25
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Apa yang dimaksud dengan AMDAL? Apa guna AMDAL? Bagaimana Prosedur AMDAL? Siapa yang menyusun AMDAL? Siapa saja yang terlibat dalam AMDAL? Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya? Apa yang dimaksud dengan AMDAL? AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik- kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). "...kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap perencanaan..." Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu Lingkungan

Citation preview

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Apa yang dimaksud dengan AMDAL? Apa guna AMDAL? Bagaimana Prosedur AMDAL? Siapa yang menyusun AMDAL? Siapa saja yang terlibat dalam AMDAL? Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya?

Apa yang dimaksud dengan AMDAL?

AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

"...kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap perencanaan..."

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :

Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

Apa guna AMDAL? Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah

Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan

Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan

Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan

"...memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif"

"...digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan"

Bagaimana prosedur AMDAL?

Prosedur AMDAL terdiri dari :

Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat

Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)

Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).

Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).

Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Siapa yang harus menyusun AMDAL?

Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.

Siapa saja pihak yang terlibat dalam proses AMDAL?

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.

Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.

Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL ?

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.

Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.

UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :

Identitas pemrakarsa

Rencana Usaha dan/atau kegiatan

Dampak Lingkungan yang akan terjadi

Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

Tanda tangan dan cap

Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :

Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota

Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota

Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya ?

AMDAL-UKL/UPL

Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.

AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib

Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.

Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.

AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela

Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.

Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat "memperbaiki" ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.

Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cariAnalisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".

Dokumen AMDAL terdiri dari:

Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

AMDAL digunakan untuk:

Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah

Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan

Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan

Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:

Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL

Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan

masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006

2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002

3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006

4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008

Reformasi AMDAL dan Desentralisasi

INCLUDEPICTURE "http://web.worldbank.org/shared/images/shim.gif" \* MERGEFORMATINET

INCLUDEPICTURE "http://web.worldbank.org/shared/images/shim.gif" \* MERGEFORMATINET Peluang Inovasi di IndonesiaKementerian Lingkungan Hidup (KLH) sedang berupaya agar Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dapat berjalan dengan efektif di daerah-daerah yang baru diberdayakan. Namun, memperbaiki pendekatan pengelolaan lingkungan di Indonesia tidak akan mudah. Ada dua alasan untuk kinerja yang buruk. Pertama, meskipun terdapat investasi yang substansial pada kebijakan lingkungan dan pengembangan kepegawaian, pelaksanaan peraturan dan prosedur di lapangan masih buruk. Kedua, banyak provinsi dan kabupaten membuat interpretasi baru mengenai peraturan-peraturan yang ada, atau menciptakan prosedur peraturan yang seluruhnya baru. Meskipun sebagian inovasi ini memperkuat pengendalian lingkungan, namun kebanyakan malah mengendurkan atau bahkan mengabaikan standar-standar nasional sama sekali.

Karena landasan nasional ini sering diabaikan maka KLH meminta Bank Dunia agar bekerja sama dalam merevisi kebijakan yang ada dan kerangka kelembagaan AMDAL. Kajian AMDAL Bank Dunia mengupas masalah inti untuk menyesuaikan sistem peraturan pengelolaan lingkungan dengan perubahan kondisi desentralisasi. Kajian ini memerlukan gabungan Studi Analitis, percontohan daerah,dan dialog kebijakan di tingkat nasional maupundaerah.Dua percontohan tingkat provinsi (di Jawa Barat dan Kalimantan Timur) meneliti bagaimana sistem AMDAL terpusat saat ini dapat divariasikan, sehingga prioritas di berbagai daerah dapat ditentukan berdasarkan kapasitas dan kebutuhan yang ada. Empat studi analitis pendukung dirancang untuk memperkuat dan menentukan hasil-hasil percontohan di tingkat provinsi.Output dari Studi akan menentukan pengembangan rancangan dokumen kebijakan yang menjadi dasar untuk revisi Peraturan AMDAL No. 27/1999.Studi Analitis AMDALLaporan Pemeriksaan 2004 membantu menetapkan sejumlah masalah utama untuk diteliti; masalah-masalah ini kemudian disaring lagi melalui konsultasi dengan KLH dan pemegang saham daerah untuk memaksimalkan kesesuaian dengan program Revitalisasi AMDAL.

Partisipasi Masyarakat dan Akses ke Informasi AMDALStudi ini meninjau tingkat, kualitas dan efektivitas keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL sejak dikeluarkannya Keputusan Kepala BAPEDAL No. 08/2000. Hal ini dimaksudkan sebagai masukan untuk merevisi Keputusan 8/2000 yang dilaksanakan KLH pada tahun 2006.Download (pdf 2.5MB)

Apa yang Dilakukan untuk AMDAL Studi tentang Praktek Baik yang Baru Diperkenalkan kepada Provinsi-Provinsi Tertentu di Indonesia.Studi ini meninjau dengan cermat serangkaian AMDAL yang baru diselesaikan, mengidentifikasi berbagai contoh praktek yang baik dan mengkaji faktor-faktor kritis yang menyumbang kepada peningkatan kinerja. Sebuah indikasi kesesuaian praktek yang baik dengan pengalaman internasional diberikan melalui perbandingan dengan negara-negara berpenghasilan menengah.Download English (pdf 300KB)| Bahasa (pdf 227 KB)Instrumen Kebijakan Alternatif untuk Pengelolaan Lingkungan di IndonesiaiStudi ini meninjau empat instrumen kebijakan lingkungan prioritas yang dianggap oleh KLH sebagai pelengkap bagi sistem AMDAL, yaitu Pengkajian Lingkungan Strategis, Pengkajian Risiko, Audit Lingkungan dan Pengkajian Lingkungan secara Cepat. Laporan ini juga mengkaji pengalaman Indonesia di masa lalu dalam menerapkan instrumen-instrumen ini, dan mengidentifikasi prasyarat untuk revisi yang akan dibuat terhadap Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan tahun 1997 guna memperkuat sistem pengelolaan lingkungan Indonesia secara keseluruhan.

Percontohan AMDAL Daerah

Kegiatan Percontohan untuk Mendesentralisasi AMDALProposal Awal. Disusun secara spesifik untuk kegiatan percontohan yang sedang dipertimbangkan, menawarkan rancangan dan pendekatan yang dianggap paling strategis saat ini. Proposal dalam laporan ini mengusulkan bentuk pelaksanaan yang menghasilkan gagasan-gagasan yang lebih konkrit untuk mendesentralisasi AMDAL dengan mengembangkan Model-Model AMDAL Spesifik-Daerah. Program Reformasi AMDAL Menghubungkan Kemiskinan, Lingkungan dan DesentralisasiLaporan Akhir Proyek Daerah. Untuk mendukung upaya Revitalisasi AMDAL Kementerian Lingkungan Hidup, sebuah Proyek Percontohan Daerah telah diadakan sebagai bagian dari Program Reformasi AMDAL Menghubungkan Kemiskinan, Lingkungan dan Desentralisasi oleh Bank Dunia.

Konsultasi AMDAL KLH Lokakarya AMDAL DaerahDari bulan April sampai Oktober 2004, KLH dengan sebagian dukungan dari Bank Dunia menyelenggarakan serangkaian lokakarya tingkat nasional dan daerah untuk mempresentasikan, membahas, dan menjelaskan kepada para pejabat lingkungan hidup dan pejabat pemerintah lain gagasan-gagasan utama dari program Revitalisasi AMDAL yang disponsori oleh KLH yang dilaksanakan dari tahun 2004 sampai 2006. AMDAL dan PelaksanaannyaPelaksanaan AMDAL masih menjadi salah satu tema reformasi AMDAL yang diusulkan oleh KLH. Pada tanggal 9 Juni 2004, KLH mengadakan sebuah lokakarya nasional tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan pelaksanaannya, dan mengundang Bank Dunia untuk memberikan ulasan dari perspektif pengalaman internasional.(supporting document - ppt 80KB) Apa yang Dilakukan untuk AMDAL?Pada tanggal 30 Mei 2005, Tim AMDAL Bank Dunia mengadakan lokakarya satu hari di Jakarta untuk membagikan dan membahas temuan-temuan penting dan implikasinya terhadap Program Revitalisasi AMDAL Pemerintah dalam rancangan laporan akhir tentang praktek AMDAL yang baik di Indonesia dan pelajaran yang dipetik dari pengalaman internasional. Keterlibatan Masyarakat dalam AMDALPada tanggal 20 Juni 2005, Qipra Galang Kualita memfasilitasi acara konsultasi tingat nasional selama satu hari untuk membagikan dan membahas temuan-temuan penting dari studi tentang partisipasi masyarakat dan akses ke informasi AMDAL sebelum menyelesaikan dan menyampaikan laporan kepada KLH. Para peserta penting yang hadir antara lain meliputi para wakil dari sektor swasta, instansi pemerintah daerah dan pusat, LSM, dan komunitas donor internasional. Pembahasan mengenai Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi AMDALPada tanggal 14 dan 22 Februari 2006, di Surabaya dan Jakarta, Tim AMDAL KLH mengadakan pertemuan dengan para stakeholder AMDAL dari daerah-daerah lain (yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur) untuk membahas gagasan-gagasan yang timbul dari percontohan daerah mengenai caranya meningkatkan proses AMDAL saat ini. Dalam setiap diskusi, diundang sekitar 25 sampai 30 peserta. Instrumen Kebijakan Alternatif untuk Pengelolaan Lingkungan di IndonesiaPada tanggal 16 Februari 2006 di Jakarta, KLH dan Bank Dunia mensponsori lokakarya untuk mempresentasikan dan membahas dengan para wakil akademisi dan praktisi lingkungan hidup temuan-temuan studi yang diadakan oleh Hatfield Indonesia. Tujuan utama studi ini adalah untuk menilai potensi untuk memperkenalkan lebih banyak jenis instrumen kebijakan lingkungan sebagai dasar untuk memperkuat AMDAL. Salah satu kelemahan yang diakui dari AMDAL adalah bahwa AMDAL menjadi satu-satunya alat pengelolaan lingkungan dengan penerapan yang luas sehingga cenderung dipergunakan secara berlebihan.

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan sebuah dokumen yang menjadi acuan bagi pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada sebuah unit usaha ataupun proyek. Banyak pihak berpandangan bahwa dengan adanya AMDAL, maka sebuah unit usaha akan melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik dan benar.

Banyak pengalaman menyatakan bahwa Dokumen AMDAL sendiri terkadang tak pernah terbaca ataupun dilihat oleh pihak pelaksana kegiatan/usaha. Apalagi di kalangan pemantau AMDAL, ternyata juga sangat kurang mampu melakukan pemantauan seluruh unit usaha/kegiatan. Dokumen AMDAL pun kemudian menjadi sekedar kucing garong, kalau pun tak ingin disebut sebagai macan kertas.

Belum lagi, dalam proses penyusunan AMDAL, akan menghabiskan begitu banyak kertas. Satu set dokumen AMDAL saja (sejak kerangka acuan hingga dokumen final), menghabiskan tidak kurang dari 3 rim kertas. Belum lagi bila terjadi kesalahan dalam proses pembuatannya, bisa mencapai 5 rim kertas. Dalam setiap kali sidang komisi AMDAL, selalu dihadiri tidak kurang 25 perwakilan lembaga. Artinya akan dihabiskan 75 rim kertas untuk sebuah dokumen AMDAL atau sekurangnya satu batang pohon.

Dapat dihitung kemudian, telah berapa banyak dokumen AMDAL yang harus diproduksi. Begitu banyaknya perijinan dan kegiatan proyek yang memerlukan dokumen AMDAL, menjadikan semakin banyak diperlukan kertas, yang artinya akan menghabiskan pepohonan. Apalagi selama ini, produksi kertas (dan bubur kertas) dihasilkan dari penghilangan paksa hutan alam. Belum termasuk hitungan bencana lingkungan yang dihasilkan oleh pabrik bubur kertas dan kertas.

AMDAL, harusnya menggunakan cara baru dalam proses penilaiannya. Penggunaan e-dokumen dalam penyusunan AMDAL harusnya bisa dilakukan. Sehingga diharapkan semakin berkurang penggunaan kertas dalam penyusunan dokumen AMDAL. Kementerian Lingkungan Hidup pun sudah harus mulai mengkampanyekan e-office dan mulai melakukan paperless dalam proses perijinan dan dokumen lingkungan. Agar tak terlalu banyak kertas yang dihabiskan, hingga tak banyak pohon yang harus ditebang.

ASPEK LINGKUNGAN DALAM AMDAL BIDANG PERTAMBANGAN

Pendahuluan Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan dan teknologi pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin besar dan ekstraksi kadar rendahun menjadi ekonomis sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang besar dan penting.

Kegiatan pertambangan selain menimbulkan dampak lingkungan, juga menimbulkan dampak sosial kompleks. Oleh sebab itu, AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998):

1. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.

2. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.

Klasifikasi Bahan TambangBahan galian seringkali dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni bahan galian metalliferous (emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan), nonmetalliferous (batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat) dan bahan galian yang digunakan untuk bahan bangunan atau batuan ornament (slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite).

Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan PertambanganUnited Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan, Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan, Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan, Stabilisasi site dan rehabilitas, Tailing tambang dan pembuangan tailing, Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing, Peralatan yang tidak digunakan , tailing padat, tailing rumah tangga, Emisi Udara, Debu, Perubahan Iklim, Konsumsi Energi, Pelumpuran dan perubahan aliran, Sungai buangan air tailing dan air asam terkontaminasi dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja, masyarakat dan pemukiman tambang, Perubahan air tanah dan kontaminasi, Tailing B3 dan bahan kimia Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pekerja, Kebisingan, Radiasi, Keselamatan dan kesehata, Toksisitas logam berat, Peninggalan budaya dan situs arkeologi Kesehatan masyarakat di sekitar tambang (Sumber : Balkau F. dan Parsons A. , 1999)

Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan

Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: 1. Eksplorasi 2. Ekstrasi dan pembuangan tailing batuan 3. Pengolahan bijih dan operasional 4. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya 5. Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi 6. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman.

Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan adalah pengamatan udara, survey geofisika, studi sedimen sungai dan geokimia lain, pembangunan akses, pembukaan lokasi pengeboran, pembuatan landasan dan pembangunan anjungan pengeboran.

Ekstraksi dan Pembuangan Tailing Batuan. Lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral dengan pertambangan terbuka dengan teknik open-pit, strip mining, dan quarrying, tergantung bentuk geometris tambang dan mineralnya. Ekstrasi mineral dengan tambang terbuka menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang) menggunakan alat pengeruk, dilakukan pada bidang galian yang sempit. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan tailing digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah. Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas.

Ekstraksi menghasilkan tailing dan produk samping sangat banyak dengan total limbah yang diproduksi bervariasi 10 % sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan tailing batuan. Batuan penutup (overburden) dan tailing batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral atau mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.

Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian dalam menentukan besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan tailing adalah:

Luas dan kedalaman zona mineralisasi, Jumlah batuan yang akan ditambang dan dibuang akan menentukan lokasi dan desain penempatan tailing, Kemungkinan toksisitas tailing, Potensi terjadinya air asam tambang, Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu, Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, tailing dam), Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuangan overburden berasal dari penambangan dredging dan placer), Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah, Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.

Pengolahan Bijih dan Pabrik Pengolahan ini tergantung pada jenis mineral yang diambil, umumnya adalah proses benefication bijih diproses menjadi konsentrat bijih- atau selanjutnya diikuti dengan pengolahan metalurgi dan refining. Proses benefication umumnya terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan konsentrasi dengan gravitasi, magnetis atau flotasi, diikuti dengan dewatering dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan tailing dan emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat. Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi. Pyrometalurgi seperti roasting dan smelting menyebabkan gas buang (sulfur dioksida, partikulat dan logam berat) dan slag. Hidrometalurgi menghasilkan pencemar cair yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika tidak digunakan kembali (recycle).

Bahan-bahan kimia yang digunakan di dalam proses pengolahan (sianida, merkuri, dan asam kuat) bersifat hazard. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan dan pembuangannya memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kesehatan dan keselamatan serta mencegah pencemaran ke lingkungan.

Penampungan Pengolahan dan Pembuangan Tailing. Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan dampak lingkungan sangat penting. Tailing berbentuk lumpur berkomposisi 40-70% cairan. Penampungan, pengolahan dan pembuangan tailing memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar. Pengendalian pembuangan tailing harus memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap fauna. Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing meliputi: - Karakteristik geokimia area dan potensi migrasi lindian dari tailing. Kerawanan bencana alam yang mempengaruhi keamanan lokasi dan desain teknis. - Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian serta kepentingan lain. - Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air pengolahannya. - Reklamasi setelah pasca tambang.

Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi. Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (crusher, belt conveyor, rel kereta, kabel gantung, pipa pengangkut tailing).

Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja. Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja trampil perlu didatangkan dari luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat besar. Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih, musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta penyebaran penyakit menular.

Decomisioning dan Mining Closure. Setelah ditambang dan cadangan bijih dianggap tidak ekonomis lagi, tambang harus ditutup. Penutupa tambang ini banyak yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga tambang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati.. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan. Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Yang tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.Diposkan oleh radyanprasetyo di 19:57

1 komentar:

Yee_Haa mengatakan...

Mas radyanprasetyo punya link ato materi tentang kasus mengenai pertambangan dan lingkungan nggak?kayak kasus buyat?kalo ada tolong beri tau ya. thanks

2007 Desember 7 05:55

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Halaman Muka

Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Guess.. which ca

Efektifitas AMDAL dalam Pelestarian Alam Indonesia

Tuhan menganugerahkan kekayaan alam yang melimpah untuk negeri ini. Sayang, kekayaan ini malah menumbuhkan jiwa-jiwa rakus dan oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Tengoklah warga Sidoarjo, mereka harus terusir dari tanah leluhurnya. Kekayaan alam yang seharusnya dapat mensejahterakan mereka justeru malah menjadi bencana. Padahal tidak sampai 10 % dari hasil kekayaan alam yang dieksplorasi dan dieksploitasi PT Lapindo Brantas itu mereka nikmati. Mereka hanyalah warga biasa yang selalu nrimo setiap kebijakan pemerintah. Namun saat pemerintah harus legawa menyikapi tuntutan atas musibah yang warga alami, ironisnya dengan pongah pemerintah malah meminta mereka lebih nrimo lagi keadaan yang seperti itu. Permohonan ganti rugi pun seolah tidak layak mereka teriakkan.

Kerusakan akibat eksploitasi yang mengesampingkan kelestarian alam ini tidak hanya terjadi di Sidoarjo. Kerusakan terjadi hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Hal ini terkait erat dengan konversi penggunaan lahan yang tak terkendali dan pesatnya laju pertumbuhan unit usaha dan perindustrian. Di jakarta misalnya, akibat reklamasi Pantai Jakarta menjadi tempat hunian mewah, hutan mangrove di sekitar pantai ikut di babat. Padahal hutan mangrove berfungsi untuk menyimpan air dan penyangga pasang laut (ROB). Kasus lain adalah kebakaran hutan secara besar-besaran pada 1997/1998. Api melalap hampir 11,7 juta hektare lahan hutan dan menghasilkan selimut asap tebal di Asia Tenggara. Kebakaran ini selain dikarenakan faktor alam juga terjadi karena adanya usaha mengkonversi lahan hutan menjadi areal industri oleh oknum serakah. Sejak dimulainya revolusi industri tahun 1760 1830 (T.S. Ashton: Wikipedia) setiap negara di dunia berlomba-lomba mengembangkan perindustrian mereka. Celakanya, manusia menjadi cenderung bersifat instan dan tidak bersahabat dengan alam. Lahan-lahan hutan dibabat untuk dijadikan kawasan industri. Pepohonan digunduli dan isi bumi berupa barang tambang dieksploitasi besar-besaran. Lautan tercemari limbah yang mengancam keberlangsungan ekosistemnya begitu halnya dengan udara dipenuhi dengan karbondioksida, chlorofluorocarbon, asam nitrat dan zat metan. Kesemuanya itu jika tidak cepat ditanggulangi akan meluas menjadi bencana global. Apalagi Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu paru-paru dunia. Sebagai upaya menekan dampak kerusakan tersebut, pemerintah melalui UU No 23 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1999 menetapkan bahwa sebelum suatu unit usaha dijalankan, terlebih dahulu dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL diharapkan dapat mengurangi dampak negatif suatu unit usaha atau industri. Namun faktanya AMDAL tidak cukup efektif dalam mengatasi kerusakan lingkungan. Lagi-lagi terkesan hanya formalitas semata. AMDAL mungkin saja diproseduri namun praktek unit usaha dan perindustrian tetap tidak mengindahkan kelestarian lingkungan. Terbukti pada tahun 2007 dimana AMDAL telah diberlakukan kerusakan hutan di Indonesia masih terus terjadi bahkan mencapai kisaran 250 ribu sampai 300 ribu hektare. Sehingga Indonesia pun dinobatkan sebagai negara penghancur hutan tercepat oleh Guinnes World Record. Dalam catatannya selama kurun 2000 2005 tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,871 juta hektare (2%) per tahun atau 51 kilometer persegi perhari.

Inilah kelemahan akut pembuat legislasi di bumi pertiwi. Produk hukum sudah terbiasa menjadi onggokan-onggokan kertas tak berguna. Peraturan dan undang-undang seolah dibuat memang untuk dilanggar. Padahal biasanya produk itu lahir setelah melalui perjalanan waktu yang alot dan dengan pengeluaran biaya yang lumayan besar. Semuanya menjadi sia-sia karena tidak ditindak lanjuti secara sungguh-sungguh. Seharusnya dapat disadari bahwa setiap padi di tanam rumput liar akan menyertainya. Setiap produk hukum dibuat, para pelanggar akan selalu ada.

Jika saja pemerintah serius dalam upaya pelestarian alam melalui AMDAL, niscaya bumi Indonesia ini akan tetap lestari. Selain itu, AMDAL akan lebih efektif jika pemerintah mulai memberikan dukungan yang cukup terhadap lembaga-lembaga yang concern dengan pelestarian lingkungan. Setidaknya jika yang mencintai kelestarian alam lebih kuat maka para oknum perusak dengan sendirinya akan terlemahkan. Semoga generasi anak negeri di masa depan tetap dapat menikmati keindahan alam Indonesia. Bukan hanya sebuah dongeng yang dia dengar dari Ibunya. Dongeng tentang eloknya alam bumi pertiwi di masa lampau.