Upload
vonhu
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2014
ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI
ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSIKOTA SURAKARTA 2014
Katalog BPS : 9302004.3316Ukuran Buku : 18,5 cm x 26 cmJumlah Halaman : vii + 61 halaman
Diterbitkan Oleh:Bappeda Kota Surakarta
Dicetak Oleh :Bappeda Kota Surakarta
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
KATA SAMBUTAN
Penerbitan “ Analisis Komposisi Konsumsi KotaSurakarta tahun 2014” ini merupakan publikasi perdana.Tujuan dari penerbitan ini adalah untuk melengkapi dataekonomi yang ada selama ini dan ada beberapa penambahansehingga lebih sempurna.
Publikasi pertumbuhan ekonomi yang selama iniditerbitkan hanya memuat data ekonomi dari sisi produksi.Dengan adanya publikasi ini akan melengkapi publikasi daribagian lain seperti konsumsi rumah tangga, konsumsipemerintah, distribusi, eksport-import, maupun besarnyainvestasinya.
Dengan terbitnya publikasi ini diharapkan dapat menjadipelengkap informasi dan data yang ada sehingga dapatmembantu untuk semua pihak terutama para pengambilkebijakan khususnya di Kota Surakarta.
Kepada semua pihak yang telah membantu penerbitanbuku ini kami ucapkan terima kasih. Demi penyempurnaan padapublikasi selanjutnya saran dan masukan tetap kami harapkan.Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yangmembutuhkan.
Surakarta, September 2015
KepalaBadan Perencana Pembangunan Daerah
Kota Surakarta
Ir. Ahyani, MANIP : 196311231990031009
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 iv
DAFTAR ISIKata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
I PENDAHULUAN 1
II KERANGKA KEGIATAN EKONOMI 5
2.1 Siklus Kegiatan Ekonomi 6
2.2 Siklus Pendapatan dan PenerimaanRegional
11
2.3 Klasifikasi Kegiatan Ekonomi 15
III KOMPONEN PENGELUARAN KONSUMSI 18
3.1 Pengertian Dasar PDRB Konsumsi 18
3.2 Konsep dan Definisi 19
3.3 Metode Penghitungan PDRB Konsumsi 32
IV ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI 44
4.1 PDRB Menurut Konsumsi 44
4.2 Pertumbuhan PDRB Komposisi 47
4.3 Analisis Komposisi Konsumsi 49
V PENUTUP 51
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 PDRB menurut Penggunaan Atas Dasar Harga 44Berlaku Kota Surakarta Tahun 2010 – 2014
Tabel 4.2 PDRB menurut Penggunaan Atas Dasar Harga 46Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2010 – 2014
Tabel 4.3 Pertumbuhan PDRB menurut Penggunaan Atas 48Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun2011-2014
Tabel 4.4 Distribusi PDRB menurut Penggunaan Atas Dasar 50Harga Berlaku Kota Surakarta Tahun 2010 – 2014
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Siklus Kegiatan Ekonomi Tertutup 8
Gambar 2 Siklus Transaksi Ekonomi Terbuka 10
Gambar 3 Arus Pendapatan Faktor Regional 12
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 20141
BAB IPENDAHULUAN
Setiap insan dalam memenuhi kebutuhannya, akan melakukan
kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap
pelaku ekonomi berbeda-beda. Pelaku ekonomi merupakan pihak-
pihak yang melakukan kegiatan ekonomi. Secara garis besar, pelaku
ekonomi dapat dikelompokkan menjadi lima pelaku, yaitu rumah
tangga, perusahaan, koperasi, masyarakat, dan negara. Setiap
pelaku ekonomi ada yang berperan sebagai produsen, konsumen,
atau distributor.
Perencanaan pembangunan suatu daerah memerlukan
bermacam- macam data statistik sebagai dasar penentuan strategi
dan kebijakan agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan
tepat, sementara strategi dan kebijakan pembangunan pada
masa yang lalu perlu dimonitor dan dilihat hasilnya. Berbagai
data statistik merupakan ukuran yang perlu dipergunakan untuk
memberikan gambaran keadaan secara kuantitatif maupun
kualitatif pada masa yang lalu dan masa kini, serta proyeksi dan
sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.
Pengkajian terhadap pelaksanaan pembangunan Kota
Surakarta selama dua tahun terakhir sangat diperlukan guna
mengetahui sejauh mana visi dan misi pembangunan yang telah
dicanangkan berhasil dicapai. Diperlukan data statistik khususnya
bidang ekonomi dalam mengevaluasi pembangunan bidang
ekonomi. Keterkaitan antar sektor serta variabelnya sangat
berpengaruh dalam menentukan keberhasilan pembangunan
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 20142
suatu daerah.
Potret perekonomian di Kota Surakarta yang tergambar
dalam Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB selama ini
dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan khususnya
bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi baik secara agregat dan
sektoral memberi gambaran seberapa besar peran sektor
produksi dalam mata rantai perekonomian. Demikian juga
pertumbuhan dan distribusi persentase dari sisi penggunaan akan
memberi gambaran seberapa besar permintaan kebutuhan barang
dan jasa dari waktu ke waktu.
Data PDRB menurut penggunaan merupakan pelengkap
bagi data PDRB menurut lapangan usaha sebagaimana biasa
dikenal selama ini. PDRB menurut Penggunaan menggambarkan
permintaan atau penggunaan dari total nilai tambah atau produk
barang dan jasa yang telah dihasilkan tersebut untuk memenuhi
permintaan akhir yang berupa konsumsi, investasi dan ekspor
netto.
Tersedianya data PDRB menurut penggunaan secara baik,
lengkap dan berkesinambungan dapat memberikan gambaran
fenomena ekonomi tentang perilaku konsumsi masyarakat,
pemerintah pada umumnya serta investasi (fisik) pada khususnya.
Selain itu juga dapat diperoleh informasi tentang surplus
atau defisitnya neraca perdagangan barang dan jasa antar wilayah.
Dari komponen PDRB menurut penggunaan ini dapat
diturunkan beberapa indikator makro di antaranya tingkat
kecenderungan konsumsi marjinal (marginal propensity to
consume), ICOR (incremental capital output ratio), rasio
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 20143
pembentukan modal tetap terhadap konsumsi, dan sebagainya.
Sinergi dari neraca produksi dan neraca konsumsi tersebut
merupakan neraca perekonomian yang komprehensif di Kota
Surakarta. Apabila kedua neraca dapat tersaji secara berkala dapat
memberi gambaran demand dan supplay barang dan jasa di Kota
Surakarta dalam periode satu tahun. Dengan demikian dapat
diketahui seberapa besar produk barang maupun jasa dalam
kurun waktu satu tahun yang diproduksi oleh seluruh kegiatan
ekonomi dan seberapa besar yang dikonsumsi oleh rumah
tangga, pemerintah maupun diekspor. Begitu pula barang dan jasa
yang dikonsumsi oleh masyarakat di Kota Surakarta berasal dari
mana, apakah merupakan produk lokal atau impor antar daerah
dan luar negeri.
Berdasar keadaan tersebut diatas maka perlu disusun suatu
neraca perekonomian yang dapat memaparkan seberapa besar
barang dan jasa yang dihasilkan Kota Surakarta dikonsumsi oleh
masyarakat, lembaga nonprofit dan pemerintah. Dengan kata
lain, perlu disusun PDRB menurut penggunaan yang
menggambarkan sisi konsumsi di Kota Surakarta tahun 2014.
Tujuan penyusunan publikasi analisis komposisi konsumsi
Kota Surakarta tahun 2014 ini adalah untuk memberikan
gambaran tentang komposisi konsumsi (sisi
penggunaan/permintaan) barang dan jasa, baik yang diproduksi di
Kota Surakarta maupun yang berasal dari luar Kota Surakarta.
Penyusunan publikasi analisis komposisi konsumsi Kota
Surakarta tahun 2014 sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 20144
pada umumnya dan pengambil kebijakan pada khususnya dalam
perencanaan dan evaluasi pembangunan dalam:
1. Mengetahui komposisi pengeluaran pola konsumsi makanan dan non makanan masyarakat/rumah tangga, konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT.
2. Mengetahui pola investasi.
3. Mengetahui surplus atau defisitnya neraca perdaganganKota Surakarta.
Dengan demikian pemerintah punya dasar/pijakan yang
kuat dalam membuat perencanaan pembangunan dengan lebih
baik. Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan intervensi baik
secara langsung maupun tidak langsung agar proporsi pola
konsumsi, pola investasi dan neraca perdagangan lebih berimbang
sehingga mampu menggerakan percepatan pembangunan ekonomi
di Kota Surakarta.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 5
BAB II
KERANGKA KEGIATAN EKONOMI
Aktivitas yang terjadi dalam masyarakat secara umum
didasarkan pada dua motivasi pokok yaitu motif ekonomi
dan motif non ekonomi. Kedua motif tersebut akan
menimbulkan interaksi dalam masyarakat yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada arus ekonomi. Interaksi
maupun transaksi yang terjadi dalam masyarakat terutama
yang dilakukan pelaku ekonomi baik berbentuk tindakan
produksi, konsumsi maupun akumulasi (investasi) akan
membentuk suatu proses ekonomi yang panjang dan
berkaitan.
Interaksi dalam masyarakat akan terus berkembang
sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan tersebut
terjadi sebagai akibat dari perkembangan jumlah penduduk,
perubahan gaya hidup dan perilaku konsumsi dari sebagian
besar masyarakat. Permintaan akan produk-produk ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan akan lebih banyak dan lebih
bervariasi. Hal ini tentu akan direspon para produsen
dengan meningkatkan produksinya baik secara kuantitas
maupun kualitas. Para produsen akan mengoptimalkan dan
mengefisienkan sumber daya yang dimilikinya dalam
memproduksi barang dan jasa dengan meningkatkan
tehnologi produksinya. Proses peningkatan produksi
barang dan jasa inilah yang disebut sebagai proses
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 6
pembangunan ekonomi.
2.1 Siklus Kegiatan Ekonomi
Konsep ekonomi klasik secara sederhana
menjelaskan bahwa transaksi ekonomi (makro) yang
dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari,
dibedakan menjadi dua kelompok pelaku utama yaitu
produsen dan konsumen. Kelompok produsen
menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh
kelompok konsumen bagi kepentingan proses produksinya
dengan tujuan untuk menghasilkan berbagai produk barang
dan jasa, atau lazimnya disebut sebagai output. Di sisi
lain kelompok konsumen memiliki atau menguasai faktor-
faktor produksi berupa tanah (land), tenaga kerja (labor),
modal (capital) dan kewiraswastaan (entrepreneurshipl)
yang digunakan oleh produsen sebagai input untuk
mendukung kegiatan proses produksinya. Sebagai
kompensasinya, konsumen akan menerima balas jasa dari
produsen berupa sewa tanah,upah dan gaji, bunga modal,
dividen serta bentuk keuntungan lainnya. Balas jasa yang
diterima oleh konsumen ini merupakan sumber pendapatan
masyarakat, yang selanjutnya akan digunakan untuk
membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi akhirnya.
Pada sisi yang berbeda, barang dan jasa yang
dihasilkan oleh produsen tadi akan dibeli kembali oleh
konsumen untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 7
hidupnya. Hubungan antara penyediaan produk di satu sisi
serta penggunaan (permintaan) di sisi lainnya ini disebut
sebagai titik keseimbangan umum (general equilibrium)
antara Supply dan Demand. Bahkan interaksi yang terjadi
antara kedua kelompok besar pelaku ekonomi ini terjadi
secara terus menerus dan berkelanjutan membentuk suatu
siklus perekonomian. Pada proses ini produsen berfungsi
sebagai penghasil produk, sedangkan konsumen sebagai
pemakai produk akhir. Dari siklus makro tersebut dapat
dilihat gambaran tentang struktur ekonomi serta
perubahan- perubahan yang terjadi, pertumbuhan
ekonomi maupun beberapa data agregat lainnya.
Pada sisi lain ada peran pemerintah dalam mengatur
sistem ekonomi suatu wilayah. Peran utama pemerintah
tersebut adalah sebagai regulator, fasilitator maupun
stabilitator antara pihak produsen dengan konsumen dalam
menjaga keberlangsungan aktivitas ekonomi, agar sistem
ekonomi dapat berjalan dengan tertib dan lancar.
Untuk melihat siklus (perputaran) sistem
perekonomian suatu wilayah atau negara secara sederhana
adalah dengan menggunakan model perekonomian
tertutup di mana diasumsikan tidak ada transaksi
ekonomi antara wilayah tersebut dengan wilayah/negara
lain (seperti halnya transaksi ekspor dan impor). Wilayah
yang menganut sistem ekonomi tertutup tidak
menggunakan produk yang dihasilkan oleh negara
lain, begitu juga sebaliknya, negara lain juga tidak
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 8
menggunakan produk yang dihasilkan oleh wilayah
tersebut. Gambar 1 berikut menunjukkan hubungan
transaksi dalam perekonomian tertutup.
Gambar 1. Siklus Kegiatan Ekonomi Tertutup
a. Faktor-faktor produksi (arus faktor)
b. Balas jasa faktor produksi (arus barang)
Produsen(Perusahaan)
Konsumen(Rumah tangga)
c. Pengeluaran konsumsi (arus uang)
d. Barang dan jasa (arus produk)
Berdasarkan siklus makro tersebut, secara sederhana
dapat dijelaskan beberapa arus transaksi yang terjadi
antara produsen dengan konsumen sebagaimana berikut
ini:
a. Arus penyediaan faktor produksi yang terdiri dari
unsur tanah, tenaga kerja, kapital, kewirausahaan;
b. Arus balas jasa faktor produksi atau pendapatan yang
terdiri atas unsur sewa tanah, upah dan gaji, bunga,
deviden, serta keuntungan;
c. Arus pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi;
d. Arus barang dan jasa yang menjadi konsumsi.
Gambar di atas menunjukkan adanya hubungan
secara langsung antara arus produk dengan arus uang
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 9
(moneter). Apabila seluruh transaksi dikonversikan
kedalam satu satuan moneter (rupiah) maka keempat alur
transaksi tersebut akan memberikan besaran nilai yang
sama. Aliran faktor produksi dari rumah tangga ke
produsen akan menyebabkan terjadinya arus balik dari
produsen ke rumah tangga dalam bentuk pendapatan atau
yang disebut sebagai balas jasa faktor produksi.
Pendapatan faktor yang dibayarkan oleh produsen
tersebut merupakan sumber penerimaan bagi rumah
tangga yang pada gilirannya akan digunakan untuk
membiayai kebutuhan konsumsinya. Konsumsi tersebut
meliputi penggunaan berbagai produk barang dan jasa
yang dihasilkan oleh produsen (perusahaan);
Atau dengan kata lain pendapatan di satu sisi
akan sama dengan penggunaan di sisi yang lain. Dengan
demikian maka aliran produk barang dan jasa yang
dihasilkan oleh produsen akan sama dengan aliran uang
yang dibayarkan oleh rumah tangga untuk membeli barang
dan jasa tersebut.
Dalam kenyataannya, barang dan jasa yang digunakan
baik untuk konsumsi maupun barang modal, tidak
semuanya berasal dari dalam negeri tetapi bisa juga
sebagian dari luar negeri (import). Juga sebaliknya
barang dan jasa yang dihasilkan didalam negeri tidak
semuanya digunakan di dalam negeri tetapi sebagian
digunakan oleh luar negeri (export).
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 10
Seluruh aktivitas dan transaksi perdagangan
tersebutakan tergambar dalam sistem perekonomian
terbuka yang strukturnya sedikit lebih rumit
dibandingkan dengan perekonomian sistem tertutup.
Interaksi perdagangan antara pelaku ekonomi domestik
dengan luar negeri akan menyebabkan terjadinya aliran
devisa baik masuk maupun keluar wilayah. Dalam hal
pendapatan regional, pengertian luar negeri bisa juga
mencakup luar daerah atau luar wilayah.
Gambar 2. Siklus Transaksi Ekonomi Terbuka
Luar Negeri
Produsen Rumahtangga
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 11
Berdasarkan siklus ekonomi terbuka tersebut,
Produk Domestik Regional Bruto, dapat dideskripsikan secara
lebih jauh sebagai berikut:
a. Kalau ditinjau dari segi produksi (arus nilai tambah)
disebut sebagai Produk Regional, yang merupakan
penjumlahan komponen nilai tambah (value added) yang
dihasilkan oleh unit-unit produksi (produsen) di suatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu.
b. Kalau ditinjau dari segi pengeluaran atau penggunaan
disebut sebagai pengeluaran/penggunaan atas produk
regional (regional expenditure), yang merupakan
penjumlahan dari pengeluaran konsumsi akhir yang
dilakukan oleh rumah tangga, lembaga nirlaba,
pemerintah, maupun produsen dalam bentuk konsumsi
akhir, pembentukan modal tetap bruto, perubahan
inventori serta ekspor dan impor suatu wilayah dalam
jangka waktu tertentu.
c. Kalau ditinjau dari segi pendapatan disebut sebagai
pendapatan regional (regional income) yang merupakan
jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor-
faktor produksi yang dimiliki atau dikuasai oleh
penduduk suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
2.2 Siklus Pendapatan dan Penerimaan Regional
Tujuan akhir dari pengukuran PDRB adalah untuk
menghitung besarnya “pendapatan” yang diterima oleh
masyarakat di suatu wilayah. Pendapatan yang diterima
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 12
inilah yang akan menjadi dasar ukuran kemakmuran suatu
wilayah, karena dengan adanya pendapatan tersebut
menyebabkan masyarakat dapat membiayai kebutuhannya.
Analoginya, bahwa pendapatan tercipta akibat dari adanya
proses produksi, dimana kemudian pendapatan tersebut akan
digunakan oleh masyarakat sebagai sumber pembiayaan
konsumsinya. Pendapatan yang berasal dari kompensasi faktor
produksi ini akan di-redistribusikan kembali diantara
kelompok masyarakat dalam bentuk hibah atau transfer, atau
pemberian dalam bentuk lain (natura) secara cuma-cuma yang
bersifat tidak mengikat.
Dalam kenyataannya, pendapatan yang dihasilkan oleh
suatu wilayah belum tentu seluruhnya dapat dinikmati dan
digunakan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Ada sebagian
pendapatan yang mengalir keluar wilayah lain, begitu pula
sebaliknya, ada pula pendapatan yang berasal dari wilayah lain
yang dinikmati oleh masyarakat di wilayah tersebut. Implikasi
dari kondisi tersebut adalah terjadinya aliran pendapatan antar
wilayah, atau timbulnya arus pendapatan yang mengalir dari
suatu daerah ke daerah lainnya, sebagaimana dijelaskan pada
diagram berikut ini:
Gambar 3: Arus Pendapatan Faktor Regional
Luar Negeri
Produsen
Transfer
Konsumen
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014
12
Pendapatan yang mengalir antar wilayah
tersebut dapat berupa pendapatan faktor itu sendiri
(distribusi primer) atau redistribusi pendapatan
(distribusi sekunder), antar pelaku ekonomi
maupun antar wilayah dalam bentuk pemberian
atau penerimaan hibah atau transfer. Dengan
demikian maka untuk mem-peroleh
gambaran penerimaan masyarakat yang
sesungguhnya (pendapatan disposabel) harus
diperhitungkan pula dengan aliran pendapatan yang
mengalir keluar maupun yang masuk di wilayah
tersebut, baik dalam bentuk pendapatan faktor
netto maupun transfer/hibah netto.
Pendapatan masyarakat yang berupa balas jasa
faktor produksi, baik yang berasal dari wilayah
tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain
dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan ke
wilayah lain (faktor produksi dimiliki oleh wilayah
lain), disebut sebagai pendapatan regional. Kemudian
pendapatan regional yang ditambahkan dengan
transfer yang diterima dikurangi dengan transfer yang
dibayar ke wilayah lain ini disebut penerimaan
disposibel regional. Penerimaan atas pendapatan
faktor milik sendiri maupun yang diterima dari
pendapatan faktor pihak lain ini digambarkan sebagai
penerimaan masyarakat yang benar-benar dapat
dibelanjakan dan dinikmati masyarakat di wilayah
tersebut (disposable income).
Transfer merupakan proses pendistribusian atau
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014
13
pengalokasian kembali pendapatan faktor yang
diberikan oleh pemilik faktor produksi kepada pihak
lain secara cuma-cuma, atau tanpa adanya suatu
kewajiban. Diartikan juga sebagai pemberian yang
bersifat tidak mengikat yang digambarkan sebagai
proses redistribusi pendapatan masyarakat sebagai
akibat dari adanya dorongan, motivasi serta tindakan
sosial. Transfer yang dimaksud disini adalah transfer
berjalan (current transfer) seperti halnya sumbangan
bencana alam, sumbangan pendidikan, sumba-ngan
kesehatan dan sebagainya. Dilihat dari lalu lintasnya
maka transfer dapat terjadi antar rumah tangga,
antara rumah tangga dengan pemerintah, antar
pemerintah, antara rumah tangga dengan
perusahaan, antar perusahaan serta antara
perusahaan dengan pemerintah.
Dengan demikian pendapatan yang diterima
masyarakat yang diterima dari berbagai sektor
ekonomi produksi, akan didistribusikan atau
dialokasikan kembali kepada pihak-pihak lain di
dalam wilayah maupun antar wilayah. Relokasi
pendapatan dalam bentuk transfer akan
menyebabkan terjadinya transaksi penerimaan bagi
kelompok penerima pendapatan dan kelompok
pemilik faktor produksi. Sebagai contoh ada orang
yang mempunyai pendapatan sebagai pemilik faktor
produksi tetapi juga menerima bagian dari
pendapatan milik pihak lain dalam bentuk hadiah
atau sumbangan. PDRB menurut sektor produksi
(pendekatan nilai tambah) lebih mencerminkan
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014
14
tentang tingkat produktivitas suatu daerah/wilayah;
Data tersebut menjelaskan tentang kemampuan suatu
wilayah dalam menghasilkan output (produk) serta
dalam menciptakan nilai tambah. PDRB menurut
penggunaan lebih menggambarkan tentang bagian
dari produk regional yang digunakan untuk
keperluan konsumsi akhir, pembentukan modal serta
yang dieskpor. Untuk melihat peran ekonomi
domestik maka total PDRB menurut sektor tersebut
harus dikurangi dengan impor. PDRB menurut
penggunaan dapat pula diartikan sebagai kemampuan
masyarakat dalam menggunakan pendapatannya
untuk keperluan konsumsi maupun untuk tabungan,
dimana tabungan tersebut merupakan sumber
investasi domestik (dilihat dari aspek moneter).
Sementara itu transaksi ekspor dan impor lebih
menggambarkan tentang kemampuan daerah dalam
menciptakan pendapatan yang berasal dari transaksi
perdagangan dengan wilayah lain, termasuk luar
negeri.
Sedangkan PDRB menurut pendekatan
pendapatan lebih menekankan tentang aspek
pemerataan pendapatan. Tipikal arus transaksi
yang sama berlaku pula bagi kegiatan dalam
proses distribusi (primary distribution) serta
redistribusi pendapatan (pengalokasian kepada
pihak lain atau disebut sebagai transfer). Proses ini
bisa juga terjadi antar daerah atau antar wilayah,
yang pada akhirnya akan berdampak terhadap
struktur pendapatan atau penerimaan daerah.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014
15
Dengan demikian sebenarnya data agregat makro
pendapatan disposabel regional (regional
disposabel income) dapat lebih menggambarkan
informasi tentang tingkat kemakmuran atau
kesejahteraan sebagai dampak pembangunan,
yang benar-benar potensi untuk dinikmati atau
diakses oleh masyarakat.
Apabila dilihat dari ukuran pemerataan orang-
perorang (nilai rata-rata), maka PDRB perkapita
yang disebut sebagai ukuran produktivitas tersebut
sebenarnya menggambarkan tingkat kemampuan
potensial setiap individu di wilayah tersebut untuk
menghasilkan produk atau menciptakan nilai
tambah; Sedangkan pendapatan regional perkapita
yang disebut sebagai ukuran kemakmuran
menggambarkan tingkat kesejahteraan potensial
yang dapat dinikmati oleh setiap individu di wilayah
tersebut, tanpa perlu membedakan faktor jabatan,
usia, jenis kelamin, suku bangsa, ataupun aspek
sosial ekonomi lainnya.
2.3. Klasifikasi Kegiatan Ekonomi
Baik pelaku ekonomi, setiap kegiatan,
transaksi maupun produk ekonomi yang terjadi di
suatu wilayah sangat beraneka ragam dilihat dari
sifat maupun jenisnya. Untuk kepentingan analisis
maka berbagai kategori tersebut perlu
dikelompokkan ke dalam bentuk suatu klasifikasi.
Maksud utama pengelompokkan ini adalah untuk
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014
16
menghimpun data dan informasi yang sangat
heterogen ke dalam penggolongan yang sesuai
se-hingga karakteristiknya menjadi relatif
homogen. Keseragaman dalam konsep, definisi
serta klasifikasi diperlukan dalam rangka
keterbandingan data yang dihasilkan, sehingga
gambaran mengenai perkembangan dan
perbedaan antar wilayah, antar waktu maupun
antar karakteristik tertentu menjadi lebih baik dan
lebih tepat.
Dalam penyusunan PDRB secara garis besar
struktur dan perilaku ekonomi suatu wilayah dapat
dikelompokkan menurut:
a. Lapangan Usaha/sektoral (Production approach)
b. Penggunaan/pengeluaran (Expenditureapproach)
c. Pendapatan atau balas jasa faktor produksi(Income approach)
Klasifikasi yang dipakai dalam penyusunan
PDRB sektoral selama ini adalah Klasifikasi
lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Penetapan
klasifikasi ini didasarkan pada batasan kegiatan
atau perilaku ekonomi produksi, yang menekankan
pada aspek proses produksi dengan sektor-sektor
ekonomi yang menghasilkannya. Klasifikasi
kegiatan ekonomi ke dalam suatu sektor lapangan
usaha didasarkan pada kesamaan dalam cara
berproduksi, sifat maupun jenis produk (barang dan
jasa) yang dihasilkan oleh sektor-sektor tersebut.
Adapun konsep produksi adalah kegiatan yang
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014
17
berkaitan dengan proses, teknologi dan organisasi
dalam menghasilkan barang dan jasa. Penggolongan
PDRB menurut penggunaan didasarkan pada
tujuan dari pada konsumsi akhir dan kelompok jenis
komoditas atau produk yang dikonsumsinya.
Penggolongan komponen PDRB menurut
penggunaan adalah sebagai berikut:
a. Pengeluaran Konsumsi Akhir
Rumah Tangga
Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT)
Pemerintah
b. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
c. Perubahan Stok/Inventori
d. Transaksi Eksternal (Perdagangan Antar Wilayah)
dan ekspor-impor (minus) antar daerah.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 18
BAB III
KOMPONEN PENGELUARAN KONSUMSI
3.1 Pengertian Dasar PDRB Penggunaan
Statistik neraca konsumsi atau PDRB menurut penggunaan
adalah sekumpulan data yang bersifat kuantitatif yang
menggambarkan seberapa besar produk barang dan jasa yang
digunakan di suatu daerah. Produk barang dan jasa yang selama ini
disajikan dalam bentuk PDRB sektoral akan dipetakan
penggunaannya (siapa dan untuk apa). PDRB sektoral memuat
sektor-sektor ekonomi yang terdiri dari sembilan sektor produksi
sedangkan dari sisi penggunaan atau konsumsi PDRB akan
dibedakan menjadi (6) enam komponen yaitu :
1. Pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga.
2. Pengeluaran konsumsi LNPRT.
3. Pengeluaran konsumsi pemerintah.
4. Pembentukan modal tetap bruto.
5. Perubahan stok/inventori.
6. Transaksi Eksternal (Perdagangan Antar Wilayah)
Seperti halnya PDRB sektoral, PDRB menurut penggunaan pada
publikasi ini akan memuat dua angka yaitu menurut harga berlaku
dan harga konstan. Harga konstan menggunakan harga pada tahun
dasar 2000, sama dengan yang digunakan dalam PDRB sektoral,
PDRB menurut penggunaan dapat dibandingkan dengan harga
konstan pada PDRB sektoral. Dengan terbitnya PDRB menurut
penggunaan secara berkala secara tidak langsung akan terbentuk pula
necara perekonomian di Kota Surakarta. Neraca perekonomian di
Kota Surakarta merupakan hasil sinergi PDRB pendekatan produksi
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 19
dengan PDRB pendekatan penggunaan/konsumsi.
3.2. Konsep dan Definisi
Untuk menyamakan persepsi terhadap beberapa variabel yang
akan digunakan dalam PDRB menurut penggunaan di Kota
Surakarta, perlu didefinisikan beberapa variabel sebagai berikut :
3.2.1. Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan
pengeluaran rumah tangga atas barang dan jasa untuk tujuan
konsumsi.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup
pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang dan jasa
baik dengan cara membeli, menerima transfer, atau
memproduksi sendiri dengan tujuan untuk dikonsumsi atau
tidak diproses lebih lanjut menjadi produk baru, dikurangi
hasil penjualan neto barang bekas atau apkiran pada
periode waktu tertentu, baik dilakukan di dalam maupun di
luar wilayah domestik penduduk yang bersangkutan.
Rumah tangga dalam hal ini berfungsi sebagai
konsumen akhir (final demand) dari berbagai jenis barang dan
jasa yang tersedia. Rumah tangga didefinisikan sebagai seorang
atau sekelompok orang yang tinggal bersama dalam suatu
bangunan tempat tinggal. Mereka secara bersama
mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban,
serta mengkonsumsi barang dan jasa yang utamanya berupa
kelompok makanan dan perumahan.
Barang dan jasa yang dimaksud antara lain dalam bentuk:
1. Makanan dan minuman, baik dalam bentuk bahan mentah
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 20
maupun makanan jadi termasuk minuman beralkohol,
tembakau, dan rokok.
2. Perumahan dan fasilitasnya, seperti biaya sewa atau
kontrak rumah, bahan bakar, rekening telepon, listrik, dan
air, biaya pemeliharaan dan perbaikan rumah, termasuk
imputasi sewa rumah milik sendiri (owner occupied
dwellings).
3. Segala jenis bahan pakaian, pakaian jadi, alas kaki, danpenutup kepala.
4. Barang tahan lama seperti mobil, meubeler, perabot dapur,
TV, perhiasan, alat olah raga, binatang peliharaan, tanaman
hias.
5. Barang lain seperti bahan kebersihan (sabun mandi,
sampo dsj.), bahan kecantikan (kosmetik, bedak, lipstik
dsj.), obat-obatan, vitamin, buku, alat tulis, surat kabar, dan
sebagainya.
6. Jasa-jasa seperti jasa kesehatan (biaya rumah sakit,
dokter, imunisasi dsj.), jasa pendidikan (biaya sekolah,
kursus dsj.), ongkos transportasi, perbaikan kendaraan,
biaya hotel, tiket tempat rekreasi, biaya pembantu rumah
tangga.
Barang dan jasa yang dibeli langsung (direct purchase)
oleh penduduk di luar wilayah atau di luar negeri diperlakukan
sebagai transaksi impor, sebaliknya pembelian langsung oleh
bukan penduduk di suatu wilayah diperlakukan sebagai ekspor
dari wilayah yang bersangkutan.
Termasuk dalam konsumsi rumah tangga adalah
pembelian barang yang tidak ada duplikatnya (tidak diproduksi
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 21
kembali) seperti hasil karya seni dan barang antik (yang
dihitung nilai marjinnya). Meskipun barang tersebut sudah
dinilai pada saat diproduksi, tetapi karena nilainya
cenderung naik maka umumnya dari waktu ke waktu harga
barang tersebut relatif lebih mahal. Pembelian atas produk
lama semacam ini diperlakukan sebagai pembelian produk
baru.
Begitu pula dengan imputasi sewa rumah. Alasan
diperhitungkannya nilai perkiraan sewa rumah milik sendiri,
karena dalam hal ini rumah tangga pemilik dianggap
menghasilkan jasa sewa rumah bagi diri sendiri. Imputasi sewa
rumah adalah perkiraan nilai sewa atas dasar harga pasar
meskipun status rumah tersebut adalah milik sendiri. Apabila
rumah tangga benar-benar menyewa rumah, maka yang
diperhitungkan adalah nilai sewa yang sebenarnya
dibayar, baik dibayar secara penuh maupun tidak (karena
mendapat subsidi).
3.2.2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT) adalah berbagai pengeluaran oleh
lembaga untuk pengadaan barang dan jasa, yang secara prinsip
mempunyai fungsi dalam melayani rumah tangga. Pengeluaran
konsumsi LNPRT digolongkan sebagai bagian dari pengeluaran
konsumsi akhir yang ditujukan untuk menjaga keberlangsungan
kegiatan lembaga.
Lembaga non profit yang melayani rumah tangga
merupakan satu entitas legal, yang secara prinsip terlibat dalam
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 22
kegiatan layanan atau pemberian jasa kepada rumah tangga
(non-market). Seluruh biaya kegiatan lembaga bersumber dari
sumbangan atau donasi rumah tangga. Oleh karenanya hampir
seluruh aktivitas lembaga dirancang dan dikontrol oleh
rumah tangga. LNPRT adalah Lembaga non profit yang
menghasilkan jasa sosial kemasyarakatan non komersial
dengan dana dari masyarakat atau iuran anggota.
Produknya dijual pada tingkat di bawah harga pasar
atau bahkan diberikan secara cumacuma kepada masyarakat
atau anggota lembaga.
Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga
(LNPRT), yang dibagi menjadi 7 (tujuh) bentuk organisasi
yaitu: Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Organisasi Sosial
(ORSOS), Organisasi Profesi (ORPROF), Perkumpulan
Sosial/Kebudayaan/Olah raga/Hobi, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Lembaga Keagamaan, Organisasi Bantuan
Kemanusiaan/ Beasiswa.
a. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat
secara sukarela atas dasar kesamaan fungsi. tujuan, dan
terdiri dari:
i. Ormas keagamaan, seperti Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama, ICMI,
ii. Ormas kepemudaan, seperti KNPI, HMI, Pemuda
Pancasila,
iii. Ormas wanita, seperti Fatayat, Kalyana Mitra
Wanita, dan iv. Ormas lainnya seperti
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 23
Kosgoro, Soksi, dan Pepabri.
b. Organisasi Sosial (Orsos)
Organisasi atau perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
anggota masyarakat baik berbadan hukum maupun tidak,
sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam usaha
kesejahteraan sosial, dan terdiri dari Panti Asuhan, Panti
Werdha, Panti Lainnya, seperti YPAC, Panti Tuna Netra,
dan sejenisnya.
c. Organisasi Profesi (Orprof)
Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat dari
disiplin ilmu yang sama atau sejenis, sebagai sarana
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, serta sebagai wahana
pengabdian masyarakat, dan terdiri dari :
i. Organisasi profesi dalam bidang Ilmu Sosial, seperti:
ISEI, Ikatan Akuntan Indonesia, dan sejenisnya.
ii. Organisasi profesi dalam bidang Ilmu Pasti, seperti
PII, IDI, dan sejenisnya.
d. Perkumpulan Sosial/Kebudayaan/ Olahraga / Hobi
Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat yang
berminat mengembangkan kemampuan/apresiasi budaya, olah
raga, hobi, kegiatan yang bersifat sosial, dan terdiri dari :
i. Perkumpulan Sosial seperti Perkumpulan Rotari Indonesia,
WIC,
ii. Organisasi Kebudayaan seperti Padepokan Seni
dan Budaya, Himpunan Penghayat Kepercayaan,
iii. Organisasi Olah Raga seperti PSSI, PBSI, Ikatan Motor
Indonesia,
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 24
i v . Organisasi Hobi seperti Ikatan Penggemar Anggrek,
ORARI, dan Wanadri.
e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat sebagai
wujud kesadaran dan partisipasinya dalam meningkatkan \
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat atas dasar
kemandirian atau swadaya, dan terdiri dari :
i. LSM Penyebar Informasi seperti PKBI, YLKI, Walhi
ii. LSM Pendidikan dan Pelatihan seperti LP3ES, Yayasan
Bina Swadaya
iii. LSM Konsultasi dan Advokasi seperti YLBHI
iv. LSM Penelitian dan Studi Kebijakan seperti LSP.
f. Lembaga Keagamaan
Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan
tujuan membina, mengembangkan, mensyiarkan agama, dan
terdiri dari:
i. Organisasi Islam, seperti Lembaga Da’wah, RemajaMesjid, Majelis Ta’lim
ii. Organisasi Kristen/Protestan, seperti PGI, KWI, HKBP
; Organisasi iii. Hindu/Budha seperti Walubi,
Parisadha Hindu Dharma
iv. Perkumpulan Jamaah Masjid
v. Perkumpulan Jemaat Gereja/tempat ibadah lain
vi. Pondok pesantren tradisional, seminari, dan sejenisnya.
g. Organisasi Bantuan Kemanusiaan/Beasiswa
Organisasi yang dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan
memberikan bantuan kepada korban bencana atau penerima
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 25
beasiswa atas dasar kemanusiaan, cinta sesama, solidaritas, dan
terdiri dari :
i. Lembaga Bantuan Kemanusiaan, seperti Yayasan
Kesejahteraan Gotong Royong, Yayasan Kanker Indonesia,
Yayasan Jantung Sehat
ii. Lembaga Bantuan Pendidikan seperti GNOTA, Yayasan
Supersemar
iii. Lembaga Bantuan Lainnya.
3.2.3. Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah
Pengeluaran konsumsi pemerintah didefinisikan sebagai
jumlah seluruh pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan
untuk membiayai kegiatannya, yang terdiri dari pembelian
barang dan jasa (belanja barang), pembayaran balas jasa
pegawai (belanja pegawai), dan penyusutan barang modal,
dikurangi dengan hasil penjualan barang dan jasa (output
pasar) pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pemerintah (yang bukan dikonsumsi oleh
pemerintah). Konsumsi pemerintah disebut juga dengan output
nonpasar pemerintah.
Kegiatan yang tidak dapat dipisahkan tersebut adalah:
a. Kegiatan di instansi pemerintah yang memproduksi barang
sejenis dengan barang yang dihasilkan oleh perusahaan
swasta, dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan induknya.
Contoh: pencetakan publikasi, kartu pos dan reproduksi
dari karya seni, pembibitan tanaman dari kebun percobaan,
serta lainnya. Penjualan barang-barang ini bersifat insidentil
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 26
dari fungsi pokok lembaga/departemen pemerintah tersebut,
dan hasil penjualannya disebut pendapatan dari barang yang
dihasilkan.
b. Kegiatan pemerintah yang menghasilkan jasa seperti
kegiatan rumah sakit, sekolah, universitas, museum,
perpustakaan, tempat-tempat rekreasi dan tempat-tempat
penyimpanan hasil karya seni, yang dibiayai dari keuangan
pemerintah, yang ke luarannya dijual dengan harga yang
pada umumnya tidak mencapai/sesuai dengan besarnya
biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diterima
pemerintah dari hasil kegiatan seperti ini disebut
pendapatan dari jasa yang diberikan.
3.2.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
PMTB didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan,
pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang
modal baru maupun bekas dari luar negeri, dikurangi penjualan
neto barang modal bekas. Diperhitungkannya barang modal
bekas dari luar negeri sebagai barang modal baru di dalam
negeri, karena nilainya secara ekonomi belum diperhitungkan.
Barang modal juga dapat diartikan sebagai barang atau
peralatan yang digunakan dalam proses produksi secara
berulang-ulang dan mempunyai umur pemakaian satu tahun
atau lebih.
PMTB yang terdiri dari berbagai jenis dan wujud barang
modal (kapital) ini dapat dibedakan menjadi tiga penggolongan
atau klasifikasi pokok yaitu : menurut jenis barang, menurut
sektor penguasa/pemilik (holder) dan menurut institusi26.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 27
Penggolongan tersebut didasarkan pada jenis barang modal,
perilaku pemilikan/ penguasaan barang modal serta institusi
atau kelembagaan yang menguasainya, dengan uraian
masing-masing sebagai berikut.
1. PMTB menurut jenis barang terdiri dari:
a. Penambahan dikurangi pengurangan aset (harta) tetap
baik baru maupun bekas yang dirinci menurut jenis aset
seperti: bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat
tinggal, bangunan lainnya, mesin & peralatannnya,
kendaraan dan ternak.
b. Perbaikan besar aset berwujud.
c. Biaya transfer kepemilikan aset.
2. PMTB menurut Sektor/Lapangan Usaha
Yang dimaksud di sini adalah barang modal yang dimiliki
atau dikuasai oleh sektor sektor ekonomi produksi
(produsen) yang digunakan dalam proses produksinya.
Sektor-sektor ekonomi yang secara garis besar terdiri dari
sektor primer, sekunder dan tersier ini secara rinci terdiri atas
sektor- sektor: Pertanian; Pertambangan & penggalian; Industri
pengolahan; Listrik, gas & Air bersih; Bangunan/Konstruksi;
Perdagangan, Hotel & Restoran; Pengangkutan & Komunikasi;
Bank & lembaga keuangan; Pemerintahan umum serta Jasa-
jasa.
3. PMTB menurut institusi
Penggolongan ini menjelaskan tentang barang modal yang
dimiliki atau dikuasai oleh pelaku-pelaku ekonomi (institusi)
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 28
untuk digunakan dalam proses produksinya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Institusi di sini dibedakan
menurut Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) &
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta usaha swasta lainnya
(termasuk usaha rumah tangga) yang meliputi:
a. Pemerintah mencakup pengeluaran untuk barang modal
oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang
berupa, pembuatan gedung atau bangunan kantor,
perumahan dinas, bangunan sekolah, bangunan puskesmas,
jalan & jembatan dan infrastruktur lainnya.
b. BUMN/D, barang modalnya antara lain: lapangan terbang,
pelabuhan, telekomunikasi, kereta api, pesawat terbang
dan sebagainya; dan iii. swasta dan rumah tangga, barang
modal yang dikuasai dapat berupa bangunan, mesin-
mesin, kendaraan dan sebagainya.
3.2.5. Perubahan Stok/Inventori
Inventori merupakan persediaan barang (jadi maupun
setengah jadi) pada unit institusi yang tidak terpakai pada
proses produksi atau belum selesai diproses atau belum
terjual. Perubahan inventori adalah selisih antara nilai inventori
pada akhir periode pencatatan dengan nilai inventori pada awal
periode pencatatan. Perubahan inventori menjelaskan tentang
perubahan posisi barang inventori yang bisa bermakna
pertambahan (tanda positif) atau pengurangan (bertanda
negatif).
Secara umum Inventori ini meliputi:
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 29
Barang yang dibeli tetapi belum terpakai untuk prosesproduksi
Barang yang belum selesai dalam proses produksi
Barang yang belum terjual
Ternak potong
Barang tahan lama yang masih dalam proses
penyelesaian: seperti mesin-mesin, pesawat udara, kapal laut
dan sejenisnya
3.2.6. Transaksi Eksternal (Perdagangan Antar
Wilayah)
Transaksi eksternal atau transaksi ekonomi yang
mencakup perdagangan barang dan jasa antar wilayah/daerah
ini menjelaskan tentang proses atau alur distribusi produk
domestik yang mengalir ke luar wilayah serta yang masuk ke
dalam wilayah (domestik) tersebut. Karena lebih menekankan
pada aspek riil maka yang dimaksud dengan produk di sini
adalah berbagai jenis barang dan jasa atau yang disebut pula
sebagai komoditas. Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah
di sini adalah wilayah negara lain (luar negeri) maupun wilayah
atau daerah lain (propinsi maupun Kota ), diluar wilayah
domestik.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 30
Pada prinsipnya meskipun transaksi antar negara
dan antar daerah sama dalam pengertian perilaku
(perdagangan antar wilayah) namun sebenarnya
maknanya agak berbeda. Transaksi antar negara selain
menunjukkan ketergantungan ekonomi suatu wilayah
pada negara lain juga menyebabkan terjadinya aliran
devisa (masuk maupun ke luar), sementara di sisi lain
perdagangan antar daerah hanya menyebabkan
terjadinya aliran mata uang lokal (rupiah) antar daerah.
Dilihat dari kegiatan ekspor, dengan ke luarnya sebagian
produk domestik ke negara lain maka akan menciptakan
arus masuknya mata uang asing, sedangkan sebaliknya
kegiatan impor akan menyebabkan mengalirnya
pendapatan nasional (regional) ke luar negeri, sebagai
akibat dari masuknya produk-produk negara lain. Pada
akhirnya kedua model transaksi tersebut akan
mempengaruhi struktur pendapatan nasional (regional).
1. Antar-negara (Ekspor dan Impor)
Transaksi perdagangan antar-negara ini dicirikan
melalui 2 (dua) aktivitas yang berlawanan, disebut
ekspor apabila produk barang dan jasa dikirim ke luar
negeri sebaliknya disebut impor apabila produk tersebut
masuk ke dalam wilayah ekonomi (domestik). Meskipun
secara garis besar penggolongannya terbagi atas barang
dan jasa tetapi jenis-jenis komoditas yang diekspor bisa
berbeda dengan komoditas impor, tergantung kepada
kebutuhan pasar di negara lain maupun di wilayah
tersebut
2. Antar-daerah
Dalam penyusunan statistik PDRB di sini, yang
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 31
dimaksud dengan transaksi eksternal antar wilayah
adalah sistem perdagangan barang dan jasa antara
suatu wilayah dengan wilayah-wilayah domestik
lainnya (tidak termasuk transaksi dengan luar negeri).
Hampir seluruh wilayah di Indonesia mempunyai
ketergantungan yang sangat kuat dengan wilayah-
wilayah lainnya. Perbedaan struktur dan aktivitas
ekonomi menyebabkan lalulintas perdagangan barang
dan jasa menjadi subur dan menjadi kian dominan.
Produk barang dan jasa yang diperdagangkan antar
daerah ini bisa berupa produk yang sejenis atau yang
berbeda, tergantung pada kebutuhan masyarakat.
Perdagangan produk ke luar suatu wilayah akan
menyebabkan terjadinya aliran dana yang masuk ke
wilayah tersebut, sedangkan sebaliknya produk masuk ke
wilayah tersebut akan menyebabkan aliran dana ke luar
wilayah.
Kedua perilaku transaksi ekonomi tersebut pada
akhirnya akan berpengaruh pula pada pendapatan
wilayah (regional), dan pada gilirannya pada sistem
pembangunan ekonominya.
Sebenarnya sampai sekarang belum ada satu pun
panduan resmi yang menjelaskan tentang tatacara
pencatatan kegiatan antar daerah di dalam wilayah
domestik suatu negara, sehingga pada prakteknya setiap
negara mempunyai pendekatan sendiri yang berbeda-
beda dalam upaya mengukur jenis transaksi
perdagangan yang mendominasi peta ekonomi di
setiap daerah di dalam negaranya. Lemahnya sistem
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 32
administrasi pemerintahan dalam menyusun jenis
statistik ini berdampak terhadap kualitas pengumpulan
data transaksi yang sangat berarti dalam konteks mikro
atau semi mikro ini.
3.3. Metode Penghitungan PDRB Konsumsi
3.3.1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Metoda estimasi yang digunakan dalam
memperkirakan besaran pengeluaran konsumsi rumah
tangga (RT) adalah digunakan metoda campuran, yaitu
gabungan antara metoda langsung dengan metoda
penilaian harga eceran. Artinya data konsumsi dari hasil
survei dinilai dengan harga eceran yang dibayar
konsumen.
Metoda langsung pada prinsipnya digunakan untuk
memperoleh perkiraan nilai pengeluaran konsumsi RT
secara keseluruhan berikut struktur atau komposisinya.
Dengan menggunakan rasio dari hasil survei penerimaan
dan pengeluaran rumah tangga diperoleh gambaran
tentang perilaku dan struktur konsumsi RT. Data
pengeluaran konsumsi yang dikumpulkan melalui
metoda ini merupakan ukuran atas arus barang dan jasa
yang dibeli rumah tangga dengan harga pembeli. Metoda
ini mencakup seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi,
sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menganalisis
pengeluaran konsumsi RT menurut jenis barang serta
tujuan penggunaannya.
Metoda Penilaian Harga Eceran dipakai apabila
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 33
data konsumsi yang tersedia dalam bentuk kuantum dari
masing-masing jenis barang. Nilai pengeluaran
konsumsi RT diperoleh dengan mengalikan data
kuantum barang dengan harga ecerannya. Kelebihan
metode ini dibanding dengan metode arus barang
adalah bahwa pembelian produk dinilai secara langsung
berdasarkan harga pembeli.
Dalam hal ini data kuantum dianggap lebih dapat
dipercaya dari pada data nilai. Kesulitan timbul pada saat
menghitung rata-rata harga yang dipakai untuk
menghitung nilai barang, karena tidak tersedia data
penimbang guna memberi bobot pada harga yang
berbeda baik menurut tempat, kualitas, maupun kriteria
lain. Perkiraan mengenai kuantitas barang yang dibeli
oleh rumah tangga dapat diperoleh dari data
penyediaan (supply) maupun dari data perubahan
inventori yang bersumber dari serikat atau asosiasi
dagang, bahkan dari hasil survei pengeluaran konsumsi
rumah tangga. Sedangkan data penjualan barang
tertentu yang terkena cukai (minuman keras, rokok)
diperoleh dari instansi Pajak dan Bea Cukai.
Data yang paling relevan untuk digunakan dalam
metoda campuran adalah data modul konsumsi Susenas,
yang mencakup konsumsi rumah tangga per kapita per
minggu untuk kelompok makanan dalam satuan
kuantum dan pengeluaran per kapita per bulan untuk
kelompok bukan makanan dalam satuan rupiah.
Sampel dari survei ini mencakup rumah tangga di
wilayah perdesaan dan perkotaan.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 34
Untuk menghitung estimasi pengeluaran konsumsi
RT adh konstan digunakan metoda deflasi, yaitu dengan
cara membagi estimasi pengeluaran konsumsi RT adh
berlaku dengan indeks harga yang relevan. Indeks harga
tersebut harus merupakan indeks harga yang
mempunyai korelasi kuat dan sesuai dengan jenis
konsumsi ; misal konsumsi makanan jadi (adh berlaku)
dibagi dengan indeks harga kelompok makanan jadi.
Indeks harga yang digunakan sebagai deflator adalah
indeks perkembangan harga atau indeks yang didasarkan
pada penilaian satu tahun dasar tertentu.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dibedakan
atas 2 (dua) kelompok besar, yaitu kelompok makanan
dan kelompok bukan makanan, sedangkan rinciannya
disesuaikan dengan komposisi konsumsi yang tersedia di
masing- masing wilayah. Dengan demikian maka indeks
harga konsumen yang dibangun harus disesuaikan
dengan jenis atau tingkat kerincian pengeluaran
konsumsi rumah tangga yang tersedia. Indeks harga yang
dapat digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK).
Biasanya indeks harga tersebut mempunyai tahun dasar
yang berbeda dengan tahun dasar pengukuran PDRB.
Dengan demikian masih dibutuhkan proses transformasi
guna menyamakan tahun dasar penghitungan.
3.3.2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Perkiraan nilai pengeluaran konsumsi LNPRT
dapat dilakukan dengan menggunakan metoda langsung
maupun metoda tidak langsung. Metoda langsung yaitu
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 35
metoda penghitungan yang didasarkan pada data hasil
survei atau sensus. Dari sampel survei diperoleh
estimasi rata-rata biaya layanan per bentuk lembaga,
kemudian nilai tersebut dikalikan dengan populasi per
bentuk lembaga sehingga diperoleh estimasi nilai
pengeluaran per bentuk lembaga. Nilai estimasi
pengeluaran konsumsi LNPRT merupakan penjumlahan
nilai pengeluaran konsumsi seluruh bentuk LNPRT.
Sedangkan metoda tidak langsung didasarkan pada
pengeluaran lembaga lain (contoh RT) untuk membiayai
kegiatan LNPRT. Caranya adalah dengan menghitung
besaran pengeluaran unit atau lembaga lain yang
menjadi penyumbang (donatur) kegiatan LNPRT
tersebut. Sebagai contoh bila pengeluaran untuk LNPRT
adalah sebesar n persen dari total nilai pengeluaran
konsumsi RT, maka besaran pendapatan LNPRT adalah
n persen dikali total pengeluaran konsumsi RT
(pendekatan pengeluaran). Untuk menghitung
komposisi pengeluaran LNPRT digunakan rasio dari
hasil survei khusus. Dapat diasumsikan bahwa LNPRT
pada dasarnya tidak bertujuan mencari untung, maka
total penerimaan sama dengan total pengeluaran.
Data yang digunakankan untuk menghitung
pengeluaran konsumsi LNPRT diperoleh dari hasil survei
khusus lembaga non profit yang melayani rumah tangga
(SKLNPRT) yang dilaksanakan setiap tahun. Data
tersebut dalam bentuk nilai pengeluaran atas barang dan
jasa oleh lembaga serta barang dan jasa dari transfer
pihak lain, yang digunakan dalam rangka menghasilkan
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 36
jasa layanan.
Data pendukung lain yang dibutuhkan adalah IHK
per kelompok pengeluaran. Data ini digunakan untuk
menghitung pengeluaran konsumsi LNPRT adh konstan.
Untuk melakukan estimasi pengeluaran konsumsi
LNPRT masih diperlukan data lain, yaitu jumlah
populasi LNPRT masing- masing bentuk lembaga. Data
ini diperoleh dari hasil kegiatan ’listing’ ke instansi
atau lembaga pembina dari unit LNPRT yang
bersangkutan, maupun dengan pengecekan langsung ke
lapangan.
3.3.3. Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah meliputi seluruh
pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka penyelenggaraan kegiatan administrasi
pemerintahan dan pertahanan. Pengeluaran ini berupa
belanja pegawai (upah & gaji), penyusutan barang modal
pemerintah dan belanja barang dan jasa yang habis
dipakai/dikonsumsi sendiri (biaya perjalanan dinas, biaya
pemeliharaan & pengeluaran lain yang bersifat rutin).
Penghitungan Konsumsi Pemerintah menggunakan
data laporan keuangan pemerintah daerah propinsi, Kota
/kota dan desa, yang diperoleh dari daftar K1, K2 dan K3.
Laporan keuangan tersebut meliputi pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran tersebut
terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja
pensiun & subsidi, biaya pemeliharaan barang, biaya
perjalanan dinas dan biaya lainnya.
Selain itu digunakan juga Neraca Produksi
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 37
Pemerintah Pusat dan Hankam (atas dasar harga
berlaku) yang diperoleh dari BPS, data jumlah pegawai
negeri sipil pusat dan daerah serta Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) untuk menghitung harga
konstan konsumsi pemerintah.
Perkiraan atas dasar harga konstan 2000
dilakukan pendekatan sebagai berikut:
1. Ekstrapolasi belanja pegawai dengan indeks jumlahpegawai.
2. Deflasi belanja barang dengan IHPB tanpa eksportahun yang sesuai.
3. Ekstrapolasi penyusutan dengan indeks yang sesuai.
3.3.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Estimasi nilai PMTB dapat dilakukan melalui
metode langsung maupun tidak langsung.
1. Pendekatan secara langsung.
Penghitungan dilakukan dengan cara
menjumlahkan seluruh nilai PMTB yang terjadi pada
setiap sektor kegiatan ekonomi (lapangan usaha).
Pendekatan dengan cara ini menuntut tersedianya data
PMTB yang dikuasai oleh seluruh sektor lapangan usaha
secara rinci. Padahal barang modal yang dikuasai oleh
sektor-sektor tersebut sangatlah beragam.
Penilaian PMTB adalah atas dasar harga pembeli,
yaitu harga barang modal ditambah dengan biaya-biaya
lain yang dikeluarkan, seperti biaya transport, biaya
instalasi dan biaya-biaya lain yang berkaitan dengan
pengadaan barang modal tersebut, termasuk pula biaya
bea masuk dan pajak tak langsung.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 38
2. Pendekatan secara tidak langsung
Penghitungan dilakukan dengan pendekatan dari sisi
penyediaan barang modal. Pendekatan dengan cara ini
membutuhkan ketersediaan data dari sisi penyediaan
barang modal (supply side), baik dari produksi domestik
maupun dari wilayah lain. Estimasi nilai PMTB dalam
bentuk bangunan dilakukan dengan menggunakan rasio
tertentu terhadap output sektor konstruksi, baik untuk
perhitungan atas dasar harga berlaku maupun harga
konstan. Pada jenis barang modal ini diasumsikan
semuanya berasal dari produksi domestik.
Estimasi nilai PMTB yang berupa mesin, angkutan
dan barang modal lainnya dibedakan menurut barang
modal yang berasal dari produksi dalam negeri dan
yang berasal dari import. Penghitungan PMTB berupa
mesin- mesin, alat angkutan dan barang modal
lainnya yang berasal dari dalam negeri diperoleh
dengan 2 cara, yaitu yang pertama mengalokasikan
output mesin, angkutan dan barang modal lainnya yang
menjadi bagian dari pembentukan modal, ditambah
biaya angkut dan margin perdagangan. Dari perhitungan
tersebut akan diperoleh estimasi PMTB atas dasar harga
berlaku.
Untuk memperoleh pembentukan modal yang
berupa mesin-mesin, alat angkutan dan barang modal
lainnya atas dasar harga konstan adalah dengan
mendeflate PMTB atas dasar harga berlaku dengan
IHPB masing-masing jenis barang yang sesuai. Apabila
data IHPB tidak tersedia maka dapat dilakukan dengan
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 39
metode ekstrapolasi yaitu mengalikan nilai barang modal
pada seri harga konstan dengan indeks volume masing-
masing jenis barang modal. Sebagai contoh PMTB mesin,
angkutan dan barang modal lainnya yang berasal dari
dalam negeri yang diperoleh dengan cara ekstrapolasi
yaitu dengan menggunakan indeks produksi Industri
Pengolahan 5 digit KLUI (tertimbang) dari
masingmasing jenis barang sebagai ekstrapolatornya.
Kemudian untuk memperoleh nilai berlakunya, nilai
pembentukan modal berupa atas harga konstan tersebut
direflate dengan indeks harga masing- masing jenis
barang modal.
Estimasi PMTB yang berupa mesin-mesin, alat
angkutan dan barang modal lainnya yang berasal dari
impor dapat dilakukan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu:
Pertama dari PMTB atas dasar harga berlaku diperoleh
nilai total barang impor, kemudian untuk merinci
menjadi mesin-mesin, alat angkutan dan barang modal
lainnya digunakan alokator barang modal impor dengan
kode SITC 3 digit. Kedua untuk memperoleh PMTB atas
dasar harga konstannya dideflate dengan menggunakan
indeks harga yang sesuai sebagai deflatornya.
Penghitungan atas dasar harga konstan 2000, dengan
cara deflasi menggunakan IHPB yang sesuai.
3.3.5. Perubahan Stok/Inventori
Penghitungan stok merupakan selisih antara
persediaan barang pada akhir tahun terhadap awal
tahun. Persediaan barang-barang ini berasal dari
pembelian atau yang diproduksi/dihasilkan sendiri yang
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 40
belum digunakan atau dijual lagi. Persediaan barang ini
ada di produsen, pedagang/distributor, pemerintah.
Karena data mengenai perubahan stok belum tersedia
lengkap, komponen ini dihitung sebagai residual (sisa)
antara jumlah PRDB dengan jumlah komponen
penggunaan lain.
3.3.6. Transaksi Eksternal (Perdagangan AntarWilayah)
Tahapan dalam melakukan estimasi adalah sebagai
berikut:
1. Ekspor barang dan jasa
Langkah awal untuk mengestimasi nilai ekspor
barang adalah dengan mengumpulkan data ekspor
barang dari Statistik Ekspor BPS yang nilainya dalam
satuan dolar Amerika dalam dua digit HS (sekitar 100
komoditas). Selanjutnya nilai ekspor barang dalam dolar
AS tersebut disederhanakan menjadi 33 sektor ekonomi.
Kemudian dikonversikan ke dalam rupiah dengan cara
mengalikan nilai dalam dolar AS tersebut dengan kurs
harga ekspor tertimbang.
Langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai
ekspor yang berasal dari pembelian langsung.
Nilai ekspor pembelian langsung ini juga harus
dikonversikan ke dalam nilai rupiah dengan cara
mengalikannya dengan nilai kurs dolar ekspor secara
tertimbang. Kemudian nilai pembelian ekspor secara
langsung tersebut ditambahkan dengan nilai pembelian
secara tidak langsung menjadi total nilai ekspor barang.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 41
Untuk ekspor jasa, data dikumpulkan dari Neraca
Pembayaran Luar Negeri (yang dike luarkan oleh BI
dan IMF), di mana nilainya juga masih dalam satuan
dolar AS. Untuk menjadikannya ke dalam rupiah
digunakan nilai kurs ekspor tertimbang. Total ekspor
dalam 33 sektor diperoleh dengan cara menjumlahkan
ekspor barang yang sudah memperhitungkan pembelian
langsung ditambah dengan ekspor jasa.
Nilai ekspor yang masih dalam satuan rupiah
(hasil konversi nilai ekspor dalam dolar AS menjadi
rupiah) tersebut merupakan nilai ekspor atas dasar harga
berlaku. Untuk menjadikannya ke dalam harga konstan,
nilai ekspor atas harga berlaku tersebut harus
dideflate dengan menggunakan indeks harga per unit
(IHPU) ekspor sebagai deflatornya. Indeks Harga Per
Unit (IHPU) digunakan untuk mendeflate nilai ekspor
maupun atas harga berlaku menjadi nilai ekspor dan
impor atas dasar harga konstan.
2. Impor barang dan jasa
Untuk melakukan estimasi nilai impor, pada
dasarnya sama dengan proses estimasi nilai ekspor. Baik
nilai ekspor maupun nilai impor dinilai berdasarkan
harga barang di atas kapal negara peng-ekspornya
sehingga dalam konteks ini biaya-biaya lainnya
diabaikan. Untuk nilai impor jasa yang juga dalam
satuan dolar AS datanya diperoleh dari BOP (Balance
of Payment). Selanjutnya nilai impor yang dalam dolar
AS tersebut dikonversikan ke dalam rupiah dengan
cara mengalikannya dengan kurs impor tertimbang.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 42
Nilai hasil perkalian tersebut merupakan nilai dalam
rupiah atas dasar harga berlaku.
Nilai impor yang masih dalam satuan rupiah (hasil
konversi nilai impor dalam dolar AS menjadi rupiah)
tersebut merupakan nilai impor atas dasar harga berlaku.
Untuk menjadikannya ke dalam harga konstan, nilai
impor atas harga berlaku tersebut harus dideflate
dengan menggunakan indeks harga per unit (IHPU)
impor sebagai deflatornya.
Indeks Harga Per Unit (IHPU) ini digunakan untuk
mendeflate nilai ekspor dan impor atas harga berlaku
menjadi nilai ekspor dan impor atas dasar harga konstan.
3. Antar-daerah
Estimasi dilakukan dengan metode langsung yaitu
dengan melakukan survei khusus arus barang maupun
jasa yang ke luar maupun yang masuk ke dalam daerah
tersebut. Survei khusus yang dirancang harus
berorientasi pada berbagai hal di antaranya jenis barang,
harga barang, asal barang dan tujuan penggunaanya di
daerah tersebut.
Untuk produk barang dengan menggunakan data
sekunder dari Direktorat Perdagangan dan Jasa, BPS,
yang sudah melakukan survei terhadap pelabuhan-
pelabuhan utama di Indonesia. Untuk produk jasa
dengan data sekunder dari Bank Indonesia, Dinas
Pariwisata, perusahaan- perusahaan multinasional dan
multiregional. Diperlukan kehatihatian dalam
penggunaan data yang bersumber dari pihak lain karena
kadangkala terjadi perbedaan konsep serta tujuan
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 43
pengumpulan data.
Nilai produk barang dan jasa yang diperdagangkan
antar-daerah ini dibuat dalam satuan rupiah yang
merupakan estimasi atas dasar harga berlaku. Untuk
menjadikannya ke dalam harga konstan, nilai barang dan
jasa atas harga berlaku tersebut harus dideflate
dengan menggunakan indeks harga perdagangan besar
barang dan jasa (IHPB) yang relevan sebagai deflatornya.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 44
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.536.923,08 7.157.902,57 7.839.931,66 8.539.266,91 9.222.623,291.1. Makanan 2.716.797,52 2.983.833,59 3.268.491,31 3.573.768,40 3.878.753,801.2. Non Makanan 3.820.125,56 4.174.068,98 4.571.440,35 4.965.498,51 5.343.869,50
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 67.394,72 71.230,90 75.208,82 82.560,18 92.210,103. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1.539.260,80 1.804.212,03 1.993.654,30 2.153.944,10 2.280.035,994. Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.893.007,02 4.284.147,52 4.638.117,38 5.254.968,96 5.951.381,185. Perubahan Inventori -104.885,40 -124.885,40 -146.285,40 -154.802,40 -154.942,406. Diskrepansi Statistik7. Ekspor Barang dan Jasa 4.382.987,82 4.882.075,11 5.184.414,13 5.326.663,46 5.457.914,21
7.1. Ekspor Luar Negeri 743.520,42 795.383,23 849.946,52 945.565,50 1.067.567,097.2. Ekspor Antar Daerah 3.639.467,40 4.086.691,88 4.334.467,61 4.381.097,96 4.390.347,12
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 6.373.551,46 7.081.711,55 7.404.482,23 7.603.004,70 7.726.674,328.1. Impor Luar Negeri 520.539,43 542.711,55 588.082,23 603.137,14 630.640,198.2. Impor Antar Daerah 5.853.012,03 6.539.000,00 6.816.400,00 6.999.867,56 7.096.034,13NET EKSPOR -1.990.563,64 -2.199.636,44 -2.220.068,11 -2.276.341,24 -2.268.760,11
PDRB 9.941.136,57 10.992.971,19 12.180.558,66 13.599.596,52 15.122.548,06
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL .4.1. PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2014 (JUTA RUPIAH)
BAB IV
ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI
KOTA SURAKARTA
4.1. PDRB Menurut Konsumsi
Perekonomian di Kota Surakarta secara riil ditunjukkan
oleh aktivitas ekonomi sektoral tetapi dapat juga dilihat dari
komponen penggunaannya. Secara umum, sejalan dengan
peningkatan pada perekonomian sektoral, mempengaruhi
peningkatan konsumsi PDRB penggunaan.
Peningkatan PDRB yang dihasilkan di Kota Surakarta
dipengaruhi oleh adanya permintaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi domestik maupun memenuhi
permintaan daerah lain serta faktor- faktor yang lain.
Gambaran umum PDRB Kota Surakarta dilihat dari sisi
penggunaan adalah sebagai berikut :
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai PDRB
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 45
menurut konsumsi di Kota Surakarta pada tahun 2014
mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2013. Seluruh
komponen PDRB konsumsi mengalami peningkatan.
Konsumsi rumah tangga baik yang berwujud makanan
maupun non makanan mengalami kenaikkan, Konsumsi
LNPRT, pemerintah dan pembentukan PMTB pada tahun 2014
juga mengalami peningkatan.
Nilai ekspor barang dan jasa ke luar daerah/negeri juga
mengalami peningkatan, demikian juga dengan nilai
impor barang yang masuk ke Kota Surakarta yang
mengalami peningkatan baik yang berasal dari luar daerah
maupun dari luar negeri.
Konsumsi dari berbagai kegiatan di Kota Surakarta tahun
2014 sebesar 15,122 trilyun rupiah dimana yang digunakan
untuk konsumsi rumah tangga sebesar 9,22 trilyun rupiah,
konsumsi lembaga LNPRT 92,21 milyar rupiah, konsumsi
pemerintah 2,28 trilyun rupiah sedangkan sisanya untuk
pembentukan modal PMTB dan stok/inventori serta untuk
memenuhi permintaan daerah lain (ekspor). Untuk memenuhi
kebutuhan domestik, Kota Surakarta masih memerlukan
produk daerah lain (impor) sebesar 7,73 trilyun rupiah.
Arus necara perdagangan di Kota Surakarta masih
defisit 2,27 trilyun rupiah, artinya nilai barang/jasa yang di
eksport ke daerah/negara lain lebih kecil dibanding nilai
barang/jasa yang di import dari daerah/negara lain. Hal ini
menunjukkan tidak semua produk yang dihasilkan di Kota
Surakarta dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi barang/jasa,
masyarakat dan pemerintah Surakarta masih bergantung pada
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 46
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 3.427.537,12 3.611.804,40 3.778.519,43 3.969.820,11 4.149.496,691.1. Makanan 1.355.974,80 1.437.932,29 1.512.682,62 1.595.107,70 1.676.790,481.2. Non Makanan 2.071.562,32 2.173.872,11 2.265.836,81 2.374.712,41 2.472.706,20
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 34.480,40 35.488,00 36.389,39 37.441,05 39.271,913. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 702.108,14 784.391,31 848.998,60 898.733,89 932.005,584. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1.609.375,92 1.699.502,76 1.810.820,19 1.919.647,08 2.010.591,815. Perubahan Inventori -103.604,64 -120.919,63 -131.812,03 -138.500,31 -138.080,966. Diskrepansi Statistik7. Ekspor Barang dan Jasa 1.711.470,15 1.836.187,32 1.846.505,92 1.852.901,55 1.870.554,00
7.1. Ekspor Luar Negeri 388.919,69 405.278,34 408.860,92 413.610,97 428.451,127.2. Ekspor Antar Daerah 1.322.550,47 1.430.908,98 1.437.645,00 1.439.290,57 1.442.102,88
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 2.277.480,84 2.434.541,84 2.446.560,20 2.459.089,28 2.474.182,698.1. Impor Luar Negeri 233.950,31 237.547,01 249.198,82 253.014,25 258.262,668.2. Impor Antar Daerah 2.043.530,53 2.196.994,83 2.197.361,38 2.206.075,03 2.215.920,03NET EKSPOR -566.010,69 -598.354,52 -600.054,28 -606.187,74 -603.628,69
PDRB 5.103.886,25 5.411.912,32 5.742.861,31 6.080.954,07 6.389.656,34
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 4.2. PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2010-2014 (JUTA RUPIAH)
import barang/jasa dari daerah/negara lain. Semakin besar
nilai defisit perdagangan antar wilayah berarti semakin besar
ketergantungan perekonomian Surakarta terhadap produk
barang/jasa daerah/negara lain.
Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa PDRB Kota
Surakarta tahun 2014 menurut harga konstan tahun 2000
sebesar 6,39 trilyun rupiah dimana yang digunakan untuk
konsumsi rumah tangga sebesar 4,15 trilyun rupiah, konsumsi
lembaga LNPRT 39,27 milyar rupiah, konsumsi pemerintah
92,01 milyar rupiah sedangkan sisanya untuk pembentukan
modal PMTB dan stok/inventori serta untuk memenuhi
permintaan daerah lain (ekspor).
Seluruh komponen PDRB pengunaan mengalami
peningkatan dibanding tahun 2013, baik konsumsi rumah
tangga, pemerintah, LNPRT maupuan pembentukan PMTB.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 47
Nilai ekspor dan impor juga mengalami peningkatan.
Pada tahun 2014, nilai eksport perdagangan ke daerah/negara
lain sebesar 1,87 trilyun rupiah. Untuk memenuhi kebutuhan
domestik, Kota Surakarta masih memerlukan produk daerah
lain (impor) sebesar 2,47 trilyun rupiah.
Dengan demikian neraca perdagangan antar wilayah
Kota Surakarta pada tahun 2014 mengalami defisit sebesar
603,63 milyar rupiah, lebih kecil dibanding defisit neraca
perdagangan tahun 2013 yang hanya sebesar 606,19 milyar
rupiah. Semakin mengecilnya nilai defisit perdagangan
Kota Surakarta tersebut menandakan bahwa ketergantungan
Kota Surakarta terhadap barang dan jasa dari luar daerah dan
luar negeri semakin berkurang.
4.2. Pertumbuhan PDRB Konsumsi
Pertumbuhan PDRB menurut konsumsi yang disajikan
hanya menunjukkan perkembangan dari tahun 2011 ke tahun
2014. Hal ini dikarenakan penghitungan PDRB menurut
konsumsi Kota Surakarta baru dilakukan untuk tahun 2010,
2011, 2012, 2013 dan 2014. Pertumbuhan atas dasar harga
konstan menunjukkan terjadinya peningkatan atau penurunan
pengeluaran konsumsi secara kuantitas pada tahun 2014
dibanding kuantitas konsumsi tahun 2013.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi di Kota Surakarta
pada tahun 2014 sebesar 5,08 persen. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga sebesar 4,53 persen.
Konsumsi non makanan mengalami pertumbuhan yang lebih
kecil dibanding pertumbuhan konsumsi makanan.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 48
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,38 4,62 5,06 4,531.1. Makanan 6,04 5,20 5,45 5,121.2. Non Makanan 4,94 4,23 4,81 4,13
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 2,92 2,54 2,89 4,893. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 11,72 8,24 5,86 3,704. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,60 6,55 6,01 4,745. Perubahan Inventori 16,71 9,01 5,07 -0,306. Diskrepansi Statistik #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!7. Ekspor Barang dan Jasa 7,29 0,56 0,35 0,95
7.1. Ekspor Luar Negeri 4,21 0,88 1,16 3,597.2. Ekspor Antar Daerah 8,19 0,47 0,11 0,20
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 6,90 0,49 0,51 0,618.1. Impor Luar Negeri 1,54 4,91 1,53 2,078.2. Impor Antar Daerah 7,51 0,02 0,40 0,45NET EKSPOR 5,71 0,28 1,02 -0,42
PDRB 6,04 6,12 5,89 5,08
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 4.3. PERTUMBUHAN PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2011-2014 ( PERSEN )
Pertumbuhan konsumsi non makanan sebesar 4,13 persen
sedangkan pertumbuhan konsumsi makanan hanya sebesar
5,12 persen.
Konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah
tangga (LNPRT) mengalami pertumbuhan sebesar 4,89
persen, sedangkan konsumsi pemerintah mengalami
pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 3,70 persen. Namun
yang perlu mendapatkan perhatian adalah rendahnya
pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang
hanya tumbuh sebesar 4,74 persen. PMTB menggambarkan
bagian dari realisasi investasi fisik yang dilakukan oleh
berbagai pelaku ekonomi produksi di Kota Surakarta.
PMTB yang digunakan sebagai input tidak langsung
dalam berbagai aktivitas produksi mempunyai hubungan yang
sinergis dengan penciptaan output maupun nilai tambah di
Kota Surakarta.
Selain itu, pertumbuhan eksport barang dan jasa antar
daerah dan luar negeri juga rendah hanya sebesar 0,95
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 49
persen. Sedangkan pertumbuhan import barang dan jasa
dari luar daerah/negeri j u g a r e n d a h yaitu sebesar 0,61
persen.
Rendahnya pertumbuhan ekspor tersebut dapat
menggambarkan rendahnya daya saing barang dan jasa
produksi Kota Surakarta atau rendahnya pertumbuhan
produksi barang dan jasa yang dihasilkan sehingga kuantitas
yang dipasarkan di luar daerah tidak mengalami
perkembangan yang optimal. Justru permintaan penduduk
Kota Surakarta terhadap produk luar daerah maupun luar
negeri semakin besar peningkatannya. Hal ini bila tidak
segera dilakukan langkah perbaikan maka ketergantungan
Kota Surakarta terhadap daerah/negara lain semakin tinggi
dan pada akhirnya akan memperlambat laju pertumbuhan
ekonomi Kota Surakarta secara keseluruhan.
4.3. Analisis Komposisi Konsumsi
Dalam periode waktu dua tahun terakhir, pergerakan
PDRB menurut konsumsi Kota Surakarta tidak menunjukkan
adanya perubahan yang berarti. Besaran PDRB masih sangat
didominasi konsumsi rumah tangga yang memberikan
kontribusi sebesar 60,99 persen. Yang terdiri dari konsumsi
makanan sebesar 25,65 persen dan konsumsi non makanan
sebesar 35,34 persen. Konsumsi PMTB menempati peringkat
kedua dengan kontribusi sebesar 39,35 persen. Sedangkan
pengeluaran konsumai pemerintah hanya memberikan
kontribusi sebesar 15,08 persen.
Nilai ekspor barang dan jasa dari Kota Surakarta ke
berbagai daerah lain mempunyai kontribusi sebesar 36,09
persen dari total PDRB yang terbentuk.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 50
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 65,76 65,11 64,36 62,79 60,991.1. Makanan 27,33 27,14 26,83 26,28 25,651.2. Non Makanan 38,43 37,97 37,53 36,51 35,34
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,68 0,65 0,62 0,61 0,613. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 15,48 16,41 16,37 15,84 15,084. Pembentukan Modal Tetap Bruto 39,16 38,97 38,08 38,64 39,355. Perubahan Inventori -1,06 -1,14 -1,20 -1,14 -1,026. Diskrepansi Statistik 0,00 0,00 0,00 0,00 0,007. Ekspor Barang dan Jasa 44,09 44,41 42,56 39,17 36,09
7.1. Ekspor Luar Negeri 7,48 7,24 6,98 6,95 7,067.2. Ekspor Antar Daerah 36,61 37,18 35,59 32,21 29,03
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 64,11 64,42 60,79 55,91 51,098.1. Impor Luar Negeri 5,24 4,94 4,83 4,43 4,178.2. Impor Antar Daerah 58,88 59,48 55,96 51,47 46,92NET EKSPOR -20,02 -20,01 -18,23 -16,74 -15,00
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 4.4. DISTRIBUSI PERSENTASE PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2014 ( PERSEN )
Sebaliknya dari seluruh kebutuhan konsumsi barang dan
jasa Kota Surakarta, sebesar 51,09 persennya berasal dari
impor b a i k d a r i luar daerah maupun berasal dari impor
luar negeri.
Artinya sekitar 51,09 persen kebutuhan barang dan jasa
di Kota Surakarta dipenuhi dari daerah/negeri lain. Dengan
demikian perlu adanya gerakan atau kampanye untuk lebih
menggunakan barang-barang produk lokal daripada produk
non lokal agar defisit neraca perdagangan Kota Surakarta
tidak semakin membesar.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 51
BAB V
PENUTUP
Dari beberapa uraian di depan dapat disampaikan hal
sebagai berikut :
1. PDRB a t a s d a s a r h a r g a b e r l a k u yang
dihasilkan selama tahun 2014 sebesar 15,122 trilyun
rupiah digunakan untuk konsumsi rumah tangga 9,22
trilyun rupiah (60,99%); konsumsi LNPRT 92,21
milyar rupiah (0,61%); konsumsi pemerintah 2,28
trilyun rupiah (15,08%); pembentukan modal tetap
bruto/investasi 5,95 trilyun rupiah (39,35%);
perubahan stok minus 154,80 milyar rupiah (-1,14%)
serta net ekspor sebesar minus 2,27 trilyun rupiah
minus 16,74%.
2. Perkembangan neraca konsumsi di Kota Surakarta
tahun 2014 secara umum mengalami pertumbuhan.
Konsumsi lembaga LNPRT mengalami pertumbuhan
tertinggi sebesar 4,89 persen. Pertumbuhan konsumsi
rumah tangga hanya sebesar 4,53 persen dan
Konsumsi pemerintah sebesar 3,70 persen.
3. Untuk konsumsi Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) sebesar 4,74 persen dengan total investasi
5,95 trilyun rupiah pada tahun 2014. Sedangkan
defisit perdagangan (net ekspor) semakin kecil dengan
sumbangan sebesar 15,00 persen.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 52
Berdasarkan uraian tersebut di atas, beberapa
masukan yang perlu dilakukan supaya terjadi pertumbuhan
ekonomi lebih cepat dan lebih dapat membawa
kemakmuran bagi seluruh penduduk antara lain :
1. Mendorong tumbuhnya pembentukan modal tetap
bruto/investasi, dengan memberikan kemudahan
perijinan, pemangkasan waktu dan biaya investasi serta
perbaikan infra-struktur di Kota Surakarta.
2. Mendorong sektor-sektor ekonomi yang ada untuk
meningkatkan produksi dengan memberikan
kemudahan kredit modal berbunga rendah dan
optimalisasi penyuluhan/bimbingan, serta
menggalakkan pemakaian produksi lokal sehingga defisit
perdagangan bisa berkurang.
3. Konsumsi pemerintah dalam hal ini APBD yang diserap
terutama belanja publik diarahkan untuk kegiatan /
proyek yang menggerakkan perekonomian pada sektor-
sektor yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi
seperti sektor keuangan, sektor perdagangan, dan sektor
industri. Khususnya di sektor jasa-jasa, Kota Surakarta
memiliki potensi sumber daya yang besar untuk kegiatan
yang bersifat pelayanan.
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 53
Tabel-Tabel
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 54
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.536.923,08 7.157.902,57 7.839.931,66 8.539.266,91 9.222.623,291.1. Makanan 2.716.797,52 2.983.833,59 3.268.491,31 3.573.768,40 3.878.753,801.2. Non Makanan 3.820.125,56 4.174.068,98 4.571.440,35 4.965.498,51 5.343.869,50
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 67.394,72 71.230,90 75.208,82 82.560,18 92.210,103. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1.539.260,80 1.804.212,03 1.993.654,30 2.153.944,10 2.280.035,994. Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.893.007,02 4.284.147,52 4.638.117,38 5.254.968,96 5.951.381,185. Perubahan Inventori -104.885,40 -124.885,40 -146.285,40 -154.802,40 -154.942,406. Diskrepansi Statistik7. Ekspor Barang dan Jasa 4.382.987,82 4.882.075,11 5.184.414,13 5.326.663,46 5.457.914,21
7.1. Ekspor Luar Negeri 743.520,42 795.383,23 849.946,52 945.565,50 1.067.567,097.2. Ekspor Antar Daerah 3.639.467,40 4.086.691,88 4.334.467,61 4.381.097,96 4.390.347,12
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 6.373.551,46 7.081.711,55 7.404.482,23 7.603.004,70 7.726.674,328.1. Impor Luar Negeri 520.539,43 542.711,55 588.082,23 603.137,14 630.640,198.2. Impor Antar Daerah 5.853.012,03 6.539.000,00 6.816.400,00 6.999.867,56 7.096.034,13NET EKSPOR -1.990.563,64 -2.199.636,44 -2.220.068,11 -2.276.341,24 -2.268.760,11
PDRB 9.941.136,57 10.992.971,19 12.180.558,66 13.599.596,52 15.122.548,06
PDRB SEKTORAL 9.941.136,57 10.992.971,19 12.180.558,66 13.599.596,52 15.122.548,06
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 1. PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2014 (JUTA RUPIAH)
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 55
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 3.427.537,12 3.611.804,40 3.778.519,43 3.969.820,11 4.149.496,691.1. Makanan 1.355.974,80 1.437.932,29 1.512.682,62 1.595.107,70 1.676.790,481.2. Non Makanan 2.071.562,32 2.173.872,11 2.265.836,81 2.374.712,41 2.472.706,20
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 34.480,40 35.488,00 36.389,39 37.441,05 39.271,913. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 702.108,14 784.391,31 848.998,60 898.733,89 932.005,584. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1.609.375,92 1.699.502,76 1.810.820,19 1.919.647,08 2.010.591,815. Perubahan Inventori -103.604,64 -120.919,63 -131.812,03 -138.500,31 -138.080,966. Diskrepansi Statistik7. Ekspor Barang dan Jasa 1.711.470,15 1.836.187,32 1.846.505,92 1.852.901,55 1.870.554,00
7.1. Ekspor Luar Negeri 388.919,69 405.278,34 408.860,92 413.610,97 428.451,127.2. Ekspor Antar Daerah 1.322.550,47 1.430.908,98 1.437.645,00 1.439.290,57 1.442.102,88
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 2.277.480,84 2.434.541,84 2.446.560,20 2.459.089,28 2.474.182,698.1. Impor Luar Negeri 233.950,31 237.547,01 249.198,82 253.014,25 258.262,668.2. Impor Antar Daerah 2.043.530,53 2.196.994,83 2.197.361,38 2.206.075,03 2.215.920,03NET EKSPOR -566.010,69 -598.354,52 -600.054,28 -606.187,74 -603.628,69
PDRB 5.103.886,25 5.411.912,32 5.742.861,31 6.080.954,07 6.389.656,34
PDRB SEKTORAL 5.103.886,25 5.411.912,32 5.742.861,31 6.080.954,07 6.389.656,34
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 2. PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2010-2014 (JUTA RUPIAH)
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 56
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 9,50 9,53 8,92 8,001.1. Makanan 9,83 9,54 9,34 8,531.2. Non Makanan 9,27 9,52 8,62 7,62
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,69 5,58 9,77 11,693. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 17,21 10,50 8,04 5,854. Pembentukan Modal Tetap Bruto 10,05 8,26 13,30 13,255. Perubahan Inventori 19,07 17,14 5,82 0,096. Diskrepansi Statistik #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!7. Ekspor Barang dan Jasa 11,39 6,19 2,74 2,46
7.1. Ekspor Luar Negeri 6,98 6,86 11,25 12,907.2. Ekspor Antar Daerah 12,29 6,06 1,08 0,21
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 11,11 4,56 2,68 1,638.1. Impor Luar Negeri 4,26 8,36 2,56 4,568.2. Impor Antar Daerah 11,72 4,24 2,69 1,37NET EKSPOR 10,50 0,93 2,53 -0,33
PDRB 10,58 10,80 11,65 11,20
PDRB SEKTORAL KABUPATEN/KOTA 10,58 10,80 11,65 11,20
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 3. PERTUMBUHAN PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2011-TAHUN 2014 ( PERSEN )
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 57
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,38 4,62 5,06 4,531.1. Makanan 6,04 5,20 5,45 5,121.2. Non Makanan 4,94 4,23 4,81 4,13
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 2,92 2,54 2,89 4,893. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 11,72 8,24 5,86 3,704. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,60 6,55 6,01 4,745. Perubahan Inventori 16,71 9,01 5,07 -0,306. Diskrepansi Statistik #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!7. Ekspor Barang dan Jasa 7,29 0,56 0,35 0,95
7.1. Ekspor Luar Negeri 4,21 0,88 1,16 3,597.2. Ekspor Antar Daerah 8,19 0,47 0,11 0,20
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 6,90 0,49 0,51 0,618.1. Impor Luar Negeri 1,54 4,91 1,53 2,078.2. Impor Antar Daerah 7,51 0,02 0,40 0,45NET EKSPOR 5,71 0,28 1,02 -0,42
PDRB 6,04 6,12 5,89 5,08
PDRB SEKTORAL KABUPATEN/KOTA 6,04 6,12 5,89 5,08
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2011-2014 ( PERSEN )TABEL 4. PERTUMBUHAN PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAAN
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 58
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 65,76 65,11 64,36 62,79 60,991.1. Makanan 27,33 27,14 26,83 26,28 25,651.2. Non Makanan 38,43 37,97 37,53 36,51 35,34
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,68 0,65 0,62 0,61 0,613. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 15,48 16,41 16,37 15,84 15,084. Pembentukan Modal Tetap Bruto 39,16 38,97 38,08 38,64 39,355. Perubahan Inventori -1,06 -1,14 -1,20 -1,14 -1,026. Diskrepansi Statistik 0,00 0,00 0,00 0,00 0,007. Ekspor Barang dan Jasa 44,09 44,41 42,56 39,17 36,09
7.1. Ekspor Luar Negeri 7,48 7,24 6,98 6,95 7,067.2. Ekspor Antar Daerah 36,61 37,18 35,59 32,21 29,03
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 64,11 64,42 60,79 55,91 51,098.1. Impor Luar Negeri 5,24 4,94 4,83 4,43 4,178.2. Impor Antar Daerah 58,88 59,48 55,96 51,47 46,92NET EKSPOR -20,02 -20,01 -18,23 -16,74 -15,00
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 5. DISTRIBUSI PERSENTASE PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2014 ( PERSEN )
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 59
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 67,16 66,74 65,80 65,28 64,941.1. Makanan 26,57 26,57 26,34 26,23 26,241.2. Non Makanan 40,59 40,17 39,45 39,05 38,70
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,68 0,66 0,63 0,62 0,613. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 13,76 14,49 14,78 14,78 14,594. Pembentukan Modal Tetap Bruto 31,53 31,40 31,53 31,57 31,475. Perubahan Inventori -2,03 -2,23 -2,30 -2,28 -2,166. Diskrepansi Statistik 0,00 0,00 0,00 0,00 0,007. Ekspor Barang dan Jasa 33,53 33,93 32,15 30,47 29,27
7.1. Ekspor Luar Negeri 7,62 7,49 7,12 6,80 6,717.2. Ekspor Antar Daerah 25,91 26,44 25,03 23,67 22,57
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 44,62 44,98 42,60 40,44 38,728.1. Impor Luar Negeri 4,58 4,39 4,34 4,16 4,048.2. Impor Antar Daerah 40,04 40,60 38,26 36,28 34,68NET EKSPOR -11,09 -11,06 -10,45 -9,97 -9,45
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2010-2014 ( PERSEN )TABEL 6. DISTRIBUSI PERSENTASE PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAAN
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 60
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 190,72 198,18 207,49 215,10 222,261.1. Makanan 200,36 207,51 216,07 224,05 231,321.2. Non Makanan 184,41 192,01 201,76 209,10 216,11
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 195,46 200,72 206,68 220,51 234,803. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 219,23 230,01 234,82 239,66 244,644. Pembentukan Modal Tetap Bruto 241,90 252,08 256,13 273,75 296,005. Perubahan Inventori 101,24 103,28 110,98 111,77 112,216. Diskrepansi Statistik7. Ekspor Barang dan Jasa 256,09 265,88 280,77 287,48 291,78
7.1. Ekspor Luar Negeri 191,18 196,26 207,88 228,61 249,177.2. Ekspor Antar Daerah 275,19 285,60 301,50 304,39 304,44
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 279,85 290,88 302,65 309,18 312,298.1. Impor Luar Negeri 222,50 228,46 235,99 238,38 244,198.2. Impor Antar Daerah 286,42 297,63 310,21 317,30 320,23NET EKSPOR 351,68 367,61 369,98 375,52 375,85
PDRB 194,78 203,13 212,10 223,64 236,67
PDRB SEKTORAL KABUPATEN/KOTA 194,78 203,13 212,10 223,64 236,67
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 7. INDEK IMPLISIT PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAAN TAHUN 2010-2014
Analisis Komposisi Konsumsi Kota Surakarta 2014 61
KOMPONEN PENGGUNAAN 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 3,91 4,70 3,67 3,331.1. Makanan 3,57 4,13 3,69 3,251.2. Non Makanan 4,12 5,07 3,64 3,35
2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 2,69 2,97 6,69 6,483. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4,92 2,09 2,06 2,084. Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,21 1,61 6,88 8,135. Perubahan Inventori 2,02 7,46 0,71 0,396. Diskrepansi Statistik #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!7. Ekspor Barang dan Jasa 3,82 5,60 2,39 1,50
7.1. Ekspor Luar Negeri 2,66 5,92 9,97 8,997.2. Ekspor Antar Daerah 3,78 5,57 0,96 0,02
8. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 3,94 4,04 2,16 1,018.1. Impor Luar Negeri 2,68 3,29 1,01 2,448.2. Impor Antar Daerah 3,92 4,22 2,29 0,92NET EKSPOR 4,53 0,64 1,50 0,09
PDRB 4,29 4,42 5,44 5,83
PDRB SEKTORAL KABUPATEN/KOTA 4,29 4,42 5,44 5,83
Sumber : BPS, Kota Surakarta, diolah
TABEL 8. PERUBAHAN INDEK IMPLISIT PDRB KOTA SURAKARTA MENURUT PENGGUNAANTAHUN 2011-TAHUN 2014