. 2009. Analisis Kelayakan Finansial. Penebar Swadaya.
Jakarta
Triyanti dan Hikmah. 2015. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang dan
Bandeng: Studi Kasus di Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu. Buletin
Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Vol 1. (1). : 1-
10
Umar, H. 2002. Strategi Management In Action : Konsep Teori dan Teknik
Menganalisis Manajemen Strategis Strategi Bisnis Unit Berdasarkan Konsep
Michael R. Poter, Fred R. David dan Wheelan Hunger. Gramedia. Jakarta.
181
Wardani, U.K. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tambak Udang
Vaname pada Usaha Dagang Jasa Hasil Diri di Desa Lamaran Tarung
Kecamatan Cantigi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB. Bogor.