Upload
phungphuc
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Tugas Akhir (Skripsi) Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh:
MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JAKARTA 2010 M / 1431 H
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU
GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Komputer
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JAKARTA 2010 M / 1431 H
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU
GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh MOH. RANGGARA NUGROHO
2040.9300.2656
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir Bakri La Katjong, MT, M.Kom NIP. 470 035 764
Zainul Arham, M.Si NIP. 19740730 200710 1 002
NIP.
Mengetahui,
NIP.
Ketua Program Studi Sistem Informasi
A’ang Subiyakto, M.Kom NIP. 150 411 252
iii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul ”Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 06 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.
Jakarta, September 2010
Tim Penguji,
Penguji I, Penguji II,
Zulfiandri, S.Kom,MMSI
Ditdit N.Utama, MMSI,M.Com
NIP. 19700130 200501 1 003
NIP. 19741129 200801 1 006
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir.Bakri La Katjong MT ,M.Kom NIP.470 035 764
Mengetahui,
Zainul Arham ,M.si NIP. 19740730 200710 1 002
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem Informasi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis A’ang Subiyakto, M.Kom NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 150 411 252
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, September 2010
Moh. Ranggara Nugroho 2040.9300.2656
v
ABSTRAK Moh. Ranggara Nugroho, Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan (Studi Kasus : Situ Gintung). (Dibawah Bimbingan Bakri La katjong dan Zainul Arham).
Sistem Informasi Geografi adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah dan menganalisis dan menghasilkan data yang bereferensi geografis atau geospatial untuk pengambilan keputusan. SIG menampilkan data berupa peta-peta digital sehingga data mudah dianalisis dan tidak mudah rusak hal ini tentu berbeda dengan data yang berupa lembaran kertas atau peta-peta non digital. Hal ini tentu saja memudahkan si pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Pada penelitian ini peneliti membuat analisis areal lahan di Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan dengan menampilkan peta jarak aman, lahan Existing baik peta jalan, pemukiman, lahan hijau dan jenis tanah di wilayah Situ Gintung. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi sistem informasi geografis areal lahan Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan adalah : studi pustaka, observasi, dan metode pengembangan SIG yang meliputi konsep, analisis, pengumpulan materi, pemetaan area lahan, dan implementasi. Dalam hal ini SIG bertujuan membantu menginformasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mengetahui areal Situ Gintung, jarak bebas pembangunan pemukiman menurut peraturan pemerintah dan penggunaan lahan eksisting.
Kata Kunci :Analisi Kritis, Daerah Alir Sungai (DAS), Situ Gintung, Ciputat
Tangerang Selatan Referensi :10 Buku (1993 – 2007) V Bab + 86 halaman + 25 gambar + 4 tabel + 4 lampiran
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Penguasa alam jagat raya
ini yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang yang sayangnya
tiada akan pernah terbilang. Dan berkat kasih sayangNya pulalah penulis dapat
mengerjakan skripsi ini. Shalawat serta salam kecintaan hanya tercurahkan kepada
insan budiman manusia pilihan, Nabi besar kita Muhammad SAW. Semoga kita
semua mendapatkan syafaatnya baik didunia maupun diakherat kelak. Amin.
Setelah berusaha keras akhirnya atas izin Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa dalam
mengerjakan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
2. Bapak Bakri La Katjong, MT, M.Kom, selaku Dosen Pembimbing satu.
3. Bapak Zainul Arham, M.Si, selaku Pembimbing dua.
4. Bapak A’ang Subiyakto, M.Kom sebagai Ketua Program Studi Sistem
Informasi
5. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI sebagai Sekretaris Progam Studi Sistem
Informasi, beserta staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Herlino Nanang, MT, selaku Sekretaris Teknis Program Non
Reguler Fakultas Sains dan Teknologi.
vii
7. Papa (Alm) dan Mama serta kedua abangku tercinta dan ponakanku yang
lucu, yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dukungan dan semangat
yang tiada henti-hentinya.
8. Buat temen–temen SI’04B angkatan 2004 beserta teman-teman
seperjuangan lainnya dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan yang
terdapat dalam skripsi ini. Atas dasar itulah penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak jika terdapat kesalahan yang kurang berkenan
dihati. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Jakarta, September 2010
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul.................................................................................................. i
Halaman Persetujuan Pembimbing.................................................................. ii
Halaman Pengesahan Ujian............................................................................ iii
Halaman Pernyataan........................................................................................ iv
Abstrak............................................................................................................. v
Kata Pengantar................................................................................................. vi
Daftar Isi........................................................................................................... viii
Daftar Tabel...................................................................................................... xi
Daftar Gambar.................................................................................................. xii
Bab I Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Batasan Masalah...................................................................... 4
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................ 5
1.4.1 Tujuan............................................................................ 5
1.4.2 Manfaat.......................................................................... 5
1.5 Metodologi Penelitian............................................................... 6
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................. 7
Bab II Landasan Teori ............................................................................... 9
2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi.............................................. 9
2.1.1 Pengertian Sistem.......................................................... 9
2.1.2 Pengertian Informasi..................................................... 11
2.2 Sistem Informasi Geografi...................................................... 12
2.2.1 Definisi Sistem Informasi Geografis............................. 12
ix
2.2.2 Data Raster.................................................................... 17
2.2.3 Data Vektor.................................................................. 18
2.2.4 Definisi Buffering........................................................ 19
2.2.5 Geomorologi................................................................ 23
2.2.6 Lahan Potensial dan Lahan Kritis............................... 27
2.2.7 Persebaran Lahan Potensial dan Lahan Kritis............. 36
Bab III Metodologi Penelitian..................................................................... 53
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 53
3.2 Bahan dan Alat………………………………………………. 53
3.2.1 Bahan.............…………………………………………. 53
3.2.2 Alat...................................…………………………….. 54
3.3 Populasi dan Sampel................……………............................. 54
3.4 Metode Yang Digunakan…………………………………….. 55
3.4.1 Metode Penelitian..…………………………………….. 55
3.4.2 Metode Pelaksanaan.…………………………………… 57
Bab IV Hasil dan Pembahasan...................................................................... 59
4.1 Profil Instani…………………………...................................... 59
4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)........
59
4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane..........................................................................
60
4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane..........................................................................
62
4.1.4 Tujuan dan Sasaran......................................................... 63
4.1.5 Strategi dan Kebijakan.................................................... 64
4.1.6 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane..........................................................
65
x
4.2 Wilayah Situ Gintung................................................................. 66
4.3 Pembahasan............................................................................... 68
4.3.1 Pengolahan Area Situ Gintung dan Jarak Bebas............ 68
4.3.2 Lahan Existing............................................................... 78
4.4 Rencana Pembangunan.............................................................. 84
Bab V Penutup 85
5.1 Kesimpulan.............................................................................. 85
5.2 Saran........................................................................................ 85
Daftar Pustaka.................................................................................................. 86
Lampiran Lampiran 1 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada
Dinas Pekerjaan Umum.....................................................
xv
Lampiran 2 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada
Kelurahan Cireundeu.........................................................
xvi
Lampiran 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.................................. xvii
Lampiran 4 Surat Keputusan Penunjukan Dosen Pembimbing............ xxxvi
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Kelas Kemampuan Lahan, Sifat, dan Resiko Ancaman........ 29
Tabel 2.2 Butir Batuan dan Diameternya….…..................................... 31
Tabel 2.3 Kemiringan Lereng ……………………………………….. 38
Tabel 2.4 Nilai-Nilai Tipikal Sudut Gesek............................................ 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Komponen-Komponen GIS............................................. 14
Gambar 2.2 Sumber Data Sistem Informasi Geografis....................... 16
Gambar 2.3 Profil Tanah……………….............................................. 27
Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial.......................................... 34
Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis................................................ 36
Gambar 2.6 Penyebab terjadinya lahan kritis..................................... 47
Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (konservasi tanah)............ 48
Gambar 3.1 Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi........................ 57
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane….................................................….
65
Gambar 4.2 Batas Administrasi Kelurahan Cireundeu….………….. 66
Gambar 4.3 Menu Add Theme………………………………………. 69
Gambar 4.4 Peta Areal Situ Gintung.................................................. 70
Gambar 4.5 View (Properties).…………………………………….. 71
Gambar 4.6 Menu View Properties................................................... 72
Gambar 4.7 Line Yang Sudah Berubah Warna................................. 73
Gambar 4.8 Create Buffers…………………………..…................. 74
Gambar 4.9 Create Buffers “the features of a theme”...................... 75
Gambar 4.10 Create Buffers “at a specified distance”......................... 75
Gambar 4.11 Create Buffers “a new theme”...................................... 76
Gambar 4.12 Hasil Buffers.................................................................. 77
Gambar 4.13 Lahan Existing ”jalan ”................................................... 78
Gambar 4.14 Lahan Existing ”Pemukiman/Lahan Hijau”................. 79
xiii
Gambar 4.15 Hasil Buffering Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a…………………
80
Gambar 4.16 Hasil Buffering Menurut Topografi.………………….. 81
Gambar 4.17 Potongan Situ Gintung....………................................... 82
Gambar 4.18 Jenis Tanah.................................................................... 83
Gambar 4.19 Rencana Pembutan Gorong-gorong ............................. 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah merambah di semua aspek kehidupan di
seluruh dunia, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya penggunaan
komputer dalam dunia pendidikan dan kerja yang sudah tidak asing lagi.
Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi si
pengguna dalam memenuhi kebutuhan akan informasi. Salah satu contoh
kemajuan teknologi informasi di bidang geografi adalah Sistem Informasi
Geografi (SIG).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang
digunakan untuk memasukkan (capturing), menyimpan, memeriksa,
mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data-
data yang berhubungan dengan posisi di permukaan bumi.
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem dapat diubah
dari sistem konvensional menjadi sebuah sistem berbasis geografis atau
gambar, yang dimaksud dengan sistem konvensional adalah sistem yang
hanya dapat menampilkan data-data atribut saja, sedangkan sistem yang
berbasis geografis adalah sistem yang dapat menampilkan gambaran dari
situasi dan data atribut seperti yang ditampilkan pada sistem konvensional
(Yousman, 2004) .
2
Perkembangan teknologi saat ini telah banyak membantu manusia
dalam mengerjakan pekerjaan mereka sehingga menjadi lebih mudah,
cepat dan hasil yang memuaskan.
Situ Gintung sebagai bagian dari sistem aliran Sungai Ciliwung
Cisadane di bangun sejak tahun 1932 hingga 1933 oleh Belanda
Pemanfaatan Situ Gintung adalah untuk kebutuhan air masyarakat,
perikanan, pengendali banjir dan wisata.
Tetapi pada tanggal 27 Maret 2009 tanggul Danau gintung jebol
dengan kronologi sebagai berikut:
Berawal pada tanggal 26 Maret 2009 mulai jam 16.00 hingga 19.00
wib, hujan lebat dan disertai angin kencang dan petir melanda kawasan
Ciputat dan sekitarnya membuat permukaan air danau Situ Gintung
meningkat dan melebihi kapasitas. Akibatnya tanggul Situ yang berada di
Kelurahan Cirendeu Ciputat jebol dan air meluap ke pemukiman warga
yang berada di belakang tanggul tersebut. Ratusan pemukiman warga
mengalami luluhlantah dan puluhan rumah dan bangunan lainnya
mengalami kerusakan cukup parah. Ratusan rumah penduduk hancur luluh
merata dengan tanah, puluhan penduduk meninggal dunia dan ratusan
penduduk dinyatakan hilang.
3
Tanggal 26 maret 2009 :
1. Pukul 14.00 WIB turun hujan deras disertai angin.
2. Pukul 16.00 WIB hujan makin deras disertai butiran es melanda
wilayah selatan Jakarta yang mengakibatkan air Situ Gintung
penuh.
3. Pukul 23.00 WIB warga mulai mendengar suara gemuruh dari arah
tanggul di Situ Gintung dan sejumlah warga mulai berbenah karena
takut tanggul akan jebol.
Tanggal 27 maret 2009 :
1. Pukul 00.00 WIB – 01.00 WIB tanggul di sisi utara mulai retak.
2. Pukul 03.00 WIB – 04.00 WIB tanggul yang dijadikan jembatan
yang dibangun Belanda tahun 1930-an tidak mampu menahan air
dan akhirnya jebol. Air bah menerjang RT.02, RT.03, RT.04 yang
berada di RW.08 Kampung Poncol, Situ Gintung, Cireundeu,
Ciputat, Tangerang.
3. Pukul 04.00 WIB air mulai bertambah tinggi, warga mengungsi,
ada yang naik ke atap rumah. (sumber BBMG Wilayah II
Kampung Utan Ciputat)
Saat ini lahan di sekitar Situ Gintung telah berubah seakan sebuah
lahan tidur yang tentu saja memerlukan penataan ulang, untuk
menghindari terulangnya kejadian yang sama maka pada kesempatan ini
4
saya tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS KRITIS
DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT
TANGERANG SELATAN” untuk sebagai bahan informasi untuk
mendukung penataan lahan Situ Gintung bagi pemerintah kota Tangerang
khususnya Dinas PU (Pekerjaan Umum)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah yang
akan penulis lakukan kemukakan adalah:
1. Bagaimana merancang GIS yang bisa menggambarkan kondisi fisik
areal Situ Gintung dan sekitarnya.
2. Bagaimana GIS tersebut dapat menjadi penataan lahan di sekitar Situ
Gintung berupa lokasi-lokasi peruntukan:
- Areal Situ Gintung.
- Jarak bebas pembangunan pemukiman terhadap
pemukiman menurut peraturan pemerintah.
- Penggunaan lahan eksisting.
1.3. Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan supaya penelitian yang dilakukan lebih
terarah dan dengan menimbang keterbatasan yang ada, maka penelitian
hanya menekankan pada:
5
1. Layout hasil aplikasi pada ArcView
2. Informasi yang di tampilkan hanya sebatas hasil buffering yang
terdapat disekitar Situ Gintung.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan
Tujuan dilaksanakan skripsi ini adalah:
- Menghasilkan GIS penggunaan lahan pemukiman yang
menggunakan ketentuan jarak bebas yang ditentukan oleh
peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) no. 63 tahun
1993 pasal 10 bagian a, berdasarkan kemiringan topografi,
pemukiman dan vegetasi.
1.4.2. Manfaat
a. Manfaat untuk mahasiswa adalah:
1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu
sistem informasi.
2. Untuk memenuhi beban satuan kredit semester (SKS)
yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di
Fakultas Sains Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Jurusan Sistem Informasi.
3. Menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.
6
4. Membandingkan teori yang didapat di perkuliahan
dengan masalah yang sebenarnya dilapangan.
b. Manfaat untuk Masyarakat adalah :
1. Menyediakan informasi bagi masyarakat dalam hal
pembangunan sekitar areal Situ Gintung.
2. Menyediakan informasi mengenai data tata lahan
maupun laporan yang dibutuhkan baik tingkat
masyarakat.
c. Manfaat untuk Universitas adalah :
1. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menguasai
materi yang diberikan.
2. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menerapkan
ilmu-ilmu yang bersifat teori dan sebagai evaluasi
terhadap materi yang telah diberikan.
1.5. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan teknik pengumpulan data meliputi
1. Lokasi Penelitian: Situ Gintung
2. Pengumpulan data:
b. Data Primer, meliputi: wawanacara dengan key-person,
participant observation, dan cognitive mapping.
b. Data Sekunder, meliputi dokumentasi peta Situ Gintung, dan peta
7
digital.
3. Modelling dan Overlay dengan menggunakan program GIS ArcView
3.3
4. Studi kepustakaan, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi yang
berhubungan dengan teori-teori atau konsep-konsep yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyajikan dalam 5
bab yang digambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang,
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, sistematika penulisan dan hipotesis.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan secara singkat teori yang mendukung
penyusunan dan penulisan tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai pemaparan metode yang
penulis pakai dalam pencarian data maupun perancangan sistem
yang dilakukan pada penelitian.
8
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang analisa kebutuhan sistem,
perancangan sistem serta implementasi sistem yang dibuat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dari apa yang telah
dibahas pada bab sebelumnya dan memberikan saran untuk
pengembangan sistem yang lebih baik lagi.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem
Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan
saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai
suatu tujuan. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam
suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.
Sistem menurut para ahli (Barus dan Wiradisastra, 1996):
a. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam
suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan
lingkungan.
b. Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat
hubungan satu sama lain.
c. Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang
terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu
sama lainnya.
10
Syarat-syarat sistem :
1. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
2. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
3. Adanya hubungan diantara elemen sistem.
4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material)
lebih penting dari pada elemen sistem.
5. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.
Secara garis besar, sistem dapat dibagi dua:
a. SISTEM FISIK (PHYSICAL SYSTEM ):
Kumpulan elemen-elemen/unsur-unsur yang saling berinteraksi
satu sama lain secara fisik serta dapat diidentifikasikan secara
nyata tujuan-tujuannya.
Contoh:
- Sistem transportasi, elemen : petugas,mesin, organisasi
yang menjalankan transportasi
- Sistem Komputer, elemen : peralatan yang berfungsi
bersamasama untuk menjalankan pengolahan data.
b. SISTEM ABSTRAK (ABSTRACT SYSTEM):
11
Sistem yang dibentuk akibat terselenggaranya ketergantungan
ide, dan tidak dapat diidentifikasikan secara nyata, tetapi dapat
diuraikan elemen-elemennya.
2.1.2 Pengertian Informasi
Informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat
menjalankan operasi-operasi dimulai dari perencanan pengamatan dan
pengumpulan data, kemudian untuk penyimpanan dan analisis data, termasuk
penggunaan informasi yang diturunkan ke beberapa proses pembuatan
keputusan. Kualitas dari suatu informasi (quality of nformation) tergantung
dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat (accurate), tepat pada waktunya
(timeliness) dan relevan (relevance).
a. Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan
dan tidak menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus
jelas mencerminkan maksudnya. Informasi harus akurat karena
dari sumber informasi sampai ke penerima informasi
kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat
merubah atau merusak informasi tersebut.
b. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang pada
penerima tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah usang
12
tidak akan mempunyai nilai lagi. Karena informasi merupakan
landasan di dalam pengambilan keputusan, apabila terlambat
dalam pengambilan keputusan, maka akan berakibat fatal.
Dewasa ini mahalnya nilai informasi disebabkan harus
cepatnya informasi tersebut untuk didapat, sehingga diperlukan
teknologi-teknologi mutakhir untuk mendapatkan, mengolah
dan mengirimkannya.
c. Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk
pemakainya. Relevan informasi untuk tiap-tiap orang satu
dengan yang lainnya berbeda.
Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif
dibandingkan dengan biaya mendapatkannya. Akan tetapi perlu diperhatikan
bahwa informasi yang digunakan di dalam suatu sistem informasi geografis
umumnya digunakan untuk beberapa kegunaan. Sehingga tidak
memungkinkan dan sulit untuk menghubungkan suatu bagian informasi pada
suatu masalah yang tertentu dengan biaya untuk memperolehnya, karena
sebagian besar informasi dinikmati tidak hanya oleh satu pihak di dalam
perusahaan. Lebih lanjut sebagian besar informasi tidak dapat persis ditaksir
keuntungannya dengan suatu nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai
efektivitasnya (Prahasta, 2002).
13
2.2 Sistem Informasi Geografi
2.2.1 Definisi Sistem Informasi Geografi (SIG)
Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi
Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk
memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan
menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota,
dan pelayanan umum lainnya.
Dan merupakan sistem infomasi berbasis komputer yang
menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta
tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah,
memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data spatial untuk
menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan. Dengan
definisi ini , maka terlihat bahwa aplikasi SIG dilapangan cukup luas terutama
bagi bidang yang memerlukan adanya suatu sistem informasi tidak hanya
menyimpan, menampilkan, dan menganalisa data atribut saja tetapi juga unsur
geografisnya seperti PT. Telkom, Pertamina, Departemen Kelautan,
Kehutanan, Bakosurtanal, Marketing, Perbankan, Perpajakan.
14
Geografi berasal dari bahasa Yunani, gabunagan dari dua suku kata,
yaitu Geo yang berarti bumi dan Graphien yang berarti lukisan. Dengan
demikian jika diartikan, maka geografi berarti lukisan bumi. Sedangkan secara
luas, yatiu suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah bumi secara luas
dalam hubungannya dengan keruangan (Prahasta, 2002).
Gambar 2.1. Komponen-komponen GIS (Prahasta, 2002)
1. Orang yang menjalankan sistem meliputi mengoperasikan,
mengembangkan bahkan memperoleh Manfaat dari sistem. Kategori
orang yang menjadi bagian dari SIG ini ada beragam, misalnya
operator, analis, programmer, database administrator bahkan
stakeholder.
15
2. Aplikasi merupakan kumpulan dari prosedur-prosedur yang digunakan
untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan,
klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable
dan sebagainya.
3. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data
atribut.
4. Data grafis/spasial ini merupakan data yang merupakan representasi
fenomena permukaan bumi yang memiliki referensi (koodinat) lazim
berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari
interpretasi data-data tersebut.
5. Sedangkan data atribut misalnya data sensus penduduk, catatan survei,
data statistik lainnya. Kumpulan data-data dalam jumlah besar dapat
disusun menjadi sebuah basisdata. Jadi dalam SIG juga dikenal adanya
basisdata yang lazim disebut sebagai basisdata spasial
(spatialdatabase).
6. Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus
dan memiliki kemampuan Pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan,
analisis dan penayangan data spasial. Ada pun merk perangkat lunak
ini cukup beragam, misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info,
TNT Mips (MacOS, Windows, Unix, Linux tersedia), GRASS, bahkan
ada Knoppix GIS dan masih banyak lagi.
16
7. Perangkat keras ini berupa seperangkat komputer yang dapat
mendukung pengoperasian perangkat lunak yang dipergunakan.
Dalam perangkat keras ini juga termasuk didalamnya scanner,
digitizer, GPS, printer dan plotter.
INPUT DATA
- Data Spatial - Data Tabular - Data Raster
PROSES DATA
- Pengolahan - Analisis
OUTPUT DATA
- Tabel - Grafik - Peta
Gambar 2.2. Sumber Data Sistem Informasi Geografis (Prahasta, 2002)
Data-data pada Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diperoleh dari
beberapa sumber yaitu:
Peta adalah gambar atau lukisan pada kertas, dan sebagainya yang
menunjukkan letak tanah, laut, sungai, gunung, dan sebagainya; denah;
representasi melalui gambar dari suatu daerah yang menyatakan sifat-sifat
seperti batas daerah, sifat permukaan. Peta dalam arti luas adalah sebuah alat
peraga, bisa berupa gambar tentang tinggi rendahnya suatu daerah (topografi),
penyebaran penduduk, curah hujan, penyebaran batuan (geologi), penyebaran
jens tanah dan semua hal lain yang berhubungan dengan kedudukan dalam
17
ruang. Sedangkan pengertian peta dalam arti sempit (konvensional) adalah
gambar dari permukaan bumi, dalam skala tertentu dan digambarkan di atas
bidang datar melalui sistem proyeksi.
Adapun fungsi dari peta adalah :
a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam
hubungannya dengan tempat lain) di permukaan bumi.
b. Memperlihatikan ukuran, karena melalui peta dapat diukur luas daerah
dan jarak di atas permukaan bumi.
c. Memperlihatkan atau menggambarkan bentuk-bentuk permukaan
bumi.
d. Menyajikan data tentang potensi suatu daerah.
Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data
spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang
dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial
merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya
berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi
menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data
vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat
(grid/sel) sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data
18
yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan
dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area
(Prahasta, 2002)
2.2.2 Data Raster
Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data
spasial dengan menggunakan struktur matriks atau pixel-pixel yang
membentuk grid. Kumpulan pixel-pixel yang menggambar suatu obyek
spasial dapat disebut sebagai dataset obyek. Setiap pixel dalam dataset raster
mempunyai informasi atau sekumpulan data yang unik. Informasi yang
terdapat dalam satu pixel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu data
atribut (informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, dan pemukiman) dan
koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data tersebut. Data
spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan
dengan unsur-unsur obyek spasialnya (peta). Akurasi model data ini
tergantung pada resolusi atau ukuran dari pixelnya (sel/grid) yang mewakili
luasan di permukaan bumi. Memori yang digunakan untuk model raster ini
cukup besar. Data berbentuk raster terdiri dari citra satelit, foto udara, dan
gambar. Data gambar sebelum disimpan kemodel raster harus dikonversi
19
kebentuk digital dahulu dengan menggunakan scanner atau perangkat lain
(Prahasta, 2002).
2.2.3 Data Vektor
Data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis
atau area (polygon). Bentuk-bentuk tersebut didefinisikan oleh sistem
koordinat cartesian dua dimensi (x,y). Representasi vektor suatu obyek
spasial merupakan suatu usaha menyajikan obyek sesempurna mungkin.
Untuk itu, dimensi koordinat diasumsikan bersifat kontinyu (tidak
dikuantisasi sebagaimana pada model data raster) yang memungkinkan semua
posisi, panjang dan dimensi didefinisikan dengan presisi. Data vektor tidak
memerlukan memori yang besar. Data model vektor terdiri dari peta-peta dan
peta tersebut harus dikonversikan dahulu kedalam bentuk digital dengan
menggunakan scanner (Prahasta, 2002).
Faktor-faktor penunjang kesuksesan SIG antara lain :
a. Set data, digunakan untuk merepresentasikan sesuatu tentang
dunia nyata pada suatu saat.
b. Organisasi data, mengorganisasikan data ke dalam suatu
bentuk database.
20
c. Pemilihan model, menggambarkan obyek atau fenomena yang
ada di dunia dan memprediksi bagaimana suatu kejadian alam
terjadi.
d. Kriteria, digunakan untuk mengevaluasi model yang nantinya
menunjukkan tingkat kegunaan dari user untuk membuat
keputusan
2.2.4 Definisi Buffering
Buffering merupakan salah satu analisis spatial yang sering digunakan
dalam SIG. Buffer biasanya digunakan untuk mewakili suatu jangkauan
pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu
kepentingan analisis spasial. Buffer dapat dilakukan untuk tipe feature
polygon, polyline maupun point. Pembuatan buffer membutuhkan penentuan
jarak dalam satuan yang terukur (meter atau kilometer). Fungsi buffer sering
digunakan untuk membuat penyangga dengan suatu jarak tertentu pada feature
titik, garis maupun polygon yang diseleksi. Hasil dari bufer ini dapat berupa
garis atau feature polygon. Feature yang dipilih untuk dibuffer dapat lebih dari
satu layer dan dapat lebih dari satu tipe feature. Jika lebih dari satu feature di
pilih untuk dibuffer maka buffer yang terpisah akan dibentuk untuk setiap
pilihan feature (Nuarsa, 2004).
a. Kelebihan dari metode ini diantaranya yaitu:
21
1. Mudah dilakukan pembuatan buffering berdasarkan feature
yang diseleksi.
2. Memberikan banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai
aplikasi.
3. Proses buffering tidak membutuhkan waktu yang lama.
b. Kekurangan dari metode ini yaitu:
1. Buffering tidak dapat dilakukan untuk beberapa layer secara
langsung, sehingga proses buffering dilakukan satu per satu.
2. Hasil dari beberapa buffering membutuhkan penyusunan atau
pengaturan agar layer tidak tumpang tindih, dalam hal ini tidak
terjadi secara otomatis.
c. Aplikasi Buffering dan Manfaatnya
1. Menentukan batas kewenangan kabupaten yaitu 3 mil dari
garis pantai serta batas kewenangan propinsi yaitu 12 mil agar
tidak terjadi kekeliruan dalam pemanfaatan sumberdaya serta
tidak menimbulkan konflik baik dalam masyarakat atau
pemerintah terkait dengan pemanfaatan ganda.
2. Membuat zona inti, zona penyangga atau zona pemanfaatan
berdasarkan suatu jarak untuk suatu kawasan Daerah
Perlindungan Laut atau daerah konservasi. Dengan demikian
22
masyarkat dapat mengetahui daerah yang diperuntukan untuk
perlindungan dan pemanfaatan.
3. Memprediksi daerah yang rawan banjir sehingga dapat segera
mengevakuasi warga berada pada kawasan rawan banjir.
4. Mengetahui penyebaran bahan pencemar dari daerah pesisir
atau bahan berbahaya dan beracun dengan mengestimasi jarak
atau radius dari bahan pencemar yang telah tersebar di
perairan. Sehingga dapat menghasilkan keputusan secara cepat
dalam mencegah warga untuk tidak mengkonsumi ikan di
daerah tersebut.
5. Mengestimasi luasan tumpahan minyak kapal tanker dengan
suatu radius tertentu sehingga dapat diketahui daerah mana
yang terkena tumpahan minyak.
6. Melakukan ekspansi sektor di suatu kawasan baik di pesisir
dan laut sehingga tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang
ganda antara dua kepentingan yang berbeda.
7. Menghitung luas kerusakan mangrove dengan misalnya
mangrove ditebang pada radius 100 meter dari garis pantai
yang ada dengan mengimplementasikan fungsi bufer yang ada
pada aplikasi GIS pada masing-masing garis pantai yang
dievaluasi.
23
8. Mengestimasi daerah yang rawan atau berpotensi terkena
tsunami dengan menerapkan fungsi bufer misalnya pada radius
50 km dari garis pantai sehingga dapat merencanakan
permukiman penduduk yang aman dari tsunami.
2.2.5 Geomorfologi
Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang
terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos
(knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut,
maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-
bentuk permukaan bumi. Namun, Geomorfologi bukan hanya mempelajari
bentuk-bentuk muka bumi, tetapi lebih dari itu mempelajari material dan
proses.
Berdasarkan pada pengertian Geomorfologi diatas, secara singkat
dapat dijelaskan bahwa Geomorfologi membicarakan tentang bentuk lahan
dan proses yang terjadi di permukaan bumi termasuk pergerakan material, air
dan drainase serta faktor lain yang memicu terjadinya proses geomorfik.
Secara singkat berikut ini disajikan mengenai beberapa definisi geomorfologi
yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:
24
1) Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi tentang bentuk
lahan.
2) Dinyatakan bahwa geomorfologi adalah studi mengenai
bentuklahan dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses
perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
3) Disebutkan bahwa geomorfologi adalah ilmu pengetahuan
tentang bentuk lahan.
4) Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi yang
menguraikan bentuklahan dan proses yang mempengaruhi
pembentukannya serta mengkaji hubungan timbal balik antara
bentuklahan dengan proses dalam tatanan keruangannya.
5) Bentuk lahan adalah menjadi sasaran Geomorfologi bukan
hanya daratan tetapi juga yang terdapat di dasar laut (lautan).
Dengan demikian obyek kajian dari Geomorfologi berdasarkan
definisi-definis tersebut adalah bentuklahan, bukan hanya sekedar
mempelajari bentuk-bentuk yang tampak saja, tetapi juga mentafsirkan
bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa terjadi, proses apa yang
mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka bumi. Misalnya, dalam
mempelajari pegunungan, lembah-lembah atau bentukan-bentukan lain yang
ada di permukaan bumi, bukan hanya mempelajari dalam arti mengamati serta
mengukur bentukan-bentukan tersebut, tetapi juga mnedeskripsikan dan
25
menganalisa bagaimana bentukan itu terjadi. Dalam hal ini kita harus berhati-
hati, karena pada bentukan yang tampak sama, ada kemungkinan latar
belakang pembentukan dan kejadiannya tidak sama, bahkan sangat berbeda
sekali. Umpamanya suatu deretan pegunungan, mungkin terjadi karena
pelipatan kulit bumi, patahan, mungkin juga karena hasil pengerjaan erosi
yang demikian hebat, sehingga menimbulkan relief permukaan bumi yang
bervariasi, dan penyebab lainnya.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa Geomorfologi adalah mempelajari bentuklahan (landform),
proses-proses yang menyebabkan pembentukan dan perubahan yang dialami
oleh setiap bentuklahan yang dijumpai di permukaan bumi termasuk yang
terdapat di dasar laut/samudera serta mencari hubungan antara bentuklahan
dengan proses-proses dalam tatanan keruangan dan kaitannya dengan
lingkungan. Di samping itu, juga menelaah dan mengkaji bentuklahan secara
deskriptif, mempelajari cara pembentukannya, proses alamiah dan ulah
manusia yang berlangsung, pengkelasan dari bentuklahan serta cara
pemanfaatannya secara tepat sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Konsep Dasar Geomorfologi
26
Dalam mempelajari geomorfologi secara baik diperlukan secara baik
dasar pengetahuan yang baik dalam bidang klimatologi, geografi, geologi
serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat dengan proses
dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka
bumi menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic
cycles), yang meliputi pembentukan daratan oleh tenaga dari dalam bumi
(endogen), proses penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau tenaga
eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran muka bumi (agradasi),
dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya
merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam sekala waktu sangat lama.
Geomorfologi bukan hanya sekedar mempelajari bentuklahan yang
tampak saja, tetapi juga mentafsirkan bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa
terjadi, proses apa yang mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka
bumi. Jadi meliputi bentuklahan (landform), proses-proses yang menyebabkan
pembentukan dan perubahan yang dialami oleh setiap bentuklahan yang
dijumpai di permukaan bumi termasuk yang terdapat di dasar laut/samudera
serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam
tatanan keruangan dan kaitannya dengan lingkungan. Jadi proses-proses
geomorfologi mempelajari ekologi bentang lahannya yang tersusun atas
batuan, bentuklahan, tanah, vegetasi, penggunaan lahan, dan lain-lain. Dengan
demikian bahwa dalam mempelajari geomorfologi terkait pada geologi,
27
fisiografi, dan proses geomorfologi yang menjadi faktor yang tidak dapat
diabaikan dalam perubahan bentuklahan. Konsep dasar Geomorfologi perlu
dipahami secara baik untuk mempelajari Geomorfologi dalam membantu
mengenal dan menganilasa kenampakan bentuklahan di permukaan bumi,
sehingga pada akhirnya dapat mengenal peristilahan baik secara deskriptif
maupun secara empiris, terutama nanti dalam melakukan klasifikasi
bentuklahan.
Geomorfologi mempunyai peran dan terapan dalam survei dan
pemetaan, survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan,
keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis
medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen (Suprapto,
2001).
Analisis
Analisis didefinisikan bagaimana memahami dan menspesifikasi dengan
detail apa yang harus dikerjakan oleh sistem (Al Fatta, 2007).
2.2.6 LAHAN POTENSIAL DAN LAHAN KRITIS
28
Selama ini orang beranggapan bahwa tanah sama pengertiannya
dengan lahan. Padahal menurut konsep geografi, lahan dan tanah memiliki
perbedaan yang mendasar.
Tanah dalam bahasa Inggris disebut Soil. Tanah adalah suatu benda
fisis yang berdimensi tiga, terdiri dari lebar, panjang, dan dalam, merupakan
bagian paling atas dari kulit bumi. Sedangkan lahan dalam bahasa Inggrisnya
land. Lahan adalah merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan
dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup
manusia. Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air.
Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia. Jadi
kesimpulannya, pengertian lahan lebih luas dari tanah. Tanah mempunyai
susunan lapisan tanah atau disebut juga propil tanah.
Gambar 2.3. Profil tanah (Hardjowigeno, 2002).
29
Horison O merupakan horison organik. Terdapat pada tanah
bervegetasi. padat (hutan primer) yang belum diganggu oleh kegiatan
manusia.
Horison A merupakan campuran mineral dan organik. Disebut
horison eluviasi (pencucian), karena pada horison ini banyak mineral
dan organik yang tercuci.
Horison B disebut juga horison iluviasi (penimbunan), karena tempat
penimbunan mineral dan organik dari horison A.
Horison C, lapisan batuan induk yang belum banyak mengalami
proses pelapukan.
Horison R, batuan induk yang sama sekali belum mengalami proses
pelapukan.
1. Pengertian Lahan Potensial
Lahan Potensial adalah lahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Dalam arti sempit lahan potensial selalu dikaitkan dengan produksi pertanian,
yaitu lahan yang dapat memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun
dengan biaya pengelolaan yang rendah. Tetapi dalam arti luas, lahan potensial
dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia, yaitu lahan yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga
potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan tersebut
memberikan manfaat secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh,
30
suatu lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk
permukiman, pariwisata, atau kegiatan lainnya.
2. Pengertian Lahan Kritis
Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara
fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis.
Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan
tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat
dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan
tersebut (Sitanala, 2006).
Berikut ini disajikan tabel yang menghubungkan, kelas kemampuan lahan dan
resiko ancaman/hambatan.
Tabel 2.2: Kelas kemampuan lahan, sifat, dan resiko ancaman (Hardjowigeno, 2002).
Kelas Topografi Sifat Lahan Resiko Ancaman
I Hampir Datar Pengairan baik, mudah diolah, kemampuan menahan air baik, subur dan respon terhadap pupuk.
Ancaman erosi kecil, tidak terancam banjir
II Lereng Landai Struktur tanah kurang baik, pengolahan harus hati-hati, mengandung garam Natrium
Ada ancaman erosi, terancam banjir.
III Lereng Miring
Bergelombang
Untuk tanaman semusim tanahnya padat, kemampuan menahan air rendah, kandungan garam natrium sedang
Mudah tererosi
31
IV Lereng Miring
Dan Berbukit
Lapisan tanah tipis, kemampuan menahan air rendah, kandungan garam natrium tinggi
Sangat mudah tererosi dan sering banjir
V Datar Tidak cocok untuk pertanian, tanahnya berbatu-batu
Selalu tergenang air
VI Lereng Agak
Curam
Tanah berbatu-batu, mengandung garam natrium sangat tinggi
Erosi kuat, tidak cocok untuk pertanian
VII Lereng Curam Tanah berbatu, hanya untuk padang rumput
Erosi sangat kuat, perakaran sangat dangkal
VII Lereng Sangat Curam
Berbatu dan kemampuan menahan air sangat rendah
Tidak cocok untuk pertanian, lebih sesuai dibiarkan (alami)
1. Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari sudut Pertanian
(Hardjowigeno, 2002).
a. Ciri-ciri Lahan Potensial Untuk Pertanian
1) Tingkat Kesuburan Tinggi
Lahan yang subur adalah lahan dengan tanah yang banyak
mengandung mineral untuk kebutuhan hidup tanaman. Hal ini sangat
tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Untuk tanaman biji-
bijian banyak membutuhkan mineral posfor, untuk tanaman sayuran
membutuhkan mineral zat lemas (N2), dan tanaman umbi-umbian
membutuhkan mineral alkali. Jadi agar lahan dapat berproduksi secara
32
optimal harus disesuaikan, antara jenis mineral yang dikandung lahan
dengan jenis tanaman yang akan diusahakan.
2) Memiliki Sifat Fisis yang Baik
Lahan yang memiliki sifat fisis baik adalah lahan yang daya serap air
dan sirkulasi udara di dalam tanahnya cukup baik. Sifat fisis ini
ditunjukkan oleh tekstur dan struktur tanahnya. Tekstur tanah adalah
sifat fisis tanah yang berkaitan dengan ukuran partikel pembentuk
tanah. Partikel utama pembentuk tanah adalah pasir, lanau (debu), dan
lempung (tanah liat). Berasarkan ukuran partikel batuan, perhatikan
tabel 2.3. Tekstur tanah berpengaruh terhadap daya serap dan daya
tampung air. Tanah lempung teksturnya sangat halus, mudah
menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah pasir
mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya. Tekstur tanah yang
ideal untuk pertanian adalah geluh, yaitu tanah yang lekat. Tekstur
tanah geluh terdiri dari dua macam tanah, yaitu tanah lanau (20%
lempung, 30-50% lanau dan 30-50% pasir) dan tanah lanau berpasir
(20-50% lanau/lempung, 50-80% pasir). Struktur tanah adalah sifat
fisis tanah yang dikaitkan dengan cara partikel-partikel tanah
berkelompok. Struktur tanah ini berpengaruh terhadap pengaliran air
dan sirkulasi udara di dalam tanah.
33
Tabel 2.3. Butir batuan dan diameternya (Hardjowigeno, 2002).
No. Nama Butir Batuan Diameter (dalam mm)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bongkah
Berangkal
Kerakal
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
Lebih dari 256 mm
Antara 64 – 256 mm
Antara 4 – 64 mm
Antara 2 – 4 mm
Antara 0.053 – 2 mm
Antara0,002 – 0.053 mm
Kurang dari 0.002 mm
3) Belum Terjadi Erosi
Terjadinya erosi pada suatu lahan akan menyebabkan berubahnya
lahan potensial menjadi lahan kritis. Lahan yang telah mengalami
erosi, tingkat kesuburannya berkurang, sehingga kurang baik untuk
pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan lahan tanah yang paling
atas terkelupas. Sisanya tinggal tanah yang tandus, bahkan sering
merupakan batuan yang keras (padas). Proses erosi yang kuat sering
dijumpai di daerah pantai, akibat abrasi (pengikisan oleh gelombang
laut) dan di daerah pegunungan dengan lereng terjal serta miskin
tumbuhan. Erosi di pegunungan akibat adanya longsor dan soil creep
(tanah merayap).
34
b. Ciri-ciri Lahan Kritis Untuk Pertanian
1) Tidak Subur
Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak
subur terdapat di daerah yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi
dan banjir).
2) Miskin Humus
Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan
lahan pertanian, karena tanahnya kurang subur. Tanah Humus adalah
tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah
membusuk. Tanah humus dapat dijumpai di daerah yang
tumbuhannya lebat, contohnya hutan primer. Sedangkan lahan yang
miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah yang miskin atau
jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya
rusak.
2. Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari Sudut
Permukiman (Hardjowigeno, 2002).
a. Ciri-ciri Lahan Potensial untuk Permukiman
35
B
C A
y
x
z
5 m
4 m
1) Daya Dukung Tanah Besar
Artinya memiliki kemampuan untuk menahan beban dalam ton tiap
satu meter kubik. Jadi bila didirikan bangunan di atasnya tidak amblas.
2) Fluktuasi Air Baik
Artinya memiliki kedalaman air tanah yang sedang. Fluktuasi air
berpengaruh terhadap kondisi lingkungan, jika air tanahnya dangkal
maka keadaan di atasnya lembab dan jika air tanahnya dalam maka
keadaan di atasnya gersang (kering/tandus).
3) Kandungan Lempung cukup
Kandungan lempung berpengaruh terhadap kembang kerutnya
tanah. Hal ini erat kaitannya dengan pembuatan
pondasi,pembangunan jalan, saluran air, dan sebagainya.
4) Topografi
Topografi yang ideal untuk permukiman adalah yang
kemiringan lahannya antara 0% sampai 3%. Kemiringan
merupakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak
horisontal dikali 100%.
36
Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial
Kemiringan lereng gambar di atas adalah :
z = y x 100 % x
Kemiringan lereng 0% berarti tanahnya rata, dan kemiringan lereng
100% berarti sudut kemiringannya 45% (sangat curam). Topografi erat
kaitannya dengan kenyamanan hunian (tempat tinggal) dan keamanan dari
ancaman bencana alam seperti tanah longsor, banjir, dan sebagainya.
b. Ciri-ciri Lahan Kritis untuk Permukiman
1) Daya dukung tanah rendah, artinya tidak mampu menahan
beban dalam ton tiap satu meter kubik. Sehingga bila didirikan
bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan roboh (amblas).
2) Fluktuasi air tidak baik, artinya air tanahnya terlalu dangkal
atau terlalu dalam. Hal ini dapat mempengaruhi bangunan dan
kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan tersebut.
3) Topografi
37
Topografi yang tidak cocok untuk permukiman adalah yang
kemiringannya lebih dari 3%. Karena topografi dengan
kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti
tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu
kenyamanan hunian dan keamanan dari bencana alam tersebut.
Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis
Untuk mengetahui suatu lahan potensial atau kritis untuk pemukiman dapat dilihat dari kemiringan lerengnya yaitu perbandingan antara jarak vertikal (y) dan jarak horisontal (x) dikalikan 100% atau
y x 100% x
2.2.7 PERSEBARAN LAHAN POTENSIAL DAN LAHAN KRITIS
1. Persebaran Lahan Potensial
Lahan potensial tersebar di daerah dataran rendah, pegunungan, dan
pantai. Tetapi lahan potensial biasanya banyak terdapat di dataran rendah,
karena dataran rendah merupakan daerah endapan dengan tingkat kemiringan
dan erosi yang kecil. Berikut ini akan dijelaskan persebaran lahan potensial di
daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan (Hardjowigeno, 2002).
38
a. Lahan Potensial di Kawasan Pantai
Lahan potensial di kawasan pantai memiliki ciri-ciri:
- kemiringan 0 - 3%.
- perbedaan tinggi 0 - 5 m dari permukaan laut.
Kemiringan dan perbedaan tinggi yang rendah, menyebabkan lahan
potensial di daerah pantai terletak pada kawasan pasang surut air laut.
Kawasan ini banyak di tumbuhi tanaman bakau (mangrove), fungsi tanaman
bakau mengurangi abrasi dan mencegah perembasan air laut sampai jauh ke
pedalaman. Lahan potensial kawasan pantai di Indonesia terdapat di pantai
Timur Sumatera, pantai Barat, dan Selatan Kalimantan.
b. Lahan Potensial di Dataran Rendah
Mulai dataran pantai sampai ketinggian 400 meter dari permukaan laut
termasuk wilayah dataran rendah. Lahan potensial di dataran rendah memiliki
ciri-ciri:
- kemiringan 3 - 15%.
- perbedaan tinggi 5 - 10 m dari permukaan laut.
- umumnya merupakan endapan alluvial (endapan yang dibawa oleh
air sungai).
39
Pengikisan di daerah ini masih relatif kecil dan tata airnya cukup baik.
Karena merupakan endapan alluvial hasil erosi yang diangkut sungai yang
berhulu di daerah vulkanis (gunung api). Sehingga kawasan ini memiliki
kesuburan yang cukup tinggi. Lahan potensial dataran rendah di Indonesia
antara lain terdapat di Utara Jawa Barat (Indramayu).
c. Lahan Potensial di Daerah Pegunungan/Perbukitan
Lahan potensial di daerah pegunungan/perbukitan memiliki ciri-ciri:
- kemiringan 15 - 30%.
- perbedaan tinggi 10 - 300 m dari permukaan laut.
- kesuburan tanah tergantung pada batuan induk dan tingkat
pelapukan.
Erosi di daerah yang rendah relatif kecil, makin tinggi dan miskin
tumbuhan (vegetasi) tingkat erosi makin besar. Jika tanahnya terbentuk dari
hasil vulkanis (letusan gunung api), maka tanahnya subur. Pada kawasan
dataran rendah antara dua pegunungan (inter-mountain plain) dapat terbentuk
endapan alluvial yang subur. Lahan potensial kawasan pegunungan di
Indonesia banyak dijumpai pada kawasan pegunungan yang hutannya masih
baik (belum rusak). Hubungan antara kemiringan dengan topografi, dapat
Anda lihat pada tabel 2.4.
40
Tabel 2.4. Kemiringan lereng (Hardjowigeno, 2002).
Simbol Kemiringan Lereng Topografi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kurang dari 3%
3 – 5%
15 - 30%
30 - 50%
50 - 80%
80 - 100%
100 - 150%
150% - ke atas
Datar
Berombak
Bergelombang
Berbukit
Curam
Sangat curam
Terjal
Sangat terjal
2. Persebaran Lahan Kritis
a. Lahan Kritis di Kawasan Pantai
Kawasan pantai akan menjadi lahan kritis, jika terjadi pengikisan
pantai oleh gelombang laut (abrasi) yang kuat. Abrasi dapat menyebabkan
lapisan sedimen (endapan) akan hancur dan lenyap. Peristiwa ini terjadi pada
muara sungai yang pantainya terbuka dengan gelombang laut yang besar,
seperti di daerah muara sungai Progo (DI. Yogyakarta) dan muara sungai
Cimanuk (Jawa Barat).
b. Lahan Kritis di Kawasan Dataran Rendah
41
Lahan kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan
air atau proses sedimentasi (pengendapan) bahan yang menutupi lapisan tanah
yang subur. Genangan air terjadi karena tanahnya lebih rendah dari daerah
sekitarnya, sehingga waktu hujan lebat terjadi banjir dan air menggenang.
Lahan kritis di dataran rendah dapat dijumpai pada daerah sekitar Demak
(jawa Tengah), Lamongan, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban (Jawa Timur).
c. Lahan Kritis di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Lahan kritis di kawasan pegunungan terjadi akibat adanya longsor,
erosi atau soil creep (tanah merayap). Lapisan tanah yang paling atas (top
soil) terkelupas, sisanya tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan
padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng
terjal dan miskin tumbuhan penutup. Lahan kritis di kawasan pegunungan
banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya telah rusak. Lahan kritis
kawasan pegunungan di Indonesia antara lain di pegunungan Kendeng Utara
(Jawa Timur) dan sekitar gunung Ciremai (Jawa Barat).
Pemanfaatan Lahan Potensial dan Kendalanya
Sampai saat ini, belum seluruh lahan di permukaan bumi dimanfaatkan
seara optimal oleh manusia. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala
(hambatan), misalnya gurun pasir dengan amplitudo suhu (perbedaan suhu)
42
yang tinggi, lereng terjal, daerah yang sangat tinggi atau daerah yang tertutup
salju. Selama ini manusia hanya memanfaatkan lahan yang memungkinkan
untuk hidup sesuai dengan tingkat kebudayaannya.
1. Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Pantai
Lahan potensial di daerah pantai ternyata memiliki arti ekonomi yang
cukup tinggi. Pemanfaatan lahan potensial di daerah pantai antara lain:
a. Untuk Usaha Tambak Udang dan Bandeng
Kendala (hambatan) yang dihadapi adalah adanya pasang surut yang
perbedaannya cukup besar. Cara mengatasinya dengan membuat sistem
saluran yang dilengkapi dengan pintu air, untuk mengatur pergantian air agar
pH (tingakat keasaman) nya tetap.
b. Untuk Usaha Pembuatan Garam
Kendala utama yang dihadapi dalam usaha ini adalah cuaca (curah
hujan) yang tidak teratur.
c. Untuk Wisata Bahari (Wisata Laut)
Kendala yang dihadapi daerah pantai yang dijadikan tempat wisata
antara lain kurangnya sarana transportasi, penerangan (listrik), adat istiadat
masyarakat, dan keamanan.
43
2. Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Dataran Rendah
Lahan potensial pada kawasan dataran rendah dimanfaatkan untuk
pertanian. Di sini juga ada kendala yang dihadapi seperti pada daerah pantai.
Kendala yang dihadapi terutama terjadinya genangan air yang cukup lama
setelah banjir, sehingga dapat mengurangi bahkan menggagalkan hasil
pertanian (panen).
3. Pemanfaatan Lahan Potensial di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Lahan potensial di kawasan pegunungan, umumnya dimanfaatkan
untuk perkebunan, perhutanan, dan wisata pegunungan. Kendalanya antara
lain, terjadinya tanah longsor, erosi, dan soil creep (tanah merayap). Hal ini
disebabkan lahan potensial di kawasan pegunungan memiliki kemiringan
yang relatif besar dibandingkan dengan lahan potensial di pantai maupun di
dataran rendah.
Cara Pelestarian Lahan Potensial
Agar lahan potensial dapat memberikan daya dukung terhadap
kehidupan manusia dalam waktu yang relatif lama, maka harus dilakukan
upaya pelestarian. Usaha pelestarian lahan ini berkaitan erat dengan usaha
pengawetan tanah atau pengontrolan erosi. Secara garis besar usaha
pelestarian/pengawetan tanah dibagi menjadi dua, yaitu (Hardjowigeno,
2002):
44
1. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara
menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini
sangat efektif (tepat) dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara
mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain:
a. Penghijauan, yaitu penanaman kembali lahan gundul dengan jenis
tanaman tahunaan. Jenis tanamannya antara lain, akasia,angsana,
flamboyan. Fungsinya untuk mencegah erosi, mempertahankan
kesuburan tanah, dan menyerap debu/kotoran di udara lapisan
bawah.
b. Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis
tanaman keras. Jenis tanamannya antara lain, pinus, jati, rasamala,
dan cemara. Fungsinya untuk menahan erosi dan diambil hasilnya
(kayunya).
c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping), yaitu menanam
tanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk
menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke
dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan
kemiringan 3 - 8%.
45
d. Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering), yaitu menanam
lahan dengan tumbuhan keras (pinus, jati, cemara). Fungsinya
untuk menghambat penghancuran tanah permukaan oleh air hujan,
memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik tanah.
e. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping), yaitu
melakukan penanaman berbagai jenis tanaman secara berbaris
(larikan). Penanaman berbaris tegak lurus terhadap arah aliran air
atau arah angin. Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman
diperbesar, pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman
dipersempit. Fungsinya untuk mengurangi kecepatan erosi dan
mempertahankan kesuburan tanah.
f. Pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman
secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya
disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar
kesuburan tanah tidak berkurang.
2. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui tehnik-
tehnik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran air. Beberapa cara
yang umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
46
a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu
pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur. Fungsinya untuk
menghambat aliran air dan memperbesar resapan air.
b. Pembuatan tanggul/pematang/guludan bersaluran Pembuatan
tanggul sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat
tertampung dan meresap dalam tanah. Pada tanggulnya dapat
ditanami palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras (tangga-
tangga) pada lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya
untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air
dan mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase) Saluran pelepasan air ini dibuat
untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang pendek.
Sehingga aliran air dapat diperlambat dan mengatur aliran air
sampai ke sungai.
Metode pengawetan tanah atau pengontrolan erosi menjadi sangat
efektif apabila metode mekanik dipadukan atau dikombinasikan dengan
metode vegetatif, misalnya terrassering dan bufering.
Cara Pelestarian Lahan Potensial Di Pantai, Dataran Rendah, dan Pegunungan
(Hardjowigeno, 2002).
47
1. Pelestarian Lahan Potensial di kawasan Pantai
Untuk menjaga kelestarian lahan potensial di kawasan pantai antara
lain:
a. Tidak melakukan pengeringan rawa di kawasan pantai atau
pengrusakan hutan bakau (mangrove).
b. Membuat sistem saluran air yang dilengkapi dengan pintu air
untuk mengatur pergantian air agar pH nya tetap.
2. Pelestarian Lahan Potensial di Dataran Rendah
Pelestarian lahan potensial di dataran rendah antara lain dengan:
a. Pembuatan/perbaikan saluran air (drainase)
b. Penggunaan lahan secara teratur disesuaikan dengan kondisi
fisisnya.
c. Pemupukan tanah dalam jumlah seimbang, untuk menghindari
keracunan atau kejenuhan tanah terhadap pupuk.
d. Melakukan sistem pergiliran tanaman (crop rotation).
3. Pelestarian Lahan Potensial di Pegunungan/Perbukitan
Usaha pencegahan terjadinya lahan kritis di pegunungan anatara lain:
48
a. Penanaman pohon pelindung (tanaman penutup tanah) Fungsinya
untuk menghambat penghancuran tanah lapisan atas oleh air hujan.
Jenis tanaman yang paling cocok adalah tanaman reboisasi (pinus,
jati, rasamala, dan cemara).
b. Penanaman secara kontur yaitu melakukan penanaman searah
dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan
aliran air dan memperbesar resapan air.
c. Penggunaan tehnik pengolahan lahan secara baik yaitu pengolahan
tanah menurut garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran
air.
d. Pembuatan teras. (terrassering) Fungsinya untuk mengurangi
panjang lereng, memperbesar resapan air, dan mengurangi erosi.
e. Pembuatan tanggul/guludan bersaluran fungsinya agar air hujan
dapat tertampung dan meresap dalam tubuh.
49
Gambar 2.3 dan 2.4 menggambarkan beberapa penyebab terjadinya lahan kritis dan usaha pelestarian lahan.
Gambar 2.6 Penyebab terjadinya lahan kritis (Hardjowigeno, 2002)
50
Keterangan gambar:
a. Pergiliran tanaman (crop
rotation)
b. Pengendalian penggem-
balaan
c. Reboisasi
d. Bendungan alami kecil
e. Memperkuat pinggir sungai
f. Pengolahan tanah menurut
garis kontur.
Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (Hardjowigeno, 2002).
Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi adalah
hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan
kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran
permukaan serta tingkat kerusakan yang terjadi. Besarnya curah hujan adalah
volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya
curah hujan dapat dinyatakan dalam m³ per satuan luas, atau secara lebih
51
umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. Besarnya curah hujan
dapat dimaksud untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per
hari, per bulan, per musim atau per tahun. Intensitas hujan menyatakan
besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15
atau 30 menit, yang dinyatakan dalam mm jam¹־ atau cm jam¹־. Kekuatan
perusakan air yang mengalir di permukaan tanah akan semakin besar dengan
semakin curamnya dan panjangnya lereng permukaan tanah (Arsyad, 2006).
Topografi
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik
yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng
10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman lereng 45º. Selain
dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian
memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain dari pada itu, dengan
semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik
kebagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan, semakin banyak
(Arsyad, 2006).
Tabel 2.5 Nilai-nilai tipikal sudut gesek (Hardiyatmo, 2006)
52
Jenis Tanah Nilai Sudut
KERIKIL
Ukuran sedang
Berpasir
40º - 55 º
35º - 50 º
PASIR
Kering dan tidak padat
Jenuh dan tidak padat
Kering dan padat
Jenuh dan padat
-
-
43º - 50º
43º - 50º
LANAU atau PASIR BERLANAU
Tidak padat
Padat
27º - 30º
30º - 35º
LEMPUNG 20º - 42º
Tanah
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda.
Kepekaan tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi
berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat yang
mempengaruhi adalah : 1. sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi,
permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan 2. sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi ketahanan sturktur tanah terhadap disperse dan penghancuran
53
agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad,
2006).
Vegetasi
Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer
dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal
atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi
terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya
terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan
batuan di bawahnya. Oleh karena itu ia mempengaruhi volume air yang
masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah.
Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang,
menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap
tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas
sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Arsyad, 2006).
Manusia
Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang di
usahakannya akan rusak dan menjadi tidak produktif atau menjadi baik dan
54
produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusi akan
memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana
sehingga menjadi lebih baik dan memberikan pendapatan yang tinggi untuk
jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 2006)
Daerah Alir Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kawasan lahan di mana semua
air, dari hujan maupun salju, mengalir ke bawah menuju suatu penampung air
seperti kali, sungai, danau atau rawa-rawa. DAS juga disebut kawasan
tangkapan (catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu
“menangkap” seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan
ke kawasan hilir.
DAS bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan
kilometer persegi, atau bisa juga hanya selebar sebuah lembah. Di dalam
kawasan DAS yang sangat luas, di mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi
ke lembah-lembah yang rendah (seperti di daerah pegunungan), ada banyak
DAS kecil (seperti sumber-sumber air kecil dan sungai kecil yang mengalir ke
bawah menuju sungai yang lebih lebar dan laut).
DAS yang sehat mampu melindungi pasok air, menaungi hutan,
tanaman dan satwa liar, menjaga tanah tetap subur dan mendukung
55
komunitas yang mandiri, perubahan besar dan mendadak pada DAS, seperti
pembabatan pohon dan semak-semak, penimbunan sampah, atau
pembangunan jalan raya, perumahan dan bendungan dapat merusak DAS
dan sumber-sumber airnya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah
untuk mendukung komunitas yang sehat dan mendatangkan masalah-masalah
kesehatan, kelaparan dan perpindahan penduduk. Perencanaan yang
menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS dan bagaimana
air dan lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah
munculnya masalah-masalah di masa depan.
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun
Barat, No. 58 Jakata Timur (khususnya subbidang perancangan dan program)
dan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan Cireundeu Raya, Ciputat Timur
Tangerang Selatan 15419. Waktu penelitian ini mulai bulan 30 Oktober 2009
– 30 November 2009
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah peta dasar digital Situ Gintung
Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi
Banten dalam bentuk vektor dengan skala 1 : 10.000 yang diterbitkan oleh
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)
Cibinong dalam format shapefile dengan extention .shp, jarak aman wilayah
57
konservasi disekitar area lahan sekitar Situ Gintung yang dikeluarkan oleh
Kementerian Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang terjadi di Situ Gintung
Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi
Banten.
Letak geografis Situ Gintung berada di antara 106 Bujur Timur dan
06 Lintang Selatan.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu buah PC dengan
spesifikasi sebagai berikut :
1. Perangkat Lunak : Microsoft windows xp profesional SP2, ArcView
3.3 dengan ekstensi JPEG (JFIF) Image Support, Spatial Analyst untuk
pemasukkan data spasial maupun data atribut serta pengolahan peta.
2. Perangkat Keras : Pentium IV 2.16 GHz, Memori 896 MB DDR,
Harddisk 2.17 GHz.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi sekaligus sampel pada penelitian ini adalah area lahan sekitar
Situ Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Kabupaten
Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
58
3.4 Metode yang digunakan
3.4.1 Metode Penelitian
1. Metode Studi Pustaka
Pada metode Studi Pustaka, peneliti mengumpulkan dan mempelajari
buku – buku yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam
Pengembangan tata lahan pada Situ Gintung ini yang merupakan bagian data
– data, yaitu :
a. Buku Sistem Informasi Geografi dengan MapInfo Profesional
karya Yeyep Yousman.
b. Buku Analisis dan Perancangan Sistem Informasi karya Hanif Al
Fatta.
c. Buku Sistem Informasi Geografi karya Baba Barus dan U. S
Wiradisastra
d. Buku Menganalisa Data Spatial dengan ArcView GIS 3.3 karya
I Wayan Nuarsa.
Tulisan dan artikel dari internet dan buku-buku lain untuk
selengkapnya dapat dilihat pada daftar pustaka.
2. Metode Wawancara
59
Melakukan wawancara mengenai data area Situ Gintung, jarak aman
pembangunan pemukiman dan koordinat Situ Gintung dilakukan dengan
pihak Dinas Pekerjaan Umum Wilayah Cisadane (Sub Bidang Perencanaan
dan Program) Jalan infeksi tarun barat no.58 Jakarta Timur berdasarkan UU
SDA No. 7 tahun 2004. Dari wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa
Sungai lintas propinsi dan Danau yang berada dialiran Sungai Ciliwung
Cisadane berada dibawah wewenang pemerintah pusat yaitu Departemen
Pekerjaan Umum, Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung. Selain itu
wawancara juga dilakukan dengan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan
Cireundeu Raya, Ciputat Timur Tangerang Selatan 15419. Dari wawancara ini
diperoleh informasi berkaitan dengan batas-batas administrasi Kelurahan
Cireundeu dimana Situ Gintung terletak disana.
60
3.4.2 Metode Pelaksanaan
Gambar 3.1 Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi
Flowchart (diagram alir) tersebut menunjukkan kegiatan yang
dilakukan dalam pelaksanaan penelitian skripsi secara keseluruhan. Adapun
penjelasan pelaksanaan proses Skripsi sesuai flowchart adalah :Langkah awal
61
penulis membuat proposal untuk mengajukan penelitian dan pengambilan data
di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun Barat, No. 58 Jakata Timur
selama 1 bulan terhitung dari bulan Oktober – November. Setelah diterima
penulis mulai melakukan penelitian dan pengambilan data di Dinas Pekerjaan
Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC)
dengan melakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan peta Situ
Gintung, jarak aman pembangunan yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Setelah mendapat data-data yang dibutuhkan penulis melakukan
analisa data, kemudian penulis melakukan pengolahan data menggunakan
tehnik Buffering di Arcview, yang pada akhirnya akan didapatkan hasil output
seperti : layout keadaan penataan lahan di sekitar Situ Gintung berupa lokasi-
lokasi peruntukan
- Areal Situ Gintung.
- Jarak bebas pembangunan pemukiman terhadap pemukiman
menurut peraturan pemerintah.
- Penggunaan lahan eksisting.
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Instansi
4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)
Tugas Pokok Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah :
1. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah unit pelaksana
teknis di Bidang Konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan Pengendalian
daya rusak air pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Dirjen SDA melalui Direktur
terkait.
2. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dipimpin seorang Kepala
dan dibantu oleh satu Kabag TU dan 3 Kepala Bidang.
3. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan SDA yang meliputi perencanaan, pelaksanaan
Konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi SDA,
pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air pada wilayah
sungai Ciliwung Cisadane.
63
Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah
menyelenggarakan:
1. Penyusunan pola dan rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungai
Ciliwung Cisadane.
2. Penyusunan rencana dan pelaksana pengelolaan kawasan lindung sumber
air pada wilayah sungai ciliwung cisadane.
3. Pengelolaan SDA pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane.
4. Penyiapan rekomendasi yeknis dalam rangka pemberian ijin atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan SDA pada wilayah
sungai ciliwung cisadane.
5. Operasi dan pemeliharaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane.
6. Pengelolaan sistim hidrologi pada wilayah sungai ciliwung cisadane.
7. Penyelenggaraan data dan informasi SDA wilayah sungai ciliwung
cisadane.
8. Fasilitas kegiatan koordinasi pengelolaan SDA wilayah sungai ciliwung
cisadane.
9. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA pada wilayah sungai
ciliwung cisadane.
10. Pelaksanaan ketatausahaan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane.
64
4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
1. Tahun 1965 dibentuk Komando Proyek Banjir (Kopro Banjir)
yang khusus menangani masalah banjir di Jakarta.
1. Tahun 1984 berubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta
Raya dan sekitarnya.
2. Tahun 1994 berubah menjadi Proyek Induk Pengembangan
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane atau PIPWS Cilcis.
a. Program:
- Pengelolaan sumber air dan pengendalian banjir;
- Pengembangan dan konservasi sumber air.
b. Wilayah Kerja:
- Wilayah Jabodetebek,
- Batas Sungai Cimanceuri di Barat dan Cikarang di Timur.
1. Tahun 2005 dibentuk Induk Pelaksana Pengembangan Wilayah
Sungai Ciliwung Cisadane (IPK PWSCC ).
2. Tahun 2007 menjadi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane (BBWSCC) dengan tugas pokok dan program
pengelolaan Sumber Daya Air (SDA):
a. Konservasi,
65
b. Pendayagunaan Sumber Daya Air,
c. Pengendalian Daya Rusak Air.
4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
a. Visi
- Terwujudnya pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) wilayah
sungai Ciliwung Cisadane yang layak bagi kesejahteraan
rakyat dan berkelanjutan di wilayah jabodetabek.
b. Misi
- Melaksanakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane yang berkelanjutan.
- Mendayagunakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane secara adil serta memenuhi persyaratan kualitas
untuk berbagai kebutuhan masyarakat di wilayah Jabodetabek.
- Mengendalikan daya rusak air di wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane.
- Mengurangi masalah banjir yang akan terjadi dengan upaya
struktural.
66
- Memperdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan SDA di Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane.
- Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal
rekomendasi teknis untuk perijinan di dalam Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane.
4.1.4 Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan
- adalah untuk mendukung terjadinya kesejahteraan sosial dan
pertumbuhan Ekonomi Jabodetabek yang berkesinambungan.
b. Sasaran
- Tercapainya peningkatan jaringan irigasi, rehabilitasi irigasi,
pengoperasian dan pemeliharaan seluruh jaringan irigasi
terbangun.
- Menurunnya luas kawasan yang berpotensi terkena bencana
banjir.
- Meningkatnya jumlah wadah air berupa waduk dan rehabilitasi
Situ sebagai penyedia air baku air minum dan irigasi.
67
4.1.5 Strategi dan Kebijakan
1. SDA adalah Sistem yang sangat kompleks.
2. Wilayah SDA dapat berupa satu bagian dari wilayah
administrasi pemerintahan atau lintas wilayah administrasi.
3. Keterkaitan tak terpisahkan antara rencana tata ruang dan
rencana pengelolaan wilayah sungai.
4. Adanya batas teknis antara DAS dan CAT yang ada selalu
berdempetan secara tepat.
5. Batasan teknis tidak selamanya sama dengan batasan
administrasi.
6. Sistem SDA dapat dipandang debagai bagian infrastruktur ke
airan.
7. Pengelolaan bisa dilihat dari segi fungsi, misalnya untuk
irigasi, drainase sumber air dan sebagainya.
8. Pengelolaannya harus dilihat sebagai suatu sistem yang
terintegrasi, komprehensif, dan saling ketergantungan satu
sama lainnya.
68
4.1.6 STRUKTUR ORGANISASI BALAI BESAR WILAYAH
SUNGAI CILIWUNG CISADANE
Sesuai SK. Menteri PU Nomor : 384/KPTS/M/2006, Nomor :
135/KPTS/M/2008 Tanggal, 09 Januari 2008 dan SK. Dirjen.SDA No.
39/KPTS/D/2008 Tgl, 21 Februari 2008
Gambar 4.1. STRUKTUR ORGANISASI BBWS CC
69
4.2 Wilayah Situ Gintung
Gambar 4.2 Batas Administrasi Kelurahan Cireundeu
Pada Gambar 4.2 di atas dijelaskan bahwa Situ Gintung adalah Situ
buatan yang terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota
Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dalam konstelasi Jakarta, letak geografis
Situ Gintung berada di sekitar 106 Bujur Timur dan 06 Lintang Selatan.
Awalnya Situ Gintung sebagai waduk yang menjadi tempat penampungan air
hujan dan pengairan ladang pertanian di sekitarnya. Situ ini dibangun oleh
70
Belanda antara tahun 1932-1933. Luas awal situ itu ± 31 ha dengan
kedalaman rata-rata 10 meter. Kapasitas penyimpanan air mencapai 2,1 juta
meter kubik. Tetapi pendataan Tahun 2008, luas situ tinggal ± 21,4 ha.
Kapasitas penyimpanan air pun berkurang menjadi hanya ± 1,5 juta m3.
Penduduk Cireundeu ± 23.451 jiwa yang terbagi atas 12 rw dan 52 rt. Situ
Gintung adalah bagian dari Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan yang
termasuk salah satu sungai utama di Provinsi Banten dan DKI Jakarta. Di
tengah Situ Gintung terdapat pulau kecil yang menyambung sampai ke tepi
daratan. Luas pulau kecil yang diberi nama Pulau Situ Gintung itu, sekitar ±
1,5 ha. Dalam perkembangannya, situ ini telah berubah fungsi, selain sebagai
tempat penampungan air hujan, tempat wisata alam dan wisata air, juga
tempat olah raga dan taman atau ruang terbuka. Selain itu di sekitar Situ
Gintung tumbuh dan berkembang kawasan permukiman baik di hulu, sekitar
situ, dan hilir. Secara geografis Situ Gintung berbatasan dengan :
1. Utara : berbatasan dengan Rempoa
Disebelah utara situ gintung terdapat pemukiman penduduk yang
cukup padat perumahan.
2. Timur : berbatasan dengan Kampung Pisangan Timur
Dibagian timur situ gunung kepadatan pemukiman tidak begitu
terlihat, tetapi cukup banyak terdapat lahan kosong atau lahan
hijau.
71
3. Selatan : berbatasan dengan Kampung Pisangan Barat.
Pada sebelah selatan Situ Gintung keadaan geografisnya hampir
seimbang, karena cukup banyak lahan hijau dan cukup banyak
juga pemukiman penduduk yang dibangun diselatan Situ Gintung.
4. Barat : berbatasan dengan Cempaka Putih.
Batas administrasi Situ Gitung dibagian barat hampir sama dengan
keadaan geografisnya diwilayah utara Situ Gintung, yaitu padat
akan pemukiman penduduk dan dilalui jalan yang menghubungkan
antara Propinsi Banten dan Propinsi DKI Jakarta.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengolahan Area Situ Gintung dan Jarak Bebas
Pengolahan data dilakukan dengan mengolah data sekunder dari Dinas
PU Balai Besar Wilayah Ciliwung Cisadane yang telah terkumpul
Data – data tersebut adalah :
Jarak bebas menurut Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993
Data spasial
72
Di bawah ini adalah langkah-langkah pengolahan data :
1. Buka ArcView 3.3
2. Buka view baru, dengan mengklik new pada toolbox view.
3. Klik atau Add Theme lalu cari file K1209-4234.shp, C1209-
4234.shp, B1209-4234.shp, H1209-4234.shp, Pemukiman.shp,
Lahan_hijau.shp.
Gambar 4.3 Menu Add Theme
73
4. Cek list layer H1209-4234.shp maka akan muncul Gambar 4.4. yang
merupakan areal Situ Gintug
Gambar 4.4 Peta Dasar Areal Situ Gintung
74
5. Lalu klik View (Properties)
Gambar 4.5 View (Properties)
75
6. Selanjutnya akan keluar menu View Properties, pada menu Map Units
dan Distance Units ganti santuannya menjadi meter OK
Gambar 4.6 Menu View Properties
7. Langkah selanjutnya klik atau Select Feature
76
8. Kemudian klik bagian line yang akan di buffers hingga berubah warna
Gambar 4.7 Line Yang Sudah Berubah Warna
77
9. Selanjutnya klik menu Theme setelah itu pilih Create Buffers lihat
Gambar 4.8 dibawah
Gambar 4.8 Create Buffers
78
10. Maka akan keluar Gambar 4.9 Klik menu the features of a theme pilih
H1209-4234.shp Next
Gambar 4.9 Create Buffers “the features of a theme”
11. Maka akan keluar Gambar 4.10 seperti dibawah ini, pada menu at a
specified distance ketik nominalnya menjadi 50, number of rings
menjadi 1, distance between rings 50 dan distance units are Meters
next
Gambar 4.10 Create Buffers “at a specified distance”
79
12. Selanjutnya akan keluar Gambar 4.11 seperti dibawah ini, pada menu
ini pilih in a new theme dan kemudia simpan di folder yang diinginkan
kemudian klik finis.
Gambar 4.11 Create Buffers “a new theme”
80
13. Hasil Buffers pada Gambar 4.12 berikut adalah areal Situ Gintung
dengan jarak bebas 50 meter yang sesuai dengan pasal 10 bagian a
yang berisi untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter kearah darat. Pasal ini
terdapat dalam Peraturan Menteri (permen) PU No.63 Tahun 1993.
Gambar 4.12 Hasil Buffers
81
4.3.2 Lahan Existing
Gambar 4.13 Lahan Existing (jalan)
Dari Gambar 4.13 di atas dijelaskan bahwa terdapat nama-nama jalan
yang ada didaerah areal Situ Gintung.
82
Gambar 4.14 Lahan Existing (Pemukiman / Lahan Hijau)
Pada Gambar 4.14 diatas dijelaskan terdapatnya lahan pemukiman
penduduk atau bangunan lainnya, dapat dilihat juga padatnya pemukiman
warga hampir berbatasan dengan Situ Gintung, hal ini dapat membahayakan
warga yang tinggal atau membangun bangunan perumahan di sekitar Situ
Gintung dan juga terdapat lahan hijau atau lahan kosong yang ada disekitar
Situ Gintung
83
Gambar 4.15 Hasil Buffering Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Tahun 1993 pasal 10 bagian a
Di Gambar 4.15 ini dijelaskan bahwa areal Situ Gintung bagian Barat
banyak terdapat pemukiman warga yang seharusnya dipindahkan dan
sebagian besar terdapat dikomplek UI yang cenderung dominan dipindahkan
karena dianggap tidak aman atau memasuki batas rawan pembangunan
pemukiman yang ditetapkan oleh pemerintah menurut keputusan Menteri
Pekerjaan Umum tahun 1993 pasal 10 bagian a, kemudian pemukiman
diwilayah jalan ISCI juga mengalami titik kerawanan pembangunan
pemukiman dan ini berlaku hingga daerah pemukiman disekitar jalan Kerta
Mukti. Di bagian Utara areal Situ Gintung sendiri dapat dilihat, pinggiran
84
jalan Ir H. Juanda hampir memasuki areal tidak aman menurut keputusan
Menteri Pekerjaan Umum. Hal ini juga berlaku dijalan Setu / H. Dalih
memasuki daerah rawan pembangunan pemukiman, daerah pemukiman yang
rawan terdapat juga dijalan Pelayang hingga jalan masuk menuju jalan
Gunung Raya Dalam dan jalan Gunung Indah Raya, untuk dibagian Timur
Situ Gintung terdapat sedikit sekali pemukiman warga yang memasuki daerah
rawan pembangunan yang telah ditentukan oleh peraturan pemerintah
dikarenakan didaerah ini banyak terdapat lahan hijau atau lahan kosong.
Gambar 4.16 Hasil Buffering Menurut Topografi
85
Gambar 4.16 ini menjelaskan topografi yang tidak cocok untuk
dibangun pemukiman penduduk, karena kondisi contur yang begitu curam
yaitu 10 meter antara dasar Situ hingga pinggiran Situ, untuk tanah Lempung
sendiri memiliki sudut 20º kemiringannya, sedangkan dari tekstur tanah
Lempung sendiri kurang dari 0.002 mm, dapat dilihat pada Gambar 4.17
dibawah ini, perpotongan Situ Gintung, disitu dapat dilihat banyaknya
pemukiman warga yang dibangun dan ini sangat membahayakan kalau dilihat
berdasarkan karakteristik tanah yang ada di Situ Gintung
Gambar 4.17 Potongan Situ Gintung
Berikut ini rumus penghitungan jarak aman berdasarkan topografinya :
Tangen 20º = 0.364
86
Jadi, menurut perhitungan rumus diatas jarak aman berdasarkan
topografi kemiringan areal Situ Gintung sejauh 27 meter dari bibir Situ
Gintung. Perhitungan berdasarkan sudut kemiringan 20º dan kedalaman Situ
10 meter.
Gambar 4.18 Jenis Tanah
Pada Gambar 4.17 diatas menjelaskan jenis tanah yang terdapat diareal
Situ Gintung, hampir keseluruhan tanah yang terdapat diareal Situ Gintung
yaitu jenis tanah lempung yang mempunyai diameter kurang dari 0.002 mm,
tanah lempung ini teksturnya sangat halus, mudah menampung air tetapi daya
serapnya kecil, kelembaban tinggi dan dapat diurai menggunakan tangan,
87
untuk bagian Utara dan Timur sendiri terdapat jenis tanah timbunan, lempung,
kelembaban tinggi dan lunak.
4.4 Rencana Pembangunan
Gambar 4.19 Rencana Pembutan Gorong-gorong
Gambar 4.19 diatas menunjukan rencana kedepan pada Situ Gintung,
dimana line yang berwarna biru rencana pembuatan gorong-gorong dengan
lebar di sisi kanan-kiri masing-masing 10 m, dimana di sisi kanan-kiri tersebut
difungsikan sebagai jalur hijau atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jalan
88
inspeksi yang juga berfungsi sebagai jalur evakuasi, rencana pembangunan
gorong-gorong ini dibuat dari Situ Gintung (line berwarna Biru) hingga Kali
Pesanggrahan (line berwarna kuning) yang ± 1 km dan lebar gorong-
gorongnya sendiri ± 6 Meter.
89
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dengan hasil laporan skripsi ini dapat dilihat mengenai bentuk fisik
Situ Gintung.
2. Dengan adanya skripsi ini, dapat diketahui batas bebas pembangunan
pemukiman areal kritis diSitu Gintung berdasarkan keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a dan berdasarkan
topografinya.
3. Dapat diketahui mengenai letak administrasi, dimana disebalah Timur
banyak terdapat lahan hijau atau lahan kosong, sedangkan dibagian
Utara, Selatan, Barat banyak sekali terdapat pemukiman penduduk dan
hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah Dinas Pekerjaan Umum
(PU) pusat.
5.2 Saran
Sebaiknya untuk Departemen Pekerjaan Umum pusat agar
memberi tanda secara nyata mengenai batas areal kritis pembangunan
pemukiman diareal Situ Gintung agar masyarakat disekitar dapat
mengetahui mengenai jarak aman secara langsung.
86
DAFTAR PUSTAKA
Al Fatta, Hanif. 2007, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Untuk Keunggulan
Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Barus, Baba. And Wiradisastra, U. S. 1996. Sistem Informasi Geografi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hardiyatmo, Chrstady Hary. 2006. Mekanika Tanah 1. Gadjah Mada University Press.
Hardjowigeno, Sarwono. 2002. Ilmu Tanah. Penerbit Akademik Pressindo. Jakarta
Nuarsa, I.W. 2004. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3
untuk Pemula. Jakarta.
Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit
Informatika. Bandung
Peraturan Menteri PU No.63 Tahun 1993
Suprapto, Dibyosaputro. 2001, Geomorfologi Dasar, Yogyakarta
Yousman, Yeyep. 2004. Sistem Informasi Geografis dengan MapInfo Profesional.
Yogyakarta
http://bbwsciliwungcisadane.com/index.php?option=com_content&task=view&id=142&
Itemid=1
Senin 12 Oktober 2009 jam 15:46wib
http://www.scribd.com/doc/19333723/DEFINISI-TANAH
minggu 23 mei 2010 22:24wib
xvii
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR: 63/PRT/1993
TENTANG
GARIS SEMPADAN DAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH
PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
MENIMBANG : a. bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi
yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat,
perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan
mengamankan daerah sekitarnya.
b. bahwa berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka
penguasaan sungai Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal
yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan
dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai, daerah
penguasaan sungai dan bekas sungai
xviii
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dan sebagai pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguaasaan Sungai dan
Bekas Sungai.
MENGINGAT : 1. Undang-undang Nomor. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pokok
pokok Organisasi Departemen;
5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1981 tentang Susunan
Organisasi Departemen;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 64/M/1988 tentang Kabinet
Pembangunan V;
7. Keputusan Presiden RINomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
8. Peraturan Menteri P.U Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian
Wilayah Sungai;
9. Peraturan Menteri P.U Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan
atas Air dan atau Sumber Air;
xix
10. Peraturan Menteri P.U Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Izin Penggunaan Air atau Sumber Air.
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG
GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI,
DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan
Umum;
2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I/Daerah Khusus/Daerah
Istimewa;
4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I/Kepala
Daerah Khusus/Kepala Daerah Istimewa;
xx
5. Pejabatyang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas nama Menteri
atau Gubenur Kepala Daerah;
6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan
Umum pada Propinsi yang bersangkutan;
7. Dinas adalah Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau Dinas Pekerjaan
Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I;
8. Badan Hukum tertentu adalah Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 4
Undang-undang No. 11 Tahun 1974, yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik
Negara dibawah pembinaan Menteri PU, dan mempunyai tugas pokok
mengembangkan dan mengusahakan air dan atau sumber air untuk digunakan
bagi kesejahteraan masyarakat dengan menjaga kelestarian kemampuan
lingkungan hidup;
9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air
mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kana dan kirinya sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan;
10. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai;
11. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai
buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi sungai;
12. Daerah sempadan danau/waduk adalah sepanjang kiri kanan sungai termasuk
sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi danau/waduk;
xxi
13. Daerah manfaat sungai adalha mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang
telah dibebaskan;
14. Daerah penguasaan sungai adalh dataran banjir, daerah retensi; bantaran atau
daerah sempadan yang tidak dibebaskan;
15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi;
16. Tepi sungai adalha batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk
seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini;
17. Kawasan perkotaan adalah Wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebgai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan social
dan kegiatan ekonomi;
18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan
teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air
sungai;
19. Banjir rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu
tertentu.
Bagian Kedua
Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini
terdiri dari:
a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danai dan waduk;
xxii
b. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai;
c. Pemanfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai;
d. Pemanfaatan lahan pada bekas sungai.
BAB II
GARIS SEMPADAN SUNGAI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan
Pasal 3
1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan
perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya
yang ada pada sungai termsuk danau dan awaduk dapat dilaksanakan sesuai
dengan tujuannya.
2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan:
a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh
aktifitas yang berkembang di sekitarnya;
b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber
daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus
menjada fungsi sungai;
c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.
xxiii
Bagian Kedua
Tata Cara Penetapan
Pasal 4
1) Penetapan garis sempadan sungai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri batas garis
sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
Direktur Jenderal;
b. Untuk sungai- sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada
Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan
Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari Dinas;
c. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya
kepada Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetaplan
dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu
yang bersangkutan.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan survei;
b. Menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan
sungai yang bersangkutan, dari hasilsurvei sebagaimana dimaksud dalam
butir bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya;
c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b
berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan
Pasal 10.
xxiv
3) Garis sempadan sungai telah ditetapkan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila
dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun.
Bagian Ketiga
Kriteria
Pasal 5
Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari:
a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan;
b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan;
c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
Pasal 6
1) Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut:
a. Garis sempadan sungai bertanggunl di luar kawasan perkotaan, ditetapkan
sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan,
ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul.
2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar, dan ditinggikan yang dapat
berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.
xxv
3) Kegiatan lahan yang berstatus Negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak
tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksudn
dalam ayat (2) harus dibebaskan.
Pasal 7
1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luas kawasan perkotaan
diperkotaan didasarkan pada kriteria:
a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas 500 (lima ratus)Km2 atau lebih;
b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas kuran dari 500 (lima ratus) Km2.
2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah
pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.
3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai
besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus)m, sedangkan pada sungai
kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan.
Pasal 8
Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggunl di dalam kawasan perkotaan
didasarkan pada kriteria:
xxvi
a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh)meter, garis sempadan ditetaplan sekurang-kurangnya 15 (lima belas)
meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
c. Sungai yang mempunyao kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter,
garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari
tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Pasal 9
1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi
bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan
harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai sertai bangunan sungai.
2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka
segaka perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai
menjadi tanggung jawab pengelola jalan.
Pasal 10
Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air, dan sungai yang terpengaruh pasang
surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam Keputusan RI Nomor 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut:
xxvii
a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 200 (dura ratus)
meter di sekitar mata air.
c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai
jalur hijau.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Daerah Sempadan
Pasal 11
1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk
kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut:
a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diizinkan;
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian, dan penimbunan;
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan,
serta rambu-rambu pekerjaan;
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air
minum;
e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik
umum maupun kereta api;
xxviii
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan
lemasyarakatan yang tidal menimbulkan dampak merugikan bagi
kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai;
g. Untuk pembangunan prasarana lalu lintak air dan bangunan pengambilan
dan pembuangan air.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh
izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk
olehnya, serta memenuhi syart-syarat yang ditentukan.
3) Pejabatyang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk
membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan
ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melalui
pembebasan tanah.
Pasal 12
Pada daerah sempadan dilarang:
a. Membuang sampah, limbah padat atau cair;
b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.
xxix
BAB III
DAERAH MANFAAT SUNGAI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 13
1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan sungai dilaksanakan oleh Direktur
Jenderal, Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum tertentu, sesuai
denganwewenang dan tanggung jawab masing-masing terhadap wilayah sungai
yang bersangkutan.
2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
inventarisasi yang mencakup:
a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, dan debit air;
b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, panjang,
dan kapasitas;
c. Daerah sempadan yang dibebaskan, memuat informasi antara lain mengenai
lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana.
3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh
Direktorat Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu.
4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan sekurang-
kurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal.
xxx
Bagian Kedua
Pemanfaatan
Pasal 14
1) Maysarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan yang telah ditentukan;
b. harus dengan izin pejabat yang berwenang;
c. mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12;
d. tidak menganggu upaya pembinaan sungai.
2) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah
sungai yang pembinaannya menjadi kewenangan Menteri, diberikan oleh Direktur
Jenderal atas nama Meneti dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari
Kepala Kantor Wilayah yang terkait.
3) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah
sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah,
diberikan oleh Gubenur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari Dinas
setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah;
4) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah
sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum
tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu, dan
izin diberikan oleh:
- Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada
satu Propinsi;
xxxi
- Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan
mengalir pada lebih dari stu Propinsi.
5) Masyrakat yang memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dapat dikenakan
kontribusi dlam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai, yang dapat berupa
uang dan tenaga.
BAB IV
DAERAH PENGUASAAN SUNGAI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 15
1) Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksud agar pejabat yang berwenang
dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi
keselamatan umum.
2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100
(seratus) meter dari evelasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan,
sedangkan yang berupa dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana
sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahunan.
3) Pejabat yang berwenang mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan sungai
dengan memperhatikan kepentingan instasi lain yang bersangkuta.
xxxii
Bagian kedua
Pemanfaatan
Pasal 16
1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah penguasaan sungai untuk
kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dan Pasal 15 ayat (3).
2) Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di daerah
sempadan, diberikan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
3) Izin pemanfaatan lahan di daerah pengusaan sungai yang berada di luar daerah
sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
BEKAS SUNGAI
Pasal 17
1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada di
bawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk:
a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru;
b. Keperluan pembangunan prasarana pengairan;
c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun;
d. Keperluan budidaya dengan syarat tertentu
xxxiii
3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal.
4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai dan mengadakan
pemuktahiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 18
1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan di dalam Peraturan ini
dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani sungai
yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada:
a. Direktur Jenderal untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi
kewenangan Menteri atau Badan Hukum tertentu.
b. Dinas, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenganan
Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.
3) Pengusutan ata pelanggaran ketentuan di dalam Peraturan ini dapat dilakukan
oleh:
a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipoil
(PPNS), atau
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan kepada
pihak kepolisian.
xxxiv
Pasal 19
1) Masyarakat wajib menaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan,
daerah manfaatkan sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pengamanan
baik fungsi maupun fisik sungai.
BAB VII
SANKSI
Pasal 20
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal
12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
sebagai berikut:
a. Sanksi pidana sebagaimana ditetabpkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 tentang
Sungai, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Sanksi administrative sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
xxxv
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini masih tetap
berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan, daerah manfaat sunngai, daerah
penguasaan sungai, dan bekas sungai yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan
dalam Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya
daerah sempadan segera menyesuaikan
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan ditetapkan
dengan keputusan tersendiri.
3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk diketahui
dan atau dilaksanakan.
DITETAPKAN : JAKARTA
PADA TANGGAL : 27 Februari 1993
MENTERI PERKERJAAN UMUM
ttd
RADINAL MOOCHTAR