17
1 Universitas Sriwijaya Analisis Nilai Ekonomi Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pangan Tak Terkonsumsi ( Food Waste) Pada Kantin Temat Kerja Di Kota Palembang Abdur Rahman 1 , Fachrurrozie Sjarkowi 2 , Riswani 3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Jalan Palembang-Prabumulih Km.32 Indralaya Ogan Ilir 30662 Abstract The purposes of this research is are (1) Describe the process of food waste in the workplace canteens in Palembang City (2) Calculate the amount and economic value of food waste in the workplace canteens (3) Identify the biggest contributors of food waste in the workplace canteens (4) Analyze the factors that lead food waste in the workplace canteens (5) Describe how to handle food waste in the workplace canteens. This research was conducted at four workplace canteens in Palembang City, namely: office canteen of Bulog Regional Division of Sumsel & Babel, office canteen of Dinas Perkebunan, office canteen of PT. Sri Trang Lingga Indonesia and office canteen of PT. Telkomsel. The method used in this research was the survey method by direct interviews using questionnaire. Data collection in this research focused on quantitative data sourced from primary and secondary data. The results of this study indicate that the process of food waste at workplace canteen occurred at lunchtime. The average weight of food waste is 1.357 grams in the form of raw rice or 3.91 grams in the form of cooked rice per individual per lunch. The amount of economic value wasted on food waste is 13.2285 IDR (Indonesian Rupiah) per individual per lunch. From a total of 60 respondents, 31 respondents left rice, consisting of 18 female respondents and 13 male respondents. From 234.70 grams of cooked rice left by 31 people, 147.30 grams or 62.76% of the wasted cooked rice was contributed by female respondents aged 20-26 years. Factors that significantly affect the amount of food waste (rice) in the workplace canteens in Palembang City is the appetite of the respondents for the food, the duration of lunch break and the age of respondents. Some of the solutions that can be used to handle the food waste (rice) that occurs in the workplace canteens are: prevent or reduce the number of food waste from the source, utilize food waste as organic fertilizer, provide food waste for livestock or wild animals and utilize it as a source of energy. Keyword : Food Waste, Economic value of food waste and Factors that affecting food waste BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional (Badan Urusan Logistik, 2012). Kondisi ketahanan pangan Indonesia pada saat ini semakin memburuk, dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di Indonesia. Pemerintah Indonesia seharusnya lebih sensitif terhadap kondisi ini, bukan hanya permasalahan

Analisis Nilai Ekonomi Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi … · 2019-02-08 · berpengaruh pada prilaku konsumsi masyarakat. Hal ini disebabkan karena setiap ... perilaku konsumen

Embed Size (px)

Citation preview

1

Universitas Sriwijaya

Analisis Nilai Ekonomi Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pangan Tak

Terkonsumsi (Food Waste) Pada Kantin Temat Kerja Di Kota Palembang

Abdur Rahman1, Fachrurrozie Sjarkowi2, Riswani3

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

Jalan Palembang-Prabumulih Km.32 Indralaya Ogan Ilir 30662

Abstract

The purposes of this research is are (1) Describe the process of food waste in the workplace

canteens in Palembang City (2) Calculate the amount and economic value of food waste in

the workplace canteens (3) Identify the biggest contributors of food waste in the workplace

canteens (4) Analyze the factors that lead food waste in the workplace canteens (5) Describe

how to handle food waste in the workplace canteens. This research was conducted at four

workplace canteens in Palembang City, namely: office canteen of Bulog Regional Division of

Sumsel & Babel, office canteen of Dinas Perkebunan, office canteen of PT. Sri Trang Lingga

Indonesia and office canteen of PT. Telkomsel. The method used in this research was the

survey method by direct interviews using questionnaire. Data collection in this research

focused on quantitative data sourced from primary and secondary data. The results of this

study indicate that the process of food waste at workplace canteen occurred at lunchtime. The

average weight of food waste is 1.357 grams in the form of raw rice or 3.91 grams in the form

of cooked rice per individual per lunch. The amount of economic value wasted on food waste

is 13.2285 IDR (Indonesian Rupiah) per individual per lunch. From a total of 60 respondents,

31 respondents left rice, consisting of 18 female respondents and 13 male respondents. From

234.70 grams of cooked rice left by 31 people, 147.30 grams or 62.76% of the wasted cooked

rice was contributed by female respondents aged 20-26 years. Factors that significantly affect

the amount of food waste (rice) in the workplace canteens in Palembang City is the appetite

of the respondents for the food, the duration of lunch break and the age of respondents. Some

of the solutions that can be used to handle the food waste (rice) that occurs in the workplace

canteens are: prevent or reduce the number of food waste from the source, utilize food waste

as organic fertilizer, provide food waste for livestock or wild animals and utilize it as a

source of energy.

Keyword : Food Waste, Economic value of food waste and Factors that affecting food waste

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar

utama bagi manusia yang harus dipenuhi

setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan

merupakan salah satu hak asasi manusia,

sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD

1945 maupun dalam Deklarasi Roma

(1996). Pertimbangan tersebut mendasari

terbitnya UU No. 7/1996 tentang pangan.

Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak

asasi manusia, pangan mempunyai arti dan

peran yang sangat penting bagi kehidupan

suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang

lebih kecil dibandingkan kebutuhannya

dapat menciptakan ketidak-stabilan

ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan

politik dapat juga terjadi jika ketahanan

pangan terganggu. Kondisi pangan yang

kritis ini bahkan dapat membahayakan

stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional

(Badan Urusan Logistik, 2012).

Kondisi ketahanan pangan Indonesia

pada saat ini semakin memburuk,

dikarenakan beralih fungsinya lahan

pertanian di Indonesia. Pemerintah

Indonesia seharusnya lebih sensitif terhadap

kondisi ini, bukan hanya permasalahan

2

Universitas Sriwijaya

lahan, seperti yg diposting FAO (Food and

Agriculture Organization), Indonesia

berada di level serius dalam indeks

kelaparan global. Hal ini diprediksi akan

terus memburuk dengan terus bertambahnya

jumlah penduduk di Indonesia. Di masa

depan diprediksi akan terjadi kelangkaan

pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal

seperti kerusakan lingkungan, konversi

lahan, tingginya harga bahan bakar fosil,

pemanasan iklim dan lain-lain

(Kompasiana, 2014). Dengan berbagai masalah yang

sedang terjadi terhadap kedaulatan pangan

di Indonesia sudah seharusnya masyarakat

Indonesia sebagai manusia yang arif

memanfaatkan dan tidak menyiasiakan hasil

pertanian yang berhasil dipanen, dijual

apalagi yang telah diolah hingga menjadi

makanan siap saji, karena salah satu isu

pangan yang perlu dipertimbangkan dengan

serius adalah isu food waste. Isu ini

merupakan isu pangan global dan tidak

hanya terjadi di Indonesia.

Food and Agriculture Organization

(FAO) melaporkan bahwa sekitar sepertiga

dari total makanan yang diproduksi untuk

konsumsi, sebesar 1,3 miliar ton per tahun,

hilang atau terbuang. Ini adalah pemborosan

sumber daya dan dapat menyebabkan Gas

Rumah Kaca (GRK) atau lebih dikenal

dengan Greenhouse Gas (GHG) yang

disebabkan oleh industri produksi pangan

dan oleh pengolahan limbah makanan. Perlu

dicatat bahwa biaya ekonomi langsung dari

pemborosan makanan produk pertanian,

termasuk ikan dan seafood, adalah sekitar

US$ 750 miliar yang sama dengan produk

domestik bruto (PDB) negara Swiss. Isu

menegenai food waste ini pun sudah sampai

di World Resources Forum Workshop di

Davos. (Indonesia Center on Sustainable

Consumption and Production at Surya

University, 2014).

Pangan tak terkonsumsi (food waste)

merupakan hilangnya pangan yang terjadi

pada akhir rantai pangan baik dari proses

penjualan hingga konsumsi akhir yang

berhubungan dengan penjual dan perilaku

konsumen. Jadi dapat disimpulkan bahwa

food waste merupakan pangan yang hilang

atau terbuang di bagian rantai pasok dimana

produk makanan tersebut masih dapat

dimakan atau dikonsumsi (Parfitt et al.,

2010).

Penelitian yang membahas tentang

berapa jumlah pangan tak terkonsumsi yang

terbuang sia-sia masih terbilang jarang dan

belum ada penelitian secara khusus tentang

pangan tak terkonsumsi di kantin tempat

kerja, khususnya di Kota Palembang yang

merupakan kota terbesar kedua di Sumatera

setelah Medan, dengan mempertimbangkan

banyaknya angkatan kerja (economically

active) pada tahun 2014 di Provinsi

Sumatera Selatan sebanyak 3.885.674 orang

dimana Kota Palembang merupakan

Ibukota Provinsi Sumatera Selatan (Badan

Pusat Statistik Kota Palembang, 2015).

Jumlah angkatan kerja yang tinggi maka

akan semakin tinggi tingkat konsumsi

pangan sehingga besar peluang tingkat

pangan tak terkonsumsi di setiap kantin

tempat kerja. Penduduk Kota Palembang

tentunya mengkonsumsi makanan pokok

beras yang diolah menjadi nasi. Jadi, dapat

diperkirakan di setiap kantin tempat kerja

setiap harinya mengkonsumsi nasi sebagai

makanan pokok. Maka dari itu, peneliti

akan meneliti lebih lanjut mengenai pangan

tak terkonsumsi (food waste) untuk

mengetahui berapa perkiraan jumlah pangan

tak terkonsumsi dan berapa nilai ekonomi

yang terbuang pada pangan tak terkonsumsi

pada tempat kerja di Kota Palembang agar

dapat menanggulangi permasalahan pangan

yang saat ini sedang mengglobal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka

permasalahan yang menarik untuk diteliti

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses terjadinya pangan

tak terkonsumsi (food waste) pada kantin

tempat kerja di Kota Palembang.

3

Universitas Sriwijaya

2. Berapakah jumlah dan nilai ekonomi dari

pangan tak terkonsumsi (food waste)

pada kantin tempat kerja.

3. Siapa sajakah yang menyumbang

besarnya pangan tak terkonsumsi (food

waste) dalam suatu kantin tempat kerja.

4. Faktor-faktor apa sajakah yang

mempengaruhi pangan tak terkonsumsi

(food waste) pada kantin tempat kerja.

5. Bagaimanakah cara menangani pangan

tak terkonsumsi (food waste) pada

kantin tempat kerja.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang

diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan

beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini, yaitu :

1. Mengumpulkan sisa nasi pada kantin

tempat kerja untuk mengetahui jumlah

sisa nasi tersebut dalam satuan gram,

melakukan konversi dari nasi masak ke

beras mentah dengan menggunakan

FDMM (Faktor Dalam Masak Mentah)

(Zetyra, 2012). 2. Melakukan prediksi nilai ekonomi sisa

nasi setelah konversi (dalam bentuk

beras mentah) dalam satuan (Rp/gram)

dengan menggunakan harga beras pada

kantin tempat kerja. 3. Melakukan pengelompokan atau

klasifikasi untuk menggolongkan

responden berdasarkan umur dan jenis

kelamin. 4. Menganalisis faktor-faktor yang

memiliki kemungkinan berpengaruh

terhadap pangan tak terkonsumsi. 5. Menganalisa solusi yang mungkin untuk

mengatasi atau minimal menekan angka

pangan tak-terkonsumsi baik dari hasil

penelitian di lapangan maupun referensi

lain terkait persoalan food waste. Kegunaan dari hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen dalam

mengkonsumsi pangan.

2. Diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai besarnya tingkat pangan tak

terkonsumsi pada kantin tempat kerja di

Kota Palembang.

3. Diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai besarnya nilai ekonomi

pangan tak terkonsumsi pada kantin

tempat kerja di Kota Palembang.

4. Diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai pelaku penyumbang pangan

tak terkonsumsi pada kantin tempat kerja

di Kota Palembang.

5. Diharapkan dapat memberikan informasi

bagi pihak-pihak yang terkait di dalam

pengambilan keputusan yang terbaik

bagi para konsumen, khususnya ditingkat

kantin tempat kerja dan dapat menjadi

bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

BAB 2. KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Model Pendekatan Model pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah model

pendekatan diagramatis yang dapat dilihat

pada sebagai berikut.

4

Universitas Sriwijaya

Keterangan :

: Mempengaruhi

: Alur kegiatan

Tingkat pemborosan pangan

terutama pada tahap konsumsi sangat tinggi,

bahkan di negara maju sudah mencapai 40

persen dari jumlah kehilangan dan

pemborosan pangan yang terjadi. Untuk

kasus Indonesia, dan mungkin juga berlaku

pada negara lainnya, ada tiga hal yang

menyebabkan mengapa pemborosan

konsumsi pangan terjadi dan cenderung

meningkat. Ketiga hal tersebut adalah : (1)

persoalan mind-set dalam meningkatkan

ketersediaan pangan, (2) persoalan budaya,

dan (3) persoalan kurang sadarnya

masyarakat akan arti pentingnya kehilangan

nilai ekonomi pangan, baik dalam arti

sempit maupun luas (Karyasa dan Achmad,

2016)

Menurut Sumarwan (2011) dalam

Tafarini (2016) : Tingkat pendapatan

masyarakat, selera konsumen, tingkat

pendidikan (tinggi rendahnya pendidikan

masyarakat), jumlah anggota keluarga,

lingkungan tempat tinggal,

budaya/kebiasaan suatu individu sangat

berpengaruh pada prilaku konsumsi

masyarakat. Hal ini disebabkan karena

setiap individu memiliki kebutuhan dan

keinginan yang berbeda. Sehingga faktor-

faktor di atas akan mempengaruhi pola

konsumsi.

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Anriany dan Martianto

(2013) rata-rata sisa beras perkapita

pertahun berdasarkan jenis kelamin

cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin

wanita dengan angka 2.000

gram/kapita/tahun atau 5,6 gram/kapita/hari

sedangkan pada jenis kelamin pria

cenderung lebih rendah dengan angka 900

gram/kapita/tahun atau 2,4

gram/kapita/hari.

2.2. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang ada

maka dapat disimpulkan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

1. Diduga saluran pemasaran di Kecamatan

Abung Selatan dan Kecamatan Abung

Semuli masih sangat sederhana.

2. Diduga lembaga pemasaran di

Kecamatan Abung Selatan dan

Kecamatan Abung Semuli belum

menjalakan fungsi-fungsi pemasaran

dengan baik.

3. Diduga besarnya biaya pemasaran di

Kecamatan Abung Selatan dan Semuli

yang mengakibatkan rendahnya margin

keuntungan.

2.3. Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini

adalah :

1. Responden pada penelitian ini adalah

pegawai pada kantor atau perusahaan di

Kota Palembang, Sumatera Selatan.

2. Penelitian dilaksanakan pada empat

kantin tempat kerja baik perusahaan atau

kantor yang berada di kota Palembang

dengan kriteria minimal ada 15

pegawainya yang makan siang pada

kantin tempat kerja pegawai tersebut.

Kantin tempat kerja yang dimaksud

adalah kantin yang disediakan oleh

kantor ataupun perusahan dan berada

pada ruang lingkup lokasi tempat kerja.

3. Konsumsi merupakan kegiatan

menghabiskan nilai guna barang, dalam

hal ini konsumsi yang dimaksud adalah

konsumsi nasi (gr/makan siang).

4. Jumlah konsumsi nasi adalah jumlah

konsumsi per orang dalam 1 kali makan

siang (gr/orang/makan siang).

5. Jumlah pangan tak terkonsumsi adalah

banyaknya nasi per indivdu (responden)

yang tidak habis dikonsumsi di kantin

tempat kerja pada saat makan siang

(gr/individu/makan siang).

6. Nilai ekonomi pangan tak terkonsumsi

adalah nilai pangan tak terkonsumsi yang

dihitung dalam rupiah dengan tetapan

5

Universitas Sriwijaya

harga beras per gram adalah 11,3 rupiah

(Rp/gr).

7. Intensitas pengumpulan data dan

pengambilan sampel pangan tak

terkonsumsi menggunakan data periode

satu kali makan siang atau satu kali

pengambilan (x/makan siang/individu).

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku konsumen terhadap besarnya

volume pangan tak terkonsumsi di Kota

Palembang adalah pendidikan, durasi

kerja per hari, durasi istirahat makan

siang, pendapatan per bulan, biaya

makan, peraturan perusahaan, kondisi

fisik, usia dan jenis kelamin.

9. Pendidikan adalah lamanya suatu

responden dalam melaksanakan

pendidikan formal (tahun).

10. Durasi kerja per hari adalah lamanya

jam kerja responden dalam satu hari

(jam).

11. Durasi istirahat makan siang adalah

lamanya jam istirahat makan siang

yang dimiliki responden untuk

menghabiskan makan siangnya (jam).

12. Pendapatan per bulan adalah besarnya

gaji yang diterima selama satu bulan

dari perusahaan tersebut (juta

rupiah/bulan).

13. Biaya makan adalah beban atau biaya

makan siang ditanggung oleh

perusahaan atau individu karyawan

(responden) tersebut yang dinyatakan

dalam dummy 0 = beban individu dan

dummy 1 = ditanggung perusahaan.

14. Peraturan Perusahaan adalah ada atau

tidak adanya peraturan yang ditetapkan

oleh perusahaan mengenai pola

konsumsi (tidak menyisakan makanan

atau harus menghabiskan makanan,

dll.) yang dinyatakan dalam dummy 0

= Tidak ada dan dummy 1 = Ada.

15. Kondisi fisik adalah kondisi kesehatan

dari responden yang dinyatakan dalam

dummy 0 = sakit dan dummy 1= sehat

16. Selera makan adalah kesesuaian antara

selera makan pegawai terhadap lauk

pauk maupun sayur mayur yang

tersedia di kantin tempat kerja pada

hari itu yang dinyatakan dalam dummy

0 = tidak sesuai dan dummy 1 = sesuai.

17. Jenis kelamin adalah jenis kelamin dari

responden yang dinyatakan dalam

dummy 0 = pria dan dummy 1 =

wanita.

18. Usia adalah usia responden yang

menjadi pegawai pada kantor atau

perusahaan tersebut (tahun).

BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada

empat kantin tempat kerja yang ada di Kota

Palembang yaitu : kantin Perum Bulog

Divisi Regional Sumsel & Babel, kantin

Dinas Perkebunan, kantin PT. Sri Trang

Lingga Indonesia dan kantin PT.

Telkomsel. Alasan memilih 4 kantin

tersebut : 1. Mewakili kantin tempat kerja di

Kota Palembang baik perusahaan swasta

maupun instansi pemerintah, 2. Mewakili

kantin tempat kerja yang biaya makannya

ditanggung oleh perusahaan atau instansi

tempat pegawai (calon responden) bekerja

dan juga kantin yang biaya makannya

ditanggung oleh pegawai secara pribadi, 3.

Melihat kepedulian pegawai yang bekerja

pada instansi pemerintah yang bergerak di

bidang pangan terhadap sisa pangan (food

waste) seperti : Perum Bulog Divisi

Regional Sumsel & Babel dan Dinas

Perkebunan, 4. Mempertimbangkan tingkat

kesulitan dalam perizinan untuk melakukan

penelitian mengingat tidak semua

perusahaan atau instansi mengizinkan

kantinnya sebagai objek penelitian,

terutama penelitian mengenai sisa pangan

(food waste) yang masih jarang atau bahkan

belum pernah dilakukan pada kantin tempat

kerja manapun di Kota Palembang.

3.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei. Metode

survei merupakan cara pengumpulan data

melalui permintaan keterangan kepada

6

Universitas Sriwijaya

pihak tertentu dengan menggunakan daftar

pertanyaan yang diajukan kepada

narasumber yang diinginkan. Metode ini

dilakukan secara langsung ke lokasi

penelitian dan melakukan wawancara

kepada pegawai yang makan siang pada

kantin Perum Bulog Divisi Regional

Sumsel & Babel, kantin Dinas Perkebunan,

kantin PT. Sri Trang Lingga Indonesia dan

kantin PT. Telkomsel. Wawancara yang

dilakukan menggunakan daftar pertanyaan

atau sistematis yang sama kepada sampel

yang kemudian dicatat, diolah dan

dianalisis.

3.3. Metode Penarikan Contoh

Metode penarikan contoh yang digunakan

untuk memilih sampel dalam penelitian ini

adalah metode acak sederhana (Simple

Random Sampling), metode penarikan dari

sebuah populasi atau semesta dengan cara

tertentu sehingga setiap anggota populasi

atau semesta tadi memiliki peluang yang

sama untuk terpilih atau terambil

(Kerlinger, 2006). Pada teknik sampling ini

peneliti memberikan tanda secara acak pada

15 kursi yang diduduki oleh responden

sebelum para pegawai makan siang.

Sehingga dalam teknik sampling ini setiap

pegawai mempunyai peluang yang sama

untuk menjadi responden tanpa ada

keberpihakan dari peneliti. Peneliti

mengambil responden yang telah selesai

makan siang pada jam istirahat pada saat itu

juga di empat kantin tempat kerja tersebut.

Metode simple random sampling ini

digunakan pada kantin Perum Bulog Divisi

Regional Sumsel & Babel, kantin Dinas

Perkebunan, kantin PT. Sri Trang Lingga

Indonesia dan kantin PT. Telkomsel,

masing-masing jumlah responden sebanyak

15 orang/kantin perusahaan dengan total

responden sebanyak 60 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara

dengan responden yaitu pegawai atau

karyawan kantor ataupun perusahaan yang

makan siang pada kantin Perum Bulog

Divisi Regional Sumatera Selatan &

Bangka Belitung, kantin Dinas Perkebunan,

kantin PT. Sri Trang Lingga Indonesia dan

kantin PT. Telkomsel. Data yang

dikumpulkan yaitu data karakteristik subjek

(pendidikan, durasi kerja per hari, durasi

istirahat makan siang, pendapatan per

bulan, harga makanan, peraturan

perusahaan, kondisi fisik, selera makan,

usia dan jenis kelamin dikumpulkan dengan

self-administrated questionnaire) dan

tingkat pangan tak terkonsumsi (melihat

sisa nasi) yang dilakukan dengan metode

food weighing (penimbangan langsung)

terhadap sisa konsumsi subyek

menggunakan timbangan digital

berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 g.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari

instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat

Statistik, Food Agriculture Organization

(FAO) dan lain sebagainya serta diperoleh

dari literatur-literatur seperti buku, artikel

internasional, blog, jurnal, dan sumber data

lainnya yang menunjang penelitian ini.

3.5. Metode Pengolahan Data

Data dan informasi yang diperoleh di

lapangan kemudian diolah sesuai dengan

tujuan. Untuk menjawab tujuan pertama

dari penelitian ini, yaitu mendeskripsikan

proses terjadinya pangan tak terkonsumsi

(food waste) pada kantin tempat kerja di

Kota Palembang dilakukan dengan

wawancara secara langsung kepada subjek

penelitian menggunakan beberapa

pertanyaan. Kemudian dijelaskan secara

deskriptif bagaimana dapat terjadi food

waste dan alasan terjadinya food waste.

Seakan diperoleh hasil, maka dijelaskan

secara deskriptif mengenai proses

pembuangan pangan sisa konsumsi.

Untuk menjawab tujuan kedua yaitu,

menghitung jumlah dan nilai ekonomi

pangan tak terkonsumsi (food waste) pada

kantin tempat kerja di Kota Palembang

7

Universitas Sriwijaya

dengan cara mengumpulkan sisa nasi yang

dipisahkan dari sisa makanan lain (lauk

pauk dan sayuran), dimasukkan kedalam

kemasan plastik terpisah setiap objek, diberi

label, lalu ditimbang menggunakan

timbangan makanan digital dengan tingkat

ketelitian 0,1 gram. Sisa nasi yang

ditimbang masih merupakan berat masak.

Menurut Anriany dan Martianto (2013)

pada metode penimbangan sisa makanan,

sisa nasi per individu (responden)

dipisahkan dari sisa makanan lain, lalu

ditimbang. Sisa nasi yang ditimbang masih

merupakan berat basah, untuk mengetahui

kehilangan nasi maka berat masak perlu

dikonversi dalam berat mentah dengan

menggunakan Faktor Dalam Masak Mentah

(FDMM) untuk nasi tanpa kuah (nasi

kering). Sedangkan faktor koreksi untuk

nasi basah, baik pada nasi basah santan

maupun basah biasa adalah faktor koreksi

dengan hasil penelitian Zetyra (2012) yaitu

0,347 untuk nasi basah biasa dan 0,376

umtuk nasi basah santan. Berikut rumus

yang digunakan : Berat mentah = berat

masak x FDMM Berat mentah = berat

masak x faktor konversi nasi kuah santan

atau nasi kuah bening (Zetyra, 2012)

Untuk menghitung nilai ekonomi sisa

makanan tak terkonsumsi dilakukan dengan

cara mengkalikan harga beras pasar pada

umumnya dengan jumlah sisa makanan

yang akan dikonversikan. Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut: NE =

BSMSK (gram) x H (rupiah/gram)

Keterangan:

NE = Nilai Ekonomi (Rupiah)

BSMSK = Berat Sisa Makanan Setelah

Konversi (gram)

H = Harga Pasar (market price)

beras per gram (Rupiah/gram)

Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu

mengidentifikasi pelaku yang menyumbang

besarnya pangan tak terkonsumsi (food

waste) pada kantin tempat kerja di Kota

Palembang dilakukan dengan

mewawancarai konsumen secara langsung.

Konsumen yang menjadi objek di

kelompokkan berdasarkan jenis kelamin

(laki-laki atau perempuan). Menurut

Tafarini (2016) : objek penelitian

dikelompokkan berdasarkan dan jenis

kelamin, kemudian dihitung persentase

pangan tak terkonsumsi dari kategori jenis

kelamin. Hasil akan disajikan secara

tabulasi dan akan dijelaskan secara

deskriptif dengan menggunakan tabel

sebagai berikut :

Tabel 3.2. Hasil tingkat pangan tak

terkonsumsi berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis kelamin

Rata-rata jumlah

pangan tak

terkonsumsi

1. Laki-Laki ....

2. Perempuan ....

Jumlah ....

Pembagian tingkat pangan tak terkonsumsi

akan dikelompokan kedalam tiga kategori

yaitu rendah, sedang, dan tinggi, dalam hal

ini jumlah dan interval kelas dalam setiap

kategori akan ditentukan setelah data

didapatkan dan diolah. Untuk menjawab

tujuan keempat yaitu, menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi pangan tak

terkonsumsi (food waste) pada kantin

tempat kerja di Kota Palembang adalah

menggunakan analisis regresi linier ganda,

sebagai berikut:

1. Analisis Regresi Linier Ganda Multiple

linier regression (analisis regresi linier

ganda) adalah analisis statistik yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh

beberapa variabel bebas (independent)

terhadap variabel terikat (dependent).

Analisis ini digunakan untuk menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi pangan

tak terkonsumsi. Model multiple linier

regresi adalah:

Y = α + β1 X1 + β2 X2 +……βn Xn + E

Dimana :

α adalah intercept

β adalah slope

E adalah error

8

Universitas Sriwijaya

Dalam analisis ini, yang menjadi variabel

dependen adalah perilaku sisa nasi.

Sedangkan variabel independennya adalah

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

kosumen. Faktor-faktor tersebut akan

menjadi variabel indipenden (X), maka

persamaan akan menjadi:

Y = α + β1 Pd + β2 DK + β3 DI + β4 Ppb + β5

BM + β6 AP + β7 F + β8 U + β9 SM +β10 G +

E

Dimana:

Y = Sisa Nasi (gr)

α = intercept

βı - β10 = koefisien regresi

Pd = pendidikan karyawan/pegawai sebagai

responden (tahun)

DK = durasi kerja per hari (jam)

DI = durasi istirahat makan siang (jam)

Ppb = pendapatan per bulan (juta/bulan)

BM = biaya makan (d = 0 beban pegawai,

d= 1 ditanggung perusahaan)

AP = peraturan perusahaan (d = 0 tidak ada,

d = 1 ada)

F = kondisi fisik (d = 0 sakit, d = 1 sehat)

U = usia (tahun)

M = Selera Makan (d=0 tidak sesuai, d=1

sesuai)

G = jenis kelamin (d = 0 pria, d = 1 wanita)

E = error

2. Uji-T Selanjutnya dilakukan uji kebernasan nilai

βi dengan menggunakan uji t (T-test). Uji t

merupakan pengujian tingkat signifikan

variabel secara individual dilakukan

dengan:

a. Membandingkan nilai statistik tobservasi

atau t hitung dengan t-tabel (dilihat dari

tabel probabilitas t), atau

b. Dilihat melalui level signifikansi t

yang dihitung oleh program aplikasi.

Jika level signifikansi yang diperoleh

lebih kecil dari level konvensional (yaitu

0,05 atau 5%) maka dapat disimpulkan

bahwa koefisien regresi yang diuji

adalah signifikan.

c. Nilai t hitung dapat diperoleh

melalui rumus:

Maka pengujian dilakukan dengan membuat

hipotesis sebagai berikut:

1. H0 : βi = 0

2. Hı : salah satu dari βi ≠ 0

Kaidah pengambilan keputusan:

1. T-hitung > t-tabel, maka tolak H0

pada taraf nyata α (berpengaruh nyata)

yang berarti faktor penentu berpengaruh

signifikan terhadap pangan tak

terkonsumsi.

2. T-hitung ≤ t-tabel, maka terima H0

pada taraf nyata α (tidak berpengaruh)

yang berarti faktor penentu tidak

berpengaruh signifikan terhadap pangan

tak terkonsumsi.

3. Uji-F Pengujian tingkat signifikan variabel

secara bersama-sama menggunakan uji-F

dilakukan dengan :

a. Merumuskan Hipotesis

H0: Tidak ada pengaruh secara signifikan

antara faktor-faktor yang

mempengaruhi (variabel independen)

secara bersama-sama terhadap pangan

tak terkonsumsi.

Ha: Ada secara signifikan antara

faktorfaktor yang mempengaruhi

(variabel independen) secara bersama-

sama terhadap pangan tak

terkonsumsi.

b. Menentukan tingkat signifikansi

Tingkat signifikansi menggunakan α =

5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah

ukuran standar yang sering digunakan

dalam

penelitian)

c. Menentukan nilai F hitung dengan

rumus:

Dimana:

R² adalah koefisien regresi

9

Universitas Sriwijaya

n adalah jumlah sampel

k adalah jumlah variabel indipenden

d. Menentukan F tabel

Dengan menggunakan tingkat

keyakinan 95%, α=5%, df 1 (jumlah

variabel–1) = 10-1=9, dan df 2 (n-k-1) atau

31-10 - 1 = 20 (n adalah jumlah kasus dan

k adalah jumlah variabel independen).

e. Kaidah Keputusan

F hitung ≤ F tabel, maka terima Ho yang

berarti Tidak ada pengaruh secara

signifikan antara faktor-faktor yang

mempengaruhi (variabel independen) secara

bersama-sama terhadap pangan tak

terkonsumsi.

F hitung > F tabel, maka tolak Ho

yang berarti Ada pengaruh secara signifikan

antara faktor-faktor yang mempengaruhi

(variabel independen) secara bersama-sama

terhadap pangan tak terkonsumsi.

Untuk menjawab tujuan kelima

yaitu, mempelajari cara menangani pangan

tak terkonsumsi (food waste) pada kantin

tempat kerja di Kota Palembang adalah

setelah memperoleh permasalahan akibat

adanya pangan tak terkonsumsi, maka akan

dijelaskan secara deskriptif mengenai

penanganan pangan tak terkonsumsi yang

tidak habis. Beberapa cara yang digunakan

adalah dengan mengidentifikasi hasil

analisis regresi maupun hasil analisis

crosstabs yang akan dilakukan pada tujuan

keempat ataupun menganalisis metode dari

penelitian sebelumnya yang membahas

mengenai solusi food waste baik dari jurnal

nasional ataupun internasional.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Proses Terjadinya Pangan Tak

Terkonsumsi

Makanan yang umumnya

dikonsumsi oleh pegawai adalah nasi putih

sebagai makanan pokok ditambah dengan

lauk pauk seperti daging ikan atau ayam,

tahu, tempe dan sayur. Namun sebagian

lainnya tidak menggunakan sayur bening

sesuai dengan selera masing-masing

pegawai. Makanan yang paling sering

disisakan adalah makanan pokok yaitu nasi.

Hal ini sering terjadi apabila menu makanan

yang tersedia pada kantin tersebut tidak

sesuai dengan selera karyawan. Selera

merupakan faktor yang paling berpengaruh

terhadap sisa pangan tak terkonsumsi. Sisa

makanan yang terjadi cukup bervariasi

namun dari 60 orang responden hanya 31

responden yang menyisakan nasi. Jumlah

tersebut adalah lebih dari 50% dari jumlah

responden. Sisa makanan pada umumnya

akan dibuang. Hal yang berbeda ditemukan

pada kantin Dinas Perkebunan.

4.2. Jumlah dan Nilai Pangan Tak

Terkonsumsi

4.2.1 Jumlah Pangan Tak Terkonsumsi Jumlah sisa nasi yang ditemukan

tempat kerja tersebut adalah 234,70 gram.

Hasil pada keempat kantin tersebut

merupakan kombinasi sisa nasi responden

berjenis kelamin pria dan wanita. Total sisa

nasi pria adalah 84,60 gram dengan jumlah

responden pria sebanyak 41 orang. Total

sisa nasi wanita adalah 150,10 gram dengan

jumlah responden wanita sebanyak 19

orang. Dari total 60 responden terdapat 31

orang responden yang menyisakan nasinya

sedangkan 29 orang lainnya menghabiskan

nasinya. Lebih dari separuh responden

menyisakan nasinya atau 51,67% lebih

tepatnya. 31 orang yang menyisakan 234,70

gram nasi yang terdiri dari 18 orang

responden berjenis kelamin perempuan dan

13 responden berjenis kelamin orang pria.

4.2.2 Nilai Pangan Tak Terkonsumsi Jumlah responden yang tidak

menyisakan nasi adalah sebanyak 29 orang

sedangkan 31 orang responden lainnya

menyisakan nasi dalam bentuk yang

bervariasi mulai dari 0,8 gram hingga 33,8

gram per individu. Demikian untuk

perhitungan nilai ekonomi akan tetap

menggunakan total responden yaitu

sebanyak 60 orang untuk mencari rata-rata

sisa nasi per individu. Harga beras yang

digunakan pada perhitungan nilai ekonomi

10

Universitas Sriwijaya

sesuai dengan merk beras yang digunakan

oleh kantin tempat kerja tersebut. Kantin

Dinas Perkebunan dan kantin BULOG

menggunakan beras merk topi koki seharga

Rp 181.000,00 per 20 kg (Rp 9,05 per

gram). Kantin Telkomsel menggunakan

beras merk Ikan Patin dengan harga Rp

105.000,00 per 10 kg (Rp 10,5 per kg).

Maka rata-rata harga beras per gram yang

digunakan adalah Rp 9,775 per gram,

perhitungan nilai ekonomi total (NE Total)

sisa nasi adalah sebagai berikut :

NE Total= Sisa nasi x Faktor Zetyra (0,347)

x harga beras per gram

NE Total= 234,70 gr x 0,347 x Rp. 9,775/gr

= 81,198 gr beras mentah x Rp. 9,775 /gr

= Rp 793,71045/60 orang

Nilai ekonomi total (NE Total)

adalah sebesar Rp 793.710,45 merupakan

nilai ekonomi yang terbuang dari 60 sampel

yang menjadi responden pada penelitian

kali ini, sedangkan nilai per orangnya

adalah sebagai berikut :

NE per individu

= NE Total/60 orang

= Rp 793,710/60 orang

=Rp 13,2285/orang/makan siang

Prediksi kerugian nilai ekonomi tersebut

dapat berubah sesuai dengan perubahan

harga beras mentah di pasar, namun pada

hakikatnya menyisakan nasi yang layak

untuk dikonsumsi bukan merupakan hal

yang bijak untuk dilakukan.

4.3. Penyumbang Pangan Tak

Terkonsumsi Terbanyak Penyumbang pangan tak

terkonsumsi akan lebih mudah

teridentifikasi apabila data responden

dikelompokan kedalam kelompok yang

lebih kecil. Pada Tabel 4.5 dilakukan

pemisahan antar responden dengan

melakukan pengelompokan untuk melihat

responden pada kisaran umur berapa

dengan jenis kelamin apa yang paling

banyak menyisakan nasi.

Tabel 4.5 Jumlah responden berdasarkan

jenis kelamin dan umur

Pada Tabel 4.5 dilakukan pemisahan

berdasarkan umur dan jenis kelamin

sehingga data dapat dianalisis secara lebih

mendetail. Pemisahan pertama dilakukan

berdasarkan jenis kelamin untuk

mengetahui jenis kelamin mana yang

menyisakan nasi lebih banyak. Pemisahan

kedua dilakukan berdasarkan umur

responden. Pemisahan berdasarkan umur

dilakukan agar dapat mencari tahu pada

umur berapa rata-rata pegawai menyisakan

nasi. Jarak interval kelas pada saat

memisahkan umur memang tidak sama

karena pemisahan kelas umur menggunakan

jumlah responden sehingga setiap kelas

umur mendapati jumlah responden yang

hampir sama (15 dan 16 orang).

Tabel 4.6 Jumlah sisa nasi

berdasarkan jenis kelamin dan umur

Jumlah responden yang menyisakan

nasi adalah sebanyak 31 orang, 13 orang

diantaranya berjenis kelamin pria dan 18

orang berjenis kelamin wanita. Ditinjau dari

sudut pandang umur, sebanyak 15

responden berasal dari umur 20-26 tahun

dan 16 responden berumur 27-57 tahun,

namun hal tersebut tidak berarti bahwa

responden dengan umur yang lebih tua

menyisakan nasi lebih banyak karena tabel

tersebut menampilkan data berdasarkan

jumlah orang bukan berdasarkan jumlah

11

Universitas Sriwijaya

sisa nasi dalam satuan gram (gr). Tabel 4.5

merupakan tabel yang menampilkan data

mengenai sia nasi dalam satuan (gr)

berdasarkan jenis kelamin dan umur

sehingga dapat dianalisis persentase

penyumbang nasi terbanyak pada

masingmasing kelas dan umur.

Tabel 4.7 Persentase sisa nasi

berdasarkan jenis kelamin dan umur

Tabel 4.7 menunjukan jumlah sisa

nasi dengan menggunakan bentuk tabel

yang sama dengan Tabel 4.5 agar dapat

melihat dengan jelas kelas jenis kelamin

dan umur penyumbang nasi terbanyak.

Berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat

bahwa 24,20% sisa nasi disumbangkan oleh

responden berjenis kelamin pria sedangkan

penyumbang sisa nasi terbanyak dengan

angka persentase sebesar 75,80% adalah

responden berjenis kelamin wanita.

Berdasarkan umur, 68,21% sisa nasi berasal

dari umur 20-26 tahun, sedangkan umur

2757 tahun menyisakan nasi sebanyak

31,79%. Pada bagian ini dapat disimpulkan

baik dari segi jumlah responden (orang)

ataupun dari jumlah sisa nasi (gr),

responden berjenis kelamin perempuan

dengan umur 20-26 tahun merupakan

responden yang menyumbangkan sisa nasi

terbanyak.

4.4 Perbandingan Sisa Nasi Pria dan Sisa

Nasi Wanita

Tabel 4.8 Perbandingan Antara Sisa Nasi

Pria dan Sisa Nasi Wanita

Sumber : Hasil Analisis data primer, Tahun

2017

Pada penelitian kali ini diambil sampel

sebanyak 60 responden dengan komposisi

perbandingan pria dan wanita yang tidak

seimbang. Jumlah responden pria dan

wanita yang tidak seimbang. Jumlah

responden pria pada penelitian kali ini

adalah 41 orang dan jumlah responden

wanita sebanyak 19 orang. Hal ini terjadi

disebabkan karena metode pengambilan

sampel yang digunakan adalah metode acak

sederhana (simple random sampling)

sehingga terjadi ketidakseimbangan antara

sampel dengan jenis kelamin pria maupun

wanita. Total pangan tak terkonsumsi yang

didapatkan dari 41 orang sampel berjenis

kelamin pria adalah 84,60 gram sedangkan

total pangan tak terkonsumsi yang

didapatkan dari sampel berjenis kelamin

wanita adalah 150,10 gram. Dengan data

tersebut kita dapat menyimpulkan

berdasarkan jenis kelamin rata-rata pangan

tak terkonsumsi dari responden tersebut

adalah sebagai berikut :

Rata - rata Sisa Nasi Pria

= 84,60 gram / 41 orang

= 2,06 gram

Rata - rata Sisa Nasi Wanita

= 150,10 gram / 19 orang

= 7,90 gram

4.5 Analisis Faktor-faktor Penyebab

Pangan Tak Terkonsumsi Faktor-faktor yang mempengaruhi pangan

tak terkonsumsi dianalisis menggunakan

model regresi linear berganda. Hasil analisis

data disajikan secara rinci pada Lampiran 2

dan intisarinya disajikan pada Tabel 4.9.

12

Universitas Sriwijaya

Berdasarkan Tabel 4.9, nilai uji F dapat

dilihat dari F statistik (F hitung) yang

diperoleh yaitu sebesar 13,521 yang lebih

besar dari F tabel (2,25) sehingga H0

ditolak. Artinya secara bersama-sama

variabel bebas yaitu pendidikan, durasi

kerja per hari, durasi istirahat makan siang,

pendapatan per bulan, biaya makan, selera

makan dan jenis kelamin dalam model

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

yaitu sisa nasi (gr) atau pangan tak

terkonsumsi.

Hasil estimasi yang telah disajikan

pada Tabel 4.13 menjelaskan bahwa

koefisien determinasi (R²) cukup tinggi

yaitu sebesar 83,10 persen dan termasuk

hubungan korelasi sangat kuat. Hal ini juga

didukung dengan nilai koefisien determinasi

(adjusted R square) sebesar 77,0 persen.

Artinya sebesar 83,10 persen jumlah pangan

tak terkonsumsi pada kantin tempat kerja

dapat dijelaskan oleh faktor-faktor

pendidikan, durasi kerja per hari, durasi

istirahat makan siang, pendapatan per

bulan, biaya makan, selera makan dan jenis

kelamin. Sedangkan sisanya yaitu 16,90

persen dijelaskan oleh variabel lain di luar

persamaan.

Untuk melihat signifikan atau

tidaknya pengaruh setiap variabel bebas

terhadap variabel terikatnya dilihat dari uji

t-statistik setiap variabel bebas.

Berdasarkan Tabel 4.9 variabel-variabel

bebas yang berpengaruh secara signifikan

terhadap pangan tak terkonsumsi ada 3

variabel yaitu usia, durasi istirahat, selera

makan berpengaruh secara nyata pada α =

0,05. Sedangkan variabel pendidikan, durasi

kerja per hari, pendapatan per bulan, biaya

makan dan jenis kelamin tidak berpengaruh

secara signifikan (nyata) terhadap pangan

tak terkonsumsi kantin tempat kerja. Pada

hasil pengolahan pada software IBM SPSS

Statistics 22 hanya menampilkan hasil uji 8

variabel dari 10 variabel yang diuji, kedua

variabel yang hilang adalah aturan

perusahaan dan kondisi fisik (kesehatan

karyawan). Hal itu disebabkan karena tidak

ada perusahaan yang menerapkan peraturan

mengenai food waste dan tidak ada

karyawan yang sakit pada saat menjadi

responden. Kondisi tersebut yang

menyebabkan kedua faktor tersebut hilang

dari hasil (output) pengolahan data pada

software IBM SPSS Statistics 22.

Jadi kesimpulan dari uji asumsi

klasik pada model regresi ini adalah untuk

melihat apakah persamaan yang digunakan

baik atau tidak. Berdasarkan hasil uji

multikoleniaritas, uji heteroskedastisitas,

menunjukkan tidak adanya

multikoleniaritas, model persamaan bersifat

homoskedastisitas, dan data menyebar

normal. Artinya, tidak ada hubungan antara

model regresi yang dihasilkan dengan

faktor pengganggu. Sehingga model

persamaan yang dihasilkan dikatakan baik.

Model hasil estimasi regresi faktor-

faktor yang mempengaruhi pangan tak

terkonsumsi pada rumah tangga, sebagai

berikut:

a. Persamaan Pangan Tak Terkonsumsi

(Sisa Nasi)

Sisa Nasi (N) = 38,030 – 1,383 P – 1,178

DK – 7,180 DIM – -0,22 PpB + 4,272 BM

– 9,822 SM + 1,923 JK – 0,238 U

Keterangan:

P adalah Pendidikan

DK adalah Durasi Kerja

DIM adalah Durasi Istirahat Makan Siang

PpB adalah Pendapatan per Bulan

BM adalah Biaya Makan

SM adalah Selera makan

13

Universitas Sriwijaya

JK adalah Jenis kelamin

U adalah Usia

Berdasarkan hasil estimasi Tabel 4.9

menjelaskan bahwa hanya ada dua faktor

yang berpengaruh positif pada penelitian ini

yaitu biaya makan dan jenis kelamin,

sedangkan faktor – faktor yang berpengaruh

negatif ada enam variabel yaitu pendidikan,

durasi kerja, durasi istirahat makan siang,

pendapatan per bulan, selera makan dan

usia. Dari delapan faktor tersebut

menghasilkan R-squared sebesar 83,10 pada

hasil pengolahan data pada software IBM

SPSS Statistics 22, yang berarti delapan

faktor tersebut (baik variabel yang

berdampak positif maupun negatif) telah

mempengaruhi 83,10 % sisa nasi yang

terjadi pada kantin tempat kerja sedangkan

sisanya sebesar 16,90% dipengaruhi oleh

faktor lainnya diluar delapan faktor diatas.

4.5.1. Pendidikan Nilai parameter dugaan pendidikan

dari hasil regresi bernilai negatif yaitu

sebesar -1,383. Hal ini menunjukkan bahwa

variabel pendidikan berpengaruh negatif

sebesar 1,383 terhadap jumlah pangan tak-

terkonsumsi karyawan yang makan di

kantin tempat kerja. Artinya, karyawan

yang memiliki yang memiliki pendidikan

lebih tinggi menyisakan 1,383 gram pangan

tak-terkonsumsi lebih sedikit daripada

karyawan yang memiliki tingkat pendidikan

lebih rendah satu level dibawahnya. Level

yang dimaksud dalam pengkategorian

pendidikan adalah sebagai berikut : 0 =

Tidak Sekolah, 1 = Sekolah Dasar, 2 =

Sekolah Menegah Peratama, 3= Sekolah

Menegah Atas atau sederajat, 4 = Diploma

(baik D1 ataupun D3), 5 = Sarjana Strata 1

(Bachelor), 6 = Sarjana Strata 2 (Magister),

7 = Sarjana Strata 3 (Doktor).

Pendidikan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi sisa makanan,

namun pendidikan bukan faktor yang cukup

signifikan, hal tersebut juga dapat dilihat

dari tingkat signifikansinya pada Tabel

4.13, dengan angka signifikansi sebesar

0,217 maka variabel pendidikan belum

dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah

dilakukan uji t pada taraf α = 0,05

menunjukkan bahwa nilai t hitung |-1,271|

lebih kecil dari t tabel 2,039, maka

diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti

pendidikan tidak berpengaruh signifikan

terhadap besar pangan tak-terkonsumsi

yang dihasilkan.

4.5.2. Durasi kerja per hari Nilai parameter dugaan durasi kerja

per hari dari hasil regresi bernilai negatif

yaitu sebesar -1,178. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel durasi kerja per hari

berpengaruh negatif sebesar 1,178 terhadap

jumlah pangan tak-terkonsumsi karyawan

yang makan di kantin tempat kerja. Artinya,

karyawan yang memilki durasi kerja per

hari satu jam lebih tinggi menyisakan 1,178

gram pangan tak-terkonsumsi lebih sedikit

daripada karyawan yang memiliki tingkat

durasi kerja per hari satu jam lebih sedikit.

Durasi kerja per hari merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi sisa

makanan, namun durasi kerja per hari

adalah faktor jauh dari kategori signifikan,

hal tersebut juga dapat dilihat dari tingkat

signifikansinya pada tabel 4.13, dengan

angka signifikansi sebesar 0,904 maka

variabel durasi kerja per hari belum

dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah

dilakukan uji t pada taraf α = 0,05

menunjukkan bahwa nilai t hitung |-0,122|

lebih kecil dari t tabel 2,039, maka

diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti

durasi kerja per hari tidak berpengaruh

signifikan terhadap besar pangan tak-

terkonsumsi yang dihasilkan.

4.5.3. Durasi istirahat makan siang Nilai parameter dugaan durasi

istirahat makan siang dari hasil regresi

bernilai negatif yaitu sebesar -7,180. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel durasi

istirahat makan siang berpengaruh negatif

sebesar 7,180 terhadap jumlah pangan tak-

14

Universitas Sriwijaya

terkonsumsi karyawan yang makan di

kantin tempat kerja. Artinya, karyawan

yang memiliki durasi istirahat makan siang

satu jam lebih banyak menyisakan 7,180

gram pangan tak-terkonsumsi lebih sedikit

daripada karyawan yang memiliki tingkat

durasi istirahat makan siang satu jam lebih

sedikit.

Durasi istirahat makan siang

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi sisa makanan, durasi

istirahat makan siang adalah salah satu

faktor yang paling signifikan, hal tersebut

juga dapat dilihat dari tingkat

signifikansinya pada tabel 4.13, dengan

angka signifikansi sebesar 0,05 maka

variabel durasi istirahat makan siang

dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah

dilakukan uji t pada taraf α = 0,05

menunjukkan bahwa nilai t hitung |-3,156|

lebih besar dari t tabel 2,039, maka

diputuskan untuk tolak H0. Hal ini berarti

durasi istirahat makan siang berpengaruh

signifikan terhadap besar pangan tak-

terkonsumsi yang dihasilkan.

4.5.4. Pendapatan per bulan Nilai parameter dugaan pendapatan

per bulan dari hasil regresi bernilai negatif

yaitu sebesar -0,22. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel pendapatan per bulan

berpengaruh negatif sebesar 0,22 terhadap

jumlah pangan tak-terkonsumsi karyawan

yang makan di kantin tempat kerja. Artinya,

karyawan yang memiliki pendapatan satu

juta rupiah lebih tinggi menyisakan 0,22

gram pangan tak-terkonsumsi lebih sedikit

daripada karyawan yang memiliki tingkat

pendapatan per bulan satu juta rupiah lebih

sedikit.

Pendapatan per bulan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi sisa

makanan, namun pendapatan per bulan

adalah faktor jauh dari kategori signifikan,

hal tersebut juga dapat dilihat dari tingkat

signifikansinya pada tabel 4.13, dengan

angka signifikansi sebesar 0,950 maka

variabel pendapatan per bulan belum

dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah

dilakukan uji t pada taraf α = 0,05

menunjukkan bahwa nilai t hitung |-0,122|

lebih kecil dari t tabel 2,039, maka

diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti

pendapatan per bulan tidak berpengaruh

signifikan terhadap besar pangan tak-

terkonsumsi yang dihasilkan.

4.5.5. Biaya Makan

Nilai parameter dugaan biaya makan dari

hasil regresi bernilai positif yaitu sebesar

4,272. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

biaya makan berpengaruh positif sebesar

4,272 terhadap jumlah pangan tak-

terkonsumsi. Artinya, karyawan yang

makan siangnya disediakan oleh perusahaan

(dummy = 1) menyisakan makanan 4,272

gram lebih banyak dibandingkan karyawan

yang biaya makannya ditanggung oleh

karyawan itu sendiri (dummy = 0).

Biaya makan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi sisa makanan,

biaya makan adalah salah satu faktor yang

cukup signifikan, hal tersebut juga dapat

dilihat dari tingkat signifikansinya pada

tabel 4.13, dengan angka signifikansi

sebesar 0,091 maka variabel biaya makan

belum dianggap signifikan pada α = 0,05

namun sudah termasuk kategori signifikan

apabila menggunakan α = 0,10. Setelah

dilakukan uji t pada taraf α = 0,05

menunjukkan bahwa nilai t hitung |1,769|

lebih kecil dari t tabel 2,039, maka

diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti

biaya makan tidak berpengaruh signifikan

terhadap besar pangan tak-terkonsumsi

yang dihasilkan.

4.5.6. Selera Makan Nilai parameter dugaan selera

makan dari hasil regresi bernilai negatif

yaitu sebesar -9,822. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel suku berpengaruh negatif

sebesar 9,822 terhadap jumlah pangan tak-

terkonsumsi pada kantin tempat kerja.

Artinya, karyawan yang selera makannya

tidak sesuai dengan makanan yang tersedia

15

Universitas Sriwijaya

di kantin tempat kerja pada hari itu (dummy

= 0) menghasilkan 9,822 gram pangan tak-

terkonsumsi lebih banyak daripada

karyawan yang selera makannya sesuai

dengan makanan yang tersedia di kantin

tempat kerja pada hari itu (dummy = 1).

Selera makan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi sisa makanan,

selera makan adalah faktor yang paling

signifikan, hal tersebut juga dapat dilihat

dari tingkat signifikansinya pada tabel 4.13,

dengan angka signifikansi sebesar 0,000

maka variabel selera makan dianggap

signifikan pada α = 0,05. Setelah dilakukan

uji t pada taraf α = 0,05 menunjukkan

bahwa nilai t hitung |-5,148| lebih besar dari

t tabel 2,039, maka diputuskan untuk tolak

H0. Hal ini berarti selera makan

berpengaruh signifikan terhadap besar

pangan tak-terkonsumsi yang dihasilkan.

4.5.8. Jenis kelamin

Nilai parameter dugaan jenis

kelamin dari hasil regresi bernilai positif

yaitu sebesar 1,923. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel jenis kelamin berpengaruh

positif sebesar 1,923 terhadap jumlah

pangan tak-terkonsumsi di kantin tempat

kerja. Artinya, karyawan yang memiliki

jenis kelamin wanita (dummy = 1) lebih

banyak menyisakan makanan sebanyak

1,923 gram dibandingkan karyawan dengan

jenis kelaminnya pria (dummy = 0).

Jenis kelamin merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi sisa makanan,

namun jenis kelamin belum bisa

dikategorikan dalam kategori faktor yang

signifikan, hal tersebut dapat dilihat dari

tingkat signifikansinya pada tabel 4.13,

dengan angka signifikansi sebesar 0,316

maka variabel jenis kelamin belum

dianggap signifikan pada α = 0,05. Setelah

dilakukan uji t pada taraf α = 0,05

menunjukkan bahwa nilai t hitung 1,923

lebih kecil dari t tabel 2,039, maka

diputuskan untuk terima H0. Hal ini berarti

jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan

terhadap besar pangan tak-terkonsumsi

yang dihasilkan.

4.5.9. Usia

Nilai parameter dugaan usia dari

hasil regresi pada sampel karyawan atau

pegawai yang makan siang pada kantin

tempat kerja bernilai negatif yaitu sebesar -

0,238. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

suku berpengaruh negatif sebesar 0,238

terhadap jumlah pangan tak-terkonsumsi

pada kantin tempat kerja. Artinya,

karyawan yang usianya satu tahun lebih tua

menghasilkan 0,238 gram pangan tak-

terkonsumsi lebih sedikit daripada

karyawan yang usianya satu tahun lebih

muda dari karyawan tersebut.

Usia merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi sisa makanan, usia

adalah salah satu faktor yang paling

signifikan, hal tersebut juga dapat dilihat

dari tingkat signifikansinya pada tabel 4.13,

dengan angka signifikansi sebesar 0,014

maka variabel usia dianggap signifikan

pada α = 0,05. Setelah dilakukan uji t pada

taraf α = 0,05 menunjukkan bahwa nilai t

hitung |-2,679| lebih besar dari t tabel 2,039,

maka diputuskan untuk tolak H0. Hal ini

berarti usia berpengaruh signifikan terhadap

besar pangan tak terkonsumsi yang

dihasilkan.

4.6. Cara Menangani Pangan Tak

Terkonsumsi (Food Waste) pada Kantin

Tempat Kerja

Pada umumnya kantin tempat kerja

akan membuang pangan tak terkonsumsi

tanpa ada upaya untuk memanfaatkan sisa

makanan yang akan dibuang tersebut,

padahal sampah makanan merupakan salah

satu sumber penghasil gas metan yang bisa

berdampak buruk bagi lingkungan. Hal

yang sama terjadi pada sebagian besar

kantin tempat dilaksanakan penelitian,

namun hal yang berbeda ditemukan pada

kantin kerja Dinas Perkebunan, kantin

tersebut mengumpulkan nasi yang tersisa

dan memanfaatkannya sebagai pakan

16

Universitas Sriwijaya

ternak. Pemanfaatan sisa nasi sebagai pakan

ternak merupakan upaya yang sangat baik,

tidak hanya menekan angka gas metan yang

akan berdampak pada pemanasan globa

namun juga menyelematkan nilai ekonomi

yang masih bisa dimanfaatkan.

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dilakukan, beberapa

saran yang direkomendasikan sebagai bahan

pertimbangan untuk mengatasi atau

setidaknya dapat meminimalisir jumlah

pangan tak terkonsumsi adalah sebagai

berikut :

1. Sebaiknya tempat kerja (baik perusahaan

swasta maupun instansi pemerintah)

menerapkan aturan kepada setiap

pegawainya agar tidak menyisakan dan

membuang-buang makanan. Salah satu

upaya yang bisa dilakukan karyawan

adalah dengan cara megukur jumlah

ukuran nasi yang akan diambil agar

sesuai dengan jumlah nasi yang sanggup

dihabiskan oleh karyawan tersebut dalam

satu kali makan siang.

2. Memberikan edukasi pada karyawan

mengenai pentingnya efisiensi konsumsi

pangan dan dampak buruk dari food

waste baik tehdap lingkungan maupun

kedaulatan pangan, terutama pada

karyawan dengan umur 26 tahun

kebawah berjenis kelamin perempuan

yang kerap kali menyisakan nasi dengan

alasan “takut gemuk”.

3. Memanfaatkan sisa pangan tak

terkonsumsi sebaik mungkin dengan opsi

sebagai berikut :

- memanfaatkan sisa pangan untuk

diberikan kepada hewan ternak atau

hewan liar agar makanan tersebut

tidak terbuang secara ekonomis

- menggunakan sisa pangan sebagai

bahan dasar pupuk organik

- mengkonversikan ke dalam bentuk

energi lainnya, seperti memanfaatkan

gas metan yang ada pada limbah

makanan sebagai gas yang digunakan

untuk memenuhi bahan bakar alat

dapur (terutama memasak).

Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk

menekan jumlah food waste adalah dengan

cara mencegah hal itu terjadi,

mengantisipasi terjadinya food waste

merupakan opsi yang jauh lebih ekonomis

karena tidak membutuhkan waktu dan biaya

tambahan untuk mengelola makanan sisa

makanan tersebut.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dilakukan, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses terjadinya pangan tak

terkonsumsi di kantin tempat kerja

umumnya terjadi pada saat makan siang,

penyebab utama pegawai menyisakan

nasi adalah selera makan, usia dan durasi

istirahat makan siang.

2. Berat rata-rata pangan tak terkonsumsi

(food waste)) nasi dalam beras mentah

adalah 1,357 gram atau 3,91 gram dalam

bentuk nasi masak per individu per

makan siang. Jumlah Nilai Ekonomi

yang terbuang dari pangan tak

terkonsumsi (food waste) pada kantin

kerja ini adalah Rp 13,2285 per individu

per satu kali makan siang.

3. Sebanyak 31 orang responden

menyisakan nasi sedangkan 29 orang

lainnya mengkonsumsi nasi tanpa sisa,

31 orang tersebut terdiri dari 18 orang

responden wanita dan 13 orang

responden pria. Dari 234,70 gram nasi

masak yang disisakan, sebanyak 147,30

gram atau 62,76% sisa nasi

disumbangkan oleh responden wanita

berumur 20-26 tahun.

4. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata

(signifikan) terhadap jumlah pangan tak

terkonsumsi (nasi) pada kantin tempat

kerja di Kota Palembang adalah selera

makan, durasi istirahat makan siang dan

usia.

5. Beberapa cara yang dapat digunakan

untuk menangani pangan tak

terkonsumsi (food waste) yang terjadi

17

Universitas Sriwijaya

pada kantin tempat kerja adalah dengan

mencegah atau menekan angka pangan

tak terkonsumsi dari sumbernya,

memanfaatkan pangan tak terkonsumsi

sebagai pupuk organik, memberikan sisa

pangan untuk hewan ternak atapun

hewan liar dan pemanfaatan sisa pangan

sebagai sumber energi.

5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dilakukan, beberapa

saran yang direkomendasikan sebagai bahan

pertimbangan adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya kantin tempat kerja

menyesuaikan menu makanan di kantin

dengan rata-rata selera makan pegawai dan

menerapkan aturan disiplin mengenai jam makan siang.

2. Memberikan edukasi pada karyawan

mengenai pentingnya efisiensi konsumsi pangan dan dampak buruk dari food waste

baik tehdap lingkungan maupun

kedaulatan pangan, terutama

padakaryawan dengan umur 26 tahun kebawah berjenis kelamin perempuan.

3. Memanfaatkan pangan tak terkonsumsi

sebagai pupuk organik, memberikan sisa pangan untuk hewan ternak atapun hewan

liar dan pemanfaatan sisa pangan sebagai

sumber energi.

DAFTAR PUSTAKA

Anriany, D dan Martianto, D. 2013.

Estimasi Sisa Makanan di Beberapa

Jenis Rumah Makan di Kota Bogor.

Jurnal Gizi dan Pangan. Institut

Pertanian Bogor

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera

Selatan. 2015. Sumatera Selatan

Dalam Angka 2015. BPS: Sumatera

Selatan

Badan Urusan Logistik. 2012. Pengertian

Ketahanan Pangan. (online).http:

//www.bulog.co.id/ketahananpangan

.php. Diakses pada tanggal 25

Oktober 2016

Indonesia Center on Sustainable

Consumption and Production at

Surya University. 2014. Food for

Thought, Food to Waste. http : //

www.thejakartapost.com / news /

2013 / 11 / 07 / food – thought –

food –waste .html. Diakses pada

tanggal 26 Oktober 2016

Kompasiana, 2014. Kondisi Ketahanan

Pangan Indonesia Saat Ini. (online).

http: // www.kompasiana.com /

akbaranwari / kondisi – ketahanan –

pangan –indonesia – saat –

ini_54f74afda33311e32b8b4567.

Diakses pada tanggal 26 Oktober

2016

Tafarini, M.F. 2016. Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Tingkat

pangan Tak Terkonsumsi pada

Rumah Tangga di Kota Palembang.

[Skripsi]. Palembang : Universitas

Sriwijaya

Parfitt, J., Barthel, M. & Macnaughton, S.

(2010). Food Waste within Food

Supply Chains: Quantification and

Potential for Change to 2050.

Philosophical transactions of the

Royal Society of London. Series B,

Biological sciences, 365(1554),

3065–81.

Zetyra EIA. 2012. Estimasi Kehilangan

Beras (Sisa Dan Tercecer) Pada

Rumah Tangga Kelompok Ekonomi

Menengah di Kota Bogor. [Skripsi].

Institute Pertanian Bogor, Bogor:

Tidak diterbitkan.