Upload
others
View
20
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENERAPAN GREEN BANKING PADA BRI SYARIAH
KANTOR CABANG (KC) MADIUN
SKRIPSI
Oleh:
RATNA AYU WIDYANINGRUM
NIM : 210816010
Dosen Pembimbing:
Dr. H. LUTHFI HADI AMINUDDIN, M.Ag.
NIP : 197207142000031005
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020
ii
Abstrak
Widyaningrum, Ratna Ayu. Analisis Penerapan Green Banking Pada BRI Syariah
Kantor Cabang (KC) Madiun. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam, Program Studi Perbankan Syariah
Kata kunci: Keuangan Berkelanjutan, Dokumen Lingkungan, Risiko
Kompleksitas permasalahan lingkungan mendorong perbankan melakukan
transformasi dalam perilaku dan kegiatannya yang dikenal dengan istilah green
banking atau secara terminologis keuangan berkelanjutan menurut Otoritas Jasa
Keuangan, disini perbankan memiliki andil untuk turut serta dalam menjaga
keseimbangan pemeliharaan lingkungan hidup melalui aktivitas yang
dilakukannya. Di Indonesia OJK dan WWF turut serta menggandeng 8 (delapan)
bank dalam implementasi integrasi lingkungan, sosial dan tata kelola salah
satunya yakni BRI Syariah. Konsep green banking sangat erat kaitannya dengan
istilah green financing, namun green banking tidak hanya berkutat pada
pembiayaan saja tapi juga dalam hal program-program lainnya yang berwawasan
lingkungan. Berlanjut dari permasalahan ini merupakan hal yang penting untuk
melihat bagaimana penerapannya dan turut serta BRI Syariah KC Madiun dalam
hal tersebut.
Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah (1) untuk mengetahui aplikasi
green banking dalam pemberian atau penyaluran pembiayaan di BRI Syariah KC
Madiun. (2) Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan dalam
implementasi konsep green banking di BRI Syariah KC Madiun.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian yang
digunakan yakni penelitian lapangan dan juga dengan menggunakan pendekatan
deskriptif. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan juga
dokumen, sedangkan untuk analisa data dengan menggunakan pola reduksi data,
penyajian data dan juga penarikan kesimpulan.
Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut (1) BRI Syariah KC Madiun
memahami konsep green banking adalah upaya mitigasi risiko pada aspek risiko
sosial dan lingkungan dari penyaluran pembiayaannya yang merupakan salah satu
dari aktifitas perbankan yang dilakukannya, pelaksanaannya itu dalam bentuk
memperhatikan upaya pengelolaan lingkungan dari calon debitur maupun debitur
yang dapat dilihat dari dokumen lingkungan, segmen kegiatan usaha
berkelanjutan yang sesuai dengan konsep green banking di BRI Syariah KC
Madiun PSKRD (Pasar Sasaran dan Kriteria Bisnis yang Diperbolehkan) yakni
pada segmen mikro dan SME. (2) Kebijakan-kebijakan terkait konsep green
banking yang belum terpenuhi di BRI Syariah KC Madiun yakni aspek
penyesuaian SPO terkait adanya tambahan tupoksi tentang keuangan
berkelanjutan dan juga desain pengembangan dan inovasi produk dan/atau jasa
keuangan berkelanjutan bank sesuai dengan permintaan pasar.
iii
iv
v
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada abad ke-21, perhatian terhadap permasalahan lingkungan
menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Kompleksitas
permasalahan lingkungan secara global, regional, dan lokal saling terkait.
Kerusakan-kerusakan lingkungan hidup saat ini sudah semakin parah dan
telah memancing keprihatinan yang berakibat pada pemanasan global,
penipisan lapisan stratosfir ozon, pencemaran laut dan sungai. Kerusakan
itu mengarah pada degradasi lingkungan yang mana masalah-masalah
lingkungan yang utama saat ini adalah seperti penebangan hutan secara
liar, polusi air akibat limbah industri, perambahan kawasan konservasi
dan menurunnya kualitas keanekaragaman hayati.1
Permasalahan tersebut berimbas dengan terjadinya degradasi
sumber alam, sumber daya energi, lingkungan dan sumber daya pangan,
dan juga eksploitasi sumber daya alam tak terbarukan semakin
memperburuk sumber daya lingkungan.2 Indonesia sebagai salah satu
bagian dari benua maritim yang memiliki keunggulan komparatif
membuat Indonesia memiliki peluang untuk membangun sustainable
economy sangatlah besar.3 Green economy adalah respons atas global
warming, ekonomi hijau merupakan model pembangunan ekonomi yang
1 Moch. Amin Nurdin, “Kesadaran Bankir Akan Kelesatarian Lingkungan,”
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2019, 1. 2 Makmun, “Green Economy: Konsep, Implementasi, Dan Peranan Keuangan,”
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Vol. 19, No. 2 (2011): 1. 3 Zuhal, Gelombang Ekonomi Inovasi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2013), 159.
2
paralel, dan secara spesifik mengaitkan diri dengan upaya mengurangi
emisi karbon.4
Konsep green economy ini memberi penekanan khusus terhadap
efisiensi penggunaan sumber daya, serta pola konsumsi dan produksi
yang berkesinambungan dalam proses economic development. Ekonomi
hijau pada dasarnya merupakan konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development), yang menyaratkan harmonisasi antara
kepentingan ekonomi, biaya sosial dan lingkungan dikenal dengan triple
bottom line dalam setiap pengambilan keputusan terkait pembangunan.5
Green economy juga merupakan suatu lompatan besar meninggalkan
praktik-praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek
yang telah mewariskan berbagai permasalahan yang mendesak untuk
ditangani termasuk menggerakkan perekonomian yang rendah karbon.6
Ekonomi hijau sebagai konsep sudah lama digulirkan oleh berbagai
lembaga internasional khususnya UNEP. Ekonomi hijau dalam konteks
pembangunan berkelanjutan sudah bukan hal baru, karena Indonesia
telah mempertimbangkan tentang pentingnya pembangunan
berkelanjutan sejak tahun 1972, oleh Prof. Otto Sumarwoto.7 Konsep
green economy melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan, dimana
diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah
4 Ibid., 160. 5 Ibid. 6 Makmun, “Green Economy: Konsep, Implementasi, Dan Peranan Keuangan,” 2. 7 Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Green Economy: Prakarsa
Strategis Pengembangan Konsep Green Economy (Jakarta: Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2014),
3.
3
“memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan”, sehingga dapat dikatakan bahwa green
economy merupakan motor utama penggerak pembangunan
berkelanjutan.8 Jadi sustainable development merupakan pelaksanaan
dari konsep green economy yang berarti suatu model pembangunan untuk
mencegah meningkatnya emisi gas rumah kaca dan mengatasi perubahan
iklim.9
Pembangunan nasional yang berkelanjutan merupakan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dalam jangka panjang.
Pembangunan berkelanjutan menitikberatkan pada bagaimana cara
memajukan perekonomian masyarakat, bangsa dan negara dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.10 Pembangunan ini sangat
diperlukan karena selama ini selalu ada benturan kepentingan antara
pemanfaatan ekonomi dengan pelestarian lingkungan, dan berbagai
permasalahan pengelolaan sumber daya alam yang sudah kita alami.11
The world economic forum pada laporan tahun 2013 menempatkan
ekonomi dan lingkungan sebagai risiko utama dunia. Keduanya memiliki
keterkaitan dimana diyakini bahwa kerusakan lingkungan yang
8 Rizka Zulfikar, Prihatini Ade Mayvita, and Purboyo, Pengantar Green Economy
(Yogyakarta: DeePublish, 2019), 4. 9 Leonard Tiopan Panjaitan, Bank Ramah Lingkungan: Panduan Keberlanjutan
(Sustainability), Cet. 1 (Jakarta Timur: PenebarPlus+, 2015), 38. 10 Tia Yuliawati, Asni Mustika Rani, dan Allya Roosallyn Assyofa, “Efektivitas
Implementasi Green Financing Sebagai Alternatif Pembiayaan Berkelanjutan Bagi
UMKM Sektor Industri Pengolahan Alas Kaki di Kota Bandung,” Unisba (Universitas
Islam Bandung) Vol. 17, No. 2 (2017): 152. 11 Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Green Economy: Prakarsa
Strategis Pengembangan Konsep Green Economy, 3.
4
diakibatkan tata kelola industri yang tidak sustainable memberikan
dampak negatif pada perekonomian global. Hal ini yang mendorong
semakin menguatnya upaya rekontruksi kebijakan pembangunan dimana
ada keseimbangan antara upaya mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerataan sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup (green
economy).12
Seiring dengan menguatnya perhatian dunia terhadap persoalan-
persoalan lingkungan, perbankan melakukan transformasi dalam perilaku
dan kegiatannya. Konsep “Green Economy”, yang pada dasarnya
mendorong agar setiap kegiatan ekonomi harus meminimalisasi
dampaknya bagi lingkungan, juga diadopsi oleh dunia perbankan. Salah
satunya melalui konsep green banking atau “bank hijau”.13 Gerakan
penghijauan ini dalam ranah perbankan dikenal dengan istilah green
banking, istilah green banking mempunyai cakupan lebih luas dari
sekedar hijau alias terkait dengan pembangunan lingkungan hidup. Tapi
istilah ini juga mencakup pemberdayaan masyarakat menuju kehidupan
sosial yang lebih baik.14
Bank hijau ini diterjemahkan sebagai upaya perbankan untuk
mengutamakan pemenuhan keberlanjutan dalam penyaluran pembiayaan
atau kegiatan operasionalnya. Bank secara langsung memang tidak
12 Ronald Waas, “Sambutan Deputi Gubernur Bank Indonesia Pada Acara Media
Briefing ‘Green Banking’ Kerjasama Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH)” (Media Briefing “Green Banking,” Jakarta: Bank Indonesia, 2013), 1. 13 Zulfikar dan Ade Mayvita, Pengantar Green Economy, 27. 14 H. Robbani dan Sofyan Aris Saputra, “Analisis Implementasi Green Banking
Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon),” t.th,
4.
5
tergolong sebagai penyumbang pencemaran lingkungan yang tinggi.
Penggunaan energi, air, dan sumber daya alam lainnya dalam kegiatan
perbankan tidaklah separah penggunaan oleh sektor-sektor lain seperti
pertambangan dan industri pengolahan. Meski demikian, perbankan tidak
lantas dapat dilepaskan dari persoalan meningkatnya degradasi
lingkungan hidup. Melalui pemberian atau penyaluran pinjaman atau
pembiayaan kepada nasabahnya, bank dapat menjadi pemicu bagi
kegiatan-kegiatan yang berdampak pada lingkungan.15
Terdapat alasan kepentingan mengapa Bank Indonesia menilai
penting untuk mengembangkan perbankan ramah lingkungan (green
banking) ini, dimana merespons Undang-Undang No. 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong
kelestarian lingkungan dengan pemberian sanksi baik pidana bagi
pelakunya hingga pencabutan ijin lingkungan.16
Komitmen Indonesia dalam penerapan perbankan hijau atau yang
dalam terminologi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut keuangan
berkelanjutan (sustainable finance) ditunjukkan dengan diluncurkannya
peta jalan (roadmap) keuangan berkelanjutan pada Desember 2014, dan
juga kerangka regulasi terkait perbankan hijau di Indonesia yakni OJK
mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51
15 Zulfikar dan Ade Mayvita, Pengantar Green Economy, 27. 16 Waas, “Sambutan Deputi Gubernur Bank Indonesia Pada Acara Media Briefing
‘Green Banking’ Kerjasama Bank Indonesia (BI) Dan Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH),” 2.
6
/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi
Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik ditegaskan pada
pasal 2 ayat 1 bahwa seluruh LJK, Emiten dan Perusahaan Publik wajib
menerapkan keuangan berkelanjutan dan kegiatan usahanya.17 Yang
mana sebelumnya regulasi yang mengatur kebijakan perbankan hijau di
Indonesia yakni Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/15/PBI/2012
tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, dalam pasal 11 ayat 1-point
e PBI yang menyatakan penilaian terhadap prospek usaha termasuk
upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan
hidup.18
Konsep green banking ini sangat erat kaitannya dengan istilah
green financing, green financing dapat diartikan sebagai fasilitas
pinjaman dari lembaga keuangan kepada debitur yang bergerak di sektor
bisnis yang tidak berdampak pada penurunan kualitas lingkungan
maupun kondisi sosial masyarakat. Meski demikian, green banking tidak
hanya berkutat pada dunia pembiayaan, namun juga program-program
lain yang berwawasan lingkungan. Pemberian pembiayaan oleh
perbankan syariah dapat merupakan suatu masalah, bila pembiayaan itu
dipergunakan untuk usaha ataupun kegiatan yang pada akhirnya
17 “Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 /POJK.03/2017 Tentang
Penerapan Keuangan Berkelanjutam Bagi Lembaga Jasa Keuangan , Emiten dan
Perusahaan Publik,” n.d., 6. 18 Richard Sahetapy et al., Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis Lahan
(Jakarta Selatan: International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) -
Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF), 2018), 6–7.
7
menimbulkan atau mengakibatkan pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup.19
BRI Syariah adalah salah satu dari delapan bank yang
menandatangani Pilot Project Implementasi Panduan Integrasi
Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) bagi bank, yang diinisiasi
oleh World Wildlife Fund for Nature (WWF) dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Kedelapan bank ini kerap disebut sebagai “First Mover on
Sustainable Banking”.20 BRI Syariah juga merupakan anggota dari IKBI
(Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia)21 keterlibatannya dalam
anggota “First Movers on Sustainable banking dan IKBI merupakan
bentuk nyata peran bank dalam mendukung sistem keuangan yang dapat
mencegah terjadinya pendanaan atau investasi pada kegiatan usaha yang
menggunakan sumber daya berlebihan, dapat meningkatkan kesenjangan
sosial dan berdampak pada kerusakan lingkungan hidup.
Bank BRI Syariah juga mengklaim sebelum penandatanganan pilot
project green banking, BRI Syariah sudah memiiki kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan.22 Namun berdasarkan hasil wawancara
dengan Bapak Hengki Suhartanto selaku Pimpinan Cabang BRI Syariah
19 Rahmayati Nasution, “Sinergi Dan Optimalisasi Green Banking Perbankan
Syariah Dalam Mewujudkan Suistainable Finance,” Ekonomikawan: Jurnal Ilmu
Ekonomi Dan Studi Pembangunan Vol. 18, no. 1 (2018): 37. 20 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report 2017):
Persiapan Menatap Masa Depan (Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2018), 106. 21 Rian Erisman, “Delapan Bank Nasional Lahirkan Inisiatif Keuangan
Berkelanjutan (IKBI) bersama WWf-Indonesia”, https://www.wwf.or.id/?66383/Delapan-
Bank-Nasional-Lahirkan-Inisiatif-Keuangan-Berkelanjutan-Indonesia-IKBI--WWF-
Indonesia (diakses pada 19 Desember 2019). 22 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2018:
Merintis Faedah Green Banking (Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2019), 153.
8
Kantor Cabang (KC) Madiun menyatakan bahwa di BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun terkait dengan produk khusus keuangan
berkelanjutan yang membidik sasaran pada usaha-usaha yang ramah
lingkungan tidak ada, hal ini disebabkan BRI Syariah Kantor Cabang
(KC) Madiun membidik sasaran atau fokus target market dari mereka
adalah semua kalangan pengusaha.23
Hal ini pun diperjelas oleh Bapak Mohamad Ali Najamudin selaku
Marketing Manager BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun,
menyatakan bahwa di BRI Syariah Kantor Cabang Madiun itu ada
PSKRD atau Pasar Sasaran dan Kriteria Bisnis yang Diperbolehkan dan
terkait dengan produk pembiayaan yang dibutuhkan itu juga sesuai
dengan kebutuhan nasabah sendiri.24 BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun merupakan salah satu lembaga jasa keuangan yang berada pada
lingkup Kabupaten dan Kota Madya Madiun yang berdiri pada tahun
2013, dimana BRI Syariah KC Madiun merupakan bagian dari BRI
Syariah Kantor Pusat Abdul Muis Jakarta yang telah berkomitmen dalam
penerapan kebijakan keuangan berkelanjutan dan BRI Syariah sendiri
juga merupakan salah satu bank yang ikut dalam pilot project
implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) bersama
delapan bank lainnya
Delapan bank lainnya yakni Bank Artha Graha Indonesia, Bank
Central Asia,Bank Mandiri, Bank Muamalat, Bank Negara Indonesia,
23 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 24 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020
9
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Bank Rakyat
Indonesia dan BRI Syariah yang menjadi salah satu bagian di dalamnya.
Yang mana pemilihan BRI Syariah KC Madiun untuk mengetahui
bagaimana penerapannya pada tingkat kantor cabang dan juga lokasi
BRI Syariah KC Madiun sendiri berada di tengah-tengah Kota Madiun
yang mana kawasan atau wilayah yang strategis yang merupakan wilayah
perdagangan, pendidikan dan perindustrian. Berdasarkan pada uraian
yang penulis jabarkan, dengan ini sehingga penulis tertarik untuk
meneliti tentang “Analisis Penerapan Green Banking Pada BRI Syariah
Kantor Cabang (KC) Madiun”.
B. Rumusan Masalah
Bagi Perseroan, penandatanganan pilot project implementasi
panduan lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) itu merupakan sebuah
sikap dan komitmen untuk menjadi penggerak utama green banking
utamanya adalah BRI Syariah yang juga merupakan salah satu bank yang
ikut turut adalah dalam pencapaian tujuan sustainable development goals
(SDGs) Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana aplikasi green banking dalam pemberian atau penyaluran
pembiayaan di BRI Syariah KC Madiun?
2. Kebijakan-kebijakan apa saja yang telah diterapkan dalam
implementasi konsep green banking di BRI Syariah KC Madiun?
10
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang mengangkat judul “Analisis
Penerapan Green Banking Pada BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun” antara lain:
1. Untuk mengetahui aplikasi green banking dalam pemberian atau
penyaluran pembiayaan di BRI Syariah KC Madiun.
2. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan dalam
implementasi konsep green banking di BRI Syariah KC Madiun.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian yang mengangkat judul “Analisis Penerapan
Green Banking Pada BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun”:
1. Teoritis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
perbankan syariah guna menambah wawasan terkait lingkup
perbankan secara luas dan memperkaya konsep keilmuan yang
berkaitan dengan green banking.
2. Bagi Praktisi
a. Bagi BRI Syariah KC Madiun
Bagi BRI Syariah KC Madiun hasil penelitian ini
diharapkan bisa menjadi referensi untuk menjadikan acuan
urgensi dalam wujud nyata penerapan green banking yang lebih
11
optimal dalam mendukung sustainable development goals
(SDGs) di sektor perbankan.
b. Bank Pihak Lain
Bagi pihak lain baik itu Bank Umum Syariah (BUS), Unit
Usaha Syariah (UUS) maupun lainnya hasil penelitian ini dapat
dijadikan informasi ataupun referensi dalam rangka sebagai
acuan dalam penerapan green banking yang lebih optimal.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan yang baik dalam penelitian adalah yang
mampu memberikan kemudahan kepada pembaca untuk memahami
gambaran dalam skripsi tersebut, secara garis besar dalam skripsi ini
terbagi menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini peneliti memberikan gambaran umum yang
memberikan acuan dalam mengantarkan pembahasan skripsi. Disini
penulis memaparkan alasan yang mendasari penulis untuk mengangkat
tema dan judul pada penelitian ini. Bab ini terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika pembahasan.
BAB II Penerapan Green Banking Pada Perbankan Syariah
Pada bab ini berisikan teori yang relevan yang akan dijadikan
rujukan dalam analisa data dan sesuai dengan rumusan masalah, yaitu
mengenai analisa penerapan green banking pada BRI Syariah KC
12
Madiun. Bahasan dalam bab ini mengenai teori green economy, green
banking, pembangunan berkelanjutan, keuangan berkelanjutan, tujuan
dan prinsip keuangan berkelanjutan, pedoman teknis bagi bank terkait
implementasi POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan
Publik serta terkait perbankan syariah, tujuan dan fungsinya.
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini berisikan pembahasan terkait metode dan desain
penelitian yang terdiri dari jenis dan pendekatan penelitian, lokasi
penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data dan teknik pengecekan keabsahan data.
BAB IV Data Dan Analisa
Bab ini menyajikan gambaran umum atau profil ringkas mengenai
objek penelitian itu sendiri yakni BRI Syariah secara umumnya dan juga
BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun secara khususnya, serta juga
menguraikan dan memaparkan data serta juga analisa berdasarkan
rumusan masalah dan menyajikan hasil penelitian. Rumusan masalah
yang telah dirumuskan dan akan dipaparkan datanya serta dianalisa pada
bab ini yakni analisa terkait aplikasi green banking dalam pemberian atau
penyaluran pembiayaan di BRI Syariah KC Madiun, serta analisa
kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan dalam implementasi konsep
green banking di BRI Syariah KC Madiun
13
BAB V Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari rumusan masalah
berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan serta juga adanya
saran dan rekomendasi terkait penelitian.
14
BAB II
PENERAPAN GREEN BANKING PADA PERBANKAN SYARIAH
A. Deskripsi Teori
1. Green Economy
a. Pengertian Green Economy
Kesepakatan untuk menempatkan lingkungan dan
pembangunan dalam satu konteks telah memberikan arahan dan
penyediaan kelembagaan multinasional agar masa depan dapat
berkelanjutan. Perubahan geo-politik dan kemunculan kekuatan
ekonomi baru memunculkan konflik antara pembangunan ekonomi
dan lingkungan. Konflik antara pembangunan ekonomi dan
lingkungan dapat terekonsiliasi jika aktifitas produktif tidak
menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.1 UNEP
mencetuskan gagasan ekonomi “Green Economy” dalam rangka
mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Gagasan
green economy bertujuan memberikan peluang yang besar
bagaimana upaya memanfaatkan konsepsi “green economy” dalam
rangka menunjang pelaksanaan pembangunan yang berorientasi
pada aspek lingkungan dan ekosistem.2
1 Direktorat Lingkungan Hidup, Kumpulan Pemikiran Pengembangan Green
Economy di Indonesia (Tahun 2010-2012) (Jakarta: Direktorat Lingkungan Hidup Deputi
Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KEMENTERIAN
PPN/BAPPENAS), 2013), 13. 2 Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Langkah Menuju Ekonomi
Hijau Sintesa dan Memulainya (Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2020), 3.
15
Menurut Cato (Direktorat Lingkungan Hidup, 2013)
perekonomian dalam ekonomi hijau, tidak ditujukan untuk terus-
menerus tumbuh dan berkembang tetapi ekonomi dengan kondisi
yang mapan (steady-state), dan masyarakat (manusia) menjadi
ramah tidak mengancam spesies lain maupun planet bumi itu
sendiri.3 Sampai saat ini belum ada definisi ekonomi hijau yang
telah disepakati secara internasional, akan tetapi terdapat beberapa
definisi dan pandangan yang dikemukakan oleh berbagai pihak.
Sebagian besar mengikuti definisi yang dikemukakan oleh UNEP.
Berbagai definisi dan pandangan tentang ekonomi hijau meliputi:
1) UNEP (2011) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai sebuah
sistem kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan distribusi,
produksi dan konsumsi barang dan jasa yang menghasilkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang,
sekaligus tidak menyebabkan generasi mendatang menghadapi
risiko lingkungan yang signifikan atau kelangkaan ekologis.
2) UNCTAD (United Nations Conference on Trade and
Development) (2011) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai
ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia
dan mengurangi kesenjangan, dengan tidak menyebabkan
3 Direktorat Lingkungan Hidup, Kumpulan Pemikiran Pengembangan Green
Economy, 25.
16
generasi mendatang menghadapi risiko lingkungan yang
signifikan dan kelangkaan ekologis.4
3) UNCSD (United Nations Conference on Sustainable
Development) menyatakan bahwa ekonomi hijau dapat dilihat
sebagai lensa yang focus dalam menangkap peluang untuk
meningkatkan tujuan ekonomi dan lingkungan secara
bersamaan.
4) Koalisi Ekonomi Hijau (2011) berpandangan bahwa ekonomi
hijau adalah ekonomi tangguh yang dapat memberikan kualitas
hidup yang lebih baik untuk semua dan dibatasi oleh daya
dukung ekologi bumi.
5) International Chamber of Commerce menggambarkan ekonomi
hiaju sebagai ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi dan
tanggung jawab lingkungan bekerjasama dengan cara saling
memperkuat sekaligus mendukung kemajuan dalam
pembangunan sosial.
6) Danish 92 Group (2012) menyatakan bahwa ekonomi hijau
bukanlah sebuah kondisi tapi sebuah proses transformasi dan
kemajuan dinamis yang konstan. Ekonomi hijau menghasilkan
kesejahteraan manusia dan akses terhadap kesempatan yang adil
bagi semua orang, dengan tetap menjaga integritas lingkungan
4 Ibid., 26.
17
dan ekonomi agar tetap sesuai dengan kemampuan daya dukung
bumi yang terbatas.5
Dari berbagai definisi dan pandangan tersebut pada intinya
menggambarkan bahwa ekonomi hijau bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, member kesempatan yang
sama/adil dan meminimalkan kerusakan lingkungan dan
pembangunan ekonomi yang sesuai dengan daya dukung
lingkungan. Atau dapat dinyatakan bahwa ekonomi hijau adalah
kondisi membaiknya kehidupan (well being) dan keadilan sosial
(social equity) dengan secara signifikan mengurangi resiko
lingkungan dan kelangkaan ekologi.
Indonesia mengartikan ekonomi hijau sebagai (Republic of
Indonesia, 2010):
“a development paradigm that based on resources efficiency
approach with strong emphasizes on internalizing cost of natural
resources depletion and environmental degradation, efforts on
alleviate the proverty, creating decent jobs, and ensuring
sustainable economic growth.”
“Paradigma pembangunan yang didasarkan pada pendekatan
efisiensi sumber daya dengan penekanan kuat pada internalisasi
biaya lingkungan dan degradasi lingkungan, upaya mengurangi
kemiskinan, penciptaan lapangan kerja yang layak, dan
memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.”6
Pada dokumen submisi Indonesia untuk outcome document
pertemuan UNCSD pada tahun 2012 atau Rio+20, pemerintah
5 Ibid. 6 Ibid., 27.
18
Indonesia mendefinisikan ekonomi hijau sebagai berikut (Republic
of Indonesia, 2012):
“Indonesia considers the Green Economy as a development
paradigm that hinges on resources efficiency, which eventually
would lead to more sustainable consumption and production
patterns. In the same spirit, Indonesia’s development is based on a
four strategy of pro-poor, pro-joob, pro-growth and pro-
environment to ensure that economic growth, as one of the pillars,
moves in concert with the other elements of sustainable
development.”
“Indonesia menganggap ekonomi hijau sebagai paradigma
pembangunan yang bertumpu pada efisiensi sumber daya, yang
pada akhirnya akan mengarah pada pola konsumsi dan produksi
yang lebih berkelanjutan. Dalam spirit yang sama, pola
pembangunan di Indonesia berdasarkan pada empat strategi yaitu
berpihak pada pertumbuhan, berpihak pada rakyat, penyediaan
tenaga kerjadan pembangunan lingkungan untuk memastikan
bahwa pertumbuhan ekonomi, sebagai salah satu pilar, bergerak
seiring dengan elemen-elemen lain dari pembangunan
berkelanjutan.”
Konsep ekonomi hijau Indonesia tersebut, selain menekankan
pada efisiensi pemanfaatan sumber daya, juga menekankan pada
internalisasi biaya lingkungan, upaya pengentasan kemiskinan,
penciptaan lapangan kerja yang layak, serta memastikan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.7 UNEP (2011)
memfokuskan pengembangan transisi menuju ekonomi hijau pada
11 (sebelas) sektor, berikut uraian mengenai kesebelas sektor
tersebut:
1) Pertanian
2) Bangunan
7 Ibid., 27-28.
19
3) Kota
4) Energi
5) Perikanan
6) Hutan
7) Manufaktur
8) Pariwisata
9) Transportasi
10) Limbah
11) Air8
b. Desain Tata Ekonomi Hijau
Desain dan pengembangan konsep tata ekonomi hijau harus
difokuskan pada 2 (dua) hal berikut:
1) Harus mengintegrasikan kepentingan ekonomi, sosial dan
lingkungan saat ini dan yang akan datang tanpa mengabaikan
atau mengorbankan kepentingan generasi-generasi berikutnya
untuk hidup secara layak.
2) Dalam desain sistem tata ekonomi hijau, pemerintah hendaknya
memfokuskan pada “struktur dan proses” ekonomi hijau.9
Desain struktur ekonomi hijau (green structure) difokuskan
pada lima sektor berikut:
8 Ibid., 41. 9 Andreas Lako, Green Economy: Menghijaukan Ekonomi, Bisnis Dan Akuntansi
(Jakarta: Erlangga, 2014), 25.
20
a) Produksi hijau (green production) yaitu tata kelola proses
produksi dalam industri/bisnis untuk menghasilkan produk-
produk ekonomi harus ramah lingkungan.
b) Konsumsi hijau (green consumption) yaitu pemakaian
produk/jasa dan perlakuan terhadap limbahnya harus ramah
lingkungan.
c) Investasi hijau (green investment) yaitu tata kelola investasi
ekonomi yang dilakukan pemerintah dan swasta harus ramah
lingkungan.
d) Pengeluaran Hijau (green expenditure) harus ramah
lingkungan.
e) Ekspor-impor hijau (green export-green import) yaitu tata
kelola serta kebijakan ekspor dan impor yang dilakukan
pemerintah dan swasta harus juga ramah terhadap
lingkungan.10
Sedangkan desain proses ekonomi hijau (green process)
difokuskan pada:
1) Pemerintah hijau (green government), yaitu organisasi
birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang selama ini
kurang ramah lingkungan perlu didesain ulang dan
didorong agar lebih ramah lingkungan.
10 Ibid, 25.
21
2) Manajemen ekonomi hijau (green economy governance)
yaitu desain proses perencanaan, pengoordinasioan,
pengendalian, pelaksanaan, pengevaluasian, dan umpan
balik ekonomi dan bisnis harus lebih ramah terhadap
lingkungan.
3) Industri dan bisnis hijau (green industry and business)
yaitu paradigm dan tata kelola industri atau bisnis yang
selama ini lebih berorientasi pada upaya mendapatkan
return on investment (ROI) atau laba sebesar mungkin
dengan cara “mengeksploitasi masyarakat dan lingkungan
harus direformasi kembali ke arah yang ramah lingkungan.
4) Korporasi hijau (green corporation) yaitu korporasi yang
selama ini menjadi alat negara untuk menggerakkan
perekonomian dan pertumbuhan ekonomi perlu didorong
ke arah yang lebih ramah lingkungan dalam tata kelola
serta aktivitas lainnya.11
c. Pilar Ekonomi Hijau
Untuk mendorong aplikasi Sistem Ekonomi Hijau (SEH)
dalam tata kelola perekonomian nasional, enam pilar ekonomi hijau
yang diusulkan UNEP dapat ditindaklanjuti untuk diadopsi
Pemerintah Indonesia termasuk pemerintah daerah (Pemda), enam
pilar tersebut yakni:
11 Ibid., 25–26.
22
1) Pemerintah perlu memberikan prioritas investasi dan
pembelanjaan negara untuk menstimulasi kegiatan ekonomi
hijau.
2) Pemerintah perlu menghijaukan kebijakan pajak dan penguatan
mekanisme pasar dalam invetasi energi terbarukan sebagai
instrument untuk mempromosikan ekonomi hijau kepada para
pelaku ekonomi.
3) Pemerintah harus menghentikan belanja negara dan daerah, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat merusak
lingkungan.
4) Pemerintah perlu membuat desain kebijakan insentif fiscal yang
terintegrasi, mulai dari pusat hingga daerah, sehingga
mendorong terciptanya green investment dalam investasi
ekonomi atau bisnis.
5) Pemerintah perlu mengaloakasikan belanja pemerintah dan
mendorong sektor swasta agar melaksanakan capacity building
dan pendidikan kepada pihak-pihak terkait mengenai pentingnya
ekonomi hijau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan
bisnis berkelanjutan.
6) Pemerintah perlu memperkuat kerja sama dan tata kelola di
tingkat internasional untuk mendorong terwujudnya
implementasi ekonomi hijau.12
12 Ibid, 33.
23
2. Green Banking
a. Pengertian Green Banking
Institusi keuangan, khususnya sektor perbankan memiliki
peran penting dalam masyarakat. Lewat produk dan layanannya,
perbankan mempengaruhi arah dan laju pembangunan ekonomi
suatu negara untuk jangka pendek dan jangka panjang. Sektor ini
menjadi salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan dan
berbagai industri. Namun harus diakui lewat produk dan layanan
perbankan seperti pemberian pembiayaan untuk membiayai
aktivitas pembangunan dan industri terkadang sedikit banyak telah
berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan.13
Merespon penurunan kualitas lingkungan, muncul kepedulian
global dari sektor perbankan untuk lebih memperhatikan dampak
sosial dan lingkungan dari investasi dan pembiayaan yang bank
berikan. Istilah praktik “hijau” (green) dalam perbankan atau
dikenal dengan perbankan hijau (green banking) bisa diartikan
sebagai kegiatan perbankan yang mendorong praktik ramah
lingkungan melalui berbagai aktivitas perbankan. Praktik
perbankan hijau saat ini dipraktikkan dalam berbagai bentuk,
seperti menggunakan transaksi secara online bukan
mengirimkannya lewat pos, mengurangi penggunaan kertas
(paperless) dalam transaksi, penggunaan hemat energi di kantor
13 Richard Sahetapy et al., Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis Lahan
(Jakarta Selatan: International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan
Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF), 2018), 1.
24
bank, memberi pinjaman bagi perusahaan yang mempraktikkan
kepedulian lingkungan.14
Green banking berarti juga mempromosikan praktik-praktik
ramah lingkungan (environmental -friendly) dan mengurangi
tingkat emisi karbon dalam aktivitas perbankan yang dilakukan,
segmen nasabah green banking adalah entitas-entitas bisnis yang
memiliki kepedulian terhadap pelestarian lingkungan dan
pengurangan emisi karbon. Pada umumnya, perusahaan yang
diberikan pembiayaan oleh green banking adalah perusahaan yang
memiliki sertifikasi ramah lingkungan dalam operasional bisnisnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara masing-masing.15
Pada pelaksanaannya perbankan hijau beroperasi seperti bank
normal, hanya saja pertimbangan utama bukan lagi semata-mata
keuntungan (profit), tetapi juga pertimbangan lingkungan/ekologi
dan sosial untuk melindungi keberlanjutan lingkungan dan
melestarikan sumber daya alam. Bank seperti ini tetap dikendalikan
oleh otoritas manajemen yang sama, hanya saja ada agenda
tambahan untuk menjaga lingkungan/ habitat/ sumberdaya alam.16
Green banking atau perbankan ramah lingkungan merupakan
konsep atau paradigma baru dalam industri perbankan internasional
yang sedang berkembang selama satu dekade terakhir.
14 Ibid. 15 Direktorat Perbankan Syariah, Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah (Jakarta:
Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2012), 38. 16 Sahetapy et al., Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis Lahan, 2.
25
Konsep ini muncul sebagai respons atas tuntutan masyarakat
global yang meminta industri perbankan turut berpartisipasi aktif
dalam upaya-upaya mengatasi krisis lingkungan dan pemanasan
global yang semakin serius. Konsep ini juga timbul sebagai respons
atas kian berkembangnya kolaborasi global demi mewujudkan
agenda-agenda aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan dan
penghapusan kemiskinan yang telah disepakati para kepala negara
pada KTT Bumi 1992 di Brasil.17
Pasca KTT Bumi Rio +20 di Rio de Janeiro (Brasil) pada 20-
22 Juni 2012, seiring dengan disepakatinya model pembangunan
berbasis green economy (ekonomi hijau) sebagai strategi untuk
mempercepat tercapainya Pembangunan Berkelanjutan dan
penghapusan kemiskinan, konsep green banking mulai
dikembangkan oleh pelaku perbankan.18 Ekonomi hijau sendiri
mengandung kepedulian terhadap keadilan sosial, ekonomi hijau
juga memperbesar kepedulian terhadap sistem di planet bumi baik
dari segi ekologisnya maupun spesies yang berada di dalamnya.19
Konsep green banking bertujuan untuk membuat proses
operasi perbankan dan penggunaan teknologi serta infrastruktur
fisik perbankan bisa dilakukan seefisien dan seefektif mungkin.
Green banking diharapkan mampu memberikan zero effect atau
17 Lako, Green Economy: Menghijaukan Ekonomi, Bisnis Dan Akuntansi, 94. 18 Ibid. 19 Rita Parmawati, Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Menuju
Ekonomi Hijau, Cet. Pertama (Malang: UB Press, 2019), 83–84.
26
dampak negatif yang minimal terhadap lingkungan dan
masyarakat.20 Definisi green banking beragam, diantaranya
beranggapan bahwa green banking serupa dengan ethical bank,
dimana bank memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan
hidup.21
Secara khusus, green banking bermakna bahwa korporasi
perbankan tidak lagi hanya berfokus pada tanggung jawab secara
keuangan yaitu mengelola bisnisnya sebaik mungkin untuk
menghasilkan laba (profit) sebesar-besarnya bagi para pemegang
saham, tetapi juga harus memfokuskan tanggung jawabnya pada
upaya-upaya untuk memelihara kelestarian lingkungan dan alam
semesta (planet) serta meningkatkan kesejahteraan sosial kepada
masyarakat (people). Integrase pada pilar itu disebut triple bottom-
line of banking accountability.22
Triple bottom line (TBL) sendiri adalah konsep pengukuran
kinerja perusahaan secara “holistic” dengan memasukkan 3 ukuran
kinerja secara simultan 3P (profit, planet,people), yaitu economic,
environmental, social (EES). Selanjutnya variabel economic,
dikaitkan dengan usaha bisnis dalam meraih keuntungan usaha atau
profit, sementara variabel lingkungan (environment) diorientasikan
pada sikap eksekutif perusahaan dalam menyikapi mengenai
20 Lako, Green Economy: Menghijaukan Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi, 94. 21 Sari Yuniarti, “Peran Perbankan dalam Implementasi Bisnis Hijau dan
Pembangunan Berkelanjutan,” Jurnal Keuangan Dan Perbankan Vol. 17, No. 3 (2013):
464. 22 Lako, Green Economy: Menghijaukan Ekonomi, 95.
27
kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, dan variabel social
diasosiasikan manajemen terhadap kepedulian sosial
kemasyarakatan.23
Prinsip dasar green banking adalah upaya memperkuat
kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan
lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi
terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism,
transportasi ramah lingkungan, ini merupakan bentuk kesadaran
bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif
berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang
bersangkutan.24
Konsep green banking ini sangat erat kaitannya dengan
istilah green financing. Green financing dapat diartikan sebagai
fasilitas pinjaman dari lembaga keuangan kepada debitur yang
bergerak di sektor bisnis yang tidak berdampak pada penurunan
kualitas lingkungan maupun kondisi sosial masyarakat. Meski
demikian, green banking tidak hanya berkutat pada dunia
23 Jaja Suteja, Green Financial Management: Model Solusi Meningkatkan Nilai
Perusahaan Berkelanjutan (Bandung: UNPAS Press, 2018), 19–20. 24 Yuniarti, “Peran Perbankan Dalam Implementasi Bisnis Hijau Dan
Pembangunan Berkelanjutan,” 464–65.
28
pembiayaan, namun juga program-program lain yang berwawasan
lingkungan.25
b. Kerangka Regulasi Green Banking di Indonesia
Inisiasi bank untuk mengadopsi praktik green banking di
Indonesia tidak terlepas dari dikeluarkannya regulasi relevan yang
memberikan dorongan untuk pelaksanaan bank berwawasan
lingkungan. Bank Indonesia telah mewajibkan perbankan untuk
memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dalam
mengembangkan bisnisnya, pedoman BI untuk menerbitkan
kebijakan pro lingkungan ini merujuk pada Undang-Undang No.
32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.26 Green banking juga telah dicanangkan dalam bentuk MoU
antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Bank Indonesia
tahun 2011-2013 melalui kegiatan seperti pelatihan analisis
lingkungan untuk menilai kelayakan penyaluran kredit/pembiayaan
kepada debitur seperti AMDAL,27 kesepakatan ini dilatarbelakangi
meningkatnya kesadaran dunia untuk menerapkan prinsip
25 Rahmayati Nasution, “Sinergi dan Optimalisasi Green Banking Perbankan
Syariah dalam Mewujudkan Suistainable Finance,” Ekonomikawan: Jurnal Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan Vol. 18, No. 1 (2018): 37. 26 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Tahunan (Annual Report) 2017: Hijrah
Untuk Terbuka dan Lebih Amanah (Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2018), 444. 27 Lilik Handajani, Ahmad Rifai, dan L. Hamdani Husnan, “Kajian Tentang
Inisiasi Praktik Green Banking Pada Bank BUMN,” Jurnal Economia Vol. 15, No. 1
(2019): 3.
29
pembangunan berkelanjutan berbagai industri, termasuk industri
perbankan.28
Sebagai entitas bisnis, perbankan memiliki tujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat, hal tersebut telah didukung pula oleh Undang-Undang
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas dalam rangka
pemenuhan tanggung jawab sosial perusahaan terkait dengan
Corporate Social Responsibility (CSR)29 dan juga kerangka hukum
untuk melihat praktik perbankan hijau bisa dilihat pada Pasal 67
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) yang menyatakan “Setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”.
Lebih lanjut dalam pasal 68 menyatakan bahwa Setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban: (a) Memberikan
informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
(b) Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan (c)
28 H. Robbani dan Sofyan Aris Saputra, “Analisis Implementasi Green Banking
Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon),” t.th,
4. 29 Muliaman D. Hadad dan Istiana Maftuchah, Sustainable Financing: Industri
Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Berkelanjutan (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2015), 133.
30
Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.30
Kewajiban di atas menjadi dapat menjadi relevan bagi
perbankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential
principles) dalam aktivitas perbankan seperti:
1) Undang-Undang No. 10/1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 7/1992 tentang Perbankan dimana peranan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan
berskala besar dan atau berisiko tinggi. (Penjelasan ketentuan
umum paragraph V).
2) Undang-Undang Nomor 21/1998 tentang Perbankan Syariah,
penjelasan dalam melaksanakan prinsip syariah diutamakan
untuk melakukan kegiatan yang berkesinambungan dan
berkeseimbangan, salah satu prinsip keseimbangan itu sendiri
adalah pendekatan kelestarian alam.
3) Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian
Kualitas Aset Bank Umum, dalam rangka pelaksanaan prinsip
kehati-hatian Direksi wajib menilai, memantau, dan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas aset senantiasa
baik (Pasal 2), Bank melakukan analisa kualitas kredit
berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan
membayar (Pasal 10), Salah satu penilaian prospek usaha yang
30 Sahetapy et al., Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis Lahan, 7.
31
dimaksud adalah upaya-upaya yang dilakukan debitur dalam
rangka upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai peraturan
yang berlaku (Pasal 11).
4) Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli
2013 tentang Bank Umum Konvensional dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 13/10/DPBS tanggal 13 April 2011 tentang Bank
Umum Syariah, menegaskan:
a) PBI No. 14/15/2012 surat edaran ini mewajibkan bank untuk
melakukan evaluasi terhadap upaya pengelolaan lingkungan
hidup dari debitur atau calon debitur, dalam rangka penilaian
kualitas aset (kredit) yang diberikan.
b) Salah satu komponen penilaian prospek usaha debitur
berskala besar dan atau berisiko tinggi dalam rangka menjaga
kelestarian lingkungan hidup adalah memastikan adanya
AMDAL.
c) Bank harus memperhatikan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
d) Bank juga harus memperhatikan hasil penilaian Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PROPER) yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup.31
31 Indonesia Clean Energy Development (ICED) dan United States Agency for
International Development (USAID), Buku Pedoman Memahami Dokumen Lingkungan
Hidup Sektor Energi Bersih Untuk Lembaga Jasa Keuangan 2015 (Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan, 2015), 26–27.
32
5) Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/15/PBI/2012 telah
memasukkan penilaian terhadap pengelolaan lingkungan hidup
oleh debitur dalam persyaratan penyaluran kredit/pembiayaan.32
6) Regulasi terkini yang relevan dengan praktik green banking
adalah dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) No.51/POJK.03/2017 mengenai penerapan keuangan
berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan
perusahaan publik. Perubahan yang terjadi dari PBI No.
14/15/PBI tahun 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank
Umum menjadi POJK No. 51/POJK.03/2017 dimana pada PBI
No. 14/15/PBI tahun 2012 LJK Perbankan dibebankan
kewajiban memenuhi aspek lingkungan dalam pemberian
kredit/pembiayaan, sementara pada POJK No.51/POJK.03/2017
disebutkan bahwa perbankan harus menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan tidak hanya pada pemberian
kredit/pembiayaan tetapi juga pada keseharian aktifitas
perbankan.33
c. Tahapan Praktik Green Banking
Tahapan praktik green banking dapat dilihat dari elaborasi
yang dibuat ole Marcel H A Jeucken (Sustainable Finance &
32 Handajani, Rifai, dan Husnan, “Kajian Tentang Inisiasi Praktik Green Banking
Pada Bank BUMN,” 3. 33 Muhammad Agus Salim, “Kesiapan Pemerintah Menerapkan Green Banking
Melalui POJK Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Hukum
Positif Di Indonesia,” Universitas Padjajaran, 2018, 122.
33
Banking: The Financial Sector and the Future of the Planet,
EarthScan, 2011) sebagai berikut:
1) Tipe pertama defensive banking. Dalam tipe ini, bank
merupakan follower dan menantang aturan pemerintah dalam
masalah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan karena
kepentingan bank, baik secara langsung maupun tidak langsung
terancam.34 Faktor lingkungan hidup dan sosial tidak dianggap
penting dan memandang undang-undang lingkungan hidup
sebagai sebuah ancaman karena dapat merugikan kepentingan
industri jasa keuangan langsung (melalui kerusakan
profitabilitas pelanggan).35 Bank tipikal ini belum memiliki
kepedulian terhadap lingkungan hidup sehingga aspek
manajemen lingkungan hidup dan sosial ini hanya dianggap
sebagai biaya yang perlu dihindari.36
2) Tipe kedua preventive banking. Dalam tipe ini, bank telah
memulai mempertimbangkan potensi pengurangan biaya,
misalnya untuk pemakaian kertas, pengurangan energi,
penghematan air, dan perjalanan dinas pegawainya. Bank dalam
tipe ini juga sudah mulai menginternalisasi produk perbankan
agar lebih ramah kepada lingkungan hidup (kredit/pembiayaan)
34 Tiopan Panjaitan Leonard, Bank Ramah Lingkungan: Panduan Keberlanjutan
(Sustainability), Cet. 1 (Jakarta Timur: PenebarPlus+, 2015), 46. 35 D. Hadad dan Maftuchah, Sustainable Financing: Industri Jasa Keuangan
Dalam Pembiayaan Berkelanjutan, 102. 36 Leonard, Bank Ramah Lingkungan, 46.
34
dalam kaitannya dengan meminimalisir risiko dan kerugian
investasi yang berhubungan dengan risiko lingkungan.37
3) Tipe ketiga offensive banking. Dalam tipe ini, bank sudah
mengintegrasikan biaya, risiko, dan imbal balik potensial kepada
operasional harian perbankan. Bank berupaya mengurangi risiko
eksternal dengan menerapkan kontrol terhadap risiko
lingkungan dan melakukan penilaian (assessment) terhadap
risiko kredit atau pembiayaan.38
4) Tipe keempat disebut sustainable banking. Dalam tipe ini, bank
sudah bersifat kreatif, inovatif dan proaktif dalam melihat
potensi bisnis, baik dalam membiayai proyek-proyek yang
ramah lingkungan maupun berinvestasi dalam teknologi yang
hemat energi dan teknologi bersih.39
d. Klasifikasi Kegiatan Usaha Berkelanjutan dalam Penerapan
Green Banking
Sebagai bagian dari implementasi perbankan hijau atau yang
dalam terminologi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut keuangan
berkelanjutan, bank harus melakukan pencatatan portofolio
pembiayaan/kredit berdasarkan kategori kegiatan usaha
berkelanjutan, berikut kategori kegiatan usaha berkelanjutannya:
37 Ibid. 38 Ibid. 39 Ibid., 46-47.
35
1) Energi Terbarukan
Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan
dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan
baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari,
aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan
laut. Adapun contoh dari kegiatan usaha dan/atau kegiatan lain
yang memanfaatkan energi terbarukan antara lain pembangunan
mini hydro dan penggunaan tenaga surya untuk pembangkit
tenaga listrik. (POJK No.60/POJK.04/2017)40
2) Efisiensi Energi
Efisiensi energi adalah langkah, metode, atau prinsip yang
diharapkan dengan menggunakan energi secara efisien. Adapun
contoh dari kegiatan usaha dan/atau kegiatan lain yang
memanfaatkan efisiensi energi antara lain:
a) Pembangunan gedung baru dan gedung renovasi yang ramah
lingkungan yaitu dengan mengurangi pemakaian listrik untuk
pencahayaan dan sirkulasi udara yang memungkinkan
mengurangi penggunaan Air Conditioner (AC).
b) Penyimpanan energi
c) District heating; atau
40 Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Pedoman Teknis Bagi Bank
Terkait Implementasi POJK Nomor 51/POJK.03/2017 Tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten, dan Perusahaan Publik
(Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2018), 22.
36
d) Smart grids41
3) Pencegahan dan Pengendalian Polusi
Yang dimaksud dengan pencegahan dan pengendalian
polusi termasuk pengolahan air limbah, pengurangan emisi
udara, pengendalian gas rumah kaca, remediasi tanah,
pencegahan limbah, pengurangan limbah, daur ulang limbah
untuk energi menambah nilai produk dan rekondisi limbah, dan
analisis pemantauan lingkungan (POJK No.
60/POJK.04/2017).42
4) Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Penggunaan Lahan
yang Berkelanjutan
Pada dasarnya semua sumber daya alam termasuk sumber
daya alam hayati harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat dan umat manusia sesuai dengan kemampuan dan
fungsinya. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya
alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan termasuk
pertanian yang berkelanjutan, peternakan yang berkelanjutan,
perikanan, budidaya perairan, kehutanan dan pertanian yang
tahan terhadap perubahan iklim serta konservasi tanaman
pangan hayati atau irigasi (POJK No. 60/POJK.04/2017).43
41 Ibid., 23. 42 Ibid., 25. 43 Ibid., 25–26.
37
5) Konservasi Keanekaragaman Hayati Darat dan Air
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya (UU No. 5 Tahun 1990). Yang
dimaksud dengan konservasi keanekaragaman hayati darat dan
air termasuk perlindungan lingkungan pesisir pantai, laut, dan
daerah aliran sungai (POJK No. 60/POJK.04/2017).44
6) Transportasi Ramah Lingkungan
Transportasi berkelanjutan/ramah lingkungan /transport
hijau adalah bentuk moda transport yang tidak
menggunakan/tergantung pada sumber daya fosil yang dapat
habis jumlahnya tetapi tergantung pada energi yang dapat
diperbaharui yang berkelanjutan. Transportasi ramah lingkungan
antara lain transportasi listrik, hybrid, transportasi publik, kereta
listrik, kendaraan tidak bermotor, transportasi multi moda,
infrastruktur untuk kendaraan dengan energi yang ramah
lingkungan dan pengurangan emisi berbahaya (POJK No.
60/POJK.04/2017).45
44 Ibid., 26–27. 45 Ibid., 28.
38
7) Pengelolaan Air dan Air Limbah yang Berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah
pengelolaan sumber daya air yang tidak hanya ditujukan untuk
kepentingan generasi sekarang tetapi juga termasuk untuk
kepentingan generasi yang akan datang (UU No. 7 Tahun
2004).46
8) Adaptasi Perubahan Iklim
Adaptasi perubahan iklim berarti meningkatkan
pembangunan berkelanjutan untuk menjadi lebih tahan terhadap
dampak perubahan iklim yang sedang terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi di masa yang akan datang. Adaptasi
perubahan iklim termasuk dukungan sistem informasi seperti
observasi iklim dan sistem peringatan dini (POJK
No.60/POJK.04/2017).47
9) Produk yang Dapat Mengurangi Penggunaan Sumber Daya dan
Menghasilkan Lebih Sedikit Polusi (Eco Efficient)
Produk yang dapat mengurangi penggunaan sumber daya
dan menghasilkan lebih sedikit polusi (eco-efficient) antara lain
pengembangan dan pengenalan produk ramah lingkungan
dengan eko-label atau sertifikasi lingkungan serta kemasan dan
distribusi hemat sumber daya (POJK No. 60/POJK.04/2017).48
46 Ibid., 29. 47 Ibid., 30. 48 Ibid., 31.
39
10) Bangunan Berwawasan Lingkungan yang Memenuhi Standar
atau Sertifikasi yang Diakui Secara Nasional, Regional, atau
Internasional
Bangunan ramah lingkungan (green building) adalah suatu
bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam
perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya
dan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim
(Permen Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010).49
11) Kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan Lain Dari Kegiatan Usaha
Berwawasan Lingkungan Lainnya
12) Kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan Lain Dari Kegiatan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah
a) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
usaha mikro sebagaimana diatur UU No. 20 Tahun 2008.
Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
(1). Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
(2). Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)50
49 Ibid. 50 Ibid.,34.
40
b) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana diatur UU No. 20 tahun 2008.
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
(1). Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
(2). Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).51
c) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha
Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
51 Ibid., 34.
41
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur UU No. 20 tahun
2008. Usaha menengah dilarang memiliki dan/atau
menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra
usahanya.
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai
(1). Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
(2). Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).52
e. Dokumen-Dokumen Lingkungan
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan berdasarkan dokumen
lingkungan hidup dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
52 Ibid., 34-35.
42
dan/atau kegiatan.53 Penyusunan AMDAL dituangkan ke dalam
dokumen AMDAL yang terdiri dari dari
a) Kerangka Acuan (KA): ruang lingkup kajian AMDAL yang
merupakan hasil pelingkupan (scoping).
b) ANDAL: Penelaahan secara cermat dan mendalam tentang
dampak penting suatu rencana dan/atau kegiatan.
c) RKL-RPL:
(1). Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
merupakan upaya penanganan dampak terhadap
lingkungan yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan.
(2). Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) merupakan
upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak akibat dari rencana dan/atau kegiatan.54
2) UKL-UPL
Pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
53 Indonesia Clean Energy Development (ICED) dan United States Agency for
International Development (USAID, Buku Pedoman Memahami Dokumen Lingkungan
Hidup Sektor Energi Bersih Untuk Lembaga Jasa Keuangan 2015, 33. 54 Otoritas Jasa Keuangan et al., Tata Kelola Aspek Resiko Sosial Dan Lingkungan
(Jakarta: USAID, 2016), 18.
43
3) SPPL
Pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatannya.55
f. Insentif Penerapan Green Banking
Sustainable banking atau green banking secara singkat adalah
suatu institusi keuangan yang memberikan prioritas pada
sustainability dalam praktik bisnisnya. Pemahaman green banking
bersendikan empat unsur kehidupan yakni nature, well-being,
economy, dan society. Bank yang “hijau” akan memadukan ke-
empat unsur tersebut ke dalam prinsip bisnis yang peduli pada
ekosistem dan kualitas hidup manusia.56
Green banking memberikan manfaat yaitu mengubah
kesadaran individu menjadi kesadaran kolektif dalam hal
pelestarian lingkungan, dengan demikian ancaman resiko
kerusakan alam pun dapat ditanggulangi. Selain itu, perusahaan
yang menerapkan konsep penghijauan ini juga mendapat sertifikasi
ramah lingkungan sehingga mampu mendongkrak citra perusahaan.
Di mata dunia, awal penerapan Green Banking ini muncul
karena adanya kesadaran di mata dunia tentang pemeliharaan
55 Indonesia Clean Energy Development (ICED) dan United States Agency for
International Development (USAID, Buku Pedoman Memahami Dokumen Lingkungan
Hidup, 33. 56 Leonard, Bank Ramah Lingkungan: Panduan Keberlanjutan (Sustainability),
48–49.
44
lingkungan menjadi tanggung jawab setiap orang. Dengan
menerapkannya konsep ini, maka perbankan di Indonesia akan
mengalami pembangunan yang berkelanjutan. Adapun Green
Banking yang baik harus tercermin pula dari bank itu sendiri dalam
segala aspek. Misalnya menekan penggunaan energi, penghematan
penggunaan kertas dalam operasionalnya, dan peduli akan
lingkungan sekitar bank. Jika ingin menerapkan konsep peduli
lingkungan, maka kita sendiri harus memulainya terlebih dahulu.57
g. Perlunya Korporasi Perbankan Nasional Merespons dan
Mengaplikasikan Konsep Green Banking
Green banking tidak terlepas dari istilah bisnis hijau, menurut
Glen Croston (Ajeng Radyati, 2014), bisnis hijau merupakan
konsep bisnis yang menguntungkan karena dapat memberi
keuntungan dan skala ekonomi yang memadai sehingga sangat
bermanfaat bagi kelangsungan usaha secara keseluruhan.58
Perbankan sendiri merupakan suatu entitas usaha yang turut
memberikan kontribusi dalam pembangunan negara. Kontribusi
bank dalam pembangunan negara ini juga merupakan bagian dari
peran bank sebagai agent of development (agen pembangunan),
perbankan sendiri memiliki peran salah satunya menyalurkan dana
kepada setiap sektor usaha, namun dengan disadari bahwa peran
57 Ati Daniati Rahmah dan Desi Fitriani, “Analisa Penerapan Green Banking Pada
PT Bank Negara Indonesia, Tbk.,” Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang, 2015, 10. 58 Ajeng Radyati, Sihabudin, dan Siti Hamidah, “Urgensi Pengaturan Green
Banking dalam Kredit Perbankan Di Indonesia,” Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
2014, 2.
45
bank masih melihat aspek ekonomi sebagai salah satu aspek yang
dipandang masih utama dalam penyaluran pembiayaan tanpa
mengindahkan aspek lainnya yang lebih luas dampaknya yakni
misal terkait dengan lingkungan hidup. Oleh karena itu ada
beberapa hal yang mana sektor perbankan perlu merespons terkait
aspek lingkungan hidup dan mengimplementasikan konsep green
banking dalam entitasnya:
1) Korporasi perbankan memiliki peran strategis sebagai lembaga
intermediasi yang memiliki peran strategis dimana perbankan
memiliki peran krusial untuk turut mendorong atau bahkan
“memaksa” para debitur (korporasi bisnis dan individu-individu)
yang mengajukan kredit agar lebih peduli pada isu-isu tanggung
jawab sosial serta lingkungan, atau lebih ramah terhadap isu-isu
green economy dan green business dalam pengelolaan bisnis
atau usahanya.59
2) Sebagai entitas ekonomi dan sosial, korporasi perbankan juga
harus berperan aktif membantu pemerintah dan masyarakat
dalam upaya mewujudkan gerakan green economy serta green
business untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan,
menghapus kemiskinan, serta mengatasi krisis sosial dan
lingkungan yang kian serius.
59 Lako, Green Economy, 95.
46
3) Green banking sedang mendapat perhatian luas dari kalangan
pelaku industri perbankan dan keuangan internasional.60
h. Strategi Menghijaukan Perbankan
Untuk menghijaukan perbankan nasional menuju green
banking, ada beberapa langkah manajerial yang perlu dilakukan
pelaku industri perbankan:
1) Menghijaukan visi, misi, tujuan, sasaran dan budaya korporasi
perbankan.
2) Menghijaukan struktur organisasi, proses manajemen, dan
strategi korporasi serta output (produk dan jasa) korporasi
perbankan.
3) Menghijaukan sistem tata kelola korporasi dan infrastuktur
perbankan.
4) Penghijauan terhadap akuntabilitas korporasi dan transparansi
informasi kepada publik.61
3. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Banyaknya kasus yang menyebabkan turunnya kualitas
lingkungan hidup saat ini menjadi perbincangan bagi semua kalangan
baik secara nasional maupun global, kerusakan lingkungan hidup
disebabkan oleh dua hal yakni faktor alam dan faktor manusia.
Dimana salah satu contoh dampak kerusakan lingkungan yaitu
60 Ibid, 95–96. 61 Ibid., 96-98.
47
pemanasan global (global warming) yang berdampak pada perubahan
iklim (climate change).
Diterbitkannya buku Silent Spring (1962), telah menginspirasi
PBB untuk menyelenggarakan Konferensi tentang Lingkungan Hidup
pada 5 Juni 1972 di Stockholm. Komitmen pada konferensi tersebut
adalah bersama-sama memelihara bumi antara pihak yang pro
pembangunan dan pro lingkungan hidup dengan resolusi pembentukan
UNEP (United Nations Environmental Program), UNEP merupakan
pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup dan telah melahirkan
gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan.62
Sustainable development adalah sebuah konsep yang bertujuan
untuk menciptakan keseimbangan diantara dimensi pembangunan
seperti ekonomi, sosial dan lingkungan. Sustainable development
(pembangunan berkelanjutan) merupakan proses pembangunan (kota,
bisnis, sosial, lahan, masyarakat, dsb) dimana proses dalam
pembangunan tersebut mempunyai prinsip memenuhi kebutuhan saat
ini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan
datang.63
Menurut dokumen PBB hasil world summit tahun 2005,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan dimana
kebijakan tersebut saling berhubung satu sama lain serta merupakan
62 D. Hadad dan Maftuchah, Sustainable Financing: Industri Jasa Keuangan
dalam Pembiayaan Berkelanjutan, 52–53. 63 Rizka Zulfikar, Prihatini Ade Mayvita, dan Purboyo, Pengantar Green Economy
(Yogyakarta: DeePublish, 2019), 30.
48
pilar pendorong pembangunan berkelanjutan, kebijakan tersebut
antara lain kebijakan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial
serta perlindungan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, pembangunan
berkelanjutan berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi serta
mencari cara untuk bagaimana memajukan perekonomian dalam
jangka panjang tanpa mengharuskan modal alam.64
Lalu dalam aspek sosial, pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang berkutat pada manusia dalam hal intereelasi,
interaksi dan interdependensi. Sedangkan dalam aspek lingkungan,
pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan perlindungan
lingkungan, dimana pembangunan yang dilakukan harus senantiasa
melibatkan aspek – aspek lingkungan agar pesatnya pembangunan
tidak lantas menghancurkan kelestarian lingkungan hidup.65
Sidang umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada 25
September 2015 di NewYork, Amerika Serikat, secara resmi telah
mengesahkan agenda pembangunan berkelanjutan atau SDGs sebagai
kesepakatan pembangunan global. Sekurangnya 193 kepala negara
hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan
agenda pembangunan berkelanjutan untuk Indonesia. Mulai tahun
2016, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015-2030 secara
resmi menggantikan Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) 2000-
64 Ibid., 31. 65 Ibid.
49
2015. SDGs berisi seperangkat tujuan normatif yang disepakati dan
berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali.66
Berakhirnya MDGs pada 2015 masih menyisakan sejumlah
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada periode Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)
yang akan dilaksanakan sampai dengan 2030, target yang belum
tercapai dalam MDGs diantaranya adalah tingkat kemiskinan nasional,
angka kematian bayi, angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk,
prevalensi HIV dan AIDS serta beberapa indikator terkait
lingkungan.67
Sejak awal tahun 2016 hingga akhir tahun 2030 seluruh negara
di dunia telah sepakat untuk mulai menerapkan konsep pembangunan
berkelanjutan skala global sebagaimana yang telah dirumuskan oleh
Sustainable Development Goals (SDGs). Indonesia sendiri menjadi
salah satu negara yang telah menyatakan komitmennya untuk bersama
sama dengan warga dunia lainnya, berupaya mencapai tujuan
pembangunan pembangunan berkelanjutan skala global dalam
SDGs.68
Rumusan tujuan pembangunan dimaksud, disebut juga global
goals meliputi tiga aspek dasar dalam prinsip berkelanjutan, yakni 3-
66 Mickael B. Hoelman et al., Sustainable Development Goals-SDGs Panduan
Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah,
Ed. Revisi (Jakarta Selatan: Infid (International NGO Forum on Indonesian Development,
2016), 9. 67 Ali Said, Indah Budiarti, et al., Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) di Indonesia (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2016), 3. 68 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2018:
Merintis Faedah Green Banking (Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2019), 62.
50
P, planet, people dan profit yang kemudian dijabarkan ke dalam 17
rumusan tujuan sebagai berikut
Gambar 2.1 Sustainable Development
Tujuan dari SDGs (Sustainable Development Goals) antara lain
sebagai berikut.
a. Tanpa Kemiskinan,
Mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimanapun. Tujuan ini
berbicara tentang meningkatkan pendapatan bagi penduduk miskin,
menjamin akses terhadap pelayanan dasar dan melindungi seluruh
masyarakat dari segala bentuk bencana.69
b. Tanpa Kelaparan.
Mengakhiri kelaparan mencapai ketahanan pangan dan
meningkatkan gizi dan mendukung pertanian berkelanjutan. Tujuan
2 (dua) ini mengupayakan penyelesaian berkelanjutan untuk
mengakhiri segala jenis kelaparan pada tahun 2030 dan
mengupayakan ketahanan pangan. Tujuannya untuk menjamin
setiap orang di manapun ia berada, memiliki ketahanan pangan
69 United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG-ASPAC), Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan Yang Perlu Diketahui Oleh Pemerintah Daerah (Jakarta:
European Commision, 2014), 5.
51
yang baik untuk menuju kehidupan sehatnya. Pencapaian tujuan ini
membutuhkan akses yang lebih baik terhadap pangan dan ajakan
budidaya pertanian secara luas dan berkelanjutan.70
c. Kesehatan Yang Baik dan Kesejahteraan.
Menjamin kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan
bagi semua di segala usia. tujuan 3 (tiga) berupaya untuk
memastikan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua penduduk
pada setiap tahap kehidupan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesehatan reproduksi serta kesehatan ibu dan anak,
mengakhiri epidemic HIV/AIDS, malaria, TBC, dan penyakit
tropis, mengurangi penyakit menular dan environmental, mencapai
cakupan kesehatan universal, dan menjamin akses universal untuk
aman terjangkau serta obat-obatan dan vaksin yang efektif.71
d. Pendidikan Berkualitas.
Menjamin pendidikan yang inklusif dan setara secara kualitas
dan mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.
Tujuan 4 (empat) bertujuan untuk menjamin dan memastikan
bahwa semua orang memiliki akses terhadap pendidikan yang
berkualitas dan memiliki kesempatan belajar yang merata selama
hidupnya. Tujuan ini berfokus pada perolehan keterampilan dasar
dan tinggi di semua jenjang pendidikan, akses yang lebih besar dan
lebih adil terhadap pendidikan berkualitas di semua jenjang,
70 Said et al., Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) di Indonesia, 25. 71 Ibid., 45.
52
termasuk pendidikan teknis dan kejuruan, dan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk berfungsi dan
berkontribusi dengan baik di kehidupan sosial.72
e. Kesetaraan Gender.
Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua
perempuan dan anak perempuan. Tujuan ini memiliki maksud
untuk meningkatkan pemberdayaan kaum perempuan untuk
mengembangkan bakat dan potensinya sehingga mereka memiliki
kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki. Hal ini berarti,
segala bentuk diskriminasi dan kekerasan kaum perempuan harus
dihilangkan, selain itu pembangunan yang adil dan berkelanjutan
juga harus menjamin akses perempuan ke sumber daya produktif
dan hak partisipasi yang setara dengan laki-laki dalam kehidupan
politik, ekonomi, bermasyarakat, serta memiliki hak membuat
keputusan dalam bidang politik dan swasta.73
f. Air Bersih dan Sanitasi.
Menjamin ketersediaan dan manajemen air dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua.74
g. Energi Bersih dan Terjangkau.
Menjamin akses terhadap energi yang terjangkau, dapat
diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua.75
72 Ibid., 65. 73 Ibid., 81. 74 United Cities and Local Goverments (UCLG), Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan Yang Perlu Diketahui Oleh Pemerintah Daerah (Jakarta: European
Commision, 2014), 10.
53
h. Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan Yang Layak.
Mendukung pertumbuhan ekonom yang inklusif dan
berkelanjutan, penyerapan tenaga kerja penuh dan produktif serta
pekerjaan yang layak bagi semua. Pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan inklusif merupakan prasyarat untuk
pembangunan berkelanjutan, yang dapat berkontribusi untuk
meningkatkan mata pencaharian bagi orang-orang di seluruh
wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan kesempatan
kerja baru dan lebih baik dan memberikan jaminan ekonomi yang
lebih besar untuk semua. Selain itu, pertumbuhan yang cepat dapat
membantu mengurangi kesenjangan upah sehingga dapat
mengurangi kesenjangan yang mencolok antara kaya dan miskin.76
i. Industri, Inovasi dan Infrastruktur
Membangun infrastruktur berketahanan mendukung
industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan serta mendorong
inovasi.77
j. Mengurangi Kesenjangan.
Mengurangi kesenjangan intra dan antar negara. Tujuan 10
(sepuluh) yaitu untuk mengurangi kesenjangan pendapatan,
75 Ibid., 11. 76 Said et al., Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) Di Indonesia, 121. 77 United Cities and Local Goverments (UCLG), Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan Yang Perlu Diketahui Oleh Pemerintah Daerah, 2014, 13.
54
berdasarkan jenis kelamin, usia, cacat, ras, kelas, etnis, agama dan
kesempatan-baik di dalam dan antar negara.78
k. Keberlanjutan Kota dan Komunitas.
Mewujudkan kota-kota dan permukiman yang inklusif, aman,
tangguh dan berkelanjutan. Dimana tujuan ini membahas mengenai
memposisikan kota-kota pada inti pembangunan berkelanjutan di
tengah pesatnya urbanisasi.
l. Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab
Menjamin konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
Tujuan ini berbicara tentang mengurangi dampak lingkungan yang
ditimbulkan terhadap bumi melalui pola produksi dan konsumsi
yang sewajarnya.79
m. Penangangan Terhadap Perubahan Iklim.
Tujuan ini berhubungan dengan cara menghadapi dampak
dari pemanasan global.80
n. Kehidupan Bawah Laut.
Tujuan ini berhubungan dengan melindungi pantai dan
lautan.81
o. Kehidupan di Darat.
Tujuan ini berhubungan dengan melindungi sumber daya
alam dan margasatwa.82
78 Said et al., Potret Awal, 159. 79 United Cities and Local Goverments (UCLG),Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, 17. 80 Ibid., 18. 81 Ibid., 19.
55
p. Institusi Peradilan Yang Kuat dan Perdamaian.
Pada tujuan 16 (enam belas), pembangunan yang
berkelanjutan agenda 2030 bertujuan untuk melahirkan masyarakat
yang inklusif dan damai didasarkan dengan penghormatan terhadap
HAM, peraturan hukum, tata pemerintahan yang baik di semua
tingkat, serta lembaga yang transparan, efektif dan akuntabel.83
q. Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan.
Pada tujuan 17 (tujuh belas), untuk mencapai target yang
ambisius dari agenda 2030 membutuhkan revitalisasi dan perbaikan
kerjasama global yang memobilisasi semua sumber daya alam yang
tersedia mulai dari pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta,
sistem PBB dan aktor-aktor lainnya.84
4. Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance)
Mengeksplorasi konsep green finance sebagai pendekatan
strategis untuk mengatasi kekurangan yang ada terkait dengan mitigasi
risiko memungkinkan sektor keuangan memberikan kontribusi besar
dalam proses transformasi menuju ekonomi hijau, dan dalam konteks
adaptasi terhadap munculnya perubahan iklim. Permasalahan yang
muncul pada sektor ekonomi, sosial dan lingkungan, sejatinya adalah
82 Ibid., 20. 83 Said et al., Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) Di Indonesia, 227. 84 Ibid., 249.
56
tiga bidang yang berbeda, karena mereka memiliki karakteristik
masing-masing.85
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuktikan bahwa ketiga
bidang tersebut dapat disatukan dalam satu konsep yang dikenal
dengan “Sustainable Finance” atau keuangan berkelanjutan.
Keuangan berkelanjutan di Indonesia didefinisikan sebagai dukungan
menyeluruh dari industri jasa keuangan untuk pertumbuhan
berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Keuangan berkelanjutan terdiri dari empat dimensi yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Mencapai keunggulan industri, sosial dan ekonomi dalam rangka
mengurangi ancaman pemanasan global dan pencegahan terhadap
permasalahan lingkungan hidup dan sosial lainnya.
b. Memiliki tujuan untuk terjadinya pergeseran target menuju
ekonomi rendah karbon yang kompetitif.
c. Secara strategis mempromosikan investasi ramah lingkungan hidup
di berbagai sektor usaha.ekonomi dan
d. Mendukung prinsip-prinsip pembangunan Indonesia sebagaimana
tercantum dalam RPJM, yaitu 4P (pro-growth, pro-jobs, pro-poor,
dan pro-environtment).86
85 Suteja, Green Financial Management: Model Solusi Meningkatkan Nilai
Perusahaan Berkelanjutan, 66. 86 Otoritas Jasa Keuangan, Roadmap Keuangan Berkelanjutan Di Indonesia 2015-
2019 (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2014), 16.
57
5. Tujuan dan Prinsip Keuangan Berkelanjutan
Tujuan program keuangan berkelanjutan di Indonesia adalah
untuk:
a. Meningkatkan daya tahan dan daya saing LJK sehingga mampu
tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.
b. Menyediakan sumber pendanaan yang dibutuhkan masyarakat
mengacu kepada RPJP dan RPJM.
c. Berkontribusi pada komitmen nasional atas permasalahan
pemanasan global melalui aktivitas bisnis yang bersifat
pencegahan/mitigasi maupun adaptasi atas perubahan iklim menuju
ekonomi rendah karbon yang kompetitif.87
Prinsip-prinsip program keuangan berkelanjutan di Indonesia
mencakup:
a. Prinsip pengelolaan risiko yang mengintegrasikan aspek
perlindungan lingkungan hidup dan sosial dalam manajemen risiko
LJK guna menghindari, mencegah dan meminimalisir dampak
negatif yang timbul serta mendorong peningkatan kemanfaatan
kegiatan pendanaan dan operasional LJK.
b. Prinsip pengembangan sektor ekonomi prioritas berkelanjutan yang
bersifat inklusif dengan meningkatkan pendanaan terutama pada
sektor industri, energi, pertanian (dalam arti luas), infrastruktur dan
UMKM dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan
87 Ibid., 17.
58
hidup dan sosial, serta menyediakan layanan keuangan kepada
komunitas yang umumnya memiliki keterbatasan atau tidak
memiliki akses ke layanan keuangan di sektor formal.
c. Prinsip tata kelola lingkungan hidup dan sosial dan pelaporan
dengan menyelenggarakan praktek-praktek tata kelola lingkungan
hidup dan sosial yang kokoh dan transparan di dalam kegiatan
operasional LJK dan terhadap praktek-praktek tata kelola
lingkungan hidup dan sosial yang diselenggarakan oleh nasabah-
nasabah LJK, serta secara berkala melaporkan kemajuan LJK, serta
secara berkala melaporkan kemajuan LJK dalam menerapkan
prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan ini kepada masyarakat.
d. Prinsip peningkatan kapasitas dan kemitraan kolaboratif dengan
mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, teknologi
informasi dan proses operasional dari masing-masing LJK terkait
penerapan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan, serta menjalin
kerjasama antar LJK, regulator, pemerintah dan memanfaatkan
kemitraan dengan lembaga-lembaga domestik maupun
internasional guna mendorong kemajuan keuangan berkelanjutan.88
88 Ibid., 17–18.
59
6. Pedoman Teknis Bagi Bank terkait Implementasi POJK No.
51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan
bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik
Penetapan POJK Keuangan Berkelanjutan harus ditindaklanjuti
dengan upaya bank untuk secara bertahap menginternalisasikan
prinsip Keuangan Berkelanjutan dalam rencana dan aktivitas bisnis,
serta pengembangan produk bisnisnya. Langkah strategis dalam upaya
internalisasi prinsip Keuangan Berkelanjutan terdiri dari beberapa
tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap implementasi awal, (3)
tahap implementasi lanjutan. Tahapan-tahapan internalisasi prinsip
keuangan berkelanjutan dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tahap persiapan
Tahap persiapan adalah periode bank dalam melakukan
kegiatan-kegiatan persiapan intern untuk menjalankan
implementasi penuh Keuangan Berkelanjutan. Kegiatan persiapan
tersebut, antara lain:
1) Edukasi intern
2) Penyesuaian SPO
3) Penyesuaian RAKB jangka panjang dan jangka pendek.89
89 Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan , Pedoman Teknis Bagi Bank
Terkait Implementasi POJK Nomor 51/POJK.03/2017 Tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten, dan Perusahaan Publik,
2018, 10.
60
b. Tahap Implementasi Awal
Dalam tahap ini bank membangun sistem Keuangan
Berkelanjutan dalam organisasi perusahaannya. Tahap ini dimulai
dari tahun pertama periode implementasi penuh yang dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kondisi keuangan, struktur, dan
kompleksitas masing-masing bank. Tahap ini meliputi kegiatan-
kegiatan antara lain:
1) Pengembangan SDM
2) Penyesuaian SPO pada unit yang sudah ada atau unit khusus
terkait keuangan berkelanjutan
3) Penyesuaian sistem teknologi informasi dan pelaporan
4) Pengelolaan lingkungan internal yang ramah lingkungan
5) Penyesuaian klasifikasi kegiatan usaha bank dengan kriteria dan
kategori kegiatan usaha berkelanjutan
6) Desain, pengembangan, dan inovasi produk dan/atau jasa
Keuangan Berkelanjutan bank sesuai dengan permintaan pasar
7) Inisiasi portofolio dan/atau
8) Edukasi eksternal.90
c. Tahap Implementasi Lanjutan
Tahap ini dilakukan pada tahun kedua periode implementasi
penuh atau disesuaikan dengan kondisi keuangan, struktur, dan
kompleksitas masing-masing bank. Tahap ini meliputi:
90 Ibid., 12.
61
1) Pengembangan SDM tingkat lanjut.
2) Pengembangan portofolio.
3) Pengawasan dan pelaporan.
4) Penyusunan sistem pengelolaan bisnis yang mengintegrasikan
komponen sosial, lingkungan hidup, dan tata kelola dalam
pengelolaan risiko.
5) Edukasi nasabah.91
7. Perbankan Syariah
Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang berperan
penting dalam perekonomian di sebuah negara termasuk Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, Bank merupakan
lembaga perantara keuangan, dimana bank bertugas untuk
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak atau
dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa peran bank adalah suatu
lembaga perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-
pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-
pihak yang memerlukan dana (deficit of funds).92
Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam
sistem operasional perbankan, yakni bank konvensional dan bank
syariah. Sesuai UU No 21 tahun 2018 tentang Perbankan Syariah,
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha
91 Ibid., 13. 92 Otoritas Jasa Keuangan, Buku 2 Literasi Keuangan OJK Perbankan (Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan, 2016), 2.
62
berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum Islam yang diatur
dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan
keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah),
universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir,
riba, zalim dan obyek yang haram.93
Kegiatan bank syariah dalam hal penetuan harga produknya
sangat berbeda dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank
syariah didasarkan pada kesepakatan bagi hasil antara bank dengan
nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka
waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang
akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku
pada bank syariah:
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah)
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan
(ijarah)
e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina).94
93 https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx diakses pada 31 Oktober 2018. 94 Ibid.
63
8. Tujuan dan Fungsi Perbankan Syariah
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-
hatian. Perbankan syariah menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Sedangkan fungsi dari perbankan
syariah adalah:
a. Bank syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat.
b. Bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
c. Bank syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal
dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
d. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.95
B. Studi Penelitian Terdahulu
Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada awal penelitian yakni
melakukan studi kepustakaan, hal ini dilakukan untuk memperoleh
informasi dari penelitian-penelitian terdahulu. Menelaah dan menelusuri
95 Ibid.
64
penelitian-penelitian terdahulu digunakan untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan penelitian yang telah dilakukan dalam konteks penelitian
ini berkaitan dengan penerapan green banking, untuk menghindari
adanya plagiasi dan duplikasi terhadap penelitian lainnya, maka penulis
menjadikan hasil karya penelitian berikut sebagai pijakannya:
Penelitian pertama tugas akhir dari Winny Perwithosuci (2014) dari
Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul skripsi “Mekanisme
Pemberian Kredit dalam Konsep Green Banking di PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Solo Slamet Riyadi”.
Perbandingan dalam penelitian yang dilakukan oleh Winny dengan
peneliti adalah, dari segi persamaan sama-sama membahas tentang green
banking, rumusan masalah pertama sama membahas terkait green
banking dalam pemberian pembiayaan serta penggunaan metode
penelitian yang sama juga. Perbedaannya dari rumusan masalah pertama
penelitian Winny menekankan pada konsep, sedangkan peneliti pada
aplikasinya dan untuk objek penelitian Winny Perwithosuci mengambil
di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Solo Slamet
Riyadi sedangkan peneliti mengambil di BRI Syariah Kantor Cabang
(KC) Madiun. Dari segi rumusan masalah Winny Perwithosuci memiliki
2 (dua) masalah lagi yang berbeda dimana membahas tentang izin dari
Pemda terkait konsep green banking dan mekanisme green banking
dalam pengambilan keputusan kredit modal kerja sedangkan peneliti
membahas tentang kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan dalam
65
implementasi konsep green banking itu sendiri. Penelitian tersebut
menghasilkan, PT BRI (Persero) Tbk KC Solo Slamet Riyadi dalam
prosedurnya telah melakukan konsep green banking namun belum untuk
praktiknya. Dokumen lingkungan yang harus dilampirkan ketika
mengajukan perizinan Izin Gangguan (HO) adalah SPPL, UKL-UPL dan
AMDAL dan PT BRI (Persero) Tbk melaksanakan prosedur terkait
analisis kredit yaitu AMDAL dimana dalam lembar kontrol berkas
pembiayaan mencantumkan HO sebagai syarat kredit.96
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Ajeng Radyati, Sihabudin
dan Siti Hamidah (2014) dalam jurnal ilmiah yang berjudul “Urgensi
Pengaturan Green Banking dalam Kredit Perbankan di Indonesia”
dimana perbandingan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ajeng
Radyati dkk. ini dengan peneliti yaitu: dari segi persamaannya ini sama-
sama membahas terkait green banking, perbedaannya pada penelitian
Ajeng dkk. membahas tentang pentingnya aturan green banking dalam
kredit perbankan, sedangkan peneliti membahas aplikasi green banking
itu sendiri dalam penyaluran pembiayaan di BRI Syariah Kantor Cabang
(KC) Madiun dan juga kebijakan terkait konsep green banking yang
diimplementasikan di BRI Syariah KC Madiun. Penelitian tersebut
menghasilkan bahwa pelaksanaan kredit green banking di bidang
perbankan nasional belum memperhatikan aspek lingkungan dalam
96 Winny Perwithosuci, “Mekanisme Pemberian Kredit dalam Konsep Green
Banking di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Solo Slamet
Riyadi,” Skripsi (Surakarta, Universitas Sebelas Maret, 2014).
66
menjalankan usahanya karena belum adanya kepastian hukum yang
mengatur green banking dalam kredit perbankan.97
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Heri Setiawan (2017) dalam
tugas akhir yang berjudul “Analisis Implementasi Model Bisnis Green
Banking di Perbankan Syariah (Studi Kasus PT. Bank X Kota Palangka
Raya)” dimana perbandingan penelitian yang dilakukan Heri Setiawan
dengan peneliti yaitu: dari segi persamaan sama-sama membahas terkait
penerapan green banking, terkait dengan rumusan masalah sama
membahas tentang green banking dalam implementasinya dan
penggunaan metode penelitian yang sama. Perbedaannya untuk objek
penelitian Heri Setiawan mengambil di PT. Bank X Kota Palangka Raya
sedangkan peneliti mengambil di BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun, dari segi rumusan masalah kedua Heri Setiawan membahas
tentang strategi optimalisasi model bisnis green banking pada perbankan
syariah. Penelitian tersebut menghasilkan, PT Bank X Kota Palangka
Raya telah mengimplementasikan model bisnis green banking dalam
operasional dan aturan AMDAL dalam proses pengajuan pembiayaan,
dan untuk strategi optimalisasi model bisnisnya melalui budaya kerja
yang ramah lingkungan, portofolio pembiayaan yang ramah lingkungan
dan menjadikan green banking visi perbankan.98
97 Ajeng Radyati, Sihabudin dan Siti Hamidah, “Urgensi Pengaturan Green
Banking dalam Kredit Perbankan di Indonesia,” Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
(2014). 98 Heri Setiawan, “Analisis Implementasi Model Bisnis Green Banking di
Perbankan Syariah (Studi Kasus PT. Bank X Kota Palangka Raya)” Skripsi
(Palangkaraya, IAIN Palangkaraya, 2017).
67
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Marleni Dwi Ambar Sari
(2019) dalam tugas akhir yang berjudul “Analisis Implementasi Green
Banking di Bank Syariah (Studi Kasus Pada BNI Syariah Kantor Cabang
Solo) dimana perbandingan penelitian yang dilakukan oleh Marleni Dwi
Ambar Sari dengan Peneliti adalah sebagai berikut: dari segi persamaan
sama-sama membahas tentang penerapan green banking pada bank
syariah. Dari segi perbedaannya dimana dari rumusan masalah dimana
Marleni membahas pengaruh sikap karyawan dan kesadaran karyawan
terhadap implementasi green banking, dari segi metode penelitian juga
berbeda dimana Marleni menggunakan kuantitatif sedangkan peneliti
menggunakan metode kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Marleni tersebut menghasilkan bahwa sikap karyawan berpengaruh
terhadap implementasi green banking sedangkan kesadaran tidak
berpengaruh terhadap implementasi green banking.99
Jadi kesimpulan dari penelitian terdahulu dengan peneliti yang
membedakannya adalah penelitian pertama dari Winny Perwithosuci
mengambil teori dari jurnal Nicholas F. Maramis dengan judul jurnal
“Tanggung Jawab Perbankan dalam Penegakan Green Banking
Mengenai Kebijakan Kredit”. Sedangkan peneliti menggunakan teori dari
Richard Sahetapy dkk dengan judul buku “Indeks Investasi Hijau Sektor
Industri Berbasis Lahan”, Direktorat Perbankan Syariah dengan judul
buku “Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah”, Andreas Lako dengan
99 Marleni Dwi Ambar Sari, “Analisis Implementasi Green Banking di Bank
Syariah (Studi Kasus Pada BNI Syariah Kantor Cabang Solo)”, Skripsi (Surakarta: IAIN
Surakarta, 2019).
68
judul buku “Green Economy Menghijaukan Ekonomi, Bisnis dan
Akuntansi”, Rita Parmawati dengan judul buku “Valuasi Ekonomi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau”, Sari
Yuniarti dalam jurnal dengan judul “Peran Perbankan dalam
Implementasi Bisnis Hijau dan Pembangunan Berkelanjutan”, Jaja Suteja
dengan judul buku “Green Financial Management: Model Solusi
Meningkatkan Nilai Perusahaan Berkelanjutan, Rahmayati Nasution
dalam jurnal yang berjudul “Sinergi dan Optimalisasi Green Banking
Perbankan Syariah dalam Mewujudkan Sustainable Finance”, PT Bank
BRI Syariah dengan judul e-book berupa “Laporan Tahunan (Annual
Report) 2017: Hijrah Terbuka untuk Lebih Amanah”, H. Robbani dan
Sofyan Aris Saputra dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis
Implementasi Green Banking Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon)”, Indonesia Clean Energy
Development (ICED) dan United States Agency for International
Development (USAID) dengan judul buku “Buku Pedoman Memahami
Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih Untuk Lembaga Jasa
Keuangan”, Muhammad Agus Salim dalam jurnal yang berjudul
“Kesiapan Pemerintah Menerapkan Green Banking Melalui POJK dalam
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Hukum Positif di
Indonesia”, Otoritas Jasa Keuangan dkk dalam bukunya “Tata Kelola
Aspek Resiko Sosial dan Lingkungan”, Departemen Penelitian dan
Pengaturan Perbankan dalam bukunya yang berjudul “Pedoman Teknis
69
Bagi Bank Terkait Implementasi POJK Nomor 51/POJK/03.2017 tentang
Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan,
Emiten dan Perusahaan Publik”, Ati Daniati Rahmah dalam jurnalnya
yang berjudul “Analisa Penerapan Green Banking pada PT Bank Negara
Indonesia, Tbk.,”, Ajeng Radyati dkk dalam jurnalnya yang berjudul
“Urgensi Pengaturan Green Banking dalam Kredit Perbankan di
Indonesia”, Muliaman D. Hadad dan Istiana Maftuchah dengan judul
buku Sustainable Financing: Industri Jasa Keuangan dalam Pembiayaan
Berkelanjutan, Otoritas Jasa Keuangan dengan judul buku “Tata Kelola
Aspek Risiko dan Lingkungan” dan Leonard Tiopan Panjaitan dengan
judul buku “Bank Ramah Lingkungan”.
Penelitian yang kedua dari Ajeng Radyati dkk. perbedaan dalam
hal teori dimana Ajeng Radyati dkk. mengambil teori dari Hasanuddin
Rahman dengan judul buku “Kebijakan Kredit Perbankan Yang
Berwawasan Lingkungan”, sedangkan peneliti menggunakan teori dari
Richard Sahetapy dkk dengan judul buku “Indeks Investasi Hijau Sektor
Industri Berbasis Lahan”, Direktorat Perbankan Syariah dengan judul
buku “Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah”, Andreas Lako dengan
judul buku “Green Economy Menghijaukan Ekonomi, Bisnis dan
Akuntansi”, Rita Parmawati dengan judul buku “Valuasi Ekonomi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau”, Sari
Yuniarti dalam jurnal dengan judul “Peran Perbankan dalam
Implementasi Bisnis Hijau dan Pembangunan Berkelanjutan”, Jaja Suteja
70
dengan judul buku “Green Financial Management: Model Solusi
Meningkatkan Nilai Perusahaan Berkelanjutan, Rahmayati Nasution
dalam jurnal yang berjudul “Sinergi dan Optimalisasi Green Banking
Perbankan Syariah dalam Mewujudkan Sustainable Finance”, PT Bank
BRI Syariah dengan judul e-book berupa “Laporan Tahunan (Annual
Report) 2017: Hijrah Terbuka untuk Lebih Amanah”, H. Robbani dan
Sofyan Aris Saputra dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis
Implementasi Green Banking Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon)”, Indonesia Clean Energy
Development (ICED) dan United States Agency for International
Development (USAID) dengan judul buku “Buku Pedoman Memahami
Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih Untuk Lembaga Jasa
Keuangan”, Muhammad Agus Salim dalam jurnal yang berjudul
“Kesiapan Pemerintah Menerapkan Green Banking Melalui POJK dalam
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Hukum Positif di
Indonesia”, Otoritas Jasa Keuangan dkk dalam bukunya “Tata Kelola
Aspek Resiko Sosial dan Lingkungan”, Departemen Penelitian dan
Pengaturan Perbankan dalam bukunya yang berjudul “Pedoman Teknis
Bagi Bank Terkait Implementasi POJK Nomor 51/POJK/03.2017 tentang
Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan,
Emiten dan Perusahaan Publik”, Ati Daniati Rahmah dalam jurnalnya
yang berjudul “Analisa Penerapan Green Banking pada PT Bank Negara
Indonesia, Tbk.,”, Ajeng Radyati dkk dalam jurnalnya yang berjudul
71
“Urgensi Pengaturan Green Banking dalam Kredit Perbankan di
Indonesia”, Muliaman D. Hadad dan Istiana Maftuchah dengan judul
buku Sustainable Financing: Industri Jasa Keuangan dalam Pembiayaan
Berkelanjutan, Otoritas Jasa Keuangan dengan judul buku “Tata Kelola
Aspek Risiko dan Lingkungan” dan Leonard Tiopan Panjaitan dengan
judul buku “Bank Ramah Lingkungan”.
Penelitian ketiga oleh Heri Setiawan perbedaan dalam hal teori
dimana mengambil teori dari internet dengan penulis Christoph Zott dan
Raphael Amit dengan judul “Business Model Design: An Activity System
Perspective, kemudian teori dari buku Croston Glen dengan judul
“Starting Green: From Business Plan to Profit, Entrepreneur, dan teori
dari buku Emil Salim dengan judul “Pembangunan Berwawasan
Lingkungan”. Sedangkan peneliti menggunakan teori dari Richard
Sahetapy dkk dengan judul buku “Indeks Investasi Hijau Sektor Industri
Berbasis Lahan”, Direktorat Perbankan Syariah dengan judul buku
“Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah”, Andreas Lako dengan judul
buku “Green Economy Menghijaukan Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi”,
Rita Parmawati dengan judul buku “Valuasi Ekonomi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau”, Sari Yuniarti dalam
jurnal dengan judul “Peran Perbankan dalam Implementasi Bisnis Hijau
dan Pembangunan Berkelanjutan”, Jaja Suteja dengan judul buku “Green
Financial Management: Model Solusi Meningkatkan Nilai Perusahaan
Berkelanjutan, Rahmayati Nasution dalam jurnal yang berjudul “Sinergi
72
dan Optimalisasi Green Banking Perbankan Syariah dalam Mewujudkan
Sustainable Finance”, PT Bank BRI Syariah dengan judul e-book berupa
“Laporan Tahunan (Annual Report) 2017: Hijrah Terbuka untuk Lebih
Amanah”, H. Robbani dan Sofyan Aris Saputra dalam jurnalnya yang
berjudul “Analisis Implementasi Green Banking Pada Perbankan Syariah
(Studi Kasus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon)”, Indonesia
Clean Energy Development (ICED) dan United States Agency for
International Development (USAID) dengan judul buku “Buku Pedoman
Memahami Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih Untuk
Lembaga Jasa Keuangan”, Muhammad Agus Salim dalam jurnal yang
berjudul “Kesiapan Pemerintah Menerapkan Green Banking Melalui
POJK dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan
Hukum Positif di Indonesia”, Otoritas Jasa Keuangan dkk dalam
bukunya “Tata Kelola Aspek Resiko Sosial dan Lingkungan”,
Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan dalam bukunya yang
berjudul “Pedoman Teknis Bagi Bank Terkait Implementasi POJK
Nomor 51/POJK/03.2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan
bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik”, Ati
Daniati Rahmah dalam jurnalnya yang berjudul “Analisa Penerapan
Green Banking pada PT Bank Negara Indonesia, Tbk.,”, Ajeng Radyati
dkk dalam jurnalnya yang berjudul “Urgensi Pengaturan Green Banking
dalam Kredit Perbankan di Indonesia”, Muliaman D. Hadad dan Istiana
Maftuchah dengan judul buku Sustainable Financing: Industri Jasa
73
Keuangan dalam Pembiayaan Berkelanjutan, Otoritas Jasa Keuangan
dengan judul buku “Tata Kelola Aspek Risiko dan Lingkungan” dan
Leonard Tiopan Panjaitan dengan judul buku “Bank Ramah
Lingkungan”.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Marleni Dwi Ambar Sari
perbedaan dalam hal teori dimana Marleni mengambil teori dari Leonard
Tiopan Panjaitan dengan judul buku “Bank Ramah Lingkungan”.
Sedangkan peneliti menggunakan teori dari Richard Sahetapy dkk
dengan judul buku “Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis
Lahan”, Direktorat Perbankan Syariah dengan judul buku “Kajian Model
Bisnis Perbankan Syariah”, Andreas Lako dengan judul buku “Green
Economy Menghijaukan Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi”, Rita
Parmawati dengan judul buku “Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau”, Sari Yuniarti dalam jurnal dengan
judul “Peran Perbankan dalam Implementasi Bisnis Hijau dan
Pembangunan Berkelanjutan”, Jaja Suteja dengan judul buku “Green
Financial Management: Model Solusi Meningkatkan Nilai Perusahaan
Berkelanjutan, Rahmayati Nasution dalam jurnal yang berjudul “Sinergi
dan Optimalisasi Green Banking Perbankan Syariah dalam Mewujudkan
Sustainable Finance”, PT Bank BRI Syariah dengan judul e-book berupa
“Laporan Tahunan (Annual Report) 2017: Hijrah Terbuka untuk Lebih
Amanah”, H. Robbani dan Sofyan Aris Saputra dalam jurnalnya yang
berjudul “Analisis Implementasi Green Banking Pada Perbankan Syariah
74
(Studi Kasus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon)”, Indonesia
Clean Energy Development (ICED) dan United States Agency for
International Development (USAID) dengan judul buku “Buku Pedoman
Memahami Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih Untuk
Lembaga Jasa Keuangan”, Muhammad Agus Salim dalam jurnal yang
berjudul “Kesiapan Pemerintah Menerapkan Green Banking Melalui
POJK dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan
Hukum Positif di Indonesia”, Otoritas Jasa Keuangan dkk dalam
bukunya “Tata Kelola Aspek Resiko Sosial dan Lingkungan”,
Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan dalam bukunya yang
berjudul “Pedoman Teknis Bagi Bank Terkait Implementasi POJK
Nomor 51/POJK/03.2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan
bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik”, Ati
Daniati Rahmah dalam jurnalnya yang berjudul “Analisa Penerapan
Green Banking pada PT Bank Negara Indonesia, Tbk.,”, Ajeng Radyati
dkk dalam jurnalnya yang berjudul “Urgensi Pengaturan Green Banking
dalam Kredit Perbankan di Indonesia”, Muliaman D. Hadad dan Istiana
Maftuchah dengan judul buku Sustainable Financing: Industri Jasa
Keuangan dalam Pembiayaan Berkelanjutan, Otoritas Jasa Keuangan
dengan judul buku “Tata Kelola Aspek Risiko dan Lingkungan” dan
Leonard Tiopan Panjaitan dengan judul buku “Bank Ramah
Lingkungan”.
75
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini termasuk penelitian
lapangan (field research) atau dapat juga dianggap sebagai metode
untuk mengumpulkan data kualitatif dimana peneliti berangkat ke
lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang sebuah fenomena
dalam suatu keadaan ilmiah1 atau yang pada hakikatnya dimana jenis
penelitian ini memaparkan dan menggambarkan keadaan serta
fenomena yang lebih jelas mengenai situasi yang terjadi dan dalam
penelitian ini peneliti langsung terjun pada tempat atau lokasi
penelitian.2 Pada penelitian yang dilakukan ini peneliti terjun langsung
pada objek penelitian yakni lembaga yang diteliti, objek penelitian
tersebut yakni ke BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun untuk
mengamati penerapan green banking pada BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun.
2. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian yang dilakukan ini menggunakan pendekatan
kualitatif dimana pendekatan itu sendiri adalah persoalan yang
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Ed. Revisi, Cet. Ke- 38
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018), 26. 2 Johnston, “2 Metode Penelitian Lapangan Field
ResearchMetode”,https://www.coursehero.com/file/p686oog/2-Metode-Penelitian-
Lapangan-Field-Research-Metode-ini-digunakan-dalam/ (diakses pada Rabu 9 Oktober
2019).
76
berhubungan dengan cara orang meninjau dan bagaimana seseorang
menghampiri persoalan tersebut sesuai disiplin ilmunya. Adapun
pendekatan kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bodgan dan
Taylor (Moleong, 2018) sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.3 Peneliti sendiri menggunakan
pendekatan kualitatif dalam penelitian ini karena peneliti tertarik
dengan fenomenologi di lapangan yaitu untuk mengetahui bagaimana
wujud implementasi nyata green banking dalam rangka mendukung
praktik sustainability di BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun.
B. Lokasi/Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bank BRI Syariah KC Madiun yang
berlokasi di Kota Madiun dan beralamatkan di Jl. S. Parman No. 44,
Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun.
Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian di Bank BRI Syariah KC
Madiun adalah BRI Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan
yang telah berkomitmen dalam penerapan kebijakan keuangan
berkelanjutan dan BRI Syariah sendiri juga merupakan salah satu bank
yang ikut dalam pilot project implementasi TJSL bersama delapan bank
lainnya dan juga ingin melihat bagaimana penerapannya pada tingkat
kantor cabang dan juga lokasi BRI Syariah KC Madiun sendiri berada di
tengah-tengah kota Madiun letaknya strategis dan yang mana memiliki
3 J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 4.
77
julukan kota “Gadis” yang mana akronim dari daerah perdagangan,
pendidikan dan perindustrian.
C. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam skripsi ini adalah data primer dan
data sekunder, adapun sumber data yang dibutuhkan oleh penulis untuk
memecahkan masalah yang menjadi pokok bahasan dalam penyusunan
skripsi ini adalah
1. Data Primer
Data primer adalah data dalam bentuk variabel atau kata-kata
yang diucapkan secara lisan.4 Sumber data primer dalam penelitan ini
adalah hasil wawancara dengan karyawan BRI Syariah Kantor Cabang
(KC) Madiun yang berjumlah 4 (empat) orang yakni Bapak
Fakhrurozi Bosman, Bapak Tunggul Hery Wibowo, Bapak Hengki
Suhartanto serta Bapak Mohamad Ali Najamudin.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen grafis seperti catatan dan foto yang mana data ini merupakan
data yang akan menunjang data primer.5 Pada penelitian ini data
diperoleh dari foto terkait dengan praktik green banking di BRI
Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun, foto pada saat wawancara
dengan narasumber, dokumen lingkungan hidup berupa dokumen ijin
gangguan, dan peneliti juga menggunakan studi pustaka berupa buku-
4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Cet. 15
(Jakarta: Rineka Cipta, 2014), 22. 5 Ibid.
78
buku cetak, jurnal ataupun e-book yang berkaitan dengan green
banking yang mana menjadi sumber bahan rujukan dalam melakukan
penelitian ini, serta peneliti juga membuat form catatan observasi yang
digunakan untuk mencatat hasil pengamatan di objek penelitian yakni
BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data adalah bagian terpenting dari suatu penelitian, karena dengan
data peneliti dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini digunakan beberapa
metode atau teknik yang tepat untuk mengumpulkan data, yaitu:
1. Observasi
Menurut Matthews and Ross (Haris Herdiansyah, 2015)
observasi merupakan metode pengumpulan data melalui indra
manusia.6 Observasi didefinisikan juga sebagai proses melihat,
mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara
sistematis untuk suatu tujuan tertentu, atau observasi ialah suatu
kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu
kesimpulan atau diagnosis. Inti dari observasi adalah adanya perilaku
yang tampak dan adanya tujuan yang dicapai.7 Pada penelitian skripsi
ini observasi dilakukan dengan mengamati bagaimana penerapan
green banking di BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun, hasil
observasi ini dicatat dalam catatan lapangan.
6 Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif, Ed. 1, Cet. 3 (Depok: Rajawali Pers, 2019), 129. 7 Ibid., 131–32.
79
2. Wawancara
Wawancara yaitu sebuah metode pengumpulan data melalui
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan
oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.8 Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data.
Data yang dimaksud yaitu data yang berkaitan dengan konsep green
banking dalam penyaluran pembiayaan dan kebijakan-kebijakan
dalam implementasi konsep green banking di BRI Syariah KC
Madiun.
3. Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.9
Pengumpulan data dalam penelitian skripsi ini menggunakan
dokumen yang berupa gambar terkait penerapan green banking di BRI
Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun dalam pemilahan penggunaan
kertas yang bekas yang masih bisa dipakai, hal ini diambil saat
peneliti melakukan penelitian di lapangan dan juga berupa dokumen
lingkungan hidup berupa dokumen ijin gangguan atau HO (Hinder
Ordonantie).
8 J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 186. 9 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet. Ke- 26
(Bandung: Alfabeta, 2017), 240.
80
E. Teknik Pengolahan Data
Data yang terkumpul dan diperoleh dari lapangan diolah melalui 3
(tiga) tahapan, penulis menggunakan teknik pengolahan data dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data, editing ini
merupakan proses memeriksa data yang telah dikumpulkan.10
Berdasarkan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada
tahapan ini penulis kembali memeriksa data yang telah terkumpul
dari narasumber, apakah sudah relevan dengan permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini. Peneliti melakukan penelitian 2 (dua)
kali di BRI Syariah KC Madiun, pada tahap pertama peneliti merasa
data yang dikumpulkan dari wawancara belum cukup dan melakukan
penelitian lagi yang kedua di BRI Syariah KC Madiun untuk
memperoleh kelengkapan data.
2. Organizing adalah teknik yang digunakan oleh penulis dalam
pengolahan data yang diperoleh penulis dalam penelitian yakni
dengan cara menyusun data tersebut secara sistematis sesuai yang
telah direncanakan dalam rumusan masalah. Pada penelitian ini
penulis menyusun data tersebut berdasarkan penyusunan rumusan
masalah yaitu terkait konsep green banking dalam penyaluran
pembiayaan di BRI Syariah KC Madiun dan kebijakan-kebijakan
10 I Ketut Swarjana, Statistik Kesehatan, Ed. 1 (Yogyakarta: Andi, 2016), 43.
81
dalam implementasi konsep green banking di BRI Syariah KC
Madiun.
3. Penemuan hasil riset adalah data yang diperoleh dalam penelitian
yang dilakukan ini diolah melalui dua tahapan utama yakni editing
dan organizing yang untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan
menggunakan teori tertentu sehingga diperoleh kesimpulan atas
permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.11
Analisa dalam penelitian skripsi ini menggunakan model Miles dan
Huberman, dalam penelitian ini alur logika yang digunakan oleh penulis
adalah penalaran deduktif, analisa data dengan penalaran deduktif adalah
alur logika yang menduduk perkarakan masalah dalam kerangka
teoritis.12 Analisa data dalam penelitian ini dimulai dimulai dari data
reduction (reduksi data), penyajian data dan penarikan kesimpulan,
ketiga unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 2017, 244–45. 12 Monika Handayani, Metodologi Penelitian Akuntansi (Bagi Pendidikan Vokasi)
(Yogyakarta: Poliban Press, 2019), 19.
82
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Kegiatan reduksi ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Data yang telah
dikumpulkan dan didapat dari lapangan melalui observasi dan
wawancara direduksi dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang
pokok dan penting, mengklasifikasikan sesuai fokus yang ada pada
masalah dalam penelitian ini.13
Aspek-aspek yang direduksi dalam penelitian ini adalah hasil
observasi maupun wawancara menyangkut konsep green banking
dalam pemberian atau penyaluran pembiayaan di BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun serta kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan
dalam implementasi konsep green banking di BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun. Pemenuhan aspek-aspek dimaksud
memudahkan peneliti dalam melakukan penyajian data dan berlanjut
pada penarikan kesimpulan dari hasil penelitian ini.
2. Display Data (Penyajian Data)
Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 2017, 247.
83
kategori. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.14
3. Conclusion drawing/verification (Penarikan Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
menggunakan metode deduktif dimana diawali dengan menggunakan
teori dan mengungkapkan fenomena yang terjadi berdasarkan teori
dan kemudian menarik kesimpulan.
G. Teknik Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan dalam
penelitian kualitatif yakni derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability). Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data
hasil penelitian kualitatif dengan:
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan yakni sebagaimana telah
dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrument
itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
14 Ibid., 249.
84
pengumpulan data, perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal
di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.15
Perpanjangan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti adalah
mendatangi kembali narasumber dari objek penelitian yakni karyawan
BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun. Dengan melakukan
perpanjangan pengamatan di BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah
data yang sudah terkumpul sebelumnya sudah benar dan lengkap atau
belum.
2. Ketekunan/Keajegan Pengamatan
Ketekunan/Keajegan Pengamatan yakni mencari secara
konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan
proses analisis yang konstan atau tentatif. Ketekunan pengamatan
bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur. 16 Sebagai bekal
peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca
berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-
dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.17 Ketekunan
yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang
diuraikan di atas dimana peneliti menggunakan studi pustaka berupa
buku ataupun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hasil
temuan penelitian.
15 J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 327. 16 Ibid., 329. 17 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 272.
85
BAB IV
DATA DAN ANALISA
A. Gambaran Umum
1. Sejarah Berdirinya Bank BRI Syariah
Sejarah pendirian PT Bank BRIsyariah (selanjutnya disebut
BRIsyariah atau Bank) tidak lepas dari akuisisi yang dilakukan PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terhadap Bank Jasa Arta pada
19 Desember 2007. Setelah mendapatkan izin usaha dari Bank
Indonesia melalui surat No. 10/67/KEP.GBI/DpG/2008 pada 16
Oktober 2008 BRIsyariah resmi beroperasi pada 17 November 2008
dengan nama PT Bank BRISyariah dan seluruh kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah Islami.
Pada 19 Desember 2008, Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk melebur ke dalam PT Bank BRISyariah.
Proses spin off tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009
dengan penandatangan yang dilakukan oleh Sofyan Basir selaku
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan Ventje
Rahardjo selaku Direktur Utama PT Bank BRISyariah.1
Tepat pada tanggal 1 Juli 2009 diselenggarakan grand launching
BRI Syariah oleh Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, kemudian
pada tahun 2010 ada peluncuran 7 nilai budaya kerja BRI Syariah
yakni PASTI OKE dan live core banking system SYIAR (Syariah
1 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2018:
Merintis Faedah Green Banking (Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2019), 38.
86
Integrated & Automated Realtime) yang dilengkapi dengan aplikasi
electronic Financing Originating System (eFOS) dan Management
Information System (MIS).
Selang tahun kemudian tepatnya tahun 2011 adanya
implementasi layanan syariah Bank BRI Syariah di 18 kantor cabang
BRI, lanjut tahun 2012 dimana BRI Syariah mengukuhkan diri
sebagai bank syariah pertama di dunia yang memiliki layanan mobile
banking 4 (empat) market online yaitu Blackberry App World,
Google Play, Apple Store dan Nokia Store.2 Pada tahun 2013, BRI
syariah mengembangkan program Sharia Officer Development
Program (SODP) untuk menciptakan bankir-bankir yang memiliki
kompetensi besar dalam perbankan syariah serta kesamaan
pemahaman terhadap bisnis syariah, rebranding Tabungan BRI
Syariah iB menjadi Tabungan Faedah BRI Syariah iB dan Bank BRI
Syariah disetujui oleh Bank Indonesia sebagai bank devisa.3
Pada tahun 2014 adanya agenda peluncuran i-Bank BRI
Syariah, implementasi Aplikasi Penunjang Pembiayaan Elektronik
(APPEL) untuk mendukung proses penyaluran pembiayaan secara
cepat dan akurat. Selang 1 (satu) tahun kemudian tepatnya tahun 2015
BRI Syariah ditunjuk oleh OJK sebagai Indonesia First Movers on
Sustainable Banking, BRI Syariah juga sebagai bank pertama di
Indonesia yang meluncurkan Laku Pandai Syariah BRISSMART dan
2 Ibid., 41. 3 Ibid., 40.
87
juga bank BRI Syariah mendapatkan persetujuan dari Kementerian
Keuangan Republik Indonesia sebagai peserta lelang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN).
Untuk semakin memperkuat citranya di mata seluruh pemangku
kepentingan, sejak tahun 2016 BRI Syariah kembali mencatatkan
sejarah penting dalam perjalanan bisnisnya. Proses rebranding logo
dilakukan, untuk menumbuhkan brandequity BRI Syariah semakin
kuat seiring diraihnya predikat sebagai bank syariah ketiga terbesar
berdasarkan jumlah aset. Pada tahun 2017, BRI Syariah menjadi
bank syariah pertama yang menyalurkan KUR syariah sebesar Rp.
58,1 miliar dengan jumlah nasabah 2.578 nasabah.
Bank juga ditunjuk oleh Kementerian Keuangan RI sebagai
bank penerima pajak Negara secara elektronik melalui Modul
Penerimaan Negara (MPN) Generasi kedua bagi nasabah korporasi
maupun perorangan. Pada tahun 2018, BRI Syariah mengambil
langkah pasti lagi dengan melaksanakan Initial Public Offering pada
tanggal 9 Mei 2018 di Bursa Efek Indonesia.4 Pada tahun 2019 di
miladnya yang ke 11 BRI Syariah mengembangkan inovasi teknologi
untuk internal business process guna mempercepat layanan kepada
nasabah, yaitu kemaslahatan untuk Rakyat Madani (i-Kurma).5
Hingga tahun 2019 tercatat sejumlah jaringan layanan dimana 57
Kantor Cabang (KC), 215 Kantor Cabang Pembanti (KCP), 10 Kantor
4 Ibid., 40–41. 5 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Tahunan (Annual Report) 2019: Berinovasi
Untuk Pertumbuhan Berkelanjutan (Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2020), 45.
88
Kas (KK), 12 Unit Mikro Syariah (UMS) dan 2209 Kantor Layanan
Syariah (KLS).6
2. Sejarah Berdirinya Bank BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun
BRI Syariah Kantor Cabang Madiun merupakan salah satu
lembaga jasa keuangan syariah yang berada di lingkup Kabupaten dan
Kota Madya Madiun. BRI Syariah berdiri pada tahun 2013 dulu
awalnya masih berstatus Kantor Cabang Pembantu (KCP) yang
merupakan bagian dari supervisi BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Kediri, kemudian pada September 2015 BRI Syariah Madiun beralih
status dari Kantor Cabang Pembantu (KCP) menjadi Kantor Cabang
(KC) sendiri dengan 3 (tiga) supervisi atau 3 Kantor Cabang
Pembantu (KCP) yakni BRI Syariah KCP Magetan, BRI Syariah KCP
Ponorogo dan BRI Syariah KCP Ngawi.
Sejak beralihnya status menjadi Kantor Cabang (KC) gedung
kantor berpindah dari kantor lama di Jl. Thamrin No. 34 Kelurahan
Klegen Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun kemudian berpindah di
kantor baru yang beralamatkan di Jl. S. Parman No. 44 Kelurahan
Oro-Oro Ombo Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun. Dari sejak awal
berdirinya BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun sudah beberapa
kali mengalami peralihan kepemimpinan dari status masih Kantor
Cabang Pembantu (KCP) dulu dipimpin oleh Bapak Ahmad Nurhudin
6 Ibid., 33.
89
begitu beralih status menjadi Kantor Cabang (KC) itu mengalami 3
kali peralihan kepemimpinan yakni dari Bapak Kurniawan kemudian
Bapak Fakhrurozi Bosman dan yang terakhir hingga sekarang Bapak
Hengki Suhartanto.7
3. Visi, dan Misi BRI Syariah
a. Visi
“Menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan
finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah
untuk kehidupan lebih bermakna”.8
b. Misi
1) Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam
kebutuhan finansial nasabah.
2) Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
3) Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapan
pun dan dimana pun.
4) Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kualitas
hidup dan menghadirkan ketenteraman pikiran.9
7 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020. 8 BRI Syariah, Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) BRI Syariah 2017:
Persiapan Menata Masa Depan (Jakarta: BRI Syariah, 2018), 29. 9 Ibid., 30.
90
4. Struktur Organisasi BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun
Berikut struktur organisasi BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun per Februari 2020 sesuai SK No.KEP.B.039-PDR/07-2019
(Lampiran asli terlampir):
Pemimpin Kantor Cabang
Hengki Suhartanto
Marketing Manager
Mohamad Ali Najamudin
Account Officer
1. Swara Asa Pratiwi
2. Annas Indhadzil ArsyM
3. Eko Febri Nugroho
4.Muh Kholid Nasrulloh
AO NPF
Eko Susanto
Funding & Relationship Officer
1. Siska Ayu Fitria
2. Oczin Ermawati
Micro Marketing Manager
Sunaryo
Micro Account Officer
1. Andika Feky Ardianto
2. Deny Miftahul Rizqi
3. Anasrul Setiawan
4. Tofan Irawadi
5. Dwi Purwanti
6. Riza Danu
7. Agita Apriliawan
8. Bakti Setia Lencana
AOM NPF
Operation & Service Manager
Yayuk Setiyo Rahayu
Financing Support
Supervisor
Penaksir Emas
Financing Administration
Eko Hari Setiawan
Branch Operation Supervisor
Anita Budi Lestari
Customer Service
Dwi Riana Sari
Teller
1. Novika Januar K
2. Afinda Adha Laili
Back Office
Nur Ahmadi
General Affairs
Eka Dewi Aryani
Resident Auditor
Sunarji
91
B. Data
1. Aplikasi Green Banking dalam Pemberian atau Penyaluran
Pembiayaan di BRI Syariah KC Madiun
BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun yang merupakan
salah satu bagian dari institusi keuangan yang memiliki peranan vital
dalam melakukan penyaluran dana, bank sebagai lembaga
intermediasi atau perantara keuangan kepada nasabah-nasabahnya
baik itu untuk industri kecil maupun industri besar. Bank yang
memiliki peranan tersebut memang secara tidak langsung dapat
menjadi salah satu penyumbang atau mediator dalam kerusakan
lingkungan dari usaha-usaha yang dibiayainya.
Di abad ke-21 ini isu lingkungan hidup memang sangat krusial
disuarakan dan menjadi isu global yang bisa dibilang urgent atau
penting, dimana akibat dari kerusakan lingkungan tersebut salah
satunya pemanasan global dan itu sekarang menjadi utang moral dan
ekonomi yang menumpuk dan terakumulasi dari beberapa abad lalu
dan sudah jatuh tempo. Yang mana akibat dari itu sudah mulai kita
rasakan dan untuk meminimalisir dampaknya seluruh elemen dari
intitusi lembaga hingga masyarakat mulai melakukan gerakan-gerakan
penghijauan dengan label apapun disuarakan tak terkecuali oleh
lembaga jasa keuangan yang memang memiliki andil yang cukup
penting dalam perekonomian negara.
92
Perbankan sebagai salah satu lembaga jasa keuangan tentunya
juga merupakan salah satu institusi keuangan yang dibilang cukup
strategis untuk mengurangi atau memberi penekanan dampak
kerusakan lingkungan yang cukup parah melalui produk
pembiayaannya, Pemerintah melalui Bank Indonesia sendiri telah
mewajibkan seluruh perbankan nasional untuk memperhatikan
kelangsungan lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya.
Bank dalam prosedural pemberian atau penyaluran pembiayaan
juga harus memperhatikan aspek risiko yang berkaitan dengan
lingkungan dimana, pada hasil wawancara ini peneliti membahas
mengenai pendapat narasumber atau informan terkait aplikasi green
banking tersebut. Dimana perbankan syariah sendiri untuk
mewujudkan perbankan yang ramah lingkungan tentu sebelumnya
terkait aplikasi green banking tersebut, bank terlebih dahulu harus
mengetahui bagaimana konsep green banking itu sendiri, adapun itu
yakni dengan menyelaraskan konsep green banking itu sendiri berikut
pernyataan beberapa dari internal BRI Syariah KC Madiun,
berdasarkan wawancara pada UH AOM UMS Madiun sebagai
berikut:
“Green banking itu upaya dari perbankan itu sendiri sebagai
lembaga keuangan, tugas salah satunya sebagai penyalur dana
yang mana dari pembiayaan itu bisa jadi berdampak juga pada
lingkungan dari usaha tersebut, selain itu penerapannya juga
pada kegiatan bank lainnya.”10
10 Tunggul Hery Wibowo, Wawancara, Madiun 18 September 2019.
93
Dimana pernyataan dari UH AOM UMS Madiun Bapak
Tunggul Hery Wibowo menjelaskan bahwa green banking atau
perbankan hijau sesuai dengan pemahamaan atas pemaknaan tersebut
berbeda hal dengan yang diutarakan oleh Marketing Manager Bapak
Mohamad Ali Najamudin yang memberikan penjelasan bahwa green
banking berkaitan dengan analisa dampak lingkungan (ANDAL),
berikut penjelasannya:
“Konsep green banking pada dasarnya juga penting, soalnya apa
ya green banking sendirikan mengutamakan analisa dampak
lingkungan. Ya, bank sendiri kan saling bergantung jadi intinya
terutama dalam hal penyaluran pembiayaan, penyaluran
pembiayaan kan risiko lingkungan menjadi pasti dan
diperhatikan”11
Berdasarkan wawancara dari dua informan/narasumber tersebut
mengenai pandangan tentang konsep green banking dapat dibilang
bahwa konsep green banking merupakan upaya perbankan yang
memitigasi risiko pada kerusakan lingkungan melalui pembiayaannya
dengan analisa dampak lingkungan (ANDAL) dan juga menerapkan
praktik ramah lingkungan dalam aktivitas lainnya.
Selanjutnya dalam prasyarat penyaluran pembiayaan biasanya
nasabah diharuskan untuk memenuhi dokumen-dokumen pelengkap
untuk permohonan pembiayaannya sebagai prasyarat sebelum
pembiayaan tersebut direalisasikan seperti misalnya identitas pribadi
maupun prasyarat lainnya yang diberikan oleh pihak bank. Dimana
penyaluran pembiayaan berdasarkan konsep green banking sendiri,
11 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, Madiun 13 Februari 2020.
94
perbankan selain melakukan penilaian yang seksama terhadap nasabah
dengan aspek 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral dan
Condition) juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan
hidupnya yakni dilihat dari hasil penilaian terhadap pengelolaan
lingkungan hidup yang dibuktikan dengan pemenuhan dokumen
lingkungan,
Dalam melakukan penilaian pada analisa prospek usaha nasabah
sesuai konsep green banking, sebagaimana dengan keterangan yang
disampaikan oleh Pemimpin Cabang BRI Syariah Kantor Cabang
Madiun Bapak Fakhrurozi Bosman pada wawancara yang dilakukan
pada 19 September 2019 berikut pernyataannya:
“BRI Syariah sini itu (KC Madiun) dalam pembiayaan ke
peternakan yang banyak di mikro, selain itu juga ada pabrik tahu
terkait limbahnya, genteng juga ada dan pembuatan roti juga.
Yang pastinya mereka juga harus ada ijin HO atau ijin gangguan
lingkungan.”12
Keterangan yang disampaikan Bapak Fakhrurozi Bosman
tersebut kemudian dipertegas oleh Pemimpin Cabang BRI Syariah
Kantor Cabang Madiun yang baru Bapak Hengki Suhartanto, dimana
penjelasannya sebagai berikut:
“Kalau Mikro itu kita sudah mewajibkan Surat Keterangan
Usaha (SKU) dari dinas atau instansi terkait. Yang paling nyata
itu di pembiayaan SME, iya kan. SME produk kita itu plafond di
atas Rp. 500 Juta, kita itu mewajibkan setiap pengusaha yang
bekerjasama dengan BRI Syariah itu wajid mempunyai SIUP
dan TDP dimana SIUP dan TDP tersebut itukan selalu
mensyaratkan untuk perusahaan yang berproduksi barang itu
wajib ada ijin lingkungan HO dari instansi masyarakat terkait itu
12 Fakhrurozi Bosman, Wawancara, 19 Sepetmber 2019.
95
buktinya jadi wajib untuk nasabah sini itu surat ijinnya berupa
SIUP dan TDP”13
Dan juga oleh Marketing Manager Bapak Mohamad Ali
Najamudin terkait dengan risiko analisa dampak lingkungan dimana
ijin lingkungan menjadi suatu perhatian khusus seperti keterangan
beliau dalam wawancara yang dilakukan pada Kamis, 13 Februari
2020:
“Pada penyaluran pembiayaankan risiko lingkungan menjadi
diperhatikan,”
“kalau ijin lingkungannya enggak keluar yo enggak bisa.”14
Hal ini bank sendiri juga memperhatikan adanya ijin lingkungan
juga, jika bank tidak memperhatikan risiko sosial dan lingkungan
dalam penilaian prospek usaha nasabah seperti pemenuhan dokumen
lingkungan tidak ada, tentunya akan menimbulkan masalah
dikemudian hari seperti penutupan usaha atau industri tersebut dan
berakhir pada pembiayaan yang macet sesuai lanjutan keterangan
yang disampaikan oleh Bapak Mohamad Ali Najamudin:
“AMDAL itu analisa dampak lingkungan besar, AMDAL itu
biasanya perusahaan.”
“Tapi yang jelas seperti ijin dampak lingkungan itu mulai
pertokoan biasapun diminta toko perdagangan biasa, biasanya
SITU (Surat Ijin Tempat Usaha), lebih tinggi lagi HO, rumah
sakit itu UKL-UPL.”
“Pembiayaan SME usaha pengolahan tahu di tengah kota, itu
kan itu kan paling tidak analisa dampak lingkungannya bisa, la
kita pastikan dulu ijinnya HO itu keluar atau tidak dari
Pemerintah Daerah.”
“Seperti rumah sakit UKL-UPL itu, perusahaan-perusahaan
yang ada limbahnya itu AMDAL. Tidak keluar kita iya enggak
13 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020. 14 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020.
96
berani resiko itu kan, kalau demo terus diberhentikan usahanya,
pembiayaannya bermasalah juga akhirnya.”15
Hal ini pun terjadi di BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun
yang mana memang memasukkan analisa pembiayaan dan lingkungan
dalam menjalankan praktik bisnis syariahnya, sesuai dengan
pemaparan yang disampaikan oleh Bapak Mohamad Ali Najamudin:
“Seperti rumah sakit (nama instansi disensor) itu pengurusannya
ke kita mau bangun ada UKL-UPL dan IMB ya, itu salah satu
tidak keluar, kita tidak bisa jalan padahal sudah diputus.”
“itu putusannya tidak dijalankan karena salah satu dokumennya
tidak dipenuhi.”16
Dari pemaparan 3 (tiga) informan atau narasumber di atas
adalah bahwa BRI Syariah sangat memperhatikan analisa pembiayaan
dan lingkungan dimana dalam setiap permohonan pembiayaan dan
analisa prospek usaha nasabah dipastikan dahulu apakah usaha
tersebut sudah memenuhi dokumen lingkungannya atau belum dari
usaha atau industri yang dimilikinya dan bank juga bertindak tegas
dan berhak membatalkan pembiayaannya jika salah satu dokumen
apalagi yang berkaitan dengan lingkungan tidak ada.
Tentunya dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan konsep
green banking tentunya ada klasifikasi usaha seperti apa yang
termasuk dalam kategori berkelanjutan, dan produk pembiayaan apa
yang sesuai dengan konsep green banking di BRI Syariah KC Madiun
sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh Bapak Hengki
Suhartanto:
15 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020. 16 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020.
97
“Konsep green banking di BRI Syariah sini itu sudah
menerapkannya, tapi khusus untuk nasabah SME dan Mikro.”17
Dari pemaparan Bapak Hengki Suhartanto dapat dilihat bahwa
penyaluran pembiayaan disalurkan pada sektor SME dan Mikro,
lanjut lagi dipertegas oleh Bapak Mohamad Ali Najamudin namun ada
sedikit yang membedakan pernyataan beliau dengan Bapak Hengki
berikut pernyataannya:
“Ada (Klasifikasi Usaha), tapi gini kaya disini PSKRD (Pasar
Sasaran dan Kriteria Bisnis yang Diperbolehkan), la itu
sebenarnya dari segmennya ya mikro, retail, konsumer. Itu
sudah ada pasar sasarannya.”
“Kalau produk perbankan tergantung kebutuhan nasabah.”18
Dari pemaparan Bapak Mohamad Ali Najamudin selaku
Marketing Manager di BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun ada
klasifikasi bisnis dan sasarannya yang dikenal dengan PSKRD, dan
untuk produk pembiayaannya beliau memaparkan bahwa itu
tergantung dengan kebutuhan nasabah itu sendiri.
Dari pemaparan 2 (dua) narasumber diatas dapat diketahui
bahwa penyaluran pembiayaan di BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun ada klasifikasi bisnisnya yang tertuang dalam PSKRD (Pasar
Sasaran dan Kriteria Bisnis yang Diperbolehkan) dan untuk
pembiayaannya berdasarkan pada konsep green banking pada produk
SME dan Mikro.
Kesimpulan dari pemaparan di atas adalah bahwa
pengaplikasian konsep green banking sendiri di BRI Syariah Kantor
17 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020. 18 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020.
98
Cabang (KC) Madiun sebagai bentuk atau tindakan memitigasi risiko
terhadap lingkungan melalui produk pembiayaannya, dengan tindakan
berupa penilaian pengelolaan pada aspek lingkungan dan sosial yang
dilihat dengan pemenuhan dokumen lingkungan.
2. Kebijakan-Kebijakan yang Telah Diterapkan dalam
Implementasi Konsep Green Banking di BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun
BRI Syariah sendiri merupakan salah satu lembaga jasa
keuangan syariah yang menjadi salah satu bank diantara 8 (delapan)
bank lainnya yang ditunjuk oleh OJK pada tahun 2015 dalam pilot
project the first movers on sustainable banking di Indonesia, green
banking atau perbankan hijau yang secara terminologis keuangan
berkelanjutan yakni dukungan dari lembaga jasa keuangan untuk
menjaga keselarasan antara ekonomi, sosial dan lingkungan.
BRI Syariah merupakan bank BUKU 3, dalam konsep green
banking dalam keuangan berkelanjutan ini mengharuskan bank tidak
hanya menerapkannya hanya pada segi pembiayaannya saja tetapi
juga dalam seluruh aktivitas kegiatan perbankan itu sendiri. Ada
beberapa tahapan dan langkah strategis dalam upaya penerapan
Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan
Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan
Publik bagi bank itu sendiri. Dimana ada pemilihan kriteria yang
99
setidaknya bisa dilakukan penilaian di tingkat kantor cabang yakni
sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
1) Edukasi Internal
Edukasi internal ini untuk melihat apakah sudah ada
sharing education bagi para pegawai di tingkat manajerial
ataupun pegawai yang memiliki tambahan tupoksi mengenai
keuangan berkelanjutan, berikut ini pemaparan dari narasumber
mengenai edukasi yang sudah ada di BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun:
“Bisnis perbankan berkelanjutan itu program dari kantor
pusat sebetulnya jadi kita memang ada program yang telah
ditetapkan di kantor pusat bahwa semua usaha-usaha itu
apa sebagian persentasenya adalah yang untuk
usaha-usaha yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan i tu sudah. Kemarin bahkan kita di
pertengahan tahun 2019 kita melarang untuk
pemberian kepada pengusaha-pengusaha yang
memproduksi plastik atau plastik bekas ya, kan banyak itu
pengusaha-pengusaha pengumpul plastik la itu kita untuk
lebih berhati-hati untuk lebih apa Namanya meminimalkan
pembiayaan kepada pengusaha-pengusaha yang tidak
ramah lingkungan seperti itu. Sudah ada itu langkah -
langkah yang nyata dari BRI Syariah sebetulnya.”19
“Setiap briefing pagi pasti, kita sharing pagi ya kita
arahnya seperti itu.”20
Dari pemaparan Bapak Hengki Suhartanto di atas dapat
diketahui bahwa keuangan berkelanjutan ini merupakan
program dari kantor pusat upaya untuk menjalankannya itu
sudah ada dalam hal pembiayaan dimana hal yang dilakukan
19 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 20 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020
100
adalah untuk meminimalkan dalam pemberian pembiayaan
kepada usaha yang tidak ramah lingkungan selain itu edukasi
ini dijalankan pada saat briefing pagi yang mana arahnya juga
pada seperti keuangan berkelanjutan.
Hal tersebut juga didukung oleh pemaparan Marketing
Manager Bapak Mohamad Ali Najamudin namun ada sedikit
perbedaan dimana bahwa pada saat briefing pagi ada sharing
knowladge:
“Jadi kaya diulas product knowledge produk kita
produknya BRI Syariah yang dijual apa saja. Adanya
sharing knowledge jadi operation memaparkan produk-
produk yang sedang ditawarkan, seperti customer service
(CS) menawarkan jadi yasudah seperti itu menawarkan
produk apa ya knowledge-knowladge kerjaan dia.”21
Pemaparan yang disampaikan oleh 2 (dua) informan atau
narasumber diatas memiliki kesamaan yakni adanya sharing
education atau sharing knowledge adanya perbedaan itu
menggambarkan edukasi mengenai keuangan berkelanjutan
tersebut belum terlalu intens atau sering sharing itu hanya
sebatas pada mitigasi pembiayaan pada usaha yang tidak ramah
lingkungan dan juga penyampaian tugas sesuai divisinya
masing-masing.
2) Penyesuaian SPO
Penyesuaian ini dimana adanya perubahan tanggung jawab
pada unit yang ada dengan penambahan unit khusus yang
21 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020
101
menjalankan program keuangan berkelanjutan, seperti ini
pemaparan narasumber mengenai unit khusus tersebut:
“Kalau untuk pelaksanaan di cabang insyaAllah masih
belum ada unit khusus, yang ada hanya di kantor pusat.
Tapi mereka selalu instruksi langkah-langkah ke kantor
cabang, sebetulnya jadi kalau unit khusus di cabang
karena keterbatasan formasi cabang. Itu tidak ada unit
khusus untuk melayani itu.”22
“Masih belum jadi kalau di cabang belum ada formasi
yang khusus untuk menangani apa masalah ekonomi
berkelanjutan itu hanya di kantor pusat.”23
Pemaparan tersebut juga didukung oleh Marketing
Manager Bapak Mohamad Ali Najamudin, pernyataannya
sebagai berikut:
“Disini enggak ada unit khusus seperti itu.”24
Berdasarkan pemaparan dari 2 (dua) informan di atas
dapat diketahui bahwa di BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun belum ada unit khusus yang membawahi program-
program keuangan berkelanjutan dan juga tidak ada tambahan
tupoksi mengenai keuangan berkelanjutan karena keterbatasan
formasi pada cabang.
b. Tahap Implementasi Awal
1) Penyesuaian Sistem Teknologi Informasi dan Pelaporan
Upaya penerapan konsep green banking salah satunya
adalah pemanfaatan teknologi sebagai salah satu upaya dalam
praktik ramah lingkungan dalam aktivitas perbankan dan juga
22 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 23 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 24 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020
102
untuk membantu bank sendiri dalam menyalurkan produk atau
jasa keuangan dari bank itu sendiri. Praktiknya di BRI Syariah
Kantor Cabang (KC) Madiun seperti yang dipaparkan oleh
Bapak Hengki Suhartanto Pimpinan Cabang BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun:
“Jadi gini kalau menggunakan teknologi informasi untuk
sosialisasi itu kan kita pakai media sosial baik itu dari
kantor pusat Jakarta maupun dari cabang. Jadi di setiap
cabang itu punya alamat web atau alamat Instagram, setiap
cabang khusus untuk mempromosikan produk-produknya
tapi kita juga sosialisasikan lewat instansi-instansi
pemerintah yang kita lakukan seperti itu. Jadi tidak cuma
lewat media massa dari informasi teknologi tapi juga
langsung kita sampaikan lewat sosialisasi ke instansi.”25
“Di setiap ATM yang kita punya itu kan promosi-promosi
produk layanan kita sudah ada, ya semua ATM mobile
BRIS juga begitu. Kita juga punya mobile banking di
mobile BRIS itu juga semua tentang produk kita sudah
sampaikan disitu.”26
Sedangkan menurut Bapak Mohamad Ali Najamudin
selaku Marketing Manager di BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun, pemaparannya adalah sebagai berikut:
“Sudah buka di website nya BRI Syariah keluar to produk
BRI Syariah kan, di Madiun kadang lewat Instagramnya
marketing terus teknologinya selalu update. Ya internal
(kurang jelas suaranya) marketingnya mikro enggak perlu
ke kantor langsung pakai hp-kan aplikasi.”
“Aplikasinya ya APPEL, sekarang malah ada i-kurma
yang buat konsumer yang mikro itu sudah jalan itu.”27
Berdasarkan pemaparan dari 2 (dua) narasumber atau
informan di atas dapat diketahui bahwa pada BRI Syariah sudah
25 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 26 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 27 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020
103
mengaplikasikan teknologi baik dalam internalnya dalam hal
korespondensi dan aplikasi untuk penyaluran produknya.
2) Pengelolaan Lingkungan Internal yang Ramah Lingkungan
Hidup
Penerapan konsep green banking dalam lingkungan
internal perbankan juga penting seperti penerapan efisiensi
energi dan juga pengurangan penggunaan kertas juga
diaplikasikan di BRI Syariah KC Madiun seperti pemaparan dari
Bapak Hengki Suhartanto sebagai berikut:
“Kalau efisiensi penggunaan daya listrik energi ya sudah
kita maksimalkan, jadi teman-teman di kantor cabang
khususnya AO (Account Officer) itu lebih memaksimalkan
jam kerjanya terbukti apa untuk posisi officer atau
marketing kita harus maksimalkan jam kerja setiap hari
kalaupun lewat merekapun harus minta ijin Sabtu –
Minggu pun saat mereka masuk kerja dan menggunakan
fasilitas kantor komputer dan listrik segala macam itu
harus seijin PUK (Pimpinan Unit Kerja), jadi untuk
ngontrol pemakaian listrik dan segala macam itu sudah
kita lakukan.”28
Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Mohamad Ali
Najamudin selaku Marketing Manager di BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun mengenai penerapan praktik ramah
lingkungan di lingkup internal:
“Hemat listrik, apa lagi ya AC, lampu, air yasudah
macam-macam penggunaan kertas juga dibatasi sampai
sekarangpun kertas bekas juga dipakai bolak-balik, dan
juga sistem yang gag perlu komputer gag perlu printerkan
aplikasi cukup soft copy itu termasuk ramah lingkungan
otomatis mengurangi bahan sampah.”29
28 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 29 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020
104
Lebih lanjut dari hasil observasi yang peneliti lakukan di
BRI Syariah KC Madiun bahwa penerapan konsep green
banking dalam pengelolaan lingkungan internal yang ramah
lingkungan digambarkan sebagai berikut:
“Penggunaan kertas yang tidak hanya pada satu sisi tapi
juga menggunakan kertas pada kedua sisinya, ada 2 (dua)
kardus yang disediakan di samping mesin foto copy di
lantai 2 (dua) kantor dimana satu kardus bertuliskan kertas
bekas banget dan kardus lainnya bertuliskan kertas bekas
masih bisa dipakai”
“Pemilihan kertas dilakukan oleh Pramubakti dan
terkadang para pegawai juga memilah sendiri mana kertas
yang setidaknya layak dipakai untuk mencetak file yang
tidak formal, selain itu kertas yang tidak dipakai dan ada
data penting pada kertas tersebut akan dikemasi dan
dihancurkan sendiri oleh pramubakti.”30
Dari semua pemaparan di atas dapat diketahui bahwa
dalam internal BRI Syariah KC Madiun sudah menerapkan
praktik ramah lingkungan seperti efisiensi energi dan juga
penggunaan kertas dua sisi selain itu juga memanfaatkan
teknologi berupa soft copy atau aplikasi dalam menunjang
kinerja internal yang mana dapat mengurangi penggunaan
kertas.
3) Desain Pengembangan, dan Inovasi Produk dan/atau Jasa
Keuangan Berkelanjutan Bank sesuai dengan Permintaan Pasar
Dalam konsep green banking tentunya dibutuhkan juga
produk atau layanan jasa yang mendukung juga dalam
implementasi keuangan berkelanjutan dalam rangka upaya
30 Ratna Ayu Widyaningrum, Observasi, 18 September 2019.
105
menyelaraskan antara ekonomi, sosial dan lingkungan. Berikut
pemaparan dari Bapak Hengki Suhartanto selaku Pimpinan
Cabang BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun:
“Jadi kalau khusus untuk produk yang ekonomi
(perbankan) berkelanjutan. Itu gini fokus atau target
market kita itu adalah semua pengusaha, semua nasabah
semua masyarakat yang ada disekitar cabang atau di
wilayah Madiun. Kita tidak ada produk khusus
konsentrasi misalkan usaha-usaha yang ramah lingkungan
seperti itu cuma saat persetujuannya nanti pada saat kita
lihat ternyata usaha itu dampak terhadap lingkungannya
itu tidak bagus iya itu mungkin itu jadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan putusan pembiayaan.”31
Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Bapak
Mohamad Ali Najamudin selaku Marketing Manager BRI
Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun:
“Enggak ada produknya.”
Dari pemaparan 2 (dua) informan diatas dapat diketahui
bahwa di BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun belum ada
produk mengenai keuangan berkelanjutan dan dari mereka lebih
menekankan bahwa hanya memperhatikan aspek lingkungan
pada saat penilaian prospek usaha nasabah.
4) Edukasi Eksternal
Untuk memperluas basis nasabah dan juga memberikan
pemahaman keuangan berkelanjutan kepada konsumen atau
calon nasabah nantinya diperlukan juga edukasi terkait
31 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020
106
keuangan berkelanjutan itu seperti apa dan bagaimana, begini
praktiknya di lingkup BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun
seperti yang dipaparkan oleh Bapak Hengki Suhartanto selaku
Pimpinan Cabang BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun:
“Belum kalau itu belum, jadi kalau kita melakukan
edukasi kepada nasabah instansi-instansi yang terkait itu
belum kita lakukan artinya internal kita dalam
pengambilan keputusan dalam setiap pengajuan
pembiayaan itu sudah kita lakukan.”32
Pemaparan tersebut juga dipertegas juga oleh Marketing
Manager BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun Bapak
Mohamad Ali Najamudin, berikut pemaparannya:
“Enggak ada edukasi ke eksternal.”33
Berdasarkan dari pemaparan dari 2 (dua) informan atau
narasumber di atas dapat diperoleh informasi bahwa di BRI
Syariah KC Madiun belum ada edukasi eksternal hanya
penerapan pada konsep green banking dalam terminologis
keuangan berkelanjutan pada penyaluran pembiayaan saja.
Kesimpulan dari pemaparan diatas menjelaskan terkait
dengan kebijakan implementasi konsep green banking di BRI
Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun dimana pada aspek
edukasi internal, penyesuaian SPO (Standar Prosedur
Operasional), penyesuaian sistem teknologi informasi dan
pelaporan, pengelolaan lingkungan internal yang ramah
32 Hengki Suhartanto, Wawancara, 11 Februari 2020 33 Mohamad Ali Najamudin, Wawancara, 13 Februari 2020
107
lingkungan, desain pengembangan dan inovasi produk dan/atau
jasa keuangan berkelanjutan bank sesuai dengan permintaan
pasar, serta edukasi eksternal. Pihak BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun belum maksimal pada beberapa aspek
yakni penyesuaian SPO (Standar Prosedur Operasional), desain
pengembangan dan inovasi produk dan/atau jasa keuangan
berkelanjutan bank sesuai dengan permintaan pasar, serta
edukasi eksternal hal ini dikarenakan ada beberapa kendala
seperti terbatasnya pada formasi pada kantor cabang, BRI
syariah Kantor Cabang Madiun juga memaksimalkan produk
keuangan yang ada dan juga belum adanya sosialisasi terkait
dengan green banking atau keuangan berkelanjutan pada
nasabah maupun calon nasabah.
C. Analisa
1. Analisa Terhadap Aplikasi Green Banking dalam Pemberian atau
Penyaluran Pembiayaan di BRI Syariah KC Madiun
Berdasarkan pemaparan data sebelumnya dari hasil wawancara
yang telah dilakukan dengan narasumber atau informan, maka untuk
langkah berikutnya adalah melakukan analisa pada data tersebut.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari BRI Syariah Kantor
Cabang (KC) Madiun, berkaitan dengan aplikasi green banking dalam
pemberian atau penyaluran pembiayaan. Green banking bukanlah
hanya sekedar perbankan hijau, ditilik dari deskripsi teori pada bab 2
108
(dua) bahwa green banking adalah kegiatan perbankan yang
mendorong praktik ramah lingkungan melalui berbagai aktivitas
perbankan.
Dihubungkan dengan hasil penelitian dari para narasumber
tersebut mengenai pendapat terkait dengan konsep green banking
pihak internal BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun memberikan
keterangan sesuai dengan yang peneliti sampaikan namun selain itu
pada narasumber pertama memberikan penekanan secara tersirat
bahwa pada sisi penyaluran dananya, bank secara tidak langsung dapat
memberikan dampak buruk pada sosial dan lingkungan hidup dari
industri atau usaha yang dibiayai, dengan konsep green banking
inilah menurut narasumber pertama dengan konsep ini dapat
memberikan mitigasi risiko dari pembiayaan yang disalurkan dan juga
dengan memperhatikan pada aspek sosial dan lingkungan hidupnya.
Lebih lanjut, pernyataan dari narasumber kedua terkait dengan
konsep green banking, bahwa konsep ini sangat penting dimana dalam
penyaluran pembiayaan juga memperhatikan risiko lingkungan
dengan melakukan analisa dampak lingkungan (ANDAL). Dalam
penyaluran pembiayaan jika berdasarkan pada konsep green banking
adalah pentingnya aspek sosial dan lingkungan hidup itu diperhatikan
dan ditinjau dari regulasi terkait green banking bahwa dalam
persyaratan dalam kredit atau pembiayaan itu sendiri juga diharuskan
memasukkan penilaian terhadap pengelolaan lingkungan hidup hal
109
ini dapat dilihat pada dokumen lingkungan yang diterbitkan oleh
instansi terkait.
Dihubungkan dengan hasil penelitian di BRI Syariah KC
Madiun bahwa jadi konsep green banking itu sendiri dapat dikatakan
upaya perbankan sendiri untuk memitigasi risiko yang terjadi
dikemudian hari dari aktivitas perbankan yang dijalaninya salah
satunya yakni dari penyaluran pembiayaannya mulai dari risiko
reputasi dan risiko pembiayaan itu sendiri. Hal ini merupakan salah
satu penerapan dari prinsip pengelolaan risiko dalam perbankan itu
sendiri dengan menggunakan hasil analisa dampak lingkungan maka
dapat melihat dari sisi kegiatan yang dilakukan oleh nasabah apakah
memiliki dampak merugikan bagi sosial dan lingkungannya, dimana
dengan pemenuhan dokumen yang berkaitan dengan lingkungan dari
usaha atau industri tersebut.
Sesuai dengan pembagian dokumen lingkungan pada deskripsi
teori pada bab 2 (dua) bahwa dokumen lingkungan terbagi menjadi 3
(tiga) kategori dari tingkat high (tinggi) menggunakan AMDAL,
kemudian tingkat risiko yang medium (menengah) dengan dokumen
UKL-UPL sedangkan untuk tingkatan low (rendah) menggunakan
SPPL. Dapat diketahui upaya yang telah ditempuh di BRI Syariah
Kantor Cabang (KC) Madiun dalam penyaluran pembiayaannya yakni
dengan memberikan prasyarat berupa dokumen lingkungan yang
harus dipenuhi hal ini sebagai upaya pengelolaan lingkungan hidup,
110
dimana usaha dengan kategori tingkat ringan mensyaratkan adanya
SITU, SIUP dan ijin HO serta adanya UKL-UPL dan untuk risiko
yang tinggi pemenuhan dokumen lingkungan dengan menggunakan
dokumen AMDAL.
SIUP sendiri merupakan salah satu legalitas usaha dimana
dalam proses pembuatannya juga melampirkan ijin gangguan (HO),
dan SITU sendiri merupakan surat ijin atas tempat usaha dengan
maksud agar tidak menimbulkan gangguan pada pihak-pihak tertentu
dan juga lingkungan. Upaya yang telah dilakukan oleh BRI Syariah
KC Madiun ini merupakan langkah awal yang baik dalam rangka
turut serta mengurangi dampak yang merugikan pada aspek sosial dan
lingkungan.
Dalam konsep green banking sendiri, dalam melakukan
penyaluran pembiayaannya tentunya juga memperhatikan kegiatan
usaha yang mendukung serta memperdulikan aspek sosial dan
lingkungan hidup atau kegiatan usaha berkelanjutan, sesuai dengan
deskripsi teori pada bab 2 (dua) ini ada 12 (dua belas) yakni salah satu
dari keduabelas itu adalah kegiatan usaha dan/atau kegiatan lain dari
kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah dan juga berdasarkan
prinsip program keuangan berkelanjutan UMKM merupakan salah
satu sektor ekonomi prioritas berkelanjutan. Lebih lanjut,
dihubungkan dengan hasil penelitian di BRI Syariah KC Madiun
111
bahwa di BRI Syariah ada PSKRD (Pasar Sasaran dan Kriteria Bisnis
yang Diperbolehkan).
Salah satu dari PSKRD tersebut adalah segmen mikro hal ini
sesuai dan masuk dalam salah satu pada klasifikasi kegiatan usaha
berkelanjutan, kegiatan penyaluran dana di BRI Syariah KC Madiun
ini yang sesuai dengan konsep green banking yakni di segmen SME
(Small Medium Enterprise) dan Mikro. SME itu sendiri pembiayaan
produktif kepada pelaku UKM dengan plafond Rp. 200 juta ke atas
sampai dengan Rp. 25 miliar yang memiliki potensi berkembang dan
memiliki kredibilitas baik,34 sedangkan Mikro bertujuan untuk
memenuhi pembiayaan mikro baik untuk pembiayaan modal kerja
maupun investasi dengan plafond sampai dengan Rp. 200 juta.35
BRI Syariah kantor Cabang (KC) Madiun dalam penyaluran
pembiayaannya berdasar konsep green banking pada segmen
pembiayaan mikro seperti pada debitur yang memiliki usaha
peternakan, pabrik tahu, genteng dan pembuatan roti yang mana dari
usaha-usaha debitur tersebut tentunya sudah memiliki sertifikat atau
ijin HO. Pada segmen pembiayaan SME BRI Syariah KC Madiun
pernah menyalurkan pembiayaan pada salah satu rumah sakit namun
diberhentikan ketika proses pembiayaan dikarenakan tidak
terpenuhinya dokumen lingkungan, hal ini tentunya merupakan pola
kehati-hatian yang diambil oleh BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
34 PT Bank BRIsyariah Tbk, Laporan Tahunan (Annual Report) 2019: Berinovasi
Untuk Pertumbuhan Berkelanjutan, 88. 35Ibid., 85.
112
Madiun karena jika pembiayaan tersebut sampai terealisasikan akan
menimbulkan masalah dikemudian hari
Jika BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun tetap
melanjutkan pembiayaan tersebut tentunya banyak risiko yang akan
diterimanya mulai dari risiko pembiayaan dengan melanjutkan
pembiayaan tersebut tentunya akan menimbulkan pembiayaan
bermasalah karena debitur tidak dapat mengembalikan dana yang
telah dipinjamnya, dikarenakan operasional dihentikan karena
menimbulkan kerugian kepada beberapa pihak, selanjutnya risiko
reputasi hal ini menyangkut dengan kredibilitas dari BRI Syariah KC
Madiun sendiri yang akan memberikan dampak negatif salah satunya
adalah turunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada bank tersebut
karena bank tersebut mendanai usaha yang illegal dan memiliki
dampak buruk pada segia aspek sosial dan lingkungannya.
Dari uraian hasil analisa diatas dapat diketahui bahwa BRI
Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun dalam melakukan penyaluran
pembiayaan telah menjalankannya sesuai dengan konsep green
banking yakni pelaksanaannya itu dengan melakukan mitigasi risiko
terhadap penyaluran dananya dengan memperhatikan hasil upaya
pengelolaan lingkungan. Yang dibuktikan dengan dokumen
lingkungan dimana upaya pengelolaan lingkungan hidup dari debitur
atau calon debitur adalah hal yang perlu diperhatikan yang dapat
dilihat dari hasil AMDAL yang berupa dokumen lingkungan seperti
113
SIUP, SITU, Ijin HO, UKL-UPL serta AMDAL. Untuk klasifikasi
usaha yang ada pada BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun yakni
pada PSKRD itu merupakan salah satu bagian dari kegiatan usaha
yang berkelanjutan, selain itu BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun tentunya juga melakukan pola kehati-hatian dalam penyaluran
dananya pada debitur yang tidak mendukung atau peduli pada aspek
sosial dan lingkungan hidup dengan bukti nyata dibatalkannya proses
pembiayaan tersebut.
2. Analisa terhadap Kebijakan-Kebijakan yang Telah Diterapkan
dalam Implementasi Konsep Green Banking di BRI Syariah
Kantor Cabang (KC) Madiun
Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya maka untuk
langkah berikutnya adalah melakukan analisa pada data tersebut. Pada
awalnya Bank Indonesia telah mewajibkan seluruh perbankan
nasional untuk memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dalam
mengembangkan bisnisnya. Dimana Bank Indonesia (BI) yang
awalnya menerbitkan kebijakan pro-lingkungan yang mana
berpedoman pada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan dan kemudian berlanjut kesungguhan
Pemerintah melalui OJK yang menunjuk 8 (delapan) bank yang mana
salah satunya adalah BRI Syariah sebagai salah satu pilot project first
movers on sustainable banking.”
114
Hal ini merupakan langkah awal dalam industri jasa keuangan
untuk turut andil dalam mendukung pembangunan berkelanjutan
(sustainable development goals) dan langkah nyatanya yakni
dikeluarkannya regulasi dari Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017
tentang Penerapan Keuangan Berkalanjutan Bagi Lembaga Jasa
Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik. Adapun kebijakan-
kebijakan apa yang sudah diterapkan di BRI Syariah Kantor Cabang
Madiun yakni dapat dilihat pada tahapan-tahapan penerapan konsep
green banking berdasarkan POJK Keuangan Berkelanjutan POJK No.
51/ POJK.03/2017 yakni sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
1) Edukasi Internal
Menilik teori pada bab 2 (dua) terkait prinsip keuangan
berkelanjutan bahwa pada prinsip peningkatan kapasitas dan
kemitraan kolaboratif bahwa salah satunya adalah
mengembangkan kapasitas sumber daya manusia. Jika
dihubungkan dengan hasil penelitian, penerapan konsep green
banking berdasarkan POJK Keuangan Berkelanjutan di BRI
Syariah KC Madiun adalah adanya sharing knowledge ataupun
product knowledge dan ada juga sharing yang mengarah pada
keuangan berkelanjutan namun tidak intens dalam hal
edukasinya hanya terkadang sharing yang tersirat maknanya
dimana lebih menekankan mitigasi risiko dalam hal penyaluran
115
pembiayaan yang ada di BRI Syariah Kantor Cabang (KC)
Madiun dengan meminimalkan penyaluran dana pada usaha
ataupun industri yang tidak ramah lingkungan.
Belum intensnya sharing pembahasan terkait green
banking atau terminologis OJK keuangan berkelanjutan di ranah
internal BRI Syariah KC Madiun bank ini, Bank dapat
menggandeng praktisi ataupun internal bank dapat mengikuti
pendidikan atau pelatihan seperti diklat, workshop maupun TOT
(Training of Trainer) sehingga dapat memberikan tingkat
pemahaman lebih terkait green banking atau keuangan
berkelanjutan.
2) Penyesuaian SPO
Penyesuaian ini berkaitan dengan divisi atau unit yang ada
di bank itu sendiri apa sudah ada penambahan tupoksi pada unit
yang sudah ada atau unit khusus yang akan menangani atau
pendampingan dalam implementasi keuangan berkelanjutan, di
BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun belum ada unit
tersebut dan tidak ada unit atau divisi yang diberikan tugas
untuk mengemban pendampingan dalam implementasi keuangan
berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya formasi
pada kantor cabang itu sendiri dan untuk satuan kerja atau unit
khusus yang menangani pendampingan implementasi keuangan
berkelanjutan tersebut hanya ada di kantor pusat yakni di BRI
116
Syariah Kantor Pusat Abdul Muis. Karena dalam penyesuaian
SPO ini tentunya dibutuhkan SDM yang paham terhadap proses
AMDAL, UKL-UPL dan izin Lingkungan serta aspek teknis
lingkungan hidup, sehingga dapat mampu menjalankan,
mendampingi serta mengawal program-program keuangan
berkelanjutan.
b. Tahap Implementasi Awal
1) Penyesuaian Sistem Teknologi Informasi dan Pelaporan
Penerapan konsep green banking berdasarkan POJK
Keuangan Berkelanjutan dimana bank salah satunya adalah
implementasi pada penyesuaian sistem teknologi informasi dan
pelaporan sebagai salah satu langkah nyata bank dalam praktik
ramah lingkungan. Berdasarkan kenyataan di lapangan BRI
Syariah Kantor Cabang Madiun sudah melakukan penyesuaian
dalam hal ini, dimana memanfaatkan media sosial sebagai
sarana pengenalan produk yang mana dapat diakses dengan
mengunjungi langsung website resmi BRI Syariah maupun
lewat sosial media seperti Instagram dari para marketing BRI
Syariah Kantor Cabang Madiun. Selain itu dalam internal
sendiri juga memanfaatkannya dengan penggunaan aplikasi
APPEL dan juga i-Kurma untuk divisi atau unit mikro.
117
2) Pengelolaan Lingkungan Internal yang Ramah Lingkungan
Hidup
Penerapan konsep green banking dalam lingkungan
internal di BRI Syariah juga diterapkan mulai dari efisiensi
penggunaan energi baik itu listrik dimana para AO
memaksimalkan jam kerjanya dan juga pengendalian dalam
pemakaian air selain itu pemanfaat aplikasi berupa soft copy itu
juga merupakan upaya pengurangan penggunaan kertas di
internal, selain itu juga adanya penggunaan kertas dua sisi jadi
memanfaatkan kertas bekas yang mana belakangnya digunakan
lagi untuk mencetak sekiranya bukan sesuatu yang formal. Yang
mana dalam pemilahan kertas yang mana yang layak atau tidak
dilakukan oleh pramubakti di BRI Syariah KC Madiun.
3) Desain, Pengembangan dan Inovasi Produk dan/atau jasa
Keuangan Berkelanjutan sesuai dengan Permintaan Pasar
Implementasi dalam tahapan ini belum ada di BRI Syariah
KC Madiun untuk produk keuangan berkelanjutan itu sendiri,
karena sasaran-sasaran dari BRI Syariah itu sendiri adalah
membidik seluruh pengusaha namun juga ada aspek yang
ditekankan di sini bahwa pihak BRI Syariah sendiri selalu
menilai usaha tersebut apakah usaha tersebut memiliki dampak
yang baik atau tidak terhadap lingkungan dan sosial itu cara
mitigasi yang dilakukan dari BRI syariah KC Madiun sendiri.
118
Jadi BRI Syariah KC Madiun itu lebih menekankan dalam
pemasaran produk-produk keuangan yang ada di mereka namun
juga dalam penyaluran tetap memperhatikan aspek lingkungan
hidup dan sosialnya.
4) Edukasi Eksternal
Edukasi ekternal kepada nasabah maupun calon nasabah
mengenai konsep green banking yang secara terminologis yakni
keuangan berkelanjutan belum ada dari pihak Bank BRI Syariah
dan kembali ditekankan bahwa internal sendiri hanya terbatas
pada setiap keputusan dalam pembiayaan apakah lagi-lagi usaha
atau industri tersebut memiliki pengaruh atau dampak terhadap
lingkungan dan sosial atau tidak.
Bahwa secara umum penerapan green banking pada BRI
Syariah KC Madiun ada beberapa aspek yang sudah terpenuhi
dan sebagian lagi belum terpenuhi, merujuk pada deskripsi teori
pada bab 2 (dua) bahwa konsep green banking ini mempunyai
tujuan untuk membuat proses operasi perbankan dan
penggunaan teknologi serta infrastruktur fisik perbankan bisa
dilakukan seefisien dan seefektif mungkin.
Lebih lanjut, dihubungkan dengan penelitian yang
dilakukan di BRI Syariah KC Madiun bahwa secara umum
aspek yang telah terpenuhi pada BRI Syariah KC Madiun seperti
adanya edukasi internal terkait green banking yang mana dalam
119
terminologis OJK adalah keuangan berkelanjutan kemudian
penyesuaian sistem teknologi informasi dan pelaporan serta
pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk aspek yang belum terpenuhi seperti belum adanya
penyesuaian SPO (Standar Prosedur Operasional) terkait adanya
divisi yang khusus akan mendampingi jalannya implementasi
keuangan berkelanjutan di satuan kerja atau unit yang ada di
BRI Syariah KC Madiun hal ini disebabkan terbatasnya formasi,
selain itu divisi ini sejauh pengetahuan penulis adanya pada
tingkat pusat yakni di BRI Syariah kantor pusat Abdul Muis
Jakarta. Selain itu ada aspek terkait produk bahwa di BRI
Syariah sendiri belum ada produk keuangan khusus yang
berkaitan dengan keuangan berkelanjutan, produk yang ada di
BRI Syariah KC Madiun ini merupakan produk yang membidik
seluruh pengusaha dan juga belum adanya edukasi eksternal
terkait dengan keuangan berkelanjutan ini hal ini hanya sebatas
pada internal saja. Dimana jika merujuk pada deskripsi teori
pada bab 2 terkait dengan tahapan praktik green banking, bahwa
BRI Syariah KC Madiun ini sudah dalam preventive banking
bahwa BRI Syariah mulai meminimalisir risiko penyaluran
pembiayaan dengan risiko sosial dan lingkungan, serta juga
telah menjalankan praktik ramah lingkungan dalam kegiatan
operasionalhariannya.
120
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa data yang mengacu pada rumusan masalah dan
tujuan penelitian, maka kesimpulan dari penelitian ini yakni:
1. Konsep green banking itu merupakan upaya mitigasi risiko pada
aspek risiko sosial dan lingkungan yang terjadi di kemudian hari, dari
aktivitas perbankan yang dijalani salah satunya dari penyaluran
pembiayaannya. BRI Syariah KC Madiun telah melaksanakan konsep
green banking pelaksanaannya itu dalam bentuk penyaluran
pembiayaan yang memperhatikan hasil upaya pengelolaan lingkungan
yang dilihat dari dokumen lingkungan. Dalam penyaluran pembiayaan
BRI Syariah memiliki PSKRD yang mana dalam segmen bisnis atau
usaha ada segmen UMKM yang merupakan salah satu bagian dari
kegiatan usaha berkelanjutan dan sektor ekonomi yang diprioritaskan,
pendanaan yang dilaksanakan pada BRI Syariah KC Madiun yang
berdasarkan konsep green banking yakni pada segmen SME dan
Mikro.
2. Kebijakan-kebijakan dalam penerapan konsep green banking
berdasarkan pedoman bagi bank terkait POJK No. 51/POJK.03/2017
tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa
Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik bahwa pada BRI Syariah
KC Madiun ada beberapa aspek yang belum terpenuhi yakni
121
penyesuaian SPO terkait adanya tambahan tupoksi tentang keuangan
berkelanjutan dan juga desain, pengembangan dan inovasi produk dan
/atau jasa keuangan berkelanjutan bank sesuai dengan permintaan
pasar.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan beberapa hal
yaitu sebagai berikut:
1. Untuk BRI Syariah KC Madiun dalam penyaluran pembiayaan yang
telah menjalankan sesuai dengan konsep green banking, upaya
tersebut agar dapat dipertahankan dan dapat ditingkatkan lebih baik
lagi dalam penilaian tingkat risiko lingkungan kedepannya.
2. Untuk kebijakan dalam aspek yang belum terpenuhi: pada aspek
penyesuaian SPO pada tingkat KC karena terbatasnya formasi,
sehingga dapat ditingkatkan lagi SDMnya. Dan untuk pada aspek
desain, pengembangan dan inovasi produk dan/atau jasa keuangan
berkelanjutan bank sesuai dengan permintaan pasar, bank dapat
melakukan riset dari sektoral lingkup pemasaran bank atau melihat
dari segmen nasabah. Untuk aspek edukasi eksternal dapat dilakukan
dengan cara sosialisasi dengan menggandeng praktisi atau regulator
yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2014.
B. Hoelman, Mickael, Bona Tua Parlinggoman Parhusip, Sutoro Eko, Sugeng
Bahagijo, dan Hamong Santono. Sustainable Development Goals-SDGs:
Panduan Untuk Pemerintah Daerah (Kota Dan Kabupaten) dan Pemangku
Kepentingan Daerah. Ed. Revisi. Jakarta Selatan: Infid (International NGO
Forum on Indonesian Development), 2016.
D. Hadad, Muliaman, dan Istiana Maftuchah. Sustainable Financing : Industri
Jasa Keuangan Dalam Pembiayaan Berkelanjutan. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2015.
Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan.
Pedoman Teknis Bagi Bank Terkait Implementasi POJK Nomor
51/POJK.03/2017 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi
Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten, dan Perusahaan Publik. Jakarta:
Otoritas Jasa Keuangan, 2018.
Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Green Economy : Prakarsa
Strategis Pengembangan Konsep Green Ekonomi. Jakarta: Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2014.
------. Langkah Menuju Ekonomi Hijau Sintesa dan Memulainya. Jakarta:
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2020.
Direktorat Lingkungan Hidup. Kumpulan Pemikiran Pengembangan Green
Economy Di Indonesia (Tahun 2010-2012). Jakarta: Direktorat Lingkungan
Hidup Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS), 2013.
Direktorat Perbankan Syariah. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah. Jakarta:
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2012.
Handayani, Monika. Metodologi Penelitian Akuntansi (Bagi Pendidikan Vokasi).
Yogyakarta: Poliban Press, 2019.
Herdiansyah, Haris. Wawancara, Observasi, dan Focus Groups Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Ed. 1. Cet. 3. Jakarta: Rajawali Pers,
2019.
Indonesia Clean Energy Development (ICED), and United States Agency for
International Development (USAID). Buku Pedoman Memahami Dokumen
Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih Untuk Lembaga Jasa Keuangan
2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2015.
J. Moleong, Lexy Metodologi Penelitian Kualitatif. Ed. Revisi. Cet. Ke-38
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2018.
Lako, Andreas. Green Economy Menghijaukan Ekonomi, Bisnis dan Akuntanis.
Jakarta: Erlangga, 2014.
Naja, Daeng. Bank Hijau Kebijakan Kredit Yang Berwawasan Lingkungan.
Yogyakarta: MedPress, 2007.
Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia 2015-
2019. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2014.
Otoritas Jasa Keuangan, USAID, ICED II, and LPEM UI. Tata Kelola Aspek
Resiko Sosial Dan Lingkungan. Jakarta: USAID, 2016.
Parmawati, Rita. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Menuju
Ekonomi Hijau. Malang: UB Press, 2018.
PT Bank BRIsyariah Tbk. Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2018 :
Merintis Faedah Green Banking. Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2019.
---------. Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) BRI Syariah 2017:
Persiapan Menata Masa Depan. Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2018.
---------. Laporan Tahunan 2017: Hijrah Untuk Terbuka Dan Lebih Amanah.
Jakarta: PT Bank BRISyariah, 2018.
---------. Laporan Tahunan BRI Syariah 2019: Berinovasi Untuk Pertumbuhan
Berkelanjutan. Jakarta: PT Bank BRIsyariah Tbk, 2020.
Sahetapy, Richard, Willem Pattinasarany, Frans R. Siahaan, Marius Gunawan,
Panca Pramudya, and Anita. Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis
Lahan. Jakarta Selatan: International NGO Forum on Indonesian
Development (INFID) - Indonesian Working Group on Forest Finance
(IWGFF), 2018.
Said, Ali, Indah Budiati, Henri Asri Reagan, Riyadi, Adwi Hastuti, Chairul Anam,
Putri Larasaty, et al. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik, 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2017.
Suteja, Jaja. Green Financial Management: Model Solusi Meningkatkan Nilai
Perusahaan Berkelanjutan. Bandung: UNPAS PRESS, 2018.
Swarjana, I Ketut. Statistik Kesehatan. Ed. I. Yogyakarta: Andi, 2016.
Tiopan Panjaitan, Leonard. Bank Ramah Lingkungan : Panduan Keberlanjutan
(Sustainability). Cet. 1. Jakarta: Penebar Plus+, 2015.
United Cities and Local Goverments (UCLG). Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan Yang Perlu Diketahui Oleh Pemerintah Daerah. Jakarta:
European Commision, 2014.
United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG-ASPAC). Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan Yang Perlu Diketahui Oleh Pemerintah
Daerah. Jakarta: European Commision, 2014.
Zuhal. Gelombang Ekonomi Inovasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2013.
Zulfikar, Rizka, Prihatini Ade Mayvita, dan Purboyo. Pengantar Green Economy.
Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019.
Jurnal dan Skripsi
Perwithosuci, Winny. “Mekanisme Pemberian Kredit dalam Konsep Green
Banking di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Solo
Slamet Riyadi,” (Skripsi-Surakarta, Universitas Sebelas Maret, 2014).
Setiawan, Heri. “Analisis Implementasi Model Bisnis Green Banking di
Perbankan Syariah (Studi Kasus PT. Bank X Kota Palangka Raya)”,
(Skripsi-Palangkaraya, IAIN Palangkaraya, 2017).
Dwi Ambar Sari, Marleni. “Analisis Implementasi Green Banking di Bank
Syariah (Studi Kasus Pada BNI Syariah Kantor Cabang Solo)”, (Skripsi-
Surakarta: IAIN Surakarta, 2019).
Agus Salim, Muhammad. “Kesiapan Pemerintah Menerapkan Green Banking
Melalui POJK dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia.” Universitas Padjajaran, 2018.
Daniati Rahmah, Ati, dan Desi Fitriani. “Analisa Penerapan Green Banking Pada
PT Bank Negara Indonesia, Tbk.” Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang,
2015.
H. Robbani, dan Sofyan Aris Saputra. “Analisis Implementasi Green Banking
Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Cirebon),” t.th.
Handajani, Lilik, Ahmad Rifai, dan L. Hamdani Husnan. “Kajian Tentang Inisiasi
Praktik Green Banking Pada Bank BUMN” Vol. 15, No. 1 (2019).
Makmun. “Green Economy: Konsep, Implementasi, dan Peranan Kementerian
Keuangan.” Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Vol. 19, No. 2
(2011).
Nasution, Rahmayati. “Sinergi dan Optimalisasi Green Banking Perbankan
Syariah dalam Mewujudkan Suistanable Finance.” Ekonomikawan: Jurnal
Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Vol. 18, No. 1 (2018).
Nurdin, Moch. Amin. “Kesadaran Bankir Akan Kelestarian Lingkungan.”
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2019.
“Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 /POJK.03/2017 Tentang
Penerapan Keuangan Berkelanjutam Bagi Lembaga Jasa Keuangan , Emiten
Dan Perusahaan Publik,” n.d.
Radyati, Ajeng, Sihabudin, dan Siti Hamidah. “Urgensi Pengaturan Green
Banking Dalam Kredit Perbankan Di Indonesia.” Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, 2014.
Tiopan Panjaitan, Leonard. Bank Ramah Lingkungan : Panduan Keberlanjutan
(Sustainability). Cet. 1. Jakarta: Penebar Plus+, 2015.
Waas, Ronald. “Sambutan Deputi Gubernur Bank Indonesia Pada Acara Media
Briefing ‘Green Banking’ Kerjasama Bank Indonesia (BI) dan Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH).” Jakarta: Bank Indonesia, 2013.
Yuliawati, Tia, Asni Mustika Rani, dan Allya Roosallyn Assyofa. “Efektivitas
Implementasi Green Financing Sebagai Alternatif Pembiayaan
Berkelanjutan Bagi UMKM Sektor Industri Pengolahan Alas Kaki Di Kota
Bandung.” Unisba (Universitas Islam Bandung) Vol. 17, No. 2 (2017).
Yuniarti, Sari. “Peran Perbankan Dalam Implementasi Bisnis Hijau Dan
Pembangunan Berkelanjutan.” Jurnal Keuangan Dan Perbankan Vol. 17,
No. 3 (2013).
Internet
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan
Kelembagaan.aspx diakses pada 31 Oktober 2018.
Johnston, “2 metode penelitian lapangan field research metode”,
https://www.coursehero.com/file/p686oog/2-Metode-Penelitian-Lapangan-
Field-Research-Metode-ini-digunakan-dalam/ diakses pada Rabu 9 Oktober
2019.
Rian Erisman, “Delapan Bank Nasional Lahirkan Inisiatif Keuangan
Berkelanjutan (IKBI) bersama WWf-Indonesia”,
https://www.wwf.or.id/?66383/Delapan-Bank-Nasional-Lahirkan-Inisiatif-
Keuangan-Berkelanjutan-Indonesia-IKBI--WWF-Indonesia (diakses pada
19 Desember 2019).